Hadis: Apakah Sedekah Harus Dilakukan secara Sembunyi-sembunyi?

Daftar Isi Toggle Teks hadisFaedah hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ “Terdapat tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan, kecuali naungannya.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan salah satunya, yaitu: وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ “Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah dan dia menyembunyikan sedekahnya, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031) Faedah hadis Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat suatu perumpamaan (majaz). Beliau permisalkan satu orang dengan tangan kanan, dan orang lain dengan satu tangan yang lain (tangan kiri). Maksudnya untuk menekankan betapa perbuatan sedekah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sampai-sampai, jika ada seseorang bersedekah, maka orang yang ada di sebelah kirinya itu tidak mengetahui dan tidak menyadarinya. Terdapat satu permasalahan yang ingin penulis bahas berkaitan dengan hadis di atas, yaitu apakah sedekah perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi? Hadis di atas merupakan dalil tentang keutamaan sedekah dan juga motivasi untuk menyembunyikannya di hadapan manusia, baik sedekah itu jumlahnya sedikit, maupun sedekah dalam jumlah besar. Dengan menyembunyikan sedekah, hal itu lebih dekat dengan keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Demikian pula, dengan menyembunyikan sedekah itu lebih menghormati dan memuliakan perasaan si fakir miskin penerima sedekah. Kebanyakan penerima sedekah (yang umumnya adalah fakir miskin), tentu lebih menyukai jika pemberian sedekah itu tidak ditampakkan atau diumumkan di hadapan manusia, karena bisa jadi hal itu akan menyebabkan orang lain akan merendahkan atau menghina dirinya. Atau orang lain bisa jadi menuduhnya karena dia masih mau menerima sedekah, padahal dia orang kaya berkecukupan (menurut anggapan orang yang menuduh), atau semacam itu. Mayoritas ulama mengkhususkan hal ini dengan sedekah sunah. Adapun sedekah wajib (yaitu zakat), maka lebih utama untuk ditampakkan. Akan tetapi, wallahu Ta’ala a’alam, yang tampaknya lebih mendekati adalah kondisi setiap orang itu berbeda-beda. Jika orang yang bersedekah itu merupakan orang yang diteladani atau diikuti oleh masyarakat, sehingga jika masyarakat melihat orang tersebut bersedekah, mereka pun akan termotivasi untuk ikut bersedekah; maka dalam kondisi ini, yang lebih baik adalah menampakkan sedekah tersebut supaya masyarakat kaum muslimin akan mengikutinya. Hal ini bisa kita saksikan di berbagai jalan kebaikan. Ketika ada orang yang diundang untuk bersedekah, maka orang-orang pun akan ikut bersedekah. Terwujudlah faedah lainnya, yaitu semakin nampaklah sunah dan juga pahala sebagai orang yang diteladani. Akan tetapi, hal ini tentu saja bagi orang-orang yang hatinya kuat, niatnya baik (bersih), dan aman dari penyakit riya’. Adapun orang-orang yang lebih lemah hatinya, maka tentu saja menyembunyikan sedekah, itulah yang lebih utama untuk menjaga dirinya dari riya’ dan niat yang tidak benar. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keutamaan menyembunyikan sedekah. Dan hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Kecuali jika dengan menampakkannya ada maslahat tertentu, maka hendaklah ditampakkan. Misalnya, menampakkan sedekah dengan tujuan agar diikuti oleh manusia, atau agar masyarakat mengetahui bahwa orang yang diberi sedekah itu sangat membutuhkan, sehingga orang-orang pun kemudian ikut bersedekah untuknya ketika melihat orang tersebut bersedekah untuknya atau untuk rumah itu. Masyarakat bisa mengetahui bahwa orang ini sangat membutuhkan, lalu mereka pun ikut bersedekah untuknya dan meneladani orang yang bersedekah pertama kali tadi.” (Tashilul Ilmam, 3: 149) Allah Ta’ala berfirman, إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271) Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Keutamaan Bersedekah Secara Rahasia *** @Kantor Pogung, 14 Jumadil awal 1445/ 28 November 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 467-471). Tags: Sedekah

Hadis: Apakah Sedekah Harus Dilakukan secara Sembunyi-sembunyi?

Daftar Isi Toggle Teks hadisFaedah hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ “Terdapat tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan, kecuali naungannya.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan salah satunya, yaitu: وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ “Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah dan dia menyembunyikan sedekahnya, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031) Faedah hadis Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat suatu perumpamaan (majaz). Beliau permisalkan satu orang dengan tangan kanan, dan orang lain dengan satu tangan yang lain (tangan kiri). Maksudnya untuk menekankan betapa perbuatan sedekah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sampai-sampai, jika ada seseorang bersedekah, maka orang yang ada di sebelah kirinya itu tidak mengetahui dan tidak menyadarinya. Terdapat satu permasalahan yang ingin penulis bahas berkaitan dengan hadis di atas, yaitu apakah sedekah perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi? Hadis di atas merupakan dalil tentang keutamaan sedekah dan juga motivasi untuk menyembunyikannya di hadapan manusia, baik sedekah itu jumlahnya sedikit, maupun sedekah dalam jumlah besar. Dengan menyembunyikan sedekah, hal itu lebih dekat dengan keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Demikian pula, dengan menyembunyikan sedekah itu lebih menghormati dan memuliakan perasaan si fakir miskin penerima sedekah. Kebanyakan penerima sedekah (yang umumnya adalah fakir miskin), tentu lebih menyukai jika pemberian sedekah itu tidak ditampakkan atau diumumkan di hadapan manusia, karena bisa jadi hal itu akan menyebabkan orang lain akan merendahkan atau menghina dirinya. Atau orang lain bisa jadi menuduhnya karena dia masih mau menerima sedekah, padahal dia orang kaya berkecukupan (menurut anggapan orang yang menuduh), atau semacam itu. Mayoritas ulama mengkhususkan hal ini dengan sedekah sunah. Adapun sedekah wajib (yaitu zakat), maka lebih utama untuk ditampakkan. Akan tetapi, wallahu Ta’ala a’alam, yang tampaknya lebih mendekati adalah kondisi setiap orang itu berbeda-beda. Jika orang yang bersedekah itu merupakan orang yang diteladani atau diikuti oleh masyarakat, sehingga jika masyarakat melihat orang tersebut bersedekah, mereka pun akan termotivasi untuk ikut bersedekah; maka dalam kondisi ini, yang lebih baik adalah menampakkan sedekah tersebut supaya masyarakat kaum muslimin akan mengikutinya. Hal ini bisa kita saksikan di berbagai jalan kebaikan. Ketika ada orang yang diundang untuk bersedekah, maka orang-orang pun akan ikut bersedekah. Terwujudlah faedah lainnya, yaitu semakin nampaklah sunah dan juga pahala sebagai orang yang diteladani. Akan tetapi, hal ini tentu saja bagi orang-orang yang hatinya kuat, niatnya baik (bersih), dan aman dari penyakit riya’. Adapun orang-orang yang lebih lemah hatinya, maka tentu saja menyembunyikan sedekah, itulah yang lebih utama untuk menjaga dirinya dari riya’ dan niat yang tidak benar. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keutamaan menyembunyikan sedekah. Dan hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Kecuali jika dengan menampakkannya ada maslahat tertentu, maka hendaklah ditampakkan. Misalnya, menampakkan sedekah dengan tujuan agar diikuti oleh manusia, atau agar masyarakat mengetahui bahwa orang yang diberi sedekah itu sangat membutuhkan, sehingga orang-orang pun kemudian ikut bersedekah untuknya ketika melihat orang tersebut bersedekah untuknya atau untuk rumah itu. Masyarakat bisa mengetahui bahwa orang ini sangat membutuhkan, lalu mereka pun ikut bersedekah untuknya dan meneladani orang yang bersedekah pertama kali tadi.” (Tashilul Ilmam, 3: 149) Allah Ta’ala berfirman, إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271) Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Keutamaan Bersedekah Secara Rahasia *** @Kantor Pogung, 14 Jumadil awal 1445/ 28 November 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 467-471). Tags: Sedekah
Daftar Isi Toggle Teks hadisFaedah hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ “Terdapat tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan, kecuali naungannya.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan salah satunya, yaitu: وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ “Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah dan dia menyembunyikan sedekahnya, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031) Faedah hadis Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat suatu perumpamaan (majaz). Beliau permisalkan satu orang dengan tangan kanan, dan orang lain dengan satu tangan yang lain (tangan kiri). Maksudnya untuk menekankan betapa perbuatan sedekah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sampai-sampai, jika ada seseorang bersedekah, maka orang yang ada di sebelah kirinya itu tidak mengetahui dan tidak menyadarinya. Terdapat satu permasalahan yang ingin penulis bahas berkaitan dengan hadis di atas, yaitu apakah sedekah perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi? Hadis di atas merupakan dalil tentang keutamaan sedekah dan juga motivasi untuk menyembunyikannya di hadapan manusia, baik sedekah itu jumlahnya sedikit, maupun sedekah dalam jumlah besar. Dengan menyembunyikan sedekah, hal itu lebih dekat dengan keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Demikian pula, dengan menyembunyikan sedekah itu lebih menghormati dan memuliakan perasaan si fakir miskin penerima sedekah. Kebanyakan penerima sedekah (yang umumnya adalah fakir miskin), tentu lebih menyukai jika pemberian sedekah itu tidak ditampakkan atau diumumkan di hadapan manusia, karena bisa jadi hal itu akan menyebabkan orang lain akan merendahkan atau menghina dirinya. Atau orang lain bisa jadi menuduhnya karena dia masih mau menerima sedekah, padahal dia orang kaya berkecukupan (menurut anggapan orang yang menuduh), atau semacam itu. Mayoritas ulama mengkhususkan hal ini dengan sedekah sunah. Adapun sedekah wajib (yaitu zakat), maka lebih utama untuk ditampakkan. Akan tetapi, wallahu Ta’ala a’alam, yang tampaknya lebih mendekati adalah kondisi setiap orang itu berbeda-beda. Jika orang yang bersedekah itu merupakan orang yang diteladani atau diikuti oleh masyarakat, sehingga jika masyarakat melihat orang tersebut bersedekah, mereka pun akan termotivasi untuk ikut bersedekah; maka dalam kondisi ini, yang lebih baik adalah menampakkan sedekah tersebut supaya masyarakat kaum muslimin akan mengikutinya. Hal ini bisa kita saksikan di berbagai jalan kebaikan. Ketika ada orang yang diundang untuk bersedekah, maka orang-orang pun akan ikut bersedekah. Terwujudlah faedah lainnya, yaitu semakin nampaklah sunah dan juga pahala sebagai orang yang diteladani. Akan tetapi, hal ini tentu saja bagi orang-orang yang hatinya kuat, niatnya baik (bersih), dan aman dari penyakit riya’. Adapun orang-orang yang lebih lemah hatinya, maka tentu saja menyembunyikan sedekah, itulah yang lebih utama untuk menjaga dirinya dari riya’ dan niat yang tidak benar. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keutamaan menyembunyikan sedekah. Dan hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Kecuali jika dengan menampakkannya ada maslahat tertentu, maka hendaklah ditampakkan. Misalnya, menampakkan sedekah dengan tujuan agar diikuti oleh manusia, atau agar masyarakat mengetahui bahwa orang yang diberi sedekah itu sangat membutuhkan, sehingga orang-orang pun kemudian ikut bersedekah untuknya ketika melihat orang tersebut bersedekah untuknya atau untuk rumah itu. Masyarakat bisa mengetahui bahwa orang ini sangat membutuhkan, lalu mereka pun ikut bersedekah untuknya dan meneladani orang yang bersedekah pertama kali tadi.” (Tashilul Ilmam, 3: 149) Allah Ta’ala berfirman, إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271) Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Keutamaan Bersedekah Secara Rahasia *** @Kantor Pogung, 14 Jumadil awal 1445/ 28 November 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 467-471). Tags: Sedekah


Daftar Isi Toggle Teks hadisFaedah hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ “Terdapat tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan, kecuali naungannya.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan salah satunya, yaitu: وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ “Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah dan dia menyembunyikan sedekahnya, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031) Faedah hadis Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat suatu perumpamaan (majaz). Beliau permisalkan satu orang dengan tangan kanan, dan orang lain dengan satu tangan yang lain (tangan kiri). Maksudnya untuk menekankan betapa perbuatan sedekah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sampai-sampai, jika ada seseorang bersedekah, maka orang yang ada di sebelah kirinya itu tidak mengetahui dan tidak menyadarinya. Terdapat satu permasalahan yang ingin penulis bahas berkaitan dengan hadis di atas, yaitu apakah sedekah perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi? Hadis di atas merupakan dalil tentang keutamaan sedekah dan juga motivasi untuk menyembunyikannya di hadapan manusia, baik sedekah itu jumlahnya sedikit, maupun sedekah dalam jumlah besar. Dengan menyembunyikan sedekah, hal itu lebih dekat dengan keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Demikian pula, dengan menyembunyikan sedekah itu lebih menghormati dan memuliakan perasaan si fakir miskin penerima sedekah. Kebanyakan penerima sedekah (yang umumnya adalah fakir miskin), tentu lebih menyukai jika pemberian sedekah itu tidak ditampakkan atau diumumkan di hadapan manusia, karena bisa jadi hal itu akan menyebabkan orang lain akan merendahkan atau menghina dirinya. Atau orang lain bisa jadi menuduhnya karena dia masih mau menerima sedekah, padahal dia orang kaya berkecukupan (menurut anggapan orang yang menuduh), atau semacam itu. Mayoritas ulama mengkhususkan hal ini dengan sedekah sunah. Adapun sedekah wajib (yaitu zakat), maka lebih utama untuk ditampakkan. Akan tetapi, wallahu Ta’ala a’alam, yang tampaknya lebih mendekati adalah kondisi setiap orang itu berbeda-beda. Jika orang yang bersedekah itu merupakan orang yang diteladani atau diikuti oleh masyarakat, sehingga jika masyarakat melihat orang tersebut bersedekah, mereka pun akan termotivasi untuk ikut bersedekah; maka dalam kondisi ini, yang lebih baik adalah menampakkan sedekah tersebut supaya masyarakat kaum muslimin akan mengikutinya. Hal ini bisa kita saksikan di berbagai jalan kebaikan. Ketika ada orang yang diundang untuk bersedekah, maka orang-orang pun akan ikut bersedekah. Terwujudlah faedah lainnya, yaitu semakin nampaklah sunah dan juga pahala sebagai orang yang diteladani. Akan tetapi, hal ini tentu saja bagi orang-orang yang hatinya kuat, niatnya baik (bersih), dan aman dari penyakit riya’. Adapun orang-orang yang lebih lemah hatinya, maka tentu saja menyembunyikan sedekah, itulah yang lebih utama untuk menjaga dirinya dari riya’ dan niat yang tidak benar. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keutamaan menyembunyikan sedekah. Dan hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Kecuali jika dengan menampakkannya ada maslahat tertentu, maka hendaklah ditampakkan. Misalnya, menampakkan sedekah dengan tujuan agar diikuti oleh manusia, atau agar masyarakat mengetahui bahwa orang yang diberi sedekah itu sangat membutuhkan, sehingga orang-orang pun kemudian ikut bersedekah untuknya ketika melihat orang tersebut bersedekah untuknya atau untuk rumah itu. Masyarakat bisa mengetahui bahwa orang ini sangat membutuhkan, lalu mereka pun ikut bersedekah untuknya dan meneladani orang yang bersedekah pertama kali tadi.” (Tashilul Ilmam, 3: 149) Allah Ta’ala berfirman, إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271) Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Keutamaan Bersedekah Secara Rahasia *** @Kantor Pogung, 14 Jumadil awal 1445/ 28 November 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 467-471). Tags: Sedekah

Pengaruh Tertinggal Salat Jamaah dalam Produktifitas Hidup Kita

Di zaman ini, sering kali kita jumpai hampir semua orang memakai dan menggunakan gadget di setiap kegiatan kehidupan keseharian mereka. Bahkan, tak luput pula saat ibadah, baik sebelum maupun sesudah salat. Yang miris adalah setelah salat, mereka langsung melihat gadget. Dan yang membuat teriris adalah saat khotbah Jumat pun banyak yang menyalakan dan memainkan HP/gadget, astaghfirullah. Hal ini menjadi musibah tatkala menjadi suatu kebiasaan, yang merugikan kita dalam aspek kehidupan, bahkan ibadah. Ketika HP/gadget memanggil, lalu pimpinan, atasan dalam pekerjaan memanggil, secepat mungkin kita menanggapi. Bahkan, merespon berlebihan apapun kondisi dan keadaan saat itu. Namun, tatkala Allah ‘Azza Wajalla Yang memiliki segalanya, Yang Maha Besar, dan Maha Segalanya, memangil melalui azan yang berkumandang di setiap sudut-sudut kota maupun desa, insan yang tak merasa bersalah tersebut sengaja datang terlambat. Bahkan, kadangkala sengaja mengakhirkan salat dan sampai pura-pura tidak mendengar suara azan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, إن الإنسان كلما تأخر عن الصف الأول والثاني أو الثالث (أي في الصلاة) ألقى الله في قلبه محبة التأخر في كل عمل صالح والعياذ بالله “Tatkala manusia terlambat dari menempati saf pertama, kedua, atau ketiga (yakni dalam salat), maka Allah buat hatinya suka mengakhirkan semua amal saleh. Wal’iaydzubillah.” (Syarah Riyadhus Shalihin, 5: 111) Pengaruh yang dikhawatirkan bagi seorang yang terlambat, dan bahkan meninggalkan salat dalam kehidupannya adalah mulai hilang rasa aman dan tentram dalam kehidupannya. Satu contoh, tatkala ia dengan sengaja meninggalkan salat subuh, maka bisa dipastikan aktivitas dia pada hari itu akan terganggu dan akan merusak produktifitas pekerjaan. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ ”Barangsiapa yang tidak menjaga salat, maka dia tidak mendapatkan cahaya, tidak mendapatkan burhan (petunjuk), tidak mendapatkan keselamatan, dan di hari kiamat dia akan dikumpulkan bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, 2: 169; Ad-Darimi, 2: 301. Hadis ini dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani) Dalam hadis tersebut, banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil dan kita renungkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwasanya sebagai percontohan orang yang tidak menjaga salatnya, ia akan dikumpulkan berdasarkan golongan mereka, seperti halnya Allah menghukum Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Perumpamaan dari penyebutan nama-nama di atas merupakan satu isyarat bagi orang yang meninggalkan salat. Perumpamaan yang pertama, karena seorang sibuk dan mengejar hartanya sampai lupa salat, maka dinisbatkan seperti halnya Qarun. Perumpamaan yang kedua, karena cinta akan jabatan dan kekuasaan, maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan perumpamaannya seperti Fir’aun dan Haman. Mereka melambangkan seorang yang buta akan kekuasaan dan jabatan. Dan perumpamaan yang terakhir atau perumpamaan yang ketiga, yakni manusia yang terlalu sibuk dalam mengejar harta dunia, mengejar harta perdagangan dunianya, dan perniagaannya, dinisbatkan pada nama Ubay bin Khalaf. Mereka itulah nama-nama yang kekal sebagai perumpamaan orang kafir yang telah menyia-nyiakan dan meninggalkan salat, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً  إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئاً ”Maka, datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. Mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (QS. Maryam: 59-60) Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni meninggalkan dan menyia-nyiakan salat. Termasuk di antaranya, terhindar dari tidak memperhatikan syarat sah salat dan rukun salat, tidak khusyuk dalam salat, dan terhindar dari sifat malas dalam melaksanakan ibadah salat. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa, dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Meninggalkan Salat Berjamaah Karena Adanya Kesulitan *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: produktifitassalat jamaah

Pengaruh Tertinggal Salat Jamaah dalam Produktifitas Hidup Kita

Di zaman ini, sering kali kita jumpai hampir semua orang memakai dan menggunakan gadget di setiap kegiatan kehidupan keseharian mereka. Bahkan, tak luput pula saat ibadah, baik sebelum maupun sesudah salat. Yang miris adalah setelah salat, mereka langsung melihat gadget. Dan yang membuat teriris adalah saat khotbah Jumat pun banyak yang menyalakan dan memainkan HP/gadget, astaghfirullah. Hal ini menjadi musibah tatkala menjadi suatu kebiasaan, yang merugikan kita dalam aspek kehidupan, bahkan ibadah. Ketika HP/gadget memanggil, lalu pimpinan, atasan dalam pekerjaan memanggil, secepat mungkin kita menanggapi. Bahkan, merespon berlebihan apapun kondisi dan keadaan saat itu. Namun, tatkala Allah ‘Azza Wajalla Yang memiliki segalanya, Yang Maha Besar, dan Maha Segalanya, memangil melalui azan yang berkumandang di setiap sudut-sudut kota maupun desa, insan yang tak merasa bersalah tersebut sengaja datang terlambat. Bahkan, kadangkala sengaja mengakhirkan salat dan sampai pura-pura tidak mendengar suara azan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, إن الإنسان كلما تأخر عن الصف الأول والثاني أو الثالث (أي في الصلاة) ألقى الله في قلبه محبة التأخر في كل عمل صالح والعياذ بالله “Tatkala manusia terlambat dari menempati saf pertama, kedua, atau ketiga (yakni dalam salat), maka Allah buat hatinya suka mengakhirkan semua amal saleh. Wal’iaydzubillah.” (Syarah Riyadhus Shalihin, 5: 111) Pengaruh yang dikhawatirkan bagi seorang yang terlambat, dan bahkan meninggalkan salat dalam kehidupannya adalah mulai hilang rasa aman dan tentram dalam kehidupannya. Satu contoh, tatkala ia dengan sengaja meninggalkan salat subuh, maka bisa dipastikan aktivitas dia pada hari itu akan terganggu dan akan merusak produktifitas pekerjaan. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ ”Barangsiapa yang tidak menjaga salat, maka dia tidak mendapatkan cahaya, tidak mendapatkan burhan (petunjuk), tidak mendapatkan keselamatan, dan di hari kiamat dia akan dikumpulkan bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, 2: 169; Ad-Darimi, 2: 301. Hadis ini dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani) Dalam hadis tersebut, banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil dan kita renungkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwasanya sebagai percontohan orang yang tidak menjaga salatnya, ia akan dikumpulkan berdasarkan golongan mereka, seperti halnya Allah menghukum Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Perumpamaan dari penyebutan nama-nama di atas merupakan satu isyarat bagi orang yang meninggalkan salat. Perumpamaan yang pertama, karena seorang sibuk dan mengejar hartanya sampai lupa salat, maka dinisbatkan seperti halnya Qarun. Perumpamaan yang kedua, karena cinta akan jabatan dan kekuasaan, maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan perumpamaannya seperti Fir’aun dan Haman. Mereka melambangkan seorang yang buta akan kekuasaan dan jabatan. Dan perumpamaan yang terakhir atau perumpamaan yang ketiga, yakni manusia yang terlalu sibuk dalam mengejar harta dunia, mengejar harta perdagangan dunianya, dan perniagaannya, dinisbatkan pada nama Ubay bin Khalaf. Mereka itulah nama-nama yang kekal sebagai perumpamaan orang kafir yang telah menyia-nyiakan dan meninggalkan salat, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً  إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئاً ”Maka, datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. Mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (QS. Maryam: 59-60) Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni meninggalkan dan menyia-nyiakan salat. Termasuk di antaranya, terhindar dari tidak memperhatikan syarat sah salat dan rukun salat, tidak khusyuk dalam salat, dan terhindar dari sifat malas dalam melaksanakan ibadah salat. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa, dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Meninggalkan Salat Berjamaah Karena Adanya Kesulitan *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: produktifitassalat jamaah
Di zaman ini, sering kali kita jumpai hampir semua orang memakai dan menggunakan gadget di setiap kegiatan kehidupan keseharian mereka. Bahkan, tak luput pula saat ibadah, baik sebelum maupun sesudah salat. Yang miris adalah setelah salat, mereka langsung melihat gadget. Dan yang membuat teriris adalah saat khotbah Jumat pun banyak yang menyalakan dan memainkan HP/gadget, astaghfirullah. Hal ini menjadi musibah tatkala menjadi suatu kebiasaan, yang merugikan kita dalam aspek kehidupan, bahkan ibadah. Ketika HP/gadget memanggil, lalu pimpinan, atasan dalam pekerjaan memanggil, secepat mungkin kita menanggapi. Bahkan, merespon berlebihan apapun kondisi dan keadaan saat itu. Namun, tatkala Allah ‘Azza Wajalla Yang memiliki segalanya, Yang Maha Besar, dan Maha Segalanya, memangil melalui azan yang berkumandang di setiap sudut-sudut kota maupun desa, insan yang tak merasa bersalah tersebut sengaja datang terlambat. Bahkan, kadangkala sengaja mengakhirkan salat dan sampai pura-pura tidak mendengar suara azan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, إن الإنسان كلما تأخر عن الصف الأول والثاني أو الثالث (أي في الصلاة) ألقى الله في قلبه محبة التأخر في كل عمل صالح والعياذ بالله “Tatkala manusia terlambat dari menempati saf pertama, kedua, atau ketiga (yakni dalam salat), maka Allah buat hatinya suka mengakhirkan semua amal saleh. Wal’iaydzubillah.” (Syarah Riyadhus Shalihin, 5: 111) Pengaruh yang dikhawatirkan bagi seorang yang terlambat, dan bahkan meninggalkan salat dalam kehidupannya adalah mulai hilang rasa aman dan tentram dalam kehidupannya. Satu contoh, tatkala ia dengan sengaja meninggalkan salat subuh, maka bisa dipastikan aktivitas dia pada hari itu akan terganggu dan akan merusak produktifitas pekerjaan. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ ”Barangsiapa yang tidak menjaga salat, maka dia tidak mendapatkan cahaya, tidak mendapatkan burhan (petunjuk), tidak mendapatkan keselamatan, dan di hari kiamat dia akan dikumpulkan bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, 2: 169; Ad-Darimi, 2: 301. Hadis ini dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani) Dalam hadis tersebut, banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil dan kita renungkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwasanya sebagai percontohan orang yang tidak menjaga salatnya, ia akan dikumpulkan berdasarkan golongan mereka, seperti halnya Allah menghukum Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Perumpamaan dari penyebutan nama-nama di atas merupakan satu isyarat bagi orang yang meninggalkan salat. Perumpamaan yang pertama, karena seorang sibuk dan mengejar hartanya sampai lupa salat, maka dinisbatkan seperti halnya Qarun. Perumpamaan yang kedua, karena cinta akan jabatan dan kekuasaan, maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan perumpamaannya seperti Fir’aun dan Haman. Mereka melambangkan seorang yang buta akan kekuasaan dan jabatan. Dan perumpamaan yang terakhir atau perumpamaan yang ketiga, yakni manusia yang terlalu sibuk dalam mengejar harta dunia, mengejar harta perdagangan dunianya, dan perniagaannya, dinisbatkan pada nama Ubay bin Khalaf. Mereka itulah nama-nama yang kekal sebagai perumpamaan orang kafir yang telah menyia-nyiakan dan meninggalkan salat, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً  إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئاً ”Maka, datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. Mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (QS. Maryam: 59-60) Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni meninggalkan dan menyia-nyiakan salat. Termasuk di antaranya, terhindar dari tidak memperhatikan syarat sah salat dan rukun salat, tidak khusyuk dalam salat, dan terhindar dari sifat malas dalam melaksanakan ibadah salat. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa, dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Meninggalkan Salat Berjamaah Karena Adanya Kesulitan *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: produktifitassalat jamaah


Di zaman ini, sering kali kita jumpai hampir semua orang memakai dan menggunakan gadget di setiap kegiatan kehidupan keseharian mereka. Bahkan, tak luput pula saat ibadah, baik sebelum maupun sesudah salat. Yang miris adalah setelah salat, mereka langsung melihat gadget. Dan yang membuat teriris adalah saat khotbah Jumat pun banyak yang menyalakan dan memainkan HP/gadget, astaghfirullah. Hal ini menjadi musibah tatkala menjadi suatu kebiasaan, yang merugikan kita dalam aspek kehidupan, bahkan ibadah. Ketika HP/gadget memanggil, lalu pimpinan, atasan dalam pekerjaan memanggil, secepat mungkin kita menanggapi. Bahkan, merespon berlebihan apapun kondisi dan keadaan saat itu. Namun, tatkala Allah ‘Azza Wajalla Yang memiliki segalanya, Yang Maha Besar, dan Maha Segalanya, memangil melalui azan yang berkumandang di setiap sudut-sudut kota maupun desa, insan yang tak merasa bersalah tersebut sengaja datang terlambat. Bahkan, kadangkala sengaja mengakhirkan salat dan sampai pura-pura tidak mendengar suara azan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, إن الإنسان كلما تأخر عن الصف الأول والثاني أو الثالث (أي في الصلاة) ألقى الله في قلبه محبة التأخر في كل عمل صالح والعياذ بالله “Tatkala manusia terlambat dari menempati saf pertama, kedua, atau ketiga (yakni dalam salat), maka Allah buat hatinya suka mengakhirkan semua amal saleh. Wal’iaydzubillah.” (Syarah Riyadhus Shalihin, 5: 111) Pengaruh yang dikhawatirkan bagi seorang yang terlambat, dan bahkan meninggalkan salat dalam kehidupannya adalah mulai hilang rasa aman dan tentram dalam kehidupannya. Satu contoh, tatkala ia dengan sengaja meninggalkan salat subuh, maka bisa dipastikan aktivitas dia pada hari itu akan terganggu dan akan merusak produktifitas pekerjaan. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ ”Barangsiapa yang tidak menjaga salat, maka dia tidak mendapatkan cahaya, tidak mendapatkan burhan (petunjuk), tidak mendapatkan keselamatan, dan di hari kiamat dia akan dikumpulkan bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, 2: 169; Ad-Darimi, 2: 301. Hadis ini dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani) Dalam hadis tersebut, banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil dan kita renungkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwasanya sebagai percontohan orang yang tidak menjaga salatnya, ia akan dikumpulkan berdasarkan golongan mereka, seperti halnya Allah menghukum Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Perumpamaan dari penyebutan nama-nama di atas merupakan satu isyarat bagi orang yang meninggalkan salat. Perumpamaan yang pertama, karena seorang sibuk dan mengejar hartanya sampai lupa salat, maka dinisbatkan seperti halnya Qarun. Perumpamaan yang kedua, karena cinta akan jabatan dan kekuasaan, maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan perumpamaannya seperti Fir’aun dan Haman. Mereka melambangkan seorang yang buta akan kekuasaan dan jabatan. Dan perumpamaan yang terakhir atau perumpamaan yang ketiga, yakni manusia yang terlalu sibuk dalam mengejar harta dunia, mengejar harta perdagangan dunianya, dan perniagaannya, dinisbatkan pada nama Ubay bin Khalaf. Mereka itulah nama-nama yang kekal sebagai perumpamaan orang kafir yang telah menyia-nyiakan dan meninggalkan salat, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً  إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئاً ”Maka, datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. Mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (QS. Maryam: 59-60) Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni meninggalkan dan menyia-nyiakan salat. Termasuk di antaranya, terhindar dari tidak memperhatikan syarat sah salat dan rukun salat, tidak khusyuk dalam salat, dan terhindar dari sifat malas dalam melaksanakan ibadah salat. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa, dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Meninggalkan Salat Berjamaah Karena Adanya Kesulitan *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: produktifitassalat jamaah

Apakah setelah Cerai Langsung Pisah Rumah?

Pertanyaan: Ustadz, jika suami-istri bercerai apakah mereka langsung pisah rumah saat itu juga? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Ini adalah sebuah salah kaprah yang beredar di masyarakat. Yaitu anggapan bahwa jika suami-istri bercerai, mereka langsung pisah rumah. Ini kekeliruan. Karena setelah cerai, ada yang disebut dengan masa idah. Allah ta’ala berfirman, والْمُطَـلَّقَـتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَـلَـثَـةَ قُرُوْءٍۗ “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan dirinya sampai tiga kali quru’.” (QS. Al-Baqarah: 228). Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan: أي يعتددن بترك الزينة والطيب والنقلة على فراق أزواجهن “Maksudnya, ia menghabiskan masa idah dengan tidak berdandan, tidak pakai minyak wangi, dan tidak pindah untuk berpisah dari rumah suaminya” (Tafsir Al-Baghawi). Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan: أجمعت الأمَّةُ على وجوبِ العِدَّةِ في الجُملةِ “Ulama sepakat wajibnya menjalani masa idah secara umum” (Al-Mughni, 8/96). Ini menunjukkan bahwa wanita yang dicerai, tidak langsung berpisah dengan suaminya. Bahkan ia wajib tinggal bersama suaminya sampai habis masa idah. Dan selama masa idah, jika talaknya talak 1 atau talak 2, maka masih wajib dinafkahi oleh suaminya sampai habis masa idah. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: عِدَّةُ الرَّجعيَّةِ لأجْلِ الزَّوجِ، وللمَرأةِ فيها النَّفَقةُ والسُّكنى باتِّفاقِ المُسلِمينَ “Idah untuk wanita yang ditalak raj’i (talak 1 atau 2) dari sang suami, maka sang istri tetap punya hak nafkah dan tempat tinggal berdasarkan kesepakatan ulama” (Zadul Ma’ad, 5/598). Demikian dalam masa idah, sang wanita yang dicerai statusnya masih istri yang sah. Boleh melihat auratnya, boleh berduaan, boleh bersentuhan, dan seterusnya. Adapun bagi yang ditalak ba’in atau talak 3, maka sudah tidak ada lagi hak nafkah, tidak ada kewajiban tempat tinggal dan sudah tidak lagi berstatus istri. Tidak boleh lagi melihat auratnya, tidak boleh berduaan, tidak boleh bersentuhan, dan seterusnya. Tentang jangka waktu masa idah, disebutkan dalam ayat di atas adalah tiga quru’. Ini adalah idah bagi wanita yang dicerai dalam keadaan tidak sedang hamil. Tiga quru’ dimaknai oleh jumhur ulama salaf dengan tiga kali haid. Artinya, ketika datang haid yang ketiga, sudah habis masa idah dan sudah tidak lagi wajib tinggal bersama dan tidak wajib lagi bagi sang suami untuk menafkahi istrinya. Pendapat ini yang dikuatkan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Sebagian ulama memaknai quru’ adalah suci dari haid. Sehingga ketika datang suci dari haid ketiga, baru habis masa idah.  Adapun masa idah bagi wanita yang sudah tidak lagi haid dan wanita yang dicerai dalam keadaan hamil disebutkan dalam ayat berikut ini: وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ “Wanita yang tidak haid lagi (monopause) di antara istri-istri kalian, jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka masa idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) wanita-wanita yang tidak haid. Sementara wanita yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. At-Thalaq: 4). Hikmah adanya idah di antaranya: Memberikan kesempatan bagi sang suami untuk rujuk dengan istrinya tanpa kesulitan, jika talaknya talak 1 atau talak 2. Memastikan kosongnya rahim, dalam rangka untuk menjaga nasab agar tidak tercampur. Agar istri bisa ikut berkabung bersama keluarga suami dan memenuhi hak suami yang meninggal, jika idahnya dari suami yang wafat (Minhajus Muslim, hal. 331) Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alaimin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijelaskan oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Tanya Jawab Ustadz Online, Hukum Istri Mengucapkan Cerai, Meminta Jodoh Kepada Allah, Kapan Bacaan Al Fatihah Dikeraskan Oleh Imam, Menjilat Kemaluan Suami Istri, Cara Shalat Berbaring Visited 166 times, 1 visit(s) today Post Views: 614 QRIS donasi Yufid

Apakah setelah Cerai Langsung Pisah Rumah?

Pertanyaan: Ustadz, jika suami-istri bercerai apakah mereka langsung pisah rumah saat itu juga? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Ini adalah sebuah salah kaprah yang beredar di masyarakat. Yaitu anggapan bahwa jika suami-istri bercerai, mereka langsung pisah rumah. Ini kekeliruan. Karena setelah cerai, ada yang disebut dengan masa idah. Allah ta’ala berfirman, والْمُطَـلَّقَـتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَـلَـثَـةَ قُرُوْءٍۗ “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan dirinya sampai tiga kali quru’.” (QS. Al-Baqarah: 228). Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan: أي يعتددن بترك الزينة والطيب والنقلة على فراق أزواجهن “Maksudnya, ia menghabiskan masa idah dengan tidak berdandan, tidak pakai minyak wangi, dan tidak pindah untuk berpisah dari rumah suaminya” (Tafsir Al-Baghawi). Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan: أجمعت الأمَّةُ على وجوبِ العِدَّةِ في الجُملةِ “Ulama sepakat wajibnya menjalani masa idah secara umum” (Al-Mughni, 8/96). Ini menunjukkan bahwa wanita yang dicerai, tidak langsung berpisah dengan suaminya. Bahkan ia wajib tinggal bersama suaminya sampai habis masa idah. Dan selama masa idah, jika talaknya talak 1 atau talak 2, maka masih wajib dinafkahi oleh suaminya sampai habis masa idah. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: عِدَّةُ الرَّجعيَّةِ لأجْلِ الزَّوجِ، وللمَرأةِ فيها النَّفَقةُ والسُّكنى باتِّفاقِ المُسلِمينَ “Idah untuk wanita yang ditalak raj’i (talak 1 atau 2) dari sang suami, maka sang istri tetap punya hak nafkah dan tempat tinggal berdasarkan kesepakatan ulama” (Zadul Ma’ad, 5/598). Demikian dalam masa idah, sang wanita yang dicerai statusnya masih istri yang sah. Boleh melihat auratnya, boleh berduaan, boleh bersentuhan, dan seterusnya. Adapun bagi yang ditalak ba’in atau talak 3, maka sudah tidak ada lagi hak nafkah, tidak ada kewajiban tempat tinggal dan sudah tidak lagi berstatus istri. Tidak boleh lagi melihat auratnya, tidak boleh berduaan, tidak boleh bersentuhan, dan seterusnya. Tentang jangka waktu masa idah, disebutkan dalam ayat di atas adalah tiga quru’. Ini adalah idah bagi wanita yang dicerai dalam keadaan tidak sedang hamil. Tiga quru’ dimaknai oleh jumhur ulama salaf dengan tiga kali haid. Artinya, ketika datang haid yang ketiga, sudah habis masa idah dan sudah tidak lagi wajib tinggal bersama dan tidak wajib lagi bagi sang suami untuk menafkahi istrinya. Pendapat ini yang dikuatkan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Sebagian ulama memaknai quru’ adalah suci dari haid. Sehingga ketika datang suci dari haid ketiga, baru habis masa idah.  Adapun masa idah bagi wanita yang sudah tidak lagi haid dan wanita yang dicerai dalam keadaan hamil disebutkan dalam ayat berikut ini: وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ “Wanita yang tidak haid lagi (monopause) di antara istri-istri kalian, jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka masa idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) wanita-wanita yang tidak haid. Sementara wanita yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. At-Thalaq: 4). Hikmah adanya idah di antaranya: Memberikan kesempatan bagi sang suami untuk rujuk dengan istrinya tanpa kesulitan, jika talaknya talak 1 atau talak 2. Memastikan kosongnya rahim, dalam rangka untuk menjaga nasab agar tidak tercampur. Agar istri bisa ikut berkabung bersama keluarga suami dan memenuhi hak suami yang meninggal, jika idahnya dari suami yang wafat (Minhajus Muslim, hal. 331) Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alaimin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijelaskan oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Tanya Jawab Ustadz Online, Hukum Istri Mengucapkan Cerai, Meminta Jodoh Kepada Allah, Kapan Bacaan Al Fatihah Dikeraskan Oleh Imam, Menjilat Kemaluan Suami Istri, Cara Shalat Berbaring Visited 166 times, 1 visit(s) today Post Views: 614 QRIS donasi Yufid
Pertanyaan: Ustadz, jika suami-istri bercerai apakah mereka langsung pisah rumah saat itu juga? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Ini adalah sebuah salah kaprah yang beredar di masyarakat. Yaitu anggapan bahwa jika suami-istri bercerai, mereka langsung pisah rumah. Ini kekeliruan. Karena setelah cerai, ada yang disebut dengan masa idah. Allah ta’ala berfirman, والْمُطَـلَّقَـتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَـلَـثَـةَ قُرُوْءٍۗ “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan dirinya sampai tiga kali quru’.” (QS. Al-Baqarah: 228). Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan: أي يعتددن بترك الزينة والطيب والنقلة على فراق أزواجهن “Maksudnya, ia menghabiskan masa idah dengan tidak berdandan, tidak pakai minyak wangi, dan tidak pindah untuk berpisah dari rumah suaminya” (Tafsir Al-Baghawi). Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan: أجمعت الأمَّةُ على وجوبِ العِدَّةِ في الجُملةِ “Ulama sepakat wajibnya menjalani masa idah secara umum” (Al-Mughni, 8/96). Ini menunjukkan bahwa wanita yang dicerai, tidak langsung berpisah dengan suaminya. Bahkan ia wajib tinggal bersama suaminya sampai habis masa idah. Dan selama masa idah, jika talaknya talak 1 atau talak 2, maka masih wajib dinafkahi oleh suaminya sampai habis masa idah. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: عِدَّةُ الرَّجعيَّةِ لأجْلِ الزَّوجِ، وللمَرأةِ فيها النَّفَقةُ والسُّكنى باتِّفاقِ المُسلِمينَ “Idah untuk wanita yang ditalak raj’i (talak 1 atau 2) dari sang suami, maka sang istri tetap punya hak nafkah dan tempat tinggal berdasarkan kesepakatan ulama” (Zadul Ma’ad, 5/598). Demikian dalam masa idah, sang wanita yang dicerai statusnya masih istri yang sah. Boleh melihat auratnya, boleh berduaan, boleh bersentuhan, dan seterusnya. Adapun bagi yang ditalak ba’in atau talak 3, maka sudah tidak ada lagi hak nafkah, tidak ada kewajiban tempat tinggal dan sudah tidak lagi berstatus istri. Tidak boleh lagi melihat auratnya, tidak boleh berduaan, tidak boleh bersentuhan, dan seterusnya. Tentang jangka waktu masa idah, disebutkan dalam ayat di atas adalah tiga quru’. Ini adalah idah bagi wanita yang dicerai dalam keadaan tidak sedang hamil. Tiga quru’ dimaknai oleh jumhur ulama salaf dengan tiga kali haid. Artinya, ketika datang haid yang ketiga, sudah habis masa idah dan sudah tidak lagi wajib tinggal bersama dan tidak wajib lagi bagi sang suami untuk menafkahi istrinya. Pendapat ini yang dikuatkan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Sebagian ulama memaknai quru’ adalah suci dari haid. Sehingga ketika datang suci dari haid ketiga, baru habis masa idah.  Adapun masa idah bagi wanita yang sudah tidak lagi haid dan wanita yang dicerai dalam keadaan hamil disebutkan dalam ayat berikut ini: وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ “Wanita yang tidak haid lagi (monopause) di antara istri-istri kalian, jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka masa idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) wanita-wanita yang tidak haid. Sementara wanita yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. At-Thalaq: 4). Hikmah adanya idah di antaranya: Memberikan kesempatan bagi sang suami untuk rujuk dengan istrinya tanpa kesulitan, jika talaknya talak 1 atau talak 2. Memastikan kosongnya rahim, dalam rangka untuk menjaga nasab agar tidak tercampur. Agar istri bisa ikut berkabung bersama keluarga suami dan memenuhi hak suami yang meninggal, jika idahnya dari suami yang wafat (Minhajus Muslim, hal. 331) Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alaimin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijelaskan oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Tanya Jawab Ustadz Online, Hukum Istri Mengucapkan Cerai, Meminta Jodoh Kepada Allah, Kapan Bacaan Al Fatihah Dikeraskan Oleh Imam, Menjilat Kemaluan Suami Istri, Cara Shalat Berbaring Visited 166 times, 1 visit(s) today Post Views: 614 QRIS donasi Yufid


Pertanyaan: Ustadz, jika suami-istri bercerai apakah mereka langsung pisah rumah saat itu juga? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Ini adalah sebuah salah kaprah yang beredar di masyarakat. Yaitu anggapan bahwa jika suami-istri bercerai, mereka langsung pisah rumah. Ini kekeliruan. Karena setelah cerai, ada yang disebut dengan masa idah. Allah ta’ala berfirman, والْمُطَـلَّقَـتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَـلَـثَـةَ قُرُوْءٍۗ “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan dirinya sampai tiga kali quru’.” (QS. Al-Baqarah: 228). Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan: أي يعتددن بترك الزينة والطيب والنقلة على فراق أزواجهن “Maksudnya, ia menghabiskan masa idah dengan tidak berdandan, tidak pakai minyak wangi, dan tidak pindah untuk berpisah dari rumah suaminya” (Tafsir Al-Baghawi). Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan: أجمعت الأمَّةُ على وجوبِ العِدَّةِ في الجُملةِ “Ulama sepakat wajibnya menjalani masa idah secara umum” (Al-Mughni, 8/96). Ini menunjukkan bahwa wanita yang dicerai, tidak langsung berpisah dengan suaminya. Bahkan ia wajib tinggal bersama suaminya sampai habis masa idah. Dan selama masa idah, jika talaknya talak 1 atau talak 2, maka masih wajib dinafkahi oleh suaminya sampai habis masa idah. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: عِدَّةُ الرَّجعيَّةِ لأجْلِ الزَّوجِ، وللمَرأةِ فيها النَّفَقةُ والسُّكنى باتِّفاقِ المُسلِمينَ “Idah untuk wanita yang ditalak raj’i (talak 1 atau 2) dari sang suami, maka sang istri tetap punya hak nafkah dan tempat tinggal berdasarkan kesepakatan ulama” (Zadul Ma’ad, 5/598). Demikian dalam masa idah, sang wanita yang dicerai statusnya masih istri yang sah. Boleh melihat auratnya, boleh berduaan, boleh bersentuhan, dan seterusnya. Adapun bagi yang ditalak ba’in atau talak 3, maka sudah tidak ada lagi hak nafkah, tidak ada kewajiban tempat tinggal dan sudah tidak lagi berstatus istri. Tidak boleh lagi melihat auratnya, tidak boleh berduaan, tidak boleh bersentuhan, dan seterusnya. Tentang jangka waktu masa idah, disebutkan dalam ayat di atas adalah tiga quru’. Ini adalah idah bagi wanita yang dicerai dalam keadaan tidak sedang hamil. Tiga quru’ dimaknai oleh jumhur ulama salaf dengan tiga kali haid. Artinya, ketika datang haid yang ketiga, sudah habis masa idah dan sudah tidak lagi wajib tinggal bersama dan tidak wajib lagi bagi sang suami untuk menafkahi istrinya. Pendapat ini yang dikuatkan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Sebagian ulama memaknai quru’ adalah suci dari haid. Sehingga ketika datang suci dari haid ketiga, baru habis masa idah.  Adapun masa idah bagi wanita yang sudah tidak lagi haid dan wanita yang dicerai dalam keadaan hamil disebutkan dalam ayat berikut ini: وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ “Wanita yang tidak haid lagi (monopause) di antara istri-istri kalian, jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka masa idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) wanita-wanita yang tidak haid. Sementara wanita yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. At-Thalaq: 4). Hikmah adanya idah di antaranya: Memberikan kesempatan bagi sang suami untuk rujuk dengan istrinya tanpa kesulitan, jika talaknya talak 1 atau talak 2. Memastikan kosongnya rahim, dalam rangka untuk menjaga nasab agar tidak tercampur. Agar istri bisa ikut berkabung bersama keluarga suami dan memenuhi hak suami yang meninggal, jika idahnya dari suami yang wafat (Minhajus Muslim, hal. 331) Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alaimin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijelaskan oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Tanya Jawab Ustadz Online, Hukum Istri Mengucapkan Cerai, Meminta Jodoh Kepada Allah, Kapan Bacaan Al Fatihah Dikeraskan Oleh Imam, Menjilat Kemaluan Suami Istri, Cara Shalat Berbaring Visited 166 times, 1 visit(s) today Post Views: 614 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Tragedi Gaza dalam Sorotan

Daftar Isi Toggle Sikap pemerintah IndonesiaPerhatian para ulamaTumbuhkan kepedulianJalan menuju kejayaan Bismillah. Sebulan lebih, rakyat Gaza mendapatkan gempuran luar biasa dari militer Israel (baca: Yahudi) hingga menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah, seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua. Sekolah, pemukiman penduduk, tempat ibadah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum dihancurkan dengan dalih untuk memburu teroris. Berbagai negara di dunia, terutama negara muslim, mengecam keras pembantaian dan kebiadaban ini. Tidaklah salah, jika Menteri Luar Negeri Indonesia menyebut perbuatan Israel kepada rakyat Gaza secara khusus dan Palestina secara umum merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan yang nyata. Sikap pemerintah Indonesia Pada kesempatan Sidang Umum PBB di New York 26 Oktober 2023, Menteri Luar Negeri Indonesia ,semoga Allah menjaga dan menambahkan taufik untuk beliau, menegaskan dalam pidatonya yang berbahasa Inggris bahwa kehadiran beliau dalam sidang ini adalah demi memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Beliau memberikan imbauan untuk segera menghentikan agresi Israel, demi mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar lagi. Beliau juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beliau juga menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Gaza dengan membombardir kawasan pemukiman, blokade listrik, gas, bahan bakar, dan air, ini semuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beliau juga menyatakan, “Ini adalah tugas kita untuk menghentikan ketidakadilan ini sekarang juga. Cukup, ini semua sudah cukup/harus dihentikan.” Beliau juga menegaskan bahwa Indonesia akan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina. (lihat Speeches of the Minister of Foreign Affairs Friday 27 October 2023, diakses dari website resmi Kementerian Luar Negeri RI) Dalam acara pertemuan tingkat tinggi bersama Dewan Keamanan PBB pada 29 November 2023 di New York, Menteri Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa beliau hadir kembali di pertemuan Dewan Keamanan PBB karena ingin berada di sisi yang benar dari sejarah, yaitu membela keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam pernyataan sikapnya, beliau juga mengutip pernyataan PM Israel Netanyahu yang mengatakan bahwa operasi militer akan dilakukan kembali dengan kekuatan penuh pada saat gencatan senjata selesai. Ibu Menteri menuturkan, “Saya sampaikan saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini pada akhirnya menjadi kenyataan.” (lihat: https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/5560/siaran_pers/transkripsi-press-briefing-menlu-ri-new-york-29-november-2023) Hal ini menunjukkan kepada kita betapa besar perhatian pemerintah Indonesia terhadap nasib dan kepedihan yang dialami oleh saudara-saudara kita, kaum muslimin rakyat Palestina. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita mendukung kebijakan internasional yang diambil oleh pemerintah ini. Dukungan kita menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada ulil amri yang diperintahkan di dalam Islam. Lebih daripada itu, dukungan kita kepada rakyat Palestina adalah dukungan yang dibangun di atas akidah dan ukhuwah keimanan. Mereka adalah saudara kita, walaupun berbeda bangsa dan suku serta warna kulitnya. Karena umat Islam itu bersaudara. Tidak sempurna iman seorang muslim hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya. Perhatian para ulama Para ulama dari berbagai negara telah memberikan dukungan dan fatwa untuk membantu saudara-saudara kita yang lemah dan tertindas di bumi Palestina. Kekejaman Yahudi telah membuat ribuan nyawa melayang, ribuan warga sipil harus mengungsi dan kehilangan tempat tinggalnya. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kezaliman yang nyata, senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Menteri Luar Negeri RI di atas. Pemerintah RI telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Demikian pula, pemerintah negara Islam yang lain, seperti Arab Saudi yang secara resmi menggalang dana secara nasional untuk membantu Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan rakyat Palestina dizalimi dan dibantai sedemikan rupa. Sampai-sampai perwakilan Palestina di depan Sidang PBB mengatakan, “Tidak ada lagi keadilan di atas muka bumi ini.” Setelah berminggu-minggu, Gaza dibombardir oleh militer Israel dari udara dan serangan darat. Bahkan, mereka juga menggunakan senjata terlarang dalam perang berdasarkan peraturan hukum internasional. Para ulama juga mengutarakan bentuk keprihatinan dan kepedulian kita, kaum muslimin, terhadap keadaan saudara-saudara kita di Gaza. Meskipun demikian, para ulama juga mengingatkan bahwa kita harus membangun semangat dan kepedulian ini dengan landasan ilmu dan selalu mempertimbangkan maslahat dan mafsadat. Tidak boleh hanya bermodal semangat, apalagi emosi, yang pada akhirnya justru merusak dan merugikan kaum muslimin itu sendiri. Semua ucapan dan tindakan harus dibangun dengan ilmu dan mengikuti kaidah agama. Sebagaimana dinasihatkan oleh Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak justru lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.” Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya pun telah mencantumkan pedoman bagi kita bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amalan (perbuatan). Hal ini disebabkan ucapan dan amalan tidak akan benar, kecuali jika sesuai dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, من يرد الله خيرا يفقهه في الدين “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim) Ilmu agama ini selalu dibutuhkan, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan kaya atau miskin, dalam kondisi perang maupun damai. Justru, dalam keadaan semacam ini, kaum muslimin harus lebih bersemangat dalam mengkaji agama. Karena kemuliaan Islam tidak bisa dicapai, kecuali dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين “Sesungguhnya Allah memuliakan dengan sebab kitab ini (Al-Qur’an) sebagian kaum dan merendahkan dengan sebab itu sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim) Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu, yang di bawah kekuasaannya Baitul Maqdis berhasil ditaklukkan, berkata, “Kita adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti Allah menghinakan kita.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak) Bahkan, menimba ilmu termasuk bentuk jihad yang sangat mulia. Sebagian sahabat mengatakan, “Barangsiapa menganggap bahwa berangkat di pagi hari atau di sore hari dalam rangka mencari ilmu agama bukan bagian dari jihad, maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang (tidak sempurna).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah) Tidakkah kita ingat ketika Allah turunkan ayat di dalam surah Al-Furqan, memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir? Padahal, saat itu adalah periode Makkah (ketika itu kaum muslimin lemah). Sementara yang dimaksud dengan jihad (berjuang) dalam ayat itu adalah jihad dengan Al-Qur’an, yaitu dengan ilmu dan dakwah. Inilah jihadnya para nabi dan rasul. Karena Islam ini dimuliakan dan dimenangkan di atas musuh-musuhnya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dan saya katakan, dan ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah, bahwa tidak mungkin negeri Syam dan secara khusus Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin (secara utuh), kecuali dengan cara/sebab sebagaimana ia ditaklukkan pada masa generasi awal umat ini. Dengan kepemimpinan sebagaimana kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu. Dengan pasukan sebagaimana pasukan-pasukan Umar bin Khatthab. Yang mana mereka berperang tidak ada tujuan lain, kecuali untuk meninggikan kalimat Allah/kalimat tauhid sebagai yang paling tinggi.” (lihat Silsilah Liqa’ Syahri, bisa disimak di situs resmi beliau di alamat : https://binothaimeen.net/content/168) Baca juga: Sebuah Renungan, Inilah Pelajaran dari Jalur Gaza Tumbuhkan kepedulian Sebagai seorang muslim, maka kita wajib merasa tersakiti dan terluka karena musibah dan kezaliman yang dialami oleh saudara-saudara kita di Gaza. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, yang mana apabila ada salah satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya dengan bentuk tidak bisa tidur dan demam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan bahwa kaum mukmin satu sama lain ibarat sebuah bangunan, yang satu sama lain saling memperkuat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim) Apabila kita menyukai kesehatan, kelapangan, dan keamanan, maka kita pun wajib menyukai hal itu bagi saudara-saudara kita sesama muslim, termasuk mereka yang sekarang menderita di Gaza akibat keganasan agresi Zionis, semoga Allah menghancurkan mereka. Kita tentu merasa ikut susah dan sedih akibat musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza yang dibantai dengan sangat keji oleh saudara-saudara kera dan babi (baca: kaum Yahudi). Apalagi kezaliman ini dilancarkan oleh kaum kuffar kepada kaum muslimin. Setiap muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, tentu geram dan marah, melihat saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi sedemikian rupa. Sungguh benar firman Allah yang menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang Yahudi dan kaum musyrik adalah kalangan manusia yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang yang beriman. Oleh sebab itu, para ulama kita sejak dahulu telah mengingatkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan sekadar persoalan tanah Palestina atau Jalur Gaza. Sebab (pada hakikatnya) perseteruan ini adalah permusuhan yang mereka kobarkan atas dasar prinsip agama. Sejarah pun membuktikan bagaimana kejahatan Yahudi (orang-orang kafir dari kalangan bani Isra’il) yang membunuhi para nabi, menyembunyikan ayat-ayat Allah, menyelewengkan Kitabullah, dan mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin. Orang-orang yang telah disifati oleh Allah sebagai ‘kelompok yang dimurkai (almaghdhubi ‘alaihim), sebagaimana telah ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, kita diajari untuk senantiasa berdoa agar dilindungi dari jalan mereka, jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang tersesat. Yahudi menjadi kaum yang dimurkai akibat mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui kebenaran, tetapi menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepadanya. Mereka menyimpan dengki kepada kaum muslimin. Apa yang dilakukan Zionis Israel kepada rakyat Palestina secara umum dan Gaza secara khusus adalah sebuah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan. Sesuatu yang tidak bisa diterima dan pasti ditolak oleh akal sehat dan jiwa yang selaras dengan fitrahnya. Benarlah yang dikatakan oleh Ibu Menteri bahwa apa yang terjadi ini adalah suatu kejahatan kepada kemanusiaan dan suatu bentuk ketidakadilan. Oleh sebab itu, wajar jika sebagian orang mengatakan bahwa cukup dengan menjadi manusia, untuk mendukung rakyat Palestina. Ini artinya bahwa segala bentuk kekejian, pembantaian, dan penindasan yang dilakukan oleh Zionis Israel adalah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina. Dari sinilah, kita bisa melihat bagaimana lemahnya dunia Internasional secara umum dan kaum muslimin secara khusus di hadapan makar Israel dan sekutu-sekutunya. Apa yang selama ini digembar-gemborkan sebagai penghormatan kepada HAM (Hak Asasi Manusia), toleransi, dan kemanusiaan, adalah tidak lebih dari pemanis bibir belaka. Sebulan lebih rakyat Gaza diserang habis-habisan hingga ribuan nyawa tak bersalah melayang. Di manakah penghargaan kepada Hak Asasi Manusia?! Di manakah toleransi yang selama ini mereka serukan itu?! Di manakah peran sang negara adidaya yang disebut sebagai “Kampiun Demokrasi” dan “Polisi Dunia”?! Apakah mereka berdiri di barisan negara yang membela rakyat Gaza ataukah justru sebaliknya. Para ulama menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia memberikan bantuan secara moril dan materiil untuk mencukupi kebutuhan rakyat Gaza (Palestina) dan menempuh segala upaya diplomasi dan kenegaraan yang bisa dilakukan untuk bisa segera menghentikan kebiadaban ini. Adapun bagi saudara-saudara kita di Palestina dan Gaza secara khusus, maka peristiwa dan musibah ini adalah medan perjuangan dan kesabaran untuk mereka dalam mempertahankan kehidupan, tanah air, dan agamanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  والذي نفسُ مُحَمَّدٍ بيدِهِ لا يُؤْمِنُ أحدُكُم حتى يُحِبَّ لِأَخِيهِ ما يُحِبُّ لنفسِهِ من الخيرِ “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya dalam hal kebaikan.” (HR. Nasa’i dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, disahihkan oleh Al-Albani) Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Wajib bagi seorang muslim untuk mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya (seiman), mencintai untuk mereka petunjuk, kesalehan, dan tidak suka apabila mereka tertimpa keburukan, tidak boleh dia dengki kepada mereka. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya perasaan tidak suka saudaranya mendapatkan kebaikan, maka hatinya telah sakit, dan dia wajib bertobat kepada Allah dari hal itu.” (lihat Fatawa Nur ‘ala Darb, judul At-Tahdzir minal Hiqd wal Hasad, link website: https://binbaz.org.sa/fatwas/15304) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan memberikan empati (kepedulian) itu seperti perumpamaan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang kesakitan, maka seluruh anggota badan ikut merasakan kesusahan hingga tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ’anhuma) Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah memaparkan, “Semakin kuat iman seseorang, maka semakin kuat pula sifat rahmat (kasih sayang) terhadap saudara-saudaranya. Kekuatan kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba, timbul karena kuatnya iman padanya. Adapun lemahnya hal itu karena lemah imannya. Hal ini tampak jelas dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal sifat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling peduli seperti satu tubuh.” Yang demikian itu karena Allah Yang kita sembah dan kita tuju dengan segala bentuk ibadah adalah Zat Yang Maha Pengasih serta mencintai orang-orang yang penyayang. Dan agama kita adalah agama rahmat. Nabi kita adalah Nabi yang membawa rahmat. Kitab kita pun kitab yang penuh dengan rahmat. Dan Allah pun menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam kitab-Nya sebagai orang-orang yang ‘penuh kasih sayang di antara mereka’.” (lihat Fawa’id Mukhtasharah, judul Ar-Rahmah minal Iman, link website: https://al-badr.net/muqolat/7750) Jalan menuju kejayaan Allah Ta’ala berfirman, وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 55) Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas paling utama dan kewajiban paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan, atau menguranginya. Demikian pula, wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak (menodainya).” (lihat Asy-Syarh Al-Mujaz, hal. 8) Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas (dampak) yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akhirat, itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16) Akidah merupakan asas di dalam agama. Ia merupakan kandungan dari syahadat ‘lailahaillallah wa anna muhammadar rasulullah’. Akidah merupakan kandungan dari rukun Islam yang pertama. Oleh sebab itu, wajib memperhatikannya dan mengenalinya dengan baik. Wajib pula mengetahui hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan begitu, maka seorang insan akan berada di atas ilmu yang nyata dan di atas akidah yang benar. Karena apabila agamanya tegak di atas pondasi yang benar, niscaya agama dan amalnya akan menjadi benar dan diterima di sisi Allah. (lihat keterangan Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam At-Ta’liqat ‘ala Ath-Thahawiyah, hal. 23) Baca juga: Pelajaran dari Palestina *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id Tags: jalur gazaPalestina

Tragedi Gaza dalam Sorotan

Daftar Isi Toggle Sikap pemerintah IndonesiaPerhatian para ulamaTumbuhkan kepedulianJalan menuju kejayaan Bismillah. Sebulan lebih, rakyat Gaza mendapatkan gempuran luar biasa dari militer Israel (baca: Yahudi) hingga menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah, seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua. Sekolah, pemukiman penduduk, tempat ibadah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum dihancurkan dengan dalih untuk memburu teroris. Berbagai negara di dunia, terutama negara muslim, mengecam keras pembantaian dan kebiadaban ini. Tidaklah salah, jika Menteri Luar Negeri Indonesia menyebut perbuatan Israel kepada rakyat Gaza secara khusus dan Palestina secara umum merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan yang nyata. Sikap pemerintah Indonesia Pada kesempatan Sidang Umum PBB di New York 26 Oktober 2023, Menteri Luar Negeri Indonesia ,semoga Allah menjaga dan menambahkan taufik untuk beliau, menegaskan dalam pidatonya yang berbahasa Inggris bahwa kehadiran beliau dalam sidang ini adalah demi memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Beliau memberikan imbauan untuk segera menghentikan agresi Israel, demi mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar lagi. Beliau juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beliau juga menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Gaza dengan membombardir kawasan pemukiman, blokade listrik, gas, bahan bakar, dan air, ini semuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beliau juga menyatakan, “Ini adalah tugas kita untuk menghentikan ketidakadilan ini sekarang juga. Cukup, ini semua sudah cukup/harus dihentikan.” Beliau juga menegaskan bahwa Indonesia akan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina. (lihat Speeches of the Minister of Foreign Affairs Friday 27 October 2023, diakses dari website resmi Kementerian Luar Negeri RI) Dalam acara pertemuan tingkat tinggi bersama Dewan Keamanan PBB pada 29 November 2023 di New York, Menteri Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa beliau hadir kembali di pertemuan Dewan Keamanan PBB karena ingin berada di sisi yang benar dari sejarah, yaitu membela keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam pernyataan sikapnya, beliau juga mengutip pernyataan PM Israel Netanyahu yang mengatakan bahwa operasi militer akan dilakukan kembali dengan kekuatan penuh pada saat gencatan senjata selesai. Ibu Menteri menuturkan, “Saya sampaikan saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini pada akhirnya menjadi kenyataan.” (lihat: https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/5560/siaran_pers/transkripsi-press-briefing-menlu-ri-new-york-29-november-2023) Hal ini menunjukkan kepada kita betapa besar perhatian pemerintah Indonesia terhadap nasib dan kepedihan yang dialami oleh saudara-saudara kita, kaum muslimin rakyat Palestina. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita mendukung kebijakan internasional yang diambil oleh pemerintah ini. Dukungan kita menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada ulil amri yang diperintahkan di dalam Islam. Lebih daripada itu, dukungan kita kepada rakyat Palestina adalah dukungan yang dibangun di atas akidah dan ukhuwah keimanan. Mereka adalah saudara kita, walaupun berbeda bangsa dan suku serta warna kulitnya. Karena umat Islam itu bersaudara. Tidak sempurna iman seorang muslim hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya. Perhatian para ulama Para ulama dari berbagai negara telah memberikan dukungan dan fatwa untuk membantu saudara-saudara kita yang lemah dan tertindas di bumi Palestina. Kekejaman Yahudi telah membuat ribuan nyawa melayang, ribuan warga sipil harus mengungsi dan kehilangan tempat tinggalnya. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kezaliman yang nyata, senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Menteri Luar Negeri RI di atas. Pemerintah RI telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Demikian pula, pemerintah negara Islam yang lain, seperti Arab Saudi yang secara resmi menggalang dana secara nasional untuk membantu Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan rakyat Palestina dizalimi dan dibantai sedemikan rupa. Sampai-sampai perwakilan Palestina di depan Sidang PBB mengatakan, “Tidak ada lagi keadilan di atas muka bumi ini.” Setelah berminggu-minggu, Gaza dibombardir oleh militer Israel dari udara dan serangan darat. Bahkan, mereka juga menggunakan senjata terlarang dalam perang berdasarkan peraturan hukum internasional. Para ulama juga mengutarakan bentuk keprihatinan dan kepedulian kita, kaum muslimin, terhadap keadaan saudara-saudara kita di Gaza. Meskipun demikian, para ulama juga mengingatkan bahwa kita harus membangun semangat dan kepedulian ini dengan landasan ilmu dan selalu mempertimbangkan maslahat dan mafsadat. Tidak boleh hanya bermodal semangat, apalagi emosi, yang pada akhirnya justru merusak dan merugikan kaum muslimin itu sendiri. Semua ucapan dan tindakan harus dibangun dengan ilmu dan mengikuti kaidah agama. Sebagaimana dinasihatkan oleh Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak justru lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.” Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya pun telah mencantumkan pedoman bagi kita bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amalan (perbuatan). Hal ini disebabkan ucapan dan amalan tidak akan benar, kecuali jika sesuai dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, من يرد الله خيرا يفقهه في الدين “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim) Ilmu agama ini selalu dibutuhkan, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan kaya atau miskin, dalam kondisi perang maupun damai. Justru, dalam keadaan semacam ini, kaum muslimin harus lebih bersemangat dalam mengkaji agama. Karena kemuliaan Islam tidak bisa dicapai, kecuali dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين “Sesungguhnya Allah memuliakan dengan sebab kitab ini (Al-Qur’an) sebagian kaum dan merendahkan dengan sebab itu sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim) Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu, yang di bawah kekuasaannya Baitul Maqdis berhasil ditaklukkan, berkata, “Kita adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti Allah menghinakan kita.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak) Bahkan, menimba ilmu termasuk bentuk jihad yang sangat mulia. Sebagian sahabat mengatakan, “Barangsiapa menganggap bahwa berangkat di pagi hari atau di sore hari dalam rangka mencari ilmu agama bukan bagian dari jihad, maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang (tidak sempurna).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah) Tidakkah kita ingat ketika Allah turunkan ayat di dalam surah Al-Furqan, memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir? Padahal, saat itu adalah periode Makkah (ketika itu kaum muslimin lemah). Sementara yang dimaksud dengan jihad (berjuang) dalam ayat itu adalah jihad dengan Al-Qur’an, yaitu dengan ilmu dan dakwah. Inilah jihadnya para nabi dan rasul. Karena Islam ini dimuliakan dan dimenangkan di atas musuh-musuhnya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dan saya katakan, dan ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah, bahwa tidak mungkin negeri Syam dan secara khusus Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin (secara utuh), kecuali dengan cara/sebab sebagaimana ia ditaklukkan pada masa generasi awal umat ini. Dengan kepemimpinan sebagaimana kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu. Dengan pasukan sebagaimana pasukan-pasukan Umar bin Khatthab. Yang mana mereka berperang tidak ada tujuan lain, kecuali untuk meninggikan kalimat Allah/kalimat tauhid sebagai yang paling tinggi.” (lihat Silsilah Liqa’ Syahri, bisa disimak di situs resmi beliau di alamat : https://binothaimeen.net/content/168) Baca juga: Sebuah Renungan, Inilah Pelajaran dari Jalur Gaza Tumbuhkan kepedulian Sebagai seorang muslim, maka kita wajib merasa tersakiti dan terluka karena musibah dan kezaliman yang dialami oleh saudara-saudara kita di Gaza. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, yang mana apabila ada salah satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya dengan bentuk tidak bisa tidur dan demam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan bahwa kaum mukmin satu sama lain ibarat sebuah bangunan, yang satu sama lain saling memperkuat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim) Apabila kita menyukai kesehatan, kelapangan, dan keamanan, maka kita pun wajib menyukai hal itu bagi saudara-saudara kita sesama muslim, termasuk mereka yang sekarang menderita di Gaza akibat keganasan agresi Zionis, semoga Allah menghancurkan mereka. Kita tentu merasa ikut susah dan sedih akibat musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza yang dibantai dengan sangat keji oleh saudara-saudara kera dan babi (baca: kaum Yahudi). Apalagi kezaliman ini dilancarkan oleh kaum kuffar kepada kaum muslimin. Setiap muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, tentu geram dan marah, melihat saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi sedemikian rupa. Sungguh benar firman Allah yang menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang Yahudi dan kaum musyrik adalah kalangan manusia yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang yang beriman. Oleh sebab itu, para ulama kita sejak dahulu telah mengingatkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan sekadar persoalan tanah Palestina atau Jalur Gaza. Sebab (pada hakikatnya) perseteruan ini adalah permusuhan yang mereka kobarkan atas dasar prinsip agama. Sejarah pun membuktikan bagaimana kejahatan Yahudi (orang-orang kafir dari kalangan bani Isra’il) yang membunuhi para nabi, menyembunyikan ayat-ayat Allah, menyelewengkan Kitabullah, dan mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin. Orang-orang yang telah disifati oleh Allah sebagai ‘kelompok yang dimurkai (almaghdhubi ‘alaihim), sebagaimana telah ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, kita diajari untuk senantiasa berdoa agar dilindungi dari jalan mereka, jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang tersesat. Yahudi menjadi kaum yang dimurkai akibat mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui kebenaran, tetapi menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepadanya. Mereka menyimpan dengki kepada kaum muslimin. Apa yang dilakukan Zionis Israel kepada rakyat Palestina secara umum dan Gaza secara khusus adalah sebuah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan. Sesuatu yang tidak bisa diterima dan pasti ditolak oleh akal sehat dan jiwa yang selaras dengan fitrahnya. Benarlah yang dikatakan oleh Ibu Menteri bahwa apa yang terjadi ini adalah suatu kejahatan kepada kemanusiaan dan suatu bentuk ketidakadilan. Oleh sebab itu, wajar jika sebagian orang mengatakan bahwa cukup dengan menjadi manusia, untuk mendukung rakyat Palestina. Ini artinya bahwa segala bentuk kekejian, pembantaian, dan penindasan yang dilakukan oleh Zionis Israel adalah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina. Dari sinilah, kita bisa melihat bagaimana lemahnya dunia Internasional secara umum dan kaum muslimin secara khusus di hadapan makar Israel dan sekutu-sekutunya. Apa yang selama ini digembar-gemborkan sebagai penghormatan kepada HAM (Hak Asasi Manusia), toleransi, dan kemanusiaan, adalah tidak lebih dari pemanis bibir belaka. Sebulan lebih rakyat Gaza diserang habis-habisan hingga ribuan nyawa tak bersalah melayang. Di manakah penghargaan kepada Hak Asasi Manusia?! Di manakah toleransi yang selama ini mereka serukan itu?! Di manakah peran sang negara adidaya yang disebut sebagai “Kampiun Demokrasi” dan “Polisi Dunia”?! Apakah mereka berdiri di barisan negara yang membela rakyat Gaza ataukah justru sebaliknya. Para ulama menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia memberikan bantuan secara moril dan materiil untuk mencukupi kebutuhan rakyat Gaza (Palestina) dan menempuh segala upaya diplomasi dan kenegaraan yang bisa dilakukan untuk bisa segera menghentikan kebiadaban ini. Adapun bagi saudara-saudara kita di Palestina dan Gaza secara khusus, maka peristiwa dan musibah ini adalah medan perjuangan dan kesabaran untuk mereka dalam mempertahankan kehidupan, tanah air, dan agamanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  والذي نفسُ مُحَمَّدٍ بيدِهِ لا يُؤْمِنُ أحدُكُم حتى يُحِبَّ لِأَخِيهِ ما يُحِبُّ لنفسِهِ من الخيرِ “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya dalam hal kebaikan.” (HR. Nasa’i dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, disahihkan oleh Al-Albani) Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Wajib bagi seorang muslim untuk mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya (seiman), mencintai untuk mereka petunjuk, kesalehan, dan tidak suka apabila mereka tertimpa keburukan, tidak boleh dia dengki kepada mereka. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya perasaan tidak suka saudaranya mendapatkan kebaikan, maka hatinya telah sakit, dan dia wajib bertobat kepada Allah dari hal itu.” (lihat Fatawa Nur ‘ala Darb, judul At-Tahdzir minal Hiqd wal Hasad, link website: https://binbaz.org.sa/fatwas/15304) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan memberikan empati (kepedulian) itu seperti perumpamaan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang kesakitan, maka seluruh anggota badan ikut merasakan kesusahan hingga tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ’anhuma) Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah memaparkan, “Semakin kuat iman seseorang, maka semakin kuat pula sifat rahmat (kasih sayang) terhadap saudara-saudaranya. Kekuatan kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba, timbul karena kuatnya iman padanya. Adapun lemahnya hal itu karena lemah imannya. Hal ini tampak jelas dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal sifat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling peduli seperti satu tubuh.” Yang demikian itu karena Allah Yang kita sembah dan kita tuju dengan segala bentuk ibadah adalah Zat Yang Maha Pengasih serta mencintai orang-orang yang penyayang. Dan agama kita adalah agama rahmat. Nabi kita adalah Nabi yang membawa rahmat. Kitab kita pun kitab yang penuh dengan rahmat. Dan Allah pun menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam kitab-Nya sebagai orang-orang yang ‘penuh kasih sayang di antara mereka’.” (lihat Fawa’id Mukhtasharah, judul Ar-Rahmah minal Iman, link website: https://al-badr.net/muqolat/7750) Jalan menuju kejayaan Allah Ta’ala berfirman, وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 55) Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas paling utama dan kewajiban paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan, atau menguranginya. Demikian pula, wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak (menodainya).” (lihat Asy-Syarh Al-Mujaz, hal. 8) Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas (dampak) yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akhirat, itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16) Akidah merupakan asas di dalam agama. Ia merupakan kandungan dari syahadat ‘lailahaillallah wa anna muhammadar rasulullah’. Akidah merupakan kandungan dari rukun Islam yang pertama. Oleh sebab itu, wajib memperhatikannya dan mengenalinya dengan baik. Wajib pula mengetahui hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan begitu, maka seorang insan akan berada di atas ilmu yang nyata dan di atas akidah yang benar. Karena apabila agamanya tegak di atas pondasi yang benar, niscaya agama dan amalnya akan menjadi benar dan diterima di sisi Allah. (lihat keterangan Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam At-Ta’liqat ‘ala Ath-Thahawiyah, hal. 23) Baca juga: Pelajaran dari Palestina *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id Tags: jalur gazaPalestina
Daftar Isi Toggle Sikap pemerintah IndonesiaPerhatian para ulamaTumbuhkan kepedulianJalan menuju kejayaan Bismillah. Sebulan lebih, rakyat Gaza mendapatkan gempuran luar biasa dari militer Israel (baca: Yahudi) hingga menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah, seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua. Sekolah, pemukiman penduduk, tempat ibadah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum dihancurkan dengan dalih untuk memburu teroris. Berbagai negara di dunia, terutama negara muslim, mengecam keras pembantaian dan kebiadaban ini. Tidaklah salah, jika Menteri Luar Negeri Indonesia menyebut perbuatan Israel kepada rakyat Gaza secara khusus dan Palestina secara umum merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan yang nyata. Sikap pemerintah Indonesia Pada kesempatan Sidang Umum PBB di New York 26 Oktober 2023, Menteri Luar Negeri Indonesia ,semoga Allah menjaga dan menambahkan taufik untuk beliau, menegaskan dalam pidatonya yang berbahasa Inggris bahwa kehadiran beliau dalam sidang ini adalah demi memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Beliau memberikan imbauan untuk segera menghentikan agresi Israel, demi mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar lagi. Beliau juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beliau juga menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Gaza dengan membombardir kawasan pemukiman, blokade listrik, gas, bahan bakar, dan air, ini semuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beliau juga menyatakan, “Ini adalah tugas kita untuk menghentikan ketidakadilan ini sekarang juga. Cukup, ini semua sudah cukup/harus dihentikan.” Beliau juga menegaskan bahwa Indonesia akan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina. (lihat Speeches of the Minister of Foreign Affairs Friday 27 October 2023, diakses dari website resmi Kementerian Luar Negeri RI) Dalam acara pertemuan tingkat tinggi bersama Dewan Keamanan PBB pada 29 November 2023 di New York, Menteri Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa beliau hadir kembali di pertemuan Dewan Keamanan PBB karena ingin berada di sisi yang benar dari sejarah, yaitu membela keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam pernyataan sikapnya, beliau juga mengutip pernyataan PM Israel Netanyahu yang mengatakan bahwa operasi militer akan dilakukan kembali dengan kekuatan penuh pada saat gencatan senjata selesai. Ibu Menteri menuturkan, “Saya sampaikan saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini pada akhirnya menjadi kenyataan.” (lihat: https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/5560/siaran_pers/transkripsi-press-briefing-menlu-ri-new-york-29-november-2023) Hal ini menunjukkan kepada kita betapa besar perhatian pemerintah Indonesia terhadap nasib dan kepedihan yang dialami oleh saudara-saudara kita, kaum muslimin rakyat Palestina. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita mendukung kebijakan internasional yang diambil oleh pemerintah ini. Dukungan kita menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada ulil amri yang diperintahkan di dalam Islam. Lebih daripada itu, dukungan kita kepada rakyat Palestina adalah dukungan yang dibangun di atas akidah dan ukhuwah keimanan. Mereka adalah saudara kita, walaupun berbeda bangsa dan suku serta warna kulitnya. Karena umat Islam itu bersaudara. Tidak sempurna iman seorang muslim hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya. Perhatian para ulama Para ulama dari berbagai negara telah memberikan dukungan dan fatwa untuk membantu saudara-saudara kita yang lemah dan tertindas di bumi Palestina. Kekejaman Yahudi telah membuat ribuan nyawa melayang, ribuan warga sipil harus mengungsi dan kehilangan tempat tinggalnya. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kezaliman yang nyata, senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Menteri Luar Negeri RI di atas. Pemerintah RI telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Demikian pula, pemerintah negara Islam yang lain, seperti Arab Saudi yang secara resmi menggalang dana secara nasional untuk membantu Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan rakyat Palestina dizalimi dan dibantai sedemikan rupa. Sampai-sampai perwakilan Palestina di depan Sidang PBB mengatakan, “Tidak ada lagi keadilan di atas muka bumi ini.” Setelah berminggu-minggu, Gaza dibombardir oleh militer Israel dari udara dan serangan darat. Bahkan, mereka juga menggunakan senjata terlarang dalam perang berdasarkan peraturan hukum internasional. Para ulama juga mengutarakan bentuk keprihatinan dan kepedulian kita, kaum muslimin, terhadap keadaan saudara-saudara kita di Gaza. Meskipun demikian, para ulama juga mengingatkan bahwa kita harus membangun semangat dan kepedulian ini dengan landasan ilmu dan selalu mempertimbangkan maslahat dan mafsadat. Tidak boleh hanya bermodal semangat, apalagi emosi, yang pada akhirnya justru merusak dan merugikan kaum muslimin itu sendiri. Semua ucapan dan tindakan harus dibangun dengan ilmu dan mengikuti kaidah agama. Sebagaimana dinasihatkan oleh Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak justru lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.” Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya pun telah mencantumkan pedoman bagi kita bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amalan (perbuatan). Hal ini disebabkan ucapan dan amalan tidak akan benar, kecuali jika sesuai dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, من يرد الله خيرا يفقهه في الدين “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim) Ilmu agama ini selalu dibutuhkan, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan kaya atau miskin, dalam kondisi perang maupun damai. Justru, dalam keadaan semacam ini, kaum muslimin harus lebih bersemangat dalam mengkaji agama. Karena kemuliaan Islam tidak bisa dicapai, kecuali dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين “Sesungguhnya Allah memuliakan dengan sebab kitab ini (Al-Qur’an) sebagian kaum dan merendahkan dengan sebab itu sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim) Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu, yang di bawah kekuasaannya Baitul Maqdis berhasil ditaklukkan, berkata, “Kita adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti Allah menghinakan kita.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak) Bahkan, menimba ilmu termasuk bentuk jihad yang sangat mulia. Sebagian sahabat mengatakan, “Barangsiapa menganggap bahwa berangkat di pagi hari atau di sore hari dalam rangka mencari ilmu agama bukan bagian dari jihad, maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang (tidak sempurna).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah) Tidakkah kita ingat ketika Allah turunkan ayat di dalam surah Al-Furqan, memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir? Padahal, saat itu adalah periode Makkah (ketika itu kaum muslimin lemah). Sementara yang dimaksud dengan jihad (berjuang) dalam ayat itu adalah jihad dengan Al-Qur’an, yaitu dengan ilmu dan dakwah. Inilah jihadnya para nabi dan rasul. Karena Islam ini dimuliakan dan dimenangkan di atas musuh-musuhnya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dan saya katakan, dan ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah, bahwa tidak mungkin negeri Syam dan secara khusus Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin (secara utuh), kecuali dengan cara/sebab sebagaimana ia ditaklukkan pada masa generasi awal umat ini. Dengan kepemimpinan sebagaimana kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu. Dengan pasukan sebagaimana pasukan-pasukan Umar bin Khatthab. Yang mana mereka berperang tidak ada tujuan lain, kecuali untuk meninggikan kalimat Allah/kalimat tauhid sebagai yang paling tinggi.” (lihat Silsilah Liqa’ Syahri, bisa disimak di situs resmi beliau di alamat : https://binothaimeen.net/content/168) Baca juga: Sebuah Renungan, Inilah Pelajaran dari Jalur Gaza Tumbuhkan kepedulian Sebagai seorang muslim, maka kita wajib merasa tersakiti dan terluka karena musibah dan kezaliman yang dialami oleh saudara-saudara kita di Gaza. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, yang mana apabila ada salah satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya dengan bentuk tidak bisa tidur dan demam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan bahwa kaum mukmin satu sama lain ibarat sebuah bangunan, yang satu sama lain saling memperkuat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim) Apabila kita menyukai kesehatan, kelapangan, dan keamanan, maka kita pun wajib menyukai hal itu bagi saudara-saudara kita sesama muslim, termasuk mereka yang sekarang menderita di Gaza akibat keganasan agresi Zionis, semoga Allah menghancurkan mereka. Kita tentu merasa ikut susah dan sedih akibat musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza yang dibantai dengan sangat keji oleh saudara-saudara kera dan babi (baca: kaum Yahudi). Apalagi kezaliman ini dilancarkan oleh kaum kuffar kepada kaum muslimin. Setiap muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, tentu geram dan marah, melihat saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi sedemikian rupa. Sungguh benar firman Allah yang menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang Yahudi dan kaum musyrik adalah kalangan manusia yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang yang beriman. Oleh sebab itu, para ulama kita sejak dahulu telah mengingatkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan sekadar persoalan tanah Palestina atau Jalur Gaza. Sebab (pada hakikatnya) perseteruan ini adalah permusuhan yang mereka kobarkan atas dasar prinsip agama. Sejarah pun membuktikan bagaimana kejahatan Yahudi (orang-orang kafir dari kalangan bani Isra’il) yang membunuhi para nabi, menyembunyikan ayat-ayat Allah, menyelewengkan Kitabullah, dan mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin. Orang-orang yang telah disifati oleh Allah sebagai ‘kelompok yang dimurkai (almaghdhubi ‘alaihim), sebagaimana telah ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, kita diajari untuk senantiasa berdoa agar dilindungi dari jalan mereka, jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang tersesat. Yahudi menjadi kaum yang dimurkai akibat mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui kebenaran, tetapi menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepadanya. Mereka menyimpan dengki kepada kaum muslimin. Apa yang dilakukan Zionis Israel kepada rakyat Palestina secara umum dan Gaza secara khusus adalah sebuah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan. Sesuatu yang tidak bisa diterima dan pasti ditolak oleh akal sehat dan jiwa yang selaras dengan fitrahnya. Benarlah yang dikatakan oleh Ibu Menteri bahwa apa yang terjadi ini adalah suatu kejahatan kepada kemanusiaan dan suatu bentuk ketidakadilan. Oleh sebab itu, wajar jika sebagian orang mengatakan bahwa cukup dengan menjadi manusia, untuk mendukung rakyat Palestina. Ini artinya bahwa segala bentuk kekejian, pembantaian, dan penindasan yang dilakukan oleh Zionis Israel adalah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina. Dari sinilah, kita bisa melihat bagaimana lemahnya dunia Internasional secara umum dan kaum muslimin secara khusus di hadapan makar Israel dan sekutu-sekutunya. Apa yang selama ini digembar-gemborkan sebagai penghormatan kepada HAM (Hak Asasi Manusia), toleransi, dan kemanusiaan, adalah tidak lebih dari pemanis bibir belaka. Sebulan lebih rakyat Gaza diserang habis-habisan hingga ribuan nyawa tak bersalah melayang. Di manakah penghargaan kepada Hak Asasi Manusia?! Di manakah toleransi yang selama ini mereka serukan itu?! Di manakah peran sang negara adidaya yang disebut sebagai “Kampiun Demokrasi” dan “Polisi Dunia”?! Apakah mereka berdiri di barisan negara yang membela rakyat Gaza ataukah justru sebaliknya. Para ulama menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia memberikan bantuan secara moril dan materiil untuk mencukupi kebutuhan rakyat Gaza (Palestina) dan menempuh segala upaya diplomasi dan kenegaraan yang bisa dilakukan untuk bisa segera menghentikan kebiadaban ini. Adapun bagi saudara-saudara kita di Palestina dan Gaza secara khusus, maka peristiwa dan musibah ini adalah medan perjuangan dan kesabaran untuk mereka dalam mempertahankan kehidupan, tanah air, dan agamanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  والذي نفسُ مُحَمَّدٍ بيدِهِ لا يُؤْمِنُ أحدُكُم حتى يُحِبَّ لِأَخِيهِ ما يُحِبُّ لنفسِهِ من الخيرِ “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya dalam hal kebaikan.” (HR. Nasa’i dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, disahihkan oleh Al-Albani) Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Wajib bagi seorang muslim untuk mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya (seiman), mencintai untuk mereka petunjuk, kesalehan, dan tidak suka apabila mereka tertimpa keburukan, tidak boleh dia dengki kepada mereka. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya perasaan tidak suka saudaranya mendapatkan kebaikan, maka hatinya telah sakit, dan dia wajib bertobat kepada Allah dari hal itu.” (lihat Fatawa Nur ‘ala Darb, judul At-Tahdzir minal Hiqd wal Hasad, link website: https://binbaz.org.sa/fatwas/15304) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan memberikan empati (kepedulian) itu seperti perumpamaan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang kesakitan, maka seluruh anggota badan ikut merasakan kesusahan hingga tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ’anhuma) Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah memaparkan, “Semakin kuat iman seseorang, maka semakin kuat pula sifat rahmat (kasih sayang) terhadap saudara-saudaranya. Kekuatan kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba, timbul karena kuatnya iman padanya. Adapun lemahnya hal itu karena lemah imannya. Hal ini tampak jelas dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal sifat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling peduli seperti satu tubuh.” Yang demikian itu karena Allah Yang kita sembah dan kita tuju dengan segala bentuk ibadah adalah Zat Yang Maha Pengasih serta mencintai orang-orang yang penyayang. Dan agama kita adalah agama rahmat. Nabi kita adalah Nabi yang membawa rahmat. Kitab kita pun kitab yang penuh dengan rahmat. Dan Allah pun menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam kitab-Nya sebagai orang-orang yang ‘penuh kasih sayang di antara mereka’.” (lihat Fawa’id Mukhtasharah, judul Ar-Rahmah minal Iman, link website: https://al-badr.net/muqolat/7750) Jalan menuju kejayaan Allah Ta’ala berfirman, وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 55) Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas paling utama dan kewajiban paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan, atau menguranginya. Demikian pula, wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak (menodainya).” (lihat Asy-Syarh Al-Mujaz, hal. 8) Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas (dampak) yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akhirat, itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16) Akidah merupakan asas di dalam agama. Ia merupakan kandungan dari syahadat ‘lailahaillallah wa anna muhammadar rasulullah’. Akidah merupakan kandungan dari rukun Islam yang pertama. Oleh sebab itu, wajib memperhatikannya dan mengenalinya dengan baik. Wajib pula mengetahui hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan begitu, maka seorang insan akan berada di atas ilmu yang nyata dan di atas akidah yang benar. Karena apabila agamanya tegak di atas pondasi yang benar, niscaya agama dan amalnya akan menjadi benar dan diterima di sisi Allah. (lihat keterangan Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam At-Ta’liqat ‘ala Ath-Thahawiyah, hal. 23) Baca juga: Pelajaran dari Palestina *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id Tags: jalur gazaPalestina


Daftar Isi Toggle Sikap pemerintah IndonesiaPerhatian para ulamaTumbuhkan kepedulianJalan menuju kejayaan Bismillah. Sebulan lebih, rakyat Gaza mendapatkan gempuran luar biasa dari militer Israel (baca: Yahudi) hingga menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah, seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua. Sekolah, pemukiman penduduk, tempat ibadah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum dihancurkan dengan dalih untuk memburu teroris. Berbagai negara di dunia, terutama negara muslim, mengecam keras pembantaian dan kebiadaban ini. Tidaklah salah, jika Menteri Luar Negeri Indonesia menyebut perbuatan Israel kepada rakyat Gaza secara khusus dan Palestina secara umum merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan yang nyata. Sikap pemerintah Indonesia Pada kesempatan Sidang Umum PBB di New York 26 Oktober 2023, Menteri Luar Negeri Indonesia ,semoga Allah menjaga dan menambahkan taufik untuk beliau, menegaskan dalam pidatonya yang berbahasa Inggris bahwa kehadiran beliau dalam sidang ini adalah demi memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Beliau memberikan imbauan untuk segera menghentikan agresi Israel, demi mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar lagi. Beliau juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beliau juga menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Gaza dengan membombardir kawasan pemukiman, blokade listrik, gas, bahan bakar, dan air, ini semuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beliau juga menyatakan, “Ini adalah tugas kita untuk menghentikan ketidakadilan ini sekarang juga. Cukup, ini semua sudah cukup/harus dihentikan.” Beliau juga menegaskan bahwa Indonesia akan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina. (lihat Speeches of the Minister of Foreign Affairs Friday 27 October 2023, diakses dari website resmi Kementerian Luar Negeri RI) Dalam acara pertemuan tingkat tinggi bersama Dewan Keamanan PBB pada 29 November 2023 di New York, Menteri Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa beliau hadir kembali di pertemuan Dewan Keamanan PBB karena ingin berada di sisi yang benar dari sejarah, yaitu membela keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam pernyataan sikapnya, beliau juga mengutip pernyataan PM Israel Netanyahu yang mengatakan bahwa operasi militer akan dilakukan kembali dengan kekuatan penuh pada saat gencatan senjata selesai. Ibu Menteri menuturkan, “Saya sampaikan saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini pada akhirnya menjadi kenyataan.” (lihat: https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/5560/siaran_pers/transkripsi-press-briefing-menlu-ri-new-york-29-november-2023) Hal ini menunjukkan kepada kita betapa besar perhatian pemerintah Indonesia terhadap nasib dan kepedihan yang dialami oleh saudara-saudara kita, kaum muslimin rakyat Palestina. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita mendukung kebijakan internasional yang diambil oleh pemerintah ini. Dukungan kita menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada ulil amri yang diperintahkan di dalam Islam. Lebih daripada itu, dukungan kita kepada rakyat Palestina adalah dukungan yang dibangun di atas akidah dan ukhuwah keimanan. Mereka adalah saudara kita, walaupun berbeda bangsa dan suku serta warna kulitnya. Karena umat Islam itu bersaudara. Tidak sempurna iman seorang muslim hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya. Perhatian para ulama Para ulama dari berbagai negara telah memberikan dukungan dan fatwa untuk membantu saudara-saudara kita yang lemah dan tertindas di bumi Palestina. Kekejaman Yahudi telah membuat ribuan nyawa melayang, ribuan warga sipil harus mengungsi dan kehilangan tempat tinggalnya. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kezaliman yang nyata, senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Menteri Luar Negeri RI di atas. Pemerintah RI telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Demikian pula, pemerintah negara Islam yang lain, seperti Arab Saudi yang secara resmi menggalang dana secara nasional untuk membantu Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan rakyat Palestina dizalimi dan dibantai sedemikan rupa. Sampai-sampai perwakilan Palestina di depan Sidang PBB mengatakan, “Tidak ada lagi keadilan di atas muka bumi ini.” Setelah berminggu-minggu, Gaza dibombardir oleh militer Israel dari udara dan serangan darat. Bahkan, mereka juga menggunakan senjata terlarang dalam perang berdasarkan peraturan hukum internasional. Para ulama juga mengutarakan bentuk keprihatinan dan kepedulian kita, kaum muslimin, terhadap keadaan saudara-saudara kita di Gaza. Meskipun demikian, para ulama juga mengingatkan bahwa kita harus membangun semangat dan kepedulian ini dengan landasan ilmu dan selalu mempertimbangkan maslahat dan mafsadat. Tidak boleh hanya bermodal semangat, apalagi emosi, yang pada akhirnya justru merusak dan merugikan kaum muslimin itu sendiri. Semua ucapan dan tindakan harus dibangun dengan ilmu dan mengikuti kaidah agama. Sebagaimana dinasihatkan oleh Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak justru lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.” Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya pun telah mencantumkan pedoman bagi kita bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amalan (perbuatan). Hal ini disebabkan ucapan dan amalan tidak akan benar, kecuali jika sesuai dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, من يرد الله خيرا يفقهه في الدين “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim) Ilmu agama ini selalu dibutuhkan, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan kaya atau miskin, dalam kondisi perang maupun damai. Justru, dalam keadaan semacam ini, kaum muslimin harus lebih bersemangat dalam mengkaji agama. Karena kemuliaan Islam tidak bisa dicapai, kecuali dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين “Sesungguhnya Allah memuliakan dengan sebab kitab ini (Al-Qur’an) sebagian kaum dan merendahkan dengan sebab itu sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim) Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu, yang di bawah kekuasaannya Baitul Maqdis berhasil ditaklukkan, berkata, “Kita adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti Allah menghinakan kita.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak) Bahkan, menimba ilmu termasuk bentuk jihad yang sangat mulia. Sebagian sahabat mengatakan, “Barangsiapa menganggap bahwa berangkat di pagi hari atau di sore hari dalam rangka mencari ilmu agama bukan bagian dari jihad, maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang (tidak sempurna).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah) Tidakkah kita ingat ketika Allah turunkan ayat di dalam surah Al-Furqan, memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir? Padahal, saat itu adalah periode Makkah (ketika itu kaum muslimin lemah). Sementara yang dimaksud dengan jihad (berjuang) dalam ayat itu adalah jihad dengan Al-Qur’an, yaitu dengan ilmu dan dakwah. Inilah jihadnya para nabi dan rasul. Karena Islam ini dimuliakan dan dimenangkan di atas musuh-musuhnya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dan saya katakan, dan ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah, bahwa tidak mungkin negeri Syam dan secara khusus Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin (secara utuh), kecuali dengan cara/sebab sebagaimana ia ditaklukkan pada masa generasi awal umat ini. Dengan kepemimpinan sebagaimana kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu. Dengan pasukan sebagaimana pasukan-pasukan Umar bin Khatthab. Yang mana mereka berperang tidak ada tujuan lain, kecuali untuk meninggikan kalimat Allah/kalimat tauhid sebagai yang paling tinggi.” (lihat Silsilah Liqa’ Syahri, bisa disimak di situs resmi beliau di alamat : https://binothaimeen.net/content/168) Baca juga: Sebuah Renungan, Inilah Pelajaran dari Jalur Gaza Tumbuhkan kepedulian Sebagai seorang muslim, maka kita wajib merasa tersakiti dan terluka karena musibah dan kezaliman yang dialami oleh saudara-saudara kita di Gaza. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, yang mana apabila ada salah satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya dengan bentuk tidak bisa tidur dan demam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan bahwa kaum mukmin satu sama lain ibarat sebuah bangunan, yang satu sama lain saling memperkuat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim) Apabila kita menyukai kesehatan, kelapangan, dan keamanan, maka kita pun wajib menyukai hal itu bagi saudara-saudara kita sesama muslim, termasuk mereka yang sekarang menderita di Gaza akibat keganasan agresi Zionis, semoga Allah menghancurkan mereka. Kita tentu merasa ikut susah dan sedih akibat musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza yang dibantai dengan sangat keji oleh saudara-saudara kera dan babi (baca: kaum Yahudi). Apalagi kezaliman ini dilancarkan oleh kaum kuffar kepada kaum muslimin. Setiap muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, tentu geram dan marah, melihat saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi sedemikian rupa. Sungguh benar firman Allah yang menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang Yahudi dan kaum musyrik adalah kalangan manusia yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang yang beriman. Oleh sebab itu, para ulama kita sejak dahulu telah mengingatkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan sekadar persoalan tanah Palestina atau Jalur Gaza. Sebab (pada hakikatnya) perseteruan ini adalah permusuhan yang mereka kobarkan atas dasar prinsip agama. Sejarah pun membuktikan bagaimana kejahatan Yahudi (orang-orang kafir dari kalangan bani Isra’il) yang membunuhi para nabi, menyembunyikan ayat-ayat Allah, menyelewengkan Kitabullah, dan mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin. Orang-orang yang telah disifati oleh Allah sebagai ‘kelompok yang dimurkai (almaghdhubi ‘alaihim), sebagaimana telah ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, kita diajari untuk senantiasa berdoa agar dilindungi dari jalan mereka, jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang tersesat. Yahudi menjadi kaum yang dimurkai akibat mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui kebenaran, tetapi menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepadanya. Mereka menyimpan dengki kepada kaum muslimin. Apa yang dilakukan Zionis Israel kepada rakyat Palestina secara umum dan Gaza secara khusus adalah sebuah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan. Sesuatu yang tidak bisa diterima dan pasti ditolak oleh akal sehat dan jiwa yang selaras dengan fitrahnya. Benarlah yang dikatakan oleh Ibu Menteri bahwa apa yang terjadi ini adalah suatu kejahatan kepada kemanusiaan dan suatu bentuk ketidakadilan. Oleh sebab itu, wajar jika sebagian orang mengatakan bahwa cukup dengan menjadi manusia, untuk mendukung rakyat Palestina. Ini artinya bahwa segala bentuk kekejian, pembantaian, dan penindasan yang dilakukan oleh Zionis Israel adalah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina. Dari sinilah, kita bisa melihat bagaimana lemahnya dunia Internasional secara umum dan kaum muslimin secara khusus di hadapan makar Israel dan sekutu-sekutunya. Apa yang selama ini digembar-gemborkan sebagai penghormatan kepada HAM (Hak Asasi Manusia), toleransi, dan kemanusiaan, adalah tidak lebih dari pemanis bibir belaka. Sebulan lebih rakyat Gaza diserang habis-habisan hingga ribuan nyawa tak bersalah melayang. Di manakah penghargaan kepada Hak Asasi Manusia?! Di manakah toleransi yang selama ini mereka serukan itu?! Di manakah peran sang negara adidaya yang disebut sebagai “Kampiun Demokrasi” dan “Polisi Dunia”?! Apakah mereka berdiri di barisan negara yang membela rakyat Gaza ataukah justru sebaliknya. Para ulama menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia memberikan bantuan secara moril dan materiil untuk mencukupi kebutuhan rakyat Gaza (Palestina) dan menempuh segala upaya diplomasi dan kenegaraan yang bisa dilakukan untuk bisa segera menghentikan kebiadaban ini. Adapun bagi saudara-saudara kita di Palestina dan Gaza secara khusus, maka peristiwa dan musibah ini adalah medan perjuangan dan kesabaran untuk mereka dalam mempertahankan kehidupan, tanah air, dan agamanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  والذي نفسُ مُحَمَّدٍ بيدِهِ لا يُؤْمِنُ أحدُكُم حتى يُحِبَّ لِأَخِيهِ ما يُحِبُّ لنفسِهِ من الخيرِ “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya dalam hal kebaikan.” (HR. Nasa’i dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, disahihkan oleh Al-Albani) Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Wajib bagi seorang muslim untuk mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya (seiman), mencintai untuk mereka petunjuk, kesalehan, dan tidak suka apabila mereka tertimpa keburukan, tidak boleh dia dengki kepada mereka. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya perasaan tidak suka saudaranya mendapatkan kebaikan, maka hatinya telah sakit, dan dia wajib bertobat kepada Allah dari hal itu.” (lihat Fatawa Nur ‘ala Darb, judul At-Tahdzir minal Hiqd wal Hasad, link website: https://binbaz.org.sa/fatwas/15304) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan memberikan empati (kepedulian) itu seperti perumpamaan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang kesakitan, maka seluruh anggota badan ikut merasakan kesusahan hingga tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ’anhuma) Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah memaparkan, “Semakin kuat iman seseorang, maka semakin kuat pula sifat rahmat (kasih sayang) terhadap saudara-saudaranya. Kekuatan kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba, timbul karena kuatnya iman padanya. Adapun lemahnya hal itu karena lemah imannya. Hal ini tampak jelas dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal sifat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling peduli seperti satu tubuh.” Yang demikian itu karena Allah Yang kita sembah dan kita tuju dengan segala bentuk ibadah adalah Zat Yang Maha Pengasih serta mencintai orang-orang yang penyayang. Dan agama kita adalah agama rahmat. Nabi kita adalah Nabi yang membawa rahmat. Kitab kita pun kitab yang penuh dengan rahmat. Dan Allah pun menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam kitab-Nya sebagai orang-orang yang ‘penuh kasih sayang di antara mereka’.” (lihat Fawa’id Mukhtasharah, judul Ar-Rahmah minal Iman, link website: https://al-badr.net/muqolat/7750) Jalan menuju kejayaan Allah Ta’ala berfirman, وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 55) Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas paling utama dan kewajiban paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan, atau menguranginya. Demikian pula, wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak (menodainya).” (lihat Asy-Syarh Al-Mujaz, hal. 8) Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas (dampak) yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akhirat, itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16) Akidah merupakan asas di dalam agama. Ia merupakan kandungan dari syahadat ‘lailahaillallah wa anna muhammadar rasulullah’. Akidah merupakan kandungan dari rukun Islam yang pertama. Oleh sebab itu, wajib memperhatikannya dan mengenalinya dengan baik. Wajib pula mengetahui hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan begitu, maka seorang insan akan berada di atas ilmu yang nyata dan di atas akidah yang benar. Karena apabila agamanya tegak di atas pondasi yang benar, niscaya agama dan amalnya akan menjadi benar dan diterima di sisi Allah. (lihat keterangan Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam At-Ta’liqat ‘ala Ath-Thahawiyah, hal. 23) Baca juga: Pelajaran dari Palestina *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id Tags: jalur gazaPalestina

Hadis: Tiga Keadaan yang Menyebabkan Boleh Meminta-minta

Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ، تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا “Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal), kecuali untuk tiga golongan. (Pertama), orang yang menanggung utang (gharim, misalnya untuk mendamaikan dua pihak yang saling bersengketa). Maka, orang itu boleh meminta-minta, sehingga utangnya lunas. Apabila utangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta. (Kedua), orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya. (Ketiga), orang yang ditimpa kemiskinan, dipersaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercaya bahwa dia memang miskin. Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.” (HR. Muslim no. 1044, Abu Dawud no. 1640, Ibnu Khuzaimah no. 2361, dan Ibnu Hiban 8: 190) Kandungan hadis Hadis di atas merupakan dalil bahwa terdapat tiga kondisi yang menyebabkan seseorang boleh meminta-minta, yaitu: Pertama, orang yang memiliki tanggungan utang kepada orang lain. Misalnya, utang yang digunakan untuk mendamaikan dua pihak atau kelompok yang bersengketa. Orang tersebut boleh diberi zakat untuk melunasi utang tersebut, meskipun pada asalnya dia kaya dan berkecukupan. Dalam syariat tersebut, terkandung motivasi untuk memiliki akhlak yang mulia. Orang Arab dulu, apabila ada di antara mereka yang memiliki utang, maka mereka bersegera untuk membantunya. Oleh karena itu, jika orang yang memiliki utang tersebut meminta-minta agar utangnya lunas, maka hal itu tidak dinilai sebagai perbuatan yang menjatuhkan kehormatannya. Bahkan, termasuk hal yang bisa dibanggakan. Kedua, orang yang terkena musibah sehingga harta bendanya menjadi musnah dan ludes, misalnya karena terkena banjir, kebakaran, gempa, atau lainnya. Dalam kondisi tersebut, dia boleh untuk meminta-minta. Dan wajib bagi orang yang memiliki kemampuan untuk membantunya agar dia bisa keluar dari kesulitan tersebut. Orang tersebut tidak perlu meminta bukti bahwa orang yang terkena musibah tersebut benar-benar sedang membutuhkan. Karena apabila ada orang yang terkena musibah semacam ini, dampaknya pasti terlihat secara nyata. Ketiga, siapa saja yang mengklaim bahwa dia jatuh miskin atau bangkrut setelah sebelumnya adalah orang kaya dan berkecukupan. Jika keadaan tersebut didukung oleh tiga saksi yang bisa dipercaya, maka dia boleh meminta-minta. Zahir hadis ini menunjukkan bahwa saksi tersebut berjumlah tiga orang. Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama berdalil bahwa kondisi bangkrut (kesulitan) itu harus dipersaksikan oleh tiga orang. Ini adalah pendapat Ibnu Khuzaimah, sebagian ulama Syafi’iyyah, dan juga disebutkan oleh Ibnu Qudamah bahwa Imam Ahmad juga berpendapat demikian. (Lihat Al-Mughni, 14: 128 dan Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah, hal. 172) Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa cukup dipersaksikan oleh dua orang sebagaimana persaksian yang lainnya, selain zina. Sehingga jumhur memaknai hadis ini sebagai anjuran saja. (Subulus Salam, 2: 288) Hadis ini tidaklah dimaknai bahwa yang boleh meminta-minta itu hanya tiga orang ini saja. Dalam hadis yang lain, juga terdapat dalil bahwa ada kondisi yang membolehkan seseorang meminta-minta, misalnya boleh meminta kepada penguasa (pemerintah). Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ “Sesungguhnya perbuatan meminta-minta itu seperti seseorang yang mencakar wajahnya sendiri, kecuali seseorang yang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa.” (HR. At-Tirmidzi no. 681. At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan sahih.” Dinilai sahih oleh Al-Albani) Contoh yang lain adalah bolehnya orang yang berhak menerima zakat untuk meminta bagian zakat. Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Larangan Meminta-Minta Kepada Orang Lain *** @Rumah Kasongan, 12 Rabiul akhir 1445/ 27 Oktober 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 500-503). Tags: meminta-mintapengemis

Hadis: Tiga Keadaan yang Menyebabkan Boleh Meminta-minta

Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ، تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا “Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal), kecuali untuk tiga golongan. (Pertama), orang yang menanggung utang (gharim, misalnya untuk mendamaikan dua pihak yang saling bersengketa). Maka, orang itu boleh meminta-minta, sehingga utangnya lunas. Apabila utangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta. (Kedua), orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya. (Ketiga), orang yang ditimpa kemiskinan, dipersaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercaya bahwa dia memang miskin. Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.” (HR. Muslim no. 1044, Abu Dawud no. 1640, Ibnu Khuzaimah no. 2361, dan Ibnu Hiban 8: 190) Kandungan hadis Hadis di atas merupakan dalil bahwa terdapat tiga kondisi yang menyebabkan seseorang boleh meminta-minta, yaitu: Pertama, orang yang memiliki tanggungan utang kepada orang lain. Misalnya, utang yang digunakan untuk mendamaikan dua pihak atau kelompok yang bersengketa. Orang tersebut boleh diberi zakat untuk melunasi utang tersebut, meskipun pada asalnya dia kaya dan berkecukupan. Dalam syariat tersebut, terkandung motivasi untuk memiliki akhlak yang mulia. Orang Arab dulu, apabila ada di antara mereka yang memiliki utang, maka mereka bersegera untuk membantunya. Oleh karena itu, jika orang yang memiliki utang tersebut meminta-minta agar utangnya lunas, maka hal itu tidak dinilai sebagai perbuatan yang menjatuhkan kehormatannya. Bahkan, termasuk hal yang bisa dibanggakan. Kedua, orang yang terkena musibah sehingga harta bendanya menjadi musnah dan ludes, misalnya karena terkena banjir, kebakaran, gempa, atau lainnya. Dalam kondisi tersebut, dia boleh untuk meminta-minta. Dan wajib bagi orang yang memiliki kemampuan untuk membantunya agar dia bisa keluar dari kesulitan tersebut. Orang tersebut tidak perlu meminta bukti bahwa orang yang terkena musibah tersebut benar-benar sedang membutuhkan. Karena apabila ada orang yang terkena musibah semacam ini, dampaknya pasti terlihat secara nyata. Ketiga, siapa saja yang mengklaim bahwa dia jatuh miskin atau bangkrut setelah sebelumnya adalah orang kaya dan berkecukupan. Jika keadaan tersebut didukung oleh tiga saksi yang bisa dipercaya, maka dia boleh meminta-minta. Zahir hadis ini menunjukkan bahwa saksi tersebut berjumlah tiga orang. Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama berdalil bahwa kondisi bangkrut (kesulitan) itu harus dipersaksikan oleh tiga orang. Ini adalah pendapat Ibnu Khuzaimah, sebagian ulama Syafi’iyyah, dan juga disebutkan oleh Ibnu Qudamah bahwa Imam Ahmad juga berpendapat demikian. (Lihat Al-Mughni, 14: 128 dan Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah, hal. 172) Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa cukup dipersaksikan oleh dua orang sebagaimana persaksian yang lainnya, selain zina. Sehingga jumhur memaknai hadis ini sebagai anjuran saja. (Subulus Salam, 2: 288) Hadis ini tidaklah dimaknai bahwa yang boleh meminta-minta itu hanya tiga orang ini saja. Dalam hadis yang lain, juga terdapat dalil bahwa ada kondisi yang membolehkan seseorang meminta-minta, misalnya boleh meminta kepada penguasa (pemerintah). Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ “Sesungguhnya perbuatan meminta-minta itu seperti seseorang yang mencakar wajahnya sendiri, kecuali seseorang yang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa.” (HR. At-Tirmidzi no. 681. At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan sahih.” Dinilai sahih oleh Al-Albani) Contoh yang lain adalah bolehnya orang yang berhak menerima zakat untuk meminta bagian zakat. Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Larangan Meminta-Minta Kepada Orang Lain *** @Rumah Kasongan, 12 Rabiul akhir 1445/ 27 Oktober 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 500-503). Tags: meminta-mintapengemis
Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ، تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا “Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal), kecuali untuk tiga golongan. (Pertama), orang yang menanggung utang (gharim, misalnya untuk mendamaikan dua pihak yang saling bersengketa). Maka, orang itu boleh meminta-minta, sehingga utangnya lunas. Apabila utangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta. (Kedua), orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya. (Ketiga), orang yang ditimpa kemiskinan, dipersaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercaya bahwa dia memang miskin. Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.” (HR. Muslim no. 1044, Abu Dawud no. 1640, Ibnu Khuzaimah no. 2361, dan Ibnu Hiban 8: 190) Kandungan hadis Hadis di atas merupakan dalil bahwa terdapat tiga kondisi yang menyebabkan seseorang boleh meminta-minta, yaitu: Pertama, orang yang memiliki tanggungan utang kepada orang lain. Misalnya, utang yang digunakan untuk mendamaikan dua pihak atau kelompok yang bersengketa. Orang tersebut boleh diberi zakat untuk melunasi utang tersebut, meskipun pada asalnya dia kaya dan berkecukupan. Dalam syariat tersebut, terkandung motivasi untuk memiliki akhlak yang mulia. Orang Arab dulu, apabila ada di antara mereka yang memiliki utang, maka mereka bersegera untuk membantunya. Oleh karena itu, jika orang yang memiliki utang tersebut meminta-minta agar utangnya lunas, maka hal itu tidak dinilai sebagai perbuatan yang menjatuhkan kehormatannya. Bahkan, termasuk hal yang bisa dibanggakan. Kedua, orang yang terkena musibah sehingga harta bendanya menjadi musnah dan ludes, misalnya karena terkena banjir, kebakaran, gempa, atau lainnya. Dalam kondisi tersebut, dia boleh untuk meminta-minta. Dan wajib bagi orang yang memiliki kemampuan untuk membantunya agar dia bisa keluar dari kesulitan tersebut. Orang tersebut tidak perlu meminta bukti bahwa orang yang terkena musibah tersebut benar-benar sedang membutuhkan. Karena apabila ada orang yang terkena musibah semacam ini, dampaknya pasti terlihat secara nyata. Ketiga, siapa saja yang mengklaim bahwa dia jatuh miskin atau bangkrut setelah sebelumnya adalah orang kaya dan berkecukupan. Jika keadaan tersebut didukung oleh tiga saksi yang bisa dipercaya, maka dia boleh meminta-minta. Zahir hadis ini menunjukkan bahwa saksi tersebut berjumlah tiga orang. Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama berdalil bahwa kondisi bangkrut (kesulitan) itu harus dipersaksikan oleh tiga orang. Ini adalah pendapat Ibnu Khuzaimah, sebagian ulama Syafi’iyyah, dan juga disebutkan oleh Ibnu Qudamah bahwa Imam Ahmad juga berpendapat demikian. (Lihat Al-Mughni, 14: 128 dan Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah, hal. 172) Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa cukup dipersaksikan oleh dua orang sebagaimana persaksian yang lainnya, selain zina. Sehingga jumhur memaknai hadis ini sebagai anjuran saja. (Subulus Salam, 2: 288) Hadis ini tidaklah dimaknai bahwa yang boleh meminta-minta itu hanya tiga orang ini saja. Dalam hadis yang lain, juga terdapat dalil bahwa ada kondisi yang membolehkan seseorang meminta-minta, misalnya boleh meminta kepada penguasa (pemerintah). Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ “Sesungguhnya perbuatan meminta-minta itu seperti seseorang yang mencakar wajahnya sendiri, kecuali seseorang yang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa.” (HR. At-Tirmidzi no. 681. At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan sahih.” Dinilai sahih oleh Al-Albani) Contoh yang lain adalah bolehnya orang yang berhak menerima zakat untuk meminta bagian zakat. Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Larangan Meminta-Minta Kepada Orang Lain *** @Rumah Kasongan, 12 Rabiul akhir 1445/ 27 Oktober 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 500-503). Tags: meminta-mintapengemis


Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Diriwayatkan dari sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ، تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا “Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal), kecuali untuk tiga golongan. (Pertama), orang yang menanggung utang (gharim, misalnya untuk mendamaikan dua pihak yang saling bersengketa). Maka, orang itu boleh meminta-minta, sehingga utangnya lunas. Apabila utangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta. (Kedua), orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya. (Ketiga), orang yang ditimpa kemiskinan, dipersaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercaya bahwa dia memang miskin. Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.” (HR. Muslim no. 1044, Abu Dawud no. 1640, Ibnu Khuzaimah no. 2361, dan Ibnu Hiban 8: 190) Kandungan hadis Hadis di atas merupakan dalil bahwa terdapat tiga kondisi yang menyebabkan seseorang boleh meminta-minta, yaitu: Pertama, orang yang memiliki tanggungan utang kepada orang lain. Misalnya, utang yang digunakan untuk mendamaikan dua pihak atau kelompok yang bersengketa. Orang tersebut boleh diberi zakat untuk melunasi utang tersebut, meskipun pada asalnya dia kaya dan berkecukupan. Dalam syariat tersebut, terkandung motivasi untuk memiliki akhlak yang mulia. Orang Arab dulu, apabila ada di antara mereka yang memiliki utang, maka mereka bersegera untuk membantunya. Oleh karena itu, jika orang yang memiliki utang tersebut meminta-minta agar utangnya lunas, maka hal itu tidak dinilai sebagai perbuatan yang menjatuhkan kehormatannya. Bahkan, termasuk hal yang bisa dibanggakan. Kedua, orang yang terkena musibah sehingga harta bendanya menjadi musnah dan ludes, misalnya karena terkena banjir, kebakaran, gempa, atau lainnya. Dalam kondisi tersebut, dia boleh untuk meminta-minta. Dan wajib bagi orang yang memiliki kemampuan untuk membantunya agar dia bisa keluar dari kesulitan tersebut. Orang tersebut tidak perlu meminta bukti bahwa orang yang terkena musibah tersebut benar-benar sedang membutuhkan. Karena apabila ada orang yang terkena musibah semacam ini, dampaknya pasti terlihat secara nyata. Ketiga, siapa saja yang mengklaim bahwa dia jatuh miskin atau bangkrut setelah sebelumnya adalah orang kaya dan berkecukupan. Jika keadaan tersebut didukung oleh tiga saksi yang bisa dipercaya, maka dia boleh meminta-minta. Zahir hadis ini menunjukkan bahwa saksi tersebut berjumlah tiga orang. Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama berdalil bahwa kondisi bangkrut (kesulitan) itu harus dipersaksikan oleh tiga orang. Ini adalah pendapat Ibnu Khuzaimah, sebagian ulama Syafi’iyyah, dan juga disebutkan oleh Ibnu Qudamah bahwa Imam Ahmad juga berpendapat demikian. (Lihat Al-Mughni, 14: 128 dan Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah, hal. 172) Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa cukup dipersaksikan oleh dua orang sebagaimana persaksian yang lainnya, selain zina. Sehingga jumhur memaknai hadis ini sebagai anjuran saja. (Subulus Salam, 2: 288) Hadis ini tidaklah dimaknai bahwa yang boleh meminta-minta itu hanya tiga orang ini saja. Dalam hadis yang lain, juga terdapat dalil bahwa ada kondisi yang membolehkan seseorang meminta-minta, misalnya boleh meminta kepada penguasa (pemerintah). Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ “Sesungguhnya perbuatan meminta-minta itu seperti seseorang yang mencakar wajahnya sendiri, kecuali seseorang yang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa.” (HR. At-Tirmidzi no. 681. At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan sahih.” Dinilai sahih oleh Al-Albani) Contoh yang lain adalah bolehnya orang yang berhak menerima zakat untuk meminta bagian zakat. Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Larangan Meminta-Minta Kepada Orang Lain *** @Rumah Kasongan, 12 Rabiul akhir 1445/ 27 Oktober 2023 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 500-503). Tags: meminta-mintapengemis

Ringkasan Fikih Sujud Sahwi

Daftar Isi Toggle Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannyaHukum sujud sahwiLetak sujud sahwi dan sebab-sebabnyaPertama: Sujud sahwi setelah salamSebab pertama: Adanya tambahanSebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan.Kedua: Sujud sahwi sebelum salamSebab pertama, yaitu karena ada kekuranganSebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebutPenutup Lupa adalah salah satu fitrah yang Allah berikan kepada manusia. Dalam ibadah salat, seorang muslim terkadang juga mengalami lupa, baik itu lupa bacaan, lupa sebuah gerakan (dengan melewatkannya), lupa jumlah rakaat, atau lupa sudah sampai pada posisi apa. Pada kondisi lupa rakaat, lupa menambah gerakan, dan lupa sehingga mengurangi gerakan, maka Islam mensyariatkan adanya sujud sahwi. Yaitu, sujud yang dilakukan untuk menyempurnakan salat karena adanya kekurangan dalam salat yang kita lakukan. Berikut ini adalah poin-poin penting terkait sujud sahwi yang bisa kami ringkas untuk memudahkan kita semua di dalam memahami fikih sujud sahwi. Sehingga, tatkala menemukan kasus serupa dalam salat kita, kita dapat mempraktikkan sujud sahwi tersebut sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannya Sahwi secara bahasa artinya adalah lupa atau lalai. Sedangkan secara istilah, sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan di penghujung (sebelum salam) atau seusai salat (setelah salam) untuk menutupi cacat yang terjadi dalam salat dikarenakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dengan tidak sengaja. Para ulama sepakat mengenai disyariatkannya sujud sahwi. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ “Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan ikamah, setan pun berpaling lagi. Apabila ikamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali. Ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, ‘Ingatlah demikian, ingatlah demikian!’ untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia salat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhari no. 1222 dan Muslim no. 389) Di hadis yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu, jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim no. 571) Hukum sujud sahwi Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum sujud sahwi menjadi dua pendapat. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunah. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati kita adalah pendapat yang menyatakan wajibnya sujud sahwi tatkala mendapati sebabnya. Mengapa? Pertama: Karena di dalam hadis yang menjelaskan sujud sahwi (sebagaimana dua hadis yang telah kita sebutkan sebelumnya) seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah menunjukkan hukum wajib. Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus menerus melakukan sujud sahwi ketika mendapati sebabnya. Dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya. Baca juga: Sujud Sahwi dalam Shalat Berjamaah Letak sujud sahwi dan sebab-sebabnya Sujud sahwi menurut letak dan waktu pelaksanaannya terbagi menjadi dua macam: Pertama: Sujud sahwi setelah salam Kondisi ini terjadi karena dua sebab. Sebab pertama: Adanya tambahan Tambahan tersebut dapat berupa: 1) Menambah berdiri atau duduk atau rukuk atau sujud; 2) Melakukan salam sebelum salat berakhir; dan 3) Meninggalkan rukun salat. Adapun yang pertama, yaitu menambah berdiri atau duduk atau ruku atau sujud. Dalilnya adalah hadis Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di mana ia berkata, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صلى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ له أَزِيدَ في الصَّلَاةِ فقال وما ذَاكَ قال صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ ما سَلَّمَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat zuhur 5 rakaat, maka dikatakan kepada beliau, ‘Apakah jumlah rakaat telah ditambah?’ Maka, Nabi bersabda, ‘Memangnya ada apa?’ Maka, ada yang berkata, ‘Engkau salat 5 rakaat.’ Maka, beliaupun sujud dua kali setelah salam.” (HR. Al-Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572) Adapun yang kedua, yaitu salam sebelum berakhirnya. Hal ini termasuk kategori penambahan dalam salat. Karena tatkala ia salam sebelum waktunya, lalu ia ingat dan menyempurnakan kekurangan salatnya, maka di akhir salat ia akan salam lagi. Karenanya, ia salam dua kali. Berarti ada tambahan satu salam lagi dalam salatnya tersebut. Yang ketiga, yaitu meninggalkan rukun salat. Seperti orang yang lupa sujud kedua dalam rakaat pertama, lalu ketika ia dalam posisi sujud kedua pada rakaat kedua, ia teringat akan kekurangan sujudnya pada rakaat sebelumnya tersebut. Pada kondisi semacam ini, rakaat pertama yang telah dilakukannya tersebut gugur dan tidak teranggap, dan rakaat kedua yang sedang dilakukan tersebut menggantikan posisi rakaat pertamanya. Dalam kasus seperti ini, maka terdapat gerakan tambahan di dalam salat, yaitu rakaat pertama, di mana dia lupa untuk sujud kedua di dalamnya. Rakaat tersebut dikategorikan sebagai tambahan gerakan dalam salat yang mewajibkan sujud sahwi. Sebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, وإذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عليه ثُمَّ لِيُسَلِّمْ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ “Jika salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, maka hendaknya ia berusaha mencari yang benar (yaitu, kecondongan pada yang lebih kuat yang ia yakini). Kemudian, ia sempurnakan salatnya, kemudian salam, kemudian sujud dua kali.” (HR. Bukhari no. 401 dan Muslim no. 572) Kedua: Sujud sahwi sebelum salam Hal ini karena dua sebab: 1) ada kekurangan; dan 2) terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut. Sebab pertama, yaitu karena ada kekurangan Dalam hal ini yang dimaksud adalah meninggalkan salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban salat, seperti tasyahud awal. Berdasarkan hadis Abdullah bin Buhainah yang bercerita tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ صَلَّى بهِمُ الظَّهْرَ ، فَقَامَ  في الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ لَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ معهُ حتَّى إذَا قَضَى الصَّلَاةَ وانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ وهو جَالِسٌ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أنْ يُسَلِّمَ، ثُمَّ سَلَّمَ “Bahwasanya Nabi mengimami mereka salat zuhur. Beliau pun berdiri setelah dua rakaat (menuju rakaat ketiga) dan tidak duduk (tasyahud awal). Orang-orang (para makmum) juga berdiri mengikuti Nabi. Hingga tatkala Nabi selesai salat, orang-orang menunggu beliau salam. Beliau lalu bertakbir dalam keadaan duduk, lalu beliau sujud dua kali sebelum salam, kemudian beliau salam.” (HR. Bukhari no. 829) Sebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فلم يَدْرِ كَمْ صلى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ على ما اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قبل أَنْ يُسَلِّمَ “Jika salah seorang di antara kalian ragu dalam salatnya dan ia tidak tahu sudah berapa rakaat ia salat, apakah tiga atau empat rakaat, maka hendaknya ia membuang keraguannya tersebut. Dan dia bangun salatnya di atas yang dia yakini (yaitu, jumlah rakaat yang terkecil karena itulah yang sudah pasti), kemudian ia sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim no. 571) Baca juga: Lupa Melakukan Sujud Sahwi Penutup Beberapa poin penting lainnya: Pertama: Keraguan tidak dianggap dan tidak perlu sujud sahwi jika hanya merupakan was-was, atau terlalu sering terjadi, baik itu selalu muncul setiap kali salat, atau muncul setelah selesai salat. Kedua: Al-Imam Qadhi Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka yang berbeda pendapat dari kalangan ulama (dalam masalah sujud sahwi), setelah menyebutkan perbedaan pendapat mereka, bahwa siapa saja yang sujud sebelum salam atau sesudah salam karena adanya tambahan ataupun kekurangan dalam salatnya, maka itu dianggap sah dan tidak merusak salat yang telah dilakukannya. Perbedaan pendapat mereka hanya dalam masalah mana yang lebih utama.” (Syarhu An-Nawawi, 5: 56) Dapat dipahami bahwa jika kita tidak mengetahui rincian letak hukum sujud sahwi, namun sudah berusaha untuk melakukannya meskipun ternyata salah penempatan, seperti sujud sebelum salam dalam kasus yang seharusnya sujud sahwinya tersebut setelah salam, maka itu tidaklah mengapa. Salatnya sudah sah dan tidak perlu mengulang kembali. Sebagian ulama menambahkan bahwa apabila kasus dan sebab sujudnya itu terdapat dalam hadis dan terdapat penyebutan bahwa beliau sujud sebelum salam, maka kita wajib juga untuk melakukannya sebelum salam. Dan apabila disebutkan bahwa beliau (karena suatu sebab) bersujud sahwi setelah salam, maka kita pun wajib untuk melakukannya setelah salam. Pendapat inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. (Al-Fatawa, 23: 36-37) Ketiga: Jika imam lupa dalam salatnya kemudian melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya meskipun sang makmum tersebut ingat dan tidak lupa. Kecuali, bagi yang terlambat salat, jika sujud sahwi yang dikerjakan imam setelah salam, maka orang yang terlambat salat tersebut mengakhirkan sujud sahwinya setelah ia menyempurnakan salatnya. Keempat: Doa sujud sahwi sama seperti doa sujud-sujud yang lainnya. Bisa dengan, سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى  “Subhana rabbiyal a’la.” (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi) atau dengan, سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ “Subbuhun quddusun, rabbul mala’ikati war-ruh.” (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-) (HR. Muslim no. 487) Atau dengan bacaan-bacaan lainnya yang memang benar datangnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun doa khusus tentang sujud sahwi seperti, سبحان من لا ينسى سبحان من لا يسهو “Subhana man la yansa, subhana man la yashu.” atau, ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا “Rabbana la tu’akhidzna in nasina aw akhtha’na.” maka, doa-doa tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Tata Cara Sujud Dalam Shalat *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: sujud sahwi

Ringkasan Fikih Sujud Sahwi

Daftar Isi Toggle Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannyaHukum sujud sahwiLetak sujud sahwi dan sebab-sebabnyaPertama: Sujud sahwi setelah salamSebab pertama: Adanya tambahanSebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan.Kedua: Sujud sahwi sebelum salamSebab pertama, yaitu karena ada kekuranganSebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebutPenutup Lupa adalah salah satu fitrah yang Allah berikan kepada manusia. Dalam ibadah salat, seorang muslim terkadang juga mengalami lupa, baik itu lupa bacaan, lupa sebuah gerakan (dengan melewatkannya), lupa jumlah rakaat, atau lupa sudah sampai pada posisi apa. Pada kondisi lupa rakaat, lupa menambah gerakan, dan lupa sehingga mengurangi gerakan, maka Islam mensyariatkan adanya sujud sahwi. Yaitu, sujud yang dilakukan untuk menyempurnakan salat karena adanya kekurangan dalam salat yang kita lakukan. Berikut ini adalah poin-poin penting terkait sujud sahwi yang bisa kami ringkas untuk memudahkan kita semua di dalam memahami fikih sujud sahwi. Sehingga, tatkala menemukan kasus serupa dalam salat kita, kita dapat mempraktikkan sujud sahwi tersebut sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannya Sahwi secara bahasa artinya adalah lupa atau lalai. Sedangkan secara istilah, sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan di penghujung (sebelum salam) atau seusai salat (setelah salam) untuk menutupi cacat yang terjadi dalam salat dikarenakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dengan tidak sengaja. Para ulama sepakat mengenai disyariatkannya sujud sahwi. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ “Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan ikamah, setan pun berpaling lagi. Apabila ikamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali. Ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, ‘Ingatlah demikian, ingatlah demikian!’ untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia salat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhari no. 1222 dan Muslim no. 389) Di hadis yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu, jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim no. 571) Hukum sujud sahwi Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum sujud sahwi menjadi dua pendapat. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunah. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati kita adalah pendapat yang menyatakan wajibnya sujud sahwi tatkala mendapati sebabnya. Mengapa? Pertama: Karena di dalam hadis yang menjelaskan sujud sahwi (sebagaimana dua hadis yang telah kita sebutkan sebelumnya) seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah menunjukkan hukum wajib. Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus menerus melakukan sujud sahwi ketika mendapati sebabnya. Dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya. Baca juga: Sujud Sahwi dalam Shalat Berjamaah Letak sujud sahwi dan sebab-sebabnya Sujud sahwi menurut letak dan waktu pelaksanaannya terbagi menjadi dua macam: Pertama: Sujud sahwi setelah salam Kondisi ini terjadi karena dua sebab. Sebab pertama: Adanya tambahan Tambahan tersebut dapat berupa: 1) Menambah berdiri atau duduk atau rukuk atau sujud; 2) Melakukan salam sebelum salat berakhir; dan 3) Meninggalkan rukun salat. Adapun yang pertama, yaitu menambah berdiri atau duduk atau ruku atau sujud. Dalilnya adalah hadis Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di mana ia berkata, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صلى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ له أَزِيدَ في الصَّلَاةِ فقال وما ذَاكَ قال صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ ما سَلَّمَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat zuhur 5 rakaat, maka dikatakan kepada beliau, ‘Apakah jumlah rakaat telah ditambah?’ Maka, Nabi bersabda, ‘Memangnya ada apa?’ Maka, ada yang berkata, ‘Engkau salat 5 rakaat.’ Maka, beliaupun sujud dua kali setelah salam.” (HR. Al-Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572) Adapun yang kedua, yaitu salam sebelum berakhirnya. Hal ini termasuk kategori penambahan dalam salat. Karena tatkala ia salam sebelum waktunya, lalu ia ingat dan menyempurnakan kekurangan salatnya, maka di akhir salat ia akan salam lagi. Karenanya, ia salam dua kali. Berarti ada tambahan satu salam lagi dalam salatnya tersebut. Yang ketiga, yaitu meninggalkan rukun salat. Seperti orang yang lupa sujud kedua dalam rakaat pertama, lalu ketika ia dalam posisi sujud kedua pada rakaat kedua, ia teringat akan kekurangan sujudnya pada rakaat sebelumnya tersebut. Pada kondisi semacam ini, rakaat pertama yang telah dilakukannya tersebut gugur dan tidak teranggap, dan rakaat kedua yang sedang dilakukan tersebut menggantikan posisi rakaat pertamanya. Dalam kasus seperti ini, maka terdapat gerakan tambahan di dalam salat, yaitu rakaat pertama, di mana dia lupa untuk sujud kedua di dalamnya. Rakaat tersebut dikategorikan sebagai tambahan gerakan dalam salat yang mewajibkan sujud sahwi. Sebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, وإذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عليه ثُمَّ لِيُسَلِّمْ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ “Jika salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, maka hendaknya ia berusaha mencari yang benar (yaitu, kecondongan pada yang lebih kuat yang ia yakini). Kemudian, ia sempurnakan salatnya, kemudian salam, kemudian sujud dua kali.” (HR. Bukhari no. 401 dan Muslim no. 572) Kedua: Sujud sahwi sebelum salam Hal ini karena dua sebab: 1) ada kekurangan; dan 2) terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut. Sebab pertama, yaitu karena ada kekurangan Dalam hal ini yang dimaksud adalah meninggalkan salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban salat, seperti tasyahud awal. Berdasarkan hadis Abdullah bin Buhainah yang bercerita tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ صَلَّى بهِمُ الظَّهْرَ ، فَقَامَ  في الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ لَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ معهُ حتَّى إذَا قَضَى الصَّلَاةَ وانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ وهو جَالِسٌ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أنْ يُسَلِّمَ، ثُمَّ سَلَّمَ “Bahwasanya Nabi mengimami mereka salat zuhur. Beliau pun berdiri setelah dua rakaat (menuju rakaat ketiga) dan tidak duduk (tasyahud awal). Orang-orang (para makmum) juga berdiri mengikuti Nabi. Hingga tatkala Nabi selesai salat, orang-orang menunggu beliau salam. Beliau lalu bertakbir dalam keadaan duduk, lalu beliau sujud dua kali sebelum salam, kemudian beliau salam.” (HR. Bukhari no. 829) Sebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فلم يَدْرِ كَمْ صلى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ على ما اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قبل أَنْ يُسَلِّمَ “Jika salah seorang di antara kalian ragu dalam salatnya dan ia tidak tahu sudah berapa rakaat ia salat, apakah tiga atau empat rakaat, maka hendaknya ia membuang keraguannya tersebut. Dan dia bangun salatnya di atas yang dia yakini (yaitu, jumlah rakaat yang terkecil karena itulah yang sudah pasti), kemudian ia sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim no. 571) Baca juga: Lupa Melakukan Sujud Sahwi Penutup Beberapa poin penting lainnya: Pertama: Keraguan tidak dianggap dan tidak perlu sujud sahwi jika hanya merupakan was-was, atau terlalu sering terjadi, baik itu selalu muncul setiap kali salat, atau muncul setelah selesai salat. Kedua: Al-Imam Qadhi Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka yang berbeda pendapat dari kalangan ulama (dalam masalah sujud sahwi), setelah menyebutkan perbedaan pendapat mereka, bahwa siapa saja yang sujud sebelum salam atau sesudah salam karena adanya tambahan ataupun kekurangan dalam salatnya, maka itu dianggap sah dan tidak merusak salat yang telah dilakukannya. Perbedaan pendapat mereka hanya dalam masalah mana yang lebih utama.” (Syarhu An-Nawawi, 5: 56) Dapat dipahami bahwa jika kita tidak mengetahui rincian letak hukum sujud sahwi, namun sudah berusaha untuk melakukannya meskipun ternyata salah penempatan, seperti sujud sebelum salam dalam kasus yang seharusnya sujud sahwinya tersebut setelah salam, maka itu tidaklah mengapa. Salatnya sudah sah dan tidak perlu mengulang kembali. Sebagian ulama menambahkan bahwa apabila kasus dan sebab sujudnya itu terdapat dalam hadis dan terdapat penyebutan bahwa beliau sujud sebelum salam, maka kita wajib juga untuk melakukannya sebelum salam. Dan apabila disebutkan bahwa beliau (karena suatu sebab) bersujud sahwi setelah salam, maka kita pun wajib untuk melakukannya setelah salam. Pendapat inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. (Al-Fatawa, 23: 36-37) Ketiga: Jika imam lupa dalam salatnya kemudian melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya meskipun sang makmum tersebut ingat dan tidak lupa. Kecuali, bagi yang terlambat salat, jika sujud sahwi yang dikerjakan imam setelah salam, maka orang yang terlambat salat tersebut mengakhirkan sujud sahwinya setelah ia menyempurnakan salatnya. Keempat: Doa sujud sahwi sama seperti doa sujud-sujud yang lainnya. Bisa dengan, سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى  “Subhana rabbiyal a’la.” (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi) atau dengan, سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ “Subbuhun quddusun, rabbul mala’ikati war-ruh.” (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-) (HR. Muslim no. 487) Atau dengan bacaan-bacaan lainnya yang memang benar datangnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun doa khusus tentang sujud sahwi seperti, سبحان من لا ينسى سبحان من لا يسهو “Subhana man la yansa, subhana man la yashu.” atau, ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا “Rabbana la tu’akhidzna in nasina aw akhtha’na.” maka, doa-doa tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Tata Cara Sujud Dalam Shalat *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: sujud sahwi
Daftar Isi Toggle Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannyaHukum sujud sahwiLetak sujud sahwi dan sebab-sebabnyaPertama: Sujud sahwi setelah salamSebab pertama: Adanya tambahanSebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan.Kedua: Sujud sahwi sebelum salamSebab pertama, yaitu karena ada kekuranganSebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebutPenutup Lupa adalah salah satu fitrah yang Allah berikan kepada manusia. Dalam ibadah salat, seorang muslim terkadang juga mengalami lupa, baik itu lupa bacaan, lupa sebuah gerakan (dengan melewatkannya), lupa jumlah rakaat, atau lupa sudah sampai pada posisi apa. Pada kondisi lupa rakaat, lupa menambah gerakan, dan lupa sehingga mengurangi gerakan, maka Islam mensyariatkan adanya sujud sahwi. Yaitu, sujud yang dilakukan untuk menyempurnakan salat karena adanya kekurangan dalam salat yang kita lakukan. Berikut ini adalah poin-poin penting terkait sujud sahwi yang bisa kami ringkas untuk memudahkan kita semua di dalam memahami fikih sujud sahwi. Sehingga, tatkala menemukan kasus serupa dalam salat kita, kita dapat mempraktikkan sujud sahwi tersebut sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannya Sahwi secara bahasa artinya adalah lupa atau lalai. Sedangkan secara istilah, sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan di penghujung (sebelum salam) atau seusai salat (setelah salam) untuk menutupi cacat yang terjadi dalam salat dikarenakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dengan tidak sengaja. Para ulama sepakat mengenai disyariatkannya sujud sahwi. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ “Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan ikamah, setan pun berpaling lagi. Apabila ikamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali. Ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, ‘Ingatlah demikian, ingatlah demikian!’ untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia salat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhari no. 1222 dan Muslim no. 389) Di hadis yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu, jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim no. 571) Hukum sujud sahwi Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum sujud sahwi menjadi dua pendapat. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunah. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati kita adalah pendapat yang menyatakan wajibnya sujud sahwi tatkala mendapati sebabnya. Mengapa? Pertama: Karena di dalam hadis yang menjelaskan sujud sahwi (sebagaimana dua hadis yang telah kita sebutkan sebelumnya) seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah menunjukkan hukum wajib. Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus menerus melakukan sujud sahwi ketika mendapati sebabnya. Dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya. Baca juga: Sujud Sahwi dalam Shalat Berjamaah Letak sujud sahwi dan sebab-sebabnya Sujud sahwi menurut letak dan waktu pelaksanaannya terbagi menjadi dua macam: Pertama: Sujud sahwi setelah salam Kondisi ini terjadi karena dua sebab. Sebab pertama: Adanya tambahan Tambahan tersebut dapat berupa: 1) Menambah berdiri atau duduk atau rukuk atau sujud; 2) Melakukan salam sebelum salat berakhir; dan 3) Meninggalkan rukun salat. Adapun yang pertama, yaitu menambah berdiri atau duduk atau ruku atau sujud. Dalilnya adalah hadis Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di mana ia berkata, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صلى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ له أَزِيدَ في الصَّلَاةِ فقال وما ذَاكَ قال صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ ما سَلَّمَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat zuhur 5 rakaat, maka dikatakan kepada beliau, ‘Apakah jumlah rakaat telah ditambah?’ Maka, Nabi bersabda, ‘Memangnya ada apa?’ Maka, ada yang berkata, ‘Engkau salat 5 rakaat.’ Maka, beliaupun sujud dua kali setelah salam.” (HR. Al-Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572) Adapun yang kedua, yaitu salam sebelum berakhirnya. Hal ini termasuk kategori penambahan dalam salat. Karena tatkala ia salam sebelum waktunya, lalu ia ingat dan menyempurnakan kekurangan salatnya, maka di akhir salat ia akan salam lagi. Karenanya, ia salam dua kali. Berarti ada tambahan satu salam lagi dalam salatnya tersebut. Yang ketiga, yaitu meninggalkan rukun salat. Seperti orang yang lupa sujud kedua dalam rakaat pertama, lalu ketika ia dalam posisi sujud kedua pada rakaat kedua, ia teringat akan kekurangan sujudnya pada rakaat sebelumnya tersebut. Pada kondisi semacam ini, rakaat pertama yang telah dilakukannya tersebut gugur dan tidak teranggap, dan rakaat kedua yang sedang dilakukan tersebut menggantikan posisi rakaat pertamanya. Dalam kasus seperti ini, maka terdapat gerakan tambahan di dalam salat, yaitu rakaat pertama, di mana dia lupa untuk sujud kedua di dalamnya. Rakaat tersebut dikategorikan sebagai tambahan gerakan dalam salat yang mewajibkan sujud sahwi. Sebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, وإذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عليه ثُمَّ لِيُسَلِّمْ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ “Jika salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, maka hendaknya ia berusaha mencari yang benar (yaitu, kecondongan pada yang lebih kuat yang ia yakini). Kemudian, ia sempurnakan salatnya, kemudian salam, kemudian sujud dua kali.” (HR. Bukhari no. 401 dan Muslim no. 572) Kedua: Sujud sahwi sebelum salam Hal ini karena dua sebab: 1) ada kekurangan; dan 2) terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut. Sebab pertama, yaitu karena ada kekurangan Dalam hal ini yang dimaksud adalah meninggalkan salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban salat, seperti tasyahud awal. Berdasarkan hadis Abdullah bin Buhainah yang bercerita tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ صَلَّى بهِمُ الظَّهْرَ ، فَقَامَ  في الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ لَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ معهُ حتَّى إذَا قَضَى الصَّلَاةَ وانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ وهو جَالِسٌ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أنْ يُسَلِّمَ، ثُمَّ سَلَّمَ “Bahwasanya Nabi mengimami mereka salat zuhur. Beliau pun berdiri setelah dua rakaat (menuju rakaat ketiga) dan tidak duduk (tasyahud awal). Orang-orang (para makmum) juga berdiri mengikuti Nabi. Hingga tatkala Nabi selesai salat, orang-orang menunggu beliau salam. Beliau lalu bertakbir dalam keadaan duduk, lalu beliau sujud dua kali sebelum salam, kemudian beliau salam.” (HR. Bukhari no. 829) Sebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فلم يَدْرِ كَمْ صلى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ على ما اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قبل أَنْ يُسَلِّمَ “Jika salah seorang di antara kalian ragu dalam salatnya dan ia tidak tahu sudah berapa rakaat ia salat, apakah tiga atau empat rakaat, maka hendaknya ia membuang keraguannya tersebut. Dan dia bangun salatnya di atas yang dia yakini (yaitu, jumlah rakaat yang terkecil karena itulah yang sudah pasti), kemudian ia sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim no. 571) Baca juga: Lupa Melakukan Sujud Sahwi Penutup Beberapa poin penting lainnya: Pertama: Keraguan tidak dianggap dan tidak perlu sujud sahwi jika hanya merupakan was-was, atau terlalu sering terjadi, baik itu selalu muncul setiap kali salat, atau muncul setelah selesai salat. Kedua: Al-Imam Qadhi Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka yang berbeda pendapat dari kalangan ulama (dalam masalah sujud sahwi), setelah menyebutkan perbedaan pendapat mereka, bahwa siapa saja yang sujud sebelum salam atau sesudah salam karena adanya tambahan ataupun kekurangan dalam salatnya, maka itu dianggap sah dan tidak merusak salat yang telah dilakukannya. Perbedaan pendapat mereka hanya dalam masalah mana yang lebih utama.” (Syarhu An-Nawawi, 5: 56) Dapat dipahami bahwa jika kita tidak mengetahui rincian letak hukum sujud sahwi, namun sudah berusaha untuk melakukannya meskipun ternyata salah penempatan, seperti sujud sebelum salam dalam kasus yang seharusnya sujud sahwinya tersebut setelah salam, maka itu tidaklah mengapa. Salatnya sudah sah dan tidak perlu mengulang kembali. Sebagian ulama menambahkan bahwa apabila kasus dan sebab sujudnya itu terdapat dalam hadis dan terdapat penyebutan bahwa beliau sujud sebelum salam, maka kita wajib juga untuk melakukannya sebelum salam. Dan apabila disebutkan bahwa beliau (karena suatu sebab) bersujud sahwi setelah salam, maka kita pun wajib untuk melakukannya setelah salam. Pendapat inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. (Al-Fatawa, 23: 36-37) Ketiga: Jika imam lupa dalam salatnya kemudian melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya meskipun sang makmum tersebut ingat dan tidak lupa. Kecuali, bagi yang terlambat salat, jika sujud sahwi yang dikerjakan imam setelah salam, maka orang yang terlambat salat tersebut mengakhirkan sujud sahwinya setelah ia menyempurnakan salatnya. Keempat: Doa sujud sahwi sama seperti doa sujud-sujud yang lainnya. Bisa dengan, سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى  “Subhana rabbiyal a’la.” (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi) atau dengan, سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ “Subbuhun quddusun, rabbul mala’ikati war-ruh.” (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-) (HR. Muslim no. 487) Atau dengan bacaan-bacaan lainnya yang memang benar datangnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun doa khusus tentang sujud sahwi seperti, سبحان من لا ينسى سبحان من لا يسهو “Subhana man la yansa, subhana man la yashu.” atau, ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا “Rabbana la tu’akhidzna in nasina aw akhtha’na.” maka, doa-doa tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Tata Cara Sujud Dalam Shalat *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: sujud sahwi


Daftar Isi Toggle Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannyaHukum sujud sahwiLetak sujud sahwi dan sebab-sebabnyaPertama: Sujud sahwi setelah salamSebab pertama: Adanya tambahanSebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan.Kedua: Sujud sahwi sebelum salamSebab pertama, yaitu karena ada kekuranganSebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebutPenutup Lupa adalah salah satu fitrah yang Allah berikan kepada manusia. Dalam ibadah salat, seorang muslim terkadang juga mengalami lupa, baik itu lupa bacaan, lupa sebuah gerakan (dengan melewatkannya), lupa jumlah rakaat, atau lupa sudah sampai pada posisi apa. Pada kondisi lupa rakaat, lupa menambah gerakan, dan lupa sehingga mengurangi gerakan, maka Islam mensyariatkan adanya sujud sahwi. Yaitu, sujud yang dilakukan untuk menyempurnakan salat karena adanya kekurangan dalam salat yang kita lakukan. Berikut ini adalah poin-poin penting terkait sujud sahwi yang bisa kami ringkas untuk memudahkan kita semua di dalam memahami fikih sujud sahwi. Sehingga, tatkala menemukan kasus serupa dalam salat kita, kita dapat mempraktikkan sujud sahwi tersebut sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Pengertian sujud sahwi dan dalil pensyariatannya Sahwi secara bahasa artinya adalah lupa atau lalai. Sedangkan secara istilah, sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan di penghujung (sebelum salam) atau seusai salat (setelah salam) untuk menutupi cacat yang terjadi dalam salat dikarenakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dengan tidak sengaja. Para ulama sepakat mengenai disyariatkannya sujud sahwi. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ “Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan ikamah, setan pun berpaling lagi. Apabila ikamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali. Ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, ‘Ingatlah demikian, ingatlah demikian!’ untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia salat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhari no. 1222 dan Muslim no. 389) Di hadis yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu, jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim no. 571) Hukum sujud sahwi Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum sujud sahwi menjadi dua pendapat. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunah. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati kita adalah pendapat yang menyatakan wajibnya sujud sahwi tatkala mendapati sebabnya. Mengapa? Pertama: Karena di dalam hadis yang menjelaskan sujud sahwi (sebagaimana dua hadis yang telah kita sebutkan sebelumnya) seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah menunjukkan hukum wajib. Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus menerus melakukan sujud sahwi ketika mendapati sebabnya. Dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya. Baca juga: Sujud Sahwi dalam Shalat Berjamaah Letak sujud sahwi dan sebab-sebabnya Sujud sahwi menurut letak dan waktu pelaksanaannya terbagi menjadi dua macam: Pertama: Sujud sahwi setelah salam Kondisi ini terjadi karena dua sebab. Sebab pertama: Adanya tambahan Tambahan tersebut dapat berupa: 1) Menambah berdiri atau duduk atau rukuk atau sujud; 2) Melakukan salam sebelum salat berakhir; dan 3) Meninggalkan rukun salat. Adapun yang pertama, yaitu menambah berdiri atau duduk atau ruku atau sujud. Dalilnya adalah hadis Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di mana ia berkata, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صلى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ له أَزِيدَ في الصَّلَاةِ فقال وما ذَاكَ قال صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ ما سَلَّمَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat zuhur 5 rakaat, maka dikatakan kepada beliau, ‘Apakah jumlah rakaat telah ditambah?’ Maka, Nabi bersabda, ‘Memangnya ada apa?’ Maka, ada yang berkata, ‘Engkau salat 5 rakaat.’ Maka, beliaupun sujud dua kali setelah salam.” (HR. Al-Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572) Adapun yang kedua, yaitu salam sebelum berakhirnya. Hal ini termasuk kategori penambahan dalam salat. Karena tatkala ia salam sebelum waktunya, lalu ia ingat dan menyempurnakan kekurangan salatnya, maka di akhir salat ia akan salam lagi. Karenanya, ia salam dua kali. Berarti ada tambahan satu salam lagi dalam salatnya tersebut. Yang ketiga, yaitu meninggalkan rukun salat. Seperti orang yang lupa sujud kedua dalam rakaat pertama, lalu ketika ia dalam posisi sujud kedua pada rakaat kedua, ia teringat akan kekurangan sujudnya pada rakaat sebelumnya tersebut. Pada kondisi semacam ini, rakaat pertama yang telah dilakukannya tersebut gugur dan tidak teranggap, dan rakaat kedua yang sedang dilakukan tersebut menggantikan posisi rakaat pertamanya. Dalam kasus seperti ini, maka terdapat gerakan tambahan di dalam salat, yaitu rakaat pertama, di mana dia lupa untuk sujud kedua di dalamnya. Rakaat tersebut dikategorikan sebagai tambahan gerakan dalam salat yang mewajibkan sujud sahwi. Sebab kedua: Jika terjadi keraguan, namun ada kecondongan kepada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, وإذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عليه ثُمَّ لِيُسَلِّمْ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ “Jika salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, maka hendaknya ia berusaha mencari yang benar (yaitu, kecondongan pada yang lebih kuat yang ia yakini). Kemudian, ia sempurnakan salatnya, kemudian salam, kemudian sujud dua kali.” (HR. Bukhari no. 401 dan Muslim no. 572) Kedua: Sujud sahwi sebelum salam Hal ini karena dua sebab: 1) ada kekurangan; dan 2) terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut. Sebab pertama, yaitu karena ada kekurangan Dalam hal ini yang dimaksud adalah meninggalkan salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban salat, seperti tasyahud awal. Berdasarkan hadis Abdullah bin Buhainah yang bercerita tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ صَلَّى بهِمُ الظَّهْرَ ، فَقَامَ  في الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ لَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ معهُ حتَّى إذَا قَضَى الصَّلَاةَ وانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ وهو جَالِسٌ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أنْ يُسَلِّمَ، ثُمَّ سَلَّمَ “Bahwasanya Nabi mengimami mereka salat zuhur. Beliau pun berdiri setelah dua rakaat (menuju rakaat ketiga) dan tidak duduk (tasyahud awal). Orang-orang (para makmum) juga berdiri mengikuti Nabi. Hingga tatkala Nabi selesai salat, orang-orang menunggu beliau salam. Beliau lalu bertakbir dalam keadaan duduk, lalu beliau sujud dua kali sebelum salam, kemudian beliau salam.” (HR. Bukhari no. 829) Sebab kedua, yaitu terjadi keraguan, namun ia tidak bisa menguatkan (tidak ada kecondongan) pada salah satu dari dua kondisi yang ia ragukan tersebut Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, إذا شَكَّ أحدكم في صَلَاتِهِ فلم يَدْرِ كَمْ صلى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ على ما اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قبل أَنْ يُسَلِّمَ “Jika salah seorang di antara kalian ragu dalam salatnya dan ia tidak tahu sudah berapa rakaat ia salat, apakah tiga atau empat rakaat, maka hendaknya ia membuang keraguannya tersebut. Dan dia bangun salatnya di atas yang dia yakini (yaitu, jumlah rakaat yang terkecil karena itulah yang sudah pasti), kemudian ia sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim no. 571) Baca juga: Lupa Melakukan Sujud Sahwi Penutup Beberapa poin penting lainnya: Pertama: Keraguan tidak dianggap dan tidak perlu sujud sahwi jika hanya merupakan was-was, atau terlalu sering terjadi, baik itu selalu muncul setiap kali salat, atau muncul setelah selesai salat. Kedua: Al-Imam Qadhi Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka yang berbeda pendapat dari kalangan ulama (dalam masalah sujud sahwi), setelah menyebutkan perbedaan pendapat mereka, bahwa siapa saja yang sujud sebelum salam atau sesudah salam karena adanya tambahan ataupun kekurangan dalam salatnya, maka itu dianggap sah dan tidak merusak salat yang telah dilakukannya. Perbedaan pendapat mereka hanya dalam masalah mana yang lebih utama.” (Syarhu An-Nawawi, 5: 56) Dapat dipahami bahwa jika kita tidak mengetahui rincian letak hukum sujud sahwi, namun sudah berusaha untuk melakukannya meskipun ternyata salah penempatan, seperti sujud sebelum salam dalam kasus yang seharusnya sujud sahwinya tersebut setelah salam, maka itu tidaklah mengapa. Salatnya sudah sah dan tidak perlu mengulang kembali. Sebagian ulama menambahkan bahwa apabila kasus dan sebab sujudnya itu terdapat dalam hadis dan terdapat penyebutan bahwa beliau sujud sebelum salam, maka kita wajib juga untuk melakukannya sebelum salam. Dan apabila disebutkan bahwa beliau (karena suatu sebab) bersujud sahwi setelah salam, maka kita pun wajib untuk melakukannya setelah salam. Pendapat inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. (Al-Fatawa, 23: 36-37) Ketiga: Jika imam lupa dalam salatnya kemudian melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya meskipun sang makmum tersebut ingat dan tidak lupa. Kecuali, bagi yang terlambat salat, jika sujud sahwi yang dikerjakan imam setelah salam, maka orang yang terlambat salat tersebut mengakhirkan sujud sahwinya setelah ia menyempurnakan salatnya. Keempat: Doa sujud sahwi sama seperti doa sujud-sujud yang lainnya. Bisa dengan, سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى  “Subhana rabbiyal a’la.” (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi) atau dengan, سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ “Subbuhun quddusun, rabbul mala’ikati war-ruh.” (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-) (HR. Muslim no. 487) Atau dengan bacaan-bacaan lainnya yang memang benar datangnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun doa khusus tentang sujud sahwi seperti, سبحان من لا ينسى سبحان من لا يسهو “Subhana man la yansa, subhana man la yashu.” atau, ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا “Rabbana la tu’akhidzna in nasina aw akhtha’na.” maka, doa-doa tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Tata Cara Sujud Dalam Shalat *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: sujud sahwi

Anak Kecil Joget Secara Naluriah, Jadi Dalil Halalnya Musik?

Pertanyaan: Kalau ada anak-anak balita, kita putarkan musik disco dangdut kemudian anak-anak itu bergembira & bergoyang. Apakah itu menjadi landasan hukum halalnya disco dangdut karena anak-anak ini lahir dalam keadaan fitrah? Apakah fitrah anak-anak dan orang awam bisa menjadi landasan aqidah dan halal-haramnya suatu perkara? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Pertama, dalil itu Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan yang lainnya. Bukan akal, bukan perbuatan kebanyakan orang, bukan perbuatan orang awam, dan bukan juga perbuatan anak kecil.  Allah ta’ala berfirman: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً) “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59). Mengembalikan kepada Allah artinya kembali kepada Al-Qur’an. Mengembalikan kepada Rasul artinya kembali kepada As-Sunnah. Allah ta’ala tegaskan dalam ayat ini bahwa jika terjadi perselisihan, kembalikanlah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan kepada perbuatan anak kecil. Allah ta’ala juga berfirman: أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ الْحَقُّ “Sesungguhnya yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itulah kebenaran” (QS. Ar-Ra’du : 19). Dari Malik bin Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: تركتُ فيكم أمريْنِ لن تضلُّوا ما تمسَّكْتُم بهما : كتابَ اللهِ وسُنَّةَ رسولِه “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang membuat kalian tidak akan sesat jika berpegang teguh padanya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (HR. Malik dalam Al-Muwatha [2/889], dihasankan Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykah no. 184). Imam Al-Barbahari rahimahullah dalam matan Syarhus Sunnah berkata: واعلم رحمك الله أن الدين إنـما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائـهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئاً يهواك “Ketahuilah saudaraku, semoga Allah merahmatimu, bahwa agama Islam itu datang dari Allah tabaaraka wa ta’ala. Tidak disandarkan pada akal atau pendapat-pendapat seseorang. Janganlah engkau mengikuti sesuatu hanya karena hawa nafsumu” . Kedua, tidak semua tabi’at asli manusia itu baik. Allah ta’ala berfirman: إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا “Sesungguhnya manusia diciptakan punya sifat banyak mengeluh” (QS. Al-Ma’arij: 19). Lalu apakah mengeluh itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا “Sesungguhnya manusia diciptakan lemah” (QS. An-Nisa: 28). Lalu apakah lemah itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian, dalam keadaan tidak tahu apa-apa?” (QS. An-Nahl: 78). Maka apakah bodoh itu boleh dan baik? Tentu ini pendalilan yang tidak benar dan terlalu dipaksakan. Ketiga, sebagaimana ayat di atas, manusia terlahir dalam keadaan jahil dan tidak tahu kebenaran. Itulah fitrah anak-anak, mereka jahil dan belum paham kebenaran. Sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman: يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ ، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ “Wahai hambaku, sesungguhnya kalian itu sesat kecuali orang-orang yang Aku beri hidayah. Maka mintalah hidayah kepada-Ku, Aku akan beri kalian hidayah” (HR. Muslim no.2577, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu’anhu). Oleh karena itu perilaku anak-anak bukanlah dalil kebenaran. Adapun yang bahwa anak-anak terlahir dalam fitrah, maksudnya mereka terlahir dalam keadaan Islam dan siap untuk menerima kebenaran selama belum dipengaruhi oleh pengaruh buruk dari luar.  Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ “Setiap anak yang lahir, ia terlahir di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Al-Bukhari no.1385, Muslim no.2658). Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menjelaskan:  وليس كذلك ، فإنَّ الله خلق بني آدم ، وفطرهم على قبول الإسلام ، والميل إليه دونَ غيره ، والتهيؤ لذلك ، والاستعداد له بالقوَّة ، لكن لابدَّ للعبد من تعليم الإسلام بالفعل ، فإنَّه قبل التعليم جاهلٌ لا يعلم شيئاً “Kedua hadits di atas tidak bertentangan. Karena Allah menciptakan manusia dan menanamkan fitrah bagi mereka untuk menerima Islam dan punya kecenderungan kepada Islam bukan kepada agama lain. Dan Allah siapkan manusia untuk menerima Islam dengan kuat. Namun wajib bagi seorang hamba untuk berusaha mempelajari islam. Karena sebelum mempelajari Islam ia adalah orang jahil yang tidak tahu apa-apa” (Jami al-Ulum wal Hikam, 2/662). Keempat, banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang musik, apakah semua dalil ini akan kita abaikan dan kita buang ke tong sampah? Musik juga telah diharamkan oleh ulama empat madzhab dan telah dinukil ijma’ oleh belasan ulama di antaranya: Al-Ajurri, Abu Thayyib Asy-Syafi’i, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Abul Abbas Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, Tajuddin As-Subki, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar Al-Haitami, Ibnu Abdil Barr, dan lainnya. Mereka semua menukil kata kesepakatan ulama tentang haramnya musik. Tentu saja, dengan nukilan ijma sebanyak ini, menjadi suatu hal meyakinkan. Apakah semua dalil ini diabaikan saja dan menjadikan perbuatan anak kecil sebagai sandaran?  Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Putih, Hukum Sholat Berdua Sama Pacar, Apa Hukum Nya Suami Menjilat Kemaluan Istri, Hukum Muntah Saat Puasa, Arti Nama Shidqia Dalam Islam, Yufid Org Visited 132 times, 1 visit(s) today Post Views: 561 QRIS donasi Yufid

Anak Kecil Joget Secara Naluriah, Jadi Dalil Halalnya Musik?

Pertanyaan: Kalau ada anak-anak balita, kita putarkan musik disco dangdut kemudian anak-anak itu bergembira & bergoyang. Apakah itu menjadi landasan hukum halalnya disco dangdut karena anak-anak ini lahir dalam keadaan fitrah? Apakah fitrah anak-anak dan orang awam bisa menjadi landasan aqidah dan halal-haramnya suatu perkara? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Pertama, dalil itu Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan yang lainnya. Bukan akal, bukan perbuatan kebanyakan orang, bukan perbuatan orang awam, dan bukan juga perbuatan anak kecil.  Allah ta’ala berfirman: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً) “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59). Mengembalikan kepada Allah artinya kembali kepada Al-Qur’an. Mengembalikan kepada Rasul artinya kembali kepada As-Sunnah. Allah ta’ala tegaskan dalam ayat ini bahwa jika terjadi perselisihan, kembalikanlah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan kepada perbuatan anak kecil. Allah ta’ala juga berfirman: أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ الْحَقُّ “Sesungguhnya yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itulah kebenaran” (QS. Ar-Ra’du : 19). Dari Malik bin Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: تركتُ فيكم أمريْنِ لن تضلُّوا ما تمسَّكْتُم بهما : كتابَ اللهِ وسُنَّةَ رسولِه “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang membuat kalian tidak akan sesat jika berpegang teguh padanya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (HR. Malik dalam Al-Muwatha [2/889], dihasankan Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykah no. 184). Imam Al-Barbahari rahimahullah dalam matan Syarhus Sunnah berkata: واعلم رحمك الله أن الدين إنـما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائـهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئاً يهواك “Ketahuilah saudaraku, semoga Allah merahmatimu, bahwa agama Islam itu datang dari Allah tabaaraka wa ta’ala. Tidak disandarkan pada akal atau pendapat-pendapat seseorang. Janganlah engkau mengikuti sesuatu hanya karena hawa nafsumu” . Kedua, tidak semua tabi’at asli manusia itu baik. Allah ta’ala berfirman: إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا “Sesungguhnya manusia diciptakan punya sifat banyak mengeluh” (QS. Al-Ma’arij: 19). Lalu apakah mengeluh itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا “Sesungguhnya manusia diciptakan lemah” (QS. An-Nisa: 28). Lalu apakah lemah itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian, dalam keadaan tidak tahu apa-apa?” (QS. An-Nahl: 78). Maka apakah bodoh itu boleh dan baik? Tentu ini pendalilan yang tidak benar dan terlalu dipaksakan. Ketiga, sebagaimana ayat di atas, manusia terlahir dalam keadaan jahil dan tidak tahu kebenaran. Itulah fitrah anak-anak, mereka jahil dan belum paham kebenaran. Sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman: يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ ، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ “Wahai hambaku, sesungguhnya kalian itu sesat kecuali orang-orang yang Aku beri hidayah. Maka mintalah hidayah kepada-Ku, Aku akan beri kalian hidayah” (HR. Muslim no.2577, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu’anhu). Oleh karena itu perilaku anak-anak bukanlah dalil kebenaran. Adapun yang bahwa anak-anak terlahir dalam fitrah, maksudnya mereka terlahir dalam keadaan Islam dan siap untuk menerima kebenaran selama belum dipengaruhi oleh pengaruh buruk dari luar.  Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ “Setiap anak yang lahir, ia terlahir di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Al-Bukhari no.1385, Muslim no.2658). Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menjelaskan:  وليس كذلك ، فإنَّ الله خلق بني آدم ، وفطرهم على قبول الإسلام ، والميل إليه دونَ غيره ، والتهيؤ لذلك ، والاستعداد له بالقوَّة ، لكن لابدَّ للعبد من تعليم الإسلام بالفعل ، فإنَّه قبل التعليم جاهلٌ لا يعلم شيئاً “Kedua hadits di atas tidak bertentangan. Karena Allah menciptakan manusia dan menanamkan fitrah bagi mereka untuk menerima Islam dan punya kecenderungan kepada Islam bukan kepada agama lain. Dan Allah siapkan manusia untuk menerima Islam dengan kuat. Namun wajib bagi seorang hamba untuk berusaha mempelajari islam. Karena sebelum mempelajari Islam ia adalah orang jahil yang tidak tahu apa-apa” (Jami al-Ulum wal Hikam, 2/662). Keempat, banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang musik, apakah semua dalil ini akan kita abaikan dan kita buang ke tong sampah? Musik juga telah diharamkan oleh ulama empat madzhab dan telah dinukil ijma’ oleh belasan ulama di antaranya: Al-Ajurri, Abu Thayyib Asy-Syafi’i, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Abul Abbas Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, Tajuddin As-Subki, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar Al-Haitami, Ibnu Abdil Barr, dan lainnya. Mereka semua menukil kata kesepakatan ulama tentang haramnya musik. Tentu saja, dengan nukilan ijma sebanyak ini, menjadi suatu hal meyakinkan. Apakah semua dalil ini diabaikan saja dan menjadikan perbuatan anak kecil sebagai sandaran?  Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Putih, Hukum Sholat Berdua Sama Pacar, Apa Hukum Nya Suami Menjilat Kemaluan Istri, Hukum Muntah Saat Puasa, Arti Nama Shidqia Dalam Islam, Yufid Org Visited 132 times, 1 visit(s) today Post Views: 561 QRIS donasi Yufid
Pertanyaan: Kalau ada anak-anak balita, kita putarkan musik disco dangdut kemudian anak-anak itu bergembira & bergoyang. Apakah itu menjadi landasan hukum halalnya disco dangdut karena anak-anak ini lahir dalam keadaan fitrah? Apakah fitrah anak-anak dan orang awam bisa menjadi landasan aqidah dan halal-haramnya suatu perkara? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Pertama, dalil itu Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan yang lainnya. Bukan akal, bukan perbuatan kebanyakan orang, bukan perbuatan orang awam, dan bukan juga perbuatan anak kecil.  Allah ta’ala berfirman: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً) “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59). Mengembalikan kepada Allah artinya kembali kepada Al-Qur’an. Mengembalikan kepada Rasul artinya kembali kepada As-Sunnah. Allah ta’ala tegaskan dalam ayat ini bahwa jika terjadi perselisihan, kembalikanlah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan kepada perbuatan anak kecil. Allah ta’ala juga berfirman: أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ الْحَقُّ “Sesungguhnya yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itulah kebenaran” (QS. Ar-Ra’du : 19). Dari Malik bin Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: تركتُ فيكم أمريْنِ لن تضلُّوا ما تمسَّكْتُم بهما : كتابَ اللهِ وسُنَّةَ رسولِه “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang membuat kalian tidak akan sesat jika berpegang teguh padanya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (HR. Malik dalam Al-Muwatha [2/889], dihasankan Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykah no. 184). Imam Al-Barbahari rahimahullah dalam matan Syarhus Sunnah berkata: واعلم رحمك الله أن الدين إنـما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائـهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئاً يهواك “Ketahuilah saudaraku, semoga Allah merahmatimu, bahwa agama Islam itu datang dari Allah tabaaraka wa ta’ala. Tidak disandarkan pada akal atau pendapat-pendapat seseorang. Janganlah engkau mengikuti sesuatu hanya karena hawa nafsumu” . Kedua, tidak semua tabi’at asli manusia itu baik. Allah ta’ala berfirman: إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا “Sesungguhnya manusia diciptakan punya sifat banyak mengeluh” (QS. Al-Ma’arij: 19). Lalu apakah mengeluh itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا “Sesungguhnya manusia diciptakan lemah” (QS. An-Nisa: 28). Lalu apakah lemah itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian, dalam keadaan tidak tahu apa-apa?” (QS. An-Nahl: 78). Maka apakah bodoh itu boleh dan baik? Tentu ini pendalilan yang tidak benar dan terlalu dipaksakan. Ketiga, sebagaimana ayat di atas, manusia terlahir dalam keadaan jahil dan tidak tahu kebenaran. Itulah fitrah anak-anak, mereka jahil dan belum paham kebenaran. Sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman: يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ ، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ “Wahai hambaku, sesungguhnya kalian itu sesat kecuali orang-orang yang Aku beri hidayah. Maka mintalah hidayah kepada-Ku, Aku akan beri kalian hidayah” (HR. Muslim no.2577, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu’anhu). Oleh karena itu perilaku anak-anak bukanlah dalil kebenaran. Adapun yang bahwa anak-anak terlahir dalam fitrah, maksudnya mereka terlahir dalam keadaan Islam dan siap untuk menerima kebenaran selama belum dipengaruhi oleh pengaruh buruk dari luar.  Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ “Setiap anak yang lahir, ia terlahir di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Al-Bukhari no.1385, Muslim no.2658). Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menjelaskan:  وليس كذلك ، فإنَّ الله خلق بني آدم ، وفطرهم على قبول الإسلام ، والميل إليه دونَ غيره ، والتهيؤ لذلك ، والاستعداد له بالقوَّة ، لكن لابدَّ للعبد من تعليم الإسلام بالفعل ، فإنَّه قبل التعليم جاهلٌ لا يعلم شيئاً “Kedua hadits di atas tidak bertentangan. Karena Allah menciptakan manusia dan menanamkan fitrah bagi mereka untuk menerima Islam dan punya kecenderungan kepada Islam bukan kepada agama lain. Dan Allah siapkan manusia untuk menerima Islam dengan kuat. Namun wajib bagi seorang hamba untuk berusaha mempelajari islam. Karena sebelum mempelajari Islam ia adalah orang jahil yang tidak tahu apa-apa” (Jami al-Ulum wal Hikam, 2/662). Keempat, banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang musik, apakah semua dalil ini akan kita abaikan dan kita buang ke tong sampah? Musik juga telah diharamkan oleh ulama empat madzhab dan telah dinukil ijma’ oleh belasan ulama di antaranya: Al-Ajurri, Abu Thayyib Asy-Syafi’i, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Abul Abbas Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, Tajuddin As-Subki, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar Al-Haitami, Ibnu Abdil Barr, dan lainnya. Mereka semua menukil kata kesepakatan ulama tentang haramnya musik. Tentu saja, dengan nukilan ijma sebanyak ini, menjadi suatu hal meyakinkan. Apakah semua dalil ini diabaikan saja dan menjadikan perbuatan anak kecil sebagai sandaran?  Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Putih, Hukum Sholat Berdua Sama Pacar, Apa Hukum Nya Suami Menjilat Kemaluan Istri, Hukum Muntah Saat Puasa, Arti Nama Shidqia Dalam Islam, Yufid Org Visited 132 times, 1 visit(s) today Post Views: 561 QRIS donasi Yufid


Pertanyaan: Kalau ada anak-anak balita, kita putarkan musik disco dangdut kemudian anak-anak itu bergembira & bergoyang. Apakah itu menjadi landasan hukum halalnya disco dangdut karena anak-anak ini lahir dalam keadaan fitrah? Apakah fitrah anak-anak dan orang awam bisa menjadi landasan aqidah dan halal-haramnya suatu perkara? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursaliin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du. Pertama, dalil itu Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan yang lainnya. Bukan akal, bukan perbuatan kebanyakan orang, bukan perbuatan orang awam, dan bukan juga perbuatan anak kecil.  Allah ta’ala berfirman: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً) “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59). Mengembalikan kepada Allah artinya kembali kepada Al-Qur’an. Mengembalikan kepada Rasul artinya kembali kepada As-Sunnah. Allah ta’ala tegaskan dalam ayat ini bahwa jika terjadi perselisihan, kembalikanlah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan kepada perbuatan anak kecil. Allah ta’ala juga berfirman: أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ الْحَقُّ “Sesungguhnya yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itulah kebenaran” (QS. Ar-Ra’du : 19). Dari Malik bin Anas radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: تركتُ فيكم أمريْنِ لن تضلُّوا ما تمسَّكْتُم بهما : كتابَ اللهِ وسُنَّةَ رسولِه “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang membuat kalian tidak akan sesat jika berpegang teguh padanya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (HR. Malik dalam Al-Muwatha [2/889], dihasankan Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykah no. 184). Imam Al-Barbahari rahimahullah dalam matan Syarhus Sunnah berkata: واعلم رحمك الله أن الدين إنـما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائـهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئاً يهواك “Ketahuilah saudaraku, semoga Allah merahmatimu, bahwa agama Islam itu datang dari Allah tabaaraka wa ta’ala. Tidak disandarkan pada akal atau pendapat-pendapat seseorang. Janganlah engkau mengikuti sesuatu hanya karena hawa nafsumu” . Kedua, tidak semua tabi’at asli manusia itu baik. Allah ta’ala berfirman: إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا “Sesungguhnya manusia diciptakan punya sifat banyak mengeluh” (QS. Al-Ma’arij: 19). Lalu apakah mengeluh itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا “Sesungguhnya manusia diciptakan lemah” (QS. An-Nisa: 28). Lalu apakah lemah itu boleh dan baik? Allah ta’ala juga berfirman: وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian, dalam keadaan tidak tahu apa-apa?” (QS. An-Nahl: 78). Maka apakah bodoh itu boleh dan baik? Tentu ini pendalilan yang tidak benar dan terlalu dipaksakan. Ketiga, sebagaimana ayat di atas, manusia terlahir dalam keadaan jahil dan tidak tahu kebenaran. Itulah fitrah anak-anak, mereka jahil dan belum paham kebenaran. Sebagaimana dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman: يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ ، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ “Wahai hambaku, sesungguhnya kalian itu sesat kecuali orang-orang yang Aku beri hidayah. Maka mintalah hidayah kepada-Ku, Aku akan beri kalian hidayah” (HR. Muslim no.2577, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu’anhu). Oleh karena itu perilaku anak-anak bukanlah dalil kebenaran. Adapun yang bahwa anak-anak terlahir dalam fitrah, maksudnya mereka terlahir dalam keadaan Islam dan siap untuk menerima kebenaran selama belum dipengaruhi oleh pengaruh buruk dari luar.  Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ “Setiap anak yang lahir, ia terlahir di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Al-Bukhari no.1385, Muslim no.2658). Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menjelaskan:  وليس كذلك ، فإنَّ الله خلق بني آدم ، وفطرهم على قبول الإسلام ، والميل إليه دونَ غيره ، والتهيؤ لذلك ، والاستعداد له بالقوَّة ، لكن لابدَّ للعبد من تعليم الإسلام بالفعل ، فإنَّه قبل التعليم جاهلٌ لا يعلم شيئاً “Kedua hadits di atas tidak bertentangan. Karena Allah menciptakan manusia dan menanamkan fitrah bagi mereka untuk menerima Islam dan punya kecenderungan kepada Islam bukan kepada agama lain. Dan Allah siapkan manusia untuk menerima Islam dengan kuat. Namun wajib bagi seorang hamba untuk berusaha mempelajari islam. Karena sebelum mempelajari Islam ia adalah orang jahil yang tidak tahu apa-apa” (Jami al-Ulum wal Hikam, 2/662). Keempat, banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang melarang musik, apakah semua dalil ini akan kita abaikan dan kita buang ke tong sampah? Musik juga telah diharamkan oleh ulama empat madzhab dan telah dinukil ijma’ oleh belasan ulama di antaranya: Al-Ajurri, Abu Thayyib Asy-Syafi’i, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Abul Abbas Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, Tajuddin As-Subki, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar Al-Haitami, Ibnu Abdil Barr, dan lainnya. Mereka semua menukil kata kesepakatan ulama tentang haramnya musik. Tentu saja, dengan nukilan ijma sebanyak ini, menjadi suatu hal meyakinkan. Apakah semua dalil ini diabaikan saja dan menjadikan perbuatan anak kecil sebagai sandaran?  Wallahu a’lam, semoga Allah memberi taufik. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Putih, Hukum Sholat Berdua Sama Pacar, Apa Hukum Nya Suami Menjilat Kemaluan Istri, Hukum Muntah Saat Puasa, Arti Nama Shidqia Dalam Islam, Yufid Org Visited 132 times, 1 visit(s) today Post Views: 561 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Cara Mencegah Efek Negatif dari Media Sosial dalam Pandangan Islam

Daftar Isi Toggle Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosialLangkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan IslamMengatasi pengaruh media sosialEtika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosialLangkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’iMencari informasi yang bermanfaatMenjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulisBudayakanlah tabayyunMenjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikanMeminta perlindungan dengan berdoa Akhir-akhir ini, hampir semua masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menggunakan media sosial sebagai aktivitas dan kebutuhan harian. Media sosial menjadi wadah untuk berbagai agenda kegiatan dan alat yang sering digunakan oleh masyarakat, khususnya anak muda, untuk berinteraksi antar sesama. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengakses media sosial untuk mencari hiburan dan informasi yang dibutuhkan. Bahkan, menjadikan media sosial sebagai ladang untuk mencari pekerjaan, atau bahkan dalam mendapatkan pendapatan hidup, serta bisa menjadi wadah kebermanfaatan. Namun, dalam menggunakan media sosial, perlu memperhatikan beberapa hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam. Karena banyak juga hal negatif yang ditimbulkan dengan adanya media sosial. Dalam hal ini, tentu agama Islam mengatur dan memperhatikan dalam berbagai segi, baik dalam penggunaannya, dalam segi adab, maupun etika. Islam adalah agama yang menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi kehidupan, termasuk memiliki batasan-batasan syar’i dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam menjaga interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung (daring), semisal dalam menggunakan media sosial. Hal ini agar tercipta kondisi yang lebih nyaman, bijak, dan tetap memperhatikan etika yang bermoral dalam setiap aktivitasnya. Adapun beberapa langkah dalam menghindari dampak negatif dari penggunaan media sosial, yang bisa kita lakukan dan upayakan, dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain: Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosial Cara mengurangi dampak negatif media sosial, antara lain: 1) Membatasi waktu penggunaan media sosial; 2) Menghindari bermain menggunakan media sosial untuk sesuatu yang tidak penting; 3) Menghindari menggunakan media sosial saat jam-jam tertentu; 4) Mematikan notifikasi media sosial; 5) Menghabiskan waktu luang dengan keluarga; dan 6) Fokus dengan pekerjaan. Langkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan Islam Berikut ini adalah adab-adab dalam menggunakan media sosial sesuai ajaran Islam: 1) Mencari informasi yang bermanfaat; 2) Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkanya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Mengatasi pengaruh media sosial Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam mengatasi kecanduan media sosial, antara lain: 1) Memulai hobi baru yang tidak berkaitan dengan media sosial; 2) Membuat jadwal atau membatasi waktu untuk bermain media sosial; 3) Memperbanyak aktivitas di luar rumah; dan 4) Meletakkan gadget yang jauh dari genggaman atau pandangan. Etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial Beberapa etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial adalah: 1) Pergunakan bahasa yang baik; 2) Hindari penyebaran SARA, aksi kekerasan, dan lainnya; 3) Kroscek kebenaran berita; 4) Menghargai hasil karya orang lain; 5) Jangan terlalu mengumbar informasi pribadi; 6) Bijak dalam menggunakan media sosial; 7) Menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi; 8) Selektif dalam menyebarkan informasi; 9) Tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik; 10) Bijak dalam mengatur waktu online; dan 11) Hati-hati dalam menyebarkan atau menyampaikan data pribadi. Sedangkan, dampak negatif lainnya dari menggunakan atau pelaku media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, dan membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet. Selain itu, juga dapat menimbulkan konflik. Masalah privasi rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. Maka, hal yang perlu dihindari saat menggunakan media sosial, yakni hindari dalam lingkungan toxic. Selain itu, hindari dalam perilaku atau keterlibatan menyebarkan info atau berita hoax serta informasi bohong, meskipun dengan tujuan yang baik, seperti informasi mengenai kematian orang yang masih hidup dan lain sebagainya. Hindari pula dan berhati-hati dalam area yang terdapat penyebaran materi pornografi dan kemaksiatan, meskipun hanya sekedar gambar. Info perselingkuhan hal tersebut dapat mengotori hati. Hindari segala macam hal yang terlarang secara syar’i dan hindari segala konten yang benar, namun tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. Islam sangat mengatur umatnya dalam bermuamalah dan berinteraksi, baik secara langsung maupun secara online. Islam pun mengatur etika dan adab dalam kita berkomunikasi secara online di dalam media sosial. Jika kita tidak menjaga adab dalam hubungan sosial, pasti akan dibenci orang. Demikian pula, dalam media sosial, tulisan yang menyakiti orang pasti akan membekas pada hati mereka. Bedanya, jika dengan lisan, akan terhapus; sedangkan dengan tulisan, kata-kata itu akan selamanya dibaca orang dan terekam dalam bukti jejak media. Baca juga: Efektifitas Berdakwah Melalui Media Sosial Langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i Adapun beberapa langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain : Mencari informasi yang bermanfaat Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkannya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا, سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ “Barangsiapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim) Menjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulis Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk menjaga lisan dan ucapan kita, baik dalam hal muamalah harian maupun dalam kegiatan, termasuk dalam bermedia sosial. Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang berisi nasihat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمر دينك “Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu.” (HR. Ahmad) Budayakanlah tabayyun Sebagai seorang muslim, kita harus bersikap tabayyun terlebih dahulu dalam menerima informasi atau berita. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan informasi atau berita yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti dalam firman Allah pada surah Al-Hujurat ayat 6, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6) Menjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikan Kebaikan dapat kita sampaikan dengan banyak cara dan berbagai media sarana. Salah satunya adalah dengan menyebarkan kebaikan melalui media sosial. Salah satu cara berdakwah kaum muslimin akhir-akhir ini pun tidak terlepas dari media sosial. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, hadis dari sahabat Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim) Meminta perlindungan dengan berdoa Meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan syubhat akhir zaman yang banyak beredar dalam dunia maya, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakkan. Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Berdoa dan senantiasa meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni fitnah-fitnah informasi yang memperburuk dan menimbulkan penyakit hati yang terumbar dalam berbagai segi kehidupan, termasuk di media sosial. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Menjaga Lisan di Era Media Sosial *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: media sosial

Cara Mencegah Efek Negatif dari Media Sosial dalam Pandangan Islam

Daftar Isi Toggle Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosialLangkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan IslamMengatasi pengaruh media sosialEtika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosialLangkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’iMencari informasi yang bermanfaatMenjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulisBudayakanlah tabayyunMenjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikanMeminta perlindungan dengan berdoa Akhir-akhir ini, hampir semua masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menggunakan media sosial sebagai aktivitas dan kebutuhan harian. Media sosial menjadi wadah untuk berbagai agenda kegiatan dan alat yang sering digunakan oleh masyarakat, khususnya anak muda, untuk berinteraksi antar sesama. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengakses media sosial untuk mencari hiburan dan informasi yang dibutuhkan. Bahkan, menjadikan media sosial sebagai ladang untuk mencari pekerjaan, atau bahkan dalam mendapatkan pendapatan hidup, serta bisa menjadi wadah kebermanfaatan. Namun, dalam menggunakan media sosial, perlu memperhatikan beberapa hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam. Karena banyak juga hal negatif yang ditimbulkan dengan adanya media sosial. Dalam hal ini, tentu agama Islam mengatur dan memperhatikan dalam berbagai segi, baik dalam penggunaannya, dalam segi adab, maupun etika. Islam adalah agama yang menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi kehidupan, termasuk memiliki batasan-batasan syar’i dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam menjaga interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung (daring), semisal dalam menggunakan media sosial. Hal ini agar tercipta kondisi yang lebih nyaman, bijak, dan tetap memperhatikan etika yang bermoral dalam setiap aktivitasnya. Adapun beberapa langkah dalam menghindari dampak negatif dari penggunaan media sosial, yang bisa kita lakukan dan upayakan, dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain: Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosial Cara mengurangi dampak negatif media sosial, antara lain: 1) Membatasi waktu penggunaan media sosial; 2) Menghindari bermain menggunakan media sosial untuk sesuatu yang tidak penting; 3) Menghindari menggunakan media sosial saat jam-jam tertentu; 4) Mematikan notifikasi media sosial; 5) Menghabiskan waktu luang dengan keluarga; dan 6) Fokus dengan pekerjaan. Langkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan Islam Berikut ini adalah adab-adab dalam menggunakan media sosial sesuai ajaran Islam: 1) Mencari informasi yang bermanfaat; 2) Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkanya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Mengatasi pengaruh media sosial Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam mengatasi kecanduan media sosial, antara lain: 1) Memulai hobi baru yang tidak berkaitan dengan media sosial; 2) Membuat jadwal atau membatasi waktu untuk bermain media sosial; 3) Memperbanyak aktivitas di luar rumah; dan 4) Meletakkan gadget yang jauh dari genggaman atau pandangan. Etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial Beberapa etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial adalah: 1) Pergunakan bahasa yang baik; 2) Hindari penyebaran SARA, aksi kekerasan, dan lainnya; 3) Kroscek kebenaran berita; 4) Menghargai hasil karya orang lain; 5) Jangan terlalu mengumbar informasi pribadi; 6) Bijak dalam menggunakan media sosial; 7) Menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi; 8) Selektif dalam menyebarkan informasi; 9) Tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik; 10) Bijak dalam mengatur waktu online; dan 11) Hati-hati dalam menyebarkan atau menyampaikan data pribadi. Sedangkan, dampak negatif lainnya dari menggunakan atau pelaku media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, dan membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet. Selain itu, juga dapat menimbulkan konflik. Masalah privasi rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. Maka, hal yang perlu dihindari saat menggunakan media sosial, yakni hindari dalam lingkungan toxic. Selain itu, hindari dalam perilaku atau keterlibatan menyebarkan info atau berita hoax serta informasi bohong, meskipun dengan tujuan yang baik, seperti informasi mengenai kematian orang yang masih hidup dan lain sebagainya. Hindari pula dan berhati-hati dalam area yang terdapat penyebaran materi pornografi dan kemaksiatan, meskipun hanya sekedar gambar. Info perselingkuhan hal tersebut dapat mengotori hati. Hindari segala macam hal yang terlarang secara syar’i dan hindari segala konten yang benar, namun tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. Islam sangat mengatur umatnya dalam bermuamalah dan berinteraksi, baik secara langsung maupun secara online. Islam pun mengatur etika dan adab dalam kita berkomunikasi secara online di dalam media sosial. Jika kita tidak menjaga adab dalam hubungan sosial, pasti akan dibenci orang. Demikian pula, dalam media sosial, tulisan yang menyakiti orang pasti akan membekas pada hati mereka. Bedanya, jika dengan lisan, akan terhapus; sedangkan dengan tulisan, kata-kata itu akan selamanya dibaca orang dan terekam dalam bukti jejak media. Baca juga: Efektifitas Berdakwah Melalui Media Sosial Langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i Adapun beberapa langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain : Mencari informasi yang bermanfaat Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkannya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا, سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ “Barangsiapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim) Menjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulis Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk menjaga lisan dan ucapan kita, baik dalam hal muamalah harian maupun dalam kegiatan, termasuk dalam bermedia sosial. Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang berisi nasihat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمر دينك “Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu.” (HR. Ahmad) Budayakanlah tabayyun Sebagai seorang muslim, kita harus bersikap tabayyun terlebih dahulu dalam menerima informasi atau berita. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan informasi atau berita yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti dalam firman Allah pada surah Al-Hujurat ayat 6, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6) Menjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikan Kebaikan dapat kita sampaikan dengan banyak cara dan berbagai media sarana. Salah satunya adalah dengan menyebarkan kebaikan melalui media sosial. Salah satu cara berdakwah kaum muslimin akhir-akhir ini pun tidak terlepas dari media sosial. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, hadis dari sahabat Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim) Meminta perlindungan dengan berdoa Meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan syubhat akhir zaman yang banyak beredar dalam dunia maya, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakkan. Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Berdoa dan senantiasa meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni fitnah-fitnah informasi yang memperburuk dan menimbulkan penyakit hati yang terumbar dalam berbagai segi kehidupan, termasuk di media sosial. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Menjaga Lisan di Era Media Sosial *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: media sosial
Daftar Isi Toggle Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosialLangkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan IslamMengatasi pengaruh media sosialEtika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosialLangkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’iMencari informasi yang bermanfaatMenjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulisBudayakanlah tabayyunMenjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikanMeminta perlindungan dengan berdoa Akhir-akhir ini, hampir semua masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menggunakan media sosial sebagai aktivitas dan kebutuhan harian. Media sosial menjadi wadah untuk berbagai agenda kegiatan dan alat yang sering digunakan oleh masyarakat, khususnya anak muda, untuk berinteraksi antar sesama. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengakses media sosial untuk mencari hiburan dan informasi yang dibutuhkan. Bahkan, menjadikan media sosial sebagai ladang untuk mencari pekerjaan, atau bahkan dalam mendapatkan pendapatan hidup, serta bisa menjadi wadah kebermanfaatan. Namun, dalam menggunakan media sosial, perlu memperhatikan beberapa hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam. Karena banyak juga hal negatif yang ditimbulkan dengan adanya media sosial. Dalam hal ini, tentu agama Islam mengatur dan memperhatikan dalam berbagai segi, baik dalam penggunaannya, dalam segi adab, maupun etika. Islam adalah agama yang menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi kehidupan, termasuk memiliki batasan-batasan syar’i dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam menjaga interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung (daring), semisal dalam menggunakan media sosial. Hal ini agar tercipta kondisi yang lebih nyaman, bijak, dan tetap memperhatikan etika yang bermoral dalam setiap aktivitasnya. Adapun beberapa langkah dalam menghindari dampak negatif dari penggunaan media sosial, yang bisa kita lakukan dan upayakan, dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain: Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosial Cara mengurangi dampak negatif media sosial, antara lain: 1) Membatasi waktu penggunaan media sosial; 2) Menghindari bermain menggunakan media sosial untuk sesuatu yang tidak penting; 3) Menghindari menggunakan media sosial saat jam-jam tertentu; 4) Mematikan notifikasi media sosial; 5) Menghabiskan waktu luang dengan keluarga; dan 6) Fokus dengan pekerjaan. Langkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan Islam Berikut ini adalah adab-adab dalam menggunakan media sosial sesuai ajaran Islam: 1) Mencari informasi yang bermanfaat; 2) Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkanya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Mengatasi pengaruh media sosial Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam mengatasi kecanduan media sosial, antara lain: 1) Memulai hobi baru yang tidak berkaitan dengan media sosial; 2) Membuat jadwal atau membatasi waktu untuk bermain media sosial; 3) Memperbanyak aktivitas di luar rumah; dan 4) Meletakkan gadget yang jauh dari genggaman atau pandangan. Etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial Beberapa etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial adalah: 1) Pergunakan bahasa yang baik; 2) Hindari penyebaran SARA, aksi kekerasan, dan lainnya; 3) Kroscek kebenaran berita; 4) Menghargai hasil karya orang lain; 5) Jangan terlalu mengumbar informasi pribadi; 6) Bijak dalam menggunakan media sosial; 7) Menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi; 8) Selektif dalam menyebarkan informasi; 9) Tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik; 10) Bijak dalam mengatur waktu online; dan 11) Hati-hati dalam menyebarkan atau menyampaikan data pribadi. Sedangkan, dampak negatif lainnya dari menggunakan atau pelaku media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, dan membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet. Selain itu, juga dapat menimbulkan konflik. Masalah privasi rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. Maka, hal yang perlu dihindari saat menggunakan media sosial, yakni hindari dalam lingkungan toxic. Selain itu, hindari dalam perilaku atau keterlibatan menyebarkan info atau berita hoax serta informasi bohong, meskipun dengan tujuan yang baik, seperti informasi mengenai kematian orang yang masih hidup dan lain sebagainya. Hindari pula dan berhati-hati dalam area yang terdapat penyebaran materi pornografi dan kemaksiatan, meskipun hanya sekedar gambar. Info perselingkuhan hal tersebut dapat mengotori hati. Hindari segala macam hal yang terlarang secara syar’i dan hindari segala konten yang benar, namun tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. Islam sangat mengatur umatnya dalam bermuamalah dan berinteraksi, baik secara langsung maupun secara online. Islam pun mengatur etika dan adab dalam kita berkomunikasi secara online di dalam media sosial. Jika kita tidak menjaga adab dalam hubungan sosial, pasti akan dibenci orang. Demikian pula, dalam media sosial, tulisan yang menyakiti orang pasti akan membekas pada hati mereka. Bedanya, jika dengan lisan, akan terhapus; sedangkan dengan tulisan, kata-kata itu akan selamanya dibaca orang dan terekam dalam bukti jejak media. Baca juga: Efektifitas Berdakwah Melalui Media Sosial Langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i Adapun beberapa langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain : Mencari informasi yang bermanfaat Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkannya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا, سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ “Barangsiapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim) Menjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulis Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk menjaga lisan dan ucapan kita, baik dalam hal muamalah harian maupun dalam kegiatan, termasuk dalam bermedia sosial. Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang berisi nasihat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمر دينك “Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu.” (HR. Ahmad) Budayakanlah tabayyun Sebagai seorang muslim, kita harus bersikap tabayyun terlebih dahulu dalam menerima informasi atau berita. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan informasi atau berita yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti dalam firman Allah pada surah Al-Hujurat ayat 6, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6) Menjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikan Kebaikan dapat kita sampaikan dengan banyak cara dan berbagai media sarana. Salah satunya adalah dengan menyebarkan kebaikan melalui media sosial. Salah satu cara berdakwah kaum muslimin akhir-akhir ini pun tidak terlepas dari media sosial. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, hadis dari sahabat Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim) Meminta perlindungan dengan berdoa Meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan syubhat akhir zaman yang banyak beredar dalam dunia maya, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakkan. Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Berdoa dan senantiasa meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni fitnah-fitnah informasi yang memperburuk dan menimbulkan penyakit hati yang terumbar dalam berbagai segi kehidupan, termasuk di media sosial. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Menjaga Lisan di Era Media Sosial *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: media sosial


Daftar Isi Toggle Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosialLangkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan IslamMengatasi pengaruh media sosialEtika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosialLangkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’iMencari informasi yang bermanfaatMenjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulisBudayakanlah tabayyunMenjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikanMeminta perlindungan dengan berdoa Akhir-akhir ini, hampir semua masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menggunakan media sosial sebagai aktivitas dan kebutuhan harian. Media sosial menjadi wadah untuk berbagai agenda kegiatan dan alat yang sering digunakan oleh masyarakat, khususnya anak muda, untuk berinteraksi antar sesama. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengakses media sosial untuk mencari hiburan dan informasi yang dibutuhkan. Bahkan, menjadikan media sosial sebagai ladang untuk mencari pekerjaan, atau bahkan dalam mendapatkan pendapatan hidup, serta bisa menjadi wadah kebermanfaatan. Namun, dalam menggunakan media sosial, perlu memperhatikan beberapa hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam. Karena banyak juga hal negatif yang ditimbulkan dengan adanya media sosial. Dalam hal ini, tentu agama Islam mengatur dan memperhatikan dalam berbagai segi, baik dalam penggunaannya, dalam segi adab, maupun etika. Islam adalah agama yang menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi kehidupan, termasuk memiliki batasan-batasan syar’i dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam menjaga interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung (daring), semisal dalam menggunakan media sosial. Hal ini agar tercipta kondisi yang lebih nyaman, bijak, dan tetap memperhatikan etika yang bermoral dalam setiap aktivitasnya. Adapun beberapa langkah dalam menghindari dampak negatif dari penggunaan media sosial, yang bisa kita lakukan dan upayakan, dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain: Langkah menghindari dampak negatif dari pengunaan media sosial Cara mengurangi dampak negatif media sosial, antara lain: 1) Membatasi waktu penggunaan media sosial; 2) Menghindari bermain menggunakan media sosial untuk sesuatu yang tidak penting; 3) Menghindari menggunakan media sosial saat jam-jam tertentu; 4) Mematikan notifikasi media sosial; 5) Menghabiskan waktu luang dengan keluarga; dan 6) Fokus dengan pekerjaan. Langkah dan cara menggunakan media sosial dalam pandangan Islam Berikut ini adalah adab-adab dalam menggunakan media sosial sesuai ajaran Islam: 1) Mencari informasi yang bermanfaat; 2) Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkanya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Mengatasi pengaruh media sosial Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam mengatasi kecanduan media sosial, antara lain: 1) Memulai hobi baru yang tidak berkaitan dengan media sosial; 2) Membuat jadwal atau membatasi waktu untuk bermain media sosial; 3) Memperbanyak aktivitas di luar rumah; dan 4) Meletakkan gadget yang jauh dari genggaman atau pandangan. Etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial Beberapa etika yang perlu diterapkan dalam bermedia sosial adalah: 1) Pergunakan bahasa yang baik; 2) Hindari penyebaran SARA, aksi kekerasan, dan lainnya; 3) Kroscek kebenaran berita; 4) Menghargai hasil karya orang lain; 5) Jangan terlalu mengumbar informasi pribadi; 6) Bijak dalam menggunakan media sosial; 7) Menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi; 8) Selektif dalam menyebarkan informasi; 9) Tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik; 10) Bijak dalam mengatur waktu online; dan 11) Hati-hati dalam menyebarkan atau menyampaikan data pribadi. Sedangkan, dampak negatif lainnya dari menggunakan atau pelaku media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, dan membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet. Selain itu, juga dapat menimbulkan konflik. Masalah privasi rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. Maka, hal yang perlu dihindari saat menggunakan media sosial, yakni hindari dalam lingkungan toxic. Selain itu, hindari dalam perilaku atau keterlibatan menyebarkan info atau berita hoax serta informasi bohong, meskipun dengan tujuan yang baik, seperti informasi mengenai kematian orang yang masih hidup dan lain sebagainya. Hindari pula dan berhati-hati dalam area yang terdapat penyebaran materi pornografi dan kemaksiatan, meskipun hanya sekedar gambar. Info perselingkuhan hal tersebut dapat mengotori hati. Hindari segala macam hal yang terlarang secara syar’i dan hindari segala konten yang benar, namun tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. Islam sangat mengatur umatnya dalam bermuamalah dan berinteraksi, baik secara langsung maupun secara online. Islam pun mengatur etika dan adab dalam kita berkomunikasi secara online di dalam media sosial. Jika kita tidak menjaga adab dalam hubungan sosial, pasti akan dibenci orang. Demikian pula, dalam media sosial, tulisan yang menyakiti orang pasti akan membekas pada hati mereka. Bedanya, jika dengan lisan, akan terhapus; sedangkan dengan tulisan, kata-kata itu akan selamanya dibaca orang dan terekam dalam bukti jejak media. Baca juga: Efektifitas Berdakwah Melalui Media Sosial Langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i Adapun beberapa langkah praktis yang dapat kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar tidak menyalahi aturan-aturan syar’i, antara lain : Mencari informasi yang bermanfaat Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkannya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan pengetahuan yang bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا, سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ “Barangsiapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim) Menjaga lisan dan kata-kata dalam berucap atau ketika menulis Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk menjaga lisan dan ucapan kita, baik dalam hal muamalah harian maupun dalam kegiatan, termasuk dalam bermedia sosial. Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang berisi nasihat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمر دينك “Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu.” (HR. Ahmad) Budayakanlah tabayyun Sebagai seorang muslim, kita harus bersikap tabayyun terlebih dahulu dalam menerima informasi atau berita. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan informasi atau berita yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti dalam firman Allah pada surah Al-Hujurat ayat 6, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6) Menjadikan media sosial sebagai sarana menyebar kebaikan Kebaikan dapat kita sampaikan dengan banyak cara dan berbagai media sarana. Salah satunya adalah dengan menyebarkan kebaikan melalui media sosial. Salah satu cara berdakwah kaum muslimin akhir-akhir ini pun tidak terlepas dari media sosial. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, hadis dari sahabat Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim) Meminta perlindungan dengan berdoa Meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan syubhat akhir zaman yang banyak beredar dalam dunia maya, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakkan. Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Berdoa dan senantiasa meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni fitnah-fitnah informasi yang memperburuk dan menimbulkan penyakit hati yang terumbar dalam berbagai segi kehidupan, termasuk di media sosial. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Baca juga: Menjaga Lisan di Era Media Sosial *** Penulis: Kiki Dwi Setiabudi S.Sos. Artikel: Muslim.or.id Tags: media sosial

Benarkah Ziarah Kubur Terlarang dan Termasuk Kesyirikan?

Pertanyaan: Benarkah bahwa ziarah kubur itu tidak diperbolehkan dan termasuk kesyirikan?  Jawaban: Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du, Pertama, untuk menjawab pertanyaan ini, perlu disamakan terlebih dahulu persepsi tentang apa yang dimaksud dengan ziarah kubur?  Kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu az-ziyarah, yang artinya adalah mengunjungi suatu tempat. Sehingga ziarah kubur artinya mengunjungi kuburan. Dengan demikian, ziarah kubur itu tidak berarti mengunjungi kuburan yang tempatnya jauh. Karena dengan mengunjungi kuburan yang ada di sekitar kita itu pun sudah termasuk ziarah kubur. Kedua, tidak ada satupun ulama yang melarang ziarah kubur secara mutlak. Tidak akan kita temukan pendapat ulama yang demikian. Andaikan ada, maka itu pendapat yang aneh. Karena secara umum, ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan bahkan diperintahkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: زوروا القبورَ ؛ فإِنَّها تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ “Berziarah-kubur lah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami no.3577). Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كنتُ نهيتُكم عن زيارَةِ القبورِ ألا فزورُوها ، فإِنَّها تُرِقُّ القلْبَ ، و تُدْمِعُ العينَ ، وتُذَكِّرُ الآخرةَ ، ولا تقولوا هُجْرًا “Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al-Haakim no.1393, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’, no.7584). Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أتَى المَقْبُرَةَ، فقالَ: السَّلامُ علَيْكُم دارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بكُمْ لاحِقُونَ “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah mendatangi suatu pemakaman lalu mengucapkan: assalamu’alaikum daaro qoumin mukminin wa inna in-syaa Allahu bikum laahiquun (semoga keselamatan terlimpah atas kalian penghuni negeri kaum yang beriman, kami insyaallah akan menyusul kalian)” (HR. Muslim no. 249). Dari sini kita ketahui bahwa tujuan ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan untuk mendoakan kebaikan kepada penghuni kubur. Ketiga, An-Nawawi, Al-‘Abdari, Al-Haazimi berkata: “Para ulama bersepakat bahwa ziarah kubur itu boleh bagi laki-laki” (Fathul Baari, 4/325). Bahkan Ibnu Hazm berpendapat wajib hukumnya minimal sekali seumur hidup. Sedangkan bagi wanita diperselisihkan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat hukumnya boleh selama terhindar dari fitnah, sebagian ulama menyatakan hukumnya haram mengingat hadits, لَعَنَ اللَّه زَوَّارَات الْقُبُور “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur” (HR. At-Tirmidzi no.1056, Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih”). Dan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh (Fathul Baari, 4/325). Yang rajih insya Allah, hukumnya boleh bagi laki-laki maupun wanita karena tujuan berziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan mengingat akhirat, sedangkan ini dibutuhkan oleh laki-laki maupun perempuan (Ahkam Al-Janaaiz Lil Albani, 180). Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Keempat, ziarah kubur pada asalnya adalah perkara yang disyariatkan dan diperintahkan. Namun ada sebagian orang yang melakukan ziarah kubur dengan tujuan yang keliru sehingga terjerumus ke dalam kebid’ahan atau bahkan kesyirikan. Kedua model ziarah kubur inilah yang terlarang.  Al-Maqrizi, seorang ulama madzhab Syafi’i, mengatakan: زيارة القبور – على ثلاثة أقسام:  يزورون الموتى فيدعون لهم. وهذه هي الزّيارة الشرعيّة.  يزورونهم يدعون بهم، فهؤلاء هم المشركون في الألوهيّة والمحبّة.  يزورونهم فيدعونهم أنفسهم … وهؤلاء هم المشركون في الربوبيّة “Ziarah kubur ada tiga macam:  Pertama, kaum yang berziarah kubur untuk mendoakan mayit. Ini adalah ziarah kubur yang syar’i.  Kedua, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa (kepada Allah) dengan perantaraan mayit (tawasul). Mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam uluhiyah dan mahabbah.  Ketiga, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa kepada mayit … mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam rububiyah” (Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hal. 20). Tawasul kepada orang yang sudah mati, tidak diperbolehkan, bahkan ini termasuk kesyirikan. Sebab inilah jenis kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin terdahulu. Allah ta’ala berfirman: وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى “Orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, mereka berkata: tidaklah kami menyembah sesembahan-sesembahan itu kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).  Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan: فإن غالب الأمم كانت مقرة بالصانع ولكن تعبد معه غيره من الوسائط التي بظنونها تنفعهم أو تقربهم من الله زلفى “Mayoritas umat manusia yang ada mengakui bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, namun mereka menyembah sesembahan lain selain menyembah Allah juga sebagai perantara, yang menurut sangkaan mereka bisa memberikan manfaat untuk mereka, atau untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/482). Adapun berdoa meminta hajat kepada mayit, ini jelas merupakan kesyirikan. Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّـهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ “Dan janganlah kamu berdoa kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”” (QS. Yunus: 106). Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ ۘ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ “Janganlah kamu berdoa di samping (berdoa) kepada Allah, juga berdoa kepada selain-Nya. Tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia” (QS. Al-Qashash: 88). Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga menjelaskan: زيارة القبور نوعان: أحدهما: مشروع ومطلوب لأجل الدعاء للأموات والترحم عليهم ولأجل تذكر الموت والإعداد للآخرة … النوع الثاني: بدعي وهو: زيارة القبور لدعاء أهلها والاستغاثة بهم أو للذبح لهم أو للنذر لهم، وهذا منكر وشرك أكبر “Ziarah kubur ada dua macam: pertama, ziarah kubur yang disyariatkan, yaitu ziarah dalam rangka mendoakan orang yang sudah meninggal dan untuk mengingat kematian dan mempersiapkan akhirat … kedua, ziarah kubur yang bid’ah, yaitu ziarah kubur untuk berdoa kepada mayit, meminta bantuan kepadanya, atau menyembelih sesajen untuknya, atau bernadzar kepadanya. Ini adalah kemungkaran dan syirik akbar” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat, 4/344). Kelima, demikian juga tidak boleh berdoa kepada Allah (bukan kepada mayit) namun bersengaja melakukannya di kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa kuburan tersebut adalah tempat mustajab doa. Karena perbuatan demikian tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi, para tabi’in, atau tabi’ut tabi’in. Dan juga perbuatan yang dapat menjadi sarana kepada kesyirikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: قول القائل: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ  قول ليس له أصل في كتاب الله ولا سنة رسوله ولا قاله أحد من الصحابة ولا التابعين لهم بإحسان ولا أحد من أئمة المسلمين المشهورين بالإمامة في الدين ـ كمالك والثوري والأوزاعي والليث بن سعد وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل  وإسحاق بن راهويه وأبي عبيدة ـ ولا مشايخهم الذين يقتدي بهم ـ كالفضيل بن عياض وإبراهيم بن أدهم وأبي سليمان الداراني وأمثالهم ـ ولم يكن في الصحابة والتابعين والأئمة والمشايخ المتقدمين من يقول: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ لا مطلقًا ولا معينًا “Pendapat yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih. Ini adalah pendapat yang tidak memiliki landasan dari Kitabullah ataupun Sunnah Rasul-Nya ataupun dari perkataan para sahabat dan para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, ataupun perkataan para imam kaum Muslimin yang masyhur, seperti Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits bin sa’ad, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, Abu Ubaidah, ataupun para masyaikh mereka yang mulia seperti Al-Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham, Abu Sulaiman Ad-Darani, dan yang semisal mereka. Bahkan tidak ada di antara sahabat Nabi, atau tabi’in, para imam, dan para masyaikh terdahulu yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih, secara mutlak atau pun pada kuburan tertentu” (Majmu’ Al-Fatawa, 27/67). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga menjelaskan: زيارة الأضرحة -يعني القبور- سنة، لكنها ليست لدفع حاجة الزائر، وإنما هي لمصلحة النذور، أو لاتعاظ الزائر بهؤلاء وليست لدفع حاجاته أو حصول مطلوباته. فزيارة القبور اتعاظاً وتذكراً بالآخرة … وأما زيارة القبور للتبرك بها واعتقاد أن الدعاء عندها مجاب فإن هذا بدعة وحرام ولا يجوز؛ لأن ذلك لم يثبت لا في القرآن ولا في السنة أن محل القبور أطيب وأعظم بركة وأقرب لإجابة الدعاء. وعلى هذا فلا يجوز قصد القبور بهذا الغرض، ولا ريب أن المساجد خير من المقبرة وأقرب إلى إجابة الدعاء وإلى حضور القلب وخشوعه “Ziarah kubur hukumnya sunnah. Namun bukan untuk meminta hajat. Ziarah kubur dilakukan untuk kemaslahatan orang yang berziarah. Yaitu agar mereka bisa mengambil ibrah dari orang-orang yang sudah meninggal, bukan untuk meminta hajat atau meminta sesuatu. Ziarah kubur itu untuk mengambil ibrah dan untuk mengingat akhirat … Adapun ziarah kubur untuk ngalap berkah dengan kuburan atau berkeyakinan bahwa berdoa di sisi kuburan lebih mustajab, ini adalah bid’ah dan haram hukumnya, tidak diperbolehkan. Karena perbuatan seperti ini tidak terdapat dalil shahih dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kuburan itu lebih baik dan lebih besar berkahnya atau lebih besar kemungkinan diijabahnya doa. Oleh karena itu maka tidak diperbolehkan bersengaja untuk ke kuburan untuk tujuan demikian. Dan tidak diragukan lagi bahwa masjid lebih baik daripada kuburan dan lebih besar kemungkinannya doa dikabulkan di sana ketika berdoa dengan hati yang hadir dan khusyuk” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman no.87). Jelaslah bahwa para ulama tidak melarang ziarah kubur, bahkan mereka memotivasi kita untuk berziarah kubur. Yang mereka larang adalah ziarah kubur yang mengandung kebid’ahan atau kesyirikan. Dan ulama yang melarang ziarah kubur yang bid’ah dan ziarah kubur yang syirik tidak boleh dikatakan ia melarang ziarah kubur. Karena ini berarti tuduhan dusta kepada ulama.    Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Mengirim Mimpi Basah Secara Islami, Tata Cara Mengubur Ari Ari, Menjadi Kaya Dengan Sedekah, Mengapa Orang Bisa Kesurupan, Doa Agar Di Dekatkan Jodoh, Cara Berpuasa Daud Visited 207 times, 1 visit(s) today Post Views: 565 QRIS donasi Yufid

Benarkah Ziarah Kubur Terlarang dan Termasuk Kesyirikan?

Pertanyaan: Benarkah bahwa ziarah kubur itu tidak diperbolehkan dan termasuk kesyirikan?  Jawaban: Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du, Pertama, untuk menjawab pertanyaan ini, perlu disamakan terlebih dahulu persepsi tentang apa yang dimaksud dengan ziarah kubur?  Kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu az-ziyarah, yang artinya adalah mengunjungi suatu tempat. Sehingga ziarah kubur artinya mengunjungi kuburan. Dengan demikian, ziarah kubur itu tidak berarti mengunjungi kuburan yang tempatnya jauh. Karena dengan mengunjungi kuburan yang ada di sekitar kita itu pun sudah termasuk ziarah kubur. Kedua, tidak ada satupun ulama yang melarang ziarah kubur secara mutlak. Tidak akan kita temukan pendapat ulama yang demikian. Andaikan ada, maka itu pendapat yang aneh. Karena secara umum, ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan bahkan diperintahkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: زوروا القبورَ ؛ فإِنَّها تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ “Berziarah-kubur lah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami no.3577). Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كنتُ نهيتُكم عن زيارَةِ القبورِ ألا فزورُوها ، فإِنَّها تُرِقُّ القلْبَ ، و تُدْمِعُ العينَ ، وتُذَكِّرُ الآخرةَ ، ولا تقولوا هُجْرًا “Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al-Haakim no.1393, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’, no.7584). Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أتَى المَقْبُرَةَ، فقالَ: السَّلامُ علَيْكُم دارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بكُمْ لاحِقُونَ “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah mendatangi suatu pemakaman lalu mengucapkan: assalamu’alaikum daaro qoumin mukminin wa inna in-syaa Allahu bikum laahiquun (semoga keselamatan terlimpah atas kalian penghuni negeri kaum yang beriman, kami insyaallah akan menyusul kalian)” (HR. Muslim no. 249). Dari sini kita ketahui bahwa tujuan ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan untuk mendoakan kebaikan kepada penghuni kubur. Ketiga, An-Nawawi, Al-‘Abdari, Al-Haazimi berkata: “Para ulama bersepakat bahwa ziarah kubur itu boleh bagi laki-laki” (Fathul Baari, 4/325). Bahkan Ibnu Hazm berpendapat wajib hukumnya minimal sekali seumur hidup. Sedangkan bagi wanita diperselisihkan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat hukumnya boleh selama terhindar dari fitnah, sebagian ulama menyatakan hukumnya haram mengingat hadits, لَعَنَ اللَّه زَوَّارَات الْقُبُور “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur” (HR. At-Tirmidzi no.1056, Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih”). Dan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh (Fathul Baari, 4/325). Yang rajih insya Allah, hukumnya boleh bagi laki-laki maupun wanita karena tujuan berziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan mengingat akhirat, sedangkan ini dibutuhkan oleh laki-laki maupun perempuan (Ahkam Al-Janaaiz Lil Albani, 180). Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Keempat, ziarah kubur pada asalnya adalah perkara yang disyariatkan dan diperintahkan. Namun ada sebagian orang yang melakukan ziarah kubur dengan tujuan yang keliru sehingga terjerumus ke dalam kebid’ahan atau bahkan kesyirikan. Kedua model ziarah kubur inilah yang terlarang.  Al-Maqrizi, seorang ulama madzhab Syafi’i, mengatakan: زيارة القبور – على ثلاثة أقسام:  يزورون الموتى فيدعون لهم. وهذه هي الزّيارة الشرعيّة.  يزورونهم يدعون بهم، فهؤلاء هم المشركون في الألوهيّة والمحبّة.  يزورونهم فيدعونهم أنفسهم … وهؤلاء هم المشركون في الربوبيّة “Ziarah kubur ada tiga macam:  Pertama, kaum yang berziarah kubur untuk mendoakan mayit. Ini adalah ziarah kubur yang syar’i.  Kedua, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa (kepada Allah) dengan perantaraan mayit (tawasul). Mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam uluhiyah dan mahabbah.  Ketiga, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa kepada mayit … mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam rububiyah” (Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hal. 20). Tawasul kepada orang yang sudah mati, tidak diperbolehkan, bahkan ini termasuk kesyirikan. Sebab inilah jenis kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin terdahulu. Allah ta’ala berfirman: وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى “Orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, mereka berkata: tidaklah kami menyembah sesembahan-sesembahan itu kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).  Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan: فإن غالب الأمم كانت مقرة بالصانع ولكن تعبد معه غيره من الوسائط التي بظنونها تنفعهم أو تقربهم من الله زلفى “Mayoritas umat manusia yang ada mengakui bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, namun mereka menyembah sesembahan lain selain menyembah Allah juga sebagai perantara, yang menurut sangkaan mereka bisa memberikan manfaat untuk mereka, atau untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/482). Adapun berdoa meminta hajat kepada mayit, ini jelas merupakan kesyirikan. Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّـهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ “Dan janganlah kamu berdoa kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”” (QS. Yunus: 106). Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ ۘ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ “Janganlah kamu berdoa di samping (berdoa) kepada Allah, juga berdoa kepada selain-Nya. Tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia” (QS. Al-Qashash: 88). Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga menjelaskan: زيارة القبور نوعان: أحدهما: مشروع ومطلوب لأجل الدعاء للأموات والترحم عليهم ولأجل تذكر الموت والإعداد للآخرة … النوع الثاني: بدعي وهو: زيارة القبور لدعاء أهلها والاستغاثة بهم أو للذبح لهم أو للنذر لهم، وهذا منكر وشرك أكبر “Ziarah kubur ada dua macam: pertama, ziarah kubur yang disyariatkan, yaitu ziarah dalam rangka mendoakan orang yang sudah meninggal dan untuk mengingat kematian dan mempersiapkan akhirat … kedua, ziarah kubur yang bid’ah, yaitu ziarah kubur untuk berdoa kepada mayit, meminta bantuan kepadanya, atau menyembelih sesajen untuknya, atau bernadzar kepadanya. Ini adalah kemungkaran dan syirik akbar” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat, 4/344). Kelima, demikian juga tidak boleh berdoa kepada Allah (bukan kepada mayit) namun bersengaja melakukannya di kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa kuburan tersebut adalah tempat mustajab doa. Karena perbuatan demikian tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi, para tabi’in, atau tabi’ut tabi’in. Dan juga perbuatan yang dapat menjadi sarana kepada kesyirikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: قول القائل: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ  قول ليس له أصل في كتاب الله ولا سنة رسوله ولا قاله أحد من الصحابة ولا التابعين لهم بإحسان ولا أحد من أئمة المسلمين المشهورين بالإمامة في الدين ـ كمالك والثوري والأوزاعي والليث بن سعد وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل  وإسحاق بن راهويه وأبي عبيدة ـ ولا مشايخهم الذين يقتدي بهم ـ كالفضيل بن عياض وإبراهيم بن أدهم وأبي سليمان الداراني وأمثالهم ـ ولم يكن في الصحابة والتابعين والأئمة والمشايخ المتقدمين من يقول: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ لا مطلقًا ولا معينًا “Pendapat yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih. Ini adalah pendapat yang tidak memiliki landasan dari Kitabullah ataupun Sunnah Rasul-Nya ataupun dari perkataan para sahabat dan para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, ataupun perkataan para imam kaum Muslimin yang masyhur, seperti Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits bin sa’ad, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, Abu Ubaidah, ataupun para masyaikh mereka yang mulia seperti Al-Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham, Abu Sulaiman Ad-Darani, dan yang semisal mereka. Bahkan tidak ada di antara sahabat Nabi, atau tabi’in, para imam, dan para masyaikh terdahulu yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih, secara mutlak atau pun pada kuburan tertentu” (Majmu’ Al-Fatawa, 27/67). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga menjelaskan: زيارة الأضرحة -يعني القبور- سنة، لكنها ليست لدفع حاجة الزائر، وإنما هي لمصلحة النذور، أو لاتعاظ الزائر بهؤلاء وليست لدفع حاجاته أو حصول مطلوباته. فزيارة القبور اتعاظاً وتذكراً بالآخرة … وأما زيارة القبور للتبرك بها واعتقاد أن الدعاء عندها مجاب فإن هذا بدعة وحرام ولا يجوز؛ لأن ذلك لم يثبت لا في القرآن ولا في السنة أن محل القبور أطيب وأعظم بركة وأقرب لإجابة الدعاء. وعلى هذا فلا يجوز قصد القبور بهذا الغرض، ولا ريب أن المساجد خير من المقبرة وأقرب إلى إجابة الدعاء وإلى حضور القلب وخشوعه “Ziarah kubur hukumnya sunnah. Namun bukan untuk meminta hajat. Ziarah kubur dilakukan untuk kemaslahatan orang yang berziarah. Yaitu agar mereka bisa mengambil ibrah dari orang-orang yang sudah meninggal, bukan untuk meminta hajat atau meminta sesuatu. Ziarah kubur itu untuk mengambil ibrah dan untuk mengingat akhirat … Adapun ziarah kubur untuk ngalap berkah dengan kuburan atau berkeyakinan bahwa berdoa di sisi kuburan lebih mustajab, ini adalah bid’ah dan haram hukumnya, tidak diperbolehkan. Karena perbuatan seperti ini tidak terdapat dalil shahih dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kuburan itu lebih baik dan lebih besar berkahnya atau lebih besar kemungkinan diijabahnya doa. Oleh karena itu maka tidak diperbolehkan bersengaja untuk ke kuburan untuk tujuan demikian. Dan tidak diragukan lagi bahwa masjid lebih baik daripada kuburan dan lebih besar kemungkinannya doa dikabulkan di sana ketika berdoa dengan hati yang hadir dan khusyuk” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman no.87). Jelaslah bahwa para ulama tidak melarang ziarah kubur, bahkan mereka memotivasi kita untuk berziarah kubur. Yang mereka larang adalah ziarah kubur yang mengandung kebid’ahan atau kesyirikan. Dan ulama yang melarang ziarah kubur yang bid’ah dan ziarah kubur yang syirik tidak boleh dikatakan ia melarang ziarah kubur. Karena ini berarti tuduhan dusta kepada ulama.    Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Mengirim Mimpi Basah Secara Islami, Tata Cara Mengubur Ari Ari, Menjadi Kaya Dengan Sedekah, Mengapa Orang Bisa Kesurupan, Doa Agar Di Dekatkan Jodoh, Cara Berpuasa Daud Visited 207 times, 1 visit(s) today Post Views: 565 QRIS donasi Yufid
Pertanyaan: Benarkah bahwa ziarah kubur itu tidak diperbolehkan dan termasuk kesyirikan?  Jawaban: Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du, Pertama, untuk menjawab pertanyaan ini, perlu disamakan terlebih dahulu persepsi tentang apa yang dimaksud dengan ziarah kubur?  Kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu az-ziyarah, yang artinya adalah mengunjungi suatu tempat. Sehingga ziarah kubur artinya mengunjungi kuburan. Dengan demikian, ziarah kubur itu tidak berarti mengunjungi kuburan yang tempatnya jauh. Karena dengan mengunjungi kuburan yang ada di sekitar kita itu pun sudah termasuk ziarah kubur. Kedua, tidak ada satupun ulama yang melarang ziarah kubur secara mutlak. Tidak akan kita temukan pendapat ulama yang demikian. Andaikan ada, maka itu pendapat yang aneh. Karena secara umum, ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan bahkan diperintahkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: زوروا القبورَ ؛ فإِنَّها تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ “Berziarah-kubur lah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami no.3577). Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كنتُ نهيتُكم عن زيارَةِ القبورِ ألا فزورُوها ، فإِنَّها تُرِقُّ القلْبَ ، و تُدْمِعُ العينَ ، وتُذَكِّرُ الآخرةَ ، ولا تقولوا هُجْرًا “Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al-Haakim no.1393, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’, no.7584). Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أتَى المَقْبُرَةَ، فقالَ: السَّلامُ علَيْكُم دارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بكُمْ لاحِقُونَ “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah mendatangi suatu pemakaman lalu mengucapkan: assalamu’alaikum daaro qoumin mukminin wa inna in-syaa Allahu bikum laahiquun (semoga keselamatan terlimpah atas kalian penghuni negeri kaum yang beriman, kami insyaallah akan menyusul kalian)” (HR. Muslim no. 249). Dari sini kita ketahui bahwa tujuan ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan untuk mendoakan kebaikan kepada penghuni kubur. Ketiga, An-Nawawi, Al-‘Abdari, Al-Haazimi berkata: “Para ulama bersepakat bahwa ziarah kubur itu boleh bagi laki-laki” (Fathul Baari, 4/325). Bahkan Ibnu Hazm berpendapat wajib hukumnya minimal sekali seumur hidup. Sedangkan bagi wanita diperselisihkan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat hukumnya boleh selama terhindar dari fitnah, sebagian ulama menyatakan hukumnya haram mengingat hadits, لَعَنَ اللَّه زَوَّارَات الْقُبُور “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur” (HR. At-Tirmidzi no.1056, Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih”). Dan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh (Fathul Baari, 4/325). Yang rajih insya Allah, hukumnya boleh bagi laki-laki maupun wanita karena tujuan berziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan mengingat akhirat, sedangkan ini dibutuhkan oleh laki-laki maupun perempuan (Ahkam Al-Janaaiz Lil Albani, 180). Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Keempat, ziarah kubur pada asalnya adalah perkara yang disyariatkan dan diperintahkan. Namun ada sebagian orang yang melakukan ziarah kubur dengan tujuan yang keliru sehingga terjerumus ke dalam kebid’ahan atau bahkan kesyirikan. Kedua model ziarah kubur inilah yang terlarang.  Al-Maqrizi, seorang ulama madzhab Syafi’i, mengatakan: زيارة القبور – على ثلاثة أقسام:  يزورون الموتى فيدعون لهم. وهذه هي الزّيارة الشرعيّة.  يزورونهم يدعون بهم، فهؤلاء هم المشركون في الألوهيّة والمحبّة.  يزورونهم فيدعونهم أنفسهم … وهؤلاء هم المشركون في الربوبيّة “Ziarah kubur ada tiga macam:  Pertama, kaum yang berziarah kubur untuk mendoakan mayit. Ini adalah ziarah kubur yang syar’i.  Kedua, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa (kepada Allah) dengan perantaraan mayit (tawasul). Mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam uluhiyah dan mahabbah.  Ketiga, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa kepada mayit … mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam rububiyah” (Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hal. 20). Tawasul kepada orang yang sudah mati, tidak diperbolehkan, bahkan ini termasuk kesyirikan. Sebab inilah jenis kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin terdahulu. Allah ta’ala berfirman: وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى “Orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, mereka berkata: tidaklah kami menyembah sesembahan-sesembahan itu kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).  Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan: فإن غالب الأمم كانت مقرة بالصانع ولكن تعبد معه غيره من الوسائط التي بظنونها تنفعهم أو تقربهم من الله زلفى “Mayoritas umat manusia yang ada mengakui bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, namun mereka menyembah sesembahan lain selain menyembah Allah juga sebagai perantara, yang menurut sangkaan mereka bisa memberikan manfaat untuk mereka, atau untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/482). Adapun berdoa meminta hajat kepada mayit, ini jelas merupakan kesyirikan. Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّـهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ “Dan janganlah kamu berdoa kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”” (QS. Yunus: 106). Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ ۘ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ “Janganlah kamu berdoa di samping (berdoa) kepada Allah, juga berdoa kepada selain-Nya. Tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia” (QS. Al-Qashash: 88). Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga menjelaskan: زيارة القبور نوعان: أحدهما: مشروع ومطلوب لأجل الدعاء للأموات والترحم عليهم ولأجل تذكر الموت والإعداد للآخرة … النوع الثاني: بدعي وهو: زيارة القبور لدعاء أهلها والاستغاثة بهم أو للذبح لهم أو للنذر لهم، وهذا منكر وشرك أكبر “Ziarah kubur ada dua macam: pertama, ziarah kubur yang disyariatkan, yaitu ziarah dalam rangka mendoakan orang yang sudah meninggal dan untuk mengingat kematian dan mempersiapkan akhirat … kedua, ziarah kubur yang bid’ah, yaitu ziarah kubur untuk berdoa kepada mayit, meminta bantuan kepadanya, atau menyembelih sesajen untuknya, atau bernadzar kepadanya. Ini adalah kemungkaran dan syirik akbar” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat, 4/344). Kelima, demikian juga tidak boleh berdoa kepada Allah (bukan kepada mayit) namun bersengaja melakukannya di kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa kuburan tersebut adalah tempat mustajab doa. Karena perbuatan demikian tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi, para tabi’in, atau tabi’ut tabi’in. Dan juga perbuatan yang dapat menjadi sarana kepada kesyirikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: قول القائل: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ  قول ليس له أصل في كتاب الله ولا سنة رسوله ولا قاله أحد من الصحابة ولا التابعين لهم بإحسان ولا أحد من أئمة المسلمين المشهورين بالإمامة في الدين ـ كمالك والثوري والأوزاعي والليث بن سعد وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل  وإسحاق بن راهويه وأبي عبيدة ـ ولا مشايخهم الذين يقتدي بهم ـ كالفضيل بن عياض وإبراهيم بن أدهم وأبي سليمان الداراني وأمثالهم ـ ولم يكن في الصحابة والتابعين والأئمة والمشايخ المتقدمين من يقول: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ لا مطلقًا ولا معينًا “Pendapat yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih. Ini adalah pendapat yang tidak memiliki landasan dari Kitabullah ataupun Sunnah Rasul-Nya ataupun dari perkataan para sahabat dan para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, ataupun perkataan para imam kaum Muslimin yang masyhur, seperti Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits bin sa’ad, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, Abu Ubaidah, ataupun para masyaikh mereka yang mulia seperti Al-Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham, Abu Sulaiman Ad-Darani, dan yang semisal mereka. Bahkan tidak ada di antara sahabat Nabi, atau tabi’in, para imam, dan para masyaikh terdahulu yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih, secara mutlak atau pun pada kuburan tertentu” (Majmu’ Al-Fatawa, 27/67). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga menjelaskan: زيارة الأضرحة -يعني القبور- سنة، لكنها ليست لدفع حاجة الزائر، وإنما هي لمصلحة النذور، أو لاتعاظ الزائر بهؤلاء وليست لدفع حاجاته أو حصول مطلوباته. فزيارة القبور اتعاظاً وتذكراً بالآخرة … وأما زيارة القبور للتبرك بها واعتقاد أن الدعاء عندها مجاب فإن هذا بدعة وحرام ولا يجوز؛ لأن ذلك لم يثبت لا في القرآن ولا في السنة أن محل القبور أطيب وأعظم بركة وأقرب لإجابة الدعاء. وعلى هذا فلا يجوز قصد القبور بهذا الغرض، ولا ريب أن المساجد خير من المقبرة وأقرب إلى إجابة الدعاء وإلى حضور القلب وخشوعه “Ziarah kubur hukumnya sunnah. Namun bukan untuk meminta hajat. Ziarah kubur dilakukan untuk kemaslahatan orang yang berziarah. Yaitu agar mereka bisa mengambil ibrah dari orang-orang yang sudah meninggal, bukan untuk meminta hajat atau meminta sesuatu. Ziarah kubur itu untuk mengambil ibrah dan untuk mengingat akhirat … Adapun ziarah kubur untuk ngalap berkah dengan kuburan atau berkeyakinan bahwa berdoa di sisi kuburan lebih mustajab, ini adalah bid’ah dan haram hukumnya, tidak diperbolehkan. Karena perbuatan seperti ini tidak terdapat dalil shahih dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kuburan itu lebih baik dan lebih besar berkahnya atau lebih besar kemungkinan diijabahnya doa. Oleh karena itu maka tidak diperbolehkan bersengaja untuk ke kuburan untuk tujuan demikian. Dan tidak diragukan lagi bahwa masjid lebih baik daripada kuburan dan lebih besar kemungkinannya doa dikabulkan di sana ketika berdoa dengan hati yang hadir dan khusyuk” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman no.87). Jelaslah bahwa para ulama tidak melarang ziarah kubur, bahkan mereka memotivasi kita untuk berziarah kubur. Yang mereka larang adalah ziarah kubur yang mengandung kebid’ahan atau kesyirikan. Dan ulama yang melarang ziarah kubur yang bid’ah dan ziarah kubur yang syirik tidak boleh dikatakan ia melarang ziarah kubur. Karena ini berarti tuduhan dusta kepada ulama.    Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Mengirim Mimpi Basah Secara Islami, Tata Cara Mengubur Ari Ari, Menjadi Kaya Dengan Sedekah, Mengapa Orang Bisa Kesurupan, Doa Agar Di Dekatkan Jodoh, Cara Berpuasa Daud Visited 207 times, 1 visit(s) today Post Views: 565 QRIS donasi Yufid


Pertanyaan: Benarkah bahwa ziarah kubur itu tidak diperbolehkan dan termasuk kesyirikan?  Jawaban: Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du, Pertama, untuk menjawab pertanyaan ini, perlu disamakan terlebih dahulu persepsi tentang apa yang dimaksud dengan ziarah kubur?  Kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu az-ziyarah, yang artinya adalah mengunjungi suatu tempat. Sehingga ziarah kubur artinya mengunjungi kuburan. Dengan demikian, ziarah kubur itu tidak berarti mengunjungi kuburan yang tempatnya jauh. Karena dengan mengunjungi kuburan yang ada di sekitar kita itu pun sudah termasuk ziarah kubur. Kedua, tidak ada satupun ulama yang melarang ziarah kubur secara mutlak. Tidak akan kita temukan pendapat ulama yang demikian. Andaikan ada, maka itu pendapat yang aneh. Karena secara umum, ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan bahkan diperintahkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: زوروا القبورَ ؛ فإِنَّها تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ “Berziarah-kubur lah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami no.3577). Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كنتُ نهيتُكم عن زيارَةِ القبورِ ألا فزورُوها ، فإِنَّها تُرِقُّ القلْبَ ، و تُدْمِعُ العينَ ، وتُذَكِّرُ الآخرةَ ، ولا تقولوا هُجْرًا “Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al-Haakim no.1393, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’, no.7584). Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أتَى المَقْبُرَةَ، فقالَ: السَّلامُ علَيْكُم دارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بكُمْ لاحِقُونَ “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah mendatangi suatu pemakaman lalu mengucapkan: assalamu’alaikum daaro qoumin mukminin wa inna in-syaa Allahu bikum laahiquun (semoga keselamatan terlimpah atas kalian penghuni negeri kaum yang beriman, kami insyaallah akan menyusul kalian)” (HR. Muslim no. 249). Dari sini kita ketahui bahwa tujuan ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan untuk mendoakan kebaikan kepada penghuni kubur. Ketiga, An-Nawawi, Al-‘Abdari, Al-Haazimi berkata: “Para ulama bersepakat bahwa ziarah kubur itu boleh bagi laki-laki” (Fathul Baari, 4/325). Bahkan Ibnu Hazm berpendapat wajib hukumnya minimal sekali seumur hidup. Sedangkan bagi wanita diperselisihkan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat hukumnya boleh selama terhindar dari fitnah, sebagian ulama menyatakan hukumnya haram mengingat hadits, لَعَنَ اللَّه زَوَّارَات الْقُبُور “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur” (HR. At-Tirmidzi no.1056, Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih”). Dan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh (Fathul Baari, 4/325). Yang rajih insya Allah, hukumnya boleh bagi laki-laki maupun wanita karena tujuan berziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan mengingat akhirat, sedangkan ini dibutuhkan oleh laki-laki maupun perempuan (Ahkam Al-Janaaiz Lil Albani, 180). Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Keempat, ziarah kubur pada asalnya adalah perkara yang disyariatkan dan diperintahkan. Namun ada sebagian orang yang melakukan ziarah kubur dengan tujuan yang keliru sehingga terjerumus ke dalam kebid’ahan atau bahkan kesyirikan. Kedua model ziarah kubur inilah yang terlarang.  Al-Maqrizi, seorang ulama madzhab Syafi’i, mengatakan: زيارة القبور – على ثلاثة أقسام:  يزورون الموتى فيدعون لهم. وهذه هي الزّيارة الشرعيّة.  يزورونهم يدعون بهم، فهؤلاء هم المشركون في الألوهيّة والمحبّة.  يزورونهم فيدعونهم أنفسهم … وهؤلاء هم المشركون في الربوبيّة “Ziarah kubur ada tiga macam:  Pertama, kaum yang berziarah kubur untuk mendoakan mayit. Ini adalah ziarah kubur yang syar’i.  Kedua, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa (kepada Allah) dengan perantaraan mayit (tawasul). Mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam uluhiyah dan mahabbah.  Ketiga, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa kepada mayit … mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam rububiyah” (Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hal. 20). Tawasul kepada orang yang sudah mati, tidak diperbolehkan, bahkan ini termasuk kesyirikan. Sebab inilah jenis kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin terdahulu. Allah ta’ala berfirman: وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى “Orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, mereka berkata: tidaklah kami menyembah sesembahan-sesembahan itu kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).  Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan: فإن غالب الأمم كانت مقرة بالصانع ولكن تعبد معه غيره من الوسائط التي بظنونها تنفعهم أو تقربهم من الله زلفى “Mayoritas umat manusia yang ada mengakui bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, namun mereka menyembah sesembahan lain selain menyembah Allah juga sebagai perantara, yang menurut sangkaan mereka bisa memberikan manfaat untuk mereka, atau untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/482). Adapun berdoa meminta hajat kepada mayit, ini jelas merupakan kesyirikan. Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّـهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ “Dan janganlah kamu berdoa kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”” (QS. Yunus: 106). Allah ta’ala berfirman: وَلَا تَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ ۘ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ “Janganlah kamu berdoa di samping (berdoa) kepada Allah, juga berdoa kepada selain-Nya. Tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia” (QS. Al-Qashash: 88). Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga menjelaskan: زيارة القبور نوعان: أحدهما: مشروع ومطلوب لأجل الدعاء للأموات والترحم عليهم ولأجل تذكر الموت والإعداد للآخرة … النوع الثاني: بدعي وهو: زيارة القبور لدعاء أهلها والاستغاثة بهم أو للذبح لهم أو للنذر لهم، وهذا منكر وشرك أكبر “Ziarah kubur ada dua macam: pertama, ziarah kubur yang disyariatkan, yaitu ziarah dalam rangka mendoakan orang yang sudah meninggal dan untuk mengingat kematian dan mempersiapkan akhirat … kedua, ziarah kubur yang bid’ah, yaitu ziarah kubur untuk berdoa kepada mayit, meminta bantuan kepadanya, atau menyembelih sesajen untuknya, atau bernadzar kepadanya. Ini adalah kemungkaran dan syirik akbar” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat, 4/344). Kelima, demikian juga tidak boleh berdoa kepada Allah (bukan kepada mayit) namun bersengaja melakukannya di kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa kuburan tersebut adalah tempat mustajab doa. Karena perbuatan demikian tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi, para tabi’in, atau tabi’ut tabi’in. Dan juga perbuatan yang dapat menjadi sarana kepada kesyirikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: قول القائل: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ  قول ليس له أصل في كتاب الله ولا سنة رسوله ولا قاله أحد من الصحابة ولا التابعين لهم بإحسان ولا أحد من أئمة المسلمين المشهورين بالإمامة في الدين ـ كمالك والثوري والأوزاعي والليث بن سعد وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل  وإسحاق بن راهويه وأبي عبيدة ـ ولا مشايخهم الذين يقتدي بهم ـ كالفضيل بن عياض وإبراهيم بن أدهم وأبي سليمان الداراني وأمثالهم ـ ولم يكن في الصحابة والتابعين والأئمة والمشايخ المتقدمين من يقول: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ لا مطلقًا ولا معينًا “Pendapat yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih. Ini adalah pendapat yang tidak memiliki landasan dari Kitabullah ataupun Sunnah Rasul-Nya ataupun dari perkataan para sahabat dan para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, ataupun perkataan para imam kaum Muslimin yang masyhur, seperti Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits bin sa’ad, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, Abu Ubaidah, ataupun para masyaikh mereka yang mulia seperti Al-Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham, Abu Sulaiman Ad-Darani, dan yang semisal mereka. Bahkan tidak ada di antara sahabat Nabi, atau tabi’in, para imam, dan para masyaikh terdahulu yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih, secara mutlak atau pun pada kuburan tertentu” (Majmu’ Al-Fatawa, 27/67). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga menjelaskan: زيارة الأضرحة -يعني القبور- سنة، لكنها ليست لدفع حاجة الزائر، وإنما هي لمصلحة النذور، أو لاتعاظ الزائر بهؤلاء وليست لدفع حاجاته أو حصول مطلوباته. فزيارة القبور اتعاظاً وتذكراً بالآخرة … وأما زيارة القبور للتبرك بها واعتقاد أن الدعاء عندها مجاب فإن هذا بدعة وحرام ولا يجوز؛ لأن ذلك لم يثبت لا في القرآن ولا في السنة أن محل القبور أطيب وأعظم بركة وأقرب لإجابة الدعاء. وعلى هذا فلا يجوز قصد القبور بهذا الغرض، ولا ريب أن المساجد خير من المقبرة وأقرب إلى إجابة الدعاء وإلى حضور القلب وخشوعه “Ziarah kubur hukumnya sunnah. Namun bukan untuk meminta hajat. Ziarah kubur dilakukan untuk kemaslahatan orang yang berziarah. Yaitu agar mereka bisa mengambil ibrah dari orang-orang yang sudah meninggal, bukan untuk meminta hajat atau meminta sesuatu. Ziarah kubur itu untuk mengambil ibrah dan untuk mengingat akhirat … Adapun ziarah kubur untuk ngalap berkah dengan kuburan atau berkeyakinan bahwa berdoa di sisi kuburan lebih mustajab, ini adalah bid’ah dan haram hukumnya, tidak diperbolehkan. Karena perbuatan seperti ini tidak terdapat dalil shahih dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kuburan itu lebih baik dan lebih besar berkahnya atau lebih besar kemungkinan diijabahnya doa. Oleh karena itu maka tidak diperbolehkan bersengaja untuk ke kuburan untuk tujuan demikian. Dan tidak diragukan lagi bahwa masjid lebih baik daripada kuburan dan lebih besar kemungkinannya doa dikabulkan di sana ketika berdoa dengan hati yang hadir dan khusyuk” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman no.87). Jelaslah bahwa para ulama tidak melarang ziarah kubur, bahkan mereka memotivasi kita untuk berziarah kubur. Yang mereka larang adalah ziarah kubur yang mengandung kebid’ahan atau kesyirikan. Dan ulama yang melarang ziarah kubur yang bid’ah dan ziarah kubur yang syirik tidak boleh dikatakan ia melarang ziarah kubur. Karena ini berarti tuduhan dusta kepada ulama.    Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Mengirim Mimpi Basah Secara Islami, Tata Cara Mengubur Ari Ari, Menjadi Kaya Dengan Sedekah, Mengapa Orang Bisa Kesurupan, Doa Agar Di Dekatkan Jodoh, Cara Berpuasa Daud Visited 207 times, 1 visit(s) today Post Views: 565 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Seruan Syeikh Bin Baz untuk Umat Islam agar Membantu Mujahidin Palestina

نداء وتذكير لمساعدة المجاهدين في فلسطين Seruan dan Pengingat untuk Membantu para Mujahidin di Palestina الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.أيها المسلمون في كل مكان، السلام عليكم ورحمة الله وبركاته، وبعد: فقد قال سبحانه في محكم كتابه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ ۝ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ۝ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ۝ وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِّنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ [الصف:10-13].  Segala puji hanya bagi Allah semata. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi yang tidak ada lagi Nabi setelahnya, Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya. Wahai umat Islam di mana pun kalian berada. Assalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu.  Adapun berikutnya, bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Berfirman dalam Kitab-Nya yang jelas (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku Tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? (Yaitu) kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. (Dengan itu) Allah akan Mengampuni dosa-dosa kalian dan Memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kalian) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar, dan (ada lagi) karunia yang lain yang kalian sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya), maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Ash-Shaf: 10-13) وقال : انْفِرُواْ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ [التوبة:41]. وقال : إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [التوبة:111]. Dia Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Berangkatlah kalian, baik merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)  Juga firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan (ganti) surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al-Quran, dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 111) وثبت عن المصطفى عليه الصلاة والسلام أنه قال: مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد، إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى[1]. وقال ﷺ: المؤمن للمؤمن كالبنيان، يشد بعضه بعضًا[2]، وشبك بين أصابعه. وقال ﷺ: من جهز غازيًا فقد غزا، ومن خلف غازيًا في أهله بخير فقد غزا[3]. وقال عليه الصلاة والسلام: جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم[4]. Ada riwayat sahih dari Nabi Pilihan Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi dan mengasihi di antara mereka adalah seperti tubuh yang satu; ketika salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan tidak bisa tidur dan demam.” (1) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga pernah bersabda sembari mengaitkan jari-jemari beliau, “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu ibarat sebuah bangunan, yang mana masing-masing saling menguatkan yang lain.” (2) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda, “Barang siapa yang menyiapkan (kebutuhan) orang yang berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang, dan barang siapa yang mencukupi dengan baik kebutuhan keluarga yang ditinggal berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang.” (3) Juga ada sabda beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, “Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (4) والآيات والأحاديث في فضل الجهاد، والإنفاق فيه، والتشجيع على ذلك كثيرة معلومة. فمساعدة المجاهدين في سبيل الله بالنفس والمال من أفضل القربات، ومن أعظم الأعمال الصالحات، وهم من أحق الناس بالمساعدة من الزكاة وغيرها. Ayat dan hadis tentang keutamaan jihad, mendanainya, dan dorongan untuk melaksanakannya sangat banyak dan sudah terkenal. Jadi, membantu para mujahidin yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa adalah salah satu amal ibadah yang paling utama dan salah satu amal saleh yang paling agung. Mereka adalah salah satu kelompok yang paling berhak dibantu dengan harta zakat dan sumber dana lainnya. ومن حكمة الزكاة في الإسلام والصدقات: أن يشعر المسلم برابطة تجذبه نحو أخيه؛ لأنه يشعر بما يؤلمه، ويحس بما يقع عليه من كوارث ومصائب، فيرق له قلبه ويعطف عليه؛ ليدفع مما آتاه الله بنفس راضية، وقلب مطمئن بالإيمان. والمجاهدون في داخل فلسطين وفقهم الله جميعًا يعانون مشكلات عظيمة في جهادهم لأعداء الإسلام، فيصبرون عليها، رغم أن عدوهم وعدو الدين الإسلامي يضربهم بقوته وأسلحته، وبكل ما يستطيع من صنوف الدمار، وهم بحمد الله صامدون وصابرون على مواصلة الجهاد في سبيل الله كما تتحدث عنهم الأخبار والصحف، ومن شاركهم في الجهاد من الثقات لم يضعفوا، ولم تلن شكيمتهم، ولكنهم في أشد الضرورة إلى دعم إخوانهم المسلمين ومساعدتهم بالنفوس والأموال في قتال عدوهم عدو الإسلام والمسلمين وتطهير بلادهم من رجس الكفرة، وأذنابهم من اليهود. Di antara hikmah disyariatkan zakat dan sedekah dalam Islam adalah agar seorang muslim bisa memunculkan rasa keterikatan dalam dirinya yang membuatnya peduli terhadap saudaranya karena ikut merasa sakit yang dia alami dan kesulitan serta musibah yang menimpanya, sehingga hatinya menjadi lembut dan berempati padanya, lalu menggerakkannya untuk memberikan sebagian dari harta yang Allah telah Karuniakan kepadanya dengan jiwa yang lapang dan hati penuh keyakinan dengan iman.  Para mujahidin di dalam wilayah Palestina —Semoga Allah Memberikan taufik kepada mereka semua— sedang merasakan kesulitan besar dalam jihad mereka melawan musuh-musuh Islam. Mereka sabar menjalaninya, meskipun musuh mereka sekaligus musuh agama Islam memukul mereka dengan kekuatan, persenjataan, dan segala cara penghancuran yang bisa mereka lakukan.  Namun, alhamdulillah, mereka tetap tabah dan sabar meneruskan jihad mereka di jalan Allah, sebagaimana diberitakan dalam berita dan surat kabar serta oleh orang-orang tepercaya yang membersamai mereka dalam jihad, bahwa mereka tidak pernah melemah maupun menciut tekadnya. Hanya saja, mereka sangat membutuhkan dukungan dari saudara-saudara muslim mereka serta bantuan jiwa dan harta dalam memerangi musuh-musuh mereka dan musuh Islam serta dalam upaya mereka menyucikan negeri mereka dari najis orang-orang kafir dan orang-orang yahudi yang menjadi antek-antek mereka. وقد منَّ الله عليهم بالاجتماع وجمع الشمل، على التصميم في مواصلة الجهاد. فالواجب على إخوانهم المسلمين من الحكام والأثرياء، أن يدعموهم ويعينوهم ويشدوا أزرهم؛ حتى يكملوا مسيرة الجهاد، ويفوزوا إن شاء الله بالنصر المؤزر على أعدائهم أعداء الإسلام. Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Memberi mereka karunia berupa persatuan dan kesatuan dalam tekad mereka melanjutkan jihad. Maka dari itu, saudara-saudara muslim mereka dari kalangan penguasa dan orang-orang kaya wajib mendukung, membantu, dan menguatkan kekuatan mereka agar mereka bisa terus menjalankan jihad hingga meraih kemenangan dengan kemenangan besar atas musuh-musuh mereka dan Islam, insyaallah. وإني أهيب بجميع إخواني المسلمين؛ من رؤساء الحكومات الإسلامية، وغيرهم من الأثرياء في كل مكان، بأن يقدموا لإخوانهم المجاهدين في فلسطين مما آتاهم الله من فضله، ومن الزكاة التي فرضها الله في أموالهم حقًا لمن حددهم الله جل وعلا في سورة التوبة، وهم ثمانية. قد دخل إخواننا المجاهدون في فلسطين من ضمنهم. Saya menyerukan kepada semua saudara muslim saya; baik dari kalangan pemimpin negeri-negeri Islam dan orang-orang yang berharta di mana pun mereka berada, untuk memberikan kepada saudara-saudara mereka, para mujahid, di Palestina sebagian dari karunia-Nya yang telah Allah Berikan kepada mereka serta dari zakat yang Allah Wajibkan dalam harta mereka sebagai hak bagi orang-orang yang telah Allah Tetapkan dalam surah at-Taubah, yakni delapan golongan, yang mana saudara-saudara kita para mujahidin di Palestina termasuk ke dalam delapan golongan itu. والله تبارك وتعالى قد فرض حقًا في مال الغني لأخيه المسلم في آيات كثيرة من كتابه الكريم؛ كقوله سبحانه: وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ ۝ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ [المعارج:24-25]، وقوله تعالى: آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ [الحديد:7]، وقوله سبحانه: مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [البقرة:261]، وقوله سبحانه: وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [البقرة:195]. Allah Tabāraka wa Taʿālā telah Mewajibkan hak dari harta orang kaya untuk saudaranya sesama muslim dalam banyak ayat dalam Kitab-Nya yang mulia, misalnya, firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta.” (QS. Al-Ma’arij: 25)  Juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari harta yang telah dikuasakan-Nya kepada kalian, maka orang-orang yang beriman di antara kalian dan yang menginfakkan mereka akan memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: 7)  Demikian juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji, Allah-lah Yang Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)  Allah juga Berfirman (yang artinya), “Dan infakkanlah (harta kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian jatuhkan (diri kalian) ke dalam kebinasaan dengan tangan kalian sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah Menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195) وهو سبحانه يثيب المسلم على ما يقدم لإخوانه ثوابًا عاجلًا، وثوابًا أخرويًا، يجد جزاءه عنده في يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم، كما أنه يدفع عنه في الدنيا بعض المصائب التي لولا الله سبحانه ثم الصدقات والإحسان، لحلت به أو بماله، فدفع الله شرها بصدقته الطيبة، وعمله الصالح، يقول الله : وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]. ويقول : وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. ويقول الرسول ﷺ: ما نقص مال من صدقة[5]، ويقول صلوات الله وسلامه عليه: الصدقة تطفئ الخطيئة كما يطفئ الماء النار[6]، ويقول ﷺ في الحديث الصحيح: اتقوا النار ولو بشق تمرة[7]. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Yang akan Memberi seorang muslim pahala atas apa yang dia persembahkan kepada saudara-saudaranya, baik pahala dunia maupun akhirat, yang akan dia dapatkan pahalanya di sisi-Nya pada hari di mana harta dan anak-anak tiada lagi berguna kecuali orang yang datang menemui-Nya dengan hati yang salim. Demikian juga di dunia ini, Allah akan Menghindarkan darinya sebagian musibah, yang jika bukan karena Allah kemudian sedekah dan derma mereka tentu musibah akan menimpa mereka atau harta mereka. Allah Melindungi mereka dari keburukan dengan sedekah yang baik dan amal saleh. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Allah Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (5) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Sedekah itu memadamkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api.” (6) Dalam sebuah hadis sahih juga dinyatakan, “Takutlah dengan neraka meskipun hanya dengan secuil kurma.” (7) وإخوانكم المجاهدون داخل فلسطين أيها المسلمون، يقاسون آلام الجوع والجراح والقتل والتشريد، فهم في أشد الضرورة إلى الكساء والطعام، وفي أشد الضرورة إلى الدواء، كما أنهم في أشد الضرورة إلى السلاح الذي يقاتلون به أعداء الله وأعدائهم. فجودوا عليهم أيها المسلمون مما أعطاكم الله، واعطفوا عليهم، يبارك الله لكم ويخلف عليكم، ويضاعف لكم الأجور، كما جاء في الحديث الصحيح عن جرير بن عبدالله البجلي رضي الله عنه قال: ” كنا في صدر النهار عند رسول الله ﷺ فجاءه قوم عراة مجتابي النمار أو العباء، متقلدي السيوف، عامتهم من مضر، بل كلهم من مضر، فتمعر وجه رسول الله ﷺ لما رأى ما بهم من الفاقة، فدخل ثم خرج فأمر بلالًا فأذن، وأقام فصلى، ثم خطب فقال: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء:1]،والآية التي في (الحشر): يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ [الحشر:18]، Wahai kaum muslimin, saudara-saudara kalian, para mujahidin di Palestina, sedang menghadapi sulitnya kelaparan, luka, pembunuhan, dan pengusiran. Mereka mengalami darurat sandang, pangan dan obat-obatan, sebagaimana mereka sangat membutuhkan senjata yang dapat digunakan untuk melawan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka. Wahai kaum muslimin, berdermalah untuk mereka dari apa yang telah Allah Berikan kepada kalian dan berempatilahlah kepada mereka. Semoga Allah Memberkahi kalian, mengganti untuk kalian, dan melipatgandakan pahala bagi kalian, sebagaimana tersebut dalam hadis sahih dari Jarir bin Abdullah Al-Bajili —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan, “Pada awal suatu siang kami berada di sisi Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, lalu satu kaum yang hampir telanjang datang dengan hanya mengenakan beberapa potong pakaian atau kain wol sembari menyandang pedang. Mayoritas mereka dari kabilah Muḏhar, atau bahkan semua dari Muḏhar. Wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam langsung berubah karena melihat betapa fakirnya mereka. Lalu beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam masuk, kemudian keluar lagi lalu memerintahkan Bilal untuk azan. Setelah itu, beliau berdiri untuk salat kemudian menyampaikan khotbah dengan membaca (yang artinya):  “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Tuhan kalian Yang telah Menciptakan kalian dari diri satu (Adam), lalu darinya Menciptakan pasangannya (Hawa), lalu dari keduanya Allah Memperkembangbiakkan para laki-laki dan perempuan yang banyak, maka bertakwalah kepada Allah yang dengan (nama-)Nya kalian saling meminta dan (bertakwalah dalam urusan) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kalian.” (QS. An-Nisa: 1).  Lalu satu ayat dalam surah al-Hasyr, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al Hasyr: 18) تصدق رجل من ديناره، من درهمه، من ثوبه، من صاع بره، من صاع تمره”، حتى قال: “ولو بشق تمرة”، فجاء رجل من الأنصار بصرة كادت كفه تعجز عنها، بل قد عجزت عنها، ثم تتابع الناس حتى رأيت كومين من طعام وثياب، حتى رأيت وجه رسول الله ﷺ تهلل كأنه مذهبة، فقال رسول الله ﷺ: من سن في الإسلام سنة حسنة، فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة، كان عليه وزرها ووزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء[8]. رواه مسلم في صحيحه. Kemudian, ada orang-orang bersedekah dengan dinar, dirham, pakaian, dan satu Ṣhaʿ gandum dan kurma, sampai beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘(Bersedekahlah,) walaupun hanya secuil kurma.’ Lalu ada seseorang dari kalangan Anshar yang datang dengan kain yang diikat (yang berisi sedekah), yang hampir-hampir tangannya tidak kuat membawanya, bahkan memang tidak bisa. Setelah itu, orang-orang ikut-ikutan (bersedekah) sampai aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian hingga aku melihat wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berseri-seri seperti emas. Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Barang siapa yang memberi contoh yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Pun barang siapa yang memberi contoh yang buruk dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.’” (8) (HR. Muslim dalam Sahih-nya) ثم هذه النفقة أيها المسلمون تؤجرون عليها، وتخلف عليكم كما تقدم في قوله سبحانه: وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]، وفي قوله سبحانه: وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. وقال النبي ﷺ في الحديث القدسي: يقول الله : يا ابن آدم أنفق أُنفق عليك[9]. ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. Kemudian, wahai kaum muslimin, kalian akan mendapatkan pahala dari sedekah ini dan mendapat gantinya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Demikian juga dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda dalam hadis qudsi bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman, “Wahai anak Adam, bersedekahlah, niscaya Aku akan Bersedekah kepadamu!” (9) ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وآله وصحبه. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته. Kami memohon kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā agar Melipatgandakan pahala orang yang berkontribusi membantu saudara-saudaranya para mujahidin, Menerima amalan itu darinya, dan Membantu dalam kebaikan para Mujahidin di Palestina dan seluruh mujahidin di jalan-Nya di mana pun mereka berada, Meneguhkan kaki mereka dalam jihad mereka, dan Memberi mereka pemahaman terhadap agama, kejujuran dan keikhlasan, serta Menolong mereka atas musuh-musuh Islam di mana pun mereka berada, sesungguhnya Dia-lah Penguasanya dan Maha Mampu melakukannya. (10)  Semoga selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau. Wassalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu. عبدالعزيز بن عبدالله بن باز الرئيس العام لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد Abdulaziz bin Abdullah bin Baz Ketua Umum DepartemenRiset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan. 1. رواه البخاري في (الأدب)، باب (رحمة الناس والبهائم) برقم 6011، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2586. 2. رواه البخاري في (المظالم والغصب)، باب (نصر المظلوم) برقم 2446، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2585. 3. رواه البخاري في (الجهاد والسير)، باب (فضل من جهز غازيًا أو خلفه بخير) برقم 2843، ومسلم في (الإمارة)، باب (فضل إعانة الغازي في سبيل الله) برقم 1895. 4. رواه الإمام أحمد في (باقي مسند المكثرين من الصحابة)، مسند أنس بن مالك برقم 11837، وأبو داود في (الجهاد)، باب (كراهية ترك الغزو) برقم 2504. 5. رواه مسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (استحباب العفو والتواضع) برقم 2588. 6. رواه الترمذي في (الجمعة)، باب (ما ذكر في فضل الصلاة) برقم 614. 7. رواه البخاري في (الزكاة)، باب (اتقوا النار ولو بشق تمرة) برقم 1417، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1016. 8. رواه مسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1017. 9. رواه البخاري في (النفقات)، باب (فضل النفقة على الأهل) برقم 5352، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على النفقة وتبشير المنفق بالخلف) برقم 993. 10.نشرت في مجلة (البحوث الإسلامية) العدد 28 عام 1410هـ. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 18/ 408). Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Adab” subbab “Kasih Sayang kepada Manusia dan Binatang” hadis nomor 6011, dan Muslim dalam bab “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2586. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Kezaliman dan Perampasan” subbab “Menolong Orang Yang Terzalimi” hadis nomor 2446, dan Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2585. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Jihad dan Ekspedisi Perang” subbab “Fadilah Orang Yang Menyiapkan Prajurit atau Menanggung Nafkahnya” hadis nomor 2843, dan Muslim dalam bab “Kepemimpinan” subbab “Fadilah Membantu Prajurit di Jalan Allah” hadis nomor 1895. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bab “Sisa Musnad dari Para Sahabat yang Banyak Meriwayatkan Hadis” subbab “Musnad Anas bin Malik” hadis nomor 11837, dan Abu Dawud dalam bab “Jihad” subbab “Dibencinya Tidak Mengikuti Perang” hadis nomor 2504. Diriwayatkan oleh Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Anjuran Memaafkan dan Rendah Hati” hadis nomor 2588. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam bab “Salat Jumat” subbab “Yang Diriwayatkan tentang Fadilah Salatnya” hadis nomor 614. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Zakat” subbab “Takutlah dengan Neraka Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1417, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1016. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1017. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Nafkah” subbab “Fadilah Menafkahi Keluarga” hadis nomor 5352, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Menafkahi dan Memberi Kabar Gembira bahwa Penanggung Nafkah akan Mendapatkan Ganti” hadis nomor 993.  Diterbitkan dalam majalah al-Buẖūts al-Islāmiyyah, Edisi Dua Puluh Delapan, tahun 1410 H. (Majmūʿ Fatāwā wa Maqālāt Ibni Bāz 18/408). Sumber: https://binbaz.org.sa/articles/198/نداء-وتذكير-لمساعدة-المجاهدين-في-فلسطين PDF sumber artikel. 🔍 Dalil Tentang Malaikat Mikail, Hukum Orang Haid Masuk Masjid, Bacaan Adzan Untuk Orang Meninggal, Bohong Dalam Islam, Dialog Islam Vs Kristen Terbaru, Cara Menghilangkan Khayalan Dalam Pikiran Visited 79 times, 1 visit(s) today Post Views: 484 QRIS donasi Yufid

Seruan Syeikh Bin Baz untuk Umat Islam agar Membantu Mujahidin Palestina

نداء وتذكير لمساعدة المجاهدين في فلسطين Seruan dan Pengingat untuk Membantu para Mujahidin di Palestina الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.أيها المسلمون في كل مكان، السلام عليكم ورحمة الله وبركاته، وبعد: فقد قال سبحانه في محكم كتابه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ ۝ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ۝ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ۝ وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِّنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ [الصف:10-13].  Segala puji hanya bagi Allah semata. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi yang tidak ada lagi Nabi setelahnya, Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya. Wahai umat Islam di mana pun kalian berada. Assalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu.  Adapun berikutnya, bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Berfirman dalam Kitab-Nya yang jelas (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku Tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? (Yaitu) kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. (Dengan itu) Allah akan Mengampuni dosa-dosa kalian dan Memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kalian) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar, dan (ada lagi) karunia yang lain yang kalian sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya), maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Ash-Shaf: 10-13) وقال : انْفِرُواْ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ [التوبة:41]. وقال : إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [التوبة:111]. Dia Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Berangkatlah kalian, baik merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)  Juga firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan (ganti) surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al-Quran, dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 111) وثبت عن المصطفى عليه الصلاة والسلام أنه قال: مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد، إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى[1]. وقال ﷺ: المؤمن للمؤمن كالبنيان، يشد بعضه بعضًا[2]، وشبك بين أصابعه. وقال ﷺ: من جهز غازيًا فقد غزا، ومن خلف غازيًا في أهله بخير فقد غزا[3]. وقال عليه الصلاة والسلام: جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم[4]. Ada riwayat sahih dari Nabi Pilihan Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi dan mengasihi di antara mereka adalah seperti tubuh yang satu; ketika salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan tidak bisa tidur dan demam.” (1) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga pernah bersabda sembari mengaitkan jari-jemari beliau, “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu ibarat sebuah bangunan, yang mana masing-masing saling menguatkan yang lain.” (2) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda, “Barang siapa yang menyiapkan (kebutuhan) orang yang berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang, dan barang siapa yang mencukupi dengan baik kebutuhan keluarga yang ditinggal berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang.” (3) Juga ada sabda beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, “Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (4) والآيات والأحاديث في فضل الجهاد، والإنفاق فيه، والتشجيع على ذلك كثيرة معلومة. فمساعدة المجاهدين في سبيل الله بالنفس والمال من أفضل القربات، ومن أعظم الأعمال الصالحات، وهم من أحق الناس بالمساعدة من الزكاة وغيرها. Ayat dan hadis tentang keutamaan jihad, mendanainya, dan dorongan untuk melaksanakannya sangat banyak dan sudah terkenal. Jadi, membantu para mujahidin yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa adalah salah satu amal ibadah yang paling utama dan salah satu amal saleh yang paling agung. Mereka adalah salah satu kelompok yang paling berhak dibantu dengan harta zakat dan sumber dana lainnya. ومن حكمة الزكاة في الإسلام والصدقات: أن يشعر المسلم برابطة تجذبه نحو أخيه؛ لأنه يشعر بما يؤلمه، ويحس بما يقع عليه من كوارث ومصائب، فيرق له قلبه ويعطف عليه؛ ليدفع مما آتاه الله بنفس راضية، وقلب مطمئن بالإيمان. والمجاهدون في داخل فلسطين وفقهم الله جميعًا يعانون مشكلات عظيمة في جهادهم لأعداء الإسلام، فيصبرون عليها، رغم أن عدوهم وعدو الدين الإسلامي يضربهم بقوته وأسلحته، وبكل ما يستطيع من صنوف الدمار، وهم بحمد الله صامدون وصابرون على مواصلة الجهاد في سبيل الله كما تتحدث عنهم الأخبار والصحف، ومن شاركهم في الجهاد من الثقات لم يضعفوا، ولم تلن شكيمتهم، ولكنهم في أشد الضرورة إلى دعم إخوانهم المسلمين ومساعدتهم بالنفوس والأموال في قتال عدوهم عدو الإسلام والمسلمين وتطهير بلادهم من رجس الكفرة، وأذنابهم من اليهود. Di antara hikmah disyariatkan zakat dan sedekah dalam Islam adalah agar seorang muslim bisa memunculkan rasa keterikatan dalam dirinya yang membuatnya peduli terhadap saudaranya karena ikut merasa sakit yang dia alami dan kesulitan serta musibah yang menimpanya, sehingga hatinya menjadi lembut dan berempati padanya, lalu menggerakkannya untuk memberikan sebagian dari harta yang Allah telah Karuniakan kepadanya dengan jiwa yang lapang dan hati penuh keyakinan dengan iman.  Para mujahidin di dalam wilayah Palestina —Semoga Allah Memberikan taufik kepada mereka semua— sedang merasakan kesulitan besar dalam jihad mereka melawan musuh-musuh Islam. Mereka sabar menjalaninya, meskipun musuh mereka sekaligus musuh agama Islam memukul mereka dengan kekuatan, persenjataan, dan segala cara penghancuran yang bisa mereka lakukan.  Namun, alhamdulillah, mereka tetap tabah dan sabar meneruskan jihad mereka di jalan Allah, sebagaimana diberitakan dalam berita dan surat kabar serta oleh orang-orang tepercaya yang membersamai mereka dalam jihad, bahwa mereka tidak pernah melemah maupun menciut tekadnya. Hanya saja, mereka sangat membutuhkan dukungan dari saudara-saudara muslim mereka serta bantuan jiwa dan harta dalam memerangi musuh-musuh mereka dan musuh Islam serta dalam upaya mereka menyucikan negeri mereka dari najis orang-orang kafir dan orang-orang yahudi yang menjadi antek-antek mereka. وقد منَّ الله عليهم بالاجتماع وجمع الشمل، على التصميم في مواصلة الجهاد. فالواجب على إخوانهم المسلمين من الحكام والأثرياء، أن يدعموهم ويعينوهم ويشدوا أزرهم؛ حتى يكملوا مسيرة الجهاد، ويفوزوا إن شاء الله بالنصر المؤزر على أعدائهم أعداء الإسلام. Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Memberi mereka karunia berupa persatuan dan kesatuan dalam tekad mereka melanjutkan jihad. Maka dari itu, saudara-saudara muslim mereka dari kalangan penguasa dan orang-orang kaya wajib mendukung, membantu, dan menguatkan kekuatan mereka agar mereka bisa terus menjalankan jihad hingga meraih kemenangan dengan kemenangan besar atas musuh-musuh mereka dan Islam, insyaallah. وإني أهيب بجميع إخواني المسلمين؛ من رؤساء الحكومات الإسلامية، وغيرهم من الأثرياء في كل مكان، بأن يقدموا لإخوانهم المجاهدين في فلسطين مما آتاهم الله من فضله، ومن الزكاة التي فرضها الله في أموالهم حقًا لمن حددهم الله جل وعلا في سورة التوبة، وهم ثمانية. قد دخل إخواننا المجاهدون في فلسطين من ضمنهم. Saya menyerukan kepada semua saudara muslim saya; baik dari kalangan pemimpin negeri-negeri Islam dan orang-orang yang berharta di mana pun mereka berada, untuk memberikan kepada saudara-saudara mereka, para mujahid, di Palestina sebagian dari karunia-Nya yang telah Allah Berikan kepada mereka serta dari zakat yang Allah Wajibkan dalam harta mereka sebagai hak bagi orang-orang yang telah Allah Tetapkan dalam surah at-Taubah, yakni delapan golongan, yang mana saudara-saudara kita para mujahidin di Palestina termasuk ke dalam delapan golongan itu. والله تبارك وتعالى قد فرض حقًا في مال الغني لأخيه المسلم في آيات كثيرة من كتابه الكريم؛ كقوله سبحانه: وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ ۝ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ [المعارج:24-25]، وقوله تعالى: آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ [الحديد:7]، وقوله سبحانه: مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [البقرة:261]، وقوله سبحانه: وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [البقرة:195]. Allah Tabāraka wa Taʿālā telah Mewajibkan hak dari harta orang kaya untuk saudaranya sesama muslim dalam banyak ayat dalam Kitab-Nya yang mulia, misalnya, firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta.” (QS. Al-Ma’arij: 25)  Juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari harta yang telah dikuasakan-Nya kepada kalian, maka orang-orang yang beriman di antara kalian dan yang menginfakkan mereka akan memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: 7)  Demikian juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji, Allah-lah Yang Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)  Allah juga Berfirman (yang artinya), “Dan infakkanlah (harta kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian jatuhkan (diri kalian) ke dalam kebinasaan dengan tangan kalian sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah Menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195) وهو سبحانه يثيب المسلم على ما يقدم لإخوانه ثوابًا عاجلًا، وثوابًا أخرويًا، يجد جزاءه عنده في يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم، كما أنه يدفع عنه في الدنيا بعض المصائب التي لولا الله سبحانه ثم الصدقات والإحسان، لحلت به أو بماله، فدفع الله شرها بصدقته الطيبة، وعمله الصالح، يقول الله : وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]. ويقول : وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. ويقول الرسول ﷺ: ما نقص مال من صدقة[5]، ويقول صلوات الله وسلامه عليه: الصدقة تطفئ الخطيئة كما يطفئ الماء النار[6]، ويقول ﷺ في الحديث الصحيح: اتقوا النار ولو بشق تمرة[7]. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Yang akan Memberi seorang muslim pahala atas apa yang dia persembahkan kepada saudara-saudaranya, baik pahala dunia maupun akhirat, yang akan dia dapatkan pahalanya di sisi-Nya pada hari di mana harta dan anak-anak tiada lagi berguna kecuali orang yang datang menemui-Nya dengan hati yang salim. Demikian juga di dunia ini, Allah akan Menghindarkan darinya sebagian musibah, yang jika bukan karena Allah kemudian sedekah dan derma mereka tentu musibah akan menimpa mereka atau harta mereka. Allah Melindungi mereka dari keburukan dengan sedekah yang baik dan amal saleh. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Allah Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (5) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Sedekah itu memadamkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api.” (6) Dalam sebuah hadis sahih juga dinyatakan, “Takutlah dengan neraka meskipun hanya dengan secuil kurma.” (7) وإخوانكم المجاهدون داخل فلسطين أيها المسلمون، يقاسون آلام الجوع والجراح والقتل والتشريد، فهم في أشد الضرورة إلى الكساء والطعام، وفي أشد الضرورة إلى الدواء، كما أنهم في أشد الضرورة إلى السلاح الذي يقاتلون به أعداء الله وأعدائهم. فجودوا عليهم أيها المسلمون مما أعطاكم الله، واعطفوا عليهم، يبارك الله لكم ويخلف عليكم، ويضاعف لكم الأجور، كما جاء في الحديث الصحيح عن جرير بن عبدالله البجلي رضي الله عنه قال: ” كنا في صدر النهار عند رسول الله ﷺ فجاءه قوم عراة مجتابي النمار أو العباء، متقلدي السيوف، عامتهم من مضر، بل كلهم من مضر، فتمعر وجه رسول الله ﷺ لما رأى ما بهم من الفاقة، فدخل ثم خرج فأمر بلالًا فأذن، وأقام فصلى، ثم خطب فقال: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء:1]،والآية التي في (الحشر): يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ [الحشر:18]، Wahai kaum muslimin, saudara-saudara kalian, para mujahidin di Palestina, sedang menghadapi sulitnya kelaparan, luka, pembunuhan, dan pengusiran. Mereka mengalami darurat sandang, pangan dan obat-obatan, sebagaimana mereka sangat membutuhkan senjata yang dapat digunakan untuk melawan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka. Wahai kaum muslimin, berdermalah untuk mereka dari apa yang telah Allah Berikan kepada kalian dan berempatilahlah kepada mereka. Semoga Allah Memberkahi kalian, mengganti untuk kalian, dan melipatgandakan pahala bagi kalian, sebagaimana tersebut dalam hadis sahih dari Jarir bin Abdullah Al-Bajili —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan, “Pada awal suatu siang kami berada di sisi Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, lalu satu kaum yang hampir telanjang datang dengan hanya mengenakan beberapa potong pakaian atau kain wol sembari menyandang pedang. Mayoritas mereka dari kabilah Muḏhar, atau bahkan semua dari Muḏhar. Wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam langsung berubah karena melihat betapa fakirnya mereka. Lalu beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam masuk, kemudian keluar lagi lalu memerintahkan Bilal untuk azan. Setelah itu, beliau berdiri untuk salat kemudian menyampaikan khotbah dengan membaca (yang artinya):  “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Tuhan kalian Yang telah Menciptakan kalian dari diri satu (Adam), lalu darinya Menciptakan pasangannya (Hawa), lalu dari keduanya Allah Memperkembangbiakkan para laki-laki dan perempuan yang banyak, maka bertakwalah kepada Allah yang dengan (nama-)Nya kalian saling meminta dan (bertakwalah dalam urusan) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kalian.” (QS. An-Nisa: 1).  Lalu satu ayat dalam surah al-Hasyr, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al Hasyr: 18) تصدق رجل من ديناره، من درهمه، من ثوبه، من صاع بره، من صاع تمره”، حتى قال: “ولو بشق تمرة”، فجاء رجل من الأنصار بصرة كادت كفه تعجز عنها، بل قد عجزت عنها، ثم تتابع الناس حتى رأيت كومين من طعام وثياب، حتى رأيت وجه رسول الله ﷺ تهلل كأنه مذهبة، فقال رسول الله ﷺ: من سن في الإسلام سنة حسنة، فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة، كان عليه وزرها ووزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء[8]. رواه مسلم في صحيحه. Kemudian, ada orang-orang bersedekah dengan dinar, dirham, pakaian, dan satu Ṣhaʿ gandum dan kurma, sampai beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘(Bersedekahlah,) walaupun hanya secuil kurma.’ Lalu ada seseorang dari kalangan Anshar yang datang dengan kain yang diikat (yang berisi sedekah), yang hampir-hampir tangannya tidak kuat membawanya, bahkan memang tidak bisa. Setelah itu, orang-orang ikut-ikutan (bersedekah) sampai aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian hingga aku melihat wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berseri-seri seperti emas. Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Barang siapa yang memberi contoh yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Pun barang siapa yang memberi contoh yang buruk dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.’” (8) (HR. Muslim dalam Sahih-nya) ثم هذه النفقة أيها المسلمون تؤجرون عليها، وتخلف عليكم كما تقدم في قوله سبحانه: وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]، وفي قوله سبحانه: وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. وقال النبي ﷺ في الحديث القدسي: يقول الله : يا ابن آدم أنفق أُنفق عليك[9]. ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. Kemudian, wahai kaum muslimin, kalian akan mendapatkan pahala dari sedekah ini dan mendapat gantinya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Demikian juga dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda dalam hadis qudsi bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman, “Wahai anak Adam, bersedekahlah, niscaya Aku akan Bersedekah kepadamu!” (9) ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وآله وصحبه. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته. Kami memohon kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā agar Melipatgandakan pahala orang yang berkontribusi membantu saudara-saudaranya para mujahidin, Menerima amalan itu darinya, dan Membantu dalam kebaikan para Mujahidin di Palestina dan seluruh mujahidin di jalan-Nya di mana pun mereka berada, Meneguhkan kaki mereka dalam jihad mereka, dan Memberi mereka pemahaman terhadap agama, kejujuran dan keikhlasan, serta Menolong mereka atas musuh-musuh Islam di mana pun mereka berada, sesungguhnya Dia-lah Penguasanya dan Maha Mampu melakukannya. (10)  Semoga selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau. Wassalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu. عبدالعزيز بن عبدالله بن باز الرئيس العام لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد Abdulaziz bin Abdullah bin Baz Ketua Umum DepartemenRiset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan. 1. رواه البخاري في (الأدب)، باب (رحمة الناس والبهائم) برقم 6011، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2586. 2. رواه البخاري في (المظالم والغصب)، باب (نصر المظلوم) برقم 2446، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2585. 3. رواه البخاري في (الجهاد والسير)، باب (فضل من جهز غازيًا أو خلفه بخير) برقم 2843، ومسلم في (الإمارة)، باب (فضل إعانة الغازي في سبيل الله) برقم 1895. 4. رواه الإمام أحمد في (باقي مسند المكثرين من الصحابة)، مسند أنس بن مالك برقم 11837، وأبو داود في (الجهاد)، باب (كراهية ترك الغزو) برقم 2504. 5. رواه مسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (استحباب العفو والتواضع) برقم 2588. 6. رواه الترمذي في (الجمعة)، باب (ما ذكر في فضل الصلاة) برقم 614. 7. رواه البخاري في (الزكاة)، باب (اتقوا النار ولو بشق تمرة) برقم 1417، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1016. 8. رواه مسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1017. 9. رواه البخاري في (النفقات)، باب (فضل النفقة على الأهل) برقم 5352، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على النفقة وتبشير المنفق بالخلف) برقم 993. 10.نشرت في مجلة (البحوث الإسلامية) العدد 28 عام 1410هـ. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 18/ 408). Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Adab” subbab “Kasih Sayang kepada Manusia dan Binatang” hadis nomor 6011, dan Muslim dalam bab “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2586. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Kezaliman dan Perampasan” subbab “Menolong Orang Yang Terzalimi” hadis nomor 2446, dan Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2585. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Jihad dan Ekspedisi Perang” subbab “Fadilah Orang Yang Menyiapkan Prajurit atau Menanggung Nafkahnya” hadis nomor 2843, dan Muslim dalam bab “Kepemimpinan” subbab “Fadilah Membantu Prajurit di Jalan Allah” hadis nomor 1895. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bab “Sisa Musnad dari Para Sahabat yang Banyak Meriwayatkan Hadis” subbab “Musnad Anas bin Malik” hadis nomor 11837, dan Abu Dawud dalam bab “Jihad” subbab “Dibencinya Tidak Mengikuti Perang” hadis nomor 2504. Diriwayatkan oleh Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Anjuran Memaafkan dan Rendah Hati” hadis nomor 2588. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam bab “Salat Jumat” subbab “Yang Diriwayatkan tentang Fadilah Salatnya” hadis nomor 614. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Zakat” subbab “Takutlah dengan Neraka Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1417, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1016. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1017. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Nafkah” subbab “Fadilah Menafkahi Keluarga” hadis nomor 5352, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Menafkahi dan Memberi Kabar Gembira bahwa Penanggung Nafkah akan Mendapatkan Ganti” hadis nomor 993.  Diterbitkan dalam majalah al-Buẖūts al-Islāmiyyah, Edisi Dua Puluh Delapan, tahun 1410 H. (Majmūʿ Fatāwā wa Maqālāt Ibni Bāz 18/408). Sumber: https://binbaz.org.sa/articles/198/نداء-وتذكير-لمساعدة-المجاهدين-في-فلسطين PDF sumber artikel. 🔍 Dalil Tentang Malaikat Mikail, Hukum Orang Haid Masuk Masjid, Bacaan Adzan Untuk Orang Meninggal, Bohong Dalam Islam, Dialog Islam Vs Kristen Terbaru, Cara Menghilangkan Khayalan Dalam Pikiran Visited 79 times, 1 visit(s) today Post Views: 484 QRIS donasi Yufid
نداء وتذكير لمساعدة المجاهدين في فلسطين Seruan dan Pengingat untuk Membantu para Mujahidin di Palestina الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.أيها المسلمون في كل مكان، السلام عليكم ورحمة الله وبركاته، وبعد: فقد قال سبحانه في محكم كتابه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ ۝ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ۝ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ۝ وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِّنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ [الصف:10-13].  Segala puji hanya bagi Allah semata. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi yang tidak ada lagi Nabi setelahnya, Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya. Wahai umat Islam di mana pun kalian berada. Assalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu.  Adapun berikutnya, bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Berfirman dalam Kitab-Nya yang jelas (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku Tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? (Yaitu) kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. (Dengan itu) Allah akan Mengampuni dosa-dosa kalian dan Memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kalian) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar, dan (ada lagi) karunia yang lain yang kalian sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya), maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Ash-Shaf: 10-13) وقال : انْفِرُواْ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ [التوبة:41]. وقال : إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [التوبة:111]. Dia Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Berangkatlah kalian, baik merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)  Juga firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan (ganti) surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al-Quran, dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 111) وثبت عن المصطفى عليه الصلاة والسلام أنه قال: مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد، إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى[1]. وقال ﷺ: المؤمن للمؤمن كالبنيان، يشد بعضه بعضًا[2]، وشبك بين أصابعه. وقال ﷺ: من جهز غازيًا فقد غزا، ومن خلف غازيًا في أهله بخير فقد غزا[3]. وقال عليه الصلاة والسلام: جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم[4]. Ada riwayat sahih dari Nabi Pilihan Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi dan mengasihi di antara mereka adalah seperti tubuh yang satu; ketika salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan tidak bisa tidur dan demam.” (1) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga pernah bersabda sembari mengaitkan jari-jemari beliau, “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu ibarat sebuah bangunan, yang mana masing-masing saling menguatkan yang lain.” (2) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda, “Barang siapa yang menyiapkan (kebutuhan) orang yang berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang, dan barang siapa yang mencukupi dengan baik kebutuhan keluarga yang ditinggal berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang.” (3) Juga ada sabda beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, “Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (4) والآيات والأحاديث في فضل الجهاد، والإنفاق فيه، والتشجيع على ذلك كثيرة معلومة. فمساعدة المجاهدين في سبيل الله بالنفس والمال من أفضل القربات، ومن أعظم الأعمال الصالحات، وهم من أحق الناس بالمساعدة من الزكاة وغيرها. Ayat dan hadis tentang keutamaan jihad, mendanainya, dan dorongan untuk melaksanakannya sangat banyak dan sudah terkenal. Jadi, membantu para mujahidin yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa adalah salah satu amal ibadah yang paling utama dan salah satu amal saleh yang paling agung. Mereka adalah salah satu kelompok yang paling berhak dibantu dengan harta zakat dan sumber dana lainnya. ومن حكمة الزكاة في الإسلام والصدقات: أن يشعر المسلم برابطة تجذبه نحو أخيه؛ لأنه يشعر بما يؤلمه، ويحس بما يقع عليه من كوارث ومصائب، فيرق له قلبه ويعطف عليه؛ ليدفع مما آتاه الله بنفس راضية، وقلب مطمئن بالإيمان. والمجاهدون في داخل فلسطين وفقهم الله جميعًا يعانون مشكلات عظيمة في جهادهم لأعداء الإسلام، فيصبرون عليها، رغم أن عدوهم وعدو الدين الإسلامي يضربهم بقوته وأسلحته، وبكل ما يستطيع من صنوف الدمار، وهم بحمد الله صامدون وصابرون على مواصلة الجهاد في سبيل الله كما تتحدث عنهم الأخبار والصحف، ومن شاركهم في الجهاد من الثقات لم يضعفوا، ولم تلن شكيمتهم، ولكنهم في أشد الضرورة إلى دعم إخوانهم المسلمين ومساعدتهم بالنفوس والأموال في قتال عدوهم عدو الإسلام والمسلمين وتطهير بلادهم من رجس الكفرة، وأذنابهم من اليهود. Di antara hikmah disyariatkan zakat dan sedekah dalam Islam adalah agar seorang muslim bisa memunculkan rasa keterikatan dalam dirinya yang membuatnya peduli terhadap saudaranya karena ikut merasa sakit yang dia alami dan kesulitan serta musibah yang menimpanya, sehingga hatinya menjadi lembut dan berempati padanya, lalu menggerakkannya untuk memberikan sebagian dari harta yang Allah telah Karuniakan kepadanya dengan jiwa yang lapang dan hati penuh keyakinan dengan iman.  Para mujahidin di dalam wilayah Palestina —Semoga Allah Memberikan taufik kepada mereka semua— sedang merasakan kesulitan besar dalam jihad mereka melawan musuh-musuh Islam. Mereka sabar menjalaninya, meskipun musuh mereka sekaligus musuh agama Islam memukul mereka dengan kekuatan, persenjataan, dan segala cara penghancuran yang bisa mereka lakukan.  Namun, alhamdulillah, mereka tetap tabah dan sabar meneruskan jihad mereka di jalan Allah, sebagaimana diberitakan dalam berita dan surat kabar serta oleh orang-orang tepercaya yang membersamai mereka dalam jihad, bahwa mereka tidak pernah melemah maupun menciut tekadnya. Hanya saja, mereka sangat membutuhkan dukungan dari saudara-saudara muslim mereka serta bantuan jiwa dan harta dalam memerangi musuh-musuh mereka dan musuh Islam serta dalam upaya mereka menyucikan negeri mereka dari najis orang-orang kafir dan orang-orang yahudi yang menjadi antek-antek mereka. وقد منَّ الله عليهم بالاجتماع وجمع الشمل، على التصميم في مواصلة الجهاد. فالواجب على إخوانهم المسلمين من الحكام والأثرياء، أن يدعموهم ويعينوهم ويشدوا أزرهم؛ حتى يكملوا مسيرة الجهاد، ويفوزوا إن شاء الله بالنصر المؤزر على أعدائهم أعداء الإسلام. Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Memberi mereka karunia berupa persatuan dan kesatuan dalam tekad mereka melanjutkan jihad. Maka dari itu, saudara-saudara muslim mereka dari kalangan penguasa dan orang-orang kaya wajib mendukung, membantu, dan menguatkan kekuatan mereka agar mereka bisa terus menjalankan jihad hingga meraih kemenangan dengan kemenangan besar atas musuh-musuh mereka dan Islam, insyaallah. وإني أهيب بجميع إخواني المسلمين؛ من رؤساء الحكومات الإسلامية، وغيرهم من الأثرياء في كل مكان، بأن يقدموا لإخوانهم المجاهدين في فلسطين مما آتاهم الله من فضله، ومن الزكاة التي فرضها الله في أموالهم حقًا لمن حددهم الله جل وعلا في سورة التوبة، وهم ثمانية. قد دخل إخواننا المجاهدون في فلسطين من ضمنهم. Saya menyerukan kepada semua saudara muslim saya; baik dari kalangan pemimpin negeri-negeri Islam dan orang-orang yang berharta di mana pun mereka berada, untuk memberikan kepada saudara-saudara mereka, para mujahid, di Palestina sebagian dari karunia-Nya yang telah Allah Berikan kepada mereka serta dari zakat yang Allah Wajibkan dalam harta mereka sebagai hak bagi orang-orang yang telah Allah Tetapkan dalam surah at-Taubah, yakni delapan golongan, yang mana saudara-saudara kita para mujahidin di Palestina termasuk ke dalam delapan golongan itu. والله تبارك وتعالى قد فرض حقًا في مال الغني لأخيه المسلم في آيات كثيرة من كتابه الكريم؛ كقوله سبحانه: وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ ۝ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ [المعارج:24-25]، وقوله تعالى: آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ [الحديد:7]، وقوله سبحانه: مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [البقرة:261]، وقوله سبحانه: وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [البقرة:195]. Allah Tabāraka wa Taʿālā telah Mewajibkan hak dari harta orang kaya untuk saudaranya sesama muslim dalam banyak ayat dalam Kitab-Nya yang mulia, misalnya, firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta.” (QS. Al-Ma’arij: 25)  Juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari harta yang telah dikuasakan-Nya kepada kalian, maka orang-orang yang beriman di antara kalian dan yang menginfakkan mereka akan memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: 7)  Demikian juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji, Allah-lah Yang Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)  Allah juga Berfirman (yang artinya), “Dan infakkanlah (harta kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian jatuhkan (diri kalian) ke dalam kebinasaan dengan tangan kalian sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah Menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195) وهو سبحانه يثيب المسلم على ما يقدم لإخوانه ثوابًا عاجلًا، وثوابًا أخرويًا، يجد جزاءه عنده في يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم، كما أنه يدفع عنه في الدنيا بعض المصائب التي لولا الله سبحانه ثم الصدقات والإحسان، لحلت به أو بماله، فدفع الله شرها بصدقته الطيبة، وعمله الصالح، يقول الله : وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]. ويقول : وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. ويقول الرسول ﷺ: ما نقص مال من صدقة[5]، ويقول صلوات الله وسلامه عليه: الصدقة تطفئ الخطيئة كما يطفئ الماء النار[6]، ويقول ﷺ في الحديث الصحيح: اتقوا النار ولو بشق تمرة[7]. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Yang akan Memberi seorang muslim pahala atas apa yang dia persembahkan kepada saudara-saudaranya, baik pahala dunia maupun akhirat, yang akan dia dapatkan pahalanya di sisi-Nya pada hari di mana harta dan anak-anak tiada lagi berguna kecuali orang yang datang menemui-Nya dengan hati yang salim. Demikian juga di dunia ini, Allah akan Menghindarkan darinya sebagian musibah, yang jika bukan karena Allah kemudian sedekah dan derma mereka tentu musibah akan menimpa mereka atau harta mereka. Allah Melindungi mereka dari keburukan dengan sedekah yang baik dan amal saleh. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Allah Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (5) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Sedekah itu memadamkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api.” (6) Dalam sebuah hadis sahih juga dinyatakan, “Takutlah dengan neraka meskipun hanya dengan secuil kurma.” (7) وإخوانكم المجاهدون داخل فلسطين أيها المسلمون، يقاسون آلام الجوع والجراح والقتل والتشريد، فهم في أشد الضرورة إلى الكساء والطعام، وفي أشد الضرورة إلى الدواء، كما أنهم في أشد الضرورة إلى السلاح الذي يقاتلون به أعداء الله وأعدائهم. فجودوا عليهم أيها المسلمون مما أعطاكم الله، واعطفوا عليهم، يبارك الله لكم ويخلف عليكم، ويضاعف لكم الأجور، كما جاء في الحديث الصحيح عن جرير بن عبدالله البجلي رضي الله عنه قال: ” كنا في صدر النهار عند رسول الله ﷺ فجاءه قوم عراة مجتابي النمار أو العباء، متقلدي السيوف، عامتهم من مضر، بل كلهم من مضر، فتمعر وجه رسول الله ﷺ لما رأى ما بهم من الفاقة، فدخل ثم خرج فأمر بلالًا فأذن، وأقام فصلى، ثم خطب فقال: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء:1]،والآية التي في (الحشر): يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ [الحشر:18]، Wahai kaum muslimin, saudara-saudara kalian, para mujahidin di Palestina, sedang menghadapi sulitnya kelaparan, luka, pembunuhan, dan pengusiran. Mereka mengalami darurat sandang, pangan dan obat-obatan, sebagaimana mereka sangat membutuhkan senjata yang dapat digunakan untuk melawan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka. Wahai kaum muslimin, berdermalah untuk mereka dari apa yang telah Allah Berikan kepada kalian dan berempatilahlah kepada mereka. Semoga Allah Memberkahi kalian, mengganti untuk kalian, dan melipatgandakan pahala bagi kalian, sebagaimana tersebut dalam hadis sahih dari Jarir bin Abdullah Al-Bajili —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan, “Pada awal suatu siang kami berada di sisi Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, lalu satu kaum yang hampir telanjang datang dengan hanya mengenakan beberapa potong pakaian atau kain wol sembari menyandang pedang. Mayoritas mereka dari kabilah Muḏhar, atau bahkan semua dari Muḏhar. Wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam langsung berubah karena melihat betapa fakirnya mereka. Lalu beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam masuk, kemudian keluar lagi lalu memerintahkan Bilal untuk azan. Setelah itu, beliau berdiri untuk salat kemudian menyampaikan khotbah dengan membaca (yang artinya):  “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Tuhan kalian Yang telah Menciptakan kalian dari diri satu (Adam), lalu darinya Menciptakan pasangannya (Hawa), lalu dari keduanya Allah Memperkembangbiakkan para laki-laki dan perempuan yang banyak, maka bertakwalah kepada Allah yang dengan (nama-)Nya kalian saling meminta dan (bertakwalah dalam urusan) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kalian.” (QS. An-Nisa: 1).  Lalu satu ayat dalam surah al-Hasyr, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al Hasyr: 18) تصدق رجل من ديناره، من درهمه، من ثوبه، من صاع بره، من صاع تمره”، حتى قال: “ولو بشق تمرة”، فجاء رجل من الأنصار بصرة كادت كفه تعجز عنها، بل قد عجزت عنها، ثم تتابع الناس حتى رأيت كومين من طعام وثياب، حتى رأيت وجه رسول الله ﷺ تهلل كأنه مذهبة، فقال رسول الله ﷺ: من سن في الإسلام سنة حسنة، فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة، كان عليه وزرها ووزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء[8]. رواه مسلم في صحيحه. Kemudian, ada orang-orang bersedekah dengan dinar, dirham, pakaian, dan satu Ṣhaʿ gandum dan kurma, sampai beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘(Bersedekahlah,) walaupun hanya secuil kurma.’ Lalu ada seseorang dari kalangan Anshar yang datang dengan kain yang diikat (yang berisi sedekah), yang hampir-hampir tangannya tidak kuat membawanya, bahkan memang tidak bisa. Setelah itu, orang-orang ikut-ikutan (bersedekah) sampai aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian hingga aku melihat wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berseri-seri seperti emas. Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Barang siapa yang memberi contoh yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Pun barang siapa yang memberi contoh yang buruk dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.’” (8) (HR. Muslim dalam Sahih-nya) ثم هذه النفقة أيها المسلمون تؤجرون عليها، وتخلف عليكم كما تقدم في قوله سبحانه: وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]، وفي قوله سبحانه: وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. وقال النبي ﷺ في الحديث القدسي: يقول الله : يا ابن آدم أنفق أُنفق عليك[9]. ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. Kemudian, wahai kaum muslimin, kalian akan mendapatkan pahala dari sedekah ini dan mendapat gantinya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Demikian juga dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda dalam hadis qudsi bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman, “Wahai anak Adam, bersedekahlah, niscaya Aku akan Bersedekah kepadamu!” (9) ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وآله وصحبه. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته. Kami memohon kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā agar Melipatgandakan pahala orang yang berkontribusi membantu saudara-saudaranya para mujahidin, Menerima amalan itu darinya, dan Membantu dalam kebaikan para Mujahidin di Palestina dan seluruh mujahidin di jalan-Nya di mana pun mereka berada, Meneguhkan kaki mereka dalam jihad mereka, dan Memberi mereka pemahaman terhadap agama, kejujuran dan keikhlasan, serta Menolong mereka atas musuh-musuh Islam di mana pun mereka berada, sesungguhnya Dia-lah Penguasanya dan Maha Mampu melakukannya. (10)  Semoga selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau. Wassalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu. عبدالعزيز بن عبدالله بن باز الرئيس العام لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد Abdulaziz bin Abdullah bin Baz Ketua Umum DepartemenRiset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan. 1. رواه البخاري في (الأدب)، باب (رحمة الناس والبهائم) برقم 6011، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2586. 2. رواه البخاري في (المظالم والغصب)، باب (نصر المظلوم) برقم 2446، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2585. 3. رواه البخاري في (الجهاد والسير)، باب (فضل من جهز غازيًا أو خلفه بخير) برقم 2843، ومسلم في (الإمارة)، باب (فضل إعانة الغازي في سبيل الله) برقم 1895. 4. رواه الإمام أحمد في (باقي مسند المكثرين من الصحابة)، مسند أنس بن مالك برقم 11837، وأبو داود في (الجهاد)، باب (كراهية ترك الغزو) برقم 2504. 5. رواه مسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (استحباب العفو والتواضع) برقم 2588. 6. رواه الترمذي في (الجمعة)، باب (ما ذكر في فضل الصلاة) برقم 614. 7. رواه البخاري في (الزكاة)، باب (اتقوا النار ولو بشق تمرة) برقم 1417، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1016. 8. رواه مسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1017. 9. رواه البخاري في (النفقات)، باب (فضل النفقة على الأهل) برقم 5352، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على النفقة وتبشير المنفق بالخلف) برقم 993. 10.نشرت في مجلة (البحوث الإسلامية) العدد 28 عام 1410هـ. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 18/ 408). Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Adab” subbab “Kasih Sayang kepada Manusia dan Binatang” hadis nomor 6011, dan Muslim dalam bab “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2586. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Kezaliman dan Perampasan” subbab “Menolong Orang Yang Terzalimi” hadis nomor 2446, dan Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2585. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Jihad dan Ekspedisi Perang” subbab “Fadilah Orang Yang Menyiapkan Prajurit atau Menanggung Nafkahnya” hadis nomor 2843, dan Muslim dalam bab “Kepemimpinan” subbab “Fadilah Membantu Prajurit di Jalan Allah” hadis nomor 1895. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bab “Sisa Musnad dari Para Sahabat yang Banyak Meriwayatkan Hadis” subbab “Musnad Anas bin Malik” hadis nomor 11837, dan Abu Dawud dalam bab “Jihad” subbab “Dibencinya Tidak Mengikuti Perang” hadis nomor 2504. Diriwayatkan oleh Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Anjuran Memaafkan dan Rendah Hati” hadis nomor 2588. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam bab “Salat Jumat” subbab “Yang Diriwayatkan tentang Fadilah Salatnya” hadis nomor 614. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Zakat” subbab “Takutlah dengan Neraka Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1417, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1016. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1017. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Nafkah” subbab “Fadilah Menafkahi Keluarga” hadis nomor 5352, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Menafkahi dan Memberi Kabar Gembira bahwa Penanggung Nafkah akan Mendapatkan Ganti” hadis nomor 993.  Diterbitkan dalam majalah al-Buẖūts al-Islāmiyyah, Edisi Dua Puluh Delapan, tahun 1410 H. (Majmūʿ Fatāwā wa Maqālāt Ibni Bāz 18/408). Sumber: https://binbaz.org.sa/articles/198/نداء-وتذكير-لمساعدة-المجاهدين-في-فلسطين PDF sumber artikel. 🔍 Dalil Tentang Malaikat Mikail, Hukum Orang Haid Masuk Masjid, Bacaan Adzan Untuk Orang Meninggal, Bohong Dalam Islam, Dialog Islam Vs Kristen Terbaru, Cara Menghilangkan Khayalan Dalam Pikiran Visited 79 times, 1 visit(s) today Post Views: 484 QRIS donasi Yufid


نداء وتذكير لمساعدة المجاهدين في فلسطين Seruan dan Pengingat untuk Membantu para Mujahidin di Palestina الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.أيها المسلمون في كل مكان، السلام عليكم ورحمة الله وبركاته، وبعد: فقد قال سبحانه في محكم كتابه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ ۝ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ۝ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ۝ وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِّنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ [الصف:10-13].  Segala puji hanya bagi Allah semata. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi yang tidak ada lagi Nabi setelahnya, Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya. Wahai umat Islam di mana pun kalian berada. Assalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu.  Adapun berikutnya, bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Berfirman dalam Kitab-Nya yang jelas (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku Tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? (Yaitu) kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui. (Dengan itu) Allah akan Mengampuni dosa-dosa kalian dan Memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kalian) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar, dan (ada lagi) karunia yang lain yang kalian sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya), maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Ash-Shaf: 10-13) وقال : انْفِرُواْ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ [التوبة:41]. وقال : إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [التوبة:111]. Dia Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Berangkatlah kalian, baik merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)  Juga firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan (ganti) surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al-Quran, dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 111) وثبت عن المصطفى عليه الصلاة والسلام أنه قال: مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد، إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى[1]. وقال ﷺ: المؤمن للمؤمن كالبنيان، يشد بعضه بعضًا[2]، وشبك بين أصابعه. وقال ﷺ: من جهز غازيًا فقد غزا، ومن خلف غازيًا في أهله بخير فقد غزا[3]. وقال عليه الصلاة والسلام: جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم[4]. Ada riwayat sahih dari Nabi Pilihan Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi dan mengasihi di antara mereka adalah seperti tubuh yang satu; ketika salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan tidak bisa tidur dan demam.” (1) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga pernah bersabda sembari mengaitkan jari-jemari beliau, “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu ibarat sebuah bangunan, yang mana masing-masing saling menguatkan yang lain.” (2) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda, “Barang siapa yang menyiapkan (kebutuhan) orang yang berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang, dan barang siapa yang mencukupi dengan baik kebutuhan keluarga yang ditinggal berperang, maka dia juga telah (mendapat pahala) berperang.” (3) Juga ada sabda beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, “Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (4) والآيات والأحاديث في فضل الجهاد، والإنفاق فيه، والتشجيع على ذلك كثيرة معلومة. فمساعدة المجاهدين في سبيل الله بالنفس والمال من أفضل القربات، ومن أعظم الأعمال الصالحات، وهم من أحق الناس بالمساعدة من الزكاة وغيرها. Ayat dan hadis tentang keutamaan jihad, mendanainya, dan dorongan untuk melaksanakannya sangat banyak dan sudah terkenal. Jadi, membantu para mujahidin yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa adalah salah satu amal ibadah yang paling utama dan salah satu amal saleh yang paling agung. Mereka adalah salah satu kelompok yang paling berhak dibantu dengan harta zakat dan sumber dana lainnya. ومن حكمة الزكاة في الإسلام والصدقات: أن يشعر المسلم برابطة تجذبه نحو أخيه؛ لأنه يشعر بما يؤلمه، ويحس بما يقع عليه من كوارث ومصائب، فيرق له قلبه ويعطف عليه؛ ليدفع مما آتاه الله بنفس راضية، وقلب مطمئن بالإيمان. والمجاهدون في داخل فلسطين وفقهم الله جميعًا يعانون مشكلات عظيمة في جهادهم لأعداء الإسلام، فيصبرون عليها، رغم أن عدوهم وعدو الدين الإسلامي يضربهم بقوته وأسلحته، وبكل ما يستطيع من صنوف الدمار، وهم بحمد الله صامدون وصابرون على مواصلة الجهاد في سبيل الله كما تتحدث عنهم الأخبار والصحف، ومن شاركهم في الجهاد من الثقات لم يضعفوا، ولم تلن شكيمتهم، ولكنهم في أشد الضرورة إلى دعم إخوانهم المسلمين ومساعدتهم بالنفوس والأموال في قتال عدوهم عدو الإسلام والمسلمين وتطهير بلادهم من رجس الكفرة، وأذنابهم من اليهود. Di antara hikmah disyariatkan zakat dan sedekah dalam Islam adalah agar seorang muslim bisa memunculkan rasa keterikatan dalam dirinya yang membuatnya peduli terhadap saudaranya karena ikut merasa sakit yang dia alami dan kesulitan serta musibah yang menimpanya, sehingga hatinya menjadi lembut dan berempati padanya, lalu menggerakkannya untuk memberikan sebagian dari harta yang Allah telah Karuniakan kepadanya dengan jiwa yang lapang dan hati penuh keyakinan dengan iman.  Para mujahidin di dalam wilayah Palestina —Semoga Allah Memberikan taufik kepada mereka semua— sedang merasakan kesulitan besar dalam jihad mereka melawan musuh-musuh Islam. Mereka sabar menjalaninya, meskipun musuh mereka sekaligus musuh agama Islam memukul mereka dengan kekuatan, persenjataan, dan segala cara penghancuran yang bisa mereka lakukan.  Namun, alhamdulillah, mereka tetap tabah dan sabar meneruskan jihad mereka di jalan Allah, sebagaimana diberitakan dalam berita dan surat kabar serta oleh orang-orang tepercaya yang membersamai mereka dalam jihad, bahwa mereka tidak pernah melemah maupun menciut tekadnya. Hanya saja, mereka sangat membutuhkan dukungan dari saudara-saudara muslim mereka serta bantuan jiwa dan harta dalam memerangi musuh-musuh mereka dan musuh Islam serta dalam upaya mereka menyucikan negeri mereka dari najis orang-orang kafir dan orang-orang yahudi yang menjadi antek-antek mereka. وقد منَّ الله عليهم بالاجتماع وجمع الشمل، على التصميم في مواصلة الجهاد. فالواجب على إخوانهم المسلمين من الحكام والأثرياء، أن يدعموهم ويعينوهم ويشدوا أزرهم؛ حتى يكملوا مسيرة الجهاد، ويفوزوا إن شاء الله بالنصر المؤزر على أعدائهم أعداء الإسلام. Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Memberi mereka karunia berupa persatuan dan kesatuan dalam tekad mereka melanjutkan jihad. Maka dari itu, saudara-saudara muslim mereka dari kalangan penguasa dan orang-orang kaya wajib mendukung, membantu, dan menguatkan kekuatan mereka agar mereka bisa terus menjalankan jihad hingga meraih kemenangan dengan kemenangan besar atas musuh-musuh mereka dan Islam, insyaallah. وإني أهيب بجميع إخواني المسلمين؛ من رؤساء الحكومات الإسلامية، وغيرهم من الأثرياء في كل مكان، بأن يقدموا لإخوانهم المجاهدين في فلسطين مما آتاهم الله من فضله، ومن الزكاة التي فرضها الله في أموالهم حقًا لمن حددهم الله جل وعلا في سورة التوبة، وهم ثمانية. قد دخل إخواننا المجاهدون في فلسطين من ضمنهم. Saya menyerukan kepada semua saudara muslim saya; baik dari kalangan pemimpin negeri-negeri Islam dan orang-orang yang berharta di mana pun mereka berada, untuk memberikan kepada saudara-saudara mereka, para mujahid, di Palestina sebagian dari karunia-Nya yang telah Allah Berikan kepada mereka serta dari zakat yang Allah Wajibkan dalam harta mereka sebagai hak bagi orang-orang yang telah Allah Tetapkan dalam surah at-Taubah, yakni delapan golongan, yang mana saudara-saudara kita para mujahidin di Palestina termasuk ke dalam delapan golongan itu. والله تبارك وتعالى قد فرض حقًا في مال الغني لأخيه المسلم في آيات كثيرة من كتابه الكريم؛ كقوله سبحانه: وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ ۝ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ [المعارج:24-25]، وقوله تعالى: آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ [الحديد:7]، وقوله سبحانه: مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [البقرة:261]، وقوله سبحانه: وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [البقرة:195]. Allah Tabāraka wa Taʿālā telah Mewajibkan hak dari harta orang kaya untuk saudaranya sesama muslim dalam banyak ayat dalam Kitab-Nya yang mulia, misalnya, firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta.” (QS. Al-Ma’arij: 25)  Juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari harta yang telah dikuasakan-Nya kepada kalian, maka orang-orang yang beriman di antara kalian dan yang menginfakkan mereka akan memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: 7)  Demikian juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji, Allah-lah Yang Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)  Allah juga Berfirman (yang artinya), “Dan infakkanlah (harta kalian) di jalan Allah, dan janganlah kalian jatuhkan (diri kalian) ke dalam kebinasaan dengan tangan kalian sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah Menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195) وهو سبحانه يثيب المسلم على ما يقدم لإخوانه ثوابًا عاجلًا، وثوابًا أخرويًا، يجد جزاءه عنده في يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم، كما أنه يدفع عنه في الدنيا بعض المصائب التي لولا الله سبحانه ثم الصدقات والإحسان، لحلت به أو بماله، فدفع الله شرها بصدقته الطيبة، وعمله الصالح، يقول الله : وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]. ويقول : وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. ويقول الرسول ﷺ: ما نقص مال من صدقة[5]، ويقول صلوات الله وسلامه عليه: الصدقة تطفئ الخطيئة كما يطفئ الماء النار[6]، ويقول ﷺ في الحديث الصحيح: اتقوا النار ولو بشق تمرة[7]. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Yang akan Memberi seorang muslim pahala atas apa yang dia persembahkan kepada saudara-saudaranya, baik pahala dunia maupun akhirat, yang akan dia dapatkan pahalanya di sisi-Nya pada hari di mana harta dan anak-anak tiada lagi berguna kecuali orang yang datang menemui-Nya dengan hati yang salim. Demikian juga di dunia ini, Allah akan Menghindarkan darinya sebagian musibah, yang jika bukan karena Allah kemudian sedekah dan derma mereka tentu musibah akan menimpa mereka atau harta mereka. Allah Melindungi mereka dari keburukan dengan sedekah yang baik dan amal saleh. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Allah Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (5) Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Sedekah itu memadamkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api.” (6) Dalam sebuah hadis sahih juga dinyatakan, “Takutlah dengan neraka meskipun hanya dengan secuil kurma.” (7) وإخوانكم المجاهدون داخل فلسطين أيها المسلمون، يقاسون آلام الجوع والجراح والقتل والتشريد، فهم في أشد الضرورة إلى الكساء والطعام، وفي أشد الضرورة إلى الدواء، كما أنهم في أشد الضرورة إلى السلاح الذي يقاتلون به أعداء الله وأعدائهم. فجودوا عليهم أيها المسلمون مما أعطاكم الله، واعطفوا عليهم، يبارك الله لكم ويخلف عليكم، ويضاعف لكم الأجور، كما جاء في الحديث الصحيح عن جرير بن عبدالله البجلي رضي الله عنه قال: ” كنا في صدر النهار عند رسول الله ﷺ فجاءه قوم عراة مجتابي النمار أو العباء، متقلدي السيوف، عامتهم من مضر، بل كلهم من مضر، فتمعر وجه رسول الله ﷺ لما رأى ما بهم من الفاقة، فدخل ثم خرج فأمر بلالًا فأذن، وأقام فصلى، ثم خطب فقال: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء:1]،والآية التي في (الحشر): يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ [الحشر:18]، Wahai kaum muslimin, saudara-saudara kalian, para mujahidin di Palestina, sedang menghadapi sulitnya kelaparan, luka, pembunuhan, dan pengusiran. Mereka mengalami darurat sandang, pangan dan obat-obatan, sebagaimana mereka sangat membutuhkan senjata yang dapat digunakan untuk melawan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka. Wahai kaum muslimin, berdermalah untuk mereka dari apa yang telah Allah Berikan kepada kalian dan berempatilahlah kepada mereka. Semoga Allah Memberkahi kalian, mengganti untuk kalian, dan melipatgandakan pahala bagi kalian, sebagaimana tersebut dalam hadis sahih dari Jarir bin Abdullah Al-Bajili —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan, “Pada awal suatu siang kami berada di sisi Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, lalu satu kaum yang hampir telanjang datang dengan hanya mengenakan beberapa potong pakaian atau kain wol sembari menyandang pedang. Mayoritas mereka dari kabilah Muḏhar, atau bahkan semua dari Muḏhar. Wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam langsung berubah karena melihat betapa fakirnya mereka. Lalu beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam masuk, kemudian keluar lagi lalu memerintahkan Bilal untuk azan. Setelah itu, beliau berdiri untuk salat kemudian menyampaikan khotbah dengan membaca (yang artinya):  “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Tuhan kalian Yang telah Menciptakan kalian dari diri satu (Adam), lalu darinya Menciptakan pasangannya (Hawa), lalu dari keduanya Allah Memperkembangbiakkan para laki-laki dan perempuan yang banyak, maka bertakwalah kepada Allah yang dengan (nama-)Nya kalian saling meminta dan (bertakwalah dalam urusan) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kalian.” (QS. An-Nisa: 1).  Lalu satu ayat dalam surah al-Hasyr, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al Hasyr: 18) تصدق رجل من ديناره، من درهمه، من ثوبه، من صاع بره، من صاع تمره”، حتى قال: “ولو بشق تمرة”، فجاء رجل من الأنصار بصرة كادت كفه تعجز عنها، بل قد عجزت عنها، ثم تتابع الناس حتى رأيت كومين من طعام وثياب، حتى رأيت وجه رسول الله ﷺ تهلل كأنه مذهبة، فقال رسول الله ﷺ: من سن في الإسلام سنة حسنة، فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء، ومن سن في الإسلام سنة سيئة، كان عليه وزرها ووزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء[8]. رواه مسلم في صحيحه. Kemudian, ada orang-orang bersedekah dengan dinar, dirham, pakaian, dan satu Ṣhaʿ gandum dan kurma, sampai beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘(Bersedekahlah,) walaupun hanya secuil kurma.’ Lalu ada seseorang dari kalangan Anshar yang datang dengan kain yang diikat (yang berisi sedekah), yang hampir-hampir tangannya tidak kuat membawanya, bahkan memang tidak bisa. Setelah itu, orang-orang ikut-ikutan (bersedekah) sampai aku melihat dua tumpukan makanan dan pakaian hingga aku melihat wajah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berseri-seri seperti emas. Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Barang siapa yang memberi contoh yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Pun barang siapa yang memberi contoh yang buruk dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.’” (8) (HR. Muslim dalam Sahih-nya) ثم هذه النفقة أيها المسلمون تؤجرون عليها، وتخلف عليكم كما تقدم في قوله سبحانه: وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا [المزمل:20]، وفي قوله سبحانه: وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ [سبأ:39]. وقال النبي ﷺ في الحديث القدسي: يقول الله : يا ابن آدم أنفق أُنفق عليك[9]. ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. Kemudian, wahai kaum muslimin, kalian akan mendapatkan pahala dari sedekah ini dan mendapat gantinya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian niscaya kalian akan memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan ganjaran yang paling agung.” (QS. Al-Muzzammil: 20)  Demikian juga dalam firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah akan Menggantinya, dan Dialah sebaik-baik yang memberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)  Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga bersabda dalam hadis qudsi bahwa Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman, “Wahai anak Adam, bersedekahlah, niscaya Aku akan Bersedekah kepadamu!” (9) ونسأل الله أن يضاعف أجر من ساهم في مساعدة إخوانه المجاهدين، ويتقبل منه، وأن يعين المجاهدين في فلسطين وسائر المجاهدين في سبيله في كل مكان على كل خير، ويثبت أقدامهم في جهادهم، ويمنحهم الفقه في الدين، والصدق والإخلاص، وأن ينصرهم على أعداء الإسلام أينما كانوا، إنه ولي ذلك والقادر عليه[10]. وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وآله وصحبه. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته. Kami memohon kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā agar Melipatgandakan pahala orang yang berkontribusi membantu saudara-saudaranya para mujahidin, Menerima amalan itu darinya, dan Membantu dalam kebaikan para Mujahidin di Palestina dan seluruh mujahidin di jalan-Nya di mana pun mereka berada, Meneguhkan kaki mereka dalam jihad mereka, dan Memberi mereka pemahaman terhadap agama, kejujuran dan keikhlasan, serta Menolong mereka atas musuh-musuh Islam di mana pun mereka berada, sesungguhnya Dia-lah Penguasanya dan Maha Mampu melakukannya. (10)  Semoga selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau. Wassalāmu ʿalaikum wa raẖmatullāhi wa barakātuhu. عبدالعزيز بن عبدالله بن باز الرئيس العام لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد Abdulaziz bin Abdullah bin Baz Ketua Umum DepartemenRiset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan. 1. رواه البخاري في (الأدب)، باب (رحمة الناس والبهائم) برقم 6011، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2586. 2. رواه البخاري في (المظالم والغصب)، باب (نصر المظلوم) برقم 2446، ومسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (تراحم المؤمنين وتعاطفهم) برقم 2585. 3. رواه البخاري في (الجهاد والسير)، باب (فضل من جهز غازيًا أو خلفه بخير) برقم 2843، ومسلم في (الإمارة)، باب (فضل إعانة الغازي في سبيل الله) برقم 1895. 4. رواه الإمام أحمد في (باقي مسند المكثرين من الصحابة)، مسند أنس بن مالك برقم 11837، وأبو داود في (الجهاد)، باب (كراهية ترك الغزو) برقم 2504. 5. رواه مسلم في (البر والصلة والآداب)، باب (استحباب العفو والتواضع) برقم 2588. 6. رواه الترمذي في (الجمعة)، باب (ما ذكر في فضل الصلاة) برقم 614. 7. رواه البخاري في (الزكاة)، باب (اتقوا النار ولو بشق تمرة) برقم 1417، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1016. 8. رواه مسلم في (الزكاة)، باب (الحث على الصدقة ولو بشق تمرة) برقم 1017. 9. رواه البخاري في (النفقات)، باب (فضل النفقة على الأهل) برقم 5352، ومسلم في (الزكاة)، باب (الحث على النفقة وتبشير المنفق بالخلف) برقم 993. 10.نشرت في مجلة (البحوث الإسلامية) العدد 28 عام 1410هـ. (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 18/ 408). Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Adab” subbab “Kasih Sayang kepada Manusia dan Binatang” hadis nomor 6011, dan Muslim dalam bab “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2586. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Kezaliman dan Perampasan” subbab “Menolong Orang Yang Terzalimi” hadis nomor 2446, dan Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Kasih Sayang dan Empati di antara Kaum Mukminin” hadis nomor 2585. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Jihad dan Ekspedisi Perang” subbab “Fadilah Orang Yang Menyiapkan Prajurit atau Menanggung Nafkahnya” hadis nomor 2843, dan Muslim dalam bab “Kepemimpinan” subbab “Fadilah Membantu Prajurit di Jalan Allah” hadis nomor 1895. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bab “Sisa Musnad dari Para Sahabat yang Banyak Meriwayatkan Hadis” subbab “Musnad Anas bin Malik” hadis nomor 11837, dan Abu Dawud dalam bab “Jihad” subbab “Dibencinya Tidak Mengikuti Perang” hadis nomor 2504. Diriwayatkan oleh Muslim dalam “Berbakti, Silaturahmi, dan Adab,” subbab “Anjuran Memaafkan dan Rendah Hati” hadis nomor 2588. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam bab “Salat Jumat” subbab “Yang Diriwayatkan tentang Fadilah Salatnya” hadis nomor 614. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Zakat” subbab “Takutlah dengan Neraka Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1417, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1016. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Sedekah Walaupun Hanya dengan Setengah Kurma” hadis nomor 1017. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab “Nafkah” subbab “Fadilah Menafkahi Keluarga” hadis nomor 5352, dan Muslim dalam bab “Zakat” subbab “Anjuran Menafkahi dan Memberi Kabar Gembira bahwa Penanggung Nafkah akan Mendapatkan Ganti” hadis nomor 993.  Diterbitkan dalam majalah al-Buẖūts al-Islāmiyyah, Edisi Dua Puluh Delapan, tahun 1410 H. (Majmūʿ Fatāwā wa Maqālāt Ibni Bāz 18/408). Sumber: https://binbaz.org.sa/articles/198/نداء-وتذكير-لمساعدة-المجاهدين-في-فلسطين PDF sumber artikel. 🔍 Dalil Tentang Malaikat Mikail, Hukum Orang Haid Masuk Masjid, Bacaan Adzan Untuk Orang Meninggal, Bohong Dalam Islam, Dialog Islam Vs Kristen Terbaru, Cara Menghilangkan Khayalan Dalam Pikiran Visited 79 times, 1 visit(s) today Post Views: 484 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Cara Wanita Shalat Berjamaah dengan Sesama Wanita

Bagaimana cara wanita shalat berjamaah dengan sesama wanita? Bagaimana posisi dia jika sebagai imam sesama wanita, apakah maju ke depan?   Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Kitab Shalat فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam Daftar Isi tutup 1. Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani 2. Kitab Shalat 3. Hadits #424 4. Faedah hadits 4.1. Referensi:     Hadits #424 عَنْ أُمِّ وَرَقَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيمَةَ. Dari Ummu Waraqah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengimami anggota keluarganya. (HR. Abu Daud dan hadits ini sahih menurut riwayat Ibnu Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no. 591, 592; Ibnu Khuzaimah, 3:89. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan].   Faedah hadits Wanita boleh mengimami sesama wanita. Imam wanita ketika mengimami sesama wanita hendaklah berada di tengah. Sebagaimana ada riwayat dari Aisyah bahwa ia mengimami shalat Ashar untuk sesama wanita dan ia berdiri di tengah. Karena posisi imam wanita untuk sesama wanita bila di tengah itu lebih tertutup dan lebih aman. Shalat berjamaah sesama wanita dihukumi sunnah dalam madzhab Syafii. Shalat berjamaah bagi wanita dihukumi sunnah, tetapi tidak ditekankan sebagaimana untuk pria. Imam pria lebih utama daripada imam wanita karena pria lebih memahami shalat. Wanita boleh melakukan shalat berjamaah di masjid bersama pria. Shalat berjamaah wanita di rumah tetap lebih afdal. Lihat bahasan: Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:438-442 dan Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 2:53-54.   Referensi: • Fauzan, A. B. S. A. Minhah Al-’Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, Juz III. Cet. III. Qahirah: Dar Ibn al-Jauzy, 2011. • Zuhaily, M. M. A. Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, Juz II. Cet. I. Damaskus: Dar Al-Bayan, 2022.   Baca Juga: Shalat Wanita di Masjid Ternyata Kalah Utama dengan Shalat Wanita di Rumahnya – Diselesaikan pada Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsbulughul maram bulughul maram shalat bulughul maram shalat berjamaah cara imam shalat cara shalat wanita hukum shalat berjamaah hukum shalat wanita keutamaan shalat berjamaah shalat berjamaah shalat berjamaah di masjid shalat wanita shalat wanita di rumah

Cara Wanita Shalat Berjamaah dengan Sesama Wanita

Bagaimana cara wanita shalat berjamaah dengan sesama wanita? Bagaimana posisi dia jika sebagai imam sesama wanita, apakah maju ke depan?   Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Kitab Shalat فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam Daftar Isi tutup 1. Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani 2. Kitab Shalat 3. Hadits #424 4. Faedah hadits 4.1. Referensi:     Hadits #424 عَنْ أُمِّ وَرَقَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيمَةَ. Dari Ummu Waraqah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengimami anggota keluarganya. (HR. Abu Daud dan hadits ini sahih menurut riwayat Ibnu Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no. 591, 592; Ibnu Khuzaimah, 3:89. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan].   Faedah hadits Wanita boleh mengimami sesama wanita. Imam wanita ketika mengimami sesama wanita hendaklah berada di tengah. Sebagaimana ada riwayat dari Aisyah bahwa ia mengimami shalat Ashar untuk sesama wanita dan ia berdiri di tengah. Karena posisi imam wanita untuk sesama wanita bila di tengah itu lebih tertutup dan lebih aman. Shalat berjamaah sesama wanita dihukumi sunnah dalam madzhab Syafii. Shalat berjamaah bagi wanita dihukumi sunnah, tetapi tidak ditekankan sebagaimana untuk pria. Imam pria lebih utama daripada imam wanita karena pria lebih memahami shalat. Wanita boleh melakukan shalat berjamaah di masjid bersama pria. Shalat berjamaah wanita di rumah tetap lebih afdal. Lihat bahasan: Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:438-442 dan Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 2:53-54.   Referensi: • Fauzan, A. B. S. A. Minhah Al-’Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, Juz III. Cet. III. Qahirah: Dar Ibn al-Jauzy, 2011. • Zuhaily, M. M. A. Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, Juz II. Cet. I. Damaskus: Dar Al-Bayan, 2022.   Baca Juga: Shalat Wanita di Masjid Ternyata Kalah Utama dengan Shalat Wanita di Rumahnya – Diselesaikan pada Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsbulughul maram bulughul maram shalat bulughul maram shalat berjamaah cara imam shalat cara shalat wanita hukum shalat berjamaah hukum shalat wanita keutamaan shalat berjamaah shalat berjamaah shalat berjamaah di masjid shalat wanita shalat wanita di rumah
Bagaimana cara wanita shalat berjamaah dengan sesama wanita? Bagaimana posisi dia jika sebagai imam sesama wanita, apakah maju ke depan?   Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Kitab Shalat فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam Daftar Isi tutup 1. Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani 2. Kitab Shalat 3. Hadits #424 4. Faedah hadits 4.1. Referensi:     Hadits #424 عَنْ أُمِّ وَرَقَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيمَةَ. Dari Ummu Waraqah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengimami anggota keluarganya. (HR. Abu Daud dan hadits ini sahih menurut riwayat Ibnu Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no. 591, 592; Ibnu Khuzaimah, 3:89. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan].   Faedah hadits Wanita boleh mengimami sesama wanita. Imam wanita ketika mengimami sesama wanita hendaklah berada di tengah. Sebagaimana ada riwayat dari Aisyah bahwa ia mengimami shalat Ashar untuk sesama wanita dan ia berdiri di tengah. Karena posisi imam wanita untuk sesama wanita bila di tengah itu lebih tertutup dan lebih aman. Shalat berjamaah sesama wanita dihukumi sunnah dalam madzhab Syafii. Shalat berjamaah bagi wanita dihukumi sunnah, tetapi tidak ditekankan sebagaimana untuk pria. Imam pria lebih utama daripada imam wanita karena pria lebih memahami shalat. Wanita boleh melakukan shalat berjamaah di masjid bersama pria. Shalat berjamaah wanita di rumah tetap lebih afdal. Lihat bahasan: Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:438-442 dan Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 2:53-54.   Referensi: • Fauzan, A. B. S. A. Minhah Al-’Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, Juz III. Cet. III. Qahirah: Dar Ibn al-Jauzy, 2011. • Zuhaily, M. M. A. Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, Juz II. Cet. I. Damaskus: Dar Al-Bayan, 2022.   Baca Juga: Shalat Wanita di Masjid Ternyata Kalah Utama dengan Shalat Wanita di Rumahnya – Diselesaikan pada Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsbulughul maram bulughul maram shalat bulughul maram shalat berjamaah cara imam shalat cara shalat wanita hukum shalat berjamaah hukum shalat wanita keutamaan shalat berjamaah shalat berjamaah shalat berjamaah di masjid shalat wanita shalat wanita di rumah


Bagaimana cara wanita shalat berjamaah dengan sesama wanita? Bagaimana posisi dia jika sebagai imam sesama wanita, apakah maju ke depan?   Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Kitab Shalat فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam Daftar Isi tutup 1. Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani 2. Kitab Shalat 3. Hadits #424 4. Faedah hadits 4.1. Referensi:     Hadits #424 عَنْ أُمِّ وَرَقَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيمَةَ. Dari Ummu Waraqah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengimami anggota keluarganya. (HR. Abu Daud dan hadits ini sahih menurut riwayat Ibnu Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no. 591, 592; Ibnu Khuzaimah, 3:89. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan].   Faedah hadits Wanita boleh mengimami sesama wanita. Imam wanita ketika mengimami sesama wanita hendaklah berada di tengah. Sebagaimana ada riwayat dari Aisyah bahwa ia mengimami shalat Ashar untuk sesama wanita dan ia berdiri di tengah. Karena posisi imam wanita untuk sesama wanita bila di tengah itu lebih tertutup dan lebih aman. Shalat berjamaah sesama wanita dihukumi sunnah dalam madzhab Syafii. Shalat berjamaah bagi wanita dihukumi sunnah, tetapi tidak ditekankan sebagaimana untuk pria. Imam pria lebih utama daripada imam wanita karena pria lebih memahami shalat. Wanita boleh melakukan shalat berjamaah di masjid bersama pria. Shalat berjamaah wanita di rumah tetap lebih afdal. Lihat bahasan: Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:438-442 dan Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 2:53-54.   Referensi: • Fauzan, A. B. S. A. Minhah Al-’Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, Juz III. Cet. III. Qahirah: Dar Ibn al-Jauzy, 2011. • Zuhaily, M. M. A. Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, Juz II. Cet. I. Damaskus: Dar Al-Bayan, 2022.   Baca Juga: Shalat Wanita di Masjid Ternyata Kalah Utama dengan Shalat Wanita di Rumahnya – Diselesaikan pada Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsbulughul maram bulughul maram shalat bulughul maram shalat berjamaah cara imam shalat cara shalat wanita hukum shalat berjamaah hukum shalat wanita keutamaan shalat berjamaah shalat berjamaah shalat berjamaah di masjid shalat wanita shalat wanita di rumah

Khutbah Jumat: Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim

Dalam khutbah Jumat kali ini diajarkan mengenai bagaimanakah loyalitas kita pada muslim dan non-muslim. Prinsip akidah ini sudah mulai luntur dari diri seorang muslim.   Daftar Isi tutup 1. Khutbah Pertama 2. Khutbah Kedua 3. Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Khutbah Pertama الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ Amma ba’du … Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya. Takwa itu berarti menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Bentuk takwa yang paling utama adalah mempertahankan iman dan menjaga tauhid kita. Pada hari Jumat penuh berkah ini, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi akhir zaman, suri teladan kita semua, yaitu Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib ingin menyampaikan salah satu prinsip akidah muslim yang penting untuk diperhatikan. Prinsip ini dikenal dengan al-wala’ dan al-bara’. Al-wala’ artinya persahabatan, dekat. Sedangkan al-bara’ berarti bersih, bebas dari sesuatu. Kedua istilah ini jika digunakan dalam akidah Islam berarti dekat atau loyal pada orang beriman dan berlepas diri dari orang kafir. Inilah prinsip beragama seorang muslim. Al-wala’ dan al-bara’ butuh dijelaskan karena prinsip seperti ini disikapi oleh sebagian orang secara berlebihan dan sebagian yang lain tak ambil peduli dengan prinsip tersebut sehingga rela mengorbankan akidah demi urusan dunia, harta, dan perut. Prinsip loyal pada orang beriman telah dijelaskan dalam ayat, إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.“ (QS. Al-Hujurat: 10) Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Salah seorang di antara kalian tidaklah dikatakan beriman hingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13; Muslim, no. 45) Mengenai sikap bara’ atau berlepas diri pada kekafiran disebutkan dalam ayat, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu.” (QS. Al-Mumtahanah: 1) Dalam hadits dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ “Barang siapa yang berkumpul bersama orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka ia semisal dengannya.” (HR. Abu Daud, no. 2787; Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Coba perhatikan peristiwa perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Ketika itu 300-an kaum muslimin berhadapan dengan 1000-an orang kafir Quraisy. Perang tersebut terjadi karena berbeda prinsip akidah sehingga antara saudara dan kerabat bisa saling perang. Allah Ta’ala berfirman, هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (QS. Al-Hajj: 19) Ada kerabat yang saling membunuh dalam perang Badar disebutkan dalam ayat, لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22) Dalam ayat, yang dimaksud “walau itu bapak mereka” adalah kisah Abu ‘Ubaidah yang membunuh ayahnya saat Perang Badar. “Walau itu anaknya” yaitu kisah seorang putra yang bernama ‘Abdurrahman yang dibunuh oleh bapak kandungnya dalam peperangan. “Walau itu saudaranya” yaitu kisah Mush’ab bin ‘Umair sewaktu ia membunuh saudaranya, ‘Ubaid bin ‘Umair. “Walau itu kerabatnya” yaitu kisah ‘Umar yang membunuh keluarga dekatnya. Begitu pula kisah Hamzah, Ali, dan ‘Ubaidah bin Al-Harits yang membunuh kerabatnya, yaitu ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:212-213) Baca juga: Kisah Perang Saudara dalam Perang Badar Lihatlah, para sahabat mencontohkan bagaimana mereka mendahulukan akidah daripada hubungan kekeluargaan. Namun, catatan yang perlu diperhatikan bahwa bukan berarti saat ini di saat di negeri kita begitu damai, kita malah ingin berperang dengan non-muslim yang tidak punya masalah dengan kita. Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah tadi adalah berpegang teguh dengan prinsip al-wala’ wal bara’ (loyal pada muslim, berlepas diri dari non-muslim). Bagaimana bentuk berlepas diri (bara’) dan tidak loyal pada non-muslim? Yaitu kita tidak mengganggu mereka ketika mereka menjalani ibadah. Namun, kita tak perlu mencampuri urusan agama dan ibadah mereka. Kita tidak mengucapkan selamat hingga turut serta dalam perayaan mereka. Lebih-lebih kami ingatkan ini ketika sudah berada di bulan Desember. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Bukan berarti kita tidak berbuat baik pada non-muslim. Kalau itu kerabat atau tetangga kita, tetaplah berbuat baik untuk hal duniawi. Kita hanya tidak turut campur dalam urusan agama. Prinsip yang kita bahas ini terdapat dalam surah Al-Kafirun ayat terakhir, لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6) Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan mengenai prinsip ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath-Thobari, 24:704) Baca juga: Prinsip Bagimu Agamamu, Bagiku Agamaku Ingatlah, prinsip wala dan bara’ bukan berarti kita tidak berbuat adil dan berbuat baik pada non-muslim. Semoga Allah kuatkan iman kita semuanya dan mati di atas Islam. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَ يَرْتَدُّ، وَنَعِيْمًا لاَ يَنْفَدُ، وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَعْلَى جَنَّةِ الْخُلْدِ ALLOOHUMMA INNA NAS-ALUKA IIMAANAN LAA YARTADDU, WA NA’IIMAN LAA YANFADU, WA MUROOFAQOTA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU ‘ALAYHI WA SALLAM FII A’LAA JANNATIL KHULDI. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang tidak akan lepas, nikmat yang tidak akan habis, dan menyertai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga yang paling tinggi selama-lamanya. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ   Khutbah Kedua اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ   Baca juga: 13 Kiat Agar Kokoh di Atas Iman Anda Muslim, Masih Mengucapkan Selamat Natal? Selamat Natal, Selamat Atas Kelahiran Anak Tuhan Prinsip Akidah Seorang Muslim Terkait Natal (Khutbah Jumat)   —   Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com   –   Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Download Tagsbelajar loyal khutbah jumat loyal loyal non muslim loyal pada non muslim natal natal bersama selamat natal

Khutbah Jumat: Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim

Dalam khutbah Jumat kali ini diajarkan mengenai bagaimanakah loyalitas kita pada muslim dan non-muslim. Prinsip akidah ini sudah mulai luntur dari diri seorang muslim.   Daftar Isi tutup 1. Khutbah Pertama 2. Khutbah Kedua 3. Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Khutbah Pertama الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ Amma ba’du … Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya. Takwa itu berarti menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Bentuk takwa yang paling utama adalah mempertahankan iman dan menjaga tauhid kita. Pada hari Jumat penuh berkah ini, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi akhir zaman, suri teladan kita semua, yaitu Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib ingin menyampaikan salah satu prinsip akidah muslim yang penting untuk diperhatikan. Prinsip ini dikenal dengan al-wala’ dan al-bara’. Al-wala’ artinya persahabatan, dekat. Sedangkan al-bara’ berarti bersih, bebas dari sesuatu. Kedua istilah ini jika digunakan dalam akidah Islam berarti dekat atau loyal pada orang beriman dan berlepas diri dari orang kafir. Inilah prinsip beragama seorang muslim. Al-wala’ dan al-bara’ butuh dijelaskan karena prinsip seperti ini disikapi oleh sebagian orang secara berlebihan dan sebagian yang lain tak ambil peduli dengan prinsip tersebut sehingga rela mengorbankan akidah demi urusan dunia, harta, dan perut. Prinsip loyal pada orang beriman telah dijelaskan dalam ayat, إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.“ (QS. Al-Hujurat: 10) Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Salah seorang di antara kalian tidaklah dikatakan beriman hingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13; Muslim, no. 45) Mengenai sikap bara’ atau berlepas diri pada kekafiran disebutkan dalam ayat, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu.” (QS. Al-Mumtahanah: 1) Dalam hadits dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ “Barang siapa yang berkumpul bersama orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka ia semisal dengannya.” (HR. Abu Daud, no. 2787; Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Coba perhatikan peristiwa perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Ketika itu 300-an kaum muslimin berhadapan dengan 1000-an orang kafir Quraisy. Perang tersebut terjadi karena berbeda prinsip akidah sehingga antara saudara dan kerabat bisa saling perang. Allah Ta’ala berfirman, هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (QS. Al-Hajj: 19) Ada kerabat yang saling membunuh dalam perang Badar disebutkan dalam ayat, لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22) Dalam ayat, yang dimaksud “walau itu bapak mereka” adalah kisah Abu ‘Ubaidah yang membunuh ayahnya saat Perang Badar. “Walau itu anaknya” yaitu kisah seorang putra yang bernama ‘Abdurrahman yang dibunuh oleh bapak kandungnya dalam peperangan. “Walau itu saudaranya” yaitu kisah Mush’ab bin ‘Umair sewaktu ia membunuh saudaranya, ‘Ubaid bin ‘Umair. “Walau itu kerabatnya” yaitu kisah ‘Umar yang membunuh keluarga dekatnya. Begitu pula kisah Hamzah, Ali, dan ‘Ubaidah bin Al-Harits yang membunuh kerabatnya, yaitu ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:212-213) Baca juga: Kisah Perang Saudara dalam Perang Badar Lihatlah, para sahabat mencontohkan bagaimana mereka mendahulukan akidah daripada hubungan kekeluargaan. Namun, catatan yang perlu diperhatikan bahwa bukan berarti saat ini di saat di negeri kita begitu damai, kita malah ingin berperang dengan non-muslim yang tidak punya masalah dengan kita. Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah tadi adalah berpegang teguh dengan prinsip al-wala’ wal bara’ (loyal pada muslim, berlepas diri dari non-muslim). Bagaimana bentuk berlepas diri (bara’) dan tidak loyal pada non-muslim? Yaitu kita tidak mengganggu mereka ketika mereka menjalani ibadah. Namun, kita tak perlu mencampuri urusan agama dan ibadah mereka. Kita tidak mengucapkan selamat hingga turut serta dalam perayaan mereka. Lebih-lebih kami ingatkan ini ketika sudah berada di bulan Desember. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Bukan berarti kita tidak berbuat baik pada non-muslim. Kalau itu kerabat atau tetangga kita, tetaplah berbuat baik untuk hal duniawi. Kita hanya tidak turut campur dalam urusan agama. Prinsip yang kita bahas ini terdapat dalam surah Al-Kafirun ayat terakhir, لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6) Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan mengenai prinsip ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath-Thobari, 24:704) Baca juga: Prinsip Bagimu Agamamu, Bagiku Agamaku Ingatlah, prinsip wala dan bara’ bukan berarti kita tidak berbuat adil dan berbuat baik pada non-muslim. Semoga Allah kuatkan iman kita semuanya dan mati di atas Islam. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَ يَرْتَدُّ، وَنَعِيْمًا لاَ يَنْفَدُ، وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَعْلَى جَنَّةِ الْخُلْدِ ALLOOHUMMA INNA NAS-ALUKA IIMAANAN LAA YARTADDU, WA NA’IIMAN LAA YANFADU, WA MUROOFAQOTA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU ‘ALAYHI WA SALLAM FII A’LAA JANNATIL KHULDI. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang tidak akan lepas, nikmat yang tidak akan habis, dan menyertai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga yang paling tinggi selama-lamanya. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ   Khutbah Kedua اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ   Baca juga: 13 Kiat Agar Kokoh di Atas Iman Anda Muslim, Masih Mengucapkan Selamat Natal? Selamat Natal, Selamat Atas Kelahiran Anak Tuhan Prinsip Akidah Seorang Muslim Terkait Natal (Khutbah Jumat)   —   Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com   –   Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Download Tagsbelajar loyal khutbah jumat loyal loyal non muslim loyal pada non muslim natal natal bersama selamat natal
Dalam khutbah Jumat kali ini diajarkan mengenai bagaimanakah loyalitas kita pada muslim dan non-muslim. Prinsip akidah ini sudah mulai luntur dari diri seorang muslim.   Daftar Isi tutup 1. Khutbah Pertama 2. Khutbah Kedua 3. Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Khutbah Pertama الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ Amma ba’du … Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya. Takwa itu berarti menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Bentuk takwa yang paling utama adalah mempertahankan iman dan menjaga tauhid kita. Pada hari Jumat penuh berkah ini, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi akhir zaman, suri teladan kita semua, yaitu Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib ingin menyampaikan salah satu prinsip akidah muslim yang penting untuk diperhatikan. Prinsip ini dikenal dengan al-wala’ dan al-bara’. Al-wala’ artinya persahabatan, dekat. Sedangkan al-bara’ berarti bersih, bebas dari sesuatu. Kedua istilah ini jika digunakan dalam akidah Islam berarti dekat atau loyal pada orang beriman dan berlepas diri dari orang kafir. Inilah prinsip beragama seorang muslim. Al-wala’ dan al-bara’ butuh dijelaskan karena prinsip seperti ini disikapi oleh sebagian orang secara berlebihan dan sebagian yang lain tak ambil peduli dengan prinsip tersebut sehingga rela mengorbankan akidah demi urusan dunia, harta, dan perut. Prinsip loyal pada orang beriman telah dijelaskan dalam ayat, إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.“ (QS. Al-Hujurat: 10) Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Salah seorang di antara kalian tidaklah dikatakan beriman hingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13; Muslim, no. 45) Mengenai sikap bara’ atau berlepas diri pada kekafiran disebutkan dalam ayat, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu.” (QS. Al-Mumtahanah: 1) Dalam hadits dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ “Barang siapa yang berkumpul bersama orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka ia semisal dengannya.” (HR. Abu Daud, no. 2787; Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Coba perhatikan peristiwa perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Ketika itu 300-an kaum muslimin berhadapan dengan 1000-an orang kafir Quraisy. Perang tersebut terjadi karena berbeda prinsip akidah sehingga antara saudara dan kerabat bisa saling perang. Allah Ta’ala berfirman, هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (QS. Al-Hajj: 19) Ada kerabat yang saling membunuh dalam perang Badar disebutkan dalam ayat, لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22) Dalam ayat, yang dimaksud “walau itu bapak mereka” adalah kisah Abu ‘Ubaidah yang membunuh ayahnya saat Perang Badar. “Walau itu anaknya” yaitu kisah seorang putra yang bernama ‘Abdurrahman yang dibunuh oleh bapak kandungnya dalam peperangan. “Walau itu saudaranya” yaitu kisah Mush’ab bin ‘Umair sewaktu ia membunuh saudaranya, ‘Ubaid bin ‘Umair. “Walau itu kerabatnya” yaitu kisah ‘Umar yang membunuh keluarga dekatnya. Begitu pula kisah Hamzah, Ali, dan ‘Ubaidah bin Al-Harits yang membunuh kerabatnya, yaitu ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:212-213) Baca juga: Kisah Perang Saudara dalam Perang Badar Lihatlah, para sahabat mencontohkan bagaimana mereka mendahulukan akidah daripada hubungan kekeluargaan. Namun, catatan yang perlu diperhatikan bahwa bukan berarti saat ini di saat di negeri kita begitu damai, kita malah ingin berperang dengan non-muslim yang tidak punya masalah dengan kita. Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah tadi adalah berpegang teguh dengan prinsip al-wala’ wal bara’ (loyal pada muslim, berlepas diri dari non-muslim). Bagaimana bentuk berlepas diri (bara’) dan tidak loyal pada non-muslim? Yaitu kita tidak mengganggu mereka ketika mereka menjalani ibadah. Namun, kita tak perlu mencampuri urusan agama dan ibadah mereka. Kita tidak mengucapkan selamat hingga turut serta dalam perayaan mereka. Lebih-lebih kami ingatkan ini ketika sudah berada di bulan Desember. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Bukan berarti kita tidak berbuat baik pada non-muslim. Kalau itu kerabat atau tetangga kita, tetaplah berbuat baik untuk hal duniawi. Kita hanya tidak turut campur dalam urusan agama. Prinsip yang kita bahas ini terdapat dalam surah Al-Kafirun ayat terakhir, لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6) Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan mengenai prinsip ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath-Thobari, 24:704) Baca juga: Prinsip Bagimu Agamamu, Bagiku Agamaku Ingatlah, prinsip wala dan bara’ bukan berarti kita tidak berbuat adil dan berbuat baik pada non-muslim. Semoga Allah kuatkan iman kita semuanya dan mati di atas Islam. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَ يَرْتَدُّ، وَنَعِيْمًا لاَ يَنْفَدُ، وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَعْلَى جَنَّةِ الْخُلْدِ ALLOOHUMMA INNA NAS-ALUKA IIMAANAN LAA YARTADDU, WA NA’IIMAN LAA YANFADU, WA MUROOFAQOTA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU ‘ALAYHI WA SALLAM FII A’LAA JANNATIL KHULDI. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang tidak akan lepas, nikmat yang tidak akan habis, dan menyertai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga yang paling tinggi selama-lamanya. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ   Khutbah Kedua اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ   Baca juga: 13 Kiat Agar Kokoh di Atas Iman Anda Muslim, Masih Mengucapkan Selamat Natal? Selamat Natal, Selamat Atas Kelahiran Anak Tuhan Prinsip Akidah Seorang Muslim Terkait Natal (Khutbah Jumat)   —   Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com   –   Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Download Tagsbelajar loyal khutbah jumat loyal loyal non muslim loyal pada non muslim natal natal bersama selamat natal


Dalam khutbah Jumat kali ini diajarkan mengenai bagaimanakah loyalitas kita pada muslim dan non-muslim. Prinsip akidah ini sudah mulai luntur dari diri seorang muslim.   Daftar Isi tutup 1. Khutbah Pertama 2. Khutbah Kedua 3. Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Khutbah Pertama الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ Amma ba’du … Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya. Takwa itu berarti menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Bentuk takwa yang paling utama adalah mempertahankan iman dan menjaga tauhid kita. Pada hari Jumat penuh berkah ini, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi akhir zaman, suri teladan kita semua, yaitu Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib ingin menyampaikan salah satu prinsip akidah muslim yang penting untuk diperhatikan. Prinsip ini dikenal dengan al-wala’ dan al-bara’. Al-wala’ artinya persahabatan, dekat. Sedangkan al-bara’ berarti bersih, bebas dari sesuatu. Kedua istilah ini jika digunakan dalam akidah Islam berarti dekat atau loyal pada orang beriman dan berlepas diri dari orang kafir. Inilah prinsip beragama seorang muslim. Al-wala’ dan al-bara’ butuh dijelaskan karena prinsip seperti ini disikapi oleh sebagian orang secara berlebihan dan sebagian yang lain tak ambil peduli dengan prinsip tersebut sehingga rela mengorbankan akidah demi urusan dunia, harta, dan perut. Prinsip loyal pada orang beriman telah dijelaskan dalam ayat, إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.“ (QS. Al-Hujurat: 10) Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Salah seorang di antara kalian tidaklah dikatakan beriman hingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13; Muslim, no. 45) Mengenai sikap bara’ atau berlepas diri pada kekafiran disebutkan dalam ayat, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu.” (QS. Al-Mumtahanah: 1) Dalam hadits dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ “Barang siapa yang berkumpul bersama orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka ia semisal dengannya.” (HR. Abu Daud, no. 2787; Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Coba perhatikan peristiwa perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Ketika itu 300-an kaum muslimin berhadapan dengan 1000-an orang kafir Quraisy. Perang tersebut terjadi karena berbeda prinsip akidah sehingga antara saudara dan kerabat bisa saling perang. Allah Ta’ala berfirman, هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (QS. Al-Hajj: 19) Ada kerabat yang saling membunuh dalam perang Badar disebutkan dalam ayat, لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22) Dalam ayat, yang dimaksud “walau itu bapak mereka” adalah kisah Abu ‘Ubaidah yang membunuh ayahnya saat Perang Badar. “Walau itu anaknya” yaitu kisah seorang putra yang bernama ‘Abdurrahman yang dibunuh oleh bapak kandungnya dalam peperangan. “Walau itu saudaranya” yaitu kisah Mush’ab bin ‘Umair sewaktu ia membunuh saudaranya, ‘Ubaid bin ‘Umair. “Walau itu kerabatnya” yaitu kisah ‘Umar yang membunuh keluarga dekatnya. Begitu pula kisah Hamzah, Ali, dan ‘Ubaidah bin Al-Harits yang membunuh kerabatnya, yaitu ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:212-213) Baca juga: Kisah Perang Saudara dalam Perang Badar Lihatlah, para sahabat mencontohkan bagaimana mereka mendahulukan akidah daripada hubungan kekeluargaan. Namun, catatan yang perlu diperhatikan bahwa bukan berarti saat ini di saat di negeri kita begitu damai, kita malah ingin berperang dengan non-muslim yang tidak punya masalah dengan kita. Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah tadi adalah berpegang teguh dengan prinsip al-wala’ wal bara’ (loyal pada muslim, berlepas diri dari non-muslim). Bagaimana bentuk berlepas diri (bara’) dan tidak loyal pada non-muslim? Yaitu kita tidak mengganggu mereka ketika mereka menjalani ibadah. Namun, kita tak perlu mencampuri urusan agama dan ibadah mereka. Kita tidak mengucapkan selamat hingga turut serta dalam perayaan mereka. Lebih-lebih kami ingatkan ini ketika sudah berada di bulan Desember. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Bukan berarti kita tidak berbuat baik pada non-muslim. Kalau itu kerabat atau tetangga kita, tetaplah berbuat baik untuk hal duniawi. Kita hanya tidak turut campur dalam urusan agama. Prinsip yang kita bahas ini terdapat dalam surah Al-Kafirun ayat terakhir, لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6) Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan mengenai prinsip ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath-Thobari, 24:704) Baca juga: Prinsip Bagimu Agamamu, Bagiku Agamaku Ingatlah, prinsip wala dan bara’ bukan berarti kita tidak berbuat adil dan berbuat baik pada non-muslim. Semoga Allah kuatkan iman kita semuanya dan mati di atas Islam. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَ يَرْتَدُّ، وَنَعِيْمًا لاَ يَنْفَدُ، وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَعْلَى جَنَّةِ الْخُلْدِ ALLOOHUMMA INNA NAS-ALUKA IIMAANAN LAA YARTADDU, WA NA’IIMAN LAA YANFADU, WA MUROOFAQOTA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU ‘ALAYHI WA SALLAM FII A’LAA JANNATIL KHULDI. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang tidak akan lepas, nikmat yang tidak akan habis, dan menyertai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga yang paling tinggi selama-lamanya. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ   Khutbah Kedua اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ   Baca juga: 13 Kiat Agar Kokoh di Atas Iman Anda Muslim, Masih Mengucapkan Selamat Natal? Selamat Natal, Selamat Atas Kelahiran Anak Tuhan Prinsip Akidah Seorang Muslim Terkait Natal (Khutbah Jumat)   —   Jumat pagi, 24 Jumadal Ula 1445 H, 8 Desember 2023 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com   –   Silakan Unduh Khutbah Jumat “Prinsip Akidah, Loyalitas pada Muslim dan Non-Muslim” dan Sebarkan!   Download Tagsbelajar loyal khutbah jumat loyal loyal non muslim loyal pada non muslim natal natal bersama selamat natal

Teks Khotbah Jumat: Sebab Meraih Kemenangan dan Pertolongan Allah

Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama   السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada para jemaah sekalian, marilah senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena ketakwaan merupakan salah satu kunci dan jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk mendapatkan kemenangan dan keberuntungan. Allah Ta’ala berfirman, يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِه لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah 35) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan kepada kita tentang sikap permusuhan orang-orang kafir kepada kaum muslimin. Ia berfirman, وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217) Sifat ini sangatlah umum kita dapati dari orang-orang kafir. Mereka akan terus memerangi kaum mukminin sehingga mereka (kaum mukminin) murtad dan keluar dari ajaran Islam. Terkhusus lagi ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang menggerakkan yayasan-yayasan, menyebarkan propaganda, mengirim misionaris dan dokter-dokter, mendirikan sekolah-sekolah untuk menarik seluruh umat kepada agama mereka, dan memasukkan segala bentuk syubhat ke dalam agama kaum mukminin. Sehingga seorang mukmin tidak mengenali lagi agamanya, bahkan sampai pada tahapan membenci agamanya sendiri. Jemaah Jumat yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala. Kebenaran dan kebatilan pastilah akan selalu dalam perseteruan dan perselisihan. Dan ini merupakan sunnatullah kepada umat manusia. Di dalam ketetapan tersebut mengandung hikmah yang sangat luas. Di antaranya adalah bolehnya berjihad jika telah memenuhi syarat-syaratnya. Allah Ta’ala berfirman, كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216) Untuk memperoleh kemenangan dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala, ada beberapa sebab yang dapat diusahakan dan dikerahkan oleh seorang muslim. Kesemuanya itu telah Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an, kitab kita yang penuh kemuliaan. Yang pertama, beriman dan beramal saleh. Allah Ta’ala berfirman, وَكَانَ حَقًّاۖ عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ “Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.”  (QS. Ar-Rum: 47) Allah Ta’ala juga berfirman, إنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا “Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman.”  (QS. Al-Hajj: 38) Sungguh Allah Ta’ala akan senantiasa bersama dengan orang-orang mukmin, membantu mereka, dan menolong mereka. Allah Ta’ala juga menjanjikan kepada mereka pembelaan-Nya dan Allah juga berjanji jikalau mereka benar-benar merealisasikan keimanan mereka dalam setiap ucapan dan perbuatan, maka Allah Ta’ala tidak akan memberikan peluang kepada orang kafir untuk mengalahkan dan menyakiti mereka. Allah Ta’ala berfirman, وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا ࣖ “Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisa’: 141) Jika kaum muslimin mengalami kekalahan di beberapa kesempatan, maka itu disebabkan oleh diri mereka sendiri. Baik itu karena dosa-dosa atau karena pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana hal ini Allah sampaikan kepada kaum mukminin para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peperangan Uhud, اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ “Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165) Sebab kedua yang akan mengantarkan kaum muslimin untuk mendapatkan kemenangan adalah menegakkan tauhid, menyembah Allah satu-satu-Nya, dan berlepas dari segala macam bentuk kesyirikan. Termasuk dari kesyirikan yang harus kita hindari adalah riya’ dan mengharapkap dunia dari jihad dan perjuangan yang kita lakukan. Allah Ta’ala berfirman, وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah.” (QS. Al-Anfal: 47) Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau bercerita, جَاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ما القِتَالُ في سَبيلِ اللَّهِ؟ فإنَّ أحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا، ويُقَاتِلُ حَمِيَّةً، فَرَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ، قالَ: وما رَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ إلَّا أنَّه كانَ قَائِمًا، فَقالَ: مَن قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هي العُلْيَا، فَهو في سَبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ. “Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang disebut dengan perang fisabilillah (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang karena marah dan ada yang karena semangat?’ Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya, kecuali karena orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab, ‘Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia perperang di jalan Allah ‘Azza Wajalla.’” (HR. Bukhari no. 123) Ketiga, kompak bersatu di atas kebenaran, memperbaiki hubungan yang renggang di antara kaum muslimin dan tidak berpecah belah serta berperang dalam satu panji dan satu kepemimpinan. Allah Ta’ala berfirman, وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103) Allah Ta’ala juga berfirman, فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ “Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (QS. Al-Anfal: 1) Di ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman, وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang.”  (QS. Al-Anfal: 46) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Di Dalam Salat terdapat Pertolongan dan Pencegahan Khotbah kedua   اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sebab keempat yang harus ditempuh seorang mukmin untuk meraih kemenangan adalah mempersiapkan kekuatan sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing. Islam adalah agama yang kuat. Memerintahkan umatnya untuk mempersiapkan seluruh bentuk kekuatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah Ta’ala berfirman, وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِه عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 60) Sebab kelima, bersabar dalam perjuangan, tidak melupakan kewajiban salat, dan senantiasa berzikir mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, وَإنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”  (QS. Ali Imran: 120) Allah Ta’ala juga berfirman, يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (QS. Al-Baqarah: 153) Terkait salat, Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk menjaganya dan tidak ada keringanan untuk meninggalkannya, meskipun mereka sedang dalam suasana mencekam karena peperangan. Allah Ta’ala berfirman, حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ * فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ “Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wustha (yaitu, salat asar). Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 238-239) Allah Ta’ala juga mengingatkan, bahwa satu-satunya Zat yang bisa memberikan kemenangan dan menghilangkan rasa khawatir serta takut dari diri kita adalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗقَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ “Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml: 62) Salat dan zikir merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim. Dengan keduanya, pintu-pintu langit terbuka. Dan dengan keduanya pula, Allah Ta’ala kabulkan doa-doa. Sebab kemenangan terakhir yang harus senantiasa kita tanamkan kepada diri kita adalah mencintai dan menyayangi kaum mukminin serta berlepas diri dari orang-orang kafir dan zalim. Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ ࣖ “Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang.” (QS. Al-Ma’idah: 56) Jika sikap Wala’ dan Barra’ ini tidak diterapkan oleh kaum muslimin, kemudian mereka berpecah belah dan menjadi kelompok-kelompok kecil, maka akan hilang kekuatan mereka dan kekacauan akan terjadi di atas muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73) Semoga Allah Ta’ala menguatkan barisan kaum muslimin, menguatkan hubungan di antara mereka, menumbuhkan kasih sayang di antara mereka dan memberikan kemenangan dan pertolongan-Nya kepada kita semua. Ya Allah, Ya Rabb kami, berikanlah pertolongan-Mu untuk saudara-saudara kami yang sedang berjuang meninggikan kalimat tauhid di mana pun mereka berada. Ya Allah, tulislah kemenangan dan keamanan kepada seluruh kaum muslimin yang berjuang melawan kezaliman orang-orang kafir yang mendustakan-Mu. Sungguh engkau adalah sebaik-baik penolong bagi kami dan saudara-saudara kami. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: 5 Macam Isti’anah (Meminta Pertolongan) *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: pertolongan Allahsebab meraih kemenangan

Teks Khotbah Jumat: Sebab Meraih Kemenangan dan Pertolongan Allah

Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama   السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada para jemaah sekalian, marilah senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena ketakwaan merupakan salah satu kunci dan jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk mendapatkan kemenangan dan keberuntungan. Allah Ta’ala berfirman, يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِه لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah 35) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan kepada kita tentang sikap permusuhan orang-orang kafir kepada kaum muslimin. Ia berfirman, وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217) Sifat ini sangatlah umum kita dapati dari orang-orang kafir. Mereka akan terus memerangi kaum mukminin sehingga mereka (kaum mukminin) murtad dan keluar dari ajaran Islam. Terkhusus lagi ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang menggerakkan yayasan-yayasan, menyebarkan propaganda, mengirim misionaris dan dokter-dokter, mendirikan sekolah-sekolah untuk menarik seluruh umat kepada agama mereka, dan memasukkan segala bentuk syubhat ke dalam agama kaum mukminin. Sehingga seorang mukmin tidak mengenali lagi agamanya, bahkan sampai pada tahapan membenci agamanya sendiri. Jemaah Jumat yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala. Kebenaran dan kebatilan pastilah akan selalu dalam perseteruan dan perselisihan. Dan ini merupakan sunnatullah kepada umat manusia. Di dalam ketetapan tersebut mengandung hikmah yang sangat luas. Di antaranya adalah bolehnya berjihad jika telah memenuhi syarat-syaratnya. Allah Ta’ala berfirman, كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216) Untuk memperoleh kemenangan dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala, ada beberapa sebab yang dapat diusahakan dan dikerahkan oleh seorang muslim. Kesemuanya itu telah Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an, kitab kita yang penuh kemuliaan. Yang pertama, beriman dan beramal saleh. Allah Ta’ala berfirman, وَكَانَ حَقًّاۖ عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ “Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.”  (QS. Ar-Rum: 47) Allah Ta’ala juga berfirman, إنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا “Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman.”  (QS. Al-Hajj: 38) Sungguh Allah Ta’ala akan senantiasa bersama dengan orang-orang mukmin, membantu mereka, dan menolong mereka. Allah Ta’ala juga menjanjikan kepada mereka pembelaan-Nya dan Allah juga berjanji jikalau mereka benar-benar merealisasikan keimanan mereka dalam setiap ucapan dan perbuatan, maka Allah Ta’ala tidak akan memberikan peluang kepada orang kafir untuk mengalahkan dan menyakiti mereka. Allah Ta’ala berfirman, وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا ࣖ “Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisa’: 141) Jika kaum muslimin mengalami kekalahan di beberapa kesempatan, maka itu disebabkan oleh diri mereka sendiri. Baik itu karena dosa-dosa atau karena pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana hal ini Allah sampaikan kepada kaum mukminin para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peperangan Uhud, اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ “Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165) Sebab kedua yang akan mengantarkan kaum muslimin untuk mendapatkan kemenangan adalah menegakkan tauhid, menyembah Allah satu-satu-Nya, dan berlepas dari segala macam bentuk kesyirikan. Termasuk dari kesyirikan yang harus kita hindari adalah riya’ dan mengharapkap dunia dari jihad dan perjuangan yang kita lakukan. Allah Ta’ala berfirman, وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah.” (QS. Al-Anfal: 47) Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau bercerita, جَاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ما القِتَالُ في سَبيلِ اللَّهِ؟ فإنَّ أحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا، ويُقَاتِلُ حَمِيَّةً، فَرَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ، قالَ: وما رَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ إلَّا أنَّه كانَ قَائِمًا، فَقالَ: مَن قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هي العُلْيَا، فَهو في سَبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ. “Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang disebut dengan perang fisabilillah (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang karena marah dan ada yang karena semangat?’ Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya, kecuali karena orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab, ‘Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia perperang di jalan Allah ‘Azza Wajalla.’” (HR. Bukhari no. 123) Ketiga, kompak bersatu di atas kebenaran, memperbaiki hubungan yang renggang di antara kaum muslimin dan tidak berpecah belah serta berperang dalam satu panji dan satu kepemimpinan. Allah Ta’ala berfirman, وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103) Allah Ta’ala juga berfirman, فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ “Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (QS. Al-Anfal: 1) Di ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman, وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang.”  (QS. Al-Anfal: 46) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Di Dalam Salat terdapat Pertolongan dan Pencegahan Khotbah kedua   اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sebab keempat yang harus ditempuh seorang mukmin untuk meraih kemenangan adalah mempersiapkan kekuatan sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing. Islam adalah agama yang kuat. Memerintahkan umatnya untuk mempersiapkan seluruh bentuk kekuatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah Ta’ala berfirman, وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِه عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 60) Sebab kelima, bersabar dalam perjuangan, tidak melupakan kewajiban salat, dan senantiasa berzikir mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, وَإنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”  (QS. Ali Imran: 120) Allah Ta’ala juga berfirman, يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (QS. Al-Baqarah: 153) Terkait salat, Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk menjaganya dan tidak ada keringanan untuk meninggalkannya, meskipun mereka sedang dalam suasana mencekam karena peperangan. Allah Ta’ala berfirman, حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ * فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ “Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wustha (yaitu, salat asar). Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 238-239) Allah Ta’ala juga mengingatkan, bahwa satu-satunya Zat yang bisa memberikan kemenangan dan menghilangkan rasa khawatir serta takut dari diri kita adalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗقَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ “Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml: 62) Salat dan zikir merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim. Dengan keduanya, pintu-pintu langit terbuka. Dan dengan keduanya pula, Allah Ta’ala kabulkan doa-doa. Sebab kemenangan terakhir yang harus senantiasa kita tanamkan kepada diri kita adalah mencintai dan menyayangi kaum mukminin serta berlepas diri dari orang-orang kafir dan zalim. Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ ࣖ “Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang.” (QS. Al-Ma’idah: 56) Jika sikap Wala’ dan Barra’ ini tidak diterapkan oleh kaum muslimin, kemudian mereka berpecah belah dan menjadi kelompok-kelompok kecil, maka akan hilang kekuatan mereka dan kekacauan akan terjadi di atas muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73) Semoga Allah Ta’ala menguatkan barisan kaum muslimin, menguatkan hubungan di antara mereka, menumbuhkan kasih sayang di antara mereka dan memberikan kemenangan dan pertolongan-Nya kepada kita semua. Ya Allah, Ya Rabb kami, berikanlah pertolongan-Mu untuk saudara-saudara kami yang sedang berjuang meninggikan kalimat tauhid di mana pun mereka berada. Ya Allah, tulislah kemenangan dan keamanan kepada seluruh kaum muslimin yang berjuang melawan kezaliman orang-orang kafir yang mendustakan-Mu. Sungguh engkau adalah sebaik-baik penolong bagi kami dan saudara-saudara kami. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: 5 Macam Isti’anah (Meminta Pertolongan) *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: pertolongan Allahsebab meraih kemenangan
Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama   السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada para jemaah sekalian, marilah senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena ketakwaan merupakan salah satu kunci dan jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk mendapatkan kemenangan dan keberuntungan. Allah Ta’ala berfirman, يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِه لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah 35) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan kepada kita tentang sikap permusuhan orang-orang kafir kepada kaum muslimin. Ia berfirman, وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217) Sifat ini sangatlah umum kita dapati dari orang-orang kafir. Mereka akan terus memerangi kaum mukminin sehingga mereka (kaum mukminin) murtad dan keluar dari ajaran Islam. Terkhusus lagi ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang menggerakkan yayasan-yayasan, menyebarkan propaganda, mengirim misionaris dan dokter-dokter, mendirikan sekolah-sekolah untuk menarik seluruh umat kepada agama mereka, dan memasukkan segala bentuk syubhat ke dalam agama kaum mukminin. Sehingga seorang mukmin tidak mengenali lagi agamanya, bahkan sampai pada tahapan membenci agamanya sendiri. Jemaah Jumat yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala. Kebenaran dan kebatilan pastilah akan selalu dalam perseteruan dan perselisihan. Dan ini merupakan sunnatullah kepada umat manusia. Di dalam ketetapan tersebut mengandung hikmah yang sangat luas. Di antaranya adalah bolehnya berjihad jika telah memenuhi syarat-syaratnya. Allah Ta’ala berfirman, كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216) Untuk memperoleh kemenangan dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala, ada beberapa sebab yang dapat diusahakan dan dikerahkan oleh seorang muslim. Kesemuanya itu telah Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an, kitab kita yang penuh kemuliaan. Yang pertama, beriman dan beramal saleh. Allah Ta’ala berfirman, وَكَانَ حَقًّاۖ عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ “Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.”  (QS. Ar-Rum: 47) Allah Ta’ala juga berfirman, إنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا “Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman.”  (QS. Al-Hajj: 38) Sungguh Allah Ta’ala akan senantiasa bersama dengan orang-orang mukmin, membantu mereka, dan menolong mereka. Allah Ta’ala juga menjanjikan kepada mereka pembelaan-Nya dan Allah juga berjanji jikalau mereka benar-benar merealisasikan keimanan mereka dalam setiap ucapan dan perbuatan, maka Allah Ta’ala tidak akan memberikan peluang kepada orang kafir untuk mengalahkan dan menyakiti mereka. Allah Ta’ala berfirman, وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا ࣖ “Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisa’: 141) Jika kaum muslimin mengalami kekalahan di beberapa kesempatan, maka itu disebabkan oleh diri mereka sendiri. Baik itu karena dosa-dosa atau karena pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana hal ini Allah sampaikan kepada kaum mukminin para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peperangan Uhud, اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ “Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165) Sebab kedua yang akan mengantarkan kaum muslimin untuk mendapatkan kemenangan adalah menegakkan tauhid, menyembah Allah satu-satu-Nya, dan berlepas dari segala macam bentuk kesyirikan. Termasuk dari kesyirikan yang harus kita hindari adalah riya’ dan mengharapkap dunia dari jihad dan perjuangan yang kita lakukan. Allah Ta’ala berfirman, وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah.” (QS. Al-Anfal: 47) Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau bercerita, جَاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ما القِتَالُ في سَبيلِ اللَّهِ؟ فإنَّ أحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا، ويُقَاتِلُ حَمِيَّةً، فَرَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ، قالَ: وما رَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ إلَّا أنَّه كانَ قَائِمًا، فَقالَ: مَن قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هي العُلْيَا، فَهو في سَبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ. “Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang disebut dengan perang fisabilillah (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang karena marah dan ada yang karena semangat?’ Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya, kecuali karena orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab, ‘Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia perperang di jalan Allah ‘Azza Wajalla.’” (HR. Bukhari no. 123) Ketiga, kompak bersatu di atas kebenaran, memperbaiki hubungan yang renggang di antara kaum muslimin dan tidak berpecah belah serta berperang dalam satu panji dan satu kepemimpinan. Allah Ta’ala berfirman, وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103) Allah Ta’ala juga berfirman, فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ “Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (QS. Al-Anfal: 1) Di ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman, وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang.”  (QS. Al-Anfal: 46) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Di Dalam Salat terdapat Pertolongan dan Pencegahan Khotbah kedua   اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sebab keempat yang harus ditempuh seorang mukmin untuk meraih kemenangan adalah mempersiapkan kekuatan sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing. Islam adalah agama yang kuat. Memerintahkan umatnya untuk mempersiapkan seluruh bentuk kekuatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah Ta’ala berfirman, وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِه عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 60) Sebab kelima, bersabar dalam perjuangan, tidak melupakan kewajiban salat, dan senantiasa berzikir mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, وَإنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”  (QS. Ali Imran: 120) Allah Ta’ala juga berfirman, يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (QS. Al-Baqarah: 153) Terkait salat, Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk menjaganya dan tidak ada keringanan untuk meninggalkannya, meskipun mereka sedang dalam suasana mencekam karena peperangan. Allah Ta’ala berfirman, حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ * فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ “Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wustha (yaitu, salat asar). Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 238-239) Allah Ta’ala juga mengingatkan, bahwa satu-satunya Zat yang bisa memberikan kemenangan dan menghilangkan rasa khawatir serta takut dari diri kita adalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗقَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ “Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml: 62) Salat dan zikir merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim. Dengan keduanya, pintu-pintu langit terbuka. Dan dengan keduanya pula, Allah Ta’ala kabulkan doa-doa. Sebab kemenangan terakhir yang harus senantiasa kita tanamkan kepada diri kita adalah mencintai dan menyayangi kaum mukminin serta berlepas diri dari orang-orang kafir dan zalim. Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ ࣖ “Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang.” (QS. Al-Ma’idah: 56) Jika sikap Wala’ dan Barra’ ini tidak diterapkan oleh kaum muslimin, kemudian mereka berpecah belah dan menjadi kelompok-kelompok kecil, maka akan hilang kekuatan mereka dan kekacauan akan terjadi di atas muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73) Semoga Allah Ta’ala menguatkan barisan kaum muslimin, menguatkan hubungan di antara mereka, menumbuhkan kasih sayang di antara mereka dan memberikan kemenangan dan pertolongan-Nya kepada kita semua. Ya Allah, Ya Rabb kami, berikanlah pertolongan-Mu untuk saudara-saudara kami yang sedang berjuang meninggikan kalimat tauhid di mana pun mereka berada. Ya Allah, tulislah kemenangan dan keamanan kepada seluruh kaum muslimin yang berjuang melawan kezaliman orang-orang kafir yang mendustakan-Mu. Sungguh engkau adalah sebaik-baik penolong bagi kami dan saudara-saudara kami. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: 5 Macam Isti’anah (Meminta Pertolongan) *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: pertolongan Allahsebab meraih kemenangan


Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama   السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada para jemaah sekalian, marilah senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena ketakwaan merupakan salah satu kunci dan jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk mendapatkan kemenangan dan keberuntungan. Allah Ta’ala berfirman, يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِه لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah 35) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan kepada kita tentang sikap permusuhan orang-orang kafir kepada kaum muslimin. Ia berfirman, وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217) Sifat ini sangatlah umum kita dapati dari orang-orang kafir. Mereka akan terus memerangi kaum mukminin sehingga mereka (kaum mukminin) murtad dan keluar dari ajaran Islam. Terkhusus lagi ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang menggerakkan yayasan-yayasan, menyebarkan propaganda, mengirim misionaris dan dokter-dokter, mendirikan sekolah-sekolah untuk menarik seluruh umat kepada agama mereka, dan memasukkan segala bentuk syubhat ke dalam agama kaum mukminin. Sehingga seorang mukmin tidak mengenali lagi agamanya, bahkan sampai pada tahapan membenci agamanya sendiri. Jemaah Jumat yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala. Kebenaran dan kebatilan pastilah akan selalu dalam perseteruan dan perselisihan. Dan ini merupakan sunnatullah kepada umat manusia. Di dalam ketetapan tersebut mengandung hikmah yang sangat luas. Di antaranya adalah bolehnya berjihad jika telah memenuhi syarat-syaratnya. Allah Ta’ala berfirman, كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216) Untuk memperoleh kemenangan dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala, ada beberapa sebab yang dapat diusahakan dan dikerahkan oleh seorang muslim. Kesemuanya itu telah Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an, kitab kita yang penuh kemuliaan. Yang pertama, beriman dan beramal saleh. Allah Ta’ala berfirman, وَكَانَ حَقًّاۖ عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ “Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.”  (QS. Ar-Rum: 47) Allah Ta’ala juga berfirman, إنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا “Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman.”  (QS. Al-Hajj: 38) Sungguh Allah Ta’ala akan senantiasa bersama dengan orang-orang mukmin, membantu mereka, dan menolong mereka. Allah Ta’ala juga menjanjikan kepada mereka pembelaan-Nya dan Allah juga berjanji jikalau mereka benar-benar merealisasikan keimanan mereka dalam setiap ucapan dan perbuatan, maka Allah Ta’ala tidak akan memberikan peluang kepada orang kafir untuk mengalahkan dan menyakiti mereka. Allah Ta’ala berfirman, وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا ࣖ “Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An-Nisa’: 141) Jika kaum muslimin mengalami kekalahan di beberapa kesempatan, maka itu disebabkan oleh diri mereka sendiri. Baik itu karena dosa-dosa atau karena pelanggaran mereka terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana hal ini Allah sampaikan kepada kaum mukminin para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peperangan Uhud, اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ “Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165) Sebab kedua yang akan mengantarkan kaum muslimin untuk mendapatkan kemenangan adalah menegakkan tauhid, menyembah Allah satu-satu-Nya, dan berlepas dari segala macam bentuk kesyirikan. Termasuk dari kesyirikan yang harus kita hindari adalah riya’ dan mengharapkap dunia dari jihad dan perjuangan yang kita lakukan. Allah Ta’ala berfirman, وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah.” (QS. Al-Anfal: 47) Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau bercerita, جَاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ما القِتَالُ في سَبيلِ اللَّهِ؟ فإنَّ أحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا، ويُقَاتِلُ حَمِيَّةً، فَرَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ، قالَ: وما رَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ إلَّا أنَّه كانَ قَائِمًا، فَقالَ: مَن قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هي العُلْيَا، فَهو في سَبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ. “Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang disebut dengan perang fisabilillah (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang karena marah dan ada yang karena semangat?’ Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya, kecuali karena orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab, ‘Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia perperang di jalan Allah ‘Azza Wajalla.’” (HR. Bukhari no. 123) Ketiga, kompak bersatu di atas kebenaran, memperbaiki hubungan yang renggang di antara kaum muslimin dan tidak berpecah belah serta berperang dalam satu panji dan satu kepemimpinan. Allah Ta’ala berfirman, وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103) Allah Ta’ala juga berfirman, فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ “Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (QS. Al-Anfal: 1) Di ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman, وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang.”  (QS. Al-Anfal: 46) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Di Dalam Salat terdapat Pertolongan dan Pencegahan Khotbah kedua   اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sebab keempat yang harus ditempuh seorang mukmin untuk meraih kemenangan adalah mempersiapkan kekuatan sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing. Islam adalah agama yang kuat. Memerintahkan umatnya untuk mempersiapkan seluruh bentuk kekuatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah Ta’ala berfirman, وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِه عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 60) Sebab kelima, bersabar dalam perjuangan, tidak melupakan kewajiban salat, dan senantiasa berzikir mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, وَإنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ “Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”  (QS. Ali Imran: 120) Allah Ta’ala juga berfirman, يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (QS. Al-Baqarah: 153) Terkait salat, Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk menjaganya dan tidak ada keringanan untuk meninggalkannya, meskipun mereka sedang dalam suasana mencekam karena peperangan. Allah Ta’ala berfirman, حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ * فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ “Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wustha (yaitu, salat asar). Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 238-239) Allah Ta’ala juga mengingatkan, bahwa satu-satunya Zat yang bisa memberikan kemenangan dan menghilangkan rasa khawatir serta takut dari diri kita adalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗقَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ “Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml: 62) Salat dan zikir merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim. Dengan keduanya, pintu-pintu langit terbuka. Dan dengan keduanya pula, Allah Ta’ala kabulkan doa-doa. Sebab kemenangan terakhir yang harus senantiasa kita tanamkan kepada diri kita adalah mencintai dan menyayangi kaum mukminin serta berlepas diri dari orang-orang kafir dan zalim. Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ ࣖ “Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang menang.” (QS. Al-Ma’idah: 56) Jika sikap Wala’ dan Barra’ ini tidak diterapkan oleh kaum muslimin, kemudian mereka berpecah belah dan menjadi kelompok-kelompok kecil, maka akan hilang kekuatan mereka dan kekacauan akan terjadi di atas muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73) Semoga Allah Ta’ala menguatkan barisan kaum muslimin, menguatkan hubungan di antara mereka, menumbuhkan kasih sayang di antara mereka dan memberikan kemenangan dan pertolongan-Nya kepada kita semua. Ya Allah, Ya Rabb kami, berikanlah pertolongan-Mu untuk saudara-saudara kami yang sedang berjuang meninggikan kalimat tauhid di mana pun mereka berada. Ya Allah, tulislah kemenangan dan keamanan kepada seluruh kaum muslimin yang berjuang melawan kezaliman orang-orang kafir yang mendustakan-Mu. Sungguh engkau adalah sebaik-baik penolong bagi kami dan saudara-saudara kami. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: 5 Macam Isti’anah (Meminta Pertolongan) *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: pertolongan Allahsebab meraih kemenangan

Keutamaan Surah Al-Falaq dan An-Naas, Surah Favorit untuk Bacaan Ruqyah

Surah yang favorit untuk bacaan ruqyah adalah surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini disebut dengan mu’awwidzatan, yaitu dua surah perlindungan.   Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail (Kitab Keutamaan) بَابُ الحَثِّ عَلَى سُوَرٍ وَآيَاتٍ مَخْصُوْصَةٍ Bab 183. Anjuran Membaca Surah dan Ayat Tertentu   Hadits #1014 وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( ألَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هذِهِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ ؟ { قُلْ أَعْوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ } وَ { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ } )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ . Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah engkau mengetahui ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah ada sama sekali sebelumnya? Yaitu, qul a’udzu bi robbil falaq (surah Al-Falaq) dan qul ‘audzu bi robbin naas (surah An-Naas).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 814]   Hadits #1015 وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ – يَتَعَوَّذُ مِنَ الجَانِّ ، وَعَيْنِ الإنْسَانِ ، حَتَّى نَزَلَتْ المُعَوِّذَتَانِ ، فَلَمَّا نَزَلَتَا ، أخَذَبِهِمَا وَتَرَكَ مَا سِوَاهُمَا . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) . Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berlindung  dari jin dan ‘ain (mata hasad), sampai turun mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan surah An-Naas). Ketika dua surah tersebut turun, beliau mengambil keduanya dan meninggalkan yang lainnya. (HR. Tirmidzi, ia berkata bahwa haditsnya hasan) [HR. Tirmidzi, no. 2058; Ibnu Majah, no. 3511; dan An-Nasai, 8:271. Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].   Faedah hadits Hadits ini menunjukkan keutamaan surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini adalah surah yang terbaik yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meminta perlindungan dari jin dan ‘ain adalah suatu yang masyru’ (yang disyariatkan) selama tidak mengandung dosa dan kesyirikan. Mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sudah cukup untuk bacaan ruqyah dibandingkan surah yang lainnya. Merutinkan surah mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sangat diperlukan sebagai pelindung dari berbagai kejelekan dengan izin Allah. ‘Ain itu benar adanya. Kita boleh saja khawatir terkena ‘ain. Hadits bisa saja menghapus Al-Qur’an Al-Karim.   Referensi: Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:238-239.   – Diselesaikan 24 Jumadal Ula 1445 H, 7 Desember 2023 di perjalanan Panggang – MPD Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsadab al quran al quran keutamaan surat al falaq keutamaan surat an naas membaca Al Quran riyadhus sholihin riyadhus sholihin fadhail surat al falaq surat an naas

Keutamaan Surah Al-Falaq dan An-Naas, Surah Favorit untuk Bacaan Ruqyah

Surah yang favorit untuk bacaan ruqyah adalah surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini disebut dengan mu’awwidzatan, yaitu dua surah perlindungan.   Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail (Kitab Keutamaan) بَابُ الحَثِّ عَلَى سُوَرٍ وَآيَاتٍ مَخْصُوْصَةٍ Bab 183. Anjuran Membaca Surah dan Ayat Tertentu   Hadits #1014 وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( ألَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هذِهِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ ؟ { قُلْ أَعْوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ } وَ { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ } )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ . Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah engkau mengetahui ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah ada sama sekali sebelumnya? Yaitu, qul a’udzu bi robbil falaq (surah Al-Falaq) dan qul ‘audzu bi robbin naas (surah An-Naas).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 814]   Hadits #1015 وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ – يَتَعَوَّذُ مِنَ الجَانِّ ، وَعَيْنِ الإنْسَانِ ، حَتَّى نَزَلَتْ المُعَوِّذَتَانِ ، فَلَمَّا نَزَلَتَا ، أخَذَبِهِمَا وَتَرَكَ مَا سِوَاهُمَا . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) . Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berlindung  dari jin dan ‘ain (mata hasad), sampai turun mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan surah An-Naas). Ketika dua surah tersebut turun, beliau mengambil keduanya dan meninggalkan yang lainnya. (HR. Tirmidzi, ia berkata bahwa haditsnya hasan) [HR. Tirmidzi, no. 2058; Ibnu Majah, no. 3511; dan An-Nasai, 8:271. Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].   Faedah hadits Hadits ini menunjukkan keutamaan surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini adalah surah yang terbaik yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meminta perlindungan dari jin dan ‘ain adalah suatu yang masyru’ (yang disyariatkan) selama tidak mengandung dosa dan kesyirikan. Mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sudah cukup untuk bacaan ruqyah dibandingkan surah yang lainnya. Merutinkan surah mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sangat diperlukan sebagai pelindung dari berbagai kejelekan dengan izin Allah. ‘Ain itu benar adanya. Kita boleh saja khawatir terkena ‘ain. Hadits bisa saja menghapus Al-Qur’an Al-Karim.   Referensi: Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:238-239.   – Diselesaikan 24 Jumadal Ula 1445 H, 7 Desember 2023 di perjalanan Panggang – MPD Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsadab al quran al quran keutamaan surat al falaq keutamaan surat an naas membaca Al Quran riyadhus sholihin riyadhus sholihin fadhail surat al falaq surat an naas
Surah yang favorit untuk bacaan ruqyah adalah surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini disebut dengan mu’awwidzatan, yaitu dua surah perlindungan.   Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail (Kitab Keutamaan) بَابُ الحَثِّ عَلَى سُوَرٍ وَآيَاتٍ مَخْصُوْصَةٍ Bab 183. Anjuran Membaca Surah dan Ayat Tertentu   Hadits #1014 وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( ألَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هذِهِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ ؟ { قُلْ أَعْوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ } وَ { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ } )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ . Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah engkau mengetahui ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah ada sama sekali sebelumnya? Yaitu, qul a’udzu bi robbil falaq (surah Al-Falaq) dan qul ‘audzu bi robbin naas (surah An-Naas).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 814]   Hadits #1015 وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ – يَتَعَوَّذُ مِنَ الجَانِّ ، وَعَيْنِ الإنْسَانِ ، حَتَّى نَزَلَتْ المُعَوِّذَتَانِ ، فَلَمَّا نَزَلَتَا ، أخَذَبِهِمَا وَتَرَكَ مَا سِوَاهُمَا . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) . Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berlindung  dari jin dan ‘ain (mata hasad), sampai turun mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan surah An-Naas). Ketika dua surah tersebut turun, beliau mengambil keduanya dan meninggalkan yang lainnya. (HR. Tirmidzi, ia berkata bahwa haditsnya hasan) [HR. Tirmidzi, no. 2058; Ibnu Majah, no. 3511; dan An-Nasai, 8:271. Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].   Faedah hadits Hadits ini menunjukkan keutamaan surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini adalah surah yang terbaik yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meminta perlindungan dari jin dan ‘ain adalah suatu yang masyru’ (yang disyariatkan) selama tidak mengandung dosa dan kesyirikan. Mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sudah cukup untuk bacaan ruqyah dibandingkan surah yang lainnya. Merutinkan surah mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sangat diperlukan sebagai pelindung dari berbagai kejelekan dengan izin Allah. ‘Ain itu benar adanya. Kita boleh saja khawatir terkena ‘ain. Hadits bisa saja menghapus Al-Qur’an Al-Karim.   Referensi: Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:238-239.   – Diselesaikan 24 Jumadal Ula 1445 H, 7 Desember 2023 di perjalanan Panggang – MPD Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsadab al quran al quran keutamaan surat al falaq keutamaan surat an naas membaca Al Quran riyadhus sholihin riyadhus sholihin fadhail surat al falaq surat an naas


Surah yang favorit untuk bacaan ruqyah adalah surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini disebut dengan mu’awwidzatan, yaitu dua surah perlindungan.   Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail (Kitab Keutamaan) بَابُ الحَثِّ عَلَى سُوَرٍ وَآيَاتٍ مَخْصُوْصَةٍ Bab 183. Anjuran Membaca Surah dan Ayat Tertentu   Hadits #1014 وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( ألَمْ تَرَ آيَاتٍ أُنْزِلَتْ هذِهِ اللَّيْلَةَ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ ؟ { قُلْ أَعْوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ } وَ { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ } )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ . Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah engkau mengetahui ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah ada sama sekali sebelumnya? Yaitu, qul a’udzu bi robbil falaq (surah Al-Falaq) dan qul ‘audzu bi robbin naas (surah An-Naas).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 814]   Hadits #1015 وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ – يَتَعَوَّذُ مِنَ الجَانِّ ، وَعَيْنِ الإنْسَانِ ، حَتَّى نَزَلَتْ المُعَوِّذَتَانِ ، فَلَمَّا نَزَلَتَا ، أخَذَبِهِمَا وَتَرَكَ مَا سِوَاهُمَا . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) . Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berlindung  dari jin dan ‘ain (mata hasad), sampai turun mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan surah An-Naas). Ketika dua surah tersebut turun, beliau mengambil keduanya dan meninggalkan yang lainnya. (HR. Tirmidzi, ia berkata bahwa haditsnya hasan) [HR. Tirmidzi, no. 2058; Ibnu Majah, no. 3511; dan An-Nasai, 8:271. Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].   Faedah hadits Hadits ini menunjukkan keutamaan surah Al-Falaq dan An-Naas. Kedua surah ini adalah surah yang terbaik yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meminta perlindungan dari jin dan ‘ain adalah suatu yang masyru’ (yang disyariatkan) selama tidak mengandung dosa dan kesyirikan. Mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sudah cukup untuk bacaan ruqyah dibandingkan surah yang lainnya. Merutinkan surah mu’awwidzatan (surah Al-Falaq dan An-Naas) sangat diperlukan sebagai pelindung dari berbagai kejelekan dengan izin Allah. ‘Ain itu benar adanya. Kita boleh saja khawatir terkena ‘ain. Hadits bisa saja menghapus Al-Qur’an Al-Karim.   Referensi: Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:238-239.   – Diselesaikan 24 Jumadal Ula 1445 H, 7 Desember 2023 di perjalanan Panggang – MPD Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsadab al quran al quran keutamaan surat al falaq keutamaan surat an naas membaca Al Quran riyadhus sholihin riyadhus sholihin fadhail surat al falaq surat an naas
Prev     Next