Keutamaan dan Keistimewaan Hari Arafah

Daftar Isi Toggle Keutamaan dan kedudukan hari ArafahWasilah untuk bebas dari api nerakaMomen doa-doa mustajabDosa-dosa diampuniAmalan-amalan di hari ArafahPuasa ArafahZikir dan doaIbadah haji di Arafah Sepuluh hari pertama bulan Zulhijah memiliki keutamaan yang sangat besar dalam Islam. Pada hari-hari ini, segala amal ibadah yang dilakukan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan hari-hari lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ” (يعني أَيَّامَ الْعَشْرِ). قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ” “Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (yakni, hari-hari sepuluh pertama Zulhijah).” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu apa pun dari itu.” (HR. Bukhari) Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa amal ibadah yang dilakukan pada hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah Ta’ala dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Al-Tibi menjelaskan bahwa amal saleh dalam sepuluh hari pertama Zulhijah ini adalah yang paling dicintai Allah karena waktu tersebut adalah waktu yang paling mulia, termasuk di dalamnya adalah hari Arafah, yang disebut sebagai hari terbaik sepanjang tahun[1]. Al-Sayyid menambahkan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat mengenai keutamaan sepuluh hari Zulhijah dibandingkan sepuluh hari terakhir Ramadan, yang paling kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa siang hari sepuluh Zulhijah lebih utama karena adanya hari Arafah. Sedangkan malam hari sepuluh terakhir Ramadan lebih utama karena adanya Lailatulqadar[2]. Sebagaimana disebutkan dalam hadis lain dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ما من أيام أفضل عند الله من أيام عشر ذي الحجة “Tidak ada hari-hari yang lebih utama di sisi Allah daripada hari-hari sepuluh pertama Zulhijah.” (Lihat Kitab Da’if Al-Targhib wa Al-Tarhib, hal. 735) Para ulama sepakat bahwa memanfaatkan sepuluh hari pertama Zulhijah dengan memperbanyak amal saleh adalah kesempatan emas bagi setiap muslim untuk meraih pahala yang besar dan mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan, jihad di jalan Allah tidak lebih utama, kecuali bagi seseorang yang berkorban dengan jiwa dan hartanya tanpa kembali dengan apa pun. Hal ini menegaskan betapa agungnya nilai amal ibadah dalam sepuluh hari ini. Oleh karena itu, kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan, berpuasa, berdoa, dan melakukan berbagai bentuk ibadah lainnya selama hari-hari ini untuk mendapatkan keridaan Allah dan keberkahan yang melimpah. (Tuhfatul Ahwadzi, 3: 385) Keutamaan dan kedudukan hari Arafah Hari Arafah adalah hari kesembilan dari bulan Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji melaksanakan wukuf di padang Arafah, yang merupakan puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji. Bagi umat Islam yang tidak melaksanakan haji, mereka dianjurkan untuk berpuasa pada hari ini. Sebagaimana hadis berikut, عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: “يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari Arafah. Maka, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.’” (HR. Muslim no. 1162) Puasa ini memiliki keutamaan besar karena dapat menghapus dosa dua tahun, yakni tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang. Untuk lebih lengkapnya, berikut beberapa keutamaan hari Arafah yang penting untuk kita ketahui dan amalkan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Wasilah untuk bebas dari api neraka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan lebih banyak hamba dari api neraka dibandingkan hari-hari lainnya. Beliau bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah.” (HR. Muslim no. 1348 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما مِن يَومٍ أَكْثَرَ مِن أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فيه عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِن يَومِ عَرَفَةَ، وإنَّه لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بهِمُ المَلَائِكَةَ، فيَقولُ: ما أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?‘” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Momen doa-doa mustajab Munajat seorang hamba yang dipanjatkan pada hari ini memiliki keutamaan khusus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. Tirmidzi no. 3585, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma) Pada hari ini, doa-doa yang dipanjatkan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat memanfaatkan waktu di hari Arafah untuk berdoa dan memohon ampunan. Dosa-dosa diampuni Hari Arafah juga dikenal sebagai hari pengampunan dosa. Pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka. Ini adalah hari di mana Allah Ta’ala turun ke langit dunia dan membanggakan para hamba-Nya yang sedang berwukuf di hadapan para malaikat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?’” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Hadis lain yang mendukung keutamaan ini adalah riwayat dari Ibnu Umar yang menyebutkan, وأما وقوفك بعرفة، فإن الله تبارك وتعالى ينـزل إلى سماء الدنيا، فيباهي بهم الملائكة، فيقول: هؤلاء عبادي جاؤوا شعثًا غبرًا من كل فج عميق، يرجون رحمتي، ويخافون عذابي، ولم يروني، فكيف لو رأوني، فلو كان عليك مثل رمل عالج، أو مثل أيام الدنيا، أو مثل قطر السماء ذنوبًا، غسلها الله عنك “Adapun wukuf di Arafah yang engkau lakukan, sesungguhnya pada hari itu Allah turun ke langit bumi, dan Dia membanggakan orang-orang yang sedang wukuf di Arafah di hadapan para malaikat-Nya, dengan berkata, ‘Ini adalah hamba-hamba-Ku yang datang dengan rambut kusut dan berdebu dari setiap penjuru yang jauh, mengharapkan rahmat-Ku, dan takut akan azab-Ku, padahal mereka belum pernah melihat-Ku. Maka, bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?’ Jika dosa-dosamu sebanyak butiran pasir atau sebanyak hari-hari di dunia, atau sebanyak tetesan hujan di langit, niscaya Allah akan menghapus semuanya darimu.”[3] Baca juga: Ikut Pemerintah dalam Puasa Arafah, Berarti Menuhankan Pemerintah? Amalan-amalan di hari Arafah Puasa Arafah Puasa Arafah adalah puasa sunah yang dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum muslimin yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Salah satu keutamaannya adalah diampuni dosa-dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Hal ini berdasarkan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده “Puasa Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبداً من النار من يوم عرفة “Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah” (HR. Muslim no. 1348) Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan puasa Arafah sebagai salah satu cara untuk meraih ampunan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Zikir dan doa Pada hari Arafah, sangat dianjurkan untuk memperbanyak zikir, termasuk takbir, tahlil, dan tahmid. Contoh zikir yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah: Takbir: “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Lailahaillallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.” Tahlil: “Lailahaillallah.” Tahmid: “Alhamdulillah.” Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, خيرُ الدعاءِ دعاءُ يومِ عرفةَ وخيرُ ما قلتُ أنا والنبيونَ من قبلي لا إله إلا اللهُ وحدهُ لا شريكَ لهُ له الملكُ وله الحمدُ وهو على كلِّ شيء قديرٍ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang aku dan para nabi sebelumku katakan adalah ‘Lailahaillallah, wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir‘.”[4] Meskipun hadis ini memiliki kelemahan dalam sanadnya, banyak ulama yang tetap menganjurkan untuk memperbanyak zikir dan doa pada hari Arafah karena keutamaannya yang besar. Doa yang bisa diamalkan termasuk memohon ampunan, rahmat, dan perlindungan dari segala keburukan. Tidak ada doa khusus yang wajib diucapkan, tetapi memperbanyak doa dan memohon dengan sungguh-sungguh sangat dianjurkan. Ibadah haji di Arafah Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama, dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan ibadah wukuf, yang berarti berdiam diri dengan penuh khidmat sambil memperbanyak doa, zikir, dan permohonan ampun kepada Allah  Ta’ala. Ibadah mulia ini adalah puncak dari ibadah haji karena pada hari ini Allah Ta’ala banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبدا من النار من يوم عرفة، وإنه ليدنو ثم يباهي بهم الملائكة فيقول: ما أراد هؤلاء؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan seseorang dari neraka, selain hari Arafah. Dia akan mendekati mereka, lalu menampakkan keutamaan mereka kepada para malaikat seraya berkata, ‘Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim) Wukuf di Arafah juga menjadi momentum penting bagi jemaah haji untuk ber-taqarrub dengan Allah Ta’ala. Jemaah haji yang sedang melaksanakan ibadah ini berada dalam suasana yang penuh khidmat dan kekhusyukan, merendahkan diri di hadapan Allah Ta’ala, mengakui segala dosa dan kesalahan, serta memohon ampunan dan rahmat-Nya. Keutamaan hari Arafah ini juga tercermin dalam anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagi umat Islam yang tidak berhaji untuk berpuasa pada hari tersebut, yang mana puasa Arafah diampuni dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Hal ini menunjukkan betapa besar rahmat dan ampunan Allah Ta’ala yang diberikan pada hari yang mulia ini, menjadikan wukuf di Arafah sebagai bagian dari momen puncak peribadatan seorang muslim. Semoga Allah Ta’ala memberikan limpahan rezeki kepada kita dan memudahkan kita untuk mampu melaksanakan ibadah haji. Allahumma Amin. Wallahua’lam Baca juga: Nabi Ibrahim Sebagai Teladan *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat:  https://www.islamweb.net/ar/library/content/56/1358 [2] Ibid. [3]Selengkapnya, lihat :  https://www.islamweb.net/ar/article/136271 [4] Diriwayatkan oleh (kakek Amr bin Syu’aib), dinilai oleh Ibnu Al-Mulqin, Lihat kitab: Tuhfat Al-Muhtaj, 2: 176. Ringkasan dari penilaian: (terdapat) Hammad bin Abi Hamid, menurut Tirmidzi, dia tidak kuat menurut ahli hadis dan sanadnya lemah. Tags: hari arafah

Keutamaan dan Keistimewaan Hari Arafah

Daftar Isi Toggle Keutamaan dan kedudukan hari ArafahWasilah untuk bebas dari api nerakaMomen doa-doa mustajabDosa-dosa diampuniAmalan-amalan di hari ArafahPuasa ArafahZikir dan doaIbadah haji di Arafah Sepuluh hari pertama bulan Zulhijah memiliki keutamaan yang sangat besar dalam Islam. Pada hari-hari ini, segala amal ibadah yang dilakukan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan hari-hari lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ” (يعني أَيَّامَ الْعَشْرِ). قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ” “Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (yakni, hari-hari sepuluh pertama Zulhijah).” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu apa pun dari itu.” (HR. Bukhari) Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa amal ibadah yang dilakukan pada hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah Ta’ala dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Al-Tibi menjelaskan bahwa amal saleh dalam sepuluh hari pertama Zulhijah ini adalah yang paling dicintai Allah karena waktu tersebut adalah waktu yang paling mulia, termasuk di dalamnya adalah hari Arafah, yang disebut sebagai hari terbaik sepanjang tahun[1]. Al-Sayyid menambahkan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat mengenai keutamaan sepuluh hari Zulhijah dibandingkan sepuluh hari terakhir Ramadan, yang paling kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa siang hari sepuluh Zulhijah lebih utama karena adanya hari Arafah. Sedangkan malam hari sepuluh terakhir Ramadan lebih utama karena adanya Lailatulqadar[2]. Sebagaimana disebutkan dalam hadis lain dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ما من أيام أفضل عند الله من أيام عشر ذي الحجة “Tidak ada hari-hari yang lebih utama di sisi Allah daripada hari-hari sepuluh pertama Zulhijah.” (Lihat Kitab Da’if Al-Targhib wa Al-Tarhib, hal. 735) Para ulama sepakat bahwa memanfaatkan sepuluh hari pertama Zulhijah dengan memperbanyak amal saleh adalah kesempatan emas bagi setiap muslim untuk meraih pahala yang besar dan mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan, jihad di jalan Allah tidak lebih utama, kecuali bagi seseorang yang berkorban dengan jiwa dan hartanya tanpa kembali dengan apa pun. Hal ini menegaskan betapa agungnya nilai amal ibadah dalam sepuluh hari ini. Oleh karena itu, kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan, berpuasa, berdoa, dan melakukan berbagai bentuk ibadah lainnya selama hari-hari ini untuk mendapatkan keridaan Allah dan keberkahan yang melimpah. (Tuhfatul Ahwadzi, 3: 385) Keutamaan dan kedudukan hari Arafah Hari Arafah adalah hari kesembilan dari bulan Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji melaksanakan wukuf di padang Arafah, yang merupakan puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji. Bagi umat Islam yang tidak melaksanakan haji, mereka dianjurkan untuk berpuasa pada hari ini. Sebagaimana hadis berikut, عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: “يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari Arafah. Maka, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.’” (HR. Muslim no. 1162) Puasa ini memiliki keutamaan besar karena dapat menghapus dosa dua tahun, yakni tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang. Untuk lebih lengkapnya, berikut beberapa keutamaan hari Arafah yang penting untuk kita ketahui dan amalkan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Wasilah untuk bebas dari api neraka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan lebih banyak hamba dari api neraka dibandingkan hari-hari lainnya. Beliau bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah.” (HR. Muslim no. 1348 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما مِن يَومٍ أَكْثَرَ مِن أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فيه عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِن يَومِ عَرَفَةَ، وإنَّه لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بهِمُ المَلَائِكَةَ، فيَقولُ: ما أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?‘” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Momen doa-doa mustajab Munajat seorang hamba yang dipanjatkan pada hari ini memiliki keutamaan khusus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. Tirmidzi no. 3585, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma) Pada hari ini, doa-doa yang dipanjatkan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat memanfaatkan waktu di hari Arafah untuk berdoa dan memohon ampunan. Dosa-dosa diampuni Hari Arafah juga dikenal sebagai hari pengampunan dosa. Pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka. Ini adalah hari di mana Allah Ta’ala turun ke langit dunia dan membanggakan para hamba-Nya yang sedang berwukuf di hadapan para malaikat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?’” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Hadis lain yang mendukung keutamaan ini adalah riwayat dari Ibnu Umar yang menyebutkan, وأما وقوفك بعرفة، فإن الله تبارك وتعالى ينـزل إلى سماء الدنيا، فيباهي بهم الملائكة، فيقول: هؤلاء عبادي جاؤوا شعثًا غبرًا من كل فج عميق، يرجون رحمتي، ويخافون عذابي، ولم يروني، فكيف لو رأوني، فلو كان عليك مثل رمل عالج، أو مثل أيام الدنيا، أو مثل قطر السماء ذنوبًا، غسلها الله عنك “Adapun wukuf di Arafah yang engkau lakukan, sesungguhnya pada hari itu Allah turun ke langit bumi, dan Dia membanggakan orang-orang yang sedang wukuf di Arafah di hadapan para malaikat-Nya, dengan berkata, ‘Ini adalah hamba-hamba-Ku yang datang dengan rambut kusut dan berdebu dari setiap penjuru yang jauh, mengharapkan rahmat-Ku, dan takut akan azab-Ku, padahal mereka belum pernah melihat-Ku. Maka, bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?’ Jika dosa-dosamu sebanyak butiran pasir atau sebanyak hari-hari di dunia, atau sebanyak tetesan hujan di langit, niscaya Allah akan menghapus semuanya darimu.”[3] Baca juga: Ikut Pemerintah dalam Puasa Arafah, Berarti Menuhankan Pemerintah? Amalan-amalan di hari Arafah Puasa Arafah Puasa Arafah adalah puasa sunah yang dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum muslimin yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Salah satu keutamaannya adalah diampuni dosa-dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Hal ini berdasarkan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده “Puasa Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبداً من النار من يوم عرفة “Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah” (HR. Muslim no. 1348) Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan puasa Arafah sebagai salah satu cara untuk meraih ampunan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Zikir dan doa Pada hari Arafah, sangat dianjurkan untuk memperbanyak zikir, termasuk takbir, tahlil, dan tahmid. Contoh zikir yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah: Takbir: “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Lailahaillallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.” Tahlil: “Lailahaillallah.” Tahmid: “Alhamdulillah.” Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, خيرُ الدعاءِ دعاءُ يومِ عرفةَ وخيرُ ما قلتُ أنا والنبيونَ من قبلي لا إله إلا اللهُ وحدهُ لا شريكَ لهُ له الملكُ وله الحمدُ وهو على كلِّ شيء قديرٍ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang aku dan para nabi sebelumku katakan adalah ‘Lailahaillallah, wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir‘.”[4] Meskipun hadis ini memiliki kelemahan dalam sanadnya, banyak ulama yang tetap menganjurkan untuk memperbanyak zikir dan doa pada hari Arafah karena keutamaannya yang besar. Doa yang bisa diamalkan termasuk memohon ampunan, rahmat, dan perlindungan dari segala keburukan. Tidak ada doa khusus yang wajib diucapkan, tetapi memperbanyak doa dan memohon dengan sungguh-sungguh sangat dianjurkan. Ibadah haji di Arafah Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama, dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan ibadah wukuf, yang berarti berdiam diri dengan penuh khidmat sambil memperbanyak doa, zikir, dan permohonan ampun kepada Allah  Ta’ala. Ibadah mulia ini adalah puncak dari ibadah haji karena pada hari ini Allah Ta’ala banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبدا من النار من يوم عرفة، وإنه ليدنو ثم يباهي بهم الملائكة فيقول: ما أراد هؤلاء؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan seseorang dari neraka, selain hari Arafah. Dia akan mendekati mereka, lalu menampakkan keutamaan mereka kepada para malaikat seraya berkata, ‘Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim) Wukuf di Arafah juga menjadi momentum penting bagi jemaah haji untuk ber-taqarrub dengan Allah Ta’ala. Jemaah haji yang sedang melaksanakan ibadah ini berada dalam suasana yang penuh khidmat dan kekhusyukan, merendahkan diri di hadapan Allah Ta’ala, mengakui segala dosa dan kesalahan, serta memohon ampunan dan rahmat-Nya. Keutamaan hari Arafah ini juga tercermin dalam anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagi umat Islam yang tidak berhaji untuk berpuasa pada hari tersebut, yang mana puasa Arafah diampuni dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Hal ini menunjukkan betapa besar rahmat dan ampunan Allah Ta’ala yang diberikan pada hari yang mulia ini, menjadikan wukuf di Arafah sebagai bagian dari momen puncak peribadatan seorang muslim. Semoga Allah Ta’ala memberikan limpahan rezeki kepada kita dan memudahkan kita untuk mampu melaksanakan ibadah haji. Allahumma Amin. Wallahua’lam Baca juga: Nabi Ibrahim Sebagai Teladan *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat:  https://www.islamweb.net/ar/library/content/56/1358 [2] Ibid. [3]Selengkapnya, lihat :  https://www.islamweb.net/ar/article/136271 [4] Diriwayatkan oleh (kakek Amr bin Syu’aib), dinilai oleh Ibnu Al-Mulqin, Lihat kitab: Tuhfat Al-Muhtaj, 2: 176. Ringkasan dari penilaian: (terdapat) Hammad bin Abi Hamid, menurut Tirmidzi, dia tidak kuat menurut ahli hadis dan sanadnya lemah. Tags: hari arafah
Daftar Isi Toggle Keutamaan dan kedudukan hari ArafahWasilah untuk bebas dari api nerakaMomen doa-doa mustajabDosa-dosa diampuniAmalan-amalan di hari ArafahPuasa ArafahZikir dan doaIbadah haji di Arafah Sepuluh hari pertama bulan Zulhijah memiliki keutamaan yang sangat besar dalam Islam. Pada hari-hari ini, segala amal ibadah yang dilakukan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan hari-hari lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ” (يعني أَيَّامَ الْعَشْرِ). قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ” “Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (yakni, hari-hari sepuluh pertama Zulhijah).” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu apa pun dari itu.” (HR. Bukhari) Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa amal ibadah yang dilakukan pada hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah Ta’ala dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Al-Tibi menjelaskan bahwa amal saleh dalam sepuluh hari pertama Zulhijah ini adalah yang paling dicintai Allah karena waktu tersebut adalah waktu yang paling mulia, termasuk di dalamnya adalah hari Arafah, yang disebut sebagai hari terbaik sepanjang tahun[1]. Al-Sayyid menambahkan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat mengenai keutamaan sepuluh hari Zulhijah dibandingkan sepuluh hari terakhir Ramadan, yang paling kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa siang hari sepuluh Zulhijah lebih utama karena adanya hari Arafah. Sedangkan malam hari sepuluh terakhir Ramadan lebih utama karena adanya Lailatulqadar[2]. Sebagaimana disebutkan dalam hadis lain dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ما من أيام أفضل عند الله من أيام عشر ذي الحجة “Tidak ada hari-hari yang lebih utama di sisi Allah daripada hari-hari sepuluh pertama Zulhijah.” (Lihat Kitab Da’if Al-Targhib wa Al-Tarhib, hal. 735) Para ulama sepakat bahwa memanfaatkan sepuluh hari pertama Zulhijah dengan memperbanyak amal saleh adalah kesempatan emas bagi setiap muslim untuk meraih pahala yang besar dan mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan, jihad di jalan Allah tidak lebih utama, kecuali bagi seseorang yang berkorban dengan jiwa dan hartanya tanpa kembali dengan apa pun. Hal ini menegaskan betapa agungnya nilai amal ibadah dalam sepuluh hari ini. Oleh karena itu, kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan, berpuasa, berdoa, dan melakukan berbagai bentuk ibadah lainnya selama hari-hari ini untuk mendapatkan keridaan Allah dan keberkahan yang melimpah. (Tuhfatul Ahwadzi, 3: 385) Keutamaan dan kedudukan hari Arafah Hari Arafah adalah hari kesembilan dari bulan Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji melaksanakan wukuf di padang Arafah, yang merupakan puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji. Bagi umat Islam yang tidak melaksanakan haji, mereka dianjurkan untuk berpuasa pada hari ini. Sebagaimana hadis berikut, عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: “يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari Arafah. Maka, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.’” (HR. Muslim no. 1162) Puasa ini memiliki keutamaan besar karena dapat menghapus dosa dua tahun, yakni tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang. Untuk lebih lengkapnya, berikut beberapa keutamaan hari Arafah yang penting untuk kita ketahui dan amalkan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Wasilah untuk bebas dari api neraka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan lebih banyak hamba dari api neraka dibandingkan hari-hari lainnya. Beliau bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah.” (HR. Muslim no. 1348 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما مِن يَومٍ أَكْثَرَ مِن أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فيه عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِن يَومِ عَرَفَةَ، وإنَّه لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بهِمُ المَلَائِكَةَ، فيَقولُ: ما أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?‘” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Momen doa-doa mustajab Munajat seorang hamba yang dipanjatkan pada hari ini memiliki keutamaan khusus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. Tirmidzi no. 3585, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma) Pada hari ini, doa-doa yang dipanjatkan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat memanfaatkan waktu di hari Arafah untuk berdoa dan memohon ampunan. Dosa-dosa diampuni Hari Arafah juga dikenal sebagai hari pengampunan dosa. Pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka. Ini adalah hari di mana Allah Ta’ala turun ke langit dunia dan membanggakan para hamba-Nya yang sedang berwukuf di hadapan para malaikat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?’” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Hadis lain yang mendukung keutamaan ini adalah riwayat dari Ibnu Umar yang menyebutkan, وأما وقوفك بعرفة، فإن الله تبارك وتعالى ينـزل إلى سماء الدنيا، فيباهي بهم الملائكة، فيقول: هؤلاء عبادي جاؤوا شعثًا غبرًا من كل فج عميق، يرجون رحمتي، ويخافون عذابي، ولم يروني، فكيف لو رأوني، فلو كان عليك مثل رمل عالج، أو مثل أيام الدنيا، أو مثل قطر السماء ذنوبًا، غسلها الله عنك “Adapun wukuf di Arafah yang engkau lakukan, sesungguhnya pada hari itu Allah turun ke langit bumi, dan Dia membanggakan orang-orang yang sedang wukuf di Arafah di hadapan para malaikat-Nya, dengan berkata, ‘Ini adalah hamba-hamba-Ku yang datang dengan rambut kusut dan berdebu dari setiap penjuru yang jauh, mengharapkan rahmat-Ku, dan takut akan azab-Ku, padahal mereka belum pernah melihat-Ku. Maka, bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?’ Jika dosa-dosamu sebanyak butiran pasir atau sebanyak hari-hari di dunia, atau sebanyak tetesan hujan di langit, niscaya Allah akan menghapus semuanya darimu.”[3] Baca juga: Ikut Pemerintah dalam Puasa Arafah, Berarti Menuhankan Pemerintah? Amalan-amalan di hari Arafah Puasa Arafah Puasa Arafah adalah puasa sunah yang dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum muslimin yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Salah satu keutamaannya adalah diampuni dosa-dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Hal ini berdasarkan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده “Puasa Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبداً من النار من يوم عرفة “Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah” (HR. Muslim no. 1348) Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan puasa Arafah sebagai salah satu cara untuk meraih ampunan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Zikir dan doa Pada hari Arafah, sangat dianjurkan untuk memperbanyak zikir, termasuk takbir, tahlil, dan tahmid. Contoh zikir yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah: Takbir: “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Lailahaillallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.” Tahlil: “Lailahaillallah.” Tahmid: “Alhamdulillah.” Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, خيرُ الدعاءِ دعاءُ يومِ عرفةَ وخيرُ ما قلتُ أنا والنبيونَ من قبلي لا إله إلا اللهُ وحدهُ لا شريكَ لهُ له الملكُ وله الحمدُ وهو على كلِّ شيء قديرٍ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang aku dan para nabi sebelumku katakan adalah ‘Lailahaillallah, wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir‘.”[4] Meskipun hadis ini memiliki kelemahan dalam sanadnya, banyak ulama yang tetap menganjurkan untuk memperbanyak zikir dan doa pada hari Arafah karena keutamaannya yang besar. Doa yang bisa diamalkan termasuk memohon ampunan, rahmat, dan perlindungan dari segala keburukan. Tidak ada doa khusus yang wajib diucapkan, tetapi memperbanyak doa dan memohon dengan sungguh-sungguh sangat dianjurkan. Ibadah haji di Arafah Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama, dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan ibadah wukuf, yang berarti berdiam diri dengan penuh khidmat sambil memperbanyak doa, zikir, dan permohonan ampun kepada Allah  Ta’ala. Ibadah mulia ini adalah puncak dari ibadah haji karena pada hari ini Allah Ta’ala banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبدا من النار من يوم عرفة، وإنه ليدنو ثم يباهي بهم الملائكة فيقول: ما أراد هؤلاء؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan seseorang dari neraka, selain hari Arafah. Dia akan mendekati mereka, lalu menampakkan keutamaan mereka kepada para malaikat seraya berkata, ‘Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim) Wukuf di Arafah juga menjadi momentum penting bagi jemaah haji untuk ber-taqarrub dengan Allah Ta’ala. Jemaah haji yang sedang melaksanakan ibadah ini berada dalam suasana yang penuh khidmat dan kekhusyukan, merendahkan diri di hadapan Allah Ta’ala, mengakui segala dosa dan kesalahan, serta memohon ampunan dan rahmat-Nya. Keutamaan hari Arafah ini juga tercermin dalam anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagi umat Islam yang tidak berhaji untuk berpuasa pada hari tersebut, yang mana puasa Arafah diampuni dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Hal ini menunjukkan betapa besar rahmat dan ampunan Allah Ta’ala yang diberikan pada hari yang mulia ini, menjadikan wukuf di Arafah sebagai bagian dari momen puncak peribadatan seorang muslim. Semoga Allah Ta’ala memberikan limpahan rezeki kepada kita dan memudahkan kita untuk mampu melaksanakan ibadah haji. Allahumma Amin. Wallahua’lam Baca juga: Nabi Ibrahim Sebagai Teladan *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat:  https://www.islamweb.net/ar/library/content/56/1358 [2] Ibid. [3]Selengkapnya, lihat :  https://www.islamweb.net/ar/article/136271 [4] Diriwayatkan oleh (kakek Amr bin Syu’aib), dinilai oleh Ibnu Al-Mulqin, Lihat kitab: Tuhfat Al-Muhtaj, 2: 176. Ringkasan dari penilaian: (terdapat) Hammad bin Abi Hamid, menurut Tirmidzi, dia tidak kuat menurut ahli hadis dan sanadnya lemah. Tags: hari arafah


Daftar Isi Toggle Keutamaan dan kedudukan hari ArafahWasilah untuk bebas dari api nerakaMomen doa-doa mustajabDosa-dosa diampuniAmalan-amalan di hari ArafahPuasa ArafahZikir dan doaIbadah haji di Arafah Sepuluh hari pertama bulan Zulhijah memiliki keutamaan yang sangat besar dalam Islam. Pada hari-hari ini, segala amal ibadah yang dilakukan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan hari-hari lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ” (يعني أَيَّامَ الْعَشْرِ). قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ” “Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (yakni, hari-hari sepuluh pertama Zulhijah).” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu apa pun dari itu.” (HR. Bukhari) Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa amal ibadah yang dilakukan pada hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah Ta’ala dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Al-Tibi menjelaskan bahwa amal saleh dalam sepuluh hari pertama Zulhijah ini adalah yang paling dicintai Allah karena waktu tersebut adalah waktu yang paling mulia, termasuk di dalamnya adalah hari Arafah, yang disebut sebagai hari terbaik sepanjang tahun[1]. Al-Sayyid menambahkan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat mengenai keutamaan sepuluh hari Zulhijah dibandingkan sepuluh hari terakhir Ramadan, yang paling kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa siang hari sepuluh Zulhijah lebih utama karena adanya hari Arafah. Sedangkan malam hari sepuluh terakhir Ramadan lebih utama karena adanya Lailatulqadar[2]. Sebagaimana disebutkan dalam hadis lain dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ما من أيام أفضل عند الله من أيام عشر ذي الحجة “Tidak ada hari-hari yang lebih utama di sisi Allah daripada hari-hari sepuluh pertama Zulhijah.” (Lihat Kitab Da’if Al-Targhib wa Al-Tarhib, hal. 735) Para ulama sepakat bahwa memanfaatkan sepuluh hari pertama Zulhijah dengan memperbanyak amal saleh adalah kesempatan emas bagi setiap muslim untuk meraih pahala yang besar dan mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan, jihad di jalan Allah tidak lebih utama, kecuali bagi seseorang yang berkorban dengan jiwa dan hartanya tanpa kembali dengan apa pun. Hal ini menegaskan betapa agungnya nilai amal ibadah dalam sepuluh hari ini. Oleh karena itu, kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan, berpuasa, berdoa, dan melakukan berbagai bentuk ibadah lainnya selama hari-hari ini untuk mendapatkan keridaan Allah dan keberkahan yang melimpah. (Tuhfatul Ahwadzi, 3: 385) Keutamaan dan kedudukan hari Arafah Hari Arafah adalah hari kesembilan dari bulan Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji melaksanakan wukuf di padang Arafah, yang merupakan puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji. Bagi umat Islam yang tidak melaksanakan haji, mereka dianjurkan untuk berpuasa pada hari ini. Sebagaimana hadis berikut, عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: “يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari Arafah. Maka, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.’” (HR. Muslim no. 1162) Puasa ini memiliki keutamaan besar karena dapat menghapus dosa dua tahun, yakni tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang. Untuk lebih lengkapnya, berikut beberapa keutamaan hari Arafah yang penting untuk kita ketahui dan amalkan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Wasilah untuk bebas dari api neraka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan lebih banyak hamba dari api neraka dibandingkan hari-hari lainnya. Beliau bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah.” (HR. Muslim no. 1348 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما مِن يَومٍ أَكْثَرَ مِن أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فيه عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِن يَومِ عَرَفَةَ، وإنَّه لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بهِمُ المَلَائِكَةَ، فيَقولُ: ما أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?‘” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Momen doa-doa mustajab Munajat seorang hamba yang dipanjatkan pada hari ini memiliki keutamaan khusus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. Tirmidzi no. 3585, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma) Pada hari ini, doa-doa yang dipanjatkan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat memanfaatkan waktu di hari Arafah untuk berdoa dan memohon ampunan. Dosa-dosa diampuni Hari Arafah juga dikenal sebagai hari pengampunan dosa. Pada hari ini, Allah Ta’ala membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka. Ini adalah hari di mana Allah Ta’ala turun ke langit dunia dan membanggakan para hamba-Nya yang sedang berwukuf di hadapan para malaikat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, ‘Apa yang mereka inginkan?’” (HR. Muslim no. 1348, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha) Hadis lain yang mendukung keutamaan ini adalah riwayat dari Ibnu Umar yang menyebutkan, وأما وقوفك بعرفة، فإن الله تبارك وتعالى ينـزل إلى سماء الدنيا، فيباهي بهم الملائكة، فيقول: هؤلاء عبادي جاؤوا شعثًا غبرًا من كل فج عميق، يرجون رحمتي، ويخافون عذابي، ولم يروني، فكيف لو رأوني، فلو كان عليك مثل رمل عالج، أو مثل أيام الدنيا، أو مثل قطر السماء ذنوبًا، غسلها الله عنك “Adapun wukuf di Arafah yang engkau lakukan, sesungguhnya pada hari itu Allah turun ke langit bumi, dan Dia membanggakan orang-orang yang sedang wukuf di Arafah di hadapan para malaikat-Nya, dengan berkata, ‘Ini adalah hamba-hamba-Ku yang datang dengan rambut kusut dan berdebu dari setiap penjuru yang jauh, mengharapkan rahmat-Ku, dan takut akan azab-Ku, padahal mereka belum pernah melihat-Ku. Maka, bagaimana seandainya mereka melihat-Ku?’ Jika dosa-dosamu sebanyak butiran pasir atau sebanyak hari-hari di dunia, atau sebanyak tetesan hujan di langit, niscaya Allah akan menghapus semuanya darimu.”[3] Baca juga: Ikut Pemerintah dalam Puasa Arafah, Berarti Menuhankan Pemerintah? Amalan-amalan di hari Arafah Puasa Arafah Puasa Arafah adalah puasa sunah yang dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum muslimin yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Salah satu keutamaannya adalah diampuni dosa-dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Hal ini berdasarkan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده “Puasa Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبداً من النار من يوم عرفة “Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah” (HR. Muslim no. 1348) Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan puasa Arafah sebagai salah satu cara untuk meraih ampunan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Zikir dan doa Pada hari Arafah, sangat dianjurkan untuk memperbanyak zikir, termasuk takbir, tahlil, dan tahmid. Contoh zikir yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah: Takbir: “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Lailahaillallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.” Tahlil: “Lailahaillallah.” Tahmid: “Alhamdulillah.” Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, خيرُ الدعاءِ دعاءُ يومِ عرفةَ وخيرُ ما قلتُ أنا والنبيونَ من قبلي لا إله إلا اللهُ وحدهُ لا شريكَ لهُ له الملكُ وله الحمدُ وهو على كلِّ شيء قديرٍ “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang aku dan para nabi sebelumku katakan adalah ‘Lailahaillallah, wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir‘.”[4] Meskipun hadis ini memiliki kelemahan dalam sanadnya, banyak ulama yang tetap menganjurkan untuk memperbanyak zikir dan doa pada hari Arafah karena keutamaannya yang besar. Doa yang bisa diamalkan termasuk memohon ampunan, rahmat, dan perlindungan dari segala keburukan. Tidak ada doa khusus yang wajib diucapkan, tetapi memperbanyak doa dan memohon dengan sungguh-sungguh sangat dianjurkan. Ibadah haji di Arafah Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama, dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah. Pada hari ini, jemaah haji berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan ibadah wukuf, yang berarti berdiam diri dengan penuh khidmat sambil memperbanyak doa, zikir, dan permohonan ampun kepada Allah  Ta’ala. Ibadah mulia ini adalah puncak dari ibadah haji karena pada hari ini Allah Ta’ala banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبدا من النار من يوم عرفة، وإنه ليدنو ثم يباهي بهم الملائكة فيقول: ما أراد هؤلاء؟ “Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan seseorang dari neraka, selain hari Arafah. Dia akan mendekati mereka, lalu menampakkan keutamaan mereka kepada para malaikat seraya berkata, ‘Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim) Wukuf di Arafah juga menjadi momentum penting bagi jemaah haji untuk ber-taqarrub dengan Allah Ta’ala. Jemaah haji yang sedang melaksanakan ibadah ini berada dalam suasana yang penuh khidmat dan kekhusyukan, merendahkan diri di hadapan Allah Ta’ala, mengakui segala dosa dan kesalahan, serta memohon ampunan dan rahmat-Nya. Keutamaan hari Arafah ini juga tercermin dalam anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagi umat Islam yang tidak berhaji untuk berpuasa pada hari tersebut, yang mana puasa Arafah diampuni dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Hal ini menunjukkan betapa besar rahmat dan ampunan Allah Ta’ala yang diberikan pada hari yang mulia ini, menjadikan wukuf di Arafah sebagai bagian dari momen puncak peribadatan seorang muslim. Semoga Allah Ta’ala memberikan limpahan rezeki kepada kita dan memudahkan kita untuk mampu melaksanakan ibadah haji. Allahumma Amin. Wallahua’lam Baca juga: Nabi Ibrahim Sebagai Teladan *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat:  https://www.islamweb.net/ar/library/content/56/1358 [2] Ibid. [3]Selengkapnya, lihat :  https://www.islamweb.net/ar/article/136271 [4] Diriwayatkan oleh (kakek Amr bin Syu’aib), dinilai oleh Ibnu Al-Mulqin, Lihat kitab: Tuhfat Al-Muhtaj, 2: 176. Ringkasan dari penilaian: (terdapat) Hammad bin Abi Hamid, menurut Tirmidzi, dia tidak kuat menurut ahli hadis dan sanadnya lemah. Tags: hari arafah

Untuk Anda yang Berat Hati untuk Berqurban – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Lihatlah Nabi Ibrahim! Beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya, tapi beliau tidak ragu sama sekali. Karena itu, mengherankan orang yang diperintahkan untuk menyembelih domba tapi kamu mendapatinya merasa ragu, pelit, dan bertanya, “Berapa harganya?” dan seterusnya. Padahal seandainya kamu memperhatikan kesehariannya, kamu dapati dia mengeluarkan banyak uang untuk urusan-urusan tersier, untuk hiburan, atau untuk bepergian. Namun, ketika datang waktu berkurban, dia mulai merasa ragu dan berkata, “Harga hewan kurban mahal!” dan ia mulai berusaha menghindar dari pelaksanaan syiar ini. Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, diperintahkan untuk menyembelih anaknya, lalu beliau segera melaksanakan perintah Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Karena itu hendaklah seorang muslim berusaha untuk melaksanakan syiar ini. ==== اُنْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَلَمْ يَتَرَدَّدْ فَالْعَجَبُ مِمَّنْ يُؤْمَرُ بِذَبْحِ شَاةٍ وَتَجِدُهُ يَتَرَدَّدُ وَيَبْخَلُ وَيَقُولُ كَمِ الثَّمَنُ وَ مَعَ أَنَّهُ لَوْ تَأَمَّلْتَ فِي وَاقِعِهِ تَجِدُ أَنَّهُ يُنْفِقُ الْأَمْوَالَ الْكَثِيرَةَ فِي أُمُورٍ فِي كَمَالِيَّاتٍ أَوْ فِي لَهْوٍ أَوْ فِي السَّفَرِيَّاتِ لَكِنْ إِذَا أَتَتْ الْأُضْحِيَّةُ بَدَأَ يَتَرَدَّدُ وَبَدَأَ يَقُولُ إِنَّ الْأَسْعَارَ مُرْتَفِعَةٌ وَبَدَأَ يُحَاوِلُ يَعْنِي التَّمَلُّصَ مِنْ إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيرَةِ فَانْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَامْتَثَلَ أَمْرَ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيْرَةِ

Untuk Anda yang Berat Hati untuk Berqurban – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Lihatlah Nabi Ibrahim! Beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya, tapi beliau tidak ragu sama sekali. Karena itu, mengherankan orang yang diperintahkan untuk menyembelih domba tapi kamu mendapatinya merasa ragu, pelit, dan bertanya, “Berapa harganya?” dan seterusnya. Padahal seandainya kamu memperhatikan kesehariannya, kamu dapati dia mengeluarkan banyak uang untuk urusan-urusan tersier, untuk hiburan, atau untuk bepergian. Namun, ketika datang waktu berkurban, dia mulai merasa ragu dan berkata, “Harga hewan kurban mahal!” dan ia mulai berusaha menghindar dari pelaksanaan syiar ini. Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, diperintahkan untuk menyembelih anaknya, lalu beliau segera melaksanakan perintah Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Karena itu hendaklah seorang muslim berusaha untuk melaksanakan syiar ini. ==== اُنْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَلَمْ يَتَرَدَّدْ فَالْعَجَبُ مِمَّنْ يُؤْمَرُ بِذَبْحِ شَاةٍ وَتَجِدُهُ يَتَرَدَّدُ وَيَبْخَلُ وَيَقُولُ كَمِ الثَّمَنُ وَ مَعَ أَنَّهُ لَوْ تَأَمَّلْتَ فِي وَاقِعِهِ تَجِدُ أَنَّهُ يُنْفِقُ الْأَمْوَالَ الْكَثِيرَةَ فِي أُمُورٍ فِي كَمَالِيَّاتٍ أَوْ فِي لَهْوٍ أَوْ فِي السَّفَرِيَّاتِ لَكِنْ إِذَا أَتَتْ الْأُضْحِيَّةُ بَدَأَ يَتَرَدَّدُ وَبَدَأَ يَقُولُ إِنَّ الْأَسْعَارَ مُرْتَفِعَةٌ وَبَدَأَ يُحَاوِلُ يَعْنِي التَّمَلُّصَ مِنْ إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيرَةِ فَانْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَامْتَثَلَ أَمْرَ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيْرَةِ
Lihatlah Nabi Ibrahim! Beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya, tapi beliau tidak ragu sama sekali. Karena itu, mengherankan orang yang diperintahkan untuk menyembelih domba tapi kamu mendapatinya merasa ragu, pelit, dan bertanya, “Berapa harganya?” dan seterusnya. Padahal seandainya kamu memperhatikan kesehariannya, kamu dapati dia mengeluarkan banyak uang untuk urusan-urusan tersier, untuk hiburan, atau untuk bepergian. Namun, ketika datang waktu berkurban, dia mulai merasa ragu dan berkata, “Harga hewan kurban mahal!” dan ia mulai berusaha menghindar dari pelaksanaan syiar ini. Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, diperintahkan untuk menyembelih anaknya, lalu beliau segera melaksanakan perintah Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Karena itu hendaklah seorang muslim berusaha untuk melaksanakan syiar ini. ==== اُنْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَلَمْ يَتَرَدَّدْ فَالْعَجَبُ مِمَّنْ يُؤْمَرُ بِذَبْحِ شَاةٍ وَتَجِدُهُ يَتَرَدَّدُ وَيَبْخَلُ وَيَقُولُ كَمِ الثَّمَنُ وَ مَعَ أَنَّهُ لَوْ تَأَمَّلْتَ فِي وَاقِعِهِ تَجِدُ أَنَّهُ يُنْفِقُ الْأَمْوَالَ الْكَثِيرَةَ فِي أُمُورٍ فِي كَمَالِيَّاتٍ أَوْ فِي لَهْوٍ أَوْ فِي السَّفَرِيَّاتِ لَكِنْ إِذَا أَتَتْ الْأُضْحِيَّةُ بَدَأَ يَتَرَدَّدُ وَبَدَأَ يَقُولُ إِنَّ الْأَسْعَارَ مُرْتَفِعَةٌ وَبَدَأَ يُحَاوِلُ يَعْنِي التَّمَلُّصَ مِنْ إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيرَةِ فَانْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَامْتَثَلَ أَمْرَ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيْرَةِ


Lihatlah Nabi Ibrahim! Beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya, tapi beliau tidak ragu sama sekali. Karena itu, mengherankan orang yang diperintahkan untuk menyembelih domba tapi kamu mendapatinya merasa ragu, pelit, dan bertanya, “Berapa harganya?” dan seterusnya. Padahal seandainya kamu memperhatikan kesehariannya, kamu dapati dia mengeluarkan banyak uang untuk urusan-urusan tersier, untuk hiburan, atau untuk bepergian. Namun, ketika datang waktu berkurban, dia mulai merasa ragu dan berkata, “Harga hewan kurban mahal!” dan ia mulai berusaha menghindar dari pelaksanaan syiar ini. Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, diperintahkan untuk menyembelih anaknya, lalu beliau segera melaksanakan perintah Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Karena itu hendaklah seorang muslim berusaha untuk melaksanakan syiar ini. ==== اُنْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَلَمْ يَتَرَدَّدْ فَالْعَجَبُ مِمَّنْ يُؤْمَرُ بِذَبْحِ شَاةٍ وَتَجِدُهُ يَتَرَدَّدُ وَيَبْخَلُ وَيَقُولُ كَمِ الثَّمَنُ وَ مَعَ أَنَّهُ لَوْ تَأَمَّلْتَ فِي وَاقِعِهِ تَجِدُ أَنَّهُ يُنْفِقُ الْأَمْوَالَ الْكَثِيرَةَ فِي أُمُورٍ فِي كَمَالِيَّاتٍ أَوْ فِي لَهْوٍ أَوْ فِي السَّفَرِيَّاتِ لَكِنْ إِذَا أَتَتْ الْأُضْحِيَّةُ بَدَأَ يَتَرَدَّدُ وَبَدَأَ يَقُولُ إِنَّ الْأَسْعَارَ مُرْتَفِعَةٌ وَبَدَأَ يُحَاوِلُ يَعْنِي التَّمَلُّصَ مِنْ إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيرَةِ فَانْظُرْ إِلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أُمِرَ بِذَبْحِ ابْنِهِ فَامْتَثَلَ أَمْرَ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى إِقَامَةِ هَذِهِ الشَّعِيْرَةِ

Fikih Khotbah Hari Raya

Daftar Isi Toggle Hukum khotbah hari rayaWaktu khotbah hari rayaJumlah khotbah hari rayaHal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul FitriDalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir.Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id.Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Segala puji bagi Allah. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun lengkap insyaAllah, terkait dengan fikih khotbah hari raya. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua, Amin. Hukum khotbah hari raya Khotbah hari raya, atau khotbah salat Id, atau biasa diringkas khotbah Id, hukumnya adalah sunah. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dari Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, شهدتُ صلاةَ الفِطرِ مع نبيِّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وأبي بكرٍ، وعُمرَ، وعثمانَ، فكلُّهم يُصلِّيها قبلَ الخُطبةِ، ثم يَخطُب، قال: فنزَلَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كأنِّي أنظُر إليه حين يُجَلِّسُ الرجالَ بيده، ثم أَقبلَ يَشقُّهم، حتى جاءَ النِّساءَ، ومعه بلالٌ، فقال: (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) [الممتحنة: 12] ، فتلَا هذه الآيةَ حتى فرغَ منها، ثم قال حين فرَغ منها: أنتُنَّ على ذلِك؟ فقالتِ امرأةٌ واحدةٌ، لم يُجِبْه غيرُها منهنَّ: نعم، يا نبيَّ اللهِ، لا يُدرَى حينئذٍ من هي، قال: فتَصدَّقْنَ، فبَسطَ بلالٌ ثوبَه، ثم قال: هلمَّ! فِدًى لكنَّ أبي وأمِّي، فجعلْنَ يُلقِينَ الفتخَ، والخواتمَ في ثوبِ بلالٍ “Aku pernah menyaksikan salat Idulfitri bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka semua melaksanakan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun, seolah-olah aku melihatnya saat beliau mendudukkan para pria dengan tangannya, lalu berjalan melewati mereka hingga sampai pada para wanita, bersama Bilal. Beliau bersabda, (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) ‘Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk berbaiat kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun’ [1], lalu beliau membacakan ayat ini hingga selesai. Setelah selesai, beliau bertanya, ‘Apakah kalian setuju dengan hal itu?’ Seorang wanita menjawab, tidak ada yang menjawab selain dia, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Tidak diketahui saat itu siapa dia. Beliau bersabda, ‘Bersedekahlah.’ Bilal membentangkan kainnya, lalu berkata, ‘Kemarilah! Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu.’ Mereka mulai memberikan sedekah berupa perhiasan dan cincin ke dalam kain Bilal.” [2] Selain itu, terdapat hadis lain dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, إنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قامَ يومَ الفِطرِ، فصلَّى، فبدأ بالصَّلاةِ قبل الخُطبةِ، ثم خطَبَ النَّاسَ، فلمَّا فرَغَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نزَلَ، وأتى النِّساءَ، فذَكَّرهُنَّ… “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri pada hari Idulfitri, lalu salat. Beliau memulai dengan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah kepada orang-orang. Setelah selesai, beliau turun dan mendatangi para wanita, mengingatkan mereka …” [3] Sisi pendalilan dari kedua hadis di atas adalah penundaan khotbah setelah salat Id menunjukkan bahwa khotbah tersebut tidak wajib. Khotbah ditempatkan pada waktu yang memungkinkan bagi mereka yang ingin meninggalkannya untuk pergi, tidak seperti khotbah Jumat. [4] Waktu khotbah hari raya Khotbah pada hari Jumat dilakukan sebelum salat, sedangkan khotbah pada hari Id dilakukan setelah salat. [5] Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي فِي الأَضْحَى وَالفِطْرِ، ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melaksanakan salat Iduladha dan Idulfitri, kemudian berkhotbah setelah salat.” [6] Dan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, كان النبي صلى الله عليه وسلم وأبو بكر وعمر يصلون العيدين قبل الخطبة “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar biasa melaksanakan salat Idulfitri dan Iduladha sebelum khotbah.” [7] Jumlah khotbah hari raya Disunahkan untuk melaksanakan dua khotbah Id, dan ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Kesepakatan (ijma‘) juga telah dinyatakan mengenai hal ini. Ini merupakan qiyas dengan khotbah Jumat, dan karena ini adalah kebiasaan dalam khotbah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [8] Ibnu Hazm rahimahullah berkata, فإذا سلَّم الإمامُ قام فخطَب الناس خُطبتين، يجلس بينهما جلسة, فإذا أتمَّهما افترق الناس. فإنْ خطَب قبل الصَّلاة فليستْ خُطبة, ولا يجِب الإنصات له, كلُّ هذا لا خِلافَ فيه إلَّا في مواضع نذكُرها إنْ شاء الله تعالى “Setelah imam selesai (salat), beliau berdiri dan berkhotbah kepada orang-orang dengan dua khotbah, dengan duduk sejenak di antara keduanya. Setelah selesai, orang-orang bubar. Jika beliau berkhotbah sebelum salat, maka itu bukan khotbah dan tidak wajib mendengarkannya. Semua ini tidak ada perbedaan pendapat, kecuali dalam beberapa hal yang akan kami sebutkan, insyaAllah.” [9] Ketika menjelaskan khotbah salat hari raya, Syekh Sholeh Fauzan hafidzahullah mengatakan, فإذا سلم من الصلاة؛ خطب خطبتين، يجلس بينهما؛ لما روى عبيد الله بن عبيد الله بن عتبة؛ قال: “السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين، يفصل بينهما بجلوس”، رواه الشافعي، ولابن ماجه عن جابر: “خطب قائما، ثم قعد قعدة، ثم قام” “Setelah selesai salat, dia berkhotbah dua khotbah, duduk di antara keduanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Ubaidillah bin Utba, beliau berkata, ‘Sunahnya adalah imam berkhotbah pada Idulfitri dan Iduladha dengan dua khotbah, dipisahkan oleh duduk di antara keduanya.’ Diriwayatkan oleh Syafi’i. Dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir, ‘Beliau berkhotbah sambil berdiri, lalu duduk sejenak, kemudian berdiri lagi.’” [10] Baca juga: Bagaimanakah Seharusnya Kaum Muslimin Merayakan Hari Raya? Hal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul Fitri Di dalam khotbah, disunahkan hal-hal berikut: Dalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir. Ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan sebagian ulama Hanabilah. Ini juga merupakan pilihan Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab, dan Ibnu Baz rahimahumullah. Hal ini didasarkan pada dua alasan berikut: Pertama, tidak ada bukti yang kuat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau memulai khotbah Idulfitri atau khotbah lainnya dengan takbir. Kedua, memulai dengan hamdalah adalah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam khotbah-khotbah beliau. [11] Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalil dari hal ini adalah hadis-hadis yang telah berlalu tentang keberadaan khotbah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain itu, salah satu tujuan disyariatkannya khotbah Id adalah untuk mengajarkan hukum-hukum yang berkaitan dengan waktu tersebut. [12] Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Hal ini didasarkan pada hadis Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma di awal artikel. Syaikh Sholeh Al-Fauzan berkata, ينبغي أن توجه إليهن موعظة خاصة ضمن خطبة العيد؛ لأنه صلى الله عليه وسلم لما رأى أنه لم يسمع النساء؛ أتاهن، فوعظهن، وحثهن على الصدقة، وهكذا ينبغي أن يكون للنساء نصيب من موضوع خطبة العيد؛ لحاجتهن إلى ذلك وإقتداء بالنبي صلى الله عليه وسلم “Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika melihat bahwa para wanita tidak mendengar, beliau mendatangi mereka, memberi nasihat, dan menganjurkan mereka untuk bersedekah. Demikian pula, seharusnya para wanita mendapatkan bagian dari topik khotbah Id karena kebutuhan mereka akan hal itu dan mengikuti contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” [13] Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Tidak mengapa bagi mereka yang telah melaksanakan salat Id untuk pergi dan tidak duduk mendengarkan khotbah. Namun, mendengarkan khotbah tentu lebih utama. [14] Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin As-Sa’ib, beliau berkata, “Aku menyaksikan Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah selesai salat, beliau bersabda, إنا نخطُبُ، فمَنْ أحبَّ أنْ يجلِسَ للخُطبةِ فَلْيجلِسْ، ومَنْ أحبَّ أنْ يذهَبَ فَلْيذهَبْ. ‘Kita akan berkhotbah. Barangsiapa yang ingin duduk untuk khotbah, silakan duduk. Barangsiapa yang ingin pergi, silakan pergi.‘ ” [15] Demikian penjelasan ringkas, dan insyaAllah menyeluruh, tentang khotbah hari raya. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Hukum Mengkhususkan Hari Raya dan Hari Jum’at untuk Ziarah Kubur *** Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen, 2 Zulhijah 1445. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Fiqh Al-Muyassar fi Dhou’il Kitab was Sunnah, Tim Ulama Saudi, Darul Alamiyah – Mesir, cet. ke-2, 2016 M. Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, Syekh Shalih Fauzan Al-Fauzan, Darul Aqidah – Mesir, 2009 M. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Tim Ulama Kuwait, Dar Shofwah – Mesir, cet. ke-1, 1421 (Maktabah Syamilah)   Catatan kaki: [1] QS. Al-Mumtahanah: 12. [2] HR. Bukhari no. 4895 dan Muslim no. 884. [3] HR. Bukhari no. 981 dan Muslim no. 885. [4] https://dorar.net/feqhia/1748, lihat juga Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 19: 186. [5] Mausu’atul Fiqhil Islamiy, At-Tuwaijiriy, 2: 662; dan lihat Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 104. [6] HR. Bukhari no. 957 dan Muslim no. 888. [7] HR. Bukhari no. 963. [8] https://dorar.net/feqhia/1750 [9] Al-Muhalla, 5: 82, lihat referensi sebelumnya [10] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 199. [11] https://dorar.net/feqhia/1754 [12] https://dorar.net/feqhia/1752 [13] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 200. [14] https://islamqa.info/ar/256212 [15] HR. Abu Dawud no. 1155, disahihkan oleh Imam Al-Albani rahimahullah. Tags: hari raya

Fikih Khotbah Hari Raya

Daftar Isi Toggle Hukum khotbah hari rayaWaktu khotbah hari rayaJumlah khotbah hari rayaHal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul FitriDalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir.Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id.Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Segala puji bagi Allah. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun lengkap insyaAllah, terkait dengan fikih khotbah hari raya. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua, Amin. Hukum khotbah hari raya Khotbah hari raya, atau khotbah salat Id, atau biasa diringkas khotbah Id, hukumnya adalah sunah. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dari Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, شهدتُ صلاةَ الفِطرِ مع نبيِّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وأبي بكرٍ، وعُمرَ، وعثمانَ، فكلُّهم يُصلِّيها قبلَ الخُطبةِ، ثم يَخطُب، قال: فنزَلَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كأنِّي أنظُر إليه حين يُجَلِّسُ الرجالَ بيده، ثم أَقبلَ يَشقُّهم، حتى جاءَ النِّساءَ، ومعه بلالٌ، فقال: (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) [الممتحنة: 12] ، فتلَا هذه الآيةَ حتى فرغَ منها، ثم قال حين فرَغ منها: أنتُنَّ على ذلِك؟ فقالتِ امرأةٌ واحدةٌ، لم يُجِبْه غيرُها منهنَّ: نعم، يا نبيَّ اللهِ، لا يُدرَى حينئذٍ من هي، قال: فتَصدَّقْنَ، فبَسطَ بلالٌ ثوبَه، ثم قال: هلمَّ! فِدًى لكنَّ أبي وأمِّي، فجعلْنَ يُلقِينَ الفتخَ، والخواتمَ في ثوبِ بلالٍ “Aku pernah menyaksikan salat Idulfitri bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka semua melaksanakan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun, seolah-olah aku melihatnya saat beliau mendudukkan para pria dengan tangannya, lalu berjalan melewati mereka hingga sampai pada para wanita, bersama Bilal. Beliau bersabda, (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) ‘Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk berbaiat kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun’ [1], lalu beliau membacakan ayat ini hingga selesai. Setelah selesai, beliau bertanya, ‘Apakah kalian setuju dengan hal itu?’ Seorang wanita menjawab, tidak ada yang menjawab selain dia, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Tidak diketahui saat itu siapa dia. Beliau bersabda, ‘Bersedekahlah.’ Bilal membentangkan kainnya, lalu berkata, ‘Kemarilah! Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu.’ Mereka mulai memberikan sedekah berupa perhiasan dan cincin ke dalam kain Bilal.” [2] Selain itu, terdapat hadis lain dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, إنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قامَ يومَ الفِطرِ، فصلَّى، فبدأ بالصَّلاةِ قبل الخُطبةِ، ثم خطَبَ النَّاسَ، فلمَّا فرَغَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نزَلَ، وأتى النِّساءَ، فذَكَّرهُنَّ… “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri pada hari Idulfitri, lalu salat. Beliau memulai dengan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah kepada orang-orang. Setelah selesai, beliau turun dan mendatangi para wanita, mengingatkan mereka …” [3] Sisi pendalilan dari kedua hadis di atas adalah penundaan khotbah setelah salat Id menunjukkan bahwa khotbah tersebut tidak wajib. Khotbah ditempatkan pada waktu yang memungkinkan bagi mereka yang ingin meninggalkannya untuk pergi, tidak seperti khotbah Jumat. [4] Waktu khotbah hari raya Khotbah pada hari Jumat dilakukan sebelum salat, sedangkan khotbah pada hari Id dilakukan setelah salat. [5] Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي فِي الأَضْحَى وَالفِطْرِ، ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melaksanakan salat Iduladha dan Idulfitri, kemudian berkhotbah setelah salat.” [6] Dan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, كان النبي صلى الله عليه وسلم وأبو بكر وعمر يصلون العيدين قبل الخطبة “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar biasa melaksanakan salat Idulfitri dan Iduladha sebelum khotbah.” [7] Jumlah khotbah hari raya Disunahkan untuk melaksanakan dua khotbah Id, dan ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Kesepakatan (ijma‘) juga telah dinyatakan mengenai hal ini. Ini merupakan qiyas dengan khotbah Jumat, dan karena ini adalah kebiasaan dalam khotbah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [8] Ibnu Hazm rahimahullah berkata, فإذا سلَّم الإمامُ قام فخطَب الناس خُطبتين، يجلس بينهما جلسة, فإذا أتمَّهما افترق الناس. فإنْ خطَب قبل الصَّلاة فليستْ خُطبة, ولا يجِب الإنصات له, كلُّ هذا لا خِلافَ فيه إلَّا في مواضع نذكُرها إنْ شاء الله تعالى “Setelah imam selesai (salat), beliau berdiri dan berkhotbah kepada orang-orang dengan dua khotbah, dengan duduk sejenak di antara keduanya. Setelah selesai, orang-orang bubar. Jika beliau berkhotbah sebelum salat, maka itu bukan khotbah dan tidak wajib mendengarkannya. Semua ini tidak ada perbedaan pendapat, kecuali dalam beberapa hal yang akan kami sebutkan, insyaAllah.” [9] Ketika menjelaskan khotbah salat hari raya, Syekh Sholeh Fauzan hafidzahullah mengatakan, فإذا سلم من الصلاة؛ خطب خطبتين، يجلس بينهما؛ لما روى عبيد الله بن عبيد الله بن عتبة؛ قال: “السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين، يفصل بينهما بجلوس”، رواه الشافعي، ولابن ماجه عن جابر: “خطب قائما، ثم قعد قعدة، ثم قام” “Setelah selesai salat, dia berkhotbah dua khotbah, duduk di antara keduanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Ubaidillah bin Utba, beliau berkata, ‘Sunahnya adalah imam berkhotbah pada Idulfitri dan Iduladha dengan dua khotbah, dipisahkan oleh duduk di antara keduanya.’ Diriwayatkan oleh Syafi’i. Dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir, ‘Beliau berkhotbah sambil berdiri, lalu duduk sejenak, kemudian berdiri lagi.’” [10] Baca juga: Bagaimanakah Seharusnya Kaum Muslimin Merayakan Hari Raya? Hal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul Fitri Di dalam khotbah, disunahkan hal-hal berikut: Dalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir. Ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan sebagian ulama Hanabilah. Ini juga merupakan pilihan Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab, dan Ibnu Baz rahimahumullah. Hal ini didasarkan pada dua alasan berikut: Pertama, tidak ada bukti yang kuat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau memulai khotbah Idulfitri atau khotbah lainnya dengan takbir. Kedua, memulai dengan hamdalah adalah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam khotbah-khotbah beliau. [11] Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalil dari hal ini adalah hadis-hadis yang telah berlalu tentang keberadaan khotbah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain itu, salah satu tujuan disyariatkannya khotbah Id adalah untuk mengajarkan hukum-hukum yang berkaitan dengan waktu tersebut. [12] Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Hal ini didasarkan pada hadis Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma di awal artikel. Syaikh Sholeh Al-Fauzan berkata, ينبغي أن توجه إليهن موعظة خاصة ضمن خطبة العيد؛ لأنه صلى الله عليه وسلم لما رأى أنه لم يسمع النساء؛ أتاهن، فوعظهن، وحثهن على الصدقة، وهكذا ينبغي أن يكون للنساء نصيب من موضوع خطبة العيد؛ لحاجتهن إلى ذلك وإقتداء بالنبي صلى الله عليه وسلم “Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika melihat bahwa para wanita tidak mendengar, beliau mendatangi mereka, memberi nasihat, dan menganjurkan mereka untuk bersedekah. Demikian pula, seharusnya para wanita mendapatkan bagian dari topik khotbah Id karena kebutuhan mereka akan hal itu dan mengikuti contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” [13] Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Tidak mengapa bagi mereka yang telah melaksanakan salat Id untuk pergi dan tidak duduk mendengarkan khotbah. Namun, mendengarkan khotbah tentu lebih utama. [14] Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin As-Sa’ib, beliau berkata, “Aku menyaksikan Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah selesai salat, beliau bersabda, إنا نخطُبُ، فمَنْ أحبَّ أنْ يجلِسَ للخُطبةِ فَلْيجلِسْ، ومَنْ أحبَّ أنْ يذهَبَ فَلْيذهَبْ. ‘Kita akan berkhotbah. Barangsiapa yang ingin duduk untuk khotbah, silakan duduk. Barangsiapa yang ingin pergi, silakan pergi.‘ ” [15] Demikian penjelasan ringkas, dan insyaAllah menyeluruh, tentang khotbah hari raya. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Hukum Mengkhususkan Hari Raya dan Hari Jum’at untuk Ziarah Kubur *** Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen, 2 Zulhijah 1445. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Fiqh Al-Muyassar fi Dhou’il Kitab was Sunnah, Tim Ulama Saudi, Darul Alamiyah – Mesir, cet. ke-2, 2016 M. Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, Syekh Shalih Fauzan Al-Fauzan, Darul Aqidah – Mesir, 2009 M. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Tim Ulama Kuwait, Dar Shofwah – Mesir, cet. ke-1, 1421 (Maktabah Syamilah)   Catatan kaki: [1] QS. Al-Mumtahanah: 12. [2] HR. Bukhari no. 4895 dan Muslim no. 884. [3] HR. Bukhari no. 981 dan Muslim no. 885. [4] https://dorar.net/feqhia/1748, lihat juga Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 19: 186. [5] Mausu’atul Fiqhil Islamiy, At-Tuwaijiriy, 2: 662; dan lihat Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 104. [6] HR. Bukhari no. 957 dan Muslim no. 888. [7] HR. Bukhari no. 963. [8] https://dorar.net/feqhia/1750 [9] Al-Muhalla, 5: 82, lihat referensi sebelumnya [10] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 199. [11] https://dorar.net/feqhia/1754 [12] https://dorar.net/feqhia/1752 [13] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 200. [14] https://islamqa.info/ar/256212 [15] HR. Abu Dawud no. 1155, disahihkan oleh Imam Al-Albani rahimahullah. Tags: hari raya
Daftar Isi Toggle Hukum khotbah hari rayaWaktu khotbah hari rayaJumlah khotbah hari rayaHal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul FitriDalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir.Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id.Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Segala puji bagi Allah. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun lengkap insyaAllah, terkait dengan fikih khotbah hari raya. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua, Amin. Hukum khotbah hari raya Khotbah hari raya, atau khotbah salat Id, atau biasa diringkas khotbah Id, hukumnya adalah sunah. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dari Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, شهدتُ صلاةَ الفِطرِ مع نبيِّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وأبي بكرٍ، وعُمرَ، وعثمانَ، فكلُّهم يُصلِّيها قبلَ الخُطبةِ، ثم يَخطُب، قال: فنزَلَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كأنِّي أنظُر إليه حين يُجَلِّسُ الرجالَ بيده، ثم أَقبلَ يَشقُّهم، حتى جاءَ النِّساءَ، ومعه بلالٌ، فقال: (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) [الممتحنة: 12] ، فتلَا هذه الآيةَ حتى فرغَ منها، ثم قال حين فرَغ منها: أنتُنَّ على ذلِك؟ فقالتِ امرأةٌ واحدةٌ، لم يُجِبْه غيرُها منهنَّ: نعم، يا نبيَّ اللهِ، لا يُدرَى حينئذٍ من هي، قال: فتَصدَّقْنَ، فبَسطَ بلالٌ ثوبَه، ثم قال: هلمَّ! فِدًى لكنَّ أبي وأمِّي، فجعلْنَ يُلقِينَ الفتخَ، والخواتمَ في ثوبِ بلالٍ “Aku pernah menyaksikan salat Idulfitri bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka semua melaksanakan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun, seolah-olah aku melihatnya saat beliau mendudukkan para pria dengan tangannya, lalu berjalan melewati mereka hingga sampai pada para wanita, bersama Bilal. Beliau bersabda, (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) ‘Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk berbaiat kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun’ [1], lalu beliau membacakan ayat ini hingga selesai. Setelah selesai, beliau bertanya, ‘Apakah kalian setuju dengan hal itu?’ Seorang wanita menjawab, tidak ada yang menjawab selain dia, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Tidak diketahui saat itu siapa dia. Beliau bersabda, ‘Bersedekahlah.’ Bilal membentangkan kainnya, lalu berkata, ‘Kemarilah! Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu.’ Mereka mulai memberikan sedekah berupa perhiasan dan cincin ke dalam kain Bilal.” [2] Selain itu, terdapat hadis lain dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, إنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قامَ يومَ الفِطرِ، فصلَّى، فبدأ بالصَّلاةِ قبل الخُطبةِ، ثم خطَبَ النَّاسَ، فلمَّا فرَغَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نزَلَ، وأتى النِّساءَ، فذَكَّرهُنَّ… “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri pada hari Idulfitri, lalu salat. Beliau memulai dengan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah kepada orang-orang. Setelah selesai, beliau turun dan mendatangi para wanita, mengingatkan mereka …” [3] Sisi pendalilan dari kedua hadis di atas adalah penundaan khotbah setelah salat Id menunjukkan bahwa khotbah tersebut tidak wajib. Khotbah ditempatkan pada waktu yang memungkinkan bagi mereka yang ingin meninggalkannya untuk pergi, tidak seperti khotbah Jumat. [4] Waktu khotbah hari raya Khotbah pada hari Jumat dilakukan sebelum salat, sedangkan khotbah pada hari Id dilakukan setelah salat. [5] Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي فِي الأَضْحَى وَالفِطْرِ، ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melaksanakan salat Iduladha dan Idulfitri, kemudian berkhotbah setelah salat.” [6] Dan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, كان النبي صلى الله عليه وسلم وأبو بكر وعمر يصلون العيدين قبل الخطبة “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar biasa melaksanakan salat Idulfitri dan Iduladha sebelum khotbah.” [7] Jumlah khotbah hari raya Disunahkan untuk melaksanakan dua khotbah Id, dan ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Kesepakatan (ijma‘) juga telah dinyatakan mengenai hal ini. Ini merupakan qiyas dengan khotbah Jumat, dan karena ini adalah kebiasaan dalam khotbah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [8] Ibnu Hazm rahimahullah berkata, فإذا سلَّم الإمامُ قام فخطَب الناس خُطبتين، يجلس بينهما جلسة, فإذا أتمَّهما افترق الناس. فإنْ خطَب قبل الصَّلاة فليستْ خُطبة, ولا يجِب الإنصات له, كلُّ هذا لا خِلافَ فيه إلَّا في مواضع نذكُرها إنْ شاء الله تعالى “Setelah imam selesai (salat), beliau berdiri dan berkhotbah kepada orang-orang dengan dua khotbah, dengan duduk sejenak di antara keduanya. Setelah selesai, orang-orang bubar. Jika beliau berkhotbah sebelum salat, maka itu bukan khotbah dan tidak wajib mendengarkannya. Semua ini tidak ada perbedaan pendapat, kecuali dalam beberapa hal yang akan kami sebutkan, insyaAllah.” [9] Ketika menjelaskan khotbah salat hari raya, Syekh Sholeh Fauzan hafidzahullah mengatakan, فإذا سلم من الصلاة؛ خطب خطبتين، يجلس بينهما؛ لما روى عبيد الله بن عبيد الله بن عتبة؛ قال: “السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين، يفصل بينهما بجلوس”، رواه الشافعي، ولابن ماجه عن جابر: “خطب قائما، ثم قعد قعدة، ثم قام” “Setelah selesai salat, dia berkhotbah dua khotbah, duduk di antara keduanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Ubaidillah bin Utba, beliau berkata, ‘Sunahnya adalah imam berkhotbah pada Idulfitri dan Iduladha dengan dua khotbah, dipisahkan oleh duduk di antara keduanya.’ Diriwayatkan oleh Syafi’i. Dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir, ‘Beliau berkhotbah sambil berdiri, lalu duduk sejenak, kemudian berdiri lagi.’” [10] Baca juga: Bagaimanakah Seharusnya Kaum Muslimin Merayakan Hari Raya? Hal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul Fitri Di dalam khotbah, disunahkan hal-hal berikut: Dalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir. Ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan sebagian ulama Hanabilah. Ini juga merupakan pilihan Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab, dan Ibnu Baz rahimahumullah. Hal ini didasarkan pada dua alasan berikut: Pertama, tidak ada bukti yang kuat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau memulai khotbah Idulfitri atau khotbah lainnya dengan takbir. Kedua, memulai dengan hamdalah adalah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam khotbah-khotbah beliau. [11] Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalil dari hal ini adalah hadis-hadis yang telah berlalu tentang keberadaan khotbah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain itu, salah satu tujuan disyariatkannya khotbah Id adalah untuk mengajarkan hukum-hukum yang berkaitan dengan waktu tersebut. [12] Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Hal ini didasarkan pada hadis Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma di awal artikel. Syaikh Sholeh Al-Fauzan berkata, ينبغي أن توجه إليهن موعظة خاصة ضمن خطبة العيد؛ لأنه صلى الله عليه وسلم لما رأى أنه لم يسمع النساء؛ أتاهن، فوعظهن، وحثهن على الصدقة، وهكذا ينبغي أن يكون للنساء نصيب من موضوع خطبة العيد؛ لحاجتهن إلى ذلك وإقتداء بالنبي صلى الله عليه وسلم “Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika melihat bahwa para wanita tidak mendengar, beliau mendatangi mereka, memberi nasihat, dan menganjurkan mereka untuk bersedekah. Demikian pula, seharusnya para wanita mendapatkan bagian dari topik khotbah Id karena kebutuhan mereka akan hal itu dan mengikuti contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” [13] Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Tidak mengapa bagi mereka yang telah melaksanakan salat Id untuk pergi dan tidak duduk mendengarkan khotbah. Namun, mendengarkan khotbah tentu lebih utama. [14] Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin As-Sa’ib, beliau berkata, “Aku menyaksikan Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah selesai salat, beliau bersabda, إنا نخطُبُ، فمَنْ أحبَّ أنْ يجلِسَ للخُطبةِ فَلْيجلِسْ، ومَنْ أحبَّ أنْ يذهَبَ فَلْيذهَبْ. ‘Kita akan berkhotbah. Barangsiapa yang ingin duduk untuk khotbah, silakan duduk. Barangsiapa yang ingin pergi, silakan pergi.‘ ” [15] Demikian penjelasan ringkas, dan insyaAllah menyeluruh, tentang khotbah hari raya. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Hukum Mengkhususkan Hari Raya dan Hari Jum’at untuk Ziarah Kubur *** Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen, 2 Zulhijah 1445. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Fiqh Al-Muyassar fi Dhou’il Kitab was Sunnah, Tim Ulama Saudi, Darul Alamiyah – Mesir, cet. ke-2, 2016 M. Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, Syekh Shalih Fauzan Al-Fauzan, Darul Aqidah – Mesir, 2009 M. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Tim Ulama Kuwait, Dar Shofwah – Mesir, cet. ke-1, 1421 (Maktabah Syamilah)   Catatan kaki: [1] QS. Al-Mumtahanah: 12. [2] HR. Bukhari no. 4895 dan Muslim no. 884. [3] HR. Bukhari no. 981 dan Muslim no. 885. [4] https://dorar.net/feqhia/1748, lihat juga Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 19: 186. [5] Mausu’atul Fiqhil Islamiy, At-Tuwaijiriy, 2: 662; dan lihat Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 104. [6] HR. Bukhari no. 957 dan Muslim no. 888. [7] HR. Bukhari no. 963. [8] https://dorar.net/feqhia/1750 [9] Al-Muhalla, 5: 82, lihat referensi sebelumnya [10] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 199. [11] https://dorar.net/feqhia/1754 [12] https://dorar.net/feqhia/1752 [13] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 200. [14] https://islamqa.info/ar/256212 [15] HR. Abu Dawud no. 1155, disahihkan oleh Imam Al-Albani rahimahullah. Tags: hari raya


Daftar Isi Toggle Hukum khotbah hari rayaWaktu khotbah hari rayaJumlah khotbah hari rayaHal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul FitriDalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir.Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id.Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Segala puji bagi Allah. Selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun lengkap insyaAllah, terkait dengan fikih khotbah hari raya. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua, Amin. Hukum khotbah hari raya Khotbah hari raya, atau khotbah salat Id, atau biasa diringkas khotbah Id, hukumnya adalah sunah. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dari Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, شهدتُ صلاةَ الفِطرِ مع نبيِّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وأبي بكرٍ، وعُمرَ، وعثمانَ، فكلُّهم يُصلِّيها قبلَ الخُطبةِ، ثم يَخطُب، قال: فنزَلَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كأنِّي أنظُر إليه حين يُجَلِّسُ الرجالَ بيده، ثم أَقبلَ يَشقُّهم، حتى جاءَ النِّساءَ، ومعه بلالٌ، فقال: (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) [الممتحنة: 12] ، فتلَا هذه الآيةَ حتى فرغَ منها، ثم قال حين فرَغ منها: أنتُنَّ على ذلِك؟ فقالتِ امرأةٌ واحدةٌ، لم يُجِبْه غيرُها منهنَّ: نعم، يا نبيَّ اللهِ، لا يُدرَى حينئذٍ من هي، قال: فتَصدَّقْنَ، فبَسطَ بلالٌ ثوبَه، ثم قال: هلمَّ! فِدًى لكنَّ أبي وأمِّي، فجعلْنَ يُلقِينَ الفتخَ، والخواتمَ في ثوبِ بلالٍ “Aku pernah menyaksikan salat Idulfitri bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka semua melaksanakan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun, seolah-olah aku melihatnya saat beliau mendudukkan para pria dengan tangannya, lalu berjalan melewati mereka hingga sampai pada para wanita, bersama Bilal. Beliau bersabda, (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا) ‘Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk berbaiat kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun’ [1], lalu beliau membacakan ayat ini hingga selesai. Setelah selesai, beliau bertanya, ‘Apakah kalian setuju dengan hal itu?’ Seorang wanita menjawab, tidak ada yang menjawab selain dia, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Tidak diketahui saat itu siapa dia. Beliau bersabda, ‘Bersedekahlah.’ Bilal membentangkan kainnya, lalu berkata, ‘Kemarilah! Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu.’ Mereka mulai memberikan sedekah berupa perhiasan dan cincin ke dalam kain Bilal.” [2] Selain itu, terdapat hadis lain dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, إنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قامَ يومَ الفِطرِ، فصلَّى، فبدأ بالصَّلاةِ قبل الخُطبةِ، ثم خطَبَ النَّاسَ، فلمَّا فرَغَ نبيُّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نزَلَ، وأتى النِّساءَ، فذَكَّرهُنَّ… “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri pada hari Idulfitri, lalu salat. Beliau memulai dengan salat sebelum khotbah, kemudian berkhotbah kepada orang-orang. Setelah selesai, beliau turun dan mendatangi para wanita, mengingatkan mereka …” [3] Sisi pendalilan dari kedua hadis di atas adalah penundaan khotbah setelah salat Id menunjukkan bahwa khotbah tersebut tidak wajib. Khotbah ditempatkan pada waktu yang memungkinkan bagi mereka yang ingin meninggalkannya untuk pergi, tidak seperti khotbah Jumat. [4] Waktu khotbah hari raya Khotbah pada hari Jumat dilakukan sebelum salat, sedangkan khotbah pada hari Id dilakukan setelah salat. [5] Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي فِي الأَضْحَى وَالفِطْرِ، ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melaksanakan salat Iduladha dan Idulfitri, kemudian berkhotbah setelah salat.” [6] Dan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, كان النبي صلى الله عليه وسلم وأبو بكر وعمر يصلون العيدين قبل الخطبة “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar biasa melaksanakan salat Idulfitri dan Iduladha sebelum khotbah.” [7] Jumlah khotbah hari raya Disunahkan untuk melaksanakan dua khotbah Id, dan ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Kesepakatan (ijma‘) juga telah dinyatakan mengenai hal ini. Ini merupakan qiyas dengan khotbah Jumat, dan karena ini adalah kebiasaan dalam khotbah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [8] Ibnu Hazm rahimahullah berkata, فإذا سلَّم الإمامُ قام فخطَب الناس خُطبتين، يجلس بينهما جلسة, فإذا أتمَّهما افترق الناس. فإنْ خطَب قبل الصَّلاة فليستْ خُطبة, ولا يجِب الإنصات له, كلُّ هذا لا خِلافَ فيه إلَّا في مواضع نذكُرها إنْ شاء الله تعالى “Setelah imam selesai (salat), beliau berdiri dan berkhotbah kepada orang-orang dengan dua khotbah, dengan duduk sejenak di antara keduanya. Setelah selesai, orang-orang bubar. Jika beliau berkhotbah sebelum salat, maka itu bukan khotbah dan tidak wajib mendengarkannya. Semua ini tidak ada perbedaan pendapat, kecuali dalam beberapa hal yang akan kami sebutkan, insyaAllah.” [9] Ketika menjelaskan khotbah salat hari raya, Syekh Sholeh Fauzan hafidzahullah mengatakan, فإذا سلم من الصلاة؛ خطب خطبتين، يجلس بينهما؛ لما روى عبيد الله بن عبيد الله بن عتبة؛ قال: “السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين، يفصل بينهما بجلوس”، رواه الشافعي، ولابن ماجه عن جابر: “خطب قائما، ثم قعد قعدة، ثم قام” “Setelah selesai salat, dia berkhotbah dua khotbah, duduk di antara keduanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Ubaidillah bin Utba, beliau berkata, ‘Sunahnya adalah imam berkhotbah pada Idulfitri dan Iduladha dengan dua khotbah, dipisahkan oleh duduk di antara keduanya.’ Diriwayatkan oleh Syafi’i. Dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir, ‘Beliau berkhotbah sambil berdiri, lalu duduk sejenak, kemudian berdiri lagi.’” [10] Baca juga: Bagaimanakah Seharusnya Kaum Muslimin Merayakan Hari Raya? Hal-hal yang disunahkan dalam khotbah Idul Fitri Di dalam khotbah, disunahkan hal-hal berikut: Dalam pembukaan khotbah, disunahkan untuk memulai khotbah dengan pujian (hamdalah) seperti khotbah-khotbah lainnya, bukan dengan takbir. Ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan sebagian ulama Hanabilah. Ini juga merupakan pilihan Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab, dan Ibnu Baz rahimahumullah. Hal ini didasarkan pada dua alasan berikut: Pertama, tidak ada bukti yang kuat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau memulai khotbah Idulfitri atau khotbah lainnya dengan takbir. Kedua, memulai dengan hamdalah adalah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam khotbah-khotbah beliau. [11] Dalam materi khotbah, disunahkan untuk mengajarkan kepada orang-orang tentang hukum-hukum Idulfitri, memberi nasihat, dan anjuran bersedekah. Pada Iduladha, diajarkan tentang hukum-hukum kurban. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dalil dari hal ini adalah hadis-hadis yang telah berlalu tentang keberadaan khotbah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain itu, salah satu tujuan disyariatkannya khotbah Id adalah untuk mengajarkan hukum-hukum yang berkaitan dengan waktu tersebut. [12] Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Hal ini didasarkan pada hadis Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma di awal artikel. Syaikh Sholeh Al-Fauzan berkata, ينبغي أن توجه إليهن موعظة خاصة ضمن خطبة العيد؛ لأنه صلى الله عليه وسلم لما رأى أنه لم يسمع النساء؛ أتاهن، فوعظهن، وحثهن على الصدقة، وهكذا ينبغي أن يكون للنساء نصيب من موضوع خطبة العيد؛ لحاجتهن إلى ذلك وإقتداء بالنبي صلى الله عليه وسلم “Dianjurkan ada nasihat khusus yang ditujukan kepada mereka dalam khotbah Id. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika melihat bahwa para wanita tidak mendengar, beliau mendatangi mereka, memberi nasihat, dan menganjurkan mereka untuk bersedekah. Demikian pula, seharusnya para wanita mendapatkan bagian dari topik khotbah Id karena kebutuhan mereka akan hal itu dan mengikuti contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” [13] Mendengarkan khotbah salat Id adalah sunah Tidak mengapa bagi mereka yang telah melaksanakan salat Id untuk pergi dan tidak duduk mendengarkan khotbah. Namun, mendengarkan khotbah tentu lebih utama. [14] Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin As-Sa’ib, beliau berkata, “Aku menyaksikan Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah selesai salat, beliau bersabda, إنا نخطُبُ، فمَنْ أحبَّ أنْ يجلِسَ للخُطبةِ فَلْيجلِسْ، ومَنْ أحبَّ أنْ يذهَبَ فَلْيذهَبْ. ‘Kita akan berkhotbah. Barangsiapa yang ingin duduk untuk khotbah, silakan duduk. Barangsiapa yang ingin pergi, silakan pergi.‘ ” [15] Demikian penjelasan ringkas, dan insyaAllah menyeluruh, tentang khotbah hari raya. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Hukum Mengkhususkan Hari Raya dan Hari Jum’at untuk Ziarah Kubur *** Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen, 2 Zulhijah 1445. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Fiqh Al-Muyassar fi Dhou’il Kitab was Sunnah, Tim Ulama Saudi, Darul Alamiyah – Mesir, cet. ke-2, 2016 M. Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, Syekh Shalih Fauzan Al-Fauzan, Darul Aqidah – Mesir, 2009 M. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Tim Ulama Kuwait, Dar Shofwah – Mesir, cet. ke-1, 1421 (Maktabah Syamilah)   Catatan kaki: [1] QS. Al-Mumtahanah: 12. [2] HR. Bukhari no. 4895 dan Muslim no. 884. [3] HR. Bukhari no. 981 dan Muslim no. 885. [4] https://dorar.net/feqhia/1748, lihat juga Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 19: 186. [5] Mausu’atul Fiqhil Islamiy, At-Tuwaijiriy, 2: 662; dan lihat Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 104. [6] HR. Bukhari no. 957 dan Muslim no. 888. [7] HR. Bukhari no. 963. [8] https://dorar.net/feqhia/1750 [9] Al-Muhalla, 5: 82, lihat referensi sebelumnya [10] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 199. [11] https://dorar.net/feqhia/1754 [12] https://dorar.net/feqhia/1752 [13] Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy, hal. 200. [14] https://islamqa.info/ar/256212 [15] HR. Abu Dawud no. 1155, disahihkan oleh Imam Al-Albani rahimahullah. Tags: hari raya

Waktu Awal dan Akhir dari Amalan-Amalan pada Manasik Haji

Bagi jamaah haji, ini adalah penjelasan ringkas dalam bentuk tabel yang semoga membantu jamaah haji dalam melaksanakan setiap manasik dengan memperhatikan waktu-waktu yang ada.   No. Amalan Waktu Mulai Waktu Akhir 1. Ihram Haji Pada bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah, dan 10 awal Dzulhijjah 2. Ihram Umrah Setiap waktu, kecuali yang telah berihram haji, maka tidak sah baginya untuk berihram untuk umrah. 3. Wukuf di Arafah Saat masuk waktu Zhuhur pada 9 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah 4. Thawaf Ifadhah Dari tengah malam pada 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 5. Sa’i Haji antara Shafa dan Marwah Setelah thawaf yang sah, qudum atau ifadhah Tanpa batas akhir 6. Memotong rambut Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 7. Bermalam di Muzdalifah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah (batas wajib: sejenak setelah pertengahan malam) 8. Melempar Jumrah ‘Aqabah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 9. Takbir muqayyad (takbir yang dibaca setelah shalat) Dari Zhuhur pada hari Iduladha (10 Dzulhijjah) karena inilah awal shalat di Mina Hingga waktu Shubuh pada hari tasyrik terakhir (karena inilah shalat terakhir di Mina). 10. Melempar Tiga Jumrah (Ula, Wustha, ‘Aqabah) Saat masuk waktu Zhuhur di setiap hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah) Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 11. Bermalam (mabit) di Mina Saat terbenamnya matahari di setiap hari tasyrik Sampai terbitnya fajar di setiap hari tasyrik (batas wajib: sebagian besar waktu malam) 12. Hadyu yang sunnah Sejak waktu bolehnya berqurban pada 10 Dzulhijjah, yaitu setelah terbitnya matahari dan berlalunya waktu yang cukup untuk shalat Id dan khutbah. Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 13. Talbiyah Saat ihram untuk haji atau umrah Bagi yang haji: ketika mulai melaksanakan sebab-sebab tahallul (jumrah ‘Aqabah, potong rambut, thawaf ifadhah) Bagi yang umrah: ketika mulai melaksanakan thawaf 14. Thawaf qudum (kedatangan) Ketika masuk Makkah bagi yang haji atau yang sedang tidak ihram (halal). Tidak disunnahkan bagi yang umrah. Bagi yang haji: sampai wukuf di Arafah kecuali bagi yang masuk Makkah setelah wukuf sebelum pertengahan malam qurban. Bagi yang tidak ihram (halal): sampai keluar dari Makkah Mukarramah. 15. Thawaf Wada’ (Perpisahan) Setelah selesai melaksanakan haji dan hendak meninggalkan Makkah menuju negeri asal atau jarak 84 KM. Thawaf wada’ wajib bagi yang meninggalkan Makkah menuju yang telah disebutkan. Referensi: Penjelasan Syaikh Dr. Labib Najib dan Tulisan Ustadz Dr. Muhammad Abduh Tuasikal di Web Rumaysho.Com   Semoga bermanfaat dan dicatat sebagai amal jariyah.   Silakan  Unduh Materi : Waktu Awal dan Akhir dari Amalan-Amalan pada Manasik Haji   [googlepdf url=”https://rumaysho.com/wp-content/uploads/2024/06/Waktu-Amalan-dalam-Manasik-Haji.pdf” download=”Download” width=”100%” height=”600″]   –   Selesai disusun pada Shubuh hari Tarwiyah, 8 Dzulhijjah 1445 H, 14 Juni 2024 @ Naseem Makkah Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsamalan haji berhaji fikih haji haji haji mabrur haji nabi

Waktu Awal dan Akhir dari Amalan-Amalan pada Manasik Haji

Bagi jamaah haji, ini adalah penjelasan ringkas dalam bentuk tabel yang semoga membantu jamaah haji dalam melaksanakan setiap manasik dengan memperhatikan waktu-waktu yang ada.   No. Amalan Waktu Mulai Waktu Akhir 1. Ihram Haji Pada bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah, dan 10 awal Dzulhijjah 2. Ihram Umrah Setiap waktu, kecuali yang telah berihram haji, maka tidak sah baginya untuk berihram untuk umrah. 3. Wukuf di Arafah Saat masuk waktu Zhuhur pada 9 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah 4. Thawaf Ifadhah Dari tengah malam pada 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 5. Sa’i Haji antara Shafa dan Marwah Setelah thawaf yang sah, qudum atau ifadhah Tanpa batas akhir 6. Memotong rambut Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 7. Bermalam di Muzdalifah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah (batas wajib: sejenak setelah pertengahan malam) 8. Melempar Jumrah ‘Aqabah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 9. Takbir muqayyad (takbir yang dibaca setelah shalat) Dari Zhuhur pada hari Iduladha (10 Dzulhijjah) karena inilah awal shalat di Mina Hingga waktu Shubuh pada hari tasyrik terakhir (karena inilah shalat terakhir di Mina). 10. Melempar Tiga Jumrah (Ula, Wustha, ‘Aqabah) Saat masuk waktu Zhuhur di setiap hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah) Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 11. Bermalam (mabit) di Mina Saat terbenamnya matahari di setiap hari tasyrik Sampai terbitnya fajar di setiap hari tasyrik (batas wajib: sebagian besar waktu malam) 12. Hadyu yang sunnah Sejak waktu bolehnya berqurban pada 10 Dzulhijjah, yaitu setelah terbitnya matahari dan berlalunya waktu yang cukup untuk shalat Id dan khutbah. Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 13. Talbiyah Saat ihram untuk haji atau umrah Bagi yang haji: ketika mulai melaksanakan sebab-sebab tahallul (jumrah ‘Aqabah, potong rambut, thawaf ifadhah) Bagi yang umrah: ketika mulai melaksanakan thawaf 14. Thawaf qudum (kedatangan) Ketika masuk Makkah bagi yang haji atau yang sedang tidak ihram (halal). Tidak disunnahkan bagi yang umrah. Bagi yang haji: sampai wukuf di Arafah kecuali bagi yang masuk Makkah setelah wukuf sebelum pertengahan malam qurban. Bagi yang tidak ihram (halal): sampai keluar dari Makkah Mukarramah. 15. Thawaf Wada’ (Perpisahan) Setelah selesai melaksanakan haji dan hendak meninggalkan Makkah menuju negeri asal atau jarak 84 KM. Thawaf wada’ wajib bagi yang meninggalkan Makkah menuju yang telah disebutkan. Referensi: Penjelasan Syaikh Dr. Labib Najib dan Tulisan Ustadz Dr. Muhammad Abduh Tuasikal di Web Rumaysho.Com   Semoga bermanfaat dan dicatat sebagai amal jariyah.   Silakan  Unduh Materi : Waktu Awal dan Akhir dari Amalan-Amalan pada Manasik Haji   [googlepdf url=”https://rumaysho.com/wp-content/uploads/2024/06/Waktu-Amalan-dalam-Manasik-Haji.pdf” download=”Download” width=”100%” height=”600″]   –   Selesai disusun pada Shubuh hari Tarwiyah, 8 Dzulhijjah 1445 H, 14 Juni 2024 @ Naseem Makkah Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsamalan haji berhaji fikih haji haji haji mabrur haji nabi
Bagi jamaah haji, ini adalah penjelasan ringkas dalam bentuk tabel yang semoga membantu jamaah haji dalam melaksanakan setiap manasik dengan memperhatikan waktu-waktu yang ada.   No. Amalan Waktu Mulai Waktu Akhir 1. Ihram Haji Pada bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah, dan 10 awal Dzulhijjah 2. Ihram Umrah Setiap waktu, kecuali yang telah berihram haji, maka tidak sah baginya untuk berihram untuk umrah. 3. Wukuf di Arafah Saat masuk waktu Zhuhur pada 9 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah 4. Thawaf Ifadhah Dari tengah malam pada 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 5. Sa’i Haji antara Shafa dan Marwah Setelah thawaf yang sah, qudum atau ifadhah Tanpa batas akhir 6. Memotong rambut Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 7. Bermalam di Muzdalifah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah (batas wajib: sejenak setelah pertengahan malam) 8. Melempar Jumrah ‘Aqabah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 9. Takbir muqayyad (takbir yang dibaca setelah shalat) Dari Zhuhur pada hari Iduladha (10 Dzulhijjah) karena inilah awal shalat di Mina Hingga waktu Shubuh pada hari tasyrik terakhir (karena inilah shalat terakhir di Mina). 10. Melempar Tiga Jumrah (Ula, Wustha, ‘Aqabah) Saat masuk waktu Zhuhur di setiap hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah) Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 11. Bermalam (mabit) di Mina Saat terbenamnya matahari di setiap hari tasyrik Sampai terbitnya fajar di setiap hari tasyrik (batas wajib: sebagian besar waktu malam) 12. Hadyu yang sunnah Sejak waktu bolehnya berqurban pada 10 Dzulhijjah, yaitu setelah terbitnya matahari dan berlalunya waktu yang cukup untuk shalat Id dan khutbah. Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 13. Talbiyah Saat ihram untuk haji atau umrah Bagi yang haji: ketika mulai melaksanakan sebab-sebab tahallul (jumrah ‘Aqabah, potong rambut, thawaf ifadhah) Bagi yang umrah: ketika mulai melaksanakan thawaf 14. Thawaf qudum (kedatangan) Ketika masuk Makkah bagi yang haji atau yang sedang tidak ihram (halal). Tidak disunnahkan bagi yang umrah. Bagi yang haji: sampai wukuf di Arafah kecuali bagi yang masuk Makkah setelah wukuf sebelum pertengahan malam qurban. Bagi yang tidak ihram (halal): sampai keluar dari Makkah Mukarramah. 15. Thawaf Wada’ (Perpisahan) Setelah selesai melaksanakan haji dan hendak meninggalkan Makkah menuju negeri asal atau jarak 84 KM. Thawaf wada’ wajib bagi yang meninggalkan Makkah menuju yang telah disebutkan. Referensi: Penjelasan Syaikh Dr. Labib Najib dan Tulisan Ustadz Dr. Muhammad Abduh Tuasikal di Web Rumaysho.Com   Semoga bermanfaat dan dicatat sebagai amal jariyah.   Silakan  Unduh Materi : Waktu Awal dan Akhir dari Amalan-Amalan pada Manasik Haji   [googlepdf url=”https://rumaysho.com/wp-content/uploads/2024/06/Waktu-Amalan-dalam-Manasik-Haji.pdf” download=”Download” width=”100%” height=”600″]   –   Selesai disusun pada Shubuh hari Tarwiyah, 8 Dzulhijjah 1445 H, 14 Juni 2024 @ Naseem Makkah Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsamalan haji berhaji fikih haji haji haji mabrur haji nabi


Bagi jamaah haji, ini adalah penjelasan ringkas dalam bentuk tabel yang semoga membantu jamaah haji dalam melaksanakan setiap manasik dengan memperhatikan waktu-waktu yang ada.   No. Amalan Waktu Mulai Waktu Akhir 1. Ihram Haji Pada bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah, dan 10 awal Dzulhijjah 2. Ihram Umrah Setiap waktu, kecuali yang telah berihram haji, maka tidak sah baginya untuk berihram untuk umrah. 3. Wukuf di Arafah Saat masuk waktu Zhuhur pada 9 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah 4. Thawaf Ifadhah Dari tengah malam pada 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 5. Sa’i Haji antara Shafa dan Marwah Setelah thawaf yang sah, qudum atau ifadhah Tanpa batas akhir 6. Memotong rambut Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Tanpa batas akhir 7. Bermalam di Muzdalifah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbitnya fajar pada 10 Dzulhijjah (batas wajib: sejenak setelah pertengahan malam) 8. Melempar Jumrah ‘Aqabah Dari tengah malam pada malam 10 Dzulhijjah Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 9. Takbir muqayyad (takbir yang dibaca setelah shalat) Dari Zhuhur pada hari Iduladha (10 Dzulhijjah) karena inilah awal shalat di Mina Hingga waktu Shubuh pada hari tasyrik terakhir (karena inilah shalat terakhir di Mina). 10. Melempar Tiga Jumrah (Ula, Wustha, ‘Aqabah) Saat masuk waktu Zhuhur di setiap hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah) Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 11. Bermalam (mabit) di Mina Saat terbenamnya matahari di setiap hari tasyrik Sampai terbitnya fajar di setiap hari tasyrik (batas wajib: sebagian besar waktu malam) 12. Hadyu yang sunnah Sejak waktu bolehnya berqurban pada 10 Dzulhijjah, yaitu setelah terbitnya matahari dan berlalunya waktu yang cukup untuk shalat Id dan khutbah. Sampai terbenamnya matahari di hari tasyrik yang terakhir (13 Dzulhijjah) 13. Talbiyah Saat ihram untuk haji atau umrah Bagi yang haji: ketika mulai melaksanakan sebab-sebab tahallul (jumrah ‘Aqabah, potong rambut, thawaf ifadhah) Bagi yang umrah: ketika mulai melaksanakan thawaf 14. Thawaf qudum (kedatangan) Ketika masuk Makkah bagi yang haji atau yang sedang tidak ihram (halal). Tidak disunnahkan bagi yang umrah. Bagi yang haji: sampai wukuf di Arafah kecuali bagi yang masuk Makkah setelah wukuf sebelum pertengahan malam qurban. Bagi yang tidak ihram (halal): sampai keluar dari Makkah Mukarramah. 15. Thawaf Wada’ (Perpisahan) Setelah selesai melaksanakan haji dan hendak meninggalkan Makkah menuju negeri asal atau jarak 84 KM. Thawaf wada’ wajib bagi yang meninggalkan Makkah menuju yang telah disebutkan. Referensi: Penjelasan Syaikh Dr. Labib Najib dan Tulisan Ustadz Dr. Muhammad Abduh Tuasikal di Web Rumaysho.Com   Semoga bermanfaat dan dicatat sebagai amal jariyah.   Silakan  Unduh Materi : Waktu Awal dan Akhir dari Amalan-Amalan pada Manasik Haji   [googlepdf url=”https://rumaysho.com/wp-content/uploads/2024/06/Waktu-Amalan-dalam-Manasik-Haji.pdf” download=”Download” width=”100%” height=”600″]   –   Selesai disusun pada Shubuh hari Tarwiyah, 8 Dzulhijjah 1445 H, 14 Juni 2024 @ Naseem Makkah Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsamalan haji berhaji fikih haji haji haji mabrur haji nabi

Khotbah Jumat: Meneladani Keseharian Rasulullah

Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.  يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.  أَمَّا بَعْدُ:  فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pada kesempatan siang yang penuh dengan kemuliaan ini, khatib mengajak diri khatib pribadi dan jemaah sekalian untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Baik itu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya ataupun juga dengan meninggalkan larangan-larangan-Nya Saudaraku sekalian, ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala tidak akan terwujud dengan sempurna, kecuali apabila diiringi dengan kecintaan kita yang jujur kepada-Nya. Karena apabila sebuah ketaatan tidak dilandasi dengan kecintaan, maka ia hanyalah ketaatan semu yang tidak bermakna. Seorang hamba seringkali mengerjakannya hanya untuk menggugurkan kewajibannya saja atau terkadang ia lakukan sebatas rutinitas harian saja. Sedangkan apabila ketaatan tersebut dilandasi dengan kecintaan kepada Allah Ta’ala, maka ia akan memunculkan keikhlasan dan ketulusan. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengaitkan kecintaan kepada diri-Nya dengan ketaatan dan kepatuhan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ “Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu), ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.’” (QS. Ali Imron: 31) Allah Ta’ala menegaskan kepada kita bahwa kecintaan kepada diri-Nya tidak terwujud dengan sempurna, kecuali apabila seorang hamba tunduk dan patuh serta mengikuti setiap ajaran, bimbingan, dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Menekuni setiap kebiasaan yang beliau lakukan serta menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam hal kebaikan. Mengenai keteladanan beliau, Allah Ta’ala berfirman, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21) Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berbagai perkataan, perbuatan, dan perilakunya.” Jemaah yang dimulikan Allah Ta’ala, Tidaklah kita dikatakan bertakwa dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita benar-benar mengerjakan seluruh perintah dan meninggalkan larangan-larangan karena kecintaan kita kepada Allah Ta’ala. Dan tidaklah kita dikatakan sebagai hamba yang mencintai Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita telah menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri teladan, serta berusaha maksimal untuk meneladani beliau dalam berucap, berbuat, dan menjalankan ibadah sehari-hari. Ma’asyiral mukminin yang dirahmati Allah Ta’ala, Sungguh, pada diri beliau ada sikap keteladanan yang begitu mulia. Di dalam menjalani kesehariannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah seimbang di dalam memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Ada waktu yang beliau pergunakan untuk dirinya sendiri. Ada yang beliau berikan untuk keluarganya. Dan tentu saja banyak di antara waktu beliau yang beliau curahkan untuk umat Islam. Di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bangun dan melaksanakan salat malam, lalu melaksanakan salat berjemaah subuh dengan para sahabatnya dan duduk di tempat beliau salat hingga matahari terbit dan menyinari bumi. Saat matahari telah terbit, maka beliau melaksanakan salat Duha empat rakaat atau lebih. Hal ini berdasarkan jawaban Aisyah radhiyallahu ‘anha tatkala ada sahabat yang bertanya kepadanya perihal jumlah rekaat salat Duha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ  “Empat rakaat, namun terkadang beliau menambah sekehendaknya.” (HR. Muslim no. 719) Apa keutamaanya wahai jemaah sekalian? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ “Barangsiapa yang melaksanakan salat Subuh secara berjemaah, lalu ia duduk sambil berzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan salat dua rakaat, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna, dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan.) Sekembalinya beliau ke rumah, maka beliau akan membantu pekerjaan rumah keluarganya. Di dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa ada seorang sahabat yang bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai kegiatan Rasulullah di rumahnya. Maka, Aisyah menjawab, كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ – تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ – فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ “Beliau senantiasa membantu pekerjaan rumah istrinya. Apabila tiba waktu salat, maka beliau bangkit untuk melaksanakan salat.” (HR. Bukhari no. 676) Di hadis yang lainnya, Aisyah menggambarkan kegiatan apa saja yang beliau lakukan di rumahnya, كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ يَفْلِي ثَوْبَهُ ، وَيَحْلُبُ شَاتَهُ ، وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ “Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.” (Shahih Adabul Mufrad, no. 420) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, inilah yang sering dilalaikan oleh para suami di masa sekarang. Banyak di antara mereka yang gengsi atau malas dan tidak mau membantu pekerjaan rumah istrinya. Bahkan, untuk mencuci piring bekas makannya sendiri pun tidak mau. Padahal, ini juga termasuk kewajiban seorang suami dan ini pula yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita, umatnya. Di dalam hadis, bahkan disebutkan bahwa beliau terkadang membersihkan sendiri pakaiannya. Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, Dalam kesehariannya, beliau juga banyak memberikan waktunya untuk kaum muslimin. Beliau berkeliling mengecek kondisi kaum muslimin, mengunjungi mereka yang sakit, melakukan pengecekan di pasar-pasar, menghadiri undangan, serta memenuhi kebutuhan orang-orang fakir lagi membutuhkan. Beliau adalah role model terbaik sebagai seorang pemimpin. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dari Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari bersabda, انْطَلِقُوا بِنَا إِلَى الْبَصِيرِ الَّذِي فِي بَنِي وَاقِفٍ نَعُودُهُ , وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى “Pergilah bersama kami ke Bashir yang dari klan/bani Waqif, kita jenguk dia. Bashir adalah seorang tuna netra.” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kabir no. 19161) Di hadis yang sahih lainnya, juga disebutkan, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ الذِّكْرَ، وَيُقِلُّ اللَّغْوَ، وَيُطِيلُ الصَّلَاةَ ، وَيُقَصِّرُ الْخُطْبَةَ ، وَلَا يَأْنَفُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَ الْأَرْمَلَةِ ، وَالْمِسْكِينِ فَيَقْضِيَ لَهُ الْحَاجَةَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memperbanyak zikir dan sedikit melakukan perbuatan sia-sia. Beliau juga memperpanjang salat dan mempersingkat khotbah, serta tidak sungkan untuk berjalan bersama para janda (wanita membutuhkan yang telah ditinggalkan oleh suaminya) dan orang-orang miskin lalu memenuhi kebutuhannya.” (HR. An-Nasa’i no. 1413) Sungguh, beliau adalah teladan mulia. Manusia dengan akhlak yang paling terpuji yang layak untuk kita tiru dan kita ikuti. Mahabenar Allah Ta’ala tatkala berfirman, وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Teladan Nabi dalam Istighfar Khotbah kedua اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sesungguhnya meneladani dan mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain itu merupakan penyempurna akan ketakwaan kita dan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala, ia juga merupakan perintah Allah kepada kita. Allah Ta’ala berfirman. وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan taatlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nur: 56) Allah Ta’ala juga mengancam orang-orang yang mendurhakai Rasul-Nya serta tidak mau mengikuti sunahnya, فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka, hendaklah orang-orang yang melanggar perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63) Oleh karena itu, wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, marilah senantiasa berusaha mengikuti dan menghidupkan sunah-sunah beliau, beramal saleh sesuai ajaran beliau, dan tidak melakukan sesuatu yang dianggap ibadah, namun belum pernah diajarkan oleh beliau dan para sahabatnya. Terlebih lagi wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, saat ini kita sedang berada di dalam bulan-bulan haram di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan dan dosa dari sebuah kemaksiatan lebih besar dari bulan-bulan selainnya. Allah Ta’ala berfirman menjelaskan keistimewaan bulan-bulan haram, إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36) Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata menafsirkan ayat di atas, “(Janganlah kalian menganiaya diri kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah pun mengagungkan kemuliaannya. Allah juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah pun menjadikan amalan saleh dan ganjaran yang didapatkan di dalamnya lebih besar pula.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 26) Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa tegar di atas sunah beliau, bersemangat di dalam meneladani akhlak dan perangai beliau, serta berusaha untuk mengamalkan apa yang beliau lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, maka insyaAllah kita akan tercatat sebagai hamba Allah yang beribadah dengan penuh ketakwaan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: Menjadi Teladan yang Menginspirasi *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: rasulullahteladan

Khotbah Jumat: Meneladani Keseharian Rasulullah

Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.  يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.  أَمَّا بَعْدُ:  فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pada kesempatan siang yang penuh dengan kemuliaan ini, khatib mengajak diri khatib pribadi dan jemaah sekalian untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Baik itu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya ataupun juga dengan meninggalkan larangan-larangan-Nya Saudaraku sekalian, ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala tidak akan terwujud dengan sempurna, kecuali apabila diiringi dengan kecintaan kita yang jujur kepada-Nya. Karena apabila sebuah ketaatan tidak dilandasi dengan kecintaan, maka ia hanyalah ketaatan semu yang tidak bermakna. Seorang hamba seringkali mengerjakannya hanya untuk menggugurkan kewajibannya saja atau terkadang ia lakukan sebatas rutinitas harian saja. Sedangkan apabila ketaatan tersebut dilandasi dengan kecintaan kepada Allah Ta’ala, maka ia akan memunculkan keikhlasan dan ketulusan. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengaitkan kecintaan kepada diri-Nya dengan ketaatan dan kepatuhan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ “Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu), ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.’” (QS. Ali Imron: 31) Allah Ta’ala menegaskan kepada kita bahwa kecintaan kepada diri-Nya tidak terwujud dengan sempurna, kecuali apabila seorang hamba tunduk dan patuh serta mengikuti setiap ajaran, bimbingan, dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Menekuni setiap kebiasaan yang beliau lakukan serta menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam hal kebaikan. Mengenai keteladanan beliau, Allah Ta’ala berfirman, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21) Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berbagai perkataan, perbuatan, dan perilakunya.” Jemaah yang dimulikan Allah Ta’ala, Tidaklah kita dikatakan bertakwa dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita benar-benar mengerjakan seluruh perintah dan meninggalkan larangan-larangan karena kecintaan kita kepada Allah Ta’ala. Dan tidaklah kita dikatakan sebagai hamba yang mencintai Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita telah menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri teladan, serta berusaha maksimal untuk meneladani beliau dalam berucap, berbuat, dan menjalankan ibadah sehari-hari. Ma’asyiral mukminin yang dirahmati Allah Ta’ala, Sungguh, pada diri beliau ada sikap keteladanan yang begitu mulia. Di dalam menjalani kesehariannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah seimbang di dalam memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Ada waktu yang beliau pergunakan untuk dirinya sendiri. Ada yang beliau berikan untuk keluarganya. Dan tentu saja banyak di antara waktu beliau yang beliau curahkan untuk umat Islam. Di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bangun dan melaksanakan salat malam, lalu melaksanakan salat berjemaah subuh dengan para sahabatnya dan duduk di tempat beliau salat hingga matahari terbit dan menyinari bumi. Saat matahari telah terbit, maka beliau melaksanakan salat Duha empat rakaat atau lebih. Hal ini berdasarkan jawaban Aisyah radhiyallahu ‘anha tatkala ada sahabat yang bertanya kepadanya perihal jumlah rekaat salat Duha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ  “Empat rakaat, namun terkadang beliau menambah sekehendaknya.” (HR. Muslim no. 719) Apa keutamaanya wahai jemaah sekalian? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ “Barangsiapa yang melaksanakan salat Subuh secara berjemaah, lalu ia duduk sambil berzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan salat dua rakaat, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna, dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan.) Sekembalinya beliau ke rumah, maka beliau akan membantu pekerjaan rumah keluarganya. Di dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa ada seorang sahabat yang bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai kegiatan Rasulullah di rumahnya. Maka, Aisyah menjawab, كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ – تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ – فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ “Beliau senantiasa membantu pekerjaan rumah istrinya. Apabila tiba waktu salat, maka beliau bangkit untuk melaksanakan salat.” (HR. Bukhari no. 676) Di hadis yang lainnya, Aisyah menggambarkan kegiatan apa saja yang beliau lakukan di rumahnya, كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ يَفْلِي ثَوْبَهُ ، وَيَحْلُبُ شَاتَهُ ، وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ “Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.” (Shahih Adabul Mufrad, no. 420) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, inilah yang sering dilalaikan oleh para suami di masa sekarang. Banyak di antara mereka yang gengsi atau malas dan tidak mau membantu pekerjaan rumah istrinya. Bahkan, untuk mencuci piring bekas makannya sendiri pun tidak mau. Padahal, ini juga termasuk kewajiban seorang suami dan ini pula yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita, umatnya. Di dalam hadis, bahkan disebutkan bahwa beliau terkadang membersihkan sendiri pakaiannya. Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, Dalam kesehariannya, beliau juga banyak memberikan waktunya untuk kaum muslimin. Beliau berkeliling mengecek kondisi kaum muslimin, mengunjungi mereka yang sakit, melakukan pengecekan di pasar-pasar, menghadiri undangan, serta memenuhi kebutuhan orang-orang fakir lagi membutuhkan. Beliau adalah role model terbaik sebagai seorang pemimpin. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dari Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari bersabda, انْطَلِقُوا بِنَا إِلَى الْبَصِيرِ الَّذِي فِي بَنِي وَاقِفٍ نَعُودُهُ , وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى “Pergilah bersama kami ke Bashir yang dari klan/bani Waqif, kita jenguk dia. Bashir adalah seorang tuna netra.” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kabir no. 19161) Di hadis yang sahih lainnya, juga disebutkan, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ الذِّكْرَ، وَيُقِلُّ اللَّغْوَ، وَيُطِيلُ الصَّلَاةَ ، وَيُقَصِّرُ الْخُطْبَةَ ، وَلَا يَأْنَفُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَ الْأَرْمَلَةِ ، وَالْمِسْكِينِ فَيَقْضِيَ لَهُ الْحَاجَةَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memperbanyak zikir dan sedikit melakukan perbuatan sia-sia. Beliau juga memperpanjang salat dan mempersingkat khotbah, serta tidak sungkan untuk berjalan bersama para janda (wanita membutuhkan yang telah ditinggalkan oleh suaminya) dan orang-orang miskin lalu memenuhi kebutuhannya.” (HR. An-Nasa’i no. 1413) Sungguh, beliau adalah teladan mulia. Manusia dengan akhlak yang paling terpuji yang layak untuk kita tiru dan kita ikuti. Mahabenar Allah Ta’ala tatkala berfirman, وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Teladan Nabi dalam Istighfar Khotbah kedua اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sesungguhnya meneladani dan mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain itu merupakan penyempurna akan ketakwaan kita dan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala, ia juga merupakan perintah Allah kepada kita. Allah Ta’ala berfirman. وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan taatlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nur: 56) Allah Ta’ala juga mengancam orang-orang yang mendurhakai Rasul-Nya serta tidak mau mengikuti sunahnya, فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka, hendaklah orang-orang yang melanggar perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63) Oleh karena itu, wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, marilah senantiasa berusaha mengikuti dan menghidupkan sunah-sunah beliau, beramal saleh sesuai ajaran beliau, dan tidak melakukan sesuatu yang dianggap ibadah, namun belum pernah diajarkan oleh beliau dan para sahabatnya. Terlebih lagi wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, saat ini kita sedang berada di dalam bulan-bulan haram di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan dan dosa dari sebuah kemaksiatan lebih besar dari bulan-bulan selainnya. Allah Ta’ala berfirman menjelaskan keistimewaan bulan-bulan haram, إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36) Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata menafsirkan ayat di atas, “(Janganlah kalian menganiaya diri kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah pun mengagungkan kemuliaannya. Allah juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah pun menjadikan amalan saleh dan ganjaran yang didapatkan di dalamnya lebih besar pula.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 26) Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa tegar di atas sunah beliau, bersemangat di dalam meneladani akhlak dan perangai beliau, serta berusaha untuk mengamalkan apa yang beliau lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, maka insyaAllah kita akan tercatat sebagai hamba Allah yang beribadah dengan penuh ketakwaan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: Menjadi Teladan yang Menginspirasi *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: rasulullahteladan
Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.  يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.  أَمَّا بَعْدُ:  فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pada kesempatan siang yang penuh dengan kemuliaan ini, khatib mengajak diri khatib pribadi dan jemaah sekalian untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Baik itu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya ataupun juga dengan meninggalkan larangan-larangan-Nya Saudaraku sekalian, ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala tidak akan terwujud dengan sempurna, kecuali apabila diiringi dengan kecintaan kita yang jujur kepada-Nya. Karena apabila sebuah ketaatan tidak dilandasi dengan kecintaan, maka ia hanyalah ketaatan semu yang tidak bermakna. Seorang hamba seringkali mengerjakannya hanya untuk menggugurkan kewajibannya saja atau terkadang ia lakukan sebatas rutinitas harian saja. Sedangkan apabila ketaatan tersebut dilandasi dengan kecintaan kepada Allah Ta’ala, maka ia akan memunculkan keikhlasan dan ketulusan. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengaitkan kecintaan kepada diri-Nya dengan ketaatan dan kepatuhan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ “Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu), ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.’” (QS. Ali Imron: 31) Allah Ta’ala menegaskan kepada kita bahwa kecintaan kepada diri-Nya tidak terwujud dengan sempurna, kecuali apabila seorang hamba tunduk dan patuh serta mengikuti setiap ajaran, bimbingan, dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Menekuni setiap kebiasaan yang beliau lakukan serta menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam hal kebaikan. Mengenai keteladanan beliau, Allah Ta’ala berfirman, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21) Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berbagai perkataan, perbuatan, dan perilakunya.” Jemaah yang dimulikan Allah Ta’ala, Tidaklah kita dikatakan bertakwa dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita benar-benar mengerjakan seluruh perintah dan meninggalkan larangan-larangan karena kecintaan kita kepada Allah Ta’ala. Dan tidaklah kita dikatakan sebagai hamba yang mencintai Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita telah menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri teladan, serta berusaha maksimal untuk meneladani beliau dalam berucap, berbuat, dan menjalankan ibadah sehari-hari. Ma’asyiral mukminin yang dirahmati Allah Ta’ala, Sungguh, pada diri beliau ada sikap keteladanan yang begitu mulia. Di dalam menjalani kesehariannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah seimbang di dalam memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Ada waktu yang beliau pergunakan untuk dirinya sendiri. Ada yang beliau berikan untuk keluarganya. Dan tentu saja banyak di antara waktu beliau yang beliau curahkan untuk umat Islam. Di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bangun dan melaksanakan salat malam, lalu melaksanakan salat berjemaah subuh dengan para sahabatnya dan duduk di tempat beliau salat hingga matahari terbit dan menyinari bumi. Saat matahari telah terbit, maka beliau melaksanakan salat Duha empat rakaat atau lebih. Hal ini berdasarkan jawaban Aisyah radhiyallahu ‘anha tatkala ada sahabat yang bertanya kepadanya perihal jumlah rekaat salat Duha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ  “Empat rakaat, namun terkadang beliau menambah sekehendaknya.” (HR. Muslim no. 719) Apa keutamaanya wahai jemaah sekalian? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ “Barangsiapa yang melaksanakan salat Subuh secara berjemaah, lalu ia duduk sambil berzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan salat dua rakaat, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna, dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan.) Sekembalinya beliau ke rumah, maka beliau akan membantu pekerjaan rumah keluarganya. Di dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa ada seorang sahabat yang bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai kegiatan Rasulullah di rumahnya. Maka, Aisyah menjawab, كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ – تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ – فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ “Beliau senantiasa membantu pekerjaan rumah istrinya. Apabila tiba waktu salat, maka beliau bangkit untuk melaksanakan salat.” (HR. Bukhari no. 676) Di hadis yang lainnya, Aisyah menggambarkan kegiatan apa saja yang beliau lakukan di rumahnya, كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ يَفْلِي ثَوْبَهُ ، وَيَحْلُبُ شَاتَهُ ، وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ “Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.” (Shahih Adabul Mufrad, no. 420) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, inilah yang sering dilalaikan oleh para suami di masa sekarang. Banyak di antara mereka yang gengsi atau malas dan tidak mau membantu pekerjaan rumah istrinya. Bahkan, untuk mencuci piring bekas makannya sendiri pun tidak mau. Padahal, ini juga termasuk kewajiban seorang suami dan ini pula yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita, umatnya. Di dalam hadis, bahkan disebutkan bahwa beliau terkadang membersihkan sendiri pakaiannya. Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, Dalam kesehariannya, beliau juga banyak memberikan waktunya untuk kaum muslimin. Beliau berkeliling mengecek kondisi kaum muslimin, mengunjungi mereka yang sakit, melakukan pengecekan di pasar-pasar, menghadiri undangan, serta memenuhi kebutuhan orang-orang fakir lagi membutuhkan. Beliau adalah role model terbaik sebagai seorang pemimpin. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dari Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari bersabda, انْطَلِقُوا بِنَا إِلَى الْبَصِيرِ الَّذِي فِي بَنِي وَاقِفٍ نَعُودُهُ , وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى “Pergilah bersama kami ke Bashir yang dari klan/bani Waqif, kita jenguk dia. Bashir adalah seorang tuna netra.” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kabir no. 19161) Di hadis yang sahih lainnya, juga disebutkan, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ الذِّكْرَ، وَيُقِلُّ اللَّغْوَ، وَيُطِيلُ الصَّلَاةَ ، وَيُقَصِّرُ الْخُطْبَةَ ، وَلَا يَأْنَفُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَ الْأَرْمَلَةِ ، وَالْمِسْكِينِ فَيَقْضِيَ لَهُ الْحَاجَةَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memperbanyak zikir dan sedikit melakukan perbuatan sia-sia. Beliau juga memperpanjang salat dan mempersingkat khotbah, serta tidak sungkan untuk berjalan bersama para janda (wanita membutuhkan yang telah ditinggalkan oleh suaminya) dan orang-orang miskin lalu memenuhi kebutuhannya.” (HR. An-Nasa’i no. 1413) Sungguh, beliau adalah teladan mulia. Manusia dengan akhlak yang paling terpuji yang layak untuk kita tiru dan kita ikuti. Mahabenar Allah Ta’ala tatkala berfirman, وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Teladan Nabi dalam Istighfar Khotbah kedua اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sesungguhnya meneladani dan mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain itu merupakan penyempurna akan ketakwaan kita dan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala, ia juga merupakan perintah Allah kepada kita. Allah Ta’ala berfirman. وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan taatlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nur: 56) Allah Ta’ala juga mengancam orang-orang yang mendurhakai Rasul-Nya serta tidak mau mengikuti sunahnya, فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka, hendaklah orang-orang yang melanggar perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63) Oleh karena itu, wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, marilah senantiasa berusaha mengikuti dan menghidupkan sunah-sunah beliau, beramal saleh sesuai ajaran beliau, dan tidak melakukan sesuatu yang dianggap ibadah, namun belum pernah diajarkan oleh beliau dan para sahabatnya. Terlebih lagi wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, saat ini kita sedang berada di dalam bulan-bulan haram di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan dan dosa dari sebuah kemaksiatan lebih besar dari bulan-bulan selainnya. Allah Ta’ala berfirman menjelaskan keistimewaan bulan-bulan haram, إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36) Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata menafsirkan ayat di atas, “(Janganlah kalian menganiaya diri kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah pun mengagungkan kemuliaannya. Allah juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah pun menjadikan amalan saleh dan ganjaran yang didapatkan di dalamnya lebih besar pula.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 26) Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa tegar di atas sunah beliau, bersemangat di dalam meneladani akhlak dan perangai beliau, serta berusaha untuk mengamalkan apa yang beliau lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, maka insyaAllah kita akan tercatat sebagai hamba Allah yang beribadah dengan penuh ketakwaan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: Menjadi Teladan yang Menginspirasi *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: rasulullahteladan


Daftar Isi Toggle Khotbah pertamaKhotbah kedua Khotbah pertama السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.  يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.  أَمَّا بَعْدُ:  فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala. Pada kesempatan siang yang penuh dengan kemuliaan ini, khatib mengajak diri khatib pribadi dan jemaah sekalian untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Baik itu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya ataupun juga dengan meninggalkan larangan-larangan-Nya Saudaraku sekalian, ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala tidak akan terwujud dengan sempurna, kecuali apabila diiringi dengan kecintaan kita yang jujur kepada-Nya. Karena apabila sebuah ketaatan tidak dilandasi dengan kecintaan, maka ia hanyalah ketaatan semu yang tidak bermakna. Seorang hamba seringkali mengerjakannya hanya untuk menggugurkan kewajibannya saja atau terkadang ia lakukan sebatas rutinitas harian saja. Sedangkan apabila ketaatan tersebut dilandasi dengan kecintaan kepada Allah Ta’ala, maka ia akan memunculkan keikhlasan dan ketulusan. Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengaitkan kecintaan kepada diri-Nya dengan ketaatan dan kepatuhan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ “Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu), ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.’” (QS. Ali Imron: 31) Allah Ta’ala menegaskan kepada kita bahwa kecintaan kepada diri-Nya tidak terwujud dengan sempurna, kecuali apabila seorang hamba tunduk dan patuh serta mengikuti setiap ajaran, bimbingan, dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Menekuni setiap kebiasaan yang beliau lakukan serta menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam hal kebaikan. Mengenai keteladanan beliau, Allah Ta’ala berfirman, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21) Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berbagai perkataan, perbuatan, dan perilakunya.” Jemaah yang dimulikan Allah Ta’ala, Tidaklah kita dikatakan bertakwa dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita benar-benar mengerjakan seluruh perintah dan meninggalkan larangan-larangan karena kecintaan kita kepada Allah Ta’ala. Dan tidaklah kita dikatakan sebagai hamba yang mencintai Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya, kecuali apabila kita telah menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri teladan, serta berusaha maksimal untuk meneladani beliau dalam berucap, berbuat, dan menjalankan ibadah sehari-hari. Ma’asyiral mukminin yang dirahmati Allah Ta’ala, Sungguh, pada diri beliau ada sikap keteladanan yang begitu mulia. Di dalam menjalani kesehariannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah seimbang di dalam memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Ada waktu yang beliau pergunakan untuk dirinya sendiri. Ada yang beliau berikan untuk keluarganya. Dan tentu saja banyak di antara waktu beliau yang beliau curahkan untuk umat Islam. Di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bangun dan melaksanakan salat malam, lalu melaksanakan salat berjemaah subuh dengan para sahabatnya dan duduk di tempat beliau salat hingga matahari terbit dan menyinari bumi. Saat matahari telah terbit, maka beliau melaksanakan salat Duha empat rakaat atau lebih. Hal ini berdasarkan jawaban Aisyah radhiyallahu ‘anha tatkala ada sahabat yang bertanya kepadanya perihal jumlah rekaat salat Duha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ  “Empat rakaat, namun terkadang beliau menambah sekehendaknya.” (HR. Muslim no. 719) Apa keutamaanya wahai jemaah sekalian? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ. قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ “Barangsiapa yang melaksanakan salat Subuh secara berjemaah, lalu ia duduk sambil berzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan salat dua rakaat, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna, dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan.) Sekembalinya beliau ke rumah, maka beliau akan membantu pekerjaan rumah keluarganya. Di dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa ada seorang sahabat yang bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai kegiatan Rasulullah di rumahnya. Maka, Aisyah menjawab, كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ – تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ – فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ “Beliau senantiasa membantu pekerjaan rumah istrinya. Apabila tiba waktu salat, maka beliau bangkit untuk melaksanakan salat.” (HR. Bukhari no. 676) Di hadis yang lainnya, Aisyah menggambarkan kegiatan apa saja yang beliau lakukan di rumahnya, كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ يَفْلِي ثَوْبَهُ ، وَيَحْلُبُ شَاتَهُ ، وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ “Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.” (Shahih Adabul Mufrad, no. 420) Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, inilah yang sering dilalaikan oleh para suami di masa sekarang. Banyak di antara mereka yang gengsi atau malas dan tidak mau membantu pekerjaan rumah istrinya. Bahkan, untuk mencuci piring bekas makannya sendiri pun tidak mau. Padahal, ini juga termasuk kewajiban seorang suami dan ini pula yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita, umatnya. Di dalam hadis, bahkan disebutkan bahwa beliau terkadang membersihkan sendiri pakaiannya. Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, Dalam kesehariannya, beliau juga banyak memberikan waktunya untuk kaum muslimin. Beliau berkeliling mengecek kondisi kaum muslimin, mengunjungi mereka yang sakit, melakukan pengecekan di pasar-pasar, menghadiri undangan, serta memenuhi kebutuhan orang-orang fakir lagi membutuhkan. Beliau adalah role model terbaik sebagai seorang pemimpin. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dari Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari bersabda, انْطَلِقُوا بِنَا إِلَى الْبَصِيرِ الَّذِي فِي بَنِي وَاقِفٍ نَعُودُهُ , وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى “Pergilah bersama kami ke Bashir yang dari klan/bani Waqif, kita jenguk dia. Bashir adalah seorang tuna netra.” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kabir no. 19161) Di hadis yang sahih lainnya, juga disebutkan, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ الذِّكْرَ، وَيُقِلُّ اللَّغْوَ، وَيُطِيلُ الصَّلَاةَ ، وَيُقَصِّرُ الْخُطْبَةَ ، وَلَا يَأْنَفُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَ الْأَرْمَلَةِ ، وَالْمِسْكِينِ فَيَقْضِيَ لَهُ الْحَاجَةَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu memperbanyak zikir dan sedikit melakukan perbuatan sia-sia. Beliau juga memperpanjang salat dan mempersingkat khotbah, serta tidak sungkan untuk berjalan bersama para janda (wanita membutuhkan yang telah ditinggalkan oleh suaminya) dan orang-orang miskin lalu memenuhi kebutuhannya.” (HR. An-Nasa’i no. 1413) Sungguh, beliau adalah teladan mulia. Manusia dengan akhlak yang paling terpuji yang layak untuk kita tiru dan kita ikuti. Mahabenar Allah Ta’ala tatkala berfirman, وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4) أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Baca juga: Teladan Nabi dalam Istighfar Khotbah kedua اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ. Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Ta’ala. Sesungguhnya meneladani dan mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain itu merupakan penyempurna akan ketakwaan kita dan kecintaan kita kepada Allah Ta’ala, ia juga merupakan perintah Allah kepada kita. Allah Ta’ala berfirman. وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan taatlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nur: 56) Allah Ta’ala juga mengancam orang-orang yang mendurhakai Rasul-Nya serta tidak mau mengikuti sunahnya, فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka, hendaklah orang-orang yang melanggar perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63) Oleh karena itu, wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, marilah senantiasa berusaha mengikuti dan menghidupkan sunah-sunah beliau, beramal saleh sesuai ajaran beliau, dan tidak melakukan sesuatu yang dianggap ibadah, namun belum pernah diajarkan oleh beliau dan para sahabatnya. Terlebih lagi wahai jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, saat ini kita sedang berada di dalam bulan-bulan haram di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan dan dosa dari sebuah kemaksiatan lebih besar dari bulan-bulan selainnya. Allah Ta’ala berfirman menjelaskan keistimewaan bulan-bulan haram, إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36) Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata menafsirkan ayat di atas, “(Janganlah kalian menganiaya diri kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah pun mengagungkan kemuliaannya. Allah juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah pun menjadikan amalan saleh dan ganjaran yang didapatkan di dalamnya lebih besar pula.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 26) Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa tegar di atas sunah beliau, bersemangat di dalam meneladani akhlak dan perangai beliau, serta berusaha untuk mengamalkan apa yang beliau lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, maka insyaAllah kita akan tercatat sebagai hamba Allah yang beribadah dengan penuh ketakwaan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ انصر إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْن الْمُسْتَضْعَفِيْنَِ فِيْ فِلِسْطِيْنَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Baca juga: Menjadi Teladan yang Menginspirasi *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: rasulullahteladan

Laporan Produksi Yufid Bulan Mei 2024

Laporan Produksi Yufid Bulan Mei 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Berawal dari mengelola website pengusahamuslim.com dan konsultasisyariah.com pada tahun 2008, Yayasan Yufid Network telah berkontribusi lebih dari 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.016 video dengan total 6.501.874 subscribers. Situs website yang kami kelola kini telah memproduksi 9.871 artikel yang tersebar di berbagai website. Melalui laporan produktivitas bulanan sejak tahun 2022, Yufid memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan timnya, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 1,5 miliar penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 17.680 video Total Subscribers: 4.026.059 Total Tayangan Video: 688.497.669 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Mei 2024: 107 video Tayangan Video Mei 2024: 4.220.551 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 390.179 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +15.304 Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.393 video Total Subscribers: 305.649 Total Tayangan Video: 21.410.489 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Mei 2024: 36 video Tayangan Video Mei 2024: 166.092 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 9.270 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +1.693 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 452.875 Total Tayangan Video: 135.152.389 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Mei 2024: 1 video Tayangan Video Mei 2024: 1.992.409 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 111.477 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +9.573 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.755 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Mei 2024: 2.368 views Jam Tayang Video Mei 2024: 548 Jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +47 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Tayangan Video Mei 2024: 54.243 views Penambahan Subscribers Mei 2024: +800 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.883 Postingan Total Pengikut: 1.159.196 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +10.820 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.790 Postingan Total Pengikut: 502.640 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +3.942 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 11 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 2 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.030 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 16 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.095 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.250 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.601 file mp3 dengan total ukuran 388 Gb dan pada bulan Mei 2024 ini telah mempublikasikan 117 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Mei 2024 ini saja telah didengarkan 26.476 kali dan telah di download sebanyak 1.622 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.518.792 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 64.021 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.457 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 31 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 19 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu berTotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Mei 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 4 times, 1 visit(s) today Post Views: 646 QRIS donasi Yufid

Laporan Produksi Yufid Bulan Mei 2024

Laporan Produksi Yufid Bulan Mei 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Berawal dari mengelola website pengusahamuslim.com dan konsultasisyariah.com pada tahun 2008, Yayasan Yufid Network telah berkontribusi lebih dari 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.016 video dengan total 6.501.874 subscribers. Situs website yang kami kelola kini telah memproduksi 9.871 artikel yang tersebar di berbagai website. Melalui laporan produktivitas bulanan sejak tahun 2022, Yufid memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan timnya, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 1,5 miliar penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 17.680 video Total Subscribers: 4.026.059 Total Tayangan Video: 688.497.669 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Mei 2024: 107 video Tayangan Video Mei 2024: 4.220.551 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 390.179 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +15.304 Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.393 video Total Subscribers: 305.649 Total Tayangan Video: 21.410.489 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Mei 2024: 36 video Tayangan Video Mei 2024: 166.092 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 9.270 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +1.693 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 452.875 Total Tayangan Video: 135.152.389 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Mei 2024: 1 video Tayangan Video Mei 2024: 1.992.409 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 111.477 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +9.573 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.755 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Mei 2024: 2.368 views Jam Tayang Video Mei 2024: 548 Jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +47 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Tayangan Video Mei 2024: 54.243 views Penambahan Subscribers Mei 2024: +800 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.883 Postingan Total Pengikut: 1.159.196 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +10.820 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.790 Postingan Total Pengikut: 502.640 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +3.942 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 11 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 2 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.030 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 16 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.095 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.250 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.601 file mp3 dengan total ukuran 388 Gb dan pada bulan Mei 2024 ini telah mempublikasikan 117 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Mei 2024 ini saja telah didengarkan 26.476 kali dan telah di download sebanyak 1.622 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.518.792 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 64.021 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.457 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 31 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 19 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu berTotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Mei 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 4 times, 1 visit(s) today Post Views: 646 QRIS donasi Yufid
Laporan Produksi Yufid Bulan Mei 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Berawal dari mengelola website pengusahamuslim.com dan konsultasisyariah.com pada tahun 2008, Yayasan Yufid Network telah berkontribusi lebih dari 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.016 video dengan total 6.501.874 subscribers. Situs website yang kami kelola kini telah memproduksi 9.871 artikel yang tersebar di berbagai website. Melalui laporan produktivitas bulanan sejak tahun 2022, Yufid memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan timnya, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 1,5 miliar penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 17.680 video Total Subscribers: 4.026.059 Total Tayangan Video: 688.497.669 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Mei 2024: 107 video Tayangan Video Mei 2024: 4.220.551 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 390.179 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +15.304 Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.393 video Total Subscribers: 305.649 Total Tayangan Video: 21.410.489 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Mei 2024: 36 video Tayangan Video Mei 2024: 166.092 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 9.270 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +1.693 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 452.875 Total Tayangan Video: 135.152.389 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Mei 2024: 1 video Tayangan Video Mei 2024: 1.992.409 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 111.477 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +9.573 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.755 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Mei 2024: 2.368 views Jam Tayang Video Mei 2024: 548 Jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +47 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Tayangan Video Mei 2024: 54.243 views Penambahan Subscribers Mei 2024: +800 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.883 Postingan Total Pengikut: 1.159.196 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +10.820 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.790 Postingan Total Pengikut: 502.640 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +3.942 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 11 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 2 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.030 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 16 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.095 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.250 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.601 file mp3 dengan total ukuran 388 Gb dan pada bulan Mei 2024 ini telah mempublikasikan 117 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Mei 2024 ini saja telah didengarkan 26.476 kali dan telah di download sebanyak 1.622 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.518.792 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 64.021 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.457 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 31 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 19 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu berTotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Mei 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 4 times, 1 visit(s) today Post Views: 646 QRIS donasi Yufid


Laporan Produksi Yufid Bulan Mei 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Berawal dari mengelola website pengusahamuslim.com dan konsultasisyariah.com pada tahun 2008, Yayasan Yufid Network telah berkontribusi lebih dari 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.016 video dengan total 6.501.874 subscribers. Situs website yang kami kelola kini telah memproduksi 9.871 artikel yang tersebar di berbagai website. Melalui laporan produktivitas bulanan sejak tahun 2022, Yufid memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan timnya, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 1,5 miliar penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXfxaYo89Sd_4Yd_-a4vf6uwsRoO1NSWWLhmaX5kVeK70hhHxyyKRoIqZNCxwzK0Jzz3Crq6OP0Zz5En0FzaYcbSYyA7fV1b2aNYF9Bvmk1iIVend3KlV4_4_N-V9zvptX_hdDkjbQ77r8wdMEOEQ8lAVMvO?key=CWYDstKLukOTilJFi9xR0g" alt=""/> Total Video Yufid.TV: 17.680 video Total Subscribers: 4.026.059 Total Tayangan Video: 688.497.669 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Mei 2024: 107 video Tayangan Video Mei 2024: 4.220.551 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 390.179 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +15.304 Channel YouTube YUFID EDU <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXd1SZ-85e8mxWEnStzEmdQB0QQiLjI7_23eZrcq0_e7KCCvlhSkTIuYPlfac1XmeCn_nK5cu0l9gKK6fu2VWnJHLv4cSwjFmn5n6ktZnBwAXKAs7t90Q04ci6_OHSnOrXgU_avj6SV952xKiKijsKpYT5tf?key=CWYDstKLukOTilJFi9xR0g" alt=""/> Total Video Yufid Edu: 2.393 video Total Subscribers: 305.649 Total Tayangan Video: 21.410.489 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Mei 2024: 36 video Tayangan Video Mei 2024: 166.092 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 9.270 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +1.693 Channel YouTube YUFID KIDS <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXe3LsHkvif3dUL9e0zu651DjptAa2U1VbUtWiQWzRlspSZPYTGTG6gs1fV1q4MPftVH4Y1YNEw0hx1WwG2LnTZ2ET-smwGnHk_Y0N1DVFpCp0rd0Qy8Yb3XMfhrEvfySkcselnqsP5o_kbjoX0XLHp-zgHH?key=CWYDstKLukOTilJFi9xR0g" alt=""/> Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 452.875 Total Tayangan Video: 135.152.389 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Mei 2024: 1 video Tayangan Video Mei 2024: 1.992.409 views Waktu Tayang Video Mei 2024: 111.477 jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +9.573 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.755 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Mei 2024: 2.368 views Jam Tayang Video Mei 2024: 548 Jam Penambahan Subscribers Mei 2024: +47 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Tayangan Video Mei 2024: 54.243 views Penambahan Subscribers Mei 2024: +800 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXex6Jtqkp2-w-rVqa-pYuncqqukUUXu6_2V2yBQ9pQw9Bs42Rz0Mmbk2pWRSvalRtPJBMGz-jQpk5liVY4DmzK6_cMk6DQsTOYC-NEAWEOMWiDbtK86b6tKK6XTOWh_w0MlWWHO5b9L1EZ16GXNY26vDEw?key=CWYDstKLukOTilJFi9xR0g" alt=""/> Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.883 Postingan Total Pengikut: 1.159.196 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +10.820 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.790 Postingan Total Pengikut: 502.640 Konten Bulan Mei 2024: 44 Rata-Rata Produksi: 46 Konten/bulan Penambahan Followers Mei 2024: +3.942 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXeNdAbAJ4QLMYPO9KrTRT7ckD4HFymRtdyNJZj0M-ExeiMW_pWnLTjg2SXp63JnLCBjID74G-2Rs-XrLpfbmnnpZEsk8yzWWMtpaCB2kgM_OmlvhjqgfhqCwjfSYcIN_Dpotby0VxUXZbvP1hs4K1sS-z2V?key=CWYDstKLukOTilJFi9xR0g" alt=""/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 11 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXc3UmwfTgheSQmY_3S_yMLm0iqUT-uzy1NJV32n_V7405MxCD5jTCVsLskdCuOHFbTYyX3yb_7_UQy69kB1D4zawE_gMVnQ01BHIxq2msmksaazVhEpH7lNXarUVw4g0kheEusNr5TuQhIMs9VZRay-UsMA?key=CWYDstKLukOTilJFi9xR0g" alt=""/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 2 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.030 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 16 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.095 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.250 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.601 file mp3 dengan total ukuran 388 Gb dan pada bulan Mei 2024 ini telah mempublikasikan 117 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Mei 2024 ini saja telah didengarkan 26.476 kali dan telah di download sebanyak 1.622 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.518.792 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 64.021 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.457 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 31 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Mei 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 19 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu berTotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Mei 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 4 times, 1 visit(s) today Post Views: 646 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Hadis: Doa ketika Jimak (Hubungan Badan)

Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketiga Teks Hadis Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَمَا لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ يَقُولُ حِينَ يَأْتِي أَهْلَهُ: بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، ثُمَّ قُدِّرَ بَيْنَهُمَا فِي ذَلِكَ، أَوْ قُضِيَ وَلَدٌ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “Sekiranya saat mereka mendatangi istrinya membaca, ‘BISMILLAHI ALLAHUMMA JANNIBNISY SYAITHAANA WA JANNIBISY SYAITHAANA MA RAZAQTANAA’  (Artinya: Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau karuniakan kepada kami); lalu mereka pun ditakdirkan mendapat keturunan dari hasil hubungan badan itu, atau mereka dikaruniai anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” (HR. Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 1434) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini menunjukkan dianjurkannya tasmiyah (menyebut nama Allah) dan berdoa dengan lafal yang disebutkan dalam hadis ketika akan berhubungan badan. Hendaknya setiap muslim memiliki perhatian terhadap doa tersebut dan menjadi kebiasaannya, dalam rangka mengamalkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga karena keinginan agar anak keturunannya terjaga dari gangguan setan dan agar mereka istikamah di jalan kebenaran karena keberkahan doa ini. Kandungan kedua Para ulama berbeda pendapat tentang dharar (bahaya atau gangguan) apakah yang dinafikan dalam perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “ … maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” Lafal hadis ini bersifat umum untuk bahaya (mudarat) yang berkaitan dengan agama dan badan. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah bahwa tidak ada satu pun ulama yang memaknai dengan cakupan umum tersebut (Ikmaalul Mu’lim, 4: 610). Alasan para ulama berpendapat demikian adalah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ بَنِي آدَمَ يَطْعُنُ الشَّيْطَانُ فِي جَنْبَيْهِ بِإِصْبَعِهِ حِينَ يُولَدُ، غَيْرَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، ذَهَبَ يَطْعُنُ فَطَعَنَ فِي الحِجَابِ “Setiap anak keturunan Adam ditusuk (untuk disesatkan) oleh setan dengan jari-jemarinya ketika lahir, kecuali ‘Isa bin Maryam. Setan datang, lalu menusuk dari balik hijab (pakaian yang dikenakan bayi).” (HR. Bukhari no. 3286) Dalam hadis tersebut, terdapat keterangan bahwa setiap anak Adam yang dilahirkan ke dunia akan ditusuk dengan jari-jemari setan ketika dilahirkan, kecuali yang mendapatkan pengecualian. Hal ini merupakan salah satu bentuk dharar dari setan. Di antara ulama ada yang mengkhususkan dharar tersebut hanya yang berkaitan dengan badan atau akal saja, bukan dharar yang berkaitan dengan agama. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id. Alasannya, meskipun pengkhususan tersebut bertentangan dengan hukum asal (karena pada asalnya lafal tersebut dimaknai sesuai cakupan maknanya yang bersifat umum), akan tetapi jika tetap dimaknai sesuai dengan cakupan makna umumnya, maka konsekuensinya adalah anak yang dilahirkan tersebut akan terjaga dari seluruh perbuatan maksiat, dan hal itu tidaklah menjadi kenyataan. Sedangkan apa yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesuatu yang pasti terjadi. Oleh karena itu, para ulama memaknai lafal tersebut dengan makna yang lebih khusus (lebih sempit), yaitu setan tidak menusuk anak tersebut ketika dilahirkan, sebagaimana yang setan lakukan kepada anak bani Adam ketika dilahirkan. Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah setan tidak mampu menguasai (mengontrol) anak tersebut sampai bisa mengeluarkannya dari agama Islam. Bisa jadi setan menggodanya, namun dengan segera dia sadar untuk kembali ke jalan hidayah (petunjuk). Sebagaimana firman Allah Ta’ala, إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, apabila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201) Syekh Ibnu Baaz rahimahullah lebih condong kepada pemaknaan ini. Ada juga yang berpendapat bahwa syariat itu menjadikan sebab dan penghalang (mawani’) untuk segala sesuatu. Jika sebab ada dan tidak ada penghalang, maka perkara tersebut akan terjadi. Jika sebab tidak ada, atau sebab ada, namun ada penghalang, maka perkara tersebut tidak akan terjadi. Pada hadis ini, suami istri tersebut telah melakukan sebab, yaitu menyebut nama Allah dan berdoa ketika jimak, akan tetapi bisa jadi ada penghalang sehingga sebab tersebut tidak berpengaruh atau pengaruhnya melemah, sehingga perkara yang diinginkan pun tidak terjadi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syekh Abdullah Alu Bassam. (Lihat Taisirul ‘Allam, 3: 43) Kandungan ketiga Hadis tersebut menunjukkan bahwa setan senantiasa menyertai bani Adam dalam setiap kondisinya. Setan senantiasa mengikuti amal perbuatannya, sampai dia bisa mendapatkan kesempatan untuk menyesatkannya semaksimal mungkin yang dia bisa. Setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah, sebagaimana terdapat hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, orang yang mendapatkan taufik adalah mereka yang tidak memberikan kesempatan bagi setan sedikit pun. Hal itu dengan senantiasa mengingat Allah dan juga senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan setan. Baca juga: Apakah Istri Juga Membaca Doa ketika Jimak? *** @20 Zulkaidah 1445/ 29 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 347-349). Tags: jimak

Hadis: Doa ketika Jimak (Hubungan Badan)

Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketiga Teks Hadis Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَمَا لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ يَقُولُ حِينَ يَأْتِي أَهْلَهُ: بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، ثُمَّ قُدِّرَ بَيْنَهُمَا فِي ذَلِكَ، أَوْ قُضِيَ وَلَدٌ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “Sekiranya saat mereka mendatangi istrinya membaca, ‘BISMILLAHI ALLAHUMMA JANNIBNISY SYAITHAANA WA JANNIBISY SYAITHAANA MA RAZAQTANAA’  (Artinya: Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau karuniakan kepada kami); lalu mereka pun ditakdirkan mendapat keturunan dari hasil hubungan badan itu, atau mereka dikaruniai anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” (HR. Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 1434) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini menunjukkan dianjurkannya tasmiyah (menyebut nama Allah) dan berdoa dengan lafal yang disebutkan dalam hadis ketika akan berhubungan badan. Hendaknya setiap muslim memiliki perhatian terhadap doa tersebut dan menjadi kebiasaannya, dalam rangka mengamalkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga karena keinginan agar anak keturunannya terjaga dari gangguan setan dan agar mereka istikamah di jalan kebenaran karena keberkahan doa ini. Kandungan kedua Para ulama berbeda pendapat tentang dharar (bahaya atau gangguan) apakah yang dinafikan dalam perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “ … maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” Lafal hadis ini bersifat umum untuk bahaya (mudarat) yang berkaitan dengan agama dan badan. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah bahwa tidak ada satu pun ulama yang memaknai dengan cakupan umum tersebut (Ikmaalul Mu’lim, 4: 610). Alasan para ulama berpendapat demikian adalah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ بَنِي آدَمَ يَطْعُنُ الشَّيْطَانُ فِي جَنْبَيْهِ بِإِصْبَعِهِ حِينَ يُولَدُ، غَيْرَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، ذَهَبَ يَطْعُنُ فَطَعَنَ فِي الحِجَابِ “Setiap anak keturunan Adam ditusuk (untuk disesatkan) oleh setan dengan jari-jemarinya ketika lahir, kecuali ‘Isa bin Maryam. Setan datang, lalu menusuk dari balik hijab (pakaian yang dikenakan bayi).” (HR. Bukhari no. 3286) Dalam hadis tersebut, terdapat keterangan bahwa setiap anak Adam yang dilahirkan ke dunia akan ditusuk dengan jari-jemari setan ketika dilahirkan, kecuali yang mendapatkan pengecualian. Hal ini merupakan salah satu bentuk dharar dari setan. Di antara ulama ada yang mengkhususkan dharar tersebut hanya yang berkaitan dengan badan atau akal saja, bukan dharar yang berkaitan dengan agama. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id. Alasannya, meskipun pengkhususan tersebut bertentangan dengan hukum asal (karena pada asalnya lafal tersebut dimaknai sesuai cakupan maknanya yang bersifat umum), akan tetapi jika tetap dimaknai sesuai dengan cakupan makna umumnya, maka konsekuensinya adalah anak yang dilahirkan tersebut akan terjaga dari seluruh perbuatan maksiat, dan hal itu tidaklah menjadi kenyataan. Sedangkan apa yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesuatu yang pasti terjadi. Oleh karena itu, para ulama memaknai lafal tersebut dengan makna yang lebih khusus (lebih sempit), yaitu setan tidak menusuk anak tersebut ketika dilahirkan, sebagaimana yang setan lakukan kepada anak bani Adam ketika dilahirkan. Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah setan tidak mampu menguasai (mengontrol) anak tersebut sampai bisa mengeluarkannya dari agama Islam. Bisa jadi setan menggodanya, namun dengan segera dia sadar untuk kembali ke jalan hidayah (petunjuk). Sebagaimana firman Allah Ta’ala, إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, apabila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201) Syekh Ibnu Baaz rahimahullah lebih condong kepada pemaknaan ini. Ada juga yang berpendapat bahwa syariat itu menjadikan sebab dan penghalang (mawani’) untuk segala sesuatu. Jika sebab ada dan tidak ada penghalang, maka perkara tersebut akan terjadi. Jika sebab tidak ada, atau sebab ada, namun ada penghalang, maka perkara tersebut tidak akan terjadi. Pada hadis ini, suami istri tersebut telah melakukan sebab, yaitu menyebut nama Allah dan berdoa ketika jimak, akan tetapi bisa jadi ada penghalang sehingga sebab tersebut tidak berpengaruh atau pengaruhnya melemah, sehingga perkara yang diinginkan pun tidak terjadi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syekh Abdullah Alu Bassam. (Lihat Taisirul ‘Allam, 3: 43) Kandungan ketiga Hadis tersebut menunjukkan bahwa setan senantiasa menyertai bani Adam dalam setiap kondisinya. Setan senantiasa mengikuti amal perbuatannya, sampai dia bisa mendapatkan kesempatan untuk menyesatkannya semaksimal mungkin yang dia bisa. Setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah, sebagaimana terdapat hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, orang yang mendapatkan taufik adalah mereka yang tidak memberikan kesempatan bagi setan sedikit pun. Hal itu dengan senantiasa mengingat Allah dan juga senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan setan. Baca juga: Apakah Istri Juga Membaca Doa ketika Jimak? *** @20 Zulkaidah 1445/ 29 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 347-349). Tags: jimak
Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketiga Teks Hadis Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَمَا لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ يَقُولُ حِينَ يَأْتِي أَهْلَهُ: بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، ثُمَّ قُدِّرَ بَيْنَهُمَا فِي ذَلِكَ، أَوْ قُضِيَ وَلَدٌ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “Sekiranya saat mereka mendatangi istrinya membaca, ‘BISMILLAHI ALLAHUMMA JANNIBNISY SYAITHAANA WA JANNIBISY SYAITHAANA MA RAZAQTANAA’  (Artinya: Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau karuniakan kepada kami); lalu mereka pun ditakdirkan mendapat keturunan dari hasil hubungan badan itu, atau mereka dikaruniai anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” (HR. Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 1434) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini menunjukkan dianjurkannya tasmiyah (menyebut nama Allah) dan berdoa dengan lafal yang disebutkan dalam hadis ketika akan berhubungan badan. Hendaknya setiap muslim memiliki perhatian terhadap doa tersebut dan menjadi kebiasaannya, dalam rangka mengamalkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga karena keinginan agar anak keturunannya terjaga dari gangguan setan dan agar mereka istikamah di jalan kebenaran karena keberkahan doa ini. Kandungan kedua Para ulama berbeda pendapat tentang dharar (bahaya atau gangguan) apakah yang dinafikan dalam perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “ … maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” Lafal hadis ini bersifat umum untuk bahaya (mudarat) yang berkaitan dengan agama dan badan. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah bahwa tidak ada satu pun ulama yang memaknai dengan cakupan umum tersebut (Ikmaalul Mu’lim, 4: 610). Alasan para ulama berpendapat demikian adalah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ بَنِي آدَمَ يَطْعُنُ الشَّيْطَانُ فِي جَنْبَيْهِ بِإِصْبَعِهِ حِينَ يُولَدُ، غَيْرَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، ذَهَبَ يَطْعُنُ فَطَعَنَ فِي الحِجَابِ “Setiap anak keturunan Adam ditusuk (untuk disesatkan) oleh setan dengan jari-jemarinya ketika lahir, kecuali ‘Isa bin Maryam. Setan datang, lalu menusuk dari balik hijab (pakaian yang dikenakan bayi).” (HR. Bukhari no. 3286) Dalam hadis tersebut, terdapat keterangan bahwa setiap anak Adam yang dilahirkan ke dunia akan ditusuk dengan jari-jemari setan ketika dilahirkan, kecuali yang mendapatkan pengecualian. Hal ini merupakan salah satu bentuk dharar dari setan. Di antara ulama ada yang mengkhususkan dharar tersebut hanya yang berkaitan dengan badan atau akal saja, bukan dharar yang berkaitan dengan agama. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id. Alasannya, meskipun pengkhususan tersebut bertentangan dengan hukum asal (karena pada asalnya lafal tersebut dimaknai sesuai cakupan maknanya yang bersifat umum), akan tetapi jika tetap dimaknai sesuai dengan cakupan makna umumnya, maka konsekuensinya adalah anak yang dilahirkan tersebut akan terjaga dari seluruh perbuatan maksiat, dan hal itu tidaklah menjadi kenyataan. Sedangkan apa yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesuatu yang pasti terjadi. Oleh karena itu, para ulama memaknai lafal tersebut dengan makna yang lebih khusus (lebih sempit), yaitu setan tidak menusuk anak tersebut ketika dilahirkan, sebagaimana yang setan lakukan kepada anak bani Adam ketika dilahirkan. Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah setan tidak mampu menguasai (mengontrol) anak tersebut sampai bisa mengeluarkannya dari agama Islam. Bisa jadi setan menggodanya, namun dengan segera dia sadar untuk kembali ke jalan hidayah (petunjuk). Sebagaimana firman Allah Ta’ala, إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, apabila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201) Syekh Ibnu Baaz rahimahullah lebih condong kepada pemaknaan ini. Ada juga yang berpendapat bahwa syariat itu menjadikan sebab dan penghalang (mawani’) untuk segala sesuatu. Jika sebab ada dan tidak ada penghalang, maka perkara tersebut akan terjadi. Jika sebab tidak ada, atau sebab ada, namun ada penghalang, maka perkara tersebut tidak akan terjadi. Pada hadis ini, suami istri tersebut telah melakukan sebab, yaitu menyebut nama Allah dan berdoa ketika jimak, akan tetapi bisa jadi ada penghalang sehingga sebab tersebut tidak berpengaruh atau pengaruhnya melemah, sehingga perkara yang diinginkan pun tidak terjadi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syekh Abdullah Alu Bassam. (Lihat Taisirul ‘Allam, 3: 43) Kandungan ketiga Hadis tersebut menunjukkan bahwa setan senantiasa menyertai bani Adam dalam setiap kondisinya. Setan senantiasa mengikuti amal perbuatannya, sampai dia bisa mendapatkan kesempatan untuk menyesatkannya semaksimal mungkin yang dia bisa. Setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah, sebagaimana terdapat hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, orang yang mendapatkan taufik adalah mereka yang tidak memberikan kesempatan bagi setan sedikit pun. Hal itu dengan senantiasa mengingat Allah dan juga senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan setan. Baca juga: Apakah Istri Juga Membaca Doa ketika Jimak? *** @20 Zulkaidah 1445/ 29 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 347-349). Tags: jimak


Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketiga Teks Hadis Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَمَا لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ يَقُولُ حِينَ يَأْتِي أَهْلَهُ: بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، ثُمَّ قُدِّرَ بَيْنَهُمَا فِي ذَلِكَ، أَوْ قُضِيَ وَلَدٌ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “Sekiranya saat mereka mendatangi istrinya membaca, ‘BISMILLAHI ALLAHUMMA JANNIBNISY SYAITHAANA WA JANNIBISY SYAITHAANA MA RAZAQTANAA’  (Artinya: Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau karuniakan kepada kami); lalu mereka pun ditakdirkan mendapat keturunan dari hasil hubungan badan itu, atau mereka dikaruniai anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” (HR. Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 1434) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini menunjukkan dianjurkannya tasmiyah (menyebut nama Allah) dan berdoa dengan lafal yang disebutkan dalam hadis ketika akan berhubungan badan. Hendaknya setiap muslim memiliki perhatian terhadap doa tersebut dan menjadi kebiasaannya, dalam rangka mengamalkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga karena keinginan agar anak keturunannya terjaga dari gangguan setan dan agar mereka istikamah di jalan kebenaran karena keberkahan doa ini. Kandungan kedua Para ulama berbeda pendapat tentang dharar (bahaya atau gangguan) apakah yang dinafikan dalam perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا “ … maka ia tidak akan diganggu oleh setan selama-lamanya.” Lafal hadis ini bersifat umum untuk bahaya (mudarat) yang berkaitan dengan agama dan badan. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah bahwa tidak ada satu pun ulama yang memaknai dengan cakupan umum tersebut (Ikmaalul Mu’lim, 4: 610). Alasan para ulama berpendapat demikian adalah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ بَنِي آدَمَ يَطْعُنُ الشَّيْطَانُ فِي جَنْبَيْهِ بِإِصْبَعِهِ حِينَ يُولَدُ، غَيْرَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، ذَهَبَ يَطْعُنُ فَطَعَنَ فِي الحِجَابِ “Setiap anak keturunan Adam ditusuk (untuk disesatkan) oleh setan dengan jari-jemarinya ketika lahir, kecuali ‘Isa bin Maryam. Setan datang, lalu menusuk dari balik hijab (pakaian yang dikenakan bayi).” (HR. Bukhari no. 3286) Dalam hadis tersebut, terdapat keterangan bahwa setiap anak Adam yang dilahirkan ke dunia akan ditusuk dengan jari-jemari setan ketika dilahirkan, kecuali yang mendapatkan pengecualian. Hal ini merupakan salah satu bentuk dharar dari setan. Di antara ulama ada yang mengkhususkan dharar tersebut hanya yang berkaitan dengan badan atau akal saja, bukan dharar yang berkaitan dengan agama. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id. Alasannya, meskipun pengkhususan tersebut bertentangan dengan hukum asal (karena pada asalnya lafal tersebut dimaknai sesuai cakupan maknanya yang bersifat umum), akan tetapi jika tetap dimaknai sesuai dengan cakupan makna umumnya, maka konsekuensinya adalah anak yang dilahirkan tersebut akan terjaga dari seluruh perbuatan maksiat, dan hal itu tidaklah menjadi kenyataan. Sedangkan apa yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sesuatu yang pasti terjadi. Oleh karena itu, para ulama memaknai lafal tersebut dengan makna yang lebih khusus (lebih sempit), yaitu setan tidak menusuk anak tersebut ketika dilahirkan, sebagaimana yang setan lakukan kepada anak bani Adam ketika dilahirkan. Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah setan tidak mampu menguasai (mengontrol) anak tersebut sampai bisa mengeluarkannya dari agama Islam. Bisa jadi setan menggodanya, namun dengan segera dia sadar untuk kembali ke jalan hidayah (petunjuk). Sebagaimana firman Allah Ta’ala, إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, apabila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201) Syekh Ibnu Baaz rahimahullah lebih condong kepada pemaknaan ini. Ada juga yang berpendapat bahwa syariat itu menjadikan sebab dan penghalang (mawani’) untuk segala sesuatu. Jika sebab ada dan tidak ada penghalang, maka perkara tersebut akan terjadi. Jika sebab tidak ada, atau sebab ada, namun ada penghalang, maka perkara tersebut tidak akan terjadi. Pada hadis ini, suami istri tersebut telah melakukan sebab, yaitu menyebut nama Allah dan berdoa ketika jimak, akan tetapi bisa jadi ada penghalang sehingga sebab tersebut tidak berpengaruh atau pengaruhnya melemah, sehingga perkara yang diinginkan pun tidak terjadi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syekh Abdullah Alu Bassam. (Lihat Taisirul ‘Allam, 3: 43) Kandungan ketiga Hadis tersebut menunjukkan bahwa setan senantiasa menyertai bani Adam dalam setiap kondisinya. Setan senantiasa mengikuti amal perbuatannya, sampai dia bisa mendapatkan kesempatan untuk menyesatkannya semaksimal mungkin yang dia bisa. Setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah, sebagaimana terdapat hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, orang yang mendapatkan taufik adalah mereka yang tidak memberikan kesempatan bagi setan sedikit pun. Hal itu dengan senantiasa mengingat Allah dan juga senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan setan. Baca juga: Apakah Istri Juga Membaca Doa ketika Jimak? *** @20 Zulkaidah 1445/ 29 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 347-349). Tags: jimak

Fikih Transaksi Gadai (Bag. 2): Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai

Daftar Isi Toggle Rukun transaksi gadai[1]Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan)Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam)Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman)Al-Marhun bihi (Utang)Syarat sah transaksi gadai[6]Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikanAr-Rahin adalah orang yang layak bertransaksiAr-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminanBarang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Beranjak dari pembahasan sebelumnya, setelah membahas tentang definisi, hukum, dan dalil pensyariatan transaksi gadai, termasuk hal yang penting untuk diketahui adalah tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Agar transaksi gadai yang dilaksanakan sah dan sesuai dengan syariat. Rukun transaksi gadai[1] Pada pembahasan sebelumnya, telah sedikit disinggung tentang masalah rukun dari transaksi gadai. Setidaknya dalam transaksi gadai harus terpenuhi beberapa rukun berikut ini: Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan) Rukun yang harus ada ialah jaminan berupa barang atau manfaat yang diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Yang kemudian jaminan tersebut dipegang oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan. Tentang hal ini ada beberapa ketentuan dari para ulama: Pertama: Jaminan tersebut berupa barang atau manfaat. Kendati jaminan berupa manfaat terdapat khilaf di antara para ulama, yang nanti akan datang penjelasannya pada pembahasan berikutnya. Kedua: Jaminan tersebut bisa dan boleh untuk diperjualbelikan. Maksudnya, barang jaminan yang terpenuhi syarat-syarat jual beli padanya. Seperti, adanya barang tersebut ketika akad gadai. Maka, tidak sah menggadaikan anak kambing yang masih ada di dalam perut, karena belum ada wujudnya ketika akad. Tidak sah pula menggadaikan anjing dan babi, karena keduanya bukan termasuk komoditi yang sah untuk diperjualbelikan. Tidak sah pula menggadaikan burung yang sedang terbang di udara. Karena hal itu masih belum pasti untuk dapat diterima. Intinya jaminan tersebut bisa dijadikan sebagai tebusan jika peminjam atau pengutang tidak mampu untuk membayar utangnya. Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam) Maka, yang dimaksud pada rukun yang kedua ini ialah peminjam. Sehingga tanggungannya adalah utang yang diberikan dan jaminan yang harus diserahkan kepada pemberi pinjaman. Dalam masalah Ar-Rahin para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Pertama: Hendaknya Ar-Rahin (peminjam) adalah orang yang sudah layak untuk melakukan transaksi. Seperti sudah mencapai usia balig, berakal, dan tidak di-hajr[2]. Maka, tidak diperbolehkan anak kecil, orang gila, dan orang yang bangkrut hartanya[3] untuk melakukan transaksi gadai. Mengingat tidak termasuk ketentuan yang boleh menjadi Ar-Rahin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ “Pena telah diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi, dan orang gila hingga ia berakal.“[4] Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman) Rukun yang ketiga dari segi ketentuan sama halnya dengan rukun yang kedua. Yaitu, transaksi gadai harus dilakukan oleh orang yang sudah layak melakukan transaksi. Dan posisi pemberi pinjaman pada transaksi ini adalah ia akan menerima jaminan dari peminjam. Ia harus menjaga dan menyimpan jaminan tersebut sampai pinjaman tersebut lunas, maka jaminan tersebut akan dikembalikan kepada peminjam. Tentunya, termasuk poin penting dalam hal ini, antara pihak Ar-Rahin dan Al-Murtahin melakukan transaksi gadai ini secara sukarela dan tidak terpaksa. Jika terpaksa, maka transaksi gadai tidak sah. Al-Marhun bihi (Utang) Tentunya, ini bagian yang terpenting. Karena justru adanya transaksi gadai ini karena ada maksud dari Ar-Rahin untuk berutang atau meminjam. Tentang hal ini para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Hendaknya utang yang dimaksud harus jelas bagi kedua belah pihak. Baik secara nilai ataupun sifatnya. Jika tidak jelas, maka tidak sah transaksi tersebut. Demikianlah di antara rukun-rukun transaksi gadai yang harus terpenuhi. Termasuk di antara rukun transaksi gadai adalah adanya akad atau ijab dan kabul. Hal ini termasuk dari pendapat jumhur ulama, bahwa harus adanya ijab dan kabul. Kemudian ditegaskan lagi oleh para ulama dari kalangan mazhab Syafi’i. Bahkan, mereka berpendapat tidak sah transaksi gadai ini jika tidak ada ijab dan kabul. Alasannya karena transaksi ini termasuk transaksi masalah harta sehingga butuh akan ijab dan kabul. Adapun pendapat dari mazhab Maliki dan Hanbali bahwa akad transaksi gadai tetap sah. Kendati hanya dengan keridaan antara kedua belah pihak secara ‘urf (kebiasaan masyarakat sekitar). Maka, cukup dengan saling memberikan (barang dan utang), atau dengan isyarat yang dapat dipahami, atau dengan tulisan. Alasannya karena keumuman dalil pada seluruh akad yang ada, serta tidak adanya contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang mereka bertransaksi dengan ijab dan kabul. Andaikata mereka menggunakan cara tersebut, niscaya telah tersebar luas sampai sekarang. Nyatanya tidak demikian.[5] Sehingga cukuplah keempat rukun di atas yang telah disebutkan. Syarat sah transaksi gadai[6] Selain rukun, tentunya ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar transaksi gadai dikatakan sah. Di bawah ini termasuk di antara syarat sah gadai: Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikan Karena jika jaminan bukan termasuk yang diperbolehkan untuk dijual, maka tidak ada faedahnya dari jaminan tersebut. Mengingat fungsi dari jaminan adalah ketika peminjam tidak mampu untuk melunasi utangnya, maka pemberi pinjaman berhak untuk menjual jaminan tersebut sebagai bentuk pelunasan dari utang peminjam. Ar-Rahin adalah orang yang layak bertransaksi Di antara syarat sah gadai adalah hendaknya Ar-Rahin termasuk orang yang layak bertransaksi. Yaitu balig, berakal, merdeka, dan tidak terpaksa. Jika kedua belah pihak atau salah satunya bukan dari orang yang layak bertransaksi, maka tidak sah. Ar-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminan Maksudnya, peminjam yang ingin menggadaikan barang jaminannya harus berstatus sebagai pemilik. Bukan barang orang lain yang ia gadaikan. Jika terpaksa barang orang lain yang harus ia gadaikan, maka ia harus mendapatkan izin dari orang tersebut. Barang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Barang jaminan yang diberikan harus bersifat jelas bukan yang bersifat abstrak atau gambling. Jika yang dijadikan jaminan adalah mobil, maka mobil tersebut harus jelas warnanya, mesinnya, harganya, dan sebagainya. Kembali ke bagian 1: Definisi, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya Lanjut ke bagian 3: Jenis-Jenis Gadai yang Diperbolehkan (1) *** Depok, 23 Zulkaidah 1445 / 31 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah Al-Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Maktabah Syamilah   Catatan kaki: [1] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i, 7: 115. [2] Di dalam Islam ada orang-orang yang dimasukkan dalam kategori hajr. Artinya tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi karena beberapa hal yang ada pada dirinya. Seperti bangkrut, murtad, orang gila, dan lain sebagainya. Lihat Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 137. [3] Sebagian ulama mendefinisikan orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya adalah orang yang bangkrut hartanya. [4] Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3825 [5] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 23: 177. [6] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105. Tags: gadai

Fikih Transaksi Gadai (Bag. 2): Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai

Daftar Isi Toggle Rukun transaksi gadai[1]Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan)Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam)Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman)Al-Marhun bihi (Utang)Syarat sah transaksi gadai[6]Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikanAr-Rahin adalah orang yang layak bertransaksiAr-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminanBarang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Beranjak dari pembahasan sebelumnya, setelah membahas tentang definisi, hukum, dan dalil pensyariatan transaksi gadai, termasuk hal yang penting untuk diketahui adalah tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Agar transaksi gadai yang dilaksanakan sah dan sesuai dengan syariat. Rukun transaksi gadai[1] Pada pembahasan sebelumnya, telah sedikit disinggung tentang masalah rukun dari transaksi gadai. Setidaknya dalam transaksi gadai harus terpenuhi beberapa rukun berikut ini: Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan) Rukun yang harus ada ialah jaminan berupa barang atau manfaat yang diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Yang kemudian jaminan tersebut dipegang oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan. Tentang hal ini ada beberapa ketentuan dari para ulama: Pertama: Jaminan tersebut berupa barang atau manfaat. Kendati jaminan berupa manfaat terdapat khilaf di antara para ulama, yang nanti akan datang penjelasannya pada pembahasan berikutnya. Kedua: Jaminan tersebut bisa dan boleh untuk diperjualbelikan. Maksudnya, barang jaminan yang terpenuhi syarat-syarat jual beli padanya. Seperti, adanya barang tersebut ketika akad gadai. Maka, tidak sah menggadaikan anak kambing yang masih ada di dalam perut, karena belum ada wujudnya ketika akad. Tidak sah pula menggadaikan anjing dan babi, karena keduanya bukan termasuk komoditi yang sah untuk diperjualbelikan. Tidak sah pula menggadaikan burung yang sedang terbang di udara. Karena hal itu masih belum pasti untuk dapat diterima. Intinya jaminan tersebut bisa dijadikan sebagai tebusan jika peminjam atau pengutang tidak mampu untuk membayar utangnya. Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam) Maka, yang dimaksud pada rukun yang kedua ini ialah peminjam. Sehingga tanggungannya adalah utang yang diberikan dan jaminan yang harus diserahkan kepada pemberi pinjaman. Dalam masalah Ar-Rahin para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Pertama: Hendaknya Ar-Rahin (peminjam) adalah orang yang sudah layak untuk melakukan transaksi. Seperti sudah mencapai usia balig, berakal, dan tidak di-hajr[2]. Maka, tidak diperbolehkan anak kecil, orang gila, dan orang yang bangkrut hartanya[3] untuk melakukan transaksi gadai. Mengingat tidak termasuk ketentuan yang boleh menjadi Ar-Rahin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ “Pena telah diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi, dan orang gila hingga ia berakal.“[4] Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman) Rukun yang ketiga dari segi ketentuan sama halnya dengan rukun yang kedua. Yaitu, transaksi gadai harus dilakukan oleh orang yang sudah layak melakukan transaksi. Dan posisi pemberi pinjaman pada transaksi ini adalah ia akan menerima jaminan dari peminjam. Ia harus menjaga dan menyimpan jaminan tersebut sampai pinjaman tersebut lunas, maka jaminan tersebut akan dikembalikan kepada peminjam. Tentunya, termasuk poin penting dalam hal ini, antara pihak Ar-Rahin dan Al-Murtahin melakukan transaksi gadai ini secara sukarela dan tidak terpaksa. Jika terpaksa, maka transaksi gadai tidak sah. Al-Marhun bihi (Utang) Tentunya, ini bagian yang terpenting. Karena justru adanya transaksi gadai ini karena ada maksud dari Ar-Rahin untuk berutang atau meminjam. Tentang hal ini para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Hendaknya utang yang dimaksud harus jelas bagi kedua belah pihak. Baik secara nilai ataupun sifatnya. Jika tidak jelas, maka tidak sah transaksi tersebut. Demikianlah di antara rukun-rukun transaksi gadai yang harus terpenuhi. Termasuk di antara rukun transaksi gadai adalah adanya akad atau ijab dan kabul. Hal ini termasuk dari pendapat jumhur ulama, bahwa harus adanya ijab dan kabul. Kemudian ditegaskan lagi oleh para ulama dari kalangan mazhab Syafi’i. Bahkan, mereka berpendapat tidak sah transaksi gadai ini jika tidak ada ijab dan kabul. Alasannya karena transaksi ini termasuk transaksi masalah harta sehingga butuh akan ijab dan kabul. Adapun pendapat dari mazhab Maliki dan Hanbali bahwa akad transaksi gadai tetap sah. Kendati hanya dengan keridaan antara kedua belah pihak secara ‘urf (kebiasaan masyarakat sekitar). Maka, cukup dengan saling memberikan (barang dan utang), atau dengan isyarat yang dapat dipahami, atau dengan tulisan. Alasannya karena keumuman dalil pada seluruh akad yang ada, serta tidak adanya contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang mereka bertransaksi dengan ijab dan kabul. Andaikata mereka menggunakan cara tersebut, niscaya telah tersebar luas sampai sekarang. Nyatanya tidak demikian.[5] Sehingga cukuplah keempat rukun di atas yang telah disebutkan. Syarat sah transaksi gadai[6] Selain rukun, tentunya ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar transaksi gadai dikatakan sah. Di bawah ini termasuk di antara syarat sah gadai: Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikan Karena jika jaminan bukan termasuk yang diperbolehkan untuk dijual, maka tidak ada faedahnya dari jaminan tersebut. Mengingat fungsi dari jaminan adalah ketika peminjam tidak mampu untuk melunasi utangnya, maka pemberi pinjaman berhak untuk menjual jaminan tersebut sebagai bentuk pelunasan dari utang peminjam. Ar-Rahin adalah orang yang layak bertransaksi Di antara syarat sah gadai adalah hendaknya Ar-Rahin termasuk orang yang layak bertransaksi. Yaitu balig, berakal, merdeka, dan tidak terpaksa. Jika kedua belah pihak atau salah satunya bukan dari orang yang layak bertransaksi, maka tidak sah. Ar-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminan Maksudnya, peminjam yang ingin menggadaikan barang jaminannya harus berstatus sebagai pemilik. Bukan barang orang lain yang ia gadaikan. Jika terpaksa barang orang lain yang harus ia gadaikan, maka ia harus mendapatkan izin dari orang tersebut. Barang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Barang jaminan yang diberikan harus bersifat jelas bukan yang bersifat abstrak atau gambling. Jika yang dijadikan jaminan adalah mobil, maka mobil tersebut harus jelas warnanya, mesinnya, harganya, dan sebagainya. Kembali ke bagian 1: Definisi, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya Lanjut ke bagian 3: Jenis-Jenis Gadai yang Diperbolehkan (1) *** Depok, 23 Zulkaidah 1445 / 31 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah Al-Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Maktabah Syamilah   Catatan kaki: [1] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i, 7: 115. [2] Di dalam Islam ada orang-orang yang dimasukkan dalam kategori hajr. Artinya tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi karena beberapa hal yang ada pada dirinya. Seperti bangkrut, murtad, orang gila, dan lain sebagainya. Lihat Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 137. [3] Sebagian ulama mendefinisikan orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya adalah orang yang bangkrut hartanya. [4] Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3825 [5] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 23: 177. [6] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105. Tags: gadai
Daftar Isi Toggle Rukun transaksi gadai[1]Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan)Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam)Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman)Al-Marhun bihi (Utang)Syarat sah transaksi gadai[6]Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikanAr-Rahin adalah orang yang layak bertransaksiAr-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminanBarang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Beranjak dari pembahasan sebelumnya, setelah membahas tentang definisi, hukum, dan dalil pensyariatan transaksi gadai, termasuk hal yang penting untuk diketahui adalah tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Agar transaksi gadai yang dilaksanakan sah dan sesuai dengan syariat. Rukun transaksi gadai[1] Pada pembahasan sebelumnya, telah sedikit disinggung tentang masalah rukun dari transaksi gadai. Setidaknya dalam transaksi gadai harus terpenuhi beberapa rukun berikut ini: Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan) Rukun yang harus ada ialah jaminan berupa barang atau manfaat yang diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Yang kemudian jaminan tersebut dipegang oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan. Tentang hal ini ada beberapa ketentuan dari para ulama: Pertama: Jaminan tersebut berupa barang atau manfaat. Kendati jaminan berupa manfaat terdapat khilaf di antara para ulama, yang nanti akan datang penjelasannya pada pembahasan berikutnya. Kedua: Jaminan tersebut bisa dan boleh untuk diperjualbelikan. Maksudnya, barang jaminan yang terpenuhi syarat-syarat jual beli padanya. Seperti, adanya barang tersebut ketika akad gadai. Maka, tidak sah menggadaikan anak kambing yang masih ada di dalam perut, karena belum ada wujudnya ketika akad. Tidak sah pula menggadaikan anjing dan babi, karena keduanya bukan termasuk komoditi yang sah untuk diperjualbelikan. Tidak sah pula menggadaikan burung yang sedang terbang di udara. Karena hal itu masih belum pasti untuk dapat diterima. Intinya jaminan tersebut bisa dijadikan sebagai tebusan jika peminjam atau pengutang tidak mampu untuk membayar utangnya. Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam) Maka, yang dimaksud pada rukun yang kedua ini ialah peminjam. Sehingga tanggungannya adalah utang yang diberikan dan jaminan yang harus diserahkan kepada pemberi pinjaman. Dalam masalah Ar-Rahin para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Pertama: Hendaknya Ar-Rahin (peminjam) adalah orang yang sudah layak untuk melakukan transaksi. Seperti sudah mencapai usia balig, berakal, dan tidak di-hajr[2]. Maka, tidak diperbolehkan anak kecil, orang gila, dan orang yang bangkrut hartanya[3] untuk melakukan transaksi gadai. Mengingat tidak termasuk ketentuan yang boleh menjadi Ar-Rahin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ “Pena telah diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi, dan orang gila hingga ia berakal.“[4] Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman) Rukun yang ketiga dari segi ketentuan sama halnya dengan rukun yang kedua. Yaitu, transaksi gadai harus dilakukan oleh orang yang sudah layak melakukan transaksi. Dan posisi pemberi pinjaman pada transaksi ini adalah ia akan menerima jaminan dari peminjam. Ia harus menjaga dan menyimpan jaminan tersebut sampai pinjaman tersebut lunas, maka jaminan tersebut akan dikembalikan kepada peminjam. Tentunya, termasuk poin penting dalam hal ini, antara pihak Ar-Rahin dan Al-Murtahin melakukan transaksi gadai ini secara sukarela dan tidak terpaksa. Jika terpaksa, maka transaksi gadai tidak sah. Al-Marhun bihi (Utang) Tentunya, ini bagian yang terpenting. Karena justru adanya transaksi gadai ini karena ada maksud dari Ar-Rahin untuk berutang atau meminjam. Tentang hal ini para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Hendaknya utang yang dimaksud harus jelas bagi kedua belah pihak. Baik secara nilai ataupun sifatnya. Jika tidak jelas, maka tidak sah transaksi tersebut. Demikianlah di antara rukun-rukun transaksi gadai yang harus terpenuhi. Termasuk di antara rukun transaksi gadai adalah adanya akad atau ijab dan kabul. Hal ini termasuk dari pendapat jumhur ulama, bahwa harus adanya ijab dan kabul. Kemudian ditegaskan lagi oleh para ulama dari kalangan mazhab Syafi’i. Bahkan, mereka berpendapat tidak sah transaksi gadai ini jika tidak ada ijab dan kabul. Alasannya karena transaksi ini termasuk transaksi masalah harta sehingga butuh akan ijab dan kabul. Adapun pendapat dari mazhab Maliki dan Hanbali bahwa akad transaksi gadai tetap sah. Kendati hanya dengan keridaan antara kedua belah pihak secara ‘urf (kebiasaan masyarakat sekitar). Maka, cukup dengan saling memberikan (barang dan utang), atau dengan isyarat yang dapat dipahami, atau dengan tulisan. Alasannya karena keumuman dalil pada seluruh akad yang ada, serta tidak adanya contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang mereka bertransaksi dengan ijab dan kabul. Andaikata mereka menggunakan cara tersebut, niscaya telah tersebar luas sampai sekarang. Nyatanya tidak demikian.[5] Sehingga cukuplah keempat rukun di atas yang telah disebutkan. Syarat sah transaksi gadai[6] Selain rukun, tentunya ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar transaksi gadai dikatakan sah. Di bawah ini termasuk di antara syarat sah gadai: Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikan Karena jika jaminan bukan termasuk yang diperbolehkan untuk dijual, maka tidak ada faedahnya dari jaminan tersebut. Mengingat fungsi dari jaminan adalah ketika peminjam tidak mampu untuk melunasi utangnya, maka pemberi pinjaman berhak untuk menjual jaminan tersebut sebagai bentuk pelunasan dari utang peminjam. Ar-Rahin adalah orang yang layak bertransaksi Di antara syarat sah gadai adalah hendaknya Ar-Rahin termasuk orang yang layak bertransaksi. Yaitu balig, berakal, merdeka, dan tidak terpaksa. Jika kedua belah pihak atau salah satunya bukan dari orang yang layak bertransaksi, maka tidak sah. Ar-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminan Maksudnya, peminjam yang ingin menggadaikan barang jaminannya harus berstatus sebagai pemilik. Bukan barang orang lain yang ia gadaikan. Jika terpaksa barang orang lain yang harus ia gadaikan, maka ia harus mendapatkan izin dari orang tersebut. Barang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Barang jaminan yang diberikan harus bersifat jelas bukan yang bersifat abstrak atau gambling. Jika yang dijadikan jaminan adalah mobil, maka mobil tersebut harus jelas warnanya, mesinnya, harganya, dan sebagainya. Kembali ke bagian 1: Definisi, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya Lanjut ke bagian 3: Jenis-Jenis Gadai yang Diperbolehkan (1) *** Depok, 23 Zulkaidah 1445 / 31 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah Al-Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Maktabah Syamilah   Catatan kaki: [1] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i, 7: 115. [2] Di dalam Islam ada orang-orang yang dimasukkan dalam kategori hajr. Artinya tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi karena beberapa hal yang ada pada dirinya. Seperti bangkrut, murtad, orang gila, dan lain sebagainya. Lihat Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 137. [3] Sebagian ulama mendefinisikan orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya adalah orang yang bangkrut hartanya. [4] Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3825 [5] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 23: 177. [6] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105. Tags: gadai


Daftar Isi Toggle Rukun transaksi gadai[1]Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan)Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam)Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman)Al-Marhun bihi (Utang)Syarat sah transaksi gadai[6]Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikanAr-Rahin adalah orang yang layak bertransaksiAr-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminanBarang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Beranjak dari pembahasan sebelumnya, setelah membahas tentang definisi, hukum, dan dalil pensyariatan transaksi gadai, termasuk hal yang penting untuk diketahui adalah tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Agar transaksi gadai yang dilaksanakan sah dan sesuai dengan syariat. Rukun transaksi gadai[1] Pada pembahasan sebelumnya, telah sedikit disinggung tentang masalah rukun dari transaksi gadai. Setidaknya dalam transaksi gadai harus terpenuhi beberapa rukun berikut ini: Ar-Rahn / Al-Marhun (Jaminan) Rukun yang harus ada ialah jaminan berupa barang atau manfaat yang diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Yang kemudian jaminan tersebut dipegang oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan. Tentang hal ini ada beberapa ketentuan dari para ulama: Pertama: Jaminan tersebut berupa barang atau manfaat. Kendati jaminan berupa manfaat terdapat khilaf di antara para ulama, yang nanti akan datang penjelasannya pada pembahasan berikutnya. Kedua: Jaminan tersebut bisa dan boleh untuk diperjualbelikan. Maksudnya, barang jaminan yang terpenuhi syarat-syarat jual beli padanya. Seperti, adanya barang tersebut ketika akad gadai. Maka, tidak sah menggadaikan anak kambing yang masih ada di dalam perut, karena belum ada wujudnya ketika akad. Tidak sah pula menggadaikan anjing dan babi, karena keduanya bukan termasuk komoditi yang sah untuk diperjualbelikan. Tidak sah pula menggadaikan burung yang sedang terbang di udara. Karena hal itu masih belum pasti untuk dapat diterima. Intinya jaminan tersebut bisa dijadikan sebagai tebusan jika peminjam atau pengutang tidak mampu untuk membayar utangnya. Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan / Peminjam) Maka, yang dimaksud pada rukun yang kedua ini ialah peminjam. Sehingga tanggungannya adalah utang yang diberikan dan jaminan yang harus diserahkan kepada pemberi pinjaman. Dalam masalah Ar-Rahin para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Pertama: Hendaknya Ar-Rahin (peminjam) adalah orang yang sudah layak untuk melakukan transaksi. Seperti sudah mencapai usia balig, berakal, dan tidak di-hajr[2]. Maka, tidak diperbolehkan anak kecil, orang gila, dan orang yang bangkrut hartanya[3] untuk melakukan transaksi gadai. Mengingat tidak termasuk ketentuan yang boleh menjadi Ar-Rahin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ “Pena telah diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi, dan orang gila hingga ia berakal.“[4] Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan / Pemberi pinjaman) Rukun yang ketiga dari segi ketentuan sama halnya dengan rukun yang kedua. Yaitu, transaksi gadai harus dilakukan oleh orang yang sudah layak melakukan transaksi. Dan posisi pemberi pinjaman pada transaksi ini adalah ia akan menerima jaminan dari peminjam. Ia harus menjaga dan menyimpan jaminan tersebut sampai pinjaman tersebut lunas, maka jaminan tersebut akan dikembalikan kepada peminjam. Tentunya, termasuk poin penting dalam hal ini, antara pihak Ar-Rahin dan Al-Murtahin melakukan transaksi gadai ini secara sukarela dan tidak terpaksa. Jika terpaksa, maka transaksi gadai tidak sah. Al-Marhun bihi (Utang) Tentunya, ini bagian yang terpenting. Karena justru adanya transaksi gadai ini karena ada maksud dari Ar-Rahin untuk berutang atau meminjam. Tentang hal ini para ulama memberikan ketentuan di antaranya: Hendaknya utang yang dimaksud harus jelas bagi kedua belah pihak. Baik secara nilai ataupun sifatnya. Jika tidak jelas, maka tidak sah transaksi tersebut. Demikianlah di antara rukun-rukun transaksi gadai yang harus terpenuhi. Termasuk di antara rukun transaksi gadai adalah adanya akad atau ijab dan kabul. Hal ini termasuk dari pendapat jumhur ulama, bahwa harus adanya ijab dan kabul. Kemudian ditegaskan lagi oleh para ulama dari kalangan mazhab Syafi’i. Bahkan, mereka berpendapat tidak sah transaksi gadai ini jika tidak ada ijab dan kabul. Alasannya karena transaksi ini termasuk transaksi masalah harta sehingga butuh akan ijab dan kabul. Adapun pendapat dari mazhab Maliki dan Hanbali bahwa akad transaksi gadai tetap sah. Kendati hanya dengan keridaan antara kedua belah pihak secara ‘urf (kebiasaan masyarakat sekitar). Maka, cukup dengan saling memberikan (barang dan utang), atau dengan isyarat yang dapat dipahami, atau dengan tulisan. Alasannya karena keumuman dalil pada seluruh akad yang ada, serta tidak adanya contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang mereka bertransaksi dengan ijab dan kabul. Andaikata mereka menggunakan cara tersebut, niscaya telah tersebar luas sampai sekarang. Nyatanya tidak demikian.[5] Sehingga cukuplah keempat rukun di atas yang telah disebutkan. Syarat sah transaksi gadai[6] Selain rukun, tentunya ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar transaksi gadai dikatakan sah. Di bawah ini termasuk di antara syarat sah gadai: Jaminan yang diberikan peminjam termasuk dari barang yang boleh untuk diperjualbelikan Karena jika jaminan bukan termasuk yang diperbolehkan untuk dijual, maka tidak ada faedahnya dari jaminan tersebut. Mengingat fungsi dari jaminan adalah ketika peminjam tidak mampu untuk melunasi utangnya, maka pemberi pinjaman berhak untuk menjual jaminan tersebut sebagai bentuk pelunasan dari utang peminjam. Ar-Rahin adalah orang yang layak bertransaksi Di antara syarat sah gadai adalah hendaknya Ar-Rahin termasuk orang yang layak bertransaksi. Yaitu balig, berakal, merdeka, dan tidak terpaksa. Jika kedua belah pihak atau salah satunya bukan dari orang yang layak bertransaksi, maka tidak sah. Ar-Rahin berstatus sebagai pemilik barang jaminan Maksudnya, peminjam yang ingin menggadaikan barang jaminannya harus berstatus sebagai pemilik. Bukan barang orang lain yang ia gadaikan. Jika terpaksa barang orang lain yang harus ia gadaikan, maka ia harus mendapatkan izin dari orang tersebut. Barang jaminan dapat diketahui sifat, jenis, dan nilainya Barang jaminan yang diberikan harus bersifat jelas bukan yang bersifat abstrak atau gambling. Jika yang dijadikan jaminan adalah mobil, maka mobil tersebut harus jelas warnanya, mesinnya, harganya, dan sebagainya. Kembali ke bagian 1: Definisi, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya Lanjut ke bagian 3: Jenis-Jenis Gadai yang Diperbolehkan (1) *** Depok, 23 Zulkaidah 1445 / 31 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah Al-Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Maktabah Syamilah   Catatan kaki: [1] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imam Asy-Syafi’i, 7: 115. [2] Di dalam Islam ada orang-orang yang dimasukkan dalam kategori hajr. Artinya tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi karena beberapa hal yang ada pada dirinya. Seperti bangkrut, murtad, orang gila, dan lain sebagainya. Lihat Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 137. [3] Sebagian ulama mendefinisikan orang yang utangnya lebih banyak daripada hartanya adalah orang yang bangkrut hartanya. [4] Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3825 [5] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 23: 177. [6] Lihat pembahasan ini di kitab Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105. Tags: gadai

Fikih Transaksi Gadai (Bag. 3): Jenis-Jenis Gadai yang Diperbolehkan (1)

Daftar Isi Toggle Kaidah yang harus diketahui Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macamGadai berupa barang Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Dan telah jelas pula bahwasanya gadai adalah salah satu transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam. Tentunya, hal ini sebagai kemudahan dari Allah Ta’ala untuk kaum muslimin dalam bermuamalah dengan kaum muslimin yang lainnya. Pada tulisan ini, akan lebih spesifik lagi membahas tentang apa saja yang boleh untuk digadaikan menurut syariat Islam, tidak hanya sebatas benda ataupun barang. Tentunya, agar transaksi gadai tidak sampai terjatuh kepada perkara syubhat ataupun perkara yang haram. Karena hal yang halal telah jelas dan yang haram pun telah jelas sifatnya. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ “Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya. Tetapi, siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman.” [1] Kaidah yang harus diketahui Sebelum melangkah lebih jauh, dalam hal ini terdapat kaidah yang harus dipahami. Dengan memahami kaidah ini, akan mudah untuk mengetahui apa saja barang-barang yang diperbolehkan untuk digadaikan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, كُلُّ عَيْنٍ يَجُوْزُ بَيْعُهَا يَجُوْزُ رَهْنُهَا وَمَا لَا فَلَا “Setiap jenis barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Sebaliknya, jenis barang yang tidak boleh dijual, maka tidak boleh digadaikan.”[2] Para ulama fikih sepakat atas kaidah ini.[3] Bahwasanya boleh menggadaikan seluruh barang yang dimiliki oleh peminjam sebagai jaminan utangnya atau sebagai tebusan, yang bisa dimanfaatkan setelah barang tersebut dijual ketika peminjam tidak mampu untuk menyelesaikan utangnya. Namun, mereka berbeda pendapat di sebagian perincian tentang masalah ini. Adapun mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat, sebagaimana disebutkan di atas. Yaitu, setiap barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh pula untuk digadaikan. Karena tujuan dari barang gadaian adalah dijual untuk menutupi utang ketika peminjam tidak mampu membayarnya. Jika tujuan dari gadai adalah untuk dijual, maka selanjutnya menjadi sebuah ketentuan barang gadai adalah harus berdasarkan jenis barang yang bisa dijual. Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macam Pertama: Gadai berupa barang (rumah, perhiasan, dan lain-lain). Kedua: Gadai berupa manfaat atau jasa. Ketiga: Gadai berupa utang. Keempat: Gadai berupa hewan, ladang, dan tanaman. Masing-masing poin di atas akan diuraikan pada penjelasan di bawah ini. Gadai berupa barang Barang-barang yang bisa digadaikan sangatlah banyak. Namun, tentunya ada barang-barang yang boleh digadaikan, ada yang tidak boleh digadaikan. Berikut ini penjelasan terkait barang apa saja yang boleh digadaikan. Gambaran contoh penggadaian barang Ali membutuhkan uang sebesar Rp.100.000.000,-. Ia memiliki aset pribadi berupa kendaraan mobil. Kemudian Ali datang ke Abdullah untuk meminjam uang sebesar Rp.100.000.000,-. Bersamaan dengan itu, Ali memberikan mobilnya kepada Abdullah sebagai jaminan atas utang yang Ali dapatkan dari Abdullah. Tentunya, hal ini diperbolehkan. Karena jenis barang gadaian yang diberikan Ali kepada Abdullah adalah jenis barang yang boleh diperjualbelikan. Begitu pun dengan jenis-jenis barang yang lain, seperti rumah, buku, perhiasan, tanah, dan lain sebagainya. Selama barang tersebut boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Para ulama khilaf (berbeda pendapat) tentang masalah ini, apakah boleh menggadaikan jasa atau manfaat. Jumhur ulama berpendapat[5] tidak boleh menggadaikan manfaat. Karena beberapa alasan. Di antaranya: Pertama: Karena manfaat sifatnya hanya dimiliki sementara. Tidak dapat digunakan untuk menyempurnakan utang. Kedua: Manfaat sifatnya lambat laun akan sirna dan hilang. Ketiga: Pendapat dari mazhab Hanafi menuturkan bahwa manfaat bukan termasuk harta yang bernilai. Sehingga tidak bisa untuk digadaikan. Inilah ketiga alasan yang menyebabkan para ulama berpendapat tidak diperbolehkan gadai yang sifatnya jasa atau manfaat. Pendapat yang membolehkan adalah pendapat mazhab Maliki. Pendapat ini dikuatkan oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Dengan alasan: Pertama: Karena utang sangat memungkinkan untuk dilunaskan dengan jasa atau manfaat. Kedua: Kaidah asal tentang muamalah. Bahwasanya asal dari muamalah adalah mubah sampai datangnya dalil yang mengharamkannya. Sehingga sangat memungkinkan manfaat dapat digadaikan berdasarkan pendapat yang membolehkan. Gambaran contoh penggadaian manfaat atau jasa Ali memiliki rumah dan ingin meminjam uang kepada Abdullah sebesar Rp.100.000.000,-. Aset yang dimiliki Ali adalah rumah. Kemudian Ali menyewakan rumah tersebut kepada orang lain. Manfaat yang didapatkan dari rumah tersebut dijadikan sebagai gadai kepada Abdullah. Sehingga Abdullah menjadikan manfaat dari sewa rumah Ali sebagai gadai. Maka, hal seperti ini diperbolehkan. Di antara bentuk contoh yang lain, yaitu adalah mukatab[6]. Mukatab adalah budak yang sedang dalam proses untuk memerdekakan dirinya sendiri. Dengan cara mencicil dirinya sendiri kepada tuannya sampai batas waktu yang ditentukan. Bagi tuan yang memiliki budak seperti ini, dalam syariat dituntut untuk menerima permintaan budaknya. Bahkan, ia wajib menerima permintaan budaknya untuk memerdekakannya. Terlebih-lebih, jika tuannya tahu bahwa ketika budak itu merdeka terdapat kebaikan yang banyak. Allah Ta’ala berfirman, وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَـٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيہِمۡ خَيۡرً۬ا “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (QS. An-Nur: 33) Lalu, bagaimana mukatab bisa digadaikan? Mukatab boleh digadaikan oleh tuannya karena mukatab di antara hal yang boleh untuk diperjualbelikan. Gambarannya sebagai berikut. Ali memiliki mukatab, kemudian ia ingin meminjam uang kepada Abdullah dengan menggadaikan mukatab-nya kepada Abdullah. Sehingga Abdullah meminjamkan uang kepada Ali dan Ali memberikan mukatab-nya kepada Abdullah sebagai jaminan utangnya. Hal ini termasuk gadai yang berupa manfaat atau jasa. Dan ini diperbolehkan karena mukatab termasuk yang boleh untuk diperjualbelikan. Di antara contoh yang lain adalah mudabbar adalah budak yang dijanjikan merdeka ketika tuannya wafat. Maka, selama tuannya belum wafat, ketika tuannya ingin menggadaikan mudabbar-nya, maka hal ini juga diperbolehkan. Karena budak tersebut belum merdeka dan bisa diperjualbelikan. Semoga bermanfaat. Wallahul Muwaffiq. Kembali ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai Lanjut ke bagian 4: [Bersambung] *** Depok, 24 Zulkaidah 1445 / 01 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd. Shahih Fiqih Sunnah, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Cet. Maktabah Taufiqiyyah. Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. https://dorar.net/ Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] Hadis sahih diriwayatkan oleh Muslim no. 2996. [2] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, 9: 122, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 322, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid. [4] Pembahasan ini bisa dilihat di https://dorar.net/feqhia/9047. [5] Pendapat terbanyak tentang hal ini adalah pendapat dari mazhab Syafi’i. Hampir mayoritas mazhab Syafi’i berpendapat tidak bolehnya menggadaikan manfaat. [6] Sejatinya pembahasan ini sangat kecil terjadi kemungkinannya pada zaman ini. Karena perbudakan di zaman ini sudah tidak ada. Namun, sebagai tambahan faedah, kiranya perlu untuk dicantumkan pembahasan ini, terlebih hal ini sebagai penguat pendapat akan diperbolehkannya menggadaikan manfaat. Pembahasan ini bisa dilihat di Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, 9: 123. Tags: gadai

Fikih Transaksi Gadai (Bag. 3): Jenis-Jenis Gadai yang Diperbolehkan (1)

Daftar Isi Toggle Kaidah yang harus diketahui Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macamGadai berupa barang Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Dan telah jelas pula bahwasanya gadai adalah salah satu transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam. Tentunya, hal ini sebagai kemudahan dari Allah Ta’ala untuk kaum muslimin dalam bermuamalah dengan kaum muslimin yang lainnya. Pada tulisan ini, akan lebih spesifik lagi membahas tentang apa saja yang boleh untuk digadaikan menurut syariat Islam, tidak hanya sebatas benda ataupun barang. Tentunya, agar transaksi gadai tidak sampai terjatuh kepada perkara syubhat ataupun perkara yang haram. Karena hal yang halal telah jelas dan yang haram pun telah jelas sifatnya. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ “Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya. Tetapi, siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman.” [1] Kaidah yang harus diketahui Sebelum melangkah lebih jauh, dalam hal ini terdapat kaidah yang harus dipahami. Dengan memahami kaidah ini, akan mudah untuk mengetahui apa saja barang-barang yang diperbolehkan untuk digadaikan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, كُلُّ عَيْنٍ يَجُوْزُ بَيْعُهَا يَجُوْزُ رَهْنُهَا وَمَا لَا فَلَا “Setiap jenis barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Sebaliknya, jenis barang yang tidak boleh dijual, maka tidak boleh digadaikan.”[2] Para ulama fikih sepakat atas kaidah ini.[3] Bahwasanya boleh menggadaikan seluruh barang yang dimiliki oleh peminjam sebagai jaminan utangnya atau sebagai tebusan, yang bisa dimanfaatkan setelah barang tersebut dijual ketika peminjam tidak mampu untuk menyelesaikan utangnya. Namun, mereka berbeda pendapat di sebagian perincian tentang masalah ini. Adapun mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat, sebagaimana disebutkan di atas. Yaitu, setiap barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh pula untuk digadaikan. Karena tujuan dari barang gadaian adalah dijual untuk menutupi utang ketika peminjam tidak mampu membayarnya. Jika tujuan dari gadai adalah untuk dijual, maka selanjutnya menjadi sebuah ketentuan barang gadai adalah harus berdasarkan jenis barang yang bisa dijual. Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macam Pertama: Gadai berupa barang (rumah, perhiasan, dan lain-lain). Kedua: Gadai berupa manfaat atau jasa. Ketiga: Gadai berupa utang. Keempat: Gadai berupa hewan, ladang, dan tanaman. Masing-masing poin di atas akan diuraikan pada penjelasan di bawah ini. Gadai berupa barang Barang-barang yang bisa digadaikan sangatlah banyak. Namun, tentunya ada barang-barang yang boleh digadaikan, ada yang tidak boleh digadaikan. Berikut ini penjelasan terkait barang apa saja yang boleh digadaikan. Gambaran contoh penggadaian barang Ali membutuhkan uang sebesar Rp.100.000.000,-. Ia memiliki aset pribadi berupa kendaraan mobil. Kemudian Ali datang ke Abdullah untuk meminjam uang sebesar Rp.100.000.000,-. Bersamaan dengan itu, Ali memberikan mobilnya kepada Abdullah sebagai jaminan atas utang yang Ali dapatkan dari Abdullah. Tentunya, hal ini diperbolehkan. Karena jenis barang gadaian yang diberikan Ali kepada Abdullah adalah jenis barang yang boleh diperjualbelikan. Begitu pun dengan jenis-jenis barang yang lain, seperti rumah, buku, perhiasan, tanah, dan lain sebagainya. Selama barang tersebut boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Para ulama khilaf (berbeda pendapat) tentang masalah ini, apakah boleh menggadaikan jasa atau manfaat. Jumhur ulama berpendapat[5] tidak boleh menggadaikan manfaat. Karena beberapa alasan. Di antaranya: Pertama: Karena manfaat sifatnya hanya dimiliki sementara. Tidak dapat digunakan untuk menyempurnakan utang. Kedua: Manfaat sifatnya lambat laun akan sirna dan hilang. Ketiga: Pendapat dari mazhab Hanafi menuturkan bahwa manfaat bukan termasuk harta yang bernilai. Sehingga tidak bisa untuk digadaikan. Inilah ketiga alasan yang menyebabkan para ulama berpendapat tidak diperbolehkan gadai yang sifatnya jasa atau manfaat. Pendapat yang membolehkan adalah pendapat mazhab Maliki. Pendapat ini dikuatkan oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Dengan alasan: Pertama: Karena utang sangat memungkinkan untuk dilunaskan dengan jasa atau manfaat. Kedua: Kaidah asal tentang muamalah. Bahwasanya asal dari muamalah adalah mubah sampai datangnya dalil yang mengharamkannya. Sehingga sangat memungkinkan manfaat dapat digadaikan berdasarkan pendapat yang membolehkan. Gambaran contoh penggadaian manfaat atau jasa Ali memiliki rumah dan ingin meminjam uang kepada Abdullah sebesar Rp.100.000.000,-. Aset yang dimiliki Ali adalah rumah. Kemudian Ali menyewakan rumah tersebut kepada orang lain. Manfaat yang didapatkan dari rumah tersebut dijadikan sebagai gadai kepada Abdullah. Sehingga Abdullah menjadikan manfaat dari sewa rumah Ali sebagai gadai. Maka, hal seperti ini diperbolehkan. Di antara bentuk contoh yang lain, yaitu adalah mukatab[6]. Mukatab adalah budak yang sedang dalam proses untuk memerdekakan dirinya sendiri. Dengan cara mencicil dirinya sendiri kepada tuannya sampai batas waktu yang ditentukan. Bagi tuan yang memiliki budak seperti ini, dalam syariat dituntut untuk menerima permintaan budaknya. Bahkan, ia wajib menerima permintaan budaknya untuk memerdekakannya. Terlebih-lebih, jika tuannya tahu bahwa ketika budak itu merdeka terdapat kebaikan yang banyak. Allah Ta’ala berfirman, وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَـٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيہِمۡ خَيۡرً۬ا “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (QS. An-Nur: 33) Lalu, bagaimana mukatab bisa digadaikan? Mukatab boleh digadaikan oleh tuannya karena mukatab di antara hal yang boleh untuk diperjualbelikan. Gambarannya sebagai berikut. Ali memiliki mukatab, kemudian ia ingin meminjam uang kepada Abdullah dengan menggadaikan mukatab-nya kepada Abdullah. Sehingga Abdullah meminjamkan uang kepada Ali dan Ali memberikan mukatab-nya kepada Abdullah sebagai jaminan utangnya. Hal ini termasuk gadai yang berupa manfaat atau jasa. Dan ini diperbolehkan karena mukatab termasuk yang boleh untuk diperjualbelikan. Di antara contoh yang lain adalah mudabbar adalah budak yang dijanjikan merdeka ketika tuannya wafat. Maka, selama tuannya belum wafat, ketika tuannya ingin menggadaikan mudabbar-nya, maka hal ini juga diperbolehkan. Karena budak tersebut belum merdeka dan bisa diperjualbelikan. Semoga bermanfaat. Wallahul Muwaffiq. Kembali ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai Lanjut ke bagian 4: [Bersambung] *** Depok, 24 Zulkaidah 1445 / 01 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd. Shahih Fiqih Sunnah, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Cet. Maktabah Taufiqiyyah. Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. https://dorar.net/ Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] Hadis sahih diriwayatkan oleh Muslim no. 2996. [2] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, 9: 122, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 322, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid. [4] Pembahasan ini bisa dilihat di https://dorar.net/feqhia/9047. [5] Pendapat terbanyak tentang hal ini adalah pendapat dari mazhab Syafi’i. Hampir mayoritas mazhab Syafi’i berpendapat tidak bolehnya menggadaikan manfaat. [6] Sejatinya pembahasan ini sangat kecil terjadi kemungkinannya pada zaman ini. Karena perbudakan di zaman ini sudah tidak ada. Namun, sebagai tambahan faedah, kiranya perlu untuk dicantumkan pembahasan ini, terlebih hal ini sebagai penguat pendapat akan diperbolehkannya menggadaikan manfaat. Pembahasan ini bisa dilihat di Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, 9: 123. Tags: gadai
Daftar Isi Toggle Kaidah yang harus diketahui Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macamGadai berupa barang Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Dan telah jelas pula bahwasanya gadai adalah salah satu transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam. Tentunya, hal ini sebagai kemudahan dari Allah Ta’ala untuk kaum muslimin dalam bermuamalah dengan kaum muslimin yang lainnya. Pada tulisan ini, akan lebih spesifik lagi membahas tentang apa saja yang boleh untuk digadaikan menurut syariat Islam, tidak hanya sebatas benda ataupun barang. Tentunya, agar transaksi gadai tidak sampai terjatuh kepada perkara syubhat ataupun perkara yang haram. Karena hal yang halal telah jelas dan yang haram pun telah jelas sifatnya. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ “Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya. Tetapi, siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman.” [1] Kaidah yang harus diketahui Sebelum melangkah lebih jauh, dalam hal ini terdapat kaidah yang harus dipahami. Dengan memahami kaidah ini, akan mudah untuk mengetahui apa saja barang-barang yang diperbolehkan untuk digadaikan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, كُلُّ عَيْنٍ يَجُوْزُ بَيْعُهَا يَجُوْزُ رَهْنُهَا وَمَا لَا فَلَا “Setiap jenis barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Sebaliknya, jenis barang yang tidak boleh dijual, maka tidak boleh digadaikan.”[2] Para ulama fikih sepakat atas kaidah ini.[3] Bahwasanya boleh menggadaikan seluruh barang yang dimiliki oleh peminjam sebagai jaminan utangnya atau sebagai tebusan, yang bisa dimanfaatkan setelah barang tersebut dijual ketika peminjam tidak mampu untuk menyelesaikan utangnya. Namun, mereka berbeda pendapat di sebagian perincian tentang masalah ini. Adapun mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat, sebagaimana disebutkan di atas. Yaitu, setiap barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh pula untuk digadaikan. Karena tujuan dari barang gadaian adalah dijual untuk menutupi utang ketika peminjam tidak mampu membayarnya. Jika tujuan dari gadai adalah untuk dijual, maka selanjutnya menjadi sebuah ketentuan barang gadai adalah harus berdasarkan jenis barang yang bisa dijual. Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macam Pertama: Gadai berupa barang (rumah, perhiasan, dan lain-lain). Kedua: Gadai berupa manfaat atau jasa. Ketiga: Gadai berupa utang. Keempat: Gadai berupa hewan, ladang, dan tanaman. Masing-masing poin di atas akan diuraikan pada penjelasan di bawah ini. Gadai berupa barang Barang-barang yang bisa digadaikan sangatlah banyak. Namun, tentunya ada barang-barang yang boleh digadaikan, ada yang tidak boleh digadaikan. Berikut ini penjelasan terkait barang apa saja yang boleh digadaikan. Gambaran contoh penggadaian barang Ali membutuhkan uang sebesar Rp.100.000.000,-. Ia memiliki aset pribadi berupa kendaraan mobil. Kemudian Ali datang ke Abdullah untuk meminjam uang sebesar Rp.100.000.000,-. Bersamaan dengan itu, Ali memberikan mobilnya kepada Abdullah sebagai jaminan atas utang yang Ali dapatkan dari Abdullah. Tentunya, hal ini diperbolehkan. Karena jenis barang gadaian yang diberikan Ali kepada Abdullah adalah jenis barang yang boleh diperjualbelikan. Begitu pun dengan jenis-jenis barang yang lain, seperti rumah, buku, perhiasan, tanah, dan lain sebagainya. Selama barang tersebut boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Para ulama khilaf (berbeda pendapat) tentang masalah ini, apakah boleh menggadaikan jasa atau manfaat. Jumhur ulama berpendapat[5] tidak boleh menggadaikan manfaat. Karena beberapa alasan. Di antaranya: Pertama: Karena manfaat sifatnya hanya dimiliki sementara. Tidak dapat digunakan untuk menyempurnakan utang. Kedua: Manfaat sifatnya lambat laun akan sirna dan hilang. Ketiga: Pendapat dari mazhab Hanafi menuturkan bahwa manfaat bukan termasuk harta yang bernilai. Sehingga tidak bisa untuk digadaikan. Inilah ketiga alasan yang menyebabkan para ulama berpendapat tidak diperbolehkan gadai yang sifatnya jasa atau manfaat. Pendapat yang membolehkan adalah pendapat mazhab Maliki. Pendapat ini dikuatkan oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Dengan alasan: Pertama: Karena utang sangat memungkinkan untuk dilunaskan dengan jasa atau manfaat. Kedua: Kaidah asal tentang muamalah. Bahwasanya asal dari muamalah adalah mubah sampai datangnya dalil yang mengharamkannya. Sehingga sangat memungkinkan manfaat dapat digadaikan berdasarkan pendapat yang membolehkan. Gambaran contoh penggadaian manfaat atau jasa Ali memiliki rumah dan ingin meminjam uang kepada Abdullah sebesar Rp.100.000.000,-. Aset yang dimiliki Ali adalah rumah. Kemudian Ali menyewakan rumah tersebut kepada orang lain. Manfaat yang didapatkan dari rumah tersebut dijadikan sebagai gadai kepada Abdullah. Sehingga Abdullah menjadikan manfaat dari sewa rumah Ali sebagai gadai. Maka, hal seperti ini diperbolehkan. Di antara bentuk contoh yang lain, yaitu adalah mukatab[6]. Mukatab adalah budak yang sedang dalam proses untuk memerdekakan dirinya sendiri. Dengan cara mencicil dirinya sendiri kepada tuannya sampai batas waktu yang ditentukan. Bagi tuan yang memiliki budak seperti ini, dalam syariat dituntut untuk menerima permintaan budaknya. Bahkan, ia wajib menerima permintaan budaknya untuk memerdekakannya. Terlebih-lebih, jika tuannya tahu bahwa ketika budak itu merdeka terdapat kebaikan yang banyak. Allah Ta’ala berfirman, وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَـٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيہِمۡ خَيۡرً۬ا “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (QS. An-Nur: 33) Lalu, bagaimana mukatab bisa digadaikan? Mukatab boleh digadaikan oleh tuannya karena mukatab di antara hal yang boleh untuk diperjualbelikan. Gambarannya sebagai berikut. Ali memiliki mukatab, kemudian ia ingin meminjam uang kepada Abdullah dengan menggadaikan mukatab-nya kepada Abdullah. Sehingga Abdullah meminjamkan uang kepada Ali dan Ali memberikan mukatab-nya kepada Abdullah sebagai jaminan utangnya. Hal ini termasuk gadai yang berupa manfaat atau jasa. Dan ini diperbolehkan karena mukatab termasuk yang boleh untuk diperjualbelikan. Di antara contoh yang lain adalah mudabbar adalah budak yang dijanjikan merdeka ketika tuannya wafat. Maka, selama tuannya belum wafat, ketika tuannya ingin menggadaikan mudabbar-nya, maka hal ini juga diperbolehkan. Karena budak tersebut belum merdeka dan bisa diperjualbelikan. Semoga bermanfaat. Wallahul Muwaffiq. Kembali ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai Lanjut ke bagian 4: [Bersambung] *** Depok, 24 Zulkaidah 1445 / 01 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd. Shahih Fiqih Sunnah, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Cet. Maktabah Taufiqiyyah. Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. https://dorar.net/ Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] Hadis sahih diriwayatkan oleh Muslim no. 2996. [2] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, 9: 122, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 322, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid. [4] Pembahasan ini bisa dilihat di https://dorar.net/feqhia/9047. [5] Pendapat terbanyak tentang hal ini adalah pendapat dari mazhab Syafi’i. Hampir mayoritas mazhab Syafi’i berpendapat tidak bolehnya menggadaikan manfaat. [6] Sejatinya pembahasan ini sangat kecil terjadi kemungkinannya pada zaman ini. Karena perbudakan di zaman ini sudah tidak ada. Namun, sebagai tambahan faedah, kiranya perlu untuk dicantumkan pembahasan ini, terlebih hal ini sebagai penguat pendapat akan diperbolehkannya menggadaikan manfaat. Pembahasan ini bisa dilihat di Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, 9: 123. Tags: gadai


Daftar Isi Toggle Kaidah yang harus diketahui Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macamGadai berupa barang Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan tentang rukun dan syarat sah transaksi gadai. Dan telah jelas pula bahwasanya gadai adalah salah satu transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam. Tentunya, hal ini sebagai kemudahan dari Allah Ta’ala untuk kaum muslimin dalam bermuamalah dengan kaum muslimin yang lainnya. Pada tulisan ini, akan lebih spesifik lagi membahas tentang apa saja yang boleh untuk digadaikan menurut syariat Islam, tidak hanya sebatas benda ataupun barang. Tentunya, agar transaksi gadai tidak sampai terjatuh kepada perkara syubhat ataupun perkara yang haram. Karena hal yang halal telah jelas dan yang haram pun telah jelas sifatnya. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ “Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya. Tetapi, siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman.” [1] Kaidah yang harus diketahui Sebelum melangkah lebih jauh, dalam hal ini terdapat kaidah yang harus dipahami. Dengan memahami kaidah ini, akan mudah untuk mengetahui apa saja barang-barang yang diperbolehkan untuk digadaikan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, كُلُّ عَيْنٍ يَجُوْزُ بَيْعُهَا يَجُوْزُ رَهْنُهَا وَمَا لَا فَلَا “Setiap jenis barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Sebaliknya, jenis barang yang tidak boleh dijual, maka tidak boleh digadaikan.”[2] Para ulama fikih sepakat atas kaidah ini.[3] Bahwasanya boleh menggadaikan seluruh barang yang dimiliki oleh peminjam sebagai jaminan utangnya atau sebagai tebusan, yang bisa dimanfaatkan setelah barang tersebut dijual ketika peminjam tidak mampu untuk menyelesaikan utangnya. Namun, mereka berbeda pendapat di sebagian perincian tentang masalah ini. Adapun mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat, sebagaimana disebutkan di atas. Yaitu, setiap barang yang boleh diperjualbelikan, maka boleh pula untuk digadaikan. Karena tujuan dari barang gadaian adalah dijual untuk menutupi utang ketika peminjam tidak mampu membayarnya. Jika tujuan dari gadai adalah untuk dijual, maka selanjutnya menjadi sebuah ketentuan barang gadai adalah harus berdasarkan jenis barang yang bisa dijual. Gadai dari segi jenisnya terbagi menjadi beberapa macam Pertama: Gadai berupa barang (rumah, perhiasan, dan lain-lain). Kedua: Gadai berupa manfaat atau jasa. Ketiga: Gadai berupa utang. Keempat: Gadai berupa hewan, ladang, dan tanaman. Masing-masing poin di atas akan diuraikan pada penjelasan di bawah ini. Gadai berupa barang Barang-barang yang bisa digadaikan sangatlah banyak. Namun, tentunya ada barang-barang yang boleh digadaikan, ada yang tidak boleh digadaikan. Berikut ini penjelasan terkait barang apa saja yang boleh digadaikan. Gambaran contoh penggadaian barang Ali membutuhkan uang sebesar Rp.100.000.000,-. Ia memiliki aset pribadi berupa kendaraan mobil. Kemudian Ali datang ke Abdullah untuk meminjam uang sebesar Rp.100.000.000,-. Bersamaan dengan itu, Ali memberikan mobilnya kepada Abdullah sebagai jaminan atas utang yang Ali dapatkan dari Abdullah. Tentunya, hal ini diperbolehkan. Karena jenis barang gadaian yang diberikan Ali kepada Abdullah adalah jenis barang yang boleh diperjualbelikan. Begitu pun dengan jenis-jenis barang yang lain, seperti rumah, buku, perhiasan, tanah, dan lain sebagainya. Selama barang tersebut boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk digadaikan. Gadai berupa jasa atau manfaat[4] Para ulama khilaf (berbeda pendapat) tentang masalah ini, apakah boleh menggadaikan jasa atau manfaat. Jumhur ulama berpendapat[5] tidak boleh menggadaikan manfaat. Karena beberapa alasan. Di antaranya: Pertama: Karena manfaat sifatnya hanya dimiliki sementara. Tidak dapat digunakan untuk menyempurnakan utang. Kedua: Manfaat sifatnya lambat laun akan sirna dan hilang. Ketiga: Pendapat dari mazhab Hanafi menuturkan bahwa manfaat bukan termasuk harta yang bernilai. Sehingga tidak bisa untuk digadaikan. Inilah ketiga alasan yang menyebabkan para ulama berpendapat tidak diperbolehkan gadai yang sifatnya jasa atau manfaat. Pendapat yang membolehkan adalah pendapat mazhab Maliki. Pendapat ini dikuatkan oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Dengan alasan: Pertama: Karena utang sangat memungkinkan untuk dilunaskan dengan jasa atau manfaat. Kedua: Kaidah asal tentang muamalah. Bahwasanya asal dari muamalah adalah mubah sampai datangnya dalil yang mengharamkannya. Sehingga sangat memungkinkan manfaat dapat digadaikan berdasarkan pendapat yang membolehkan. Gambaran contoh penggadaian manfaat atau jasa Ali memiliki rumah dan ingin meminjam uang kepada Abdullah sebesar Rp.100.000.000,-. Aset yang dimiliki Ali adalah rumah. Kemudian Ali menyewakan rumah tersebut kepada orang lain. Manfaat yang didapatkan dari rumah tersebut dijadikan sebagai gadai kepada Abdullah. Sehingga Abdullah menjadikan manfaat dari sewa rumah Ali sebagai gadai. Maka, hal seperti ini diperbolehkan. Di antara bentuk contoh yang lain, yaitu adalah mukatab[6]. Mukatab adalah budak yang sedang dalam proses untuk memerdekakan dirinya sendiri. Dengan cara mencicil dirinya sendiri kepada tuannya sampai batas waktu yang ditentukan. Bagi tuan yang memiliki budak seperti ini, dalam syariat dituntut untuk menerima permintaan budaknya. Bahkan, ia wajib menerima permintaan budaknya untuk memerdekakannya. Terlebih-lebih, jika tuannya tahu bahwa ketika budak itu merdeka terdapat kebaikan yang banyak. Allah Ta’ala berfirman, وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَـٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيہِمۡ خَيۡرً۬ا “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (QS. An-Nur: 33) Lalu, bagaimana mukatab bisa digadaikan? Mukatab boleh digadaikan oleh tuannya karena mukatab di antara hal yang boleh untuk diperjualbelikan. Gambarannya sebagai berikut. Ali memiliki mukatab, kemudian ia ingin meminjam uang kepada Abdullah dengan menggadaikan mukatab-nya kepada Abdullah. Sehingga Abdullah meminjamkan uang kepada Ali dan Ali memberikan mukatab-nya kepada Abdullah sebagai jaminan utangnya. Hal ini termasuk gadai yang berupa manfaat atau jasa. Dan ini diperbolehkan karena mukatab termasuk yang boleh untuk diperjualbelikan. Di antara contoh yang lain adalah mudabbar adalah budak yang dijanjikan merdeka ketika tuannya wafat. Maka, selama tuannya belum wafat, ketika tuannya ingin menggadaikan mudabbar-nya, maka hal ini juga diperbolehkan. Karena budak tersebut belum merdeka dan bisa diperjualbelikan. Semoga bermanfaat. Wallahul Muwaffiq. Kembali ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai Lanjut ke bagian 4: [Bersambung] *** Depok, 24 Zulkaidah 1445 / 01 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al Mukhtashar fil Mu’amalah, karya Prof. Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd. Shahih Fiqih Sunnah, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Cet. Maktabah Taufiqiyyah. Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. https://dorar.net/ Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] Hadis sahih diriwayatkan oleh Muslim no. 2996. [2] Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, 9: 122, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 322, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid. [4] Pembahasan ini bisa dilihat di https://dorar.net/feqhia/9047. [5] Pendapat terbanyak tentang hal ini adalah pendapat dari mazhab Syafi’i. Hampir mayoritas mazhab Syafi’i berpendapat tidak bolehnya menggadaikan manfaat. [6] Sejatinya pembahasan ini sangat kecil terjadi kemungkinannya pada zaman ini. Karena perbudakan di zaman ini sudah tidak ada. Namun, sebagai tambahan faedah, kiranya perlu untuk dicantumkan pembahasan ini, terlebih hal ini sebagai penguat pendapat akan diperbolehkannya menggadaikan manfaat. Pembahasan ini bisa dilihat di Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaqni’, 9: 123. Tags: gadai

Hadis: Mukmin yang Kuat

Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah, namun pada masing-masingnya terdapat kebaikan. Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan loyo/malas. Apabila sesuatu menimpamu, janganlah berkata, ‘Seandainya dahulu aku berbuat demikian, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi, katakanlah, ‘Itulah ketetapan Allah. Dan apa yang Dia inginkan, maka Dia kerjakan.’ Dikarenakan ucapan ’seandainya’ itu akan membuka celah perbuatan setan.” (HR. Muslim no. 2664. Lihat Syarh Nawawi, jilid 8, hal. 260.) Kandungan hadis Hadis yang mulia ini menunjukkan: Pertama: Allah Ta’ala memiliki sifat cinta kepada sesuatu. Kecintaan Allah kepada sesuatu bertingkat-tingkat. Kecintaan-Nya kepada mukmin yang kuat (imannya) lebih dalam daripada kecintaan-Nya kepada mukmin yang lemah (imannya). Orang mukmin yang kuat adalah orang yang menyempurnakan dirinya dengan 4 hal: 1) ilmu yang bermanfaat, 2) beramal saleh, 3) saling mengajak kepada kebenaran, dan 4) saling menasihati kepada kesabaran. Adapun mukmin yang lemah adalah yang belum bisa menyempurnakan semua tingkatan ini. Kedua: Kebaikan pada diri orang-orang beriman itu bertingkat-tingkat. Mereka terdiri dari tiga golongan manusia. Pertama, kaum As-Sabiqun ilal khairat, orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang menunaikan amal yang wajib maupun yang sunah serta meninggalkan perkara yang haram dan yang makruh. Kedua, kaum Al-Muqtashidun atau pertengahan. Mereka itu adalah orang yang hanya mencukupkan diri dengan melakukan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Ketiga, Azh-Zhalimuna li anfusihim. Mereka adalah orang-orang yang mencampuri amal kebaikan mereka dengan amal-amal jelek. Ketiga: Perkara yang bermanfaat ada dua macam: perkara akhirat/keagamaan dan perkara keduniaan. Sebagaimana seorang hamba membutuhkan perkara agama, maka ia juga membutuhkan perkara dunia. Kebahagiaan dirinya akan tercapai dengan senantiasa bersemangat untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat di dalam kedua perkara tersebut. Perkara yang bermanfaat dalam urusan agama kuncinya ada 2: ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membersihkan hati dan roh sehingga dapat membuahkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yaitu ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terdapat dalam ilmu hadis, tafsir, dan fikih serta ilmu-ilmu lain yang dapat membantunya seperti ilmu bahasa Arab dan lain sebagainya. Adapun amal saleh adalah amal yang memadukan antara niat yang ikhlas untuk Allah serta perbuatan yang selalu mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan perkara dunia yang bermanfaat bagi manusia adalah dengan bekerja mencari rezeki. Pekerjaan yang paling utama bagi seseorang, berbeda-beda tergantung pada individu dan keadaan mereka. Batasan untuk itu adalah selama hal itu benar-benar bermanfaat baginya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu.” Keempat: Dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat itu, tidak sepantasnya manusia bersandar kepada kekuatan, kemampuan, dan kecerdasannya semata. Namun, dia harus menggantungkan hatinya kepada Allah Ta’ala dan meminta pertolongan-Nya dengan harapan Allah akan memudahkan urusannya. Kelima: Apabila seseorang menjumpai perkara yang tidak menyenangkan setelah dia berusaha sekuat tenaga, maka hendaknya dia merasa rida dengan takdir Allah Ta’ala. Tidak perlu berandai-andai. Karena dalam kondisi semacam itu, berandai-andai justru akan membuka celah bagi setan. Dengan sikap semacam inilah, hati kita akan menjadi tenang dan tenteram dalam menghadapi musibah yang menimpa. Keenam: Di dalam hadis yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara keimanan kepada takdir dengan melakukan usaha yang bermanfaat. Kedua pokok ini telah ditunjukkan oleh dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah dalam banyak tempat. Agama seseorang tidak akan sempurna, kecuali dengan kedua hal itu. Sabda Nabi, “Bersemangatlah untuk melakukan apa yang bermanfaat bagimu”, merupakan perintah untuk menempuh sebab-sebab agama maupun dunia. Bahkan, di dalamnya terkandung perintah untuk bersungguh-sungguh dalam melakukannya, membersihkan niat dan membulatkan tekad, mewujudkan hal itu dan mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan sabda Nabi, “Dan mintalah pertolongan kepada Allah”, merupakan bentuk keimanan kepada takdir serta perintah untuk bertawakal kepada Allah ketika mencari kemanfaatan dan menghindar dari kemudaratan dengan penuh rasa harap kepada Allah Ta’ala agar urusan dunia dan agamanya menjadi sempurna. Baca juga: Buhul yang Paling Kuat *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Diringkas dari Bahjat Al-Qulub Al-Abrar wa Qurratu ‘Uyun Al-Akhyar Syarh Jawami’ Al-Akhbar, karya Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu ta’ala, cetakan Darul Kutub Ilmiyah, hal. 40-46. Tags: kuatmuslim

Hadis: Mukmin yang Kuat

Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah, namun pada masing-masingnya terdapat kebaikan. Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan loyo/malas. Apabila sesuatu menimpamu, janganlah berkata, ‘Seandainya dahulu aku berbuat demikian, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi, katakanlah, ‘Itulah ketetapan Allah. Dan apa yang Dia inginkan, maka Dia kerjakan.’ Dikarenakan ucapan ’seandainya’ itu akan membuka celah perbuatan setan.” (HR. Muslim no. 2664. Lihat Syarh Nawawi, jilid 8, hal. 260.) Kandungan hadis Hadis yang mulia ini menunjukkan: Pertama: Allah Ta’ala memiliki sifat cinta kepada sesuatu. Kecintaan Allah kepada sesuatu bertingkat-tingkat. Kecintaan-Nya kepada mukmin yang kuat (imannya) lebih dalam daripada kecintaan-Nya kepada mukmin yang lemah (imannya). Orang mukmin yang kuat adalah orang yang menyempurnakan dirinya dengan 4 hal: 1) ilmu yang bermanfaat, 2) beramal saleh, 3) saling mengajak kepada kebenaran, dan 4) saling menasihati kepada kesabaran. Adapun mukmin yang lemah adalah yang belum bisa menyempurnakan semua tingkatan ini. Kedua: Kebaikan pada diri orang-orang beriman itu bertingkat-tingkat. Mereka terdiri dari tiga golongan manusia. Pertama, kaum As-Sabiqun ilal khairat, orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang menunaikan amal yang wajib maupun yang sunah serta meninggalkan perkara yang haram dan yang makruh. Kedua, kaum Al-Muqtashidun atau pertengahan. Mereka itu adalah orang yang hanya mencukupkan diri dengan melakukan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Ketiga, Azh-Zhalimuna li anfusihim. Mereka adalah orang-orang yang mencampuri amal kebaikan mereka dengan amal-amal jelek. Ketiga: Perkara yang bermanfaat ada dua macam: perkara akhirat/keagamaan dan perkara keduniaan. Sebagaimana seorang hamba membutuhkan perkara agama, maka ia juga membutuhkan perkara dunia. Kebahagiaan dirinya akan tercapai dengan senantiasa bersemangat untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat di dalam kedua perkara tersebut. Perkara yang bermanfaat dalam urusan agama kuncinya ada 2: ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membersihkan hati dan roh sehingga dapat membuahkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yaitu ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terdapat dalam ilmu hadis, tafsir, dan fikih serta ilmu-ilmu lain yang dapat membantunya seperti ilmu bahasa Arab dan lain sebagainya. Adapun amal saleh adalah amal yang memadukan antara niat yang ikhlas untuk Allah serta perbuatan yang selalu mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan perkara dunia yang bermanfaat bagi manusia adalah dengan bekerja mencari rezeki. Pekerjaan yang paling utama bagi seseorang, berbeda-beda tergantung pada individu dan keadaan mereka. Batasan untuk itu adalah selama hal itu benar-benar bermanfaat baginya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu.” Keempat: Dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat itu, tidak sepantasnya manusia bersandar kepada kekuatan, kemampuan, dan kecerdasannya semata. Namun, dia harus menggantungkan hatinya kepada Allah Ta’ala dan meminta pertolongan-Nya dengan harapan Allah akan memudahkan urusannya. Kelima: Apabila seseorang menjumpai perkara yang tidak menyenangkan setelah dia berusaha sekuat tenaga, maka hendaknya dia merasa rida dengan takdir Allah Ta’ala. Tidak perlu berandai-andai. Karena dalam kondisi semacam itu, berandai-andai justru akan membuka celah bagi setan. Dengan sikap semacam inilah, hati kita akan menjadi tenang dan tenteram dalam menghadapi musibah yang menimpa. Keenam: Di dalam hadis yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara keimanan kepada takdir dengan melakukan usaha yang bermanfaat. Kedua pokok ini telah ditunjukkan oleh dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah dalam banyak tempat. Agama seseorang tidak akan sempurna, kecuali dengan kedua hal itu. Sabda Nabi, “Bersemangatlah untuk melakukan apa yang bermanfaat bagimu”, merupakan perintah untuk menempuh sebab-sebab agama maupun dunia. Bahkan, di dalamnya terkandung perintah untuk bersungguh-sungguh dalam melakukannya, membersihkan niat dan membulatkan tekad, mewujudkan hal itu dan mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan sabda Nabi, “Dan mintalah pertolongan kepada Allah”, merupakan bentuk keimanan kepada takdir serta perintah untuk bertawakal kepada Allah ketika mencari kemanfaatan dan menghindar dari kemudaratan dengan penuh rasa harap kepada Allah Ta’ala agar urusan dunia dan agamanya menjadi sempurna. Baca juga: Buhul yang Paling Kuat *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Diringkas dari Bahjat Al-Qulub Al-Abrar wa Qurratu ‘Uyun Al-Akhyar Syarh Jawami’ Al-Akhbar, karya Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu ta’ala, cetakan Darul Kutub Ilmiyah, hal. 40-46. Tags: kuatmuslim
Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah, namun pada masing-masingnya terdapat kebaikan. Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan loyo/malas. Apabila sesuatu menimpamu, janganlah berkata, ‘Seandainya dahulu aku berbuat demikian, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi, katakanlah, ‘Itulah ketetapan Allah. Dan apa yang Dia inginkan, maka Dia kerjakan.’ Dikarenakan ucapan ’seandainya’ itu akan membuka celah perbuatan setan.” (HR. Muslim no. 2664. Lihat Syarh Nawawi, jilid 8, hal. 260.) Kandungan hadis Hadis yang mulia ini menunjukkan: Pertama: Allah Ta’ala memiliki sifat cinta kepada sesuatu. Kecintaan Allah kepada sesuatu bertingkat-tingkat. Kecintaan-Nya kepada mukmin yang kuat (imannya) lebih dalam daripada kecintaan-Nya kepada mukmin yang lemah (imannya). Orang mukmin yang kuat adalah orang yang menyempurnakan dirinya dengan 4 hal: 1) ilmu yang bermanfaat, 2) beramal saleh, 3) saling mengajak kepada kebenaran, dan 4) saling menasihati kepada kesabaran. Adapun mukmin yang lemah adalah yang belum bisa menyempurnakan semua tingkatan ini. Kedua: Kebaikan pada diri orang-orang beriman itu bertingkat-tingkat. Mereka terdiri dari tiga golongan manusia. Pertama, kaum As-Sabiqun ilal khairat, orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang menunaikan amal yang wajib maupun yang sunah serta meninggalkan perkara yang haram dan yang makruh. Kedua, kaum Al-Muqtashidun atau pertengahan. Mereka itu adalah orang yang hanya mencukupkan diri dengan melakukan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Ketiga, Azh-Zhalimuna li anfusihim. Mereka adalah orang-orang yang mencampuri amal kebaikan mereka dengan amal-amal jelek. Ketiga: Perkara yang bermanfaat ada dua macam: perkara akhirat/keagamaan dan perkara keduniaan. Sebagaimana seorang hamba membutuhkan perkara agama, maka ia juga membutuhkan perkara dunia. Kebahagiaan dirinya akan tercapai dengan senantiasa bersemangat untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat di dalam kedua perkara tersebut. Perkara yang bermanfaat dalam urusan agama kuncinya ada 2: ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membersihkan hati dan roh sehingga dapat membuahkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yaitu ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terdapat dalam ilmu hadis, tafsir, dan fikih serta ilmu-ilmu lain yang dapat membantunya seperti ilmu bahasa Arab dan lain sebagainya. Adapun amal saleh adalah amal yang memadukan antara niat yang ikhlas untuk Allah serta perbuatan yang selalu mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan perkara dunia yang bermanfaat bagi manusia adalah dengan bekerja mencari rezeki. Pekerjaan yang paling utama bagi seseorang, berbeda-beda tergantung pada individu dan keadaan mereka. Batasan untuk itu adalah selama hal itu benar-benar bermanfaat baginya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu.” Keempat: Dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat itu, tidak sepantasnya manusia bersandar kepada kekuatan, kemampuan, dan kecerdasannya semata. Namun, dia harus menggantungkan hatinya kepada Allah Ta’ala dan meminta pertolongan-Nya dengan harapan Allah akan memudahkan urusannya. Kelima: Apabila seseorang menjumpai perkara yang tidak menyenangkan setelah dia berusaha sekuat tenaga, maka hendaknya dia merasa rida dengan takdir Allah Ta’ala. Tidak perlu berandai-andai. Karena dalam kondisi semacam itu, berandai-andai justru akan membuka celah bagi setan. Dengan sikap semacam inilah, hati kita akan menjadi tenang dan tenteram dalam menghadapi musibah yang menimpa. Keenam: Di dalam hadis yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara keimanan kepada takdir dengan melakukan usaha yang bermanfaat. Kedua pokok ini telah ditunjukkan oleh dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah dalam banyak tempat. Agama seseorang tidak akan sempurna, kecuali dengan kedua hal itu. Sabda Nabi, “Bersemangatlah untuk melakukan apa yang bermanfaat bagimu”, merupakan perintah untuk menempuh sebab-sebab agama maupun dunia. Bahkan, di dalamnya terkandung perintah untuk bersungguh-sungguh dalam melakukannya, membersihkan niat dan membulatkan tekad, mewujudkan hal itu dan mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan sabda Nabi, “Dan mintalah pertolongan kepada Allah”, merupakan bentuk keimanan kepada takdir serta perintah untuk bertawakal kepada Allah ketika mencari kemanfaatan dan menghindar dari kemudaratan dengan penuh rasa harap kepada Allah Ta’ala agar urusan dunia dan agamanya menjadi sempurna. Baca juga: Buhul yang Paling Kuat *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Diringkas dari Bahjat Al-Qulub Al-Abrar wa Qurratu ‘Uyun Al-Akhyar Syarh Jawami’ Al-Akhbar, karya Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu ta’ala, cetakan Darul Kutub Ilmiyah, hal. 40-46. Tags: kuatmuslim


Daftar Isi Toggle Teks hadisKandungan hadis Teks hadis Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah, namun pada masing-masingnya terdapat kebaikan. Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan loyo/malas. Apabila sesuatu menimpamu, janganlah berkata, ‘Seandainya dahulu aku berbuat demikian, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi, katakanlah, ‘Itulah ketetapan Allah. Dan apa yang Dia inginkan, maka Dia kerjakan.’ Dikarenakan ucapan ’seandainya’ itu akan membuka celah perbuatan setan.” (HR. Muslim no. 2664. Lihat Syarh Nawawi, jilid 8, hal. 260.) Kandungan hadis Hadis yang mulia ini menunjukkan: Pertama: Allah Ta’ala memiliki sifat cinta kepada sesuatu. Kecintaan Allah kepada sesuatu bertingkat-tingkat. Kecintaan-Nya kepada mukmin yang kuat (imannya) lebih dalam daripada kecintaan-Nya kepada mukmin yang lemah (imannya). Orang mukmin yang kuat adalah orang yang menyempurnakan dirinya dengan 4 hal: 1) ilmu yang bermanfaat, 2) beramal saleh, 3) saling mengajak kepada kebenaran, dan 4) saling menasihati kepada kesabaran. Adapun mukmin yang lemah adalah yang belum bisa menyempurnakan semua tingkatan ini. Kedua: Kebaikan pada diri orang-orang beriman itu bertingkat-tingkat. Mereka terdiri dari tiga golongan manusia. Pertama, kaum As-Sabiqun ilal khairat, orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan-kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang menunaikan amal yang wajib maupun yang sunah serta meninggalkan perkara yang haram dan yang makruh. Kedua, kaum Al-Muqtashidun atau pertengahan. Mereka itu adalah orang yang hanya mencukupkan diri dengan melakukan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Ketiga, Azh-Zhalimuna li anfusihim. Mereka adalah orang-orang yang mencampuri amal kebaikan mereka dengan amal-amal jelek. Ketiga: Perkara yang bermanfaat ada dua macam: perkara akhirat/keagamaan dan perkara keduniaan. Sebagaimana seorang hamba membutuhkan perkara agama, maka ia juga membutuhkan perkara dunia. Kebahagiaan dirinya akan tercapai dengan senantiasa bersemangat untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat di dalam kedua perkara tersebut. Perkara yang bermanfaat dalam urusan agama kuncinya ada 2: ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membersihkan hati dan roh sehingga dapat membuahkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yaitu ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terdapat dalam ilmu hadis, tafsir, dan fikih serta ilmu-ilmu lain yang dapat membantunya seperti ilmu bahasa Arab dan lain sebagainya. Adapun amal saleh adalah amal yang memadukan antara niat yang ikhlas untuk Allah serta perbuatan yang selalu mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan perkara dunia yang bermanfaat bagi manusia adalah dengan bekerja mencari rezeki. Pekerjaan yang paling utama bagi seseorang, berbeda-beda tergantung pada individu dan keadaan mereka. Batasan untuk itu adalah selama hal itu benar-benar bermanfaat baginya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu.” Keempat: Dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat itu, tidak sepantasnya manusia bersandar kepada kekuatan, kemampuan, dan kecerdasannya semata. Namun, dia harus menggantungkan hatinya kepada Allah Ta’ala dan meminta pertolongan-Nya dengan harapan Allah akan memudahkan urusannya. Kelima: Apabila seseorang menjumpai perkara yang tidak menyenangkan setelah dia berusaha sekuat tenaga, maka hendaknya dia merasa rida dengan takdir Allah Ta’ala. Tidak perlu berandai-andai. Karena dalam kondisi semacam itu, berandai-andai justru akan membuka celah bagi setan. Dengan sikap semacam inilah, hati kita akan menjadi tenang dan tenteram dalam menghadapi musibah yang menimpa. Keenam: Di dalam hadis yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara keimanan kepada takdir dengan melakukan usaha yang bermanfaat. Kedua pokok ini telah ditunjukkan oleh dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah dalam banyak tempat. Agama seseorang tidak akan sempurna, kecuali dengan kedua hal itu. Sabda Nabi, “Bersemangatlah untuk melakukan apa yang bermanfaat bagimu”, merupakan perintah untuk menempuh sebab-sebab agama maupun dunia. Bahkan, di dalamnya terkandung perintah untuk bersungguh-sungguh dalam melakukannya, membersihkan niat dan membulatkan tekad, mewujudkan hal itu dan mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan sabda Nabi, “Dan mintalah pertolongan kepada Allah”, merupakan bentuk keimanan kepada takdir serta perintah untuk bertawakal kepada Allah ketika mencari kemanfaatan dan menghindar dari kemudaratan dengan penuh rasa harap kepada Allah Ta’ala agar urusan dunia dan agamanya menjadi sempurna. Baca juga: Buhul yang Paling Kuat *** Penulis: Ari Wahyudi, S.Si. Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Diringkas dari Bahjat Al-Qulub Al-Abrar wa Qurratu ‘Uyun Al-Akhyar Syarh Jawami’ Al-Akhbar, karya Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu ta’ala, cetakan Darul Kutub Ilmiyah, hal. 40-46. Tags: kuatmuslim

4 Tips dari Syaikh Utsaimin Agar Tidak Kesiangan Shalat Subuh – Syaikh Utsaimin #NasehatUlama

Pertanyaan: Syaikh yang terhormat, saya sering ketinggalan Salat Subuh, sehingga aku Salat Subuh setelah matahari terbit ketika aku hendak pergi kerja. Hal ini terjadi berulang kali. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku perbuat agar dapat menjaga pelaksanaan salat pada waktunya? Jawaban: Lakukan beberapa hal berikut: [PERTAMA]Tidurlah lebih awal. Oleh sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai tidur sebelum isya dan tidak menyukai berbincang-bincang setelah isya, agar seseorang tidur lebih awal sehingga dapat bangun lebih awal. Ini yang pertama. [KEDUA]Kamu harus sudah berniat sebelum tidur serta bertekad dan berencana bahwa kamu akan bangun untuk mendirikan Salat Subuh. Sehingga ketika itu kamu akan lebih mudah untuk bangun tidur. [KETIGA]Gunakanlah alarm. Jam beker yang kamu letakkan di samping kepalamu agar dapat membangunkanmu. Jika kamu khawatir jika alarm itu berbunyi, kamu segera menekan tombol dan mematikannya, lalu kamu melanjutkan tidur, maka letakkanlah jam itu agak jauh sedikit. Ada sebagian orang–karena perhatiannya yang besar terhadap salat–meletakkan jam beker di toples kaleng. Kalian tentu tahu toples kaleng. Ia meletakkannya agak jauh darinya. Ini agar suara jam itu menjadi lebih keras, sehingga dia bisa terbangun. Lakukan ini, tidak masalah! [KEEMPAT]Jika ini semua juga masih susah bagimu, maka letakkanlah telepon di samping kepalamu, jika kamu punya telepon. Lalu katakan kepada salah satu saudaramu, “Jika azan subuh telah berkumandang, maka teruslah bangunkan aku!” Intinya, seseorang dapat melakukan banyak hal yang dapat menjadi perantaranya untuk bangun tidur, sehingga dia dapat mendirikan Salat Subuh pada waktunya. Barang siapa yang membiasakan dirinya bermalas-malasan, maka dia akan tetap malas. Adapun hukum salat yang dikerjakan di luar waktunya, jika dia sengaja melakukan ini, maka salatnya tidak diterima. Tidak sah, meskipun dia salat seribu kali. Berdasarkan sabda Nabi, “Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka amalan itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) Yakni tertolak darinya. ==== فَضِيلَةَ الشَّيْخِ تَفُوتُنِي صَلَاةُ الْفَجْرِ كَثِيرًا وَلَا أُصَلِّي إِلَّا بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ إِذَا أَرَدْتُ أَنْ أَذْهَبَ لِدَوَامِي وَهَذَا الْأَمْرُ قَدْ يَتَكَرَّرُ مِرَارًا فَهَلْ عَلَيَّ شَيْءٌ؟ وَمَاذَا أَصْنَعُ لِكَيْ أُحَافِظَ عَلَى الصَّلَاةِ فِي وَقْتِهَا؟ اِصْنَعْ أُمُورًا الْأَمْرُ الْأَوَّلُ أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا وَلِهَذَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيْثَ بعْدَهَا لِأَجْلِ أَنْ يَنَامَ الْإِنْسَانُ مُبَكِّرًا حَتَّى يَسْتَيْقِظَ مُبَكِّرًا هَذِهِ وَاحِدَةٌ ثَانِيًا أَنْ يَكُونَ عِنْدَكَ نِيَّةٌ عِنْدَ النَّوْمِ وَعَزْمٌ وَتَصْمِيْمٌ عَلَى أَنَّكَ سَوْفَ تَقُومُ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَحِيْنَئِذٍ سَوْفَ يَسْهُلُ عَلَيْكَ الْقِيَامُ ثَالِثًا أَنْ تسْتَعْمِلَ مُنَبِّهًا سَاعَةٌ تَجْعَلُهَا عِنْدَ رَأْسِكَ تُنَبِّهُكَ وَإِنْ خَشِيْتَ أَنَّهَا إِذَا صَوَّتَتْ غَمَسْتَهَا وَسَكَتَّهَا وَبَقِيْتَ نَائِمًا أَبْعِدْهَا عَنْكَ قَلِيْلاً وَكَانَ بَعْضُ النَّاسِ مِنْ حِرْصِهِ عَلَى الصَّلَاةِ يَجْعَلُ السَّاعَةَ الْمُنَبِّهَةَ فِي تَنَكَةٍ تَعْرِفُونَ التَّنَكَةَ وَيُبْعِدَهَا عَنْهُ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ صَوْتُهَا قَوِيًّا حَتَّى يَقُومَ اِفْعَلْ هَذَا مَا فِي مَانِعٍ رَابِعًا إِذَا لَمْ يَتَيَسَّرْ لَكَ هَذَا فَاجْعَلْ التِّلِفُونَ عِنْدَ رَأْسِكَ إِن كَانَ عِنْدَكَ التِّلِفُونُ وَقُلْ لِأَحَدِ إِخْوَانِكَ إِذَا أَذَّنَ الْفَجْرَ فَالْزَمْ عَلَيَّ الْمُهِمُّ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَفْعَلَ الْأَسْبَابَ الَّتِي يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى الِاسْتِيقَاظِ حَتَّى يُؤَدِّيَ صَلَاةَ الْفَجْرِ فِي وَقْتِهَا وَمَنْ عَوَّدَ نَفْسَهُ الْكَسَلَ فَإِنَّهُ لَنْ يَزَالَ عَلَى كَسَلٍ أَمَّا الصَّلَاةُ فِي غَيْرِ وَقْتِهَا فَإِنْ كَانَ يَتَعَمَّدُ هَذَا فَصَلَاتُهُ غَيْرُ مَقْبُولَةٍ مَرْدُودَةٌ عَلَيْهِ وَلَوْ صَلَّى أَلْفَ مَرَّةٍ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ أَيْ مَرْدُودٌ عَلَيْهِ

4 Tips dari Syaikh Utsaimin Agar Tidak Kesiangan Shalat Subuh – Syaikh Utsaimin #NasehatUlama

Pertanyaan: Syaikh yang terhormat, saya sering ketinggalan Salat Subuh, sehingga aku Salat Subuh setelah matahari terbit ketika aku hendak pergi kerja. Hal ini terjadi berulang kali. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku perbuat agar dapat menjaga pelaksanaan salat pada waktunya? Jawaban: Lakukan beberapa hal berikut: [PERTAMA]Tidurlah lebih awal. Oleh sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai tidur sebelum isya dan tidak menyukai berbincang-bincang setelah isya, agar seseorang tidur lebih awal sehingga dapat bangun lebih awal. Ini yang pertama. [KEDUA]Kamu harus sudah berniat sebelum tidur serta bertekad dan berencana bahwa kamu akan bangun untuk mendirikan Salat Subuh. Sehingga ketika itu kamu akan lebih mudah untuk bangun tidur. [KETIGA]Gunakanlah alarm. Jam beker yang kamu letakkan di samping kepalamu agar dapat membangunkanmu. Jika kamu khawatir jika alarm itu berbunyi, kamu segera menekan tombol dan mematikannya, lalu kamu melanjutkan tidur, maka letakkanlah jam itu agak jauh sedikit. Ada sebagian orang–karena perhatiannya yang besar terhadap salat–meletakkan jam beker di toples kaleng. Kalian tentu tahu toples kaleng. Ia meletakkannya agak jauh darinya. Ini agar suara jam itu menjadi lebih keras, sehingga dia bisa terbangun. Lakukan ini, tidak masalah! [KEEMPAT]Jika ini semua juga masih susah bagimu, maka letakkanlah telepon di samping kepalamu, jika kamu punya telepon. Lalu katakan kepada salah satu saudaramu, “Jika azan subuh telah berkumandang, maka teruslah bangunkan aku!” Intinya, seseorang dapat melakukan banyak hal yang dapat menjadi perantaranya untuk bangun tidur, sehingga dia dapat mendirikan Salat Subuh pada waktunya. Barang siapa yang membiasakan dirinya bermalas-malasan, maka dia akan tetap malas. Adapun hukum salat yang dikerjakan di luar waktunya, jika dia sengaja melakukan ini, maka salatnya tidak diterima. Tidak sah, meskipun dia salat seribu kali. Berdasarkan sabda Nabi, “Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka amalan itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) Yakni tertolak darinya. ==== فَضِيلَةَ الشَّيْخِ تَفُوتُنِي صَلَاةُ الْفَجْرِ كَثِيرًا وَلَا أُصَلِّي إِلَّا بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ إِذَا أَرَدْتُ أَنْ أَذْهَبَ لِدَوَامِي وَهَذَا الْأَمْرُ قَدْ يَتَكَرَّرُ مِرَارًا فَهَلْ عَلَيَّ شَيْءٌ؟ وَمَاذَا أَصْنَعُ لِكَيْ أُحَافِظَ عَلَى الصَّلَاةِ فِي وَقْتِهَا؟ اِصْنَعْ أُمُورًا الْأَمْرُ الْأَوَّلُ أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا وَلِهَذَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيْثَ بعْدَهَا لِأَجْلِ أَنْ يَنَامَ الْإِنْسَانُ مُبَكِّرًا حَتَّى يَسْتَيْقِظَ مُبَكِّرًا هَذِهِ وَاحِدَةٌ ثَانِيًا أَنْ يَكُونَ عِنْدَكَ نِيَّةٌ عِنْدَ النَّوْمِ وَعَزْمٌ وَتَصْمِيْمٌ عَلَى أَنَّكَ سَوْفَ تَقُومُ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَحِيْنَئِذٍ سَوْفَ يَسْهُلُ عَلَيْكَ الْقِيَامُ ثَالِثًا أَنْ تسْتَعْمِلَ مُنَبِّهًا سَاعَةٌ تَجْعَلُهَا عِنْدَ رَأْسِكَ تُنَبِّهُكَ وَإِنْ خَشِيْتَ أَنَّهَا إِذَا صَوَّتَتْ غَمَسْتَهَا وَسَكَتَّهَا وَبَقِيْتَ نَائِمًا أَبْعِدْهَا عَنْكَ قَلِيْلاً وَكَانَ بَعْضُ النَّاسِ مِنْ حِرْصِهِ عَلَى الصَّلَاةِ يَجْعَلُ السَّاعَةَ الْمُنَبِّهَةَ فِي تَنَكَةٍ تَعْرِفُونَ التَّنَكَةَ وَيُبْعِدَهَا عَنْهُ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ صَوْتُهَا قَوِيًّا حَتَّى يَقُومَ اِفْعَلْ هَذَا مَا فِي مَانِعٍ رَابِعًا إِذَا لَمْ يَتَيَسَّرْ لَكَ هَذَا فَاجْعَلْ التِّلِفُونَ عِنْدَ رَأْسِكَ إِن كَانَ عِنْدَكَ التِّلِفُونُ وَقُلْ لِأَحَدِ إِخْوَانِكَ إِذَا أَذَّنَ الْفَجْرَ فَالْزَمْ عَلَيَّ الْمُهِمُّ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَفْعَلَ الْأَسْبَابَ الَّتِي يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى الِاسْتِيقَاظِ حَتَّى يُؤَدِّيَ صَلَاةَ الْفَجْرِ فِي وَقْتِهَا وَمَنْ عَوَّدَ نَفْسَهُ الْكَسَلَ فَإِنَّهُ لَنْ يَزَالَ عَلَى كَسَلٍ أَمَّا الصَّلَاةُ فِي غَيْرِ وَقْتِهَا فَإِنْ كَانَ يَتَعَمَّدُ هَذَا فَصَلَاتُهُ غَيْرُ مَقْبُولَةٍ مَرْدُودَةٌ عَلَيْهِ وَلَوْ صَلَّى أَلْفَ مَرَّةٍ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ أَيْ مَرْدُودٌ عَلَيْهِ
Pertanyaan: Syaikh yang terhormat, saya sering ketinggalan Salat Subuh, sehingga aku Salat Subuh setelah matahari terbit ketika aku hendak pergi kerja. Hal ini terjadi berulang kali. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku perbuat agar dapat menjaga pelaksanaan salat pada waktunya? Jawaban: Lakukan beberapa hal berikut: [PERTAMA]Tidurlah lebih awal. Oleh sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai tidur sebelum isya dan tidak menyukai berbincang-bincang setelah isya, agar seseorang tidur lebih awal sehingga dapat bangun lebih awal. Ini yang pertama. [KEDUA]Kamu harus sudah berniat sebelum tidur serta bertekad dan berencana bahwa kamu akan bangun untuk mendirikan Salat Subuh. Sehingga ketika itu kamu akan lebih mudah untuk bangun tidur. [KETIGA]Gunakanlah alarm. Jam beker yang kamu letakkan di samping kepalamu agar dapat membangunkanmu. Jika kamu khawatir jika alarm itu berbunyi, kamu segera menekan tombol dan mematikannya, lalu kamu melanjutkan tidur, maka letakkanlah jam itu agak jauh sedikit. Ada sebagian orang–karena perhatiannya yang besar terhadap salat–meletakkan jam beker di toples kaleng. Kalian tentu tahu toples kaleng. Ia meletakkannya agak jauh darinya. Ini agar suara jam itu menjadi lebih keras, sehingga dia bisa terbangun. Lakukan ini, tidak masalah! [KEEMPAT]Jika ini semua juga masih susah bagimu, maka letakkanlah telepon di samping kepalamu, jika kamu punya telepon. Lalu katakan kepada salah satu saudaramu, “Jika azan subuh telah berkumandang, maka teruslah bangunkan aku!” Intinya, seseorang dapat melakukan banyak hal yang dapat menjadi perantaranya untuk bangun tidur, sehingga dia dapat mendirikan Salat Subuh pada waktunya. Barang siapa yang membiasakan dirinya bermalas-malasan, maka dia akan tetap malas. Adapun hukum salat yang dikerjakan di luar waktunya, jika dia sengaja melakukan ini, maka salatnya tidak diterima. Tidak sah, meskipun dia salat seribu kali. Berdasarkan sabda Nabi, “Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka amalan itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) Yakni tertolak darinya. ==== فَضِيلَةَ الشَّيْخِ تَفُوتُنِي صَلَاةُ الْفَجْرِ كَثِيرًا وَلَا أُصَلِّي إِلَّا بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ إِذَا أَرَدْتُ أَنْ أَذْهَبَ لِدَوَامِي وَهَذَا الْأَمْرُ قَدْ يَتَكَرَّرُ مِرَارًا فَهَلْ عَلَيَّ شَيْءٌ؟ وَمَاذَا أَصْنَعُ لِكَيْ أُحَافِظَ عَلَى الصَّلَاةِ فِي وَقْتِهَا؟ اِصْنَعْ أُمُورًا الْأَمْرُ الْأَوَّلُ أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا وَلِهَذَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيْثَ بعْدَهَا لِأَجْلِ أَنْ يَنَامَ الْإِنْسَانُ مُبَكِّرًا حَتَّى يَسْتَيْقِظَ مُبَكِّرًا هَذِهِ وَاحِدَةٌ ثَانِيًا أَنْ يَكُونَ عِنْدَكَ نِيَّةٌ عِنْدَ النَّوْمِ وَعَزْمٌ وَتَصْمِيْمٌ عَلَى أَنَّكَ سَوْفَ تَقُومُ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَحِيْنَئِذٍ سَوْفَ يَسْهُلُ عَلَيْكَ الْقِيَامُ ثَالِثًا أَنْ تسْتَعْمِلَ مُنَبِّهًا سَاعَةٌ تَجْعَلُهَا عِنْدَ رَأْسِكَ تُنَبِّهُكَ وَإِنْ خَشِيْتَ أَنَّهَا إِذَا صَوَّتَتْ غَمَسْتَهَا وَسَكَتَّهَا وَبَقِيْتَ نَائِمًا أَبْعِدْهَا عَنْكَ قَلِيْلاً وَكَانَ بَعْضُ النَّاسِ مِنْ حِرْصِهِ عَلَى الصَّلَاةِ يَجْعَلُ السَّاعَةَ الْمُنَبِّهَةَ فِي تَنَكَةٍ تَعْرِفُونَ التَّنَكَةَ وَيُبْعِدَهَا عَنْهُ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ صَوْتُهَا قَوِيًّا حَتَّى يَقُومَ اِفْعَلْ هَذَا مَا فِي مَانِعٍ رَابِعًا إِذَا لَمْ يَتَيَسَّرْ لَكَ هَذَا فَاجْعَلْ التِّلِفُونَ عِنْدَ رَأْسِكَ إِن كَانَ عِنْدَكَ التِّلِفُونُ وَقُلْ لِأَحَدِ إِخْوَانِكَ إِذَا أَذَّنَ الْفَجْرَ فَالْزَمْ عَلَيَّ الْمُهِمُّ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَفْعَلَ الْأَسْبَابَ الَّتِي يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى الِاسْتِيقَاظِ حَتَّى يُؤَدِّيَ صَلَاةَ الْفَجْرِ فِي وَقْتِهَا وَمَنْ عَوَّدَ نَفْسَهُ الْكَسَلَ فَإِنَّهُ لَنْ يَزَالَ عَلَى كَسَلٍ أَمَّا الصَّلَاةُ فِي غَيْرِ وَقْتِهَا فَإِنْ كَانَ يَتَعَمَّدُ هَذَا فَصَلَاتُهُ غَيْرُ مَقْبُولَةٍ مَرْدُودَةٌ عَلَيْهِ وَلَوْ صَلَّى أَلْفَ مَرَّةٍ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ أَيْ مَرْدُودٌ عَلَيْهِ


Pertanyaan: Syaikh yang terhormat, saya sering ketinggalan Salat Subuh, sehingga aku Salat Subuh setelah matahari terbit ketika aku hendak pergi kerja. Hal ini terjadi berulang kali. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku perbuat agar dapat menjaga pelaksanaan salat pada waktunya? Jawaban: Lakukan beberapa hal berikut: [PERTAMA]Tidurlah lebih awal. Oleh sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai tidur sebelum isya dan tidak menyukai berbincang-bincang setelah isya, agar seseorang tidur lebih awal sehingga dapat bangun lebih awal. Ini yang pertama. [KEDUA]Kamu harus sudah berniat sebelum tidur serta bertekad dan berencana bahwa kamu akan bangun untuk mendirikan Salat Subuh. Sehingga ketika itu kamu akan lebih mudah untuk bangun tidur. [KETIGA]Gunakanlah alarm. Jam beker yang kamu letakkan di samping kepalamu agar dapat membangunkanmu. Jika kamu khawatir jika alarm itu berbunyi, kamu segera menekan tombol dan mematikannya, lalu kamu melanjutkan tidur, maka letakkanlah jam itu agak jauh sedikit. Ada sebagian orang–karena perhatiannya yang besar terhadap salat–meletakkan jam beker di toples kaleng. Kalian tentu tahu toples kaleng. Ia meletakkannya agak jauh darinya. Ini agar suara jam itu menjadi lebih keras, sehingga dia bisa terbangun. Lakukan ini, tidak masalah! [KEEMPAT]Jika ini semua juga masih susah bagimu, maka letakkanlah telepon di samping kepalamu, jika kamu punya telepon. Lalu katakan kepada salah satu saudaramu, “Jika azan subuh telah berkumandang, maka teruslah bangunkan aku!” Intinya, seseorang dapat melakukan banyak hal yang dapat menjadi perantaranya untuk bangun tidur, sehingga dia dapat mendirikan Salat Subuh pada waktunya. Barang siapa yang membiasakan dirinya bermalas-malasan, maka dia akan tetap malas. Adapun hukum salat yang dikerjakan di luar waktunya, jika dia sengaja melakukan ini, maka salatnya tidak diterima. Tidak sah, meskipun dia salat seribu kali. Berdasarkan sabda Nabi, “Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka amalan itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) Yakni tertolak darinya. ==== فَضِيلَةَ الشَّيْخِ تَفُوتُنِي صَلَاةُ الْفَجْرِ كَثِيرًا وَلَا أُصَلِّي إِلَّا بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ إِذَا أَرَدْتُ أَنْ أَذْهَبَ لِدَوَامِي وَهَذَا الْأَمْرُ قَدْ يَتَكَرَّرُ مِرَارًا فَهَلْ عَلَيَّ شَيْءٌ؟ وَمَاذَا أَصْنَعُ لِكَيْ أُحَافِظَ عَلَى الصَّلَاةِ فِي وَقْتِهَا؟ اِصْنَعْ أُمُورًا الْأَمْرُ الْأَوَّلُ أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا أَنْ تَنَامَ مُبَكِّرًا وَلِهَذَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيْثَ بعْدَهَا لِأَجْلِ أَنْ يَنَامَ الْإِنْسَانُ مُبَكِّرًا حَتَّى يَسْتَيْقِظَ مُبَكِّرًا هَذِهِ وَاحِدَةٌ ثَانِيًا أَنْ يَكُونَ عِنْدَكَ نِيَّةٌ عِنْدَ النَّوْمِ وَعَزْمٌ وَتَصْمِيْمٌ عَلَى أَنَّكَ سَوْفَ تَقُومُ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَحِيْنَئِذٍ سَوْفَ يَسْهُلُ عَلَيْكَ الْقِيَامُ ثَالِثًا أَنْ تسْتَعْمِلَ مُنَبِّهًا سَاعَةٌ تَجْعَلُهَا عِنْدَ رَأْسِكَ تُنَبِّهُكَ وَإِنْ خَشِيْتَ أَنَّهَا إِذَا صَوَّتَتْ غَمَسْتَهَا وَسَكَتَّهَا وَبَقِيْتَ نَائِمًا أَبْعِدْهَا عَنْكَ قَلِيْلاً وَكَانَ بَعْضُ النَّاسِ مِنْ حِرْصِهِ عَلَى الصَّلَاةِ يَجْعَلُ السَّاعَةَ الْمُنَبِّهَةَ فِي تَنَكَةٍ تَعْرِفُونَ التَّنَكَةَ وَيُبْعِدَهَا عَنْهُ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ صَوْتُهَا قَوِيًّا حَتَّى يَقُومَ اِفْعَلْ هَذَا مَا فِي مَانِعٍ رَابِعًا إِذَا لَمْ يَتَيَسَّرْ لَكَ هَذَا فَاجْعَلْ التِّلِفُونَ عِنْدَ رَأْسِكَ إِن كَانَ عِنْدَكَ التِّلِفُونُ وَقُلْ لِأَحَدِ إِخْوَانِكَ إِذَا أَذَّنَ الْفَجْرَ فَالْزَمْ عَلَيَّ الْمُهِمُّ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَفْعَلَ الْأَسْبَابَ الَّتِي يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى الِاسْتِيقَاظِ حَتَّى يُؤَدِّيَ صَلَاةَ الْفَجْرِ فِي وَقْتِهَا وَمَنْ عَوَّدَ نَفْسَهُ الْكَسَلَ فَإِنَّهُ لَنْ يَزَالَ عَلَى كَسَلٍ أَمَّا الصَّلَاةُ فِي غَيْرِ وَقْتِهَا فَإِنْ كَانَ يَتَعَمَّدُ هَذَا فَصَلَاتُهُ غَيْرُ مَقْبُولَةٍ مَرْدُودَةٌ عَلَيْهِ وَلَوْ صَلَّى أَلْفَ مَرَّةٍ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ أَيْ مَرْدُودٌ عَلَيْهِ

Hadis: Larangan Meminang Wanita yang Sedang Dipinang oleh Orang Lain

Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketigaKandungan keempatKandungan kelima Teks Hadis Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ “Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain hingga ia meninggalkannya (membatalkannya), atau ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” (HR. Bukhari no. 5142 dan Muslim no. 1412) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini adalah dalil terlarangnya seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki lain. Yaitu, dia meminang seorang wanita untuk menikah dengannya, setelah sebelumnya wanita tersebut dipinang oleh orang lain. Sehingga pada saat itu, sang wanita dan juga keluarganya sedang bermusyawarah atau sedang mencari informasi tentang laki-laki pertama, sebelum memutuskan untuk menerima pinangan tersebut ataukah tidak. Sisi terlarangnya adalah bahwa perbuatan tersebut dapat menyebabkan perselisihan, saling benci, dan permusuhan, juga terdapat kezaliman terhadap laki-laki pertama. Hal ini karena laki-laki tersebut sudah lebih dahulu meminang sang wanita. Sebagaimana perbuatan tersebut menyebabkan laki-laki kedua meninggikan dirinya dan merendahkan laki-laki pertama. Dari sahabat Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ فَلَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَذَرَ “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya. Maka tidak halal bagi seorang mukmin membeli barang yang telah dibeli (dipesan) saudaranya, dan tidak halal meminang pinangan saudaranya sebelum ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 1414) Kandungan kedua Di dalam hadis tersebut disebutkan dua pengecualian, sehingga menunjukkan bolehnya meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain: Pertama, ketika laki-laki pertama membatalkan pinangannya. Dalam kondisi ini, maka boleh bagi laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Karena ketika dia sudah membatalkan pinangannya, dia sudah tidak lagi memiliki hak yang sebelumnya telah diberikan oleh syariat. Jika dia melarang laki-laki lain meminang sang wanita, maka hal itu menimbulkan kerugian (mudarat) bagi sang wanita. Kedua, jika laki-laki pertama mengijinkan laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Para ulama fikih menyebutkan kondisi ketiga yang memperbolehkan seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain, yaitu jika laki-laki kedua tidak mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, atau jika laki-laki kedua mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, namun yang dia tahu bahwa pinangannya ditolak (padahal masih dimusyawarahkan atau pinangannya telah diterima). Hal ini karena memang laki-laki kedua tersebut betul-betul tidak mengetahui kondisi sebenarnya, dan tidak tahu (jahl) adalah uzur (alasan) yang dimaklumi dalam hukum syariat. Dan juga karena laki-laki kedua tersebut tidak memiliki niat buruk karena ketidaktahuannya tersebut. (Lihat Khitbatun Nisaa’ fi Asy-Syari’atil Islamiyyah, hal. 34) Baca juga: Melamar Wanita Yang Tidak Berjilbab Atau Ber-Tabarruj Kandungan ketiga Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika pinangan laki-laki kedua tersebut diterima oleh sang wanita, dan selanjutnya terjadi akad nikah, maka akad nikah tersebut tetap sah dan tidak batal. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 9: 208) Akan tetapi, laki-laki kedua tersebut tetap berdosa, meskipun akad nikahnya sah. Hal ini karena larangan dalam hadis tersebut berkaitan dengan khitbah (pinangan atau lamaran), bukan berkaitan dengan akad nikah. Juga karena akad nikahnya telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun akad nikah. Adanya penyelisihan terhadap syariat yang berkaitan dengan sarana (yaitu proses khitbah), tidaklah berkonsekuensi tidak sahnya akad nikah. Kandungan keempat Pemahaman sebaliknya dari perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain … “ adalah seorang laki-laki muslim boleh meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim, seperti laki-laki ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Karena yang dimaksud dengan kata “saudara” di sini adalah “saudara sesama muslim” (laki-laki pertama dan kedua sama-sama muslim). Pendapat lain mengatakan bahwa perbuatan tersebut tetap terlarang, seorang laki-laki muslim tetap tidak diperbolehkan meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim. Hal ini karena hadis tersebut menceritakan kondisi pada umumnya di masyarakat, yaitu seorang wanita muslimah dipinang oleh laki-laki muslim. Adapun kejadian “seorang laki-laki muslim meminang wanita non-muslimah (ahli kitab)” atau “seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim” adalah kejadian yang sangat langka. Dan juga terdapat alasan yang sama atas terlarangnya hal tersebut, yaitu potensi menimbulkan permusuhan, bahkan hal itu bisa menimbulkan fitnah antara kaum muslimin dan kaum non-muslim. Kandungan kelima Jumhur ulama berpendapat tidak bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik (yang terus-menerus terjerumus dalam dosa besar, misalnya laki-laki pezina, pemabuk, dan sejenisnya). Jumhur ulama berdalil dengan cakupan makna umum yang terdapat dalam hadis di atas, karena hadis di atas tidak membedakan apakah laki-laki yang terlebih dulu meminang itu adalah laki-laki fasik atau laki-laki saleh. Alasan lainnya, kefasikan itu tidaklah mengeluarkan seseorang dari Islam, sehingga masih tercakup dalam kata “saudara”. Pendapat kedua mengatakan bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Malikiyah, Al-Auza’i, dan Ibnu Hazm rahimahumullah. Hal ini karena pokok agama adalah nasihat, yaitu menginginkan kebaikan untuk orang lain. Selain itu, laki-laki saleh lebih layak diterima pinangannya dibandingkan laki-laki fasik. (Lihat Al-Istidzkar, 16: 13 dan Al-Muhalla, 10: 34-35) Pendapat pertama adalah pendapat yang lebih kuat, adapun pendapat kedua adalah ijtihad yang bertentangan dengan dalil yang sahih, sehingga tertolak. Karena tidak boleh ada ijtihad ketika sudah ada dalil tegas (nash). Alasan lainnya, karena sang wanita dan wali (keluarga) sang wanita itulah yang berhak memutuskan apakah pinangan laki-laki fasik tersebut ditolak atau diterima. Akan tetapi, jika sang wanita adalah seorang wanita yang menjaga kehormatannya (agamanya bagus), dan laki-laki kedua juga bagus agamanya, sedangkan laki-laki pertama adalah laki-laki fasik, maka bisa jadi pendapat sebagian ulama Malikiyah tersebut ada sisi benarnya jika dilihat dari sudut pandang sekufu ataukah tidak. Sehingga pinangan laki-laki fasik itu seperti tidak teranggap (tidak ada), karena tidak sekufu. Dan hadis di atas tetap berlaku sesuai makna umumnya. Penilaian sekufu ataukah tidak diserahkan keada wanita dan walinya, jika mereka rida dengan pinangan laki-laki fasik, maka seorang laki-laki saleh tidak boleh meminang wanita tersebut selama masih berproses dengan laki-laki fasik tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Menikah adalah Sunah Nabi *** @17 Zulkaidah 1445/ 25 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 205-208). Tags: melamarmenikah

Hadis: Larangan Meminang Wanita yang Sedang Dipinang oleh Orang Lain

Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketigaKandungan keempatKandungan kelima Teks Hadis Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ “Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain hingga ia meninggalkannya (membatalkannya), atau ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” (HR. Bukhari no. 5142 dan Muslim no. 1412) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini adalah dalil terlarangnya seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki lain. Yaitu, dia meminang seorang wanita untuk menikah dengannya, setelah sebelumnya wanita tersebut dipinang oleh orang lain. Sehingga pada saat itu, sang wanita dan juga keluarganya sedang bermusyawarah atau sedang mencari informasi tentang laki-laki pertama, sebelum memutuskan untuk menerima pinangan tersebut ataukah tidak. Sisi terlarangnya adalah bahwa perbuatan tersebut dapat menyebabkan perselisihan, saling benci, dan permusuhan, juga terdapat kezaliman terhadap laki-laki pertama. Hal ini karena laki-laki tersebut sudah lebih dahulu meminang sang wanita. Sebagaimana perbuatan tersebut menyebabkan laki-laki kedua meninggikan dirinya dan merendahkan laki-laki pertama. Dari sahabat Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ فَلَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَذَرَ “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya. Maka tidak halal bagi seorang mukmin membeli barang yang telah dibeli (dipesan) saudaranya, dan tidak halal meminang pinangan saudaranya sebelum ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 1414) Kandungan kedua Di dalam hadis tersebut disebutkan dua pengecualian, sehingga menunjukkan bolehnya meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain: Pertama, ketika laki-laki pertama membatalkan pinangannya. Dalam kondisi ini, maka boleh bagi laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Karena ketika dia sudah membatalkan pinangannya, dia sudah tidak lagi memiliki hak yang sebelumnya telah diberikan oleh syariat. Jika dia melarang laki-laki lain meminang sang wanita, maka hal itu menimbulkan kerugian (mudarat) bagi sang wanita. Kedua, jika laki-laki pertama mengijinkan laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Para ulama fikih menyebutkan kondisi ketiga yang memperbolehkan seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain, yaitu jika laki-laki kedua tidak mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, atau jika laki-laki kedua mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, namun yang dia tahu bahwa pinangannya ditolak (padahal masih dimusyawarahkan atau pinangannya telah diterima). Hal ini karena memang laki-laki kedua tersebut betul-betul tidak mengetahui kondisi sebenarnya, dan tidak tahu (jahl) adalah uzur (alasan) yang dimaklumi dalam hukum syariat. Dan juga karena laki-laki kedua tersebut tidak memiliki niat buruk karena ketidaktahuannya tersebut. (Lihat Khitbatun Nisaa’ fi Asy-Syari’atil Islamiyyah, hal. 34) Baca juga: Melamar Wanita Yang Tidak Berjilbab Atau Ber-Tabarruj Kandungan ketiga Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika pinangan laki-laki kedua tersebut diterima oleh sang wanita, dan selanjutnya terjadi akad nikah, maka akad nikah tersebut tetap sah dan tidak batal. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 9: 208) Akan tetapi, laki-laki kedua tersebut tetap berdosa, meskipun akad nikahnya sah. Hal ini karena larangan dalam hadis tersebut berkaitan dengan khitbah (pinangan atau lamaran), bukan berkaitan dengan akad nikah. Juga karena akad nikahnya telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun akad nikah. Adanya penyelisihan terhadap syariat yang berkaitan dengan sarana (yaitu proses khitbah), tidaklah berkonsekuensi tidak sahnya akad nikah. Kandungan keempat Pemahaman sebaliknya dari perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain … “ adalah seorang laki-laki muslim boleh meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim, seperti laki-laki ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Karena yang dimaksud dengan kata “saudara” di sini adalah “saudara sesama muslim” (laki-laki pertama dan kedua sama-sama muslim). Pendapat lain mengatakan bahwa perbuatan tersebut tetap terlarang, seorang laki-laki muslim tetap tidak diperbolehkan meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim. Hal ini karena hadis tersebut menceritakan kondisi pada umumnya di masyarakat, yaitu seorang wanita muslimah dipinang oleh laki-laki muslim. Adapun kejadian “seorang laki-laki muslim meminang wanita non-muslimah (ahli kitab)” atau “seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim” adalah kejadian yang sangat langka. Dan juga terdapat alasan yang sama atas terlarangnya hal tersebut, yaitu potensi menimbulkan permusuhan, bahkan hal itu bisa menimbulkan fitnah antara kaum muslimin dan kaum non-muslim. Kandungan kelima Jumhur ulama berpendapat tidak bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik (yang terus-menerus terjerumus dalam dosa besar, misalnya laki-laki pezina, pemabuk, dan sejenisnya). Jumhur ulama berdalil dengan cakupan makna umum yang terdapat dalam hadis di atas, karena hadis di atas tidak membedakan apakah laki-laki yang terlebih dulu meminang itu adalah laki-laki fasik atau laki-laki saleh. Alasan lainnya, kefasikan itu tidaklah mengeluarkan seseorang dari Islam, sehingga masih tercakup dalam kata “saudara”. Pendapat kedua mengatakan bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Malikiyah, Al-Auza’i, dan Ibnu Hazm rahimahumullah. Hal ini karena pokok agama adalah nasihat, yaitu menginginkan kebaikan untuk orang lain. Selain itu, laki-laki saleh lebih layak diterima pinangannya dibandingkan laki-laki fasik. (Lihat Al-Istidzkar, 16: 13 dan Al-Muhalla, 10: 34-35) Pendapat pertama adalah pendapat yang lebih kuat, adapun pendapat kedua adalah ijtihad yang bertentangan dengan dalil yang sahih, sehingga tertolak. Karena tidak boleh ada ijtihad ketika sudah ada dalil tegas (nash). Alasan lainnya, karena sang wanita dan wali (keluarga) sang wanita itulah yang berhak memutuskan apakah pinangan laki-laki fasik tersebut ditolak atau diterima. Akan tetapi, jika sang wanita adalah seorang wanita yang menjaga kehormatannya (agamanya bagus), dan laki-laki kedua juga bagus agamanya, sedangkan laki-laki pertama adalah laki-laki fasik, maka bisa jadi pendapat sebagian ulama Malikiyah tersebut ada sisi benarnya jika dilihat dari sudut pandang sekufu ataukah tidak. Sehingga pinangan laki-laki fasik itu seperti tidak teranggap (tidak ada), karena tidak sekufu. Dan hadis di atas tetap berlaku sesuai makna umumnya. Penilaian sekufu ataukah tidak diserahkan keada wanita dan walinya, jika mereka rida dengan pinangan laki-laki fasik, maka seorang laki-laki saleh tidak boleh meminang wanita tersebut selama masih berproses dengan laki-laki fasik tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Menikah adalah Sunah Nabi *** @17 Zulkaidah 1445/ 25 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 205-208). Tags: melamarmenikah
Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketigaKandungan keempatKandungan kelima Teks Hadis Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ “Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain hingga ia meninggalkannya (membatalkannya), atau ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” (HR. Bukhari no. 5142 dan Muslim no. 1412) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini adalah dalil terlarangnya seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki lain. Yaitu, dia meminang seorang wanita untuk menikah dengannya, setelah sebelumnya wanita tersebut dipinang oleh orang lain. Sehingga pada saat itu, sang wanita dan juga keluarganya sedang bermusyawarah atau sedang mencari informasi tentang laki-laki pertama, sebelum memutuskan untuk menerima pinangan tersebut ataukah tidak. Sisi terlarangnya adalah bahwa perbuatan tersebut dapat menyebabkan perselisihan, saling benci, dan permusuhan, juga terdapat kezaliman terhadap laki-laki pertama. Hal ini karena laki-laki tersebut sudah lebih dahulu meminang sang wanita. Sebagaimana perbuatan tersebut menyebabkan laki-laki kedua meninggikan dirinya dan merendahkan laki-laki pertama. Dari sahabat Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ فَلَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَذَرَ “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya. Maka tidak halal bagi seorang mukmin membeli barang yang telah dibeli (dipesan) saudaranya, dan tidak halal meminang pinangan saudaranya sebelum ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 1414) Kandungan kedua Di dalam hadis tersebut disebutkan dua pengecualian, sehingga menunjukkan bolehnya meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain: Pertama, ketika laki-laki pertama membatalkan pinangannya. Dalam kondisi ini, maka boleh bagi laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Karena ketika dia sudah membatalkan pinangannya, dia sudah tidak lagi memiliki hak yang sebelumnya telah diberikan oleh syariat. Jika dia melarang laki-laki lain meminang sang wanita, maka hal itu menimbulkan kerugian (mudarat) bagi sang wanita. Kedua, jika laki-laki pertama mengijinkan laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Para ulama fikih menyebutkan kondisi ketiga yang memperbolehkan seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain, yaitu jika laki-laki kedua tidak mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, atau jika laki-laki kedua mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, namun yang dia tahu bahwa pinangannya ditolak (padahal masih dimusyawarahkan atau pinangannya telah diterima). Hal ini karena memang laki-laki kedua tersebut betul-betul tidak mengetahui kondisi sebenarnya, dan tidak tahu (jahl) adalah uzur (alasan) yang dimaklumi dalam hukum syariat. Dan juga karena laki-laki kedua tersebut tidak memiliki niat buruk karena ketidaktahuannya tersebut. (Lihat Khitbatun Nisaa’ fi Asy-Syari’atil Islamiyyah, hal. 34) Baca juga: Melamar Wanita Yang Tidak Berjilbab Atau Ber-Tabarruj Kandungan ketiga Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika pinangan laki-laki kedua tersebut diterima oleh sang wanita, dan selanjutnya terjadi akad nikah, maka akad nikah tersebut tetap sah dan tidak batal. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 9: 208) Akan tetapi, laki-laki kedua tersebut tetap berdosa, meskipun akad nikahnya sah. Hal ini karena larangan dalam hadis tersebut berkaitan dengan khitbah (pinangan atau lamaran), bukan berkaitan dengan akad nikah. Juga karena akad nikahnya telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun akad nikah. Adanya penyelisihan terhadap syariat yang berkaitan dengan sarana (yaitu proses khitbah), tidaklah berkonsekuensi tidak sahnya akad nikah. Kandungan keempat Pemahaman sebaliknya dari perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain … “ adalah seorang laki-laki muslim boleh meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim, seperti laki-laki ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Karena yang dimaksud dengan kata “saudara” di sini adalah “saudara sesama muslim” (laki-laki pertama dan kedua sama-sama muslim). Pendapat lain mengatakan bahwa perbuatan tersebut tetap terlarang, seorang laki-laki muslim tetap tidak diperbolehkan meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim. Hal ini karena hadis tersebut menceritakan kondisi pada umumnya di masyarakat, yaitu seorang wanita muslimah dipinang oleh laki-laki muslim. Adapun kejadian “seorang laki-laki muslim meminang wanita non-muslimah (ahli kitab)” atau “seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim” adalah kejadian yang sangat langka. Dan juga terdapat alasan yang sama atas terlarangnya hal tersebut, yaitu potensi menimbulkan permusuhan, bahkan hal itu bisa menimbulkan fitnah antara kaum muslimin dan kaum non-muslim. Kandungan kelima Jumhur ulama berpendapat tidak bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik (yang terus-menerus terjerumus dalam dosa besar, misalnya laki-laki pezina, pemabuk, dan sejenisnya). Jumhur ulama berdalil dengan cakupan makna umum yang terdapat dalam hadis di atas, karena hadis di atas tidak membedakan apakah laki-laki yang terlebih dulu meminang itu adalah laki-laki fasik atau laki-laki saleh. Alasan lainnya, kefasikan itu tidaklah mengeluarkan seseorang dari Islam, sehingga masih tercakup dalam kata “saudara”. Pendapat kedua mengatakan bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Malikiyah, Al-Auza’i, dan Ibnu Hazm rahimahumullah. Hal ini karena pokok agama adalah nasihat, yaitu menginginkan kebaikan untuk orang lain. Selain itu, laki-laki saleh lebih layak diterima pinangannya dibandingkan laki-laki fasik. (Lihat Al-Istidzkar, 16: 13 dan Al-Muhalla, 10: 34-35) Pendapat pertama adalah pendapat yang lebih kuat, adapun pendapat kedua adalah ijtihad yang bertentangan dengan dalil yang sahih, sehingga tertolak. Karena tidak boleh ada ijtihad ketika sudah ada dalil tegas (nash). Alasan lainnya, karena sang wanita dan wali (keluarga) sang wanita itulah yang berhak memutuskan apakah pinangan laki-laki fasik tersebut ditolak atau diterima. Akan tetapi, jika sang wanita adalah seorang wanita yang menjaga kehormatannya (agamanya bagus), dan laki-laki kedua juga bagus agamanya, sedangkan laki-laki pertama adalah laki-laki fasik, maka bisa jadi pendapat sebagian ulama Malikiyah tersebut ada sisi benarnya jika dilihat dari sudut pandang sekufu ataukah tidak. Sehingga pinangan laki-laki fasik itu seperti tidak teranggap (tidak ada), karena tidak sekufu. Dan hadis di atas tetap berlaku sesuai makna umumnya. Penilaian sekufu ataukah tidak diserahkan keada wanita dan walinya, jika mereka rida dengan pinangan laki-laki fasik, maka seorang laki-laki saleh tidak boleh meminang wanita tersebut selama masih berproses dengan laki-laki fasik tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Menikah adalah Sunah Nabi *** @17 Zulkaidah 1445/ 25 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 205-208). Tags: melamarmenikah


Daftar Isi Toggle Teks HadisKandungan HadisKandungan pertamaKandungan keduaKandungan ketigaKandungan keempatKandungan kelima Teks Hadis Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ “Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain hingga ia meninggalkannya (membatalkannya), atau ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” (HR. Bukhari no. 5142 dan Muslim no. 1412) Kandungan Hadis Kandungan pertama Hadis ini adalah dalil terlarangnya seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki lain. Yaitu, dia meminang seorang wanita untuk menikah dengannya, setelah sebelumnya wanita tersebut dipinang oleh orang lain. Sehingga pada saat itu, sang wanita dan juga keluarganya sedang bermusyawarah atau sedang mencari informasi tentang laki-laki pertama, sebelum memutuskan untuk menerima pinangan tersebut ataukah tidak. Sisi terlarangnya adalah bahwa perbuatan tersebut dapat menyebabkan perselisihan, saling benci, dan permusuhan, juga terdapat kezaliman terhadap laki-laki pertama. Hal ini karena laki-laki tersebut sudah lebih dahulu meminang sang wanita. Sebagaimana perbuatan tersebut menyebabkan laki-laki kedua meninggikan dirinya dan merendahkan laki-laki pertama. Dari sahabat Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ فَلَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَذَرَ “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya. Maka tidak halal bagi seorang mukmin membeli barang yang telah dibeli (dipesan) saudaranya, dan tidak halal meminang pinangan saudaranya sebelum ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 1414) Kandungan kedua Di dalam hadis tersebut disebutkan dua pengecualian, sehingga menunjukkan bolehnya meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain: Pertama, ketika laki-laki pertama membatalkan pinangannya. Dalam kondisi ini, maka boleh bagi laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Karena ketika dia sudah membatalkan pinangannya, dia sudah tidak lagi memiliki hak yang sebelumnya telah diberikan oleh syariat. Jika dia melarang laki-laki lain meminang sang wanita, maka hal itu menimbulkan kerugian (mudarat) bagi sang wanita. Kedua, jika laki-laki pertama mengijinkan laki-laki kedua untuk meminang sang wanita. Para ulama fikih menyebutkan kondisi ketiga yang memperbolehkan seorang laki-laki meminang seorang wanita yang sedang dalam proses dipinang oleh laki-laki lain, yaitu jika laki-laki kedua tidak mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, atau jika laki-laki kedua mengetahui bahwa sang wanita sedang dipinang, namun yang dia tahu bahwa pinangannya ditolak (padahal masih dimusyawarahkan atau pinangannya telah diterima). Hal ini karena memang laki-laki kedua tersebut betul-betul tidak mengetahui kondisi sebenarnya, dan tidak tahu (jahl) adalah uzur (alasan) yang dimaklumi dalam hukum syariat. Dan juga karena laki-laki kedua tersebut tidak memiliki niat buruk karena ketidaktahuannya tersebut. (Lihat Khitbatun Nisaa’ fi Asy-Syari’atil Islamiyyah, hal. 34) Baca juga: Melamar Wanita Yang Tidak Berjilbab Atau Ber-Tabarruj Kandungan ketiga Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika pinangan laki-laki kedua tersebut diterima oleh sang wanita, dan selanjutnya terjadi akad nikah, maka akad nikah tersebut tetap sah dan tidak batal. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 9: 208) Akan tetapi, laki-laki kedua tersebut tetap berdosa, meskipun akad nikahnya sah. Hal ini karena larangan dalam hadis tersebut berkaitan dengan khitbah (pinangan atau lamaran), bukan berkaitan dengan akad nikah. Juga karena akad nikahnya telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun akad nikah. Adanya penyelisihan terhadap syariat yang berkaitan dengan sarana (yaitu proses khitbah), tidaklah berkonsekuensi tidak sahnya akad nikah. Kandungan keempat Pemahaman sebaliknya dari perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain … “ adalah seorang laki-laki muslim boleh meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim, seperti laki-laki ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Karena yang dimaksud dengan kata “saudara” di sini adalah “saudara sesama muslim” (laki-laki pertama dan kedua sama-sama muslim). Pendapat lain mengatakan bahwa perbuatan tersebut tetap terlarang, seorang laki-laki muslim tetap tidak diperbolehkan meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim. Hal ini karena hadis tersebut menceritakan kondisi pada umumnya di masyarakat, yaitu seorang wanita muslimah dipinang oleh laki-laki muslim. Adapun kejadian “seorang laki-laki muslim meminang wanita non-muslimah (ahli kitab)” atau “seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki non-muslim” adalah kejadian yang sangat langka. Dan juga terdapat alasan yang sama atas terlarangnya hal tersebut, yaitu potensi menimbulkan permusuhan, bahkan hal itu bisa menimbulkan fitnah antara kaum muslimin dan kaum non-muslim. Kandungan kelima Jumhur ulama berpendapat tidak bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik (yang terus-menerus terjerumus dalam dosa besar, misalnya laki-laki pezina, pemabuk, dan sejenisnya). Jumhur ulama berdalil dengan cakupan makna umum yang terdapat dalam hadis di atas, karena hadis di atas tidak membedakan apakah laki-laki yang terlebih dulu meminang itu adalah laki-laki fasik atau laki-laki saleh. Alasan lainnya, kefasikan itu tidaklah mengeluarkan seseorang dari Islam, sehingga masih tercakup dalam kata “saudara”. Pendapat kedua mengatakan bolehnya seorang laki-laki saleh untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh laki-laki fasik. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Malikiyah, Al-Auza’i, dan Ibnu Hazm rahimahumullah. Hal ini karena pokok agama adalah nasihat, yaitu menginginkan kebaikan untuk orang lain. Selain itu, laki-laki saleh lebih layak diterima pinangannya dibandingkan laki-laki fasik. (Lihat Al-Istidzkar, 16: 13 dan Al-Muhalla, 10: 34-35) Pendapat pertama adalah pendapat yang lebih kuat, adapun pendapat kedua adalah ijtihad yang bertentangan dengan dalil yang sahih, sehingga tertolak. Karena tidak boleh ada ijtihad ketika sudah ada dalil tegas (nash). Alasan lainnya, karena sang wanita dan wali (keluarga) sang wanita itulah yang berhak memutuskan apakah pinangan laki-laki fasik tersebut ditolak atau diterima. Akan tetapi, jika sang wanita adalah seorang wanita yang menjaga kehormatannya (agamanya bagus), dan laki-laki kedua juga bagus agamanya, sedangkan laki-laki pertama adalah laki-laki fasik, maka bisa jadi pendapat sebagian ulama Malikiyah tersebut ada sisi benarnya jika dilihat dari sudut pandang sekufu ataukah tidak. Sehingga pinangan laki-laki fasik itu seperti tidak teranggap (tidak ada), karena tidak sekufu. Dan hadis di atas tetap berlaku sesuai makna umumnya. Penilaian sekufu ataukah tidak diserahkan keada wanita dan walinya, jika mereka rida dengan pinangan laki-laki fasik, maka seorang laki-laki saleh tidak boleh meminang wanita tersebut selama masih berproses dengan laki-laki fasik tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Menikah adalah Sunah Nabi *** @17 Zulkaidah 1445/ 25 Mei 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 205-208). Tags: melamarmenikah

Perbedaan antara Beberapa Jenis Salat Sunah dalam Fiqih Mazhab Syafi’i

Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan Salat al-Awwabin? Kemudian, apa beda antara Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam? Syaikh Dr. Labib Najib, seorang pakar fiqih mazhab Syafi’i menjelaskan perbedaan beberapa jenis Salat Sunah tersebut. Syaikh Dr. Labib Najib berkata: الفرق بين: صلاة الأوابين، وصلاة التراويح، وصلاة الوتر، ، وصلاة التهجد، وصلاة الليل.  صلاة الأوابين تطلق على صلاة الضحى، وعلى الصلاة بين المغرب والعشاء، وتسمى: صلاة الغفلة.  صلاة التراويح، هي عشرون ركعة، تكون بعد فعل العشاء، وتختص برمضان، وتسن الجماعة فيها.  صلاة الوتر، هي سنة مؤكدة، بل آكد النوافل التي لا تسن لها الجماعة، وآكد من التراويح، وأقلها: ركعة، وأكثرها: إحدى عشرة ركعة، ولا تختص برمضان، ووقتها بعد فعل العشاء. صلاة التهجد، هي: صلاة في الليل بعد نوم، فالصلاة تشمل الفرض، فلو قضى فرضًا بعد نومٍ حصل التهجد، ويحصل التهجد ولو بسنة العشاء، أو الوتر إذا فُعل بعد نومٍ. صلاة الليل، تشمل كلَّ صلاة في الليل، ولو وترا أو تهجدا أو تراويح، فالإضافة بتقدير (في). ويتبين مما تقدم أنَّ العلاقة بين الوتر والتهجد علاقة عموم وخصوص وجهي: – فلو صلى الوتر بعد النوم، فهو وتر وتهجد. – أو صلاه قبل النوم، فهو وتر، لا تهجد. – أو صلى غير الوتر – كنفل مطلق – بعد النوم فهو تهجدٌ لا وتر. Perbedaan antara Salat al-Awwabin, Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam: Salat al-Awwabin adalah sebutan bagi Salat Duha, dan salat di antara Salat Maghrib dan Salat Isya. Salat ini juga disebut dengan Salat Ghaflah. Salat Tarawih jumlah rakaatnya adalah 20 rakaat dan dilakukan setelah mendirikan Salat Isya, ia hanya dilakukan pada bulan Ramadan dan pelaksanaannya disunahkan secara berjamaah. Salat Witir adalah salat yang hukumnya sunah muakadah, bahkan ia lebih ditekankan pelaksanaannya daripada salat-salat sunah lain yang pelaksanaannya tidak disunahkan secara berjamaah. Ia juga lebih ditekankan daripada Salat Tarawih. Salat Witir ini jumlah minimal rakaatnya adalah satu rakaat, sedangkan maksimalnya adalah 11 rakaat. Salat ini tidak dikhususkan pelaksanaannya pada bulan Ramadan saja, dan waktu pelaksanaannya adalah setelah mendirikan Salat Isya. Salat Tahajud adalah salat pada malam hari setelah bangun tidur, dan salat ini juga mencakup Salat Fardu. Jadi seandainya ada orang yang mengqadha Salat Fardu (pada malam hari) setelah bangun tidur, maka itu juga dianggap sebagai Salat Tahajud. Bahkan jika ia mengerjakan Salat Sunah Rawatib Isya atau Salat Witir setelah bangun tidur, teranggap telah melakukan Shalat Tahajud. Sedangkan Salat Malam mencakup seluruh salat pada malam hari, meskipun itu berupa Salat Witir, Salat Tahajud, atau Salat Tarawih. Jadi frasa kata “Salat Malam” ini bermakna “di”, yakni salat di malam hari. Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa hubungan antara Salat Witir dan Salat Tahajud adalah hubungan umum dan khusus dari sudut pandangnya, yakni: Seandainya seseorang mendirikan Salat Witir setelah bangun tidur, maka salat itu adalah Salat Witir dan Salat Tahajud, atau Jika dia mendirikan salat itu sebelum tidur, maka itu adalah Salat Witir saja dan bukan Salat Tahajud, atau Jika dia salat selain Salat Witir–seperti Salat Sunah Mutlak–setelah bangun tidur, maka itu adalah Salat Tahajud saja dan bukan Salat Witir. Sumber artikel. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 286 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,091 QRIS donasi Yufid

Perbedaan antara Beberapa Jenis Salat Sunah dalam Fiqih Mazhab Syafi’i

Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan Salat al-Awwabin? Kemudian, apa beda antara Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam? Syaikh Dr. Labib Najib, seorang pakar fiqih mazhab Syafi’i menjelaskan perbedaan beberapa jenis Salat Sunah tersebut. Syaikh Dr. Labib Najib berkata: الفرق بين: صلاة الأوابين، وصلاة التراويح، وصلاة الوتر، ، وصلاة التهجد، وصلاة الليل.  صلاة الأوابين تطلق على صلاة الضحى، وعلى الصلاة بين المغرب والعشاء، وتسمى: صلاة الغفلة.  صلاة التراويح، هي عشرون ركعة، تكون بعد فعل العشاء، وتختص برمضان، وتسن الجماعة فيها.  صلاة الوتر، هي سنة مؤكدة، بل آكد النوافل التي لا تسن لها الجماعة، وآكد من التراويح، وأقلها: ركعة، وأكثرها: إحدى عشرة ركعة، ولا تختص برمضان، ووقتها بعد فعل العشاء. صلاة التهجد، هي: صلاة في الليل بعد نوم، فالصلاة تشمل الفرض، فلو قضى فرضًا بعد نومٍ حصل التهجد، ويحصل التهجد ولو بسنة العشاء، أو الوتر إذا فُعل بعد نومٍ. صلاة الليل، تشمل كلَّ صلاة في الليل، ولو وترا أو تهجدا أو تراويح، فالإضافة بتقدير (في). ويتبين مما تقدم أنَّ العلاقة بين الوتر والتهجد علاقة عموم وخصوص وجهي: – فلو صلى الوتر بعد النوم، فهو وتر وتهجد. – أو صلاه قبل النوم، فهو وتر، لا تهجد. – أو صلى غير الوتر – كنفل مطلق – بعد النوم فهو تهجدٌ لا وتر. Perbedaan antara Salat al-Awwabin, Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam: Salat al-Awwabin adalah sebutan bagi Salat Duha, dan salat di antara Salat Maghrib dan Salat Isya. Salat ini juga disebut dengan Salat Ghaflah. Salat Tarawih jumlah rakaatnya adalah 20 rakaat dan dilakukan setelah mendirikan Salat Isya, ia hanya dilakukan pada bulan Ramadan dan pelaksanaannya disunahkan secara berjamaah. Salat Witir adalah salat yang hukumnya sunah muakadah, bahkan ia lebih ditekankan pelaksanaannya daripada salat-salat sunah lain yang pelaksanaannya tidak disunahkan secara berjamaah. Ia juga lebih ditekankan daripada Salat Tarawih. Salat Witir ini jumlah minimal rakaatnya adalah satu rakaat, sedangkan maksimalnya adalah 11 rakaat. Salat ini tidak dikhususkan pelaksanaannya pada bulan Ramadan saja, dan waktu pelaksanaannya adalah setelah mendirikan Salat Isya. Salat Tahajud adalah salat pada malam hari setelah bangun tidur, dan salat ini juga mencakup Salat Fardu. Jadi seandainya ada orang yang mengqadha Salat Fardu (pada malam hari) setelah bangun tidur, maka itu juga dianggap sebagai Salat Tahajud. Bahkan jika ia mengerjakan Salat Sunah Rawatib Isya atau Salat Witir setelah bangun tidur, teranggap telah melakukan Shalat Tahajud. Sedangkan Salat Malam mencakup seluruh salat pada malam hari, meskipun itu berupa Salat Witir, Salat Tahajud, atau Salat Tarawih. Jadi frasa kata “Salat Malam” ini bermakna “di”, yakni salat di malam hari. Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa hubungan antara Salat Witir dan Salat Tahajud adalah hubungan umum dan khusus dari sudut pandangnya, yakni: Seandainya seseorang mendirikan Salat Witir setelah bangun tidur, maka salat itu adalah Salat Witir dan Salat Tahajud, atau Jika dia mendirikan salat itu sebelum tidur, maka itu adalah Salat Witir saja dan bukan Salat Tahajud, atau Jika dia salat selain Salat Witir–seperti Salat Sunah Mutlak–setelah bangun tidur, maka itu adalah Salat Tahajud saja dan bukan Salat Witir. Sumber artikel. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 286 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,091 QRIS donasi Yufid
Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan Salat al-Awwabin? Kemudian, apa beda antara Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam? Syaikh Dr. Labib Najib, seorang pakar fiqih mazhab Syafi’i menjelaskan perbedaan beberapa jenis Salat Sunah tersebut. Syaikh Dr. Labib Najib berkata: الفرق بين: صلاة الأوابين، وصلاة التراويح، وصلاة الوتر، ، وصلاة التهجد، وصلاة الليل.  صلاة الأوابين تطلق على صلاة الضحى، وعلى الصلاة بين المغرب والعشاء، وتسمى: صلاة الغفلة.  صلاة التراويح، هي عشرون ركعة، تكون بعد فعل العشاء، وتختص برمضان، وتسن الجماعة فيها.  صلاة الوتر، هي سنة مؤكدة، بل آكد النوافل التي لا تسن لها الجماعة، وآكد من التراويح، وأقلها: ركعة، وأكثرها: إحدى عشرة ركعة، ولا تختص برمضان، ووقتها بعد فعل العشاء. صلاة التهجد، هي: صلاة في الليل بعد نوم، فالصلاة تشمل الفرض، فلو قضى فرضًا بعد نومٍ حصل التهجد، ويحصل التهجد ولو بسنة العشاء، أو الوتر إذا فُعل بعد نومٍ. صلاة الليل، تشمل كلَّ صلاة في الليل، ولو وترا أو تهجدا أو تراويح، فالإضافة بتقدير (في). ويتبين مما تقدم أنَّ العلاقة بين الوتر والتهجد علاقة عموم وخصوص وجهي: – فلو صلى الوتر بعد النوم، فهو وتر وتهجد. – أو صلاه قبل النوم، فهو وتر، لا تهجد. – أو صلى غير الوتر – كنفل مطلق – بعد النوم فهو تهجدٌ لا وتر. Perbedaan antara Salat al-Awwabin, Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam: Salat al-Awwabin adalah sebutan bagi Salat Duha, dan salat di antara Salat Maghrib dan Salat Isya. Salat ini juga disebut dengan Salat Ghaflah. Salat Tarawih jumlah rakaatnya adalah 20 rakaat dan dilakukan setelah mendirikan Salat Isya, ia hanya dilakukan pada bulan Ramadan dan pelaksanaannya disunahkan secara berjamaah. Salat Witir adalah salat yang hukumnya sunah muakadah, bahkan ia lebih ditekankan pelaksanaannya daripada salat-salat sunah lain yang pelaksanaannya tidak disunahkan secara berjamaah. Ia juga lebih ditekankan daripada Salat Tarawih. Salat Witir ini jumlah minimal rakaatnya adalah satu rakaat, sedangkan maksimalnya adalah 11 rakaat. Salat ini tidak dikhususkan pelaksanaannya pada bulan Ramadan saja, dan waktu pelaksanaannya adalah setelah mendirikan Salat Isya. Salat Tahajud adalah salat pada malam hari setelah bangun tidur, dan salat ini juga mencakup Salat Fardu. Jadi seandainya ada orang yang mengqadha Salat Fardu (pada malam hari) setelah bangun tidur, maka itu juga dianggap sebagai Salat Tahajud. Bahkan jika ia mengerjakan Salat Sunah Rawatib Isya atau Salat Witir setelah bangun tidur, teranggap telah melakukan Shalat Tahajud. Sedangkan Salat Malam mencakup seluruh salat pada malam hari, meskipun itu berupa Salat Witir, Salat Tahajud, atau Salat Tarawih. Jadi frasa kata “Salat Malam” ini bermakna “di”, yakni salat di malam hari. Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa hubungan antara Salat Witir dan Salat Tahajud adalah hubungan umum dan khusus dari sudut pandangnya, yakni: Seandainya seseorang mendirikan Salat Witir setelah bangun tidur, maka salat itu adalah Salat Witir dan Salat Tahajud, atau Jika dia mendirikan salat itu sebelum tidur, maka itu adalah Salat Witir saja dan bukan Salat Tahajud, atau Jika dia salat selain Salat Witir–seperti Salat Sunah Mutlak–setelah bangun tidur, maka itu adalah Salat Tahajud saja dan bukan Salat Witir. Sumber artikel. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 286 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,091 QRIS donasi Yufid


Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan Salat al-Awwabin? Kemudian, apa beda antara Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam? Syaikh Dr. Labib Najib, seorang pakar fiqih mazhab Syafi’i menjelaskan perbedaan beberapa jenis Salat Sunah tersebut. Syaikh Dr. Labib Najib berkata: الفرق بين: صلاة الأوابين، وصلاة التراويح، وصلاة الوتر، ، وصلاة التهجد، وصلاة الليل.  صلاة الأوابين تطلق على صلاة الضحى، وعلى الصلاة بين المغرب والعشاء، وتسمى: صلاة الغفلة.  صلاة التراويح، هي عشرون ركعة، تكون بعد فعل العشاء، وتختص برمضان، وتسن الجماعة فيها.  صلاة الوتر، هي سنة مؤكدة، بل آكد النوافل التي لا تسن لها الجماعة، وآكد من التراويح، وأقلها: ركعة، وأكثرها: إحدى عشرة ركعة، ولا تختص برمضان، ووقتها بعد فعل العشاء. صلاة التهجد، هي: صلاة في الليل بعد نوم، فالصلاة تشمل الفرض، فلو قضى فرضًا بعد نومٍ حصل التهجد، ويحصل التهجد ولو بسنة العشاء، أو الوتر إذا فُعل بعد نومٍ. صلاة الليل، تشمل كلَّ صلاة في الليل، ولو وترا أو تهجدا أو تراويح، فالإضافة بتقدير (في). ويتبين مما تقدم أنَّ العلاقة بين الوتر والتهجد علاقة عموم وخصوص وجهي: – فلو صلى الوتر بعد النوم، فهو وتر وتهجد. – أو صلاه قبل النوم، فهو وتر، لا تهجد. – أو صلى غير الوتر – كنفل مطلق – بعد النوم فهو تهجدٌ لا وتر. Perbedaan antara Salat al-Awwabin, Salat Tarawih, Salat Witir, Salat Tahajud, dan Salat Malam: Salat al-Awwabin adalah sebutan bagi Salat Duha, dan salat di antara Salat Maghrib dan Salat Isya. Salat ini juga disebut dengan Salat Ghaflah. Salat Tarawih jumlah rakaatnya adalah 20 rakaat dan dilakukan setelah mendirikan Salat Isya, ia hanya dilakukan pada bulan Ramadan dan pelaksanaannya disunahkan secara berjamaah. Salat Witir adalah salat yang hukumnya sunah muakadah, bahkan ia lebih ditekankan pelaksanaannya daripada salat-salat sunah lain yang pelaksanaannya tidak disunahkan secara berjamaah. Ia juga lebih ditekankan daripada Salat Tarawih. Salat Witir ini jumlah minimal rakaatnya adalah satu rakaat, sedangkan maksimalnya adalah 11 rakaat. Salat ini tidak dikhususkan pelaksanaannya pada bulan Ramadan saja, dan waktu pelaksanaannya adalah setelah mendirikan Salat Isya. Salat Tahajud adalah salat pada malam hari setelah bangun tidur, dan salat ini juga mencakup Salat Fardu. Jadi seandainya ada orang yang mengqadha Salat Fardu (pada malam hari) setelah bangun tidur, maka itu juga dianggap sebagai Salat Tahajud. Bahkan jika ia mengerjakan Salat Sunah Rawatib Isya atau Salat Witir setelah bangun tidur, teranggap telah melakukan Shalat Tahajud. Sedangkan Salat Malam mencakup seluruh salat pada malam hari, meskipun itu berupa Salat Witir, Salat Tahajud, atau Salat Tarawih. Jadi frasa kata “Salat Malam” ini bermakna “di”, yakni salat di malam hari. Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa hubungan antara Salat Witir dan Salat Tahajud adalah hubungan umum dan khusus dari sudut pandangnya, yakni: Seandainya seseorang mendirikan Salat Witir setelah bangun tidur, maka salat itu adalah Salat Witir dan Salat Tahajud, atau Jika dia mendirikan salat itu sebelum tidur, maka itu adalah Salat Witir saja dan bukan Salat Tahajud, atau Jika dia salat selain Salat Witir–seperti Salat Sunah Mutlak–setelah bangun tidur, maka itu adalah Salat Tahajud saja dan bukan Salat Witir. Sumber artikel. 🔍 Arab Insyaallah, Foto Cincin Batu Akik, Doa Setelah Wudhu Rumaysho, Bacaan Doa Untuk Ibu Yang Sudah Meninggal, Efek Sering Onani Visited 286 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,091 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Fikih Transaksi Gadai (Bag. 1) : Definisi, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya

Daftar Isi Toggle Definisi transaksi gadai[2]Hukum transaksi gadai[3]Hukum transaksi gadai dalam IslamHukum transaksi gadai di IndonesiaDalil pensyariatan transaksi gadaiDalil Al-Qur’anDalil As-SunnahKesimpulan Gadai merupakan suatu transaksi yang bisa dikatakan saat ini sedang banyak dilakukan di Indonesia. Dilansir dari sebuah berita, kurang lebih ada dua puluh empat juta orang melakukan transaksi gadai per tahun 2024.[1] Keuntungan yang diraup oleh pemilik usaha gadai pun kian meroket. Sehingga banyak orang yang tertarik untuk membuka usaha gadai, mengingat keuntungan yang sangat menggiurkan. Tentunya, agama Islam telah mengatur segala bentuk muamalah terhadap harta. Satu di antara banyaknya muamalah yang diatur oleh agama Islam adalah berkaitan dengan transaksi gadai. Sehingga, kaum muslimin dituntut untuk mempelajari tentang transaksi ini dengan dilandaskan ilmu yang diajarkan agama Islam. Sebelum beranjak lebih jauh tentang transaksi gadai ini, tentunya harus diketahui terlebih dahulu tentang pengertian transaksi gadai itu sendiri. Definisi transaksi gadai[2] Secara bahasa, dalam bahasa Arab gadai biasa disebut dengan ar-rahn. Secara bahasa, ar-rahn biasa didefinisikan dengan ats-tsubut wa ad-dawam (sesuatu yang tetap dan konsisten). Orang Arab biasa mengatakan نِعْمَةٌ رَاهِنَة artinya “Kenikmatan yang langgeng.” Terkadang ar-rahn juga biasa disebut dengan al-habs yang artinya tertahan. Dalil dari makna ini adalah firman Allah Ta’ala, كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ “Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21) كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatsir: 38) Sehingga, amalan ataupun tanggung jawab tersebut membuatnya tertahan dan terikat. Dari sini, jelaslah makna ar-rahn secara bahasa adalah sesuatu yang tetap ataupun tertahan. Secara istilah, makna ar-rahn atau transaksi gadai adalah menjadikan suatu barang yang bernilai atau berharga sebagai jaminan untuk berutang. Gambaran secara umumnya, ada seseorang yang ingin berutang kepada orang lain. Kemudian orang yang berutang memberikan kepada orang yang diutangi suatu barang ataupun hewan. Yang mana barang atau hewan tersebut sifatnya tertahan di tangan orang yang mengutangi sampai orang yang berutang menyelesaikan utangnya terlebih dahulu. Inilah gambaran transaksi gadai menurut syariat Islam. Sehingga, dalam transaksi gadai, setidaknya ada tiga rangkaian yang harus terpenuhi: Pertama: Ar-Rahn/ Al-Marhun (Barang jaminan). Kedua: Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan/ Pengutang). Ketiga: Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan/ Pemberi utang). Hukum transaksi gadai[3] Hukum transaksi gadai dalam Islam Hukum transaksi gadai dalam Islam diperbolehkan tanpa adanya perselisihan. Tentunya selama transaksi berjalan sesuai koridor syariat dan tidak keluar darinya. Transaksi gadai atau menjaminkan suatu barang dalam berutang tidak disebutkan hal yang wajib, karena perintah yang terdapat dalam nash tidak menunjukkan perintah wajib, akan tetapi perintah yang sifatnya memberikan solusi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam ayat utang, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضً۬ا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُ ۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ‌ۗ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Rabbnya …” (QS. Al-Baqarah: 283) Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa transaksi gadai sifatnya boleh, tidak sampai wajib. Karena perintah dalam ayat ini sifatnya memberikan solusi. Dan perintah pada ayat ini ada setelah terdapat uzur, berupa tidak adanya penulis utang, mengingat di zaman dahulu tidak semua orang bisa menulis. Sebagai ganti dari tidak adanya penulis utang, maka dijadikanlah barang jaminan untuk berutang. Hukum dari menulis utang sendiri bukanlah perkara wajib. Dari sini, para ulama mengambil kesimpulan bahwa menggadaikan barang untuk berutang bukanlah hal yang wajib pula. Kendati tidak ada barang gadai yang dapat dijadikan sebagai jaminan, orang yang berutang hendaknya bertakwa kepada Allah Ta’ala. Ia tetap harus menunaikan amanahnya untuk berusaha membayar utang tersebut. Hukum transaksi gadai di Indonesia Sebagai pengetahuan, di negara kita pun terdapat undang-undang yang mengatur transaksi gadai. Di Indonesia, hukum mengenai gadai diatur melalui beberapa peraturan. Berdasarkan pasal 1150 KUHP, terdapat beberapa unsur gadai, yaitu: Pertama: Hak yang diperoleh kreditur atas benda bergerak. Kedua: Benda bergerak itu diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Ketiga: Penyerahan benda tersebut untuk jaminan utang. Keempat: Hak kreditur adalah pelunasan piutangnya dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitur tidak membayar. Kelima: Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Keenam: Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.[4] Baca juga: Zakat Untuk Harta Yang Digadaikan Dalil pensyariatan transaksi gadai Dalil Al-Qur’an Di antara dalilnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) …”(QS. Al-Baqarah: 283) Dalil As-Sunnah Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ “Binatang kendaraan boleh dikendarai jika hewan itu digadaikan dan susunya boleh diminum jika ia digadaikan dan bagi orang yang menunggang dan meminumnya wajib memberi nafkah.”[5] Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ وَارْتَهَنَ مِنْهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi (dengan pembayaran di belakang dengan ketentuan waktu tertentu) dan beliau gadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan).“[6] Inilah di antara dalil-dalil disyariatkannya transaksi gadai. Kesimpulan Kesimpulan dari pembahasan ini: Pertama: Transaksi gadai adalah termasuk transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam dan juga negara. Kedua: Transaksi gadai merupakan kemudahan dari Allah untuk hamba-hamba-Nya. Kemudahan bagi yang berutang maupun yang diutangi. Ketiga: Hukum dari transaksi gadai adalah mubah atau boleh. Tidak sampai wajib. Keempat: Transaksi gadai bisa dikatakan sebagai transaksi yang banyak digandrungi saat ini oleh masyarakat Indonesia. Sehingga, mereka sangat butuh untuk mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan transaksi gadai ini. Kelima: Orang-orang yang melakukan transaksi utang piutang atau transaksi gadai hendaknya bertakwa kepada Allah. Sebagaimana yang telah disebutkan pada ayat di atas. Demikian pembahasan awal dari transaksi gadai. Adapun perincian tentang gadai akan insyaAllah akan berlanjut di tulisan selanjutnya. Semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq. Lanjut ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai *** Depok, 22 Syawal 1445 H / 1 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Mukhtashar fil Mu’amalah karya Prof.Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al-Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Shahih Fiqih Sunnah karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Cet. Maktabah Taufiqiyyah Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah wa Kitabil ‘Aziz karya Abdul Azhim bin Badawi. Cet. Dar Ibnu Rajab Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] https://www.tvonenews.com/ekonomi/205156-wah-ada-244-juta-orang-gadaikan-barang-pegadaian-raup-laba-bersih-rp14-triliun-di-kuartal-i-2024 [2] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 320; Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105; Fiqih Sunnah, 3: 134. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 321; Fiqih Sunnah, 3: 135. [4] https://sahabat.pegadaian.co.id/artikel/inspirasi/pengertian-gadai-sistem-dan-aturannya [5] Hadis diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam sunannya no. 1254. Hadis ini disahihkan oleh Syekh Al-Albani rahimahullah. [6] Hadis sahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 2093. Tags: gadai

Fikih Transaksi Gadai (Bag. 1) : Definisi, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya

Daftar Isi Toggle Definisi transaksi gadai[2]Hukum transaksi gadai[3]Hukum transaksi gadai dalam IslamHukum transaksi gadai di IndonesiaDalil pensyariatan transaksi gadaiDalil Al-Qur’anDalil As-SunnahKesimpulan Gadai merupakan suatu transaksi yang bisa dikatakan saat ini sedang banyak dilakukan di Indonesia. Dilansir dari sebuah berita, kurang lebih ada dua puluh empat juta orang melakukan transaksi gadai per tahun 2024.[1] Keuntungan yang diraup oleh pemilik usaha gadai pun kian meroket. Sehingga banyak orang yang tertarik untuk membuka usaha gadai, mengingat keuntungan yang sangat menggiurkan. Tentunya, agama Islam telah mengatur segala bentuk muamalah terhadap harta. Satu di antara banyaknya muamalah yang diatur oleh agama Islam adalah berkaitan dengan transaksi gadai. Sehingga, kaum muslimin dituntut untuk mempelajari tentang transaksi ini dengan dilandaskan ilmu yang diajarkan agama Islam. Sebelum beranjak lebih jauh tentang transaksi gadai ini, tentunya harus diketahui terlebih dahulu tentang pengertian transaksi gadai itu sendiri. Definisi transaksi gadai[2] Secara bahasa, dalam bahasa Arab gadai biasa disebut dengan ar-rahn. Secara bahasa, ar-rahn biasa didefinisikan dengan ats-tsubut wa ad-dawam (sesuatu yang tetap dan konsisten). Orang Arab biasa mengatakan نِعْمَةٌ رَاهِنَة artinya “Kenikmatan yang langgeng.” Terkadang ar-rahn juga biasa disebut dengan al-habs yang artinya tertahan. Dalil dari makna ini adalah firman Allah Ta’ala, كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ “Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21) كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatsir: 38) Sehingga, amalan ataupun tanggung jawab tersebut membuatnya tertahan dan terikat. Dari sini, jelaslah makna ar-rahn secara bahasa adalah sesuatu yang tetap ataupun tertahan. Secara istilah, makna ar-rahn atau transaksi gadai adalah menjadikan suatu barang yang bernilai atau berharga sebagai jaminan untuk berutang. Gambaran secara umumnya, ada seseorang yang ingin berutang kepada orang lain. Kemudian orang yang berutang memberikan kepada orang yang diutangi suatu barang ataupun hewan. Yang mana barang atau hewan tersebut sifatnya tertahan di tangan orang yang mengutangi sampai orang yang berutang menyelesaikan utangnya terlebih dahulu. Inilah gambaran transaksi gadai menurut syariat Islam. Sehingga, dalam transaksi gadai, setidaknya ada tiga rangkaian yang harus terpenuhi: Pertama: Ar-Rahn/ Al-Marhun (Barang jaminan). Kedua: Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan/ Pengutang). Ketiga: Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan/ Pemberi utang). Hukum transaksi gadai[3] Hukum transaksi gadai dalam Islam Hukum transaksi gadai dalam Islam diperbolehkan tanpa adanya perselisihan. Tentunya selama transaksi berjalan sesuai koridor syariat dan tidak keluar darinya. Transaksi gadai atau menjaminkan suatu barang dalam berutang tidak disebutkan hal yang wajib, karena perintah yang terdapat dalam nash tidak menunjukkan perintah wajib, akan tetapi perintah yang sifatnya memberikan solusi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam ayat utang, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضً۬ا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُ ۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ‌ۗ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Rabbnya …” (QS. Al-Baqarah: 283) Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa transaksi gadai sifatnya boleh, tidak sampai wajib. Karena perintah dalam ayat ini sifatnya memberikan solusi. Dan perintah pada ayat ini ada setelah terdapat uzur, berupa tidak adanya penulis utang, mengingat di zaman dahulu tidak semua orang bisa menulis. Sebagai ganti dari tidak adanya penulis utang, maka dijadikanlah barang jaminan untuk berutang. Hukum dari menulis utang sendiri bukanlah perkara wajib. Dari sini, para ulama mengambil kesimpulan bahwa menggadaikan barang untuk berutang bukanlah hal yang wajib pula. Kendati tidak ada barang gadai yang dapat dijadikan sebagai jaminan, orang yang berutang hendaknya bertakwa kepada Allah Ta’ala. Ia tetap harus menunaikan amanahnya untuk berusaha membayar utang tersebut. Hukum transaksi gadai di Indonesia Sebagai pengetahuan, di negara kita pun terdapat undang-undang yang mengatur transaksi gadai. Di Indonesia, hukum mengenai gadai diatur melalui beberapa peraturan. Berdasarkan pasal 1150 KUHP, terdapat beberapa unsur gadai, yaitu: Pertama: Hak yang diperoleh kreditur atas benda bergerak. Kedua: Benda bergerak itu diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Ketiga: Penyerahan benda tersebut untuk jaminan utang. Keempat: Hak kreditur adalah pelunasan piutangnya dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitur tidak membayar. Kelima: Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Keenam: Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.[4] Baca juga: Zakat Untuk Harta Yang Digadaikan Dalil pensyariatan transaksi gadai Dalil Al-Qur’an Di antara dalilnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) …”(QS. Al-Baqarah: 283) Dalil As-Sunnah Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ “Binatang kendaraan boleh dikendarai jika hewan itu digadaikan dan susunya boleh diminum jika ia digadaikan dan bagi orang yang menunggang dan meminumnya wajib memberi nafkah.”[5] Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ وَارْتَهَنَ مِنْهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi (dengan pembayaran di belakang dengan ketentuan waktu tertentu) dan beliau gadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan).“[6] Inilah di antara dalil-dalil disyariatkannya transaksi gadai. Kesimpulan Kesimpulan dari pembahasan ini: Pertama: Transaksi gadai adalah termasuk transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam dan juga negara. Kedua: Transaksi gadai merupakan kemudahan dari Allah untuk hamba-hamba-Nya. Kemudahan bagi yang berutang maupun yang diutangi. Ketiga: Hukum dari transaksi gadai adalah mubah atau boleh. Tidak sampai wajib. Keempat: Transaksi gadai bisa dikatakan sebagai transaksi yang banyak digandrungi saat ini oleh masyarakat Indonesia. Sehingga, mereka sangat butuh untuk mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan transaksi gadai ini. Kelima: Orang-orang yang melakukan transaksi utang piutang atau transaksi gadai hendaknya bertakwa kepada Allah. Sebagaimana yang telah disebutkan pada ayat di atas. Demikian pembahasan awal dari transaksi gadai. Adapun perincian tentang gadai akan insyaAllah akan berlanjut di tulisan selanjutnya. Semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq. Lanjut ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai *** Depok, 22 Syawal 1445 H / 1 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Mukhtashar fil Mu’amalah karya Prof.Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al-Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Shahih Fiqih Sunnah karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Cet. Maktabah Taufiqiyyah Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah wa Kitabil ‘Aziz karya Abdul Azhim bin Badawi. Cet. Dar Ibnu Rajab Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] https://www.tvonenews.com/ekonomi/205156-wah-ada-244-juta-orang-gadaikan-barang-pegadaian-raup-laba-bersih-rp14-triliun-di-kuartal-i-2024 [2] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 320; Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105; Fiqih Sunnah, 3: 134. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 321; Fiqih Sunnah, 3: 135. [4] https://sahabat.pegadaian.co.id/artikel/inspirasi/pengertian-gadai-sistem-dan-aturannya [5] Hadis diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam sunannya no. 1254. Hadis ini disahihkan oleh Syekh Al-Albani rahimahullah. [6] Hadis sahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 2093. Tags: gadai
Daftar Isi Toggle Definisi transaksi gadai[2]Hukum transaksi gadai[3]Hukum transaksi gadai dalam IslamHukum transaksi gadai di IndonesiaDalil pensyariatan transaksi gadaiDalil Al-Qur’anDalil As-SunnahKesimpulan Gadai merupakan suatu transaksi yang bisa dikatakan saat ini sedang banyak dilakukan di Indonesia. Dilansir dari sebuah berita, kurang lebih ada dua puluh empat juta orang melakukan transaksi gadai per tahun 2024.[1] Keuntungan yang diraup oleh pemilik usaha gadai pun kian meroket. Sehingga banyak orang yang tertarik untuk membuka usaha gadai, mengingat keuntungan yang sangat menggiurkan. Tentunya, agama Islam telah mengatur segala bentuk muamalah terhadap harta. Satu di antara banyaknya muamalah yang diatur oleh agama Islam adalah berkaitan dengan transaksi gadai. Sehingga, kaum muslimin dituntut untuk mempelajari tentang transaksi ini dengan dilandaskan ilmu yang diajarkan agama Islam. Sebelum beranjak lebih jauh tentang transaksi gadai ini, tentunya harus diketahui terlebih dahulu tentang pengertian transaksi gadai itu sendiri. Definisi transaksi gadai[2] Secara bahasa, dalam bahasa Arab gadai biasa disebut dengan ar-rahn. Secara bahasa, ar-rahn biasa didefinisikan dengan ats-tsubut wa ad-dawam (sesuatu yang tetap dan konsisten). Orang Arab biasa mengatakan نِعْمَةٌ رَاهِنَة artinya “Kenikmatan yang langgeng.” Terkadang ar-rahn juga biasa disebut dengan al-habs yang artinya tertahan. Dalil dari makna ini adalah firman Allah Ta’ala, كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ “Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21) كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatsir: 38) Sehingga, amalan ataupun tanggung jawab tersebut membuatnya tertahan dan terikat. Dari sini, jelaslah makna ar-rahn secara bahasa adalah sesuatu yang tetap ataupun tertahan. Secara istilah, makna ar-rahn atau transaksi gadai adalah menjadikan suatu barang yang bernilai atau berharga sebagai jaminan untuk berutang. Gambaran secara umumnya, ada seseorang yang ingin berutang kepada orang lain. Kemudian orang yang berutang memberikan kepada orang yang diutangi suatu barang ataupun hewan. Yang mana barang atau hewan tersebut sifatnya tertahan di tangan orang yang mengutangi sampai orang yang berutang menyelesaikan utangnya terlebih dahulu. Inilah gambaran transaksi gadai menurut syariat Islam. Sehingga, dalam transaksi gadai, setidaknya ada tiga rangkaian yang harus terpenuhi: Pertama: Ar-Rahn/ Al-Marhun (Barang jaminan). Kedua: Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan/ Pengutang). Ketiga: Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan/ Pemberi utang). Hukum transaksi gadai[3] Hukum transaksi gadai dalam Islam Hukum transaksi gadai dalam Islam diperbolehkan tanpa adanya perselisihan. Tentunya selama transaksi berjalan sesuai koridor syariat dan tidak keluar darinya. Transaksi gadai atau menjaminkan suatu barang dalam berutang tidak disebutkan hal yang wajib, karena perintah yang terdapat dalam nash tidak menunjukkan perintah wajib, akan tetapi perintah yang sifatnya memberikan solusi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam ayat utang, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضً۬ا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُ ۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ‌ۗ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Rabbnya …” (QS. Al-Baqarah: 283) Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa transaksi gadai sifatnya boleh, tidak sampai wajib. Karena perintah dalam ayat ini sifatnya memberikan solusi. Dan perintah pada ayat ini ada setelah terdapat uzur, berupa tidak adanya penulis utang, mengingat di zaman dahulu tidak semua orang bisa menulis. Sebagai ganti dari tidak adanya penulis utang, maka dijadikanlah barang jaminan untuk berutang. Hukum dari menulis utang sendiri bukanlah perkara wajib. Dari sini, para ulama mengambil kesimpulan bahwa menggadaikan barang untuk berutang bukanlah hal yang wajib pula. Kendati tidak ada barang gadai yang dapat dijadikan sebagai jaminan, orang yang berutang hendaknya bertakwa kepada Allah Ta’ala. Ia tetap harus menunaikan amanahnya untuk berusaha membayar utang tersebut. Hukum transaksi gadai di Indonesia Sebagai pengetahuan, di negara kita pun terdapat undang-undang yang mengatur transaksi gadai. Di Indonesia, hukum mengenai gadai diatur melalui beberapa peraturan. Berdasarkan pasal 1150 KUHP, terdapat beberapa unsur gadai, yaitu: Pertama: Hak yang diperoleh kreditur atas benda bergerak. Kedua: Benda bergerak itu diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Ketiga: Penyerahan benda tersebut untuk jaminan utang. Keempat: Hak kreditur adalah pelunasan piutangnya dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitur tidak membayar. Kelima: Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Keenam: Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.[4] Baca juga: Zakat Untuk Harta Yang Digadaikan Dalil pensyariatan transaksi gadai Dalil Al-Qur’an Di antara dalilnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) …”(QS. Al-Baqarah: 283) Dalil As-Sunnah Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ “Binatang kendaraan boleh dikendarai jika hewan itu digadaikan dan susunya boleh diminum jika ia digadaikan dan bagi orang yang menunggang dan meminumnya wajib memberi nafkah.”[5] Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ وَارْتَهَنَ مِنْهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi (dengan pembayaran di belakang dengan ketentuan waktu tertentu) dan beliau gadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan).“[6] Inilah di antara dalil-dalil disyariatkannya transaksi gadai. Kesimpulan Kesimpulan dari pembahasan ini: Pertama: Transaksi gadai adalah termasuk transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam dan juga negara. Kedua: Transaksi gadai merupakan kemudahan dari Allah untuk hamba-hamba-Nya. Kemudahan bagi yang berutang maupun yang diutangi. Ketiga: Hukum dari transaksi gadai adalah mubah atau boleh. Tidak sampai wajib. Keempat: Transaksi gadai bisa dikatakan sebagai transaksi yang banyak digandrungi saat ini oleh masyarakat Indonesia. Sehingga, mereka sangat butuh untuk mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan transaksi gadai ini. Kelima: Orang-orang yang melakukan transaksi utang piutang atau transaksi gadai hendaknya bertakwa kepada Allah. Sebagaimana yang telah disebutkan pada ayat di atas. Demikian pembahasan awal dari transaksi gadai. Adapun perincian tentang gadai akan insyaAllah akan berlanjut di tulisan selanjutnya. Semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq. Lanjut ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai *** Depok, 22 Syawal 1445 H / 1 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Mukhtashar fil Mu’amalah karya Prof.Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al-Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Shahih Fiqih Sunnah karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Cet. Maktabah Taufiqiyyah Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah wa Kitabil ‘Aziz karya Abdul Azhim bin Badawi. Cet. Dar Ibnu Rajab Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] https://www.tvonenews.com/ekonomi/205156-wah-ada-244-juta-orang-gadaikan-barang-pegadaian-raup-laba-bersih-rp14-triliun-di-kuartal-i-2024 [2] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 320; Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105; Fiqih Sunnah, 3: 134. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 321; Fiqih Sunnah, 3: 135. [4] https://sahabat.pegadaian.co.id/artikel/inspirasi/pengertian-gadai-sistem-dan-aturannya [5] Hadis diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam sunannya no. 1254. Hadis ini disahihkan oleh Syekh Al-Albani rahimahullah. [6] Hadis sahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 2093. Tags: gadai


Daftar Isi Toggle Definisi transaksi gadai[2]Hukum transaksi gadai[3]Hukum transaksi gadai dalam IslamHukum transaksi gadai di IndonesiaDalil pensyariatan transaksi gadaiDalil Al-Qur’anDalil As-SunnahKesimpulan Gadai merupakan suatu transaksi yang bisa dikatakan saat ini sedang banyak dilakukan di Indonesia. Dilansir dari sebuah berita, kurang lebih ada dua puluh empat juta orang melakukan transaksi gadai per tahun 2024.[1] Keuntungan yang diraup oleh pemilik usaha gadai pun kian meroket. Sehingga banyak orang yang tertarik untuk membuka usaha gadai, mengingat keuntungan yang sangat menggiurkan. Tentunya, agama Islam telah mengatur segala bentuk muamalah terhadap harta. Satu di antara banyaknya muamalah yang diatur oleh agama Islam adalah berkaitan dengan transaksi gadai. Sehingga, kaum muslimin dituntut untuk mempelajari tentang transaksi ini dengan dilandaskan ilmu yang diajarkan agama Islam. Sebelum beranjak lebih jauh tentang transaksi gadai ini, tentunya harus diketahui terlebih dahulu tentang pengertian transaksi gadai itu sendiri. Definisi transaksi gadai[2] Secara bahasa, dalam bahasa Arab gadai biasa disebut dengan ar-rahn. Secara bahasa, ar-rahn biasa didefinisikan dengan ats-tsubut wa ad-dawam (sesuatu yang tetap dan konsisten). Orang Arab biasa mengatakan نِعْمَةٌ رَاهِنَة artinya “Kenikmatan yang langgeng.” Terkadang ar-rahn juga biasa disebut dengan al-habs yang artinya tertahan. Dalil dari makna ini adalah firman Allah Ta’ala, كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ “Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21) كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatsir: 38) Sehingga, amalan ataupun tanggung jawab tersebut membuatnya tertahan dan terikat. Dari sini, jelaslah makna ar-rahn secara bahasa adalah sesuatu yang tetap ataupun tertahan. Secara istilah, makna ar-rahn atau transaksi gadai adalah menjadikan suatu barang yang bernilai atau berharga sebagai jaminan untuk berutang. Gambaran secara umumnya, ada seseorang yang ingin berutang kepada orang lain. Kemudian orang yang berutang memberikan kepada orang yang diutangi suatu barang ataupun hewan. Yang mana barang atau hewan tersebut sifatnya tertahan di tangan orang yang mengutangi sampai orang yang berutang menyelesaikan utangnya terlebih dahulu. Inilah gambaran transaksi gadai menurut syariat Islam. Sehingga, dalam transaksi gadai, setidaknya ada tiga rangkaian yang harus terpenuhi: Pertama: Ar-Rahn/ Al-Marhun (Barang jaminan). Kedua: Ar-Rahin (Pemilik barang jaminan/ Pengutang). Ketiga: Al-Murtahin (Pemegang barang jaminan/ Pemberi utang). Hukum transaksi gadai[3] Hukum transaksi gadai dalam Islam Hukum transaksi gadai dalam Islam diperbolehkan tanpa adanya perselisihan. Tentunya selama transaksi berjalan sesuai koridor syariat dan tidak keluar darinya. Transaksi gadai atau menjaminkan suatu barang dalam berutang tidak disebutkan hal yang wajib, karena perintah yang terdapat dalam nash tidak menunjukkan perintah wajib, akan tetapi perintah yang sifatnya memberikan solusi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam ayat utang, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضً۬ا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُ ۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ‌ۗ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Rabbnya …” (QS. Al-Baqarah: 283) Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa transaksi gadai sifatnya boleh, tidak sampai wajib. Karena perintah dalam ayat ini sifatnya memberikan solusi. Dan perintah pada ayat ini ada setelah terdapat uzur, berupa tidak adanya penulis utang, mengingat di zaman dahulu tidak semua orang bisa menulis. Sebagai ganti dari tidak adanya penulis utang, maka dijadikanlah barang jaminan untuk berutang. Hukum dari menulis utang sendiri bukanlah perkara wajib. Dari sini, para ulama mengambil kesimpulan bahwa menggadaikan barang untuk berutang bukanlah hal yang wajib pula. Kendati tidak ada barang gadai yang dapat dijadikan sebagai jaminan, orang yang berutang hendaknya bertakwa kepada Allah Ta’ala. Ia tetap harus menunaikan amanahnya untuk berusaha membayar utang tersebut. Hukum transaksi gadai di Indonesia Sebagai pengetahuan, di negara kita pun terdapat undang-undang yang mengatur transaksi gadai. Di Indonesia, hukum mengenai gadai diatur melalui beberapa peraturan. Berdasarkan pasal 1150 KUHP, terdapat beberapa unsur gadai, yaitu: Pertama: Hak yang diperoleh kreditur atas benda bergerak. Kedua: Benda bergerak itu diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Ketiga: Penyerahan benda tersebut untuk jaminan utang. Keempat: Hak kreditur adalah pelunasan piutangnya dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitur tidak membayar. Kelima: Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Keenam: Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.[4] Baca juga: Zakat Untuk Harta Yang Digadaikan Dalil pensyariatan transaksi gadai Dalil Al-Qur’an Di antara dalilnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman, وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang) …”(QS. Al-Baqarah: 283) Dalil As-Sunnah Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ “Binatang kendaraan boleh dikendarai jika hewan itu digadaikan dan susunya boleh diminum jika ia digadaikan dan bagi orang yang menunggang dan meminumnya wajib memberi nafkah.”[5] Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ وَارْتَهَنَ مِنْهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi (dengan pembayaran di belakang dengan ketentuan waktu tertentu) dan beliau gadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan).“[6] Inilah di antara dalil-dalil disyariatkannya transaksi gadai. Kesimpulan Kesimpulan dari pembahasan ini: Pertama: Transaksi gadai adalah termasuk transaksi yang diperbolehkan dalam agama Islam dan juga negara. Kedua: Transaksi gadai merupakan kemudahan dari Allah untuk hamba-hamba-Nya. Kemudahan bagi yang berutang maupun yang diutangi. Ketiga: Hukum dari transaksi gadai adalah mubah atau boleh. Tidak sampai wajib. Keempat: Transaksi gadai bisa dikatakan sebagai transaksi yang banyak digandrungi saat ini oleh masyarakat Indonesia. Sehingga, mereka sangat butuh untuk mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan transaksi gadai ini. Kelima: Orang-orang yang melakukan transaksi utang piutang atau transaksi gadai hendaknya bertakwa kepada Allah. Sebagaimana yang telah disebutkan pada ayat di atas. Demikian pembahasan awal dari transaksi gadai. Adapun perincian tentang gadai akan insyaAllah akan berlanjut di tulisan selanjutnya. Semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq. Lanjut ke bagian 2: Rukun dan Syarat Sah Transaksi Gadai *** Depok, 22 Syawal 1445 H / 1 Mei 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Al-Mukhtashar fil Mu’amalah karya Prof.Dr. Kholid bin Ali bin Muhammad Al-Musyaiqih. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Shahih Fiqih Sunnah karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Cet. Maktabah Taufiqiyyah Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq. Cet. Maktabah Ar-Rusyd Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah wa Kitabil ‘Aziz karya Abdul Azhim bin Badawi. Cet. Dar Ibnu Rajab Dan kitab-kitab serta website lainnya.   Catatan kaki: [1] https://www.tvonenews.com/ekonomi/205156-wah-ada-244-juta-orang-gadaikan-barang-pegadaian-raup-laba-bersih-rp14-triliun-di-kuartal-i-2024 [2] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 320; Al-Mukhtashar fil Mu’amalat, hal. 105; Fiqih Sunnah, 3: 134. [3] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 5: 321; Fiqih Sunnah, 3: 135. [4] https://sahabat.pegadaian.co.id/artikel/inspirasi/pengertian-gadai-sistem-dan-aturannya [5] Hadis diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam sunannya no. 1254. Hadis ini disahihkan oleh Syekh Al-Albani rahimahullah. [6] Hadis sahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 2093. Tags: gadai
Prev     Next