Fikih Salat Ba’diyah Jumat

Daftar Isi Toggle Disyariatkannya salat sunah ba’diyah JumatJumlah rakaatJika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya?Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Di antara bentuk rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia mensyariatkan salat sunah sebagai pelengkap dan penyempurna salat wajib. Dengan demikian, mereka akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan salat yang sempurna. Para ulama menetapkan suatu kaidah, ما نَقصَ من الفرائضِ، فإنَّه يُجبَر من النوافلِ ويُكمَّلُ بها يومَ القِيامةِ “Apa yang kurang dari salat wajib, akan disempurnakan dengan salat sunah pada hari kiamat.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إنَّ أوَّلَ ما يُحاسَبُ به الناسُ يومَ القيامةِ من الصَّلاةِ، قال: يقول ربُّنا عزَّ وجلَّ لملائكتِه – وهو أعلمُ -: انظروا في صلاةِ عَبدي، أتمَّها أم نَقَصها، فإنْ كانت تامَّةً كُتبتْ له تامَّةً، وإنْ كان انتقص منها شيئًا قال: انظروا، هل لعبدي من تطوُّعٍ، فإنْ كان له تطوُّعٌ، قال: أتمُّوا لعبدي فريضتَه من تطوُّعِه، ثم تُؤخَذُ الأعمالُ على ذاكم “Sesungguhnya amalan pertama yang akan diperhitungkan bagi manusia pada hari kiamat adalah salat. Allah Ta’ala akan berfirman kepada para malaikat-Nya (dan Dia Maha Mengetahui), ‘Lihatlah salat hamba-Ku, apakah ia menyempurnakannya atau menguranginya. Jika sempurna, maka catatlah baginya sempurna. Jika ada yang kurang darinya, maka lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki salat sunah. Jika ia memiliki salat sunah, maka sempurnakanlah salat wajib hamba-Ku dengan salat sunahnya.’ Kemudian amalan-amalan lain akan diperhitungkan setelah itu.” (HR. Abu Dawud no. 864, disahihkan oleh Al-Albani rahimahullah) [1] Disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat Terdapat beberapa hadis yang dengan jelas menunjukkan disyariatkannya salat sunah ba’diyah (setelah) Jumat. Di antaranya: Pertama: Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, صليتُ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم سجدتينِ قبلَ الظُّهرِ، وسجدتينِ بعد المغربِ، وسجدتينِ بعدَ العِشاءِ، وسجدتينِ بعدَ الجُمُعةِ “Aku salat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat setelah salat Jumat.” (Muttafaqun ‘alaihi. Bukhari no. 1172 dan Muslim no. 729) [2] Kedua: Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إذا صلى أحدكم الجمعة؛ فليصل بعدها أربعاً ‘Jika salah seorang di antara kalian salat Jumat, maka salatlah setelahnya empat rakaat.‘ Dalam riwayat lain dari beliau bersabda, من كان منكم مصلياً ‌بعد ‌الجمعة فليصل أربعاً ‘Barangsiapa di antara kalian yang akan salat setelah Jumat, maka salatlah empat rakaat.‘ ” (HR. Muslim no. 881) [3] Jumlah rakaat Salat sunah setelah Jumat adalah dua rakaat atau empat rakaat, dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat. Setelah menyebutkan dua hadis tentang disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat, Syekh Muhammad Umar Bazmul hafidzahullah mengatakan, والحديثان يدلان على مشروعية صلاة ركعتين أو أربع ركعات بعد الجمعة، أي ذلك فعل المسلم؛ جاز، والأفضل صلاة أربع ركعات بعد الجمعة؛ لما في حديث أبي هريرة من التنصيص القولي عليها. “Kedua hadis menunjukkan disyariatkannya salat dua rakaat atau empat rakaat setelah Jumat, yang mana pun jika seorang muslim melakukannya, maka diperbolehkan. Dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat setelah Jumat, karena dalam hadis Abu Hurairah terdapat penegasan secara lisan tentang hal itu.” [4] Para ulama Syafi’iyyah mengatakan, أَقَل السُّنَّةِ رَكْعَتَانِ قَبْلَهَا وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهَا، وَالأَْكْمَل أَرْبَعٌ قَبْلَهَا وَأَرْبَعٌ بَعْدَهَا “Paling sedikit salat sunah (yang mengiringi salat Jumat) adalah dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudahnya, dan yang paling sempurna adalah empat rakaat sebelum dan empat rakaat sesudahnya.” [5] Baca juga: Apakah Berdiri Menjawab Azan atau Salat Tahiyatul Masjid ketika Azan Salat Jumat? Jika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya? Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صلاة الليل والنهار مثنى مثنى “Salat (sunah) malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat.” (HR. Abu Dawud no. 1295, An-Nasa’i no. 1666, Ibnu Majah no. 1322, dan disahihkan oleh Al-Albani) [6] Syekh Ibnu Baz rahimahullah ketika ditanya, “Apakah diperbolehkan salat sunah langsung setelah salat Jumat?” Beliau menjawab, السنة بعد الجمعة أن يصلي أربعًا، يقول النبي ﷺ: من كان مصليًا بعد الجمعة فليصل بعدها أربعًا[أخرجه مسلم 881]، وإذا صليتم بعد الجمعة صلوا أربعًا، والسنة أن يصلي تسليمتين بعد الجمعة، هذا هو الأفضل، وإن صلى تسليمة واحدة كفى، والأفضل أربع، وثبت عنه ﷺ أنه كان يصلي في بيته بعد الجمعة ركعتين، ولكن أمره آكد، فقد أمر بأربع، فأمره آكد، فالسنة والأفضل أن يصلي أربعًا سواء في المسجد أو في بيته تسليمتين بعد الجمعة “Sunahnya setelah salat Jumat adalah salat empat rakaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang hendak salat setelah salat Jumat, hendaklah dia salat empat rakaat.’ (HR. Muslim no. 881). Dan jika kalian salat setelah salat Jumat, salatlah empat rakaat. Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Dan yang lebih utama adalah empat rakaat. Telah terbukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam salat di rumahnya setelah salat Jumat dua rakaat, tetapi perintahnya lebih ditekankan, karena beliau memerintahkan empat rakaat. Perintahnya lebih ditekankan. Maka, sunah dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat, baik di masjid atau di rumah, dengan dua kali salam setelah salat Jumat.” [7] Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Yang lebih utama adalah salat sunah setelah salat Jumat dilakukan di rumah, baik yang dua rakaat, maupun yang empat rakaat. [8] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة “Salat yang paling utama adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat wajib.” (Muttafaqun ‘alaih. Bukhari no. 731 dan Muslim no. 781) Syekh Al-Albani rahimahullah berkata [9], فإذا صلى بعد الجمعة ركعتين أو أربعاً في المسجد جاز، أو في البيت؛ فهو أفضل؛ لهذا الحديث الصحيح “Maka, jika salat setelah salat Jumat dua rakaat atau empat rakaat (dikerjakan) di masjid, itu diperbolehkan. Atau (jika dikerjakan) di rumah, itu lebih utama karena hadis sahih ini (yaitu, di atas).” [10] Demikian, semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Jumlah Minimal Jemaah Salat Jumat *** 25 Zulhijah 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bughyatu Al-Mutathawwi’ fi Shalati At-Tathawwu’, Dr. Muhammad Umar Bazmul, Darul Imam Ahmad – Kairo, cet. ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1211 [2] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 20. [3] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 98. [4] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. [5] Mughni Al-Muhtaj, 1: 220, dinukil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 25: 279. [6] Lihat Tamamul Minnah oleh Syekh Al-Albani, hal. 239-240. [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutawa’ah oleh Ibnu Baz, 30: 270. Lihat juga https://dorar.net/feqhia/1285 [8] Lihat Tamamul Minnah, hal. 341-343. [9] Tamamul Minnah, hal. 341. [10] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. Tags: salat jumat

Fikih Salat Ba’diyah Jumat

Daftar Isi Toggle Disyariatkannya salat sunah ba’diyah JumatJumlah rakaatJika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya?Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Di antara bentuk rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia mensyariatkan salat sunah sebagai pelengkap dan penyempurna salat wajib. Dengan demikian, mereka akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan salat yang sempurna. Para ulama menetapkan suatu kaidah, ما نَقصَ من الفرائضِ، فإنَّه يُجبَر من النوافلِ ويُكمَّلُ بها يومَ القِيامةِ “Apa yang kurang dari salat wajib, akan disempurnakan dengan salat sunah pada hari kiamat.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إنَّ أوَّلَ ما يُحاسَبُ به الناسُ يومَ القيامةِ من الصَّلاةِ، قال: يقول ربُّنا عزَّ وجلَّ لملائكتِه – وهو أعلمُ -: انظروا في صلاةِ عَبدي، أتمَّها أم نَقَصها، فإنْ كانت تامَّةً كُتبتْ له تامَّةً، وإنْ كان انتقص منها شيئًا قال: انظروا، هل لعبدي من تطوُّعٍ، فإنْ كان له تطوُّعٌ، قال: أتمُّوا لعبدي فريضتَه من تطوُّعِه، ثم تُؤخَذُ الأعمالُ على ذاكم “Sesungguhnya amalan pertama yang akan diperhitungkan bagi manusia pada hari kiamat adalah salat. Allah Ta’ala akan berfirman kepada para malaikat-Nya (dan Dia Maha Mengetahui), ‘Lihatlah salat hamba-Ku, apakah ia menyempurnakannya atau menguranginya. Jika sempurna, maka catatlah baginya sempurna. Jika ada yang kurang darinya, maka lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki salat sunah. Jika ia memiliki salat sunah, maka sempurnakanlah salat wajib hamba-Ku dengan salat sunahnya.’ Kemudian amalan-amalan lain akan diperhitungkan setelah itu.” (HR. Abu Dawud no. 864, disahihkan oleh Al-Albani rahimahullah) [1] Disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat Terdapat beberapa hadis yang dengan jelas menunjukkan disyariatkannya salat sunah ba’diyah (setelah) Jumat. Di antaranya: Pertama: Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, صليتُ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم سجدتينِ قبلَ الظُّهرِ، وسجدتينِ بعد المغربِ، وسجدتينِ بعدَ العِشاءِ، وسجدتينِ بعدَ الجُمُعةِ “Aku salat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat setelah salat Jumat.” (Muttafaqun ‘alaihi. Bukhari no. 1172 dan Muslim no. 729) [2] Kedua: Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إذا صلى أحدكم الجمعة؛ فليصل بعدها أربعاً ‘Jika salah seorang di antara kalian salat Jumat, maka salatlah setelahnya empat rakaat.‘ Dalam riwayat lain dari beliau bersabda, من كان منكم مصلياً ‌بعد ‌الجمعة فليصل أربعاً ‘Barangsiapa di antara kalian yang akan salat setelah Jumat, maka salatlah empat rakaat.‘ ” (HR. Muslim no. 881) [3] Jumlah rakaat Salat sunah setelah Jumat adalah dua rakaat atau empat rakaat, dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat. Setelah menyebutkan dua hadis tentang disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat, Syekh Muhammad Umar Bazmul hafidzahullah mengatakan, والحديثان يدلان على مشروعية صلاة ركعتين أو أربع ركعات بعد الجمعة، أي ذلك فعل المسلم؛ جاز، والأفضل صلاة أربع ركعات بعد الجمعة؛ لما في حديث أبي هريرة من التنصيص القولي عليها. “Kedua hadis menunjukkan disyariatkannya salat dua rakaat atau empat rakaat setelah Jumat, yang mana pun jika seorang muslim melakukannya, maka diperbolehkan. Dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat setelah Jumat, karena dalam hadis Abu Hurairah terdapat penegasan secara lisan tentang hal itu.” [4] Para ulama Syafi’iyyah mengatakan, أَقَل السُّنَّةِ رَكْعَتَانِ قَبْلَهَا وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهَا، وَالأَْكْمَل أَرْبَعٌ قَبْلَهَا وَأَرْبَعٌ بَعْدَهَا “Paling sedikit salat sunah (yang mengiringi salat Jumat) adalah dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudahnya, dan yang paling sempurna adalah empat rakaat sebelum dan empat rakaat sesudahnya.” [5] Baca juga: Apakah Berdiri Menjawab Azan atau Salat Tahiyatul Masjid ketika Azan Salat Jumat? Jika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya? Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صلاة الليل والنهار مثنى مثنى “Salat (sunah) malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat.” (HR. Abu Dawud no. 1295, An-Nasa’i no. 1666, Ibnu Majah no. 1322, dan disahihkan oleh Al-Albani) [6] Syekh Ibnu Baz rahimahullah ketika ditanya, “Apakah diperbolehkan salat sunah langsung setelah salat Jumat?” Beliau menjawab, السنة بعد الجمعة أن يصلي أربعًا، يقول النبي ﷺ: من كان مصليًا بعد الجمعة فليصل بعدها أربعًا[أخرجه مسلم 881]، وإذا صليتم بعد الجمعة صلوا أربعًا، والسنة أن يصلي تسليمتين بعد الجمعة، هذا هو الأفضل، وإن صلى تسليمة واحدة كفى، والأفضل أربع، وثبت عنه ﷺ أنه كان يصلي في بيته بعد الجمعة ركعتين، ولكن أمره آكد، فقد أمر بأربع، فأمره آكد، فالسنة والأفضل أن يصلي أربعًا سواء في المسجد أو في بيته تسليمتين بعد الجمعة “Sunahnya setelah salat Jumat adalah salat empat rakaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang hendak salat setelah salat Jumat, hendaklah dia salat empat rakaat.’ (HR. Muslim no. 881). Dan jika kalian salat setelah salat Jumat, salatlah empat rakaat. Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Dan yang lebih utama adalah empat rakaat. Telah terbukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam salat di rumahnya setelah salat Jumat dua rakaat, tetapi perintahnya lebih ditekankan, karena beliau memerintahkan empat rakaat. Perintahnya lebih ditekankan. Maka, sunah dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat, baik di masjid atau di rumah, dengan dua kali salam setelah salat Jumat.” [7] Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Yang lebih utama adalah salat sunah setelah salat Jumat dilakukan di rumah, baik yang dua rakaat, maupun yang empat rakaat. [8] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة “Salat yang paling utama adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat wajib.” (Muttafaqun ‘alaih. Bukhari no. 731 dan Muslim no. 781) Syekh Al-Albani rahimahullah berkata [9], فإذا صلى بعد الجمعة ركعتين أو أربعاً في المسجد جاز، أو في البيت؛ فهو أفضل؛ لهذا الحديث الصحيح “Maka, jika salat setelah salat Jumat dua rakaat atau empat rakaat (dikerjakan) di masjid, itu diperbolehkan. Atau (jika dikerjakan) di rumah, itu lebih utama karena hadis sahih ini (yaitu, di atas).” [10] Demikian, semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Jumlah Minimal Jemaah Salat Jumat *** 25 Zulhijah 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bughyatu Al-Mutathawwi’ fi Shalati At-Tathawwu’, Dr. Muhammad Umar Bazmul, Darul Imam Ahmad – Kairo, cet. ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1211 [2] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 20. [3] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 98. [4] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. [5] Mughni Al-Muhtaj, 1: 220, dinukil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 25: 279. [6] Lihat Tamamul Minnah oleh Syekh Al-Albani, hal. 239-240. [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutawa’ah oleh Ibnu Baz, 30: 270. Lihat juga https://dorar.net/feqhia/1285 [8] Lihat Tamamul Minnah, hal. 341-343. [9] Tamamul Minnah, hal. 341. [10] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. Tags: salat jumat
Daftar Isi Toggle Disyariatkannya salat sunah ba’diyah JumatJumlah rakaatJika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya?Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Di antara bentuk rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia mensyariatkan salat sunah sebagai pelengkap dan penyempurna salat wajib. Dengan demikian, mereka akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan salat yang sempurna. Para ulama menetapkan suatu kaidah, ما نَقصَ من الفرائضِ، فإنَّه يُجبَر من النوافلِ ويُكمَّلُ بها يومَ القِيامةِ “Apa yang kurang dari salat wajib, akan disempurnakan dengan salat sunah pada hari kiamat.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إنَّ أوَّلَ ما يُحاسَبُ به الناسُ يومَ القيامةِ من الصَّلاةِ، قال: يقول ربُّنا عزَّ وجلَّ لملائكتِه – وهو أعلمُ -: انظروا في صلاةِ عَبدي، أتمَّها أم نَقَصها، فإنْ كانت تامَّةً كُتبتْ له تامَّةً، وإنْ كان انتقص منها شيئًا قال: انظروا، هل لعبدي من تطوُّعٍ، فإنْ كان له تطوُّعٌ، قال: أتمُّوا لعبدي فريضتَه من تطوُّعِه، ثم تُؤخَذُ الأعمالُ على ذاكم “Sesungguhnya amalan pertama yang akan diperhitungkan bagi manusia pada hari kiamat adalah salat. Allah Ta’ala akan berfirman kepada para malaikat-Nya (dan Dia Maha Mengetahui), ‘Lihatlah salat hamba-Ku, apakah ia menyempurnakannya atau menguranginya. Jika sempurna, maka catatlah baginya sempurna. Jika ada yang kurang darinya, maka lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki salat sunah. Jika ia memiliki salat sunah, maka sempurnakanlah salat wajib hamba-Ku dengan salat sunahnya.’ Kemudian amalan-amalan lain akan diperhitungkan setelah itu.” (HR. Abu Dawud no. 864, disahihkan oleh Al-Albani rahimahullah) [1] Disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat Terdapat beberapa hadis yang dengan jelas menunjukkan disyariatkannya salat sunah ba’diyah (setelah) Jumat. Di antaranya: Pertama: Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, صليتُ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم سجدتينِ قبلَ الظُّهرِ، وسجدتينِ بعد المغربِ، وسجدتينِ بعدَ العِشاءِ، وسجدتينِ بعدَ الجُمُعةِ “Aku salat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat setelah salat Jumat.” (Muttafaqun ‘alaihi. Bukhari no. 1172 dan Muslim no. 729) [2] Kedua: Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إذا صلى أحدكم الجمعة؛ فليصل بعدها أربعاً ‘Jika salah seorang di antara kalian salat Jumat, maka salatlah setelahnya empat rakaat.‘ Dalam riwayat lain dari beliau bersabda, من كان منكم مصلياً ‌بعد ‌الجمعة فليصل أربعاً ‘Barangsiapa di antara kalian yang akan salat setelah Jumat, maka salatlah empat rakaat.‘ ” (HR. Muslim no. 881) [3] Jumlah rakaat Salat sunah setelah Jumat adalah dua rakaat atau empat rakaat, dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat. Setelah menyebutkan dua hadis tentang disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat, Syekh Muhammad Umar Bazmul hafidzahullah mengatakan, والحديثان يدلان على مشروعية صلاة ركعتين أو أربع ركعات بعد الجمعة، أي ذلك فعل المسلم؛ جاز، والأفضل صلاة أربع ركعات بعد الجمعة؛ لما في حديث أبي هريرة من التنصيص القولي عليها. “Kedua hadis menunjukkan disyariatkannya salat dua rakaat atau empat rakaat setelah Jumat, yang mana pun jika seorang muslim melakukannya, maka diperbolehkan. Dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat setelah Jumat, karena dalam hadis Abu Hurairah terdapat penegasan secara lisan tentang hal itu.” [4] Para ulama Syafi’iyyah mengatakan, أَقَل السُّنَّةِ رَكْعَتَانِ قَبْلَهَا وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهَا، وَالأَْكْمَل أَرْبَعٌ قَبْلَهَا وَأَرْبَعٌ بَعْدَهَا “Paling sedikit salat sunah (yang mengiringi salat Jumat) adalah dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudahnya, dan yang paling sempurna adalah empat rakaat sebelum dan empat rakaat sesudahnya.” [5] Baca juga: Apakah Berdiri Menjawab Azan atau Salat Tahiyatul Masjid ketika Azan Salat Jumat? Jika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya? Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صلاة الليل والنهار مثنى مثنى “Salat (sunah) malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat.” (HR. Abu Dawud no. 1295, An-Nasa’i no. 1666, Ibnu Majah no. 1322, dan disahihkan oleh Al-Albani) [6] Syekh Ibnu Baz rahimahullah ketika ditanya, “Apakah diperbolehkan salat sunah langsung setelah salat Jumat?” Beliau menjawab, السنة بعد الجمعة أن يصلي أربعًا، يقول النبي ﷺ: من كان مصليًا بعد الجمعة فليصل بعدها أربعًا[أخرجه مسلم 881]، وإذا صليتم بعد الجمعة صلوا أربعًا، والسنة أن يصلي تسليمتين بعد الجمعة، هذا هو الأفضل، وإن صلى تسليمة واحدة كفى، والأفضل أربع، وثبت عنه ﷺ أنه كان يصلي في بيته بعد الجمعة ركعتين، ولكن أمره آكد، فقد أمر بأربع، فأمره آكد، فالسنة والأفضل أن يصلي أربعًا سواء في المسجد أو في بيته تسليمتين بعد الجمعة “Sunahnya setelah salat Jumat adalah salat empat rakaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang hendak salat setelah salat Jumat, hendaklah dia salat empat rakaat.’ (HR. Muslim no. 881). Dan jika kalian salat setelah salat Jumat, salatlah empat rakaat. Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Dan yang lebih utama adalah empat rakaat. Telah terbukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam salat di rumahnya setelah salat Jumat dua rakaat, tetapi perintahnya lebih ditekankan, karena beliau memerintahkan empat rakaat. Perintahnya lebih ditekankan. Maka, sunah dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat, baik di masjid atau di rumah, dengan dua kali salam setelah salat Jumat.” [7] Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Yang lebih utama adalah salat sunah setelah salat Jumat dilakukan di rumah, baik yang dua rakaat, maupun yang empat rakaat. [8] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة “Salat yang paling utama adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat wajib.” (Muttafaqun ‘alaih. Bukhari no. 731 dan Muslim no. 781) Syekh Al-Albani rahimahullah berkata [9], فإذا صلى بعد الجمعة ركعتين أو أربعاً في المسجد جاز، أو في البيت؛ فهو أفضل؛ لهذا الحديث الصحيح “Maka, jika salat setelah salat Jumat dua rakaat atau empat rakaat (dikerjakan) di masjid, itu diperbolehkan. Atau (jika dikerjakan) di rumah, itu lebih utama karena hadis sahih ini (yaitu, di atas).” [10] Demikian, semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Jumlah Minimal Jemaah Salat Jumat *** 25 Zulhijah 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bughyatu Al-Mutathawwi’ fi Shalati At-Tathawwu’, Dr. Muhammad Umar Bazmul, Darul Imam Ahmad – Kairo, cet. ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1211 [2] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 20. [3] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 98. [4] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. [5] Mughni Al-Muhtaj, 1: 220, dinukil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 25: 279. [6] Lihat Tamamul Minnah oleh Syekh Al-Albani, hal. 239-240. [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutawa’ah oleh Ibnu Baz, 30: 270. Lihat juga https://dorar.net/feqhia/1285 [8] Lihat Tamamul Minnah, hal. 341-343. [9] Tamamul Minnah, hal. 341. [10] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. Tags: salat jumat


Daftar Isi Toggle Disyariatkannya salat sunah ba’diyah JumatJumlah rakaatJika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya?Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Di antara bentuk rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia mensyariatkan salat sunah sebagai pelengkap dan penyempurna salat wajib. Dengan demikian, mereka akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan salat yang sempurna. Para ulama menetapkan suatu kaidah, ما نَقصَ من الفرائضِ، فإنَّه يُجبَر من النوافلِ ويُكمَّلُ بها يومَ القِيامةِ “Apa yang kurang dari salat wajib, akan disempurnakan dengan salat sunah pada hari kiamat.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إنَّ أوَّلَ ما يُحاسَبُ به الناسُ يومَ القيامةِ من الصَّلاةِ، قال: يقول ربُّنا عزَّ وجلَّ لملائكتِه – وهو أعلمُ -: انظروا في صلاةِ عَبدي، أتمَّها أم نَقَصها، فإنْ كانت تامَّةً كُتبتْ له تامَّةً، وإنْ كان انتقص منها شيئًا قال: انظروا، هل لعبدي من تطوُّعٍ، فإنْ كان له تطوُّعٌ، قال: أتمُّوا لعبدي فريضتَه من تطوُّعِه، ثم تُؤخَذُ الأعمالُ على ذاكم “Sesungguhnya amalan pertama yang akan diperhitungkan bagi manusia pada hari kiamat adalah salat. Allah Ta’ala akan berfirman kepada para malaikat-Nya (dan Dia Maha Mengetahui), ‘Lihatlah salat hamba-Ku, apakah ia menyempurnakannya atau menguranginya. Jika sempurna, maka catatlah baginya sempurna. Jika ada yang kurang darinya, maka lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki salat sunah. Jika ia memiliki salat sunah, maka sempurnakanlah salat wajib hamba-Ku dengan salat sunahnya.’ Kemudian amalan-amalan lain akan diperhitungkan setelah itu.” (HR. Abu Dawud no. 864, disahihkan oleh Al-Albani rahimahullah) [1] Disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat Terdapat beberapa hadis yang dengan jelas menunjukkan disyariatkannya salat sunah ba’diyah (setelah) Jumat. Di antaranya: Pertama: Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, صليتُ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم سجدتينِ قبلَ الظُّهرِ، وسجدتينِ بعد المغربِ، وسجدتينِ بعدَ العِشاءِ، وسجدتينِ بعدَ الجُمُعةِ “Aku salat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat setelah salat Jumat.” (Muttafaqun ‘alaihi. Bukhari no. 1172 dan Muslim no. 729) [2] Kedua: Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إذا صلى أحدكم الجمعة؛ فليصل بعدها أربعاً ‘Jika salah seorang di antara kalian salat Jumat, maka salatlah setelahnya empat rakaat.‘ Dalam riwayat lain dari beliau bersabda, من كان منكم مصلياً ‌بعد ‌الجمعة فليصل أربعاً ‘Barangsiapa di antara kalian yang akan salat setelah Jumat, maka salatlah empat rakaat.‘ ” (HR. Muslim no. 881) [3] Jumlah rakaat Salat sunah setelah Jumat adalah dua rakaat atau empat rakaat, dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat. Setelah menyebutkan dua hadis tentang disyariatkannya salat sunah ba’diyah Jumat, Syekh Muhammad Umar Bazmul hafidzahullah mengatakan, والحديثان يدلان على مشروعية صلاة ركعتين أو أربع ركعات بعد الجمعة، أي ذلك فعل المسلم؛ جاز، والأفضل صلاة أربع ركعات بعد الجمعة؛ لما في حديث أبي هريرة من التنصيص القولي عليها. “Kedua hadis menunjukkan disyariatkannya salat dua rakaat atau empat rakaat setelah Jumat, yang mana pun jika seorang muslim melakukannya, maka diperbolehkan. Dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat setelah Jumat, karena dalam hadis Abu Hurairah terdapat penegasan secara lisan tentang hal itu.” [4] Para ulama Syafi’iyyah mengatakan, أَقَل السُّنَّةِ رَكْعَتَانِ قَبْلَهَا وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهَا، وَالأَْكْمَل أَرْبَعٌ قَبْلَهَا وَأَرْبَعٌ بَعْدَهَا “Paling sedikit salat sunah (yang mengiringi salat Jumat) adalah dua rakaat sebelum dan dua rakaat sesudahnya, dan yang paling sempurna adalah empat rakaat sebelum dan empat rakaat sesudahnya.” [5] Baca juga: Apakah Berdiri Menjawab Azan atau Salat Tahiyatul Masjid ketika Azan Salat Jumat? Jika ingin salat sunah empat rakaat (setelah salat Jumat), bagaimana caranya? Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صلاة الليل والنهار مثنى مثنى “Salat (sunah) malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat.” (HR. Abu Dawud no. 1295, An-Nasa’i no. 1666, Ibnu Majah no. 1322, dan disahihkan oleh Al-Albani) [6] Syekh Ibnu Baz rahimahullah ketika ditanya, “Apakah diperbolehkan salat sunah langsung setelah salat Jumat?” Beliau menjawab, السنة بعد الجمعة أن يصلي أربعًا، يقول النبي ﷺ: من كان مصليًا بعد الجمعة فليصل بعدها أربعًا[أخرجه مسلم 881]، وإذا صليتم بعد الجمعة صلوا أربعًا، والسنة أن يصلي تسليمتين بعد الجمعة، هذا هو الأفضل، وإن صلى تسليمة واحدة كفى، والأفضل أربع، وثبت عنه ﷺ أنه كان يصلي في بيته بعد الجمعة ركعتين، ولكن أمره آكد، فقد أمر بأربع، فأمره آكد، فالسنة والأفضل أن يصلي أربعًا سواء في المسجد أو في بيته تسليمتين بعد الجمعة “Sunahnya setelah salat Jumat adalah salat empat rakaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang hendak salat setelah salat Jumat, hendaklah dia salat empat rakaat.’ (HR. Muslim no. 881). Dan jika kalian salat setelah salat Jumat, salatlah empat rakaat. Sunahnya adalah salat dua kali salam setelah salat Jumat, ini adalah yang lebih utama. Namun, jika salat dengan satu kali salam, itu sudah cukup. Dan yang lebih utama adalah empat rakaat. Telah terbukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam salat di rumahnya setelah salat Jumat dua rakaat, tetapi perintahnya lebih ditekankan, karena beliau memerintahkan empat rakaat. Perintahnya lebih ditekankan. Maka, sunah dan yang lebih utama adalah salat empat rakaat, baik di masjid atau di rumah, dengan dua kali salam setelah salat Jumat.” [7] Apakah lebih afdal di masjid atau di rumah? Yang lebih utama adalah salat sunah setelah salat Jumat dilakukan di rumah, baik yang dua rakaat, maupun yang empat rakaat. [8] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة “Salat yang paling utama adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat wajib.” (Muttafaqun ‘alaih. Bukhari no. 731 dan Muslim no. 781) Syekh Al-Albani rahimahullah berkata [9], فإذا صلى بعد الجمعة ركعتين أو أربعاً في المسجد جاز، أو في البيت؛ فهو أفضل؛ لهذا الحديث الصحيح “Maka, jika salat setelah salat Jumat dua rakaat atau empat rakaat (dikerjakan) di masjid, itu diperbolehkan. Atau (jika dikerjakan) di rumah, itu lebih utama karena hadis sahih ini (yaitu, di atas).” [10] Demikian, semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau. Baca juga: Jumlah Minimal Jemaah Salat Jumat *** 25 Zulhijah 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen. Penulis: Prasetyo, S.Kom. Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bughyatu Al-Mutathawwi’ fi Shalati At-Tathawwu’, Dr. Muhammad Umar Bazmul, Darul Imam Ahmad – Kairo, cet. ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1211 [2] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 20. [3] Lihat Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 98. [4] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. [5] Mughni Al-Muhtaj, 1: 220, dinukil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 25: 279. [6] Lihat Tamamul Minnah oleh Syekh Al-Albani, hal. 239-240. [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutawa’ah oleh Ibnu Baz, 30: 270. Lihat juga https://dorar.net/feqhia/1285 [8] Lihat Tamamul Minnah, hal. 341-343. [9] Tamamul Minnah, hal. 341. [10] Bughyatu Al-Mutathawwi’, hal. 99. Tags: salat jumat

Makna Hadis “Kefasihan Adalah Sihir”

Pertanyaan: Bagaimana maksud hadis yang berbunyi:  إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا “Sesungguhnya sebagian penjelasan adalah sihir”. Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Maksud hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, ia berkata: أنَّهُ قَدِمَ رَجُلَانِ مِنَ المَشْرِقِ فَخَطَبَا، فَعَجِبَ النَّاسُ لِبَيَانِهِمَا، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا، أوْ: إنَّ بَعْضَ البَيَانِ لَسِحْرٌ “Ada dua orang dari negeri timur datang kemudian berkhutbah. Kemudian orang-orang pun takjub dengan khutbah mereka karena kefasihan tutur kata mereka. Maka Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda: sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” (HR. Al-Bukhari no.5767). Dua orang yang disebutkan dalam hadis ini adalah Az-Zibriqan bin Badr (الزبرقان بن بدر) dan Amr bin Al-Ahtam (عمرو بن الأهتم) (Lihat Syarah Sunan Abu Daud karya Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 8/568). Mereka berdua merupakan utusan dari Bani Tamim yang datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membebaskan kaumnya yang ditawan oleh kaum muslimin. Dalam riwayat yang lain, dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إنَّ من البيانِ سحرًا، وإنَّ من الشِّعر حِكَمًا “Sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir dan sebagian sya’ir mengandung hikmah-hikmah” (HR. Abu Daud no. 5011, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Al-bayan dalam hadis-hadis di atas maknanya adalah al-fashohah, kefasihan berbahasa. Sehingga makna hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dalam Al-Qamus Al-Muhith disebutkan: البَيانُ: الإِفْصاحُ مع ذكَاءٍ “Al-bayan: kefasihan berbahasa yang disertai kecerdasan”. Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang apakah hadis ini pujian atau celaan menjadi dua pendapat: Pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah pujian, ini pendapat jumhur ulama. Yaitu orang yang menyampaikan kebenaran akan lebih diterima lagi jika bisa menyampaikannya dengan bahasa yang fasih. Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan: أن يجعَلُوا قولَه -صلى الله عليه وسلم-: “إن من البيانِ لَسِحْرًا” مَدْحًا وثناءً وتَفْضِيلًا للبيانِ وإطْرَاءً، وهو الذي تَدُلُّ عليه سِياقَةُ الخبرِ ولفْظُه “Jumhur ulama memaknai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” sebagai bentuk pujian dan penyebutan keutamaan terhadap kefasihan berbahasa serta kemampuan membuat pujian. Inilah yang ditunjukkan oleh konteks dan teks kalimatnya yang berupa khabar” (At-Tamhid, 3/583). Ash-Shan’ani rahimahullah menjelaskan: أي بعض البيان سحر لأن صاحبه يوضح المشكل ويكشف بحسن بيانه عن حقيقته فيستميل القلوب كما تستمال بالسحر “Maksudnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir karena orang yang demikian dapat menjelaskan perkara-perkara yang membingungkan dan menyingkapkan hakekat dari suatu perkara dengan kebagusan penjelasannya. Sehingga bisa mempengaruhi hati sebagaimana sihir bisa mempengaruhi hati” (At-Tanwir Syarah Jamius Shaghir, 4/108). Pendapat kedua, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah celaan, ini pendapat para ulama muhaqqiq. Yaitu hendaknya jangan sampai terpengaruh oleh fasihnya bahasa, terkadang kefasihan berbahasa digunakan untuk menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Abu Dawud dalam Sunan-nya membawakan hadis Ibnu Abbas dalam bab: ما جاء في المتشدق في الكلام “Bab orang yang berlebihan dalam berbicara”. Ini isyarat bahwa beliau memaknai hadis di atas sebagai celaan. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Imam Malik rahimahullah. Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: واحتجّوا على ما ذهبوا إليه من ذلك بتشبيه النّبىّ عليه السّلام لذلك البيان بالسِّحر. والسّحرُ محرَّمٌ مذمومٌ قليلُه وكثيرُهُ. ذلك -والله أعلمُ- لما في البلاغة من التَّفَيْهُقِ من تصوير الباطل في صورة الحقِّ، وقد قال رسول الله في المتَفَيْهِقِينَ أَنَّهُمْ أبغضُ الخَلْقِ إلى اللهِ “Alasan Imam Malik dan sebagian ulama Malikiyah adalah karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyerupakan kefasihan berbahasa seperti sihir, sedangkan sihir itu haram dan tercela baik sedikit maupun banyak. Yang demikian itu wallahu a’lam karena orang yang fasih berbahasa termasuk mutafaihiqiin (orang yang menampakkan diri seolah pandai), sehingga ia bisa menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa mutafaihiqiin adalah orang yang paling Allah murkai” (Al-Masalik fi Syarhil Muwatha’, 7/575-576). Demikian juga sababul wurud hadis Abdullah bin Umar adalah tentang dua orang dari Bani Tamim, yaitu Az-Zibriqan bin Badr dan Amr bin Al-Ahtam, yang berusaha untuk membebaskan kaum mereka yang menentang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka menggunakan kefasihan bahasa mereka untuk memuji-muji kabilah Bani Tamim, sehingga sebagian orang terpukau. Maka hadis ini konteksnya adalah celaan kepada dua orang tersebut. Maka pendapat kedua ini yang kuat. Dan dalam hadis ini sudah ada huruf مِنَ (min) yang menunjukkan tab’idh (sebagian). Bahkan dalam lafaz yang lain jelas-jelas menggunakan kata بَعْضَ (sebagian). Sehingga menunjukkan tidak semua kefasihan berbahasa itu tercela. Ada juga yang terpuji. Sehingga pendapat kedua ini lebih mencakup semua makna. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad menjelaskan: فيحمل إيراده إياه على ما إذا كان عن طريق التكلف، أو أنه استعمل في شر، لأن من الناس من يكون فصيحاً بليغاً فيستخدم بلاغته في الشر ونشر الباطل وإظهار الباطل وإغواء الناس والعياذ بالله، ومنهم من يكون فصيحاً وفصاحته تستعمل في الخير “Dimungkinkan Abu Daud membawakan hadis ini dalam bab tersebut yaitu jika kefasihan bahasa dilakukan dengan memaksakan diri. Atau jika digunakan dalam keburukan. Karena sebagian orang ada yang fasih dan baligh (sesuai dengan kaidah balaghah) bahasanya, namun ia gunakan itu untuk keburukan, menyebarkan kebatilan, membelanya, serta untuk menyesatkan orang lain. Wal ‘iyyaadzu billaah. Namun sebagian orang ada yang fasih bahasanya dan ia gunakan untuk kebaikan” (Syarah Sunan Abu Daud Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 7/569). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 640 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,000 QRIS donasi Yufid

Makna Hadis “Kefasihan Adalah Sihir”

Pertanyaan: Bagaimana maksud hadis yang berbunyi:  إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا “Sesungguhnya sebagian penjelasan adalah sihir”. Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Maksud hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, ia berkata: أنَّهُ قَدِمَ رَجُلَانِ مِنَ المَشْرِقِ فَخَطَبَا، فَعَجِبَ النَّاسُ لِبَيَانِهِمَا، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا، أوْ: إنَّ بَعْضَ البَيَانِ لَسِحْرٌ “Ada dua orang dari negeri timur datang kemudian berkhutbah. Kemudian orang-orang pun takjub dengan khutbah mereka karena kefasihan tutur kata mereka. Maka Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda: sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” (HR. Al-Bukhari no.5767). Dua orang yang disebutkan dalam hadis ini adalah Az-Zibriqan bin Badr (الزبرقان بن بدر) dan Amr bin Al-Ahtam (عمرو بن الأهتم) (Lihat Syarah Sunan Abu Daud karya Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 8/568). Mereka berdua merupakan utusan dari Bani Tamim yang datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membebaskan kaumnya yang ditawan oleh kaum muslimin. Dalam riwayat yang lain, dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إنَّ من البيانِ سحرًا، وإنَّ من الشِّعر حِكَمًا “Sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir dan sebagian sya’ir mengandung hikmah-hikmah” (HR. Abu Daud no. 5011, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Al-bayan dalam hadis-hadis di atas maknanya adalah al-fashohah, kefasihan berbahasa. Sehingga makna hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dalam Al-Qamus Al-Muhith disebutkan: البَيانُ: الإِفْصاحُ مع ذكَاءٍ “Al-bayan: kefasihan berbahasa yang disertai kecerdasan”. Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang apakah hadis ini pujian atau celaan menjadi dua pendapat: Pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah pujian, ini pendapat jumhur ulama. Yaitu orang yang menyampaikan kebenaran akan lebih diterima lagi jika bisa menyampaikannya dengan bahasa yang fasih. Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan: أن يجعَلُوا قولَه -صلى الله عليه وسلم-: “إن من البيانِ لَسِحْرًا” مَدْحًا وثناءً وتَفْضِيلًا للبيانِ وإطْرَاءً، وهو الذي تَدُلُّ عليه سِياقَةُ الخبرِ ولفْظُه “Jumhur ulama memaknai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” sebagai bentuk pujian dan penyebutan keutamaan terhadap kefasihan berbahasa serta kemampuan membuat pujian. Inilah yang ditunjukkan oleh konteks dan teks kalimatnya yang berupa khabar” (At-Tamhid, 3/583). Ash-Shan’ani rahimahullah menjelaskan: أي بعض البيان سحر لأن صاحبه يوضح المشكل ويكشف بحسن بيانه عن حقيقته فيستميل القلوب كما تستمال بالسحر “Maksudnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir karena orang yang demikian dapat menjelaskan perkara-perkara yang membingungkan dan menyingkapkan hakekat dari suatu perkara dengan kebagusan penjelasannya. Sehingga bisa mempengaruhi hati sebagaimana sihir bisa mempengaruhi hati” (At-Tanwir Syarah Jamius Shaghir, 4/108). Pendapat kedua, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah celaan, ini pendapat para ulama muhaqqiq. Yaitu hendaknya jangan sampai terpengaruh oleh fasihnya bahasa, terkadang kefasihan berbahasa digunakan untuk menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Abu Dawud dalam Sunan-nya membawakan hadis Ibnu Abbas dalam bab: ما جاء في المتشدق في الكلام “Bab orang yang berlebihan dalam berbicara”. Ini isyarat bahwa beliau memaknai hadis di atas sebagai celaan. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Imam Malik rahimahullah. Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: واحتجّوا على ما ذهبوا إليه من ذلك بتشبيه النّبىّ عليه السّلام لذلك البيان بالسِّحر. والسّحرُ محرَّمٌ مذمومٌ قليلُه وكثيرُهُ. ذلك -والله أعلمُ- لما في البلاغة من التَّفَيْهُقِ من تصوير الباطل في صورة الحقِّ، وقد قال رسول الله في المتَفَيْهِقِينَ أَنَّهُمْ أبغضُ الخَلْقِ إلى اللهِ “Alasan Imam Malik dan sebagian ulama Malikiyah adalah karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyerupakan kefasihan berbahasa seperti sihir, sedangkan sihir itu haram dan tercela baik sedikit maupun banyak. Yang demikian itu wallahu a’lam karena orang yang fasih berbahasa termasuk mutafaihiqiin (orang yang menampakkan diri seolah pandai), sehingga ia bisa menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa mutafaihiqiin adalah orang yang paling Allah murkai” (Al-Masalik fi Syarhil Muwatha’, 7/575-576). Demikian juga sababul wurud hadis Abdullah bin Umar adalah tentang dua orang dari Bani Tamim, yaitu Az-Zibriqan bin Badr dan Amr bin Al-Ahtam, yang berusaha untuk membebaskan kaum mereka yang menentang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka menggunakan kefasihan bahasa mereka untuk memuji-muji kabilah Bani Tamim, sehingga sebagian orang terpukau. Maka hadis ini konteksnya adalah celaan kepada dua orang tersebut. Maka pendapat kedua ini yang kuat. Dan dalam hadis ini sudah ada huruf مِنَ (min) yang menunjukkan tab’idh (sebagian). Bahkan dalam lafaz yang lain jelas-jelas menggunakan kata بَعْضَ (sebagian). Sehingga menunjukkan tidak semua kefasihan berbahasa itu tercela. Ada juga yang terpuji. Sehingga pendapat kedua ini lebih mencakup semua makna. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad menjelaskan: فيحمل إيراده إياه على ما إذا كان عن طريق التكلف، أو أنه استعمل في شر، لأن من الناس من يكون فصيحاً بليغاً فيستخدم بلاغته في الشر ونشر الباطل وإظهار الباطل وإغواء الناس والعياذ بالله، ومنهم من يكون فصيحاً وفصاحته تستعمل في الخير “Dimungkinkan Abu Daud membawakan hadis ini dalam bab tersebut yaitu jika kefasihan bahasa dilakukan dengan memaksakan diri. Atau jika digunakan dalam keburukan. Karena sebagian orang ada yang fasih dan baligh (sesuai dengan kaidah balaghah) bahasanya, namun ia gunakan itu untuk keburukan, menyebarkan kebatilan, membelanya, serta untuk menyesatkan orang lain. Wal ‘iyyaadzu billaah. Namun sebagian orang ada yang fasih bahasanya dan ia gunakan untuk kebaikan” (Syarah Sunan Abu Daud Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 7/569). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 640 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,000 QRIS donasi Yufid
Pertanyaan: Bagaimana maksud hadis yang berbunyi:  إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا “Sesungguhnya sebagian penjelasan adalah sihir”. Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Maksud hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, ia berkata: أنَّهُ قَدِمَ رَجُلَانِ مِنَ المَشْرِقِ فَخَطَبَا، فَعَجِبَ النَّاسُ لِبَيَانِهِمَا، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا، أوْ: إنَّ بَعْضَ البَيَانِ لَسِحْرٌ “Ada dua orang dari negeri timur datang kemudian berkhutbah. Kemudian orang-orang pun takjub dengan khutbah mereka karena kefasihan tutur kata mereka. Maka Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda: sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” (HR. Al-Bukhari no.5767). Dua orang yang disebutkan dalam hadis ini adalah Az-Zibriqan bin Badr (الزبرقان بن بدر) dan Amr bin Al-Ahtam (عمرو بن الأهتم) (Lihat Syarah Sunan Abu Daud karya Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 8/568). Mereka berdua merupakan utusan dari Bani Tamim yang datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membebaskan kaumnya yang ditawan oleh kaum muslimin. Dalam riwayat yang lain, dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إنَّ من البيانِ سحرًا، وإنَّ من الشِّعر حِكَمًا “Sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir dan sebagian sya’ir mengandung hikmah-hikmah” (HR. Abu Daud no. 5011, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Al-bayan dalam hadis-hadis di atas maknanya adalah al-fashohah, kefasihan berbahasa. Sehingga makna hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dalam Al-Qamus Al-Muhith disebutkan: البَيانُ: الإِفْصاحُ مع ذكَاءٍ “Al-bayan: kefasihan berbahasa yang disertai kecerdasan”. Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang apakah hadis ini pujian atau celaan menjadi dua pendapat: Pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah pujian, ini pendapat jumhur ulama. Yaitu orang yang menyampaikan kebenaran akan lebih diterima lagi jika bisa menyampaikannya dengan bahasa yang fasih. Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan: أن يجعَلُوا قولَه -صلى الله عليه وسلم-: “إن من البيانِ لَسِحْرًا” مَدْحًا وثناءً وتَفْضِيلًا للبيانِ وإطْرَاءً، وهو الذي تَدُلُّ عليه سِياقَةُ الخبرِ ولفْظُه “Jumhur ulama memaknai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” sebagai bentuk pujian dan penyebutan keutamaan terhadap kefasihan berbahasa serta kemampuan membuat pujian. Inilah yang ditunjukkan oleh konteks dan teks kalimatnya yang berupa khabar” (At-Tamhid, 3/583). Ash-Shan’ani rahimahullah menjelaskan: أي بعض البيان سحر لأن صاحبه يوضح المشكل ويكشف بحسن بيانه عن حقيقته فيستميل القلوب كما تستمال بالسحر “Maksudnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir karena orang yang demikian dapat menjelaskan perkara-perkara yang membingungkan dan menyingkapkan hakekat dari suatu perkara dengan kebagusan penjelasannya. Sehingga bisa mempengaruhi hati sebagaimana sihir bisa mempengaruhi hati” (At-Tanwir Syarah Jamius Shaghir, 4/108). Pendapat kedua, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah celaan, ini pendapat para ulama muhaqqiq. Yaitu hendaknya jangan sampai terpengaruh oleh fasihnya bahasa, terkadang kefasihan berbahasa digunakan untuk menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Abu Dawud dalam Sunan-nya membawakan hadis Ibnu Abbas dalam bab: ما جاء في المتشدق في الكلام “Bab orang yang berlebihan dalam berbicara”. Ini isyarat bahwa beliau memaknai hadis di atas sebagai celaan. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Imam Malik rahimahullah. Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: واحتجّوا على ما ذهبوا إليه من ذلك بتشبيه النّبىّ عليه السّلام لذلك البيان بالسِّحر. والسّحرُ محرَّمٌ مذمومٌ قليلُه وكثيرُهُ. ذلك -والله أعلمُ- لما في البلاغة من التَّفَيْهُقِ من تصوير الباطل في صورة الحقِّ، وقد قال رسول الله في المتَفَيْهِقِينَ أَنَّهُمْ أبغضُ الخَلْقِ إلى اللهِ “Alasan Imam Malik dan sebagian ulama Malikiyah adalah karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyerupakan kefasihan berbahasa seperti sihir, sedangkan sihir itu haram dan tercela baik sedikit maupun banyak. Yang demikian itu wallahu a’lam karena orang yang fasih berbahasa termasuk mutafaihiqiin (orang yang menampakkan diri seolah pandai), sehingga ia bisa menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa mutafaihiqiin adalah orang yang paling Allah murkai” (Al-Masalik fi Syarhil Muwatha’, 7/575-576). Demikian juga sababul wurud hadis Abdullah bin Umar adalah tentang dua orang dari Bani Tamim, yaitu Az-Zibriqan bin Badr dan Amr bin Al-Ahtam, yang berusaha untuk membebaskan kaum mereka yang menentang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka menggunakan kefasihan bahasa mereka untuk memuji-muji kabilah Bani Tamim, sehingga sebagian orang terpukau. Maka hadis ini konteksnya adalah celaan kepada dua orang tersebut. Maka pendapat kedua ini yang kuat. Dan dalam hadis ini sudah ada huruf مِنَ (min) yang menunjukkan tab’idh (sebagian). Bahkan dalam lafaz yang lain jelas-jelas menggunakan kata بَعْضَ (sebagian). Sehingga menunjukkan tidak semua kefasihan berbahasa itu tercela. Ada juga yang terpuji. Sehingga pendapat kedua ini lebih mencakup semua makna. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad menjelaskan: فيحمل إيراده إياه على ما إذا كان عن طريق التكلف، أو أنه استعمل في شر، لأن من الناس من يكون فصيحاً بليغاً فيستخدم بلاغته في الشر ونشر الباطل وإظهار الباطل وإغواء الناس والعياذ بالله، ومنهم من يكون فصيحاً وفصاحته تستعمل في الخير “Dimungkinkan Abu Daud membawakan hadis ini dalam bab tersebut yaitu jika kefasihan bahasa dilakukan dengan memaksakan diri. Atau jika digunakan dalam keburukan. Karena sebagian orang ada yang fasih dan baligh (sesuai dengan kaidah balaghah) bahasanya, namun ia gunakan itu untuk keburukan, menyebarkan kebatilan, membelanya, serta untuk menyesatkan orang lain. Wal ‘iyyaadzu billaah. Namun sebagian orang ada yang fasih bahasanya dan ia gunakan untuk kebaikan” (Syarah Sunan Abu Daud Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 7/569). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 640 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,000 QRIS donasi Yufid


Pertanyaan: Bagaimana maksud hadis yang berbunyi:  إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا “Sesungguhnya sebagian penjelasan adalah sihir”. Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Maksud hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, ia berkata: أنَّهُ قَدِمَ رَجُلَانِ مِنَ المَشْرِقِ فَخَطَبَا، فَعَجِبَ النَّاسُ لِبَيَانِهِمَا، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا، أوْ: إنَّ بَعْضَ البَيَانِ لَسِحْرٌ “Ada dua orang dari negeri timur datang kemudian berkhutbah. Kemudian orang-orang pun takjub dengan khutbah mereka karena kefasihan tutur kata mereka. Maka Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda: sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” (HR. Al-Bukhari no.5767). Dua orang yang disebutkan dalam hadis ini adalah Az-Zibriqan bin Badr (الزبرقان بن بدر) dan Amr bin Al-Ahtam (عمرو بن الأهتم) (Lihat Syarah Sunan Abu Daud karya Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 8/568). Mereka berdua merupakan utusan dari Bani Tamim yang datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membebaskan kaumnya yang ditawan oleh kaum muslimin. Dalam riwayat yang lain, dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إنَّ من البيانِ سحرًا، وإنَّ من الشِّعر حِكَمًا “Sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir dan sebagian sya’ir mengandung hikmah-hikmah” (HR. Abu Daud no. 5011, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Al-bayan dalam hadis-hadis di atas maknanya adalah al-fashohah, kefasihan berbahasa. Sehingga makna hadis ini adalah bahwa kefasihan berbahasa bisa menyihir pendengar. Dalam Al-Qamus Al-Muhith disebutkan: البَيانُ: الإِفْصاحُ مع ذكَاءٍ “Al-bayan: kefasihan berbahasa yang disertai kecerdasan”. Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang apakah hadis ini pujian atau celaan menjadi dua pendapat: Pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah pujian, ini pendapat jumhur ulama. Yaitu orang yang menyampaikan kebenaran akan lebih diterima lagi jika bisa menyampaikannya dengan bahasa yang fasih. Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan: أن يجعَلُوا قولَه -صلى الله عليه وسلم-: “إن من البيانِ لَسِحْرًا” مَدْحًا وثناءً وتَفْضِيلًا للبيانِ وإطْرَاءً، وهو الذي تَدُلُّ عليه سِياقَةُ الخبرِ ولفْظُه “Jumhur ulama memaknai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “sesungguhnya sebagian kefasihan berbahasa bisa menyihir” sebagai bentuk pujian dan penyebutan keutamaan terhadap kefasihan berbahasa serta kemampuan membuat pujian. Inilah yang ditunjukkan oleh konteks dan teks kalimatnya yang berupa khabar” (At-Tamhid, 3/583). Ash-Shan’ani rahimahullah menjelaskan: أي بعض البيان سحر لأن صاحبه يوضح المشكل ويكشف بحسن بيانه عن حقيقته فيستميل القلوب كما تستمال بالسحر “Maksudnya sebagian kefasihan berbahasa adalah sihir karena orang yang demikian dapat menjelaskan perkara-perkara yang membingungkan dan menyingkapkan hakekat dari suatu perkara dengan kebagusan penjelasannya. Sehingga bisa mempengaruhi hati sebagaimana sihir bisa mempengaruhi hati” (At-Tanwir Syarah Jamius Shaghir, 4/108). Pendapat kedua, sebagian ulama mengatakan hadis ini adalah celaan, ini pendapat para ulama muhaqqiq. Yaitu hendaknya jangan sampai terpengaruh oleh fasihnya bahasa, terkadang kefasihan berbahasa digunakan untuk menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Abu Dawud dalam Sunan-nya membawakan hadis Ibnu Abbas dalam bab: ما جاء في المتشدق في الكلام “Bab orang yang berlebihan dalam berbicara”. Ini isyarat bahwa beliau memaknai hadis di atas sebagai celaan. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Imam Malik rahimahullah. Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: واحتجّوا على ما ذهبوا إليه من ذلك بتشبيه النّبىّ عليه السّلام لذلك البيان بالسِّحر. والسّحرُ محرَّمٌ مذمومٌ قليلُه وكثيرُهُ. ذلك -والله أعلمُ- لما في البلاغة من التَّفَيْهُقِ من تصوير الباطل في صورة الحقِّ، وقد قال رسول الله في المتَفَيْهِقِينَ أَنَّهُمْ أبغضُ الخَلْقِ إلى اللهِ “Alasan Imam Malik dan sebagian ulama Malikiyah adalah karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyerupakan kefasihan berbahasa seperti sihir, sedangkan sihir itu haram dan tercela baik sedikit maupun banyak. Yang demikian itu wallahu a’lam karena orang yang fasih berbahasa termasuk mutafaihiqiin (orang yang menampakkan diri seolah pandai), sehingga ia bisa menyamarkan kebatilan sehingga nampak seperti kebenaran. Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa mutafaihiqiin adalah orang yang paling Allah murkai” (Al-Masalik fi Syarhil Muwatha’, 7/575-576). Demikian juga sababul wurud hadis Abdullah bin Umar adalah tentang dua orang dari Bani Tamim, yaitu Az-Zibriqan bin Badr dan Amr bin Al-Ahtam, yang berusaha untuk membebaskan kaum mereka yang menentang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka menggunakan kefasihan bahasa mereka untuk memuji-muji kabilah Bani Tamim, sehingga sebagian orang terpukau. Maka hadis ini konteksnya adalah celaan kepada dua orang tersebut. Maka pendapat kedua ini yang kuat. Dan dalam hadis ini sudah ada huruf مِنَ (min) yang menunjukkan tab’idh (sebagian). Bahkan dalam lafaz yang lain jelas-jelas menggunakan kata بَعْضَ (sebagian). Sehingga menunjukkan tidak semua kefasihan berbahasa itu tercela. Ada juga yang terpuji. Sehingga pendapat kedua ini lebih mencakup semua makna. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad menjelaskan: فيحمل إيراده إياه على ما إذا كان عن طريق التكلف، أو أنه استعمل في شر، لأن من الناس من يكون فصيحاً بليغاً فيستخدم بلاغته في الشر ونشر الباطل وإظهار الباطل وإغواء الناس والعياذ بالله، ومنهم من يكون فصيحاً وفصاحته تستعمل في الخير “Dimungkinkan Abu Daud membawakan hadis ini dalam bab tersebut yaitu jika kefasihan bahasa dilakukan dengan memaksakan diri. Atau jika digunakan dalam keburukan. Karena sebagian orang ada yang fasih dan baligh (sesuai dengan kaidah balaghah) bahasanya, namun ia gunakan itu untuk keburukan, menyebarkan kebatilan, membelanya, serta untuk menyesatkan orang lain. Wal ‘iyyaadzu billaah. Namun sebagian orang ada yang fasih bahasanya dan ia gunakan untuk kebaikan” (Syarah Sunan Abu Daud Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, 7/569). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 640 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,000 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Laporan Produksi Yufid Bulan Juni 2024

Laporan Produksi Yufid Bulan Juni 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.199 video dengan total 6.521.915 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.883 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 850 juta penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 17.791 video Total Subscribers: 4.035.717 subscribers Total Tayangan Video: 691.403.331 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juni 2024: 111 video Tayangan Video Juni 2024: 3.638.951 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 341.615 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +12.261 Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.444 video Total Subscribers: 307.024 Total Tayangan Video: 21.505.161 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Juni 2024: 51 video Tayangan Video Juni 2024: 135.983 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 8.044 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +1.688 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 459.255 Total Tayangan Video: 136.774.258 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juni 2024: 0 video Tayangan Video Juni 2024: 2.132.551 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 116.786 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +9.320 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.775 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juni 2024: 2.130 views Jam Tayang Video Juni 2024: 484 Jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +27 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Produksi Video Juni 2024: 14 video Tayangan Video Juni 2024: 52.063 views Penambahan Subscribers Juni 2024: +600 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.911 postingan Total Pengikut: 1.160.511 followers Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +11.695 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.819 postingan Total Pengikut: 502.638 Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +4.110 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 1 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5040 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 10 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.097 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.257 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 4 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.733 file mp3 dengan total ukuran 387 Gb dan pada bulan Juni 2024 ini telah mempublikasikan 132 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juni 2024 ini saja telah didengarkan 23.512 kali dan telah di download sebanyak 237 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.588.530 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 69.738 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2439 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 30 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 13 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juni 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 34 times, 1 visit(s) today Post Views: 823 QRIS donasi Yufid

Laporan Produksi Yufid Bulan Juni 2024

Laporan Produksi Yufid Bulan Juni 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.199 video dengan total 6.521.915 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.883 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 850 juta penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 17.791 video Total Subscribers: 4.035.717 subscribers Total Tayangan Video: 691.403.331 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juni 2024: 111 video Tayangan Video Juni 2024: 3.638.951 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 341.615 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +12.261 Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.444 video Total Subscribers: 307.024 Total Tayangan Video: 21.505.161 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Juni 2024: 51 video Tayangan Video Juni 2024: 135.983 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 8.044 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +1.688 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 459.255 Total Tayangan Video: 136.774.258 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juni 2024: 0 video Tayangan Video Juni 2024: 2.132.551 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 116.786 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +9.320 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.775 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juni 2024: 2.130 views Jam Tayang Video Juni 2024: 484 Jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +27 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Produksi Video Juni 2024: 14 video Tayangan Video Juni 2024: 52.063 views Penambahan Subscribers Juni 2024: +600 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.911 postingan Total Pengikut: 1.160.511 followers Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +11.695 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.819 postingan Total Pengikut: 502.638 Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +4.110 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 1 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5040 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 10 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.097 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.257 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 4 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.733 file mp3 dengan total ukuran 387 Gb dan pada bulan Juni 2024 ini telah mempublikasikan 132 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juni 2024 ini saja telah didengarkan 23.512 kali dan telah di download sebanyak 237 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.588.530 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 69.738 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2439 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 30 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 13 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juni 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 34 times, 1 visit(s) today Post Views: 823 QRIS donasi Yufid
Laporan Produksi Yufid Bulan Juni 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.199 video dengan total 6.521.915 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.883 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 850 juta penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 17.791 video Total Subscribers: 4.035.717 subscribers Total Tayangan Video: 691.403.331 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juni 2024: 111 video Tayangan Video Juni 2024: 3.638.951 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 341.615 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +12.261 Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.444 video Total Subscribers: 307.024 Total Tayangan Video: 21.505.161 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Juni 2024: 51 video Tayangan Video Juni 2024: 135.983 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 8.044 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +1.688 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 459.255 Total Tayangan Video: 136.774.258 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juni 2024: 0 video Tayangan Video Juni 2024: 2.132.551 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 116.786 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +9.320 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.775 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juni 2024: 2.130 views Jam Tayang Video Juni 2024: 484 Jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +27 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Produksi Video Juni 2024: 14 video Tayangan Video Juni 2024: 52.063 views Penambahan Subscribers Juni 2024: +600 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.911 postingan Total Pengikut: 1.160.511 followers Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +11.695 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.819 postingan Total Pengikut: 502.638 Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +4.110 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 1 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5040 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 10 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.097 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.257 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 4 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.733 file mp3 dengan total ukuran 387 Gb dan pada bulan Juni 2024 ini telah mempublikasikan 132 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juni 2024 ini saja telah didengarkan 23.512 kali dan telah di download sebanyak 237 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.588.530 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 69.738 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2439 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 30 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 13 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juni 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 34 times, 1 visit(s) today Post Views: 823 QRIS donasi Yufid


Laporan Produksi Yufid Bulan Juni 2024 Bismillahirrohmanirrohim … Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi lebih dari 21.199 video dengan total 6.521.915 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.883 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 850 juta penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXfRQGIex5F9kriCiu1lvCRRkeDEVQ_SsG18SxqW3hrcLLjsPhllRw7JBT7wDfX9zn5hybOrsiUkPNMrEUJt9uwctcrEU_J8pJDkVjHnjkDW6_2Ao6rhmXJMkpOHUMKA9AU3JdkDP1teQcXebpkOwNLklug?key=yV3WRzYsXb0zJ5MGDPoMvQ" alt=""/> Total Video Yufid.TV: 17.791 video Total Subscribers: 4.035.717 subscribers Total Tayangan Video: 691.403.331 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juni 2024: 111 video Tayangan Video Juni 2024: 3.638.951 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 341.615 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +12.261 Channel YouTube YUFID EDU <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXeGaV6XvkzEkE2tymFmk7lC18Z9CW3-G3pFS-rW0SQbsPPkqgAxmUH00QXxv6YcBu07hFHtDwJhqFdBtYTCMe6pAh8ehgYjV-jAUapNVtzpSSFnMn4wzkAAHeQpxD_54JOy8bUCWyATWYhsk3rFa6Khx4RY?key=yV3WRzYsXb0zJ5MGDPoMvQ" alt=""/> Total Video Yufid Edu: 2.444 video Total Subscribers: 307.024 Total Tayangan Video: 21.505.161 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 19 video Produksi Video Juni 2024: 51 video Tayangan Video Juni 2024: 135.983 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 8.044 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +1.688 Channel YouTube YUFID KIDS <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXfGya_Nmqj5IBZqec0tMQnVKHt3QwSHgVbYaRUMV3tSdiqhssuP-NFCbclzUX2_jTg5lQw6sRalx9QRTgtrvoyP1_VVV8vNlc7mBQ5F9-JVDGEzKxhaZmucNT7xdGacrzO4ojW7MGfxEuvtegEqa0uglEJC?key=yV3WRzYsXb0zJ5MGDPoMvQ" alt=""/> Total Video Yufid Kids: 87 video Total Subscribers: 459.255 Total Tayangan Video: 136.774.258 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juni 2024: 0 video Tayangan Video Juni 2024: 2.132.551 views Waktu Tayang Video Juni 2024: 116.786 jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +9.320 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.775 Total Tayangan Video: 463.609 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juni 2024: 2.130 views Jam Tayang Video Juni 2024: 484 Jam Penambahan Subscribers Juni 2024: +27 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 584 Total Subscribers: 51.400 Total Tayangan Video: 2.903.371 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 7 video Produksi Video Juni 2024: 14 video Tayangan Video Juni 2024: 52.063 views Penambahan Subscribers Juni 2024: +600 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXd9nLMla4lFUrnUpYn0Tt6FHhdihaOMQkbmg84u7-NboH88fB15hx7rT-8TKLtg_McVSWlBgONzBai3Jp4cHaNFo420rgNZaskhr1AIAhqx4B_P_U26Zcym8J_adXEhvIcQis2nAaIwoMSd9QjKgMyQ4B8?key=yV3WRzYsXb0zJ5MGDPoMvQ" alt=""/> Instagram Yufid.TV Total Konten: 3.911 postingan Total Pengikut: 1.160.511 followers Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +11.695 Instagram Yufid Network Total Konten: 3.819 postingan Total Pengikut: 502.638 Konten Bulan Juni 2024: 34 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juni 2024: +4.110 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV. Mulai tahun 2022, instagram Yufid.TV dan Yufid Network insya Allah akan memposting konten setiap hari minimal 2 postingan, jadi rata-rata dari kedua akun tersebut dapat memproduksi yaitu 60 konten per bulannya. Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXeAk5mMFPf8lSHcqziSBxt8Zc2PBbT7k3jidzZEcZykpQ93SLCUcRLgJLOPjjXblOjh1UZ4H-eN9h3lX8KKdZHBIZJP06d3rFJFNzs5tMcLBQVuijzvF6L1DOnjgIWhWVBmCArNa2swnDqN3h7RVDU3VIw?key=yV3WRzYsXb0zJ5MGDPoMvQ" alt=""/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. <img decoding="async" src="https://lh7-us.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXe6JNkv78h-Kgbt6BGy_Lt7w6AUMzJdh7HpVEHz_MevqE4csR-icdWDnu-n7ZCHOGGlbdx71gFvNtkQOQYc9CXOjcQ6no3hPG1WmYE4iUDe6ALXVC4jFMsWcLHdGQjYmQUQPH5UCVsARCzmPlO7f1z5dBLK?key=yV3WRzYsXb0zJ5MGDPoMvQ" alt=""/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 1 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya.  Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5040 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 10 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.097 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 450 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.257 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 4 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.489 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat.  *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 28.733 file mp3 dengan total ukuran 387 Gb dan pada bulan Juni 2024 ini telah mempublikasikan 132 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juni 2024 ini saja telah didengarkan 23.512 kali dan telah di download sebanyak 237 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 3.588.530 kata dengan rata-rata produksi per bulan 51.746 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, project terjemahan ini telah menerjemahkan 69.738 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2439 artikel dengan total durasi audio 216 jam dengan rata-rata perekaman 30 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juni 2024, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 13 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juni 2024. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 34 times, 1 visit(s) today Post Views: 823 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Ketularan! Inilah Akibat Sering Melihat Teman yang Buruk – Syaikh Shalih al-Ushaimi #NasehatUlama

Pengaruh teman terhadap teman atau tertularnya teman oleh teman bukan hanya dengan interaksi saja, melainkan bisa juga dengan memandangnya. Yakni seseorang bisa memengaruhi orang lain dengan sekadar melihat. Seseorang jika sering melihat pemalas, ia akan menjadi pemalas. Namun jika dia menjaga pandangannya darinya, sifat itu tidak akan menguat dalam hatinya. Oleh sebab itulah jika Anda memperhatikan ibadah menjaga pandangan ini yang dahulu dilakukan oleh para Salaf, maka Anda akan mendapati hakikat ini, bahwa menyibukkan diri memandang yang tidak bermanfaat akan merusak hati. Termasuk di antaranya adalah ketika seseorang sibuk melihat orang yang kurang ajar, buruk reputasinya, tolol, dan bodoh. Ini akan meninggalkan gambaran diri mereka di dalam hatinya. Inilah cobaan yang dihadapi orang-orang, termasuk para penuntut ilmu, di berbagai media sosial yang ada sekarang, yang kebanyakannya menyebarkan hal-hal berkenaan dengan orang-orang tak bermoral, buruk reputasinya, tolol, bodoh, dan bebal. Jika sudah sering melihatnya waktu demi waktu, maka penyakit ini akan menular kepada seseorang, sampai menganggap biasa hal-hal seperti itu. Kemudian mungkin dia terjerumus pada perkara tersebut sebagaimana orang lain. Namun orang yang menjaga dirinya dari memandangnya, niscaya hatinya terjaga, sehingga pandanganya tidak menjadi pintu masuk untuk perkara-perkara seperti ini ke dalam hati. Barang siapa yang membuka pintu ini bagi hatinya, niscaya penyakit ini akan merasuk dan menguat dalam dirinya. ==== لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ لِلْجَلِيسِ لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ الْجَلِيسَ بِالْمُعَاشَرَتِهِ فَقَطْ بَلْ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِ يَعْنِي يُؤَثِّرُ الْإِنْسَانُ فِي غَيْرِهِ بِالنَّّظَرِ الْإِنْسَانُ إِذَا صَارَ نَظَرَهُ إِلَى بَطَّالِيْنَ صَارَ بَطَّالًا لَكِنْ إِذَا حَفِظَ نَظَرَهُ مِنْ ذَلِكَ لَمْ يَقْوَ هَذَا الْمَعْنَى فِي قَلْبِهِ لِذَلِكَ إِذَا تَأَمَّلْتَ عِبَادَةَ حِفْظِ النَّظَرِ الَّتِي كَانَتْ عِنْدَ السَّلَفِ تَجِدُ فِيهَا هَذَا الْمَعْنَى أَنَّ إِشْغَالَ النَّظَرِ بِغَيْرِ مَا يَنْفَعُ إِفْسَادٌ لِلْقَلْبِ وَمِنْ جُمْلَةِ إِشْغَالِهِ أَنْ يَنْظُرَ الْإِنْسَانُ إِلَى أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ فَهَذَا يَطْبَعُ فِي قَلْبِهِ صُورَتَهُمْ وَهَذَا مِمَّا بُلِيَ بِهِ النَّاسُ وَمِنْهُمْ طُلَّابُ الْعِلْمِ فِي وَسَائِلِ التَّوَاصُلِ الْاِجْتِمَاعِيِّ الْمَوْجُودَةِ الْيَوْمَ فَكَثِيرٌ مِنْهَا يَتَنَاقَلُ أَشْيَاءَ مِنْ أَحْوَالِ أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ وَالْأَغْبِيَاءِ فَإِذَا اسْتَحْكَمَ النَّظَرُ فِيهَا مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ انْجَرَّتْ هَذِهِ الْعِلَّةُ إِلَى الْإِنْسَانِ حَتَّى صَارَ يَسْتَسِيغُ مِثْلَ هَذِهِ الْأَحْوَالِ ثُمَّ رُبَّمَا صَارَ يَقَعُ فِيهَا كَمَا وَقَعَ فِيهَا غَيْرُهُ لَكِنْ مَنْ حَفِظَ نَفْسَهُ مِنَ النَّظَرِ إِلَيْهَا حَفِظَ قَلْبَهُ فَلَمْ يَجِدِ الْقَلْبَ… النَّظَرَ مَدْخَلًا إِلَى الْقَلْبِ فِي مِثْلِ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ وَمَنْ فَتَحَ هَذَا الْبَابَ عَلَى قَلْبِهِ تَسَلَّلَ إِلَيْهِ هَذَا الدَّاءُ حَتَّى يَقْوَى فِيهِ

Ketularan! Inilah Akibat Sering Melihat Teman yang Buruk – Syaikh Shalih al-Ushaimi #NasehatUlama

Pengaruh teman terhadap teman atau tertularnya teman oleh teman bukan hanya dengan interaksi saja, melainkan bisa juga dengan memandangnya. Yakni seseorang bisa memengaruhi orang lain dengan sekadar melihat. Seseorang jika sering melihat pemalas, ia akan menjadi pemalas. Namun jika dia menjaga pandangannya darinya, sifat itu tidak akan menguat dalam hatinya. Oleh sebab itulah jika Anda memperhatikan ibadah menjaga pandangan ini yang dahulu dilakukan oleh para Salaf, maka Anda akan mendapati hakikat ini, bahwa menyibukkan diri memandang yang tidak bermanfaat akan merusak hati. Termasuk di antaranya adalah ketika seseorang sibuk melihat orang yang kurang ajar, buruk reputasinya, tolol, dan bodoh. Ini akan meninggalkan gambaran diri mereka di dalam hatinya. Inilah cobaan yang dihadapi orang-orang, termasuk para penuntut ilmu, di berbagai media sosial yang ada sekarang, yang kebanyakannya menyebarkan hal-hal berkenaan dengan orang-orang tak bermoral, buruk reputasinya, tolol, bodoh, dan bebal. Jika sudah sering melihatnya waktu demi waktu, maka penyakit ini akan menular kepada seseorang, sampai menganggap biasa hal-hal seperti itu. Kemudian mungkin dia terjerumus pada perkara tersebut sebagaimana orang lain. Namun orang yang menjaga dirinya dari memandangnya, niscaya hatinya terjaga, sehingga pandanganya tidak menjadi pintu masuk untuk perkara-perkara seperti ini ke dalam hati. Barang siapa yang membuka pintu ini bagi hatinya, niscaya penyakit ini akan merasuk dan menguat dalam dirinya. ==== لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ لِلْجَلِيسِ لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ الْجَلِيسَ بِالْمُعَاشَرَتِهِ فَقَطْ بَلْ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِ يَعْنِي يُؤَثِّرُ الْإِنْسَانُ فِي غَيْرِهِ بِالنَّّظَرِ الْإِنْسَانُ إِذَا صَارَ نَظَرَهُ إِلَى بَطَّالِيْنَ صَارَ بَطَّالًا لَكِنْ إِذَا حَفِظَ نَظَرَهُ مِنْ ذَلِكَ لَمْ يَقْوَ هَذَا الْمَعْنَى فِي قَلْبِهِ لِذَلِكَ إِذَا تَأَمَّلْتَ عِبَادَةَ حِفْظِ النَّظَرِ الَّتِي كَانَتْ عِنْدَ السَّلَفِ تَجِدُ فِيهَا هَذَا الْمَعْنَى أَنَّ إِشْغَالَ النَّظَرِ بِغَيْرِ مَا يَنْفَعُ إِفْسَادٌ لِلْقَلْبِ وَمِنْ جُمْلَةِ إِشْغَالِهِ أَنْ يَنْظُرَ الْإِنْسَانُ إِلَى أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ فَهَذَا يَطْبَعُ فِي قَلْبِهِ صُورَتَهُمْ وَهَذَا مِمَّا بُلِيَ بِهِ النَّاسُ وَمِنْهُمْ طُلَّابُ الْعِلْمِ فِي وَسَائِلِ التَّوَاصُلِ الْاِجْتِمَاعِيِّ الْمَوْجُودَةِ الْيَوْمَ فَكَثِيرٌ مِنْهَا يَتَنَاقَلُ أَشْيَاءَ مِنْ أَحْوَالِ أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ وَالْأَغْبِيَاءِ فَإِذَا اسْتَحْكَمَ النَّظَرُ فِيهَا مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ انْجَرَّتْ هَذِهِ الْعِلَّةُ إِلَى الْإِنْسَانِ حَتَّى صَارَ يَسْتَسِيغُ مِثْلَ هَذِهِ الْأَحْوَالِ ثُمَّ رُبَّمَا صَارَ يَقَعُ فِيهَا كَمَا وَقَعَ فِيهَا غَيْرُهُ لَكِنْ مَنْ حَفِظَ نَفْسَهُ مِنَ النَّظَرِ إِلَيْهَا حَفِظَ قَلْبَهُ فَلَمْ يَجِدِ الْقَلْبَ… النَّظَرَ مَدْخَلًا إِلَى الْقَلْبِ فِي مِثْلِ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ وَمَنْ فَتَحَ هَذَا الْبَابَ عَلَى قَلْبِهِ تَسَلَّلَ إِلَيْهِ هَذَا الدَّاءُ حَتَّى يَقْوَى فِيهِ
Pengaruh teman terhadap teman atau tertularnya teman oleh teman bukan hanya dengan interaksi saja, melainkan bisa juga dengan memandangnya. Yakni seseorang bisa memengaruhi orang lain dengan sekadar melihat. Seseorang jika sering melihat pemalas, ia akan menjadi pemalas. Namun jika dia menjaga pandangannya darinya, sifat itu tidak akan menguat dalam hatinya. Oleh sebab itulah jika Anda memperhatikan ibadah menjaga pandangan ini yang dahulu dilakukan oleh para Salaf, maka Anda akan mendapati hakikat ini, bahwa menyibukkan diri memandang yang tidak bermanfaat akan merusak hati. Termasuk di antaranya adalah ketika seseorang sibuk melihat orang yang kurang ajar, buruk reputasinya, tolol, dan bodoh. Ini akan meninggalkan gambaran diri mereka di dalam hatinya. Inilah cobaan yang dihadapi orang-orang, termasuk para penuntut ilmu, di berbagai media sosial yang ada sekarang, yang kebanyakannya menyebarkan hal-hal berkenaan dengan orang-orang tak bermoral, buruk reputasinya, tolol, bodoh, dan bebal. Jika sudah sering melihatnya waktu demi waktu, maka penyakit ini akan menular kepada seseorang, sampai menganggap biasa hal-hal seperti itu. Kemudian mungkin dia terjerumus pada perkara tersebut sebagaimana orang lain. Namun orang yang menjaga dirinya dari memandangnya, niscaya hatinya terjaga, sehingga pandanganya tidak menjadi pintu masuk untuk perkara-perkara seperti ini ke dalam hati. Barang siapa yang membuka pintu ini bagi hatinya, niscaya penyakit ini akan merasuk dan menguat dalam dirinya. ==== لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ لِلْجَلِيسِ لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ الْجَلِيسَ بِالْمُعَاشَرَتِهِ فَقَطْ بَلْ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِ يَعْنِي يُؤَثِّرُ الْإِنْسَانُ فِي غَيْرِهِ بِالنَّّظَرِ الْإِنْسَانُ إِذَا صَارَ نَظَرَهُ إِلَى بَطَّالِيْنَ صَارَ بَطَّالًا لَكِنْ إِذَا حَفِظَ نَظَرَهُ مِنْ ذَلِكَ لَمْ يَقْوَ هَذَا الْمَعْنَى فِي قَلْبِهِ لِذَلِكَ إِذَا تَأَمَّلْتَ عِبَادَةَ حِفْظِ النَّظَرِ الَّتِي كَانَتْ عِنْدَ السَّلَفِ تَجِدُ فِيهَا هَذَا الْمَعْنَى أَنَّ إِشْغَالَ النَّظَرِ بِغَيْرِ مَا يَنْفَعُ إِفْسَادٌ لِلْقَلْبِ وَمِنْ جُمْلَةِ إِشْغَالِهِ أَنْ يَنْظُرَ الْإِنْسَانُ إِلَى أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ فَهَذَا يَطْبَعُ فِي قَلْبِهِ صُورَتَهُمْ وَهَذَا مِمَّا بُلِيَ بِهِ النَّاسُ وَمِنْهُمْ طُلَّابُ الْعِلْمِ فِي وَسَائِلِ التَّوَاصُلِ الْاِجْتِمَاعِيِّ الْمَوْجُودَةِ الْيَوْمَ فَكَثِيرٌ مِنْهَا يَتَنَاقَلُ أَشْيَاءَ مِنْ أَحْوَالِ أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ وَالْأَغْبِيَاءِ فَإِذَا اسْتَحْكَمَ النَّظَرُ فِيهَا مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ انْجَرَّتْ هَذِهِ الْعِلَّةُ إِلَى الْإِنْسَانِ حَتَّى صَارَ يَسْتَسِيغُ مِثْلَ هَذِهِ الْأَحْوَالِ ثُمَّ رُبَّمَا صَارَ يَقَعُ فِيهَا كَمَا وَقَعَ فِيهَا غَيْرُهُ لَكِنْ مَنْ حَفِظَ نَفْسَهُ مِنَ النَّظَرِ إِلَيْهَا حَفِظَ قَلْبَهُ فَلَمْ يَجِدِ الْقَلْبَ… النَّظَرَ مَدْخَلًا إِلَى الْقَلْبِ فِي مِثْلِ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ وَمَنْ فَتَحَ هَذَا الْبَابَ عَلَى قَلْبِهِ تَسَلَّلَ إِلَيْهِ هَذَا الدَّاءُ حَتَّى يَقْوَى فِيهِ


Pengaruh teman terhadap teman atau tertularnya teman oleh teman bukan hanya dengan interaksi saja, melainkan bisa juga dengan memandangnya. Yakni seseorang bisa memengaruhi orang lain dengan sekadar melihat. Seseorang jika sering melihat pemalas, ia akan menjadi pemalas. Namun jika dia menjaga pandangannya darinya, sifat itu tidak akan menguat dalam hatinya. Oleh sebab itulah jika Anda memperhatikan ibadah menjaga pandangan ini yang dahulu dilakukan oleh para Salaf, maka Anda akan mendapati hakikat ini, bahwa menyibukkan diri memandang yang tidak bermanfaat akan merusak hati. Termasuk di antaranya adalah ketika seseorang sibuk melihat orang yang kurang ajar, buruk reputasinya, tolol, dan bodoh. Ini akan meninggalkan gambaran diri mereka di dalam hatinya. Inilah cobaan yang dihadapi orang-orang, termasuk para penuntut ilmu, di berbagai media sosial yang ada sekarang, yang kebanyakannya menyebarkan hal-hal berkenaan dengan orang-orang tak bermoral, buruk reputasinya, tolol, bodoh, dan bebal. Jika sudah sering melihatnya waktu demi waktu, maka penyakit ini akan menular kepada seseorang, sampai menganggap biasa hal-hal seperti itu. Kemudian mungkin dia terjerumus pada perkara tersebut sebagaimana orang lain. Namun orang yang menjaga dirinya dari memandangnya, niscaya hatinya terjaga, sehingga pandanganya tidak menjadi pintu masuk untuk perkara-perkara seperti ini ke dalam hati. Barang siapa yang membuka pintu ini bagi hatinya, niscaya penyakit ini akan merasuk dan menguat dalam dirinya. ==== لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ لِلْجَلِيسِ لَيْسَ إِعْدَاءُ الْجَلِيسِ الْجَلِيسَ بِالْمُعَاشَرَتِهِ فَقَطْ بَلْ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِ يَعْنِي يُؤَثِّرُ الْإِنْسَانُ فِي غَيْرِهِ بِالنَّّظَرِ الْإِنْسَانُ إِذَا صَارَ نَظَرَهُ إِلَى بَطَّالِيْنَ صَارَ بَطَّالًا لَكِنْ إِذَا حَفِظَ نَظَرَهُ مِنْ ذَلِكَ لَمْ يَقْوَ هَذَا الْمَعْنَى فِي قَلْبِهِ لِذَلِكَ إِذَا تَأَمَّلْتَ عِبَادَةَ حِفْظِ النَّظَرِ الَّتِي كَانَتْ عِنْدَ السَّلَفِ تَجِدُ فِيهَا هَذَا الْمَعْنَى أَنَّ إِشْغَالَ النَّظَرِ بِغَيْرِ مَا يَنْفَعُ إِفْسَادٌ لِلْقَلْبِ وَمِنْ جُمْلَةِ إِشْغَالِهِ أَنْ يَنْظُرَ الْإِنْسَانُ إِلَى أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ فَهَذَا يَطْبَعُ فِي قَلْبِهِ صُورَتَهُمْ وَهَذَا مِمَّا بُلِيَ بِهِ النَّاسُ وَمِنْهُمْ طُلَّابُ الْعِلْمِ فِي وَسَائِلِ التَّوَاصُلِ الْاِجْتِمَاعِيِّ الْمَوْجُودَةِ الْيَوْمَ فَكَثِيرٌ مِنْهَا يَتَنَاقَلُ أَشْيَاءَ مِنْ أَحْوَالِ أَهْلِ الْوَقَاحَةِ وَسَيِّئِ السُّمْعَةِ وَالسُّفَهَاءِ وَالْبُلَدَاءِ وَالْأَغْبِيَاءِ فَإِذَا اسْتَحْكَمَ النَّظَرُ فِيهَا مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ انْجَرَّتْ هَذِهِ الْعِلَّةُ إِلَى الْإِنْسَانِ حَتَّى صَارَ يَسْتَسِيغُ مِثْلَ هَذِهِ الْأَحْوَالِ ثُمَّ رُبَّمَا صَارَ يَقَعُ فِيهَا كَمَا وَقَعَ فِيهَا غَيْرُهُ لَكِنْ مَنْ حَفِظَ نَفْسَهُ مِنَ النَّظَرِ إِلَيْهَا حَفِظَ قَلْبَهُ فَلَمْ يَجِدِ الْقَلْبَ… النَّظَرَ مَدْخَلًا إِلَى الْقَلْبِ فِي مِثْلِ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ وَمَنْ فَتَحَ هَذَا الْبَابَ عَلَى قَلْبِهِ تَسَلَّلَ إِلَيْهِ هَذَا الدَّاءُ حَتَّى يَقْوَى فِيهِ

Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 6)

Daftar Isi Toggle Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmuPerkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihatIkutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnyaPerkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Kembali melanjutkan dari risalah Syekh Ibrahim Ar-Ruhaily hafidzahullah. Beliau menjelaskan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh seorang penuntut ilmu dalam rangka menasihati kaum muslimin. Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmu Wajib bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya rezeki berupa ilmu, untuk jujur dalam menasihati umat. Baik dalam bentuk kelompok atau individu. Menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan sesuai dengan (ilmu) yang dia ketahui serta memperingatkan mereka dari jalan-jalan keburukan dan fitnah sesuai kapasitas yang diketahuinya. Jangan sekali-kali celaan para pencela membuatnya mundur dari menasihati kaum muslmiin. Jika ia ditanya tentang seorang syekh (yang pantas untuk mengajar -pent), ditanya tentang seorang guru, pelajar, sekolah, takhassus, suatu cabang dari cabang ilmu, kitab, risalah, makalah, men-tarjih antara dua pendapat yang sama kuat, kedua ahli ilmu yang harus diutamakan, atau hal yang paling bermanfaat antara kedua pelajaran, maka hendaknya ia menasihati dan mengarahkan sesuai dengan kadar yang ia ketahui bahwa hal tersebut lebih utama dan bermanfaat bagi penanya. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, وَعَلَى العَالِمِ أَنْ يَنْصَحَ لِلْمُتَعَلِّمِ وَيَجْتَهِدَ فِيْ تَعْلِيْمِهِ، وَعَلَى المُتَعَلِّمِ أَنْ يَعْرِفَ حُرْمَةَ أُسْتَاذِهِ وَيَشْكُرَ إِحْسَانِهِ إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُر اللهَ “Hendaknya bagi seorang yang berilmu menasihati muridnya dan bersungguh-sungguh dalam mengajarkannya. Bagi pelajar hendaknya ia mengetahui kedudukan gurunya dan berterimakasih atas kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya. Karena sesungguhnya, tidak dikatakan bersyukur kepada Allah orang-orang yang tidak bersyukur kepada manusia (yang telah berbuat baik kepadanya).”[1] Apabila seorang guru ragu akan kebenaran dalam men-tarjih, maka wajib baginya untuk tawaqquf.[2] Kalau tidak demikian, bisa jadi ia termasuk ke dalam salah satu orang-orang yang berkata tentang Allah tanpa ilmu. Jika seorang guru memberikan arahan kepada penanya atas suatu hal yang tidak diketahui oleh seorang guru akan hal yang lebih bermanfaat dan maslahat, hanya karena seorang guru tersebut menginginkan kehidupan dunia yang sedikit, hanya ingin mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang-orang terdekat, ingin mengambil muka dengan orang yang memiliki kedudukan, atau takut dengan orang-orang yang memiliki otoritas, maka jika seorang guru melakukan yang demikian, ia tidak termasuk pemberi nasihat yang meniti jalan para Nabi ‘alaihimussalam. Perkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihat Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُكُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنصَحُ لَكُمۡ “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasihat kepadamu,” (QS. Al-A’raf: 62) Nabi Hud ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُڪُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنَا۟ لَكُمۡ نَاصِحٌ أَمِينٌ “Aku menyampaikan amanat-amanat Rabbku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al-A’raf: 68) Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata, يَـٰقَوۡمِ لَقَدۡ أَبۡلَغۡتُڪُمۡ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحۡتُ لَكُمۡ “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Rabbku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu.” (QS. Al-A’raf: 79) Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya pada saat berkumpul di tempat terbesar, yaitu ketika haji, وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ “Dan kelak kalian semua akan ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian jawab?” Para sahabat menjawab, “Kami bersaksi engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah risalah), dan engkau telah memberikan nasihat.”[3] Ikutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnya Seluruh Nabi ‘alaihimussalam menyampaikan ilmu dan memberikan nasihat kepada umat mereka. Maka, siapa saja yang berpaling dari menasihati kaum muslimin dan mengikuti hawa nafsunya, sejatinya ia tidak mengikuti jalan para Nabi. Sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman, أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ‌ۖ فَبِهُدَٮٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡ‌ۗ “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90) Bahkan, orang yang menyia-nyiakan nasihat sejatinya adalah pengkhianat amanah. Sebagaimana dalam hadis dari Abu Hurairah, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ “Sesungguhnya orang yang dimintai pendapat adalah orang yang amanah.”[4] Orang yang menipu dan enggan memberikan nasihat, ia adalah orang yang tidak menjaga amanah. Bahkan, bisa dikatakan ia menyia-nyiakan amanah. Begitu pun ia tidak menunaikan hak Islam kepada saudaranya, tidak menjaga wasiat Rasulullah kepada umatnya. Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حَقُّ المَسْلِمِ عَلَى المَسْلِمِ سِتٌّ -ذَكَرَ مِنْهَا- وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ “Hak seorang muslim kepada muslim lainnya ada enam -di antaranya- jika saudaramu meminta nasihat kepadamu, maka hendaknya engkau menasihatinya.”[5] Perkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu berkata, لاَ تَعْمَلْ بِالْخَدِيْعَةِ فَإِنَّهَا خُلْقُ اللِئَامِ، وَامْحَضْ أَخَاكَ النَّصِيْحَةَ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ قَبِيْحَةً وَزُلْ مَعَهُ حَيْثُ زَالَ “Janganlah melakukan tipu daya, karena itu adalah perbuatan yang tercela. Dan bersihkanlah (mental) saudaramu dengan memberikan nasihat, (betapa pun keadaannya) sudah baik ataupun masih buruk. Dan tetaplah setia menemaninya bagaimana pun kondisinya.”[6] Ibnu Hibban rahimahullah berkata, الوَاجِبُ عَلَى العَاقِلِ لُزُوْم النَّصِيْحَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ كَافَّةً وَتَرْك الخِيَانَةِ لَهُمْ بِالإِضْمَارِ وَالقَوْلِ وَالفِعْلِ “Wajib atas orang yang berakal untuk senantiasa menasihati kaum muslimin secara menyeluruh, dan tidak mengkhianati mereka baik dengan niat, ucapan, dan perbuatan.”[7] Al-Mawardi rahimahullah berkata, إِنَّ مَنْ قَالَ مَا لَا يَفْعَل فَقَدْ مَكَرَ، وَمَنْ أَمَرَ بِمَا لَا يَأْتَمرُ فَقَدْ خَدَعَ، وَمَنْ أَسَرَّ غَيْرَ مَا يُظْهِر فَقْدَ نَافَقَ “Sesungguhnya siapa yang berkata terhadap hal yang tidak dilakukan, maka ia telah khianat. Siapa yang memerintahkan hal yang ia sendiri tidak melakukannya, maka ia telah menipu. Dan siapa yang menyembunyikan sesuatu yang berbeda dari apa yang dia tampakkan, maka ia telah berbuat kemunafikan.”[8] Inilah akhir dari apa yang dituliskan oleh Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah. Kemudian beliau menutup risalah beliau dengan doa, أسأل الله بمنه وكرمه، وبما هدى إليه من تسطير هذه الأوراق، أن يجعلها خالصة لوجهه الكريم، وأن ينفع بها المسلمين، وأن يجعلني وإخواني المسلمين من العاملين بالعلم الناصحين للخلق، وأن لا يكلنا إلى أنفسنا طرفة عين ولا أقل من ذلك، وأن يحيينا على الإسلام والسنة وأن يميتنا على ذلك، غير مغيرين ولا مبدلين، إن ربي لسميع الدعاء لطيف لما يشاء. Semoga risalah ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Wallahul Muwaffiq. [Selesai] Kembali ke bagian 5: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 5) *** Depok, 19 Zulhijah 1445 / 26 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Majmu’ Fatawa, 28: 13. [2] Yang dimaksud dengan tarjih adalah memilih satu pendapat antara dua pendapat yang sama-sama kuat. Adapun tawaqquf adalah sikap diam dan tidak memilih kedua pendapat yang berbeda. [3] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 1218. [4] Hadis dikeluarkan oleh Abu Daud no. 5128, At-Tirmidzi no. 2822, Ibnu Majah no. 3745. Syekh Albani menghukumi hadis ini sahih dalam Shahihul Jami’ no. 6700. [5] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 2162. [6] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [7] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [8] Adabud Dunya wa Ad-Din, hal. 77. Tags: nasihat

Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 6)

Daftar Isi Toggle Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmuPerkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihatIkutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnyaPerkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Kembali melanjutkan dari risalah Syekh Ibrahim Ar-Ruhaily hafidzahullah. Beliau menjelaskan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh seorang penuntut ilmu dalam rangka menasihati kaum muslimin. Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmu Wajib bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya rezeki berupa ilmu, untuk jujur dalam menasihati umat. Baik dalam bentuk kelompok atau individu. Menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan sesuai dengan (ilmu) yang dia ketahui serta memperingatkan mereka dari jalan-jalan keburukan dan fitnah sesuai kapasitas yang diketahuinya. Jangan sekali-kali celaan para pencela membuatnya mundur dari menasihati kaum muslmiin. Jika ia ditanya tentang seorang syekh (yang pantas untuk mengajar -pent), ditanya tentang seorang guru, pelajar, sekolah, takhassus, suatu cabang dari cabang ilmu, kitab, risalah, makalah, men-tarjih antara dua pendapat yang sama kuat, kedua ahli ilmu yang harus diutamakan, atau hal yang paling bermanfaat antara kedua pelajaran, maka hendaknya ia menasihati dan mengarahkan sesuai dengan kadar yang ia ketahui bahwa hal tersebut lebih utama dan bermanfaat bagi penanya. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, وَعَلَى العَالِمِ أَنْ يَنْصَحَ لِلْمُتَعَلِّمِ وَيَجْتَهِدَ فِيْ تَعْلِيْمِهِ، وَعَلَى المُتَعَلِّمِ أَنْ يَعْرِفَ حُرْمَةَ أُسْتَاذِهِ وَيَشْكُرَ إِحْسَانِهِ إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُر اللهَ “Hendaknya bagi seorang yang berilmu menasihati muridnya dan bersungguh-sungguh dalam mengajarkannya. Bagi pelajar hendaknya ia mengetahui kedudukan gurunya dan berterimakasih atas kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya. Karena sesungguhnya, tidak dikatakan bersyukur kepada Allah orang-orang yang tidak bersyukur kepada manusia (yang telah berbuat baik kepadanya).”[1] Apabila seorang guru ragu akan kebenaran dalam men-tarjih, maka wajib baginya untuk tawaqquf.[2] Kalau tidak demikian, bisa jadi ia termasuk ke dalam salah satu orang-orang yang berkata tentang Allah tanpa ilmu. Jika seorang guru memberikan arahan kepada penanya atas suatu hal yang tidak diketahui oleh seorang guru akan hal yang lebih bermanfaat dan maslahat, hanya karena seorang guru tersebut menginginkan kehidupan dunia yang sedikit, hanya ingin mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang-orang terdekat, ingin mengambil muka dengan orang yang memiliki kedudukan, atau takut dengan orang-orang yang memiliki otoritas, maka jika seorang guru melakukan yang demikian, ia tidak termasuk pemberi nasihat yang meniti jalan para Nabi ‘alaihimussalam. Perkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihat Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُكُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنصَحُ لَكُمۡ “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasihat kepadamu,” (QS. Al-A’raf: 62) Nabi Hud ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُڪُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنَا۟ لَكُمۡ نَاصِحٌ أَمِينٌ “Aku menyampaikan amanat-amanat Rabbku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al-A’raf: 68) Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata, يَـٰقَوۡمِ لَقَدۡ أَبۡلَغۡتُڪُمۡ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحۡتُ لَكُمۡ “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Rabbku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu.” (QS. Al-A’raf: 79) Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya pada saat berkumpul di tempat terbesar, yaitu ketika haji, وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ “Dan kelak kalian semua akan ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian jawab?” Para sahabat menjawab, “Kami bersaksi engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah risalah), dan engkau telah memberikan nasihat.”[3] Ikutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnya Seluruh Nabi ‘alaihimussalam menyampaikan ilmu dan memberikan nasihat kepada umat mereka. Maka, siapa saja yang berpaling dari menasihati kaum muslimin dan mengikuti hawa nafsunya, sejatinya ia tidak mengikuti jalan para Nabi. Sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman, أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ‌ۖ فَبِهُدَٮٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡ‌ۗ “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90) Bahkan, orang yang menyia-nyiakan nasihat sejatinya adalah pengkhianat amanah. Sebagaimana dalam hadis dari Abu Hurairah, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ “Sesungguhnya orang yang dimintai pendapat adalah orang yang amanah.”[4] Orang yang menipu dan enggan memberikan nasihat, ia adalah orang yang tidak menjaga amanah. Bahkan, bisa dikatakan ia menyia-nyiakan amanah. Begitu pun ia tidak menunaikan hak Islam kepada saudaranya, tidak menjaga wasiat Rasulullah kepada umatnya. Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حَقُّ المَسْلِمِ عَلَى المَسْلِمِ سِتٌّ -ذَكَرَ مِنْهَا- وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ “Hak seorang muslim kepada muslim lainnya ada enam -di antaranya- jika saudaramu meminta nasihat kepadamu, maka hendaknya engkau menasihatinya.”[5] Perkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu berkata, لاَ تَعْمَلْ بِالْخَدِيْعَةِ فَإِنَّهَا خُلْقُ اللِئَامِ، وَامْحَضْ أَخَاكَ النَّصِيْحَةَ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ قَبِيْحَةً وَزُلْ مَعَهُ حَيْثُ زَالَ “Janganlah melakukan tipu daya, karena itu adalah perbuatan yang tercela. Dan bersihkanlah (mental) saudaramu dengan memberikan nasihat, (betapa pun keadaannya) sudah baik ataupun masih buruk. Dan tetaplah setia menemaninya bagaimana pun kondisinya.”[6] Ibnu Hibban rahimahullah berkata, الوَاجِبُ عَلَى العَاقِلِ لُزُوْم النَّصِيْحَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ كَافَّةً وَتَرْك الخِيَانَةِ لَهُمْ بِالإِضْمَارِ وَالقَوْلِ وَالفِعْلِ “Wajib atas orang yang berakal untuk senantiasa menasihati kaum muslimin secara menyeluruh, dan tidak mengkhianati mereka baik dengan niat, ucapan, dan perbuatan.”[7] Al-Mawardi rahimahullah berkata, إِنَّ مَنْ قَالَ مَا لَا يَفْعَل فَقَدْ مَكَرَ، وَمَنْ أَمَرَ بِمَا لَا يَأْتَمرُ فَقَدْ خَدَعَ، وَمَنْ أَسَرَّ غَيْرَ مَا يُظْهِر فَقْدَ نَافَقَ “Sesungguhnya siapa yang berkata terhadap hal yang tidak dilakukan, maka ia telah khianat. Siapa yang memerintahkan hal yang ia sendiri tidak melakukannya, maka ia telah menipu. Dan siapa yang menyembunyikan sesuatu yang berbeda dari apa yang dia tampakkan, maka ia telah berbuat kemunafikan.”[8] Inilah akhir dari apa yang dituliskan oleh Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah. Kemudian beliau menutup risalah beliau dengan doa, أسأل الله بمنه وكرمه، وبما هدى إليه من تسطير هذه الأوراق، أن يجعلها خالصة لوجهه الكريم، وأن ينفع بها المسلمين، وأن يجعلني وإخواني المسلمين من العاملين بالعلم الناصحين للخلق، وأن لا يكلنا إلى أنفسنا طرفة عين ولا أقل من ذلك، وأن يحيينا على الإسلام والسنة وأن يميتنا على ذلك، غير مغيرين ولا مبدلين، إن ربي لسميع الدعاء لطيف لما يشاء. Semoga risalah ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Wallahul Muwaffiq. [Selesai] Kembali ke bagian 5: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 5) *** Depok, 19 Zulhijah 1445 / 26 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Majmu’ Fatawa, 28: 13. [2] Yang dimaksud dengan tarjih adalah memilih satu pendapat antara dua pendapat yang sama-sama kuat. Adapun tawaqquf adalah sikap diam dan tidak memilih kedua pendapat yang berbeda. [3] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 1218. [4] Hadis dikeluarkan oleh Abu Daud no. 5128, At-Tirmidzi no. 2822, Ibnu Majah no. 3745. Syekh Albani menghukumi hadis ini sahih dalam Shahihul Jami’ no. 6700. [5] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 2162. [6] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [7] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [8] Adabud Dunya wa Ad-Din, hal. 77. Tags: nasihat
Daftar Isi Toggle Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmuPerkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihatIkutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnyaPerkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Kembali melanjutkan dari risalah Syekh Ibrahim Ar-Ruhaily hafidzahullah. Beliau menjelaskan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh seorang penuntut ilmu dalam rangka menasihati kaum muslimin. Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmu Wajib bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya rezeki berupa ilmu, untuk jujur dalam menasihati umat. Baik dalam bentuk kelompok atau individu. Menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan sesuai dengan (ilmu) yang dia ketahui serta memperingatkan mereka dari jalan-jalan keburukan dan fitnah sesuai kapasitas yang diketahuinya. Jangan sekali-kali celaan para pencela membuatnya mundur dari menasihati kaum muslmiin. Jika ia ditanya tentang seorang syekh (yang pantas untuk mengajar -pent), ditanya tentang seorang guru, pelajar, sekolah, takhassus, suatu cabang dari cabang ilmu, kitab, risalah, makalah, men-tarjih antara dua pendapat yang sama kuat, kedua ahli ilmu yang harus diutamakan, atau hal yang paling bermanfaat antara kedua pelajaran, maka hendaknya ia menasihati dan mengarahkan sesuai dengan kadar yang ia ketahui bahwa hal tersebut lebih utama dan bermanfaat bagi penanya. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, وَعَلَى العَالِمِ أَنْ يَنْصَحَ لِلْمُتَعَلِّمِ وَيَجْتَهِدَ فِيْ تَعْلِيْمِهِ، وَعَلَى المُتَعَلِّمِ أَنْ يَعْرِفَ حُرْمَةَ أُسْتَاذِهِ وَيَشْكُرَ إِحْسَانِهِ إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُر اللهَ “Hendaknya bagi seorang yang berilmu menasihati muridnya dan bersungguh-sungguh dalam mengajarkannya. Bagi pelajar hendaknya ia mengetahui kedudukan gurunya dan berterimakasih atas kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya. Karena sesungguhnya, tidak dikatakan bersyukur kepada Allah orang-orang yang tidak bersyukur kepada manusia (yang telah berbuat baik kepadanya).”[1] Apabila seorang guru ragu akan kebenaran dalam men-tarjih, maka wajib baginya untuk tawaqquf.[2] Kalau tidak demikian, bisa jadi ia termasuk ke dalam salah satu orang-orang yang berkata tentang Allah tanpa ilmu. Jika seorang guru memberikan arahan kepada penanya atas suatu hal yang tidak diketahui oleh seorang guru akan hal yang lebih bermanfaat dan maslahat, hanya karena seorang guru tersebut menginginkan kehidupan dunia yang sedikit, hanya ingin mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang-orang terdekat, ingin mengambil muka dengan orang yang memiliki kedudukan, atau takut dengan orang-orang yang memiliki otoritas, maka jika seorang guru melakukan yang demikian, ia tidak termasuk pemberi nasihat yang meniti jalan para Nabi ‘alaihimussalam. Perkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihat Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُكُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنصَحُ لَكُمۡ “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasihat kepadamu,” (QS. Al-A’raf: 62) Nabi Hud ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُڪُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنَا۟ لَكُمۡ نَاصِحٌ أَمِينٌ “Aku menyampaikan amanat-amanat Rabbku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al-A’raf: 68) Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata, يَـٰقَوۡمِ لَقَدۡ أَبۡلَغۡتُڪُمۡ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحۡتُ لَكُمۡ “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Rabbku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu.” (QS. Al-A’raf: 79) Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya pada saat berkumpul di tempat terbesar, yaitu ketika haji, وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ “Dan kelak kalian semua akan ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian jawab?” Para sahabat menjawab, “Kami bersaksi engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah risalah), dan engkau telah memberikan nasihat.”[3] Ikutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnya Seluruh Nabi ‘alaihimussalam menyampaikan ilmu dan memberikan nasihat kepada umat mereka. Maka, siapa saja yang berpaling dari menasihati kaum muslimin dan mengikuti hawa nafsunya, sejatinya ia tidak mengikuti jalan para Nabi. Sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman, أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ‌ۖ فَبِهُدَٮٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡ‌ۗ “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90) Bahkan, orang yang menyia-nyiakan nasihat sejatinya adalah pengkhianat amanah. Sebagaimana dalam hadis dari Abu Hurairah, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ “Sesungguhnya orang yang dimintai pendapat adalah orang yang amanah.”[4] Orang yang menipu dan enggan memberikan nasihat, ia adalah orang yang tidak menjaga amanah. Bahkan, bisa dikatakan ia menyia-nyiakan amanah. Begitu pun ia tidak menunaikan hak Islam kepada saudaranya, tidak menjaga wasiat Rasulullah kepada umatnya. Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حَقُّ المَسْلِمِ عَلَى المَسْلِمِ سِتٌّ -ذَكَرَ مِنْهَا- وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ “Hak seorang muslim kepada muslim lainnya ada enam -di antaranya- jika saudaramu meminta nasihat kepadamu, maka hendaknya engkau menasihatinya.”[5] Perkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu berkata, لاَ تَعْمَلْ بِالْخَدِيْعَةِ فَإِنَّهَا خُلْقُ اللِئَامِ، وَامْحَضْ أَخَاكَ النَّصِيْحَةَ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ قَبِيْحَةً وَزُلْ مَعَهُ حَيْثُ زَالَ “Janganlah melakukan tipu daya, karena itu adalah perbuatan yang tercela. Dan bersihkanlah (mental) saudaramu dengan memberikan nasihat, (betapa pun keadaannya) sudah baik ataupun masih buruk. Dan tetaplah setia menemaninya bagaimana pun kondisinya.”[6] Ibnu Hibban rahimahullah berkata, الوَاجِبُ عَلَى العَاقِلِ لُزُوْم النَّصِيْحَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ كَافَّةً وَتَرْك الخِيَانَةِ لَهُمْ بِالإِضْمَارِ وَالقَوْلِ وَالفِعْلِ “Wajib atas orang yang berakal untuk senantiasa menasihati kaum muslimin secara menyeluruh, dan tidak mengkhianati mereka baik dengan niat, ucapan, dan perbuatan.”[7] Al-Mawardi rahimahullah berkata, إِنَّ مَنْ قَالَ مَا لَا يَفْعَل فَقَدْ مَكَرَ، وَمَنْ أَمَرَ بِمَا لَا يَأْتَمرُ فَقَدْ خَدَعَ، وَمَنْ أَسَرَّ غَيْرَ مَا يُظْهِر فَقْدَ نَافَقَ “Sesungguhnya siapa yang berkata terhadap hal yang tidak dilakukan, maka ia telah khianat. Siapa yang memerintahkan hal yang ia sendiri tidak melakukannya, maka ia telah menipu. Dan siapa yang menyembunyikan sesuatu yang berbeda dari apa yang dia tampakkan, maka ia telah berbuat kemunafikan.”[8] Inilah akhir dari apa yang dituliskan oleh Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah. Kemudian beliau menutup risalah beliau dengan doa, أسأل الله بمنه وكرمه، وبما هدى إليه من تسطير هذه الأوراق، أن يجعلها خالصة لوجهه الكريم، وأن ينفع بها المسلمين، وأن يجعلني وإخواني المسلمين من العاملين بالعلم الناصحين للخلق، وأن لا يكلنا إلى أنفسنا طرفة عين ولا أقل من ذلك، وأن يحيينا على الإسلام والسنة وأن يميتنا على ذلك، غير مغيرين ولا مبدلين، إن ربي لسميع الدعاء لطيف لما يشاء. Semoga risalah ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Wallahul Muwaffiq. [Selesai] Kembali ke bagian 5: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 5) *** Depok, 19 Zulhijah 1445 / 26 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Majmu’ Fatawa, 28: 13. [2] Yang dimaksud dengan tarjih adalah memilih satu pendapat antara dua pendapat yang sama-sama kuat. Adapun tawaqquf adalah sikap diam dan tidak memilih kedua pendapat yang berbeda. [3] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 1218. [4] Hadis dikeluarkan oleh Abu Daud no. 5128, At-Tirmidzi no. 2822, Ibnu Majah no. 3745. Syekh Albani menghukumi hadis ini sahih dalam Shahihul Jami’ no. 6700. [5] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 2162. [6] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [7] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [8] Adabud Dunya wa Ad-Din, hal. 77. Tags: nasihat


Daftar Isi Toggle Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmuPerkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihatIkutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnyaPerkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Kembali melanjutkan dari risalah Syekh Ibrahim Ar-Ruhaily hafidzahullah. Beliau menjelaskan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh seorang penuntut ilmu dalam rangka menasihati kaum muslimin. Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmu Wajib bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya rezeki berupa ilmu, untuk jujur dalam menasihati umat. Baik dalam bentuk kelompok atau individu. Menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan sesuai dengan (ilmu) yang dia ketahui serta memperingatkan mereka dari jalan-jalan keburukan dan fitnah sesuai kapasitas yang diketahuinya. Jangan sekali-kali celaan para pencela membuatnya mundur dari menasihati kaum muslmiin. Jika ia ditanya tentang seorang syekh (yang pantas untuk mengajar -pent), ditanya tentang seorang guru, pelajar, sekolah, takhassus, suatu cabang dari cabang ilmu, kitab, risalah, makalah, men-tarjih antara dua pendapat yang sama kuat, kedua ahli ilmu yang harus diutamakan, atau hal yang paling bermanfaat antara kedua pelajaran, maka hendaknya ia menasihati dan mengarahkan sesuai dengan kadar yang ia ketahui bahwa hal tersebut lebih utama dan bermanfaat bagi penanya. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, وَعَلَى العَالِمِ أَنْ يَنْصَحَ لِلْمُتَعَلِّمِ وَيَجْتَهِدَ فِيْ تَعْلِيْمِهِ، وَعَلَى المُتَعَلِّمِ أَنْ يَعْرِفَ حُرْمَةَ أُسْتَاذِهِ وَيَشْكُرَ إِحْسَانِهِ إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُر اللهَ “Hendaknya bagi seorang yang berilmu menasihati muridnya dan bersungguh-sungguh dalam mengajarkannya. Bagi pelajar hendaknya ia mengetahui kedudukan gurunya dan berterimakasih atas kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya. Karena sesungguhnya, tidak dikatakan bersyukur kepada Allah orang-orang yang tidak bersyukur kepada manusia (yang telah berbuat baik kepadanya).”[1] Apabila seorang guru ragu akan kebenaran dalam men-tarjih, maka wajib baginya untuk tawaqquf.[2] Kalau tidak demikian, bisa jadi ia termasuk ke dalam salah satu orang-orang yang berkata tentang Allah tanpa ilmu. Jika seorang guru memberikan arahan kepada penanya atas suatu hal yang tidak diketahui oleh seorang guru akan hal yang lebih bermanfaat dan maslahat, hanya karena seorang guru tersebut menginginkan kehidupan dunia yang sedikit, hanya ingin mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang-orang terdekat, ingin mengambil muka dengan orang yang memiliki kedudukan, atau takut dengan orang-orang yang memiliki otoritas, maka jika seorang guru melakukan yang demikian, ia tidak termasuk pemberi nasihat yang meniti jalan para Nabi ‘alaihimussalam. Perkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihat Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُكُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنصَحُ لَكُمۡ “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasihat kepadamu,” (QS. Al-A’raf: 62) Nabi Hud ‘alaihissalam berkata, أُبَلِّغُڪُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنَا۟ لَكُمۡ نَاصِحٌ أَمِينٌ “Aku menyampaikan amanat-amanat Rabbku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al-A’raf: 68) Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata, يَـٰقَوۡمِ لَقَدۡ أَبۡلَغۡتُڪُمۡ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحۡتُ لَكُمۡ “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Rabbku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu.” (QS. Al-A’raf: 79) Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya pada saat berkumpul di tempat terbesar, yaitu ketika haji, وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ “Dan kelak kalian semua akan ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian jawab?” Para sahabat menjawab, “Kami bersaksi engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah risalah), dan engkau telah memberikan nasihat.”[3] Ikutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnya Seluruh Nabi ‘alaihimussalam menyampaikan ilmu dan memberikan nasihat kepada umat mereka. Maka, siapa saja yang berpaling dari menasihati kaum muslimin dan mengikuti hawa nafsunya, sejatinya ia tidak mengikuti jalan para Nabi. Sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman, أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ‌ۖ فَبِهُدَٮٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡ‌ۗ “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90) Bahkan, orang yang menyia-nyiakan nasihat sejatinya adalah pengkhianat amanah. Sebagaimana dalam hadis dari Abu Hurairah, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ “Sesungguhnya orang yang dimintai pendapat adalah orang yang amanah.”[4] Orang yang menipu dan enggan memberikan nasihat, ia adalah orang yang tidak menjaga amanah. Bahkan, bisa dikatakan ia menyia-nyiakan amanah. Begitu pun ia tidak menunaikan hak Islam kepada saudaranya, tidak menjaga wasiat Rasulullah kepada umatnya. Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حَقُّ المَسْلِمِ عَلَى المَسْلِمِ سِتٌّ -ذَكَرَ مِنْهَا- وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ “Hak seorang muslim kepada muslim lainnya ada enam -di antaranya- jika saudaramu meminta nasihat kepadamu, maka hendaknya engkau menasihatinya.”[5] Perkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu berkata, لاَ تَعْمَلْ بِالْخَدِيْعَةِ فَإِنَّهَا خُلْقُ اللِئَامِ، وَامْحَضْ أَخَاكَ النَّصِيْحَةَ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ قَبِيْحَةً وَزُلْ مَعَهُ حَيْثُ زَالَ “Janganlah melakukan tipu daya, karena itu adalah perbuatan yang tercela. Dan bersihkanlah (mental) saudaramu dengan memberikan nasihat, (betapa pun keadaannya) sudah baik ataupun masih buruk. Dan tetaplah setia menemaninya bagaimana pun kondisinya.”[6] Ibnu Hibban rahimahullah berkata, الوَاجِبُ عَلَى العَاقِلِ لُزُوْم النَّصِيْحَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ كَافَّةً وَتَرْك الخِيَانَةِ لَهُمْ بِالإِضْمَارِ وَالقَوْلِ وَالفِعْلِ “Wajib atas orang yang berakal untuk senantiasa menasihati kaum muslimin secara menyeluruh, dan tidak mengkhianati mereka baik dengan niat, ucapan, dan perbuatan.”[7] Al-Mawardi rahimahullah berkata, إِنَّ مَنْ قَالَ مَا لَا يَفْعَل فَقَدْ مَكَرَ، وَمَنْ أَمَرَ بِمَا لَا يَأْتَمرُ فَقَدْ خَدَعَ، وَمَنْ أَسَرَّ غَيْرَ مَا يُظْهِر فَقْدَ نَافَقَ “Sesungguhnya siapa yang berkata terhadap hal yang tidak dilakukan, maka ia telah khianat. Siapa yang memerintahkan hal yang ia sendiri tidak melakukannya, maka ia telah menipu. Dan siapa yang menyembunyikan sesuatu yang berbeda dari apa yang dia tampakkan, maka ia telah berbuat kemunafikan.”[8] Inilah akhir dari apa yang dituliskan oleh Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah. Kemudian beliau menutup risalah beliau dengan doa, أسأل الله بمنه وكرمه، وبما هدى إليه من تسطير هذه الأوراق، أن يجعلها خالصة لوجهه الكريم، وأن ينفع بها المسلمين، وأن يجعلني وإخواني المسلمين من العاملين بالعلم الناصحين للخلق، وأن لا يكلنا إلى أنفسنا طرفة عين ولا أقل من ذلك، وأن يحيينا على الإسلام والسنة وأن يميتنا على ذلك، غير مغيرين ولا مبدلين، إن ربي لسميع الدعاء لطيف لما يشاء. Semoga risalah ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Wallahul Muwaffiq. [Selesai] Kembali ke bagian 5: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 5) *** Depok, 19 Zulhijah 1445 / 26 Juni 2024 Penulis: Zia Abdurrofi Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Majmu’ Fatawa, 28: 13. [2] Yang dimaksud dengan tarjih adalah memilih satu pendapat antara dua pendapat yang sama-sama kuat. Adapun tawaqquf adalah sikap diam dan tidak memilih kedua pendapat yang berbeda. [3] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 1218. [4] Hadis dikeluarkan oleh Abu Daud no. 5128, At-Tirmidzi no. 2822, Ibnu Majah no. 3745. Syekh Albani menghukumi hadis ini sahih dalam Shahihul Jami’ no. 6700. [5] Hadis dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 2162. [6] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [7] Radhatul ‘Uqala, hal. 194. [8] Adabud Dunya wa Ad-Din, hal. 77. Tags: nasihat

Mengungkap Hikmah Mengapa Kita Dianjurkan untuk Bermusyawarah

Bermusyawarahlah! عليك بالمشورة اعْلَمْ أَنَّ مِنْ الْحَزْمِ لِكُلِّ ذِي لُبٍّ أَنْ لَا يُبْرِمَ أَمْرًا وَلَا يُمْضِيَ عَزْمًا إلَّا بِمَشُورَةِ ذِي الرَّأْيِ النَّاصِحِ، وَمُطَالَعَةِ ذِي الْعَقْلِ الرَّاجِحِ. فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَرَ بِالْمَشُورَةِ نَبِيَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مَعَ مَا تَكَفَّلَ بِهِ مِنْ إرْشَادِهِ، وَوَعَدَ بِهِ مِنْ تَأْيِيدِهِ، فَقَالَ تَعَالَى: {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ} [آل عمران: 159] .  Ketahuilah bahwa di antara bentuk kematangan berpikir orang yang berakal adalah tidak mengambil keputusan atau melaksanakan tekad kecuali dengan bermusyawarah dengan orang yang memiliki pemikiran yang jernih dan tulus, dan meminta pertimbangan dari orang yang memiliki akal yang sehat. Hal ini karena Allah Ta’ala telah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bermusyawarah meskipun Allah telah menjamin petunjuk dan menjanjikan pertolongan bagi beliau. Allah Ta’ala berfirman: وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ “… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159) قَالَ قَتَادَةُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ تَأَلُّفًا لَهُمْ وَتَطْيِيبًا لِأَنْفُسِهِمْ. وَقَالَ الضَّحَّاكُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوِرَتِهِمْ لِمَا عَلِمَ فِيهَا مِنْ الْفَضْلِ. وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى -: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ لِيَسْتَنَّ بِهِ الْمُسْلِمُونَ وَيَتْبَعَهُ فِيهَا الْمُؤْمِنُونَ وَإِنْ كَانَ عَنْ مَشُورَتِهِمْ غَنِيًّا. وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: نِعْمَ الْمُؤَازَرَةُ الْمُشَاوَرَةُ وَبِئْسَ الِاسْتِعْدَادُ الِاسْتِبْدَادُ. وَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الرِّجَالُ ثَلَاثَةٌ: رَجُلٌ تَرِدُ عَلَيْهِ الْأُمُورُ فَيُسَدِّدُهَا بِرَأْيِهِ، وَرَجُلٌ يُشَاوِرُ فِيمَا أَشْكَلَ عَلَيْهِ وَيَنْزِلُ حَيْثُ يَأْمُرُهُ أَهْلُ الرَّأْيِ، وَرَجُلٌ حَائِرٌ بِأَمْرِهِ لَا يَأْتَمِرُ رُشْدًا وَلَا يُطِيعُ مُرْشِدًا. وَقَالَ سَيْفُ بْنُ ذِي يَزَنَ: مَنْ أُعْجِبَ بِرَأْيِهِ لَمْ يُشَاوِرْ، وَمَنْ اسْتَبَدَّ بِرَأْيِهِ كَانَ مِنْ الصَّوَابِ بَعِيدًا. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: الْمُشَاوَرَةُ رَاحَةٌ لَك وَتَعَبٌ عَلَى غَيْرِك. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَا خَابَ مَنْ اسْتَخَارَ، وَلَا نَدِمَ مَنْ اسْتَشَارَ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: مِنْ حَقِّ الْعَاقِلِ أَنْ يُضِيفَ إلَى رَأْيِهِ آرَاءَ الْعُقَلَاءِ، وَيَجْمَعَ إلَى عَقْلِهِ عُقُولَ الْحُكَمَاءِ، فَالرَّأْيُ الْفَذُّ رُبَّمَا زَلَّ وَالْعَقْلُ الْفَرْدُ رُبَّمَا ضَلَّ. وَقَالَ بَشَّارُ بْنُ بُرْدٍ: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِ وَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Qatadah rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar dapat menunjukkan rasa cinta kepada mereka dan menyenangkan jiwa mereka.”  Sedangkan adh-Dhahhak rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat karena Allah mengetahui keutamaan dalam musyawarah.”  Adapun al-Hasan al-Basri rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar kaum Muslimin dapat mencontoh dan mengikuti beliau dalam bermusyawarah, meskipun beliau sebenarnya tidak membutuhkan pertimbangan dari para sahabat.”  Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sebaik-baik dukungan adalah musyawarah, dan seburuk-buruk persiapan adalah sikap sewenang-wenang (dalam mengambil keputusan).”  Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Orang terbagi menjadi tiga macam: (1) orang yang dihadapkan dengan berbagai urusan, lalu dia menanganinya dengan pikirannya, (2) orang yang memusyawarahkan urusan yang sulit baginya, lalu dia menanganinya sesuai dengan arahan yang diberikan oleh orang-orang yang kompeten, (3) dan orang yang bingung menangani urusannya, dia tidak menanganinya dengan kecerdasan akalnya dan tidak mau menuruti arahan orang yang mengarahkannya.” Saif bin Dziyazan berkata, “Barang siapa yang merasa takjub dengan akalnya, dia tidak akan bermusyawarah; dan barang siapa yang keras kepala dalam memegang pendapatnya, dia akan jauh dari kebenaran.” Dalam sebuah hikmah disebutkan, “Musyawarah adalah kenyamanan bagimu dan keletihan bagi orang lain.”  Seorang ahli hikmah berkata, “Meminta pertimbangan orang lain adalah inti petunjuk. Sungguh telah berspekulasi orang yang mencukupkan diri dengan pendapatnya.”  Seorang ahli adab berkata, “Tidak akan kecewa orang yang melakukan istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah.”  Seorang ahli sastra berkata, “Di antara hak orang yang berakal adalah menambahkan berbagai pendapat orang berakal lainnya kepada pendapatnya sendiri, dan menghimpun pemikiran orang-orang bijak ke dalam pemikirannya. Sebab, pemikiran yang unggul terkadang ada melesetnya, dan akal yang cerdas terkadang ada sesatnya.” Basysyar bin Burd berkata: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِوَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Jika pendapat harus dimusyawarahkan, maka mintalah pandangan … Dari orang yang berpandangan tulus atau nasihat yang teguh. Jangan jadikan musyawarah itu rendah bagimu … Karena bulu burung bagian dalam adalah penopang kekuatan bagi bulu bagian luar. فَإِذَا عَزَمَ عَلَى الْمُشَاوَرَةِ ارْتَادَ لَهَا مِنْ أَهْلِهَا مَنْ قَدْ اسْتَكْمَلَتْ فِيهِ خَمْسُ خِصَالٍ: إحْدَاهُنَّ: عَقْلٌ كَامِلٌ مَعَ تَجْرِبَةٍ سَالِفَةٍ فَإِنَّ بِكَثْرَةِ التَّجَارِبِ تَصِحُّ الرَّوِيَّةُ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَسَنِ لِابْنِهِ مُحَمَّدٍ: احْذَرْ مَشُورَةَ الْجَاهِلِ وَإِنْ كَانَ نَاصِحًا كَمَا تَحْذَرُ عَدَاوَةَ الْعَاقِلِ إذَا كَانَ عَدُوًّا فَإِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ يُوَرِّطَك بِمَشُورَتِهِ فَيَسْبِقَ إلَيْك مَكْرُ الْعَاقِلِ وَتَوْرِيطُ الْجَاهِلِ. وَقِيلَ لِرَجُلٍ مِنْ عَبْسٍ: مَا أَكْثَرَ صَوَابَكُمْ! قَالَ: نَحْنُ أَلْفُ رَجُلٍ وَفِينَا حَازِمٌ وَنَحْنُ نُطِيعُهُ فَكَأَنَّا أَلْفُ حَازِمٍ. وَكَانَ يُقَالُ: إيَّاكَ وَمُشَاوَرَةَ رَجُلَيْنِ: شَابٌّ مُعْجَبٌ بِنَفْسِهِ قَلِيلُ التَّجَارِبِ فِي غَيْرِهِ، أَوْ كَبِيرٌ قَدْ أَخَذَ الدَّهْرُ مِنْ عَقْلِهِ كَمَا أَخَذَ مِنْ جِسْمِهِ. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ، وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَلِذَلِكَ قِيلَ: الْأَيَّامُ تَهْتِكُ لَك عَنْ الْأَسْتَارِ الْكَامِنَةِ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: التَّجَارِبُ لَيْسَ لَهَا غَايَةٌ، وَالْعَاقِلُ مِنْهَا فِي زِيَادَةٍ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: مَنْ اسْتَعَانَ بِذَوِي الْعُقُولِ فَازَ بِدَرَكِ الْمَأْمُولِ. وَقَالَ أَبُو الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيُّ: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِ وَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Apabila seseorang telah bertekad untuk bermusyawarah, hendaklah dia mencari orang yang berkompeten dalam bidangnya, yaitu orang yang menghimpun lima sifat berikut: Sifat pertama: Akal yang cerdas dan diiringi dengan pengalaman, karena dengan banyaknya pengalaman, pertimbangannya akan menjadi matang.  Abdullah bin Hasan pernah berkata kepada anaknya yang bernama Muhammad, “Berhati-hatilah dari meminta saran dari orang jahil meskipun dia tulus; sebagaimana kamu juga harus berhati-hati dari permusuhan dengan orang berakal jika dia menjadi musuh. Sebab bisa-bisa orang jahil itu akan menjerumuskanmu dengan sarannya, sehingga kamu lebih dulu terjebak di antara tipu daya orang berakal dan penjerumusan orang jahil.” Pernah dikatakan kepada seorang laki-laki dari kabilah Abs, “Betapa banyak kebenaran yang kalian miliki!” Lalu dia menanggapi, “Kami berjumlah seribu orang, dan dalam komunitas kami ada satu orang bijak yang kami taati, sehingga seakan-akan kami menjadi seribu orang bijak.” Ada sebuah ungkapan, “Janganlah kamu meminta saran dari dua jenis orang ini: (1) seorang pemuda yang takjub dengan dirinya dan punya sedikit pengalaman dalam bidang lain. (2) seorang lansia yang akalnya telah terkikis oleh usia sebagaimana badannya juga telah terkikis olehnya.” Ada juga ungkapan dalam sebuah hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman. Oleh sebab itu dikatakan bahwa hari-hari akan menyingkap bagimu tabir yang menutupi.” Ada orang bijak yang berucap, “Pengalaman tidak ada batasnya, dan akal akan terus bertambah dengannya.”  Ada juga orang bijak lainnya yang berkata, “Barang siapa yang meminta bantuan kepada orang-orang berakal, niscaya dia akan dapat meraih apa yang diinginkan.” Abu al-Aswad ad-Du’ali berkata: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِوَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Tidak semua orang yang tulus akan memberimu nasihat … Dan tidak semua orang yang memberi nasihat itu cerdas. Namun, jika dua hal ini (ketulusan dan kecerdasan) terhimpun dalam diri seseorang … Maka dia layak untuk diikuti nasihatnya. وَالْخَصْلَةُ الثَّانِيَةُ: أَنْ يَكُونَ ذَا دِينٍ وَتُقًى، فَإِنَّ ذَلِكَ عِمَادُ كُلِّ صَلَاحٍ وَبَابُ كُلِّ نَجَاحٍ. وَمَنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الدِّينُ فَهُوَ مَأْمُونُ السَّرِيرَةِ مُوَفَّقُ الْعَزِيمَةِ. وَالْخَصْلَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَكُونَ نَاصِحًا وَدُودًا، فَإِنَّ النُّصْحَ وَالْمَوَدَّةَ يُصَدِّقَانِ الْفِكْرَةَ وَيُمَحِّضَانِ الرَّأْيَ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: لَا تُشَاوِرْ إلَّا الْحَازِمَ غَيْرَ الْحَسُودِ، وَاللَّبِيبَ غَيْرَ الْحَقُودِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَشُورَةُ الْمُشْفِقِ الْحَازِمِ ظَفَرٌ، وَمَشُورَةُ غَيْرِ الْحَازِمِ خَطَرٌ. وَقَالَ بَعْضُ الشُّعَرَاءِ: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُ وَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُ مَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُ أَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Sifat kedua: Orang itu agamis dan bertakwa, sebab ini adalah pilar dari segala kebaikan dan pintu bagi semua keberhasilan. Barang siapa yang tunduk kepada agama, maka dia menjadi orang yang mampu menjaga rahasia dan mendapat taufik dalam tekadnya. Sifat ketiga: Orang itu tulus dan penyayang, karena ketulusan dan rasa kasih sayang akan menjadikannya tulus dalam berpikir dan menyaring pendapat. Ada orang bijak yang berkata, “Janganlah kamu bermusyawarah kecuali kepada orang bijak yang tidak dengki dan orang berakal yang tidak iri.”  Seorang ahli sastra berkata, “Meminta saran dari orang yang bijak dan penuh kasih adalah keberuntungan, sedangkan meminta saran dari orang yang tidak bijak adalah mara bahaya.” Seorang penyair berkata: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُوَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُمَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُأَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Jernihkanlah jiwamu bagi orang yang berinteraksi denganmu … Dan mendekatlah kepada orang yang tulus untuk bermusyawarah dengannya. Tuluslah dalam mencintai seseorang … Atas perilaku yang dia tampakkan kepadamu. Barang siapa yang mengungkap aib orang-orang, tidak akan menemui seorang pun … Dari mereka yang tulus batinnya untuk dirinya. Hampir tidak akan langgeng hubungan persaudaraan … Jika kamu selalu mempermasalahkan setiap kesalahannya. وَالْخَصْلَةُ الرَّابِعَةُ: أَنْ يَكُونَ سَلِيمَ الْفِكْرِ مِنْ هَمٍّ قَاطِعٍ، وَغَمٍّ شَاغِلٍ، فَإِنَّ مَنْ عَارَضَتْ فِكْرَهُ شَوَائِبُ الْهُمُومِ لَا يَسْلَمُ لَهُ رَأْيٌ وَلَا يَسْتَقِيمُ لَهُ خَاطِرٌ. وَقَدْ قِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَكَانَ كِسْرَى إذَا دَهَمَهُ أَمْرٌ بَعَثَ إلَى مَرَازِبَتِهِ فَاسْتَشَارَهُمْ فَإِنْ قَصَّرُوا فِي الرَّأْيِ ضَرَبَ قَهَارِمَتِهِ وَقَالَ: أَبْطَأْتُمْ بِأَرْزَاقِهِمْ فَأَخْطَئُوا فِي آرَائِهِمْ. وَقَالَ صَالِحُ بْنُ عَبْدِ الْقُدُّوسِ: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا وَالْخَصْلَةُ الْخَامِسَةُ: أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ فِي الْأَمْرِ الْمُسْتَشَارِ غَرَضٌ يُتَابِعُهُ، وَلَا هَوًى يُسَاعِدُهُ، فَإِنَّ الْأَغْرَاضَ جَاذِبَةٌ وَالْهَوَى صَادٌّ، وَالرَّأْيُ إذَا عَارَضَهُ الْهَوَى وَجَاذَبَتْهُ الْأَغْرَاضُ فَسَدَ. وَقَدْ قَالَ الْفَضْلُ بْنُ الْعَبَّاسِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي لَهَبٍ: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُ وَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Sifat keempat: Orang itu pikirannya bebas dari kesedihan mendalam dan kegalauan yang menyibukkan, karena barang siapa yang pikirannya terpapar oleh berbagai kegalauan, maka pendapatnya tidak akan lurus dan pikirannya tidak akan jernih.  Ada ungkapan dalam suatu hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman.”  Dulu ketika raja Persia tertimpa suatu perkara, dia segera mengutus utusan kepada para menterinya untuk meminta pendapat dari mereka. Lalu apabila mereka lemah dalam memberi pendapat, dia memukul para wakilnya seraya berkata, “Kalian lambat dalam membayar gaji mereka, sehingga mereka salah dalam memberi pendapat.” Shalih bin Abdul Quddus berkata: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا Tidak ada pemberi saran yang lebih baik daripada orang yang punya ketulusan dan kemampuan … Dalam masalah-masalah suatu perkara (pengalaman), maka pilihlah orang itu sebagai pemberi saran. Sifat kelima: Orang yang diajak musyawarah ini tidak memiliki kepentingan dan keinginan tertentu di balik urusan yang dimusyawarahkan, karena kepentingan-kepentingan itu akan menggiring pendapatnya dan keinginan-keinginan itu akan menjadi penghalang. Apabila pendapat terpapar oleh keinginan dan digiring oleh kepentingan, pasti pendapat itu akan rusak. Fadhl bin Abbas bin Utbah bin Abi Lahab berkata: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُوَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Terkadang pada suatu masa akan diatur oleh orang yang jahil … Dan hawa nafsu membinasakan orang berakal, padahal dia cerdas. Serta seseorang dipuji dalam suatu urusan, padahal dia bersalah … Tapi orang yang baik dicela, padahal dia berlaku benar. فَإِذَا اسْتَكْمَلَتْ هَذِهِ الْخِصَالُ الْخَمْسُ فِي رَجُلٍ كَانَ أَهْلًا لِلْمَشُورَةِ وَمَعْدِنًا لِلرَّأْيِ، فَلَا تَعْدِلْ عَنْ اسْتِشَارَتِهِ اعْتِمَادًا عَلَى مَا تَتَوَهَّمُهُ مِنْ فَضْلِ رَأْيِك، وَثِقَةً بِمَا تَسْتَشْعِرُهُ مِنْ صِحَّةِ رَوِيَّتِك، فَإِنَّ رَأْيَ غَيْرِ ذِي الْحَاجَةِ أَسْلَمُ، وَهُوَ مِنْ الصَّوَابِ أَقْرَبُ، لِخُلُوصِ الْفِكْرِ وَخُلُوِّ الْخَاطِرِ مَعَ عَدَمِ الْهَوَى وَارْتِفَاعِ الشَّهْوَةِ وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ لُقْمَانُ الْحَكِيمُ لِابْنِهِ: شَاوِرْ مَنْ جَرَّبَ الْأُمُورَ فَإِنَّهُ يُعْطِيك مِنْ رَأْيِهِ مَا قَامَ عَلَيْهِ بِالْغَلَاءِ وَأَنْتَ تَأْخُذُهُ مَجَّانًا. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: نِصْفُ رَأْيِك مَعَ أَخِيك فَشَاوِرْهُ لِيَكْمُلَ لَك الرَّأْيُ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ ضَلَّ، وَمَنْ اكْتَفَى بِعَقْلِهِ زَلَّ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: الْخَطَأُ مَعَ الِاسْتِرْشَادِ أَحْمَدُ مِنْ الصَّوَابِ مَعَ الِاسْتِبْدَادِ. Apabila lima sifat ini terdapat pada diri seseorang, maka dia adalah orang yang layak untuk diajak bermusyawarah dan menjadi tempat meminta pendapat. Oleh sebab itu, janganlah kamu berpaling dari meminta saran kepadanya, hanya karena sudah bersandar pada pendapatmu sendiri yang kamu anggap benar dan keyakinanmu pada kebenaran rencanamu yang kamu rasakan. Sebab, pendapat orang yang tidak memiliki kepentingan akan lebih selamat dari kesalahan, dan lebih dekat kepada kebenaran, serta lebih jernih dalam pemikiran dan lebih bijak dalam menentukan, tanpa terseret oleh hawa nafsu dan kecenderungan syahwat. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bermusyawarah adalah inti petunjuk. Dan sungguh telah berspekulasi, orang yang mencukupkan diri dengan pendapat diri sendiri.” Lukman al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Bermusyawarahlah dengan orang yang telah berpengalaman, karena dia akan memberimu pendapat yang dia dapatkan dengan membayar mahal (melalui pengalamannya), sedangkan kamu bisa mendapatkannya dengan percuma.” Ada orang bijak yang berkata, “Separuh pendapatmu ada pada saudaramu, maka mintalah pendapat darinya agar pendapatmu menjadi utuh sempurna.”  Seorang ahli bahasa berkata, “Barang siapa yang mencukupkan diri dengan pendapatnya, niscaya dia akan tersesat; dan barang siapa mencukupkan diri dengan akalnya, niscaya dia akan tergelincir.”  Seorang ahli sastra berkata, “Kesalahan yang timbul dari pendapat hasil musyawarah lebih terpuji daripada kebenaran yang didapatkan dari pendapat yang sewenang-wenang.” Artikel ini diterjemahkan oleh tim penerjemah Yufid dari website IslamWeb. Sumber:  https://www.islamweb.net/ar/article/233722/عليك-بالمشورةPDF Sumber Artikel. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 480 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,188 QRIS donasi Yufid

Mengungkap Hikmah Mengapa Kita Dianjurkan untuk Bermusyawarah

Bermusyawarahlah! عليك بالمشورة اعْلَمْ أَنَّ مِنْ الْحَزْمِ لِكُلِّ ذِي لُبٍّ أَنْ لَا يُبْرِمَ أَمْرًا وَلَا يُمْضِيَ عَزْمًا إلَّا بِمَشُورَةِ ذِي الرَّأْيِ النَّاصِحِ، وَمُطَالَعَةِ ذِي الْعَقْلِ الرَّاجِحِ. فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَرَ بِالْمَشُورَةِ نَبِيَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مَعَ مَا تَكَفَّلَ بِهِ مِنْ إرْشَادِهِ، وَوَعَدَ بِهِ مِنْ تَأْيِيدِهِ، فَقَالَ تَعَالَى: {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ} [آل عمران: 159] .  Ketahuilah bahwa di antara bentuk kematangan berpikir orang yang berakal adalah tidak mengambil keputusan atau melaksanakan tekad kecuali dengan bermusyawarah dengan orang yang memiliki pemikiran yang jernih dan tulus, dan meminta pertimbangan dari orang yang memiliki akal yang sehat. Hal ini karena Allah Ta’ala telah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bermusyawarah meskipun Allah telah menjamin petunjuk dan menjanjikan pertolongan bagi beliau. Allah Ta’ala berfirman: وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ “… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159) قَالَ قَتَادَةُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ تَأَلُّفًا لَهُمْ وَتَطْيِيبًا لِأَنْفُسِهِمْ. وَقَالَ الضَّحَّاكُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوِرَتِهِمْ لِمَا عَلِمَ فِيهَا مِنْ الْفَضْلِ. وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى -: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ لِيَسْتَنَّ بِهِ الْمُسْلِمُونَ وَيَتْبَعَهُ فِيهَا الْمُؤْمِنُونَ وَإِنْ كَانَ عَنْ مَشُورَتِهِمْ غَنِيًّا. وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: نِعْمَ الْمُؤَازَرَةُ الْمُشَاوَرَةُ وَبِئْسَ الِاسْتِعْدَادُ الِاسْتِبْدَادُ. وَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الرِّجَالُ ثَلَاثَةٌ: رَجُلٌ تَرِدُ عَلَيْهِ الْأُمُورُ فَيُسَدِّدُهَا بِرَأْيِهِ، وَرَجُلٌ يُشَاوِرُ فِيمَا أَشْكَلَ عَلَيْهِ وَيَنْزِلُ حَيْثُ يَأْمُرُهُ أَهْلُ الرَّأْيِ، وَرَجُلٌ حَائِرٌ بِأَمْرِهِ لَا يَأْتَمِرُ رُشْدًا وَلَا يُطِيعُ مُرْشِدًا. وَقَالَ سَيْفُ بْنُ ذِي يَزَنَ: مَنْ أُعْجِبَ بِرَأْيِهِ لَمْ يُشَاوِرْ، وَمَنْ اسْتَبَدَّ بِرَأْيِهِ كَانَ مِنْ الصَّوَابِ بَعِيدًا. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: الْمُشَاوَرَةُ رَاحَةٌ لَك وَتَعَبٌ عَلَى غَيْرِك. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَا خَابَ مَنْ اسْتَخَارَ، وَلَا نَدِمَ مَنْ اسْتَشَارَ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: مِنْ حَقِّ الْعَاقِلِ أَنْ يُضِيفَ إلَى رَأْيِهِ آرَاءَ الْعُقَلَاءِ، وَيَجْمَعَ إلَى عَقْلِهِ عُقُولَ الْحُكَمَاءِ، فَالرَّأْيُ الْفَذُّ رُبَّمَا زَلَّ وَالْعَقْلُ الْفَرْدُ رُبَّمَا ضَلَّ. وَقَالَ بَشَّارُ بْنُ بُرْدٍ: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِ وَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Qatadah rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar dapat menunjukkan rasa cinta kepada mereka dan menyenangkan jiwa mereka.”  Sedangkan adh-Dhahhak rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat karena Allah mengetahui keutamaan dalam musyawarah.”  Adapun al-Hasan al-Basri rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar kaum Muslimin dapat mencontoh dan mengikuti beliau dalam bermusyawarah, meskipun beliau sebenarnya tidak membutuhkan pertimbangan dari para sahabat.”  Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sebaik-baik dukungan adalah musyawarah, dan seburuk-buruk persiapan adalah sikap sewenang-wenang (dalam mengambil keputusan).”  Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Orang terbagi menjadi tiga macam: (1) orang yang dihadapkan dengan berbagai urusan, lalu dia menanganinya dengan pikirannya, (2) orang yang memusyawarahkan urusan yang sulit baginya, lalu dia menanganinya sesuai dengan arahan yang diberikan oleh orang-orang yang kompeten, (3) dan orang yang bingung menangani urusannya, dia tidak menanganinya dengan kecerdasan akalnya dan tidak mau menuruti arahan orang yang mengarahkannya.” Saif bin Dziyazan berkata, “Barang siapa yang merasa takjub dengan akalnya, dia tidak akan bermusyawarah; dan barang siapa yang keras kepala dalam memegang pendapatnya, dia akan jauh dari kebenaran.” Dalam sebuah hikmah disebutkan, “Musyawarah adalah kenyamanan bagimu dan keletihan bagi orang lain.”  Seorang ahli hikmah berkata, “Meminta pertimbangan orang lain adalah inti petunjuk. Sungguh telah berspekulasi orang yang mencukupkan diri dengan pendapatnya.”  Seorang ahli adab berkata, “Tidak akan kecewa orang yang melakukan istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah.”  Seorang ahli sastra berkata, “Di antara hak orang yang berakal adalah menambahkan berbagai pendapat orang berakal lainnya kepada pendapatnya sendiri, dan menghimpun pemikiran orang-orang bijak ke dalam pemikirannya. Sebab, pemikiran yang unggul terkadang ada melesetnya, dan akal yang cerdas terkadang ada sesatnya.” Basysyar bin Burd berkata: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِوَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Jika pendapat harus dimusyawarahkan, maka mintalah pandangan … Dari orang yang berpandangan tulus atau nasihat yang teguh. Jangan jadikan musyawarah itu rendah bagimu … Karena bulu burung bagian dalam adalah penopang kekuatan bagi bulu bagian luar. فَإِذَا عَزَمَ عَلَى الْمُشَاوَرَةِ ارْتَادَ لَهَا مِنْ أَهْلِهَا مَنْ قَدْ اسْتَكْمَلَتْ فِيهِ خَمْسُ خِصَالٍ: إحْدَاهُنَّ: عَقْلٌ كَامِلٌ مَعَ تَجْرِبَةٍ سَالِفَةٍ فَإِنَّ بِكَثْرَةِ التَّجَارِبِ تَصِحُّ الرَّوِيَّةُ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَسَنِ لِابْنِهِ مُحَمَّدٍ: احْذَرْ مَشُورَةَ الْجَاهِلِ وَإِنْ كَانَ نَاصِحًا كَمَا تَحْذَرُ عَدَاوَةَ الْعَاقِلِ إذَا كَانَ عَدُوًّا فَإِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ يُوَرِّطَك بِمَشُورَتِهِ فَيَسْبِقَ إلَيْك مَكْرُ الْعَاقِلِ وَتَوْرِيطُ الْجَاهِلِ. وَقِيلَ لِرَجُلٍ مِنْ عَبْسٍ: مَا أَكْثَرَ صَوَابَكُمْ! قَالَ: نَحْنُ أَلْفُ رَجُلٍ وَفِينَا حَازِمٌ وَنَحْنُ نُطِيعُهُ فَكَأَنَّا أَلْفُ حَازِمٍ. وَكَانَ يُقَالُ: إيَّاكَ وَمُشَاوَرَةَ رَجُلَيْنِ: شَابٌّ مُعْجَبٌ بِنَفْسِهِ قَلِيلُ التَّجَارِبِ فِي غَيْرِهِ، أَوْ كَبِيرٌ قَدْ أَخَذَ الدَّهْرُ مِنْ عَقْلِهِ كَمَا أَخَذَ مِنْ جِسْمِهِ. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ، وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَلِذَلِكَ قِيلَ: الْأَيَّامُ تَهْتِكُ لَك عَنْ الْأَسْتَارِ الْكَامِنَةِ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: التَّجَارِبُ لَيْسَ لَهَا غَايَةٌ، وَالْعَاقِلُ مِنْهَا فِي زِيَادَةٍ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: مَنْ اسْتَعَانَ بِذَوِي الْعُقُولِ فَازَ بِدَرَكِ الْمَأْمُولِ. وَقَالَ أَبُو الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيُّ: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِ وَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Apabila seseorang telah bertekad untuk bermusyawarah, hendaklah dia mencari orang yang berkompeten dalam bidangnya, yaitu orang yang menghimpun lima sifat berikut: Sifat pertama: Akal yang cerdas dan diiringi dengan pengalaman, karena dengan banyaknya pengalaman, pertimbangannya akan menjadi matang.  Abdullah bin Hasan pernah berkata kepada anaknya yang bernama Muhammad, “Berhati-hatilah dari meminta saran dari orang jahil meskipun dia tulus; sebagaimana kamu juga harus berhati-hati dari permusuhan dengan orang berakal jika dia menjadi musuh. Sebab bisa-bisa orang jahil itu akan menjerumuskanmu dengan sarannya, sehingga kamu lebih dulu terjebak di antara tipu daya orang berakal dan penjerumusan orang jahil.” Pernah dikatakan kepada seorang laki-laki dari kabilah Abs, “Betapa banyak kebenaran yang kalian miliki!” Lalu dia menanggapi, “Kami berjumlah seribu orang, dan dalam komunitas kami ada satu orang bijak yang kami taati, sehingga seakan-akan kami menjadi seribu orang bijak.” Ada sebuah ungkapan, “Janganlah kamu meminta saran dari dua jenis orang ini: (1) seorang pemuda yang takjub dengan dirinya dan punya sedikit pengalaman dalam bidang lain. (2) seorang lansia yang akalnya telah terkikis oleh usia sebagaimana badannya juga telah terkikis olehnya.” Ada juga ungkapan dalam sebuah hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman. Oleh sebab itu dikatakan bahwa hari-hari akan menyingkap bagimu tabir yang menutupi.” Ada orang bijak yang berucap, “Pengalaman tidak ada batasnya, dan akal akan terus bertambah dengannya.”  Ada juga orang bijak lainnya yang berkata, “Barang siapa yang meminta bantuan kepada orang-orang berakal, niscaya dia akan dapat meraih apa yang diinginkan.” Abu al-Aswad ad-Du’ali berkata: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِوَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Tidak semua orang yang tulus akan memberimu nasihat … Dan tidak semua orang yang memberi nasihat itu cerdas. Namun, jika dua hal ini (ketulusan dan kecerdasan) terhimpun dalam diri seseorang … Maka dia layak untuk diikuti nasihatnya. وَالْخَصْلَةُ الثَّانِيَةُ: أَنْ يَكُونَ ذَا دِينٍ وَتُقًى، فَإِنَّ ذَلِكَ عِمَادُ كُلِّ صَلَاحٍ وَبَابُ كُلِّ نَجَاحٍ. وَمَنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الدِّينُ فَهُوَ مَأْمُونُ السَّرِيرَةِ مُوَفَّقُ الْعَزِيمَةِ. وَالْخَصْلَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَكُونَ نَاصِحًا وَدُودًا، فَإِنَّ النُّصْحَ وَالْمَوَدَّةَ يُصَدِّقَانِ الْفِكْرَةَ وَيُمَحِّضَانِ الرَّأْيَ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: لَا تُشَاوِرْ إلَّا الْحَازِمَ غَيْرَ الْحَسُودِ، وَاللَّبِيبَ غَيْرَ الْحَقُودِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَشُورَةُ الْمُشْفِقِ الْحَازِمِ ظَفَرٌ، وَمَشُورَةُ غَيْرِ الْحَازِمِ خَطَرٌ. وَقَالَ بَعْضُ الشُّعَرَاءِ: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُ وَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُ مَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُ أَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Sifat kedua: Orang itu agamis dan bertakwa, sebab ini adalah pilar dari segala kebaikan dan pintu bagi semua keberhasilan. Barang siapa yang tunduk kepada agama, maka dia menjadi orang yang mampu menjaga rahasia dan mendapat taufik dalam tekadnya. Sifat ketiga: Orang itu tulus dan penyayang, karena ketulusan dan rasa kasih sayang akan menjadikannya tulus dalam berpikir dan menyaring pendapat. Ada orang bijak yang berkata, “Janganlah kamu bermusyawarah kecuali kepada orang bijak yang tidak dengki dan orang berakal yang tidak iri.”  Seorang ahli sastra berkata, “Meminta saran dari orang yang bijak dan penuh kasih adalah keberuntungan, sedangkan meminta saran dari orang yang tidak bijak adalah mara bahaya.” Seorang penyair berkata: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُوَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُمَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُأَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Jernihkanlah jiwamu bagi orang yang berinteraksi denganmu … Dan mendekatlah kepada orang yang tulus untuk bermusyawarah dengannya. Tuluslah dalam mencintai seseorang … Atas perilaku yang dia tampakkan kepadamu. Barang siapa yang mengungkap aib orang-orang, tidak akan menemui seorang pun … Dari mereka yang tulus batinnya untuk dirinya. Hampir tidak akan langgeng hubungan persaudaraan … Jika kamu selalu mempermasalahkan setiap kesalahannya. وَالْخَصْلَةُ الرَّابِعَةُ: أَنْ يَكُونَ سَلِيمَ الْفِكْرِ مِنْ هَمٍّ قَاطِعٍ، وَغَمٍّ شَاغِلٍ، فَإِنَّ مَنْ عَارَضَتْ فِكْرَهُ شَوَائِبُ الْهُمُومِ لَا يَسْلَمُ لَهُ رَأْيٌ وَلَا يَسْتَقِيمُ لَهُ خَاطِرٌ. وَقَدْ قِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَكَانَ كِسْرَى إذَا دَهَمَهُ أَمْرٌ بَعَثَ إلَى مَرَازِبَتِهِ فَاسْتَشَارَهُمْ فَإِنْ قَصَّرُوا فِي الرَّأْيِ ضَرَبَ قَهَارِمَتِهِ وَقَالَ: أَبْطَأْتُمْ بِأَرْزَاقِهِمْ فَأَخْطَئُوا فِي آرَائِهِمْ. وَقَالَ صَالِحُ بْنُ عَبْدِ الْقُدُّوسِ: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا وَالْخَصْلَةُ الْخَامِسَةُ: أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ فِي الْأَمْرِ الْمُسْتَشَارِ غَرَضٌ يُتَابِعُهُ، وَلَا هَوًى يُسَاعِدُهُ، فَإِنَّ الْأَغْرَاضَ جَاذِبَةٌ وَالْهَوَى صَادٌّ، وَالرَّأْيُ إذَا عَارَضَهُ الْهَوَى وَجَاذَبَتْهُ الْأَغْرَاضُ فَسَدَ. وَقَدْ قَالَ الْفَضْلُ بْنُ الْعَبَّاسِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي لَهَبٍ: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُ وَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Sifat keempat: Orang itu pikirannya bebas dari kesedihan mendalam dan kegalauan yang menyibukkan, karena barang siapa yang pikirannya terpapar oleh berbagai kegalauan, maka pendapatnya tidak akan lurus dan pikirannya tidak akan jernih.  Ada ungkapan dalam suatu hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman.”  Dulu ketika raja Persia tertimpa suatu perkara, dia segera mengutus utusan kepada para menterinya untuk meminta pendapat dari mereka. Lalu apabila mereka lemah dalam memberi pendapat, dia memukul para wakilnya seraya berkata, “Kalian lambat dalam membayar gaji mereka, sehingga mereka salah dalam memberi pendapat.” Shalih bin Abdul Quddus berkata: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا Tidak ada pemberi saran yang lebih baik daripada orang yang punya ketulusan dan kemampuan … Dalam masalah-masalah suatu perkara (pengalaman), maka pilihlah orang itu sebagai pemberi saran. Sifat kelima: Orang yang diajak musyawarah ini tidak memiliki kepentingan dan keinginan tertentu di balik urusan yang dimusyawarahkan, karena kepentingan-kepentingan itu akan menggiring pendapatnya dan keinginan-keinginan itu akan menjadi penghalang. Apabila pendapat terpapar oleh keinginan dan digiring oleh kepentingan, pasti pendapat itu akan rusak. Fadhl bin Abbas bin Utbah bin Abi Lahab berkata: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُوَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Terkadang pada suatu masa akan diatur oleh orang yang jahil … Dan hawa nafsu membinasakan orang berakal, padahal dia cerdas. Serta seseorang dipuji dalam suatu urusan, padahal dia bersalah … Tapi orang yang baik dicela, padahal dia berlaku benar. فَإِذَا اسْتَكْمَلَتْ هَذِهِ الْخِصَالُ الْخَمْسُ فِي رَجُلٍ كَانَ أَهْلًا لِلْمَشُورَةِ وَمَعْدِنًا لِلرَّأْيِ، فَلَا تَعْدِلْ عَنْ اسْتِشَارَتِهِ اعْتِمَادًا عَلَى مَا تَتَوَهَّمُهُ مِنْ فَضْلِ رَأْيِك، وَثِقَةً بِمَا تَسْتَشْعِرُهُ مِنْ صِحَّةِ رَوِيَّتِك، فَإِنَّ رَأْيَ غَيْرِ ذِي الْحَاجَةِ أَسْلَمُ، وَهُوَ مِنْ الصَّوَابِ أَقْرَبُ، لِخُلُوصِ الْفِكْرِ وَخُلُوِّ الْخَاطِرِ مَعَ عَدَمِ الْهَوَى وَارْتِفَاعِ الشَّهْوَةِ وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ لُقْمَانُ الْحَكِيمُ لِابْنِهِ: شَاوِرْ مَنْ جَرَّبَ الْأُمُورَ فَإِنَّهُ يُعْطِيك مِنْ رَأْيِهِ مَا قَامَ عَلَيْهِ بِالْغَلَاءِ وَأَنْتَ تَأْخُذُهُ مَجَّانًا. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: نِصْفُ رَأْيِك مَعَ أَخِيك فَشَاوِرْهُ لِيَكْمُلَ لَك الرَّأْيُ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ ضَلَّ، وَمَنْ اكْتَفَى بِعَقْلِهِ زَلَّ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: الْخَطَأُ مَعَ الِاسْتِرْشَادِ أَحْمَدُ مِنْ الصَّوَابِ مَعَ الِاسْتِبْدَادِ. Apabila lima sifat ini terdapat pada diri seseorang, maka dia adalah orang yang layak untuk diajak bermusyawarah dan menjadi tempat meminta pendapat. Oleh sebab itu, janganlah kamu berpaling dari meminta saran kepadanya, hanya karena sudah bersandar pada pendapatmu sendiri yang kamu anggap benar dan keyakinanmu pada kebenaran rencanamu yang kamu rasakan. Sebab, pendapat orang yang tidak memiliki kepentingan akan lebih selamat dari kesalahan, dan lebih dekat kepada kebenaran, serta lebih jernih dalam pemikiran dan lebih bijak dalam menentukan, tanpa terseret oleh hawa nafsu dan kecenderungan syahwat. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bermusyawarah adalah inti petunjuk. Dan sungguh telah berspekulasi, orang yang mencukupkan diri dengan pendapat diri sendiri.” Lukman al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Bermusyawarahlah dengan orang yang telah berpengalaman, karena dia akan memberimu pendapat yang dia dapatkan dengan membayar mahal (melalui pengalamannya), sedangkan kamu bisa mendapatkannya dengan percuma.” Ada orang bijak yang berkata, “Separuh pendapatmu ada pada saudaramu, maka mintalah pendapat darinya agar pendapatmu menjadi utuh sempurna.”  Seorang ahli bahasa berkata, “Barang siapa yang mencukupkan diri dengan pendapatnya, niscaya dia akan tersesat; dan barang siapa mencukupkan diri dengan akalnya, niscaya dia akan tergelincir.”  Seorang ahli sastra berkata, “Kesalahan yang timbul dari pendapat hasil musyawarah lebih terpuji daripada kebenaran yang didapatkan dari pendapat yang sewenang-wenang.” Artikel ini diterjemahkan oleh tim penerjemah Yufid dari website IslamWeb. Sumber:  https://www.islamweb.net/ar/article/233722/عليك-بالمشورةPDF Sumber Artikel. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 480 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,188 QRIS donasi Yufid
Bermusyawarahlah! عليك بالمشورة اعْلَمْ أَنَّ مِنْ الْحَزْمِ لِكُلِّ ذِي لُبٍّ أَنْ لَا يُبْرِمَ أَمْرًا وَلَا يُمْضِيَ عَزْمًا إلَّا بِمَشُورَةِ ذِي الرَّأْيِ النَّاصِحِ، وَمُطَالَعَةِ ذِي الْعَقْلِ الرَّاجِحِ. فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَرَ بِالْمَشُورَةِ نَبِيَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مَعَ مَا تَكَفَّلَ بِهِ مِنْ إرْشَادِهِ، وَوَعَدَ بِهِ مِنْ تَأْيِيدِهِ، فَقَالَ تَعَالَى: {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ} [آل عمران: 159] .  Ketahuilah bahwa di antara bentuk kematangan berpikir orang yang berakal adalah tidak mengambil keputusan atau melaksanakan tekad kecuali dengan bermusyawarah dengan orang yang memiliki pemikiran yang jernih dan tulus, dan meminta pertimbangan dari orang yang memiliki akal yang sehat. Hal ini karena Allah Ta’ala telah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bermusyawarah meskipun Allah telah menjamin petunjuk dan menjanjikan pertolongan bagi beliau. Allah Ta’ala berfirman: وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ “… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159) قَالَ قَتَادَةُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ تَأَلُّفًا لَهُمْ وَتَطْيِيبًا لِأَنْفُسِهِمْ. وَقَالَ الضَّحَّاكُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوِرَتِهِمْ لِمَا عَلِمَ فِيهَا مِنْ الْفَضْلِ. وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى -: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ لِيَسْتَنَّ بِهِ الْمُسْلِمُونَ وَيَتْبَعَهُ فِيهَا الْمُؤْمِنُونَ وَإِنْ كَانَ عَنْ مَشُورَتِهِمْ غَنِيًّا. وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: نِعْمَ الْمُؤَازَرَةُ الْمُشَاوَرَةُ وَبِئْسَ الِاسْتِعْدَادُ الِاسْتِبْدَادُ. وَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الرِّجَالُ ثَلَاثَةٌ: رَجُلٌ تَرِدُ عَلَيْهِ الْأُمُورُ فَيُسَدِّدُهَا بِرَأْيِهِ، وَرَجُلٌ يُشَاوِرُ فِيمَا أَشْكَلَ عَلَيْهِ وَيَنْزِلُ حَيْثُ يَأْمُرُهُ أَهْلُ الرَّأْيِ، وَرَجُلٌ حَائِرٌ بِأَمْرِهِ لَا يَأْتَمِرُ رُشْدًا وَلَا يُطِيعُ مُرْشِدًا. وَقَالَ سَيْفُ بْنُ ذِي يَزَنَ: مَنْ أُعْجِبَ بِرَأْيِهِ لَمْ يُشَاوِرْ، وَمَنْ اسْتَبَدَّ بِرَأْيِهِ كَانَ مِنْ الصَّوَابِ بَعِيدًا. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: الْمُشَاوَرَةُ رَاحَةٌ لَك وَتَعَبٌ عَلَى غَيْرِك. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَا خَابَ مَنْ اسْتَخَارَ، وَلَا نَدِمَ مَنْ اسْتَشَارَ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: مِنْ حَقِّ الْعَاقِلِ أَنْ يُضِيفَ إلَى رَأْيِهِ آرَاءَ الْعُقَلَاءِ، وَيَجْمَعَ إلَى عَقْلِهِ عُقُولَ الْحُكَمَاءِ، فَالرَّأْيُ الْفَذُّ رُبَّمَا زَلَّ وَالْعَقْلُ الْفَرْدُ رُبَّمَا ضَلَّ. وَقَالَ بَشَّارُ بْنُ بُرْدٍ: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِ وَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Qatadah rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar dapat menunjukkan rasa cinta kepada mereka dan menyenangkan jiwa mereka.”  Sedangkan adh-Dhahhak rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat karena Allah mengetahui keutamaan dalam musyawarah.”  Adapun al-Hasan al-Basri rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar kaum Muslimin dapat mencontoh dan mengikuti beliau dalam bermusyawarah, meskipun beliau sebenarnya tidak membutuhkan pertimbangan dari para sahabat.”  Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sebaik-baik dukungan adalah musyawarah, dan seburuk-buruk persiapan adalah sikap sewenang-wenang (dalam mengambil keputusan).”  Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Orang terbagi menjadi tiga macam: (1) orang yang dihadapkan dengan berbagai urusan, lalu dia menanganinya dengan pikirannya, (2) orang yang memusyawarahkan urusan yang sulit baginya, lalu dia menanganinya sesuai dengan arahan yang diberikan oleh orang-orang yang kompeten, (3) dan orang yang bingung menangani urusannya, dia tidak menanganinya dengan kecerdasan akalnya dan tidak mau menuruti arahan orang yang mengarahkannya.” Saif bin Dziyazan berkata, “Barang siapa yang merasa takjub dengan akalnya, dia tidak akan bermusyawarah; dan barang siapa yang keras kepala dalam memegang pendapatnya, dia akan jauh dari kebenaran.” Dalam sebuah hikmah disebutkan, “Musyawarah adalah kenyamanan bagimu dan keletihan bagi orang lain.”  Seorang ahli hikmah berkata, “Meminta pertimbangan orang lain adalah inti petunjuk. Sungguh telah berspekulasi orang yang mencukupkan diri dengan pendapatnya.”  Seorang ahli adab berkata, “Tidak akan kecewa orang yang melakukan istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah.”  Seorang ahli sastra berkata, “Di antara hak orang yang berakal adalah menambahkan berbagai pendapat orang berakal lainnya kepada pendapatnya sendiri, dan menghimpun pemikiran orang-orang bijak ke dalam pemikirannya. Sebab, pemikiran yang unggul terkadang ada melesetnya, dan akal yang cerdas terkadang ada sesatnya.” Basysyar bin Burd berkata: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِوَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Jika pendapat harus dimusyawarahkan, maka mintalah pandangan … Dari orang yang berpandangan tulus atau nasihat yang teguh. Jangan jadikan musyawarah itu rendah bagimu … Karena bulu burung bagian dalam adalah penopang kekuatan bagi bulu bagian luar. فَإِذَا عَزَمَ عَلَى الْمُشَاوَرَةِ ارْتَادَ لَهَا مِنْ أَهْلِهَا مَنْ قَدْ اسْتَكْمَلَتْ فِيهِ خَمْسُ خِصَالٍ: إحْدَاهُنَّ: عَقْلٌ كَامِلٌ مَعَ تَجْرِبَةٍ سَالِفَةٍ فَإِنَّ بِكَثْرَةِ التَّجَارِبِ تَصِحُّ الرَّوِيَّةُ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَسَنِ لِابْنِهِ مُحَمَّدٍ: احْذَرْ مَشُورَةَ الْجَاهِلِ وَإِنْ كَانَ نَاصِحًا كَمَا تَحْذَرُ عَدَاوَةَ الْعَاقِلِ إذَا كَانَ عَدُوًّا فَإِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ يُوَرِّطَك بِمَشُورَتِهِ فَيَسْبِقَ إلَيْك مَكْرُ الْعَاقِلِ وَتَوْرِيطُ الْجَاهِلِ. وَقِيلَ لِرَجُلٍ مِنْ عَبْسٍ: مَا أَكْثَرَ صَوَابَكُمْ! قَالَ: نَحْنُ أَلْفُ رَجُلٍ وَفِينَا حَازِمٌ وَنَحْنُ نُطِيعُهُ فَكَأَنَّا أَلْفُ حَازِمٍ. وَكَانَ يُقَالُ: إيَّاكَ وَمُشَاوَرَةَ رَجُلَيْنِ: شَابٌّ مُعْجَبٌ بِنَفْسِهِ قَلِيلُ التَّجَارِبِ فِي غَيْرِهِ، أَوْ كَبِيرٌ قَدْ أَخَذَ الدَّهْرُ مِنْ عَقْلِهِ كَمَا أَخَذَ مِنْ جِسْمِهِ. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ، وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَلِذَلِكَ قِيلَ: الْأَيَّامُ تَهْتِكُ لَك عَنْ الْأَسْتَارِ الْكَامِنَةِ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: التَّجَارِبُ لَيْسَ لَهَا غَايَةٌ، وَالْعَاقِلُ مِنْهَا فِي زِيَادَةٍ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: مَنْ اسْتَعَانَ بِذَوِي الْعُقُولِ فَازَ بِدَرَكِ الْمَأْمُولِ. وَقَالَ أَبُو الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيُّ: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِ وَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Apabila seseorang telah bertekad untuk bermusyawarah, hendaklah dia mencari orang yang berkompeten dalam bidangnya, yaitu orang yang menghimpun lima sifat berikut: Sifat pertama: Akal yang cerdas dan diiringi dengan pengalaman, karena dengan banyaknya pengalaman, pertimbangannya akan menjadi matang.  Abdullah bin Hasan pernah berkata kepada anaknya yang bernama Muhammad, “Berhati-hatilah dari meminta saran dari orang jahil meskipun dia tulus; sebagaimana kamu juga harus berhati-hati dari permusuhan dengan orang berakal jika dia menjadi musuh. Sebab bisa-bisa orang jahil itu akan menjerumuskanmu dengan sarannya, sehingga kamu lebih dulu terjebak di antara tipu daya orang berakal dan penjerumusan orang jahil.” Pernah dikatakan kepada seorang laki-laki dari kabilah Abs, “Betapa banyak kebenaran yang kalian miliki!” Lalu dia menanggapi, “Kami berjumlah seribu orang, dan dalam komunitas kami ada satu orang bijak yang kami taati, sehingga seakan-akan kami menjadi seribu orang bijak.” Ada sebuah ungkapan, “Janganlah kamu meminta saran dari dua jenis orang ini: (1) seorang pemuda yang takjub dengan dirinya dan punya sedikit pengalaman dalam bidang lain. (2) seorang lansia yang akalnya telah terkikis oleh usia sebagaimana badannya juga telah terkikis olehnya.” Ada juga ungkapan dalam sebuah hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman. Oleh sebab itu dikatakan bahwa hari-hari akan menyingkap bagimu tabir yang menutupi.” Ada orang bijak yang berucap, “Pengalaman tidak ada batasnya, dan akal akan terus bertambah dengannya.”  Ada juga orang bijak lainnya yang berkata, “Barang siapa yang meminta bantuan kepada orang-orang berakal, niscaya dia akan dapat meraih apa yang diinginkan.” Abu al-Aswad ad-Du’ali berkata: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِوَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Tidak semua orang yang tulus akan memberimu nasihat … Dan tidak semua orang yang memberi nasihat itu cerdas. Namun, jika dua hal ini (ketulusan dan kecerdasan) terhimpun dalam diri seseorang … Maka dia layak untuk diikuti nasihatnya. وَالْخَصْلَةُ الثَّانِيَةُ: أَنْ يَكُونَ ذَا دِينٍ وَتُقًى، فَإِنَّ ذَلِكَ عِمَادُ كُلِّ صَلَاحٍ وَبَابُ كُلِّ نَجَاحٍ. وَمَنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الدِّينُ فَهُوَ مَأْمُونُ السَّرِيرَةِ مُوَفَّقُ الْعَزِيمَةِ. وَالْخَصْلَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَكُونَ نَاصِحًا وَدُودًا، فَإِنَّ النُّصْحَ وَالْمَوَدَّةَ يُصَدِّقَانِ الْفِكْرَةَ وَيُمَحِّضَانِ الرَّأْيَ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: لَا تُشَاوِرْ إلَّا الْحَازِمَ غَيْرَ الْحَسُودِ، وَاللَّبِيبَ غَيْرَ الْحَقُودِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَشُورَةُ الْمُشْفِقِ الْحَازِمِ ظَفَرٌ، وَمَشُورَةُ غَيْرِ الْحَازِمِ خَطَرٌ. وَقَالَ بَعْضُ الشُّعَرَاءِ: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُ وَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُ مَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُ أَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Sifat kedua: Orang itu agamis dan bertakwa, sebab ini adalah pilar dari segala kebaikan dan pintu bagi semua keberhasilan. Barang siapa yang tunduk kepada agama, maka dia menjadi orang yang mampu menjaga rahasia dan mendapat taufik dalam tekadnya. Sifat ketiga: Orang itu tulus dan penyayang, karena ketulusan dan rasa kasih sayang akan menjadikannya tulus dalam berpikir dan menyaring pendapat. Ada orang bijak yang berkata, “Janganlah kamu bermusyawarah kecuali kepada orang bijak yang tidak dengki dan orang berakal yang tidak iri.”  Seorang ahli sastra berkata, “Meminta saran dari orang yang bijak dan penuh kasih adalah keberuntungan, sedangkan meminta saran dari orang yang tidak bijak adalah mara bahaya.” Seorang penyair berkata: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُوَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُمَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُأَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Jernihkanlah jiwamu bagi orang yang berinteraksi denganmu … Dan mendekatlah kepada orang yang tulus untuk bermusyawarah dengannya. Tuluslah dalam mencintai seseorang … Atas perilaku yang dia tampakkan kepadamu. Barang siapa yang mengungkap aib orang-orang, tidak akan menemui seorang pun … Dari mereka yang tulus batinnya untuk dirinya. Hampir tidak akan langgeng hubungan persaudaraan … Jika kamu selalu mempermasalahkan setiap kesalahannya. وَالْخَصْلَةُ الرَّابِعَةُ: أَنْ يَكُونَ سَلِيمَ الْفِكْرِ مِنْ هَمٍّ قَاطِعٍ، وَغَمٍّ شَاغِلٍ، فَإِنَّ مَنْ عَارَضَتْ فِكْرَهُ شَوَائِبُ الْهُمُومِ لَا يَسْلَمُ لَهُ رَأْيٌ وَلَا يَسْتَقِيمُ لَهُ خَاطِرٌ. وَقَدْ قِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَكَانَ كِسْرَى إذَا دَهَمَهُ أَمْرٌ بَعَثَ إلَى مَرَازِبَتِهِ فَاسْتَشَارَهُمْ فَإِنْ قَصَّرُوا فِي الرَّأْيِ ضَرَبَ قَهَارِمَتِهِ وَقَالَ: أَبْطَأْتُمْ بِأَرْزَاقِهِمْ فَأَخْطَئُوا فِي آرَائِهِمْ. وَقَالَ صَالِحُ بْنُ عَبْدِ الْقُدُّوسِ: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا وَالْخَصْلَةُ الْخَامِسَةُ: أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ فِي الْأَمْرِ الْمُسْتَشَارِ غَرَضٌ يُتَابِعُهُ، وَلَا هَوًى يُسَاعِدُهُ، فَإِنَّ الْأَغْرَاضَ جَاذِبَةٌ وَالْهَوَى صَادٌّ، وَالرَّأْيُ إذَا عَارَضَهُ الْهَوَى وَجَاذَبَتْهُ الْأَغْرَاضُ فَسَدَ. وَقَدْ قَالَ الْفَضْلُ بْنُ الْعَبَّاسِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي لَهَبٍ: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُ وَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Sifat keempat: Orang itu pikirannya bebas dari kesedihan mendalam dan kegalauan yang menyibukkan, karena barang siapa yang pikirannya terpapar oleh berbagai kegalauan, maka pendapatnya tidak akan lurus dan pikirannya tidak akan jernih.  Ada ungkapan dalam suatu hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman.”  Dulu ketika raja Persia tertimpa suatu perkara, dia segera mengutus utusan kepada para menterinya untuk meminta pendapat dari mereka. Lalu apabila mereka lemah dalam memberi pendapat, dia memukul para wakilnya seraya berkata, “Kalian lambat dalam membayar gaji mereka, sehingga mereka salah dalam memberi pendapat.” Shalih bin Abdul Quddus berkata: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا Tidak ada pemberi saran yang lebih baik daripada orang yang punya ketulusan dan kemampuan … Dalam masalah-masalah suatu perkara (pengalaman), maka pilihlah orang itu sebagai pemberi saran. Sifat kelima: Orang yang diajak musyawarah ini tidak memiliki kepentingan dan keinginan tertentu di balik urusan yang dimusyawarahkan, karena kepentingan-kepentingan itu akan menggiring pendapatnya dan keinginan-keinginan itu akan menjadi penghalang. Apabila pendapat terpapar oleh keinginan dan digiring oleh kepentingan, pasti pendapat itu akan rusak. Fadhl bin Abbas bin Utbah bin Abi Lahab berkata: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُوَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Terkadang pada suatu masa akan diatur oleh orang yang jahil … Dan hawa nafsu membinasakan orang berakal, padahal dia cerdas. Serta seseorang dipuji dalam suatu urusan, padahal dia bersalah … Tapi orang yang baik dicela, padahal dia berlaku benar. فَإِذَا اسْتَكْمَلَتْ هَذِهِ الْخِصَالُ الْخَمْسُ فِي رَجُلٍ كَانَ أَهْلًا لِلْمَشُورَةِ وَمَعْدِنًا لِلرَّأْيِ، فَلَا تَعْدِلْ عَنْ اسْتِشَارَتِهِ اعْتِمَادًا عَلَى مَا تَتَوَهَّمُهُ مِنْ فَضْلِ رَأْيِك، وَثِقَةً بِمَا تَسْتَشْعِرُهُ مِنْ صِحَّةِ رَوِيَّتِك، فَإِنَّ رَأْيَ غَيْرِ ذِي الْحَاجَةِ أَسْلَمُ، وَهُوَ مِنْ الصَّوَابِ أَقْرَبُ، لِخُلُوصِ الْفِكْرِ وَخُلُوِّ الْخَاطِرِ مَعَ عَدَمِ الْهَوَى وَارْتِفَاعِ الشَّهْوَةِ وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ لُقْمَانُ الْحَكِيمُ لِابْنِهِ: شَاوِرْ مَنْ جَرَّبَ الْأُمُورَ فَإِنَّهُ يُعْطِيك مِنْ رَأْيِهِ مَا قَامَ عَلَيْهِ بِالْغَلَاءِ وَأَنْتَ تَأْخُذُهُ مَجَّانًا. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: نِصْفُ رَأْيِك مَعَ أَخِيك فَشَاوِرْهُ لِيَكْمُلَ لَك الرَّأْيُ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ ضَلَّ، وَمَنْ اكْتَفَى بِعَقْلِهِ زَلَّ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: الْخَطَأُ مَعَ الِاسْتِرْشَادِ أَحْمَدُ مِنْ الصَّوَابِ مَعَ الِاسْتِبْدَادِ. Apabila lima sifat ini terdapat pada diri seseorang, maka dia adalah orang yang layak untuk diajak bermusyawarah dan menjadi tempat meminta pendapat. Oleh sebab itu, janganlah kamu berpaling dari meminta saran kepadanya, hanya karena sudah bersandar pada pendapatmu sendiri yang kamu anggap benar dan keyakinanmu pada kebenaran rencanamu yang kamu rasakan. Sebab, pendapat orang yang tidak memiliki kepentingan akan lebih selamat dari kesalahan, dan lebih dekat kepada kebenaran, serta lebih jernih dalam pemikiran dan lebih bijak dalam menentukan, tanpa terseret oleh hawa nafsu dan kecenderungan syahwat. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bermusyawarah adalah inti petunjuk. Dan sungguh telah berspekulasi, orang yang mencukupkan diri dengan pendapat diri sendiri.” Lukman al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Bermusyawarahlah dengan orang yang telah berpengalaman, karena dia akan memberimu pendapat yang dia dapatkan dengan membayar mahal (melalui pengalamannya), sedangkan kamu bisa mendapatkannya dengan percuma.” Ada orang bijak yang berkata, “Separuh pendapatmu ada pada saudaramu, maka mintalah pendapat darinya agar pendapatmu menjadi utuh sempurna.”  Seorang ahli bahasa berkata, “Barang siapa yang mencukupkan diri dengan pendapatnya, niscaya dia akan tersesat; dan barang siapa mencukupkan diri dengan akalnya, niscaya dia akan tergelincir.”  Seorang ahli sastra berkata, “Kesalahan yang timbul dari pendapat hasil musyawarah lebih terpuji daripada kebenaran yang didapatkan dari pendapat yang sewenang-wenang.” Artikel ini diterjemahkan oleh tim penerjemah Yufid dari website IslamWeb. Sumber:  https://www.islamweb.net/ar/article/233722/عليك-بالمشورةPDF Sumber Artikel. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 480 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,188 QRIS donasi Yufid


Bermusyawarahlah! عليك بالمشورة اعْلَمْ أَنَّ مِنْ الْحَزْمِ لِكُلِّ ذِي لُبٍّ أَنْ لَا يُبْرِمَ أَمْرًا وَلَا يُمْضِيَ عَزْمًا إلَّا بِمَشُورَةِ ذِي الرَّأْيِ النَّاصِحِ، وَمُطَالَعَةِ ذِي الْعَقْلِ الرَّاجِحِ. فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَرَ بِالْمَشُورَةِ نَبِيَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مَعَ مَا تَكَفَّلَ بِهِ مِنْ إرْشَادِهِ، وَوَعَدَ بِهِ مِنْ تَأْيِيدِهِ، فَقَالَ تَعَالَى: {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ} [آل عمران: 159] .  Ketahuilah bahwa di antara bentuk kematangan berpikir orang yang berakal adalah tidak mengambil keputusan atau melaksanakan tekad kecuali dengan bermusyawarah dengan orang yang memiliki pemikiran yang jernih dan tulus, dan meminta pertimbangan dari orang yang memiliki akal yang sehat. Hal ini karena Allah Ta’ala telah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bermusyawarah meskipun Allah telah menjamin petunjuk dan menjanjikan pertolongan bagi beliau. Allah Ta’ala berfirman: وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ “… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159) قَالَ قَتَادَةُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ تَأَلُّفًا لَهُمْ وَتَطْيِيبًا لِأَنْفُسِهِمْ. وَقَالَ الضَّحَّاكُ: أَمَرَهُ بِمُشَاوِرَتِهِمْ لِمَا عَلِمَ فِيهَا مِنْ الْفَضْلِ. وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى -: أَمَرَهُ بِمُشَاوَرَتِهِمْ لِيَسْتَنَّ بِهِ الْمُسْلِمُونَ وَيَتْبَعَهُ فِيهَا الْمُؤْمِنُونَ وَإِنْ كَانَ عَنْ مَشُورَتِهِمْ غَنِيًّا. وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: نِعْمَ الْمُؤَازَرَةُ الْمُشَاوَرَةُ وَبِئْسَ الِاسْتِعْدَادُ الِاسْتِبْدَادُ. وَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الرِّجَالُ ثَلَاثَةٌ: رَجُلٌ تَرِدُ عَلَيْهِ الْأُمُورُ فَيُسَدِّدُهَا بِرَأْيِهِ، وَرَجُلٌ يُشَاوِرُ فِيمَا أَشْكَلَ عَلَيْهِ وَيَنْزِلُ حَيْثُ يَأْمُرُهُ أَهْلُ الرَّأْيِ، وَرَجُلٌ حَائِرٌ بِأَمْرِهِ لَا يَأْتَمِرُ رُشْدًا وَلَا يُطِيعُ مُرْشِدًا. وَقَالَ سَيْفُ بْنُ ذِي يَزَنَ: مَنْ أُعْجِبَ بِرَأْيِهِ لَمْ يُشَاوِرْ، وَمَنْ اسْتَبَدَّ بِرَأْيِهِ كَانَ مِنْ الصَّوَابِ بَعِيدًا. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: الْمُشَاوَرَةُ رَاحَةٌ لَك وَتَعَبٌ عَلَى غَيْرِك. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَا خَابَ مَنْ اسْتَخَارَ، وَلَا نَدِمَ مَنْ اسْتَشَارَ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: مِنْ حَقِّ الْعَاقِلِ أَنْ يُضِيفَ إلَى رَأْيِهِ آرَاءَ الْعُقَلَاءِ، وَيَجْمَعَ إلَى عَقْلِهِ عُقُولَ الْحُكَمَاءِ، فَالرَّأْيُ الْفَذُّ رُبَّمَا زَلَّ وَالْعَقْلُ الْفَرْدُ رُبَّمَا ضَلَّ. وَقَالَ بَشَّارُ بْنُ بُرْدٍ: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِ وَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Qatadah rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar dapat menunjukkan rasa cinta kepada mereka dan menyenangkan jiwa mereka.”  Sedangkan adh-Dhahhak rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat karena Allah mengetahui keutamaan dalam musyawarah.”  Adapun al-Hasan al-Basri rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar kaum Muslimin dapat mencontoh dan mengikuti beliau dalam bermusyawarah, meskipun beliau sebenarnya tidak membutuhkan pertimbangan dari para sahabat.”  Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sebaik-baik dukungan adalah musyawarah, dan seburuk-buruk persiapan adalah sikap sewenang-wenang (dalam mengambil keputusan).”  Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Orang terbagi menjadi tiga macam: (1) orang yang dihadapkan dengan berbagai urusan, lalu dia menanganinya dengan pikirannya, (2) orang yang memusyawarahkan urusan yang sulit baginya, lalu dia menanganinya sesuai dengan arahan yang diberikan oleh orang-orang yang kompeten, (3) dan orang yang bingung menangani urusannya, dia tidak menanganinya dengan kecerdasan akalnya dan tidak mau menuruti arahan orang yang mengarahkannya.” Saif bin Dziyazan berkata, “Barang siapa yang merasa takjub dengan akalnya, dia tidak akan bermusyawarah; dan barang siapa yang keras kepala dalam memegang pendapatnya, dia akan jauh dari kebenaran.” Dalam sebuah hikmah disebutkan, “Musyawarah adalah kenyamanan bagimu dan keletihan bagi orang lain.”  Seorang ahli hikmah berkata, “Meminta pertimbangan orang lain adalah inti petunjuk. Sungguh telah berspekulasi orang yang mencukupkan diri dengan pendapatnya.”  Seorang ahli adab berkata, “Tidak akan kecewa orang yang melakukan istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah.”  Seorang ahli sastra berkata, “Di antara hak orang yang berakal adalah menambahkan berbagai pendapat orang berakal lainnya kepada pendapatnya sendiri, dan menghimpun pemikiran orang-orang bijak ke dalam pemikirannya. Sebab, pemikiran yang unggul terkadang ada melesetnya, dan akal yang cerdas terkadang ada sesatnya.” Basysyar bin Burd berkata: إذَا بَلَغَ الرَّأْيُ الْمَشُورَةَ فَاسْتَعِنْ … بِرَأْيِ نَصِيحٍ أَوْ نَصِيحَةِ حَازِمِوَلَا تَجْعَلْ الشُّورَى عَلَيْك غَضَاضَةً … فَإِنَّ الْخَوَافِيَ قُوَّةٌ لِلْقَوَادِمِ Jika pendapat harus dimusyawarahkan, maka mintalah pandangan … Dari orang yang berpandangan tulus atau nasihat yang teguh. Jangan jadikan musyawarah itu rendah bagimu … Karena bulu burung bagian dalam adalah penopang kekuatan bagi bulu bagian luar. فَإِذَا عَزَمَ عَلَى الْمُشَاوَرَةِ ارْتَادَ لَهَا مِنْ أَهْلِهَا مَنْ قَدْ اسْتَكْمَلَتْ فِيهِ خَمْسُ خِصَالٍ: إحْدَاهُنَّ: عَقْلٌ كَامِلٌ مَعَ تَجْرِبَةٍ سَالِفَةٍ فَإِنَّ بِكَثْرَةِ التَّجَارِبِ تَصِحُّ الرَّوِيَّةُ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَسَنِ لِابْنِهِ مُحَمَّدٍ: احْذَرْ مَشُورَةَ الْجَاهِلِ وَإِنْ كَانَ نَاصِحًا كَمَا تَحْذَرُ عَدَاوَةَ الْعَاقِلِ إذَا كَانَ عَدُوًّا فَإِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ يُوَرِّطَك بِمَشُورَتِهِ فَيَسْبِقَ إلَيْك مَكْرُ الْعَاقِلِ وَتَوْرِيطُ الْجَاهِلِ. وَقِيلَ لِرَجُلٍ مِنْ عَبْسٍ: مَا أَكْثَرَ صَوَابَكُمْ! قَالَ: نَحْنُ أَلْفُ رَجُلٍ وَفِينَا حَازِمٌ وَنَحْنُ نُطِيعُهُ فَكَأَنَّا أَلْفُ حَازِمٍ. وَكَانَ يُقَالُ: إيَّاكَ وَمُشَاوَرَةَ رَجُلَيْنِ: شَابٌّ مُعْجَبٌ بِنَفْسِهِ قَلِيلُ التَّجَارِبِ فِي غَيْرِهِ، أَوْ كَبِيرٌ قَدْ أَخَذَ الدَّهْرُ مِنْ عَقْلِهِ كَمَا أَخَذَ مِنْ جِسْمِهِ. وَقِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ، وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَلِذَلِكَ قِيلَ: الْأَيَّامُ تَهْتِكُ لَك عَنْ الْأَسْتَارِ الْكَامِنَةِ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: التَّجَارِبُ لَيْسَ لَهَا غَايَةٌ، وَالْعَاقِلُ مِنْهَا فِي زِيَادَةٍ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: مَنْ اسْتَعَانَ بِذَوِي الْعُقُولِ فَازَ بِدَرَكِ الْمَأْمُولِ. وَقَالَ أَبُو الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيُّ: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِ وَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Apabila seseorang telah bertekad untuk bermusyawarah, hendaklah dia mencari orang yang berkompeten dalam bidangnya, yaitu orang yang menghimpun lima sifat berikut: Sifat pertama: Akal yang cerdas dan diiringi dengan pengalaman, karena dengan banyaknya pengalaman, pertimbangannya akan menjadi matang.  Abdullah bin Hasan pernah berkata kepada anaknya yang bernama Muhammad, “Berhati-hatilah dari meminta saran dari orang jahil meskipun dia tulus; sebagaimana kamu juga harus berhati-hati dari permusuhan dengan orang berakal jika dia menjadi musuh. Sebab bisa-bisa orang jahil itu akan menjerumuskanmu dengan sarannya, sehingga kamu lebih dulu terjebak di antara tipu daya orang berakal dan penjerumusan orang jahil.” Pernah dikatakan kepada seorang laki-laki dari kabilah Abs, “Betapa banyak kebenaran yang kalian miliki!” Lalu dia menanggapi, “Kami berjumlah seribu orang, dan dalam komunitas kami ada satu orang bijak yang kami taati, sehingga seakan-akan kami menjadi seribu orang bijak.” Ada sebuah ungkapan, “Janganlah kamu meminta saran dari dua jenis orang ini: (1) seorang pemuda yang takjub dengan dirinya dan punya sedikit pengalaman dalam bidang lain. (2) seorang lansia yang akalnya telah terkikis oleh usia sebagaimana badannya juga telah terkikis olehnya.” Ada juga ungkapan dalam sebuah hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman. Oleh sebab itu dikatakan bahwa hari-hari akan menyingkap bagimu tabir yang menutupi.” Ada orang bijak yang berucap, “Pengalaman tidak ada batasnya, dan akal akan terus bertambah dengannya.”  Ada juga orang bijak lainnya yang berkata, “Barang siapa yang meminta bantuan kepada orang-orang berakal, niscaya dia akan dapat meraih apa yang diinginkan.” Abu al-Aswad ad-Du’ali berkata: وَمَا كُلُّ ذِي نُصْحٍ بِمُؤْتِيك نُصْحَهُ … وَلَا كُلُّ مُؤْتٍ نُصْحَهُ بِلَبِيبِوَلَكِنْ إذَا مَا اسْتَجْمَعَا عِنْدَ صَاحِبٍ … فَحُقَّ لَهُ مِنْ طَاعَةٍ بِنَصِيبِ Tidak semua orang yang tulus akan memberimu nasihat … Dan tidak semua orang yang memberi nasihat itu cerdas. Namun, jika dua hal ini (ketulusan dan kecerdasan) terhimpun dalam diri seseorang … Maka dia layak untuk diikuti nasihatnya. وَالْخَصْلَةُ الثَّانِيَةُ: أَنْ يَكُونَ ذَا دِينٍ وَتُقًى، فَإِنَّ ذَلِكَ عِمَادُ كُلِّ صَلَاحٍ وَبَابُ كُلِّ نَجَاحٍ. وَمَنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الدِّينُ فَهُوَ مَأْمُونُ السَّرِيرَةِ مُوَفَّقُ الْعَزِيمَةِ. وَالْخَصْلَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَكُونَ نَاصِحًا وَدُودًا، فَإِنَّ النُّصْحَ وَالْمَوَدَّةَ يُصَدِّقَانِ الْفِكْرَةَ وَيُمَحِّضَانِ الرَّأْيَ. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: لَا تُشَاوِرْ إلَّا الْحَازِمَ غَيْرَ الْحَسُودِ، وَاللَّبِيبَ غَيْرَ الْحَقُودِ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَشُورَةُ الْمُشْفِقِ الْحَازِمِ ظَفَرٌ، وَمَشُورَةُ غَيْرِ الْحَازِمِ خَطَرٌ. وَقَالَ بَعْضُ الشُّعَرَاءِ: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُ وَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُ مَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُ أَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Sifat kedua: Orang itu agamis dan bertakwa, sebab ini adalah pilar dari segala kebaikan dan pintu bagi semua keberhasilan. Barang siapa yang tunduk kepada agama, maka dia menjadi orang yang mampu menjaga rahasia dan mendapat taufik dalam tekadnya. Sifat ketiga: Orang itu tulus dan penyayang, karena ketulusan dan rasa kasih sayang akan menjadikannya tulus dalam berpikir dan menyaring pendapat. Ada orang bijak yang berkata, “Janganlah kamu bermusyawarah kecuali kepada orang bijak yang tidak dengki dan orang berakal yang tidak iri.”  Seorang ahli sastra berkata, “Meminta saran dari orang yang bijak dan penuh kasih adalah keberuntungan, sedangkan meminta saran dari orang yang tidak bijak adalah mara bahaya.” Seorang penyair berkata: أَصْف ضَمِيرًا لِمَنْ تُعَاشِرُهُ … وَاسْكُنْ إلَى نَاصِحٍ تُشَاوِرُهُوَارْضَ مِنْ الْمَرْءِ فِي مَوَدَّتِهِ … بِمَا يُؤَدِّي إلَيْك ظَاهِرُهُمَنْ يَكْشِفْ النَّاسَ لَا يَجِدْ أَحَدًا … تَصِحُّ مِنْهُمْ لَهُ سَرَائِرُهُأَوْشَكَ أَنْ لَا يَدُومَ وَصْلُ أَخٍ … فِي كُلِّ زَلَّاتِهِ تُنَافِرُهُ Jernihkanlah jiwamu bagi orang yang berinteraksi denganmu … Dan mendekatlah kepada orang yang tulus untuk bermusyawarah dengannya. Tuluslah dalam mencintai seseorang … Atas perilaku yang dia tampakkan kepadamu. Barang siapa yang mengungkap aib orang-orang, tidak akan menemui seorang pun … Dari mereka yang tulus batinnya untuk dirinya. Hampir tidak akan langgeng hubungan persaudaraan … Jika kamu selalu mempermasalahkan setiap kesalahannya. وَالْخَصْلَةُ الرَّابِعَةُ: أَنْ يَكُونَ سَلِيمَ الْفِكْرِ مِنْ هَمٍّ قَاطِعٍ، وَغَمٍّ شَاغِلٍ، فَإِنَّ مَنْ عَارَضَتْ فِكْرَهُ شَوَائِبُ الْهُمُومِ لَا يَسْلَمُ لَهُ رَأْيٌ وَلَا يَسْتَقِيمُ لَهُ خَاطِرٌ. وَقَدْ قِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: كُلُّ شَيْءٍ يَحْتَاجُ إلَى الْعَقْلِ وَالْعَقْلُ يَحْتَاجُ إلَى التَّجَارِبِ. وَكَانَ كِسْرَى إذَا دَهَمَهُ أَمْرٌ بَعَثَ إلَى مَرَازِبَتِهِ فَاسْتَشَارَهُمْ فَإِنْ قَصَّرُوا فِي الرَّأْيِ ضَرَبَ قَهَارِمَتِهِ وَقَالَ: أَبْطَأْتُمْ بِأَرْزَاقِهِمْ فَأَخْطَئُوا فِي آرَائِهِمْ. وَقَالَ صَالِحُ بْنُ عَبْدِ الْقُدُّوسِ: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا وَالْخَصْلَةُ الْخَامِسَةُ: أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ فِي الْأَمْرِ الْمُسْتَشَارِ غَرَضٌ يُتَابِعُهُ، وَلَا هَوًى يُسَاعِدُهُ، فَإِنَّ الْأَغْرَاضَ جَاذِبَةٌ وَالْهَوَى صَادٌّ، وَالرَّأْيُ إذَا عَارَضَهُ الْهَوَى وَجَاذَبَتْهُ الْأَغْرَاضُ فَسَدَ. وَقَدْ قَالَ الْفَضْلُ بْنُ الْعَبَّاسِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي لَهَبٍ: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُ وَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Sifat keempat: Orang itu pikirannya bebas dari kesedihan mendalam dan kegalauan yang menyibukkan, karena barang siapa yang pikirannya terpapar oleh berbagai kegalauan, maka pendapatnya tidak akan lurus dan pikirannya tidak akan jernih.  Ada ungkapan dalam suatu hikmah, “Segala sesuatu membutuhkan akal, sedangkan akal membutuhkan pengalaman.”  Dulu ketika raja Persia tertimpa suatu perkara, dia segera mengutus utusan kepada para menterinya untuk meminta pendapat dari mereka. Lalu apabila mereka lemah dalam memberi pendapat, dia memukul para wakilnya seraya berkata, “Kalian lambat dalam membayar gaji mereka, sehingga mereka salah dalam memberi pendapat.” Shalih bin Abdul Quddus berkata: وَلَا مُشِيرَ كَذِي نُصْحٍ وَمَقْدِرَةٍ … فِي مُشْكِلِ الْأَمْرِ فَاخْتَرْ ذَاكَ مُنْتَصِحًا Tidak ada pemberi saran yang lebih baik daripada orang yang punya ketulusan dan kemampuan … Dalam masalah-masalah suatu perkara (pengalaman), maka pilihlah orang itu sebagai pemberi saran. Sifat kelima: Orang yang diajak musyawarah ini tidak memiliki kepentingan dan keinginan tertentu di balik urusan yang dimusyawarahkan, karena kepentingan-kepentingan itu akan menggiring pendapatnya dan keinginan-keinginan itu akan menjadi penghalang. Apabila pendapat terpapar oleh keinginan dan digiring oleh kepentingan, pasti pendapat itu akan rusak. Fadhl bin Abbas bin Utbah bin Abi Lahab berkata: وَقَدْ يَحْكُمُ الْأَيَّامَ مَنْ كَانَ جَاهِلًا … وَيُرْدِي الْهَوَى ذَا الرَّأْيِ وَهُوَ لَبِيبُوَيُحْمَدُ فِي الْأَمْرِ الْفَتَى وَهُوَ مُخْطِئٌ … وَيُعْذَلُ فِي الْإِحْسَانِ وَهُوَ مُصِيبُ Terkadang pada suatu masa akan diatur oleh orang yang jahil … Dan hawa nafsu membinasakan orang berakal, padahal dia cerdas. Serta seseorang dipuji dalam suatu urusan, padahal dia bersalah … Tapi orang yang baik dicela, padahal dia berlaku benar. فَإِذَا اسْتَكْمَلَتْ هَذِهِ الْخِصَالُ الْخَمْسُ فِي رَجُلٍ كَانَ أَهْلًا لِلْمَشُورَةِ وَمَعْدِنًا لِلرَّأْيِ، فَلَا تَعْدِلْ عَنْ اسْتِشَارَتِهِ اعْتِمَادًا عَلَى مَا تَتَوَهَّمُهُ مِنْ فَضْلِ رَأْيِك، وَثِقَةً بِمَا تَسْتَشْعِرُهُ مِنْ صِحَّةِ رَوِيَّتِك، فَإِنَّ رَأْيَ غَيْرِ ذِي الْحَاجَةِ أَسْلَمُ، وَهُوَ مِنْ الصَّوَابِ أَقْرَبُ، لِخُلُوصِ الْفِكْرِ وَخُلُوِّ الْخَاطِرِ مَعَ عَدَمِ الْهَوَى وَارْتِفَاعِ الشَّهْوَةِ وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: الِاسْتِشَارَةُ عَيْنُ الْهِدَايَةِ وَقَدْ خَاطَرَ مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ. وَقَالَ لُقْمَانُ الْحَكِيمُ لِابْنِهِ: شَاوِرْ مَنْ جَرَّبَ الْأُمُورَ فَإِنَّهُ يُعْطِيك مِنْ رَأْيِهِ مَا قَامَ عَلَيْهِ بِالْغَلَاءِ وَأَنْتَ تَأْخُذُهُ مَجَّانًا. وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: نِصْفُ رَأْيِك مَعَ أَخِيك فَشَاوِرْهُ لِيَكْمُلَ لَك الرَّأْيُ. وَقَالَ بَعْضُ الْأُدَبَاءِ: مَنْ اسْتَغْنَى بِرَأْيِهِ ضَلَّ، وَمَنْ اكْتَفَى بِعَقْلِهِ زَلَّ. وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: الْخَطَأُ مَعَ الِاسْتِرْشَادِ أَحْمَدُ مِنْ الصَّوَابِ مَعَ الِاسْتِبْدَادِ. Apabila lima sifat ini terdapat pada diri seseorang, maka dia adalah orang yang layak untuk diajak bermusyawarah dan menjadi tempat meminta pendapat. Oleh sebab itu, janganlah kamu berpaling dari meminta saran kepadanya, hanya karena sudah bersandar pada pendapatmu sendiri yang kamu anggap benar dan keyakinanmu pada kebenaran rencanamu yang kamu rasakan. Sebab, pendapat orang yang tidak memiliki kepentingan akan lebih selamat dari kesalahan, dan lebih dekat kepada kebenaran, serta lebih jernih dalam pemikiran dan lebih bijak dalam menentukan, tanpa terseret oleh hawa nafsu dan kecenderungan syahwat. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bermusyawarah adalah inti petunjuk. Dan sungguh telah berspekulasi, orang yang mencukupkan diri dengan pendapat diri sendiri.” Lukman al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Bermusyawarahlah dengan orang yang telah berpengalaman, karena dia akan memberimu pendapat yang dia dapatkan dengan membayar mahal (melalui pengalamannya), sedangkan kamu bisa mendapatkannya dengan percuma.” Ada orang bijak yang berkata, “Separuh pendapatmu ada pada saudaramu, maka mintalah pendapat darinya agar pendapatmu menjadi utuh sempurna.”  Seorang ahli bahasa berkata, “Barang siapa yang mencukupkan diri dengan pendapatnya, niscaya dia akan tersesat; dan barang siapa mencukupkan diri dengan akalnya, niscaya dia akan tergelincir.”  Seorang ahli sastra berkata, “Kesalahan yang timbul dari pendapat hasil musyawarah lebih terpuji daripada kebenaran yang didapatkan dari pendapat yang sewenang-wenang.” Artikel ini diterjemahkan oleh tim penerjemah Yufid dari website IslamWeb. Sumber:  https://www.islamweb.net/ar/article/233722/عليك-بالمشورةPDF Sumber Artikel. 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 480 times, 1 visit(s) today Post Views: 1,188 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Ingin Safar? Lakukan 5 Hal Ini Agar Lebih Berkah

Daftar Isi Toggle Pertama: Salat Istikharah Terlebih DahuluKedua: Mencari Teman PerjalananKetiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat BerpamitanKeempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan JauhYang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Sejak zaman dahulu kala, umat manusia akrab dengan bepergian dan melakukan perjalanan jauh. Hal ini karena adanya kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan, bekerja, menuntut ilmu, dan berbagai macam latar belakang lainnya. Dalam Islam, perkara bepergian memiliki kedudukan yang sangat penting dan dibahas secara serius dalam kajian fikih. Di dalam Al-Qur’an, Allah mendukung dan tidak mencela mereka yang bersafar untuk mencari penghasilan. Allah Ta’ala berfirman, فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ “Karena itu, bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Muzammil: 20) Ayat ini turun berkenaan dengan pelaksanaan salat malam. Allah mengetahui kewajiban mendirikan salat malam adalah hal yang berat untuk dilaksanakan dan Allah juga mengetahui akan ada berbagai hal yang menghalangi pelaksanannya, seperti sakit, bepergian, dan berjihad. Di ayat ini, saat kita tidak mampu untuk melaksanakan salat malam, maka setidaknya kita tidak lupa untuk membaca Al-Qur’an dari apa yang mudah bagi diri kita, tidak harus memaksakan diri untuk terus melaksanakan salat malam setiap harinya. Keringanan hukum ini merupakan rahmat dari Allah bagi hamba-hamba-Nya, dengan memperhatikan keadaan-keadaan mereka. Di dalam surah Al-Jumu’ah, setelah Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan salat Jum’at, Allah Ta’ala juga memerintahkan mereka untuk mencari rezeki dengan bepergian di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ*  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumuah: 9-10) Melakukan safar di kehidupan kita di masa sekarang adalah sebuah kebutuhan. Berkat karunia Allah Ta’ala, sebuah perjalanan safar bagi seorang muslim merupakan ladang pahala dan kebaikan, terlebih lagi jika safarnya tersebut adalah safar dalam rangka ketaatan dan kebaikan (bekerja, menghidupi keluarga, mengunjungi orang tua, dan lain-lain). Begitu sempurnanya agama ini, hingga Allah Ta’ala dan Rasul-Nya pun telah memberikan aturan-aturan mengenai safar. Apabila seorang muslim berpatokan dengannya dan mengikutinya, maka insyaAllah akan banyak sekali kebaikan dan pahala yang didapatkan. Berikut ini kami paparkan secara ringkas beberapa hal yang dapat kita lakukan sebelum dan saat safar, agar safar kita semakin berkah dan berpahala. Pertama: Salat Istikharah Terlebih Dahulu Yaitu, salat sunah dua rakaat kemudian berdoa dengan doa Istikharah. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kami salat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah melakukan salat sunah (Istikharah) dua rakaat kemudian membaca doa: “اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ، اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِي وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ . قالَ: ((وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ)) ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Mahaagung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui hal yang gaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebutkan persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku. (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), sukseskanlah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku, (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku dari padanya, takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridaan-Mu kepadaku.’ Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kemudian beliau akan mengutarakan dan menyebutkan kebutuhannya.” (HR. Bukhari no. 1162) Kedua: Mencari Teman Perjalanan Inilah salah satu sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana beliau bersabda, لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ ما في الوَحْدَةِ ما أعْلَمُ، ما سارَ راكِبٌ بلَيْلٍ وحْدَهُ. “Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam bepergian sendirian seperti apa yang aku ketahui, tentu seorang penunggang kendaraan tidak akan bepergian di malam hari sendirian.” (HR. Bukhari no. 2998) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita untuk tidak keluar sendirian melakukan perjalanan safar terutama di malam hari, karena safar sendirian berpeluang besar mendapatkan gangguan dan bisikan waswas dari setan, serta membahayakan diri sendiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mencari teman saat melakukan perjalanan jauh. Lihatlah bagaimana beliau menjadikan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai teman perjalanannya tatkala berhijrah ke kota Madinah. Di hadis-hadis lainnya, bahkan disebutkan bahwa beliau mengajak secara bergantian istri-istri beliau untuk ikut serta menemani dalam safarnya. Saudaraku, dengan adanya teman perjalanan, maka itu akan sangat membantu. Karena teman yang baik pasti akan mengingatkan tatkala kita lalai, mengingatkan juga untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan tidak meninggalkan salat. Baca juga: Hukum Bertayamum untuk Salat ketika Safar Ketiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat Berpamitan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّه عليه وسلم إذا ودَّعَ رجلاً أخذَ بيدِهِ فلاَ يدعُها حتَّى يَكونَ الرَّجلُ هوَ يدعُ يدَ النَّبيِّ صلَّى اللَّه عليه وسلم ويقولُ استودِعُ اللَّهَ دينَكَ وأمانتَكَ وآخرَ عملِكَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengantarkan seseorang, beliau menyalaminya dan tidak melepaskannya hingga orang tersebut yang melepaskan tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengatakan, ‘Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan akhir dari amalanmu.’” (HR. Abu Dawud no. 2600 dan Tirmidzi no. 3442) Adapun musafir, maka mendoakan orang-orang yang ditinggalkannya dengan doa yang juga diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ودَّعني رسولُ اللهِ صلَّى الله عليْهِ وسلَّمَ فقالَ : أستودعُكَ اللَّهَ الَّذي لاَ تضيعُ ودائعُهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpamitan denganku (karena beliau akan melakukan perjalanan) seraya berkata, ‘Aku menitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-Nya.’” (HR. An-Nasa’i di dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10342, Ibnu Majah no. 2825 dan Ahmad no. 9230) Keempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan Jauh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, أَنَّ رجلًا قالَ : يا رسولَ اللَّهِ إنِّي أريدُ أن أسافِرَ فَأوصِني قالَ : عليكَ بتقوَى اللَّهِ والتَّكبيرِ على كُلِّ شَرَفٍ فلمَّا ولَّى الرَّجُلُ قالَ اللَّهُمَّ اطوِ لَه الأرض وَهوِّن عليهِ السَّفرَ “Seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku akan melakukan perjalanan, maka berilah nasihat kepadaku.’ Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bertakbir setiap kali berada di ketinggian.’ Tatkala laki-laki tersebut telah pergi. Nabi berdoa, ‘Ya Allah lipatlah bumi ini untuknya dan mudahkanlah perjalanannya.’” (HR. Tirmidzi no. 3445) Inilah sunah safar yang mungkin belum banyak diketahui oleh mayoritas kaum muslimin. Di mana apabila salah seorang di antara kita akan pergi merantau untuk menuntut ilmu, bekerja, atau hal-hal mubah lainnya, hendaklah dirinya meminta nasihat dari seseorang yang dikenal baik dan memiliki ilmu. Dengan begitu kita akan mendapatkan nasihat yang berguna dalam perjalanan kita serta mendapatkan doa kebaikan, keselamatan, dan kemudahan dalam perjalanan yang akan kita tempuh. Yang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Karena doa seorang musafir yang ikhlas serta memperhatikan adab-adabnya adalah salah satu doa mustajab. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ثلاثُ دعواتٍ مستجاباتٌ لا شَكَّ فيهِنَّ ؛ دَعوةُ المظلومِ ، ودعوةُ المسافرِ ، ودعوةُ الوالدِ على ولدِهِ “Ada tiga doa mustajabah yang tidak disangsikan lagi, yaitu doa orang teraniaya, doa orang dalam perjalanan, dan doa orang tua untuk anaknya.” (HR. Abu Dawud no. 1536, At-Tirmidżi no. 1905, dan Ibnu Majah no. 3862) Saat sedang dalam perjalanan safar, seorang muslim hendaknya memanfaatkan waktunya untuk bertobat kepada Allah Ta’ala, meminta ampunan kepada-Nya, dan memperbanyak doa lainnya. Manfaatkan juga untuk mendoakan keluarga kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita, dan pemimpin kita. Karena perjalanan safar merupakan salah satu kondisi di mana Allah Ta’ala mudah sekali mengabulkan doa-doa kaum muslimin. Sebenarnya masih banyak lagi sunah-sunah safar yang belum kita sebutkan pada artikel ini. Namun, setidaknya dengan mengerjakan lima sunah di atas, maka akan menjadikan safar kita penuh dengan kebaikan dan ganjaran pahala dari Allah Ta’ala Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Adab-Adab Safar *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: berkahsafar

Ingin Safar? Lakukan 5 Hal Ini Agar Lebih Berkah

Daftar Isi Toggle Pertama: Salat Istikharah Terlebih DahuluKedua: Mencari Teman PerjalananKetiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat BerpamitanKeempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan JauhYang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Sejak zaman dahulu kala, umat manusia akrab dengan bepergian dan melakukan perjalanan jauh. Hal ini karena adanya kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan, bekerja, menuntut ilmu, dan berbagai macam latar belakang lainnya. Dalam Islam, perkara bepergian memiliki kedudukan yang sangat penting dan dibahas secara serius dalam kajian fikih. Di dalam Al-Qur’an, Allah mendukung dan tidak mencela mereka yang bersafar untuk mencari penghasilan. Allah Ta’ala berfirman, فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ “Karena itu, bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Muzammil: 20) Ayat ini turun berkenaan dengan pelaksanaan salat malam. Allah mengetahui kewajiban mendirikan salat malam adalah hal yang berat untuk dilaksanakan dan Allah juga mengetahui akan ada berbagai hal yang menghalangi pelaksanannya, seperti sakit, bepergian, dan berjihad. Di ayat ini, saat kita tidak mampu untuk melaksanakan salat malam, maka setidaknya kita tidak lupa untuk membaca Al-Qur’an dari apa yang mudah bagi diri kita, tidak harus memaksakan diri untuk terus melaksanakan salat malam setiap harinya. Keringanan hukum ini merupakan rahmat dari Allah bagi hamba-hamba-Nya, dengan memperhatikan keadaan-keadaan mereka. Di dalam surah Al-Jumu’ah, setelah Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan salat Jum’at, Allah Ta’ala juga memerintahkan mereka untuk mencari rezeki dengan bepergian di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ*  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumuah: 9-10) Melakukan safar di kehidupan kita di masa sekarang adalah sebuah kebutuhan. Berkat karunia Allah Ta’ala, sebuah perjalanan safar bagi seorang muslim merupakan ladang pahala dan kebaikan, terlebih lagi jika safarnya tersebut adalah safar dalam rangka ketaatan dan kebaikan (bekerja, menghidupi keluarga, mengunjungi orang tua, dan lain-lain). Begitu sempurnanya agama ini, hingga Allah Ta’ala dan Rasul-Nya pun telah memberikan aturan-aturan mengenai safar. Apabila seorang muslim berpatokan dengannya dan mengikutinya, maka insyaAllah akan banyak sekali kebaikan dan pahala yang didapatkan. Berikut ini kami paparkan secara ringkas beberapa hal yang dapat kita lakukan sebelum dan saat safar, agar safar kita semakin berkah dan berpahala. Pertama: Salat Istikharah Terlebih Dahulu Yaitu, salat sunah dua rakaat kemudian berdoa dengan doa Istikharah. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kami salat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah melakukan salat sunah (Istikharah) dua rakaat kemudian membaca doa: “اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ، اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِي وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ . قالَ: ((وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ)) ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Mahaagung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui hal yang gaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebutkan persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku. (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), sukseskanlah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku, (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku dari padanya, takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridaan-Mu kepadaku.’ Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kemudian beliau akan mengutarakan dan menyebutkan kebutuhannya.” (HR. Bukhari no. 1162) Kedua: Mencari Teman Perjalanan Inilah salah satu sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana beliau bersabda, لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ ما في الوَحْدَةِ ما أعْلَمُ، ما سارَ راكِبٌ بلَيْلٍ وحْدَهُ. “Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam bepergian sendirian seperti apa yang aku ketahui, tentu seorang penunggang kendaraan tidak akan bepergian di malam hari sendirian.” (HR. Bukhari no. 2998) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita untuk tidak keluar sendirian melakukan perjalanan safar terutama di malam hari, karena safar sendirian berpeluang besar mendapatkan gangguan dan bisikan waswas dari setan, serta membahayakan diri sendiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mencari teman saat melakukan perjalanan jauh. Lihatlah bagaimana beliau menjadikan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai teman perjalanannya tatkala berhijrah ke kota Madinah. Di hadis-hadis lainnya, bahkan disebutkan bahwa beliau mengajak secara bergantian istri-istri beliau untuk ikut serta menemani dalam safarnya. Saudaraku, dengan adanya teman perjalanan, maka itu akan sangat membantu. Karena teman yang baik pasti akan mengingatkan tatkala kita lalai, mengingatkan juga untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan tidak meninggalkan salat. Baca juga: Hukum Bertayamum untuk Salat ketika Safar Ketiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat Berpamitan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّه عليه وسلم إذا ودَّعَ رجلاً أخذَ بيدِهِ فلاَ يدعُها حتَّى يَكونَ الرَّجلُ هوَ يدعُ يدَ النَّبيِّ صلَّى اللَّه عليه وسلم ويقولُ استودِعُ اللَّهَ دينَكَ وأمانتَكَ وآخرَ عملِكَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengantarkan seseorang, beliau menyalaminya dan tidak melepaskannya hingga orang tersebut yang melepaskan tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengatakan, ‘Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan akhir dari amalanmu.’” (HR. Abu Dawud no. 2600 dan Tirmidzi no. 3442) Adapun musafir, maka mendoakan orang-orang yang ditinggalkannya dengan doa yang juga diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ودَّعني رسولُ اللهِ صلَّى الله عليْهِ وسلَّمَ فقالَ : أستودعُكَ اللَّهَ الَّذي لاَ تضيعُ ودائعُهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpamitan denganku (karena beliau akan melakukan perjalanan) seraya berkata, ‘Aku menitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-Nya.’” (HR. An-Nasa’i di dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10342, Ibnu Majah no. 2825 dan Ahmad no. 9230) Keempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan Jauh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, أَنَّ رجلًا قالَ : يا رسولَ اللَّهِ إنِّي أريدُ أن أسافِرَ فَأوصِني قالَ : عليكَ بتقوَى اللَّهِ والتَّكبيرِ على كُلِّ شَرَفٍ فلمَّا ولَّى الرَّجُلُ قالَ اللَّهُمَّ اطوِ لَه الأرض وَهوِّن عليهِ السَّفرَ “Seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku akan melakukan perjalanan, maka berilah nasihat kepadaku.’ Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bertakbir setiap kali berada di ketinggian.’ Tatkala laki-laki tersebut telah pergi. Nabi berdoa, ‘Ya Allah lipatlah bumi ini untuknya dan mudahkanlah perjalanannya.’” (HR. Tirmidzi no. 3445) Inilah sunah safar yang mungkin belum banyak diketahui oleh mayoritas kaum muslimin. Di mana apabila salah seorang di antara kita akan pergi merantau untuk menuntut ilmu, bekerja, atau hal-hal mubah lainnya, hendaklah dirinya meminta nasihat dari seseorang yang dikenal baik dan memiliki ilmu. Dengan begitu kita akan mendapatkan nasihat yang berguna dalam perjalanan kita serta mendapatkan doa kebaikan, keselamatan, dan kemudahan dalam perjalanan yang akan kita tempuh. Yang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Karena doa seorang musafir yang ikhlas serta memperhatikan adab-adabnya adalah salah satu doa mustajab. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ثلاثُ دعواتٍ مستجاباتٌ لا شَكَّ فيهِنَّ ؛ دَعوةُ المظلومِ ، ودعوةُ المسافرِ ، ودعوةُ الوالدِ على ولدِهِ “Ada tiga doa mustajabah yang tidak disangsikan lagi, yaitu doa orang teraniaya, doa orang dalam perjalanan, dan doa orang tua untuk anaknya.” (HR. Abu Dawud no. 1536, At-Tirmidżi no. 1905, dan Ibnu Majah no. 3862) Saat sedang dalam perjalanan safar, seorang muslim hendaknya memanfaatkan waktunya untuk bertobat kepada Allah Ta’ala, meminta ampunan kepada-Nya, dan memperbanyak doa lainnya. Manfaatkan juga untuk mendoakan keluarga kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita, dan pemimpin kita. Karena perjalanan safar merupakan salah satu kondisi di mana Allah Ta’ala mudah sekali mengabulkan doa-doa kaum muslimin. Sebenarnya masih banyak lagi sunah-sunah safar yang belum kita sebutkan pada artikel ini. Namun, setidaknya dengan mengerjakan lima sunah di atas, maka akan menjadikan safar kita penuh dengan kebaikan dan ganjaran pahala dari Allah Ta’ala Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Adab-Adab Safar *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: berkahsafar
Daftar Isi Toggle Pertama: Salat Istikharah Terlebih DahuluKedua: Mencari Teman PerjalananKetiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat BerpamitanKeempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan JauhYang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Sejak zaman dahulu kala, umat manusia akrab dengan bepergian dan melakukan perjalanan jauh. Hal ini karena adanya kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan, bekerja, menuntut ilmu, dan berbagai macam latar belakang lainnya. Dalam Islam, perkara bepergian memiliki kedudukan yang sangat penting dan dibahas secara serius dalam kajian fikih. Di dalam Al-Qur’an, Allah mendukung dan tidak mencela mereka yang bersafar untuk mencari penghasilan. Allah Ta’ala berfirman, فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ “Karena itu, bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Muzammil: 20) Ayat ini turun berkenaan dengan pelaksanaan salat malam. Allah mengetahui kewajiban mendirikan salat malam adalah hal yang berat untuk dilaksanakan dan Allah juga mengetahui akan ada berbagai hal yang menghalangi pelaksanannya, seperti sakit, bepergian, dan berjihad. Di ayat ini, saat kita tidak mampu untuk melaksanakan salat malam, maka setidaknya kita tidak lupa untuk membaca Al-Qur’an dari apa yang mudah bagi diri kita, tidak harus memaksakan diri untuk terus melaksanakan salat malam setiap harinya. Keringanan hukum ini merupakan rahmat dari Allah bagi hamba-hamba-Nya, dengan memperhatikan keadaan-keadaan mereka. Di dalam surah Al-Jumu’ah, setelah Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan salat Jum’at, Allah Ta’ala juga memerintahkan mereka untuk mencari rezeki dengan bepergian di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ*  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumuah: 9-10) Melakukan safar di kehidupan kita di masa sekarang adalah sebuah kebutuhan. Berkat karunia Allah Ta’ala, sebuah perjalanan safar bagi seorang muslim merupakan ladang pahala dan kebaikan, terlebih lagi jika safarnya tersebut adalah safar dalam rangka ketaatan dan kebaikan (bekerja, menghidupi keluarga, mengunjungi orang tua, dan lain-lain). Begitu sempurnanya agama ini, hingga Allah Ta’ala dan Rasul-Nya pun telah memberikan aturan-aturan mengenai safar. Apabila seorang muslim berpatokan dengannya dan mengikutinya, maka insyaAllah akan banyak sekali kebaikan dan pahala yang didapatkan. Berikut ini kami paparkan secara ringkas beberapa hal yang dapat kita lakukan sebelum dan saat safar, agar safar kita semakin berkah dan berpahala. Pertama: Salat Istikharah Terlebih Dahulu Yaitu, salat sunah dua rakaat kemudian berdoa dengan doa Istikharah. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kami salat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah melakukan salat sunah (Istikharah) dua rakaat kemudian membaca doa: “اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ، اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِي وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ . قالَ: ((وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ)) ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Mahaagung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui hal yang gaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebutkan persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku. (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), sukseskanlah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku, (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku dari padanya, takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridaan-Mu kepadaku.’ Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kemudian beliau akan mengutarakan dan menyebutkan kebutuhannya.” (HR. Bukhari no. 1162) Kedua: Mencari Teman Perjalanan Inilah salah satu sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana beliau bersabda, لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ ما في الوَحْدَةِ ما أعْلَمُ، ما سارَ راكِبٌ بلَيْلٍ وحْدَهُ. “Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam bepergian sendirian seperti apa yang aku ketahui, tentu seorang penunggang kendaraan tidak akan bepergian di malam hari sendirian.” (HR. Bukhari no. 2998) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita untuk tidak keluar sendirian melakukan perjalanan safar terutama di malam hari, karena safar sendirian berpeluang besar mendapatkan gangguan dan bisikan waswas dari setan, serta membahayakan diri sendiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mencari teman saat melakukan perjalanan jauh. Lihatlah bagaimana beliau menjadikan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai teman perjalanannya tatkala berhijrah ke kota Madinah. Di hadis-hadis lainnya, bahkan disebutkan bahwa beliau mengajak secara bergantian istri-istri beliau untuk ikut serta menemani dalam safarnya. Saudaraku, dengan adanya teman perjalanan, maka itu akan sangat membantu. Karena teman yang baik pasti akan mengingatkan tatkala kita lalai, mengingatkan juga untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan tidak meninggalkan salat. Baca juga: Hukum Bertayamum untuk Salat ketika Safar Ketiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat Berpamitan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّه عليه وسلم إذا ودَّعَ رجلاً أخذَ بيدِهِ فلاَ يدعُها حتَّى يَكونَ الرَّجلُ هوَ يدعُ يدَ النَّبيِّ صلَّى اللَّه عليه وسلم ويقولُ استودِعُ اللَّهَ دينَكَ وأمانتَكَ وآخرَ عملِكَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengantarkan seseorang, beliau menyalaminya dan tidak melepaskannya hingga orang tersebut yang melepaskan tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengatakan, ‘Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan akhir dari amalanmu.’” (HR. Abu Dawud no. 2600 dan Tirmidzi no. 3442) Adapun musafir, maka mendoakan orang-orang yang ditinggalkannya dengan doa yang juga diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ودَّعني رسولُ اللهِ صلَّى الله عليْهِ وسلَّمَ فقالَ : أستودعُكَ اللَّهَ الَّذي لاَ تضيعُ ودائعُهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpamitan denganku (karena beliau akan melakukan perjalanan) seraya berkata, ‘Aku menitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-Nya.’” (HR. An-Nasa’i di dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10342, Ibnu Majah no. 2825 dan Ahmad no. 9230) Keempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan Jauh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, أَنَّ رجلًا قالَ : يا رسولَ اللَّهِ إنِّي أريدُ أن أسافِرَ فَأوصِني قالَ : عليكَ بتقوَى اللَّهِ والتَّكبيرِ على كُلِّ شَرَفٍ فلمَّا ولَّى الرَّجُلُ قالَ اللَّهُمَّ اطوِ لَه الأرض وَهوِّن عليهِ السَّفرَ “Seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku akan melakukan perjalanan, maka berilah nasihat kepadaku.’ Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bertakbir setiap kali berada di ketinggian.’ Tatkala laki-laki tersebut telah pergi. Nabi berdoa, ‘Ya Allah lipatlah bumi ini untuknya dan mudahkanlah perjalanannya.’” (HR. Tirmidzi no. 3445) Inilah sunah safar yang mungkin belum banyak diketahui oleh mayoritas kaum muslimin. Di mana apabila salah seorang di antara kita akan pergi merantau untuk menuntut ilmu, bekerja, atau hal-hal mubah lainnya, hendaklah dirinya meminta nasihat dari seseorang yang dikenal baik dan memiliki ilmu. Dengan begitu kita akan mendapatkan nasihat yang berguna dalam perjalanan kita serta mendapatkan doa kebaikan, keselamatan, dan kemudahan dalam perjalanan yang akan kita tempuh. Yang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Karena doa seorang musafir yang ikhlas serta memperhatikan adab-adabnya adalah salah satu doa mustajab. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ثلاثُ دعواتٍ مستجاباتٌ لا شَكَّ فيهِنَّ ؛ دَعوةُ المظلومِ ، ودعوةُ المسافرِ ، ودعوةُ الوالدِ على ولدِهِ “Ada tiga doa mustajabah yang tidak disangsikan lagi, yaitu doa orang teraniaya, doa orang dalam perjalanan, dan doa orang tua untuk anaknya.” (HR. Abu Dawud no. 1536, At-Tirmidżi no. 1905, dan Ibnu Majah no. 3862) Saat sedang dalam perjalanan safar, seorang muslim hendaknya memanfaatkan waktunya untuk bertobat kepada Allah Ta’ala, meminta ampunan kepada-Nya, dan memperbanyak doa lainnya. Manfaatkan juga untuk mendoakan keluarga kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita, dan pemimpin kita. Karena perjalanan safar merupakan salah satu kondisi di mana Allah Ta’ala mudah sekali mengabulkan doa-doa kaum muslimin. Sebenarnya masih banyak lagi sunah-sunah safar yang belum kita sebutkan pada artikel ini. Namun, setidaknya dengan mengerjakan lima sunah di atas, maka akan menjadikan safar kita penuh dengan kebaikan dan ganjaran pahala dari Allah Ta’ala Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Adab-Adab Safar *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: berkahsafar


Daftar Isi Toggle Pertama: Salat Istikharah Terlebih DahuluKedua: Mencari Teman PerjalananKetiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat BerpamitanKeempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan JauhYang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Sejak zaman dahulu kala, umat manusia akrab dengan bepergian dan melakukan perjalanan jauh. Hal ini karena adanya kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan, bekerja, menuntut ilmu, dan berbagai macam latar belakang lainnya. Dalam Islam, perkara bepergian memiliki kedudukan yang sangat penting dan dibahas secara serius dalam kajian fikih. Di dalam Al-Qur’an, Allah mendukung dan tidak mencela mereka yang bersafar untuk mencari penghasilan. Allah Ta’ala berfirman, فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ “Karena itu, bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Muzammil: 20) Ayat ini turun berkenaan dengan pelaksanaan salat malam. Allah mengetahui kewajiban mendirikan salat malam adalah hal yang berat untuk dilaksanakan dan Allah juga mengetahui akan ada berbagai hal yang menghalangi pelaksanannya, seperti sakit, bepergian, dan berjihad. Di ayat ini, saat kita tidak mampu untuk melaksanakan salat malam, maka setidaknya kita tidak lupa untuk membaca Al-Qur’an dari apa yang mudah bagi diri kita, tidak harus memaksakan diri untuk terus melaksanakan salat malam setiap harinya. Keringanan hukum ini merupakan rahmat dari Allah bagi hamba-hamba-Nya, dengan memperhatikan keadaan-keadaan mereka. Di dalam surah Al-Jumu’ah, setelah Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melaksanakan salat Jum’at, Allah Ta’ala juga memerintahkan mereka untuk mencari rezeki dengan bepergian di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ*  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumuah: 9-10) Melakukan safar di kehidupan kita di masa sekarang adalah sebuah kebutuhan. Berkat karunia Allah Ta’ala, sebuah perjalanan safar bagi seorang muslim merupakan ladang pahala dan kebaikan, terlebih lagi jika safarnya tersebut adalah safar dalam rangka ketaatan dan kebaikan (bekerja, menghidupi keluarga, mengunjungi orang tua, dan lain-lain). Begitu sempurnanya agama ini, hingga Allah Ta’ala dan Rasul-Nya pun telah memberikan aturan-aturan mengenai safar. Apabila seorang muslim berpatokan dengannya dan mengikutinya, maka insyaAllah akan banyak sekali kebaikan dan pahala yang didapatkan. Berikut ini kami paparkan secara ringkas beberapa hal yang dapat kita lakukan sebelum dan saat safar, agar safar kita semakin berkah dan berpahala. Pertama: Salat Istikharah Terlebih Dahulu Yaitu, salat sunah dua rakaat kemudian berdoa dengan doa Istikharah. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kami salat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah melakukan salat sunah (Istikharah) dua rakaat kemudian membaca doa: “اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ، اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِي وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ . قالَ: ((وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ)) ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Mahaagung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui hal yang gaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebutkan persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku. (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), sukseskanlah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku, (atau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘… di dunia atau akhirat’), maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku dari padanya, takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridaan-Mu kepadaku.’ Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kemudian beliau akan mengutarakan dan menyebutkan kebutuhannya.” (HR. Bukhari no. 1162) Kedua: Mencari Teman Perjalanan Inilah salah satu sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana beliau bersabda, لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ ما في الوَحْدَةِ ما أعْلَمُ، ما سارَ راكِبٌ بلَيْلٍ وحْدَهُ. “Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam bepergian sendirian seperti apa yang aku ketahui, tentu seorang penunggang kendaraan tidak akan bepergian di malam hari sendirian.” (HR. Bukhari no. 2998) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita untuk tidak keluar sendirian melakukan perjalanan safar terutama di malam hari, karena safar sendirian berpeluang besar mendapatkan gangguan dan bisikan waswas dari setan, serta membahayakan diri sendiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mencari teman saat melakukan perjalanan jauh. Lihatlah bagaimana beliau menjadikan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai teman perjalanannya tatkala berhijrah ke kota Madinah. Di hadis-hadis lainnya, bahkan disebutkan bahwa beliau mengajak secara bergantian istri-istri beliau untuk ikut serta menemani dalam safarnya. Saudaraku, dengan adanya teman perjalanan, maka itu akan sangat membantu. Karena teman yang baik pasti akan mengingatkan tatkala kita lalai, mengingatkan juga untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan tidak meninggalkan salat. Baca juga: Hukum Bertayamum untuk Salat ketika Safar Ketiga: Saling Mendoakan antara Yang Pergi dengan Yang Ditinggalkan saat Berpamitan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّه عليه وسلم إذا ودَّعَ رجلاً أخذَ بيدِهِ فلاَ يدعُها حتَّى يَكونَ الرَّجلُ هوَ يدعُ يدَ النَّبيِّ صلَّى اللَّه عليه وسلم ويقولُ استودِعُ اللَّهَ دينَكَ وأمانتَكَ وآخرَ عملِكَ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengantarkan seseorang, beliau menyalaminya dan tidak melepaskannya hingga orang tersebut yang melepaskan tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengatakan, ‘Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan akhir dari amalanmu.’” (HR. Abu Dawud no. 2600 dan Tirmidzi no. 3442) Adapun musafir, maka mendoakan orang-orang yang ditinggalkannya dengan doa yang juga diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ودَّعني رسولُ اللهِ صلَّى الله عليْهِ وسلَّمَ فقالَ : أستودعُكَ اللَّهَ الَّذي لاَ تضيعُ ودائعُهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpamitan denganku (karena beliau akan melakukan perjalanan) seraya berkata, ‘Aku menitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-Nya.’” (HR. An-Nasa’i di dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10342, Ibnu Majah no. 2825 dan Ahmad no. 9230) Keempat: Meminta Nasihat dari Orang Saleh sebelum Melakukan Perjalanan Jauh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, أَنَّ رجلًا قالَ : يا رسولَ اللَّهِ إنِّي أريدُ أن أسافِرَ فَأوصِني قالَ : عليكَ بتقوَى اللَّهِ والتَّكبيرِ على كُلِّ شَرَفٍ فلمَّا ولَّى الرَّجُلُ قالَ اللَّهُمَّ اطوِ لَه الأرض وَهوِّن عليهِ السَّفرَ “Seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku akan melakukan perjalanan, maka berilah nasihat kepadaku.’ Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bertakbir setiap kali berada di ketinggian.’ Tatkala laki-laki tersebut telah pergi. Nabi berdoa, ‘Ya Allah lipatlah bumi ini untuknya dan mudahkanlah perjalanannya.’” (HR. Tirmidzi no. 3445) Inilah sunah safar yang mungkin belum banyak diketahui oleh mayoritas kaum muslimin. Di mana apabila salah seorang di antara kita akan pergi merantau untuk menuntut ilmu, bekerja, atau hal-hal mubah lainnya, hendaklah dirinya meminta nasihat dari seseorang yang dikenal baik dan memiliki ilmu. Dengan begitu kita akan mendapatkan nasihat yang berguna dalam perjalanan kita serta mendapatkan doa kebaikan, keselamatan, dan kemudahan dalam perjalanan yang akan kita tempuh. Yang Kelima dan Terakhir Wahai Saudaraku, adalah Memperbanyak Doa dan Istigfar dalam Perjalanan Karena doa seorang musafir yang ikhlas serta memperhatikan adab-adabnya adalah salah satu doa mustajab. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ثلاثُ دعواتٍ مستجاباتٌ لا شَكَّ فيهِنَّ ؛ دَعوةُ المظلومِ ، ودعوةُ المسافرِ ، ودعوةُ الوالدِ على ولدِهِ “Ada tiga doa mustajabah yang tidak disangsikan lagi, yaitu doa orang teraniaya, doa orang dalam perjalanan, dan doa orang tua untuk anaknya.” (HR. Abu Dawud no. 1536, At-Tirmidżi no. 1905, dan Ibnu Majah no. 3862) Saat sedang dalam perjalanan safar, seorang muslim hendaknya memanfaatkan waktunya untuk bertobat kepada Allah Ta’ala, meminta ampunan kepada-Nya, dan memperbanyak doa lainnya. Manfaatkan juga untuk mendoakan keluarga kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita, dan pemimpin kita. Karena perjalanan safar merupakan salah satu kondisi di mana Allah Ta’ala mudah sekali mengabulkan doa-doa kaum muslimin. Sebenarnya masih banyak lagi sunah-sunah safar yang belum kita sebutkan pada artikel ini. Namun, setidaknya dengan mengerjakan lima sunah di atas, maka akan menjadikan safar kita penuh dengan kebaikan dan ganjaran pahala dari Allah Ta’ala Wallahu A’lam bisshawab. Baca juga: Adab-Adab Safar *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id Tags: berkahsafar

Sebab-Sebab Rezeki yang Ada di Dalam Al-Qur’an

Daftar Isi Toggle TakwaTawakalSalatIstigfarInfak Kunci-kunci rezeki memiliki dua sebab, yaitu sebab kauni dan sebab syar’i. Sebab kauni, yaitu sebab-sebab yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, misal kunci rezeki pada sebab ini seperti berdagang, berkebun, dan bekerja. Adapun sebab syar’i, yaitu sebab yang ditentukan oleh syariat, mengapa sesuatu itu terjadi, meskipun itu bukan sebab yang kauni. Berikut sebab syar’i dari sebab-sebab rezeki yang ada di dalam Al-Qur’an: Takwa Allah Ta’ala berfirman, وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” [1] Tawakal Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” [2] Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا “Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” [3] Salat Allah Ta’ala berfirman, وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” [4] Istigfar Allah Ta’ala berfirman, فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), ‘Beristigfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.’” [5] Infak Allah Ta’ala berfirman, وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang terbaik.” [6] Terdapat dalam hadis Qudsi, Allah Ta’ala berfirman, أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ، أُنْفِقْ عَلَيْكَ “Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku akan berinfak kepada kalian.” [7] Ibnu Asyur rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan Allah untuk menolong agama.” [8] Semoga bermanfaat. Baca juga: Sebab Keselamatan dari Fitnah Syahwat *** Penulis: Junaidi, S.H., M.H. Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Thalaq: 2-3. [2] QS. Thalaq: 3. [3] HR. Ahmad. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 310. [4] QS. Thaha: 132. [5] QS. Nuh: 10-12. [6] QS. Saba’: 39. [7] HR. Bukhari no. 7411 dan Muslim no. 1658. [8] Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22: 221. Tags: rezeki

Sebab-Sebab Rezeki yang Ada di Dalam Al-Qur’an

Daftar Isi Toggle TakwaTawakalSalatIstigfarInfak Kunci-kunci rezeki memiliki dua sebab, yaitu sebab kauni dan sebab syar’i. Sebab kauni, yaitu sebab-sebab yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, misal kunci rezeki pada sebab ini seperti berdagang, berkebun, dan bekerja. Adapun sebab syar’i, yaitu sebab yang ditentukan oleh syariat, mengapa sesuatu itu terjadi, meskipun itu bukan sebab yang kauni. Berikut sebab syar’i dari sebab-sebab rezeki yang ada di dalam Al-Qur’an: Takwa Allah Ta’ala berfirman, وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” [1] Tawakal Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” [2] Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا “Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” [3] Salat Allah Ta’ala berfirman, وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” [4] Istigfar Allah Ta’ala berfirman, فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), ‘Beristigfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.’” [5] Infak Allah Ta’ala berfirman, وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang terbaik.” [6] Terdapat dalam hadis Qudsi, Allah Ta’ala berfirman, أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ، أُنْفِقْ عَلَيْكَ “Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku akan berinfak kepada kalian.” [7] Ibnu Asyur rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan Allah untuk menolong agama.” [8] Semoga bermanfaat. Baca juga: Sebab Keselamatan dari Fitnah Syahwat *** Penulis: Junaidi, S.H., M.H. Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Thalaq: 2-3. [2] QS. Thalaq: 3. [3] HR. Ahmad. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 310. [4] QS. Thaha: 132. [5] QS. Nuh: 10-12. [6] QS. Saba’: 39. [7] HR. Bukhari no. 7411 dan Muslim no. 1658. [8] Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22: 221. Tags: rezeki
Daftar Isi Toggle TakwaTawakalSalatIstigfarInfak Kunci-kunci rezeki memiliki dua sebab, yaitu sebab kauni dan sebab syar’i. Sebab kauni, yaitu sebab-sebab yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, misal kunci rezeki pada sebab ini seperti berdagang, berkebun, dan bekerja. Adapun sebab syar’i, yaitu sebab yang ditentukan oleh syariat, mengapa sesuatu itu terjadi, meskipun itu bukan sebab yang kauni. Berikut sebab syar’i dari sebab-sebab rezeki yang ada di dalam Al-Qur’an: Takwa Allah Ta’ala berfirman, وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” [1] Tawakal Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” [2] Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا “Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” [3] Salat Allah Ta’ala berfirman, وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” [4] Istigfar Allah Ta’ala berfirman, فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), ‘Beristigfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.’” [5] Infak Allah Ta’ala berfirman, وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang terbaik.” [6] Terdapat dalam hadis Qudsi, Allah Ta’ala berfirman, أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ، أُنْفِقْ عَلَيْكَ “Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku akan berinfak kepada kalian.” [7] Ibnu Asyur rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan Allah untuk menolong agama.” [8] Semoga bermanfaat. Baca juga: Sebab Keselamatan dari Fitnah Syahwat *** Penulis: Junaidi, S.H., M.H. Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Thalaq: 2-3. [2] QS. Thalaq: 3. [3] HR. Ahmad. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 310. [4] QS. Thaha: 132. [5] QS. Nuh: 10-12. [6] QS. Saba’: 39. [7] HR. Bukhari no. 7411 dan Muslim no. 1658. [8] Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22: 221. Tags: rezeki


Daftar Isi Toggle TakwaTawakalSalatIstigfarInfak Kunci-kunci rezeki memiliki dua sebab, yaitu sebab kauni dan sebab syar’i. Sebab kauni, yaitu sebab-sebab yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, misal kunci rezeki pada sebab ini seperti berdagang, berkebun, dan bekerja. Adapun sebab syar’i, yaitu sebab yang ditentukan oleh syariat, mengapa sesuatu itu terjadi, meskipun itu bukan sebab yang kauni. Berikut sebab syar’i dari sebab-sebab rezeki yang ada di dalam Al-Qur’an: Takwa Allah Ta’ala berfirman, وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” [1] Tawakal Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” [2] Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا “Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” [3] Salat Allah Ta’ala berfirman, وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” [4] Istigfar Allah Ta’ala berfirman, فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), ‘Beristigfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.’” [5] Infak Allah Ta’ala berfirman, وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang terbaik.” [6] Terdapat dalam hadis Qudsi, Allah Ta’ala berfirman, أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ، أُنْفِقْ عَلَيْكَ “Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku akan berinfak kepada kalian.” [7] Ibnu Asyur rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan Allah untuk menolong agama.” [8] Semoga bermanfaat. Baca juga: Sebab Keselamatan dari Fitnah Syahwat *** Penulis: Junaidi, S.H., M.H. Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Thalaq: 2-3. [2] QS. Thalaq: 3. [3] HR. Ahmad. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 310. [4] QS. Thaha: 132. [5] QS. Nuh: 10-12. [6] QS. Saba’: 39. [7] HR. Bukhari no. 7411 dan Muslim no. 1658. [8] Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22: 221. Tags: rezeki

Derajat Hadis Daging Sapi Adalah Penyakit

Riwayat Pertama Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (no.79, 25/42), حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا زُهَيْرٌ، حَدَّثَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِي, عَنْ مُلَيْكَةَ بِنْتِ عَمْرٍو الزَّيْدِيَّةِ، مِنْ وَلَدِ زَيْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ قَالَتْ: ” اشْتَكَيْتُ وَجَعًا فِي حَلْقِي، فَأَتَيْتُهَا فَوَضَعَتْ لِي سَمْنَ بَقَرَةٍ، قَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ» Ali bin Abdil Aziz telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin Yunus telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, seorang wanita dari istriku telah menyampaikan kepada kami, dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah yaitu salah seorang anak dari Zaidullah bin Sa’ad. Istrinya Zuhair berkata: “Aku mengeluhkan rasa sakit di tenggorokanku. Kemudian aku mendatangi Mulaikah dan ia memberiku lemak sapi. Ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”. Diriwayatkan dalam Musnad Ibnu Ja’d (no.2683, hal 393), dengan sanad yang sama, namun terdapat faedah tambahan di dalamnya, حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أَنَا زُهَيْرٌ، عَنِ امْرَأَتِهِ، وَذَكَرَ أَنَّهَا صَدُوقَةٌ أَنَّهَا سَمِعَتْ مُلَيْكَةَ بِنْتَ عَمْرٍو، وَذَكَرَ، أَنَّهَا رَدَّتِ الْغَنَمَ عَلَى أَهْلِهَا فِي إِمْرَةِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهَا وَصَفَتْ لَهَا مِنْ وَجَعٍ بِهَا سَمْنُ بَقَرٍ وَقَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ» Ali telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, dari istrinya dan Zuhair menyebutkan bahwa istrinya adalah wanita yang shaduq, bahwa ia mendengar dari Mulaikah binti ‘Amr, bahwa Mulaikah ia pernah mengembalikan kambing dari istrinya Umar bin Khattab radhiyallahu’anha. Dan beliau menyifati lemak sapi sebagai penyakit. Kemudian Mulaikah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”.  Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil (no.450, hal. 316), dengan sanad yang sama dari Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi, dengan lafadz: أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Demikian juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.768, 2/692) dengan sanad yang sama dari Zuhair. Rincian para perawi dari riwayat-riwayat di atas adalah sebagai berikut: Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah diperselisihkan apakah ia shahabiyah atau bukan.  Istri Zuhair mubham, tidak disebutkan namanya. Namun Zuhair menyebutkan bahwa istrinya shaduq. Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi disepakati tsiqah-nya. Ahmad bin Yunus At-Tamimi disepakati tsiqah-nya. Ali bin Abdil Aziz, dikatakan oleh Ad-Daruquthni: “tsiqah terpercaya”. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan: “ia shaduq”. Riwayat ini hasan andaikan Mulaikah adalah shahabiyah. Derajatnya tidak sampai shahih, karena istrinya Zuhair mubham namun shaduq. Riwayat Kedua Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8436, 9/41), حدثني أبو بكر محمد بن أحمد بن بالَوَيهِ، حَدَّثَنَا معاذ بن المثنَّى العَنبريُّ، حَدَّثَنَا سَيف بن مِسْكين، حَدَّثَنَا عبد الرحمن بن عبد الله المسعودي، عن الحسن بن سعد، عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه عن النَّبِيّ ﷺ قال: “عليكم بألْبانِ البقر وسُمْنانِها، وإياكم ولحومَها، فإِنَّ ألبانَها وسُمْنانَها دواءٌ وشفاءٌ، ولحومَها داءٌ”  Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih telah menyampaikan kepada kami, Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari telah menyampaikan kepada kami, Saif bin Miskin telah menyampaikan kepada kami, Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdillah bin Mas’ud, dari ayahnya (yaitu Abdullah bin Mas’ud) radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: “Minumlah susu sapi dan makanlah lemak sapi. Namun jauhi dagingnya. Karena susu dan lemaknya adalah obat dan penyembuh. Sedangkan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Ma’in. Namun sama’-nya dari Abdullah bin Mas’ud dalam riwayat di atas diperselisihkan ulama. Ali bin Al-Madini mengatakan: “Abdurrahman bertemu dengan ayahnya, dan mendengar hadis dari ayahnya hanya dua hadis. Yaitu hadis dhab dan hadis menunda shalat”. Al-Hasan bin Sa’ad Al-Hasyimi Al-Kufi, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Adz-Dzahabi berkata: “ia sedikit hadisnya”. Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi, disepakati sebagai perawi yang mukhtalith (bercampur hafalannya). Imam Ahmad mengatakan: “Siapa yang mendengar hadis darinya di awal perkaranya, maka itu baik untuk diambil. Namun ia mulai ikhtilath (bercampur hafalannya) di Baghdad. Siapa yang mendengar hadis dari di Bashrah atau di Kufah, maka sama’-nya baik”. Saif bin Miskin Al-Bashri, ia perawi yang tertuduh suka membolak-balik sanad hadis dan memalsukan hadis, sebagaimana keterangan dari Adz-Dzahabi dan Ibnu Hibban. Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi dan Al-Khathib. Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih, disepakati sebagai perawi yang shaduq. Juga diriwayatkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8232, 4/448) dengan sanad yang sama. Riwayat ini dha’if jiddan, karena Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud tidak mendengar hadis ini dari ayahnya, sehingga riwayat ini munqathi’. Demikian juga karena terdapat Al-Mas’udi dan Saif bin Miskin.  Riwayat kedua ini juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.858, 2/738), dengan sanad yang sedikit berbeda, حَدَّثَنا ابن زهير قال: حَدَّثَنا عُمَر بن الخطاب قال:، حَدَّثَنا سيف الجرمي قال، حَدَّثَنا المسعودي، عَن الحسن بن سعد، عَن عَبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عَن عَبد الله بن مسعود، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها دواء وأسمانها فإنها شفاء وإياكم ولحومها فإن لحومها داء. Ibnu Zuhair telah menyampaikan kepada kami, Umar bin Khathab (as-Sijistani) telah menyampaikan kepada kami, Saif Al-Jurmi telah menyampaikan kepada kami, Al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena ia adalah obat. Dan makanlah lemak sapi, karena ia adalah penyembuh. Namun jauhi daging sapi, karena dagingnya adalah penyakit”. Perawi dalam riwayat ini yang berbeda dari riwayat sebelumnya adalah sebagai berikut: Saif bin Abdillah Al-Jurmi, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Al-Bazzar dan Ibnu Hibban, namun di-dhaif-kan oleh Maslamah bin Qasim. Umar bin Khathab As-Sijistani, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban. Riwayat ini juga dha’if jiddan karena masih berporos pada Al-Mas’udi dan juga periwayatan Abdurraman bin Abdullah bin Mas’ud dari Abdullah bin Mas’ud .  Riwayat Ketiga Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Ath-Thibbun Nabawi (no.325, 1/383),   حَدَّثَنا محمد بن جرير، حَدَّثَنا أحمد بن الحسن الترمذي، عَن موسى بن محمد النسائي، حَدَّثَنا دفاع بن دغفل السدوسي، عَن عَبد الحميد بن صيفي بن صهيب، عَن أبيه، عَن جَدِّه صهيب الخير، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء ولحومها داء Muhammad bin Jarir telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi telah menyampaikan kepada kami, dari Musa bin Muhammad an-Nasa’i, Difa’ bin Daghfal as-Sadusi telah menyampaikan kepada kami, dari Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, dari ayahnya (Shaifi), dari kakeknya yaitu Shuhaib al-Khair, ia berkata: bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Shuhaib al-Khair maksudnya Shuhaib bin Sinan ar-Rumi radhiallahu’anhu, sahabat Nabi yang mulia. Shaifi bin Shuhaib, dikatakan oleh Ibnu Hajar: “maqbul”, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi. Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, Ibnu Hajar mengatakan: “layyinul hadits”. Al-‘Uqaili juga mengatakan: “Ia tidak bisa menjadi mutaba’ah”. Sehingga ia perawi yang lemah. Difa’ bin Daghfal as-Sadusi, disepakati sebagai perawi yang dha’if. Musa bin Muhammad an-Nasa’i, ia majhul ‘ain. Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi, Ibnu Hajar, dan Adz-Dzahabi sepakat bahwa ia tsiqah hafizh. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, beliau masyhur sebagai perawi yang tsiqah hafizh. Riwayat ini dh’aif jiddan, karena terdapat Abdul Humaid bin Shaifi dan Difa’ bin Daghfal. Selain itu, Abu Nu’aim keliru dalam menyebutkan Musa bin Muhammad an-Nasa’i di dalam sanadnya. Yang benar adalah Muhammad bin Musa bin Bazi’ Al-Hariri (محمد بن موسي بن بزيع الحَرِيريُّ), sebagaimana dikoreksi oleh Abu Nu’aim sendiri dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.766, 2/691), namun dengan lafadz: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء   “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat”. Tanpa ada tambahan “daging sapi adalah penyakit”. Inilah riwayat yang benar. Sehingga riwayat ini tidak bisa menjadi syahid. Inti Permasalahan Dapat dilihat bahwa masalah utama untuk menentukan kesahihan hadis ini adalah pada status shuhbah dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Jika beliau adalah shahabiyah, maka hadisnya hasan. Namun jika beliau bukan shahabiyah, maka riwayat yang pertama mursal dan tidak bisa dikuatkan dengan riwayat kedua atau ketiga. Sehingga hadisnya dha’if. Adz-Dzahabi, Al-Mizzi, dan Syaikh Al-Albani menguatkan bahwa Mulaikah termasuk shahabiyah. Sedangkan Abu Daud As-Sijistani, As-Sakhawi, dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menafikan shuhbah dari Mulaikah, dan mengatakan bahwa beliau seorang tabi’iyah. Wallahu a’lam, dalam riwayat pertama, istri Zuhair bin Mu’awiyah meriwayatkan dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Sedangkan Zuhair bin Mu’awiyah adalah perawi hadis thabaqat yang ketujuh. Istri Zuhair tentunya sezaman dengan Zuhair. Dan Zuhair sendiri lahir pada tahun 100H. Sehingga tidak mungkin istrinya bisa bertemu dengan seorang shahabiyah. Sehingga yang rajih, Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah bukanlah shahabiyah namun tabi’iyah.  Hadis ini juga dikritik dari segi maknanya. Karena daging sapi dihalalkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban sapi. Dari Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata: أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ نحرَ عن آلِ محمَّدٍ في حجَّةِ الوداعِ بقرةً واحدةً “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban seekor sapi betina atas nama keluarganya ketika haji wada’” (HR. Abu Daud no.1750, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Oleh karena itu Az-Zarkasyi mengatakan: بل هو منقطع وفي صحته نظر فإن في الصحيح أن النبي ضحى عن نسائه بالبقر وهو لا يتقرب الداء “Hadis (Abdullah bin Mas’ud) ini munqathi’. Dan maknanya pun tidak shahih. Karena terdapat dalam hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban atas nama istri-istri beliau dengan seekor sapi. (Jika daging sapi adalah penyakit) beliau tidak mungkin mendekatkan diri kepada Allah dengan penyakit” (Al-Laa’i Al-Mantsur, hal.148). Sehingga hadis ini adalah hadis yang dha’if karena sanadnya mursal dan maknanya mungkar. Sebagaimana didhaifkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil, Al-‘Ajluni dalam Kasyful Khafa’ (2/182), As-Sakhawi dalam Al-Ajwibah Al-Mardhiyah (1/23), Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (4/298), Ibnu Muflih dalam Al-Adabus Syari’ah (2/372), Az-Zarkasyi dalam Al-Laa’i Al Mantsur (148), dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Al-Marasil Abu Daud (450). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 830 times, 2 visit(s) today Post Views: 913 QRIS donasi Yufid

Derajat Hadis Daging Sapi Adalah Penyakit

Riwayat Pertama Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (no.79, 25/42), حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا زُهَيْرٌ، حَدَّثَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِي, عَنْ مُلَيْكَةَ بِنْتِ عَمْرٍو الزَّيْدِيَّةِ، مِنْ وَلَدِ زَيْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ قَالَتْ: ” اشْتَكَيْتُ وَجَعًا فِي حَلْقِي، فَأَتَيْتُهَا فَوَضَعَتْ لِي سَمْنَ بَقَرَةٍ، قَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ» Ali bin Abdil Aziz telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin Yunus telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, seorang wanita dari istriku telah menyampaikan kepada kami, dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah yaitu salah seorang anak dari Zaidullah bin Sa’ad. Istrinya Zuhair berkata: “Aku mengeluhkan rasa sakit di tenggorokanku. Kemudian aku mendatangi Mulaikah dan ia memberiku lemak sapi. Ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”. Diriwayatkan dalam Musnad Ibnu Ja’d (no.2683, hal 393), dengan sanad yang sama, namun terdapat faedah tambahan di dalamnya, حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أَنَا زُهَيْرٌ، عَنِ امْرَأَتِهِ، وَذَكَرَ أَنَّهَا صَدُوقَةٌ أَنَّهَا سَمِعَتْ مُلَيْكَةَ بِنْتَ عَمْرٍو، وَذَكَرَ، أَنَّهَا رَدَّتِ الْغَنَمَ عَلَى أَهْلِهَا فِي إِمْرَةِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهَا وَصَفَتْ لَهَا مِنْ وَجَعٍ بِهَا سَمْنُ بَقَرٍ وَقَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ» Ali telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, dari istrinya dan Zuhair menyebutkan bahwa istrinya adalah wanita yang shaduq, bahwa ia mendengar dari Mulaikah binti ‘Amr, bahwa Mulaikah ia pernah mengembalikan kambing dari istrinya Umar bin Khattab radhiyallahu’anha. Dan beliau menyifati lemak sapi sebagai penyakit. Kemudian Mulaikah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”.  Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil (no.450, hal. 316), dengan sanad yang sama dari Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi, dengan lafadz: أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Demikian juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.768, 2/692) dengan sanad yang sama dari Zuhair. Rincian para perawi dari riwayat-riwayat di atas adalah sebagai berikut: Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah diperselisihkan apakah ia shahabiyah atau bukan.  Istri Zuhair mubham, tidak disebutkan namanya. Namun Zuhair menyebutkan bahwa istrinya shaduq. Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi disepakati tsiqah-nya. Ahmad bin Yunus At-Tamimi disepakati tsiqah-nya. Ali bin Abdil Aziz, dikatakan oleh Ad-Daruquthni: “tsiqah terpercaya”. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan: “ia shaduq”. Riwayat ini hasan andaikan Mulaikah adalah shahabiyah. Derajatnya tidak sampai shahih, karena istrinya Zuhair mubham namun shaduq. Riwayat Kedua Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8436, 9/41), حدثني أبو بكر محمد بن أحمد بن بالَوَيهِ، حَدَّثَنَا معاذ بن المثنَّى العَنبريُّ، حَدَّثَنَا سَيف بن مِسْكين، حَدَّثَنَا عبد الرحمن بن عبد الله المسعودي، عن الحسن بن سعد، عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه عن النَّبِيّ ﷺ قال: “عليكم بألْبانِ البقر وسُمْنانِها، وإياكم ولحومَها، فإِنَّ ألبانَها وسُمْنانَها دواءٌ وشفاءٌ، ولحومَها داءٌ”  Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih telah menyampaikan kepada kami, Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari telah menyampaikan kepada kami, Saif bin Miskin telah menyampaikan kepada kami, Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdillah bin Mas’ud, dari ayahnya (yaitu Abdullah bin Mas’ud) radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: “Minumlah susu sapi dan makanlah lemak sapi. Namun jauhi dagingnya. Karena susu dan lemaknya adalah obat dan penyembuh. Sedangkan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Ma’in. Namun sama’-nya dari Abdullah bin Mas’ud dalam riwayat di atas diperselisihkan ulama. Ali bin Al-Madini mengatakan: “Abdurrahman bertemu dengan ayahnya, dan mendengar hadis dari ayahnya hanya dua hadis. Yaitu hadis dhab dan hadis menunda shalat”. Al-Hasan bin Sa’ad Al-Hasyimi Al-Kufi, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Adz-Dzahabi berkata: “ia sedikit hadisnya”. Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi, disepakati sebagai perawi yang mukhtalith (bercampur hafalannya). Imam Ahmad mengatakan: “Siapa yang mendengar hadis darinya di awal perkaranya, maka itu baik untuk diambil. Namun ia mulai ikhtilath (bercampur hafalannya) di Baghdad. Siapa yang mendengar hadis dari di Bashrah atau di Kufah, maka sama’-nya baik”. Saif bin Miskin Al-Bashri, ia perawi yang tertuduh suka membolak-balik sanad hadis dan memalsukan hadis, sebagaimana keterangan dari Adz-Dzahabi dan Ibnu Hibban. Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi dan Al-Khathib. Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih, disepakati sebagai perawi yang shaduq. Juga diriwayatkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8232, 4/448) dengan sanad yang sama. Riwayat ini dha’if jiddan, karena Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud tidak mendengar hadis ini dari ayahnya, sehingga riwayat ini munqathi’. Demikian juga karena terdapat Al-Mas’udi dan Saif bin Miskin.  Riwayat kedua ini juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.858, 2/738), dengan sanad yang sedikit berbeda, حَدَّثَنا ابن زهير قال: حَدَّثَنا عُمَر بن الخطاب قال:، حَدَّثَنا سيف الجرمي قال، حَدَّثَنا المسعودي، عَن الحسن بن سعد، عَن عَبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عَن عَبد الله بن مسعود، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها دواء وأسمانها فإنها شفاء وإياكم ولحومها فإن لحومها داء. Ibnu Zuhair telah menyampaikan kepada kami, Umar bin Khathab (as-Sijistani) telah menyampaikan kepada kami, Saif Al-Jurmi telah menyampaikan kepada kami, Al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena ia adalah obat. Dan makanlah lemak sapi, karena ia adalah penyembuh. Namun jauhi daging sapi, karena dagingnya adalah penyakit”. Perawi dalam riwayat ini yang berbeda dari riwayat sebelumnya adalah sebagai berikut: Saif bin Abdillah Al-Jurmi, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Al-Bazzar dan Ibnu Hibban, namun di-dhaif-kan oleh Maslamah bin Qasim. Umar bin Khathab As-Sijistani, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban. Riwayat ini juga dha’if jiddan karena masih berporos pada Al-Mas’udi dan juga periwayatan Abdurraman bin Abdullah bin Mas’ud dari Abdullah bin Mas’ud .  Riwayat Ketiga Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Ath-Thibbun Nabawi (no.325, 1/383),   حَدَّثَنا محمد بن جرير، حَدَّثَنا أحمد بن الحسن الترمذي، عَن موسى بن محمد النسائي، حَدَّثَنا دفاع بن دغفل السدوسي، عَن عَبد الحميد بن صيفي بن صهيب، عَن أبيه، عَن جَدِّه صهيب الخير، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء ولحومها داء Muhammad bin Jarir telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi telah menyampaikan kepada kami, dari Musa bin Muhammad an-Nasa’i, Difa’ bin Daghfal as-Sadusi telah menyampaikan kepada kami, dari Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, dari ayahnya (Shaifi), dari kakeknya yaitu Shuhaib al-Khair, ia berkata: bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Shuhaib al-Khair maksudnya Shuhaib bin Sinan ar-Rumi radhiallahu’anhu, sahabat Nabi yang mulia. Shaifi bin Shuhaib, dikatakan oleh Ibnu Hajar: “maqbul”, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi. Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, Ibnu Hajar mengatakan: “layyinul hadits”. Al-‘Uqaili juga mengatakan: “Ia tidak bisa menjadi mutaba’ah”. Sehingga ia perawi yang lemah. Difa’ bin Daghfal as-Sadusi, disepakati sebagai perawi yang dha’if. Musa bin Muhammad an-Nasa’i, ia majhul ‘ain. Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi, Ibnu Hajar, dan Adz-Dzahabi sepakat bahwa ia tsiqah hafizh. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, beliau masyhur sebagai perawi yang tsiqah hafizh. Riwayat ini dh’aif jiddan, karena terdapat Abdul Humaid bin Shaifi dan Difa’ bin Daghfal. Selain itu, Abu Nu’aim keliru dalam menyebutkan Musa bin Muhammad an-Nasa’i di dalam sanadnya. Yang benar adalah Muhammad bin Musa bin Bazi’ Al-Hariri (محمد بن موسي بن بزيع الحَرِيريُّ), sebagaimana dikoreksi oleh Abu Nu’aim sendiri dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.766, 2/691), namun dengan lafadz: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء   “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat”. Tanpa ada tambahan “daging sapi adalah penyakit”. Inilah riwayat yang benar. Sehingga riwayat ini tidak bisa menjadi syahid. Inti Permasalahan Dapat dilihat bahwa masalah utama untuk menentukan kesahihan hadis ini adalah pada status shuhbah dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Jika beliau adalah shahabiyah, maka hadisnya hasan. Namun jika beliau bukan shahabiyah, maka riwayat yang pertama mursal dan tidak bisa dikuatkan dengan riwayat kedua atau ketiga. Sehingga hadisnya dha’if. Adz-Dzahabi, Al-Mizzi, dan Syaikh Al-Albani menguatkan bahwa Mulaikah termasuk shahabiyah. Sedangkan Abu Daud As-Sijistani, As-Sakhawi, dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menafikan shuhbah dari Mulaikah, dan mengatakan bahwa beliau seorang tabi’iyah. Wallahu a’lam, dalam riwayat pertama, istri Zuhair bin Mu’awiyah meriwayatkan dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Sedangkan Zuhair bin Mu’awiyah adalah perawi hadis thabaqat yang ketujuh. Istri Zuhair tentunya sezaman dengan Zuhair. Dan Zuhair sendiri lahir pada tahun 100H. Sehingga tidak mungkin istrinya bisa bertemu dengan seorang shahabiyah. Sehingga yang rajih, Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah bukanlah shahabiyah namun tabi’iyah.  Hadis ini juga dikritik dari segi maknanya. Karena daging sapi dihalalkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban sapi. Dari Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata: أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ نحرَ عن آلِ محمَّدٍ في حجَّةِ الوداعِ بقرةً واحدةً “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban seekor sapi betina atas nama keluarganya ketika haji wada’” (HR. Abu Daud no.1750, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Oleh karena itu Az-Zarkasyi mengatakan: بل هو منقطع وفي صحته نظر فإن في الصحيح أن النبي ضحى عن نسائه بالبقر وهو لا يتقرب الداء “Hadis (Abdullah bin Mas’ud) ini munqathi’. Dan maknanya pun tidak shahih. Karena terdapat dalam hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban atas nama istri-istri beliau dengan seekor sapi. (Jika daging sapi adalah penyakit) beliau tidak mungkin mendekatkan diri kepada Allah dengan penyakit” (Al-Laa’i Al-Mantsur, hal.148). Sehingga hadis ini adalah hadis yang dha’if karena sanadnya mursal dan maknanya mungkar. Sebagaimana didhaifkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil, Al-‘Ajluni dalam Kasyful Khafa’ (2/182), As-Sakhawi dalam Al-Ajwibah Al-Mardhiyah (1/23), Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (4/298), Ibnu Muflih dalam Al-Adabus Syari’ah (2/372), Az-Zarkasyi dalam Al-Laa’i Al Mantsur (148), dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Al-Marasil Abu Daud (450). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 830 times, 2 visit(s) today Post Views: 913 QRIS donasi Yufid
Riwayat Pertama Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (no.79, 25/42), حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا زُهَيْرٌ، حَدَّثَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِي, عَنْ مُلَيْكَةَ بِنْتِ عَمْرٍو الزَّيْدِيَّةِ، مِنْ وَلَدِ زَيْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ قَالَتْ: ” اشْتَكَيْتُ وَجَعًا فِي حَلْقِي، فَأَتَيْتُهَا فَوَضَعَتْ لِي سَمْنَ بَقَرَةٍ، قَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ» Ali bin Abdil Aziz telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin Yunus telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, seorang wanita dari istriku telah menyampaikan kepada kami, dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah yaitu salah seorang anak dari Zaidullah bin Sa’ad. Istrinya Zuhair berkata: “Aku mengeluhkan rasa sakit di tenggorokanku. Kemudian aku mendatangi Mulaikah dan ia memberiku lemak sapi. Ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”. Diriwayatkan dalam Musnad Ibnu Ja’d (no.2683, hal 393), dengan sanad yang sama, namun terdapat faedah tambahan di dalamnya, حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أَنَا زُهَيْرٌ، عَنِ امْرَأَتِهِ، وَذَكَرَ أَنَّهَا صَدُوقَةٌ أَنَّهَا سَمِعَتْ مُلَيْكَةَ بِنْتَ عَمْرٍو، وَذَكَرَ، أَنَّهَا رَدَّتِ الْغَنَمَ عَلَى أَهْلِهَا فِي إِمْرَةِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهَا وَصَفَتْ لَهَا مِنْ وَجَعٍ بِهَا سَمْنُ بَقَرٍ وَقَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ» Ali telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, dari istrinya dan Zuhair menyebutkan bahwa istrinya adalah wanita yang shaduq, bahwa ia mendengar dari Mulaikah binti ‘Amr, bahwa Mulaikah ia pernah mengembalikan kambing dari istrinya Umar bin Khattab radhiyallahu’anha. Dan beliau menyifati lemak sapi sebagai penyakit. Kemudian Mulaikah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”.  Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil (no.450, hal. 316), dengan sanad yang sama dari Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi, dengan lafadz: أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Demikian juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.768, 2/692) dengan sanad yang sama dari Zuhair. Rincian para perawi dari riwayat-riwayat di atas adalah sebagai berikut: Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah diperselisihkan apakah ia shahabiyah atau bukan.  Istri Zuhair mubham, tidak disebutkan namanya. Namun Zuhair menyebutkan bahwa istrinya shaduq. Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi disepakati tsiqah-nya. Ahmad bin Yunus At-Tamimi disepakati tsiqah-nya. Ali bin Abdil Aziz, dikatakan oleh Ad-Daruquthni: “tsiqah terpercaya”. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan: “ia shaduq”. Riwayat ini hasan andaikan Mulaikah adalah shahabiyah. Derajatnya tidak sampai shahih, karena istrinya Zuhair mubham namun shaduq. Riwayat Kedua Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8436, 9/41), حدثني أبو بكر محمد بن أحمد بن بالَوَيهِ، حَدَّثَنَا معاذ بن المثنَّى العَنبريُّ، حَدَّثَنَا سَيف بن مِسْكين، حَدَّثَنَا عبد الرحمن بن عبد الله المسعودي، عن الحسن بن سعد، عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه عن النَّبِيّ ﷺ قال: “عليكم بألْبانِ البقر وسُمْنانِها، وإياكم ولحومَها، فإِنَّ ألبانَها وسُمْنانَها دواءٌ وشفاءٌ، ولحومَها داءٌ”  Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih telah menyampaikan kepada kami, Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari telah menyampaikan kepada kami, Saif bin Miskin telah menyampaikan kepada kami, Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdillah bin Mas’ud, dari ayahnya (yaitu Abdullah bin Mas’ud) radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: “Minumlah susu sapi dan makanlah lemak sapi. Namun jauhi dagingnya. Karena susu dan lemaknya adalah obat dan penyembuh. Sedangkan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Ma’in. Namun sama’-nya dari Abdullah bin Mas’ud dalam riwayat di atas diperselisihkan ulama. Ali bin Al-Madini mengatakan: “Abdurrahman bertemu dengan ayahnya, dan mendengar hadis dari ayahnya hanya dua hadis. Yaitu hadis dhab dan hadis menunda shalat”. Al-Hasan bin Sa’ad Al-Hasyimi Al-Kufi, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Adz-Dzahabi berkata: “ia sedikit hadisnya”. Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi, disepakati sebagai perawi yang mukhtalith (bercampur hafalannya). Imam Ahmad mengatakan: “Siapa yang mendengar hadis darinya di awal perkaranya, maka itu baik untuk diambil. Namun ia mulai ikhtilath (bercampur hafalannya) di Baghdad. Siapa yang mendengar hadis dari di Bashrah atau di Kufah, maka sama’-nya baik”. Saif bin Miskin Al-Bashri, ia perawi yang tertuduh suka membolak-balik sanad hadis dan memalsukan hadis, sebagaimana keterangan dari Adz-Dzahabi dan Ibnu Hibban. Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi dan Al-Khathib. Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih, disepakati sebagai perawi yang shaduq. Juga diriwayatkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8232, 4/448) dengan sanad yang sama. Riwayat ini dha’if jiddan, karena Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud tidak mendengar hadis ini dari ayahnya, sehingga riwayat ini munqathi’. Demikian juga karena terdapat Al-Mas’udi dan Saif bin Miskin.  Riwayat kedua ini juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.858, 2/738), dengan sanad yang sedikit berbeda, حَدَّثَنا ابن زهير قال: حَدَّثَنا عُمَر بن الخطاب قال:، حَدَّثَنا سيف الجرمي قال، حَدَّثَنا المسعودي، عَن الحسن بن سعد، عَن عَبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عَن عَبد الله بن مسعود، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها دواء وأسمانها فإنها شفاء وإياكم ولحومها فإن لحومها داء. Ibnu Zuhair telah menyampaikan kepada kami, Umar bin Khathab (as-Sijistani) telah menyampaikan kepada kami, Saif Al-Jurmi telah menyampaikan kepada kami, Al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena ia adalah obat. Dan makanlah lemak sapi, karena ia adalah penyembuh. Namun jauhi daging sapi, karena dagingnya adalah penyakit”. Perawi dalam riwayat ini yang berbeda dari riwayat sebelumnya adalah sebagai berikut: Saif bin Abdillah Al-Jurmi, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Al-Bazzar dan Ibnu Hibban, namun di-dhaif-kan oleh Maslamah bin Qasim. Umar bin Khathab As-Sijistani, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban. Riwayat ini juga dha’if jiddan karena masih berporos pada Al-Mas’udi dan juga periwayatan Abdurraman bin Abdullah bin Mas’ud dari Abdullah bin Mas’ud .  Riwayat Ketiga Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Ath-Thibbun Nabawi (no.325, 1/383),   حَدَّثَنا محمد بن جرير، حَدَّثَنا أحمد بن الحسن الترمذي، عَن موسى بن محمد النسائي، حَدَّثَنا دفاع بن دغفل السدوسي، عَن عَبد الحميد بن صيفي بن صهيب، عَن أبيه، عَن جَدِّه صهيب الخير، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء ولحومها داء Muhammad bin Jarir telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi telah menyampaikan kepada kami, dari Musa bin Muhammad an-Nasa’i, Difa’ bin Daghfal as-Sadusi telah menyampaikan kepada kami, dari Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, dari ayahnya (Shaifi), dari kakeknya yaitu Shuhaib al-Khair, ia berkata: bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Shuhaib al-Khair maksudnya Shuhaib bin Sinan ar-Rumi radhiallahu’anhu, sahabat Nabi yang mulia. Shaifi bin Shuhaib, dikatakan oleh Ibnu Hajar: “maqbul”, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi. Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, Ibnu Hajar mengatakan: “layyinul hadits”. Al-‘Uqaili juga mengatakan: “Ia tidak bisa menjadi mutaba’ah”. Sehingga ia perawi yang lemah. Difa’ bin Daghfal as-Sadusi, disepakati sebagai perawi yang dha’if. Musa bin Muhammad an-Nasa’i, ia majhul ‘ain. Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi, Ibnu Hajar, dan Adz-Dzahabi sepakat bahwa ia tsiqah hafizh. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, beliau masyhur sebagai perawi yang tsiqah hafizh. Riwayat ini dh’aif jiddan, karena terdapat Abdul Humaid bin Shaifi dan Difa’ bin Daghfal. Selain itu, Abu Nu’aim keliru dalam menyebutkan Musa bin Muhammad an-Nasa’i di dalam sanadnya. Yang benar adalah Muhammad bin Musa bin Bazi’ Al-Hariri (محمد بن موسي بن بزيع الحَرِيريُّ), sebagaimana dikoreksi oleh Abu Nu’aim sendiri dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.766, 2/691), namun dengan lafadz: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء   “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat”. Tanpa ada tambahan “daging sapi adalah penyakit”. Inilah riwayat yang benar. Sehingga riwayat ini tidak bisa menjadi syahid. Inti Permasalahan Dapat dilihat bahwa masalah utama untuk menentukan kesahihan hadis ini adalah pada status shuhbah dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Jika beliau adalah shahabiyah, maka hadisnya hasan. Namun jika beliau bukan shahabiyah, maka riwayat yang pertama mursal dan tidak bisa dikuatkan dengan riwayat kedua atau ketiga. Sehingga hadisnya dha’if. Adz-Dzahabi, Al-Mizzi, dan Syaikh Al-Albani menguatkan bahwa Mulaikah termasuk shahabiyah. Sedangkan Abu Daud As-Sijistani, As-Sakhawi, dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menafikan shuhbah dari Mulaikah, dan mengatakan bahwa beliau seorang tabi’iyah. Wallahu a’lam, dalam riwayat pertama, istri Zuhair bin Mu’awiyah meriwayatkan dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Sedangkan Zuhair bin Mu’awiyah adalah perawi hadis thabaqat yang ketujuh. Istri Zuhair tentunya sezaman dengan Zuhair. Dan Zuhair sendiri lahir pada tahun 100H. Sehingga tidak mungkin istrinya bisa bertemu dengan seorang shahabiyah. Sehingga yang rajih, Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah bukanlah shahabiyah namun tabi’iyah.  Hadis ini juga dikritik dari segi maknanya. Karena daging sapi dihalalkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban sapi. Dari Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata: أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ نحرَ عن آلِ محمَّدٍ في حجَّةِ الوداعِ بقرةً واحدةً “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban seekor sapi betina atas nama keluarganya ketika haji wada’” (HR. Abu Daud no.1750, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Oleh karena itu Az-Zarkasyi mengatakan: بل هو منقطع وفي صحته نظر فإن في الصحيح أن النبي ضحى عن نسائه بالبقر وهو لا يتقرب الداء “Hadis (Abdullah bin Mas’ud) ini munqathi’. Dan maknanya pun tidak shahih. Karena terdapat dalam hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban atas nama istri-istri beliau dengan seekor sapi. (Jika daging sapi adalah penyakit) beliau tidak mungkin mendekatkan diri kepada Allah dengan penyakit” (Al-Laa’i Al-Mantsur, hal.148). Sehingga hadis ini adalah hadis yang dha’if karena sanadnya mursal dan maknanya mungkar. Sebagaimana didhaifkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil, Al-‘Ajluni dalam Kasyful Khafa’ (2/182), As-Sakhawi dalam Al-Ajwibah Al-Mardhiyah (1/23), Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (4/298), Ibnu Muflih dalam Al-Adabus Syari’ah (2/372), Az-Zarkasyi dalam Al-Laa’i Al Mantsur (148), dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Al-Marasil Abu Daud (450). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 830 times, 2 visit(s) today Post Views: 913 QRIS donasi Yufid


Riwayat Pertama Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (no.79, 25/42), حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا زُهَيْرٌ، حَدَّثَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِي, عَنْ مُلَيْكَةَ بِنْتِ عَمْرٍو الزَّيْدِيَّةِ، مِنْ وَلَدِ زَيْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ قَالَتْ: ” اشْتَكَيْتُ وَجَعًا فِي حَلْقِي، فَأَتَيْتُهَا فَوَضَعَتْ لِي سَمْنَ بَقَرَةٍ، قَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ» Ali bin Abdil Aziz telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin Yunus telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, seorang wanita dari istriku telah menyampaikan kepada kami, dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah yaitu salah seorang anak dari Zaidullah bin Sa’ad. Istrinya Zuhair berkata: “Aku mengeluhkan rasa sakit di tenggorokanku. Kemudian aku mendatangi Mulaikah dan ia memberiku lemak sapi. Ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”. Diriwayatkan dalam Musnad Ibnu Ja’d (no.2683, hal 393), dengan sanad yang sama, namun terdapat faedah tambahan di dalamnya, حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أَنَا زُهَيْرٌ، عَنِ امْرَأَتِهِ، وَذَكَرَ أَنَّهَا صَدُوقَةٌ أَنَّهَا سَمِعَتْ مُلَيْكَةَ بِنْتَ عَمْرٍو، وَذَكَرَ، أَنَّهَا رَدَّتِ الْغَنَمَ عَلَى أَهْلِهَا فِي إِمْرَةِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهَا وَصَفَتْ لَهَا مِنْ وَجَعٍ بِهَا سَمْنُ بَقَرٍ وَقَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ» Ali telah menyampaikan kepada kami, Zuhair telah menyampaikan kepada kami, dari istrinya dan Zuhair menyebutkan bahwa istrinya adalah wanita yang shaduq, bahwa ia mendengar dari Mulaikah binti ‘Amr, bahwa Mulaikah ia pernah mengembalikan kambing dari istrinya Umar bin Khattab radhiyallahu’anha. Dan beliau menyifati lemak sapi sebagai penyakit. Kemudian Mulaikah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”.  Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil (no.450, hal. 316), dengan sanad yang sama dari Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi, dengan lafadz: أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ “Susu sapi adalah penyembuh, lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Demikian juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.768, 2/692) dengan sanad yang sama dari Zuhair. Rincian para perawi dari riwayat-riwayat di atas adalah sebagai berikut: Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah diperselisihkan apakah ia shahabiyah atau bukan.  Istri Zuhair mubham, tidak disebutkan namanya. Namun Zuhair menyebutkan bahwa istrinya shaduq. Zuhair bin Mu’awiyah Al-Ju’fi disepakati tsiqah-nya. Ahmad bin Yunus At-Tamimi disepakati tsiqah-nya. Ali bin Abdil Aziz, dikatakan oleh Ad-Daruquthni: “tsiqah terpercaya”. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan: “ia shaduq”. Riwayat ini hasan andaikan Mulaikah adalah shahabiyah. Derajatnya tidak sampai shahih, karena istrinya Zuhair mubham namun shaduq. Riwayat Kedua Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8436, 9/41), حدثني أبو بكر محمد بن أحمد بن بالَوَيهِ، حَدَّثَنَا معاذ بن المثنَّى العَنبريُّ، حَدَّثَنَا سَيف بن مِسْكين، حَدَّثَنَا عبد الرحمن بن عبد الله المسعودي، عن الحسن بن سعد، عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه عن النَّبِيّ ﷺ قال: “عليكم بألْبانِ البقر وسُمْنانِها، وإياكم ولحومَها، فإِنَّ ألبانَها وسُمْنانَها دواءٌ وشفاءٌ، ولحومَها داءٌ”  Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih telah menyampaikan kepada kami, Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari telah menyampaikan kepada kami, Saif bin Miskin telah menyampaikan kepada kami, Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdillah bin Mas’ud, dari ayahnya (yaitu Abdullah bin Mas’ud) radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: “Minumlah susu sapi dan makanlah lemak sapi. Namun jauhi dagingnya. Karena susu dan lemaknya adalah obat dan penyembuh. Sedangkan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Ma’in. Namun sama’-nya dari Abdullah bin Mas’ud dalam riwayat di atas diperselisihkan ulama. Ali bin Al-Madini mengatakan: “Abdurrahman bertemu dengan ayahnya, dan mendengar hadis dari ayahnya hanya dua hadis. Yaitu hadis dhab dan hadis menunda shalat”. Al-Hasan bin Sa’ad Al-Hasyimi Al-Kufi, di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Adz-Dzahabi berkata: “ia sedikit hadisnya”. Abdurrahman bin Abdillah al-Mas’udi, disepakati sebagai perawi yang mukhtalith (bercampur hafalannya). Imam Ahmad mengatakan: “Siapa yang mendengar hadis darinya di awal perkaranya, maka itu baik untuk diambil. Namun ia mulai ikhtilath (bercampur hafalannya) di Baghdad. Siapa yang mendengar hadis dari di Bashrah atau di Kufah, maka sama’-nya baik”. Saif bin Miskin Al-Bashri, ia perawi yang tertuduh suka membolak-balik sanad hadis dan memalsukan hadis, sebagaimana keterangan dari Adz-Dzahabi dan Ibnu Hibban. Mu’adz bin al-Mutsanna al-Anbari, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi dan Al-Khathib. Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Balawaih, disepakati sebagai perawi yang shaduq. Juga diriwayatkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no.8232, 4/448) dengan sanad yang sama. Riwayat ini dha’if jiddan, karena Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud tidak mendengar hadis ini dari ayahnya, sehingga riwayat ini munqathi’. Demikian juga karena terdapat Al-Mas’udi dan Saif bin Miskin.  Riwayat kedua ini juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.858, 2/738), dengan sanad yang sedikit berbeda, حَدَّثَنا ابن زهير قال: حَدَّثَنا عُمَر بن الخطاب قال:، حَدَّثَنا سيف الجرمي قال، حَدَّثَنا المسعودي، عَن الحسن بن سعد، عَن عَبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود، عَن عَبد الله بن مسعود، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها دواء وأسمانها فإنها شفاء وإياكم ولحومها فإن لحومها داء. Ibnu Zuhair telah menyampaikan kepada kami, Umar bin Khathab (as-Sijistani) telah menyampaikan kepada kami, Saif Al-Jurmi telah menyampaikan kepada kami, Al-Mas’udi telah menyampaikan kepada kami, dari Al-Hasan bin Sa’ad, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena ia adalah obat. Dan makanlah lemak sapi, karena ia adalah penyembuh. Namun jauhi daging sapi, karena dagingnya adalah penyakit”. Perawi dalam riwayat ini yang berbeda dari riwayat sebelumnya adalah sebagai berikut: Saif bin Abdillah Al-Jurmi, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hajar, Al-Bazzar dan Ibnu Hibban, namun di-dhaif-kan oleh Maslamah bin Qasim. Umar bin Khathab As-Sijistani, ia di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban. Riwayat ini juga dha’if jiddan karena masih berporos pada Al-Mas’udi dan juga periwayatan Abdurraman bin Abdullah bin Mas’ud dari Abdullah bin Mas’ud .  Riwayat Ketiga Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Ath-Thibbun Nabawi (no.325, 1/383),   حَدَّثَنا محمد بن جرير، حَدَّثَنا أحمد بن الحسن الترمذي، عَن موسى بن محمد النسائي، حَدَّثَنا دفاع بن دغفل السدوسي، عَن عَبد الحميد بن صيفي بن صهيب، عَن أبيه، عَن جَدِّه صهيب الخير، قال: قال رسول الله صَلَّى الله عَليْهِ وَسلَّم: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء ولحومها داء Muhammad bin Jarir telah menyampaikan kepada kami, Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi telah menyampaikan kepada kami, dari Musa bin Muhammad an-Nasa’i, Difa’ bin Daghfal as-Sadusi telah menyampaikan kepada kami, dari Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, dari ayahnya (Shaifi), dari kakeknya yaitu Shuhaib al-Khair, ia berkata: bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat dan dagingnya adalah penyakit”. Rincian para perawi dari riwayat ini adalah sebagai berikut: Shuhaib al-Khair maksudnya Shuhaib bin Sinan ar-Rumi radhiallahu’anhu, sahabat Nabi yang mulia. Shaifi bin Shuhaib, dikatakan oleh Ibnu Hajar: “maqbul”, di-tsiqah-kan oleh Adz-Dzahabi. Abdul Humaid bin Shaifi bin Shuhaib, Ibnu Hajar mengatakan: “layyinul hadits”. Al-‘Uqaili juga mengatakan: “Ia tidak bisa menjadi mutaba’ah”. Sehingga ia perawi yang lemah. Difa’ bin Daghfal as-Sadusi, disepakati sebagai perawi yang dha’if. Musa bin Muhammad an-Nasa’i, ia majhul ‘ain. Ahmad bin al-Hasan at-Tirmidzi, Ibnu Hajar, dan Adz-Dzahabi sepakat bahwa ia tsiqah hafizh. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, beliau masyhur sebagai perawi yang tsiqah hafizh. Riwayat ini dh’aif jiddan, karena terdapat Abdul Humaid bin Shaifi dan Difa’ bin Daghfal. Selain itu, Abu Nu’aim keliru dalam menyebutkan Musa bin Muhammad an-Nasa’i di dalam sanadnya. Yang benar adalah Muhammad bin Musa bin Bazi’ Al-Hariri (محمد بن موسي بن بزيع الحَرِيريُّ), sebagaimana dikoreksi oleh Abu Nu’aim sendiri dalam Ath-Thibbun Nabawi (no.766, 2/691), namun dengan lafadz: عليكم بألبان البقر فإنها شفاء وسمنها دواء   “Minumlah susu sapi, karena susu sapi adalah penyembuh dan lemaknya adalah obat”. Tanpa ada tambahan “daging sapi adalah penyakit”. Inilah riwayat yang benar. Sehingga riwayat ini tidak bisa menjadi syahid. Inti Permasalahan Dapat dilihat bahwa masalah utama untuk menentukan kesahihan hadis ini adalah pada status shuhbah dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Jika beliau adalah shahabiyah, maka hadisnya hasan. Namun jika beliau bukan shahabiyah, maka riwayat yang pertama mursal dan tidak bisa dikuatkan dengan riwayat kedua atau ketiga. Sehingga hadisnya dha’if. Adz-Dzahabi, Al-Mizzi, dan Syaikh Al-Albani menguatkan bahwa Mulaikah termasuk shahabiyah. Sedangkan Abu Daud As-Sijistani, As-Sakhawi, dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menafikan shuhbah dari Mulaikah, dan mengatakan bahwa beliau seorang tabi’iyah. Wallahu a’lam, dalam riwayat pertama, istri Zuhair bin Mu’awiyah meriwayatkan dari Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah. Sedangkan Zuhair bin Mu’awiyah adalah perawi hadis thabaqat yang ketujuh. Istri Zuhair tentunya sezaman dengan Zuhair. Dan Zuhair sendiri lahir pada tahun 100H. Sehingga tidak mungkin istrinya bisa bertemu dengan seorang shahabiyah. Sehingga yang rajih, Mulaikah binti ‘Amr Az-Zaidiyah bukanlah shahabiyah namun tabi’iyah.  Hadis ini juga dikritik dari segi maknanya. Karena daging sapi dihalalkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban sapi. Dari Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata: أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ نحرَ عن آلِ محمَّدٍ في حجَّةِ الوداعِ بقرةً واحدةً “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban seekor sapi betina atas nama keluarganya ketika haji wada’” (HR. Abu Daud no.1750, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud). Oleh karena itu Az-Zarkasyi mengatakan: بل هو منقطع وفي صحته نظر فإن في الصحيح أن النبي ضحى عن نسائه بالبقر وهو لا يتقرب الداء “Hadis (Abdullah bin Mas’ud) ini munqathi’. Dan maknanya pun tidak shahih. Karena terdapat dalam hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkurban atas nama istri-istri beliau dengan seekor sapi. (Jika daging sapi adalah penyakit) beliau tidak mungkin mendekatkan diri kepada Allah dengan penyakit” (Al-Laa’i Al-Mantsur, hal.148). Sehingga hadis ini adalah hadis yang dha’if karena sanadnya mursal dan maknanya mungkar. Sebagaimana didhaifkan oleh Abu Daud dalam Al-Marasil, Al-‘Ajluni dalam Kasyful Khafa’ (2/182), As-Sakhawi dalam Al-Ajwibah Al-Mardhiyah (1/23), Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (4/298), Ibnu Muflih dalam Al-Adabus Syari’ah (2/372), Az-Zarkasyi dalam Al-Laa’i Al Mantsur (148), dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Al-Marasil Abu Daud (450). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 830 times, 2 visit(s) today Post Views: 913 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Kisah Thalhah bin Ubaidillah: Awal Kehidupan dan Kisah Thalhah di Perang Uhud (Bag. 1)

Daftar Isi Toggle Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk IslamKabar Syahidnya ThalhahPerang Uhud Ini adalah kisah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, seorang syahid yang meletakan kakinya di muka bumi dalam keadaan ia telah mengetahui bahwasanya ia adalah penghuni surga. Dialah Thalhah bin Ubaidillah Al-Qurasyi At-Taimi Abu Muhammad radhiyallahu ’anhu. Ia merupakan salah satu sahabat dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ “Abu Bakar di surga. Umar di surga. Utsman di surga, Ali di surga. Thalhah di surga. Zubair di surga. ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga. Sa’ad di surga. Said di surga. Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad) Thalhah juga merupakan salah satu dari delapan sahabat yang pertama masuk Islam. Thalhah juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang masuk Islam dengan perantara Abu Bakar As-Shidiq. Ia juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang menjadi Ashabu Syura yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Singkatnya, beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang mulia dan memiliki banyak keutamaan. Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk Islam Thalhah bin Ubaidilah lahir di Makkah. Ia merupakan keturunan dari keluarga yang terkemuka di Makkah. Ayahnya adalah Ubaidillah. Ia adalah termasuk pemuka Makkah dan orang yang terhormat di Makkah. Ibunya adalah Sha’bah binti Abdullah. Kakeknya adalah Wahab bin Abdullah yang merupakan orang dermawan dan murah hati. Thalhah tumbuh dan dididik di bawah pengasuhan kedua orang tuanya. Ia dididik dan belajar dari kedua orang tuanya berbagai akhlak mulia dan sifat-sifat yang terpuji. Ia menghabiskan masa kecilnya di Makkah. Thalhah juga pandai memanah dan pandai menggunakan tombak. Ia juga sangat mengenali berbagai penjuru kota Makkah, mulai dari pegunungan dan perbukitannya. Setelah tumbuh dewasa, ia menikahi Hamnah binti Jahsy, saudarinya Zainab binti Jahsy yang merupakan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seiring dengan tumbuh menjadi dewasa, Thalhah merasa kota tempat ia tumbuh menjadi terasa sempit dan memutuskan menjadi seorang pedagang, hingga ia pun mengenal daerah Syam dan Basra. Thalhah pun dikenal sebagai pedagang yang jujur dan murah hati. Ketika Thalhah mendengar kabar tentang diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rasul dan Abu Bakar beriman kepada Rasulullah, tanpa ragu Thalhah pun langsung meyakini bahwa apa yang disampaikan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kebenaran. Bagaimana tidak? Rasulullah merupakan seorang yang amanah yang tidak mungkin berdusta, lalu Abu Bakar juga merupakan orang yang amanah juga. Bagaimana mungkin dua orang yang mulia ini bersatu dalam kemungkaran? Sehingga Thalhah pun tanpa ragu bersyahadat dan masuk Islam. Kabar Syahidnya Thalhah Di antara keutamaan Thalhah adalah telah dikabarkan sebagai seorang syahid sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di bukit Hira, lalu berguncang, lalu beliau bersabda, اسكن حراء! فما عليك إلا نبى أو صديق أو شهيد، وعليه النبي ﷺ وأبو بكر وعمر وعثمان وعلى وطلحة والزبير وسعد بن أبي وقاص رضى الله عنهم “Diamlah Hira! Sesungguhnya di atasmu ada seorang Nabi, ada shidiq, dan syahid.” Dan di atasnya ada Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad bin Abi Waqash radiyallahu‘anhum.” (HR. Muslim) Sejak mendengar kabar syahid tersebut, Thalhah pun terus mencari syahidnya di setiap pertempuran. Ia mengikuti semua pertempuran bersama Rasulullah, kecuali pertempuran Badr. Ketika itu, ia sedang melakukan misi pengintaian terhadap Kafilah dagang Quraisy sehingga terlewatlah kesempatan Thalhah untuk mengejar syahidnya di perang Badr. Perang Uhud Ketika perang Uhud, Thalhah seperti biasanya berusaha mencari syahid di perang Uhud. Sebagaimana perang sebelumnya, muslimin yang kalah jumlah dari prajurit kaum musyrikin bisa memukul mundur pasukan musyrikin dan bisa memenangkan perang tersebut. Akan tetapi, kali ini pasukan kaum muslimin melakukan kesalahan yang menyebabkan kalahnya kaum muslimin di perang Uhud. Pasukan pemanah yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk mempertahankan posisi di bukit meninggalkan posisinya. Mereka tergoda dengan ghanimah kaum musyrikin yang berkilauan sehingga meninggalkan posisinya. Hingga tinggal tersisa sepuluh orang saja yang berjaga di atas bukit. Melihat kesempatan ini, Khalid bin Walid (yang ketika itu belum masuk Islam) melihat kesempatan untuk menyerang dan membalikkan keadaan. Imbas dari serangan balik dari Khalid ini adalah pasukan musyrikin yang sudah kalah melakukan serangan balik dan membalikan keadaan. Banyak dari pasukan kaum muslimin yang syahid ketika itu. Rasulullah pun terkepung oleh pasukan musyrikin. Kaum muslimin terkepung dan kaum musyrikin mengepung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga tersisa beberapa orang saja yang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, أن رسول الله ﷺ أفرد يوم أحد في سبعة من الأنصار ورجلين من قريش فلما رهقوه؛ قال: من يردّهم عنا وله الجنة؟» أو «هو رفيقي في الجنة فتقدم رجل من الأنصار فقاتل حتى قتل، ثم رهقوه أيضا فلم يزل كذلك حتى قتل السبعة، فقال رسول الله ﷺ لصاحبيه – أي القرشيين -: «ما أنصفنا أصحابنا “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy. Ketika mereka (pasukan musyrikin) menyerang Rasulullah, ia berkata, ‘Barangsiapa yang menghadapi mereka, maka baginya surga.’ atau ‘Ia bersamaku di surga.’ Maka, majulah salah seorang dari kalangan Anshar dan berperang hingga terbunuh, lalu mereka kembali menyerang. Hal tersebut berlangsung hingga terbunuhlah tujuh orang (Anshar). Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata kepada dua sahabatnya, yaitu dua orang Quraisy, “Kita tidak berbuat Adil pada sahabat-sahabat kita.” Dua orang sahabat yang tersisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash. Pada pertempuran tersebut, Thalhah berjuang untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga ia mendapatkan banyak luka di seluruh tubuhnya. Thalhah menerima sekitar tiga puluh hingga tiga puluh lima luka di seluruh badannya. Kepalanya terluka, urat nadinya terpotong, dan jari telunjuk dan jari tengahnya lumpuh. Walaupun Thalhah dalam keadaan terluka hingga tidak sadarkan diri, ia tetap melindungi Rasulullah. Setiap kali pasukan musyrikin datang, Thalhah melawannya. Thalhah membawa Rasulullah mundur, hingga akhirnya ia menyandarkan Rasulullah di sebuah bukit. Akibat perjuangan Thalhah tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, أوجب طلحة حين صنع برسول الله ما صنع ”Thalhah berhak mendapatkan surga karena apa yang telah ia perbuat untuk Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, من أحب أن ينظر إلى شهيد يمشي على وجه الأرض فلينظر إلى طلحة بن عبيدالله “Barangsiapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.” Sungguh besar jasa dan pengorbanan Thalhah di perang Uhud. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha bahwa ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berbicara tentang perang Uhud, ia berkata, ذلك اليوم كله لطلحة “Hari itu (Perang Uhud) semuanya untuk Thalhah.” Itulah kisah perjuangan dan pengorbanan Thalhah ketika perang Uhud. Kisah seorang syahid yang berjalan di muka bumi berjuang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lanjut ke bagian 2: [Bersambung] Baca juga: Abu Sa’id Al-Khudri: Mufti Madinah dan Ahli Fikih Para Sahabat *** Penulis : Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri. Tags: Thalhah bin Ubaidillah

Kisah Thalhah bin Ubaidillah: Awal Kehidupan dan Kisah Thalhah di Perang Uhud (Bag. 1)

Daftar Isi Toggle Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk IslamKabar Syahidnya ThalhahPerang Uhud Ini adalah kisah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, seorang syahid yang meletakan kakinya di muka bumi dalam keadaan ia telah mengetahui bahwasanya ia adalah penghuni surga. Dialah Thalhah bin Ubaidillah Al-Qurasyi At-Taimi Abu Muhammad radhiyallahu ’anhu. Ia merupakan salah satu sahabat dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ “Abu Bakar di surga. Umar di surga. Utsman di surga, Ali di surga. Thalhah di surga. Zubair di surga. ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga. Sa’ad di surga. Said di surga. Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad) Thalhah juga merupakan salah satu dari delapan sahabat yang pertama masuk Islam. Thalhah juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang masuk Islam dengan perantara Abu Bakar As-Shidiq. Ia juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang menjadi Ashabu Syura yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Singkatnya, beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang mulia dan memiliki banyak keutamaan. Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk Islam Thalhah bin Ubaidilah lahir di Makkah. Ia merupakan keturunan dari keluarga yang terkemuka di Makkah. Ayahnya adalah Ubaidillah. Ia adalah termasuk pemuka Makkah dan orang yang terhormat di Makkah. Ibunya adalah Sha’bah binti Abdullah. Kakeknya adalah Wahab bin Abdullah yang merupakan orang dermawan dan murah hati. Thalhah tumbuh dan dididik di bawah pengasuhan kedua orang tuanya. Ia dididik dan belajar dari kedua orang tuanya berbagai akhlak mulia dan sifat-sifat yang terpuji. Ia menghabiskan masa kecilnya di Makkah. Thalhah juga pandai memanah dan pandai menggunakan tombak. Ia juga sangat mengenali berbagai penjuru kota Makkah, mulai dari pegunungan dan perbukitannya. Setelah tumbuh dewasa, ia menikahi Hamnah binti Jahsy, saudarinya Zainab binti Jahsy yang merupakan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seiring dengan tumbuh menjadi dewasa, Thalhah merasa kota tempat ia tumbuh menjadi terasa sempit dan memutuskan menjadi seorang pedagang, hingga ia pun mengenal daerah Syam dan Basra. Thalhah pun dikenal sebagai pedagang yang jujur dan murah hati. Ketika Thalhah mendengar kabar tentang diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rasul dan Abu Bakar beriman kepada Rasulullah, tanpa ragu Thalhah pun langsung meyakini bahwa apa yang disampaikan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kebenaran. Bagaimana tidak? Rasulullah merupakan seorang yang amanah yang tidak mungkin berdusta, lalu Abu Bakar juga merupakan orang yang amanah juga. Bagaimana mungkin dua orang yang mulia ini bersatu dalam kemungkaran? Sehingga Thalhah pun tanpa ragu bersyahadat dan masuk Islam. Kabar Syahidnya Thalhah Di antara keutamaan Thalhah adalah telah dikabarkan sebagai seorang syahid sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di bukit Hira, lalu berguncang, lalu beliau bersabda, اسكن حراء! فما عليك إلا نبى أو صديق أو شهيد، وعليه النبي ﷺ وأبو بكر وعمر وعثمان وعلى وطلحة والزبير وسعد بن أبي وقاص رضى الله عنهم “Diamlah Hira! Sesungguhnya di atasmu ada seorang Nabi, ada shidiq, dan syahid.” Dan di atasnya ada Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad bin Abi Waqash radiyallahu‘anhum.” (HR. Muslim) Sejak mendengar kabar syahid tersebut, Thalhah pun terus mencari syahidnya di setiap pertempuran. Ia mengikuti semua pertempuran bersama Rasulullah, kecuali pertempuran Badr. Ketika itu, ia sedang melakukan misi pengintaian terhadap Kafilah dagang Quraisy sehingga terlewatlah kesempatan Thalhah untuk mengejar syahidnya di perang Badr. Perang Uhud Ketika perang Uhud, Thalhah seperti biasanya berusaha mencari syahid di perang Uhud. Sebagaimana perang sebelumnya, muslimin yang kalah jumlah dari prajurit kaum musyrikin bisa memukul mundur pasukan musyrikin dan bisa memenangkan perang tersebut. Akan tetapi, kali ini pasukan kaum muslimin melakukan kesalahan yang menyebabkan kalahnya kaum muslimin di perang Uhud. Pasukan pemanah yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk mempertahankan posisi di bukit meninggalkan posisinya. Mereka tergoda dengan ghanimah kaum musyrikin yang berkilauan sehingga meninggalkan posisinya. Hingga tinggal tersisa sepuluh orang saja yang berjaga di atas bukit. Melihat kesempatan ini, Khalid bin Walid (yang ketika itu belum masuk Islam) melihat kesempatan untuk menyerang dan membalikkan keadaan. Imbas dari serangan balik dari Khalid ini adalah pasukan musyrikin yang sudah kalah melakukan serangan balik dan membalikan keadaan. Banyak dari pasukan kaum muslimin yang syahid ketika itu. Rasulullah pun terkepung oleh pasukan musyrikin. Kaum muslimin terkepung dan kaum musyrikin mengepung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga tersisa beberapa orang saja yang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, أن رسول الله ﷺ أفرد يوم أحد في سبعة من الأنصار ورجلين من قريش فلما رهقوه؛ قال: من يردّهم عنا وله الجنة؟» أو «هو رفيقي في الجنة فتقدم رجل من الأنصار فقاتل حتى قتل، ثم رهقوه أيضا فلم يزل كذلك حتى قتل السبعة، فقال رسول الله ﷺ لصاحبيه – أي القرشيين -: «ما أنصفنا أصحابنا “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy. Ketika mereka (pasukan musyrikin) menyerang Rasulullah, ia berkata, ‘Barangsiapa yang menghadapi mereka, maka baginya surga.’ atau ‘Ia bersamaku di surga.’ Maka, majulah salah seorang dari kalangan Anshar dan berperang hingga terbunuh, lalu mereka kembali menyerang. Hal tersebut berlangsung hingga terbunuhlah tujuh orang (Anshar). Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata kepada dua sahabatnya, yaitu dua orang Quraisy, “Kita tidak berbuat Adil pada sahabat-sahabat kita.” Dua orang sahabat yang tersisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash. Pada pertempuran tersebut, Thalhah berjuang untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga ia mendapatkan banyak luka di seluruh tubuhnya. Thalhah menerima sekitar tiga puluh hingga tiga puluh lima luka di seluruh badannya. Kepalanya terluka, urat nadinya terpotong, dan jari telunjuk dan jari tengahnya lumpuh. Walaupun Thalhah dalam keadaan terluka hingga tidak sadarkan diri, ia tetap melindungi Rasulullah. Setiap kali pasukan musyrikin datang, Thalhah melawannya. Thalhah membawa Rasulullah mundur, hingga akhirnya ia menyandarkan Rasulullah di sebuah bukit. Akibat perjuangan Thalhah tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, أوجب طلحة حين صنع برسول الله ما صنع ”Thalhah berhak mendapatkan surga karena apa yang telah ia perbuat untuk Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, من أحب أن ينظر إلى شهيد يمشي على وجه الأرض فلينظر إلى طلحة بن عبيدالله “Barangsiapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.” Sungguh besar jasa dan pengorbanan Thalhah di perang Uhud. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha bahwa ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berbicara tentang perang Uhud, ia berkata, ذلك اليوم كله لطلحة “Hari itu (Perang Uhud) semuanya untuk Thalhah.” Itulah kisah perjuangan dan pengorbanan Thalhah ketika perang Uhud. Kisah seorang syahid yang berjalan di muka bumi berjuang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lanjut ke bagian 2: [Bersambung] Baca juga: Abu Sa’id Al-Khudri: Mufti Madinah dan Ahli Fikih Para Sahabat *** Penulis : Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri. Tags: Thalhah bin Ubaidillah
Daftar Isi Toggle Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk IslamKabar Syahidnya ThalhahPerang Uhud Ini adalah kisah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, seorang syahid yang meletakan kakinya di muka bumi dalam keadaan ia telah mengetahui bahwasanya ia adalah penghuni surga. Dialah Thalhah bin Ubaidillah Al-Qurasyi At-Taimi Abu Muhammad radhiyallahu ’anhu. Ia merupakan salah satu sahabat dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ “Abu Bakar di surga. Umar di surga. Utsman di surga, Ali di surga. Thalhah di surga. Zubair di surga. ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga. Sa’ad di surga. Said di surga. Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad) Thalhah juga merupakan salah satu dari delapan sahabat yang pertama masuk Islam. Thalhah juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang masuk Islam dengan perantara Abu Bakar As-Shidiq. Ia juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang menjadi Ashabu Syura yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Singkatnya, beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang mulia dan memiliki banyak keutamaan. Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk Islam Thalhah bin Ubaidilah lahir di Makkah. Ia merupakan keturunan dari keluarga yang terkemuka di Makkah. Ayahnya adalah Ubaidillah. Ia adalah termasuk pemuka Makkah dan orang yang terhormat di Makkah. Ibunya adalah Sha’bah binti Abdullah. Kakeknya adalah Wahab bin Abdullah yang merupakan orang dermawan dan murah hati. Thalhah tumbuh dan dididik di bawah pengasuhan kedua orang tuanya. Ia dididik dan belajar dari kedua orang tuanya berbagai akhlak mulia dan sifat-sifat yang terpuji. Ia menghabiskan masa kecilnya di Makkah. Thalhah juga pandai memanah dan pandai menggunakan tombak. Ia juga sangat mengenali berbagai penjuru kota Makkah, mulai dari pegunungan dan perbukitannya. Setelah tumbuh dewasa, ia menikahi Hamnah binti Jahsy, saudarinya Zainab binti Jahsy yang merupakan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seiring dengan tumbuh menjadi dewasa, Thalhah merasa kota tempat ia tumbuh menjadi terasa sempit dan memutuskan menjadi seorang pedagang, hingga ia pun mengenal daerah Syam dan Basra. Thalhah pun dikenal sebagai pedagang yang jujur dan murah hati. Ketika Thalhah mendengar kabar tentang diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rasul dan Abu Bakar beriman kepada Rasulullah, tanpa ragu Thalhah pun langsung meyakini bahwa apa yang disampaikan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kebenaran. Bagaimana tidak? Rasulullah merupakan seorang yang amanah yang tidak mungkin berdusta, lalu Abu Bakar juga merupakan orang yang amanah juga. Bagaimana mungkin dua orang yang mulia ini bersatu dalam kemungkaran? Sehingga Thalhah pun tanpa ragu bersyahadat dan masuk Islam. Kabar Syahidnya Thalhah Di antara keutamaan Thalhah adalah telah dikabarkan sebagai seorang syahid sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di bukit Hira, lalu berguncang, lalu beliau bersabda, اسكن حراء! فما عليك إلا نبى أو صديق أو شهيد، وعليه النبي ﷺ وأبو بكر وعمر وعثمان وعلى وطلحة والزبير وسعد بن أبي وقاص رضى الله عنهم “Diamlah Hira! Sesungguhnya di atasmu ada seorang Nabi, ada shidiq, dan syahid.” Dan di atasnya ada Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad bin Abi Waqash radiyallahu‘anhum.” (HR. Muslim) Sejak mendengar kabar syahid tersebut, Thalhah pun terus mencari syahidnya di setiap pertempuran. Ia mengikuti semua pertempuran bersama Rasulullah, kecuali pertempuran Badr. Ketika itu, ia sedang melakukan misi pengintaian terhadap Kafilah dagang Quraisy sehingga terlewatlah kesempatan Thalhah untuk mengejar syahidnya di perang Badr. Perang Uhud Ketika perang Uhud, Thalhah seperti biasanya berusaha mencari syahid di perang Uhud. Sebagaimana perang sebelumnya, muslimin yang kalah jumlah dari prajurit kaum musyrikin bisa memukul mundur pasukan musyrikin dan bisa memenangkan perang tersebut. Akan tetapi, kali ini pasukan kaum muslimin melakukan kesalahan yang menyebabkan kalahnya kaum muslimin di perang Uhud. Pasukan pemanah yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk mempertahankan posisi di bukit meninggalkan posisinya. Mereka tergoda dengan ghanimah kaum musyrikin yang berkilauan sehingga meninggalkan posisinya. Hingga tinggal tersisa sepuluh orang saja yang berjaga di atas bukit. Melihat kesempatan ini, Khalid bin Walid (yang ketika itu belum masuk Islam) melihat kesempatan untuk menyerang dan membalikkan keadaan. Imbas dari serangan balik dari Khalid ini adalah pasukan musyrikin yang sudah kalah melakukan serangan balik dan membalikan keadaan. Banyak dari pasukan kaum muslimin yang syahid ketika itu. Rasulullah pun terkepung oleh pasukan musyrikin. Kaum muslimin terkepung dan kaum musyrikin mengepung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga tersisa beberapa orang saja yang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, أن رسول الله ﷺ أفرد يوم أحد في سبعة من الأنصار ورجلين من قريش فلما رهقوه؛ قال: من يردّهم عنا وله الجنة؟» أو «هو رفيقي في الجنة فتقدم رجل من الأنصار فقاتل حتى قتل، ثم رهقوه أيضا فلم يزل كذلك حتى قتل السبعة، فقال رسول الله ﷺ لصاحبيه – أي القرشيين -: «ما أنصفنا أصحابنا “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy. Ketika mereka (pasukan musyrikin) menyerang Rasulullah, ia berkata, ‘Barangsiapa yang menghadapi mereka, maka baginya surga.’ atau ‘Ia bersamaku di surga.’ Maka, majulah salah seorang dari kalangan Anshar dan berperang hingga terbunuh, lalu mereka kembali menyerang. Hal tersebut berlangsung hingga terbunuhlah tujuh orang (Anshar). Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata kepada dua sahabatnya, yaitu dua orang Quraisy, “Kita tidak berbuat Adil pada sahabat-sahabat kita.” Dua orang sahabat yang tersisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash. Pada pertempuran tersebut, Thalhah berjuang untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga ia mendapatkan banyak luka di seluruh tubuhnya. Thalhah menerima sekitar tiga puluh hingga tiga puluh lima luka di seluruh badannya. Kepalanya terluka, urat nadinya terpotong, dan jari telunjuk dan jari tengahnya lumpuh. Walaupun Thalhah dalam keadaan terluka hingga tidak sadarkan diri, ia tetap melindungi Rasulullah. Setiap kali pasukan musyrikin datang, Thalhah melawannya. Thalhah membawa Rasulullah mundur, hingga akhirnya ia menyandarkan Rasulullah di sebuah bukit. Akibat perjuangan Thalhah tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, أوجب طلحة حين صنع برسول الله ما صنع ”Thalhah berhak mendapatkan surga karena apa yang telah ia perbuat untuk Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, من أحب أن ينظر إلى شهيد يمشي على وجه الأرض فلينظر إلى طلحة بن عبيدالله “Barangsiapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.” Sungguh besar jasa dan pengorbanan Thalhah di perang Uhud. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha bahwa ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berbicara tentang perang Uhud, ia berkata, ذلك اليوم كله لطلحة “Hari itu (Perang Uhud) semuanya untuk Thalhah.” Itulah kisah perjuangan dan pengorbanan Thalhah ketika perang Uhud. Kisah seorang syahid yang berjalan di muka bumi berjuang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lanjut ke bagian 2: [Bersambung] Baca juga: Abu Sa’id Al-Khudri: Mufti Madinah dan Ahli Fikih Para Sahabat *** Penulis : Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri. Tags: Thalhah bin Ubaidillah


Daftar Isi Toggle Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk IslamKabar Syahidnya ThalhahPerang Uhud Ini adalah kisah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, seorang syahid yang meletakan kakinya di muka bumi dalam keadaan ia telah mengetahui bahwasanya ia adalah penghuni surga. Dialah Thalhah bin Ubaidillah Al-Qurasyi At-Taimi Abu Muhammad radhiyallahu ’anhu. Ia merupakan salah satu sahabat dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ “Abu Bakar di surga. Umar di surga. Utsman di surga, Ali di surga. Thalhah di surga. Zubair di surga. ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga. Sa’ad di surga. Said di surga. Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad) Thalhah juga merupakan salah satu dari delapan sahabat yang pertama masuk Islam. Thalhah juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang masuk Islam dengan perantara Abu Bakar As-Shidiq. Ia juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang menjadi Ashabu Syura yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Singkatnya, beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang mulia dan memiliki banyak keutamaan. Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk Islam Thalhah bin Ubaidilah lahir di Makkah. Ia merupakan keturunan dari keluarga yang terkemuka di Makkah. Ayahnya adalah Ubaidillah. Ia adalah termasuk pemuka Makkah dan orang yang terhormat di Makkah. Ibunya adalah Sha’bah binti Abdullah. Kakeknya adalah Wahab bin Abdullah yang merupakan orang dermawan dan murah hati. Thalhah tumbuh dan dididik di bawah pengasuhan kedua orang tuanya. Ia dididik dan belajar dari kedua orang tuanya berbagai akhlak mulia dan sifat-sifat yang terpuji. Ia menghabiskan masa kecilnya di Makkah. Thalhah juga pandai memanah dan pandai menggunakan tombak. Ia juga sangat mengenali berbagai penjuru kota Makkah, mulai dari pegunungan dan perbukitannya. Setelah tumbuh dewasa, ia menikahi Hamnah binti Jahsy, saudarinya Zainab binti Jahsy yang merupakan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seiring dengan tumbuh menjadi dewasa, Thalhah merasa kota tempat ia tumbuh menjadi terasa sempit dan memutuskan menjadi seorang pedagang, hingga ia pun mengenal daerah Syam dan Basra. Thalhah pun dikenal sebagai pedagang yang jujur dan murah hati. Ketika Thalhah mendengar kabar tentang diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rasul dan Abu Bakar beriman kepada Rasulullah, tanpa ragu Thalhah pun langsung meyakini bahwa apa yang disampaikan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kebenaran. Bagaimana tidak? Rasulullah merupakan seorang yang amanah yang tidak mungkin berdusta, lalu Abu Bakar juga merupakan orang yang amanah juga. Bagaimana mungkin dua orang yang mulia ini bersatu dalam kemungkaran? Sehingga Thalhah pun tanpa ragu bersyahadat dan masuk Islam. Kabar Syahidnya Thalhah Di antara keutamaan Thalhah adalah telah dikabarkan sebagai seorang syahid sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di bukit Hira, lalu berguncang, lalu beliau bersabda, اسكن حراء! فما عليك إلا نبى أو صديق أو شهيد، وعليه النبي ﷺ وأبو بكر وعمر وعثمان وعلى وطلحة والزبير وسعد بن أبي وقاص رضى الله عنهم “Diamlah Hira! Sesungguhnya di atasmu ada seorang Nabi, ada shidiq, dan syahid.” Dan di atasnya ada Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad bin Abi Waqash radiyallahu‘anhum.” (HR. Muslim) Sejak mendengar kabar syahid tersebut, Thalhah pun terus mencari syahidnya di setiap pertempuran. Ia mengikuti semua pertempuran bersama Rasulullah, kecuali pertempuran Badr. Ketika itu, ia sedang melakukan misi pengintaian terhadap Kafilah dagang Quraisy sehingga terlewatlah kesempatan Thalhah untuk mengejar syahidnya di perang Badr. Perang Uhud Ketika perang Uhud, Thalhah seperti biasanya berusaha mencari syahid di perang Uhud. Sebagaimana perang sebelumnya, muslimin yang kalah jumlah dari prajurit kaum musyrikin bisa memukul mundur pasukan musyrikin dan bisa memenangkan perang tersebut. Akan tetapi, kali ini pasukan kaum muslimin melakukan kesalahan yang menyebabkan kalahnya kaum muslimin di perang Uhud. Pasukan pemanah yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk mempertahankan posisi di bukit meninggalkan posisinya. Mereka tergoda dengan ghanimah kaum musyrikin yang berkilauan sehingga meninggalkan posisinya. Hingga tinggal tersisa sepuluh orang saja yang berjaga di atas bukit. Melihat kesempatan ini, Khalid bin Walid (yang ketika itu belum masuk Islam) melihat kesempatan untuk menyerang dan membalikkan keadaan. Imbas dari serangan balik dari Khalid ini adalah pasukan musyrikin yang sudah kalah melakukan serangan balik dan membalikan keadaan. Banyak dari pasukan kaum muslimin yang syahid ketika itu. Rasulullah pun terkepung oleh pasukan musyrikin. Kaum muslimin terkepung dan kaum musyrikin mengepung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga tersisa beberapa orang saja yang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, أن رسول الله ﷺ أفرد يوم أحد في سبعة من الأنصار ورجلين من قريش فلما رهقوه؛ قال: من يردّهم عنا وله الجنة؟» أو «هو رفيقي في الجنة فتقدم رجل من الأنصار فقاتل حتى قتل، ثم رهقوه أيضا فلم يزل كذلك حتى قتل السبعة، فقال رسول الله ﷺ لصاحبيه – أي القرشيين -: «ما أنصفنا أصحابنا “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy. Ketika mereka (pasukan musyrikin) menyerang Rasulullah, ia berkata, ‘Barangsiapa yang menghadapi mereka, maka baginya surga.’ atau ‘Ia bersamaku di surga.’ Maka, majulah salah seorang dari kalangan Anshar dan berperang hingga terbunuh, lalu mereka kembali menyerang. Hal tersebut berlangsung hingga terbunuhlah tujuh orang (Anshar). Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata kepada dua sahabatnya, yaitu dua orang Quraisy, “Kita tidak berbuat Adil pada sahabat-sahabat kita.” Dua orang sahabat yang tersisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash. Pada pertempuran tersebut, Thalhah berjuang untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga ia mendapatkan banyak luka di seluruh tubuhnya. Thalhah menerima sekitar tiga puluh hingga tiga puluh lima luka di seluruh badannya. Kepalanya terluka, urat nadinya terpotong, dan jari telunjuk dan jari tengahnya lumpuh. Walaupun Thalhah dalam keadaan terluka hingga tidak sadarkan diri, ia tetap melindungi Rasulullah. Setiap kali pasukan musyrikin datang, Thalhah melawannya. Thalhah membawa Rasulullah mundur, hingga akhirnya ia menyandarkan Rasulullah di sebuah bukit. Akibat perjuangan Thalhah tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, أوجب طلحة حين صنع برسول الله ما صنع ”Thalhah berhak mendapatkan surga karena apa yang telah ia perbuat untuk Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, من أحب أن ينظر إلى شهيد يمشي على وجه الأرض فلينظر إلى طلحة بن عبيدالله “Barangsiapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.” Sungguh besar jasa dan pengorbanan Thalhah di perang Uhud. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha bahwa ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berbicara tentang perang Uhud, ia berkata, ذلك اليوم كله لطلحة “Hari itu (Perang Uhud) semuanya untuk Thalhah.” Itulah kisah perjuangan dan pengorbanan Thalhah ketika perang Uhud. Kisah seorang syahid yang berjalan di muka bumi berjuang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lanjut ke bagian 2: [Bersambung] Baca juga: Abu Sa’id Al-Khudri: Mufti Madinah dan Ahli Fikih Para Sahabat *** Penulis : Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Sumber: Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri. Tags: Thalhah bin Ubaidillah

Sampai Kapan Anak Wajib Dinafkahi Orang Tua?

Pertanyaan: Sampai kapan seorang ayah wajib menafkahi anaknya? Apakah sampai anaknya bekerja atau sampai kapan? Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Seorang ayah wajib menafkahi anak-anaknya. Allah ta’ala juga berfirman: لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً . “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath-Thalaq: 7). Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كفى بالمرءِ إثمًا أن يضَيِّعَ من يَقُوتُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692, Ibnu Hibban no.4240, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud). Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إبدأْ بنفسِك فتصدَّقْ عليها . فإن فضَلَ شيءٌ فلأهلِك . فإن فضَل عن أهلِك شيءٌ فلذى قرابتِك . فإن فضَل عن ذى قرابتِك شيءٌ فهكذا وهكذا ” يقولُ : فبين يدَيك وعن يمينِك وعن شمالِك “Dahulukan (nafkah) dirimu sendiri. Jika masih ada kelebihan, maka untuk keluargamu. Jika telah bersedekah kepada keluargamu namun masih ada kelebihan, maka untuk kerabatmu. Jika telah bersedekah kepada kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka seterusnya demikian dan demikian”. Beliau berkata: “maka untuk orang-orang di depanmu, di kananmu dan di kirimu” (HR. Muslim no. 997). Demikian juga, kewajiban bapak untuk menafkahi anak-anaknya adalah kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan: وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ منْ أَهْلِ الْعِلْمِ , عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلادِهِ الأَطْفَالِ الَّذِينَ لا مَالَ لَهُمْ . وَلأَنَّ وَلَدَ الإِنْسَانِ بَعْضُهُ , وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ , فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِه  “Para ulama yang kami hafal pendapatnya bersepakat bahwa seorang laki-laki wajib menafkahi anak-anaknya yang masih kecil yang tidak punya harta. Karena anak dari seseorang adalah bagian darinya, si anak adalah bagian dari bapaknya. Maka sebagaimana ia wajib menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya, ia juga wajib menafkahi dirinya dan bagian dari dirinya (yaitu anaknya)” (Al-Mughni, 8/171). Dan yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah sandang (pakaian pokok), pangan (makanan pokok) dan papan (tempat tinggal). Dalam kitab Al-Fiqhul Muyassar (1/337) disebutkan: وشرعاً: كفاية من يَمُونُه بالمعروف قوتاً، وكسوة، ومسكناً، وتوابعها “Secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal, dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”. Tentang sampai kapan seorang anak wajib dinafkahi oleh orang tuanya, dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa keterangan berikut. Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: وَإِيجَابُ نَفَقَةِ الْوَلَدِ عَلَى أَبِيهِ، وَإِنْ كَانَ كَبِيرًا. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ اُخْتُلِفَ فِي نَفَقَةِ مَنْ بَلَغَ مِنْ الْأَوْلَادِ، وَلَا مَالَ لَهُ، وَلَا كَسْبَ فَأَوْجَبَ طَائِفَةٌ النَّفَقَةَ لِجَمِيعِ الْأَوْلَادِ أَطْفَالًا كَانُوا أَوْ بَالِغِينَ، إنَاثًا أَوْ ذُكْرَانًا إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُمْ أَمْوَالٌ يَسْتَغْنُونَ بِهَا عَنْ الْآبَاءِ وَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إلَى أَنَّ الْوَاجِبَ الْإِنْفَاقُ عَلَيْهِمْ إلَى أَنْ يَبْلُغَ الذَّكَرُ وَتَتَزَوَّجَ الْأُنْثَى ثُمَّ لَا نَفَقَةَ عَلَى الْأَبِ إلَّا إذَا كَانُوا زَمْنَى، فَإِنْ كَانَتْ لَهُمْ أَمْوَالٌ، فَلَا وُجُوبَ عَلَى الْأَبِ  “Wajib seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya, walaupun anaknya sudah dewasa. Ibnul Mundzir mengatakan: Para ulama berselisih pendapat tentang nafkah anak yang sudah baligh yang tidak punya harta serta tidak punya penghasilan. Sebagian ulama mewajibkan nafkah untuk semua anak, baik masih kecil ataupun sudah baligh, baik perempuan ataupun laki-laki. Selama mereka tidak memiliki harta yang mencukupi jika tidak dinafkahi oleh ayahnya. Namun jumhur ulama mengatakan bahwa nafkah yang wajib bagi anak laki-laki adalah sampai ia baligh sedangkan bagi anak perempuan adalah sampai ia menikah. Kecuali jika mereka zamnaa (sakit parah dalam waktu yang lama). Jika mereka zamnaa namun memiliki harta yang cukup maka tidak ada kewajiban nafkah bagi sang ayah” (Subulus Salam Syarhu Bulughil Maram, 3/325). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:  عَلَيْهِ نَفَقَةُ وَلَدِهِ بِالْمَعْرُوفِ إذَا كَانَ الْوَلَدُ فَقِيرًا عَاجِزًا عَنْ الْكَسْبِ وَالْوَالِدُ مُوسِرًا “Wajib bagi ayah untuk menafkahi anak-anaknya secara ma’ruf, jika anaknya miskin dan tidak mampu mencari penghasilan sedangkan ayahnya berkecukupan” (Majmu’ Al-Fatawa, 34/105). Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan: حق الابن على أبيه ينتهي بمجرد استغنائه عنه ، إذا كبر واستطاع أن يكتسب لنفسه وأن يستغني بكسبه : فإنه ينتهي حقه على والده في الإنفاق ، أما مادام أنه صغير أو كبير ولكنه لم يستغن ولم يقدر على الاكتساب : فإنه يبقى على والده حق الإنفاق عليه حتى يستغني “Hak anak yang wajib dipenuhi oleh ayahnya adalah sekedar memberikan kecukupan kepada anaknya. Jika anak sudah dewasa dan mampu untuk mencari penghasilan sendiri untuk dirinya, atau ia punya harta yang cukup untuk dirinya, maka berhenti kewajiban nafkah atas ayahnya. Adapun selama sang anak masih kecil atau sang anak sudah dewasa namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mampu untuk mencari penghasilan, maka ia masih memiliki hak untuk diberikan nafkah dari ayahnya sampai ia bisa tercukupi” (Muntaqa Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/240). Kesimpulan dari penjelasan para ulama di atas, dirangkum oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid berikut ini: واتفقوا على أن الوالد يلزمه نفقة أبنائه العجزة من الذكور والإناث حتى يستغنوا كبارا كانوا أو صغارا .واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ولده الذي له مال يستغني به ولو كان هذا الولد صغيرا . واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ابنه الذكر إذا بلغ الحلم وكان قادرا على التكسب . واختلفوا في لزوم النفقة على الوالد لابنه البالغ الفقير القادر على الكسب، فأكثر العلماء يرون أنه لا تلزمه نفقته ، لقدرته على الكسب … واختلفوا أيضا في البنت التي بلغت الحلم هل يلزم والدها النفقة عليها أم لا ؟ فذهب أكثر العلماء إلى أنه يلزمه أن ينفق عليها حتى تتزوج Ulama sepakat bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya yang lemah (tidak mampu mencari penghasilan), baik laki-laki dan perempuan, sampai mereka bisa mencukupi nafkah dirinya. Baik sudah dewasa atau masuk kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anaknya yang memiliki harta yang mencukupi untuk dirinya, walaupun sang anak masih kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anak laki-lakinya, jika sudah baligh dan mampu untuk mencari penghasilan.  Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah untuk menafkahi anak laki-laki dewasanya yang miskin namun mampu mencari penghasilan. Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayah tidak wajib memberi nafkah karena sang anak mampu mencari penghasilan. Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah terhadap anak perempuannya yang sudah baligh apakah ayahnya wajib menafkahinya ataukah tidak? Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayahnya wajib untuk menafkahinya sampai ia menikah (Fatwa Islam Sual wa Jawab, no. 13464). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 1,242 times, 11 visit(s) today Post Views: 966 QRIS donasi Yufid

Sampai Kapan Anak Wajib Dinafkahi Orang Tua?

Pertanyaan: Sampai kapan seorang ayah wajib menafkahi anaknya? Apakah sampai anaknya bekerja atau sampai kapan? Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Seorang ayah wajib menafkahi anak-anaknya. Allah ta’ala juga berfirman: لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً . “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath-Thalaq: 7). Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كفى بالمرءِ إثمًا أن يضَيِّعَ من يَقُوتُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692, Ibnu Hibban no.4240, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud). Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إبدأْ بنفسِك فتصدَّقْ عليها . فإن فضَلَ شيءٌ فلأهلِك . فإن فضَل عن أهلِك شيءٌ فلذى قرابتِك . فإن فضَل عن ذى قرابتِك شيءٌ فهكذا وهكذا ” يقولُ : فبين يدَيك وعن يمينِك وعن شمالِك “Dahulukan (nafkah) dirimu sendiri. Jika masih ada kelebihan, maka untuk keluargamu. Jika telah bersedekah kepada keluargamu namun masih ada kelebihan, maka untuk kerabatmu. Jika telah bersedekah kepada kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka seterusnya demikian dan demikian”. Beliau berkata: “maka untuk orang-orang di depanmu, di kananmu dan di kirimu” (HR. Muslim no. 997). Demikian juga, kewajiban bapak untuk menafkahi anak-anaknya adalah kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan: وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ منْ أَهْلِ الْعِلْمِ , عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلادِهِ الأَطْفَالِ الَّذِينَ لا مَالَ لَهُمْ . وَلأَنَّ وَلَدَ الإِنْسَانِ بَعْضُهُ , وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ , فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِه  “Para ulama yang kami hafal pendapatnya bersepakat bahwa seorang laki-laki wajib menafkahi anak-anaknya yang masih kecil yang tidak punya harta. Karena anak dari seseorang adalah bagian darinya, si anak adalah bagian dari bapaknya. Maka sebagaimana ia wajib menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya, ia juga wajib menafkahi dirinya dan bagian dari dirinya (yaitu anaknya)” (Al-Mughni, 8/171). Dan yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah sandang (pakaian pokok), pangan (makanan pokok) dan papan (tempat tinggal). Dalam kitab Al-Fiqhul Muyassar (1/337) disebutkan: وشرعاً: كفاية من يَمُونُه بالمعروف قوتاً، وكسوة، ومسكناً، وتوابعها “Secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal, dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”. Tentang sampai kapan seorang anak wajib dinafkahi oleh orang tuanya, dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa keterangan berikut. Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: وَإِيجَابُ نَفَقَةِ الْوَلَدِ عَلَى أَبِيهِ، وَإِنْ كَانَ كَبِيرًا. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ اُخْتُلِفَ فِي نَفَقَةِ مَنْ بَلَغَ مِنْ الْأَوْلَادِ، وَلَا مَالَ لَهُ، وَلَا كَسْبَ فَأَوْجَبَ طَائِفَةٌ النَّفَقَةَ لِجَمِيعِ الْأَوْلَادِ أَطْفَالًا كَانُوا أَوْ بَالِغِينَ، إنَاثًا أَوْ ذُكْرَانًا إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُمْ أَمْوَالٌ يَسْتَغْنُونَ بِهَا عَنْ الْآبَاءِ وَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إلَى أَنَّ الْوَاجِبَ الْإِنْفَاقُ عَلَيْهِمْ إلَى أَنْ يَبْلُغَ الذَّكَرُ وَتَتَزَوَّجَ الْأُنْثَى ثُمَّ لَا نَفَقَةَ عَلَى الْأَبِ إلَّا إذَا كَانُوا زَمْنَى، فَإِنْ كَانَتْ لَهُمْ أَمْوَالٌ، فَلَا وُجُوبَ عَلَى الْأَبِ  “Wajib seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya, walaupun anaknya sudah dewasa. Ibnul Mundzir mengatakan: Para ulama berselisih pendapat tentang nafkah anak yang sudah baligh yang tidak punya harta serta tidak punya penghasilan. Sebagian ulama mewajibkan nafkah untuk semua anak, baik masih kecil ataupun sudah baligh, baik perempuan ataupun laki-laki. Selama mereka tidak memiliki harta yang mencukupi jika tidak dinafkahi oleh ayahnya. Namun jumhur ulama mengatakan bahwa nafkah yang wajib bagi anak laki-laki adalah sampai ia baligh sedangkan bagi anak perempuan adalah sampai ia menikah. Kecuali jika mereka zamnaa (sakit parah dalam waktu yang lama). Jika mereka zamnaa namun memiliki harta yang cukup maka tidak ada kewajiban nafkah bagi sang ayah” (Subulus Salam Syarhu Bulughil Maram, 3/325). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:  عَلَيْهِ نَفَقَةُ وَلَدِهِ بِالْمَعْرُوفِ إذَا كَانَ الْوَلَدُ فَقِيرًا عَاجِزًا عَنْ الْكَسْبِ وَالْوَالِدُ مُوسِرًا “Wajib bagi ayah untuk menafkahi anak-anaknya secara ma’ruf, jika anaknya miskin dan tidak mampu mencari penghasilan sedangkan ayahnya berkecukupan” (Majmu’ Al-Fatawa, 34/105). Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan: حق الابن على أبيه ينتهي بمجرد استغنائه عنه ، إذا كبر واستطاع أن يكتسب لنفسه وأن يستغني بكسبه : فإنه ينتهي حقه على والده في الإنفاق ، أما مادام أنه صغير أو كبير ولكنه لم يستغن ولم يقدر على الاكتساب : فإنه يبقى على والده حق الإنفاق عليه حتى يستغني “Hak anak yang wajib dipenuhi oleh ayahnya adalah sekedar memberikan kecukupan kepada anaknya. Jika anak sudah dewasa dan mampu untuk mencari penghasilan sendiri untuk dirinya, atau ia punya harta yang cukup untuk dirinya, maka berhenti kewajiban nafkah atas ayahnya. Adapun selama sang anak masih kecil atau sang anak sudah dewasa namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mampu untuk mencari penghasilan, maka ia masih memiliki hak untuk diberikan nafkah dari ayahnya sampai ia bisa tercukupi” (Muntaqa Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/240). Kesimpulan dari penjelasan para ulama di atas, dirangkum oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid berikut ini: واتفقوا على أن الوالد يلزمه نفقة أبنائه العجزة من الذكور والإناث حتى يستغنوا كبارا كانوا أو صغارا .واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ولده الذي له مال يستغني به ولو كان هذا الولد صغيرا . واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ابنه الذكر إذا بلغ الحلم وكان قادرا على التكسب . واختلفوا في لزوم النفقة على الوالد لابنه البالغ الفقير القادر على الكسب، فأكثر العلماء يرون أنه لا تلزمه نفقته ، لقدرته على الكسب … واختلفوا أيضا في البنت التي بلغت الحلم هل يلزم والدها النفقة عليها أم لا ؟ فذهب أكثر العلماء إلى أنه يلزمه أن ينفق عليها حتى تتزوج Ulama sepakat bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya yang lemah (tidak mampu mencari penghasilan), baik laki-laki dan perempuan, sampai mereka bisa mencukupi nafkah dirinya. Baik sudah dewasa atau masuk kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anaknya yang memiliki harta yang mencukupi untuk dirinya, walaupun sang anak masih kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anak laki-lakinya, jika sudah baligh dan mampu untuk mencari penghasilan.  Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah untuk menafkahi anak laki-laki dewasanya yang miskin namun mampu mencari penghasilan. Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayah tidak wajib memberi nafkah karena sang anak mampu mencari penghasilan. Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah terhadap anak perempuannya yang sudah baligh apakah ayahnya wajib menafkahinya ataukah tidak? Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayahnya wajib untuk menafkahinya sampai ia menikah (Fatwa Islam Sual wa Jawab, no. 13464). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 1,242 times, 11 visit(s) today Post Views: 966 QRIS donasi Yufid
Pertanyaan: Sampai kapan seorang ayah wajib menafkahi anaknya? Apakah sampai anaknya bekerja atau sampai kapan? Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Seorang ayah wajib menafkahi anak-anaknya. Allah ta’ala juga berfirman: لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً . “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath-Thalaq: 7). Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كفى بالمرءِ إثمًا أن يضَيِّعَ من يَقُوتُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692, Ibnu Hibban no.4240, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud). Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إبدأْ بنفسِك فتصدَّقْ عليها . فإن فضَلَ شيءٌ فلأهلِك . فإن فضَل عن أهلِك شيءٌ فلذى قرابتِك . فإن فضَل عن ذى قرابتِك شيءٌ فهكذا وهكذا ” يقولُ : فبين يدَيك وعن يمينِك وعن شمالِك “Dahulukan (nafkah) dirimu sendiri. Jika masih ada kelebihan, maka untuk keluargamu. Jika telah bersedekah kepada keluargamu namun masih ada kelebihan, maka untuk kerabatmu. Jika telah bersedekah kepada kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka seterusnya demikian dan demikian”. Beliau berkata: “maka untuk orang-orang di depanmu, di kananmu dan di kirimu” (HR. Muslim no. 997). Demikian juga, kewajiban bapak untuk menafkahi anak-anaknya adalah kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan: وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ منْ أَهْلِ الْعِلْمِ , عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلادِهِ الأَطْفَالِ الَّذِينَ لا مَالَ لَهُمْ . وَلأَنَّ وَلَدَ الإِنْسَانِ بَعْضُهُ , وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ , فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِه  “Para ulama yang kami hafal pendapatnya bersepakat bahwa seorang laki-laki wajib menafkahi anak-anaknya yang masih kecil yang tidak punya harta. Karena anak dari seseorang adalah bagian darinya, si anak adalah bagian dari bapaknya. Maka sebagaimana ia wajib menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya, ia juga wajib menafkahi dirinya dan bagian dari dirinya (yaitu anaknya)” (Al-Mughni, 8/171). Dan yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah sandang (pakaian pokok), pangan (makanan pokok) dan papan (tempat tinggal). Dalam kitab Al-Fiqhul Muyassar (1/337) disebutkan: وشرعاً: كفاية من يَمُونُه بالمعروف قوتاً، وكسوة، ومسكناً، وتوابعها “Secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal, dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”. Tentang sampai kapan seorang anak wajib dinafkahi oleh orang tuanya, dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa keterangan berikut. Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: وَإِيجَابُ نَفَقَةِ الْوَلَدِ عَلَى أَبِيهِ، وَإِنْ كَانَ كَبِيرًا. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ اُخْتُلِفَ فِي نَفَقَةِ مَنْ بَلَغَ مِنْ الْأَوْلَادِ، وَلَا مَالَ لَهُ، وَلَا كَسْبَ فَأَوْجَبَ طَائِفَةٌ النَّفَقَةَ لِجَمِيعِ الْأَوْلَادِ أَطْفَالًا كَانُوا أَوْ بَالِغِينَ، إنَاثًا أَوْ ذُكْرَانًا إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُمْ أَمْوَالٌ يَسْتَغْنُونَ بِهَا عَنْ الْآبَاءِ وَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إلَى أَنَّ الْوَاجِبَ الْإِنْفَاقُ عَلَيْهِمْ إلَى أَنْ يَبْلُغَ الذَّكَرُ وَتَتَزَوَّجَ الْأُنْثَى ثُمَّ لَا نَفَقَةَ عَلَى الْأَبِ إلَّا إذَا كَانُوا زَمْنَى، فَإِنْ كَانَتْ لَهُمْ أَمْوَالٌ، فَلَا وُجُوبَ عَلَى الْأَبِ  “Wajib seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya, walaupun anaknya sudah dewasa. Ibnul Mundzir mengatakan: Para ulama berselisih pendapat tentang nafkah anak yang sudah baligh yang tidak punya harta serta tidak punya penghasilan. Sebagian ulama mewajibkan nafkah untuk semua anak, baik masih kecil ataupun sudah baligh, baik perempuan ataupun laki-laki. Selama mereka tidak memiliki harta yang mencukupi jika tidak dinafkahi oleh ayahnya. Namun jumhur ulama mengatakan bahwa nafkah yang wajib bagi anak laki-laki adalah sampai ia baligh sedangkan bagi anak perempuan adalah sampai ia menikah. Kecuali jika mereka zamnaa (sakit parah dalam waktu yang lama). Jika mereka zamnaa namun memiliki harta yang cukup maka tidak ada kewajiban nafkah bagi sang ayah” (Subulus Salam Syarhu Bulughil Maram, 3/325). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:  عَلَيْهِ نَفَقَةُ وَلَدِهِ بِالْمَعْرُوفِ إذَا كَانَ الْوَلَدُ فَقِيرًا عَاجِزًا عَنْ الْكَسْبِ وَالْوَالِدُ مُوسِرًا “Wajib bagi ayah untuk menafkahi anak-anaknya secara ma’ruf, jika anaknya miskin dan tidak mampu mencari penghasilan sedangkan ayahnya berkecukupan” (Majmu’ Al-Fatawa, 34/105). Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan: حق الابن على أبيه ينتهي بمجرد استغنائه عنه ، إذا كبر واستطاع أن يكتسب لنفسه وأن يستغني بكسبه : فإنه ينتهي حقه على والده في الإنفاق ، أما مادام أنه صغير أو كبير ولكنه لم يستغن ولم يقدر على الاكتساب : فإنه يبقى على والده حق الإنفاق عليه حتى يستغني “Hak anak yang wajib dipenuhi oleh ayahnya adalah sekedar memberikan kecukupan kepada anaknya. Jika anak sudah dewasa dan mampu untuk mencari penghasilan sendiri untuk dirinya, atau ia punya harta yang cukup untuk dirinya, maka berhenti kewajiban nafkah atas ayahnya. Adapun selama sang anak masih kecil atau sang anak sudah dewasa namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mampu untuk mencari penghasilan, maka ia masih memiliki hak untuk diberikan nafkah dari ayahnya sampai ia bisa tercukupi” (Muntaqa Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/240). Kesimpulan dari penjelasan para ulama di atas, dirangkum oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid berikut ini: واتفقوا على أن الوالد يلزمه نفقة أبنائه العجزة من الذكور والإناث حتى يستغنوا كبارا كانوا أو صغارا .واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ولده الذي له مال يستغني به ولو كان هذا الولد صغيرا . واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ابنه الذكر إذا بلغ الحلم وكان قادرا على التكسب . واختلفوا في لزوم النفقة على الوالد لابنه البالغ الفقير القادر على الكسب، فأكثر العلماء يرون أنه لا تلزمه نفقته ، لقدرته على الكسب … واختلفوا أيضا في البنت التي بلغت الحلم هل يلزم والدها النفقة عليها أم لا ؟ فذهب أكثر العلماء إلى أنه يلزمه أن ينفق عليها حتى تتزوج Ulama sepakat bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya yang lemah (tidak mampu mencari penghasilan), baik laki-laki dan perempuan, sampai mereka bisa mencukupi nafkah dirinya. Baik sudah dewasa atau masuk kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anaknya yang memiliki harta yang mencukupi untuk dirinya, walaupun sang anak masih kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anak laki-lakinya, jika sudah baligh dan mampu untuk mencari penghasilan.  Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah untuk menafkahi anak laki-laki dewasanya yang miskin namun mampu mencari penghasilan. Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayah tidak wajib memberi nafkah karena sang anak mampu mencari penghasilan. Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah terhadap anak perempuannya yang sudah baligh apakah ayahnya wajib menafkahinya ataukah tidak? Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayahnya wajib untuk menafkahinya sampai ia menikah (Fatwa Islam Sual wa Jawab, no. 13464). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 1,242 times, 11 visit(s) today Post Views: 966 QRIS donasi Yufid


Pertanyaan: Sampai kapan seorang ayah wajib menafkahi anaknya? Apakah sampai anaknya bekerja atau sampai kapan? Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du, Seorang ayah wajib menafkahi anak-anaknya. Allah ta’ala juga berfirman: لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً . “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath-Thalaq: 7). Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: كفى بالمرءِ إثمًا أن يضَيِّعَ من يَقُوتُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692, Ibnu Hibban no.4240, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud). Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: إبدأْ بنفسِك فتصدَّقْ عليها . فإن فضَلَ شيءٌ فلأهلِك . فإن فضَل عن أهلِك شيءٌ فلذى قرابتِك . فإن فضَل عن ذى قرابتِك شيءٌ فهكذا وهكذا ” يقولُ : فبين يدَيك وعن يمينِك وعن شمالِك “Dahulukan (nafkah) dirimu sendiri. Jika masih ada kelebihan, maka untuk keluargamu. Jika telah bersedekah kepada keluargamu namun masih ada kelebihan, maka untuk kerabatmu. Jika telah bersedekah kepada kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka seterusnya demikian dan demikian”. Beliau berkata: “maka untuk orang-orang di depanmu, di kananmu dan di kirimu” (HR. Muslim no. 997). Demikian juga, kewajiban bapak untuk menafkahi anak-anaknya adalah kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan: وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ منْ أَهْلِ الْعِلْمِ , عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلادِهِ الأَطْفَالِ الَّذِينَ لا مَالَ لَهُمْ . وَلأَنَّ وَلَدَ الإِنْسَانِ بَعْضُهُ , وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ , فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِه  “Para ulama yang kami hafal pendapatnya bersepakat bahwa seorang laki-laki wajib menafkahi anak-anaknya yang masih kecil yang tidak punya harta. Karena anak dari seseorang adalah bagian darinya, si anak adalah bagian dari bapaknya. Maka sebagaimana ia wajib menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya, ia juga wajib menafkahi dirinya dan bagian dari dirinya (yaitu anaknya)” (Al-Mughni, 8/171). Dan yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah sandang (pakaian pokok), pangan (makanan pokok) dan papan (tempat tinggal). Dalam kitab Al-Fiqhul Muyassar (1/337) disebutkan: وشرعاً: كفاية من يَمُونُه بالمعروف قوتاً، وكسوة، ومسكناً، وتوابعها “Secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal, dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”. Tentang sampai kapan seorang anak wajib dinafkahi oleh orang tuanya, dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa keterangan berikut. Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: وَإِيجَابُ نَفَقَةِ الْوَلَدِ عَلَى أَبِيهِ، وَإِنْ كَانَ كَبِيرًا. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ اُخْتُلِفَ فِي نَفَقَةِ مَنْ بَلَغَ مِنْ الْأَوْلَادِ، وَلَا مَالَ لَهُ، وَلَا كَسْبَ فَأَوْجَبَ طَائِفَةٌ النَّفَقَةَ لِجَمِيعِ الْأَوْلَادِ أَطْفَالًا كَانُوا أَوْ بَالِغِينَ، إنَاثًا أَوْ ذُكْرَانًا إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُمْ أَمْوَالٌ يَسْتَغْنُونَ بِهَا عَنْ الْآبَاءِ وَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إلَى أَنَّ الْوَاجِبَ الْإِنْفَاقُ عَلَيْهِمْ إلَى أَنْ يَبْلُغَ الذَّكَرُ وَتَتَزَوَّجَ الْأُنْثَى ثُمَّ لَا نَفَقَةَ عَلَى الْأَبِ إلَّا إذَا كَانُوا زَمْنَى، فَإِنْ كَانَتْ لَهُمْ أَمْوَالٌ، فَلَا وُجُوبَ عَلَى الْأَبِ  “Wajib seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya, walaupun anaknya sudah dewasa. Ibnul Mundzir mengatakan: Para ulama berselisih pendapat tentang nafkah anak yang sudah baligh yang tidak punya harta serta tidak punya penghasilan. Sebagian ulama mewajibkan nafkah untuk semua anak, baik masih kecil ataupun sudah baligh, baik perempuan ataupun laki-laki. Selama mereka tidak memiliki harta yang mencukupi jika tidak dinafkahi oleh ayahnya. Namun jumhur ulama mengatakan bahwa nafkah yang wajib bagi anak laki-laki adalah sampai ia baligh sedangkan bagi anak perempuan adalah sampai ia menikah. Kecuali jika mereka zamnaa (sakit parah dalam waktu yang lama). Jika mereka zamnaa namun memiliki harta yang cukup maka tidak ada kewajiban nafkah bagi sang ayah” (Subulus Salam Syarhu Bulughil Maram, 3/325). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:  عَلَيْهِ نَفَقَةُ وَلَدِهِ بِالْمَعْرُوفِ إذَا كَانَ الْوَلَدُ فَقِيرًا عَاجِزًا عَنْ الْكَسْبِ وَالْوَالِدُ مُوسِرًا “Wajib bagi ayah untuk menafkahi anak-anaknya secara ma’ruf, jika anaknya miskin dan tidak mampu mencari penghasilan sedangkan ayahnya berkecukupan” (Majmu’ Al-Fatawa, 34/105). Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan: حق الابن على أبيه ينتهي بمجرد استغنائه عنه ، إذا كبر واستطاع أن يكتسب لنفسه وأن يستغني بكسبه : فإنه ينتهي حقه على والده في الإنفاق ، أما مادام أنه صغير أو كبير ولكنه لم يستغن ولم يقدر على الاكتساب : فإنه يبقى على والده حق الإنفاق عليه حتى يستغني “Hak anak yang wajib dipenuhi oleh ayahnya adalah sekedar memberikan kecukupan kepada anaknya. Jika anak sudah dewasa dan mampu untuk mencari penghasilan sendiri untuk dirinya, atau ia punya harta yang cukup untuk dirinya, maka berhenti kewajiban nafkah atas ayahnya. Adapun selama sang anak masih kecil atau sang anak sudah dewasa namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mampu untuk mencari penghasilan, maka ia masih memiliki hak untuk diberikan nafkah dari ayahnya sampai ia bisa tercukupi” (Muntaqa Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/240). Kesimpulan dari penjelasan para ulama di atas, dirangkum oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid berikut ini: واتفقوا على أن الوالد يلزمه نفقة أبنائه العجزة من الذكور والإناث حتى يستغنوا كبارا كانوا أو صغارا .واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ولده الذي له مال يستغني به ولو كان هذا الولد صغيرا . واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ابنه الذكر إذا بلغ الحلم وكان قادرا على التكسب . واختلفوا في لزوم النفقة على الوالد لابنه البالغ الفقير القادر على الكسب، فأكثر العلماء يرون أنه لا تلزمه نفقته ، لقدرته على الكسب … واختلفوا أيضا في البنت التي بلغت الحلم هل يلزم والدها النفقة عليها أم لا ؟ فذهب أكثر العلماء إلى أنه يلزمه أن ينفق عليها حتى تتزوج Ulama sepakat bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya yang lemah (tidak mampu mencari penghasilan), baik laki-laki dan perempuan, sampai mereka bisa mencukupi nafkah dirinya. Baik sudah dewasa atau masuk kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anaknya yang memiliki harta yang mencukupi untuk dirinya, walaupun sang anak masih kecil. Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anak laki-lakinya, jika sudah baligh dan mampu untuk mencari penghasilan.  Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah untuk menafkahi anak laki-laki dewasanya yang miskin namun mampu mencari penghasilan. Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayah tidak wajib memberi nafkah karena sang anak mampu mencari penghasilan. Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah terhadap anak perempuannya yang sudah baligh apakah ayahnya wajib menafkahinya ataukah tidak? Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayahnya wajib untuk menafkahinya sampai ia menikah (Fatwa Islam Sual wa Jawab, no. 13464). Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Qoul Qodim Dan Qoul Jadid, Hewan Yang Boleh Dipelihara Menurut Islam, Asap Tanda Kiamat, Nama Kecil Abu Lahab, Gaya Berhubungan Suami Istri Sesuai Sunnah Visited 1,242 times, 11 visit(s) today Post Views: 966 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Jadikan Ini Sebagai Pedoman Hidupmu! – Syaikh Abdullah Al-Ma’yuf #NasehatUlama

“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu…” (QS. al-Baqarah: 216) “… Boleh jadi kamu membenci ‘sesuatu’…” Kata ‘sesuatu’ berbentuk nakirah (indefinitif) dalam kalimat positif, sehingga maknanya mutlak. Jadi “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu” yakni segala sesuatu, baik itu peperangan atau apa? Atau selainnya. “…padahal ia amat baik bagimu…” Jadikanlah ini sebagai pedoman dalam hidupmu, wahai hamba Allah! Karena manusia dengan kebodohannya dan keterbatasan pandangannya, membenci banyak hal. Lalu setelah beberapa tahun tersingkap baginya apa? Atau bahkan setelah beberapa waktu, tidak harus sampai beberapa tahun, bahwa apa yang dulu dia benci itu ternyata baik baginya. Sebaliknya terkadang dia menyukai sesuatu dan berharap bisa mendapatkannya, lalu setelah beberapa waktu, tersingkap baginya bahwa itu buruk baginya. “Lalu bila kamu tidak menyukai mereka…” Ayat ini membahas tentang suami yang membenci istrinya “…maka bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. an-Nisa: 19) Dan termasuk dari kebaikan yang banyak itu adalah anak yang saleh, sebagaimana yang dikatakan para ulama. Jadi timbangannya bukan tergantung pada ketidaksukaanmu, tapi timbangannya adalah pada apa, wahai saudara-saudara? Pada pengaturan dan ketetapan Tuhan kita, subhanahu wa bihamdihi. Semua yang dibagi dan ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya, maka itu adalah yang terbaik baginya. “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat itu…” Mengapa? Karena “…semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” (QS. Ali Imran: 7) Karena itu dari sisi Tuhan kami, maka kami patuh sepenuhnya, baik itu kami mengetahui hikmahnya maupun tidak. Sebab itu berasal dari Tuhan kami. Dan Allah Ta’ala tidak ditanya tentang apa yang Dia perbuat, tapi para makhluk-Nya yang akan ditanya. ==== وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا النَّكِرَةُ فِي سِيَاقِ إِثْبَاتِ الْمُطْلَقَةِ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا أَيَّ شَيْءٍ سَوَاءٌ قِتَالًا أَوْ مَاذَا؟ أَوْ غَيْرَهُ وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَاعْتَبِرْ هَذَا الْمِعْيَارَ فِي حَيَاتِكَ يَا عَبْدَ اللهِ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ بِحُكْمِ جَهْلِهِ وَقَصْرِ نَظَرِهِ يَكْرَهُ أَشْيَاءَ ثُمَّ بَعْدَ سِنِينَ يَتَبَيَّنُ لَهُ مَاذَا؟ أَوْ بَعْدَ حِينٍ حَتَّى مَا هُوَ لَازِمٌ سِنِيْنَ أَنَّ هَذَا الَّذِي كَرِهَهُ كَانَ خَيْرًا لَهُ وَقَدْ يُحِبُّ شَيْئًا وَيَتَمَنَّى حُصُولَهُ ثُمَّ يَتَبَيَّنُهُ بَعْدَ حِينٍ أَنَّهُ نَعَمْ كَانَ شَرٌّ لَهُ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ وَهَذَا فِي الرَّجُلِ يَكْرَهُ الْمَرْأَةَ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا وَمِنَ الْخَيْرِ الْكَثِيرِ الْوَلَدُ الصَّالِحُ كَمَا قَالَ أَهْلُ الْعِلْمِ فَالْمِعْيَارُ لَيْسَ فِي كُرْهِكَ وَإِنَّمَا الْمِعْيَارُ فِي مَاذَا يَا إِخْوَانُ؟ فِي تَدْبِيْرِ رَبِّنَا وَتَقْدِيرِهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَمَا قَسَمَهُ لِعَبْدِهِ وَقَضَاهُ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَالرَّاشِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ لِمَاذَا؟ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا إِذْ كَانَ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا فَعَلَى الْعَيْنِ وَالرَّأْسِ عَقَلْنَا حِكْمَتَهُ أَوْ لَمْ نَعْقِلْ إِذْ هُوَ مِنْ رَبِّنَا وَهُوَ تَعَالَى لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

Jadikan Ini Sebagai Pedoman Hidupmu! – Syaikh Abdullah Al-Ma’yuf #NasehatUlama

“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu…” (QS. al-Baqarah: 216) “… Boleh jadi kamu membenci ‘sesuatu’…” Kata ‘sesuatu’ berbentuk nakirah (indefinitif) dalam kalimat positif, sehingga maknanya mutlak. Jadi “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu” yakni segala sesuatu, baik itu peperangan atau apa? Atau selainnya. “…padahal ia amat baik bagimu…” Jadikanlah ini sebagai pedoman dalam hidupmu, wahai hamba Allah! Karena manusia dengan kebodohannya dan keterbatasan pandangannya, membenci banyak hal. Lalu setelah beberapa tahun tersingkap baginya apa? Atau bahkan setelah beberapa waktu, tidak harus sampai beberapa tahun, bahwa apa yang dulu dia benci itu ternyata baik baginya. Sebaliknya terkadang dia menyukai sesuatu dan berharap bisa mendapatkannya, lalu setelah beberapa waktu, tersingkap baginya bahwa itu buruk baginya. “Lalu bila kamu tidak menyukai mereka…” Ayat ini membahas tentang suami yang membenci istrinya “…maka bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. an-Nisa: 19) Dan termasuk dari kebaikan yang banyak itu adalah anak yang saleh, sebagaimana yang dikatakan para ulama. Jadi timbangannya bukan tergantung pada ketidaksukaanmu, tapi timbangannya adalah pada apa, wahai saudara-saudara? Pada pengaturan dan ketetapan Tuhan kita, subhanahu wa bihamdihi. Semua yang dibagi dan ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya, maka itu adalah yang terbaik baginya. “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat itu…” Mengapa? Karena “…semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” (QS. Ali Imran: 7) Karena itu dari sisi Tuhan kami, maka kami patuh sepenuhnya, baik itu kami mengetahui hikmahnya maupun tidak. Sebab itu berasal dari Tuhan kami. Dan Allah Ta’ala tidak ditanya tentang apa yang Dia perbuat, tapi para makhluk-Nya yang akan ditanya. ==== وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا النَّكِرَةُ فِي سِيَاقِ إِثْبَاتِ الْمُطْلَقَةِ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا أَيَّ شَيْءٍ سَوَاءٌ قِتَالًا أَوْ مَاذَا؟ أَوْ غَيْرَهُ وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَاعْتَبِرْ هَذَا الْمِعْيَارَ فِي حَيَاتِكَ يَا عَبْدَ اللهِ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ بِحُكْمِ جَهْلِهِ وَقَصْرِ نَظَرِهِ يَكْرَهُ أَشْيَاءَ ثُمَّ بَعْدَ سِنِينَ يَتَبَيَّنُ لَهُ مَاذَا؟ أَوْ بَعْدَ حِينٍ حَتَّى مَا هُوَ لَازِمٌ سِنِيْنَ أَنَّ هَذَا الَّذِي كَرِهَهُ كَانَ خَيْرًا لَهُ وَقَدْ يُحِبُّ شَيْئًا وَيَتَمَنَّى حُصُولَهُ ثُمَّ يَتَبَيَّنُهُ بَعْدَ حِينٍ أَنَّهُ نَعَمْ كَانَ شَرٌّ لَهُ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ وَهَذَا فِي الرَّجُلِ يَكْرَهُ الْمَرْأَةَ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا وَمِنَ الْخَيْرِ الْكَثِيرِ الْوَلَدُ الصَّالِحُ كَمَا قَالَ أَهْلُ الْعِلْمِ فَالْمِعْيَارُ لَيْسَ فِي كُرْهِكَ وَإِنَّمَا الْمِعْيَارُ فِي مَاذَا يَا إِخْوَانُ؟ فِي تَدْبِيْرِ رَبِّنَا وَتَقْدِيرِهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَمَا قَسَمَهُ لِعَبْدِهِ وَقَضَاهُ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَالرَّاشِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ لِمَاذَا؟ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا إِذْ كَانَ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا فَعَلَى الْعَيْنِ وَالرَّأْسِ عَقَلْنَا حِكْمَتَهُ أَوْ لَمْ نَعْقِلْ إِذْ هُوَ مِنْ رَبِّنَا وَهُوَ تَعَالَى لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu…” (QS. al-Baqarah: 216) “… Boleh jadi kamu membenci ‘sesuatu’…” Kata ‘sesuatu’ berbentuk nakirah (indefinitif) dalam kalimat positif, sehingga maknanya mutlak. Jadi “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu” yakni segala sesuatu, baik itu peperangan atau apa? Atau selainnya. “…padahal ia amat baik bagimu…” Jadikanlah ini sebagai pedoman dalam hidupmu, wahai hamba Allah! Karena manusia dengan kebodohannya dan keterbatasan pandangannya, membenci banyak hal. Lalu setelah beberapa tahun tersingkap baginya apa? Atau bahkan setelah beberapa waktu, tidak harus sampai beberapa tahun, bahwa apa yang dulu dia benci itu ternyata baik baginya. Sebaliknya terkadang dia menyukai sesuatu dan berharap bisa mendapatkannya, lalu setelah beberapa waktu, tersingkap baginya bahwa itu buruk baginya. “Lalu bila kamu tidak menyukai mereka…” Ayat ini membahas tentang suami yang membenci istrinya “…maka bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. an-Nisa: 19) Dan termasuk dari kebaikan yang banyak itu adalah anak yang saleh, sebagaimana yang dikatakan para ulama. Jadi timbangannya bukan tergantung pada ketidaksukaanmu, tapi timbangannya adalah pada apa, wahai saudara-saudara? Pada pengaturan dan ketetapan Tuhan kita, subhanahu wa bihamdihi. Semua yang dibagi dan ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya, maka itu adalah yang terbaik baginya. “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat itu…” Mengapa? Karena “…semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” (QS. Ali Imran: 7) Karena itu dari sisi Tuhan kami, maka kami patuh sepenuhnya, baik itu kami mengetahui hikmahnya maupun tidak. Sebab itu berasal dari Tuhan kami. Dan Allah Ta’ala tidak ditanya tentang apa yang Dia perbuat, tapi para makhluk-Nya yang akan ditanya. ==== وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا النَّكِرَةُ فِي سِيَاقِ إِثْبَاتِ الْمُطْلَقَةِ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا أَيَّ شَيْءٍ سَوَاءٌ قِتَالًا أَوْ مَاذَا؟ أَوْ غَيْرَهُ وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَاعْتَبِرْ هَذَا الْمِعْيَارَ فِي حَيَاتِكَ يَا عَبْدَ اللهِ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ بِحُكْمِ جَهْلِهِ وَقَصْرِ نَظَرِهِ يَكْرَهُ أَشْيَاءَ ثُمَّ بَعْدَ سِنِينَ يَتَبَيَّنُ لَهُ مَاذَا؟ أَوْ بَعْدَ حِينٍ حَتَّى مَا هُوَ لَازِمٌ سِنِيْنَ أَنَّ هَذَا الَّذِي كَرِهَهُ كَانَ خَيْرًا لَهُ وَقَدْ يُحِبُّ شَيْئًا وَيَتَمَنَّى حُصُولَهُ ثُمَّ يَتَبَيَّنُهُ بَعْدَ حِينٍ أَنَّهُ نَعَمْ كَانَ شَرٌّ لَهُ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ وَهَذَا فِي الرَّجُلِ يَكْرَهُ الْمَرْأَةَ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا وَمِنَ الْخَيْرِ الْكَثِيرِ الْوَلَدُ الصَّالِحُ كَمَا قَالَ أَهْلُ الْعِلْمِ فَالْمِعْيَارُ لَيْسَ فِي كُرْهِكَ وَإِنَّمَا الْمِعْيَارُ فِي مَاذَا يَا إِخْوَانُ؟ فِي تَدْبِيْرِ رَبِّنَا وَتَقْدِيرِهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَمَا قَسَمَهُ لِعَبْدِهِ وَقَضَاهُ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَالرَّاشِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ لِمَاذَا؟ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا إِذْ كَانَ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا فَعَلَى الْعَيْنِ وَالرَّأْسِ عَقَلْنَا حِكْمَتَهُ أَوْ لَمْ نَعْقِلْ إِذْ هُوَ مِنْ رَبِّنَا وَهُوَ تَعَالَى لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ


“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu…” (QS. al-Baqarah: 216) “… Boleh jadi kamu membenci ‘sesuatu’…” Kata ‘sesuatu’ berbentuk nakirah (indefinitif) dalam kalimat positif, sehingga maknanya mutlak. Jadi “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu” yakni segala sesuatu, baik itu peperangan atau apa? Atau selainnya. “…padahal ia amat baik bagimu…” Jadikanlah ini sebagai pedoman dalam hidupmu, wahai hamba Allah! Karena manusia dengan kebodohannya dan keterbatasan pandangannya, membenci banyak hal. Lalu setelah beberapa tahun tersingkap baginya apa? Atau bahkan setelah beberapa waktu, tidak harus sampai beberapa tahun, bahwa apa yang dulu dia benci itu ternyata baik baginya. Sebaliknya terkadang dia menyukai sesuatu dan berharap bisa mendapatkannya, lalu setelah beberapa waktu, tersingkap baginya bahwa itu buruk baginya. “Lalu bila kamu tidak menyukai mereka…” Ayat ini membahas tentang suami yang membenci istrinya “…maka bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. an-Nisa: 19) Dan termasuk dari kebaikan yang banyak itu adalah anak yang saleh, sebagaimana yang dikatakan para ulama. Jadi timbangannya bukan tergantung pada ketidaksukaanmu, tapi timbangannya adalah pada apa, wahai saudara-saudara? Pada pengaturan dan ketetapan Tuhan kita, subhanahu wa bihamdihi. Semua yang dibagi dan ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya, maka itu adalah yang terbaik baginya. “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat itu…” Mengapa? Karena “…semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” (QS. Ali Imran: 7) Karena itu dari sisi Tuhan kami, maka kami patuh sepenuhnya, baik itu kami mengetahui hikmahnya maupun tidak. Sebab itu berasal dari Tuhan kami. Dan Allah Ta’ala tidak ditanya tentang apa yang Dia perbuat, tapi para makhluk-Nya yang akan ditanya. ==== وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا النَّكِرَةُ فِي سِيَاقِ إِثْبَاتِ الْمُطْلَقَةِ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا أَيَّ شَيْءٍ سَوَاءٌ قِتَالًا أَوْ مَاذَا؟ أَوْ غَيْرَهُ وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَاعْتَبِرْ هَذَا الْمِعْيَارَ فِي حَيَاتِكَ يَا عَبْدَ اللهِ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ بِحُكْمِ جَهْلِهِ وَقَصْرِ نَظَرِهِ يَكْرَهُ أَشْيَاءَ ثُمَّ بَعْدَ سِنِينَ يَتَبَيَّنُ لَهُ مَاذَا؟ أَوْ بَعْدَ حِينٍ حَتَّى مَا هُوَ لَازِمٌ سِنِيْنَ أَنَّ هَذَا الَّذِي كَرِهَهُ كَانَ خَيْرًا لَهُ وَقَدْ يُحِبُّ شَيْئًا وَيَتَمَنَّى حُصُولَهُ ثُمَّ يَتَبَيَّنُهُ بَعْدَ حِينٍ أَنَّهُ نَعَمْ كَانَ شَرٌّ لَهُ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ وَهَذَا فِي الرَّجُلِ يَكْرَهُ الْمَرْأَةَ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا وَمِنَ الْخَيْرِ الْكَثِيرِ الْوَلَدُ الصَّالِحُ كَمَا قَالَ أَهْلُ الْعِلْمِ فَالْمِعْيَارُ لَيْسَ فِي كُرْهِكَ وَإِنَّمَا الْمِعْيَارُ فِي مَاذَا يَا إِخْوَانُ؟ فِي تَدْبِيْرِ رَبِّنَا وَتَقْدِيرِهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَمَا قَسَمَهُ لِعَبْدِهِ وَقَضَاهُ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَالرَّاشِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ لِمَاذَا؟ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا إِذْ كَانَ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا فَعَلَى الْعَيْنِ وَالرَّأْسِ عَقَلْنَا حِكْمَتَهُ أَوْ لَمْ نَعْقِلْ إِذْ هُوَ مِنْ رَبِّنَا وَهُوَ تَعَالَى لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula

Daftar Isi Toggle Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus DibacaJika sudah dewasaPertama: Mempelajari Akidah yang BenarKedua: Mempelajari Cara SalatKetiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib BaginyaKeempat: Belajar Fikih MuamalahJika masih kecilBuku-Buku yang Disarankan Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus Dibaca Jika sudah dewasa Usia seorang penuntut ilmu pemula tentu berbeda-beda, maka pendekatannya dalam belajar pun berbeda-beda pula. Jika ia sudah dewasa dan balig, maka ia harus memulai dari hal-hal yang paling penting dan dasar dalam agama. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil: Pertama: Mempelajari Akidah yang Benar Pengetahuan tentang tauhid atau keesaan Allah Ta’ala adalah hal yang paling mendasar. Ia harus memahami akidah yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih serta ijma’ salaf saleh. Kedua: Mempelajari Cara Salat Karena salat adalah kewajiban harian yang paling penting, penuntut ilmu harus belajar bagaimana melakukan salat dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib Baginya Jika penuntut ilmu sudah balig, ia harus mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya seperti zakat, puasa, dan haji jika ia berniat menunaikannya. Pengetahuan tentang nisab zakat, tata cara berpuasa, dan manasik haji sangat penting sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, خُذُوا عني مَناسِكَكم “Ambillah dariku manasik (tata cara ibadah) haji kalian.” Keempat: Belajar Fikih Muamalah Jika ia terlibat dalam bisnis atau perdagangan, penting untuk mempelajari fikih muamalah agar tidak terjatuh dalam transaksi yang diharamkan seperti riba. Jika masih kecil Namun, jika ia masih kecil, disarankan agar ia memulai dengan menghafal Al-Qur’an. Mempelajari hal-hal yang disebutkan tadi cukup mudah dan insyaAllah bisa dikuasai oleh anak kecil. Setelah itu, ia bisa kembali fokus pada menghafal Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an sangat penting. Jika seseorang sudah hafal Al-Qur’an, insyaAllah ia akan memiliki kemampuan untuk berkhotbah, memberikan nasihat, dan menjawab argumen orang-orang yang memiliki pemahaman yang keliru. Al-Qur’an akan membantunya dalam banyak ilmu agama, bahkan dalam semua ilmu agama. Al-Qur’an merupakan sumber utama syariat, dan sunah Nabi adalah penjelasnya. Meskipun ada sunah yang menjadi syariat tersendiri, menghafal Kitab Allah harus menjadi prioritas setelah melaksanakan kewajiban-kewajiban yang Allah tetapkan. Buku-Buku yang Disarankan Adapun buku-buku yang disarankan untuk dimiliki oleh penuntut ilmu pemula antara lain: “Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid“: Buku ini memberikan penjelasan mendalam tentang tauhid. “Riyadhus Shalihin” karya Imam Nawawi: Kumpulan hadis yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki akhlak dan ibadah. “Bulughul Maram” dalam Ilmu Fikih: Buku ini berisi hadis-hadis hukum yang penting untuk dipelajari, beserta syarah-syarahnya Setelah menguasai buku-buku dasar ini, penuntut ilmu dapat memperluas perpustakaannya dengan kitab-kitab seperti “Shahih Bukhari,” “Shahih Muslim,” dan “Sunan Abi Dawud” beserta syarah-syarahnya. Ilmu itu saling berkaitan, misalnya jika ia ingin meneliti suatu topik dan menemukan rujukan ke sumber lain, maka ia akan membutuhkan buku-buku tersebut untuk melengkapi perpustakaannya. Allahlah yang Maha Penolong. Baca juga: Nasihat bagi Penuntut Ilmu *** Sumber : https://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3671 Penerjemah: Muhammad Bimo Prasetyo Artikel: Muslim.or.id Tags: penuntut ilmu

Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula

Daftar Isi Toggle Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus DibacaJika sudah dewasaPertama: Mempelajari Akidah yang BenarKedua: Mempelajari Cara SalatKetiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib BaginyaKeempat: Belajar Fikih MuamalahJika masih kecilBuku-Buku yang Disarankan Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus Dibaca Jika sudah dewasa Usia seorang penuntut ilmu pemula tentu berbeda-beda, maka pendekatannya dalam belajar pun berbeda-beda pula. Jika ia sudah dewasa dan balig, maka ia harus memulai dari hal-hal yang paling penting dan dasar dalam agama. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil: Pertama: Mempelajari Akidah yang Benar Pengetahuan tentang tauhid atau keesaan Allah Ta’ala adalah hal yang paling mendasar. Ia harus memahami akidah yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih serta ijma’ salaf saleh. Kedua: Mempelajari Cara Salat Karena salat adalah kewajiban harian yang paling penting, penuntut ilmu harus belajar bagaimana melakukan salat dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib Baginya Jika penuntut ilmu sudah balig, ia harus mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya seperti zakat, puasa, dan haji jika ia berniat menunaikannya. Pengetahuan tentang nisab zakat, tata cara berpuasa, dan manasik haji sangat penting sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, خُذُوا عني مَناسِكَكم “Ambillah dariku manasik (tata cara ibadah) haji kalian.” Keempat: Belajar Fikih Muamalah Jika ia terlibat dalam bisnis atau perdagangan, penting untuk mempelajari fikih muamalah agar tidak terjatuh dalam transaksi yang diharamkan seperti riba. Jika masih kecil Namun, jika ia masih kecil, disarankan agar ia memulai dengan menghafal Al-Qur’an. Mempelajari hal-hal yang disebutkan tadi cukup mudah dan insyaAllah bisa dikuasai oleh anak kecil. Setelah itu, ia bisa kembali fokus pada menghafal Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an sangat penting. Jika seseorang sudah hafal Al-Qur’an, insyaAllah ia akan memiliki kemampuan untuk berkhotbah, memberikan nasihat, dan menjawab argumen orang-orang yang memiliki pemahaman yang keliru. Al-Qur’an akan membantunya dalam banyak ilmu agama, bahkan dalam semua ilmu agama. Al-Qur’an merupakan sumber utama syariat, dan sunah Nabi adalah penjelasnya. Meskipun ada sunah yang menjadi syariat tersendiri, menghafal Kitab Allah harus menjadi prioritas setelah melaksanakan kewajiban-kewajiban yang Allah tetapkan. Buku-Buku yang Disarankan Adapun buku-buku yang disarankan untuk dimiliki oleh penuntut ilmu pemula antara lain: “Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid“: Buku ini memberikan penjelasan mendalam tentang tauhid. “Riyadhus Shalihin” karya Imam Nawawi: Kumpulan hadis yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki akhlak dan ibadah. “Bulughul Maram” dalam Ilmu Fikih: Buku ini berisi hadis-hadis hukum yang penting untuk dipelajari, beserta syarah-syarahnya Setelah menguasai buku-buku dasar ini, penuntut ilmu dapat memperluas perpustakaannya dengan kitab-kitab seperti “Shahih Bukhari,” “Shahih Muslim,” dan “Sunan Abi Dawud” beserta syarah-syarahnya. Ilmu itu saling berkaitan, misalnya jika ia ingin meneliti suatu topik dan menemukan rujukan ke sumber lain, maka ia akan membutuhkan buku-buku tersebut untuk melengkapi perpustakaannya. Allahlah yang Maha Penolong. Baca juga: Nasihat bagi Penuntut Ilmu *** Sumber : https://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3671 Penerjemah: Muhammad Bimo Prasetyo Artikel: Muslim.or.id Tags: penuntut ilmu
Daftar Isi Toggle Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus DibacaJika sudah dewasaPertama: Mempelajari Akidah yang BenarKedua: Mempelajari Cara SalatKetiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib BaginyaKeempat: Belajar Fikih MuamalahJika masih kecilBuku-Buku yang Disarankan Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus Dibaca Jika sudah dewasa Usia seorang penuntut ilmu pemula tentu berbeda-beda, maka pendekatannya dalam belajar pun berbeda-beda pula. Jika ia sudah dewasa dan balig, maka ia harus memulai dari hal-hal yang paling penting dan dasar dalam agama. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil: Pertama: Mempelajari Akidah yang Benar Pengetahuan tentang tauhid atau keesaan Allah Ta’ala adalah hal yang paling mendasar. Ia harus memahami akidah yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih serta ijma’ salaf saleh. Kedua: Mempelajari Cara Salat Karena salat adalah kewajiban harian yang paling penting, penuntut ilmu harus belajar bagaimana melakukan salat dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib Baginya Jika penuntut ilmu sudah balig, ia harus mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya seperti zakat, puasa, dan haji jika ia berniat menunaikannya. Pengetahuan tentang nisab zakat, tata cara berpuasa, dan manasik haji sangat penting sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, خُذُوا عني مَناسِكَكم “Ambillah dariku manasik (tata cara ibadah) haji kalian.” Keempat: Belajar Fikih Muamalah Jika ia terlibat dalam bisnis atau perdagangan, penting untuk mempelajari fikih muamalah agar tidak terjatuh dalam transaksi yang diharamkan seperti riba. Jika masih kecil Namun, jika ia masih kecil, disarankan agar ia memulai dengan menghafal Al-Qur’an. Mempelajari hal-hal yang disebutkan tadi cukup mudah dan insyaAllah bisa dikuasai oleh anak kecil. Setelah itu, ia bisa kembali fokus pada menghafal Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an sangat penting. Jika seseorang sudah hafal Al-Qur’an, insyaAllah ia akan memiliki kemampuan untuk berkhotbah, memberikan nasihat, dan menjawab argumen orang-orang yang memiliki pemahaman yang keliru. Al-Qur’an akan membantunya dalam banyak ilmu agama, bahkan dalam semua ilmu agama. Al-Qur’an merupakan sumber utama syariat, dan sunah Nabi adalah penjelasnya. Meskipun ada sunah yang menjadi syariat tersendiri, menghafal Kitab Allah harus menjadi prioritas setelah melaksanakan kewajiban-kewajiban yang Allah tetapkan. Buku-Buku yang Disarankan Adapun buku-buku yang disarankan untuk dimiliki oleh penuntut ilmu pemula antara lain: “Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid“: Buku ini memberikan penjelasan mendalam tentang tauhid. “Riyadhus Shalihin” karya Imam Nawawi: Kumpulan hadis yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki akhlak dan ibadah. “Bulughul Maram” dalam Ilmu Fikih: Buku ini berisi hadis-hadis hukum yang penting untuk dipelajari, beserta syarah-syarahnya Setelah menguasai buku-buku dasar ini, penuntut ilmu dapat memperluas perpustakaannya dengan kitab-kitab seperti “Shahih Bukhari,” “Shahih Muslim,” dan “Sunan Abi Dawud” beserta syarah-syarahnya. Ilmu itu saling berkaitan, misalnya jika ia ingin meneliti suatu topik dan menemukan rujukan ke sumber lain, maka ia akan membutuhkan buku-buku tersebut untuk melengkapi perpustakaannya. Allahlah yang Maha Penolong. Baca juga: Nasihat bagi Penuntut Ilmu *** Sumber : https://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3671 Penerjemah: Muhammad Bimo Prasetyo Artikel: Muslim.or.id Tags: penuntut ilmu


Daftar Isi Toggle Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus DibacaJika sudah dewasaPertama: Mempelajari Akidah yang BenarKedua: Mempelajari Cara SalatKetiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib BaginyaKeempat: Belajar Fikih MuamalahJika masih kecilBuku-Buku yang Disarankan Nasihat untuk Penuntut Ilmu Pemula: Dari Mana Ia Harus Memulai dan Buku-Buku Apa yang Harus Dibaca Jika sudah dewasa Usia seorang penuntut ilmu pemula tentu berbeda-beda, maka pendekatannya dalam belajar pun berbeda-beda pula. Jika ia sudah dewasa dan balig, maka ia harus memulai dari hal-hal yang paling penting dan dasar dalam agama. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil: Pertama: Mempelajari Akidah yang Benar Pengetahuan tentang tauhid atau keesaan Allah Ta’ala adalah hal yang paling mendasar. Ia harus memahami akidah yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih serta ijma’ salaf saleh. Kedua: Mempelajari Cara Salat Karena salat adalah kewajiban harian yang paling penting, penuntut ilmu harus belajar bagaimana melakukan salat dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketiga: Mempelajari Hal-hal yang Wajib Baginya Jika penuntut ilmu sudah balig, ia harus mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya seperti zakat, puasa, dan haji jika ia berniat menunaikannya. Pengetahuan tentang nisab zakat, tata cara berpuasa, dan manasik haji sangat penting sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, خُذُوا عني مَناسِكَكم “Ambillah dariku manasik (tata cara ibadah) haji kalian.” Keempat: Belajar Fikih Muamalah Jika ia terlibat dalam bisnis atau perdagangan, penting untuk mempelajari fikih muamalah agar tidak terjatuh dalam transaksi yang diharamkan seperti riba. Jika masih kecil Namun, jika ia masih kecil, disarankan agar ia memulai dengan menghafal Al-Qur’an. Mempelajari hal-hal yang disebutkan tadi cukup mudah dan insyaAllah bisa dikuasai oleh anak kecil. Setelah itu, ia bisa kembali fokus pada menghafal Al-Qur’an. Menghafal Al-Qur’an sangat penting. Jika seseorang sudah hafal Al-Qur’an, insyaAllah ia akan memiliki kemampuan untuk berkhotbah, memberikan nasihat, dan menjawab argumen orang-orang yang memiliki pemahaman yang keliru. Al-Qur’an akan membantunya dalam banyak ilmu agama, bahkan dalam semua ilmu agama. Al-Qur’an merupakan sumber utama syariat, dan sunah Nabi adalah penjelasnya. Meskipun ada sunah yang menjadi syariat tersendiri, menghafal Kitab Allah harus menjadi prioritas setelah melaksanakan kewajiban-kewajiban yang Allah tetapkan. Buku-Buku yang Disarankan Adapun buku-buku yang disarankan untuk dimiliki oleh penuntut ilmu pemula antara lain: “Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid“: Buku ini memberikan penjelasan mendalam tentang tauhid. “Riyadhus Shalihin” karya Imam Nawawi: Kumpulan hadis yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki akhlak dan ibadah. “Bulughul Maram” dalam Ilmu Fikih: Buku ini berisi hadis-hadis hukum yang penting untuk dipelajari, beserta syarah-syarahnya Setelah menguasai buku-buku dasar ini, penuntut ilmu dapat memperluas perpustakaannya dengan kitab-kitab seperti “Shahih Bukhari,” “Shahih Muslim,” dan “Sunan Abi Dawud” beserta syarah-syarahnya. Ilmu itu saling berkaitan, misalnya jika ia ingin meneliti suatu topik dan menemukan rujukan ke sumber lain, maka ia akan membutuhkan buku-buku tersebut untuk melengkapi perpustakaannya. Allahlah yang Maha Penolong. Baca juga: Nasihat bagi Penuntut Ilmu *** Sumber : https://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3671 Penerjemah: Muhammad Bimo Prasetyo Artikel: Muslim.or.id Tags: penuntut ilmu

Fikih Badal Haji (Bag. 1)

Daftar Isi Toggle Fikih Dasar HajiHaji dan KedudukannyaHaji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji SunahKewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya TerpenuhiLima Syarat Wajib HajiFikih Khusus Badal HajiMaksud Badal Haji dan Keadaan-KeadaannyaDalil-Dalil Kebolehan Badal HajiSyarat-Syarat Bolehnya Badal HajiSyarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam HajiMenyewa Orang Lain untuk Badal Haji Segala puji bagi Allah, selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun mencakup semua pembahasan-pembahasan paling penting, insyaAllah, terkait dengan badal haji. Artikel ini terdiri dari 3 kelompok pembahasan, yaitu: Pertama: Fikih dasar haji Kedua: Fikih khusus badal haji Ketiga: Fatwa-fatwa terkait badal haji Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua. Amin. Fikih Dasar Haji Untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang badal haji, terlebih dahulu kita perlu mengetahui fikih dasar terkait dengan haji. Haji dan Kedudukannya Haji secara bahasa berarti ( القصد ) ‘menuju’. Secara syariat, haji adalah, التعبد لله بأداء المناسك في مكان مخصوص في وقت مخصوص، على ما جاء في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم “Ibadah kepada Allah Ta’ala dengan melaksanakan manasik di tempat dan waktu tertentu, sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Haji merupakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang agung, berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” [1] Serta hadis, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, yang marfu‘, بني الإسلام على خمس … منها الحج “Islam dibangun di atas lima…, (dan salah satunya adalah haji).” Umat Islam telah sepakat mengenai kewajiban haji bagi yang mampu, satu kali seumur hidup. [2] Haji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji Sunah Haji hanya wajib satu kali seumur hidup. Ini biasa disebut haji wajib, atau haji Islam. Jika lebih dari itu, maka hukumnya sunah. Yang kedua ini kadang disebut haji sunah atau haji tathawwu’. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أيها الناس! قد فرض الله عليكم الحج فحجوا “Wahai manusia! Allah Ta’ala telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah!” Lalu, seorang bertanya, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, لو قلت: نعم لوجبت، ولما استطعتم “Jika aku katakan ‘ya’, niscaya akan menjadi wajib, dan kalian tidak akan mampu.” [3] Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri hanya berhaji satu kali setelah hijrah ke Madinah. Para ulama sepakat bahwa haji hanya wajib satu kali bagi yang mampu. [4] Kewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya Terpenuhi Seorang muslim hendaknya menyegerakan pelaksanaan haji jika syarat-syaratnya telah terpenuhi. Menunda haji tanpa alasan yang dibenarkan adalah dosa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, تعجلوا إلى الحج؛ فإن أحدكم لا يدري ما يَعْرِضُ له “Segerakanlah pergi haji, karena salah seorang di antara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya.” [5] Lima Syarat Wajib Haji Permasalahan yang masih perlu untuk diketahui tentang haji adalah syarat wajibnya. Jika ada salah satu syarat tersebut yang tidak terpenuhi pada seseorang, maka haji tidak wajib atasnya. Terdapat lima syarat wajib haji, yaitu: Pertama: Islam Haji tidak wajib bagi orang kafir dan tidak sah jika dilakukan oleh mereka, karena Islam adalah syarat sah ibadah. Kedua: Berakal Haji tidak wajib bagi orang gila dan tidak sah jika dilakukan dalam keadaan gila, karena akal adalah syarat untuk memikul beban syariat, dan orang gila tidak termasuk dalam kategori tersebut. Beban syariat diangkat darinya sampai ia sadar. Sebagaimana dalam hadis Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفع القلم عن ثلاثة: عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يفيق “Pena diangkat dari tiga orang: orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia balig, dan orang gila sampai ia sadar.” [6] Ketiga: Balig Haji tidak wajib bagi anak kecil, karena ia belum termasuk dalam kategori yang memikul beban syariat dan beban syariat diangkat darinya sampai ia balig berdasarkan hadis sebelumnya. Keempat: Merdeka Haji tidak wajib bagi budak, karena ia adalah milik orang lain dan tidak memiliki apa-apa. Kelima: Mampu (Istitha’ah) Berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” [7] Orang yang tidak mampu secara finansial, misalnya tidak memiliki bekal yang cukup untuk dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, atau tidak memiliki kendaraan untuk pergi ke Makkah dan kembali, atau secara fisik, misalnya sudah tua renta, sakit dan tidak mampu naik kendaraan serta menanggung kesulitan perjalanan, atau jika jalan menuju haji tidak aman, seperti adanya perampok, wabah penyakit, atau hal lain yang membuat khawatir akan keselamatan diri dan harta, maka ia tidak wajib berhaji sampai ia mampu. Allah Ta’ala berfirman, لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [8] Kemampuan (istitha’ah) termasuk dalam kategori kelapangan yang disebutkan oleh Allah. [9] Baca juga: Tiga Pelajaran Penting dari Haji Nabi Fikih Khusus Badal Haji Setelah kita memahami dengan benar pembahasan-pembahasan di atas, berikut ini pembahasan khusus tentang badal haji. Maksud Badal Haji dan Keadaan-Keadaannya Dalam kitab-kitab fikih, badal haji ( بدل الحج ) biasa juga diistilahkan dengan niyabah dalam haji ( النيابة في الحج ), yaitu, القيام مقام الغير في أداء الحج “melaksanakan haji atas nama orang lain.” Terdapat 5 keadaan badal haji [10], dengan rincian ringkas sebagai berikut: Pertama: Seseorang yang wajib berhaji, namun tidak mampu melakukannya sendiri. Mayoritas ulama (Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa seseorang boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji wajib dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi inilah yang akan kita bahas di sini. Kedua: Seseorang yang wajib berhaji dan mampu melaksanakannya sendiri. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya, berdasarkan kesepakatan para ulama fikih. Ibnu Mundzir rahimahullah berkata, أجمع أهل العلم على أن من عليه حجة الإِسلام وهو قادر على أن يحج لا يجزئ عنه أن يحج عنه غيره “Para ulama sepakat bahwa seseorang yang wajib berhaji dan mampu melakukannya sendiri tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya.” [11] Ketiga: Haji yang dilakukan adalah haji sunah, sedangkan haji wajibnya belum dilaksanakan. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji sunah, karena tidak sah melaksanakan ibadah sunah sebelum ibadah wajib dilaksanakan sendiri. Maka, tidak sahnya ibadah sunah dari orang yang mewakilkannya lebih utama. Keempat: Seseorang telah melaksanakan haji wajib, namun tidak mampu berhaji lagi sendiri. Kelima: Seseorang telah melaksanakan haji wajib dan mampu berhaji lagi sendiri. Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai dua kondisi terakhir ini. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah memilih pendapat bahwa niyabah hanya diperbolehkan dalam haji wajib. [12] Dalil-Dalil Kebolehan Badal Haji Kebolehan seseorang mewakilkan orang lain dalam melaksanakan haji wajib, didasarkan pada banyak dalil [13]. Di antaranya: Pertama: Hadis dari Abu Razin radhiyallahu ‘anhu. Dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسول الله إن أبي شيخ لا يستطيع الحج ولا العمرة ولا الظعن “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah tua dan tidak mampu melaksanakan haji, umrah, maupun bepergian.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حج عن أبيك واعتمر “Lakukanlah haji dan umrah untuk ayahmu.” [14] Kedua: Hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Seorang wanita dari suku Khath’am berkata, يا رسول الله، إن فريضة الله على عباده في الحج أدركت أبي شيخًا كبيرًا لا يستطيع أن يثبت على الراحلة. أفأحج عنه؟ “Wahai Rasulullah, kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam hal haji telah menimpa ayahku yang sudah tua dan tidak mampu duduk tegak di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, ( نعم ) “Ya,” dan itu terjadi pada Haji Wada’. [15] Ketiga: Hadis dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu. Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسولَ اللهِ إنَّ أمِّي ماتت ولم تحُجَّ أفأحُجُّ عنها ؟ “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia dan belum berhaji. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, نعم حُجِّي عنها “Ya, berhajilah untuknya.” [16] Keempat: Selain itu, karena haji adalah ibadah yang jika ditinggalkan wajib membayar dam (denda), maka boleh bagi orang lain untuk menggantikannya, seperti puasa yang jika tidak mampu dapat diganti dengan fidyah. Syarat-Syarat Bolehnya Badal Haji Para ulama yang membolehkan badal haji atau niyabah (mewakilkan) dalam haji wajib, mensyaratkan beberapa hal, yaitu: Pertama: Orang yang wajib berhaji tidak mampu melakukannya sendiri, baik karena sakit yang tidak bisa diharapkan sembuh, atau halangan lain yang tidak bisa diharapkan hilang, atau meninggal dunia. Adapun jika sakit atau halangan tersebut bisa diharapkan sembuh atau hilang, maka tidak boleh mewakilkan orang lain menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, namun diperbolehkan menurut Hanafiyah. Jika ia sembuh, maka wajib baginya berhaji sendiri dan dianggap sah menurut mereka. Kedua: Orang yang tidak mampu melaksanakan haji wajib memiliki harta yang cukup untuk membiayai orang lain yang mewakilkannya, baik semasa hidupnya atau dari harta yang ditinggalkannya setelah meninggal. [17] Syarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam Haji Orang yang mewakilkan dalam haji, harus terpenuhi padanya beberapa syarat, yaitu: Syarat pertama: Orang yang mewakilkan harus sudah melaksanakan haji wajib untuk dirinya sendiri terlebih dahulu. Jika belum, maka haji tersebut dianggap untuk dirinya sendiri dan tidak sah untuk orang yang diwakilkan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al-Auza’i, dan Ishaq bin Rahawaih rahimahumullah. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki mengucapkan talbiyah untuk Syubrumah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, من شبرمة؟ “Siapa Syubrumah?” Ia menjawab, “Kerabatku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, هل حججت قط؟ “Apakah engkau sudah pernah berhaji?” Ia menjawab, “Belum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, فاجعل هذه عن نفسك ثم احجج عن شبرمة “Jadikanlah haji ini untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” [18] Selain itu, karena ia berhaji untuk orang lain sebelum berhaji untuk dirinya sendiri, maka haji tersebut tidak sah untuk orang yang diwakilkan, seperti halnya jika ia masih anak-anak. Syarat kedua: Orang yang mewakilkan haruslah seorang muslim yang berakal sehat. Ini adalah pendapat mayoritas ulama fikih. [19] Menyewa Orang Lain untuk Badal Haji Misalnya, seseorang menyewa orang lain untuk berhaji untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain (dengan ketentuan-ketentuan di atas). Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Imam Syafi’i dan riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa boleh menyewa orang lain untuk berhaji karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أحق ما أخذتم عليه أجرًا كتاب الله “Hal yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah.” [20] Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengambil upah untuk meruqyah dengan Kitabullah dan memberitahukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau membenarkan mereka. [21] Dan karena boleh mengambil nafkah untuk itu, maka boleh menyewa orang lain untuk melakukannya, seperti membangun masjid dan jembatan. Komisi Fatwa Tetap di Arab Saudi juga telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan menyewa orang lain untuk berhaji, sebagaimana tercantum dalam fatwa nomor (5228). [22] Lanjut ke bagian 2: Fikih Badal Haji (Bag. 2) *** Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Ali Imran: 97. [2] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 171. [3] HR. Muslim no. 1337. [4] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [5] HR. Ahmad, 1: 314; dan dihasankan oleh Al-Albani (Al-Irwa’, no. 990). Lihat Nailul Authar, 4: 337. [6] HR. Abu Dawud no. 4401 dan disahihkan oleh Al-Albani. [7] QS. Ali Imran: 97. [8] QS. Al-Baqarah: 286. [9] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [10] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 32. [11] Al-Ijma’ oleh Ibnu Mundzir, hal. 77. [12] Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni ‘Utsaimin, 21: 137. [13] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33. [14] HR. Abu Dawud, 1: 420; At-Tirmidzi, 4: 160; dan beliau berkata, “Hadis hasan sahih.” [15] HR. Bukhari, 2: 163; Muslim, 2: 973. [16] Lihat HR. Muslim no. 1149. [17] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33-34. [18] HR. Abu Dawud, 1: 420; Ibnu Majah, 1: 969. Lihat Shahih Ibnu Majah no. 2364 karya Al-Albani rahimahullah [19] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 35-36. [20] HR. Bukhari, 3: 121. [21] HR. Bukhari, 3: 122; Muslim, 4: 1727. [22] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 37. Tags: badal haji

Fikih Badal Haji (Bag. 1)

Daftar Isi Toggle Fikih Dasar HajiHaji dan KedudukannyaHaji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji SunahKewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya TerpenuhiLima Syarat Wajib HajiFikih Khusus Badal HajiMaksud Badal Haji dan Keadaan-KeadaannyaDalil-Dalil Kebolehan Badal HajiSyarat-Syarat Bolehnya Badal HajiSyarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam HajiMenyewa Orang Lain untuk Badal Haji Segala puji bagi Allah, selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun mencakup semua pembahasan-pembahasan paling penting, insyaAllah, terkait dengan badal haji. Artikel ini terdiri dari 3 kelompok pembahasan, yaitu: Pertama: Fikih dasar haji Kedua: Fikih khusus badal haji Ketiga: Fatwa-fatwa terkait badal haji Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua. Amin. Fikih Dasar Haji Untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang badal haji, terlebih dahulu kita perlu mengetahui fikih dasar terkait dengan haji. Haji dan Kedudukannya Haji secara bahasa berarti ( القصد ) ‘menuju’. Secara syariat, haji adalah, التعبد لله بأداء المناسك في مكان مخصوص في وقت مخصوص، على ما جاء في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم “Ibadah kepada Allah Ta’ala dengan melaksanakan manasik di tempat dan waktu tertentu, sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Haji merupakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang agung, berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” [1] Serta hadis, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, yang marfu‘, بني الإسلام على خمس … منها الحج “Islam dibangun di atas lima…, (dan salah satunya adalah haji).” Umat Islam telah sepakat mengenai kewajiban haji bagi yang mampu, satu kali seumur hidup. [2] Haji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji Sunah Haji hanya wajib satu kali seumur hidup. Ini biasa disebut haji wajib, atau haji Islam. Jika lebih dari itu, maka hukumnya sunah. Yang kedua ini kadang disebut haji sunah atau haji tathawwu’. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أيها الناس! قد فرض الله عليكم الحج فحجوا “Wahai manusia! Allah Ta’ala telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah!” Lalu, seorang bertanya, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, لو قلت: نعم لوجبت، ولما استطعتم “Jika aku katakan ‘ya’, niscaya akan menjadi wajib, dan kalian tidak akan mampu.” [3] Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri hanya berhaji satu kali setelah hijrah ke Madinah. Para ulama sepakat bahwa haji hanya wajib satu kali bagi yang mampu. [4] Kewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya Terpenuhi Seorang muslim hendaknya menyegerakan pelaksanaan haji jika syarat-syaratnya telah terpenuhi. Menunda haji tanpa alasan yang dibenarkan adalah dosa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, تعجلوا إلى الحج؛ فإن أحدكم لا يدري ما يَعْرِضُ له “Segerakanlah pergi haji, karena salah seorang di antara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya.” [5] Lima Syarat Wajib Haji Permasalahan yang masih perlu untuk diketahui tentang haji adalah syarat wajibnya. Jika ada salah satu syarat tersebut yang tidak terpenuhi pada seseorang, maka haji tidak wajib atasnya. Terdapat lima syarat wajib haji, yaitu: Pertama: Islam Haji tidak wajib bagi orang kafir dan tidak sah jika dilakukan oleh mereka, karena Islam adalah syarat sah ibadah. Kedua: Berakal Haji tidak wajib bagi orang gila dan tidak sah jika dilakukan dalam keadaan gila, karena akal adalah syarat untuk memikul beban syariat, dan orang gila tidak termasuk dalam kategori tersebut. Beban syariat diangkat darinya sampai ia sadar. Sebagaimana dalam hadis Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفع القلم عن ثلاثة: عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يفيق “Pena diangkat dari tiga orang: orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia balig, dan orang gila sampai ia sadar.” [6] Ketiga: Balig Haji tidak wajib bagi anak kecil, karena ia belum termasuk dalam kategori yang memikul beban syariat dan beban syariat diangkat darinya sampai ia balig berdasarkan hadis sebelumnya. Keempat: Merdeka Haji tidak wajib bagi budak, karena ia adalah milik orang lain dan tidak memiliki apa-apa. Kelima: Mampu (Istitha’ah) Berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” [7] Orang yang tidak mampu secara finansial, misalnya tidak memiliki bekal yang cukup untuk dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, atau tidak memiliki kendaraan untuk pergi ke Makkah dan kembali, atau secara fisik, misalnya sudah tua renta, sakit dan tidak mampu naik kendaraan serta menanggung kesulitan perjalanan, atau jika jalan menuju haji tidak aman, seperti adanya perampok, wabah penyakit, atau hal lain yang membuat khawatir akan keselamatan diri dan harta, maka ia tidak wajib berhaji sampai ia mampu. Allah Ta’ala berfirman, لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [8] Kemampuan (istitha’ah) termasuk dalam kategori kelapangan yang disebutkan oleh Allah. [9] Baca juga: Tiga Pelajaran Penting dari Haji Nabi Fikih Khusus Badal Haji Setelah kita memahami dengan benar pembahasan-pembahasan di atas, berikut ini pembahasan khusus tentang badal haji. Maksud Badal Haji dan Keadaan-Keadaannya Dalam kitab-kitab fikih, badal haji ( بدل الحج ) biasa juga diistilahkan dengan niyabah dalam haji ( النيابة في الحج ), yaitu, القيام مقام الغير في أداء الحج “melaksanakan haji atas nama orang lain.” Terdapat 5 keadaan badal haji [10], dengan rincian ringkas sebagai berikut: Pertama: Seseorang yang wajib berhaji, namun tidak mampu melakukannya sendiri. Mayoritas ulama (Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa seseorang boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji wajib dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi inilah yang akan kita bahas di sini. Kedua: Seseorang yang wajib berhaji dan mampu melaksanakannya sendiri. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya, berdasarkan kesepakatan para ulama fikih. Ibnu Mundzir rahimahullah berkata, أجمع أهل العلم على أن من عليه حجة الإِسلام وهو قادر على أن يحج لا يجزئ عنه أن يحج عنه غيره “Para ulama sepakat bahwa seseorang yang wajib berhaji dan mampu melakukannya sendiri tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya.” [11] Ketiga: Haji yang dilakukan adalah haji sunah, sedangkan haji wajibnya belum dilaksanakan. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji sunah, karena tidak sah melaksanakan ibadah sunah sebelum ibadah wajib dilaksanakan sendiri. Maka, tidak sahnya ibadah sunah dari orang yang mewakilkannya lebih utama. Keempat: Seseorang telah melaksanakan haji wajib, namun tidak mampu berhaji lagi sendiri. Kelima: Seseorang telah melaksanakan haji wajib dan mampu berhaji lagi sendiri. Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai dua kondisi terakhir ini. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah memilih pendapat bahwa niyabah hanya diperbolehkan dalam haji wajib. [12] Dalil-Dalil Kebolehan Badal Haji Kebolehan seseorang mewakilkan orang lain dalam melaksanakan haji wajib, didasarkan pada banyak dalil [13]. Di antaranya: Pertama: Hadis dari Abu Razin radhiyallahu ‘anhu. Dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسول الله إن أبي شيخ لا يستطيع الحج ولا العمرة ولا الظعن “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah tua dan tidak mampu melaksanakan haji, umrah, maupun bepergian.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حج عن أبيك واعتمر “Lakukanlah haji dan umrah untuk ayahmu.” [14] Kedua: Hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Seorang wanita dari suku Khath’am berkata, يا رسول الله، إن فريضة الله على عباده في الحج أدركت أبي شيخًا كبيرًا لا يستطيع أن يثبت على الراحلة. أفأحج عنه؟ “Wahai Rasulullah, kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam hal haji telah menimpa ayahku yang sudah tua dan tidak mampu duduk tegak di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, ( نعم ) “Ya,” dan itu terjadi pada Haji Wada’. [15] Ketiga: Hadis dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu. Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسولَ اللهِ إنَّ أمِّي ماتت ولم تحُجَّ أفأحُجُّ عنها ؟ “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia dan belum berhaji. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, نعم حُجِّي عنها “Ya, berhajilah untuknya.” [16] Keempat: Selain itu, karena haji adalah ibadah yang jika ditinggalkan wajib membayar dam (denda), maka boleh bagi orang lain untuk menggantikannya, seperti puasa yang jika tidak mampu dapat diganti dengan fidyah. Syarat-Syarat Bolehnya Badal Haji Para ulama yang membolehkan badal haji atau niyabah (mewakilkan) dalam haji wajib, mensyaratkan beberapa hal, yaitu: Pertama: Orang yang wajib berhaji tidak mampu melakukannya sendiri, baik karena sakit yang tidak bisa diharapkan sembuh, atau halangan lain yang tidak bisa diharapkan hilang, atau meninggal dunia. Adapun jika sakit atau halangan tersebut bisa diharapkan sembuh atau hilang, maka tidak boleh mewakilkan orang lain menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, namun diperbolehkan menurut Hanafiyah. Jika ia sembuh, maka wajib baginya berhaji sendiri dan dianggap sah menurut mereka. Kedua: Orang yang tidak mampu melaksanakan haji wajib memiliki harta yang cukup untuk membiayai orang lain yang mewakilkannya, baik semasa hidupnya atau dari harta yang ditinggalkannya setelah meninggal. [17] Syarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam Haji Orang yang mewakilkan dalam haji, harus terpenuhi padanya beberapa syarat, yaitu: Syarat pertama: Orang yang mewakilkan harus sudah melaksanakan haji wajib untuk dirinya sendiri terlebih dahulu. Jika belum, maka haji tersebut dianggap untuk dirinya sendiri dan tidak sah untuk orang yang diwakilkan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al-Auza’i, dan Ishaq bin Rahawaih rahimahumullah. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki mengucapkan talbiyah untuk Syubrumah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, من شبرمة؟ “Siapa Syubrumah?” Ia menjawab, “Kerabatku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, هل حججت قط؟ “Apakah engkau sudah pernah berhaji?” Ia menjawab, “Belum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, فاجعل هذه عن نفسك ثم احجج عن شبرمة “Jadikanlah haji ini untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” [18] Selain itu, karena ia berhaji untuk orang lain sebelum berhaji untuk dirinya sendiri, maka haji tersebut tidak sah untuk orang yang diwakilkan, seperti halnya jika ia masih anak-anak. Syarat kedua: Orang yang mewakilkan haruslah seorang muslim yang berakal sehat. Ini adalah pendapat mayoritas ulama fikih. [19] Menyewa Orang Lain untuk Badal Haji Misalnya, seseorang menyewa orang lain untuk berhaji untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain (dengan ketentuan-ketentuan di atas). Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Imam Syafi’i dan riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa boleh menyewa orang lain untuk berhaji karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أحق ما أخذتم عليه أجرًا كتاب الله “Hal yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah.” [20] Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengambil upah untuk meruqyah dengan Kitabullah dan memberitahukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau membenarkan mereka. [21] Dan karena boleh mengambil nafkah untuk itu, maka boleh menyewa orang lain untuk melakukannya, seperti membangun masjid dan jembatan. Komisi Fatwa Tetap di Arab Saudi juga telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan menyewa orang lain untuk berhaji, sebagaimana tercantum dalam fatwa nomor (5228). [22] Lanjut ke bagian 2: Fikih Badal Haji (Bag. 2) *** Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Ali Imran: 97. [2] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 171. [3] HR. Muslim no. 1337. [4] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [5] HR. Ahmad, 1: 314; dan dihasankan oleh Al-Albani (Al-Irwa’, no. 990). Lihat Nailul Authar, 4: 337. [6] HR. Abu Dawud no. 4401 dan disahihkan oleh Al-Albani. [7] QS. Ali Imran: 97. [8] QS. Al-Baqarah: 286. [9] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [10] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 32. [11] Al-Ijma’ oleh Ibnu Mundzir, hal. 77. [12] Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni ‘Utsaimin, 21: 137. [13] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33. [14] HR. Abu Dawud, 1: 420; At-Tirmidzi, 4: 160; dan beliau berkata, “Hadis hasan sahih.” [15] HR. Bukhari, 2: 163; Muslim, 2: 973. [16] Lihat HR. Muslim no. 1149. [17] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33-34. [18] HR. Abu Dawud, 1: 420; Ibnu Majah, 1: 969. Lihat Shahih Ibnu Majah no. 2364 karya Al-Albani rahimahullah [19] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 35-36. [20] HR. Bukhari, 3: 121. [21] HR. Bukhari, 3: 122; Muslim, 4: 1727. [22] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 37. Tags: badal haji
Daftar Isi Toggle Fikih Dasar HajiHaji dan KedudukannyaHaji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji SunahKewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya TerpenuhiLima Syarat Wajib HajiFikih Khusus Badal HajiMaksud Badal Haji dan Keadaan-KeadaannyaDalil-Dalil Kebolehan Badal HajiSyarat-Syarat Bolehnya Badal HajiSyarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam HajiMenyewa Orang Lain untuk Badal Haji Segala puji bagi Allah, selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun mencakup semua pembahasan-pembahasan paling penting, insyaAllah, terkait dengan badal haji. Artikel ini terdiri dari 3 kelompok pembahasan, yaitu: Pertama: Fikih dasar haji Kedua: Fikih khusus badal haji Ketiga: Fatwa-fatwa terkait badal haji Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua. Amin. Fikih Dasar Haji Untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang badal haji, terlebih dahulu kita perlu mengetahui fikih dasar terkait dengan haji. Haji dan Kedudukannya Haji secara bahasa berarti ( القصد ) ‘menuju’. Secara syariat, haji adalah, التعبد لله بأداء المناسك في مكان مخصوص في وقت مخصوص، على ما جاء في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم “Ibadah kepada Allah Ta’ala dengan melaksanakan manasik di tempat dan waktu tertentu, sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Haji merupakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang agung, berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” [1] Serta hadis, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, yang marfu‘, بني الإسلام على خمس … منها الحج “Islam dibangun di atas lima…, (dan salah satunya adalah haji).” Umat Islam telah sepakat mengenai kewajiban haji bagi yang mampu, satu kali seumur hidup. [2] Haji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji Sunah Haji hanya wajib satu kali seumur hidup. Ini biasa disebut haji wajib, atau haji Islam. Jika lebih dari itu, maka hukumnya sunah. Yang kedua ini kadang disebut haji sunah atau haji tathawwu’. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أيها الناس! قد فرض الله عليكم الحج فحجوا “Wahai manusia! Allah Ta’ala telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah!” Lalu, seorang bertanya, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, لو قلت: نعم لوجبت، ولما استطعتم “Jika aku katakan ‘ya’, niscaya akan menjadi wajib, dan kalian tidak akan mampu.” [3] Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri hanya berhaji satu kali setelah hijrah ke Madinah. Para ulama sepakat bahwa haji hanya wajib satu kali bagi yang mampu. [4] Kewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya Terpenuhi Seorang muslim hendaknya menyegerakan pelaksanaan haji jika syarat-syaratnya telah terpenuhi. Menunda haji tanpa alasan yang dibenarkan adalah dosa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, تعجلوا إلى الحج؛ فإن أحدكم لا يدري ما يَعْرِضُ له “Segerakanlah pergi haji, karena salah seorang di antara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya.” [5] Lima Syarat Wajib Haji Permasalahan yang masih perlu untuk diketahui tentang haji adalah syarat wajibnya. Jika ada salah satu syarat tersebut yang tidak terpenuhi pada seseorang, maka haji tidak wajib atasnya. Terdapat lima syarat wajib haji, yaitu: Pertama: Islam Haji tidak wajib bagi orang kafir dan tidak sah jika dilakukan oleh mereka, karena Islam adalah syarat sah ibadah. Kedua: Berakal Haji tidak wajib bagi orang gila dan tidak sah jika dilakukan dalam keadaan gila, karena akal adalah syarat untuk memikul beban syariat, dan orang gila tidak termasuk dalam kategori tersebut. Beban syariat diangkat darinya sampai ia sadar. Sebagaimana dalam hadis Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفع القلم عن ثلاثة: عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يفيق “Pena diangkat dari tiga orang: orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia balig, dan orang gila sampai ia sadar.” [6] Ketiga: Balig Haji tidak wajib bagi anak kecil, karena ia belum termasuk dalam kategori yang memikul beban syariat dan beban syariat diangkat darinya sampai ia balig berdasarkan hadis sebelumnya. Keempat: Merdeka Haji tidak wajib bagi budak, karena ia adalah milik orang lain dan tidak memiliki apa-apa. Kelima: Mampu (Istitha’ah) Berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” [7] Orang yang tidak mampu secara finansial, misalnya tidak memiliki bekal yang cukup untuk dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, atau tidak memiliki kendaraan untuk pergi ke Makkah dan kembali, atau secara fisik, misalnya sudah tua renta, sakit dan tidak mampu naik kendaraan serta menanggung kesulitan perjalanan, atau jika jalan menuju haji tidak aman, seperti adanya perampok, wabah penyakit, atau hal lain yang membuat khawatir akan keselamatan diri dan harta, maka ia tidak wajib berhaji sampai ia mampu. Allah Ta’ala berfirman, لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [8] Kemampuan (istitha’ah) termasuk dalam kategori kelapangan yang disebutkan oleh Allah. [9] Baca juga: Tiga Pelajaran Penting dari Haji Nabi Fikih Khusus Badal Haji Setelah kita memahami dengan benar pembahasan-pembahasan di atas, berikut ini pembahasan khusus tentang badal haji. Maksud Badal Haji dan Keadaan-Keadaannya Dalam kitab-kitab fikih, badal haji ( بدل الحج ) biasa juga diistilahkan dengan niyabah dalam haji ( النيابة في الحج ), yaitu, القيام مقام الغير في أداء الحج “melaksanakan haji atas nama orang lain.” Terdapat 5 keadaan badal haji [10], dengan rincian ringkas sebagai berikut: Pertama: Seseorang yang wajib berhaji, namun tidak mampu melakukannya sendiri. Mayoritas ulama (Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa seseorang boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji wajib dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi inilah yang akan kita bahas di sini. Kedua: Seseorang yang wajib berhaji dan mampu melaksanakannya sendiri. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya, berdasarkan kesepakatan para ulama fikih. Ibnu Mundzir rahimahullah berkata, أجمع أهل العلم على أن من عليه حجة الإِسلام وهو قادر على أن يحج لا يجزئ عنه أن يحج عنه غيره “Para ulama sepakat bahwa seseorang yang wajib berhaji dan mampu melakukannya sendiri tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya.” [11] Ketiga: Haji yang dilakukan adalah haji sunah, sedangkan haji wajibnya belum dilaksanakan. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji sunah, karena tidak sah melaksanakan ibadah sunah sebelum ibadah wajib dilaksanakan sendiri. Maka, tidak sahnya ibadah sunah dari orang yang mewakilkannya lebih utama. Keempat: Seseorang telah melaksanakan haji wajib, namun tidak mampu berhaji lagi sendiri. Kelima: Seseorang telah melaksanakan haji wajib dan mampu berhaji lagi sendiri. Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai dua kondisi terakhir ini. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah memilih pendapat bahwa niyabah hanya diperbolehkan dalam haji wajib. [12] Dalil-Dalil Kebolehan Badal Haji Kebolehan seseorang mewakilkan orang lain dalam melaksanakan haji wajib, didasarkan pada banyak dalil [13]. Di antaranya: Pertama: Hadis dari Abu Razin radhiyallahu ‘anhu. Dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسول الله إن أبي شيخ لا يستطيع الحج ولا العمرة ولا الظعن “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah tua dan tidak mampu melaksanakan haji, umrah, maupun bepergian.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حج عن أبيك واعتمر “Lakukanlah haji dan umrah untuk ayahmu.” [14] Kedua: Hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Seorang wanita dari suku Khath’am berkata, يا رسول الله، إن فريضة الله على عباده في الحج أدركت أبي شيخًا كبيرًا لا يستطيع أن يثبت على الراحلة. أفأحج عنه؟ “Wahai Rasulullah, kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam hal haji telah menimpa ayahku yang sudah tua dan tidak mampu duduk tegak di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, ( نعم ) “Ya,” dan itu terjadi pada Haji Wada’. [15] Ketiga: Hadis dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu. Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسولَ اللهِ إنَّ أمِّي ماتت ولم تحُجَّ أفأحُجُّ عنها ؟ “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia dan belum berhaji. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, نعم حُجِّي عنها “Ya, berhajilah untuknya.” [16] Keempat: Selain itu, karena haji adalah ibadah yang jika ditinggalkan wajib membayar dam (denda), maka boleh bagi orang lain untuk menggantikannya, seperti puasa yang jika tidak mampu dapat diganti dengan fidyah. Syarat-Syarat Bolehnya Badal Haji Para ulama yang membolehkan badal haji atau niyabah (mewakilkan) dalam haji wajib, mensyaratkan beberapa hal, yaitu: Pertama: Orang yang wajib berhaji tidak mampu melakukannya sendiri, baik karena sakit yang tidak bisa diharapkan sembuh, atau halangan lain yang tidak bisa diharapkan hilang, atau meninggal dunia. Adapun jika sakit atau halangan tersebut bisa diharapkan sembuh atau hilang, maka tidak boleh mewakilkan orang lain menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, namun diperbolehkan menurut Hanafiyah. Jika ia sembuh, maka wajib baginya berhaji sendiri dan dianggap sah menurut mereka. Kedua: Orang yang tidak mampu melaksanakan haji wajib memiliki harta yang cukup untuk membiayai orang lain yang mewakilkannya, baik semasa hidupnya atau dari harta yang ditinggalkannya setelah meninggal. [17] Syarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam Haji Orang yang mewakilkan dalam haji, harus terpenuhi padanya beberapa syarat, yaitu: Syarat pertama: Orang yang mewakilkan harus sudah melaksanakan haji wajib untuk dirinya sendiri terlebih dahulu. Jika belum, maka haji tersebut dianggap untuk dirinya sendiri dan tidak sah untuk orang yang diwakilkan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al-Auza’i, dan Ishaq bin Rahawaih rahimahumullah. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki mengucapkan talbiyah untuk Syubrumah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, من شبرمة؟ “Siapa Syubrumah?” Ia menjawab, “Kerabatku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, هل حججت قط؟ “Apakah engkau sudah pernah berhaji?” Ia menjawab, “Belum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, فاجعل هذه عن نفسك ثم احجج عن شبرمة “Jadikanlah haji ini untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” [18] Selain itu, karena ia berhaji untuk orang lain sebelum berhaji untuk dirinya sendiri, maka haji tersebut tidak sah untuk orang yang diwakilkan, seperti halnya jika ia masih anak-anak. Syarat kedua: Orang yang mewakilkan haruslah seorang muslim yang berakal sehat. Ini adalah pendapat mayoritas ulama fikih. [19] Menyewa Orang Lain untuk Badal Haji Misalnya, seseorang menyewa orang lain untuk berhaji untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain (dengan ketentuan-ketentuan di atas). Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Imam Syafi’i dan riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa boleh menyewa orang lain untuk berhaji karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أحق ما أخذتم عليه أجرًا كتاب الله “Hal yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah.” [20] Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengambil upah untuk meruqyah dengan Kitabullah dan memberitahukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau membenarkan mereka. [21] Dan karena boleh mengambil nafkah untuk itu, maka boleh menyewa orang lain untuk melakukannya, seperti membangun masjid dan jembatan. Komisi Fatwa Tetap di Arab Saudi juga telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan menyewa orang lain untuk berhaji, sebagaimana tercantum dalam fatwa nomor (5228). [22] Lanjut ke bagian 2: Fikih Badal Haji (Bag. 2) *** Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Ali Imran: 97. [2] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 171. [3] HR. Muslim no. 1337. [4] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [5] HR. Ahmad, 1: 314; dan dihasankan oleh Al-Albani (Al-Irwa’, no. 990). Lihat Nailul Authar, 4: 337. [6] HR. Abu Dawud no. 4401 dan disahihkan oleh Al-Albani. [7] QS. Ali Imran: 97. [8] QS. Al-Baqarah: 286. [9] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [10] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 32. [11] Al-Ijma’ oleh Ibnu Mundzir, hal. 77. [12] Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni ‘Utsaimin, 21: 137. [13] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33. [14] HR. Abu Dawud, 1: 420; At-Tirmidzi, 4: 160; dan beliau berkata, “Hadis hasan sahih.” [15] HR. Bukhari, 2: 163; Muslim, 2: 973. [16] Lihat HR. Muslim no. 1149. [17] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33-34. [18] HR. Abu Dawud, 1: 420; Ibnu Majah, 1: 969. Lihat Shahih Ibnu Majah no. 2364 karya Al-Albani rahimahullah [19] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 35-36. [20] HR. Bukhari, 3: 121. [21] HR. Bukhari, 3: 122; Muslim, 4: 1727. [22] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 37. Tags: badal haji


Daftar Isi Toggle Fikih Dasar HajiHaji dan KedudukannyaHaji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji SunahKewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya TerpenuhiLima Syarat Wajib HajiFikih Khusus Badal HajiMaksud Badal Haji dan Keadaan-KeadaannyaDalil-Dalil Kebolehan Badal HajiSyarat-Syarat Bolehnya Badal HajiSyarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam HajiMenyewa Orang Lain untuk Badal Haji Segala puji bagi Allah, selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun mencakup semua pembahasan-pembahasan paling penting, insyaAllah, terkait dengan badal haji. Artikel ini terdiri dari 3 kelompok pembahasan, yaitu: Pertama: Fikih dasar haji Kedua: Fikih khusus badal haji Ketiga: Fatwa-fatwa terkait badal haji Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua. Amin. Fikih Dasar Haji Untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang badal haji, terlebih dahulu kita perlu mengetahui fikih dasar terkait dengan haji. Haji dan Kedudukannya Haji secara bahasa berarti ( القصد ) ‘menuju’. Secara syariat, haji adalah, التعبد لله بأداء المناسك في مكان مخصوص في وقت مخصوص، على ما جاء في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم “Ibadah kepada Allah Ta’ala dengan melaksanakan manasik di tempat dan waktu tertentu, sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Haji merupakan salah satu rukun Islam dan kewajiban yang agung, berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” [1] Serta hadis, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, yang marfu‘, بني الإسلام على خمس … منها الحج “Islam dibangun di atas lima…, (dan salah satunya adalah haji).” Umat Islam telah sepakat mengenai kewajiban haji bagi yang mampu, satu kali seumur hidup. [2] Haji Wajib Hanya Sekali, Selebihnya adalah Haji Sunah Haji hanya wajib satu kali seumur hidup. Ini biasa disebut haji wajib, atau haji Islam. Jika lebih dari itu, maka hukumnya sunah. Yang kedua ini kadang disebut haji sunah atau haji tathawwu’. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أيها الناس! قد فرض الله عليكم الحج فحجوا “Wahai manusia! Allah Ta’ala telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah!” Lalu, seorang bertanya, “Apakah setiap tahun, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, لو قلت: نعم لوجبت، ولما استطعتم “Jika aku katakan ‘ya’, niscaya akan menjadi wajib, dan kalian tidak akan mampu.” [3] Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri hanya berhaji satu kali setelah hijrah ke Madinah. Para ulama sepakat bahwa haji hanya wajib satu kali bagi yang mampu. [4] Kewajiban Menyegerakan Pelaksanaan Haji Jika Syarat-Syaratnya Terpenuhi Seorang muslim hendaknya menyegerakan pelaksanaan haji jika syarat-syaratnya telah terpenuhi. Menunda haji tanpa alasan yang dibenarkan adalah dosa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, تعجلوا إلى الحج؛ فإن أحدكم لا يدري ما يَعْرِضُ له “Segerakanlah pergi haji, karena salah seorang di antara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya.” [5] Lima Syarat Wajib Haji Permasalahan yang masih perlu untuk diketahui tentang haji adalah syarat wajibnya. Jika ada salah satu syarat tersebut yang tidak terpenuhi pada seseorang, maka haji tidak wajib atasnya. Terdapat lima syarat wajib haji, yaitu: Pertama: Islam Haji tidak wajib bagi orang kafir dan tidak sah jika dilakukan oleh mereka, karena Islam adalah syarat sah ibadah. Kedua: Berakal Haji tidak wajib bagi orang gila dan tidak sah jika dilakukan dalam keadaan gila, karena akal adalah syarat untuk memikul beban syariat, dan orang gila tidak termasuk dalam kategori tersebut. Beban syariat diangkat darinya sampai ia sadar. Sebagaimana dalam hadis Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, رُفع القلم عن ثلاثة: عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يفيق “Pena diangkat dari tiga orang: orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia balig, dan orang gila sampai ia sadar.” [6] Ketiga: Balig Haji tidak wajib bagi anak kecil, karena ia belum termasuk dalam kategori yang memikul beban syariat dan beban syariat diangkat darinya sampai ia balig berdasarkan hadis sebelumnya. Keempat: Merdeka Haji tidak wajib bagi budak, karena ia adalah milik orang lain dan tidak memiliki apa-apa. Kelima: Mampu (Istitha’ah) Berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا “Dan bagi Allah, kewajiban manusia adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” [7] Orang yang tidak mampu secara finansial, misalnya tidak memiliki bekal yang cukup untuk dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, atau tidak memiliki kendaraan untuk pergi ke Makkah dan kembali, atau secara fisik, misalnya sudah tua renta, sakit dan tidak mampu naik kendaraan serta menanggung kesulitan perjalanan, atau jika jalan menuju haji tidak aman, seperti adanya perampok, wabah penyakit, atau hal lain yang membuat khawatir akan keselamatan diri dan harta, maka ia tidak wajib berhaji sampai ia mampu. Allah Ta’ala berfirman, لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [8] Kemampuan (istitha’ah) termasuk dalam kategori kelapangan yang disebutkan oleh Allah. [9] Baca juga: Tiga Pelajaran Penting dari Haji Nabi Fikih Khusus Badal Haji Setelah kita memahami dengan benar pembahasan-pembahasan di atas, berikut ini pembahasan khusus tentang badal haji. Maksud Badal Haji dan Keadaan-Keadaannya Dalam kitab-kitab fikih, badal haji ( بدل الحج ) biasa juga diistilahkan dengan niyabah dalam haji ( النيابة في الحج ), yaitu, القيام مقام الغير في أداء الحج “melaksanakan haji atas nama orang lain.” Terdapat 5 keadaan badal haji [10], dengan rincian ringkas sebagai berikut: Pertama: Seseorang yang wajib berhaji, namun tidak mampu melakukannya sendiri. Mayoritas ulama (Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa seseorang boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji wajib dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi inilah yang akan kita bahas di sini. Kedua: Seseorang yang wajib berhaji dan mampu melaksanakannya sendiri. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya, berdasarkan kesepakatan para ulama fikih. Ibnu Mundzir rahimahullah berkata, أجمع أهل العلم على أن من عليه حجة الإِسلام وهو قادر على أن يحج لا يجزئ عنه أن يحج عنه غيره “Para ulama sepakat bahwa seseorang yang wajib berhaji dan mampu melakukannya sendiri tidak boleh mewakilkan orang lain untuk berhaji atas namanya.” [11] Ketiga: Haji yang dilakukan adalah haji sunah, sedangkan haji wajibnya belum dilaksanakan. Dalam kondisi ini, ia tidak boleh mewakilkan orang lain untuk melaksanakan haji sunah, karena tidak sah melaksanakan ibadah sunah sebelum ibadah wajib dilaksanakan sendiri. Maka, tidak sahnya ibadah sunah dari orang yang mewakilkannya lebih utama. Keempat: Seseorang telah melaksanakan haji wajib, namun tidak mampu berhaji lagi sendiri. Kelima: Seseorang telah melaksanakan haji wajib dan mampu berhaji lagi sendiri. Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai dua kondisi terakhir ini. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah memilih pendapat bahwa niyabah hanya diperbolehkan dalam haji wajib. [12] Dalil-Dalil Kebolehan Badal Haji Kebolehan seseorang mewakilkan orang lain dalam melaksanakan haji wajib, didasarkan pada banyak dalil [13]. Di antaranya: Pertama: Hadis dari Abu Razin radhiyallahu ‘anhu. Dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسول الله إن أبي شيخ لا يستطيع الحج ولا العمرة ولا الظعن “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah tua dan tidak mampu melaksanakan haji, umrah, maupun bepergian.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حج عن أبيك واعتمر “Lakukanlah haji dan umrah untuk ayahmu.” [14] Kedua: Hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Seorang wanita dari suku Khath’am berkata, يا رسول الله، إن فريضة الله على عباده في الحج أدركت أبي شيخًا كبيرًا لا يستطيع أن يثبت على الراحلة. أفأحج عنه؟ “Wahai Rasulullah, kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam hal haji telah menimpa ayahku yang sudah tua dan tidak mampu duduk tegak di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, ( نعم ) “Ya,” dan itu terjadi pada Haji Wada’. [15] Ketiga: Hadis dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu. Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, يا رسولَ اللهِ إنَّ أمِّي ماتت ولم تحُجَّ أفأحُجُّ عنها ؟ “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia dan belum berhaji. Bolehkah aku berhaji untuknya?” Beliau menjawab, نعم حُجِّي عنها “Ya, berhajilah untuknya.” [16] Keempat: Selain itu, karena haji adalah ibadah yang jika ditinggalkan wajib membayar dam (denda), maka boleh bagi orang lain untuk menggantikannya, seperti puasa yang jika tidak mampu dapat diganti dengan fidyah. Syarat-Syarat Bolehnya Badal Haji Para ulama yang membolehkan badal haji atau niyabah (mewakilkan) dalam haji wajib, mensyaratkan beberapa hal, yaitu: Pertama: Orang yang wajib berhaji tidak mampu melakukannya sendiri, baik karena sakit yang tidak bisa diharapkan sembuh, atau halangan lain yang tidak bisa diharapkan hilang, atau meninggal dunia. Adapun jika sakit atau halangan tersebut bisa diharapkan sembuh atau hilang, maka tidak boleh mewakilkan orang lain menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, namun diperbolehkan menurut Hanafiyah. Jika ia sembuh, maka wajib baginya berhaji sendiri dan dianggap sah menurut mereka. Kedua: Orang yang tidak mampu melaksanakan haji wajib memiliki harta yang cukup untuk membiayai orang lain yang mewakilkannya, baik semasa hidupnya atau dari harta yang ditinggalkannya setelah meninggal. [17] Syarat-Syarat untuk Orang yang Mewakilkan dalam Haji Orang yang mewakilkan dalam haji, harus terpenuhi padanya beberapa syarat, yaitu: Syarat pertama: Orang yang mewakilkan harus sudah melaksanakan haji wajib untuk dirinya sendiri terlebih dahulu. Jika belum, maka haji tersebut dianggap untuk dirinya sendiri dan tidak sah untuk orang yang diwakilkan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al-Auza’i, dan Ishaq bin Rahawaih rahimahumullah. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki mengucapkan talbiyah untuk Syubrumah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, من شبرمة؟ “Siapa Syubrumah?” Ia menjawab, “Kerabatku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, هل حججت قط؟ “Apakah engkau sudah pernah berhaji?” Ia menjawab, “Belum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, فاجعل هذه عن نفسك ثم احجج عن شبرمة “Jadikanlah haji ini untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” [18] Selain itu, karena ia berhaji untuk orang lain sebelum berhaji untuk dirinya sendiri, maka haji tersebut tidak sah untuk orang yang diwakilkan, seperti halnya jika ia masih anak-anak. Syarat kedua: Orang yang mewakilkan haruslah seorang muslim yang berakal sehat. Ini adalah pendapat mayoritas ulama fikih. [19] Menyewa Orang Lain untuk Badal Haji Misalnya, seseorang menyewa orang lain untuk berhaji untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain (dengan ketentuan-ketentuan di atas). Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Imam Syafi’i dan riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa boleh menyewa orang lain untuk berhaji karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أحق ما أخذتم عليه أجرًا كتاب الله “Hal yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah.” [20] Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengambil upah untuk meruqyah dengan Kitabullah dan memberitahukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau membenarkan mereka. [21] Dan karena boleh mengambil nafkah untuk itu, maka boleh menyewa orang lain untuk melakukannya, seperti membangun masjid dan jembatan. Komisi Fatwa Tetap di Arab Saudi juga telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan menyewa orang lain untuk berhaji, sebagaimana tercantum dalam fatwa nomor (5228). [22] Lanjut ke bagian 2: Fikih Badal Haji (Bag. 2) *** Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] QS. Ali Imran: 97. [2] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 171. [3] HR. Muslim no. 1337. [4] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [5] HR. Ahmad, 1: 314; dan dihasankan oleh Al-Albani (Al-Irwa’, no. 990). Lihat Nailul Authar, 4: 337. [6] HR. Abu Dawud no. 4401 dan disahihkan oleh Al-Albani. [7] QS. Ali Imran: 97. [8] QS. Al-Baqarah: 286. [9] Al-Fiqh Al-Muyassar, hal. 172. [10] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 32. [11] Al-Ijma’ oleh Ibnu Mundzir, hal. 77. [12] Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni ‘Utsaimin, 21: 137. [13] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33. [14] HR. Abu Dawud, 1: 420; At-Tirmidzi, 4: 160; dan beliau berkata, “Hadis hasan sahih.” [15] HR. Bukhari, 2: 163; Muslim, 2: 973. [16] Lihat HR. Muslim no. 1149. [17] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 33-34. [18] HR. Abu Dawud, 1: 420; Ibnu Majah, 1: 969. Lihat Shahih Ibnu Majah no. 2364 karya Al-Albani rahimahullah [19] Lihat Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 35-36. [20] HR. Bukhari, 3: 121. [21] HR. Bukhari, 3: 122; Muslim, 4: 1727. [22] Mausu’ah Al-Fiqh Al-Muyassar, 4: 37. Tags: badal haji
Prev     Next