Kebanyakan Orang Menyesal di Akhir Hidupnya karena Hal Ini – Syaikh Abdullah al-Ma’yuf #NasehatUlama

Saudara-saudara, orang yang lebih mementingkan dunia adalah orang yang cacat pada pikiran, pandangan, dan akalnya. Allah Ta’ala berfirman: “Sungguh mereka (orang-orang kafir) itu mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan di belakang mereka hari yang berat (akhirat).” (QS. al-Insan: 27). Allah menyebut dunia itu: cepat berlalu. Betapa cepat berlalu hari-hari dan tahun-tahunnya, saudara-saudara!Dunia begitu cepat berlalu. Allah juga berfirman–sebagaimana telah kita bahas: “Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, Kami segerakan baginya apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki…” (QS. al-Isra: 18). Jika dunia yang diberikan sesuai dengan kehendak Allah, maka manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang telah Allah tetapkan baginya. Allah juga berfirman: “Sekali-kali janganlah. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Qiyamah: 20 – 21). Allah juga berfirman: “Bagaimana menurutmu jika Kami berikan kenikmatan hidup kepada mereka beberapa tahun? Kemudian, datang azab yang diancamkan kepada mereka? Niscaya kenikmatan yang mereka rasakan tidak berguna baginya.” (QS. asy-Syu’ara: 205 – 207). Orang yang diberi kenikmatan di dunia,dan dibukakan baginya harta-harta dunia ini, andai setelah itu ia didatangi berbagai hal yang biasa datang kepadanya di dunia,misalkan, datang kepadanya penyakit,ia akan berharap tidak punya harta dunia sedikit pun,demi kesehatannya bisa kembali, atau ia mati saja. Lalu ia akan meninggalkan dunia ini bagi penerusnya.Sedangkan ia harus menanggung hisab, balasan, dan azabnya.Laa quwwata illaa billaah! Allah Ta’ala berfirman: “Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?” (QS. al-Qashash: 61). Allah juga berfirman: “Jangan sekali-kali kamu terpedaya oleh bolak-balik perjalanan orang-orang kafir di seluruh negeri. Semua itu hanyalah kesenangan sementara,lalu tempat kembali mereka ialah neraka Jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat tinggal.” (QS. Ali Imran: 196 – 197). Intinya, seorang insan hendaklah memperhatikan dan merenungi keadaan dunia. Jangan sampai dunia menjadi tujuannya. Di dunia ada berbagai hal yang indah, tidak diragukan lagi. Apa hal paling indah di dunia, saudara-saudara? Apa yang kalian lakukan sekarang ini: menuntut ilmu dan beribadah, serta menginfakkan harta yang ada di tangan seorang insan, untuk disalurkan ke berbagai bidang kebaikan. Saudara-saudara, harta tidak tercela dari sisi zatnya.Namun yang tercela adalah apa yang dilakukan pemiliknya terhadap harta itu. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa sebaik-baik harta adalah yang dimiliki orang beriman, yang dipakai untuk memberi makan anak yatim, orang miskin, dan musafir yang kehabisan bekal. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang tidak benar, maka ia seperti orang yang makan tapi tidak pernah kenyang, dan harta akan menjadi saksi yang menuntutnya pada hari kiamat. Hal terbaik yang ada di dunia adalah ia menjadi tempat menanam; di sana ditanam amal-amal saleh. Kelak, setiap orang akan dibalas atas amalannya; orang-orang yang menanam akan memanen apa yang telah mereka tanam. Jika mereka berbuat baik, sesungguhnya mereka berbuat baik terhadap diri sendiri. Jika mereka berbuat buruk, maka betapa buruknya apa yang mereka perbuat. Maka, perhatikanlah dunia, dan renungkan apa yang terjadi padanya, juga para penghuninya yang terdahulu dan di zaman ini. Rabb kalian telah memerintahkan ini: “Demikianlah Allah menjelaskan bagi kalian ayat-ayat-Nya, agar kalian berpikir tentang dunia dan akhirat…” (QS. al-Baqarah: 219 – 220). Sehingga ketika kamu telah mengenal hakikat dunia, kamu akan memberikannya sesuatu sesuai dengan kadar yang layak baginya. Begitupula ketika seorang hamba telah mengenal akhirat, ia akan memberikan untuknya apa yang Allah mudahkan baginya, serta apa yang dapat membantunya, berupa keimanan dan amal saleh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua menuju kebaikan, dan mengaruniakan kepada kita semua tobat kepada-Nya. Serta mengaruniakan kepada kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Semoga Allah memberkahi kalian, saudara-saudara! ==== وَمَنْ يُؤْثِرُ الدُّنْيَا يَا إِخْوَانِي قَاصِرٌ فِي فِكْرِهِ وَنَظَرِهِ وَفِي عَقْلِهِ قَالَ تَعَالَى إِنَّ هَٰؤُلَاءِ يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءَهُمْ يَوْمًا ثَقِيلًا وَصَفَهَا بِأَنَّهَا عَاجِلَةٌ وَمَا أَسْرَعَ مَا تَمُرُّ يَا إِخْوَانِي أَيَّامُهَا أَعْوَامُهَا الْعَاجِلَةُ وَقَالَ مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ – كَمَا مَرَّ بِنَا – عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيْدُ إِذَا كَانَتْ هَذِهِ إِرَادَتُهُ فَلَنْ يَأْتِيَهُ إِلَّا مَا قَسَمَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ وَقَالَ كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُوْنَ الْآخِرَةَ وَقَالَ أَفَرَأَيْتَ إِن مَّتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ ثُمَّ جَاءَهُم مَّا كَانُوا يُوعَدُونَ مَا أَغْنَىٰ عَنْهُم مَّا كَانُوا يُمَتَّعُونَ هَذَا الَّذِي مُتِّعَ فِي الدُّنْيَا وَفُتِحَتْ لَهُ خَيْرَاتُهَا تَأْتِيْهِ بَعْدَ ذَلِكَ مَا يَأْتِيهِ فِي الدُّنْيَا يَأْتِيْهِ مَرَضٌ ثُمَّ يَتَمَنَّى أَنْ لَوْ كَانَ لَا يَمْلِكُ مِنَ الدُّنْيَا شَيْئًا حَتَّى تَعُودَ عَلَيْهِ صِحَّتُهُ أَوْ يَمُوتَ وَيَتْرُكُ هَذِهِ الدُّنْيَا لِمَنْ وَرَاءَهُ وَيَقْدُمُ هُوَ عَلَى حِسَابِهَا وَجَزَائِهَا وَعَذَابِهَا وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ تَعَالَى أَفَمَن وَعَدْنَاهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَاقِيهِ كَمَن مَّتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْمُحْضَرِينَ وَقَالَ لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ الْمَقْصُودُ هُوَ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَتَأَمَّلُ فِي الدُّنْيَا يَا إِخْوَانُ وَيُفَكِّرُ فِيهَا وَلَا تَكُنْ غَايَتَهُ الدُّنْيَا فِيهَا أَشْيَاءُ جَمِيلَةٌ لاَ شَكَّ وَأَجْمَلُ مَا فِيهَا مَا هُوَ يَا إِخْوَانُ؟ أَنْتُمْ بِصَدَدِهَا طَلَبُ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةُ وَإِنْفَاقُ مَا يَكُونُ فِي يَدِ الْإِنْسَانِ مِنْ خَيْرَاتِهَا فِي طُرُقِ الْخَيْرِ مَا يُذَمُّ يَا إِخْوَانِي الْمَالُ بِذَاتِهِ وَإِنَّمَا يُذَمُّ بِمَا يَعْمَلُ بِهِ صَاحِبُهُ وَإِلَّا فَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنِعْمَ هُوَ الصَّاحِبُ الْمُؤْمِنُ مَا أَطْعَمَ مِنْهُ الْيَتِيمَ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ كَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ وَيَكُونُ شَهِيدًا عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحْسَنُ مَا فِي الدُّنْيَا أَنَّهَا مَزْرَعَةٌ تَزْرَعُ فِيهَا الْأَعْمَالَ الصَّالِحَةَ وَغَدًا تُوَفَّى النُّفُوسُ مَا كَسَبَتْ وَيَحْصُدُ الزَّارِعُونَ مَا زَرَعُوا إِنْ أَحْسَنُوا أَحْسَنُوا لِأَنْفُسِهِمْ وَإِنْ أَسَاءُوا فَبِئْسَ مَا صَنَعُوا فَتَأَمَّلُوا يَا إِخْوَانِي فِي الدُّنْيَا وَفَكِّرُوا فِي صَنِيعِهَا فِي أَهْلِهَا الْأَوَّلِيْنَ وَالْمَوْجُوْدِيْنَ فِي هَذَا الزَّمَانِ وَرَبُّكُمْ أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ حَتَّى إِذَا عَرَفْتَ الدُّنْيَا أُعْطِيتَهَا شَيْئًا لِمَا تَسْتَحِقُّ وَحَتَّى إِذَا عَرَفَ الْعَبْدُ الْآخِرَةَ يَا إِخْوَانُ أَعْطَاهَا مَا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَمَا يُعِينُهُ عَلَيْهِ مِنَ الْإِيمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ وَفَّقَ اللَّهُ جَمِيعًا لِلْخَيْرِ وَرَزَقَنَا وَإِيَّاكُمْ الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ وَرَزَقَنَا جَمِيعًا الْعِلْمَ النَّافِعَ وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ بَارَكَ اللَّهُ فِيكُمْ يَا إِخْوَانُ

Kebanyakan Orang Menyesal di Akhir Hidupnya karena Hal Ini – Syaikh Abdullah al-Ma’yuf #NasehatUlama

Saudara-saudara, orang yang lebih mementingkan dunia adalah orang yang cacat pada pikiran, pandangan, dan akalnya. Allah Ta’ala berfirman: “Sungguh mereka (orang-orang kafir) itu mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan di belakang mereka hari yang berat (akhirat).” (QS. al-Insan: 27). Allah menyebut dunia itu: cepat berlalu. Betapa cepat berlalu hari-hari dan tahun-tahunnya, saudara-saudara!Dunia begitu cepat berlalu. Allah juga berfirman–sebagaimana telah kita bahas: “Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, Kami segerakan baginya apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki…” (QS. al-Isra: 18). Jika dunia yang diberikan sesuai dengan kehendak Allah, maka manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang telah Allah tetapkan baginya. Allah juga berfirman: “Sekali-kali janganlah. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Qiyamah: 20 – 21). Allah juga berfirman: “Bagaimana menurutmu jika Kami berikan kenikmatan hidup kepada mereka beberapa tahun? Kemudian, datang azab yang diancamkan kepada mereka? Niscaya kenikmatan yang mereka rasakan tidak berguna baginya.” (QS. asy-Syu’ara: 205 – 207). Orang yang diberi kenikmatan di dunia,dan dibukakan baginya harta-harta dunia ini, andai setelah itu ia didatangi berbagai hal yang biasa datang kepadanya di dunia,misalkan, datang kepadanya penyakit,ia akan berharap tidak punya harta dunia sedikit pun,demi kesehatannya bisa kembali, atau ia mati saja. Lalu ia akan meninggalkan dunia ini bagi penerusnya.Sedangkan ia harus menanggung hisab, balasan, dan azabnya.Laa quwwata illaa billaah! Allah Ta’ala berfirman: “Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?” (QS. al-Qashash: 61). Allah juga berfirman: “Jangan sekali-kali kamu terpedaya oleh bolak-balik perjalanan orang-orang kafir di seluruh negeri. Semua itu hanyalah kesenangan sementara,lalu tempat kembali mereka ialah neraka Jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat tinggal.” (QS. Ali Imran: 196 – 197). Intinya, seorang insan hendaklah memperhatikan dan merenungi keadaan dunia. Jangan sampai dunia menjadi tujuannya. Di dunia ada berbagai hal yang indah, tidak diragukan lagi. Apa hal paling indah di dunia, saudara-saudara? Apa yang kalian lakukan sekarang ini: menuntut ilmu dan beribadah, serta menginfakkan harta yang ada di tangan seorang insan, untuk disalurkan ke berbagai bidang kebaikan. Saudara-saudara, harta tidak tercela dari sisi zatnya.Namun yang tercela adalah apa yang dilakukan pemiliknya terhadap harta itu. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa sebaik-baik harta adalah yang dimiliki orang beriman, yang dipakai untuk memberi makan anak yatim, orang miskin, dan musafir yang kehabisan bekal. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang tidak benar, maka ia seperti orang yang makan tapi tidak pernah kenyang, dan harta akan menjadi saksi yang menuntutnya pada hari kiamat. Hal terbaik yang ada di dunia adalah ia menjadi tempat menanam; di sana ditanam amal-amal saleh. Kelak, setiap orang akan dibalas atas amalannya; orang-orang yang menanam akan memanen apa yang telah mereka tanam. Jika mereka berbuat baik, sesungguhnya mereka berbuat baik terhadap diri sendiri. Jika mereka berbuat buruk, maka betapa buruknya apa yang mereka perbuat. Maka, perhatikanlah dunia, dan renungkan apa yang terjadi padanya, juga para penghuninya yang terdahulu dan di zaman ini. Rabb kalian telah memerintahkan ini: “Demikianlah Allah menjelaskan bagi kalian ayat-ayat-Nya, agar kalian berpikir tentang dunia dan akhirat…” (QS. al-Baqarah: 219 – 220). Sehingga ketika kamu telah mengenal hakikat dunia, kamu akan memberikannya sesuatu sesuai dengan kadar yang layak baginya. Begitupula ketika seorang hamba telah mengenal akhirat, ia akan memberikan untuknya apa yang Allah mudahkan baginya, serta apa yang dapat membantunya, berupa keimanan dan amal saleh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua menuju kebaikan, dan mengaruniakan kepada kita semua tobat kepada-Nya. Serta mengaruniakan kepada kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Semoga Allah memberkahi kalian, saudara-saudara! ==== وَمَنْ يُؤْثِرُ الدُّنْيَا يَا إِخْوَانِي قَاصِرٌ فِي فِكْرِهِ وَنَظَرِهِ وَفِي عَقْلِهِ قَالَ تَعَالَى إِنَّ هَٰؤُلَاءِ يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءَهُمْ يَوْمًا ثَقِيلًا وَصَفَهَا بِأَنَّهَا عَاجِلَةٌ وَمَا أَسْرَعَ مَا تَمُرُّ يَا إِخْوَانِي أَيَّامُهَا أَعْوَامُهَا الْعَاجِلَةُ وَقَالَ مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ – كَمَا مَرَّ بِنَا – عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيْدُ إِذَا كَانَتْ هَذِهِ إِرَادَتُهُ فَلَنْ يَأْتِيَهُ إِلَّا مَا قَسَمَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ وَقَالَ كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُوْنَ الْآخِرَةَ وَقَالَ أَفَرَأَيْتَ إِن مَّتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ ثُمَّ جَاءَهُم مَّا كَانُوا يُوعَدُونَ مَا أَغْنَىٰ عَنْهُم مَّا كَانُوا يُمَتَّعُونَ هَذَا الَّذِي مُتِّعَ فِي الدُّنْيَا وَفُتِحَتْ لَهُ خَيْرَاتُهَا تَأْتِيْهِ بَعْدَ ذَلِكَ مَا يَأْتِيهِ فِي الدُّنْيَا يَأْتِيْهِ مَرَضٌ ثُمَّ يَتَمَنَّى أَنْ لَوْ كَانَ لَا يَمْلِكُ مِنَ الدُّنْيَا شَيْئًا حَتَّى تَعُودَ عَلَيْهِ صِحَّتُهُ أَوْ يَمُوتَ وَيَتْرُكُ هَذِهِ الدُّنْيَا لِمَنْ وَرَاءَهُ وَيَقْدُمُ هُوَ عَلَى حِسَابِهَا وَجَزَائِهَا وَعَذَابِهَا وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ تَعَالَى أَفَمَن وَعَدْنَاهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَاقِيهِ كَمَن مَّتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْمُحْضَرِينَ وَقَالَ لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ الْمَقْصُودُ هُوَ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَتَأَمَّلُ فِي الدُّنْيَا يَا إِخْوَانُ وَيُفَكِّرُ فِيهَا وَلَا تَكُنْ غَايَتَهُ الدُّنْيَا فِيهَا أَشْيَاءُ جَمِيلَةٌ لاَ شَكَّ وَأَجْمَلُ مَا فِيهَا مَا هُوَ يَا إِخْوَانُ؟ أَنْتُمْ بِصَدَدِهَا طَلَبُ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةُ وَإِنْفَاقُ مَا يَكُونُ فِي يَدِ الْإِنْسَانِ مِنْ خَيْرَاتِهَا فِي طُرُقِ الْخَيْرِ مَا يُذَمُّ يَا إِخْوَانِي الْمَالُ بِذَاتِهِ وَإِنَّمَا يُذَمُّ بِمَا يَعْمَلُ بِهِ صَاحِبُهُ وَإِلَّا فَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنِعْمَ هُوَ الصَّاحِبُ الْمُؤْمِنُ مَا أَطْعَمَ مِنْهُ الْيَتِيمَ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ كَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ وَيَكُونُ شَهِيدًا عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحْسَنُ مَا فِي الدُّنْيَا أَنَّهَا مَزْرَعَةٌ تَزْرَعُ فِيهَا الْأَعْمَالَ الصَّالِحَةَ وَغَدًا تُوَفَّى النُّفُوسُ مَا كَسَبَتْ وَيَحْصُدُ الزَّارِعُونَ مَا زَرَعُوا إِنْ أَحْسَنُوا أَحْسَنُوا لِأَنْفُسِهِمْ وَإِنْ أَسَاءُوا فَبِئْسَ مَا صَنَعُوا فَتَأَمَّلُوا يَا إِخْوَانِي فِي الدُّنْيَا وَفَكِّرُوا فِي صَنِيعِهَا فِي أَهْلِهَا الْأَوَّلِيْنَ وَالْمَوْجُوْدِيْنَ فِي هَذَا الزَّمَانِ وَرَبُّكُمْ أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ حَتَّى إِذَا عَرَفْتَ الدُّنْيَا أُعْطِيتَهَا شَيْئًا لِمَا تَسْتَحِقُّ وَحَتَّى إِذَا عَرَفَ الْعَبْدُ الْآخِرَةَ يَا إِخْوَانُ أَعْطَاهَا مَا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَمَا يُعِينُهُ عَلَيْهِ مِنَ الْإِيمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ وَفَّقَ اللَّهُ جَمِيعًا لِلْخَيْرِ وَرَزَقَنَا وَإِيَّاكُمْ الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ وَرَزَقَنَا جَمِيعًا الْعِلْمَ النَّافِعَ وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ بَارَكَ اللَّهُ فِيكُمْ يَا إِخْوَانُ
Saudara-saudara, orang yang lebih mementingkan dunia adalah orang yang cacat pada pikiran, pandangan, dan akalnya. Allah Ta’ala berfirman: “Sungguh mereka (orang-orang kafir) itu mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan di belakang mereka hari yang berat (akhirat).” (QS. al-Insan: 27). Allah menyebut dunia itu: cepat berlalu. Betapa cepat berlalu hari-hari dan tahun-tahunnya, saudara-saudara!Dunia begitu cepat berlalu. Allah juga berfirman–sebagaimana telah kita bahas: “Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, Kami segerakan baginya apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki…” (QS. al-Isra: 18). Jika dunia yang diberikan sesuai dengan kehendak Allah, maka manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang telah Allah tetapkan baginya. Allah juga berfirman: “Sekali-kali janganlah. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Qiyamah: 20 – 21). Allah juga berfirman: “Bagaimana menurutmu jika Kami berikan kenikmatan hidup kepada mereka beberapa tahun? Kemudian, datang azab yang diancamkan kepada mereka? Niscaya kenikmatan yang mereka rasakan tidak berguna baginya.” (QS. asy-Syu’ara: 205 – 207). Orang yang diberi kenikmatan di dunia,dan dibukakan baginya harta-harta dunia ini, andai setelah itu ia didatangi berbagai hal yang biasa datang kepadanya di dunia,misalkan, datang kepadanya penyakit,ia akan berharap tidak punya harta dunia sedikit pun,demi kesehatannya bisa kembali, atau ia mati saja. Lalu ia akan meninggalkan dunia ini bagi penerusnya.Sedangkan ia harus menanggung hisab, balasan, dan azabnya.Laa quwwata illaa billaah! Allah Ta’ala berfirman: “Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?” (QS. al-Qashash: 61). Allah juga berfirman: “Jangan sekali-kali kamu terpedaya oleh bolak-balik perjalanan orang-orang kafir di seluruh negeri. Semua itu hanyalah kesenangan sementara,lalu tempat kembali mereka ialah neraka Jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat tinggal.” (QS. Ali Imran: 196 – 197). Intinya, seorang insan hendaklah memperhatikan dan merenungi keadaan dunia. Jangan sampai dunia menjadi tujuannya. Di dunia ada berbagai hal yang indah, tidak diragukan lagi. Apa hal paling indah di dunia, saudara-saudara? Apa yang kalian lakukan sekarang ini: menuntut ilmu dan beribadah, serta menginfakkan harta yang ada di tangan seorang insan, untuk disalurkan ke berbagai bidang kebaikan. Saudara-saudara, harta tidak tercela dari sisi zatnya.Namun yang tercela adalah apa yang dilakukan pemiliknya terhadap harta itu. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa sebaik-baik harta adalah yang dimiliki orang beriman, yang dipakai untuk memberi makan anak yatim, orang miskin, dan musafir yang kehabisan bekal. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang tidak benar, maka ia seperti orang yang makan tapi tidak pernah kenyang, dan harta akan menjadi saksi yang menuntutnya pada hari kiamat. Hal terbaik yang ada di dunia adalah ia menjadi tempat menanam; di sana ditanam amal-amal saleh. Kelak, setiap orang akan dibalas atas amalannya; orang-orang yang menanam akan memanen apa yang telah mereka tanam. Jika mereka berbuat baik, sesungguhnya mereka berbuat baik terhadap diri sendiri. Jika mereka berbuat buruk, maka betapa buruknya apa yang mereka perbuat. Maka, perhatikanlah dunia, dan renungkan apa yang terjadi padanya, juga para penghuninya yang terdahulu dan di zaman ini. Rabb kalian telah memerintahkan ini: “Demikianlah Allah menjelaskan bagi kalian ayat-ayat-Nya, agar kalian berpikir tentang dunia dan akhirat…” (QS. al-Baqarah: 219 – 220). Sehingga ketika kamu telah mengenal hakikat dunia, kamu akan memberikannya sesuatu sesuai dengan kadar yang layak baginya. Begitupula ketika seorang hamba telah mengenal akhirat, ia akan memberikan untuknya apa yang Allah mudahkan baginya, serta apa yang dapat membantunya, berupa keimanan dan amal saleh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua menuju kebaikan, dan mengaruniakan kepada kita semua tobat kepada-Nya. Serta mengaruniakan kepada kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Semoga Allah memberkahi kalian, saudara-saudara! ==== وَمَنْ يُؤْثِرُ الدُّنْيَا يَا إِخْوَانِي قَاصِرٌ فِي فِكْرِهِ وَنَظَرِهِ وَفِي عَقْلِهِ قَالَ تَعَالَى إِنَّ هَٰؤُلَاءِ يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءَهُمْ يَوْمًا ثَقِيلًا وَصَفَهَا بِأَنَّهَا عَاجِلَةٌ وَمَا أَسْرَعَ مَا تَمُرُّ يَا إِخْوَانِي أَيَّامُهَا أَعْوَامُهَا الْعَاجِلَةُ وَقَالَ مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ – كَمَا مَرَّ بِنَا – عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيْدُ إِذَا كَانَتْ هَذِهِ إِرَادَتُهُ فَلَنْ يَأْتِيَهُ إِلَّا مَا قَسَمَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ وَقَالَ كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُوْنَ الْآخِرَةَ وَقَالَ أَفَرَأَيْتَ إِن مَّتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ ثُمَّ جَاءَهُم مَّا كَانُوا يُوعَدُونَ مَا أَغْنَىٰ عَنْهُم مَّا كَانُوا يُمَتَّعُونَ هَذَا الَّذِي مُتِّعَ فِي الدُّنْيَا وَفُتِحَتْ لَهُ خَيْرَاتُهَا تَأْتِيْهِ بَعْدَ ذَلِكَ مَا يَأْتِيهِ فِي الدُّنْيَا يَأْتِيْهِ مَرَضٌ ثُمَّ يَتَمَنَّى أَنْ لَوْ كَانَ لَا يَمْلِكُ مِنَ الدُّنْيَا شَيْئًا حَتَّى تَعُودَ عَلَيْهِ صِحَّتُهُ أَوْ يَمُوتَ وَيَتْرُكُ هَذِهِ الدُّنْيَا لِمَنْ وَرَاءَهُ وَيَقْدُمُ هُوَ عَلَى حِسَابِهَا وَجَزَائِهَا وَعَذَابِهَا وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ تَعَالَى أَفَمَن وَعَدْنَاهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَاقِيهِ كَمَن مَّتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْمُحْضَرِينَ وَقَالَ لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ الْمَقْصُودُ هُوَ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَتَأَمَّلُ فِي الدُّنْيَا يَا إِخْوَانُ وَيُفَكِّرُ فِيهَا وَلَا تَكُنْ غَايَتَهُ الدُّنْيَا فِيهَا أَشْيَاءُ جَمِيلَةٌ لاَ شَكَّ وَأَجْمَلُ مَا فِيهَا مَا هُوَ يَا إِخْوَانُ؟ أَنْتُمْ بِصَدَدِهَا طَلَبُ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةُ وَإِنْفَاقُ مَا يَكُونُ فِي يَدِ الْإِنْسَانِ مِنْ خَيْرَاتِهَا فِي طُرُقِ الْخَيْرِ مَا يُذَمُّ يَا إِخْوَانِي الْمَالُ بِذَاتِهِ وَإِنَّمَا يُذَمُّ بِمَا يَعْمَلُ بِهِ صَاحِبُهُ وَإِلَّا فَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنِعْمَ هُوَ الصَّاحِبُ الْمُؤْمِنُ مَا أَطْعَمَ مِنْهُ الْيَتِيمَ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ كَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ وَيَكُونُ شَهِيدًا عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحْسَنُ مَا فِي الدُّنْيَا أَنَّهَا مَزْرَعَةٌ تَزْرَعُ فِيهَا الْأَعْمَالَ الصَّالِحَةَ وَغَدًا تُوَفَّى النُّفُوسُ مَا كَسَبَتْ وَيَحْصُدُ الزَّارِعُونَ مَا زَرَعُوا إِنْ أَحْسَنُوا أَحْسَنُوا لِأَنْفُسِهِمْ وَإِنْ أَسَاءُوا فَبِئْسَ مَا صَنَعُوا فَتَأَمَّلُوا يَا إِخْوَانِي فِي الدُّنْيَا وَفَكِّرُوا فِي صَنِيعِهَا فِي أَهْلِهَا الْأَوَّلِيْنَ وَالْمَوْجُوْدِيْنَ فِي هَذَا الزَّمَانِ وَرَبُّكُمْ أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ حَتَّى إِذَا عَرَفْتَ الدُّنْيَا أُعْطِيتَهَا شَيْئًا لِمَا تَسْتَحِقُّ وَحَتَّى إِذَا عَرَفَ الْعَبْدُ الْآخِرَةَ يَا إِخْوَانُ أَعْطَاهَا مَا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَمَا يُعِينُهُ عَلَيْهِ مِنَ الْإِيمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ وَفَّقَ اللَّهُ جَمِيعًا لِلْخَيْرِ وَرَزَقَنَا وَإِيَّاكُمْ الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ وَرَزَقَنَا جَمِيعًا الْعِلْمَ النَّافِعَ وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ بَارَكَ اللَّهُ فِيكُمْ يَا إِخْوَانُ


Saudara-saudara, orang yang lebih mementingkan dunia adalah orang yang cacat pada pikiran, pandangan, dan akalnya. Allah Ta’ala berfirman: “Sungguh mereka (orang-orang kafir) itu mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan di belakang mereka hari yang berat (akhirat).” (QS. al-Insan: 27). Allah menyebut dunia itu: cepat berlalu. Betapa cepat berlalu hari-hari dan tahun-tahunnya, saudara-saudara!Dunia begitu cepat berlalu. Allah juga berfirman–sebagaimana telah kita bahas: “Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, Kami segerakan baginya apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki…” (QS. al-Isra: 18). Jika dunia yang diberikan sesuai dengan kehendak Allah, maka manusia tidak akan mendapatkan kecuali yang telah Allah tetapkan baginya. Allah juga berfirman: “Sekali-kali janganlah. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Qiyamah: 20 – 21). Allah juga berfirman: “Bagaimana menurutmu jika Kami berikan kenikmatan hidup kepada mereka beberapa tahun? Kemudian, datang azab yang diancamkan kepada mereka? Niscaya kenikmatan yang mereka rasakan tidak berguna baginya.” (QS. asy-Syu’ara: 205 – 207). Orang yang diberi kenikmatan di dunia,dan dibukakan baginya harta-harta dunia ini, andai setelah itu ia didatangi berbagai hal yang biasa datang kepadanya di dunia,misalkan, datang kepadanya penyakit,ia akan berharap tidak punya harta dunia sedikit pun,demi kesehatannya bisa kembali, atau ia mati saja. Lalu ia akan meninggalkan dunia ini bagi penerusnya.Sedangkan ia harus menanggung hisab, balasan, dan azabnya.Laa quwwata illaa billaah! Allah Ta’ala berfirman: “Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?” (QS. al-Qashash: 61). Allah juga berfirman: “Jangan sekali-kali kamu terpedaya oleh bolak-balik perjalanan orang-orang kafir di seluruh negeri. Semua itu hanyalah kesenangan sementara,lalu tempat kembali mereka ialah neraka Jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat tinggal.” (QS. Ali Imran: 196 – 197). Intinya, seorang insan hendaklah memperhatikan dan merenungi keadaan dunia. Jangan sampai dunia menjadi tujuannya. Di dunia ada berbagai hal yang indah, tidak diragukan lagi. Apa hal paling indah di dunia, saudara-saudara? Apa yang kalian lakukan sekarang ini: menuntut ilmu dan beribadah, serta menginfakkan harta yang ada di tangan seorang insan, untuk disalurkan ke berbagai bidang kebaikan. Saudara-saudara, harta tidak tercela dari sisi zatnya.Namun yang tercela adalah apa yang dilakukan pemiliknya terhadap harta itu. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa sebaik-baik harta adalah yang dimiliki orang beriman, yang dipakai untuk memberi makan anak yatim, orang miskin, dan musafir yang kehabisan bekal. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang tidak benar, maka ia seperti orang yang makan tapi tidak pernah kenyang, dan harta akan menjadi saksi yang menuntutnya pada hari kiamat. Hal terbaik yang ada di dunia adalah ia menjadi tempat menanam; di sana ditanam amal-amal saleh. Kelak, setiap orang akan dibalas atas amalannya; orang-orang yang menanam akan memanen apa yang telah mereka tanam. Jika mereka berbuat baik, sesungguhnya mereka berbuat baik terhadap diri sendiri. Jika mereka berbuat buruk, maka betapa buruknya apa yang mereka perbuat. Maka, perhatikanlah dunia, dan renungkan apa yang terjadi padanya, juga para penghuninya yang terdahulu dan di zaman ini. Rabb kalian telah memerintahkan ini: “Demikianlah Allah menjelaskan bagi kalian ayat-ayat-Nya, agar kalian berpikir tentang dunia dan akhirat…” (QS. al-Baqarah: 219 – 220). Sehingga ketika kamu telah mengenal hakikat dunia, kamu akan memberikannya sesuatu sesuai dengan kadar yang layak baginya. Begitupula ketika seorang hamba telah mengenal akhirat, ia akan memberikan untuknya apa yang Allah mudahkan baginya, serta apa yang dapat membantunya, berupa keimanan dan amal saleh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua menuju kebaikan, dan mengaruniakan kepada kita semua tobat kepada-Nya. Serta mengaruniakan kepada kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Semoga Allah memberkahi kalian, saudara-saudara! ==== وَمَنْ يُؤْثِرُ الدُّنْيَا يَا إِخْوَانِي قَاصِرٌ فِي فِكْرِهِ وَنَظَرِهِ وَفِي عَقْلِهِ قَالَ تَعَالَى إِنَّ هَٰؤُلَاءِ يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءَهُمْ يَوْمًا ثَقِيلًا وَصَفَهَا بِأَنَّهَا عَاجِلَةٌ وَمَا أَسْرَعَ مَا تَمُرُّ يَا إِخْوَانِي أَيَّامُهَا أَعْوَامُهَا الْعَاجِلَةُ وَقَالَ مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ – كَمَا مَرَّ بِنَا – عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيْدُ إِذَا كَانَتْ هَذِهِ إِرَادَتُهُ فَلَنْ يَأْتِيَهُ إِلَّا مَا قَسَمَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ وَقَالَ كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُوْنَ الْآخِرَةَ وَقَالَ أَفَرَأَيْتَ إِن مَّتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ ثُمَّ جَاءَهُم مَّا كَانُوا يُوعَدُونَ مَا أَغْنَىٰ عَنْهُم مَّا كَانُوا يُمَتَّعُونَ هَذَا الَّذِي مُتِّعَ فِي الدُّنْيَا وَفُتِحَتْ لَهُ خَيْرَاتُهَا تَأْتِيْهِ بَعْدَ ذَلِكَ مَا يَأْتِيهِ فِي الدُّنْيَا يَأْتِيْهِ مَرَضٌ ثُمَّ يَتَمَنَّى أَنْ لَوْ كَانَ لَا يَمْلِكُ مِنَ الدُّنْيَا شَيْئًا حَتَّى تَعُودَ عَلَيْهِ صِحَّتُهُ أَوْ يَمُوتَ وَيَتْرُكُ هَذِهِ الدُّنْيَا لِمَنْ وَرَاءَهُ وَيَقْدُمُ هُوَ عَلَى حِسَابِهَا وَجَزَائِهَا وَعَذَابِهَا وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ تَعَالَى أَفَمَن وَعَدْنَاهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَاقِيهِ كَمَن مَّتَّعْنَاهُ مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْمُحْضَرِينَ وَقَالَ لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ الْمَقْصُودُ هُوَ أَنَّ الْإِنْسَانَ يَتَأَمَّلُ فِي الدُّنْيَا يَا إِخْوَانُ وَيُفَكِّرُ فِيهَا وَلَا تَكُنْ غَايَتَهُ الدُّنْيَا فِيهَا أَشْيَاءُ جَمِيلَةٌ لاَ شَكَّ وَأَجْمَلُ مَا فِيهَا مَا هُوَ يَا إِخْوَانُ؟ أَنْتُمْ بِصَدَدِهَا طَلَبُ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةُ وَإِنْفَاقُ مَا يَكُونُ فِي يَدِ الْإِنْسَانِ مِنْ خَيْرَاتِهَا فِي طُرُقِ الْخَيْرِ مَا يُذَمُّ يَا إِخْوَانِي الْمَالُ بِذَاتِهِ وَإِنَّمَا يُذَمُّ بِمَا يَعْمَلُ بِهِ صَاحِبُهُ وَإِلَّا فَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنِعْمَ هُوَ الصَّاحِبُ الْمُؤْمِنُ مَا أَطْعَمَ مِنْهُ الْيَتِيمَ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ كَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ وَيَكُونُ شَهِيدًا عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحْسَنُ مَا فِي الدُّنْيَا أَنَّهَا مَزْرَعَةٌ تَزْرَعُ فِيهَا الْأَعْمَالَ الصَّالِحَةَ وَغَدًا تُوَفَّى النُّفُوسُ مَا كَسَبَتْ وَيَحْصُدُ الزَّارِعُونَ مَا زَرَعُوا إِنْ أَحْسَنُوا أَحْسَنُوا لِأَنْفُسِهِمْ وَإِنْ أَسَاءُوا فَبِئْسَ مَا صَنَعُوا فَتَأَمَّلُوا يَا إِخْوَانِي فِي الدُّنْيَا وَفَكِّرُوا فِي صَنِيعِهَا فِي أَهْلِهَا الْأَوَّلِيْنَ وَالْمَوْجُوْدِيْنَ فِي هَذَا الزَّمَانِ وَرَبُّكُمْ أَمَرَكُمْ بِذَلِكَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ حَتَّى إِذَا عَرَفْتَ الدُّنْيَا أُعْطِيتَهَا شَيْئًا لِمَا تَسْتَحِقُّ وَحَتَّى إِذَا عَرَفَ الْعَبْدُ الْآخِرَةَ يَا إِخْوَانُ أَعْطَاهَا مَا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَمَا يُعِينُهُ عَلَيْهِ مِنَ الْإِيمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ وَفَّقَ اللَّهُ جَمِيعًا لِلْخَيْرِ وَرَزَقَنَا وَإِيَّاكُمْ الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ وَرَزَقَنَا جَمِيعًا الْعِلْمَ النَّافِعَ وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ بَارَكَ اللَّهُ فِيكُمْ يَا إِخْوَانُ

Panen Pahala dengan 9 Amal Saleh Ini di Bulan Ramadhan – Syaikh Sa’ad asy-Syatsri #NasehatUlama

Ummu Muhammad dari Arab Saudi bertanya: “Wahai Syaikh, kami tengah menyambut musim yang agung, salah satu musim ketaatan, di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan, yaitu bulan Ramadhan.” Ia bertanya tentang amal-amal saleh yang dapat dilakukan di bulan Ramadhan. Segala bentuk ketaatan akan dilipatgandakan pahalanya di bulan Ramadhan. Saya akan menyebutkan beberapa contohnya: [PERTAMA]Menjaga puasa dari perbuatan sia-sia, ucapan kotor, membicarakan orang lain, ghibah, dan namimah, termasuk amal saleh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta maka Allah tidak membutuhkannya untuk meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari). [KEDUA]Memperbanyak membaca al-Quran. Allah Ta’ala berfirman: “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk itu, serta pembeda (antara yang benar dan yang batil)…” (QS. al-Baqarah: 185). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Puasa dan al-Quran akan memberikan syafaat bagi seorang hamba pada Hari Kiamat.” (HR. Ahmad). Membaca al-Quran tidak hanya dianjurkan pada siang hari. Namun, pada malam hari juga dianjurkan untuk banyak membaca al-Quran. Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertadarus al-Quran dengan Jibril pada setiap malam di bulan Ramadhan. Oleh sebab itu, dianjurkan mengadakan majelis-majelis ilmu untuk mempelajari dan membaca al-Quran pada malam-malam bulan Ramadhan, dalam rangka meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [KETIGA]Memperbanyak berzikir kepada Allah, siang dan malam. [KEEMPAT]Memperbanyak berdoa, mengadukan permasalahan dan keperluan kepada Rabb semesta alam. [KELIMA]Mendirikan Shalat Malam pada bulan Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala…” maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari). [KEENAM]Bersedekah dan berdonasi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadhan, ketika malaikat Jibril menemuinya untuk bertadarus al-Quran bersamanya. [KETUJUH]Memperbaiki akhlak dan memperlakukan orang lain dengan baik. [KEDELAPAN]Mengunjungi orang yang Anda cintai karena Allah, dan bersilaturahmi. [KESEMBILAN]Berbakti kepada kedua orang tua. Semua ini adalah amal saleh, yang pahalanya akan dilipatgandakan di bulan Ramadhan. ==== أُمُّ مُحَمَّدٍ مِنَ السُّعُودِيَّةِ سَأَلَتْ شَيْخَنَا وَنَحْنُ مُقْبِلُونَ عَلَى مَوْسِمٍ عَظِيمٍ مِنْ مَوَاسِمِ الطَّاعَاتِ تَتَضَاعَفُ فِيهِ الْحَسَنَاتُ شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَلَتْ عَنِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فِي رَمَضَانَ كُلُّ طَاعَةٍ مِنَ الطَّاعَاتِ فَإِنَّهُ يُضَاعَفُ أَجْرُهَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَذْكُرُ لِذَلِكَ نَمَاذِجَ حِفْظُ الصِّيَامِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَالْحَدِيثِ فِي الْآخَرِيْنَ وَالْغِيبَةِ وَالنَّمِيمَةِ عَمَلٌ صَالِحٌ قَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَهَكَذَا مِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالْقُرْآنُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِالنَّهَارِ دُونَ اللَّيْلِ بَلْ حَتَّى فِي اللَّيْلِ يُسْتَحَبُّ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ قَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدَارِسُ جِبْرِيلَ كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِي رَمَضَانَ وَلِذَا يُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ حَلَقَاتٌ عِلْمِيَّةٌ لِمُدَارِسَةِ الْقُرْآنُ وَقِرَاءَتِهِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ اقْتِدَاءً بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ جَلَّ وَعَلَا لَيْلًا وَنَهَارًا وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنَ الدُّعَاءِ وَعَرْضِ الْمَسَائِلِ وَالْحَوَائِجِ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَمِنْ ذَلِكَ صَلَاةُ نَافِلَةِ رَمَضَانَ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمِنْ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الصَّدَقَةُ وَالْبَذْلُ فَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ فَيُدَارِسَهُ الْقُرْآنَ فَهَكَذَا أَيْضًا حُسْنُ الْخُلُقِ وَالتَّعَامُلِ مَعَ الْآخَرِيْنَ زِيَارَةُ مَنْ تُحِبُّهُمْ فِي اللَّهِ وَصِلَةُ الأَرْحَامِ وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ هَذِهِ أَعْمَالٌ صَالِحَةٌ فَيُضَاعَفُ فِيهَا أَجْرُ الْإِنْسَانِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ

Panen Pahala dengan 9 Amal Saleh Ini di Bulan Ramadhan – Syaikh Sa’ad asy-Syatsri #NasehatUlama

Ummu Muhammad dari Arab Saudi bertanya: “Wahai Syaikh, kami tengah menyambut musim yang agung, salah satu musim ketaatan, di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan, yaitu bulan Ramadhan.” Ia bertanya tentang amal-amal saleh yang dapat dilakukan di bulan Ramadhan. Segala bentuk ketaatan akan dilipatgandakan pahalanya di bulan Ramadhan. Saya akan menyebutkan beberapa contohnya: [PERTAMA]Menjaga puasa dari perbuatan sia-sia, ucapan kotor, membicarakan orang lain, ghibah, dan namimah, termasuk amal saleh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta maka Allah tidak membutuhkannya untuk meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari). [KEDUA]Memperbanyak membaca al-Quran. Allah Ta’ala berfirman: “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk itu, serta pembeda (antara yang benar dan yang batil)…” (QS. al-Baqarah: 185). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Puasa dan al-Quran akan memberikan syafaat bagi seorang hamba pada Hari Kiamat.” (HR. Ahmad). Membaca al-Quran tidak hanya dianjurkan pada siang hari. Namun, pada malam hari juga dianjurkan untuk banyak membaca al-Quran. Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertadarus al-Quran dengan Jibril pada setiap malam di bulan Ramadhan. Oleh sebab itu, dianjurkan mengadakan majelis-majelis ilmu untuk mempelajari dan membaca al-Quran pada malam-malam bulan Ramadhan, dalam rangka meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [KETIGA]Memperbanyak berzikir kepada Allah, siang dan malam. [KEEMPAT]Memperbanyak berdoa, mengadukan permasalahan dan keperluan kepada Rabb semesta alam. [KELIMA]Mendirikan Shalat Malam pada bulan Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala…” maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari). [KEENAM]Bersedekah dan berdonasi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadhan, ketika malaikat Jibril menemuinya untuk bertadarus al-Quran bersamanya. [KETUJUH]Memperbaiki akhlak dan memperlakukan orang lain dengan baik. [KEDELAPAN]Mengunjungi orang yang Anda cintai karena Allah, dan bersilaturahmi. [KESEMBILAN]Berbakti kepada kedua orang tua. Semua ini adalah amal saleh, yang pahalanya akan dilipatgandakan di bulan Ramadhan. ==== أُمُّ مُحَمَّدٍ مِنَ السُّعُودِيَّةِ سَأَلَتْ شَيْخَنَا وَنَحْنُ مُقْبِلُونَ عَلَى مَوْسِمٍ عَظِيمٍ مِنْ مَوَاسِمِ الطَّاعَاتِ تَتَضَاعَفُ فِيهِ الْحَسَنَاتُ شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَلَتْ عَنِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فِي رَمَضَانَ كُلُّ طَاعَةٍ مِنَ الطَّاعَاتِ فَإِنَّهُ يُضَاعَفُ أَجْرُهَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَذْكُرُ لِذَلِكَ نَمَاذِجَ حِفْظُ الصِّيَامِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَالْحَدِيثِ فِي الْآخَرِيْنَ وَالْغِيبَةِ وَالنَّمِيمَةِ عَمَلٌ صَالِحٌ قَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَهَكَذَا مِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالْقُرْآنُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِالنَّهَارِ دُونَ اللَّيْلِ بَلْ حَتَّى فِي اللَّيْلِ يُسْتَحَبُّ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ قَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدَارِسُ جِبْرِيلَ كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِي رَمَضَانَ وَلِذَا يُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ حَلَقَاتٌ عِلْمِيَّةٌ لِمُدَارِسَةِ الْقُرْآنُ وَقِرَاءَتِهِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ اقْتِدَاءً بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ جَلَّ وَعَلَا لَيْلًا وَنَهَارًا وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنَ الدُّعَاءِ وَعَرْضِ الْمَسَائِلِ وَالْحَوَائِجِ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَمِنْ ذَلِكَ صَلَاةُ نَافِلَةِ رَمَضَانَ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمِنْ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الصَّدَقَةُ وَالْبَذْلُ فَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ فَيُدَارِسَهُ الْقُرْآنَ فَهَكَذَا أَيْضًا حُسْنُ الْخُلُقِ وَالتَّعَامُلِ مَعَ الْآخَرِيْنَ زِيَارَةُ مَنْ تُحِبُّهُمْ فِي اللَّهِ وَصِلَةُ الأَرْحَامِ وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ هَذِهِ أَعْمَالٌ صَالِحَةٌ فَيُضَاعَفُ فِيهَا أَجْرُ الْإِنْسَانِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
Ummu Muhammad dari Arab Saudi bertanya: “Wahai Syaikh, kami tengah menyambut musim yang agung, salah satu musim ketaatan, di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan, yaitu bulan Ramadhan.” Ia bertanya tentang amal-amal saleh yang dapat dilakukan di bulan Ramadhan. Segala bentuk ketaatan akan dilipatgandakan pahalanya di bulan Ramadhan. Saya akan menyebutkan beberapa contohnya: [PERTAMA]Menjaga puasa dari perbuatan sia-sia, ucapan kotor, membicarakan orang lain, ghibah, dan namimah, termasuk amal saleh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta maka Allah tidak membutuhkannya untuk meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari). [KEDUA]Memperbanyak membaca al-Quran. Allah Ta’ala berfirman: “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk itu, serta pembeda (antara yang benar dan yang batil)…” (QS. al-Baqarah: 185). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Puasa dan al-Quran akan memberikan syafaat bagi seorang hamba pada Hari Kiamat.” (HR. Ahmad). Membaca al-Quran tidak hanya dianjurkan pada siang hari. Namun, pada malam hari juga dianjurkan untuk banyak membaca al-Quran. Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertadarus al-Quran dengan Jibril pada setiap malam di bulan Ramadhan. Oleh sebab itu, dianjurkan mengadakan majelis-majelis ilmu untuk mempelajari dan membaca al-Quran pada malam-malam bulan Ramadhan, dalam rangka meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [KETIGA]Memperbanyak berzikir kepada Allah, siang dan malam. [KEEMPAT]Memperbanyak berdoa, mengadukan permasalahan dan keperluan kepada Rabb semesta alam. [KELIMA]Mendirikan Shalat Malam pada bulan Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala…” maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari). [KEENAM]Bersedekah dan berdonasi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadhan, ketika malaikat Jibril menemuinya untuk bertadarus al-Quran bersamanya. [KETUJUH]Memperbaiki akhlak dan memperlakukan orang lain dengan baik. [KEDELAPAN]Mengunjungi orang yang Anda cintai karena Allah, dan bersilaturahmi. [KESEMBILAN]Berbakti kepada kedua orang tua. Semua ini adalah amal saleh, yang pahalanya akan dilipatgandakan di bulan Ramadhan. ==== أُمُّ مُحَمَّدٍ مِنَ السُّعُودِيَّةِ سَأَلَتْ شَيْخَنَا وَنَحْنُ مُقْبِلُونَ عَلَى مَوْسِمٍ عَظِيمٍ مِنْ مَوَاسِمِ الطَّاعَاتِ تَتَضَاعَفُ فِيهِ الْحَسَنَاتُ شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَلَتْ عَنِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فِي رَمَضَانَ كُلُّ طَاعَةٍ مِنَ الطَّاعَاتِ فَإِنَّهُ يُضَاعَفُ أَجْرُهَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَذْكُرُ لِذَلِكَ نَمَاذِجَ حِفْظُ الصِّيَامِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَالْحَدِيثِ فِي الْآخَرِيْنَ وَالْغِيبَةِ وَالنَّمِيمَةِ عَمَلٌ صَالِحٌ قَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَهَكَذَا مِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالْقُرْآنُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِالنَّهَارِ دُونَ اللَّيْلِ بَلْ حَتَّى فِي اللَّيْلِ يُسْتَحَبُّ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ قَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدَارِسُ جِبْرِيلَ كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِي رَمَضَانَ وَلِذَا يُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ حَلَقَاتٌ عِلْمِيَّةٌ لِمُدَارِسَةِ الْقُرْآنُ وَقِرَاءَتِهِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ اقْتِدَاءً بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ جَلَّ وَعَلَا لَيْلًا وَنَهَارًا وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنَ الدُّعَاءِ وَعَرْضِ الْمَسَائِلِ وَالْحَوَائِجِ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَمِنْ ذَلِكَ صَلَاةُ نَافِلَةِ رَمَضَانَ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمِنْ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الصَّدَقَةُ وَالْبَذْلُ فَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ فَيُدَارِسَهُ الْقُرْآنَ فَهَكَذَا أَيْضًا حُسْنُ الْخُلُقِ وَالتَّعَامُلِ مَعَ الْآخَرِيْنَ زِيَارَةُ مَنْ تُحِبُّهُمْ فِي اللَّهِ وَصِلَةُ الأَرْحَامِ وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ هَذِهِ أَعْمَالٌ صَالِحَةٌ فَيُضَاعَفُ فِيهَا أَجْرُ الْإِنْسَانِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ


Ummu Muhammad dari Arab Saudi bertanya: “Wahai Syaikh, kami tengah menyambut musim yang agung, salah satu musim ketaatan, di mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan, yaitu bulan Ramadhan.” Ia bertanya tentang amal-amal saleh yang dapat dilakukan di bulan Ramadhan. Segala bentuk ketaatan akan dilipatgandakan pahalanya di bulan Ramadhan. Saya akan menyebutkan beberapa contohnya: [PERTAMA]Menjaga puasa dari perbuatan sia-sia, ucapan kotor, membicarakan orang lain, ghibah, dan namimah, termasuk amal saleh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta maka Allah tidak membutuhkannya untuk meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari). [KEDUA]Memperbanyak membaca al-Quran. Allah Ta’ala berfirman: “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan petunjuk itu, serta pembeda (antara yang benar dan yang batil)…” (QS. al-Baqarah: 185). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Puasa dan al-Quran akan memberikan syafaat bagi seorang hamba pada Hari Kiamat.” (HR. Ahmad). Membaca al-Quran tidak hanya dianjurkan pada siang hari. Namun, pada malam hari juga dianjurkan untuk banyak membaca al-Quran. Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertadarus al-Quran dengan Jibril pada setiap malam di bulan Ramadhan. Oleh sebab itu, dianjurkan mengadakan majelis-majelis ilmu untuk mempelajari dan membaca al-Quran pada malam-malam bulan Ramadhan, dalam rangka meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [KETIGA]Memperbanyak berzikir kepada Allah, siang dan malam. [KEEMPAT]Memperbanyak berdoa, mengadukan permasalahan dan keperluan kepada Rabb semesta alam. [KELIMA]Mendirikan Shalat Malam pada bulan Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala…” maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari). [KEENAM]Bersedekah dan berdonasi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadhan, ketika malaikat Jibril menemuinya untuk bertadarus al-Quran bersamanya. [KETUJUH]Memperbaiki akhlak dan memperlakukan orang lain dengan baik. [KEDELAPAN]Mengunjungi orang yang Anda cintai karena Allah, dan bersilaturahmi. [KESEMBILAN]Berbakti kepada kedua orang tua. Semua ini adalah amal saleh, yang pahalanya akan dilipatgandakan di bulan Ramadhan. ==== أُمُّ مُحَمَّدٍ مِنَ السُّعُودِيَّةِ سَأَلَتْ شَيْخَنَا وَنَحْنُ مُقْبِلُونَ عَلَى مَوْسِمٍ عَظِيمٍ مِنْ مَوَاسِمِ الطَّاعَاتِ تَتَضَاعَفُ فِيهِ الْحَسَنَاتُ شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَلَتْ عَنِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فِي رَمَضَانَ كُلُّ طَاعَةٍ مِنَ الطَّاعَاتِ فَإِنَّهُ يُضَاعَفُ أَجْرُهَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سَأَذْكُرُ لِذَلِكَ نَمَاذِجَ حِفْظُ الصِّيَامِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَالْحَدِيثِ فِي الْآخَرِيْنَ وَالْغِيبَةِ وَالنَّمِيمَةِ عَمَلٌ صَالِحٌ قَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَهَكَذَا مِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالْقُرْآنُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِالنَّهَارِ دُونَ اللَّيْلِ بَلْ حَتَّى فِي اللَّيْلِ يُسْتَحَبُّ الْإِكْثَارُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ قَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدَارِسُ جِبْرِيلَ كُلَّ لَيْلَةٍ مِنْ لَيَالِي رَمَضَانَ وَلِذَا يُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ حَلَقَاتٌ عِلْمِيَّةٌ لِمُدَارِسَةِ الْقُرْآنُ وَقِرَاءَتِهِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ اقْتِدَاءً بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ جَلَّ وَعَلَا لَيْلًا وَنَهَارًا وَمِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الْإِكْثَارُ مِنَ الدُّعَاءِ وَعَرْضِ الْمَسَائِلِ وَالْحَوَائِجِ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَمِنْ ذَلِكَ صَلَاةُ نَافِلَةِ رَمَضَانَ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمِنْ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الصَّدَقَةُ وَالْبَذْلُ فَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ فَيُدَارِسَهُ الْقُرْآنَ فَهَكَذَا أَيْضًا حُسْنُ الْخُلُقِ وَالتَّعَامُلِ مَعَ الْآخَرِيْنَ زِيَارَةُ مَنْ تُحِبُّهُمْ فِي اللَّهِ وَصِلَةُ الأَرْحَامِ وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ هَذِهِ أَعْمَالٌ صَالِحَةٌ فَيُضَاعَفُ فِيهَا أَجْرُ الْإِنْسَانِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ

Hukum Zakat Uang Kertas: Penggabungan dengan Emas dan Perak untuk Melengkapi Nisab

Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?   Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian Fikih Uang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung. Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan: “Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai). Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat.   Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat Dalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan. Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits: وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ “Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya. Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai).   Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama Pendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi. Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan: “Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101). Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan: “Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.” Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya. Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak?   Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang Penggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)). Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang Jika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?” “Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)). Kesimpulan Jelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna. Wallahu A’lam.   Referensi: Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539 Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039   –   Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025 @ Darush Sholihin Gunungkidul Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas

Hukum Zakat Uang Kertas: Penggabungan dengan Emas dan Perak untuk Melengkapi Nisab

Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?   Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian Fikih Uang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung. Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan: “Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai). Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat.   Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat Dalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan. Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits: وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ “Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya. Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai).   Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama Pendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi. Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan: “Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101). Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan: “Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.” Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya. Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak?   Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang Penggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)). Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang Jika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?” “Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)). Kesimpulan Jelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna. Wallahu A’lam.   Referensi: Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539 Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039   –   Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025 @ Darush Sholihin Gunungkidul Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas
Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?   Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian Fikih Uang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung. Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan: “Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai). Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat.   Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat Dalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan. Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits: وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ “Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya. Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai).   Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama Pendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi. Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan: “Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101). Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan: “Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.” Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya. Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak?   Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang Penggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)). Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang Jika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?” “Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)). Kesimpulan Jelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna. Wallahu A’lam.   Referensi: Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539 Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039   –   Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025 @ Darush Sholihin Gunungkidul Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas


Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?   Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian Fikih Uang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung. Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan: “Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai). Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat.   Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat Dalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan. Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits: وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ “Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya. Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai).   Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama Pendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi. Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan: “Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101). Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan: “Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.” Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya. Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak?   Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang Penggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)). Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang Jika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?” “Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)). Kesimpulan Jelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna. Wallahu A’lam.   Referensi: Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539 Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039   –   Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025 @ Darush Sholihin Gunungkidul Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas

Hukum Zakat Uang Kertas: Penggabungan dengan Emas dan Perak untuk Melengkapi Nisab

Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?  Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian FikihUang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung.Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan:“Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai).Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab ZakatDalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan.Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits:وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ“Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya.Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai). Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis UlamaPendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi.Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan:“Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101).Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan:“Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.”Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya.Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak? Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat UangPenggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:“Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)).Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan UangJika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan:“Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?”“Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)).KesimpulanJelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna.Wallahu A’lam. Referensi:Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039 – Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025@ Darush Sholihin GunungkidulPenulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas

Hukum Zakat Uang Kertas: Penggabungan dengan Emas dan Perak untuk Melengkapi Nisab

Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?  Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian FikihUang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung.Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan:“Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai).Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab ZakatDalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan.Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits:وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ“Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya.Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai). Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis UlamaPendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi.Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan:“Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101).Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan:“Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.”Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya.Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak? Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat UangPenggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:“Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)).Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan UangJika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan:“Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?”“Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)).KesimpulanJelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna.Wallahu A’lam. Referensi:Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039 – Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025@ Darush Sholihin GunungkidulPenulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas
Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?  Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian FikihUang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung.Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan:“Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai).Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab ZakatDalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan.Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits:وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ“Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya.Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai). Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis UlamaPendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi.Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan:“Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101).Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan:“Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.”Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya.Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak? Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat UangPenggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:“Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)).Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan UangJika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan:“Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?”“Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)).KesimpulanJelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna.Wallahu A’lam. Referensi:Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039 – Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025@ Darush Sholihin GunungkidulPenulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas


Banyak yang bertanya, apakah uang kertas termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati? Para ulama terdahulu tidak membahasnya karena belum dikenal pada zaman mereka. Namun, bagaimana hukumnya jika uang kertas digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab?  Daftar Isi tutup 1. Uang Kertas dalam Kajian Fikih 2. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab Zakat 3. Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis Ulama 4. Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat Uang 5. Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan Uang 6. Kesimpulan Uang Kertas dalam Kajian FikihUang kertas tidak dikenal pada masa para ulama terdahulu, sehingga mereka tidak membahas hukumnya secara langsung.Dalam “Penelitian dari Hai’ah Kibar Al-Ulama” (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi (1/61), disebutkan:“Uang kertas tidak dikenal oleh para ulama Islam terdahulu karena belum digunakan pada zaman mereka, sehingga kita tidak menemukan seorang pun dari mereka yang membahas hukumnya.” (Selesai).Namun, pada zaman mereka telah ada emas, perak, dan barang dagangan yang dijadikan alat transaksi. Oleh karena itu, para ulama membahas hukum-hukum terkait harta-harta tersebut, termasuk mengenai penggabungan emas dan perak untuk melengkapi nisab zakat. Penggabungan Emas dan Perak dalam Nisab ZakatDalam “Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah” (23/268-269) disebutkan bahwa mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, satu riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat Ats-Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat bahwa emas dan perak dapat digabungkan satu sama lain untuk melengkapi nisab.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 15 mitsqal emas dan 150 dirham perak, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat dari kedua harta tersebut. Begitu pula, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab sementara peraknya kurang dari nisab, maka keduanya tetap wajib dizakati. Para ulama berargumen bahwa manfaat emas dan perak itu sama, yaitu sebagai alat transaksi dan perhiasan.Namun, mazhab Syafi’i, satu riwayat lain dari Imam Ahmad, serta pendapat Abu Ubaid, Ibnu Abi Laila, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa zakat tidak wajib atas salah satu jenis harta tersebut sampai ia mencapai nisabnya sendiri-sendiri. Mereka berdalil dengan hadits:وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ عِشْرِينَ مِثْقَالاً مِنَ الذَّهَبِ شَىْءٌ وَلاَ فِى أَقَلَّ مِنْ مِائَتَىْ دِرْهَمٍ شَىْءٌ“Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Ad-Daruquthni, 2:93. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 815). Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nisabnya.Adapun stok barang dagangan (عروض التجارة), maka nilainya digabungkan dengan emas atau perak untuk melengkapi nisab keduanya. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (Selesai). Zakat Uang Kertas: Keputusan Majelis UlamaPendapat yang menyatakan bahwa uang kertas dapat digabungkan dengan emas dan perak untuk melengkapi nisab merupakan keputusan yang telah disepakati oleh Majma’ Al-Fiqhi yang berafiliasi dengan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia), serta oleh Hai’ah Kibar Al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat ini juga merupakan fatwa dari Lajnah Da’imah Lil Ifta’ (Komite Tetap untuk Fatwa) di Arab Saudi.Dalam “Keputusan Majma’ Al-Fiqhi” disebutkan:“Zakat atas uang kertas wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya seperti emas, perak, atau barang dagangan yang diperjualbelikan.” (Keputusan 6, hlm. 101).Sementara dalam “Keputusan Hai’ah Kibar Al-Ulama” di Arab Saudi (1/88) dinyatakan:“Karena sifat tsamaniyyah (fungsi sebagai alat tukar) pada uang kertas sangat jelas, maka Dewan Ulama Senior dengan suara mayoritas menetapkan bahwa uang kertas dianggap sebagai mata uang yang berdiri sendiri, sebagaimana status mata uang pada emas, perak, dan lainnya. Oleh karena itu, zakatnya wajib dikeluarkan jika nilainya mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika nilainya melengkapi nisab dengan harta lainnya yang bernilai.”Dalam “Fatawa Lajnah Da’imah – Jilid Kedua” (8/324) dijelaskan bahwa jika seseorang memiliki emas yang belum mencapai nisab, ia dapat menggabungkannya dengan uang kertas atau barang dagangan untuk melengkapi nisab dan wajib mengeluarkan zakatnya.Baca juga: Kenapa Zakat Mata Uang Menggunakan Nisab Perak? Perhitungan Haul dan Nisab dalam Zakat UangPenggabungan harta untuk melengkapi nisab tidak berarti penggabungan haul. Setiap jenis harta memiliki perhitungan haulnya sendiri, sehingga zakat tidak wajib dikeluarkan sebelum haulnya tercapai, kecuali jika pemiliknya ingin mempercepat pembayaran zakat.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas yang mencapai nisab pada bulan Muharram, kemudian ia memperoleh uang sebesar seribu riyal (yang nilainya kurang dari nisab) pada bulan Jumadil Awal, maka zakat wajib dikeluarkan atas uang tersebut karena nilainya mencapai nisab setelah digabungkan dengan emas. Namun, haul zakatnya tetap dihitung dari bulan Jumadil Awal, kecuali jika pemiliknya ingin mengeluarkan zakatnya lebih awal pada bulan Muharram.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:“Contoh lain: seseorang memiliki harta yang mencapai nisab pada bulan Muharram, lalu ia memperoleh warisan pada bulan Jumadil Akhir berupa uang seratus dirham yang nilainya kurang dari nisab. Zakat tetap wajib atas seratus dirham tersebut meskipun jumlahnya kurang dari nisab, karena ia telah memiliki harta lain yang mencapai nisab. Akan tetapi, haul seratus dirham itu dihitung dari bulan Jumadil Akhir, bukan dari Muharram, karena ia digabungkan dalam nisab, tetapi tidak dalam haul.” (Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/22)).Cara Mengeluarkan Zakat Emas dan UangJika emas digabungkan dengan uang, maka diperbolehkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk emas, atau dengan menilai emas dan membayarkan zakat dalam bentuk uang.Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan:“Jika kita mengatakan bahwa nisab emas dapat digabungkan dengan perak, dan nilai barang dagangan dapat digabungkan dengan emas atau perak, maka apakah zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya, atau boleh dari salah satunya saja?”“Menurut mazhab Hanbali, zakat harus dikeluarkan dari setiap jenis harta sesuai dengan jenisnya. Jadi, zakat emas dikeluarkan dalam bentuk emas, dan zakat perak dalam bentuk perak. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak mengapa jika zakat dikeluarkan dari salah satu jenis saja, yaitu dengan nilai yang setara.”(Selesai dari Syarh Al-Mumti’ (6/103)).KesimpulanJelas bahwa tidak ada kontradiksi dalam masalah ini. Penggabungan harta hanya berlaku untuk melengkapi nisab, tetapi tidak berlaku dalam perhitungan haul, kecuali jika pemiliknya memilih untuk menyamakannya. Dengan demikian, zakat wajib dikeluarkan jika uang kertas yang dimiliki mencapai nisab terkecil dari emas atau perak, atau jika digabungkan dengan harta lainnya hingga nisabnya sempurna.Wallahu A’lam. Referensi:Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 537539Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 220039 – Senin dinihari, 17 Ramadhan 1446 H, 17 Maret 2025@ Darush Sholihin GunungkidulPenulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagscara bayar zakat fatwa zakat uang harta yang dizakati harta zakat hukum zakat uang keutamaan bayar zakat nisab zakat emas nisab zakat perak nishab zakat panduan zakat penggabungan nisab zakat perhitungan zakat uang Zakat zakat emas dan perak zakat perdagangan zakat uang dalam Islam zakat uang kertas

Doa Minta agar Berbagai Nikmat Tidak Hilang – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Dunia cepat sekali berubah-ubah. Tidak akan terus-menerus dalam satu keadaan. Terkadang ada orang kaya, lalu tidak lama setelah itu ia jatuh miskin. Terkadang juga sebaliknya. Oleh sebab itu, seorang muslim hendaknya konsisten mengucapkan doa yang agung ini. Doa ini senantiasa diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu senantiasa mengucapkan doa: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK(Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku dari berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba dan dari seluruh kemurkaan-Mu). Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini: “Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku.” Karena manusia diberi oleh Allah banyak kenikmatan, dan ia meminta kepada Allah agar kenikmatan ini terus ada dan tidak lenyap. “…dan berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit.” Karena manusia diberi kesehatan oleh Allah, dan ini adalah salah satu kenikmatan yang paling besar, sehingga ia berdoa agar selalu sehat, dan tidak berubah menjadi sakit. “…dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba, serta dari seluruh kemurkaan-Mu.” Karena selayaknya manusia takut apabila Allah murka terhadapnya, atau mengazabnya dengan cara yang tidak ia sadari. Sehingga ia memohon perlindungan kepada Allah dari azab-Nya yang datang tiba-tiba dan seluruh kemurkaan-Nya. Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini, yang selayaknya selalu dibaca oleh seorang muslim, dan berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan doa ini setiap hari: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK ==== الدُّنْيَا سَرِيعَةُ التَّقَلُّبِ لَا تَدُوْمُ عَلَى حَالٍ فَقَدْ يُصْبِحُ الإِنْسَانُ غَنِيًّا ثُمَّ مَا أَنْ يَلْبَثَ إِلَّا وَيُصْبِحُ فَقِيرًا وَقَدْ يَكُونُ الْعَكْسَ وَلِهَذَا فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الَّذِي كَانَ يَدْعُو بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو وَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِنِعَمٍ عَظِيمَةٍ وَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ هَذِهِ النِّعَمُ وَأَلَّا تَزُوْلَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِالْعَافِيَةِ وَهِيَ مِنْ أَعْظَمِ وَأَجَلِّ النِّعَمِ فَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ الْعَافِيَةُ وَأَنْ لَا تَتَحَوَّلَ إِلَى ضِدِّهَا وَمِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَخْشَى أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَسْخَطُ عَلَيْهِ أَوْ يَنْقِمُ عَلَيْهِ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ فَيَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِهِ وَمِنْ جَمِيعِ سَخَطِهِ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ الَّذِي يَنْبَغِي أَنْ يَحْرِصَ الْمُسْلِمُ عَلَيْهِ وَأَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ كُلَّ يَوْمٍ فَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

Doa Minta agar Berbagai Nikmat Tidak Hilang – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Dunia cepat sekali berubah-ubah. Tidak akan terus-menerus dalam satu keadaan. Terkadang ada orang kaya, lalu tidak lama setelah itu ia jatuh miskin. Terkadang juga sebaliknya. Oleh sebab itu, seorang muslim hendaknya konsisten mengucapkan doa yang agung ini. Doa ini senantiasa diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu senantiasa mengucapkan doa: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK(Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku dari berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba dan dari seluruh kemurkaan-Mu). Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini: “Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku.” Karena manusia diberi oleh Allah banyak kenikmatan, dan ia meminta kepada Allah agar kenikmatan ini terus ada dan tidak lenyap. “…dan berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit.” Karena manusia diberi kesehatan oleh Allah, dan ini adalah salah satu kenikmatan yang paling besar, sehingga ia berdoa agar selalu sehat, dan tidak berubah menjadi sakit. “…dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba, serta dari seluruh kemurkaan-Mu.” Karena selayaknya manusia takut apabila Allah murka terhadapnya, atau mengazabnya dengan cara yang tidak ia sadari. Sehingga ia memohon perlindungan kepada Allah dari azab-Nya yang datang tiba-tiba dan seluruh kemurkaan-Nya. Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini, yang selayaknya selalu dibaca oleh seorang muslim, dan berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan doa ini setiap hari: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK ==== الدُّنْيَا سَرِيعَةُ التَّقَلُّبِ لَا تَدُوْمُ عَلَى حَالٍ فَقَدْ يُصْبِحُ الإِنْسَانُ غَنِيًّا ثُمَّ مَا أَنْ يَلْبَثَ إِلَّا وَيُصْبِحُ فَقِيرًا وَقَدْ يَكُونُ الْعَكْسَ وَلِهَذَا فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الَّذِي كَانَ يَدْعُو بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو وَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِنِعَمٍ عَظِيمَةٍ وَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ هَذِهِ النِّعَمُ وَأَلَّا تَزُوْلَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِالْعَافِيَةِ وَهِيَ مِنْ أَعْظَمِ وَأَجَلِّ النِّعَمِ فَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ الْعَافِيَةُ وَأَنْ لَا تَتَحَوَّلَ إِلَى ضِدِّهَا وَمِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَخْشَى أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَسْخَطُ عَلَيْهِ أَوْ يَنْقِمُ عَلَيْهِ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ فَيَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِهِ وَمِنْ جَمِيعِ سَخَطِهِ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ الَّذِي يَنْبَغِي أَنْ يَحْرِصَ الْمُسْلِمُ عَلَيْهِ وَأَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ كُلَّ يَوْمٍ فَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
Dunia cepat sekali berubah-ubah. Tidak akan terus-menerus dalam satu keadaan. Terkadang ada orang kaya, lalu tidak lama setelah itu ia jatuh miskin. Terkadang juga sebaliknya. Oleh sebab itu, seorang muslim hendaknya konsisten mengucapkan doa yang agung ini. Doa ini senantiasa diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu senantiasa mengucapkan doa: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK(Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku dari berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba dan dari seluruh kemurkaan-Mu). Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini: “Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku.” Karena manusia diberi oleh Allah banyak kenikmatan, dan ia meminta kepada Allah agar kenikmatan ini terus ada dan tidak lenyap. “…dan berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit.” Karena manusia diberi kesehatan oleh Allah, dan ini adalah salah satu kenikmatan yang paling besar, sehingga ia berdoa agar selalu sehat, dan tidak berubah menjadi sakit. “…dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba, serta dari seluruh kemurkaan-Mu.” Karena selayaknya manusia takut apabila Allah murka terhadapnya, atau mengazabnya dengan cara yang tidak ia sadari. Sehingga ia memohon perlindungan kepada Allah dari azab-Nya yang datang tiba-tiba dan seluruh kemurkaan-Nya. Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini, yang selayaknya selalu dibaca oleh seorang muslim, dan berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan doa ini setiap hari: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK ==== الدُّنْيَا سَرِيعَةُ التَّقَلُّبِ لَا تَدُوْمُ عَلَى حَالٍ فَقَدْ يُصْبِحُ الإِنْسَانُ غَنِيًّا ثُمَّ مَا أَنْ يَلْبَثَ إِلَّا وَيُصْبِحُ فَقِيرًا وَقَدْ يَكُونُ الْعَكْسَ وَلِهَذَا فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الَّذِي كَانَ يَدْعُو بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو وَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِنِعَمٍ عَظِيمَةٍ وَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ هَذِهِ النِّعَمُ وَأَلَّا تَزُوْلَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِالْعَافِيَةِ وَهِيَ مِنْ أَعْظَمِ وَأَجَلِّ النِّعَمِ فَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ الْعَافِيَةُ وَأَنْ لَا تَتَحَوَّلَ إِلَى ضِدِّهَا وَمِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَخْشَى أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَسْخَطُ عَلَيْهِ أَوْ يَنْقِمُ عَلَيْهِ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ فَيَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِهِ وَمِنْ جَمِيعِ سَخَطِهِ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ الَّذِي يَنْبَغِي أَنْ يَحْرِصَ الْمُسْلِمُ عَلَيْهِ وَأَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ كُلَّ يَوْمٍ فَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ


Dunia cepat sekali berubah-ubah. Tidak akan terus-menerus dalam satu keadaan. Terkadang ada orang kaya, lalu tidak lama setelah itu ia jatuh miskin. Terkadang juga sebaliknya. Oleh sebab itu, seorang muslim hendaknya konsisten mengucapkan doa yang agung ini. Doa ini senantiasa diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu senantiasa mengucapkan doa: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK(Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku dari berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba dan dari seluruh kemurkaan-Mu). Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini: “Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu yang ada padaku.” Karena manusia diberi oleh Allah banyak kenikmatan, dan ia meminta kepada Allah agar kenikmatan ini terus ada dan tidak lenyap. “…dan berubahnya kesehatan yang Engkau karuniakan kepadaku menjadi penyakit.” Karena manusia diberi kesehatan oleh Allah, dan ini adalah salah satu kenikmatan yang paling besar, sehingga ia berdoa agar selalu sehat, dan tidak berubah menjadi sakit. “…dari azab-Mu yang datang secara tiba-tiba, serta dari seluruh kemurkaan-Mu.” Karena selayaknya manusia takut apabila Allah murka terhadapnya, atau mengazabnya dengan cara yang tidak ia sadari. Sehingga ia memohon perlindungan kepada Allah dari azab-Nya yang datang tiba-tiba dan seluruh kemurkaan-Nya. Perhatikanlah doa yang agung dan lengkap ini, yang selayaknya selalu dibaca oleh seorang muslim, dan berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan doa ini setiap hari: ALLAAHUMMA INNII A-‘UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI’MATIK WA TAHAWWULI ‘AAFIYATIK WA FUJAA-ATI NIQMATIK WA JAMII-‘I SAKHOTIK ==== الدُّنْيَا سَرِيعَةُ التَّقَلُّبِ لَا تَدُوْمُ عَلَى حَالٍ فَقَدْ يُصْبِحُ الإِنْسَانُ غَنِيًّا ثُمَّ مَا أَنْ يَلْبَثَ إِلَّا وَيُصْبِحُ فَقِيرًا وَقَدْ يَكُونُ الْعَكْسَ وَلِهَذَا فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَحْرِصَ عَلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الَّذِي كَانَ يَدْعُو بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو وَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِنِعَمٍ عَظِيمَةٍ وَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ هَذِهِ النِّعَمُ وَأَلَّا تَزُوْلَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يُنْعِمُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِالْعَافِيَةِ وَهِيَ مِنْ أَعْظَمِ وَأَجَلِّ النِّعَمِ فَيَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ تَدُومَ الْعَافِيَةُ وَأَنْ لَا تَتَحَوَّلَ إِلَى ضِدِّهَا وَمِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَخْشَى أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَسْخَطُ عَلَيْهِ أَوْ يَنْقِمُ عَلَيْهِ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ فَيَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنْ فُجَاءَةِ نِقْمَتِهِ وَمِنْ جَمِيعِ سَخَطِهِ فَانْظُرْ إِلَى هَذَا الدُّعَاءِ الْعَظِيمِ الْجَامِعِ الَّذِي يَنْبَغِي أَنْ يَحْرِصَ الْمُسْلِمُ عَلَيْهِ وَأَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ كُلَّ يَوْمٍ فَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

Panduan Ringkas Salat Istikharah

Daftar Isi Toggle Mengenal salat IstikharahDalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannyaCatatan seputar tata cara salat IstikharahAdakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh akan pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengetahui perkara yang gaib, tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian yang akan dilaluinya pada masa yang akan datang. Adakalanya diri kita menghadapi permasalahan yang memiliki urgensi (tingkat kepentingan) yang sama bagi kita sehingga kita harus memilih salah satunya. Adakalanya juga diri kita mengalami kebimbangan untuk mengambil keputusan, apakah akan melanjutkan langkah ataukah berhenti. Dalam hal ini, Islam mengajarkan kita sebuah solusi untuk membantu kita lebih yakin di dalam mengambil keputusan atas sebuah permasalahan yang sedang dihadapi. Solusi tersebut adalah salat istikharah. Mengenal salat Istikharah Salat istikharah adalah salat sunah yang dikerjakan ketika seseorang hendak memohon petunjuk kepada Allah untuk menentukan keputusan yang benar ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan keputusan. Yaitu, dengan melaksanakan salat dua rakaat kemudian berdoa setelahnya. Sebelum datangnya Islam, masyarakat jahiliah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam (undian). Setelah Islam datang, Allah melarang cara semacam ini dan menggantinya dengan salat istikharah. Dalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannya Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu, beliau berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari para sahabatnya untuk salat istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surah dari Al-Qur’an. Beliau bersabda, ‘Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah salat dua rakaat selain salat fardu, kemudian hendaklah ia berdoa, “ALLAHUMMA INNI ASTAKHIRUKA BI ‘ILMIKA, WA ASTAQDIRUKA BI QUDRATIKA, WA AS’ALUKA MIN FADHLIKA, FA INNAKA TAQDIRU WA LA AQDIRU, WA TA’LAMU WA LA A’LAMU, WA ANTA ‘ALLAMUL GHUYUB. ALLAHUMMA FA’IN KUNTA TA’LAMU HADZAL AMRA (SEBUT NAMA URUSAN TERSEBUT) KHAIRAN LI FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH (AW FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI) FAQDUR LI, WA YASSIRHU LII, TSUMMA BARIK LI FIHI. ALLAHUMMA IN KUNTA TA’LAMU ANNAHU SYARRUN LI FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI (FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH) FASHRIFNI ‘ANHU, WAQDUR LILKHAIRA HAITSU KANA TSUMMA ARDH-DHINI BIH.” “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu. Aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Mahatahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau jelek bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apa pun keadaannya dan jadikanlah aku rida dengannya. Kemudian dia menyebut keinginannya.” (HR. Bukhari no. 1162, Abu Dawud no. 1538 dan At-Tirmidzi no. 480) Baca juga: Apakah Boleh Salat Istikharah Dalam Masalah Cerai? Catatan seputar tata cara salat Istikharah Pertama: Istikharah dilakukan ketika seseorang bertekad untuk melakukan satu hal tertentu, bukan ketika hanya sebatas lintasan batin saja. Kemudian, setelahnya dia pasrahkan kepada Allah. Kedua: Bersuci sebelum melaksanakan salat layaknya salat lainnya, baik dengan berwudu atau tayamum. Ketiga: Istikharah dilakukan dengan pelaksanakan salat dua rakaat sunah. Dua rakaat ini bebas, tidak harus salat khusus. Bisa berupa salat rawatib, salat tahiyatul masjid, salat Duha, dan lain-lain. Yang terpenting jumlahnya dua rakaat. Keempat: Tidak ada bacaan surah khusus ketika pelaksanaannya. Artinya cukup membaca Al-Fatihah (ini wajib) dan surah atau ayat yang dihafal. Kelima: Berdoa dengan doa yang disebutkan di dalam hadis setelah salam dan dianjurkan dengan mengangkat tangan. Selesai berdoa dia langsung menyebutkan keinginannya dengan bahasa bebas. Misalnya: ingin bekerja di perusahaan A; atau menikah dengan B; atau berangkat ke kota C; dan lain-lain. Keenam: Melakukan atau memilih apa yang menjadi tekadnya. Jika menjumpai halangan, berarti itu isyarat bahwa Allah Ta’ala tidak menginginkan hal itu terjadi pada anda. Ketujuh: Syekh Binbaz di dalam salah satu kesempatan tanya jawabnya, pernah memberikan nasihat mengenai apa yang harus dilakukan seseorang setelah salat istikharahnya, “Kemudian setelah itu, ia berkonsultasi dengan orang-orang baik yang dikenalnya dari kerabat dan temannya dan meminta pendapat mereka. Jika hatinya merasa tenang untuk salah satu pilihan, maka ia melanjutkan apa yang menjadi pilihannya tersebut. Jika ia tetap ragu, maka ia melakukan salat istikharah kembali, kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya hingga hatinya merasa nyaman dan tenang terhadap salah satu pilihan, apakah itu melanjutkan pilihannya tersebut ataukah tidak.” (Fatawa Nur Ala Ad-Darbi). Kedelapan: Apapun hasil akhir setelah istikharah, itulah yang terbaik bagi kita. Meskipun bisa jadi tidak sesuai dengan harapan sebelumnya. Karena itu, kita harus berusaha rida dan lapang dada dengan pilihan Allah untuk kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan dalam doa di atas dengan kita mengatakan, [ ثُمَّ أَرْضِنِى] “kemudian jadikanlah aku rida dengannya” maksudnya adalah “aku rida dengan pilihan-Mu ya Allah, meskipun tidak sesuai keinginanku.” Adakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Banyak dari kalangan kaum muslimin beranggapan bahwa jawaban istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Ini adalah anggapan yang yang sama sekali tidak benar dan tidak berdalil. Karena tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. Syekh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah salah satu ulama besar Yordania yang lahir di Palestina mengatakan, “Mimpi tidak bisa dijadikan acuan hukum fikih. Karena dalam mimpi, setan memiliki peluang besar untuk memainkan perannya, sehingga bisa jadi setan menggunakan mimpi untuk mempermainkan manusia.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, الرُّؤْيا ثَلاثٌ: حَديثُ النَّفْسِ، وتَخْوِيفُ الشَّيْطانِ، وبُشْرَى مِنَ اللَّهِ “Mimpi ada 3 macam: bisikan hati, godaan setan, dan kabar gembira dari Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 7017 dan Muslim no. 2263) Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi tidak bisa digunakan untuk menetapkan hukum, namun hanya sebatas untuk diketahui saja. Dan tidak ada hubungan antara salat istikharah dengan mimpi. Karena itu, tidak disyaratkan, bahwa setiap istikharah pasti diikuti dengan mimpi. Hanya saja, jika ada seseorang yang istikharah kemudian dia tidur dan bermimpi yang baik, bisa jadi ini merupakan tanda baik baginya dan melapangkan jiwa. Tetapi, tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. (Al-Fatwa Al-Masyhuriyah: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=124). Wallahu A’lam Bisshawab. Baca juga: Shalat Istikharah Ketika Ingin Memilih atau Telah Mantap pada Pilihan? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id

Panduan Ringkas Salat Istikharah

Daftar Isi Toggle Mengenal salat IstikharahDalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannyaCatatan seputar tata cara salat IstikharahAdakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh akan pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengetahui perkara yang gaib, tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian yang akan dilaluinya pada masa yang akan datang. Adakalanya diri kita menghadapi permasalahan yang memiliki urgensi (tingkat kepentingan) yang sama bagi kita sehingga kita harus memilih salah satunya. Adakalanya juga diri kita mengalami kebimbangan untuk mengambil keputusan, apakah akan melanjutkan langkah ataukah berhenti. Dalam hal ini, Islam mengajarkan kita sebuah solusi untuk membantu kita lebih yakin di dalam mengambil keputusan atas sebuah permasalahan yang sedang dihadapi. Solusi tersebut adalah salat istikharah. Mengenal salat Istikharah Salat istikharah adalah salat sunah yang dikerjakan ketika seseorang hendak memohon petunjuk kepada Allah untuk menentukan keputusan yang benar ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan keputusan. Yaitu, dengan melaksanakan salat dua rakaat kemudian berdoa setelahnya. Sebelum datangnya Islam, masyarakat jahiliah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam (undian). Setelah Islam datang, Allah melarang cara semacam ini dan menggantinya dengan salat istikharah. Dalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannya Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu, beliau berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari para sahabatnya untuk salat istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surah dari Al-Qur’an. Beliau bersabda, ‘Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah salat dua rakaat selain salat fardu, kemudian hendaklah ia berdoa, “ALLAHUMMA INNI ASTAKHIRUKA BI ‘ILMIKA, WA ASTAQDIRUKA BI QUDRATIKA, WA AS’ALUKA MIN FADHLIKA, FA INNAKA TAQDIRU WA LA AQDIRU, WA TA’LAMU WA LA A’LAMU, WA ANTA ‘ALLAMUL GHUYUB. ALLAHUMMA FA’IN KUNTA TA’LAMU HADZAL AMRA (SEBUT NAMA URUSAN TERSEBUT) KHAIRAN LI FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH (AW FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI) FAQDUR LI, WA YASSIRHU LII, TSUMMA BARIK LI FIHI. ALLAHUMMA IN KUNTA TA’LAMU ANNAHU SYARRUN LI FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI (FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH) FASHRIFNI ‘ANHU, WAQDUR LILKHAIRA HAITSU KANA TSUMMA ARDH-DHINI BIH.” “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu. Aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Mahatahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau jelek bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apa pun keadaannya dan jadikanlah aku rida dengannya. Kemudian dia menyebut keinginannya.” (HR. Bukhari no. 1162, Abu Dawud no. 1538 dan At-Tirmidzi no. 480) Baca juga: Apakah Boleh Salat Istikharah Dalam Masalah Cerai? Catatan seputar tata cara salat Istikharah Pertama: Istikharah dilakukan ketika seseorang bertekad untuk melakukan satu hal tertentu, bukan ketika hanya sebatas lintasan batin saja. Kemudian, setelahnya dia pasrahkan kepada Allah. Kedua: Bersuci sebelum melaksanakan salat layaknya salat lainnya, baik dengan berwudu atau tayamum. Ketiga: Istikharah dilakukan dengan pelaksanakan salat dua rakaat sunah. Dua rakaat ini bebas, tidak harus salat khusus. Bisa berupa salat rawatib, salat tahiyatul masjid, salat Duha, dan lain-lain. Yang terpenting jumlahnya dua rakaat. Keempat: Tidak ada bacaan surah khusus ketika pelaksanaannya. Artinya cukup membaca Al-Fatihah (ini wajib) dan surah atau ayat yang dihafal. Kelima: Berdoa dengan doa yang disebutkan di dalam hadis setelah salam dan dianjurkan dengan mengangkat tangan. Selesai berdoa dia langsung menyebutkan keinginannya dengan bahasa bebas. Misalnya: ingin bekerja di perusahaan A; atau menikah dengan B; atau berangkat ke kota C; dan lain-lain. Keenam: Melakukan atau memilih apa yang menjadi tekadnya. Jika menjumpai halangan, berarti itu isyarat bahwa Allah Ta’ala tidak menginginkan hal itu terjadi pada anda. Ketujuh: Syekh Binbaz di dalam salah satu kesempatan tanya jawabnya, pernah memberikan nasihat mengenai apa yang harus dilakukan seseorang setelah salat istikharahnya, “Kemudian setelah itu, ia berkonsultasi dengan orang-orang baik yang dikenalnya dari kerabat dan temannya dan meminta pendapat mereka. Jika hatinya merasa tenang untuk salah satu pilihan, maka ia melanjutkan apa yang menjadi pilihannya tersebut. Jika ia tetap ragu, maka ia melakukan salat istikharah kembali, kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya hingga hatinya merasa nyaman dan tenang terhadap salah satu pilihan, apakah itu melanjutkan pilihannya tersebut ataukah tidak.” (Fatawa Nur Ala Ad-Darbi). Kedelapan: Apapun hasil akhir setelah istikharah, itulah yang terbaik bagi kita. Meskipun bisa jadi tidak sesuai dengan harapan sebelumnya. Karena itu, kita harus berusaha rida dan lapang dada dengan pilihan Allah untuk kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan dalam doa di atas dengan kita mengatakan, [ ثُمَّ أَرْضِنِى] “kemudian jadikanlah aku rida dengannya” maksudnya adalah “aku rida dengan pilihan-Mu ya Allah, meskipun tidak sesuai keinginanku.” Adakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Banyak dari kalangan kaum muslimin beranggapan bahwa jawaban istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Ini adalah anggapan yang yang sama sekali tidak benar dan tidak berdalil. Karena tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. Syekh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah salah satu ulama besar Yordania yang lahir di Palestina mengatakan, “Mimpi tidak bisa dijadikan acuan hukum fikih. Karena dalam mimpi, setan memiliki peluang besar untuk memainkan perannya, sehingga bisa jadi setan menggunakan mimpi untuk mempermainkan manusia.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, الرُّؤْيا ثَلاثٌ: حَديثُ النَّفْسِ، وتَخْوِيفُ الشَّيْطانِ، وبُشْرَى مِنَ اللَّهِ “Mimpi ada 3 macam: bisikan hati, godaan setan, dan kabar gembira dari Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 7017 dan Muslim no. 2263) Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi tidak bisa digunakan untuk menetapkan hukum, namun hanya sebatas untuk diketahui saja. Dan tidak ada hubungan antara salat istikharah dengan mimpi. Karena itu, tidak disyaratkan, bahwa setiap istikharah pasti diikuti dengan mimpi. Hanya saja, jika ada seseorang yang istikharah kemudian dia tidur dan bermimpi yang baik, bisa jadi ini merupakan tanda baik baginya dan melapangkan jiwa. Tetapi, tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. (Al-Fatwa Al-Masyhuriyah: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=124). Wallahu A’lam Bisshawab. Baca juga: Shalat Istikharah Ketika Ingin Memilih atau Telah Mantap pada Pilihan? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id
Daftar Isi Toggle Mengenal salat IstikharahDalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannyaCatatan seputar tata cara salat IstikharahAdakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh akan pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengetahui perkara yang gaib, tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian yang akan dilaluinya pada masa yang akan datang. Adakalanya diri kita menghadapi permasalahan yang memiliki urgensi (tingkat kepentingan) yang sama bagi kita sehingga kita harus memilih salah satunya. Adakalanya juga diri kita mengalami kebimbangan untuk mengambil keputusan, apakah akan melanjutkan langkah ataukah berhenti. Dalam hal ini, Islam mengajarkan kita sebuah solusi untuk membantu kita lebih yakin di dalam mengambil keputusan atas sebuah permasalahan yang sedang dihadapi. Solusi tersebut adalah salat istikharah. Mengenal salat Istikharah Salat istikharah adalah salat sunah yang dikerjakan ketika seseorang hendak memohon petunjuk kepada Allah untuk menentukan keputusan yang benar ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan keputusan. Yaitu, dengan melaksanakan salat dua rakaat kemudian berdoa setelahnya. Sebelum datangnya Islam, masyarakat jahiliah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam (undian). Setelah Islam datang, Allah melarang cara semacam ini dan menggantinya dengan salat istikharah. Dalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannya Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu, beliau berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari para sahabatnya untuk salat istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surah dari Al-Qur’an. Beliau bersabda, ‘Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah salat dua rakaat selain salat fardu, kemudian hendaklah ia berdoa, “ALLAHUMMA INNI ASTAKHIRUKA BI ‘ILMIKA, WA ASTAQDIRUKA BI QUDRATIKA, WA AS’ALUKA MIN FADHLIKA, FA INNAKA TAQDIRU WA LA AQDIRU, WA TA’LAMU WA LA A’LAMU, WA ANTA ‘ALLAMUL GHUYUB. ALLAHUMMA FA’IN KUNTA TA’LAMU HADZAL AMRA (SEBUT NAMA URUSAN TERSEBUT) KHAIRAN LI FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH (AW FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI) FAQDUR LI, WA YASSIRHU LII, TSUMMA BARIK LI FIHI. ALLAHUMMA IN KUNTA TA’LAMU ANNAHU SYARRUN LI FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI (FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH) FASHRIFNI ‘ANHU, WAQDUR LILKHAIRA HAITSU KANA TSUMMA ARDH-DHINI BIH.” “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu. Aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Mahatahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau jelek bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apa pun keadaannya dan jadikanlah aku rida dengannya. Kemudian dia menyebut keinginannya.” (HR. Bukhari no. 1162, Abu Dawud no. 1538 dan At-Tirmidzi no. 480) Baca juga: Apakah Boleh Salat Istikharah Dalam Masalah Cerai? Catatan seputar tata cara salat Istikharah Pertama: Istikharah dilakukan ketika seseorang bertekad untuk melakukan satu hal tertentu, bukan ketika hanya sebatas lintasan batin saja. Kemudian, setelahnya dia pasrahkan kepada Allah. Kedua: Bersuci sebelum melaksanakan salat layaknya salat lainnya, baik dengan berwudu atau tayamum. Ketiga: Istikharah dilakukan dengan pelaksanakan salat dua rakaat sunah. Dua rakaat ini bebas, tidak harus salat khusus. Bisa berupa salat rawatib, salat tahiyatul masjid, salat Duha, dan lain-lain. Yang terpenting jumlahnya dua rakaat. Keempat: Tidak ada bacaan surah khusus ketika pelaksanaannya. Artinya cukup membaca Al-Fatihah (ini wajib) dan surah atau ayat yang dihafal. Kelima: Berdoa dengan doa yang disebutkan di dalam hadis setelah salam dan dianjurkan dengan mengangkat tangan. Selesai berdoa dia langsung menyebutkan keinginannya dengan bahasa bebas. Misalnya: ingin bekerja di perusahaan A; atau menikah dengan B; atau berangkat ke kota C; dan lain-lain. Keenam: Melakukan atau memilih apa yang menjadi tekadnya. Jika menjumpai halangan, berarti itu isyarat bahwa Allah Ta’ala tidak menginginkan hal itu terjadi pada anda. Ketujuh: Syekh Binbaz di dalam salah satu kesempatan tanya jawabnya, pernah memberikan nasihat mengenai apa yang harus dilakukan seseorang setelah salat istikharahnya, “Kemudian setelah itu, ia berkonsultasi dengan orang-orang baik yang dikenalnya dari kerabat dan temannya dan meminta pendapat mereka. Jika hatinya merasa tenang untuk salah satu pilihan, maka ia melanjutkan apa yang menjadi pilihannya tersebut. Jika ia tetap ragu, maka ia melakukan salat istikharah kembali, kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya hingga hatinya merasa nyaman dan tenang terhadap salah satu pilihan, apakah itu melanjutkan pilihannya tersebut ataukah tidak.” (Fatawa Nur Ala Ad-Darbi). Kedelapan: Apapun hasil akhir setelah istikharah, itulah yang terbaik bagi kita. Meskipun bisa jadi tidak sesuai dengan harapan sebelumnya. Karena itu, kita harus berusaha rida dan lapang dada dengan pilihan Allah untuk kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan dalam doa di atas dengan kita mengatakan, [ ثُمَّ أَرْضِنِى] “kemudian jadikanlah aku rida dengannya” maksudnya adalah “aku rida dengan pilihan-Mu ya Allah, meskipun tidak sesuai keinginanku.” Adakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Banyak dari kalangan kaum muslimin beranggapan bahwa jawaban istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Ini adalah anggapan yang yang sama sekali tidak benar dan tidak berdalil. Karena tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. Syekh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah salah satu ulama besar Yordania yang lahir di Palestina mengatakan, “Mimpi tidak bisa dijadikan acuan hukum fikih. Karena dalam mimpi, setan memiliki peluang besar untuk memainkan perannya, sehingga bisa jadi setan menggunakan mimpi untuk mempermainkan manusia.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, الرُّؤْيا ثَلاثٌ: حَديثُ النَّفْسِ، وتَخْوِيفُ الشَّيْطانِ، وبُشْرَى مِنَ اللَّهِ “Mimpi ada 3 macam: bisikan hati, godaan setan, dan kabar gembira dari Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 7017 dan Muslim no. 2263) Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi tidak bisa digunakan untuk menetapkan hukum, namun hanya sebatas untuk diketahui saja. Dan tidak ada hubungan antara salat istikharah dengan mimpi. Karena itu, tidak disyaratkan, bahwa setiap istikharah pasti diikuti dengan mimpi. Hanya saja, jika ada seseorang yang istikharah kemudian dia tidur dan bermimpi yang baik, bisa jadi ini merupakan tanda baik baginya dan melapangkan jiwa. Tetapi, tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. (Al-Fatwa Al-Masyhuriyah: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=124). Wallahu A’lam Bisshawab. Baca juga: Shalat Istikharah Ketika Ingin Memilih atau Telah Mantap pada Pilihan? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id


Daftar Isi Toggle Mengenal salat IstikharahDalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannyaCatatan seputar tata cara salat IstikharahAdakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh akan pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengetahui perkara yang gaib, tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian yang akan dilaluinya pada masa yang akan datang. Adakalanya diri kita menghadapi permasalahan yang memiliki urgensi (tingkat kepentingan) yang sama bagi kita sehingga kita harus memilih salah satunya. Adakalanya juga diri kita mengalami kebimbangan untuk mengambil keputusan, apakah akan melanjutkan langkah ataukah berhenti. Dalam hal ini, Islam mengajarkan kita sebuah solusi untuk membantu kita lebih yakin di dalam mengambil keputusan atas sebuah permasalahan yang sedang dihadapi. Solusi tersebut adalah salat istikharah. Mengenal salat Istikharah Salat istikharah adalah salat sunah yang dikerjakan ketika seseorang hendak memohon petunjuk kepada Allah untuk menentukan keputusan yang benar ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan keputusan. Yaitu, dengan melaksanakan salat dua rakaat kemudian berdoa setelahnya. Sebelum datangnya Islam, masyarakat jahiliah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam (undian). Setelah Islam datang, Allah melarang cara semacam ini dan menggantinya dengan salat istikharah. Dalil mengenai salat istikharah dan tata cara pelaksanaannya Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu, beliau berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari para sahabatnya untuk salat istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surah dari Al-Qur’an. Beliau bersabda, ‘Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah salat dua rakaat selain salat fardu, kemudian hendaklah ia berdoa, “ALLAHUMMA INNI ASTAKHIRUKA BI ‘ILMIKA, WA ASTAQDIRUKA BI QUDRATIKA, WA AS’ALUKA MIN FADHLIKA, FA INNAKA TAQDIRU WA LA AQDIRU, WA TA’LAMU WA LA A’LAMU, WA ANTA ‘ALLAMUL GHUYUB. ALLAHUMMA FA’IN KUNTA TA’LAMU HADZAL AMRA (SEBUT NAMA URUSAN TERSEBUT) KHAIRAN LI FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH (AW FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI) FAQDUR LI, WA YASSIRHU LII, TSUMMA BARIK LI FIHI. ALLAHUMMA IN KUNTA TA’LAMU ANNAHU SYARRUN LI FI DINI WA MA’ASYI WA ‘AQIBATI AMRI (FI ‘AJILI AMRI WA AJILIH) FASHRIFNI ‘ANHU, WAQDUR LILKHAIRA HAITSU KANA TSUMMA ARDH-DHINI BIH.” “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu. Aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Mahatahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau jelek bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apa pun keadaannya dan jadikanlah aku rida dengannya. Kemudian dia menyebut keinginannya.” (HR. Bukhari no. 1162, Abu Dawud no. 1538 dan At-Tirmidzi no. 480) Baca juga: Apakah Boleh Salat Istikharah Dalam Masalah Cerai? Catatan seputar tata cara salat Istikharah Pertama: Istikharah dilakukan ketika seseorang bertekad untuk melakukan satu hal tertentu, bukan ketika hanya sebatas lintasan batin saja. Kemudian, setelahnya dia pasrahkan kepada Allah. Kedua: Bersuci sebelum melaksanakan salat layaknya salat lainnya, baik dengan berwudu atau tayamum. Ketiga: Istikharah dilakukan dengan pelaksanakan salat dua rakaat sunah. Dua rakaat ini bebas, tidak harus salat khusus. Bisa berupa salat rawatib, salat tahiyatul masjid, salat Duha, dan lain-lain. Yang terpenting jumlahnya dua rakaat. Keempat: Tidak ada bacaan surah khusus ketika pelaksanaannya. Artinya cukup membaca Al-Fatihah (ini wajib) dan surah atau ayat yang dihafal. Kelima: Berdoa dengan doa yang disebutkan di dalam hadis setelah salam dan dianjurkan dengan mengangkat tangan. Selesai berdoa dia langsung menyebutkan keinginannya dengan bahasa bebas. Misalnya: ingin bekerja di perusahaan A; atau menikah dengan B; atau berangkat ke kota C; dan lain-lain. Keenam: Melakukan atau memilih apa yang menjadi tekadnya. Jika menjumpai halangan, berarti itu isyarat bahwa Allah Ta’ala tidak menginginkan hal itu terjadi pada anda. Ketujuh: Syekh Binbaz di dalam salah satu kesempatan tanya jawabnya, pernah memberikan nasihat mengenai apa yang harus dilakukan seseorang setelah salat istikharahnya, “Kemudian setelah itu, ia berkonsultasi dengan orang-orang baik yang dikenalnya dari kerabat dan temannya dan meminta pendapat mereka. Jika hatinya merasa tenang untuk salah satu pilihan, maka ia melanjutkan apa yang menjadi pilihannya tersebut. Jika ia tetap ragu, maka ia melakukan salat istikharah kembali, kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya hingga hatinya merasa nyaman dan tenang terhadap salah satu pilihan, apakah itu melanjutkan pilihannya tersebut ataukah tidak.” (Fatawa Nur Ala Ad-Darbi). Kedelapan: Apapun hasil akhir setelah istikharah, itulah yang terbaik bagi kita. Meskipun bisa jadi tidak sesuai dengan harapan sebelumnya. Karena itu, kita harus berusaha rida dan lapang dada dengan pilihan Allah untuk kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan dalam doa di atas dengan kita mengatakan, [ ثُمَّ أَرْضِنِى] “kemudian jadikanlah aku rida dengannya” maksudnya adalah “aku rida dengan pilihan-Mu ya Allah, meskipun tidak sesuai keinginanku.” Adakah kaitan jawaban istikharah dengan mimpi? Banyak dari kalangan kaum muslimin beranggapan bahwa jawaban istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Ini adalah anggapan yang yang sama sekali tidak benar dan tidak berdalil. Karena tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. Syekh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah salah satu ulama besar Yordania yang lahir di Palestina mengatakan, “Mimpi tidak bisa dijadikan acuan hukum fikih. Karena dalam mimpi, setan memiliki peluang besar untuk memainkan perannya, sehingga bisa jadi setan menggunakan mimpi untuk mempermainkan manusia.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, الرُّؤْيا ثَلاثٌ: حَديثُ النَّفْسِ، وتَخْوِيفُ الشَّيْطانِ، وبُشْرَى مِنَ اللَّهِ “Mimpi ada 3 macam: bisikan hati, godaan setan, dan kabar gembira dari Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 7017 dan Muslim no. 2263) Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi tidak bisa digunakan untuk menetapkan hukum, namun hanya sebatas untuk diketahui saja. Dan tidak ada hubungan antara salat istikharah dengan mimpi. Karena itu, tidak disyaratkan, bahwa setiap istikharah pasti diikuti dengan mimpi. Hanya saja, jika ada seseorang yang istikharah kemudian dia tidur dan bermimpi yang baik, bisa jadi ini merupakan tanda baik baginya dan melapangkan jiwa. Tetapi, tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. (Al-Fatwa Al-Masyhuriyah: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=124). Wallahu A’lam Bisshawab. Baca juga: Shalat Istikharah Ketika Ingin Memilih atau Telah Mantap pada Pilihan? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id

Adakah Harta Gono Gini dalam Islam?

Daftar Isi Toggle Harta gono gini dalam perundang-undangan IndonesiaHarta gono gini dalam perspektif hukum IslamKonsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam IslamPenutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Di antara permasalahan yang sering muncul saat terjadinya perceraian di antara pasangan suami istri atau meninggalnya salah satu dari keduanya di negeri kita tercinta adalah masalah harta gono gini. Jika melihat ke kamus KBBI, gono-gini/gana-gini memiliki arti, “Harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri.” Munculnya istilah harta gono gini (harta bersama) tidak lain dan tidak bukan seringkali dikarenakan faktor adanya penggabungan harta milik suami dan istri, baik itu dalam bentuk patungan tatkala membeli rumah, kredit motor, ataupun hal-hal lainnya. Dan hal ini muncul karena tidak adanya kejelasan porsi patungan antara keduanya sehingga kepemilikan harta tersebut menjadi tidak jelas. Lalu, bagaimana status hukum harta tersebut di dalam syariat kita? Terutama apabila salah satu dari keduanya telah meninggal dunia. Dan bagaimanakah langkah yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut? Harta gono gini dalam perundang-undangan Indonesia Harta gono-gini atau harta bersama diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 119 KHU Perdata, dan pasal 85 dan 86 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pengaturan harta gono gini ini diakui secara hukum, termasuk dalam pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya. Begitu juga dalam pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 96 dan pasal 97 Kompilasi Hukum dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus, baik karena perceraian maupun karena kematian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separuh dari harta harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Ketentuan tersebut, sejalan dengan Yurisprodensi Mahkamah Agung RI No. 424.K/Sip.1959 bertanggal 9 Desember 1959 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila terjadi perceraian, maka masing-masing pihak (suami istri) mendapat setengah bagian dari harta bersama (gono-gini) mereka. Harta gono gini dalam perspektif hukum Islam Pembicaraan atau kajian tentang gono-gini atau harta bersama tidak kita jumpai dalam kitab-kitab fikih terdahulu para ulama. Masalah harta gono-gini atau harta bersama merupakan budaya atau adat istiadat yang persoalan hukumnya belum disentuh atau belum terpikirkan (ghair al-mufakkar) oleh ulama-ulama fikih terdahulu karena masalah ini baru muncul dan banyak dibicarakan pada masa modern, dan mungkin dikarenakan juga orang Islam di zaman terdahulu tidak mengenal adanya pencaharian bersama suami istri, harta istri adalah harta istri dan harta suami adalah harta suami, jelas porsi harta mereka berdua. Dari sini dapat kita ketahui bahwa hukum Islam tidak melihat adanya harta gono-gini. Hukum Islam lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan harta istri. Apa yang dihasilkan oleh suami merupakan harta miliknya, demikian juga sebaliknya, apa yang dihasilkan istri adalah harta miliknya. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. pernah menyampaikan dalam sebuah kesempatan bahwa tidak ada istilah harta gono gini, istilah tersebut datangnya dari kita dan tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Dalam Islam, jika terjadi sebuah perpisahan, baik  karena perceraian atau meninggalnya salah satu pasangan, maka apa yang menjadi hak milik pasangannya harus dikembalikan terlebih dahulu. Baik itu berupa harta, saham, ataupun kepemilikan lainnya. Baru kemudian sisa dari harta tesebut menjadi warisan bagi ahli warisnya jika ia telah meninggal dunia. Baca juga: Bolehkah Berdoa Meminta Harta dan Keturunan? Konsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam Islam Dalam Islam, kepemilikan harta sangatlah diperhatikan, seorang laki-laki dan perempuan yang telah balig dan dapat mengelola harta, maka ia berhak untuk mengelola harta tersebut dan memilikinya. Allah Ta’ala berfirman memerintahkan para wali anak yatim untuk menyerahkan hartanya kepada anak-anak yatim tersebut tatkala mereka telah dewasa dan dapat mengelola harta, وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ “Dan ujilah anak yatim itu (yaitu memberikan sebagian harta mereka untuk mereka belanjakan sendiri) sampai mereka cukup umur untuk kawin (telah mencapai usia dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (QS. An-Nisa’: 6) Ayat ini umum, mencakup setiap muslim yang sudah dewasa, maka harta yang menjadi hak milik mereka tidak dapat berpindah kepemilikan, kecuali atas izin dan keridaan pemilik harta tersebut. Islam sangatlah menjaga kepemilikan harta seorang muslim, dan ini telah tercantum di dalam banyak sekali ayat dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لا يأْخذَنَّ أحدُكم متاعَ أخيهِ لاعبًا ولا جادًّا . وقال سليمانُ : لعبًا ولا جدًّا ومن أخذ عصا أخيهِ فلْيرُدَّها “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan.” Sulaiman bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi berkata, “Tidak dengan main-main, tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.” (HR. Abu Dawud no. 5003) Hadis ini berlaku umum, bahkan dalam sebuah hubungan pernikahan. Dengan adanya ikatan pernikahan tidak kemudian menjadikan harta suami otomatis menjadi milik istri. Begitu pula sebaliknya, harta istri otomatis menjadi milik suami, atau istilah lainnya harta mereka menjadi milik bersama. Namun, perlu kita pahami juga bahwa dalam hubungan suami dan istri, seorang suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istrinya, yang apabila harta tersebut kemudian diberikan kepada istri, maka sepenuhnya menjadi kepemilikan dan hak istrinya. Seorang suami tidak berhak untuk menarik kembali harta yang menjadi hak nafkah istri tersebut. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34) Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ‘dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka‘, “yaitu, berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah wajibkan kepada para lelaki untuk ditunaikan terhadap istri mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2: 292) Nabi shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda, كَفَى بالمَرْءِ إثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia manahan hak-hak orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996) Maka, wajib hukumnya seorang suami memberi nafkah kepada istrinya dan keluarganya, dan bila itu tidak dilaksanakan, maka ia berdosa. Dari sini dapat kita ketahui bahwa seorang istri terkadang akan memiliki harta dari suaminya, dan ini menjadi haknya dan miliknya. Seorang suami tidak diperbolehkan untuk mengambil kembali harta tersebut, baik dengan dalih adanya harta gono-gini ataupun dalih lainnya. Jika pun ia butuh untuk menggunakan harta istrinya, maka itu harus sepengetahuan istrinya dan keridaannya. Penutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Setelah mengetahui bahwa hukum Islam tidak mengenal konsep harta gono-gini, maka tatkala kita mendapat sebuah permasalahan yang mengharuskan pemisahan harta antara milik suami dan milik istri, wajib hukumnya untuk kita pisahkan dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Apa yang memang menjadi hak suami dan harta suami, maka itu menjadi haknya dan miliknya, dan apa yang menjadi hak istri dan hartanya, maka itu tetap menjadi haknya dan hartanya. Oleh karena itu, wajib bagi setiap pasangan yang sedang membangun rumah tangganya, kemudian melakukan sebuah transaksi dengan cara patungan seperti membeli rumah atau kendaraan ataupun melakukan utang, untuk memperjelas porsi kepemilikan harta masing-masing dari keduanya. Dan cara yang lebih baik lagi adalah dengan mencatatkannya dan mengikrarkannya di hadapan saksi, sehingga apabila di kemudian hari terjadi suatu kondisi yang mengharuskan pemisahan harta keduanya, tidak terjadi perselisihan di antara keduanya. Jikapun terjadi perselisihan, maka Islam memperbolehkan adanya musyawarah dan diskusi untuk mencapai kesepakatan antara keduanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا “Shulh (berdamai) dengan sesama kaum muslimin itu boleh, kecuali perdamaian yang menghalalkan suatu yang haram atau mengharamkan suatu perkara yang halal.” (HR. Tirmidzi no. 1352) Wallahu A’lam bis-shawab. Baca juga: Bagaimana Sikap Seharusnya ketika Kita Diberi Harta? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id

Adakah Harta Gono Gini dalam Islam?

Daftar Isi Toggle Harta gono gini dalam perundang-undangan IndonesiaHarta gono gini dalam perspektif hukum IslamKonsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam IslamPenutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Di antara permasalahan yang sering muncul saat terjadinya perceraian di antara pasangan suami istri atau meninggalnya salah satu dari keduanya di negeri kita tercinta adalah masalah harta gono gini. Jika melihat ke kamus KBBI, gono-gini/gana-gini memiliki arti, “Harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri.” Munculnya istilah harta gono gini (harta bersama) tidak lain dan tidak bukan seringkali dikarenakan faktor adanya penggabungan harta milik suami dan istri, baik itu dalam bentuk patungan tatkala membeli rumah, kredit motor, ataupun hal-hal lainnya. Dan hal ini muncul karena tidak adanya kejelasan porsi patungan antara keduanya sehingga kepemilikan harta tersebut menjadi tidak jelas. Lalu, bagaimana status hukum harta tersebut di dalam syariat kita? Terutama apabila salah satu dari keduanya telah meninggal dunia. Dan bagaimanakah langkah yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut? Harta gono gini dalam perundang-undangan Indonesia Harta gono-gini atau harta bersama diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 119 KHU Perdata, dan pasal 85 dan 86 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pengaturan harta gono gini ini diakui secara hukum, termasuk dalam pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya. Begitu juga dalam pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 96 dan pasal 97 Kompilasi Hukum dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus, baik karena perceraian maupun karena kematian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separuh dari harta harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Ketentuan tersebut, sejalan dengan Yurisprodensi Mahkamah Agung RI No. 424.K/Sip.1959 bertanggal 9 Desember 1959 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila terjadi perceraian, maka masing-masing pihak (suami istri) mendapat setengah bagian dari harta bersama (gono-gini) mereka. Harta gono gini dalam perspektif hukum Islam Pembicaraan atau kajian tentang gono-gini atau harta bersama tidak kita jumpai dalam kitab-kitab fikih terdahulu para ulama. Masalah harta gono-gini atau harta bersama merupakan budaya atau adat istiadat yang persoalan hukumnya belum disentuh atau belum terpikirkan (ghair al-mufakkar) oleh ulama-ulama fikih terdahulu karena masalah ini baru muncul dan banyak dibicarakan pada masa modern, dan mungkin dikarenakan juga orang Islam di zaman terdahulu tidak mengenal adanya pencaharian bersama suami istri, harta istri adalah harta istri dan harta suami adalah harta suami, jelas porsi harta mereka berdua. Dari sini dapat kita ketahui bahwa hukum Islam tidak melihat adanya harta gono-gini. Hukum Islam lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan harta istri. Apa yang dihasilkan oleh suami merupakan harta miliknya, demikian juga sebaliknya, apa yang dihasilkan istri adalah harta miliknya. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. pernah menyampaikan dalam sebuah kesempatan bahwa tidak ada istilah harta gono gini, istilah tersebut datangnya dari kita dan tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Dalam Islam, jika terjadi sebuah perpisahan, baik  karena perceraian atau meninggalnya salah satu pasangan, maka apa yang menjadi hak milik pasangannya harus dikembalikan terlebih dahulu. Baik itu berupa harta, saham, ataupun kepemilikan lainnya. Baru kemudian sisa dari harta tesebut menjadi warisan bagi ahli warisnya jika ia telah meninggal dunia. Baca juga: Bolehkah Berdoa Meminta Harta dan Keturunan? Konsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam Islam Dalam Islam, kepemilikan harta sangatlah diperhatikan, seorang laki-laki dan perempuan yang telah balig dan dapat mengelola harta, maka ia berhak untuk mengelola harta tersebut dan memilikinya. Allah Ta’ala berfirman memerintahkan para wali anak yatim untuk menyerahkan hartanya kepada anak-anak yatim tersebut tatkala mereka telah dewasa dan dapat mengelola harta, وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ “Dan ujilah anak yatim itu (yaitu memberikan sebagian harta mereka untuk mereka belanjakan sendiri) sampai mereka cukup umur untuk kawin (telah mencapai usia dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (QS. An-Nisa’: 6) Ayat ini umum, mencakup setiap muslim yang sudah dewasa, maka harta yang menjadi hak milik mereka tidak dapat berpindah kepemilikan, kecuali atas izin dan keridaan pemilik harta tersebut. Islam sangatlah menjaga kepemilikan harta seorang muslim, dan ini telah tercantum di dalam banyak sekali ayat dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لا يأْخذَنَّ أحدُكم متاعَ أخيهِ لاعبًا ولا جادًّا . وقال سليمانُ : لعبًا ولا جدًّا ومن أخذ عصا أخيهِ فلْيرُدَّها “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan.” Sulaiman bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi berkata, “Tidak dengan main-main, tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.” (HR. Abu Dawud no. 5003) Hadis ini berlaku umum, bahkan dalam sebuah hubungan pernikahan. Dengan adanya ikatan pernikahan tidak kemudian menjadikan harta suami otomatis menjadi milik istri. Begitu pula sebaliknya, harta istri otomatis menjadi milik suami, atau istilah lainnya harta mereka menjadi milik bersama. Namun, perlu kita pahami juga bahwa dalam hubungan suami dan istri, seorang suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istrinya, yang apabila harta tersebut kemudian diberikan kepada istri, maka sepenuhnya menjadi kepemilikan dan hak istrinya. Seorang suami tidak berhak untuk menarik kembali harta yang menjadi hak nafkah istri tersebut. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34) Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ‘dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka‘, “yaitu, berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah wajibkan kepada para lelaki untuk ditunaikan terhadap istri mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2: 292) Nabi shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda, كَفَى بالمَرْءِ إثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia manahan hak-hak orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996) Maka, wajib hukumnya seorang suami memberi nafkah kepada istrinya dan keluarganya, dan bila itu tidak dilaksanakan, maka ia berdosa. Dari sini dapat kita ketahui bahwa seorang istri terkadang akan memiliki harta dari suaminya, dan ini menjadi haknya dan miliknya. Seorang suami tidak diperbolehkan untuk mengambil kembali harta tersebut, baik dengan dalih adanya harta gono-gini ataupun dalih lainnya. Jika pun ia butuh untuk menggunakan harta istrinya, maka itu harus sepengetahuan istrinya dan keridaannya. Penutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Setelah mengetahui bahwa hukum Islam tidak mengenal konsep harta gono-gini, maka tatkala kita mendapat sebuah permasalahan yang mengharuskan pemisahan harta antara milik suami dan milik istri, wajib hukumnya untuk kita pisahkan dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Apa yang memang menjadi hak suami dan harta suami, maka itu menjadi haknya dan miliknya, dan apa yang menjadi hak istri dan hartanya, maka itu tetap menjadi haknya dan hartanya. Oleh karena itu, wajib bagi setiap pasangan yang sedang membangun rumah tangganya, kemudian melakukan sebuah transaksi dengan cara patungan seperti membeli rumah atau kendaraan ataupun melakukan utang, untuk memperjelas porsi kepemilikan harta masing-masing dari keduanya. Dan cara yang lebih baik lagi adalah dengan mencatatkannya dan mengikrarkannya di hadapan saksi, sehingga apabila di kemudian hari terjadi suatu kondisi yang mengharuskan pemisahan harta keduanya, tidak terjadi perselisihan di antara keduanya. Jikapun terjadi perselisihan, maka Islam memperbolehkan adanya musyawarah dan diskusi untuk mencapai kesepakatan antara keduanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا “Shulh (berdamai) dengan sesama kaum muslimin itu boleh, kecuali perdamaian yang menghalalkan suatu yang haram atau mengharamkan suatu perkara yang halal.” (HR. Tirmidzi no. 1352) Wallahu A’lam bis-shawab. Baca juga: Bagaimana Sikap Seharusnya ketika Kita Diberi Harta? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id
Daftar Isi Toggle Harta gono gini dalam perundang-undangan IndonesiaHarta gono gini dalam perspektif hukum IslamKonsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam IslamPenutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Di antara permasalahan yang sering muncul saat terjadinya perceraian di antara pasangan suami istri atau meninggalnya salah satu dari keduanya di negeri kita tercinta adalah masalah harta gono gini. Jika melihat ke kamus KBBI, gono-gini/gana-gini memiliki arti, “Harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri.” Munculnya istilah harta gono gini (harta bersama) tidak lain dan tidak bukan seringkali dikarenakan faktor adanya penggabungan harta milik suami dan istri, baik itu dalam bentuk patungan tatkala membeli rumah, kredit motor, ataupun hal-hal lainnya. Dan hal ini muncul karena tidak adanya kejelasan porsi patungan antara keduanya sehingga kepemilikan harta tersebut menjadi tidak jelas. Lalu, bagaimana status hukum harta tersebut di dalam syariat kita? Terutama apabila salah satu dari keduanya telah meninggal dunia. Dan bagaimanakah langkah yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut? Harta gono gini dalam perundang-undangan Indonesia Harta gono-gini atau harta bersama diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 119 KHU Perdata, dan pasal 85 dan 86 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pengaturan harta gono gini ini diakui secara hukum, termasuk dalam pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya. Begitu juga dalam pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 96 dan pasal 97 Kompilasi Hukum dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus, baik karena perceraian maupun karena kematian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separuh dari harta harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Ketentuan tersebut, sejalan dengan Yurisprodensi Mahkamah Agung RI No. 424.K/Sip.1959 bertanggal 9 Desember 1959 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila terjadi perceraian, maka masing-masing pihak (suami istri) mendapat setengah bagian dari harta bersama (gono-gini) mereka. Harta gono gini dalam perspektif hukum Islam Pembicaraan atau kajian tentang gono-gini atau harta bersama tidak kita jumpai dalam kitab-kitab fikih terdahulu para ulama. Masalah harta gono-gini atau harta bersama merupakan budaya atau adat istiadat yang persoalan hukumnya belum disentuh atau belum terpikirkan (ghair al-mufakkar) oleh ulama-ulama fikih terdahulu karena masalah ini baru muncul dan banyak dibicarakan pada masa modern, dan mungkin dikarenakan juga orang Islam di zaman terdahulu tidak mengenal adanya pencaharian bersama suami istri, harta istri adalah harta istri dan harta suami adalah harta suami, jelas porsi harta mereka berdua. Dari sini dapat kita ketahui bahwa hukum Islam tidak melihat adanya harta gono-gini. Hukum Islam lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan harta istri. Apa yang dihasilkan oleh suami merupakan harta miliknya, demikian juga sebaliknya, apa yang dihasilkan istri adalah harta miliknya. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. pernah menyampaikan dalam sebuah kesempatan bahwa tidak ada istilah harta gono gini, istilah tersebut datangnya dari kita dan tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Dalam Islam, jika terjadi sebuah perpisahan, baik  karena perceraian atau meninggalnya salah satu pasangan, maka apa yang menjadi hak milik pasangannya harus dikembalikan terlebih dahulu. Baik itu berupa harta, saham, ataupun kepemilikan lainnya. Baru kemudian sisa dari harta tesebut menjadi warisan bagi ahli warisnya jika ia telah meninggal dunia. Baca juga: Bolehkah Berdoa Meminta Harta dan Keturunan? Konsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam Islam Dalam Islam, kepemilikan harta sangatlah diperhatikan, seorang laki-laki dan perempuan yang telah balig dan dapat mengelola harta, maka ia berhak untuk mengelola harta tersebut dan memilikinya. Allah Ta’ala berfirman memerintahkan para wali anak yatim untuk menyerahkan hartanya kepada anak-anak yatim tersebut tatkala mereka telah dewasa dan dapat mengelola harta, وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ “Dan ujilah anak yatim itu (yaitu memberikan sebagian harta mereka untuk mereka belanjakan sendiri) sampai mereka cukup umur untuk kawin (telah mencapai usia dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (QS. An-Nisa’: 6) Ayat ini umum, mencakup setiap muslim yang sudah dewasa, maka harta yang menjadi hak milik mereka tidak dapat berpindah kepemilikan, kecuali atas izin dan keridaan pemilik harta tersebut. Islam sangatlah menjaga kepemilikan harta seorang muslim, dan ini telah tercantum di dalam banyak sekali ayat dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لا يأْخذَنَّ أحدُكم متاعَ أخيهِ لاعبًا ولا جادًّا . وقال سليمانُ : لعبًا ولا جدًّا ومن أخذ عصا أخيهِ فلْيرُدَّها “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan.” Sulaiman bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi berkata, “Tidak dengan main-main, tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.” (HR. Abu Dawud no. 5003) Hadis ini berlaku umum, bahkan dalam sebuah hubungan pernikahan. Dengan adanya ikatan pernikahan tidak kemudian menjadikan harta suami otomatis menjadi milik istri. Begitu pula sebaliknya, harta istri otomatis menjadi milik suami, atau istilah lainnya harta mereka menjadi milik bersama. Namun, perlu kita pahami juga bahwa dalam hubungan suami dan istri, seorang suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istrinya, yang apabila harta tersebut kemudian diberikan kepada istri, maka sepenuhnya menjadi kepemilikan dan hak istrinya. Seorang suami tidak berhak untuk menarik kembali harta yang menjadi hak nafkah istri tersebut. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34) Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ‘dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka‘, “yaitu, berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah wajibkan kepada para lelaki untuk ditunaikan terhadap istri mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2: 292) Nabi shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda, كَفَى بالمَرْءِ إثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia manahan hak-hak orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996) Maka, wajib hukumnya seorang suami memberi nafkah kepada istrinya dan keluarganya, dan bila itu tidak dilaksanakan, maka ia berdosa. Dari sini dapat kita ketahui bahwa seorang istri terkadang akan memiliki harta dari suaminya, dan ini menjadi haknya dan miliknya. Seorang suami tidak diperbolehkan untuk mengambil kembali harta tersebut, baik dengan dalih adanya harta gono-gini ataupun dalih lainnya. Jika pun ia butuh untuk menggunakan harta istrinya, maka itu harus sepengetahuan istrinya dan keridaannya. Penutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Setelah mengetahui bahwa hukum Islam tidak mengenal konsep harta gono-gini, maka tatkala kita mendapat sebuah permasalahan yang mengharuskan pemisahan harta antara milik suami dan milik istri, wajib hukumnya untuk kita pisahkan dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Apa yang memang menjadi hak suami dan harta suami, maka itu menjadi haknya dan miliknya, dan apa yang menjadi hak istri dan hartanya, maka itu tetap menjadi haknya dan hartanya. Oleh karena itu, wajib bagi setiap pasangan yang sedang membangun rumah tangganya, kemudian melakukan sebuah transaksi dengan cara patungan seperti membeli rumah atau kendaraan ataupun melakukan utang, untuk memperjelas porsi kepemilikan harta masing-masing dari keduanya. Dan cara yang lebih baik lagi adalah dengan mencatatkannya dan mengikrarkannya di hadapan saksi, sehingga apabila di kemudian hari terjadi suatu kondisi yang mengharuskan pemisahan harta keduanya, tidak terjadi perselisihan di antara keduanya. Jikapun terjadi perselisihan, maka Islam memperbolehkan adanya musyawarah dan diskusi untuk mencapai kesepakatan antara keduanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا “Shulh (berdamai) dengan sesama kaum muslimin itu boleh, kecuali perdamaian yang menghalalkan suatu yang haram atau mengharamkan suatu perkara yang halal.” (HR. Tirmidzi no. 1352) Wallahu A’lam bis-shawab. Baca juga: Bagaimana Sikap Seharusnya ketika Kita Diberi Harta? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id


Daftar Isi Toggle Harta gono gini dalam perundang-undangan IndonesiaHarta gono gini dalam perspektif hukum IslamKonsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam IslamPenutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Di antara permasalahan yang sering muncul saat terjadinya perceraian di antara pasangan suami istri atau meninggalnya salah satu dari keduanya di negeri kita tercinta adalah masalah harta gono gini. Jika melihat ke kamus KBBI, gono-gini/gana-gini memiliki arti, “Harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri.” Munculnya istilah harta gono gini (harta bersama) tidak lain dan tidak bukan seringkali dikarenakan faktor adanya penggabungan harta milik suami dan istri, baik itu dalam bentuk patungan tatkala membeli rumah, kredit motor, ataupun hal-hal lainnya. Dan hal ini muncul karena tidak adanya kejelasan porsi patungan antara keduanya sehingga kepemilikan harta tersebut menjadi tidak jelas. Lalu, bagaimana status hukum harta tersebut di dalam syariat kita? Terutama apabila salah satu dari keduanya telah meninggal dunia. Dan bagaimanakah langkah yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut? Harta gono gini dalam perundang-undangan Indonesia Harta gono-gini atau harta bersama diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 119 KHU Perdata, dan pasal 85 dan 86 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pengaturan harta gono gini ini diakui secara hukum, termasuk dalam pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya. Begitu juga dalam pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 96 dan pasal 97 Kompilasi Hukum dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus, baik karena perceraian maupun karena kematian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separuh dari harta harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Ketentuan tersebut, sejalan dengan Yurisprodensi Mahkamah Agung RI No. 424.K/Sip.1959 bertanggal 9 Desember 1959 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila terjadi perceraian, maka masing-masing pihak (suami istri) mendapat setengah bagian dari harta bersama (gono-gini) mereka. Harta gono gini dalam perspektif hukum Islam Pembicaraan atau kajian tentang gono-gini atau harta bersama tidak kita jumpai dalam kitab-kitab fikih terdahulu para ulama. Masalah harta gono-gini atau harta bersama merupakan budaya atau adat istiadat yang persoalan hukumnya belum disentuh atau belum terpikirkan (ghair al-mufakkar) oleh ulama-ulama fikih terdahulu karena masalah ini baru muncul dan banyak dibicarakan pada masa modern, dan mungkin dikarenakan juga orang Islam di zaman terdahulu tidak mengenal adanya pencaharian bersama suami istri, harta istri adalah harta istri dan harta suami adalah harta suami, jelas porsi harta mereka berdua. Dari sini dapat kita ketahui bahwa hukum Islam tidak melihat adanya harta gono-gini. Hukum Islam lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan harta istri. Apa yang dihasilkan oleh suami merupakan harta miliknya, demikian juga sebaliknya, apa yang dihasilkan istri adalah harta miliknya. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. pernah menyampaikan dalam sebuah kesempatan bahwa tidak ada istilah harta gono gini, istilah tersebut datangnya dari kita dan tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Dalam Islam, jika terjadi sebuah perpisahan, baik  karena perceraian atau meninggalnya salah satu pasangan, maka apa yang menjadi hak milik pasangannya harus dikembalikan terlebih dahulu. Baik itu berupa harta, saham, ataupun kepemilikan lainnya. Baru kemudian sisa dari harta tesebut menjadi warisan bagi ahli warisnya jika ia telah meninggal dunia. Baca juga: Bolehkah Berdoa Meminta Harta dan Keturunan? Konsep kepemilikan harta antara suami dan istri yang benar dalam Islam Dalam Islam, kepemilikan harta sangatlah diperhatikan, seorang laki-laki dan perempuan yang telah balig dan dapat mengelola harta, maka ia berhak untuk mengelola harta tersebut dan memilikinya. Allah Ta’ala berfirman memerintahkan para wali anak yatim untuk menyerahkan hartanya kepada anak-anak yatim tersebut tatkala mereka telah dewasa dan dapat mengelola harta, وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ “Dan ujilah anak yatim itu (yaitu memberikan sebagian harta mereka untuk mereka belanjakan sendiri) sampai mereka cukup umur untuk kawin (telah mencapai usia dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.” (QS. An-Nisa’: 6) Ayat ini umum, mencakup setiap muslim yang sudah dewasa, maka harta yang menjadi hak milik mereka tidak dapat berpindah kepemilikan, kecuali atas izin dan keridaan pemilik harta tersebut. Islam sangatlah menjaga kepemilikan harta seorang muslim, dan ini telah tercantum di dalam banyak sekali ayat dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, لا يأْخذَنَّ أحدُكم متاعَ أخيهِ لاعبًا ولا جادًّا . وقال سليمانُ : لعبًا ولا جدًّا ومن أخذ عصا أخيهِ فلْيرُدَّها “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan.” Sulaiman bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi berkata, “Tidak dengan main-main, tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.” (HR. Abu Dawud no. 5003) Hadis ini berlaku umum, bahkan dalam sebuah hubungan pernikahan. Dengan adanya ikatan pernikahan tidak kemudian menjadikan harta suami otomatis menjadi milik istri. Begitu pula sebaliknya, harta istri otomatis menjadi milik suami, atau istilah lainnya harta mereka menjadi milik bersama. Namun, perlu kita pahami juga bahwa dalam hubungan suami dan istri, seorang suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istrinya, yang apabila harta tersebut kemudian diberikan kepada istri, maka sepenuhnya menjadi kepemilikan dan hak istrinya. Seorang suami tidak berhak untuk menarik kembali harta yang menjadi hak nafkah istri tersebut. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34) Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ‘dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka‘, “yaitu, berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah wajibkan kepada para lelaki untuk ditunaikan terhadap istri mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2: 292) Nabi shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda, كَفَى بالمَرْءِ إثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia manahan hak-hak orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996) Maka, wajib hukumnya seorang suami memberi nafkah kepada istrinya dan keluarganya, dan bila itu tidak dilaksanakan, maka ia berdosa. Dari sini dapat kita ketahui bahwa seorang istri terkadang akan memiliki harta dari suaminya, dan ini menjadi haknya dan miliknya. Seorang suami tidak diperbolehkan untuk mengambil kembali harta tersebut, baik dengan dalih adanya harta gono-gini ataupun dalih lainnya. Jika pun ia butuh untuk menggunakan harta istrinya, maka itu harus sepengetahuan istrinya dan keridaannya. Penutup, jika terjadi perceraian atau meninggalnya salah satu dari pasangan Setelah mengetahui bahwa hukum Islam tidak mengenal konsep harta gono-gini, maka tatkala kita mendapat sebuah permasalahan yang mengharuskan pemisahan harta antara milik suami dan milik istri, wajib hukumnya untuk kita pisahkan dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Apa yang memang menjadi hak suami dan harta suami, maka itu menjadi haknya dan miliknya, dan apa yang menjadi hak istri dan hartanya, maka itu tetap menjadi haknya dan hartanya. Oleh karena itu, wajib bagi setiap pasangan yang sedang membangun rumah tangganya, kemudian melakukan sebuah transaksi dengan cara patungan seperti membeli rumah atau kendaraan ataupun melakukan utang, untuk memperjelas porsi kepemilikan harta masing-masing dari keduanya. Dan cara yang lebih baik lagi adalah dengan mencatatkannya dan mengikrarkannya di hadapan saksi, sehingga apabila di kemudian hari terjadi suatu kondisi yang mengharuskan pemisahan harta keduanya, tidak terjadi perselisihan di antara keduanya. Jikapun terjadi perselisihan, maka Islam memperbolehkan adanya musyawarah dan diskusi untuk mencapai kesepakatan antara keduanya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا “Shulh (berdamai) dengan sesama kaum muslimin itu boleh, kecuali perdamaian yang menghalalkan suatu yang haram atau mengharamkan suatu perkara yang halal.” (HR. Tirmidzi no. 1352) Wallahu A’lam bis-shawab. Baca juga: Bagaimana Sikap Seharusnya ketika Kita Diberi Harta? *** Penulis: Muhammad Idris, Lc. Artikel: Muslim.or.id

Hukum Penukaran Uang Baru Menjelang Lebaran: Apakah Ada Unsur Riba?

Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.   Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami Riba Dalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi). Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا “”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276). Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba   Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba Dalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut: الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584). الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587). Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan. Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak. Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter. Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang. Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl. Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram. Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl    Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru Dari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok: Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita. Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung. Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba: 1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak Resmi Seorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an. Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000. Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi. 2. Unsur Riba dalam Transaksi Ini Pertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda). Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan. Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat.   Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia Fenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut. Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu.   Imbauan untuk Masyarakat Mengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan. Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat. Semoga pembahasan ini bermanfaat. – Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ Gunungkidul Artikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran

Hukum Penukaran Uang Baru Menjelang Lebaran: Apakah Ada Unsur Riba?

Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.   Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami Riba Dalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi). Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا “”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276). Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba   Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba Dalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut: الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584). الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587). Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan. Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak. Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter. Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang. Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl. Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram. Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl    Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru Dari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok: Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita. Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung. Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba: 1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak Resmi Seorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an. Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000. Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi. 2. Unsur Riba dalam Transaksi Ini Pertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda). Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan. Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat.   Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia Fenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut. Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu.   Imbauan untuk Masyarakat Mengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan. Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat. Semoga pembahasan ini bermanfaat. – Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ Gunungkidul Artikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran
Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.   Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami Riba Dalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi). Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا “”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276). Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba   Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba Dalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut: الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584). الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587). Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan. Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak. Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter. Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang. Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl. Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram. Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl    Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru Dari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok: Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita. Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung. Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba: 1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak Resmi Seorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an. Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000. Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi. 2. Unsur Riba dalam Transaksi Ini Pertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda). Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan. Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat.   Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia Fenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut. Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu.   Imbauan untuk Masyarakat Mengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan. Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat. Semoga pembahasan ini bermanfaat. – Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ Gunungkidul Artikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran


Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.   Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami Riba Dalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi). Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا “”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276). Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba   Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba Dalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut: الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584). الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587). Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan. Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak. Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter. Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang. Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl. Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram. Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl    Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru Dari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok: Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita. Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung. Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba: 1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak Resmi Seorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an. Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000. Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi. 2. Unsur Riba dalam Transaksi Ini Pertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda). Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan. Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat.   Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia Fenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut. Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu.   Imbauan untuk Masyarakat Mengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan. Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat. Semoga pembahasan ini bermanfaat. – Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ Gunungkidul Artikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran

Fatwa Ulama: Hukum Makanan Khusus pada Hari Raya Bid‘ah

Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apakah diperbolehkan memakan makanan yang disajikan dalam perkumpulan-perkumpulan yang diadakan untuk memperingati hari raya bid‘ah? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Jawaban: Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘alamin, selawat dan salam atas utusan Allah rahmatan lil alamin wa ‘ala alihi washahbihi waikhwanihi ila yaumiddin. Amma ba’du. Ketahuilah bahwa Allah Ta‘ala telah membatalkan perayaan-perayaan masa jahiliah dan menggantinya untuk umat Islam dengan dua hari raya, di mana mereka berkumpul untuk berzikir dan melaksanakan salat, yaitu: Hari Raya Idulfitri dan Hari Raya Iduladha. Telah diriwayatkan dengan sahih bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Anshar memiliki dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main dan menganggapnya sebagai dua hari raya. Maka, Nabi ﷺ bersabda, إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الفِطْرِ “Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari tersebut dengan yang lebih baik darinya, yaitu hari Al-Fithri dan hari An-Nahr.” [1] Sebagaimana Allah Ta‘ala telah mensyariatkan bagi umat Islam untuk berkumpul dalam rangka beribadah dan mengingat Allah pada hari Jumat, hari Arafah, dan hari-hari tasyrik. Adapun selain itu, maka tidak diperbolehkan untuk merayakannya. Baik itu berupa hari raya keagamaan, seperti Hari Raya Natal dan Tahun Baru Masehi, Hari Ibu, Natal (Christmas) bagi kaum Nasrani, atau Hari Raya Yobel bagi kaum Yahudi. Demikian pula dengan perayaan-perayaan kaum Rafidhah, seperti Hari Raya Ghadir, Hari Raya Isra Mi‘raj, peringatan Asyura, malam awal bulan Sya‘ban, malam pertengahan Sya‘ban, malam bulan Rajab, malam pertengahan Rajab, perayaan Maulid Nabi yang dilakukan oleh mereka (Rafidhah) dan kaum sufi, perayaan pergantian abad hijriah, dan semisalnya. Dan hari-hari raya lainnya, seperti perayaan ulang tahun dan yang semisalnya dari perkara-perkara baru yang diada-adakan (bid‘ah), di mana banyak kaum muslim mengikuti jalan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan yang serupa dengan mereka. Mereka meniru mereka dalam perayaan-perayaan mereka, akhlak mereka, cara hidup mereka, serta berbagai aspek kehidupan mereka. Nabi ﷺ bersabda, لَتَتْبَعُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ ، قُلْنَا: «يَا رَسُولَ اللهِ، اليَهُودُ وَالنَّصَارَى؟» قَالَ: «فَمَنْ» “Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga kalaulah mereka masuk liang dhab, niscaya kalian mengikuti mereka”. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan nasranikah?” Nabi menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” [2] Maka, wajib bagi kita untuk meninggalkan semua hari raya yang tidak disyariatkan oleh Allah kepada kita, serta meninggalkan segala bentuk yang berkaitan dengannya dan hal-hal yang menjadi pelengkapnya, seperti berkumpul untuk mengadakan kajian atau ceramah, makan bersama, atau mengadakan pesta perayaan. Hal ini karena تَوَابِعَ الشَّيْءِ مِنْهُ / “Segala sesuatu yang menjadi pelengkap atau turunan dari sesuatu adalah bagian darinya (dan mengikuti hukumnya).” dan yang termasuk di dalamnya adalah التَّابِعُ تَابِعٌ/ “Yang mengikuti memiliki hukum yang sama dengan yang diikutinya.” Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar larangan dan pengharamannya dapat dirangkum sebagai berikut: Pertama: Bahwa perayaan-perayaan tersebut termasuk perkara yang diada-adakan (muhdatsat al-umur), dan telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.” [3] Nabi ﷺ bersabda, وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، [وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ]، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، [وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ “Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan [setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah], setiap bid‘ah adalah kesesatan, [dan setiap kesesatan tempatnya di neraka].” [4] Nabi ﷺ juga bersabda, مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak.” [5] Dan telah diriwayatkan dengan lafaz yang lebih umum dari sabda Nabi ﷺ, مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.” [6] Kedua: Karena perayaan musim-musim dan hari raya bid‘ah merupakan tindakan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan hari-hari tertentu sebagai hari raya, padahal syariat tidak menetapkannya sebagai hari raya. Allah Ta‘ala berfirman, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 49) Ketiga: Karena hal itu juga mengandung unsur menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang sejenis dengan mereka dalam perayaan, tradisi, dan kebiasaan mereka. Hal ini termasuk salah satu bentuk loyalitas kepada mereka. Allah Ta‘ala berfirman, وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ “Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al-Maidah: 51) Dan Nabi ﷺ bersabda, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” [7] Oleh karena itu, berpartisipasi dalam perayaan hari-hari raya yang tidak disyariatkan, baik dengan berkumpul di meja jamuan maupun mengadakan perayaan di atas panggung, merupakan bentuk pengakuan terhadap bid‘ah dan keridaan terhadap apa yang telah dilarang oleh Allah. Menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya adalah bukti kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Allah Ta‘ala berfirman, قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Al-Imran: 31) Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini menjadi hukum atas setiap orang yang mengaku mencintai Allah, namun ia tidak mengikuti jalan Nabi Muhammad ﷺ. Sesungguhnya ia adalah pendusta dalam klaimnya tersebut, hingga ia mengikuti syariat Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya dalam seluruh perkataan, perbuatan, dan keadaannya. Sebagaimana telah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, ‘Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.’ ” Aku katakan, “Termasuk dalam amal yang tertolak adalah partisipasi para pembuat roti, pembuat kue, juru masak, pedagang daging putih, kalkun, dan lainnya dalam rangka menghidupkan perayaan-perayaan yang diada-adakan ini. Hal tersebut termasuk dalam kerja sama yang berdosa dan melampaui batas-batas syariat. Allah telah melarang bentuk kerja sama semacam ini dengan firman-Nya, وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.’ (QS. Al-Maidah: 2)” Aku memohon kepada Allah agar memperbaiki keadaan kaum muslimin, menyucikan hati dan amal perbuatan mereka dari segala sesuatu yang bertentangan dengan kemurnian agama, serta memberikan mereka taufik untuk berpegang teguh kepada Kitab Tuhan mereka dan sunnah Nabi mereka, Muhammad ﷺ, dan untuk mengikuti jalan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Dialah Pelindung Yang Maha kuasa atas hal itu. Wa al-‘ilmu ‘inda al-lāh. Akhīru al-kalām, wa al-ḥamdu li al-lāhi Rabbi al-‘ālamīna wa ṣallā al-lāhu ‘alā al-nabiyyi Muḥammadin wa ‘alā aṣhābihī wa ikhwānihī ilā yaumi al-dīn, wa sallama taslīman. — Aljazair, pada 24 Rabiulakhir 1427 H Bertepatan dengan 21 Mei 2006 M Baca juga: Nikmat Keamanan, Kesehatan, dan Makanan yang Cukup *** Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Sumber: https://www.ferkous.app/home/?q=fatwa-428#_ftn6   Catatan kaki: [1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab “Ash-Shalah“, bab “Salat Hari Raya” no. 1134, dan oleh An-Nasa’i dalam kitab “Salat Hari Raya” no. 1556, dari hadis Anas radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinyatakan sahih oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 2: 442, dan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 2021. [2] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-I‘tisam bil Kitab was-Sunnah, bab “Sabda Nabi ﷺ, ‘Kalian pasti akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian’“, no. 7320, dan oleh Muslim dalam kitab Al-‘Ilm, no. 2669, dari hadis Abu Sa‘id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. [3] Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab As-Sunnah, bab “Kewajiban Berpegang Teguh pada Sunnah” no. 4607, oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-‘Ilm, bab “Apa yang Datang tentang Berpegang pada Sunnah dan Menjauhi Bid‘ah” no. 2676, dan oleh Ibnu Majah dalam Muqaddimah, bab “Mengikuti Sunnah Khulafaur Rasyidin yang Mendapat Petunjuk“, no. 42, dari hadis Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 1: 181 dan Al-Wadi‘i dalam Ash-Shahih Al-Musnad, no. 938. Hadis ini juga dinilai sahih oleh Ibnu Al-Mulaqqin dalam Al-Badrul Munir, 9: 582, Ibnu Hajar dalam Muwafaqatul Khabar Al-Khabar, 1: 136, Al-Albani dalam Shahih Al-Jami‘, no. 2549 dan Silsilah Ash-Shahihah, no. 2735, serta Syu‘aib Al-Arna’uth dalam takhrij-nya untuk Musnad Ahmad, 4: 126. [4] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Jumu‘ah, no. 867, dari hadis Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma. Adapun teks yang berada di antara tanda kurung adalah tambahan dari An-Nasa’i dalam kitab Salat Al-‘Idain, bab “Bagaimana Khutbah?” no. 1578. Lihat: Irwa’ul Ghalil, karya Al-Albani, 3: 73. [5] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan dengan lafaz ini oleh Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718, dan oleh Al-Bukhari dalam kitab As-Shulh, bab “Apabila Mereka Berdamai dengan Perdamaian Yang Zalim, maka Perdamaian Itu Tertolak“, no. 2697, dengan lafaz: “… yang tidak ada di dalamnya…,” dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [6] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718 dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [7] HR. Abu Dawud dalam kitab Al-Libas, bab “Pakaian yang Membuat Terkenal“, no. 4031, dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Hadis ini dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 10:271, dan dinyatakan sahih oleh Al-Iraqi dalam Takhrij Ihya’ Ulumiddin, 1: 359 serta oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 1269 dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 6149. Lihat juga Nashbur Rayah, karya Az-Zaila‘i 4: 347.

Fatwa Ulama: Hukum Makanan Khusus pada Hari Raya Bid‘ah

Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apakah diperbolehkan memakan makanan yang disajikan dalam perkumpulan-perkumpulan yang diadakan untuk memperingati hari raya bid‘ah? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Jawaban: Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘alamin, selawat dan salam atas utusan Allah rahmatan lil alamin wa ‘ala alihi washahbihi waikhwanihi ila yaumiddin. Amma ba’du. Ketahuilah bahwa Allah Ta‘ala telah membatalkan perayaan-perayaan masa jahiliah dan menggantinya untuk umat Islam dengan dua hari raya, di mana mereka berkumpul untuk berzikir dan melaksanakan salat, yaitu: Hari Raya Idulfitri dan Hari Raya Iduladha. Telah diriwayatkan dengan sahih bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Anshar memiliki dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main dan menganggapnya sebagai dua hari raya. Maka, Nabi ﷺ bersabda, إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الفِطْرِ “Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari tersebut dengan yang lebih baik darinya, yaitu hari Al-Fithri dan hari An-Nahr.” [1] Sebagaimana Allah Ta‘ala telah mensyariatkan bagi umat Islam untuk berkumpul dalam rangka beribadah dan mengingat Allah pada hari Jumat, hari Arafah, dan hari-hari tasyrik. Adapun selain itu, maka tidak diperbolehkan untuk merayakannya. Baik itu berupa hari raya keagamaan, seperti Hari Raya Natal dan Tahun Baru Masehi, Hari Ibu, Natal (Christmas) bagi kaum Nasrani, atau Hari Raya Yobel bagi kaum Yahudi. Demikian pula dengan perayaan-perayaan kaum Rafidhah, seperti Hari Raya Ghadir, Hari Raya Isra Mi‘raj, peringatan Asyura, malam awal bulan Sya‘ban, malam pertengahan Sya‘ban, malam bulan Rajab, malam pertengahan Rajab, perayaan Maulid Nabi yang dilakukan oleh mereka (Rafidhah) dan kaum sufi, perayaan pergantian abad hijriah, dan semisalnya. Dan hari-hari raya lainnya, seperti perayaan ulang tahun dan yang semisalnya dari perkara-perkara baru yang diada-adakan (bid‘ah), di mana banyak kaum muslim mengikuti jalan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan yang serupa dengan mereka. Mereka meniru mereka dalam perayaan-perayaan mereka, akhlak mereka, cara hidup mereka, serta berbagai aspek kehidupan mereka. Nabi ﷺ bersabda, لَتَتْبَعُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ ، قُلْنَا: «يَا رَسُولَ اللهِ، اليَهُودُ وَالنَّصَارَى؟» قَالَ: «فَمَنْ» “Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga kalaulah mereka masuk liang dhab, niscaya kalian mengikuti mereka”. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan nasranikah?” Nabi menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” [2] Maka, wajib bagi kita untuk meninggalkan semua hari raya yang tidak disyariatkan oleh Allah kepada kita, serta meninggalkan segala bentuk yang berkaitan dengannya dan hal-hal yang menjadi pelengkapnya, seperti berkumpul untuk mengadakan kajian atau ceramah, makan bersama, atau mengadakan pesta perayaan. Hal ini karena تَوَابِعَ الشَّيْءِ مِنْهُ / “Segala sesuatu yang menjadi pelengkap atau turunan dari sesuatu adalah bagian darinya (dan mengikuti hukumnya).” dan yang termasuk di dalamnya adalah التَّابِعُ تَابِعٌ/ “Yang mengikuti memiliki hukum yang sama dengan yang diikutinya.” Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar larangan dan pengharamannya dapat dirangkum sebagai berikut: Pertama: Bahwa perayaan-perayaan tersebut termasuk perkara yang diada-adakan (muhdatsat al-umur), dan telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.” [3] Nabi ﷺ bersabda, وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، [وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ]، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، [وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ “Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan [setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah], setiap bid‘ah adalah kesesatan, [dan setiap kesesatan tempatnya di neraka].” [4] Nabi ﷺ juga bersabda, مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak.” [5] Dan telah diriwayatkan dengan lafaz yang lebih umum dari sabda Nabi ﷺ, مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.” [6] Kedua: Karena perayaan musim-musim dan hari raya bid‘ah merupakan tindakan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan hari-hari tertentu sebagai hari raya, padahal syariat tidak menetapkannya sebagai hari raya. Allah Ta‘ala berfirman, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 49) Ketiga: Karena hal itu juga mengandung unsur menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang sejenis dengan mereka dalam perayaan, tradisi, dan kebiasaan mereka. Hal ini termasuk salah satu bentuk loyalitas kepada mereka. Allah Ta‘ala berfirman, وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ “Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al-Maidah: 51) Dan Nabi ﷺ bersabda, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” [7] Oleh karena itu, berpartisipasi dalam perayaan hari-hari raya yang tidak disyariatkan, baik dengan berkumpul di meja jamuan maupun mengadakan perayaan di atas panggung, merupakan bentuk pengakuan terhadap bid‘ah dan keridaan terhadap apa yang telah dilarang oleh Allah. Menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya adalah bukti kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Allah Ta‘ala berfirman, قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Al-Imran: 31) Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini menjadi hukum atas setiap orang yang mengaku mencintai Allah, namun ia tidak mengikuti jalan Nabi Muhammad ﷺ. Sesungguhnya ia adalah pendusta dalam klaimnya tersebut, hingga ia mengikuti syariat Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya dalam seluruh perkataan, perbuatan, dan keadaannya. Sebagaimana telah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, ‘Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.’ ” Aku katakan, “Termasuk dalam amal yang tertolak adalah partisipasi para pembuat roti, pembuat kue, juru masak, pedagang daging putih, kalkun, dan lainnya dalam rangka menghidupkan perayaan-perayaan yang diada-adakan ini. Hal tersebut termasuk dalam kerja sama yang berdosa dan melampaui batas-batas syariat. Allah telah melarang bentuk kerja sama semacam ini dengan firman-Nya, وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.’ (QS. Al-Maidah: 2)” Aku memohon kepada Allah agar memperbaiki keadaan kaum muslimin, menyucikan hati dan amal perbuatan mereka dari segala sesuatu yang bertentangan dengan kemurnian agama, serta memberikan mereka taufik untuk berpegang teguh kepada Kitab Tuhan mereka dan sunnah Nabi mereka, Muhammad ﷺ, dan untuk mengikuti jalan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Dialah Pelindung Yang Maha kuasa atas hal itu. Wa al-‘ilmu ‘inda al-lāh. Akhīru al-kalām, wa al-ḥamdu li al-lāhi Rabbi al-‘ālamīna wa ṣallā al-lāhu ‘alā al-nabiyyi Muḥammadin wa ‘alā aṣhābihī wa ikhwānihī ilā yaumi al-dīn, wa sallama taslīman. — Aljazair, pada 24 Rabiulakhir 1427 H Bertepatan dengan 21 Mei 2006 M Baca juga: Nikmat Keamanan, Kesehatan, dan Makanan yang Cukup *** Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Sumber: https://www.ferkous.app/home/?q=fatwa-428#_ftn6   Catatan kaki: [1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab “Ash-Shalah“, bab “Salat Hari Raya” no. 1134, dan oleh An-Nasa’i dalam kitab “Salat Hari Raya” no. 1556, dari hadis Anas radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinyatakan sahih oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 2: 442, dan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 2021. [2] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-I‘tisam bil Kitab was-Sunnah, bab “Sabda Nabi ﷺ, ‘Kalian pasti akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian’“, no. 7320, dan oleh Muslim dalam kitab Al-‘Ilm, no. 2669, dari hadis Abu Sa‘id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. [3] Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab As-Sunnah, bab “Kewajiban Berpegang Teguh pada Sunnah” no. 4607, oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-‘Ilm, bab “Apa yang Datang tentang Berpegang pada Sunnah dan Menjauhi Bid‘ah” no. 2676, dan oleh Ibnu Majah dalam Muqaddimah, bab “Mengikuti Sunnah Khulafaur Rasyidin yang Mendapat Petunjuk“, no. 42, dari hadis Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 1: 181 dan Al-Wadi‘i dalam Ash-Shahih Al-Musnad, no. 938. Hadis ini juga dinilai sahih oleh Ibnu Al-Mulaqqin dalam Al-Badrul Munir, 9: 582, Ibnu Hajar dalam Muwafaqatul Khabar Al-Khabar, 1: 136, Al-Albani dalam Shahih Al-Jami‘, no. 2549 dan Silsilah Ash-Shahihah, no. 2735, serta Syu‘aib Al-Arna’uth dalam takhrij-nya untuk Musnad Ahmad, 4: 126. [4] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Jumu‘ah, no. 867, dari hadis Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma. Adapun teks yang berada di antara tanda kurung adalah tambahan dari An-Nasa’i dalam kitab Salat Al-‘Idain, bab “Bagaimana Khutbah?” no. 1578. Lihat: Irwa’ul Ghalil, karya Al-Albani, 3: 73. [5] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan dengan lafaz ini oleh Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718, dan oleh Al-Bukhari dalam kitab As-Shulh, bab “Apabila Mereka Berdamai dengan Perdamaian Yang Zalim, maka Perdamaian Itu Tertolak“, no. 2697, dengan lafaz: “… yang tidak ada di dalamnya…,” dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [6] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718 dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [7] HR. Abu Dawud dalam kitab Al-Libas, bab “Pakaian yang Membuat Terkenal“, no. 4031, dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Hadis ini dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 10:271, dan dinyatakan sahih oleh Al-Iraqi dalam Takhrij Ihya’ Ulumiddin, 1: 359 serta oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 1269 dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 6149. Lihat juga Nashbur Rayah, karya Az-Zaila‘i 4: 347.
Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apakah diperbolehkan memakan makanan yang disajikan dalam perkumpulan-perkumpulan yang diadakan untuk memperingati hari raya bid‘ah? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Jawaban: Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘alamin, selawat dan salam atas utusan Allah rahmatan lil alamin wa ‘ala alihi washahbihi waikhwanihi ila yaumiddin. Amma ba’du. Ketahuilah bahwa Allah Ta‘ala telah membatalkan perayaan-perayaan masa jahiliah dan menggantinya untuk umat Islam dengan dua hari raya, di mana mereka berkumpul untuk berzikir dan melaksanakan salat, yaitu: Hari Raya Idulfitri dan Hari Raya Iduladha. Telah diriwayatkan dengan sahih bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Anshar memiliki dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main dan menganggapnya sebagai dua hari raya. Maka, Nabi ﷺ bersabda, إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الفِطْرِ “Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari tersebut dengan yang lebih baik darinya, yaitu hari Al-Fithri dan hari An-Nahr.” [1] Sebagaimana Allah Ta‘ala telah mensyariatkan bagi umat Islam untuk berkumpul dalam rangka beribadah dan mengingat Allah pada hari Jumat, hari Arafah, dan hari-hari tasyrik. Adapun selain itu, maka tidak diperbolehkan untuk merayakannya. Baik itu berupa hari raya keagamaan, seperti Hari Raya Natal dan Tahun Baru Masehi, Hari Ibu, Natal (Christmas) bagi kaum Nasrani, atau Hari Raya Yobel bagi kaum Yahudi. Demikian pula dengan perayaan-perayaan kaum Rafidhah, seperti Hari Raya Ghadir, Hari Raya Isra Mi‘raj, peringatan Asyura, malam awal bulan Sya‘ban, malam pertengahan Sya‘ban, malam bulan Rajab, malam pertengahan Rajab, perayaan Maulid Nabi yang dilakukan oleh mereka (Rafidhah) dan kaum sufi, perayaan pergantian abad hijriah, dan semisalnya. Dan hari-hari raya lainnya, seperti perayaan ulang tahun dan yang semisalnya dari perkara-perkara baru yang diada-adakan (bid‘ah), di mana banyak kaum muslim mengikuti jalan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan yang serupa dengan mereka. Mereka meniru mereka dalam perayaan-perayaan mereka, akhlak mereka, cara hidup mereka, serta berbagai aspek kehidupan mereka. Nabi ﷺ bersabda, لَتَتْبَعُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ ، قُلْنَا: «يَا رَسُولَ اللهِ، اليَهُودُ وَالنَّصَارَى؟» قَالَ: «فَمَنْ» “Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga kalaulah mereka masuk liang dhab, niscaya kalian mengikuti mereka”. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan nasranikah?” Nabi menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” [2] Maka, wajib bagi kita untuk meninggalkan semua hari raya yang tidak disyariatkan oleh Allah kepada kita, serta meninggalkan segala bentuk yang berkaitan dengannya dan hal-hal yang menjadi pelengkapnya, seperti berkumpul untuk mengadakan kajian atau ceramah, makan bersama, atau mengadakan pesta perayaan. Hal ini karena تَوَابِعَ الشَّيْءِ مِنْهُ / “Segala sesuatu yang menjadi pelengkap atau turunan dari sesuatu adalah bagian darinya (dan mengikuti hukumnya).” dan yang termasuk di dalamnya adalah التَّابِعُ تَابِعٌ/ “Yang mengikuti memiliki hukum yang sama dengan yang diikutinya.” Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar larangan dan pengharamannya dapat dirangkum sebagai berikut: Pertama: Bahwa perayaan-perayaan tersebut termasuk perkara yang diada-adakan (muhdatsat al-umur), dan telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.” [3] Nabi ﷺ bersabda, وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، [وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ]، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، [وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ “Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan [setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah], setiap bid‘ah adalah kesesatan, [dan setiap kesesatan tempatnya di neraka].” [4] Nabi ﷺ juga bersabda, مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak.” [5] Dan telah diriwayatkan dengan lafaz yang lebih umum dari sabda Nabi ﷺ, مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.” [6] Kedua: Karena perayaan musim-musim dan hari raya bid‘ah merupakan tindakan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan hari-hari tertentu sebagai hari raya, padahal syariat tidak menetapkannya sebagai hari raya. Allah Ta‘ala berfirman, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 49) Ketiga: Karena hal itu juga mengandung unsur menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang sejenis dengan mereka dalam perayaan, tradisi, dan kebiasaan mereka. Hal ini termasuk salah satu bentuk loyalitas kepada mereka. Allah Ta‘ala berfirman, وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ “Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al-Maidah: 51) Dan Nabi ﷺ bersabda, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” [7] Oleh karena itu, berpartisipasi dalam perayaan hari-hari raya yang tidak disyariatkan, baik dengan berkumpul di meja jamuan maupun mengadakan perayaan di atas panggung, merupakan bentuk pengakuan terhadap bid‘ah dan keridaan terhadap apa yang telah dilarang oleh Allah. Menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya adalah bukti kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Allah Ta‘ala berfirman, قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Al-Imran: 31) Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini menjadi hukum atas setiap orang yang mengaku mencintai Allah, namun ia tidak mengikuti jalan Nabi Muhammad ﷺ. Sesungguhnya ia adalah pendusta dalam klaimnya tersebut, hingga ia mengikuti syariat Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya dalam seluruh perkataan, perbuatan, dan keadaannya. Sebagaimana telah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, ‘Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.’ ” Aku katakan, “Termasuk dalam amal yang tertolak adalah partisipasi para pembuat roti, pembuat kue, juru masak, pedagang daging putih, kalkun, dan lainnya dalam rangka menghidupkan perayaan-perayaan yang diada-adakan ini. Hal tersebut termasuk dalam kerja sama yang berdosa dan melampaui batas-batas syariat. Allah telah melarang bentuk kerja sama semacam ini dengan firman-Nya, وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.’ (QS. Al-Maidah: 2)” Aku memohon kepada Allah agar memperbaiki keadaan kaum muslimin, menyucikan hati dan amal perbuatan mereka dari segala sesuatu yang bertentangan dengan kemurnian agama, serta memberikan mereka taufik untuk berpegang teguh kepada Kitab Tuhan mereka dan sunnah Nabi mereka, Muhammad ﷺ, dan untuk mengikuti jalan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Dialah Pelindung Yang Maha kuasa atas hal itu. Wa al-‘ilmu ‘inda al-lāh. Akhīru al-kalām, wa al-ḥamdu li al-lāhi Rabbi al-‘ālamīna wa ṣallā al-lāhu ‘alā al-nabiyyi Muḥammadin wa ‘alā aṣhābihī wa ikhwānihī ilā yaumi al-dīn, wa sallama taslīman. — Aljazair, pada 24 Rabiulakhir 1427 H Bertepatan dengan 21 Mei 2006 M Baca juga: Nikmat Keamanan, Kesehatan, dan Makanan yang Cukup *** Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Sumber: https://www.ferkous.app/home/?q=fatwa-428#_ftn6   Catatan kaki: [1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab “Ash-Shalah“, bab “Salat Hari Raya” no. 1134, dan oleh An-Nasa’i dalam kitab “Salat Hari Raya” no. 1556, dari hadis Anas radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinyatakan sahih oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 2: 442, dan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 2021. [2] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-I‘tisam bil Kitab was-Sunnah, bab “Sabda Nabi ﷺ, ‘Kalian pasti akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian’“, no. 7320, dan oleh Muslim dalam kitab Al-‘Ilm, no. 2669, dari hadis Abu Sa‘id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. [3] Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab As-Sunnah, bab “Kewajiban Berpegang Teguh pada Sunnah” no. 4607, oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-‘Ilm, bab “Apa yang Datang tentang Berpegang pada Sunnah dan Menjauhi Bid‘ah” no. 2676, dan oleh Ibnu Majah dalam Muqaddimah, bab “Mengikuti Sunnah Khulafaur Rasyidin yang Mendapat Petunjuk“, no. 42, dari hadis Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 1: 181 dan Al-Wadi‘i dalam Ash-Shahih Al-Musnad, no. 938. Hadis ini juga dinilai sahih oleh Ibnu Al-Mulaqqin dalam Al-Badrul Munir, 9: 582, Ibnu Hajar dalam Muwafaqatul Khabar Al-Khabar, 1: 136, Al-Albani dalam Shahih Al-Jami‘, no. 2549 dan Silsilah Ash-Shahihah, no. 2735, serta Syu‘aib Al-Arna’uth dalam takhrij-nya untuk Musnad Ahmad, 4: 126. [4] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Jumu‘ah, no. 867, dari hadis Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma. Adapun teks yang berada di antara tanda kurung adalah tambahan dari An-Nasa’i dalam kitab Salat Al-‘Idain, bab “Bagaimana Khutbah?” no. 1578. Lihat: Irwa’ul Ghalil, karya Al-Albani, 3: 73. [5] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan dengan lafaz ini oleh Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718, dan oleh Al-Bukhari dalam kitab As-Shulh, bab “Apabila Mereka Berdamai dengan Perdamaian Yang Zalim, maka Perdamaian Itu Tertolak“, no. 2697, dengan lafaz: “… yang tidak ada di dalamnya…,” dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [6] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718 dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [7] HR. Abu Dawud dalam kitab Al-Libas, bab “Pakaian yang Membuat Terkenal“, no. 4031, dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Hadis ini dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 10:271, dan dinyatakan sahih oleh Al-Iraqi dalam Takhrij Ihya’ Ulumiddin, 1: 359 serta oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 1269 dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 6149. Lihat juga Nashbur Rayah, karya Az-Zaila‘i 4: 347.


Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apakah diperbolehkan memakan makanan yang disajikan dalam perkumpulan-perkumpulan yang diadakan untuk memperingati hari raya bid‘ah? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Jawaban: Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘alamin, selawat dan salam atas utusan Allah rahmatan lil alamin wa ‘ala alihi washahbihi waikhwanihi ila yaumiddin. Amma ba’du. Ketahuilah bahwa Allah Ta‘ala telah membatalkan perayaan-perayaan masa jahiliah dan menggantinya untuk umat Islam dengan dua hari raya, di mana mereka berkumpul untuk berzikir dan melaksanakan salat, yaitu: Hari Raya Idulfitri dan Hari Raya Iduladha. Telah diriwayatkan dengan sahih bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Anshar memiliki dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main dan menganggapnya sebagai dua hari raya. Maka, Nabi ﷺ bersabda, إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الفِطْرِ “Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari tersebut dengan yang lebih baik darinya, yaitu hari Al-Fithri dan hari An-Nahr.” [1] Sebagaimana Allah Ta‘ala telah mensyariatkan bagi umat Islam untuk berkumpul dalam rangka beribadah dan mengingat Allah pada hari Jumat, hari Arafah, dan hari-hari tasyrik. Adapun selain itu, maka tidak diperbolehkan untuk merayakannya. Baik itu berupa hari raya keagamaan, seperti Hari Raya Natal dan Tahun Baru Masehi, Hari Ibu, Natal (Christmas) bagi kaum Nasrani, atau Hari Raya Yobel bagi kaum Yahudi. Demikian pula dengan perayaan-perayaan kaum Rafidhah, seperti Hari Raya Ghadir, Hari Raya Isra Mi‘raj, peringatan Asyura, malam awal bulan Sya‘ban, malam pertengahan Sya‘ban, malam bulan Rajab, malam pertengahan Rajab, perayaan Maulid Nabi yang dilakukan oleh mereka (Rafidhah) dan kaum sufi, perayaan pergantian abad hijriah, dan semisalnya. Dan hari-hari raya lainnya, seperti perayaan ulang tahun dan yang semisalnya dari perkara-perkara baru yang diada-adakan (bid‘ah), di mana banyak kaum muslim mengikuti jalan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan yang serupa dengan mereka. Mereka meniru mereka dalam perayaan-perayaan mereka, akhlak mereka, cara hidup mereka, serta berbagai aspek kehidupan mereka. Nabi ﷺ bersabda, لَتَتْبَعُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ ، قُلْنَا: «يَا رَسُولَ اللهِ، اليَهُودُ وَالنَّصَارَى؟» قَالَ: «فَمَنْ» “Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga kalaulah mereka masuk liang dhab, niscaya kalian mengikuti mereka”. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan nasranikah?” Nabi menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” [2] Maka, wajib bagi kita untuk meninggalkan semua hari raya yang tidak disyariatkan oleh Allah kepada kita, serta meninggalkan segala bentuk yang berkaitan dengannya dan hal-hal yang menjadi pelengkapnya, seperti berkumpul untuk mengadakan kajian atau ceramah, makan bersama, atau mengadakan pesta perayaan. Hal ini karena تَوَابِعَ الشَّيْءِ مِنْهُ / “Segala sesuatu yang menjadi pelengkap atau turunan dari sesuatu adalah bagian darinya (dan mengikuti hukumnya).” dan yang termasuk di dalamnya adalah التَّابِعُ تَابِعٌ/ “Yang mengikuti memiliki hukum yang sama dengan yang diikutinya.” Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar larangan dan pengharamannya dapat dirangkum sebagai berikut: Pertama: Bahwa perayaan-perayaan tersebut termasuk perkara yang diada-adakan (muhdatsat al-umur), dan telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.” [3] Nabi ﷺ bersabda, وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، [وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ]، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، [وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ “Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan [setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah], setiap bid‘ah adalah kesesatan, [dan setiap kesesatan tempatnya di neraka].” [4] Nabi ﷺ juga bersabda, مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak.” [5] Dan telah diriwayatkan dengan lafaz yang lebih umum dari sabda Nabi ﷺ, مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.” [6] Kedua: Karena perayaan musim-musim dan hari raya bid‘ah merupakan tindakan mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan hari-hari tertentu sebagai hari raya, padahal syariat tidak menetapkannya sebagai hari raya. Allah Ta‘ala berfirman, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 49) Ketiga: Karena hal itu juga mengandung unsur menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang sejenis dengan mereka dalam perayaan, tradisi, dan kebiasaan mereka. Hal ini termasuk salah satu bentuk loyalitas kepada mereka. Allah Ta‘ala berfirman, وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ “Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al-Maidah: 51) Dan Nabi ﷺ bersabda, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” [7] Oleh karena itu, berpartisipasi dalam perayaan hari-hari raya yang tidak disyariatkan, baik dengan berkumpul di meja jamuan maupun mengadakan perayaan di atas panggung, merupakan bentuk pengakuan terhadap bid‘ah dan keridaan terhadap apa yang telah dilarang oleh Allah. Menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya adalah bukti kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Allah Ta‘ala berfirman, قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Al-Imran: 31) Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini menjadi hukum atas setiap orang yang mengaku mencintai Allah, namun ia tidak mengikuti jalan Nabi Muhammad ﷺ. Sesungguhnya ia adalah pendusta dalam klaimnya tersebut, hingga ia mengikuti syariat Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya dalam seluruh perkataan, perbuatan, dan keadaannya. Sebagaimana telah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, ‘Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amal tersebut tertolak.’ ” Aku katakan, “Termasuk dalam amal yang tertolak adalah partisipasi para pembuat roti, pembuat kue, juru masak, pedagang daging putih, kalkun, dan lainnya dalam rangka menghidupkan perayaan-perayaan yang diada-adakan ini. Hal tersebut termasuk dalam kerja sama yang berdosa dan melampaui batas-batas syariat. Allah telah melarang bentuk kerja sama semacam ini dengan firman-Nya, وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.’ (QS. Al-Maidah: 2)” Aku memohon kepada Allah agar memperbaiki keadaan kaum muslimin, menyucikan hati dan amal perbuatan mereka dari segala sesuatu yang bertentangan dengan kemurnian agama, serta memberikan mereka taufik untuk berpegang teguh kepada Kitab Tuhan mereka dan sunnah Nabi mereka, Muhammad ﷺ, dan untuk mengikuti jalan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Dialah Pelindung Yang Maha kuasa atas hal itu. Wa al-‘ilmu ‘inda al-lāh. Akhīru al-kalām, wa al-ḥamdu li al-lāhi Rabbi al-‘ālamīna wa ṣallā al-lāhu ‘alā al-nabiyyi Muḥammadin wa ‘alā aṣhābihī wa ikhwānihī ilā yaumi al-dīn, wa sallama taslīman. — Aljazair, pada 24 Rabiulakhir 1427 H Bertepatan dengan 21 Mei 2006 M Baca juga: Nikmat Keamanan, Kesehatan, dan Makanan yang Cukup *** Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel: Muslim.or.id   Sumber: https://www.ferkous.app/home/?q=fatwa-428#_ftn6   Catatan kaki: [1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab “Ash-Shalah“, bab “Salat Hari Raya” no. 1134, dan oleh An-Nasa’i dalam kitab “Salat Hari Raya” no. 1556, dari hadis Anas radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinyatakan sahih oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 2: 442, dan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 2021. [2] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-I‘tisam bil Kitab was-Sunnah, bab “Sabda Nabi ﷺ, ‘Kalian pasti akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian’“, no. 7320, dan oleh Muslim dalam kitab Al-‘Ilm, no. 2669, dari hadis Abu Sa‘id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. [3] Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab As-Sunnah, bab “Kewajiban Berpegang Teguh pada Sunnah” no. 4607, oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-‘Ilm, bab “Apa yang Datang tentang Berpegang pada Sunnah dan Menjauhi Bid‘ah” no. 2676, dan oleh Ibnu Majah dalam Muqaddimah, bab “Mengikuti Sunnah Khulafaur Rasyidin yang Mendapat Petunjuk“, no. 42, dari hadis Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 1: 181 dan Al-Wadi‘i dalam Ash-Shahih Al-Musnad, no. 938. Hadis ini juga dinilai sahih oleh Ibnu Al-Mulaqqin dalam Al-Badrul Munir, 9: 582, Ibnu Hajar dalam Muwafaqatul Khabar Al-Khabar, 1: 136, Al-Albani dalam Shahih Al-Jami‘, no. 2549 dan Silsilah Ash-Shahihah, no. 2735, serta Syu‘aib Al-Arna’uth dalam takhrij-nya untuk Musnad Ahmad, 4: 126. [4] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Jumu‘ah, no. 867, dari hadis Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma. Adapun teks yang berada di antara tanda kurung adalah tambahan dari An-Nasa’i dalam kitab Salat Al-‘Idain, bab “Bagaimana Khutbah?” no. 1578. Lihat: Irwa’ul Ghalil, karya Al-Albani, 3: 73. [5] Muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan dengan lafaz ini oleh Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718, dan oleh Al-Bukhari dalam kitab As-Shulh, bab “Apabila Mereka Berdamai dengan Perdamaian Yang Zalim, maka Perdamaian Itu Tertolak“, no. 2697, dengan lafaz: “… yang tidak ada di dalamnya…,” dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [6] Hadis riwayat Muslim dalam kitab Al-Aqdiyah, no. 1718 dari hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. [7] HR. Abu Dawud dalam kitab Al-Libas, bab “Pakaian yang Membuat Terkenal“, no. 4031, dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Hadis ini dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 10:271, dan dinyatakan sahih oleh Al-Iraqi dalam Takhrij Ihya’ Ulumiddin, 1: 359 serta oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 1269 dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 6149. Lihat juga Nashbur Rayah, karya Az-Zaila‘i 4: 347.

Hukum Penukaran Uang Baru Menjelang Lebaran: Apakah Ada Unsur Riba?

Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.  Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami RibaDalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi).Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama.Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا“”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276).Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba Pahami Konsep Barter Barang-barang RibaDalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut:الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584).الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587).Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan.Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter.Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl  Kaitannya dengan Penukaran Uang BaruDari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok:Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita.Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung.Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba:1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak ResmiSeorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an.Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000.Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi.2. Unsur Riba dalam Transaksi IniPertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda).Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan.Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat. Tren Penukaran Uang Baru di IndonesiaFenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut.Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu. Imbauan untuk MasyarakatMengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan.Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat.Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat.Semoga pembahasan ini bermanfaat.–Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ GunungkidulArtikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran

Hukum Penukaran Uang Baru Menjelang Lebaran: Apakah Ada Unsur Riba?

Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.  Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami RibaDalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi).Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama.Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا“”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276).Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba Pahami Konsep Barter Barang-barang RibaDalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut:الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584).الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587).Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan.Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter.Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl  Kaitannya dengan Penukaran Uang BaruDari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok:Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita.Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung.Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba:1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak ResmiSeorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an.Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000.Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi.2. Unsur Riba dalam Transaksi IniPertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda).Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan.Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat. Tren Penukaran Uang Baru di IndonesiaFenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut.Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu. Imbauan untuk MasyarakatMengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan.Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat.Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat.Semoga pembahasan ini bermanfaat.–Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ GunungkidulArtikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran
Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.  Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami RibaDalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi).Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama.Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا“”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276).Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba Pahami Konsep Barter Barang-barang RibaDalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut:الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584).الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587).Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan.Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter.Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl  Kaitannya dengan Penukaran Uang BaruDari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok:Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita.Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung.Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba:1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak ResmiSeorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an.Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000.Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi.2. Unsur Riba dalam Transaksi IniPertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda).Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan.Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat. Tren Penukaran Uang Baru di IndonesiaFenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut.Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu. Imbauan untuk MasyarakatMengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan.Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat.Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat.Semoga pembahasan ini bermanfaat.–Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ GunungkidulArtikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran


Menjelang Hari Raya Idulfitri, tradisi memberikan uang baru sebagai bentuk hadiah atau sedekah kepada sanak saudara dan anak-anak telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat Indonesia. Hal ini mendorong tingginya permintaan akan uang kertas baru, yang kemudian memunculkan praktik penukaran uang baru, baik melalui layanan resmi perbankan maupun jasa penukaran di pinggir jalan. Namun, penting bagi kita untuk memahami perspektif hukum Islam terkait praktik ini, terutama jika melibatkan tambahan biaya atau imbalan tertentu.  Daftar Isi tutup 1. Kaidah Memahami Riba 2. Pahami Konsep Barter Barang-barang Riba 3. Kaitannya dengan Penukaran Uang Baru 4. Tren Penukaran Uang Baru di Indonesia 5. Imbauan untuk Masyarakat Kaidah Memahami RibaDalam Islam, uang termasuk dalam kategori barang ribawi, yang pertukarannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menghindari riba. Ada kaidah umum dalam memahami apa itu riba. Terdapat hadits yang berbunyi; “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaiaman disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al-Baihaqi).Walau hadits di atas dha’if (lemah), tetapi kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama.Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ المُسْلِفَ إِذَا شَرَطَ عَشْرَ السَّلَفِ هَدِيَّةً أَوْ زِيَادَةً فَأَسْلَفَهُ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ أَخْذَهُ الزِّيَادَةَ رِبًا“”Para ulama telah sepakat bahwa jika seseorang memberikan pinjaman dengan mensyaratkan tambahan sebesar 10% dari jumlah pinjaman sebagai hadiah atau keuntungan tambahan, lalu ia meminjamkan dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan itu termasuk riba.” (Al-Ijma’, hlm. 99, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 6: 276).Baca juga: Kaedah Umum dalam Memahami Riba Pahami Konsep Barter Barang-barang RibaDalam kajian ekonomi Islam, kita diperkenalkan dengan istilah komoditi ribawi (ashnaf ribawiyah), dan barang ribawi itu ada 6 (enam) berdasarkan dua hadits berikut:الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584).الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, tetapi harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587).Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi riba (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama,—misalnya kurma dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum—maka akad tersebut harus memenuhi dua persyaratan.Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter.Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 24 karat. Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya jadi 7 gram. Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.Baca juga: Riba dalam Emas dll, Riba Fadhl  Kaitannya dengan Penukaran Uang BaruDari keenam komoditi ribawi tersebut, ulama sepakat bahwa barang ribawi tadi dibagi 2 kelompok:Kelompok pertama: Emas dan perak. Diqiyaskan dengan kelompok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar, seperti uang kartal di zaman kita.Kelompok kedua: Gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras atau jagung.Penukaran uang baru yang melibatkan kelebihan atau tambahan biaya bisa masuk kategori riba karena adanya ketidakseimbangan dalam pertukaran barang ribawi, yaitu mata uang. Berikut adalah alur penukaran uang baru yang berpotensi menjadi riba:1. Proses Penukaran di Pinggir Jalan atau Jasa Tidak ResmiSeorang pelanggan ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, misalnya Rp1.000.000 dalam pecahan Rp10.000-an.Penyedia jasa memberikan pecahan uang baru tersebut, tetapi meminta tambahan jumlah uang yang ditukar. Misalnya penyedia jasa meminta uang Rp1.010.000.Penyedia jasa mengambil keuntungan berupa selisih antara nominal uang yang ditukarkan dengan yang diberikan sebesar Rp10.000 tadi.2. Unsur Riba dalam Transaksi IniPertukaran barang ribawi yang sejenis: Uang rupiah ditukar dengan uang rupiah, yang berarti harus memenuhi syarat nilai sama dan dilakukan secara tunai (tidak ada yang tertunda).Adanya tambahan atau kelebihan (riba fadhl): Penyedia jasa meminta nominal yang lebih besar dibandingkan uang yang diterima oleh pelanggan.Jasa atau biaya tambahan dianggap riba: Dalam Islam, setiap pertukaran mata uang sejenis dengan nilai yang berbeda dianggap sebagai riba, karena ada tambahan tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh syariat. Tren Penukaran Uang Baru di IndonesiaFenomena penukaran uang baru menjelang Idulfitri bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, permintaan akan uang kertas baru meningkat signifikan seiring dengan tradisi memberikan “salam tempel” saat Lebaran. Bank Indonesia (BI) mencatat peningkatan permintaan uang tunai selama periode Ramadan dan Idulfitri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BI bekerja sama dengan perbankan menyediakan layanan penukaran uang di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2025 saja, BI menyiapkan uang layak edar sebesar Rp180,9 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama periode tersebut.Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan resmi tersebut. Banyak yang memilih menukarkan uang melalui jasa penukaran di pinggir jalan karena alasan kepraktisan atau ketidakmampuan mengakses layanan perbankan resmi. Praktik ini umum ditemui di berbagai kota besar, di mana penyedia jasa penukaran uang menawarkan layanan dengan imbalan atau biaya tambahan tertentu. Imbauan untuk MasyarakatMengingat potensi terjadinya praktik riba dalam penukaran uang baru yang melibatkan biaya tambahan, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia dan perbankan.Dengan memanfaatkan layanan resmi, masyarakat dapat menghindari praktik riba dan memastikan bahwa tradisi memberikan uang baru saat Idulfitri tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Selain itu, langkah ini juga mendukung upaya pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peredaran uang di masyarakat.Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan aturan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idulfitri dengan penuh berkah dan sesuai dengan tuntunan agama tanpa harus menerjang syariat.Semoga pembahasan ini bermanfaat.–Jumat sore, 14 Ramadhan 1446 H, 14 Maret 2025, @ GunungkidulArtikel Rumaysho.Com Tagsbahaya riba Fatwa Ulama tentang Tukar Uang Hukum Islam Tukar Uang Baru Hukum Penukaran Uang Baru Jasa Penukaran Uang Baru Penukaran Uang Menjelang Idulfitri Penukaran Uang Sesuai Syariat Riba dalam Penukaran Uang riba fadhel riba pada uang Tukar Uang Baru Bank Indonesia Tukar Uang Baru Halal atau Haram Tukar Uang Baru Lebaran

Laporan Produksi Yufid Bulan Februari 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan Februari 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.531 video dengan total 6.713.321 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.964 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 893.075.318 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 18.764 video Total Subscribers: 4.135.188 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Februari 2025: 118 video Tayangan Video Februari 2025: 3.730.388 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 358.650 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +13.377 Selama bulan Februari 2025 tim Yufid menyiarkan video live sebanyak 119 kali. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.795 video Total Subscribers: 321.254 Total Tayangan Video: 21.728.324 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 20 video Produksi Video Februari 2025: 30 video Tayangan Video Februari 2025: 126.413 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 7.122 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +1.458 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 505.637 Total Tayangan Video: 154.089.513 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Februari 2025: 1 video Tayangan Video Februari 2025: 1.996.115 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 106.383 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +4.615 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 470.670 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Februari 2025: 1.301 views Jam Tayang Video Februari 2025: 217 Jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +12 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.500 Total Tayangan Video: 3.204.505 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Februari 2025: 0 video Tayangan Video Februari 2025: 24.839 views Penambahan Subscribers Februari 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.259 Postingan Total Pengikut: 1.178.466 followers Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +12.143 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.173 Postingan Total Pengikut: 512.326 Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +6.365 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 17 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 6 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.074 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 576 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Februari 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Februari 2025 ini saja telah didengarkan 27.147 kali dan telah di download sebanyak 1.017 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.068.043 kata dengan rata-rata produksi per bulan 52.831 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 63.601 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.189 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Februari 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 117 times, 1 visit(s) today Post Views: 419 QRIS donasi Yufid

Laporan Produksi Yufid Bulan Februari 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan Februari 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.531 video dengan total 6.713.321 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.964 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 893.075.318 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 18.764 video Total Subscribers: 4.135.188 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Februari 2025: 118 video Tayangan Video Februari 2025: 3.730.388 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 358.650 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +13.377 Selama bulan Februari 2025 tim Yufid menyiarkan video live sebanyak 119 kali. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.795 video Total Subscribers: 321.254 Total Tayangan Video: 21.728.324 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 20 video Produksi Video Februari 2025: 30 video Tayangan Video Februari 2025: 126.413 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 7.122 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +1.458 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 505.637 Total Tayangan Video: 154.089.513 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Februari 2025: 1 video Tayangan Video Februari 2025: 1.996.115 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 106.383 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +4.615 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 470.670 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Februari 2025: 1.301 views Jam Tayang Video Februari 2025: 217 Jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +12 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.500 Total Tayangan Video: 3.204.505 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Februari 2025: 0 video Tayangan Video Februari 2025: 24.839 views Penambahan Subscribers Februari 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.259 Postingan Total Pengikut: 1.178.466 followers Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +12.143 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.173 Postingan Total Pengikut: 512.326 Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +6.365 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 17 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 6 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.074 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 576 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Februari 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Februari 2025 ini saja telah didengarkan 27.147 kali dan telah di download sebanyak 1.017 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.068.043 kata dengan rata-rata produksi per bulan 52.831 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 63.601 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.189 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Februari 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 117 times, 1 visit(s) today Post Views: 419 QRIS donasi Yufid
Laporan Produksi Yufid Bulan Februari 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.531 video dengan total 6.713.321 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.964 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 893.075.318 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 18.764 video Total Subscribers: 4.135.188 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Februari 2025: 118 video Tayangan Video Februari 2025: 3.730.388 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 358.650 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +13.377 Selama bulan Februari 2025 tim Yufid menyiarkan video live sebanyak 119 kali. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.795 video Total Subscribers: 321.254 Total Tayangan Video: 21.728.324 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 20 video Produksi Video Februari 2025: 30 video Tayangan Video Februari 2025: 126.413 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 7.122 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +1.458 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 505.637 Total Tayangan Video: 154.089.513 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Februari 2025: 1 video Tayangan Video Februari 2025: 1.996.115 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 106.383 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +4.615 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 470.670 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Februari 2025: 1.301 views Jam Tayang Video Februari 2025: 217 Jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +12 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.500 Total Tayangan Video: 3.204.505 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Februari 2025: 0 video Tayangan Video Februari 2025: 24.839 views Penambahan Subscribers Februari 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.259 Postingan Total Pengikut: 1.178.466 followers Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +12.143 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.173 Postingan Total Pengikut: 512.326 Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +6.365 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 17 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 6 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.074 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 576 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Februari 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Februari 2025 ini saja telah didengarkan 27.147 kali dan telah di download sebanyak 1.017 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.068.043 kata dengan rata-rata produksi per bulan 52.831 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 63.601 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.189 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Februari 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 117 times, 1 visit(s) today Post Views: 419 QRIS donasi Yufid


Laporan Produksi Yufid Bulan Februari 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.531 video dengan total 6.713.321 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.964 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 893.075.318 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/03/AD_4nXfnb6wLIx5UIJF51hCgwwuglY-d_si7mzmLwOkX9j0fxjoKHKsjf47tu40sVNOWTv1sydgug9m63fdvGR3m3wq_TV5eMwtBcbQ6_r7i6bkYCBKg6PQEEpxX9MlKF7plndBc0WNsSQ.png" alt="" class="wp-image-445"/> Total Video Yufid.TV: 18.764 video Total Subscribers: 4.135.188 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Februari 2025: 118 video Tayangan Video Februari 2025: 3.730.388 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 358.650 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +13.377 Selama bulan Februari 2025 tim Yufid menyiarkan video live sebanyak 119 kali. Channel YouTube YUFID EDU <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/03/AD_4nXejm9zC9uH0s288rydoYc9giGUG-xmUAuYbcvhLgmbPwwP41Qb2dzaCQYm-aRa3jP05rQmFXUIRXFj6GmBiNIN7Sr0-CMTjhVI9FAXmQJ1QAtQttAhuVsfEKpod6RJiQHwiUCzIxQ.png" alt="" class="wp-image-443"/> Total Video Yufid Edu: 2.795 video Total Subscribers: 321.254 Total Tayangan Video: 21.728.324 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 20 video Produksi Video Februari 2025: 30 video Tayangan Video Februari 2025: 126.413 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 7.122 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +1.458 Channel YouTube YUFID KIDS <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/03/AD_4nXeE3-rJDqS5AwLLWLxmtegufYYWE_PwSM0XYrVgKy6StWITKEjWJyP16CuorY83ZBSWTTDKg4E26puuNvMu7iROk7hwHSLhe7uyQOmY6ASRb44Dseaa7N9gPXlU_UXAtfYxx7DcKQ.png" alt="" class="wp-image-444"/> Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 505.637 Total Tayangan Video: 154.089.513 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Februari 2025: 1 video Tayangan Video Februari 2025: 1.996.115 views Waktu Tayang Video Februari 2025: 106.383 jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +4.615 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 470.670 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Februari 2025: 1.301 views Jam Tayang Video Februari 2025: 217 Jam Penambahan Subscribers Februari 2025: +12 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.500 Total Tayangan Video: 3.204.505 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Februari 2025: 0 video Tayangan Video Februari 2025: 24.839 views Penambahan Subscribers Februari 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/03/AD_4nXfsarkCM2WFtVeb6axVruymz0STJh-qTtuJYW03qDuSXft6yEPOd_YpMIAXqQz-AfItZnV42aC6WsfOEYQzhNQJHaQFDl8cLSjEz0CZYSNpEjbdEdIG5uy6DWHmQsSfMu5guimcg.png" alt="" class="wp-image-447"/> Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.259 Postingan Total Pengikut: 1.178.466 followers Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +12.143 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.173 Postingan Total Pengikut: 512.326 Konten Bulan Februari 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Februari 2025: +6.365 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/03/AD_4nXeUq62jVXNLnqLH12zUGsMrEzJ-3FsRRWJCwXy893yXLt1aAG_u5MyQPQat5c9YltwLwoHP5VwlYvkz9sdvDtt7IBf_TXKZknrFHxJsm98C5UpjgTxrmFvyuVWtE3AvKyLySvFVkQ.png" alt="" class="wp-image-448"/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 17 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/03/AD_4nXdg8f6Q2nwGQnjCJrzuhxiqbgQy_Br_D9lq6JR7M8MSIiiDFZLZStZQofIS-z7BTFo6h01oIJi57-31tbu_p9dOTTPpzh8jLFnaUiYmqKGimVLSoq8I-L_tdgm0A6Usqd3fAoZU.png" alt="" class="wp-image-446"/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 6 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.074 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 576 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Februari 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Februari 2025 ini saja telah didengarkan 27.147 kali dan telah di download sebanyak 1.017 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.068.043 kata dengan rata-rata produksi per bulan 52.831 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 63.601 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.189 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Februari 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 117 times, 1 visit(s) today Post Views: 419 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Tafsir Surah Al-Ghasyiyah: Peringatan Kiamat, Azab Neraka, dan Nikmat Surga

Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.   Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya Allah Ta’ala berfirman: هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ “Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,” عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ “Bekerja keras lagi kepayahan,” تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً “Memasuki api yang sangat panas (neraka),” تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ “Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.” لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ “Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,” لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ “Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala Makhluk Menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa. 2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari Kiamat Allah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih. Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman. Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar. 3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di Neraka Para penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka.   Tadabur Ayat 1. Kengerian Hari Kiamat Allah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan. 2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan Akhirat Banyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat. 3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni Neraka Ayat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut. 4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan Akhirat Setelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah. Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin.   Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga Allah Ta’ala berfirman: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ “Banyak muka pada hari itu berseri-seri,” لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ “Merasa senang karena usahanya,” فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ “Dalam surga yang tinggi,” لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً “Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.” فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ “Di dalamnya ada mata air yang mengalir.” فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ “Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,” وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ “Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),” وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ “Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,” وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ “Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di Akhirat Ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan. Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya. 2. Surga yang Tinggi dan Penuh Kenikmatan Allah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya: Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan. Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar. Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman. Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta. Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat. Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka. Tadabur Ayat 1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang Beriman Allah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya. 2. Pentingnya Beramal Saleh dengan Ikhlas Orang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah. 3. Surga adalah Tempat yang Sempurna Berbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun. 4. Motivasi untuk Mengejar Surga Setelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat. Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin.   Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta Allah Ta’ala berfirman: أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17) وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Ayat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya: Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan. Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia. Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang. Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman. 2. Perenungan atas Alam Semesta Allah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya. 3. Bukti Ketuhanan dan Kebangkitan Renungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati.   Tadabur Ayat 1. Pentingnya Berpikir dan Merenung Allah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya. 2. Mengakui Keagungan Allah Dengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah. 3. Motivasi untuk Bersyukur dan Beribadah Melihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin.   Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan Allah Ta’ala berfirman: فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21) لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22) إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ “Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23) فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ “Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24) إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ “Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم “Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan Peringatan Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan. Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing. 2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan Kafir Allah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran. Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat. Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati. 3. Kepastian Hari Pembalasan Allah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat. Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna. Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya.   Tadabur Ayat 1. Dakwah Harus Didasari Keikhlasan Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah. 2. Konsekuensi Menolak Kebenaran Orang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat. 3. Kesadaran Akan Hari Akhir Allah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari.   Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.    – 13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush Sholihin Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho

Tafsir Surah Al-Ghasyiyah: Peringatan Kiamat, Azab Neraka, dan Nikmat Surga

Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.   Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya Allah Ta’ala berfirman: هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ “Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,” عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ “Bekerja keras lagi kepayahan,” تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً “Memasuki api yang sangat panas (neraka),” تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ “Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.” لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ “Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,” لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ “Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala Makhluk Menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa. 2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari Kiamat Allah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih. Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman. Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar. 3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di Neraka Para penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka.   Tadabur Ayat 1. Kengerian Hari Kiamat Allah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan. 2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan Akhirat Banyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat. 3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni Neraka Ayat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut. 4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan Akhirat Setelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah. Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin.   Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga Allah Ta’ala berfirman: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ “Banyak muka pada hari itu berseri-seri,” لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ “Merasa senang karena usahanya,” فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ “Dalam surga yang tinggi,” لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً “Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.” فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ “Di dalamnya ada mata air yang mengalir.” فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ “Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,” وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ “Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),” وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ “Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,” وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ “Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di Akhirat Ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan. Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya. 2. Surga yang Tinggi dan Penuh Kenikmatan Allah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya: Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan. Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar. Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman. Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta. Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat. Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka. Tadabur Ayat 1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang Beriman Allah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya. 2. Pentingnya Beramal Saleh dengan Ikhlas Orang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah. 3. Surga adalah Tempat yang Sempurna Berbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun. 4. Motivasi untuk Mengejar Surga Setelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat. Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin.   Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta Allah Ta’ala berfirman: أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17) وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Ayat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya: Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan. Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia. Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang. Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman. 2. Perenungan atas Alam Semesta Allah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya. 3. Bukti Ketuhanan dan Kebangkitan Renungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati.   Tadabur Ayat 1. Pentingnya Berpikir dan Merenung Allah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya. 2. Mengakui Keagungan Allah Dengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah. 3. Motivasi untuk Bersyukur dan Beribadah Melihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin.   Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan Allah Ta’ala berfirman: فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21) لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22) إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ “Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23) فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ “Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24) إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ “Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم “Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan Peringatan Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan. Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing. 2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan Kafir Allah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran. Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat. Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati. 3. Kepastian Hari Pembalasan Allah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat. Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna. Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya.   Tadabur Ayat 1. Dakwah Harus Didasari Keikhlasan Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah. 2. Konsekuensi Menolak Kebenaran Orang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat. 3. Kesadaran Akan Hari Akhir Allah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari.   Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.    – 13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush Sholihin Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho
Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.   Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya Allah Ta’ala berfirman: هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ “Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,” عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ “Bekerja keras lagi kepayahan,” تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً “Memasuki api yang sangat panas (neraka),” تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ “Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.” لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ “Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,” لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ “Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala Makhluk Menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa. 2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari Kiamat Allah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih. Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman. Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar. 3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di Neraka Para penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka.   Tadabur Ayat 1. Kengerian Hari Kiamat Allah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan. 2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan Akhirat Banyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat. 3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni Neraka Ayat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut. 4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan Akhirat Setelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah. Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin.   Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga Allah Ta’ala berfirman: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ “Banyak muka pada hari itu berseri-seri,” لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ “Merasa senang karena usahanya,” فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ “Dalam surga yang tinggi,” لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً “Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.” فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ “Di dalamnya ada mata air yang mengalir.” فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ “Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,” وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ “Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),” وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ “Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,” وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ “Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di Akhirat Ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan. Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya. 2. Surga yang Tinggi dan Penuh Kenikmatan Allah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya: Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan. Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar. Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman. Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta. Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat. Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka. Tadabur Ayat 1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang Beriman Allah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya. 2. Pentingnya Beramal Saleh dengan Ikhlas Orang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah. 3. Surga adalah Tempat yang Sempurna Berbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun. 4. Motivasi untuk Mengejar Surga Setelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat. Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin.   Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta Allah Ta’ala berfirman: أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17) وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Ayat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya: Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan. Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia. Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang. Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman. 2. Perenungan atas Alam Semesta Allah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya. 3. Bukti Ketuhanan dan Kebangkitan Renungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati.   Tadabur Ayat 1. Pentingnya Berpikir dan Merenung Allah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya. 2. Mengakui Keagungan Allah Dengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah. 3. Motivasi untuk Bersyukur dan Beribadah Melihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin.   Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan Allah Ta’ala berfirman: فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21) لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22) إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ “Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23) فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ “Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24) إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ “Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم “Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan Peringatan Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan. Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing. 2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan Kafir Allah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran. Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat. Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati. 3. Kepastian Hari Pembalasan Allah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat. Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna. Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya.   Tadabur Ayat 1. Dakwah Harus Didasari Keikhlasan Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah. 2. Konsekuensi Menolak Kebenaran Orang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat. 3. Kesadaran Akan Hari Akhir Allah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari.   Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.    – 13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush Sholihin Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho


Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.   Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya Allah Ta’ala berfirman: هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ “Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,” عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ “Bekerja keras lagi kepayahan,” تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً “Memasuki api yang sangat panas (neraka),” تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ “Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.” لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ “Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,” لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ “Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala Makhluk Menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa. 2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari Kiamat Allah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih. Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman. Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar. 3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di Neraka Para penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka.   Tadabur Ayat 1. Kengerian Hari Kiamat Allah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan. 2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan Akhirat Banyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat. 3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni Neraka Ayat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut. 4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan Akhirat Setelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah. Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin.   Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga Allah Ta’ala berfirman: وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ “Banyak muka pada hari itu berseri-seri,” لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ “Merasa senang karena usahanya,” فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ “Dalam surga yang tinggi,” لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً “Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.” فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ “Di dalamnya ada mata air yang mengalir.” فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ “Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,” وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ “Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),” وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ “Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,” وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ “Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di Akhirat Ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang: Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan. Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya. 2. Surga yang Tinggi dan Penuh Kenikmatan Allah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya: Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan. Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar. Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman. Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta. Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat. Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka. Tadabur Ayat 1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang Beriman Allah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya. 2. Pentingnya Beramal Saleh dengan Ikhlas Orang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah. 3. Surga adalah Tempat yang Sempurna Berbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun. 4. Motivasi untuk Mengejar Surga Setelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat. Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin.   Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta Allah Ta’ala berfirman: أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17) وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Ayat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya: Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan. Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia. Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang. Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman. 2. Perenungan atas Alam Semesta Allah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya. 3. Bukti Ketuhanan dan Kebangkitan Renungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati.   Tadabur Ayat 1. Pentingnya Berpikir dan Merenung Allah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya. 2. Mengakui Keagungan Allah Dengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah. 3. Motivasi untuk Bersyukur dan Beribadah Melihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin.   Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan Allah Ta’ala berfirman: فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21) لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22) إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ “Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23) فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ “Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24) إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ “Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم “Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26)   Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan Peringatan Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan. Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing. 2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan Kafir Allah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran. Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat. Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati. 3. Kepastian Hari Pembalasan Allah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat. Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna. Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya.   Tadabur Ayat 1. Dakwah Harus Didasari Keikhlasan Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah. 2. Konsekuensi Menolak Kebenaran Orang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat. 3. Kesadaran Akan Hari Akhir Allah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari.   Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.    – 13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush Sholihin Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho

Kapan Tepatnya Waktu Mustajab di Hari Jumat? – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ar #NasehatUlama

Hari terbaik adalah hari Jumat. Seluruh waktu di hari Jumat penuh dengan keutamaan. Namun, diharapkan–meskipun tidak dapat dipastikan–bahwa waktu terkabulnya doa adalah di akhir waktu Ashar. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Abu Hurairah bersama Abdullah bin Salam, radhiyallahu ‘anhuma, dua sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Salam berkata: “Sungguh aku mengetahui kapan waktunya, yaitu di akhir waktu Ashar.” Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menanggapinya: “Lalu bagaimana dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Pada hari Jumat, ada waktu yang tidaklah seorang hamba pun mendapati waktu itu saat ia mendirikan shalat, lalu ia berdoa, kecuali doanya pasti akan dikabulkan?’ Namun, waktu setelah Ashar tersebut bukanlah waktu untuk shalat?” Lalu Abdullah bin Salam yang dikenal sebagai seorang pakar ilmu agama dan salah satu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama, menjawab: “Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: ‘Barang siapa yang menunggu shalat, maka ia dianggap sedang shalat?’” Jadi, jika kamu menunggu waktu shalat dengan bertasbih, bertahlil, bertakbir, dan berhauqalah, maka kamu mendapat pahala seperti pahala orang yang shalat. Oleh sebab itu, orang itu masuk dalam cakupan keumuman hadits: “Ia dianggap sedang shalat selama menunggu shalat.” ==== أَفْضَلُ أَيَّامِ الْأُسْبُوعِِ هُوَ الْجُمُعَةُ وَيَوْمُ الْجُمُعَةِ كُلُّهُ فَاضِلٌ وَإِنَّمَا يُرْجَى يُرْجَى مِنْ غَيْرِ جَزْمٍ أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ الَّتِي تُرْجَى فِيهَا الْإِجَابَةُ فِي آخِرِ سَاعَةٍ فِيْهِ وَهُوَ الْيَوْمُ لِمَا جَاءَ فِي قِصَّةِ أَبِي هُرَيْرَةَ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَحَابِيَّا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَمَا قَالَ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيَّ سَاعَةٍ هِيَ هِيَ آخِرُ سَاعَةٍ مِنَ الْعَصْرِ فَقَالَ لَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكَيْفَ فِي قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي وَهَذَا الْوَقْتُ لَيْسَ وَقْتَ صَلَاةٍ فَأَجَابَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ وَقَدْ كَانَ فَقِيهًا عَلَيْهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَهُوَ مِنْ كِبَارِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَمْ يَقُلِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ انْتَظَرَ الصَّلَاةَ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَأَنْتَ إِذَا انْتَظَرْتَ الصَّلَاةَ مُسَبِّحًا مُهَلِّلًا مُكَبِّرًا مُحَوْقِلًا تُؤْجَرُ أَجْرَ الْمُصَلِّي وَلِذَلِكَ فَيَكُونُ دَاخِلٌ فِي عُمُومٍ وَهُوَ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ

Kapan Tepatnya Waktu Mustajab di Hari Jumat? – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ar #NasehatUlama

Hari terbaik adalah hari Jumat. Seluruh waktu di hari Jumat penuh dengan keutamaan. Namun, diharapkan–meskipun tidak dapat dipastikan–bahwa waktu terkabulnya doa adalah di akhir waktu Ashar. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Abu Hurairah bersama Abdullah bin Salam, radhiyallahu ‘anhuma, dua sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Salam berkata: “Sungguh aku mengetahui kapan waktunya, yaitu di akhir waktu Ashar.” Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menanggapinya: “Lalu bagaimana dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Pada hari Jumat, ada waktu yang tidaklah seorang hamba pun mendapati waktu itu saat ia mendirikan shalat, lalu ia berdoa, kecuali doanya pasti akan dikabulkan?’ Namun, waktu setelah Ashar tersebut bukanlah waktu untuk shalat?” Lalu Abdullah bin Salam yang dikenal sebagai seorang pakar ilmu agama dan salah satu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama, menjawab: “Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: ‘Barang siapa yang menunggu shalat, maka ia dianggap sedang shalat?’” Jadi, jika kamu menunggu waktu shalat dengan bertasbih, bertahlil, bertakbir, dan berhauqalah, maka kamu mendapat pahala seperti pahala orang yang shalat. Oleh sebab itu, orang itu masuk dalam cakupan keumuman hadits: “Ia dianggap sedang shalat selama menunggu shalat.” ==== أَفْضَلُ أَيَّامِ الْأُسْبُوعِِ هُوَ الْجُمُعَةُ وَيَوْمُ الْجُمُعَةِ كُلُّهُ فَاضِلٌ وَإِنَّمَا يُرْجَى يُرْجَى مِنْ غَيْرِ جَزْمٍ أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ الَّتِي تُرْجَى فِيهَا الْإِجَابَةُ فِي آخِرِ سَاعَةٍ فِيْهِ وَهُوَ الْيَوْمُ لِمَا جَاءَ فِي قِصَّةِ أَبِي هُرَيْرَةَ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَحَابِيَّا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَمَا قَالَ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيَّ سَاعَةٍ هِيَ هِيَ آخِرُ سَاعَةٍ مِنَ الْعَصْرِ فَقَالَ لَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكَيْفَ فِي قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي وَهَذَا الْوَقْتُ لَيْسَ وَقْتَ صَلَاةٍ فَأَجَابَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ وَقَدْ كَانَ فَقِيهًا عَلَيْهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَهُوَ مِنْ كِبَارِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَمْ يَقُلِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ انْتَظَرَ الصَّلَاةَ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَأَنْتَ إِذَا انْتَظَرْتَ الصَّلَاةَ مُسَبِّحًا مُهَلِّلًا مُكَبِّرًا مُحَوْقِلًا تُؤْجَرُ أَجْرَ الْمُصَلِّي وَلِذَلِكَ فَيَكُونُ دَاخِلٌ فِي عُمُومٍ وَهُوَ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
Hari terbaik adalah hari Jumat. Seluruh waktu di hari Jumat penuh dengan keutamaan. Namun, diharapkan–meskipun tidak dapat dipastikan–bahwa waktu terkabulnya doa adalah di akhir waktu Ashar. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Abu Hurairah bersama Abdullah bin Salam, radhiyallahu ‘anhuma, dua sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Salam berkata: “Sungguh aku mengetahui kapan waktunya, yaitu di akhir waktu Ashar.” Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menanggapinya: “Lalu bagaimana dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Pada hari Jumat, ada waktu yang tidaklah seorang hamba pun mendapati waktu itu saat ia mendirikan shalat, lalu ia berdoa, kecuali doanya pasti akan dikabulkan?’ Namun, waktu setelah Ashar tersebut bukanlah waktu untuk shalat?” Lalu Abdullah bin Salam yang dikenal sebagai seorang pakar ilmu agama dan salah satu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama, menjawab: “Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: ‘Barang siapa yang menunggu shalat, maka ia dianggap sedang shalat?’” Jadi, jika kamu menunggu waktu shalat dengan bertasbih, bertahlil, bertakbir, dan berhauqalah, maka kamu mendapat pahala seperti pahala orang yang shalat. Oleh sebab itu, orang itu masuk dalam cakupan keumuman hadits: “Ia dianggap sedang shalat selama menunggu shalat.” ==== أَفْضَلُ أَيَّامِ الْأُسْبُوعِِ هُوَ الْجُمُعَةُ وَيَوْمُ الْجُمُعَةِ كُلُّهُ فَاضِلٌ وَإِنَّمَا يُرْجَى يُرْجَى مِنْ غَيْرِ جَزْمٍ أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ الَّتِي تُرْجَى فِيهَا الْإِجَابَةُ فِي آخِرِ سَاعَةٍ فِيْهِ وَهُوَ الْيَوْمُ لِمَا جَاءَ فِي قِصَّةِ أَبِي هُرَيْرَةَ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَحَابِيَّا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَمَا قَالَ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيَّ سَاعَةٍ هِيَ هِيَ آخِرُ سَاعَةٍ مِنَ الْعَصْرِ فَقَالَ لَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكَيْفَ فِي قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي وَهَذَا الْوَقْتُ لَيْسَ وَقْتَ صَلَاةٍ فَأَجَابَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ وَقَدْ كَانَ فَقِيهًا عَلَيْهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَهُوَ مِنْ كِبَارِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَمْ يَقُلِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ انْتَظَرَ الصَّلَاةَ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَأَنْتَ إِذَا انْتَظَرْتَ الصَّلَاةَ مُسَبِّحًا مُهَلِّلًا مُكَبِّرًا مُحَوْقِلًا تُؤْجَرُ أَجْرَ الْمُصَلِّي وَلِذَلِكَ فَيَكُونُ دَاخِلٌ فِي عُمُومٍ وَهُوَ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ


Hari terbaik adalah hari Jumat. Seluruh waktu di hari Jumat penuh dengan keutamaan. Namun, diharapkan–meskipun tidak dapat dipastikan–bahwa waktu terkabulnya doa adalah di akhir waktu Ashar. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Abu Hurairah bersama Abdullah bin Salam, radhiyallahu ‘anhuma, dua sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Salam berkata: “Sungguh aku mengetahui kapan waktunya, yaitu di akhir waktu Ashar.” Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menanggapinya: “Lalu bagaimana dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Pada hari Jumat, ada waktu yang tidaklah seorang hamba pun mendapati waktu itu saat ia mendirikan shalat, lalu ia berdoa, kecuali doanya pasti akan dikabulkan?’ Namun, waktu setelah Ashar tersebut bukanlah waktu untuk shalat?” Lalu Abdullah bin Salam yang dikenal sebagai seorang pakar ilmu agama dan salah satu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama, menjawab: “Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: ‘Barang siapa yang menunggu shalat, maka ia dianggap sedang shalat?’” Jadi, jika kamu menunggu waktu shalat dengan bertasbih, bertahlil, bertakbir, dan berhauqalah, maka kamu mendapat pahala seperti pahala orang yang shalat. Oleh sebab itu, orang itu masuk dalam cakupan keumuman hadits: “Ia dianggap sedang shalat selama menunggu shalat.” ==== أَفْضَلُ أَيَّامِ الْأُسْبُوعِِ هُوَ الْجُمُعَةُ وَيَوْمُ الْجُمُعَةِ كُلُّهُ فَاضِلٌ وَإِنَّمَا يُرْجَى يُرْجَى مِنْ غَيْرِ جَزْمٍ أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ الَّتِي تُرْجَى فِيهَا الْإِجَابَةُ فِي آخِرِ سَاعَةٍ فِيْهِ وَهُوَ الْيَوْمُ لِمَا جَاءَ فِي قِصَّةِ أَبِي هُرَيْرَةَ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَحَابِيَّا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَمَا قَالَ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيَّ سَاعَةٍ هِيَ هِيَ آخِرُ سَاعَةٍ مِنَ الْعَصْرِ فَقَالَ لَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكَيْفَ فِي قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي وَهَذَا الْوَقْتُ لَيْسَ وَقْتَ صَلَاةٍ فَأَجَابَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ وَقَدْ كَانَ فَقِيهًا عَلَيْهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَهُوَ مِنْ كِبَارِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَمْ يَقُلِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ انْتَظَرَ الصَّلَاةَ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَأَنْتَ إِذَا انْتَظَرْتَ الصَّلَاةَ مُسَبِّحًا مُهَلِّلًا مُكَبِّرًا مُحَوْقِلًا تُؤْجَرُ أَجْرَ الْمُصَلِّي وَلِذَلِكَ فَيَكُونُ دَاخِلٌ فِي عُمُومٍ وَهُوَ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ

Tafsir Surah Al-Ghasyiyah: Peringatan Kiamat, Azab Neraka, dan Nikmat Surga

Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.  Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan PenghuninyaAllah Ta’ala berfirman:هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?”وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,”عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ“Bekerja keras lagi kepayahan,”تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً“Memasuki api yang sangat panas (neraka),”تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ“Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.”لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,”لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ“Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala MakhlukMenurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa.2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari KiamatAllah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih.Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman.Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar.3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di NerakaPara penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka. Tadabur Ayat1. Kengerian Hari KiamatAllah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan.2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan AkhiratBanyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat.3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni NerakaAyat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut.4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan AkhiratSetelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah.Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni SurgaAllah Ta’ala berfirman:وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ“Banyak muka pada hari itu berseri-seri,”لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ“Merasa senang karena usahanya,”فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ“Dalam surga yang tinggi,”لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً“Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.”فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ“Di dalamnya ada mata air yang mengalir.”فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ“Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,”وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ“Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),”وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ“Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,”وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ“Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di AkhiratAyat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan.Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia.Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya.2. Surga yang Tinggi dan Penuh KenikmatanAllah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya:Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan.Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar.Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman.Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta.Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat.Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka.Tadabur Ayat1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang BerimanAllah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya.2. Pentingnya Beramal Saleh dengan IkhlasOrang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah.3. Surga adalah Tempat yang SempurnaBerbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun.4. Motivasi untuk Mengejar SurgaSetelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat.Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam SemestaAllah Ta’ala berfirman:أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْMaka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17)وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْDan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18)وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْDan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19)وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْDan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan AllahAyat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya:Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan.Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia.Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang.Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman.2. Perenungan atas Alam SemestaAllah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya.3. Bukti Ketuhanan dan KebangkitanRenungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati. Tadabur Ayat1. Pentingnya Berpikir dan MerenungAllah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya.2. Mengakui Keagungan AllahDengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah.3. Motivasi untuk Bersyukur dan BeribadahMelihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya.Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari PembalasanAllah Ta’ala berfirman:فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21)لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22)إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ“Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23)فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ“Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24)إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25)ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم“Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan PeringatanAllah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan.Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah.Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing.2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan KafirAllah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran.Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat.Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati.3. Kepastian Hari PembalasanAllah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat.Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna.Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya. Tadabur Ayat1. Dakwah Harus Didasari KeikhlasanSeorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah.2. Konsekuensi Menolak KebenaranOrang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat.3. Kesadaran Akan Hari AkhirAllah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.  –13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush SholihinDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho

Tafsir Surah Al-Ghasyiyah: Peringatan Kiamat, Azab Neraka, dan Nikmat Surga

Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.  Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan PenghuninyaAllah Ta’ala berfirman:هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?”وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,”عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ“Bekerja keras lagi kepayahan,”تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً“Memasuki api yang sangat panas (neraka),”تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ“Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.”لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,”لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ“Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala MakhlukMenurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa.2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari KiamatAllah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih.Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman.Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar.3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di NerakaPara penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka. Tadabur Ayat1. Kengerian Hari KiamatAllah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan.2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan AkhiratBanyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat.3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni NerakaAyat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut.4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan AkhiratSetelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah.Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni SurgaAllah Ta’ala berfirman:وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ“Banyak muka pada hari itu berseri-seri,”لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ“Merasa senang karena usahanya,”فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ“Dalam surga yang tinggi,”لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً“Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.”فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ“Di dalamnya ada mata air yang mengalir.”فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ“Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,”وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ“Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),”وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ“Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,”وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ“Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di AkhiratAyat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan.Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia.Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya.2. Surga yang Tinggi dan Penuh KenikmatanAllah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya:Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan.Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar.Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman.Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta.Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat.Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka.Tadabur Ayat1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang BerimanAllah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya.2. Pentingnya Beramal Saleh dengan IkhlasOrang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah.3. Surga adalah Tempat yang SempurnaBerbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun.4. Motivasi untuk Mengejar SurgaSetelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat.Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam SemestaAllah Ta’ala berfirman:أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْMaka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17)وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْDan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18)وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْDan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19)وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْDan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan AllahAyat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya:Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan.Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia.Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang.Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman.2. Perenungan atas Alam SemestaAllah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya.3. Bukti Ketuhanan dan KebangkitanRenungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati. Tadabur Ayat1. Pentingnya Berpikir dan MerenungAllah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya.2. Mengakui Keagungan AllahDengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah.3. Motivasi untuk Bersyukur dan BeribadahMelihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya.Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari PembalasanAllah Ta’ala berfirman:فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21)لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22)إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ“Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23)فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ“Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24)إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25)ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم“Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan PeringatanAllah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan.Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah.Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing.2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan KafirAllah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran.Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat.Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati.3. Kepastian Hari PembalasanAllah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat.Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna.Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya. Tadabur Ayat1. Dakwah Harus Didasari KeikhlasanSeorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah.2. Konsekuensi Menolak KebenaranOrang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat.3. Kesadaran Akan Hari AkhirAllah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.  –13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush SholihinDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho
Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.  Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan PenghuninyaAllah Ta’ala berfirman:هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?”وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,”عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ“Bekerja keras lagi kepayahan,”تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً“Memasuki api yang sangat panas (neraka),”تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ“Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.”لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,”لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ“Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala MakhlukMenurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa.2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari KiamatAllah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih.Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman.Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar.3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di NerakaPara penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka. Tadabur Ayat1. Kengerian Hari KiamatAllah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan.2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan AkhiratBanyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat.3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni NerakaAyat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut.4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan AkhiratSetelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah.Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni SurgaAllah Ta’ala berfirman:وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ“Banyak muka pada hari itu berseri-seri,”لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ“Merasa senang karena usahanya,”فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ“Dalam surga yang tinggi,”لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً“Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.”فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ“Di dalamnya ada mata air yang mengalir.”فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ“Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,”وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ“Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),”وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ“Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,”وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ“Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di AkhiratAyat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan.Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia.Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya.2. Surga yang Tinggi dan Penuh KenikmatanAllah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya:Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan.Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar.Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman.Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta.Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat.Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka.Tadabur Ayat1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang BerimanAllah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya.2. Pentingnya Beramal Saleh dengan IkhlasOrang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah.3. Surga adalah Tempat yang SempurnaBerbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun.4. Motivasi untuk Mengejar SurgaSetelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat.Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam SemestaAllah Ta’ala berfirman:أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْMaka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17)وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْDan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18)وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْDan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19)وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْDan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan AllahAyat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya:Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan.Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia.Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang.Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman.2. Perenungan atas Alam SemestaAllah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya.3. Bukti Ketuhanan dan KebangkitanRenungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati. Tadabur Ayat1. Pentingnya Berpikir dan MerenungAllah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya.2. Mengakui Keagungan AllahDengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah.3. Motivasi untuk Bersyukur dan BeribadahMelihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya.Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari PembalasanAllah Ta’ala berfirman:فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21)لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22)إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ“Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23)فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ“Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24)إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25)ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم“Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan PeringatanAllah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan.Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah.Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing.2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan KafirAllah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran.Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat.Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati.3. Kepastian Hari PembalasanAllah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat.Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna.Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya. Tadabur Ayat1. Dakwah Harus Didasari KeikhlasanSeorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah.2. Konsekuensi Menolak KebenaranOrang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat.3. Kesadaran Akan Hari AkhirAllah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.  –13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush SholihinDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho


Surat Al-Ghasyiyah (surah ke-88) menggambarkan dahsyatnya Hari Kiamat yang meliputi seluruh makhluk. Pada hari itu, golongan celaka akan tertunduk hina, kelelahan dalam siksaan neraka, diberi minuman air mendidih, dan makanan dari pohon berduri yang tak mengenyangkan. Sementara itu, golongan beruntung menikmati kenikmatan surga, wajah mereka berseri-seri, duduk di tempat yang tinggi, menikmati buah-buahan, dan minuman yang nikmat. Allah mengajak manusia merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dalam penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi. Nabi Muhammad diperintahkan hanya untuk menyampaikan peringatan, karena hakikat pembalasan ada di tangan Allah. Kepada-Nya segala makhluk akan kembali dan menerima balasan sesuai amal perbuatan.  Daftar Isi tutup 1. Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan Penghuninya 1.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 1.2. Tadabur Ayat 2. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni Surga 2.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 2.2. Tadabur Ayat 3. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta 3.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 3.2. Tadabur Ayat 4. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari Pembalasan 4.1. Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama 4.2. Tadabur Ayat Tafsir Ayat 1-7: Gambaran Hari Kiamat dan Keadaan PenghuninyaAllah Ta’ala berfirman:هلْ أَتَىكَ حَدِيُثُ الْغَاشِيَةِ“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?”وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,”عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ“Bekerja keras lagi kepayahan,”تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً“Memasuki api yang sangat panas (neraka),”تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ“Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.”لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,”لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوعٍ“Yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.”(QS. Al-Ghasyiyyah: 1-7)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Hari Kiamat yang Meliputi Segala MakhlukMenurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Zubdatut Tafsir, kata Al-Ghasyiyah berarti sesuatu yang meliputi seluruh makhluk dengan kedahsyatannya. Ini adalah salah satu nama bagi Hari Kiamat, karena hari itu akan meliputi manusia dengan ketakutan dan kengerian yang luar biasa.2. Keadaan Orang-Orang yang Celaka di Hari KiamatAllah menyebutkan golongan orang-orang yang celaka di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya tunduk terhina karena mengalami siksa yang pedih.Mereka merasa lelah dan kepayahan, baik karena azab yang berat atau karena amal mereka di dunia yang sia-sia akibat tidak dilandasi iman.Mereka akan masuk ke dalam neraka yang panas membakar.3. Makanan dan Minuman yang Menyiksa di NerakaPara penghuni neraka akan diberikan minuman dari mata air yang sangat panas dan makanan yang berasal dari pohon berduri (dhari’). Makanan ini tidak memberi manfaat sama sekali, tidak bisa menghilangkan lapar, dan tidak bisa menggemukkan tubuh, hanya menambah penderitaan mereka. Tadabur Ayat1. Kengerian Hari KiamatAllah menggambarkan kedahsyatan Hari Kiamat yang akan meliputi seluruh makhluk. Ini menjadi pengingat bagi kita agar selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan.2. Peringatan bagi Orang yang Mengabaikan AkhiratBanyak orang yang bekerja keras di dunia, namun amal mereka tidak bernilai di sisi Allah karena tidak dilandasi keimanan. Ini menunjukkan pentingnya melakukan amal dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat.3. Azab yang Sangat Pedih bagi Penghuni NerakaAyat-ayat ini menampilkan gambaran mengerikan tentang penghuni neraka: mereka diberi minuman yang mendidih dan makanan yang sama sekali tidak menghilangkan rasa lapar. Ini menjadi peringatan agar kita menjauhi segala perbuatan yang bisa membawa kepada siksa tersebut.4. Motivasi untuk Mencari Keselamatan AkhiratSetelah mengetahui gambaran siksa neraka, kita harus semakin termotivasi untuk mencari keselamatan di akhirat dengan memperbanyak amal saleh, meningkatkan iman, serta menjauhi perbuatan yang dilarang oleh Allah.Semoga kita termasuk golongan yang selamat dari azab neraka dan mendapatkan rahmat Allah di akhirat. Aamiin. Tafsir Ayat 8-16: Gambaran Kebahagiaan Penghuni SurgaAllah Ta’ala berfirman:وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ“Banyak muka pada hari itu berseri-seri,”لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ“Merasa senang karena usahanya,”فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ“Dalam surga yang tinggi,”لَّا تَسْمَعُ فِيهَا لَٰغِيَةً“Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.”فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ“Di dalamnya ada mata air yang mengalir.”فِيهَا سُرُرٌ مَّرْفُوعَةٌ“Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,”وَأَكْوَابٌ مَّوْضُوعَةٌ“Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),”وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ“Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,”وَزَرَابِىُّ مَبْثُوثَةٌ“Dan permadani-permadani yang terhampar.”(QS. Al-Ghasyiyah: 8-16) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Wajah-Wajah yang Berseri-Seri di AkhiratAyat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang berbahagia di hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang:Wajahnya berseri-seri karena penuh kebahagiaan.Mereka merasa puas atas amal saleh yang telah mereka lakukan di dunia.Mereka mendapatkan balasan terbaik berupa surga yang tinggi derajatnya.2. Surga yang Tinggi dan Penuh KenikmatanAllah menjelaskan bahwa surga memiliki berbagai kenikmatan yang luar biasa, di antaranya:Tidak ada perkataan sia-sia: Semua pembicaraan di surga adalah perkataan yang baik dan menyenangkan.Mata air yang mengalir: Penghuni surga dapat menikmati air yang mengalir dengan jernih dan segar.Tahta yang ditinggikan: Mereka memiliki tempat duduk yang megah dan nyaman.Gelas-gelas yang tersedia: Minuman tersedia kapan saja tanpa perlu mencari atau meminta.Bantal-bantal yang tersusun rapi: Ini menambah kenyamanan bagi mereka yang beristirahat.Permadani-permadani yang terhampar: Surga dihiasi dengan permadani yang indah, menambah keindahan tempat tinggal mereka.Tadabur Ayat1. Kebahagiaan Hakiki Bagi Orang BerimanAllah menggambarkan kebahagiaan yang nyata bagi penghuni surga. Mereka berseri-seri karena amal mereka diterima, berbeda dengan orang-orang yang celaka yang disebut dalam ayat sebelumnya.2. Pentingnya Beramal Saleh dengan IkhlasOrang-orang yang mendapatkan surga adalah mereka yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menjalankan amal saleh dengan niat yang tulus karena Allah.3. Surga adalah Tempat yang SempurnaBerbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kesulitan dan perkataan sia-sia, surga adalah tempat yang penuh dengan ketenangan, tanpa gangguan sedikit pun.4. Motivasi untuk Mengejar SurgaSetelah melihat gambaran surga yang begitu indah, hendaknya kita semakin termotivasi untuk beribadah, memperbanyak amal saleh, dan menjauhi maksiat agar mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat.Semoga kita termasuk golongan yang berbahagia di akhirat dan mendapatkan kenikmatan surga yang Allah janjikan. Aamiin. Tafsir Ayat 17-20: Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Alam SemestaAllah Ta’ala berfirman:أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْMaka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (QS. Al-Ghasyiyah: 17)وَإِلَى الْسَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْDan langit, bagaimana ia ditinggikan? (QS. Al-Ghasyiyah: 18)وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْDan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 19)وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْDan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 20)Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Mengamati Tanda-Tanda Kekuasaan AllahAyat ini mengajak manusia untuk merenungi ciptaan Allah yang menunjukkan kebesaran-Nya. Allah menyebut empat hal sebagai tanda kebesaran-Nya:Unta: Hewan yang luar biasa diciptakan dengan keistimewaan unik seperti mampu bertahan di padang pasir, membawa beban berat, dan memiliki sistem metabolisme yang menakjubkan.Langit: Diciptakan tanpa tiang, luas, dan tinggi tanpa batas, menjadi atap bagi kehidupan manusia.Gunung: Kokoh dan kuat, menjaga keseimbangan bumi agar tidak berguncang.Bumi: Dihamparkan dengan sempurna agar manusia bisa hidup di atasnya dengan nyaman.2. Perenungan atas Alam SemestaAllah menyeru manusia untuk berpikir dan memperhatikan penciptaan-Nya. Alam ini bukan terjadi secara kebetulan, melainkan sebagai bukti adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Allah menyuruh manusia untuk belajar dari alam agar semakin yakin akan keesaan dan kebesaran-Nya.3. Bukti Ketuhanan dan KebangkitanRenungan terhadap penciptaan alam semesta membuktikan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak. Jika Allah mampu menciptakan makhluk dengan begitu sempurna, maka menghidupkan kembali manusia di hari kiamat tentu mudah bagi-Nya. Ayat ini menjadi dalil kuat akan adanya kehidupan setelah mati. Tadabur Ayat1. Pentingnya Berpikir dan MerenungAllah mengajak manusia untuk tidak hanya hidup secara mekanis, tetapi juga untuk merenungi kebesaran-Nya. Setiap makhluk di dunia ini memiliki tujuan dan keindahan yang bisa kita ambil pelajaran darinya.2. Mengakui Keagungan AllahDengan mengamati ciptaan Allah, kita semakin memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan dengan aturan dan keseimbangan yang sempurna. Ini menguatkan keyakinan kita bahwa hanya Allah yang berhak disembah.3. Motivasi untuk Bersyukur dan BeribadahMelihat alam semesta yang begitu luas dan sempurna seharusnya membuat kita semakin bersyukur atas segala nikmat Allah. Semakin kita memahami kebesaran Allah, semakin kita terdorong untuk taat dan beribadah kepada-Nya.Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengambil hikmah dari tanda-tanda kebesaran Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin. Tafsir Ayat 21-26: Peringatan dan Hari PembalasanAllah Ta’ala berfirman:فَذَكِّرْ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٌ“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-Ghasyiyah: 21)لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 22)إِلَّا مَن تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ“Tetapi orang yang berpaling dan kafir,” (QS. Al-Ghasyiyah: 23)فَيُعَذِّبُهُ ٱللَّهُ ٱلْعَذَابَ ٱلْأَكْبَرَ“Maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 24)إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,” (QS. Al-Ghasyiyah: 25)ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم“Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 26) Makna Ayat Menurut Tafsir Ulama1. Kewajiban Rasul Hanya Memberikan PeringatanAllah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada manusia tanpa merasa terbebani jika mereka menolak. Rasul tidak memiliki kewajiban untuk memaksa mereka beriman, karena tugasnya hanya sebagai pemberi peringatan.Dakwah adalah tugas mulia: Seorang da’i atau pendakwah tidak boleh putus asa jika dakwahnya ditolak. Hidayah adalah hak prerogatif Allah.Setiap manusia memiliki pilihan: Islam tidak memaksa seseorang untuk beriman, tetapi manusia diberi kebebasan memilih dengan konsekuensi masing-masing.2. Ancaman Bagi Orang yang Berpaling dan KafirAllah menjelaskan bahwa bagi mereka yang berpaling dari petunjuk dan tetap dalam kekafiran, azab besar menanti mereka. Ini adalah peringatan agar manusia tidak mengabaikan kebenaran.Peringatan serius: Orang yang sengaja menolak kebenaran akan menerima azab yang pedih di akhirat.Pentingnya mengikuti petunjuk Allah: Menolak kebenaran bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga di kehidupan setelah mati.3. Kepastian Hari PembalasanAllah menegaskan bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindari perhitungan amal di hari kiamat.Setiap perbuatan akan dihisab: Baik kebaikan maupun keburukan akan diperhitungkan oleh Allah dengan keadilan sempurna.Allah adalah Hakim yang Maha Adil: Tidak ada satu pun amal manusia yang luput dari perhitungan-Nya. Tadabur Ayat1. Dakwah Harus Didasari KeikhlasanSeorang da’i atau pendakwah tidak boleh merasa gagal ketika dakwahnya ditolak. Rasulullah ﷺ sendiri menghadapi banyak penolakan, tetapi beliau tetap sabar dalam menyampaikan risalah.2. Konsekuensi Menolak KebenaranOrang yang memilih untuk berpaling dari kebenaran harus menyadari bahwa keputusan mereka membawa dampak besar di akhirat.3. Kesadaran Akan Hari AkhirAllah mengingatkan manusia agar selalu ingat bahwa kehidupan dunia bukan akhir dari segalanya. Hari pembalasan adalah kepastian yang tidak bisa dihindari. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah segala kebaikan menjadi sempurna.  –13 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush SholihinDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel www.rumaysho.com Tagsal-ghasyiyah dan tanda-tanda kebesaran Allah gambaran neraka dalam al-qur’an gambaran surga dalam al-qur’an hari kiamat dalam al-qur’an hikmah surat al-ghasyiyah isi kandungan surat al-ghasyiyah kandungan surat al-ghasyiyah makna surat al-ghasyiyah peristiwa hari kiamat surat al-ghasyiyah tafsir al-ghasyiyah ayat 1-26 tafsir al-ghasyiyah menurut ulama tafsir al-ghasyiyah pdf tafsir juz amma tafsir surat al-ghasyiyah tafsir surat al-ghasyiyah lengkap tafsir surat al-ghasyiyah rumaysho
Prev     Next