Fikih Salat Dua Rakaat Tawaf

Daftar Isi Toggle Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawafHadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhumaHadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺKeutamaan salat dua rakaat tawafSarana mendekatkan diri kepada AllahPatuh terhadap perintah AllahTata cara salat dua rakaat tawafSalat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bahDisunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram MakkahTetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarangDoa dan dzikir yang dibaca Salat merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling agung dalam Islam, yang merupakan hubungan (shilah) antara hamba dengan Rabb-nya. Dalam banyak rangkaian ibadah, Allah menetapkan bentuk-bentuk salat tertentu. Salah satunya adalah salat dua rakaat tawaf yang dilaksanakan setelah mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Salat ini memiliki kedudukan khusus karena langsung dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dalam rangka melaksanakan perintah Allah, dan menjadi bagian dari manasik haji serta umrah. Dalam artikel ini, kita akan mengulas dalil-dalil yang mendasari disyariatkannya salat dua rakaat tawaf, keutamaannya, tata caranya, serta doa dan bacaan yang dianjurkan untuk dilakukan di dalamnya. Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawaf Terdapat beberapa hadis yang membahas tentang salat tawaf. Di antara yang terpenting adalah sebagai berikut: Hadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma Diriwayatkan dalam Shahih Muslim (no. 1234), dari ‘Amr bin Dinar, ia berkata, “Kami pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang seorang laki-laki yang datang untuk umrah, lalu ia tawaf mengelilingi Ka’bah, tetapi belum melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah. Apakah dia boleh menggauli istrinya?” Maka Ibnu Umar menjawab, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَطَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا. وَصَلَّى خَلْفَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ. وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، سَبْعًا. وَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ. “Rasulullah ﷺ datang, lalu beliau tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, kemudian beliau salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, dan melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Dan sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1700), namun lafaz yang disebut di sini adalah lafaz dari Muslim. Hadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺ Disebutkan juga dalam hadis panjang dari Jabir mengenai sifat haji Nabi ﷺ, ia berkata, حَتَّى إِذَا أَتَيْنَا الْبَيْتَ مَعَهُ، اسْتَلَمَ الرُّكْنَ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا. ثُمَّ نَفَذَ إِلَى مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ عليه السلام. فَقَرَأَ: {وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى} [2 / البقرة / 125] فَجَعَلَ الْمَقَامَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ. … كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون}. “Ketika kami sampai di Ka’bah bersama Nabi ﷺ, beliau menyentuh Hajar Aswad, lalu berjalan cepat (raml) tiga putaran, dan berjalan biasa empat putaran. Kemudian beliau menuju Maqam Ibrahim dan membaca ayat (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Beliau pun menjadikan Maqam itu di antara dirinya dan Ka’bah (ketika salat, pent.). … Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim 1218) Keutamaan salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat tawaf memiliki kedudukan yang sangat agung dalam syariat. Di antaranya: Sarana mendekatkan diri kepada Allah Hukum salat ini adalah wajib [1], terutama setelah menyelesaikan tawaf yang hukumnya wajib. Banyak ulama dari kalangan fuqaha yang menyatakan kewajiban salat ini, dan pendapat tersebut tergolong kuat secara dalil. Wallaahu a’lam. [2] Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, مَن عادَى لي وَلِيًّا فقَدْ آذَنْتُهُ بالحَرْبِ، وما تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بشَيءٍ أحَبَّ إلَيَّ ممَّا افْتَرَضْتُ عليه، وما يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بالنَّوافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ، … “Sesungguhnya Allah berfirman (yang artinya), ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Dan tidak ada yang lebih Aku cintai untuk dijadikan sarana pendekatan diri oleh hamba-Ku kepada-Ku selain apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunah hingga Aku mencintainya. …” (HR. Bukhari no. 6502) Hadis ini menunjukkan betapa besar nilai ibadah-ibadah yang diwajibkan oleh Allah, termasuk di dalamnya salat tawaf. Karena itu, menjalankannya dengan kesadaran bahwa ini adalah perintah dari Allah akan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas iman dan rasa manis dalam beribadah. Patuh terhadap perintah Allah Salat ini merupakan praktek dari firman Allah Ta’ala, وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Kita dituntut untuk menghadirkan perasaan bahwa ketika kita melakukan ibadah, kita melakukannya dalam rangka menaati perintah Allah Ta‘ala. Karena ketika seseorang menyadari bahwa ibadah yang ia lakukan adalah bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah, maka hal itu akan menambah keimanannya dan merasakan kenikmatan dalam ibadah tersebut. [3] Baca juga: Fikih Salat Sunah Saat Pulang dari Safar Tata cara salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bah Salat dua rakaat tawaf dilakukan setelah seorang muslim menyelesaikan tujuh putaran tawaf mengelilingi Ka’bah. Syaikh Muhammad Umar Bazmul mengatakan, صلاة ركعتي الطواف واجبة لكل سبعة أشواط “Salat dua rakaat tawaf wajib dilakukan untuk setiap tujuh putaran tawaf.” [4] Secara umum, tidak ada perbedaan dalam bentuk pelaksanaan salat ini dibandingkan dengan salat-salat sunah lainnya, baik dalam bacaan maupun gerakannya. Cukup membaca surah al-Fatihah dan surat pendek dalam masing-masing rakaat, namun disunahkan untuk membaca surah tertentu sebagaimana yang akan dijelaskan dalam bagian berikutnya. Disunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram Makkah Salat ini disyariatkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi ﷺ. Namun, jika tidak memungkinkan karena penuh atau khawatir mengganggu jamaah lain, boleh dilakukan di bagian mana pun dari Masjidil Haram, bahkan di seluruh kawasan haram di Makkah. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, يسن للطائف أن يصلي بعد فراغه ركعتين، ويستحب أن يركعهما خلف المقام؛ لقوله تعالى: واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى … وحيث ركعهما، ومهما قرأ فيهما، جاز؛ فإن عمر ركعهما بذي طوى “Disunahkan bagi orang yang melakukan tawaf untuk salat dua rakaat setelah menyelesaikan tawafnya, dan dianjurkan untuk melaksanakannya di belakang Maqam Ibrahim, berdasarkan firman Allah Ta‘ala (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) … Namun di mana pun ia melaksanakannya, dan apa pun yang ia baca di dalamnya, tetap sah. Karena Umar pernah melaksanakannya di Dzi Thuwa.” [5] Bahkan, jika sekiranya di belakang Maqam Ibrahim penuh berdesak-desakan untuk tawaf, maka kita dilarang mengerjakannya di tempat tersebut, karena termasuk kedzaliman terhadap saudara-saudara kita yang sedang tawaf. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Seorang muslim wajib bertakwa kepada Allah dalam urusan dirinya, dan juga bertakwa kepada Allah dalam urusan terhadap saudara-saudaranya. Maka janganlah ia salat di belakang Maqam Ibrahim sementara orang-orang membutuhkannya untuk tawaf. Jika ia tetap melakukannya, maka ia tidak memiliki kehormatan, dan kita boleh menyingkirkannya, memutus salatnya, bahkan melangkahinya saat ia sedang sujud. Karena dialah yang berbuat aniaya dan zalim — dan kita berlindung kepada Allah dari hal itu.” [6] Tetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarang Seseorang diperbolehkan tawaf kapanpun dia inginkan. Demikian juga salat dua rakaat setelah tawaf ini, dilakukan kapanpun selesai melaksanakan tujuh putaran, walaupun bertepatan dengan waktu terlarangnya salat, yaitu setelah salat subuh hingga matahari meninggi, waktu matahari tepat berada di atas, dan setelah salat ashar sampai matahari benar-benar tenggelam. Ditanyakan kepada Syekh Bin Baz rahimahullah, “Apa hukum salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim — bapak kita Ibrahim ‘alaihis salam — pada waktu-waktu yang dilarang untuk salat sunah?” Beliau menjawab, “Tidak ada masalah dalam hal itu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, لا تمنعوا أحدا طاف بهذا البيت وصلى أية ساعة شاء من ليل أو نهار “Wahai Bani Abdul Manaf, janganlah kalian melarang siapa pun yang telah tawaf di rumah ini (Ka’bah) untuk salat pada waktu mana pun yang ia kehendaki, siang maupun malam.” (HR. Imam Ahmad dan empat penulis kitab Sunan dengan sanad yang sahih) Karena salat tawaf termasuk salat yang memiliki sebab, maka tidak mengapa dikerjakan pada waktu-waktu terlarang, sebagaimana salat tahiyyatul masjid dan salat gerhana, berdasarkan hadis yang disebutkan dan hadis-hadis lainnya dalam bab ini, seperti sabda Nabi ﷺ, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah dan salatlah hingga keduanya kembali normal.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Jumu’ah, no. 1000 dan Muslim dalam Kitab al-Kusuf, no. 1522 — lafaz dari Muslim. Keduanya sepakat atas kesahihannya) Dan juga sabda Nabi ﷺ, “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke masjid, maka janganlah ia duduk sebelum salat dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka dari hadis Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu) [7] Doa dan dzikir yang dibaca Disunahkan bagi orang yang melaksanakan salat dua rakaat tawaf untuk membaca surah-surah tertentu setelah Al-Fatihah: pada rakaat pertama, disunahkan membaca surah Al-Kafirun; dan pada rakaat kedua, disunahkan membaca surah Al-Ikhlas. Hal ini berdasarkan hadis Jabir tentang sifat haji Nabi ﷺ, sebagaimana telah disebutkan di awal pembahasan, كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون} “Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim no. 1218) [8] Semoga Allah Subhanahu wa Ta‘ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa mengikuti sunah Nabi-Nya ﷺ dalam setiap ibadah, termasuk dalam salat dua rakaat tawaf. Aamiin. Baca juga: Fikih Salat Tobat *** Tulang Bawang – Lampung, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 151. [2] Lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 29: 133. [3] Lihat https://ar.islamway.net/article/77712/ [4] Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 150. [5] Al-Mughni, 3: 347. Lihat juga Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 152-153. [6] Fatawa Ulama al-Balad al-Haram, hal. 220, dinukil dari https://islamqa.info/ar/answers/457850/ [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Syaikh Ibn Bāz, 11: 291. [8] Lihat Al-Majmu’ karya An-Nawawi, 8: 49; dan Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 153.

Fikih Salat Dua Rakaat Tawaf

Daftar Isi Toggle Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawafHadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhumaHadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺKeutamaan salat dua rakaat tawafSarana mendekatkan diri kepada AllahPatuh terhadap perintah AllahTata cara salat dua rakaat tawafSalat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bahDisunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram MakkahTetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarangDoa dan dzikir yang dibaca Salat merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling agung dalam Islam, yang merupakan hubungan (shilah) antara hamba dengan Rabb-nya. Dalam banyak rangkaian ibadah, Allah menetapkan bentuk-bentuk salat tertentu. Salah satunya adalah salat dua rakaat tawaf yang dilaksanakan setelah mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Salat ini memiliki kedudukan khusus karena langsung dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dalam rangka melaksanakan perintah Allah, dan menjadi bagian dari manasik haji serta umrah. Dalam artikel ini, kita akan mengulas dalil-dalil yang mendasari disyariatkannya salat dua rakaat tawaf, keutamaannya, tata caranya, serta doa dan bacaan yang dianjurkan untuk dilakukan di dalamnya. Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawaf Terdapat beberapa hadis yang membahas tentang salat tawaf. Di antara yang terpenting adalah sebagai berikut: Hadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma Diriwayatkan dalam Shahih Muslim (no. 1234), dari ‘Amr bin Dinar, ia berkata, “Kami pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang seorang laki-laki yang datang untuk umrah, lalu ia tawaf mengelilingi Ka’bah, tetapi belum melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah. Apakah dia boleh menggauli istrinya?” Maka Ibnu Umar menjawab, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَطَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا. وَصَلَّى خَلْفَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ. وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، سَبْعًا. وَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ. “Rasulullah ﷺ datang, lalu beliau tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, kemudian beliau salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, dan melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Dan sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1700), namun lafaz yang disebut di sini adalah lafaz dari Muslim. Hadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺ Disebutkan juga dalam hadis panjang dari Jabir mengenai sifat haji Nabi ﷺ, ia berkata, حَتَّى إِذَا أَتَيْنَا الْبَيْتَ مَعَهُ، اسْتَلَمَ الرُّكْنَ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا. ثُمَّ نَفَذَ إِلَى مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ عليه السلام. فَقَرَأَ: {وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى} [2 / البقرة / 125] فَجَعَلَ الْمَقَامَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ. … كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون}. “Ketika kami sampai di Ka’bah bersama Nabi ﷺ, beliau menyentuh Hajar Aswad, lalu berjalan cepat (raml) tiga putaran, dan berjalan biasa empat putaran. Kemudian beliau menuju Maqam Ibrahim dan membaca ayat (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Beliau pun menjadikan Maqam itu di antara dirinya dan Ka’bah (ketika salat, pent.). … Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim 1218) Keutamaan salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat tawaf memiliki kedudukan yang sangat agung dalam syariat. Di antaranya: Sarana mendekatkan diri kepada Allah Hukum salat ini adalah wajib [1], terutama setelah menyelesaikan tawaf yang hukumnya wajib. Banyak ulama dari kalangan fuqaha yang menyatakan kewajiban salat ini, dan pendapat tersebut tergolong kuat secara dalil. Wallaahu a’lam. [2] Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, مَن عادَى لي وَلِيًّا فقَدْ آذَنْتُهُ بالحَرْبِ، وما تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بشَيءٍ أحَبَّ إلَيَّ ممَّا افْتَرَضْتُ عليه، وما يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بالنَّوافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ، … “Sesungguhnya Allah berfirman (yang artinya), ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Dan tidak ada yang lebih Aku cintai untuk dijadikan sarana pendekatan diri oleh hamba-Ku kepada-Ku selain apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunah hingga Aku mencintainya. …” (HR. Bukhari no. 6502) Hadis ini menunjukkan betapa besar nilai ibadah-ibadah yang diwajibkan oleh Allah, termasuk di dalamnya salat tawaf. Karena itu, menjalankannya dengan kesadaran bahwa ini adalah perintah dari Allah akan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas iman dan rasa manis dalam beribadah. Patuh terhadap perintah Allah Salat ini merupakan praktek dari firman Allah Ta’ala, وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Kita dituntut untuk menghadirkan perasaan bahwa ketika kita melakukan ibadah, kita melakukannya dalam rangka menaati perintah Allah Ta‘ala. Karena ketika seseorang menyadari bahwa ibadah yang ia lakukan adalah bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah, maka hal itu akan menambah keimanannya dan merasakan kenikmatan dalam ibadah tersebut. [3] Baca juga: Fikih Salat Sunah Saat Pulang dari Safar Tata cara salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bah Salat dua rakaat tawaf dilakukan setelah seorang muslim menyelesaikan tujuh putaran tawaf mengelilingi Ka’bah. Syaikh Muhammad Umar Bazmul mengatakan, صلاة ركعتي الطواف واجبة لكل سبعة أشواط “Salat dua rakaat tawaf wajib dilakukan untuk setiap tujuh putaran tawaf.” [4] Secara umum, tidak ada perbedaan dalam bentuk pelaksanaan salat ini dibandingkan dengan salat-salat sunah lainnya, baik dalam bacaan maupun gerakannya. Cukup membaca surah al-Fatihah dan surat pendek dalam masing-masing rakaat, namun disunahkan untuk membaca surah tertentu sebagaimana yang akan dijelaskan dalam bagian berikutnya. Disunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram Makkah Salat ini disyariatkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi ﷺ. Namun, jika tidak memungkinkan karena penuh atau khawatir mengganggu jamaah lain, boleh dilakukan di bagian mana pun dari Masjidil Haram, bahkan di seluruh kawasan haram di Makkah. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, يسن للطائف أن يصلي بعد فراغه ركعتين، ويستحب أن يركعهما خلف المقام؛ لقوله تعالى: واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى … وحيث ركعهما، ومهما قرأ فيهما، جاز؛ فإن عمر ركعهما بذي طوى “Disunahkan bagi orang yang melakukan tawaf untuk salat dua rakaat setelah menyelesaikan tawafnya, dan dianjurkan untuk melaksanakannya di belakang Maqam Ibrahim, berdasarkan firman Allah Ta‘ala (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) … Namun di mana pun ia melaksanakannya, dan apa pun yang ia baca di dalamnya, tetap sah. Karena Umar pernah melaksanakannya di Dzi Thuwa.” [5] Bahkan, jika sekiranya di belakang Maqam Ibrahim penuh berdesak-desakan untuk tawaf, maka kita dilarang mengerjakannya di tempat tersebut, karena termasuk kedzaliman terhadap saudara-saudara kita yang sedang tawaf. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Seorang muslim wajib bertakwa kepada Allah dalam urusan dirinya, dan juga bertakwa kepada Allah dalam urusan terhadap saudara-saudaranya. Maka janganlah ia salat di belakang Maqam Ibrahim sementara orang-orang membutuhkannya untuk tawaf. Jika ia tetap melakukannya, maka ia tidak memiliki kehormatan, dan kita boleh menyingkirkannya, memutus salatnya, bahkan melangkahinya saat ia sedang sujud. Karena dialah yang berbuat aniaya dan zalim — dan kita berlindung kepada Allah dari hal itu.” [6] Tetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarang Seseorang diperbolehkan tawaf kapanpun dia inginkan. Demikian juga salat dua rakaat setelah tawaf ini, dilakukan kapanpun selesai melaksanakan tujuh putaran, walaupun bertepatan dengan waktu terlarangnya salat, yaitu setelah salat subuh hingga matahari meninggi, waktu matahari tepat berada di atas, dan setelah salat ashar sampai matahari benar-benar tenggelam. Ditanyakan kepada Syekh Bin Baz rahimahullah, “Apa hukum salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim — bapak kita Ibrahim ‘alaihis salam — pada waktu-waktu yang dilarang untuk salat sunah?” Beliau menjawab, “Tidak ada masalah dalam hal itu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, لا تمنعوا أحدا طاف بهذا البيت وصلى أية ساعة شاء من ليل أو نهار “Wahai Bani Abdul Manaf, janganlah kalian melarang siapa pun yang telah tawaf di rumah ini (Ka’bah) untuk salat pada waktu mana pun yang ia kehendaki, siang maupun malam.” (HR. Imam Ahmad dan empat penulis kitab Sunan dengan sanad yang sahih) Karena salat tawaf termasuk salat yang memiliki sebab, maka tidak mengapa dikerjakan pada waktu-waktu terlarang, sebagaimana salat tahiyyatul masjid dan salat gerhana, berdasarkan hadis yang disebutkan dan hadis-hadis lainnya dalam bab ini, seperti sabda Nabi ﷺ, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah dan salatlah hingga keduanya kembali normal.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Jumu’ah, no. 1000 dan Muslim dalam Kitab al-Kusuf, no. 1522 — lafaz dari Muslim. Keduanya sepakat atas kesahihannya) Dan juga sabda Nabi ﷺ, “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke masjid, maka janganlah ia duduk sebelum salat dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka dari hadis Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu) [7] Doa dan dzikir yang dibaca Disunahkan bagi orang yang melaksanakan salat dua rakaat tawaf untuk membaca surah-surah tertentu setelah Al-Fatihah: pada rakaat pertama, disunahkan membaca surah Al-Kafirun; dan pada rakaat kedua, disunahkan membaca surah Al-Ikhlas. Hal ini berdasarkan hadis Jabir tentang sifat haji Nabi ﷺ, sebagaimana telah disebutkan di awal pembahasan, كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون} “Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim no. 1218) [8] Semoga Allah Subhanahu wa Ta‘ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa mengikuti sunah Nabi-Nya ﷺ dalam setiap ibadah, termasuk dalam salat dua rakaat tawaf. Aamiin. Baca juga: Fikih Salat Tobat *** Tulang Bawang – Lampung, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 151. [2] Lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 29: 133. [3] Lihat https://ar.islamway.net/article/77712/ [4] Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 150. [5] Al-Mughni, 3: 347. Lihat juga Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 152-153. [6] Fatawa Ulama al-Balad al-Haram, hal. 220, dinukil dari https://islamqa.info/ar/answers/457850/ [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Syaikh Ibn Bāz, 11: 291. [8] Lihat Al-Majmu’ karya An-Nawawi, 8: 49; dan Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 153.
Daftar Isi Toggle Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawafHadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhumaHadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺKeutamaan salat dua rakaat tawafSarana mendekatkan diri kepada AllahPatuh terhadap perintah AllahTata cara salat dua rakaat tawafSalat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bahDisunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram MakkahTetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarangDoa dan dzikir yang dibaca Salat merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling agung dalam Islam, yang merupakan hubungan (shilah) antara hamba dengan Rabb-nya. Dalam banyak rangkaian ibadah, Allah menetapkan bentuk-bentuk salat tertentu. Salah satunya adalah salat dua rakaat tawaf yang dilaksanakan setelah mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Salat ini memiliki kedudukan khusus karena langsung dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dalam rangka melaksanakan perintah Allah, dan menjadi bagian dari manasik haji serta umrah. Dalam artikel ini, kita akan mengulas dalil-dalil yang mendasari disyariatkannya salat dua rakaat tawaf, keutamaannya, tata caranya, serta doa dan bacaan yang dianjurkan untuk dilakukan di dalamnya. Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawaf Terdapat beberapa hadis yang membahas tentang salat tawaf. Di antara yang terpenting adalah sebagai berikut: Hadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma Diriwayatkan dalam Shahih Muslim (no. 1234), dari ‘Amr bin Dinar, ia berkata, “Kami pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang seorang laki-laki yang datang untuk umrah, lalu ia tawaf mengelilingi Ka’bah, tetapi belum melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah. Apakah dia boleh menggauli istrinya?” Maka Ibnu Umar menjawab, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَطَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا. وَصَلَّى خَلْفَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ. وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، سَبْعًا. وَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ. “Rasulullah ﷺ datang, lalu beliau tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, kemudian beliau salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, dan melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Dan sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1700), namun lafaz yang disebut di sini adalah lafaz dari Muslim. Hadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺ Disebutkan juga dalam hadis panjang dari Jabir mengenai sifat haji Nabi ﷺ, ia berkata, حَتَّى إِذَا أَتَيْنَا الْبَيْتَ مَعَهُ، اسْتَلَمَ الرُّكْنَ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا. ثُمَّ نَفَذَ إِلَى مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ عليه السلام. فَقَرَأَ: {وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى} [2 / البقرة / 125] فَجَعَلَ الْمَقَامَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ. … كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون}. “Ketika kami sampai di Ka’bah bersama Nabi ﷺ, beliau menyentuh Hajar Aswad, lalu berjalan cepat (raml) tiga putaran, dan berjalan biasa empat putaran. Kemudian beliau menuju Maqam Ibrahim dan membaca ayat (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Beliau pun menjadikan Maqam itu di antara dirinya dan Ka’bah (ketika salat, pent.). … Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim 1218) Keutamaan salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat tawaf memiliki kedudukan yang sangat agung dalam syariat. Di antaranya: Sarana mendekatkan diri kepada Allah Hukum salat ini adalah wajib [1], terutama setelah menyelesaikan tawaf yang hukumnya wajib. Banyak ulama dari kalangan fuqaha yang menyatakan kewajiban salat ini, dan pendapat tersebut tergolong kuat secara dalil. Wallaahu a’lam. [2] Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, مَن عادَى لي وَلِيًّا فقَدْ آذَنْتُهُ بالحَرْبِ، وما تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بشَيءٍ أحَبَّ إلَيَّ ممَّا افْتَرَضْتُ عليه، وما يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بالنَّوافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ، … “Sesungguhnya Allah berfirman (yang artinya), ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Dan tidak ada yang lebih Aku cintai untuk dijadikan sarana pendekatan diri oleh hamba-Ku kepada-Ku selain apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunah hingga Aku mencintainya. …” (HR. Bukhari no. 6502) Hadis ini menunjukkan betapa besar nilai ibadah-ibadah yang diwajibkan oleh Allah, termasuk di dalamnya salat tawaf. Karena itu, menjalankannya dengan kesadaran bahwa ini adalah perintah dari Allah akan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas iman dan rasa manis dalam beribadah. Patuh terhadap perintah Allah Salat ini merupakan praktek dari firman Allah Ta’ala, وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Kita dituntut untuk menghadirkan perasaan bahwa ketika kita melakukan ibadah, kita melakukannya dalam rangka menaati perintah Allah Ta‘ala. Karena ketika seseorang menyadari bahwa ibadah yang ia lakukan adalah bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah, maka hal itu akan menambah keimanannya dan merasakan kenikmatan dalam ibadah tersebut. [3] Baca juga: Fikih Salat Sunah Saat Pulang dari Safar Tata cara salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bah Salat dua rakaat tawaf dilakukan setelah seorang muslim menyelesaikan tujuh putaran tawaf mengelilingi Ka’bah. Syaikh Muhammad Umar Bazmul mengatakan, صلاة ركعتي الطواف واجبة لكل سبعة أشواط “Salat dua rakaat tawaf wajib dilakukan untuk setiap tujuh putaran tawaf.” [4] Secara umum, tidak ada perbedaan dalam bentuk pelaksanaan salat ini dibandingkan dengan salat-salat sunah lainnya, baik dalam bacaan maupun gerakannya. Cukup membaca surah al-Fatihah dan surat pendek dalam masing-masing rakaat, namun disunahkan untuk membaca surah tertentu sebagaimana yang akan dijelaskan dalam bagian berikutnya. Disunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram Makkah Salat ini disyariatkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi ﷺ. Namun, jika tidak memungkinkan karena penuh atau khawatir mengganggu jamaah lain, boleh dilakukan di bagian mana pun dari Masjidil Haram, bahkan di seluruh kawasan haram di Makkah. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, يسن للطائف أن يصلي بعد فراغه ركعتين، ويستحب أن يركعهما خلف المقام؛ لقوله تعالى: واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى … وحيث ركعهما، ومهما قرأ فيهما، جاز؛ فإن عمر ركعهما بذي طوى “Disunahkan bagi orang yang melakukan tawaf untuk salat dua rakaat setelah menyelesaikan tawafnya, dan dianjurkan untuk melaksanakannya di belakang Maqam Ibrahim, berdasarkan firman Allah Ta‘ala (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) … Namun di mana pun ia melaksanakannya, dan apa pun yang ia baca di dalamnya, tetap sah. Karena Umar pernah melaksanakannya di Dzi Thuwa.” [5] Bahkan, jika sekiranya di belakang Maqam Ibrahim penuh berdesak-desakan untuk tawaf, maka kita dilarang mengerjakannya di tempat tersebut, karena termasuk kedzaliman terhadap saudara-saudara kita yang sedang tawaf. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Seorang muslim wajib bertakwa kepada Allah dalam urusan dirinya, dan juga bertakwa kepada Allah dalam urusan terhadap saudara-saudaranya. Maka janganlah ia salat di belakang Maqam Ibrahim sementara orang-orang membutuhkannya untuk tawaf. Jika ia tetap melakukannya, maka ia tidak memiliki kehormatan, dan kita boleh menyingkirkannya, memutus salatnya, bahkan melangkahinya saat ia sedang sujud. Karena dialah yang berbuat aniaya dan zalim — dan kita berlindung kepada Allah dari hal itu.” [6] Tetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarang Seseorang diperbolehkan tawaf kapanpun dia inginkan. Demikian juga salat dua rakaat setelah tawaf ini, dilakukan kapanpun selesai melaksanakan tujuh putaran, walaupun bertepatan dengan waktu terlarangnya salat, yaitu setelah salat subuh hingga matahari meninggi, waktu matahari tepat berada di atas, dan setelah salat ashar sampai matahari benar-benar tenggelam. Ditanyakan kepada Syekh Bin Baz rahimahullah, “Apa hukum salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim — bapak kita Ibrahim ‘alaihis salam — pada waktu-waktu yang dilarang untuk salat sunah?” Beliau menjawab, “Tidak ada masalah dalam hal itu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, لا تمنعوا أحدا طاف بهذا البيت وصلى أية ساعة شاء من ليل أو نهار “Wahai Bani Abdul Manaf, janganlah kalian melarang siapa pun yang telah tawaf di rumah ini (Ka’bah) untuk salat pada waktu mana pun yang ia kehendaki, siang maupun malam.” (HR. Imam Ahmad dan empat penulis kitab Sunan dengan sanad yang sahih) Karena salat tawaf termasuk salat yang memiliki sebab, maka tidak mengapa dikerjakan pada waktu-waktu terlarang, sebagaimana salat tahiyyatul masjid dan salat gerhana, berdasarkan hadis yang disebutkan dan hadis-hadis lainnya dalam bab ini, seperti sabda Nabi ﷺ, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah dan salatlah hingga keduanya kembali normal.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Jumu’ah, no. 1000 dan Muslim dalam Kitab al-Kusuf, no. 1522 — lafaz dari Muslim. Keduanya sepakat atas kesahihannya) Dan juga sabda Nabi ﷺ, “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke masjid, maka janganlah ia duduk sebelum salat dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka dari hadis Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu) [7] Doa dan dzikir yang dibaca Disunahkan bagi orang yang melaksanakan salat dua rakaat tawaf untuk membaca surah-surah tertentu setelah Al-Fatihah: pada rakaat pertama, disunahkan membaca surah Al-Kafirun; dan pada rakaat kedua, disunahkan membaca surah Al-Ikhlas. Hal ini berdasarkan hadis Jabir tentang sifat haji Nabi ﷺ, sebagaimana telah disebutkan di awal pembahasan, كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون} “Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim no. 1218) [8] Semoga Allah Subhanahu wa Ta‘ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa mengikuti sunah Nabi-Nya ﷺ dalam setiap ibadah, termasuk dalam salat dua rakaat tawaf. Aamiin. Baca juga: Fikih Salat Tobat *** Tulang Bawang – Lampung, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 151. [2] Lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 29: 133. [3] Lihat https://ar.islamway.net/article/77712/ [4] Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 150. [5] Al-Mughni, 3: 347. Lihat juga Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 152-153. [6] Fatawa Ulama al-Balad al-Haram, hal. 220, dinukil dari https://islamqa.info/ar/answers/457850/ [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Syaikh Ibn Bāz, 11: 291. [8] Lihat Al-Majmu’ karya An-Nawawi, 8: 49; dan Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 153.


Daftar Isi Toggle Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawafHadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhumaHadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺKeutamaan salat dua rakaat tawafSarana mendekatkan diri kepada AllahPatuh terhadap perintah AllahTata cara salat dua rakaat tawafSalat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bahDisunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram MakkahTetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarangDoa dan dzikir yang dibaca Salat merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling agung dalam Islam, yang merupakan hubungan (shilah) antara hamba dengan Rabb-nya. Dalam banyak rangkaian ibadah, Allah menetapkan bentuk-bentuk salat tertentu. Salah satunya adalah salat dua rakaat tawaf yang dilaksanakan setelah mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Salat ini memiliki kedudukan khusus karena langsung dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dalam rangka melaksanakan perintah Allah, dan menjadi bagian dari manasik haji serta umrah. Dalam artikel ini, kita akan mengulas dalil-dalil yang mendasari disyariatkannya salat dua rakaat tawaf, keutamaannya, tata caranya, serta doa dan bacaan yang dianjurkan untuk dilakukan di dalamnya. Hadis-hadis tentang salat dua rakaat tawaf Terdapat beberapa hadis yang membahas tentang salat tawaf. Di antara yang terpenting adalah sebagai berikut: Hadis Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma Diriwayatkan dalam Shahih Muslim (no. 1234), dari ‘Amr bin Dinar, ia berkata, “Kami pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang seorang laki-laki yang datang untuk umrah, lalu ia tawaf mengelilingi Ka’bah, tetapi belum melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah. Apakah dia boleh menggauli istrinya?” Maka Ibnu Umar menjawab, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَطَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا. وَصَلَّى خَلْفَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ. وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، سَبْعًا. وَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ. “Rasulullah ﷺ datang, lalu beliau tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, kemudian beliau salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, dan melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Dan sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1700), namun lafaz yang disebut di sini adalah lafaz dari Muslim. Hadis tentang sifat (tata cara) haji Nabi ﷺ Disebutkan juga dalam hadis panjang dari Jabir mengenai sifat haji Nabi ﷺ, ia berkata, حَتَّى إِذَا أَتَيْنَا الْبَيْتَ مَعَهُ، اسْتَلَمَ الرُّكْنَ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا. ثُمَّ نَفَذَ إِلَى مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ عليه السلام. فَقَرَأَ: {وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى} [2 / البقرة / 125] فَجَعَلَ الْمَقَامَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ. … كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون}. “Ketika kami sampai di Ka’bah bersama Nabi ﷺ, beliau menyentuh Hajar Aswad, lalu berjalan cepat (raml) tiga putaran, dan berjalan biasa empat putaran. Kemudian beliau menuju Maqam Ibrahim dan membaca ayat (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Beliau pun menjadikan Maqam itu di antara dirinya dan Ka’bah (ketika salat, pent.). … Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim 1218) Keutamaan salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat tawaf memiliki kedudukan yang sangat agung dalam syariat. Di antaranya: Sarana mendekatkan diri kepada Allah Hukum salat ini adalah wajib [1], terutama setelah menyelesaikan tawaf yang hukumnya wajib. Banyak ulama dari kalangan fuqaha yang menyatakan kewajiban salat ini, dan pendapat tersebut tergolong kuat secara dalil. Wallaahu a’lam. [2] Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, مَن عادَى لي وَلِيًّا فقَدْ آذَنْتُهُ بالحَرْبِ، وما تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بشَيءٍ أحَبَّ إلَيَّ ممَّا افْتَرَضْتُ عليه، وما يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بالنَّوافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ، … “Sesungguhnya Allah berfirman (yang artinya), ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Dan tidak ada yang lebih Aku cintai untuk dijadikan sarana pendekatan diri oleh hamba-Ku kepada-Ku selain apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunah hingga Aku mencintainya. …” (HR. Bukhari no. 6502) Hadis ini menunjukkan betapa besar nilai ibadah-ibadah yang diwajibkan oleh Allah, termasuk di dalamnya salat tawaf. Karena itu, menjalankannya dengan kesadaran bahwa ini adalah perintah dari Allah akan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas iman dan rasa manis dalam beribadah. Patuh terhadap perintah Allah Salat ini merupakan praktek dari firman Allah Ta’ala, وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) Kita dituntut untuk menghadirkan perasaan bahwa ketika kita melakukan ibadah, kita melakukannya dalam rangka menaati perintah Allah Ta‘ala. Karena ketika seseorang menyadari bahwa ibadah yang ia lakukan adalah bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah, maka hal itu akan menambah keimanannya dan merasakan kenikmatan dalam ibadah tersebut. [3] Baca juga: Fikih Salat Sunah Saat Pulang dari Safar Tata cara salat dua rakaat tawaf Salat dua rakaat setelah menyelesaikan tujuh putaran (tawaf) mengelilingi Ka’bah Salat dua rakaat tawaf dilakukan setelah seorang muslim menyelesaikan tujuh putaran tawaf mengelilingi Ka’bah. Syaikh Muhammad Umar Bazmul mengatakan, صلاة ركعتي الطواف واجبة لكل سبعة أشواط “Salat dua rakaat tawaf wajib dilakukan untuk setiap tujuh putaran tawaf.” [4] Secara umum, tidak ada perbedaan dalam bentuk pelaksanaan salat ini dibandingkan dengan salat-salat sunah lainnya, baik dalam bacaan maupun gerakannya. Cukup membaca surah al-Fatihah dan surat pendek dalam masing-masing rakaat, namun disunahkan untuk membaca surah tertentu sebagaimana yang akan dijelaskan dalam bagian berikutnya. Disunahkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan boleh dilakukan di bagian mana pun di kawasan haram Makkah Salat ini disyariatkan dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi ﷺ. Namun, jika tidak memungkinkan karena penuh atau khawatir mengganggu jamaah lain, boleh dilakukan di bagian mana pun dari Masjidil Haram, bahkan di seluruh kawasan haram di Makkah. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, يسن للطائف أن يصلي بعد فراغه ركعتين، ويستحب أن يركعهما خلف المقام؛ لقوله تعالى: واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى … وحيث ركعهما، ومهما قرأ فيهما، جاز؛ فإن عمر ركعهما بذي طوى “Disunahkan bagi orang yang melakukan tawaf untuk salat dua rakaat setelah menyelesaikan tawafnya, dan dianjurkan untuk melaksanakannya di belakang Maqam Ibrahim, berdasarkan firman Allah Ta‘ala (yang artinya), ‘Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.’ (QS. Al-Baqarah: 125) … Namun di mana pun ia melaksanakannya, dan apa pun yang ia baca di dalamnya, tetap sah. Karena Umar pernah melaksanakannya di Dzi Thuwa.” [5] Bahkan, jika sekiranya di belakang Maqam Ibrahim penuh berdesak-desakan untuk tawaf, maka kita dilarang mengerjakannya di tempat tersebut, karena termasuk kedzaliman terhadap saudara-saudara kita yang sedang tawaf. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Seorang muslim wajib bertakwa kepada Allah dalam urusan dirinya, dan juga bertakwa kepada Allah dalam urusan terhadap saudara-saudaranya. Maka janganlah ia salat di belakang Maqam Ibrahim sementara orang-orang membutuhkannya untuk tawaf. Jika ia tetap melakukannya, maka ia tidak memiliki kehormatan, dan kita boleh menyingkirkannya, memutus salatnya, bahkan melangkahinya saat ia sedang sujud. Karena dialah yang berbuat aniaya dan zalim — dan kita berlindung kepada Allah dari hal itu.” [6] Tetap dikerjakan pada waktu-waktu terlarang Seseorang diperbolehkan tawaf kapanpun dia inginkan. Demikian juga salat dua rakaat setelah tawaf ini, dilakukan kapanpun selesai melaksanakan tujuh putaran, walaupun bertepatan dengan waktu terlarangnya salat, yaitu setelah salat subuh hingga matahari meninggi, waktu matahari tepat berada di atas, dan setelah salat ashar sampai matahari benar-benar tenggelam. Ditanyakan kepada Syekh Bin Baz rahimahullah, “Apa hukum salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim — bapak kita Ibrahim ‘alaihis salam — pada waktu-waktu yang dilarang untuk salat sunah?” Beliau menjawab, “Tidak ada masalah dalam hal itu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, لا تمنعوا أحدا طاف بهذا البيت وصلى أية ساعة شاء من ليل أو نهار “Wahai Bani Abdul Manaf, janganlah kalian melarang siapa pun yang telah tawaf di rumah ini (Ka’bah) untuk salat pada waktu mana pun yang ia kehendaki, siang maupun malam.” (HR. Imam Ahmad dan empat penulis kitab Sunan dengan sanad yang sahih) Karena salat tawaf termasuk salat yang memiliki sebab, maka tidak mengapa dikerjakan pada waktu-waktu terlarang, sebagaimana salat tahiyyatul masjid dan salat gerhana, berdasarkan hadis yang disebutkan dan hadis-hadis lainnya dalam bab ini, seperti sabda Nabi ﷺ, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah dan salatlah hingga keduanya kembali normal.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Jumu’ah, no. 1000 dan Muslim dalam Kitab al-Kusuf, no. 1522 — lafaz dari Muslim. Keduanya sepakat atas kesahihannya) Dan juga sabda Nabi ﷺ, “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke masjid, maka janganlah ia duduk sebelum salat dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka dari hadis Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu) [7] Doa dan dzikir yang dibaca Disunahkan bagi orang yang melaksanakan salat dua rakaat tawaf untuk membaca surah-surah tertentu setelah Al-Fatihah: pada rakaat pertama, disunahkan membaca surah Al-Kafirun; dan pada rakaat kedua, disunahkan membaca surah Al-Ikhlas. Hal ini berdasarkan hadis Jabir tentang sifat haji Nabi ﷺ, sebagaimana telah disebutkan di awal pembahasan, كَانَ يَقْرَأُ فِي الركعتين: {قل هو الله أحد} و {قل يا أيها الكافرون} “Beliau membaca dalam dua rakaat tersebut, ‘Qul huwallahu ahad’ dan ‘Qul ya ayyuhal kafirun.’ … ” (HR. Muslim no. 1218) [8] Semoga Allah Subhanahu wa Ta‘ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa mengikuti sunah Nabi-Nya ﷺ dalam setiap ibadah, termasuk dalam salat dua rakaat tawaf. Aamiin. Baca juga: Fikih Salat Tobat *** Tulang Bawang – Lampung, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, 2006.   Catatan kaki: [1] Lihat Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 151. [2] Lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 29: 133. [3] Lihat https://ar.islamway.net/article/77712/ [4] Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 150. [5] Al-Mughni, 3: 347. Lihat juga Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 152-153. [6] Fatawa Ulama al-Balad al-Haram, hal. 220, dinukil dari https://islamqa.info/ar/answers/457850/ [7] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Syaikh Ibn Bāz, 11: 291. [8] Lihat Al-Majmu’ karya An-Nawawi, 8: 49; dan Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 153.

Keutamaan Doa Memohon Rezeki Halal dan Kecukupan dari Allah

Daftar Isi Toggle Redaksi hadisMakna doaHubungan rezeki halal dengan keberkahanKeutamaan mengamalkan doa iniPertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haramKedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitasKetiga: Menguatkan tawakalPraktik dalam kehidupan sehari-hari Dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim senantiasa dihadapkan pada ujian rezeki. Tidak jarang, godaan untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak halal muncul, terutama ketika kesulitan menghampiri. Namun, Islam mengajarkan bahwa rezeki yang baik dan berkah hanya datang dari Allah Ta’ala. Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.” (“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal, jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu sehingga aku tidak bergantung pada selain-Mu.”) Redaksi hadis Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ada seorang budak mukatab (yang berutang pada tuannya ingin memerdekakan dirinya) yang mendatangi ‘Ali, ia berkata, إِنِّي عَجِزْتُ عَنْ كِتَابَتِي فَأَعِنِّي “Aku tidak bisa membayar utang pembebasan diriku, maka tolonglah aku.” Ali pun berkata, أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيْهِنَّ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلٍ دَيْناً أَدَّاهُ اللهُ عَنْكَ ؟ “Maukah kuberitahukan kepadamu beberapa kalimat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkannya padaku, yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya?” Ucapkanlah doa, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ ‘ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.’ (artinya: Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu).” (HR. Tirmidzi, no. 3563. Hasan menurut At-Tirmidzi. Syekh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy menyetujui hasannya hadis ini.) Makna doa Doa di atas mengandung tiga permintaan utama, yaitu: memohon kecukupan rezeki halal, meminta dijauhkan dari yang haram, dan memohon kekayaan hati agar tidak bergantung kepada makhluk. Ketiga permintaan ini saling terkait. Rezeki halal tidak hanya membawa manfaat secara fisik, tetapi juga menenangkan jiwa. Sementara itu, permintaan untuk dijauhkan dari yang haram mencerminkan kesadaran bahwa kehalalan rezeki adalah prinsip hidup yang tidak bisa ditawar. Terakhir, permintaan agar tidak bergantung pada selain Allah, menunjukkan tauhid yang utuh, di mana seorang hamba meyakini bahwa hanya Allah yang mampu mencukupi segala kebutuhan. Doa ini diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk Sunan At-Tirmidzi dan Musnad Ahmad. Salah satu riwayat yang menjadi landasannya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ “Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka, bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan sahih oleh Syekh Al-Albani) Selain itu, Allah juga berfirman, وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا “Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6) Ayat dan hadis ini menegaskan bahwa rezeki telah dijamin oleh Allah. Tugas manusia hanyalah berikhtiar secara halal dan bertawakal, serta memastikan bahwa ia berkomitmen untuk menjauhi segala potensi dosa yang dapat menjerumuskannya dalam memperoleh rezeki yang tidak halal. Baca juga: Doa Memohon Ilmu, Rezeki, dan Amal yang Diterima Hubungan rezeki halal dengan keberkahan Saudaraku, renungkanlah! Ketika seseorang mengonsumsi yang haram, hatinya tentu akan menjadi keras, ibadah terasa berat, dan doa sulit dikabulkan. Sebaliknya, rezeki halal akan melapangkan hati, memudahkan penerimaan amal, dan mendatangkan ketenangan. Doa dalam kalimat: اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ “ALLAHUMMAKFINI BIHALALIKA …” juga mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam sikap tamak. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ “Kaya bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kaya adalah kayanya jiwa.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, dan Ibnu Majah no. 4137) Artinya, kekayaan sejati terletak pada rasa cukup (qana’ah) dengan pemberian Allah, bukan pada jumlah materi yang dimiliki. Hal inilah yang semestinya senantiasa kita sadari. Karena, kadangkala hidup di tengah-tengah lingkungan yang melulu mengejar hal yang bersifat duniawi dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bernalar tentang makna qana’ah. Maka, sadarilah bahwa kekayaan jiwa adalah yang utama dan perlu kita kedepankan tanpa mengesampingkan pula ikhtiar kita dalam aspek dunawi sesuai dengan koridor syariat. Keutamaan mengamalkan doa ini Pertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haram Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjauhi syubhat, ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599) Mudah-mudahan dengan membaca doa ini, kita memohon perlindungan Allah dari segala bentuk syubhat yang bisa menjerumuskan dan semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita ketika dihadapkan pada perkara syubhat, serta Allah berikan kita kekuatan iman dan takwa untuk segera menghindar dari segala perkara syubhat. Kedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitas Allah Ta’ala berfirman, وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.’” (QS. Ibrahim: 7) Doa ini mengandung sikap syukur karena memilih rezeki halal, sehingga Allah akan melipatgandakan nikmat-Nya. Memilih rezeki halal meski secara duniawi terlihat sedikit adalah contoh dari ikhtiar kita dalam memanifestasikan rasa syukur kepada Allah. Memang, terasa berat untuk konsisten dengan kebiasaan ini. Akan tetapi, ingatlah bahwa ganjarannya tidak hanya diperoleh di akhirat nanti, di dunia pun akan kita memperolehnya, yaitu berupa nikmat yang selalu bertambah. Ketiga: Menguatkan tawakal Saudaraku, ketahuilah bahwa dengan mengakui bahwa hanya Allah yang mencukupi, kita melatih diri untuk tidak bergantung pada manusia atau materi. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala, وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3) Praktik dalam kehidupan sehari-hari Pertama: Selalu cek sumber penghasilan dengan memastikan pekerjaan atau bisnis yang dijalankan sesuai syariat. Hindari riba, penipuan, atau transaksi yang merugikan pihak lain. Kedua: Berdoalah di setiap pagi dan petang. Amalkan doa ini secara rutin, terutama setelah salat. Rasulullah mengajarkan bahwa waktu antara azan dan ikamah adalah saat mustajab untuk berdoa. Ketiga: Bersedekahlah untuk membersihkan harta. Karena sedekah tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga membersihkan harta dari hak orang lain yang mungkin tanpa sengaja tercampur. Doa “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA…” adalah bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Sang Pemberi rezeki. Mudah-mudahan, dengan mengamalkan doa ini, Allah akan mencukupkan kebutuhan kita dan memberikan perlindungan dari segala bentuk keputusasaan dan ketergantungan kepada selain Allah. Marilah kita jadikan doa ini sebagai bagian dari zikir harian, sembari terus berikhtiar mencari rezeki yang halal dan berkah. Wallahu a’lam bish-shawab. Baca juga: Sebab-Sebab Rezeki yang Ada di Dalam Al-Qur’an *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id

Keutamaan Doa Memohon Rezeki Halal dan Kecukupan dari Allah

Daftar Isi Toggle Redaksi hadisMakna doaHubungan rezeki halal dengan keberkahanKeutamaan mengamalkan doa iniPertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haramKedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitasKetiga: Menguatkan tawakalPraktik dalam kehidupan sehari-hari Dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim senantiasa dihadapkan pada ujian rezeki. Tidak jarang, godaan untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak halal muncul, terutama ketika kesulitan menghampiri. Namun, Islam mengajarkan bahwa rezeki yang baik dan berkah hanya datang dari Allah Ta’ala. Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.” (“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal, jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu sehingga aku tidak bergantung pada selain-Mu.”) Redaksi hadis Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ada seorang budak mukatab (yang berutang pada tuannya ingin memerdekakan dirinya) yang mendatangi ‘Ali, ia berkata, إِنِّي عَجِزْتُ عَنْ كِتَابَتِي فَأَعِنِّي “Aku tidak bisa membayar utang pembebasan diriku, maka tolonglah aku.” Ali pun berkata, أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيْهِنَّ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلٍ دَيْناً أَدَّاهُ اللهُ عَنْكَ ؟ “Maukah kuberitahukan kepadamu beberapa kalimat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkannya padaku, yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya?” Ucapkanlah doa, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ ‘ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.’ (artinya: Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu).” (HR. Tirmidzi, no. 3563. Hasan menurut At-Tirmidzi. Syekh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy menyetujui hasannya hadis ini.) Makna doa Doa di atas mengandung tiga permintaan utama, yaitu: memohon kecukupan rezeki halal, meminta dijauhkan dari yang haram, dan memohon kekayaan hati agar tidak bergantung kepada makhluk. Ketiga permintaan ini saling terkait. Rezeki halal tidak hanya membawa manfaat secara fisik, tetapi juga menenangkan jiwa. Sementara itu, permintaan untuk dijauhkan dari yang haram mencerminkan kesadaran bahwa kehalalan rezeki adalah prinsip hidup yang tidak bisa ditawar. Terakhir, permintaan agar tidak bergantung pada selain Allah, menunjukkan tauhid yang utuh, di mana seorang hamba meyakini bahwa hanya Allah yang mampu mencukupi segala kebutuhan. Doa ini diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk Sunan At-Tirmidzi dan Musnad Ahmad. Salah satu riwayat yang menjadi landasannya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ “Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka, bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan sahih oleh Syekh Al-Albani) Selain itu, Allah juga berfirman, وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا “Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6) Ayat dan hadis ini menegaskan bahwa rezeki telah dijamin oleh Allah. Tugas manusia hanyalah berikhtiar secara halal dan bertawakal, serta memastikan bahwa ia berkomitmen untuk menjauhi segala potensi dosa yang dapat menjerumuskannya dalam memperoleh rezeki yang tidak halal. Baca juga: Doa Memohon Ilmu, Rezeki, dan Amal yang Diterima Hubungan rezeki halal dengan keberkahan Saudaraku, renungkanlah! Ketika seseorang mengonsumsi yang haram, hatinya tentu akan menjadi keras, ibadah terasa berat, dan doa sulit dikabulkan. Sebaliknya, rezeki halal akan melapangkan hati, memudahkan penerimaan amal, dan mendatangkan ketenangan. Doa dalam kalimat: اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ “ALLAHUMMAKFINI BIHALALIKA …” juga mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam sikap tamak. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ “Kaya bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kaya adalah kayanya jiwa.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, dan Ibnu Majah no. 4137) Artinya, kekayaan sejati terletak pada rasa cukup (qana’ah) dengan pemberian Allah, bukan pada jumlah materi yang dimiliki. Hal inilah yang semestinya senantiasa kita sadari. Karena, kadangkala hidup di tengah-tengah lingkungan yang melulu mengejar hal yang bersifat duniawi dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bernalar tentang makna qana’ah. Maka, sadarilah bahwa kekayaan jiwa adalah yang utama dan perlu kita kedepankan tanpa mengesampingkan pula ikhtiar kita dalam aspek dunawi sesuai dengan koridor syariat. Keutamaan mengamalkan doa ini Pertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haram Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjauhi syubhat, ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599) Mudah-mudahan dengan membaca doa ini, kita memohon perlindungan Allah dari segala bentuk syubhat yang bisa menjerumuskan dan semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita ketika dihadapkan pada perkara syubhat, serta Allah berikan kita kekuatan iman dan takwa untuk segera menghindar dari segala perkara syubhat. Kedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitas Allah Ta’ala berfirman, وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.’” (QS. Ibrahim: 7) Doa ini mengandung sikap syukur karena memilih rezeki halal, sehingga Allah akan melipatgandakan nikmat-Nya. Memilih rezeki halal meski secara duniawi terlihat sedikit adalah contoh dari ikhtiar kita dalam memanifestasikan rasa syukur kepada Allah. Memang, terasa berat untuk konsisten dengan kebiasaan ini. Akan tetapi, ingatlah bahwa ganjarannya tidak hanya diperoleh di akhirat nanti, di dunia pun akan kita memperolehnya, yaitu berupa nikmat yang selalu bertambah. Ketiga: Menguatkan tawakal Saudaraku, ketahuilah bahwa dengan mengakui bahwa hanya Allah yang mencukupi, kita melatih diri untuk tidak bergantung pada manusia atau materi. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala, وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3) Praktik dalam kehidupan sehari-hari Pertama: Selalu cek sumber penghasilan dengan memastikan pekerjaan atau bisnis yang dijalankan sesuai syariat. Hindari riba, penipuan, atau transaksi yang merugikan pihak lain. Kedua: Berdoalah di setiap pagi dan petang. Amalkan doa ini secara rutin, terutama setelah salat. Rasulullah mengajarkan bahwa waktu antara azan dan ikamah adalah saat mustajab untuk berdoa. Ketiga: Bersedekahlah untuk membersihkan harta. Karena sedekah tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga membersihkan harta dari hak orang lain yang mungkin tanpa sengaja tercampur. Doa “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA…” adalah bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Sang Pemberi rezeki. Mudah-mudahan, dengan mengamalkan doa ini, Allah akan mencukupkan kebutuhan kita dan memberikan perlindungan dari segala bentuk keputusasaan dan ketergantungan kepada selain Allah. Marilah kita jadikan doa ini sebagai bagian dari zikir harian, sembari terus berikhtiar mencari rezeki yang halal dan berkah. Wallahu a’lam bish-shawab. Baca juga: Sebab-Sebab Rezeki yang Ada di Dalam Al-Qur’an *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id
Daftar Isi Toggle Redaksi hadisMakna doaHubungan rezeki halal dengan keberkahanKeutamaan mengamalkan doa iniPertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haramKedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitasKetiga: Menguatkan tawakalPraktik dalam kehidupan sehari-hari Dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim senantiasa dihadapkan pada ujian rezeki. Tidak jarang, godaan untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak halal muncul, terutama ketika kesulitan menghampiri. Namun, Islam mengajarkan bahwa rezeki yang baik dan berkah hanya datang dari Allah Ta’ala. Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.” (“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal, jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu sehingga aku tidak bergantung pada selain-Mu.”) Redaksi hadis Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ada seorang budak mukatab (yang berutang pada tuannya ingin memerdekakan dirinya) yang mendatangi ‘Ali, ia berkata, إِنِّي عَجِزْتُ عَنْ كِتَابَتِي فَأَعِنِّي “Aku tidak bisa membayar utang pembebasan diriku, maka tolonglah aku.” Ali pun berkata, أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيْهِنَّ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلٍ دَيْناً أَدَّاهُ اللهُ عَنْكَ ؟ “Maukah kuberitahukan kepadamu beberapa kalimat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkannya padaku, yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya?” Ucapkanlah doa, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ ‘ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.’ (artinya: Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu).” (HR. Tirmidzi, no. 3563. Hasan menurut At-Tirmidzi. Syekh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy menyetujui hasannya hadis ini.) Makna doa Doa di atas mengandung tiga permintaan utama, yaitu: memohon kecukupan rezeki halal, meminta dijauhkan dari yang haram, dan memohon kekayaan hati agar tidak bergantung kepada makhluk. Ketiga permintaan ini saling terkait. Rezeki halal tidak hanya membawa manfaat secara fisik, tetapi juga menenangkan jiwa. Sementara itu, permintaan untuk dijauhkan dari yang haram mencerminkan kesadaran bahwa kehalalan rezeki adalah prinsip hidup yang tidak bisa ditawar. Terakhir, permintaan agar tidak bergantung pada selain Allah, menunjukkan tauhid yang utuh, di mana seorang hamba meyakini bahwa hanya Allah yang mampu mencukupi segala kebutuhan. Doa ini diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk Sunan At-Tirmidzi dan Musnad Ahmad. Salah satu riwayat yang menjadi landasannya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ “Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka, bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan sahih oleh Syekh Al-Albani) Selain itu, Allah juga berfirman, وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا “Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6) Ayat dan hadis ini menegaskan bahwa rezeki telah dijamin oleh Allah. Tugas manusia hanyalah berikhtiar secara halal dan bertawakal, serta memastikan bahwa ia berkomitmen untuk menjauhi segala potensi dosa yang dapat menjerumuskannya dalam memperoleh rezeki yang tidak halal. Baca juga: Doa Memohon Ilmu, Rezeki, dan Amal yang Diterima Hubungan rezeki halal dengan keberkahan Saudaraku, renungkanlah! Ketika seseorang mengonsumsi yang haram, hatinya tentu akan menjadi keras, ibadah terasa berat, dan doa sulit dikabulkan. Sebaliknya, rezeki halal akan melapangkan hati, memudahkan penerimaan amal, dan mendatangkan ketenangan. Doa dalam kalimat: اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ “ALLAHUMMAKFINI BIHALALIKA …” juga mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam sikap tamak. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ “Kaya bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kaya adalah kayanya jiwa.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, dan Ibnu Majah no. 4137) Artinya, kekayaan sejati terletak pada rasa cukup (qana’ah) dengan pemberian Allah, bukan pada jumlah materi yang dimiliki. Hal inilah yang semestinya senantiasa kita sadari. Karena, kadangkala hidup di tengah-tengah lingkungan yang melulu mengejar hal yang bersifat duniawi dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bernalar tentang makna qana’ah. Maka, sadarilah bahwa kekayaan jiwa adalah yang utama dan perlu kita kedepankan tanpa mengesampingkan pula ikhtiar kita dalam aspek dunawi sesuai dengan koridor syariat. Keutamaan mengamalkan doa ini Pertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haram Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjauhi syubhat, ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599) Mudah-mudahan dengan membaca doa ini, kita memohon perlindungan Allah dari segala bentuk syubhat yang bisa menjerumuskan dan semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita ketika dihadapkan pada perkara syubhat, serta Allah berikan kita kekuatan iman dan takwa untuk segera menghindar dari segala perkara syubhat. Kedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitas Allah Ta’ala berfirman, وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.’” (QS. Ibrahim: 7) Doa ini mengandung sikap syukur karena memilih rezeki halal, sehingga Allah akan melipatgandakan nikmat-Nya. Memilih rezeki halal meski secara duniawi terlihat sedikit adalah contoh dari ikhtiar kita dalam memanifestasikan rasa syukur kepada Allah. Memang, terasa berat untuk konsisten dengan kebiasaan ini. Akan tetapi, ingatlah bahwa ganjarannya tidak hanya diperoleh di akhirat nanti, di dunia pun akan kita memperolehnya, yaitu berupa nikmat yang selalu bertambah. Ketiga: Menguatkan tawakal Saudaraku, ketahuilah bahwa dengan mengakui bahwa hanya Allah yang mencukupi, kita melatih diri untuk tidak bergantung pada manusia atau materi. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala, وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3) Praktik dalam kehidupan sehari-hari Pertama: Selalu cek sumber penghasilan dengan memastikan pekerjaan atau bisnis yang dijalankan sesuai syariat. Hindari riba, penipuan, atau transaksi yang merugikan pihak lain. Kedua: Berdoalah di setiap pagi dan petang. Amalkan doa ini secara rutin, terutama setelah salat. Rasulullah mengajarkan bahwa waktu antara azan dan ikamah adalah saat mustajab untuk berdoa. Ketiga: Bersedekahlah untuk membersihkan harta. Karena sedekah tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga membersihkan harta dari hak orang lain yang mungkin tanpa sengaja tercampur. Doa “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA…” adalah bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Sang Pemberi rezeki. Mudah-mudahan, dengan mengamalkan doa ini, Allah akan mencukupkan kebutuhan kita dan memberikan perlindungan dari segala bentuk keputusasaan dan ketergantungan kepada selain Allah. Marilah kita jadikan doa ini sebagai bagian dari zikir harian, sembari terus berikhtiar mencari rezeki yang halal dan berkah. Wallahu a’lam bish-shawab. Baca juga: Sebab-Sebab Rezeki yang Ada di Dalam Al-Qur’an *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id


Daftar Isi Toggle Redaksi hadisMakna doaHubungan rezeki halal dengan keberkahanKeutamaan mengamalkan doa iniPertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haramKedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitasKetiga: Menguatkan tawakalPraktik dalam kehidupan sehari-hari Dalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim senantiasa dihadapkan pada ujian rezeki. Tidak jarang, godaan untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak halal muncul, terutama ketika kesulitan menghampiri. Namun, Islam mengajarkan bahwa rezeki yang baik dan berkah hanya datang dari Allah Ta’ala. Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.” (“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal, jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu sehingga aku tidak bergantung pada selain-Mu.”) Redaksi hadis Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ada seorang budak mukatab (yang berutang pada tuannya ingin memerdekakan dirinya) yang mendatangi ‘Ali, ia berkata, إِنِّي عَجِزْتُ عَنْ كِتَابَتِي فَأَعِنِّي “Aku tidak bisa membayar utang pembebasan diriku, maka tolonglah aku.” Ali pun berkata, أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيْهِنَّ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلٍ دَيْناً أَدَّاهُ اللهُ عَنْكَ ؟ “Maukah kuberitahukan kepadamu beberapa kalimat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkannya padaku, yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya?” Ucapkanlah doa, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ ‘ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA ’AN HARAMIK, WA AGHNINI BIFADHLIKA ‘AMMAN SIWAK.’ (artinya: Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu).” (HR. Tirmidzi, no. 3563. Hasan menurut At-Tirmidzi. Syekh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy menyetujui hasannya hadis ini.) Makna doa Doa di atas mengandung tiga permintaan utama, yaitu: memohon kecukupan rezeki halal, meminta dijauhkan dari yang haram, dan memohon kekayaan hati agar tidak bergantung kepada makhluk. Ketiga permintaan ini saling terkait. Rezeki halal tidak hanya membawa manfaat secara fisik, tetapi juga menenangkan jiwa. Sementara itu, permintaan untuk dijauhkan dari yang haram mencerminkan kesadaran bahwa kehalalan rezeki adalah prinsip hidup yang tidak bisa ditawar. Terakhir, permintaan agar tidak bergantung pada selain Allah, menunjukkan tauhid yang utuh, di mana seorang hamba meyakini bahwa hanya Allah yang mampu mencukupi segala kebutuhan. Doa ini diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk Sunan At-Tirmidzi dan Musnad Ahmad. Salah satu riwayat yang menjadi landasannya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ “Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka, bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan sahih oleh Syekh Al-Albani) Selain itu, Allah juga berfirman, وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا “Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6) Ayat dan hadis ini menegaskan bahwa rezeki telah dijamin oleh Allah. Tugas manusia hanyalah berikhtiar secara halal dan bertawakal, serta memastikan bahwa ia berkomitmen untuk menjauhi segala potensi dosa yang dapat menjerumuskannya dalam memperoleh rezeki yang tidak halal. Baca juga: Doa Memohon Ilmu, Rezeki, dan Amal yang Diterima Hubungan rezeki halal dengan keberkahan Saudaraku, renungkanlah! Ketika seseorang mengonsumsi yang haram, hatinya tentu akan menjadi keras, ibadah terasa berat, dan doa sulit dikabulkan. Sebaliknya, rezeki halal akan melapangkan hati, memudahkan penerimaan amal, dan mendatangkan ketenangan. Doa dalam kalimat: اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ “ALLAHUMMAKFINI BIHALALIKA …” juga mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam sikap tamak. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ “Kaya bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kaya adalah kayanya jiwa.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, dan Ibnu Majah no. 4137) Artinya, kekayaan sejati terletak pada rasa cukup (qana’ah) dengan pemberian Allah, bukan pada jumlah materi yang dimiliki. Hal inilah yang semestinya senantiasa kita sadari. Karena, kadangkala hidup di tengah-tengah lingkungan yang melulu mengejar hal yang bersifat duniawi dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bernalar tentang makna qana’ah. Maka, sadarilah bahwa kekayaan jiwa adalah yang utama dan perlu kita kedepankan tanpa mengesampingkan pula ikhtiar kita dalam aspek dunawi sesuai dengan koridor syariat. Keutamaan mengamalkan doa ini Pertama: Dijauhkan dari perkara syubhat dan haram Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, barangsiapa menjauhi syubhat, ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599) Mudah-mudahan dengan membaca doa ini, kita memohon perlindungan Allah dari segala bentuk syubhat yang bisa menjerumuskan dan semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita ketika dihadapkan pada perkara syubhat, serta Allah berikan kita kekuatan iman dan takwa untuk segera menghindar dari segala perkara syubhat. Kedua: Mendapatkan kecukupan yang berkualitas Allah Ta’ala berfirman, وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.’” (QS. Ibrahim: 7) Doa ini mengandung sikap syukur karena memilih rezeki halal, sehingga Allah akan melipatgandakan nikmat-Nya. Memilih rezeki halal meski secara duniawi terlihat sedikit adalah contoh dari ikhtiar kita dalam memanifestasikan rasa syukur kepada Allah. Memang, terasa berat untuk konsisten dengan kebiasaan ini. Akan tetapi, ingatlah bahwa ganjarannya tidak hanya diperoleh di akhirat nanti, di dunia pun akan kita memperolehnya, yaitu berupa nikmat yang selalu bertambah. Ketiga: Menguatkan tawakal Saudaraku, ketahuilah bahwa dengan mengakui bahwa hanya Allah yang mencukupi, kita melatih diri untuk tidak bergantung pada manusia atau materi. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala, وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3) Praktik dalam kehidupan sehari-hari Pertama: Selalu cek sumber penghasilan dengan memastikan pekerjaan atau bisnis yang dijalankan sesuai syariat. Hindari riba, penipuan, atau transaksi yang merugikan pihak lain. Kedua: Berdoalah di setiap pagi dan petang. Amalkan doa ini secara rutin, terutama setelah salat. Rasulullah mengajarkan bahwa waktu antara azan dan ikamah adalah saat mustajab untuk berdoa. Ketiga: Bersedekahlah untuk membersihkan harta. Karena sedekah tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga membersihkan harta dari hak orang lain yang mungkin tanpa sengaja tercampur. Doa “ALLAAHUMMAKFINI BIHALALIKA…” adalah bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Sang Pemberi rezeki. Mudah-mudahan, dengan mengamalkan doa ini, Allah akan mencukupkan kebutuhan kita dan memberikan perlindungan dari segala bentuk keputusasaan dan ketergantungan kepada selain Allah. Marilah kita jadikan doa ini sebagai bagian dari zikir harian, sembari terus berikhtiar mencari rezeki yang halal dan berkah. Wallahu a’lam bish-shawab. Baca juga: Sebab-Sebab Rezeki yang Ada di Dalam Al-Qur’an *** Penulis: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id

Keistimewaan Dakwah Salafus Saleh (Bag. 1)

Daftar Isi Toggle Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk AllahKedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Dalam aktivitas dakwah yang semakin masif dan bergerak dalam intensitas yang tinggi, dapat disaksikan bahwa kerap kali seorang pendakwah menggunakan berbagai macam metode dan pendekatan dalam dakwahnya. Namun, sayangnya tidak semua metode itu adalah metode yang sesuai dan dapat menunjukkan umat kepada jalan yang benar, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari esensi dakwah yang sebenarnya. Sebut saja dakwah yang isinya justru ideologi-ideologi tertentu, ritual-ritual yang dilabeli Islami tetapi tanpa dasar syar’i, atau malah justru berdakwah untuk hal-hal duniawi dan mendakwahkannya. Hal seperti itu berpotensi menjauhkan umat dari agama dan mengaburkan esensi dakwah. Karenanya, sangat krusial bagi seorang muslim, terutama pendakwah, agar dakwahnya senantiasa hanya berpedoman dan berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunah, dan selaras dengan paham salafus saleh. Dari sini muncul pertanyaan, mengapa harus paham salafus saleh? Ada beberapa alasan mengapa dalam beragama dan menjalankan syariat yang ada dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara umum seorang muslim, dan secara khusus pendakwah dalam berdakwah, haruslah selaras dengan paham salafus saleh; seperti dua alasan berikut, Pertama: Karena paham para salafus saleh telah diridai dan dikonfirmasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala validitasnya. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya, وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah…” (QS. At-Taubah: 100) Yang dapat termasuk ke dalam kategori “orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik” adalah para tabiin, pengikut tabiin, dan siapa saja yang mengikuti mereka sampai hari kiamat. Mereka inilah yang kemudian dinamakan oleh para ahli ilmu dengan “salafus saleh”. Konfirmasi atas validitas dan kesahihan para salafus saleh ditandai dalam ayat ini dengan rida Allah kepada mereka dalam beragama dan termasuk dalam bagaimana cara mereka mendakwahkan agama Allah. Kedua: Karena paham salafus saleh adalah paham dari generasi terbaik yang telah diafirmasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadisnya, خَيْرُ النّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ “Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya lagi.” (HR. Bukhari no. 6429 dan Muslim no. 2533) Hadis ini sekaligus menjelaskan siapa itu salafus saleh, yang kemudian populer di kalangan para ulama dengan sebutan Al-Qurun Ats-Tsalatsah Al-Mufaddhalah (tiga generasi terbaik): 1) generasi Nabi dan sahabat yang membersamainya; 2) generasi tabi’in; dan 3) generasi tabiut tabii’n. Afirmasi dan pengakuan dari Nabi ini juga yang membuat kita tidak dapat serta merta beragama, terutama berdakwah, dengan tata cara yang tidak dilakukan oleh Nabi, dan juga para ulama di tiga generasi terbaik. Bahkan karena mereka telah diakui lah, kita mempunyai keharusan untuk melanjutkan estafet dakwah mereka yang telah menyebarkan Islam dan membawakan ajaran yang sahih dengan tetap mempertahankan orisinilitasnya, dan tidak dengan cara yang dibuat-buat sendiri. Kemudian ketika kita cermati dengan baik, dakwah para salafus saleh dan yang mengikutinya dengan sebenar-benarnya, akan ditemukan semacam benang merah kesamaan yang menunjukan konsistensi estafet dakwah, yang dapat disebut pula sebagai keistimewaan dan kekhususan dakwah salafus saleh yang membedakan dengan dakwah non-salafus saleh. Ada beberapa keistimewaan, di antaranya: Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk Allah Atau yang lebih populer dengan sebutan “ikhlas”. Ikhlas dalam berdakwah yakni dakwahnya hanya diniatkan untuk Allah dan hanya menyeru dan mendakwahkan kepada Allah. Bukan kepada guru, institusi, kelompok, atau perorangan dan perkumpulan tertentu. Melainkan hanya kepada Allah. Dampak positifnya adalah ketika bahkan ada yang salah, bahkan jika itu adalah temannya, atau gurunya, atau rekan sejawatnya, tidak segan-segan seorang pendakwah yang ikhlas akan menegurnya. Tidak terkecuali jika dirinya salah, seorang pendakwah yang ikhlas akan dengan sukarela mengakui kesalahannya, karena esensi dakwahnya adalah Allah, tidak reputasi, tidak ketenaran, tidak pula kuantitas jamaah. Hal ini adalah pengaplikasian yang sebenar-benarnya dari firman Allah Ta’ala, قُلْ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ “Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin.” (QS. Yusuf: 108) Namun, tidak jarang, terutama di hari-hari ini, ketika kebenaran dan kebatilan hampir tidak dapat dibedakan, sebabnya banyak, seperti ketika seorang pendakwah sudah terafiliasi dengan ideologi tertentu, atau kelompok tertentu, sehingga dakwahnya bersifat tendensius dan cenderung hanya menyampaikan hal-hal yang menyokong dan mendukung kecenderungannya saja dan jauh dari sikap objektif. Fitnah lainnya adalah harta. Ketika seorang pendakwah sudah tergiur dengan harta, tamatlah sudah kualitas dakwahnya. Tergiur dalam harta di sini adalah ketika orientasi dakwahnya adalah harta dan bayaran, ia memasang tarif tertentu untuk panggilan dakwahnya dan tidak akan datang jika tidak sesuai tarif. Bukan hanya harta, hal-hal menggiurkan lain seperti penghormatan, jabatan, atau pengagungan tertentu juga dapat berperan sama. Yang seperti ini jelas harus dihindari semaksimal mungkin. Meskipun terkait bayaran dan upah, adalah sesuatu yang tidak mengapa selama tidak dipatok tarifnya sejak awal serta tidak mengalihkan niat dakwah yang sesungguhnya. Hal ironis lainnya adalah retorika dan keindahan dalam berbicara dan menyampaikan yang substansinya tidak menyeru kepada kecintaan dan ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya, dan justru kepada hal-hal lain, bahkan dunia. Brandingnya adalah hal yang lain dan dakwah agama hanya dijadikan sebagai kedok semata. Tentu saja hal seperti ini perlu dijauhi oleh seorang pendakwah demi menjaga keikhlasan dan kualitas dakwah. Maka hendaknya seorang pendakwah agar tetap ikhlas, dalam artian niatnya adalah diperuntukkan untuk Allah semata dan dakwahnya hanya menyeru kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya yang benar, tanpa kecenderungan akan afiliasi tertentu. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menuturkan ketika menjelaskan ayat yang telah disebutkan di awal (QS. Yusuf: 108), وفيها التنبيه على الإخلاص ؛ لأن من الناس من يدعو لكنه يدعو إلى نفسه أو إلى شيخه أو إلى طريقته أو إلى حزبه أو فئته .. “Pada ayat tersebut terdapat imbauan sekaligus peringatan agar tetap ikhlas, karena di antara manusia ada yang dakwahnya justru menyeru kepada dirinya, gurunya, tarekatnya, kelompoknya, atau faksinya.” Selain itu, ikhlas dalam berdakwah juga berarti menghadirkan hati. Segala yang disampaikannya tentang agama Allah hendaknya berasal dari hati dan tidak sekadar manis di mulut saja. Karena ketika sesuatu hanya berasal dari mulut saja, seringkali tidak sampai lebih dari telinga saja, berbeda dengan yang disampaikan dengan tulus dari hati, terlebih ini adalah agama Allah, maka akan dapat menggerakkan hati untuk menghayati ajaran yang didakwahkan serta meresapi dan memaknainya. Baca juga: Perhatian Terhadap Ilmu Syar’i Merupakan Salah Satu Ciri Dakwah Ahli Sunah Kedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Selain bahwa dasar yang melandasi agama secara berurutan dalam hierarki sumber syariat adalah Al-Kitab (Al-Qur’an) kemudian sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam dakwah secara khusus pun ada skala prioritas dalam menyeru. Yang dimaksudkan dengan skala prioritas dakwah adalah apa yang paling pertama harus didakwahkan kepada umat, sehingga kemudian pemahaman akan agama akan terbangun secara kokoh dan benar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk dan arahan dengan apa sebuah dakwah seharusnya dimulai dalam sabdanya kepada sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Yaman, إنك تأتي قومًا من أهلِ الكتابِ، فادعُهم إلى شهادةِ أن لا إلهَ إلا اللهُ، وأنِّي رسولُ اللهِ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمْهم أن اللهَ افترض عليهم خمسَ صلواتٍ في كلِّ يومٍ وليلةٍ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللهَ افترض عليهم صدقةً تُؤخَذُ من أغنيائِهم فتُرَدُّ على فقرائِهم، فإن هم أطاعوا لذلك فإياك وكرائمَ أموالِهم، واتقِ دعوةَ المظلومِ، فإنها ليس بينَها وبينَ اللهِ حجابٌ “Sesungguhnya kamu akan mendatangi orang-orang dari kalangan Ahlul Kitab. Maka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Jika mereka menaati ajakan itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan lima salat bagi mereka setiap sehari-semalam. Jika mereka menaati perintah itu, beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan zakat, yang diambil dari harta orang kaya dan disalurkan kepada orang miskin. Jika mereka juga menaati, dan waspadalah terhadap harta-harta mulia mereka, dan takutlah kamu terhadap tuntutan orang yang tertindas, sebab tidak ada penghalang antara dia dan Allah.” (HR. Muslim no. 19 dan Ibnu Abdul Barr dalam “Istidzkar”-nya, 7: 631) Hadis ini menjelaskan tentang prioritas dalam berdakwah, yang paling pertama dimulai dengan dakwah kepada mentauhidkan Allah, baik dalam pembahasan-pembahasan yang umum maupun rinci melalui pendidikan akidah yang benar dan penyebaran karya-karya yang menjadi sumber kredibel. Ini yang perlu digarisbawahi, karena ketika tidak ada tauhid benar yang tertanam, maka amalan sebanyak apapun dan sekeras apapun seseorang, tidak ada artinya. Dalam dakwah, tauhid harus menjadi yang diprioritaskan yang pertama dan utama. Dasar dari dakwah sendiri haruslah dimulai dari tauhid. Dalam konteks aktivitas dakwah di masyarakat, hal ini berarti: penanaman dan penguatan akidah yang sesuai dengan tuntunan yang dibawakan dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diteruskan keteladanannya oleh para pengikutnya dari sahabat, tabiin, dan seterusnya. Karena inti dari Islam adalah tauhid kepada Allah, maka ketika ada dakwah yang tidak disertai seruan kepada kebenaran tauhid di dalamnya, maka bisa dipastikan bahwa ada yang salah dengan dakwah tersebut. Bahkan ketika dakwah yang tajuk utamanya adalah pembahasan ilmu lain dalam agama, tetaplah harus dikorelasikan dengan tauhid. Sehingga tauhid tidak menjadi sesuatu yang hanya lewat kemudian terlupakan, tapi termanifestasikan dalam ilmu lain dan kehidupan. Tahapan berdakwah yang dimulai dengan tauhid dan kemudian disusul perkara-perkara esensial lain dalam Islam ini merupakan pendekatan ideal yang sudah seharusnya kita teladani dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah dan menyeru umat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, sebagaimana para salafus saleh juga meneladani hal ini, dan senantiasa menjadikan hal utama dalam dakwah adalah tauhid. Wallahu Ta’ala a’lam. [Bersambung] Baca juga: Tantangan Dakwah Tauhid *** Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: Disadur dari kitab “Ta’shil Al-Manhaj Al-Da’awiyah fii Dhau’ Al-Kitab wa Al-Sunnah wa Fahm Al-Salaf Al-Shalih” yang merupakan pembukuan dari ceramah Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh.

Keistimewaan Dakwah Salafus Saleh (Bag. 1)

Daftar Isi Toggle Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk AllahKedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Dalam aktivitas dakwah yang semakin masif dan bergerak dalam intensitas yang tinggi, dapat disaksikan bahwa kerap kali seorang pendakwah menggunakan berbagai macam metode dan pendekatan dalam dakwahnya. Namun, sayangnya tidak semua metode itu adalah metode yang sesuai dan dapat menunjukkan umat kepada jalan yang benar, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari esensi dakwah yang sebenarnya. Sebut saja dakwah yang isinya justru ideologi-ideologi tertentu, ritual-ritual yang dilabeli Islami tetapi tanpa dasar syar’i, atau malah justru berdakwah untuk hal-hal duniawi dan mendakwahkannya. Hal seperti itu berpotensi menjauhkan umat dari agama dan mengaburkan esensi dakwah. Karenanya, sangat krusial bagi seorang muslim, terutama pendakwah, agar dakwahnya senantiasa hanya berpedoman dan berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunah, dan selaras dengan paham salafus saleh. Dari sini muncul pertanyaan, mengapa harus paham salafus saleh? Ada beberapa alasan mengapa dalam beragama dan menjalankan syariat yang ada dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara umum seorang muslim, dan secara khusus pendakwah dalam berdakwah, haruslah selaras dengan paham salafus saleh; seperti dua alasan berikut, Pertama: Karena paham para salafus saleh telah diridai dan dikonfirmasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala validitasnya. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya, وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah…” (QS. At-Taubah: 100) Yang dapat termasuk ke dalam kategori “orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik” adalah para tabiin, pengikut tabiin, dan siapa saja yang mengikuti mereka sampai hari kiamat. Mereka inilah yang kemudian dinamakan oleh para ahli ilmu dengan “salafus saleh”. Konfirmasi atas validitas dan kesahihan para salafus saleh ditandai dalam ayat ini dengan rida Allah kepada mereka dalam beragama dan termasuk dalam bagaimana cara mereka mendakwahkan agama Allah. Kedua: Karena paham salafus saleh adalah paham dari generasi terbaik yang telah diafirmasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadisnya, خَيْرُ النّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ “Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya lagi.” (HR. Bukhari no. 6429 dan Muslim no. 2533) Hadis ini sekaligus menjelaskan siapa itu salafus saleh, yang kemudian populer di kalangan para ulama dengan sebutan Al-Qurun Ats-Tsalatsah Al-Mufaddhalah (tiga generasi terbaik): 1) generasi Nabi dan sahabat yang membersamainya; 2) generasi tabi’in; dan 3) generasi tabiut tabii’n. Afirmasi dan pengakuan dari Nabi ini juga yang membuat kita tidak dapat serta merta beragama, terutama berdakwah, dengan tata cara yang tidak dilakukan oleh Nabi, dan juga para ulama di tiga generasi terbaik. Bahkan karena mereka telah diakui lah, kita mempunyai keharusan untuk melanjutkan estafet dakwah mereka yang telah menyebarkan Islam dan membawakan ajaran yang sahih dengan tetap mempertahankan orisinilitasnya, dan tidak dengan cara yang dibuat-buat sendiri. Kemudian ketika kita cermati dengan baik, dakwah para salafus saleh dan yang mengikutinya dengan sebenar-benarnya, akan ditemukan semacam benang merah kesamaan yang menunjukan konsistensi estafet dakwah, yang dapat disebut pula sebagai keistimewaan dan kekhususan dakwah salafus saleh yang membedakan dengan dakwah non-salafus saleh. Ada beberapa keistimewaan, di antaranya: Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk Allah Atau yang lebih populer dengan sebutan “ikhlas”. Ikhlas dalam berdakwah yakni dakwahnya hanya diniatkan untuk Allah dan hanya menyeru dan mendakwahkan kepada Allah. Bukan kepada guru, institusi, kelompok, atau perorangan dan perkumpulan tertentu. Melainkan hanya kepada Allah. Dampak positifnya adalah ketika bahkan ada yang salah, bahkan jika itu adalah temannya, atau gurunya, atau rekan sejawatnya, tidak segan-segan seorang pendakwah yang ikhlas akan menegurnya. Tidak terkecuali jika dirinya salah, seorang pendakwah yang ikhlas akan dengan sukarela mengakui kesalahannya, karena esensi dakwahnya adalah Allah, tidak reputasi, tidak ketenaran, tidak pula kuantitas jamaah. Hal ini adalah pengaplikasian yang sebenar-benarnya dari firman Allah Ta’ala, قُلْ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ “Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin.” (QS. Yusuf: 108) Namun, tidak jarang, terutama di hari-hari ini, ketika kebenaran dan kebatilan hampir tidak dapat dibedakan, sebabnya banyak, seperti ketika seorang pendakwah sudah terafiliasi dengan ideologi tertentu, atau kelompok tertentu, sehingga dakwahnya bersifat tendensius dan cenderung hanya menyampaikan hal-hal yang menyokong dan mendukung kecenderungannya saja dan jauh dari sikap objektif. Fitnah lainnya adalah harta. Ketika seorang pendakwah sudah tergiur dengan harta, tamatlah sudah kualitas dakwahnya. Tergiur dalam harta di sini adalah ketika orientasi dakwahnya adalah harta dan bayaran, ia memasang tarif tertentu untuk panggilan dakwahnya dan tidak akan datang jika tidak sesuai tarif. Bukan hanya harta, hal-hal menggiurkan lain seperti penghormatan, jabatan, atau pengagungan tertentu juga dapat berperan sama. Yang seperti ini jelas harus dihindari semaksimal mungkin. Meskipun terkait bayaran dan upah, adalah sesuatu yang tidak mengapa selama tidak dipatok tarifnya sejak awal serta tidak mengalihkan niat dakwah yang sesungguhnya. Hal ironis lainnya adalah retorika dan keindahan dalam berbicara dan menyampaikan yang substansinya tidak menyeru kepada kecintaan dan ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya, dan justru kepada hal-hal lain, bahkan dunia. Brandingnya adalah hal yang lain dan dakwah agama hanya dijadikan sebagai kedok semata. Tentu saja hal seperti ini perlu dijauhi oleh seorang pendakwah demi menjaga keikhlasan dan kualitas dakwah. Maka hendaknya seorang pendakwah agar tetap ikhlas, dalam artian niatnya adalah diperuntukkan untuk Allah semata dan dakwahnya hanya menyeru kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya yang benar, tanpa kecenderungan akan afiliasi tertentu. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menuturkan ketika menjelaskan ayat yang telah disebutkan di awal (QS. Yusuf: 108), وفيها التنبيه على الإخلاص ؛ لأن من الناس من يدعو لكنه يدعو إلى نفسه أو إلى شيخه أو إلى طريقته أو إلى حزبه أو فئته .. “Pada ayat tersebut terdapat imbauan sekaligus peringatan agar tetap ikhlas, karena di antara manusia ada yang dakwahnya justru menyeru kepada dirinya, gurunya, tarekatnya, kelompoknya, atau faksinya.” Selain itu, ikhlas dalam berdakwah juga berarti menghadirkan hati. Segala yang disampaikannya tentang agama Allah hendaknya berasal dari hati dan tidak sekadar manis di mulut saja. Karena ketika sesuatu hanya berasal dari mulut saja, seringkali tidak sampai lebih dari telinga saja, berbeda dengan yang disampaikan dengan tulus dari hati, terlebih ini adalah agama Allah, maka akan dapat menggerakkan hati untuk menghayati ajaran yang didakwahkan serta meresapi dan memaknainya. Baca juga: Perhatian Terhadap Ilmu Syar’i Merupakan Salah Satu Ciri Dakwah Ahli Sunah Kedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Selain bahwa dasar yang melandasi agama secara berurutan dalam hierarki sumber syariat adalah Al-Kitab (Al-Qur’an) kemudian sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam dakwah secara khusus pun ada skala prioritas dalam menyeru. Yang dimaksudkan dengan skala prioritas dakwah adalah apa yang paling pertama harus didakwahkan kepada umat, sehingga kemudian pemahaman akan agama akan terbangun secara kokoh dan benar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk dan arahan dengan apa sebuah dakwah seharusnya dimulai dalam sabdanya kepada sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Yaman, إنك تأتي قومًا من أهلِ الكتابِ، فادعُهم إلى شهادةِ أن لا إلهَ إلا اللهُ، وأنِّي رسولُ اللهِ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمْهم أن اللهَ افترض عليهم خمسَ صلواتٍ في كلِّ يومٍ وليلةٍ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللهَ افترض عليهم صدقةً تُؤخَذُ من أغنيائِهم فتُرَدُّ على فقرائِهم، فإن هم أطاعوا لذلك فإياك وكرائمَ أموالِهم، واتقِ دعوةَ المظلومِ، فإنها ليس بينَها وبينَ اللهِ حجابٌ “Sesungguhnya kamu akan mendatangi orang-orang dari kalangan Ahlul Kitab. Maka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Jika mereka menaati ajakan itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan lima salat bagi mereka setiap sehari-semalam. Jika mereka menaati perintah itu, beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan zakat, yang diambil dari harta orang kaya dan disalurkan kepada orang miskin. Jika mereka juga menaati, dan waspadalah terhadap harta-harta mulia mereka, dan takutlah kamu terhadap tuntutan orang yang tertindas, sebab tidak ada penghalang antara dia dan Allah.” (HR. Muslim no. 19 dan Ibnu Abdul Barr dalam “Istidzkar”-nya, 7: 631) Hadis ini menjelaskan tentang prioritas dalam berdakwah, yang paling pertama dimulai dengan dakwah kepada mentauhidkan Allah, baik dalam pembahasan-pembahasan yang umum maupun rinci melalui pendidikan akidah yang benar dan penyebaran karya-karya yang menjadi sumber kredibel. Ini yang perlu digarisbawahi, karena ketika tidak ada tauhid benar yang tertanam, maka amalan sebanyak apapun dan sekeras apapun seseorang, tidak ada artinya. Dalam dakwah, tauhid harus menjadi yang diprioritaskan yang pertama dan utama. Dasar dari dakwah sendiri haruslah dimulai dari tauhid. Dalam konteks aktivitas dakwah di masyarakat, hal ini berarti: penanaman dan penguatan akidah yang sesuai dengan tuntunan yang dibawakan dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diteruskan keteladanannya oleh para pengikutnya dari sahabat, tabiin, dan seterusnya. Karena inti dari Islam adalah tauhid kepada Allah, maka ketika ada dakwah yang tidak disertai seruan kepada kebenaran tauhid di dalamnya, maka bisa dipastikan bahwa ada yang salah dengan dakwah tersebut. Bahkan ketika dakwah yang tajuk utamanya adalah pembahasan ilmu lain dalam agama, tetaplah harus dikorelasikan dengan tauhid. Sehingga tauhid tidak menjadi sesuatu yang hanya lewat kemudian terlupakan, tapi termanifestasikan dalam ilmu lain dan kehidupan. Tahapan berdakwah yang dimulai dengan tauhid dan kemudian disusul perkara-perkara esensial lain dalam Islam ini merupakan pendekatan ideal yang sudah seharusnya kita teladani dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah dan menyeru umat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, sebagaimana para salafus saleh juga meneladani hal ini, dan senantiasa menjadikan hal utama dalam dakwah adalah tauhid. Wallahu Ta’ala a’lam. [Bersambung] Baca juga: Tantangan Dakwah Tauhid *** Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: Disadur dari kitab “Ta’shil Al-Manhaj Al-Da’awiyah fii Dhau’ Al-Kitab wa Al-Sunnah wa Fahm Al-Salaf Al-Shalih” yang merupakan pembukuan dari ceramah Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh.
Daftar Isi Toggle Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk AllahKedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Dalam aktivitas dakwah yang semakin masif dan bergerak dalam intensitas yang tinggi, dapat disaksikan bahwa kerap kali seorang pendakwah menggunakan berbagai macam metode dan pendekatan dalam dakwahnya. Namun, sayangnya tidak semua metode itu adalah metode yang sesuai dan dapat menunjukkan umat kepada jalan yang benar, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari esensi dakwah yang sebenarnya. Sebut saja dakwah yang isinya justru ideologi-ideologi tertentu, ritual-ritual yang dilabeli Islami tetapi tanpa dasar syar’i, atau malah justru berdakwah untuk hal-hal duniawi dan mendakwahkannya. Hal seperti itu berpotensi menjauhkan umat dari agama dan mengaburkan esensi dakwah. Karenanya, sangat krusial bagi seorang muslim, terutama pendakwah, agar dakwahnya senantiasa hanya berpedoman dan berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunah, dan selaras dengan paham salafus saleh. Dari sini muncul pertanyaan, mengapa harus paham salafus saleh? Ada beberapa alasan mengapa dalam beragama dan menjalankan syariat yang ada dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara umum seorang muslim, dan secara khusus pendakwah dalam berdakwah, haruslah selaras dengan paham salafus saleh; seperti dua alasan berikut, Pertama: Karena paham para salafus saleh telah diridai dan dikonfirmasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala validitasnya. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya, وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah…” (QS. At-Taubah: 100) Yang dapat termasuk ke dalam kategori “orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik” adalah para tabiin, pengikut tabiin, dan siapa saja yang mengikuti mereka sampai hari kiamat. Mereka inilah yang kemudian dinamakan oleh para ahli ilmu dengan “salafus saleh”. Konfirmasi atas validitas dan kesahihan para salafus saleh ditandai dalam ayat ini dengan rida Allah kepada mereka dalam beragama dan termasuk dalam bagaimana cara mereka mendakwahkan agama Allah. Kedua: Karena paham salafus saleh adalah paham dari generasi terbaik yang telah diafirmasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadisnya, خَيْرُ النّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ “Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya lagi.” (HR. Bukhari no. 6429 dan Muslim no. 2533) Hadis ini sekaligus menjelaskan siapa itu salafus saleh, yang kemudian populer di kalangan para ulama dengan sebutan Al-Qurun Ats-Tsalatsah Al-Mufaddhalah (tiga generasi terbaik): 1) generasi Nabi dan sahabat yang membersamainya; 2) generasi tabi’in; dan 3) generasi tabiut tabii’n. Afirmasi dan pengakuan dari Nabi ini juga yang membuat kita tidak dapat serta merta beragama, terutama berdakwah, dengan tata cara yang tidak dilakukan oleh Nabi, dan juga para ulama di tiga generasi terbaik. Bahkan karena mereka telah diakui lah, kita mempunyai keharusan untuk melanjutkan estafet dakwah mereka yang telah menyebarkan Islam dan membawakan ajaran yang sahih dengan tetap mempertahankan orisinilitasnya, dan tidak dengan cara yang dibuat-buat sendiri. Kemudian ketika kita cermati dengan baik, dakwah para salafus saleh dan yang mengikutinya dengan sebenar-benarnya, akan ditemukan semacam benang merah kesamaan yang menunjukan konsistensi estafet dakwah, yang dapat disebut pula sebagai keistimewaan dan kekhususan dakwah salafus saleh yang membedakan dengan dakwah non-salafus saleh. Ada beberapa keistimewaan, di antaranya: Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk Allah Atau yang lebih populer dengan sebutan “ikhlas”. Ikhlas dalam berdakwah yakni dakwahnya hanya diniatkan untuk Allah dan hanya menyeru dan mendakwahkan kepada Allah. Bukan kepada guru, institusi, kelompok, atau perorangan dan perkumpulan tertentu. Melainkan hanya kepada Allah. Dampak positifnya adalah ketika bahkan ada yang salah, bahkan jika itu adalah temannya, atau gurunya, atau rekan sejawatnya, tidak segan-segan seorang pendakwah yang ikhlas akan menegurnya. Tidak terkecuali jika dirinya salah, seorang pendakwah yang ikhlas akan dengan sukarela mengakui kesalahannya, karena esensi dakwahnya adalah Allah, tidak reputasi, tidak ketenaran, tidak pula kuantitas jamaah. Hal ini adalah pengaplikasian yang sebenar-benarnya dari firman Allah Ta’ala, قُلْ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ “Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin.” (QS. Yusuf: 108) Namun, tidak jarang, terutama di hari-hari ini, ketika kebenaran dan kebatilan hampir tidak dapat dibedakan, sebabnya banyak, seperti ketika seorang pendakwah sudah terafiliasi dengan ideologi tertentu, atau kelompok tertentu, sehingga dakwahnya bersifat tendensius dan cenderung hanya menyampaikan hal-hal yang menyokong dan mendukung kecenderungannya saja dan jauh dari sikap objektif. Fitnah lainnya adalah harta. Ketika seorang pendakwah sudah tergiur dengan harta, tamatlah sudah kualitas dakwahnya. Tergiur dalam harta di sini adalah ketika orientasi dakwahnya adalah harta dan bayaran, ia memasang tarif tertentu untuk panggilan dakwahnya dan tidak akan datang jika tidak sesuai tarif. Bukan hanya harta, hal-hal menggiurkan lain seperti penghormatan, jabatan, atau pengagungan tertentu juga dapat berperan sama. Yang seperti ini jelas harus dihindari semaksimal mungkin. Meskipun terkait bayaran dan upah, adalah sesuatu yang tidak mengapa selama tidak dipatok tarifnya sejak awal serta tidak mengalihkan niat dakwah yang sesungguhnya. Hal ironis lainnya adalah retorika dan keindahan dalam berbicara dan menyampaikan yang substansinya tidak menyeru kepada kecintaan dan ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya, dan justru kepada hal-hal lain, bahkan dunia. Brandingnya adalah hal yang lain dan dakwah agama hanya dijadikan sebagai kedok semata. Tentu saja hal seperti ini perlu dijauhi oleh seorang pendakwah demi menjaga keikhlasan dan kualitas dakwah. Maka hendaknya seorang pendakwah agar tetap ikhlas, dalam artian niatnya adalah diperuntukkan untuk Allah semata dan dakwahnya hanya menyeru kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya yang benar, tanpa kecenderungan akan afiliasi tertentu. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menuturkan ketika menjelaskan ayat yang telah disebutkan di awal (QS. Yusuf: 108), وفيها التنبيه على الإخلاص ؛ لأن من الناس من يدعو لكنه يدعو إلى نفسه أو إلى شيخه أو إلى طريقته أو إلى حزبه أو فئته .. “Pada ayat tersebut terdapat imbauan sekaligus peringatan agar tetap ikhlas, karena di antara manusia ada yang dakwahnya justru menyeru kepada dirinya, gurunya, tarekatnya, kelompoknya, atau faksinya.” Selain itu, ikhlas dalam berdakwah juga berarti menghadirkan hati. Segala yang disampaikannya tentang agama Allah hendaknya berasal dari hati dan tidak sekadar manis di mulut saja. Karena ketika sesuatu hanya berasal dari mulut saja, seringkali tidak sampai lebih dari telinga saja, berbeda dengan yang disampaikan dengan tulus dari hati, terlebih ini adalah agama Allah, maka akan dapat menggerakkan hati untuk menghayati ajaran yang didakwahkan serta meresapi dan memaknainya. Baca juga: Perhatian Terhadap Ilmu Syar’i Merupakan Salah Satu Ciri Dakwah Ahli Sunah Kedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Selain bahwa dasar yang melandasi agama secara berurutan dalam hierarki sumber syariat adalah Al-Kitab (Al-Qur’an) kemudian sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam dakwah secara khusus pun ada skala prioritas dalam menyeru. Yang dimaksudkan dengan skala prioritas dakwah adalah apa yang paling pertama harus didakwahkan kepada umat, sehingga kemudian pemahaman akan agama akan terbangun secara kokoh dan benar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk dan arahan dengan apa sebuah dakwah seharusnya dimulai dalam sabdanya kepada sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Yaman, إنك تأتي قومًا من أهلِ الكتابِ، فادعُهم إلى شهادةِ أن لا إلهَ إلا اللهُ، وأنِّي رسولُ اللهِ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمْهم أن اللهَ افترض عليهم خمسَ صلواتٍ في كلِّ يومٍ وليلةٍ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللهَ افترض عليهم صدقةً تُؤخَذُ من أغنيائِهم فتُرَدُّ على فقرائِهم، فإن هم أطاعوا لذلك فإياك وكرائمَ أموالِهم، واتقِ دعوةَ المظلومِ، فإنها ليس بينَها وبينَ اللهِ حجابٌ “Sesungguhnya kamu akan mendatangi orang-orang dari kalangan Ahlul Kitab. Maka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Jika mereka menaati ajakan itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan lima salat bagi mereka setiap sehari-semalam. Jika mereka menaati perintah itu, beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan zakat, yang diambil dari harta orang kaya dan disalurkan kepada orang miskin. Jika mereka juga menaati, dan waspadalah terhadap harta-harta mulia mereka, dan takutlah kamu terhadap tuntutan orang yang tertindas, sebab tidak ada penghalang antara dia dan Allah.” (HR. Muslim no. 19 dan Ibnu Abdul Barr dalam “Istidzkar”-nya, 7: 631) Hadis ini menjelaskan tentang prioritas dalam berdakwah, yang paling pertama dimulai dengan dakwah kepada mentauhidkan Allah, baik dalam pembahasan-pembahasan yang umum maupun rinci melalui pendidikan akidah yang benar dan penyebaran karya-karya yang menjadi sumber kredibel. Ini yang perlu digarisbawahi, karena ketika tidak ada tauhid benar yang tertanam, maka amalan sebanyak apapun dan sekeras apapun seseorang, tidak ada artinya. Dalam dakwah, tauhid harus menjadi yang diprioritaskan yang pertama dan utama. Dasar dari dakwah sendiri haruslah dimulai dari tauhid. Dalam konteks aktivitas dakwah di masyarakat, hal ini berarti: penanaman dan penguatan akidah yang sesuai dengan tuntunan yang dibawakan dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diteruskan keteladanannya oleh para pengikutnya dari sahabat, tabiin, dan seterusnya. Karena inti dari Islam adalah tauhid kepada Allah, maka ketika ada dakwah yang tidak disertai seruan kepada kebenaran tauhid di dalamnya, maka bisa dipastikan bahwa ada yang salah dengan dakwah tersebut. Bahkan ketika dakwah yang tajuk utamanya adalah pembahasan ilmu lain dalam agama, tetaplah harus dikorelasikan dengan tauhid. Sehingga tauhid tidak menjadi sesuatu yang hanya lewat kemudian terlupakan, tapi termanifestasikan dalam ilmu lain dan kehidupan. Tahapan berdakwah yang dimulai dengan tauhid dan kemudian disusul perkara-perkara esensial lain dalam Islam ini merupakan pendekatan ideal yang sudah seharusnya kita teladani dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah dan menyeru umat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, sebagaimana para salafus saleh juga meneladani hal ini, dan senantiasa menjadikan hal utama dalam dakwah adalah tauhid. Wallahu Ta’ala a’lam. [Bersambung] Baca juga: Tantangan Dakwah Tauhid *** Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: Disadur dari kitab “Ta’shil Al-Manhaj Al-Da’awiyah fii Dhau’ Al-Kitab wa Al-Sunnah wa Fahm Al-Salaf Al-Shalih” yang merupakan pembukuan dari ceramah Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh.


Daftar Isi Toggle Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk AllahKedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Dalam aktivitas dakwah yang semakin masif dan bergerak dalam intensitas yang tinggi, dapat disaksikan bahwa kerap kali seorang pendakwah menggunakan berbagai macam metode dan pendekatan dalam dakwahnya. Namun, sayangnya tidak semua metode itu adalah metode yang sesuai dan dapat menunjukkan umat kepada jalan yang benar, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari esensi dakwah yang sebenarnya. Sebut saja dakwah yang isinya justru ideologi-ideologi tertentu, ritual-ritual yang dilabeli Islami tetapi tanpa dasar syar’i, atau malah justru berdakwah untuk hal-hal duniawi dan mendakwahkannya. Hal seperti itu berpotensi menjauhkan umat dari agama dan mengaburkan esensi dakwah. Karenanya, sangat krusial bagi seorang muslim, terutama pendakwah, agar dakwahnya senantiasa hanya berpedoman dan berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunah, dan selaras dengan paham salafus saleh. Dari sini muncul pertanyaan, mengapa harus paham salafus saleh? Ada beberapa alasan mengapa dalam beragama dan menjalankan syariat yang ada dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara umum seorang muslim, dan secara khusus pendakwah dalam berdakwah, haruslah selaras dengan paham salafus saleh; seperti dua alasan berikut, Pertama: Karena paham para salafus saleh telah diridai dan dikonfirmasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala validitasnya. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya, وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah…” (QS. At-Taubah: 100) Yang dapat termasuk ke dalam kategori “orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik” adalah para tabiin, pengikut tabiin, dan siapa saja yang mengikuti mereka sampai hari kiamat. Mereka inilah yang kemudian dinamakan oleh para ahli ilmu dengan “salafus saleh”. Konfirmasi atas validitas dan kesahihan para salafus saleh ditandai dalam ayat ini dengan rida Allah kepada mereka dalam beragama dan termasuk dalam bagaimana cara mereka mendakwahkan agama Allah. Kedua: Karena paham salafus saleh adalah paham dari generasi terbaik yang telah diafirmasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadisnya, خَيْرُ النّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ “Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya lagi.” (HR. Bukhari no. 6429 dan Muslim no. 2533) Hadis ini sekaligus menjelaskan siapa itu salafus saleh, yang kemudian populer di kalangan para ulama dengan sebutan Al-Qurun Ats-Tsalatsah Al-Mufaddhalah (tiga generasi terbaik): 1) generasi Nabi dan sahabat yang membersamainya; 2) generasi tabi’in; dan 3) generasi tabiut tabii’n. Afirmasi dan pengakuan dari Nabi ini juga yang membuat kita tidak dapat serta merta beragama, terutama berdakwah, dengan tata cara yang tidak dilakukan oleh Nabi, dan juga para ulama di tiga generasi terbaik. Bahkan karena mereka telah diakui lah, kita mempunyai keharusan untuk melanjutkan estafet dakwah mereka yang telah menyebarkan Islam dan membawakan ajaran yang sahih dengan tetap mempertahankan orisinilitasnya, dan tidak dengan cara yang dibuat-buat sendiri. Kemudian ketika kita cermati dengan baik, dakwah para salafus saleh dan yang mengikutinya dengan sebenar-benarnya, akan ditemukan semacam benang merah kesamaan yang menunjukan konsistensi estafet dakwah, yang dapat disebut pula sebagai keistimewaan dan kekhususan dakwah salafus saleh yang membedakan dengan dakwah non-salafus saleh. Ada beberapa keistimewaan, di antaranya: Pertama: Dakwahnya hanya kepada Allah dan untuk Allah Atau yang lebih populer dengan sebutan “ikhlas”. Ikhlas dalam berdakwah yakni dakwahnya hanya diniatkan untuk Allah dan hanya menyeru dan mendakwahkan kepada Allah. Bukan kepada guru, institusi, kelompok, atau perorangan dan perkumpulan tertentu. Melainkan hanya kepada Allah. Dampak positifnya adalah ketika bahkan ada yang salah, bahkan jika itu adalah temannya, atau gurunya, atau rekan sejawatnya, tidak segan-segan seorang pendakwah yang ikhlas akan menegurnya. Tidak terkecuali jika dirinya salah, seorang pendakwah yang ikhlas akan dengan sukarela mengakui kesalahannya, karena esensi dakwahnya adalah Allah, tidak reputasi, tidak ketenaran, tidak pula kuantitas jamaah. Hal ini adalah pengaplikasian yang sebenar-benarnya dari firman Allah Ta’ala, قُلْ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ “Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin.” (QS. Yusuf: 108) Namun, tidak jarang, terutama di hari-hari ini, ketika kebenaran dan kebatilan hampir tidak dapat dibedakan, sebabnya banyak, seperti ketika seorang pendakwah sudah terafiliasi dengan ideologi tertentu, atau kelompok tertentu, sehingga dakwahnya bersifat tendensius dan cenderung hanya menyampaikan hal-hal yang menyokong dan mendukung kecenderungannya saja dan jauh dari sikap objektif. Fitnah lainnya adalah harta. Ketika seorang pendakwah sudah tergiur dengan harta, tamatlah sudah kualitas dakwahnya. Tergiur dalam harta di sini adalah ketika orientasi dakwahnya adalah harta dan bayaran, ia memasang tarif tertentu untuk panggilan dakwahnya dan tidak akan datang jika tidak sesuai tarif. Bukan hanya harta, hal-hal menggiurkan lain seperti penghormatan, jabatan, atau pengagungan tertentu juga dapat berperan sama. Yang seperti ini jelas harus dihindari semaksimal mungkin. Meskipun terkait bayaran dan upah, adalah sesuatu yang tidak mengapa selama tidak dipatok tarifnya sejak awal serta tidak mengalihkan niat dakwah yang sesungguhnya. Hal ironis lainnya adalah retorika dan keindahan dalam berbicara dan menyampaikan yang substansinya tidak menyeru kepada kecintaan dan ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya, dan justru kepada hal-hal lain, bahkan dunia. Brandingnya adalah hal yang lain dan dakwah agama hanya dijadikan sebagai kedok semata. Tentu saja hal seperti ini perlu dijauhi oleh seorang pendakwah demi menjaga keikhlasan dan kualitas dakwah. Maka hendaknya seorang pendakwah agar tetap ikhlas, dalam artian niatnya adalah diperuntukkan untuk Allah semata dan dakwahnya hanya menyeru kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya yang benar, tanpa kecenderungan akan afiliasi tertentu. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menuturkan ketika menjelaskan ayat yang telah disebutkan di awal (QS. Yusuf: 108), وفيها التنبيه على الإخلاص ؛ لأن من الناس من يدعو لكنه يدعو إلى نفسه أو إلى شيخه أو إلى طريقته أو إلى حزبه أو فئته .. “Pada ayat tersebut terdapat imbauan sekaligus peringatan agar tetap ikhlas, karena di antara manusia ada yang dakwahnya justru menyeru kepada dirinya, gurunya, tarekatnya, kelompoknya, atau faksinya.” Selain itu, ikhlas dalam berdakwah juga berarti menghadirkan hati. Segala yang disampaikannya tentang agama Allah hendaknya berasal dari hati dan tidak sekadar manis di mulut saja. Karena ketika sesuatu hanya berasal dari mulut saja, seringkali tidak sampai lebih dari telinga saja, berbeda dengan yang disampaikan dengan tulus dari hati, terlebih ini adalah agama Allah, maka akan dapat menggerakkan hati untuk menghayati ajaran yang didakwahkan serta meresapi dan memaknainya. Baca juga: Perhatian Terhadap Ilmu Syar’i Merupakan Salah Satu Ciri Dakwah Ahli Sunah Kedua: Skala prioritas yang dibangun atas dasar wahyu Selain bahwa dasar yang melandasi agama secara berurutan dalam hierarki sumber syariat adalah Al-Kitab (Al-Qur’an) kemudian sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam dakwah secara khusus pun ada skala prioritas dalam menyeru. Yang dimaksudkan dengan skala prioritas dakwah adalah apa yang paling pertama harus didakwahkan kepada umat, sehingga kemudian pemahaman akan agama akan terbangun secara kokoh dan benar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk dan arahan dengan apa sebuah dakwah seharusnya dimulai dalam sabdanya kepada sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke Yaman, إنك تأتي قومًا من أهلِ الكتابِ، فادعُهم إلى شهادةِ أن لا إلهَ إلا اللهُ، وأنِّي رسولُ اللهِ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمْهم أن اللهَ افترض عليهم خمسَ صلواتٍ في كلِّ يومٍ وليلةٍ، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللهَ افترض عليهم صدقةً تُؤخَذُ من أغنيائِهم فتُرَدُّ على فقرائِهم، فإن هم أطاعوا لذلك فإياك وكرائمَ أموالِهم، واتقِ دعوةَ المظلومِ، فإنها ليس بينَها وبينَ اللهِ حجابٌ “Sesungguhnya kamu akan mendatangi orang-orang dari kalangan Ahlul Kitab. Maka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan bahwa aku (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Jika mereka menaati ajakan itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan lima salat bagi mereka setiap sehari-semalam. Jika mereka menaati perintah itu, beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan zakat, yang diambil dari harta orang kaya dan disalurkan kepada orang miskin. Jika mereka juga menaati, dan waspadalah terhadap harta-harta mulia mereka, dan takutlah kamu terhadap tuntutan orang yang tertindas, sebab tidak ada penghalang antara dia dan Allah.” (HR. Muslim no. 19 dan Ibnu Abdul Barr dalam “Istidzkar”-nya, 7: 631) Hadis ini menjelaskan tentang prioritas dalam berdakwah, yang paling pertama dimulai dengan dakwah kepada mentauhidkan Allah, baik dalam pembahasan-pembahasan yang umum maupun rinci melalui pendidikan akidah yang benar dan penyebaran karya-karya yang menjadi sumber kredibel. Ini yang perlu digarisbawahi, karena ketika tidak ada tauhid benar yang tertanam, maka amalan sebanyak apapun dan sekeras apapun seseorang, tidak ada artinya. Dalam dakwah, tauhid harus menjadi yang diprioritaskan yang pertama dan utama. Dasar dari dakwah sendiri haruslah dimulai dari tauhid. Dalam konteks aktivitas dakwah di masyarakat, hal ini berarti: penanaman dan penguatan akidah yang sesuai dengan tuntunan yang dibawakan dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diteruskan keteladanannya oleh para pengikutnya dari sahabat, tabiin, dan seterusnya. Karena inti dari Islam adalah tauhid kepada Allah, maka ketika ada dakwah yang tidak disertai seruan kepada kebenaran tauhid di dalamnya, maka bisa dipastikan bahwa ada yang salah dengan dakwah tersebut. Bahkan ketika dakwah yang tajuk utamanya adalah pembahasan ilmu lain dalam agama, tetaplah harus dikorelasikan dengan tauhid. Sehingga tauhid tidak menjadi sesuatu yang hanya lewat kemudian terlupakan, tapi termanifestasikan dalam ilmu lain dan kehidupan. Tahapan berdakwah yang dimulai dengan tauhid dan kemudian disusul perkara-perkara esensial lain dalam Islam ini merupakan pendekatan ideal yang sudah seharusnya kita teladani dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah dan menyeru umat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, sebagaimana para salafus saleh juga meneladani hal ini, dan senantiasa menjadikan hal utama dalam dakwah adalah tauhid. Wallahu Ta’ala a’lam. [Bersambung] Baca juga: Tantangan Dakwah Tauhid *** Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: Disadur dari kitab “Ta’shil Al-Manhaj Al-Da’awiyah fii Dhau’ Al-Kitab wa Al-Sunnah wa Fahm Al-Salaf Al-Shalih” yang merupakan pembukuan dari ceramah Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh.

Laporan Produksi Yufid Bulan Maret 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan Maret 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.695 video dengan total 6.732.389 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.966 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 899.159.580 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 18.886 video Total Subscribers: 4.143.607 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Maret 2025: 122 video Tayangan Video Maret 2025: 4.479.039 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 371.907 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +12.800 Selama bulan Maret 2025 tim Yufid menyiarkan 115 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.837 video Total Subscribers: 321.995 Total Tayangan Video: 21.843.803 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Maret 2025: 42 video Tayangan Video Maret 2025: 111.614 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 6.349 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +965 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 508.888 Total Tayangan Video: 155.654.704 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 1.986.554 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 105.318 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +4.448 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 471.928 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Maret 2025: 1.106 views Jam Tayang Video Maret 2025: 216 Jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +8 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.800 Total Tayangan Video: 3.242.349 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 24.781 views Penambahan Subscribers Maret 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.331 Postingan Total Pengikut: 1.182.873 followers Konten Bulan Maret 2025: 66 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +10.799 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.243 Postingan Total Pengikut: 514.276 Konten Bulan Maret 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +4.677 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 35 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.076 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 590 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Maret 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Maret 2025 ini saja telah didengarkan 27.912 kali dan telah di download sebanyak 439 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.134.544 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.006 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 66.501.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.165 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Maret 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 50 times, 1 visit(s) today Post Views: 262 QRIS donasi Yufid

Laporan Produksi Yufid Bulan Maret 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan Maret 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.695 video dengan total 6.732.389 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.966 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 899.159.580 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 18.886 video Total Subscribers: 4.143.607 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Maret 2025: 122 video Tayangan Video Maret 2025: 4.479.039 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 371.907 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +12.800 Selama bulan Maret 2025 tim Yufid menyiarkan 115 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.837 video Total Subscribers: 321.995 Total Tayangan Video: 21.843.803 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Maret 2025: 42 video Tayangan Video Maret 2025: 111.614 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 6.349 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +965 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 508.888 Total Tayangan Video: 155.654.704 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 1.986.554 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 105.318 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +4.448 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 471.928 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Maret 2025: 1.106 views Jam Tayang Video Maret 2025: 216 Jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +8 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.800 Total Tayangan Video: 3.242.349 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 24.781 views Penambahan Subscribers Maret 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.331 Postingan Total Pengikut: 1.182.873 followers Konten Bulan Maret 2025: 66 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +10.799 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.243 Postingan Total Pengikut: 514.276 Konten Bulan Maret 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +4.677 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 35 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.076 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 590 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Maret 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Maret 2025 ini saja telah didengarkan 27.912 kali dan telah di download sebanyak 439 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.134.544 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.006 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 66.501.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.165 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Maret 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 50 times, 1 visit(s) today Post Views: 262 QRIS donasi Yufid
Laporan Produksi Yufid Bulan Maret 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.695 video dengan total 6.732.389 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.966 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 899.159.580 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 18.886 video Total Subscribers: 4.143.607 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Maret 2025: 122 video Tayangan Video Maret 2025: 4.479.039 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 371.907 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +12.800 Selama bulan Maret 2025 tim Yufid menyiarkan 115 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 2.837 video Total Subscribers: 321.995 Total Tayangan Video: 21.843.803 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Maret 2025: 42 video Tayangan Video Maret 2025: 111.614 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 6.349 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +965 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 508.888 Total Tayangan Video: 155.654.704 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 1.986.554 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 105.318 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +4.448 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 471.928 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Maret 2025: 1.106 views Jam Tayang Video Maret 2025: 216 Jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +8 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.800 Total Tayangan Video: 3.242.349 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 24.781 views Penambahan Subscribers Maret 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.331 Postingan Total Pengikut: 1.182.873 followers Konten Bulan Maret 2025: 66 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +10.799 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.243 Postingan Total Pengikut: 514.276 Konten Bulan Maret 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +4.677 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 35 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.076 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 590 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Maret 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Maret 2025 ini saja telah didengarkan 27.912 kali dan telah di download sebanyak 439 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.134.544 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.006 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 66.501.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.165 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Maret 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 50 times, 1 visit(s) today Post Views: 262 QRIS donasi Yufid


Laporan Produksi Yufid Bulan Maret 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 22.695 video dengan total 6.732.389 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 9.966 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 899.159.580 penayangan di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/04/image.png" alt="" class="wp-image-462"/> Total Video Yufid.TV: 18.886 video Total Subscribers: 4.143.607 subscribers Total Tayangan Video: 713.582.306 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Maret 2025: 122 video Tayangan Video Maret 2025: 4.479.039 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 371.907 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +12.800 Selama bulan Maret 2025 tim Yufid menyiarkan 115 video live. Channel YouTube YUFID EDU <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/04/image-3.png" alt="" class="wp-image-465"/> Total Video Yufid Edu: 2.837 video Total Subscribers: 321.995 Total Tayangan Video: 21.843.803 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Maret 2025: 42 video Tayangan Video Maret 2025: 111.614 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 6.349 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +965 Channel YouTube YUFID KIDS <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/04/image-5.png" alt="" class="wp-image-467"/> Total Video Yufid Kids: 88 video Total Subscribers: 508.888 Total Tayangan Video: 155.654.704 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 1.986.554 views Waktu Tayang Video Maret 2025: 105.318 jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +4.448 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.950 Total Tayangan Video: 471.928 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Maret 2025: 1.106 views Jam Tayang Video Maret 2025: 216 Jam Penambahan Subscribers Maret 2025: +8 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 55.800 Total Tayangan Video: 3.242.349 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Maret 2025: 0 video Tayangan Video Maret 2025: 24.781 views Penambahan Subscribers Maret 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/04/image-2.png" alt="" class="wp-image-464"/> Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.331 Postingan Total Pengikut: 1.182.873 followers Konten Bulan Maret 2025: 66 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +10.799 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.243 Postingan Total Pengikut: 514.276 Konten Bulan Maret 2025: 44 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Maret 2025: +4.677 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/04/image-4.png" alt="" class="wp-image-466"/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 35 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/04/image-1.png" alt="" class="wp-image-463"/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 7 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.076 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.109 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 590 audio dan rata-rata menghasilkan 14 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.286 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.495 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 30.719 file mp3 dengan total ukuran 421 Gb dan pada bulan Maret 2025 ini telah mempublikasikan 1.060 file mp3.  Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Maret 2025 ini saja telah didengarkan 27.912 kali dan telah di download sebanyak 439 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.134.544 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.006 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 66.501.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 3.165 artikel dengan total durasi audio 242 jam dengan rata-rata perekaman 35 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Maret 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 14 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Maret 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Pria Memakai Pakaian Wanita, Cara Mengobati Kerasukan, Mushaf Untuk Hafalan, Injil Yg Asli, Bacaan Atahiat Akhir Visited 50 times, 1 visit(s) today Post Views: 262 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Menolak Hubungan Intim dengan Suami: Apakah Itu Nusyuz dan Ada Nafkah?

Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.   Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz   Seks itu Kebutuhan Vital Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: «حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ» Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan. Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296) Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi Yusuf Seks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.   Apa itu Nusyuz? Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman: وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ “Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka. Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz   Hukum Nusyuz Nusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ “Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436). Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).   Bagaimana Nusyuz Terjadi? Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti: keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami, bepergian tanpa izin atau restu suami, tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, atau menolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri.   Mengatasi Nusyuz Jika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ. “Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini). Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ. “Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436). Dalam riwayat lain disebutkan, حتَّى تَرْجِعَ “Sampai ia kembali.” Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan. Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut. Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat, وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34).   Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut Jika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri. Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak.   Nusyuz dari Suami Jika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah, وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468) Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu. Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman, وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127).   Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami. Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun.   Nasihat untuk yang Nusyuz Bagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat. Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga. Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan. Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik.   Referensi: Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam. ________   Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak

Menolak Hubungan Intim dengan Suami: Apakah Itu Nusyuz dan Ada Nafkah?

Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.   Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz   Seks itu Kebutuhan Vital Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: «حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ» Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan. Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296) Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi Yusuf Seks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.   Apa itu Nusyuz? Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman: وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ “Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka. Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz   Hukum Nusyuz Nusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ “Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436). Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).   Bagaimana Nusyuz Terjadi? Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti: keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami, bepergian tanpa izin atau restu suami, tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, atau menolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri.   Mengatasi Nusyuz Jika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ. “Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini). Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ. “Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436). Dalam riwayat lain disebutkan, حتَّى تَرْجِعَ “Sampai ia kembali.” Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan. Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut. Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat, وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34).   Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut Jika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri. Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak.   Nusyuz dari Suami Jika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah, وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468) Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu. Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman, وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127).   Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami. Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun.   Nasihat untuk yang Nusyuz Bagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat. Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga. Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan. Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik.   Referensi: Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam. ________   Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak
Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.   Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz   Seks itu Kebutuhan Vital Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: «حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ» Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan. Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296) Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi Yusuf Seks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.   Apa itu Nusyuz? Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman: وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ “Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka. Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz   Hukum Nusyuz Nusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ “Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436). Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).   Bagaimana Nusyuz Terjadi? Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti: keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami, bepergian tanpa izin atau restu suami, tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, atau menolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri.   Mengatasi Nusyuz Jika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ. “Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini). Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ. “Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436). Dalam riwayat lain disebutkan, حتَّى تَرْجِعَ “Sampai ia kembali.” Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan. Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut. Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat, وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34).   Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut Jika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri. Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak.   Nusyuz dari Suami Jika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah, وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468) Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu. Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman, وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127).   Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami. Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun.   Nasihat untuk yang Nusyuz Bagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat. Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga. Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan. Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik.   Referensi: Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam. ________   Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak


Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.   Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz   Seks itu Kebutuhan Vital Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: «حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ» Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan. Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296) Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi Yusuf Seks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.   Apa itu Nusyuz? Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman: وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ “Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka. Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz   Hukum Nusyuz Nusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ “Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436). Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).   Bagaimana Nusyuz Terjadi? Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti: keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami, bepergian tanpa izin atau restu suami, tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, atau menolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri.   Mengatasi Nusyuz Jika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ. “Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini). Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ. “Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436). Dalam riwayat lain disebutkan, حتَّى تَرْجِعَ “Sampai ia kembali.” Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan. Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut. Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat, وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34).   Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut Jika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri. Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak.   Nusyuz dari Suami Jika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah, وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468) Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu. Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman, وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127).   Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami. Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun.   Nasihat untuk yang Nusyuz Bagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat. Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga. Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan. Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik.   Referensi: Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam. ________   Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak

Menolak Hubungan Intim dengan Suami: Apakah Itu Nusyuz dan Ada Nafkah?

Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.  Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz  Seks itu Kebutuhan VitalIbnul Qayyim rahimahullah berkata,أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ:«حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ»Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan.Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:“Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296)Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi YusufSeks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Apa itu Nusyuz?Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman:وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ“Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka.Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz Hukum NusyuzNusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436).Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436).Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih). Bagaimana Nusyuz Terjadi?Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti:keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami,bepergian tanpa izin atau restu suami,tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, ataumenolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri. Mengatasi NusyuzJika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ.“Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini).Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ.“Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436).Dalam riwayat lain disebutkan,حتَّى تَرْجِعَ“Sampai ia kembali.”Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan.Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut.Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat,وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34). Solusi Jika Nusyuz Terus BerlanjutJika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri.Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak. Nusyuz dari SuamiJika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah,وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً“Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468)Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu.Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman,وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127). Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah?Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami.Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun. Nasihat untuk yang NusyuzBagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat.Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga.Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan.Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik. Referensi:Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam.________ Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak

Menolak Hubungan Intim dengan Suami: Apakah Itu Nusyuz dan Ada Nafkah?

Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.  Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz  Seks itu Kebutuhan VitalIbnul Qayyim rahimahullah berkata,أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ:«حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ»Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan.Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:“Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296)Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi YusufSeks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Apa itu Nusyuz?Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman:وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ“Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka.Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz Hukum NusyuzNusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436).Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436).Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih). Bagaimana Nusyuz Terjadi?Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti:keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami,bepergian tanpa izin atau restu suami,tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, ataumenolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri. Mengatasi NusyuzJika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ.“Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini).Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ.“Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436).Dalam riwayat lain disebutkan,حتَّى تَرْجِعَ“Sampai ia kembali.”Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan.Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut.Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat,وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34). Solusi Jika Nusyuz Terus BerlanjutJika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri.Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak. Nusyuz dari SuamiJika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah,وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً“Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468)Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu.Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman,وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127). Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah?Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami.Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun. Nasihat untuk yang NusyuzBagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat.Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga.Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan.Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik. Referensi:Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam.________ Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak
Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.  Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz  Seks itu Kebutuhan VitalIbnul Qayyim rahimahullah berkata,أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ:«حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ»Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan.Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:“Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296)Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi YusufSeks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Apa itu Nusyuz?Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman:وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ“Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka.Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz Hukum NusyuzNusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436).Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436).Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih). Bagaimana Nusyuz Terjadi?Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti:keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami,bepergian tanpa izin atau restu suami,tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, ataumenolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri. Mengatasi NusyuzJika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ.“Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini).Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ.“Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436).Dalam riwayat lain disebutkan,حتَّى تَرْجِعَ“Sampai ia kembali.”Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan.Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut.Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat,وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34). Solusi Jika Nusyuz Terus BerlanjutJika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri.Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak. Nusyuz dari SuamiJika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah,وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً“Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468)Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu.Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman,وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127). Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah?Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami.Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun. Nasihat untuk yang NusyuzBagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat.Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga.Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan.Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik. Referensi:Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam.________ Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak


Dalam rumah tangga, salah satu bentuk hak dan kewajiban yang sangat penting adalah hubungan intim antara suami dan istri. Namun, ada kalanya seorang istri menolak untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Bahkan, ada kasus di mana seorang istri menolak untuk melayani suami dalam waktu yang sangat lama, hingga berlarut-larut sampai enam tahun lamanya. Penolakan ini terjadi dengan berbagai alasan, meskipun pada kenyataannya tidak ada alasan yang sah, seperti sakit atau uzur lainnya. Bahkan, istri tetap mampu dan tidak ada halangan yang jelas, namun tetap menolak untuk melayani suami, yang pada akhirnya menyebabkan suami merasa sangat tertekan dan mempertimbangkan untuk mengajukan talak di pengadilan.  Daftar Isi tutup 1. Seks itu Kebutuhan Vital 2. Apa itu Nusyuz? 3. Hukum Nusyuz 4. Bagaimana Nusyuz Terjadi? 5. Mengatasi Nusyuz 6. Solusi Jika Nusyuz Terus Berlanjut 7. Nusyuz dari Suami 8. Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah? 9. Nasihat untuk yang Nusyuz  Seks itu Kebutuhan VitalIbnul Qayyim rahimahullah berkata,أَحَدُهَا: مَا رَكَّبَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ فِي طَبْعِ الرَّجُلِ مِنْ مَيْلِهِ إِلَى الْمَرْأَةِ، كَمَا يَمِيلُ الْعَطْشَانُ إِلَى الْمَاءِ، وَالْجَائِعُ إِلَى الطَّعَامِ، حَتَّى إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَا يَصْبِرُ عَنِ النِّسَاءِ، وَهَذَا لَا يُذَمُّ إِذَا صَادَفَ حَلَالًا، بَلْ يُحْمَدُ، كَمَا فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ، مِنْ حَدِيثِ يُوسُفَ بْنِ عَطِيَّةَ الصَّفَّارِ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ:«حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، أَصْبِرُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَلَا أَصْبِرُ عَنْهُنَّ»Salah satu penyebab kuatnya dorongan cinta adalah sifat dasar yang Allah Ta’ala tanamkan dalam diri laki-laki, yaitu kecenderungannya kepada perempuan. Kecenderungan ini seperti hausnya seseorang terhadap air, atau laparnya seseorang terhadap makanan. Bahkan, banyak orang yang bisa menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak mampu menahan dorongan terhadap perempuan.Dorongan ini tidaklah tercela selama diarahkan kepada yang halal, bahkan justru terpuji. Sebagaimana disebutkan dalam Kitāb Az-Zuhd karya Imam Ahmad, dari riwayat Yūsuf bin ‘Aṭiyyah Ash-Ṣaffār, dari Ṡābit Al-Bunānī, dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:“Dari dunia kalian, yang paling aku cintai adalah wanita dan wewangian. Aku bisa bersabar terhadap makanan dan minuman, tetapi aku tidak bisa bersabar terhadap wanita.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 295-296)Baca juga: 14 Cobaan Berat pada Nabi YusufSeks dalam pernikahan adalah kebutuhan vital yang harus dipenuhi dengan cara yang benar dan sah. Jika terjadi penolakan tanpa alasan yang sah, maka itu bisa berakibat pada nusyuz, yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami-istri untuk menjaga ketaatan dan saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Apa itu Nusyuz?Nusyuz berarti sikap durhaka, yang diambil dari kata nisyz yang berarti ketidaktaatan. Nusyuz seorang wanita adalah ketidaktaatannya terhadap suami dan sikapnya yang menolak kewajiban yang Allah tetapkan padanya, yaitu taat kepada suami. Ibn Faris berkata: “Nusyuz wanita berarti dia menolak suaminya.” Allah berfirman:وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ“Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya…” (QS. An-Nisa: 34), yang artinya kamu khawatir mereka akan berbuat durhaka.Baca juga: Tatkala Istri Durhaka atau Nusyuz Hukum NusyuzNusyuz wanita adalah haram dan merupakan dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهِ، فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia menolak dan tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari, no. 3237, 5193 dan Muslim, no. 1436).Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فَرَاشِهَا، فَتَأْبَى عَلَيْهِ، إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا، حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya! Tidak ada seorang pun suami yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia menolak, melainkan Tuhan di langit akan murka kepadanya hingga ia meridhoi istrinya.” (HR. Muslim, no. 1436).Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا“Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan memenuhi hak Tuhan-Nya sampai dia memenuhi hak suaminya.” (HR. Ibnu Majah. no. 1515. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih). Bagaimana Nusyuz Terjadi?Nusyuz pada wanita terjadi jika dia keluar dari ketaatan kepada suami dan menentangnya, seperti:keluar dari rumah tanpa alasan yang sah atau tanpa izin suami,bepergian tanpa izin atau restu suami,tidak membuka pintu saat suami hendak masuk, ataumenolak ajakan suami untuk berhubungan intim tanpa alasan yang sah seperti sakit, atau sibuk dengan urusannya sendiri. Mengatasi NusyuzJika seorang wanita menunjukkan tanda-tanda nusyuz, seperti sikap acuh tak acuh atau bicara kasar setelah sebelumnya bersikap baik, disarankan bagi suami untuk menasihatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingatkan hak-haknya sebagai seorang istri. Suami bisa mengingatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أَيُّما امرأةٍ ماتَتْ، وزوجُها عنها راضٍ، دخلَتِ الجنَّةَ.“Jika seorang wanita meninggal dunia dan suaminya rida padanya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 364. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini).Suami juga bisa mengingatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,إِذَا بَاتَتِ المَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ.“Jika seorang wanita meninggalkan tempat tidurnya dan tidur di tempat lain tanpa izin suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Muslim, no. 1436).Dalam riwayat lain disebutkan,حتَّى تَرْجِعَ“Sampai ia kembali.”Jika wanita tersebut kembali taat, itu lebih baik. Namun, jika dia tetap tidak taat, suami bisa menghindarinya di tempat tidur sebagai langkah mendidiknya. “Menghindari” di sini berarti suami tidak berhubungan intim dengannya. Jika nusyuznya terus berlanjut, suami bisa memukulnya sebagai bentuk hukuman yang mendidik, tetapi pukulan tersebut harus tidak melukai atau membahayakan.Pukulan ini hanya dilakukan jika suami yakin bahwa hal itu bisa memperbaiki sikapnya. Jika suami tahu bahwa pukulan hanya akan membuatnya semakin menjauh, sebaiknya dia tidak melakukan pukulan tersebut.Cara mengatasi nusyuz yang disebutkan di atas disebutkan dalam ayat,وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34). Solusi Jika Nusyuz Terus BerlanjutJika konflik terus berlanjut dan tidak bisa diselesaikan oleh keduanya, maka perkara ini bisa dibawa kepada hakim untuk mencari solusi. Hakim harus memediasi dengan melibatkan dua orang yang adil dan paham cara penyelesaian masalah. Disarankan agar satu di antara dua mediator itu berasal dari pihak suami dan satu lagi dari pihak istri.Jika penyelesaian tetap gagal, suami bisa memberikan talak atau menerima tawaran khulu‘ dari istri. Jika kedua mediator tidak menemukan kesepakatan, hakim akan menunjuk hakim lain untuk mencari solusi. Jika pasangan tidak sepakat dengan keputusan hakim, maka hakim akan menghukum pihak yang bersalah dan mengembalikan hak yang terampas kepada yang berhak. Nusyuz dari SuamiJika suami berlaku sewenang-wenang atau mengabaikan hak istri, seperti tidak memenuhi hak nafkah atau berbuat kasar dengan kata-kata atau tindakan, istri bisa menegur dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah,وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً“Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik, jika kamu membenci mereka, maka bisa jadi kamu membenci sesuatu yang ternyata baik bagi kamu.” (QS. An-Nisa: 19). Istri bisa mengingatkan suami dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan saya adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895 dan Ibnu Majah, no. 1621. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).Nasihat lainnya yang mesti diingatkan pada suami adalah perintah berbuat baik pada istri dengan sabar karena istri itu tercipta dari tulang rusuk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِي جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu mencoba untuk meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Namun jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Maka berpesanlah kepada kalian tentang wanita dengan kebaikan.” (HR. Bukhari, no. 5185 dan Muslim, no. 1468)Jika suami tidak berubah, istri bisa membawa permasalahan ini ke hakim untuk mendapatkan hak-haknya, karena hakim memiliki wewenang untuk mengembalikan hak-hak yang terampas. Jika suami bertindak kasar, seperti memukul atau mengucapkan kata-kata kasar tanpa alasan yang benar, maka hakim harus menegur suami dan memberikan hukuman jika perlu.Jika masalah ini semakin rumit, maka langkah terakhir adalah dengan mengirimkan dua mediator untuk menyelesaikan masalah ini, atau jika penyelesaian tidak mungkin dicapai, hakim bisa menceraikan mereka dengan talak. Allah berfirman,وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ “Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau pengabaian dari suaminya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk mendamaikan di antara mereka, karena perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa: 127). Apakah Menolak Ajakan Suami dalam Hubungan Intim Termasuk Nusyuz dan Tidak Ada Nafkah?Jika seorang suami mengajak istrinya berulang kali untuk berhubungan intim, bahkan selama bertahun-tahun, dan sang istri terus-menerus menolak tanpa alasan yang sah, maka hal ini bisa dianggap sebagai nusyuz. Dalam Islam, nusyuz adalah bentuk ketidaktaatan seorang istri terhadap suami, dan penolakan yang berlarut-larut bisa mengarah pada pelanggaran hak suami.Terkait nafkah, suami berhak untuk tidak memberikan nafkah lahir atau batin jika istrinya terus menolak kewajiban tersebut. Namun, jika suami tetap memberi nafkah meskipun istri menolak, ini menunjukkan kesabaran yang luar biasa dari suami, yang tetap memenuhi kewajibannya meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Sebagai seorang suami yang sabar, ia tetap menjaga hak-hak istrinya, meskipun dihadapkan pada penolakan yang bertahun-tahun. Nasihat untuk yang NusyuzBagi istri yang terus-menerus menolak untuk melayani suami tanpa alasan yang sah, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, perlu disadari bahwa ini adalah bentuk nusyuz yang sangat merugikan rumah tangga. Seorang istri harus ingat bahwa taat kepada suami adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Ketahuilah bahwa menolak suami tanpa alasan yang sah tidak hanya menyakiti hati suami, tetapi juga melanggar perintah agama yang dapat berdampak pada kehidupan dunia dan akhirat.Suami yang telah berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik, tetapi tetap tidak mendapat respon positif, bisa melakukan langkah-langkah sesuai dengan ajaran Islam, yakni dengan memberikan hukuman yang mendidik atau membawa masalah ini ke pihak yang lebih berkompeten. Namun, langkah terbaik adalah perbaikan diri dari kedua belah pihak, dengan terus berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga, menjaga hak masing-masing, dan taat kepada Allah dalam setiap peran yang diberikan dalam kehidupan berkeluarga.Jika masalah ini karena vaginismus, maka diskusikan hal ini dengan ahlinya agar mendapatkan solusi atau jalan keluar. Vaginismus adalah kondisi saat otot-otot sekitar vagina menegang secara tidak sadar ketika penetrasi akan atau sedang dilakukan, sehingga menimbulkan nyeri, rasa terbakar, atau bahkan mustahilnya hubungan intim. Cara mengatasinya meliputi edukasi pasangan, terapi psikologis untuk mengatasi ketakutan atau trauma, latihan relaksasi otot panggul secara bertahap, serta dukungan penuh dari suami dengan komunikasi yang baik dan tanpa tekanan.Semoga setiap rumah tangga senantiasa diberikan petunjuk dan keberkahan dari Allah, dan masing-masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik. Referensi:Al-Khin, M., Al-Bugha, M., & Al-Shirbaji, A. (1992). Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madhhab al-Imam al-Shafi’i (4th ed.). Dar al-Qalam.________ Ditulis pada Jumat siang, 19 Syawal 1446 H, 18 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsdampak menolak suami hak suami istri hubungan intim suami istri hukum nusyuz Islam dan pernikahan kewajiban istri khulu kisah nusyuz menolak hubungan intim nafkah dalam pernikahan Nusyuz solusi rumah tangga talak

Mengenal Nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”

Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hambaMengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-NyaBerhias diri dengan sifat rahmatMemperkuat rasa harap kepada AllahMeningkatkan ketaatan kepada Allah Mengenal Allah akan memperkuat rasa takut dan muraqabah (merasa selalu diawasi oleh-Nya), memperbesar harapan di dalam hati, menambah keimanan seorang hamba, serta menghasilkan berbagai macam ibadah. Dengan pengenalan inilah perjalanan hati menuju Rabb-nya serta usahanya dalam meraih rida-Nya akan lebih cepat daripada laju angin yang bertiup, tanpa menoleh ke kanan ataupun ke kiri. [1] Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”. Nama ini menunjukkan keluasan rahmat Allah. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Semoga Allah memberikan taufik-Nya untuk kita semua. Aamiin. Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Nama Ar-Rahman disebut dalam Al-Qur’an sebanyak lima puluh tujuh kali, di antaranya: Firman-Nya, إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi melainkan akan datang kepada Ar-Rahman sebagai hamba.” (QS. Maryam: 93) Firman-Nya, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy.” (QS. Ṭāhā: 5) Firman-Nya, الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْماً عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيراً “Kerajaan pada hari itu hanyalah milik Ar-Rahman. Dan itu adalah hari yang berat bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Furqan: 26) Adapun nama Ar-Rahim disebut sebanyak seratus empat belas kali, di antaranya: Firman Allah Ta’ala, إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ “Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 54) Firman-Nya, إِنَّ اللّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ “Sesungguhnya Allah terhadap manusia itu Maha Lembut lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 143) Firman-Nya, فَمَن تَابَ مِن بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “Barangsiapa bertobat setelah kezaliman yang dilakukannya dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma’idah: 39) [2] Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Untuk mengetahui kandungan makna dari kedua nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Kedua kata, Ar-Rahman ( الرَّحْمَن ) dan Ar-Rahim ( الرَّحِيم ), berasal dari kata dasar yang sama, yaitu rahmah ( الرَّحْمَةِ ), yang bermakna kasih sayang, kelembutan, dan belas kasih. Keduanya dibentuk dalam pola yang menunjukkan bentuk mubalaghah (penekanan makna intensitas atau kelimpahan), namun Ar-Rahman memiliki tingkat mubalaghah yang lebih kuat dibandingkan Ar-Rahim. [3] Ibnu Faris rahimahullah mengatakan, (‌رحم) الرَّاءُ وَالْحَاءُ وَالْمِيمُ أَصْلٌ وَاحِدٌ يَدُلُّ عَلَى الرِّقَّةِ وَالْعَطْفِ وَالرَّأْفَةِ “Akar kata “ر-ح-م” menunjukkan makna dasar kelembutan, kasih sayang, dan belas kasih.” [4] Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks Allah Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman ayat pertama dari surah Al-Fatihah, beliau menukil ucapan Abu ‘Ali Al-Farisi. Beliau mengatakan, قَالَ أَبُو عَلِيٍّ الْفَارِسِيُّ: الرَّحْمَنُ: اسْمٌ عَامٌّ فِي جَمِيعِ أَنْوَاعِ الرَّحْمَةِ يَخْتَصُّ بِهِ اللَّهُ تَعَالَى، وَالرَّحِيمُ إِنَّمَا هُوَ مِنْ جِهَةِ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا} [الْأَحْزَابِ: 43] “Abu ‘Ali al-Fārisī berkata, ‘Ar-Rahman adalah nama umum bagi seluruh jenis rahmat yang menjadi kekhususan Allah Ta’ala; sedangkan Ar-Rahim adalah rahmat yang bersifat khusus kepada kaum mukminin.’ Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.’ (QS. Al-Aḥzāb: 43).” [5] Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut, beliau mengatakan, {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} اسمان دالان على أنه تعالى ذو الرحمة الواسعة العظيمة التي وسعت كل شيء، وعمت كل حي، وكتبها للمتقين المتبعين لأنبيائه ورسله. فهؤلاء لهم الرحمة المطلقة، ومن عداهم فلهم نصيب منها. “Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua nama yang menunjukkan bahwa Allah memiliki rahmat yang sangat luas dan agung, yang meliputi segala sesuatu dan mencakup seluruh makhluk hidup. Namun, Allah menuliskan rahmat tersebut secara khusus bagi orang-orang yang bertakwa dan mengikuti para nabi dan rasul-Nya. Mereka inilah yang mendapatkan rahmat secara mutlak, sementara selain mereka mendapatkan bagian tertentu darinya.” [6] Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna kedua nama ini, “Kedua nama ini disebutkan secara beriringan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Masing-masing menunjukkan bahwa sifat rahmat adalah sifat tetap (melekat) bagi Allah. Namun, penyandingan keduanya menunjukkan bahwa rahmat itu tidak hanya sebagai sifat, tetapi juga sebagai tindakan nyata yang berdampak pada makhluk. Ar-Rahman bermakna Zat yang memiliki sifat rahmat. Ar-Rahim bermakna Zat yang memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya. Karena itu, Allah menyebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan Dia Maha Penyayang (rahiim) kepada orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 117), namun tidak pernah disebut: Rahman terhadap para hamba atau Rahman terhadap kaum mukminin. Hal ini karena Ar-Rahman datang dalam bentuk fa‘lān, yang menunjukkan sifat yang tetap, sempurna, dan melekat. Sementara Ar-Rahim menunjukkan sifat yang sampai kepada yang dirahmati, yaitu orang-orang beriman. Maka dalam dua nama ini terdapat isyarat tentang kesempurnaan dan keluasan rahmat Allah yang meliputi segalanya. Semua kebaikan, nikmat, dan kebahagiaan yang ada di alam atas dan bawah adalah dampak dari rahmat-Nya. Demikian pula segala keburukan, bencana, dan penderitaan yang disingkirkan dari makhluk adalah bentuk lain dari rahmat-Nya. Sebab, tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Dia, dan tidak ada yang mampu menolak keburukan selain Dia. Dialah yang Maha Pengasih di antara para pengasih.” [7] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-‘Aliim” Konsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hamba Penetapan nama “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-Nya Hal ini sebagaimana telah disampaikan di atas, tentang dalil dari kedua nama. Selain itu, wajib bagi kita untuk menetapkan sifat rahmat bagi-Nya, yang ini merupakan kandungan dari kedua nama tersebut. Salah satu sifat Allah yang tetap dan kokoh berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah adalah sifat rahmat (kasih sayang). Ia adalah sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain. Tidak diperbolehkan menolak atau menafsirkan sifat ini dengan makna yang menyimpang, karena hal tersebut termasuk bentuk penyimpangan terhadap nama-nama-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah telah membantah dengan panjang lebar pendapat bahwa rahmat Allah adalah majaz dalam kitabnya As-Ṣawā‘iq al-Mursalah ‘ala al-Jahmiyyah wa al-Mu‘aṭṭilah, dengan bantahan yang tidak ada tandingannya. [8] Berhias diri dengan sifat rahmat Akhlak kasih sayang termasuk akhlak yang mulia dan sangat dianjurkan dalam Islam. Allah memuji Rasul-Nya dengan sifat ini dalam firman-Nya, وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyā’: 107) Di antara nama Nabi ﷺ adalah Nabiyyur-Rahmah ( نبيُّ الرَّحْمة ). Bahkan beliau juga memuji sahabat terbaiknya karena sifat ini. Dalam hadis disebutkan, أرْحمُ أُمتي بأمتي: أبو بكر “Orang yang paling penyayang terhadap umatku adalah Abu Bakar …” (HR. Ahmad, 3: 184; sahih) Rasulullah ﷺ juga bersabda, إنما يَرْحمُ اللهُ مِنْ عبَادِه الرُّحَمَاء “Sesungguhnya Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang.” Dalam riwayat yang lain, لا يَرْحَمُ الله مِنْ عبادِه؛ إلا الرُّحَمَاء “Allah tidak akan merahmati hamba-hamba-Nya kecuali yang penyayang.” (Muttafaqun ‘alaihi) [9] Memperkuat rasa harap kepada Allah Mengetahui betapa luas dan besarnya rahmat Allah akan menumbuhkan rasa harap (raja’) yang kuat dalam hati hamba. Ia akan menggantungkan seluruh kebutuhannya kepada Allah, menunjukkan rasa butuh dan ketergantungannya kepada-Nya, serta menyadari bahwa semua kebaikan hanya datang dari-Nya. Sebagaimana firman-Nya, يَأَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ “Wahai manusia, kalian semua adalah orang-orang fakir (butuh) kepada Allah, sedangkan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Fāṭir: 15) Rasa harap ini akan membuahkan berbagai bentuk ibadah lahir maupun batin, tergantung pada tingkat pengenalan dan ilmu seorang hamba terhadap Rabb-nya. [10] Meningkatkan ketaatan kepada Allah Seorang hamba, setiap kali ketaatannya semakin besar, kedekatannya kepada Rabb-nya semakin kuat, dan usahanya dalam mendekatkan diri kepada Allah semakin intens; maka akan semakin besar pula bagian rahmat yang layak ia terima. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ayat, di antaranya firman Allah, وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan, penuh berkah. Maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kalian dirahmati.” (QS. Al-An‘ām: 155) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul agar kalian dirahmati.” (QS. An-Nūr: 56) Ayat-ayat ini dan banyak lainnya menunjukkan bahwa rahmat Allah sangat erat kaitannya dengan ketaatan, takwa, dan amal ihsan seorang hamba. Semakin kuat hal itu dalam diri seorang mukmin, maka semakin dekat pula rahmat Allah kepadanya. [11] Dan hanya kepada Allah-lah kita memohon, semoga Dia memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang saleh dengan rahmat-Nya, serta menganugerahkan kepada kita rahmat-Nya yang telah Dia tetapkan bagi para wali-Nya yang beriman. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan lagi Maha Pemurah, dan Dia adalah Zat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” *** Brawijaya – Lampung Timur, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 18. [2] Diringkas dari An-Nahju Al-Asma, hal. 75-78. [3] Lihat: Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 124; Tafsīr ath-Ṭabarī, 1: 124 dan 5: 530; lihat juga Al-Miṣbāḥ al-Munīr fī Gharīb Syarḥ al-Kabīr – al-Fayyūmī, 1: 223. [4] Maqāyīs al-Lughah – Ibnu Fāris, 2: 498. [5] Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 125. [6] Taysīr al-Karīm ar-Raḥmān, hal. 39. [7] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 97-98. [8] Disarikan dari An-Nahjul Asma, hal. 80-85. [9] Ibid, hal. 91. [10] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 33. [11] Ibid, hal. 99.

Mengenal Nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”

Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hambaMengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-NyaBerhias diri dengan sifat rahmatMemperkuat rasa harap kepada AllahMeningkatkan ketaatan kepada Allah Mengenal Allah akan memperkuat rasa takut dan muraqabah (merasa selalu diawasi oleh-Nya), memperbesar harapan di dalam hati, menambah keimanan seorang hamba, serta menghasilkan berbagai macam ibadah. Dengan pengenalan inilah perjalanan hati menuju Rabb-nya serta usahanya dalam meraih rida-Nya akan lebih cepat daripada laju angin yang bertiup, tanpa menoleh ke kanan ataupun ke kiri. [1] Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”. Nama ini menunjukkan keluasan rahmat Allah. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Semoga Allah memberikan taufik-Nya untuk kita semua. Aamiin. Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Nama Ar-Rahman disebut dalam Al-Qur’an sebanyak lima puluh tujuh kali, di antaranya: Firman-Nya, إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi melainkan akan datang kepada Ar-Rahman sebagai hamba.” (QS. Maryam: 93) Firman-Nya, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy.” (QS. Ṭāhā: 5) Firman-Nya, الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْماً عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيراً “Kerajaan pada hari itu hanyalah milik Ar-Rahman. Dan itu adalah hari yang berat bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Furqan: 26) Adapun nama Ar-Rahim disebut sebanyak seratus empat belas kali, di antaranya: Firman Allah Ta’ala, إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ “Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 54) Firman-Nya, إِنَّ اللّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ “Sesungguhnya Allah terhadap manusia itu Maha Lembut lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 143) Firman-Nya, فَمَن تَابَ مِن بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “Barangsiapa bertobat setelah kezaliman yang dilakukannya dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma’idah: 39) [2] Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Untuk mengetahui kandungan makna dari kedua nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Kedua kata, Ar-Rahman ( الرَّحْمَن ) dan Ar-Rahim ( الرَّحِيم ), berasal dari kata dasar yang sama, yaitu rahmah ( الرَّحْمَةِ ), yang bermakna kasih sayang, kelembutan, dan belas kasih. Keduanya dibentuk dalam pola yang menunjukkan bentuk mubalaghah (penekanan makna intensitas atau kelimpahan), namun Ar-Rahman memiliki tingkat mubalaghah yang lebih kuat dibandingkan Ar-Rahim. [3] Ibnu Faris rahimahullah mengatakan, (‌رحم) الرَّاءُ وَالْحَاءُ وَالْمِيمُ أَصْلٌ وَاحِدٌ يَدُلُّ عَلَى الرِّقَّةِ وَالْعَطْفِ وَالرَّأْفَةِ “Akar kata “ر-ح-م” menunjukkan makna dasar kelembutan, kasih sayang, dan belas kasih.” [4] Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks Allah Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman ayat pertama dari surah Al-Fatihah, beliau menukil ucapan Abu ‘Ali Al-Farisi. Beliau mengatakan, قَالَ أَبُو عَلِيٍّ الْفَارِسِيُّ: الرَّحْمَنُ: اسْمٌ عَامٌّ فِي جَمِيعِ أَنْوَاعِ الرَّحْمَةِ يَخْتَصُّ بِهِ اللَّهُ تَعَالَى، وَالرَّحِيمُ إِنَّمَا هُوَ مِنْ جِهَةِ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا} [الْأَحْزَابِ: 43] “Abu ‘Ali al-Fārisī berkata, ‘Ar-Rahman adalah nama umum bagi seluruh jenis rahmat yang menjadi kekhususan Allah Ta’ala; sedangkan Ar-Rahim adalah rahmat yang bersifat khusus kepada kaum mukminin.’ Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.’ (QS. Al-Aḥzāb: 43).” [5] Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut, beliau mengatakan, {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} اسمان دالان على أنه تعالى ذو الرحمة الواسعة العظيمة التي وسعت كل شيء، وعمت كل حي، وكتبها للمتقين المتبعين لأنبيائه ورسله. فهؤلاء لهم الرحمة المطلقة، ومن عداهم فلهم نصيب منها. “Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua nama yang menunjukkan bahwa Allah memiliki rahmat yang sangat luas dan agung, yang meliputi segala sesuatu dan mencakup seluruh makhluk hidup. Namun, Allah menuliskan rahmat tersebut secara khusus bagi orang-orang yang bertakwa dan mengikuti para nabi dan rasul-Nya. Mereka inilah yang mendapatkan rahmat secara mutlak, sementara selain mereka mendapatkan bagian tertentu darinya.” [6] Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna kedua nama ini, “Kedua nama ini disebutkan secara beriringan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Masing-masing menunjukkan bahwa sifat rahmat adalah sifat tetap (melekat) bagi Allah. Namun, penyandingan keduanya menunjukkan bahwa rahmat itu tidak hanya sebagai sifat, tetapi juga sebagai tindakan nyata yang berdampak pada makhluk. Ar-Rahman bermakna Zat yang memiliki sifat rahmat. Ar-Rahim bermakna Zat yang memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya. Karena itu, Allah menyebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan Dia Maha Penyayang (rahiim) kepada orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 117), namun tidak pernah disebut: Rahman terhadap para hamba atau Rahman terhadap kaum mukminin. Hal ini karena Ar-Rahman datang dalam bentuk fa‘lān, yang menunjukkan sifat yang tetap, sempurna, dan melekat. Sementara Ar-Rahim menunjukkan sifat yang sampai kepada yang dirahmati, yaitu orang-orang beriman. Maka dalam dua nama ini terdapat isyarat tentang kesempurnaan dan keluasan rahmat Allah yang meliputi segalanya. Semua kebaikan, nikmat, dan kebahagiaan yang ada di alam atas dan bawah adalah dampak dari rahmat-Nya. Demikian pula segala keburukan, bencana, dan penderitaan yang disingkirkan dari makhluk adalah bentuk lain dari rahmat-Nya. Sebab, tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Dia, dan tidak ada yang mampu menolak keburukan selain Dia. Dialah yang Maha Pengasih di antara para pengasih.” [7] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-‘Aliim” Konsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hamba Penetapan nama “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-Nya Hal ini sebagaimana telah disampaikan di atas, tentang dalil dari kedua nama. Selain itu, wajib bagi kita untuk menetapkan sifat rahmat bagi-Nya, yang ini merupakan kandungan dari kedua nama tersebut. Salah satu sifat Allah yang tetap dan kokoh berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah adalah sifat rahmat (kasih sayang). Ia adalah sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain. Tidak diperbolehkan menolak atau menafsirkan sifat ini dengan makna yang menyimpang, karena hal tersebut termasuk bentuk penyimpangan terhadap nama-nama-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah telah membantah dengan panjang lebar pendapat bahwa rahmat Allah adalah majaz dalam kitabnya As-Ṣawā‘iq al-Mursalah ‘ala al-Jahmiyyah wa al-Mu‘aṭṭilah, dengan bantahan yang tidak ada tandingannya. [8] Berhias diri dengan sifat rahmat Akhlak kasih sayang termasuk akhlak yang mulia dan sangat dianjurkan dalam Islam. Allah memuji Rasul-Nya dengan sifat ini dalam firman-Nya, وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyā’: 107) Di antara nama Nabi ﷺ adalah Nabiyyur-Rahmah ( نبيُّ الرَّحْمة ). Bahkan beliau juga memuji sahabat terbaiknya karena sifat ini. Dalam hadis disebutkan, أرْحمُ أُمتي بأمتي: أبو بكر “Orang yang paling penyayang terhadap umatku adalah Abu Bakar …” (HR. Ahmad, 3: 184; sahih) Rasulullah ﷺ juga bersabda, إنما يَرْحمُ اللهُ مِنْ عبَادِه الرُّحَمَاء “Sesungguhnya Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang.” Dalam riwayat yang lain, لا يَرْحَمُ الله مِنْ عبادِه؛ إلا الرُّحَمَاء “Allah tidak akan merahmati hamba-hamba-Nya kecuali yang penyayang.” (Muttafaqun ‘alaihi) [9] Memperkuat rasa harap kepada Allah Mengetahui betapa luas dan besarnya rahmat Allah akan menumbuhkan rasa harap (raja’) yang kuat dalam hati hamba. Ia akan menggantungkan seluruh kebutuhannya kepada Allah, menunjukkan rasa butuh dan ketergantungannya kepada-Nya, serta menyadari bahwa semua kebaikan hanya datang dari-Nya. Sebagaimana firman-Nya, يَأَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ “Wahai manusia, kalian semua adalah orang-orang fakir (butuh) kepada Allah, sedangkan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Fāṭir: 15) Rasa harap ini akan membuahkan berbagai bentuk ibadah lahir maupun batin, tergantung pada tingkat pengenalan dan ilmu seorang hamba terhadap Rabb-nya. [10] Meningkatkan ketaatan kepada Allah Seorang hamba, setiap kali ketaatannya semakin besar, kedekatannya kepada Rabb-nya semakin kuat, dan usahanya dalam mendekatkan diri kepada Allah semakin intens; maka akan semakin besar pula bagian rahmat yang layak ia terima. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ayat, di antaranya firman Allah, وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan, penuh berkah. Maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kalian dirahmati.” (QS. Al-An‘ām: 155) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul agar kalian dirahmati.” (QS. An-Nūr: 56) Ayat-ayat ini dan banyak lainnya menunjukkan bahwa rahmat Allah sangat erat kaitannya dengan ketaatan, takwa, dan amal ihsan seorang hamba. Semakin kuat hal itu dalam diri seorang mukmin, maka semakin dekat pula rahmat Allah kepadanya. [11] Dan hanya kepada Allah-lah kita memohon, semoga Dia memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang saleh dengan rahmat-Nya, serta menganugerahkan kepada kita rahmat-Nya yang telah Dia tetapkan bagi para wali-Nya yang beriman. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan lagi Maha Pemurah, dan Dia adalah Zat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” *** Brawijaya – Lampung Timur, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 18. [2] Diringkas dari An-Nahju Al-Asma, hal. 75-78. [3] Lihat: Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 124; Tafsīr ath-Ṭabarī, 1: 124 dan 5: 530; lihat juga Al-Miṣbāḥ al-Munīr fī Gharīb Syarḥ al-Kabīr – al-Fayyūmī, 1: 223. [4] Maqāyīs al-Lughah – Ibnu Fāris, 2: 498. [5] Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 125. [6] Taysīr al-Karīm ar-Raḥmān, hal. 39. [7] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 97-98. [8] Disarikan dari An-Nahjul Asma, hal. 80-85. [9] Ibid, hal. 91. [10] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 33. [11] Ibid, hal. 99.
Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hambaMengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-NyaBerhias diri dengan sifat rahmatMemperkuat rasa harap kepada AllahMeningkatkan ketaatan kepada Allah Mengenal Allah akan memperkuat rasa takut dan muraqabah (merasa selalu diawasi oleh-Nya), memperbesar harapan di dalam hati, menambah keimanan seorang hamba, serta menghasilkan berbagai macam ibadah. Dengan pengenalan inilah perjalanan hati menuju Rabb-nya serta usahanya dalam meraih rida-Nya akan lebih cepat daripada laju angin yang bertiup, tanpa menoleh ke kanan ataupun ke kiri. [1] Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”. Nama ini menunjukkan keluasan rahmat Allah. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Semoga Allah memberikan taufik-Nya untuk kita semua. Aamiin. Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Nama Ar-Rahman disebut dalam Al-Qur’an sebanyak lima puluh tujuh kali, di antaranya: Firman-Nya, إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi melainkan akan datang kepada Ar-Rahman sebagai hamba.” (QS. Maryam: 93) Firman-Nya, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy.” (QS. Ṭāhā: 5) Firman-Nya, الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْماً عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيراً “Kerajaan pada hari itu hanyalah milik Ar-Rahman. Dan itu adalah hari yang berat bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Furqan: 26) Adapun nama Ar-Rahim disebut sebanyak seratus empat belas kali, di antaranya: Firman Allah Ta’ala, إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ “Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 54) Firman-Nya, إِنَّ اللّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ “Sesungguhnya Allah terhadap manusia itu Maha Lembut lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 143) Firman-Nya, فَمَن تَابَ مِن بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “Barangsiapa bertobat setelah kezaliman yang dilakukannya dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma’idah: 39) [2] Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Untuk mengetahui kandungan makna dari kedua nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Kedua kata, Ar-Rahman ( الرَّحْمَن ) dan Ar-Rahim ( الرَّحِيم ), berasal dari kata dasar yang sama, yaitu rahmah ( الرَّحْمَةِ ), yang bermakna kasih sayang, kelembutan, dan belas kasih. Keduanya dibentuk dalam pola yang menunjukkan bentuk mubalaghah (penekanan makna intensitas atau kelimpahan), namun Ar-Rahman memiliki tingkat mubalaghah yang lebih kuat dibandingkan Ar-Rahim. [3] Ibnu Faris rahimahullah mengatakan, (‌رحم) الرَّاءُ وَالْحَاءُ وَالْمِيمُ أَصْلٌ وَاحِدٌ يَدُلُّ عَلَى الرِّقَّةِ وَالْعَطْفِ وَالرَّأْفَةِ “Akar kata “ر-ح-م” menunjukkan makna dasar kelembutan, kasih sayang, dan belas kasih.” [4] Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks Allah Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman ayat pertama dari surah Al-Fatihah, beliau menukil ucapan Abu ‘Ali Al-Farisi. Beliau mengatakan, قَالَ أَبُو عَلِيٍّ الْفَارِسِيُّ: الرَّحْمَنُ: اسْمٌ عَامٌّ فِي جَمِيعِ أَنْوَاعِ الرَّحْمَةِ يَخْتَصُّ بِهِ اللَّهُ تَعَالَى، وَالرَّحِيمُ إِنَّمَا هُوَ مِنْ جِهَةِ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا} [الْأَحْزَابِ: 43] “Abu ‘Ali al-Fārisī berkata, ‘Ar-Rahman adalah nama umum bagi seluruh jenis rahmat yang menjadi kekhususan Allah Ta’ala; sedangkan Ar-Rahim adalah rahmat yang bersifat khusus kepada kaum mukminin.’ Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.’ (QS. Al-Aḥzāb: 43).” [5] Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut, beliau mengatakan, {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} اسمان دالان على أنه تعالى ذو الرحمة الواسعة العظيمة التي وسعت كل شيء، وعمت كل حي، وكتبها للمتقين المتبعين لأنبيائه ورسله. فهؤلاء لهم الرحمة المطلقة، ومن عداهم فلهم نصيب منها. “Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua nama yang menunjukkan bahwa Allah memiliki rahmat yang sangat luas dan agung, yang meliputi segala sesuatu dan mencakup seluruh makhluk hidup. Namun, Allah menuliskan rahmat tersebut secara khusus bagi orang-orang yang bertakwa dan mengikuti para nabi dan rasul-Nya. Mereka inilah yang mendapatkan rahmat secara mutlak, sementara selain mereka mendapatkan bagian tertentu darinya.” [6] Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna kedua nama ini, “Kedua nama ini disebutkan secara beriringan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Masing-masing menunjukkan bahwa sifat rahmat adalah sifat tetap (melekat) bagi Allah. Namun, penyandingan keduanya menunjukkan bahwa rahmat itu tidak hanya sebagai sifat, tetapi juga sebagai tindakan nyata yang berdampak pada makhluk. Ar-Rahman bermakna Zat yang memiliki sifat rahmat. Ar-Rahim bermakna Zat yang memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya. Karena itu, Allah menyebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan Dia Maha Penyayang (rahiim) kepada orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 117), namun tidak pernah disebut: Rahman terhadap para hamba atau Rahman terhadap kaum mukminin. Hal ini karena Ar-Rahman datang dalam bentuk fa‘lān, yang menunjukkan sifat yang tetap, sempurna, dan melekat. Sementara Ar-Rahim menunjukkan sifat yang sampai kepada yang dirahmati, yaitu orang-orang beriman. Maka dalam dua nama ini terdapat isyarat tentang kesempurnaan dan keluasan rahmat Allah yang meliputi segalanya. Semua kebaikan, nikmat, dan kebahagiaan yang ada di alam atas dan bawah adalah dampak dari rahmat-Nya. Demikian pula segala keburukan, bencana, dan penderitaan yang disingkirkan dari makhluk adalah bentuk lain dari rahmat-Nya. Sebab, tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Dia, dan tidak ada yang mampu menolak keburukan selain Dia. Dialah yang Maha Pengasih di antara para pengasih.” [7] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-‘Aliim” Konsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hamba Penetapan nama “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-Nya Hal ini sebagaimana telah disampaikan di atas, tentang dalil dari kedua nama. Selain itu, wajib bagi kita untuk menetapkan sifat rahmat bagi-Nya, yang ini merupakan kandungan dari kedua nama tersebut. Salah satu sifat Allah yang tetap dan kokoh berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah adalah sifat rahmat (kasih sayang). Ia adalah sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain. Tidak diperbolehkan menolak atau menafsirkan sifat ini dengan makna yang menyimpang, karena hal tersebut termasuk bentuk penyimpangan terhadap nama-nama-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah telah membantah dengan panjang lebar pendapat bahwa rahmat Allah adalah majaz dalam kitabnya As-Ṣawā‘iq al-Mursalah ‘ala al-Jahmiyyah wa al-Mu‘aṭṭilah, dengan bantahan yang tidak ada tandingannya. [8] Berhias diri dengan sifat rahmat Akhlak kasih sayang termasuk akhlak yang mulia dan sangat dianjurkan dalam Islam. Allah memuji Rasul-Nya dengan sifat ini dalam firman-Nya, وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyā’: 107) Di antara nama Nabi ﷺ adalah Nabiyyur-Rahmah ( نبيُّ الرَّحْمة ). Bahkan beliau juga memuji sahabat terbaiknya karena sifat ini. Dalam hadis disebutkan, أرْحمُ أُمتي بأمتي: أبو بكر “Orang yang paling penyayang terhadap umatku adalah Abu Bakar …” (HR. Ahmad, 3: 184; sahih) Rasulullah ﷺ juga bersabda, إنما يَرْحمُ اللهُ مِنْ عبَادِه الرُّحَمَاء “Sesungguhnya Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang.” Dalam riwayat yang lain, لا يَرْحَمُ الله مِنْ عبادِه؛ إلا الرُّحَمَاء “Allah tidak akan merahmati hamba-hamba-Nya kecuali yang penyayang.” (Muttafaqun ‘alaihi) [9] Memperkuat rasa harap kepada Allah Mengetahui betapa luas dan besarnya rahmat Allah akan menumbuhkan rasa harap (raja’) yang kuat dalam hati hamba. Ia akan menggantungkan seluruh kebutuhannya kepada Allah, menunjukkan rasa butuh dan ketergantungannya kepada-Nya, serta menyadari bahwa semua kebaikan hanya datang dari-Nya. Sebagaimana firman-Nya, يَأَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ “Wahai manusia, kalian semua adalah orang-orang fakir (butuh) kepada Allah, sedangkan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Fāṭir: 15) Rasa harap ini akan membuahkan berbagai bentuk ibadah lahir maupun batin, tergantung pada tingkat pengenalan dan ilmu seorang hamba terhadap Rabb-nya. [10] Meningkatkan ketaatan kepada Allah Seorang hamba, setiap kali ketaatannya semakin besar, kedekatannya kepada Rabb-nya semakin kuat, dan usahanya dalam mendekatkan diri kepada Allah semakin intens; maka akan semakin besar pula bagian rahmat yang layak ia terima. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ayat, di antaranya firman Allah, وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan, penuh berkah. Maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kalian dirahmati.” (QS. Al-An‘ām: 155) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul agar kalian dirahmati.” (QS. An-Nūr: 56) Ayat-ayat ini dan banyak lainnya menunjukkan bahwa rahmat Allah sangat erat kaitannya dengan ketaatan, takwa, dan amal ihsan seorang hamba. Semakin kuat hal itu dalam diri seorang mukmin, maka semakin dekat pula rahmat Allah kepadanya. [11] Dan hanya kepada Allah-lah kita memohon, semoga Dia memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang saleh dengan rahmat-Nya, serta menganugerahkan kepada kita rahmat-Nya yang telah Dia tetapkan bagi para wali-Nya yang beriman. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan lagi Maha Pemurah, dan Dia adalah Zat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” *** Brawijaya – Lampung Timur, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 18. [2] Diringkas dari An-Nahju Al-Asma, hal. 75-78. [3] Lihat: Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 124; Tafsīr ath-Ṭabarī, 1: 124 dan 5: 530; lihat juga Al-Miṣbāḥ al-Munīr fī Gharīb Syarḥ al-Kabīr – al-Fayyūmī, 1: 223. [4] Maqāyīs al-Lughah – Ibnu Fāris, 2: 498. [5] Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 125. [6] Taysīr al-Karīm ar-Raḥmān, hal. 39. [7] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 97-98. [8] Disarikan dari An-Nahjul Asma, hal. 80-85. [9] Ibid, hal. 91. [10] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 33. [11] Ibid, hal. 99.


Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hambaMengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-NyaBerhias diri dengan sifat rahmatMemperkuat rasa harap kepada AllahMeningkatkan ketaatan kepada Allah Mengenal Allah akan memperkuat rasa takut dan muraqabah (merasa selalu diawasi oleh-Nya), memperbesar harapan di dalam hati, menambah keimanan seorang hamba, serta menghasilkan berbagai macam ibadah. Dengan pengenalan inilah perjalanan hati menuju Rabb-nya serta usahanya dalam meraih rida-Nya akan lebih cepat daripada laju angin yang bertiup, tanpa menoleh ke kanan ataupun ke kiri. [1] Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”. Nama ini menunjukkan keluasan rahmat Allah. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Semoga Allah memberikan taufik-Nya untuk kita semua. Aamiin. Dalil nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Nama Ar-Rahman disebut dalam Al-Qur’an sebanyak lima puluh tujuh kali, di antaranya: Firman-Nya, إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi melainkan akan datang kepada Ar-Rahman sebagai hamba.” (QS. Maryam: 93) Firman-Nya, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy.” (QS. Ṭāhā: 5) Firman-Nya, الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْماً عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيراً “Kerajaan pada hari itu hanyalah milik Ar-Rahman. Dan itu adalah hari yang berat bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Furqan: 26) Adapun nama Ar-Rahim disebut sebanyak seratus empat belas kali, di antaranya: Firman Allah Ta’ala, إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ “Sesungguhnya Dia Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 54) Firman-Nya, إِنَّ اللّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ “Sesungguhnya Allah terhadap manusia itu Maha Lembut lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 143) Firman-Nya, فَمَن تَابَ مِن بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “Barangsiapa bertobat setelah kezaliman yang dilakukannya dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma’idah: 39) [2] Kandungan makna nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Untuk mengetahui kandungan makna dari kedua nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” Kedua kata, Ar-Rahman ( الرَّحْمَن ) dan Ar-Rahim ( الرَّحِيم ), berasal dari kata dasar yang sama, yaitu rahmah ( الرَّحْمَةِ ), yang bermakna kasih sayang, kelembutan, dan belas kasih. Keduanya dibentuk dalam pola yang menunjukkan bentuk mubalaghah (penekanan makna intensitas atau kelimpahan), namun Ar-Rahman memiliki tingkat mubalaghah yang lebih kuat dibandingkan Ar-Rahim. [3] Ibnu Faris rahimahullah mengatakan, (‌رحم) الرَّاءُ وَالْحَاءُ وَالْمِيمُ أَصْلٌ وَاحِدٌ يَدُلُّ عَلَى الرِّقَّةِ وَالْعَطْفِ وَالرَّأْفَةِ “Akar kata “ر-ح-م” menunjukkan makna dasar kelembutan, kasih sayang, dan belas kasih.” [4] Makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dalam konteks Allah Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman ayat pertama dari surah Al-Fatihah, beliau menukil ucapan Abu ‘Ali Al-Farisi. Beliau mengatakan, قَالَ أَبُو عَلِيٍّ الْفَارِسِيُّ: الرَّحْمَنُ: اسْمٌ عَامٌّ فِي جَمِيعِ أَنْوَاعِ الرَّحْمَةِ يَخْتَصُّ بِهِ اللَّهُ تَعَالَى، وَالرَّحِيمُ إِنَّمَا هُوَ مِنْ جِهَةِ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا} [الْأَحْزَابِ: 43] “Abu ‘Ali al-Fārisī berkata, ‘Ar-Rahman adalah nama umum bagi seluruh jenis rahmat yang menjadi kekhususan Allah Ta’ala; sedangkan Ar-Rahim adalah rahmat yang bersifat khusus kepada kaum mukminin.’ Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.’ (QS. Al-Aḥzāb: 43).” [5] Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut, beliau mengatakan, {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} اسمان دالان على أنه تعالى ذو الرحمة الواسعة العظيمة التي وسعت كل شيء، وعمت كل حي، وكتبها للمتقين المتبعين لأنبيائه ورسله. فهؤلاء لهم الرحمة المطلقة، ومن عداهم فلهم نصيب منها. “Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua nama yang menunjukkan bahwa Allah memiliki rahmat yang sangat luas dan agung, yang meliputi segala sesuatu dan mencakup seluruh makhluk hidup. Namun, Allah menuliskan rahmat tersebut secara khusus bagi orang-orang yang bertakwa dan mengikuti para nabi dan rasul-Nya. Mereka inilah yang mendapatkan rahmat secara mutlak, sementara selain mereka mendapatkan bagian tertentu darinya.” [6] Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna kedua nama ini, “Kedua nama ini disebutkan secara beriringan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Masing-masing menunjukkan bahwa sifat rahmat adalah sifat tetap (melekat) bagi Allah. Namun, penyandingan keduanya menunjukkan bahwa rahmat itu tidak hanya sebagai sifat, tetapi juga sebagai tindakan nyata yang berdampak pada makhluk. Ar-Rahman bermakna Zat yang memiliki sifat rahmat. Ar-Rahim bermakna Zat yang memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya. Karena itu, Allah menyebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan Dia Maha Penyayang (rahiim) kepada orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 117), namun tidak pernah disebut: Rahman terhadap para hamba atau Rahman terhadap kaum mukminin. Hal ini karena Ar-Rahman datang dalam bentuk fa‘lān, yang menunjukkan sifat yang tetap, sempurna, dan melekat. Sementara Ar-Rahim menunjukkan sifat yang sampai kepada yang dirahmati, yaitu orang-orang beriman. Maka dalam dua nama ini terdapat isyarat tentang kesempurnaan dan keluasan rahmat Allah yang meliputi segalanya. Semua kebaikan, nikmat, dan kebahagiaan yang ada di alam atas dan bawah adalah dampak dari rahmat-Nya. Demikian pula segala keburukan, bencana, dan penderitaan yang disingkirkan dari makhluk adalah bentuk lain dari rahmat-Nya. Sebab, tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Dia, dan tidak ada yang mampu menolak keburukan selain Dia. Dialah yang Maha Pengasih di antara para pengasih.” [7] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-‘Aliim” Konsekuensi dari nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi hamba Penetapan nama “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” sebagai nama Allah, dan menetapkan sifat rahmat bagi-Nya Hal ini sebagaimana telah disampaikan di atas, tentang dalil dari kedua nama. Selain itu, wajib bagi kita untuk menetapkan sifat rahmat bagi-Nya, yang ini merupakan kandungan dari kedua nama tersebut. Salah satu sifat Allah yang tetap dan kokoh berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah adalah sifat rahmat (kasih sayang). Ia adalah sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain. Tidak diperbolehkan menolak atau menafsirkan sifat ini dengan makna yang menyimpang, karena hal tersebut termasuk bentuk penyimpangan terhadap nama-nama-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah telah membantah dengan panjang lebar pendapat bahwa rahmat Allah adalah majaz dalam kitabnya As-Ṣawā‘iq al-Mursalah ‘ala al-Jahmiyyah wa al-Mu‘aṭṭilah, dengan bantahan yang tidak ada tandingannya. [8] Berhias diri dengan sifat rahmat Akhlak kasih sayang termasuk akhlak yang mulia dan sangat dianjurkan dalam Islam. Allah memuji Rasul-Nya dengan sifat ini dalam firman-Nya, وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyā’: 107) Di antara nama Nabi ﷺ adalah Nabiyyur-Rahmah ( نبيُّ الرَّحْمة ). Bahkan beliau juga memuji sahabat terbaiknya karena sifat ini. Dalam hadis disebutkan, أرْحمُ أُمتي بأمتي: أبو بكر “Orang yang paling penyayang terhadap umatku adalah Abu Bakar …” (HR. Ahmad, 3: 184; sahih) Rasulullah ﷺ juga bersabda, إنما يَرْحمُ اللهُ مِنْ عبَادِه الرُّحَمَاء “Sesungguhnya Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang.” Dalam riwayat yang lain, لا يَرْحَمُ الله مِنْ عبادِه؛ إلا الرُّحَمَاء “Allah tidak akan merahmati hamba-hamba-Nya kecuali yang penyayang.” (Muttafaqun ‘alaihi) [9] Memperkuat rasa harap kepada Allah Mengetahui betapa luas dan besarnya rahmat Allah akan menumbuhkan rasa harap (raja’) yang kuat dalam hati hamba. Ia akan menggantungkan seluruh kebutuhannya kepada Allah, menunjukkan rasa butuh dan ketergantungannya kepada-Nya, serta menyadari bahwa semua kebaikan hanya datang dari-Nya. Sebagaimana firman-Nya, يَأَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ “Wahai manusia, kalian semua adalah orang-orang fakir (butuh) kepada Allah, sedangkan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Fāṭir: 15) Rasa harap ini akan membuahkan berbagai bentuk ibadah lahir maupun batin, tergantung pada tingkat pengenalan dan ilmu seorang hamba terhadap Rabb-nya. [10] Meningkatkan ketaatan kepada Allah Seorang hamba, setiap kali ketaatannya semakin besar, kedekatannya kepada Rabb-nya semakin kuat, dan usahanya dalam mendekatkan diri kepada Allah semakin intens; maka akan semakin besar pula bagian rahmat yang layak ia terima. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ayat, di antaranya firman Allah, وَهَـذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan, penuh berkah. Maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kalian dirahmati.” (QS. Al-An‘ām: 155) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul agar kalian dirahmati.” (QS. An-Nūr: 56) Ayat-ayat ini dan banyak lainnya menunjukkan bahwa rahmat Allah sangat erat kaitannya dengan ketaatan, takwa, dan amal ihsan seorang hamba. Semakin kuat hal itu dalam diri seorang mukmin, maka semakin dekat pula rahmat Allah kepadanya. [11] Dan hanya kepada Allah-lah kita memohon, semoga Dia memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang saleh dengan rahmat-Nya, serta menganugerahkan kepada kita rahmat-Nya yang telah Dia tetapkan bagi para wali-Nya yang beriman. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan lagi Maha Pemurah, dan Dia adalah Zat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” *** Brawijaya – Lampung Timur, 6 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 18. [2] Diringkas dari An-Nahju Al-Asma, hal. 75-78. [3] Lihat: Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 124; Tafsīr ath-Ṭabarī, 1: 124 dan 5: 530; lihat juga Al-Miṣbāḥ al-Munīr fī Gharīb Syarḥ al-Kabīr – al-Fayyūmī, 1: 223. [4] Maqāyīs al-Lughah – Ibnu Fāris, 2: 498. [5] Tafsīr Ibni Katsīr, 1: 125. [6] Taysīr al-Karīm ar-Raḥmān, hal. 39. [7] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 97-98. [8] Disarikan dari An-Nahjul Asma, hal. 80-85. [9] Ibid, hal. 91. [10] Fiqh al-Asmā’ al-Ḥusnā, hal. 33. [11] Ibid, hal. 99.

Sedekah Itu Bukan Hilang Uangmu, Tapi Dipinjam Allah! Ini Rahasia Balasannya

Dalam firman Allah Ta‘ālā: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik…” (QS. Al-Baqarah: 245). Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā, menganggap sedekah sebagai pinjaman untuk-Nya. Bahkan seluruh amal saleh dijadikan-Nya sebagai pinjaman. Ayat ini mengandung dorongan, ajakan, dan motivasi untuk bersungguh-sungguh dalam bersedekah dan beramal saleh. Ketika engkau bersedekah, engkau bukan sekadar membuang hartamu ke tangan seorang fakir miskin lalu selesai begitu saja. Tidaklah demikian! Justru itu adalah pinjaman di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, pinjaman di sisi Zat Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah, Maha Suci dan Maha Terpuji Allah. Pasti Allah akan membayarnya kepadamu secara sempurna, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Adapun balasan yang cepat di dunia, yakni melalui rezeki lainnya yang Allah berikan kepadamu. “Apa saja yang kalian infakkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba: 39). Sedangkan balasan di akhirat adalah berupa pahala dan ganjaran di sisi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā pada hari kiamat kelak. ==== فِي قَوْلِهِ تَعَالَى مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اعْتَبَرَ الصَّدَقَةَ قَرْضًا بَلِ الْعَمَلَ الصَّالِحَ كُلَّهُ جَعَلَهُ قَرْضًا وَفِي هَذَا حَثٌّ وَحَضٌّ وَتَرْغِيبٌ عَلَى الِاجْتِهَادِ فِي هَذِهِ الْأُمُورِ فِي الصَّدَقَاتِ وَفِي الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَأَنْتَ عِنْدَمَا تَتَصَدَّقُ لَا تَرْمِي مَالَكَ فِي يَدِ فَقِيرٍ وَيَنْتَهِي الْأَمْرُ لَا بَلْ هُوَ قَرْضٌ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَقَرْضٌ عِنْدَ الْغَنِيِّ الْكَرِيمِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ وَسَيُوَفِّيْكَ إِيَّاهُ عَاجِلًا وَآجِلًا أَمَّا عَاجِلًا فَبِمَا يُخْلِفُهُ عَلَيْكَ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَآجِلًا مَا يَكُونُ الْإِنْسَانُ مِنَ الْأَجْرِ وَالثَّوَابِ عِنْدَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sedekah Itu Bukan Hilang Uangmu, Tapi Dipinjam Allah! Ini Rahasia Balasannya

Dalam firman Allah Ta‘ālā: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik…” (QS. Al-Baqarah: 245). Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā, menganggap sedekah sebagai pinjaman untuk-Nya. Bahkan seluruh amal saleh dijadikan-Nya sebagai pinjaman. Ayat ini mengandung dorongan, ajakan, dan motivasi untuk bersungguh-sungguh dalam bersedekah dan beramal saleh. Ketika engkau bersedekah, engkau bukan sekadar membuang hartamu ke tangan seorang fakir miskin lalu selesai begitu saja. Tidaklah demikian! Justru itu adalah pinjaman di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, pinjaman di sisi Zat Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah, Maha Suci dan Maha Terpuji Allah. Pasti Allah akan membayarnya kepadamu secara sempurna, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Adapun balasan yang cepat di dunia, yakni melalui rezeki lainnya yang Allah berikan kepadamu. “Apa saja yang kalian infakkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba: 39). Sedangkan balasan di akhirat adalah berupa pahala dan ganjaran di sisi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā pada hari kiamat kelak. ==== فِي قَوْلِهِ تَعَالَى مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اعْتَبَرَ الصَّدَقَةَ قَرْضًا بَلِ الْعَمَلَ الصَّالِحَ كُلَّهُ جَعَلَهُ قَرْضًا وَفِي هَذَا حَثٌّ وَحَضٌّ وَتَرْغِيبٌ عَلَى الِاجْتِهَادِ فِي هَذِهِ الْأُمُورِ فِي الصَّدَقَاتِ وَفِي الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَأَنْتَ عِنْدَمَا تَتَصَدَّقُ لَا تَرْمِي مَالَكَ فِي يَدِ فَقِيرٍ وَيَنْتَهِي الْأَمْرُ لَا بَلْ هُوَ قَرْضٌ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَقَرْضٌ عِنْدَ الْغَنِيِّ الْكَرِيمِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ وَسَيُوَفِّيْكَ إِيَّاهُ عَاجِلًا وَآجِلًا أَمَّا عَاجِلًا فَبِمَا يُخْلِفُهُ عَلَيْكَ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَآجِلًا مَا يَكُونُ الْإِنْسَانُ مِنَ الْأَجْرِ وَالثَّوَابِ عِنْدَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dalam firman Allah Ta‘ālā: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik…” (QS. Al-Baqarah: 245). Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā, menganggap sedekah sebagai pinjaman untuk-Nya. Bahkan seluruh amal saleh dijadikan-Nya sebagai pinjaman. Ayat ini mengandung dorongan, ajakan, dan motivasi untuk bersungguh-sungguh dalam bersedekah dan beramal saleh. Ketika engkau bersedekah, engkau bukan sekadar membuang hartamu ke tangan seorang fakir miskin lalu selesai begitu saja. Tidaklah demikian! Justru itu adalah pinjaman di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, pinjaman di sisi Zat Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah, Maha Suci dan Maha Terpuji Allah. Pasti Allah akan membayarnya kepadamu secara sempurna, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Adapun balasan yang cepat di dunia, yakni melalui rezeki lainnya yang Allah berikan kepadamu. “Apa saja yang kalian infakkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba: 39). Sedangkan balasan di akhirat adalah berupa pahala dan ganjaran di sisi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā pada hari kiamat kelak. ==== فِي قَوْلِهِ تَعَالَى مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اعْتَبَرَ الصَّدَقَةَ قَرْضًا بَلِ الْعَمَلَ الصَّالِحَ كُلَّهُ جَعَلَهُ قَرْضًا وَفِي هَذَا حَثٌّ وَحَضٌّ وَتَرْغِيبٌ عَلَى الِاجْتِهَادِ فِي هَذِهِ الْأُمُورِ فِي الصَّدَقَاتِ وَفِي الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَأَنْتَ عِنْدَمَا تَتَصَدَّقُ لَا تَرْمِي مَالَكَ فِي يَدِ فَقِيرٍ وَيَنْتَهِي الْأَمْرُ لَا بَلْ هُوَ قَرْضٌ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَقَرْضٌ عِنْدَ الْغَنِيِّ الْكَرِيمِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ وَسَيُوَفِّيْكَ إِيَّاهُ عَاجِلًا وَآجِلًا أَمَّا عَاجِلًا فَبِمَا يُخْلِفُهُ عَلَيْكَ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَآجِلًا مَا يَكُونُ الْإِنْسَانُ مِنَ الْأَجْرِ وَالثَّوَابِ عِنْدَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ


Dalam firman Allah Ta‘ālā: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik…” (QS. Al-Baqarah: 245). Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā, menganggap sedekah sebagai pinjaman untuk-Nya. Bahkan seluruh amal saleh dijadikan-Nya sebagai pinjaman. Ayat ini mengandung dorongan, ajakan, dan motivasi untuk bersungguh-sungguh dalam bersedekah dan beramal saleh. Ketika engkau bersedekah, engkau bukan sekadar membuang hartamu ke tangan seorang fakir miskin lalu selesai begitu saja. Tidaklah demikian! Justru itu adalah pinjaman di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, pinjaman di sisi Zat Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah, Maha Suci dan Maha Terpuji Allah. Pasti Allah akan membayarnya kepadamu secara sempurna, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Adapun balasan yang cepat di dunia, yakni melalui rezeki lainnya yang Allah berikan kepadamu. “Apa saja yang kalian infakkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba: 39). Sedangkan balasan di akhirat adalah berupa pahala dan ganjaran di sisi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā pada hari kiamat kelak. ==== فِي قَوْلِهِ تَعَالَى مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اعْتَبَرَ الصَّدَقَةَ قَرْضًا بَلِ الْعَمَلَ الصَّالِحَ كُلَّهُ جَعَلَهُ قَرْضًا وَفِي هَذَا حَثٌّ وَحَضٌّ وَتَرْغِيبٌ عَلَى الِاجْتِهَادِ فِي هَذِهِ الْأُمُورِ فِي الصَّدَقَاتِ وَفِي الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَأَنْتَ عِنْدَمَا تَتَصَدَّقُ لَا تَرْمِي مَالَكَ فِي يَدِ فَقِيرٍ وَيَنْتَهِي الْأَمْرُ لَا بَلْ هُوَ قَرْضٌ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَقَرْضٌ عِنْدَ الْغَنِيِّ الْكَرِيمِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ وَسَيُوَفِّيْكَ إِيَّاهُ عَاجِلًا وَآجِلًا أَمَّا عَاجِلًا فَبِمَا يُخْلِفُهُ عَلَيْكَ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَآجِلًا مَا يَكُونُ الْإِنْسَانُ مِنَ الْأَجْرِ وَالثَّوَابِ عِنْدَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Anda Dilecehkan? Hadapi seperti Hamba Pilihan Allah: Tenang, Bermartabat tanpa Drama

Allah Ta‘ala berfirman tentang sifat-sifat ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih): “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) Dalam hidup ini, seseorang pasti akan dihadapkan pada sekelompok orang yang tidak beradab, yang suka menyakiti dan menikmati tindakan yang menyakiti orang lain, yang senang dengan keributan dan perdebatan. Seorang mukmin seharusnya sangat menghargai waktunya, dan tidak menyibukkan diri dengan kelompok seperti itu. Sikap yang tepat adalah berpaling dari mereka, berpaling demi menjaga waktunya, berpaling demi menjaga kehormatannya, dan berpaling karena bila ia membalas keburukan dengan keburukan, maka ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghadapi itu, dan ia akan teralihkan dari ibadah, serta dari banyak urusan penting lainnya. Karena itulah, sikap yang benar dalam menghadapi kelompok tak beradab di masyarakat ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya …dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian. Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tiada berguna.” (QS. Al-Mu’minun: 3) Jadi, di antara sifat orang-orang bertakwa dan ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih) adalah bahwa mereka berpaling dari hal sia-sia dan dari para pelakunya. Mereka tidak ikut kelompok yang tidak beradab dalam perdebatan, perselisihan, permusuhan, dan pertengkaran. Melainkan mereka memilih untuk berpaling. Maka, wahai saudaraku Muslim, hendaknya engkau menerapkan prinsip ini dan menjadikannya pedoman hidupmu. Ada ungkapan hikmah yang berbunyi: “Janganlah engkau berdebat dengan orang dungu, karena bisa jadi orang-orang akan keliru membedakan kalian berdua (mana yang pintar, mana yang dungu).” Orang yang ingin memaksamu untuk berdebat dan bermusuhan, sebenarnya ingin menjatuhkan derajatmu setingkat dirinya, sehingga tingkatan akhlakmu turun dari derajat yang tinggi menjadi rendah. Maka, sepatutnya engkau meninggikan dirimu dari hal itu. Karena itu, cara terbaik berinteraksi dengan mereka dan kelompok tidak beradab ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya dan berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) ==== يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فِي صِفَاتِ عِبَادِ الرَّحْمَنِ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا الْإِنْسَانُ فِي حَيَاتِهِ لَا بُدَّ أَنْ تَعْتَرِضَ لَهُ طَبَقَةٌ غَيْرُ مُحْتَرَمَةٍ تُحِبُّ وَتَسْتَمْتِعُ الْأَذِيَّةَ وَتُحِبُّ الصَّخَبَ وَالْجَدَلَ وَالْمُؤْمِنُ يَنْبَغِي أَنْ يَضِنَّ بِوَقْتِهِ وَلَا يَنْشَغِلُ بِهَذِه الطَّبَقَةِ وَإِنَّمَا يُعْرِضُ عَنْهَا يُعْرِضُ عَنْهَا حِفْظًا لِوَقْتِه وَيُعْرِضُ عَنْهَا صِيَانَةً لِكَرَامَتِهِ وَيُعْرِضُ عَنْهَا لِأَنَّهُ لَوْ قَابَلَ الْإِسَاءَةَ بِمِثْلِهَا فَإِنَّهُ سَيَنْشَغِلُ جُزْءًا كَبِيرًا مِنْ وَقْتِهِ فِي هَذَا الْأَمْرِ وَيَنْشَغِلُ بِهِ عَنْ أُمُورِ الْعِبَادَةِ وَعَنْ أُمُورٍ كَثِيرَةٍ مُهِمَّةٍ وَلِذَلِكَ الْمَوْقِفُ الصَّحِيحُ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي الْمُجْتَمَعِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ فَمِنْ صِفَاتِ الْمُتَّقِينَ وَعِبَادِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُمْ يُعْرِضُونَ عَنِ اللَّغْوِ وَعَنْ أَهْلِ اللَّغْوِ لَا يَدْخُلُونَ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي مُنَاقَشَاتٍ وَفِي مُجَادَلَاتٍ وَفِي مُشَاكَسَاتٍ وَفِي مُخَاصَمَاتٍ وَإِنَّمَا يُعْرِضُوْنَ عَنْهَا فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمُ أَنْ تُطَبِّقَ هَذَا وَأَنْ تَجْعَلَهُ مَبْدَأً لَكَ فِي حَيَاتِكَ وَفِي الْحِكْمَةِ يُقَالُ لَا تُجَادِلِ الْأَحْمَقَ فَقَدْ يُخْطِئُ النَّاسُ فِي التَّفْرِيقِ بَيْنَكُمَا ثُمَّ إِنَّ هَذَا الَّذِي يُرِيدُ مِنْكَ أَنْ تُجَادِلَهُ وَأَنْ تُخَاصِمَهُ يُرِيدُ أَنْ يُنْزِلَ مِنْ مَرْتَبَتِكَ إِلَى مَرْتَبَتِهِ فَيَنْزِلُ مُسْتَوَاكَ الْأَخْلَاقِيُّ مِنْ هَذَا الْمُسْتَوَى الرَّفِيعِ إِلَى مُسْتَوَى مُتَدَنٍّ فَيَنْبَغِي أَنْ تَرْفَعَ نَفْسَكَ عَنْهُ وَلِذَلِكَ فَخَيْرُ وَسِيلَةٍ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَؤُلَاءِ وَمَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ

Anda Dilecehkan? Hadapi seperti Hamba Pilihan Allah: Tenang, Bermartabat tanpa Drama

Allah Ta‘ala berfirman tentang sifat-sifat ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih): “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) Dalam hidup ini, seseorang pasti akan dihadapkan pada sekelompok orang yang tidak beradab, yang suka menyakiti dan menikmati tindakan yang menyakiti orang lain, yang senang dengan keributan dan perdebatan. Seorang mukmin seharusnya sangat menghargai waktunya, dan tidak menyibukkan diri dengan kelompok seperti itu. Sikap yang tepat adalah berpaling dari mereka, berpaling demi menjaga waktunya, berpaling demi menjaga kehormatannya, dan berpaling karena bila ia membalas keburukan dengan keburukan, maka ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghadapi itu, dan ia akan teralihkan dari ibadah, serta dari banyak urusan penting lainnya. Karena itulah, sikap yang benar dalam menghadapi kelompok tak beradab di masyarakat ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya …dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian. Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tiada berguna.” (QS. Al-Mu’minun: 3) Jadi, di antara sifat orang-orang bertakwa dan ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih) adalah bahwa mereka berpaling dari hal sia-sia dan dari para pelakunya. Mereka tidak ikut kelompok yang tidak beradab dalam perdebatan, perselisihan, permusuhan, dan pertengkaran. Melainkan mereka memilih untuk berpaling. Maka, wahai saudaraku Muslim, hendaknya engkau menerapkan prinsip ini dan menjadikannya pedoman hidupmu. Ada ungkapan hikmah yang berbunyi: “Janganlah engkau berdebat dengan orang dungu, karena bisa jadi orang-orang akan keliru membedakan kalian berdua (mana yang pintar, mana yang dungu).” Orang yang ingin memaksamu untuk berdebat dan bermusuhan, sebenarnya ingin menjatuhkan derajatmu setingkat dirinya, sehingga tingkatan akhlakmu turun dari derajat yang tinggi menjadi rendah. Maka, sepatutnya engkau meninggikan dirimu dari hal itu. Karena itu, cara terbaik berinteraksi dengan mereka dan kelompok tidak beradab ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya dan berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) ==== يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فِي صِفَاتِ عِبَادِ الرَّحْمَنِ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا الْإِنْسَانُ فِي حَيَاتِهِ لَا بُدَّ أَنْ تَعْتَرِضَ لَهُ طَبَقَةٌ غَيْرُ مُحْتَرَمَةٍ تُحِبُّ وَتَسْتَمْتِعُ الْأَذِيَّةَ وَتُحِبُّ الصَّخَبَ وَالْجَدَلَ وَالْمُؤْمِنُ يَنْبَغِي أَنْ يَضِنَّ بِوَقْتِهِ وَلَا يَنْشَغِلُ بِهَذِه الطَّبَقَةِ وَإِنَّمَا يُعْرِضُ عَنْهَا يُعْرِضُ عَنْهَا حِفْظًا لِوَقْتِه وَيُعْرِضُ عَنْهَا صِيَانَةً لِكَرَامَتِهِ وَيُعْرِضُ عَنْهَا لِأَنَّهُ لَوْ قَابَلَ الْإِسَاءَةَ بِمِثْلِهَا فَإِنَّهُ سَيَنْشَغِلُ جُزْءًا كَبِيرًا مِنْ وَقْتِهِ فِي هَذَا الْأَمْرِ وَيَنْشَغِلُ بِهِ عَنْ أُمُورِ الْعِبَادَةِ وَعَنْ أُمُورٍ كَثِيرَةٍ مُهِمَّةٍ وَلِذَلِكَ الْمَوْقِفُ الصَّحِيحُ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي الْمُجْتَمَعِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ فَمِنْ صِفَاتِ الْمُتَّقِينَ وَعِبَادِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُمْ يُعْرِضُونَ عَنِ اللَّغْوِ وَعَنْ أَهْلِ اللَّغْوِ لَا يَدْخُلُونَ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي مُنَاقَشَاتٍ وَفِي مُجَادَلَاتٍ وَفِي مُشَاكَسَاتٍ وَفِي مُخَاصَمَاتٍ وَإِنَّمَا يُعْرِضُوْنَ عَنْهَا فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمُ أَنْ تُطَبِّقَ هَذَا وَأَنْ تَجْعَلَهُ مَبْدَأً لَكَ فِي حَيَاتِكَ وَفِي الْحِكْمَةِ يُقَالُ لَا تُجَادِلِ الْأَحْمَقَ فَقَدْ يُخْطِئُ النَّاسُ فِي التَّفْرِيقِ بَيْنَكُمَا ثُمَّ إِنَّ هَذَا الَّذِي يُرِيدُ مِنْكَ أَنْ تُجَادِلَهُ وَأَنْ تُخَاصِمَهُ يُرِيدُ أَنْ يُنْزِلَ مِنْ مَرْتَبَتِكَ إِلَى مَرْتَبَتِهِ فَيَنْزِلُ مُسْتَوَاكَ الْأَخْلَاقِيُّ مِنْ هَذَا الْمُسْتَوَى الرَّفِيعِ إِلَى مُسْتَوَى مُتَدَنٍّ فَيَنْبَغِي أَنْ تَرْفَعَ نَفْسَكَ عَنْهُ وَلِذَلِكَ فَخَيْرُ وَسِيلَةٍ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَؤُلَاءِ وَمَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
Allah Ta‘ala berfirman tentang sifat-sifat ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih): “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) Dalam hidup ini, seseorang pasti akan dihadapkan pada sekelompok orang yang tidak beradab, yang suka menyakiti dan menikmati tindakan yang menyakiti orang lain, yang senang dengan keributan dan perdebatan. Seorang mukmin seharusnya sangat menghargai waktunya, dan tidak menyibukkan diri dengan kelompok seperti itu. Sikap yang tepat adalah berpaling dari mereka, berpaling demi menjaga waktunya, berpaling demi menjaga kehormatannya, dan berpaling karena bila ia membalas keburukan dengan keburukan, maka ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghadapi itu, dan ia akan teralihkan dari ibadah, serta dari banyak urusan penting lainnya. Karena itulah, sikap yang benar dalam menghadapi kelompok tak beradab di masyarakat ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya …dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian. Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tiada berguna.” (QS. Al-Mu’minun: 3) Jadi, di antara sifat orang-orang bertakwa dan ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih) adalah bahwa mereka berpaling dari hal sia-sia dan dari para pelakunya. Mereka tidak ikut kelompok yang tidak beradab dalam perdebatan, perselisihan, permusuhan, dan pertengkaran. Melainkan mereka memilih untuk berpaling. Maka, wahai saudaraku Muslim, hendaknya engkau menerapkan prinsip ini dan menjadikannya pedoman hidupmu. Ada ungkapan hikmah yang berbunyi: “Janganlah engkau berdebat dengan orang dungu, karena bisa jadi orang-orang akan keliru membedakan kalian berdua (mana yang pintar, mana yang dungu).” Orang yang ingin memaksamu untuk berdebat dan bermusuhan, sebenarnya ingin menjatuhkan derajatmu setingkat dirinya, sehingga tingkatan akhlakmu turun dari derajat yang tinggi menjadi rendah. Maka, sepatutnya engkau meninggikan dirimu dari hal itu. Karena itu, cara terbaik berinteraksi dengan mereka dan kelompok tidak beradab ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya dan berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) ==== يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فِي صِفَاتِ عِبَادِ الرَّحْمَنِ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا الْإِنْسَانُ فِي حَيَاتِهِ لَا بُدَّ أَنْ تَعْتَرِضَ لَهُ طَبَقَةٌ غَيْرُ مُحْتَرَمَةٍ تُحِبُّ وَتَسْتَمْتِعُ الْأَذِيَّةَ وَتُحِبُّ الصَّخَبَ وَالْجَدَلَ وَالْمُؤْمِنُ يَنْبَغِي أَنْ يَضِنَّ بِوَقْتِهِ وَلَا يَنْشَغِلُ بِهَذِه الطَّبَقَةِ وَإِنَّمَا يُعْرِضُ عَنْهَا يُعْرِضُ عَنْهَا حِفْظًا لِوَقْتِه وَيُعْرِضُ عَنْهَا صِيَانَةً لِكَرَامَتِهِ وَيُعْرِضُ عَنْهَا لِأَنَّهُ لَوْ قَابَلَ الْإِسَاءَةَ بِمِثْلِهَا فَإِنَّهُ سَيَنْشَغِلُ جُزْءًا كَبِيرًا مِنْ وَقْتِهِ فِي هَذَا الْأَمْرِ وَيَنْشَغِلُ بِهِ عَنْ أُمُورِ الْعِبَادَةِ وَعَنْ أُمُورٍ كَثِيرَةٍ مُهِمَّةٍ وَلِذَلِكَ الْمَوْقِفُ الصَّحِيحُ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي الْمُجْتَمَعِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ فَمِنْ صِفَاتِ الْمُتَّقِينَ وَعِبَادِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُمْ يُعْرِضُونَ عَنِ اللَّغْوِ وَعَنْ أَهْلِ اللَّغْوِ لَا يَدْخُلُونَ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي مُنَاقَشَاتٍ وَفِي مُجَادَلَاتٍ وَفِي مُشَاكَسَاتٍ وَفِي مُخَاصَمَاتٍ وَإِنَّمَا يُعْرِضُوْنَ عَنْهَا فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمُ أَنْ تُطَبِّقَ هَذَا وَأَنْ تَجْعَلَهُ مَبْدَأً لَكَ فِي حَيَاتِكَ وَفِي الْحِكْمَةِ يُقَالُ لَا تُجَادِلِ الْأَحْمَقَ فَقَدْ يُخْطِئُ النَّاسُ فِي التَّفْرِيقِ بَيْنَكُمَا ثُمَّ إِنَّ هَذَا الَّذِي يُرِيدُ مِنْكَ أَنْ تُجَادِلَهُ وَأَنْ تُخَاصِمَهُ يُرِيدُ أَنْ يُنْزِلَ مِنْ مَرْتَبَتِكَ إِلَى مَرْتَبَتِهِ فَيَنْزِلُ مُسْتَوَاكَ الْأَخْلَاقِيُّ مِنْ هَذَا الْمُسْتَوَى الرَّفِيعِ إِلَى مُسْتَوَى مُتَدَنٍّ فَيَنْبَغِي أَنْ تَرْفَعَ نَفْسَكَ عَنْهُ وَلِذَلِكَ فَخَيْرُ وَسِيلَةٍ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَؤُلَاءِ وَمَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ


Allah Ta‘ala berfirman tentang sifat-sifat ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih): “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) Dalam hidup ini, seseorang pasti akan dihadapkan pada sekelompok orang yang tidak beradab, yang suka menyakiti dan menikmati tindakan yang menyakiti orang lain, yang senang dengan keributan dan perdebatan. Seorang mukmin seharusnya sangat menghargai waktunya, dan tidak menyibukkan diri dengan kelompok seperti itu. Sikap yang tepat adalah berpaling dari mereka, berpaling demi menjaga waktunya, berpaling demi menjaga kehormatannya, dan berpaling karena bila ia membalas keburukan dengan keburukan, maka ia akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghadapi itu, dan ia akan teralihkan dari ibadah, serta dari banyak urusan penting lainnya. Karena itulah, sikap yang benar dalam menghadapi kelompok tak beradab di masyarakat ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka (dengan ucapan yang menyakitkan), mereka berkata: ‘Salam’.” (QS. Al-Furqan: 63) “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya …dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian. Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tiada berguna.” (QS. Al-Mu’minun: 3) Jadi, di antara sifat orang-orang bertakwa dan ‘Ibadur-Rahman (orang-orang pilihan yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih) adalah bahwa mereka berpaling dari hal sia-sia dan dari para pelakunya. Mereka tidak ikut kelompok yang tidak beradab dalam perdebatan, perselisihan, permusuhan, dan pertengkaran. Melainkan mereka memilih untuk berpaling. Maka, wahai saudaraku Muslim, hendaknya engkau menerapkan prinsip ini dan menjadikannya pedoman hidupmu. Ada ungkapan hikmah yang berbunyi: “Janganlah engkau berdebat dengan orang dungu, karena bisa jadi orang-orang akan keliru membedakan kalian berdua (mana yang pintar, mana yang dungu).” Orang yang ingin memaksamu untuk berdebat dan bermusuhan, sebenarnya ingin menjatuhkan derajatmu setingkat dirinya, sehingga tingkatan akhlakmu turun dari derajat yang tinggi menjadi rendah. Maka, sepatutnya engkau meninggikan dirimu dari hal itu. Karena itu, cara terbaik berinteraksi dengan mereka dan kelompok tidak beradab ini adalah berpaling dari mereka. “Dan apabila mereka mendengar ucapan yang tidak berguna, mereka berpaling darinya dan berkata: ‘Bagi kami amal kami, dan bagi kalian amal kalian Kesejahteraan atas kalian, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (QS. Al-Qashash: 55) ==== يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فِي صِفَاتِ عِبَادِ الرَّحْمَنِ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا الْإِنْسَانُ فِي حَيَاتِهِ لَا بُدَّ أَنْ تَعْتَرِضَ لَهُ طَبَقَةٌ غَيْرُ مُحْتَرَمَةٍ تُحِبُّ وَتَسْتَمْتِعُ الْأَذِيَّةَ وَتُحِبُّ الصَّخَبَ وَالْجَدَلَ وَالْمُؤْمِنُ يَنْبَغِي أَنْ يَضِنَّ بِوَقْتِهِ وَلَا يَنْشَغِلُ بِهَذِه الطَّبَقَةِ وَإِنَّمَا يُعْرِضُ عَنْهَا يُعْرِضُ عَنْهَا حِفْظًا لِوَقْتِه وَيُعْرِضُ عَنْهَا صِيَانَةً لِكَرَامَتِهِ وَيُعْرِضُ عَنْهَا لِأَنَّهُ لَوْ قَابَلَ الْإِسَاءَةَ بِمِثْلِهَا فَإِنَّهُ سَيَنْشَغِلُ جُزْءًا كَبِيرًا مِنْ وَقْتِهِ فِي هَذَا الْأَمْرِ وَيَنْشَغِلُ بِهِ عَنْ أُمُورِ الْعِبَادَةِ وَعَنْ أُمُورٍ كَثِيرَةٍ مُهِمَّةٍ وَلِذَلِكَ الْمَوْقِفُ الصَّحِيحُ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي الْمُجْتَمَعِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ فَمِنْ صِفَاتِ الْمُتَّقِينَ وَعِبَادِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُمْ يُعْرِضُونَ عَنِ اللَّغْوِ وَعَنْ أَهْلِ اللَّغْوِ لَا يَدْخُلُونَ مَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ فِي مُنَاقَشَاتٍ وَفِي مُجَادَلَاتٍ وَفِي مُشَاكَسَاتٍ وَفِي مُخَاصَمَاتٍ وَإِنَّمَا يُعْرِضُوْنَ عَنْهَا فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمُ أَنْ تُطَبِّقَ هَذَا وَأَنْ تَجْعَلَهُ مَبْدَأً لَكَ فِي حَيَاتِكَ وَفِي الْحِكْمَةِ يُقَالُ لَا تُجَادِلِ الْأَحْمَقَ فَقَدْ يُخْطِئُ النَّاسُ فِي التَّفْرِيقِ بَيْنَكُمَا ثُمَّ إِنَّ هَذَا الَّذِي يُرِيدُ مِنْكَ أَنْ تُجَادِلَهُ وَأَنْ تُخَاصِمَهُ يُرِيدُ أَنْ يُنْزِلَ مِنْ مَرْتَبَتِكَ إِلَى مَرْتَبَتِهِ فَيَنْزِلُ مُسْتَوَاكَ الْأَخْلَاقِيُّ مِنْ هَذَا الْمُسْتَوَى الرَّفِيعِ إِلَى مُسْتَوَى مُتَدَنٍّ فَيَنْبَغِي أَنْ تَرْفَعَ نَفْسَكَ عَنْهُ وَلِذَلِكَ فَخَيْرُ وَسِيلَةٍ لِلتَّعَامُلِ مَعَ هَؤُلَاءِ وَمَعَ هَذِهِ الطَّبَقَةِ غَيْرِ الْمُحْتَرَمَةِ هُوَ الْإِعْرَاضُ وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ

Perbedaan Cara Shalat Wanita dan Pria: Penjelasan Lengkap Menurut Fikih

Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya.Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata,الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ:وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ.وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ.Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut.Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria.Catatan:Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat.Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram.Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat.Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh.Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal.Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal.Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita.Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki.____Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan PerempuanPerempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat:Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud.Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud.Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar.Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan. Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-lakiDisunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu.Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya. Sujud: Posisi Laki-laki dan PerempuanDisunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.”Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.”Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.”Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup. Hukum Mengeraskan Suara BacaanTelah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar.Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara.Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal. Jika Terjadi Gangguan dalam ShalatJika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain. Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam ShalatTasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah.Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah. Cara Menepuk Tangan bagi PerempuanTerdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam ShalatAurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad:غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ“Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.”Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i.Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan.Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala,وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak. Aurat Budak PerempuanAdapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat:Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia:budak murni (qinnah),budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya),budak mukatabah (yang menebus dirinya),atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya).Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki.Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu:kepala,leher,lengan bawah,dan sebagian betis,karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat.Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Referensi:Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār.________Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam

Perbedaan Cara Shalat Wanita dan Pria: Penjelasan Lengkap Menurut Fikih

Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya.Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata,الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ:وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ.وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ.Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut.Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria.Catatan:Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat.Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram.Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat.Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh.Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal.Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal.Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita.Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki.____Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan PerempuanPerempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat:Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud.Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud.Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar.Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan. Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-lakiDisunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu.Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya. Sujud: Posisi Laki-laki dan PerempuanDisunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.”Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.”Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.”Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup. Hukum Mengeraskan Suara BacaanTelah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar.Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara.Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal. Jika Terjadi Gangguan dalam ShalatJika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain. Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam ShalatTasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah.Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah. Cara Menepuk Tangan bagi PerempuanTerdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam ShalatAurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad:غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ“Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.”Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i.Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan.Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala,وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak. Aurat Budak PerempuanAdapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat:Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia:budak murni (qinnah),budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya),budak mukatabah (yang menebus dirinya),atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya).Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki.Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu:kepala,leher,lengan bawah,dan sebagian betis,karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat.Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Referensi:Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār.________Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam
Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya.Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata,الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ:وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ.وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ.Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut.Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria.Catatan:Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat.Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram.Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat.Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh.Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal.Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal.Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita.Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki.____Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan PerempuanPerempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat:Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud.Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud.Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar.Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan. Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-lakiDisunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu.Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya. Sujud: Posisi Laki-laki dan PerempuanDisunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.”Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.”Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.”Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup. Hukum Mengeraskan Suara BacaanTelah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar.Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara.Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal. Jika Terjadi Gangguan dalam ShalatJika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain. Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam ShalatTasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah.Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah. Cara Menepuk Tangan bagi PerempuanTerdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam ShalatAurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad:غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ“Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.”Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i.Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan.Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala,وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak. Aurat Budak PerempuanAdapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat:Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia:budak murni (qinnah),budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya),budak mukatabah (yang menebus dirinya),atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya).Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki.Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu:kepala,leher,lengan bawah,dan sebagian betis,karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat.Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Referensi:Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār.________Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam


Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya.Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata,الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ:وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ.وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ.Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut.Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria.Catatan:Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat.Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram.Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat.Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh.Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal.Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal.Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita.Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki.____Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan PerempuanPerempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat:Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud.Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud.Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar.Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan. Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-lakiDisunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu.Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya. Sujud: Posisi Laki-laki dan PerempuanDisunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.”Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.”Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.”Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup. Hukum Mengeraskan Suara BacaanTelah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar.Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara.Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal. Jika Terjadi Gangguan dalam ShalatJika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain. Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam ShalatTasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah.Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah. Cara Menepuk Tangan bagi PerempuanTerdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam ShalatAurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad:غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ“Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.”Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i.Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan.Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala,وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak. Aurat Budak PerempuanAdapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat:Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia:budak murni (qinnah),budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya),budak mukatabah (yang menebus dirinya),atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya).Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki.Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu:kepala,leher,lengan bawah,dan sebagian betis,karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat.Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Referensi:Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār.________Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush SholihinPenulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam

Mengenal Nama Allah “Al-‘Aliim”

Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Al-‘Aliim”Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim”Makna bahasa dari “Al-’Aliim”Makna “Al-’Aliim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hambaMengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama AllahTakut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murkaSeorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memiliki nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling tinggi. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang pembawa petunjuk, serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang setia. Mengenal Allah melalui nama-nama-Nya yang mulia merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung dan merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah Al-‘Aliim, Yang Maha Mengetahui. Nama ini menunjukkan keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu: yang tampak maupun tersembunyi, masa lalu, sekarang, hingga apa yang belum terjadi. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Dalil nama Allah “Al-‘Aliim” Nama “Al-‘Aliim” disebutkan dalam seratus lima puluh tujuh tempat dalam Al-Qur’an. Di antaranya: Firman Allah Ta‘ala, قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ “Mereka berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki ilmu kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32) Firman-Nya, واللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ “Dan Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada.” (QS. Ali ‘Imran: 154) Firman-Nya, وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ma’idah: 97) Firman-Nya, وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ “Matahari berjalan pada tempat peredarannya. Itu adalah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38) [1] Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim” Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-’Aliim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Al-’Aliim” Kata Al-‘Aliim ( الْعَلِيمُ )  berbentuk fa‘iil, yang merupakan salah satu pola isim mubalaghah (bentuk penekanan atau intensif), dari kata ‘alima ya’lamu ‘ilman ( عَلِمَ يَعْلَمُ علما ). Sedangkan kata Al-’Ilm ( العلم ) bermakna lawan dari kebodohan. Ibnu Fāris rahimahullah (w. 395 H) mengatakan, وَالْعِلْمُ: نَقِيضُ الْجَهْلِ “Ilmu adalah lawan dari kebodohan.” [2] Ilmu juga bermakna keyakinan, ma’rifah (pengenalan), dan kadang bermakna merasakan. [3] Makna “Al-’Aliim” dalam konteks Allah Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan terkait firman Allah, {إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (البقرة: 32)} وتأويلُ ذلك: إنك أنت يا ربَّنا العليمُ -مِن غيرِ تَعْليمٍ- بجميعِ ما قد كان، وما هو كائنٌ، والعالمُ للغُيوبِ دون جميعِ خلقِك {الْعَلِيمُ}. يَعْنون بذلك العالمَ مِن غيرِ تعليمٍ، إذ كان مَن سواك لا يَعْلَمُ شيئًا إلا بتعليمِ غيرِه إياه “Makna dari ayat ini adalah: Sesungguhnya Engkau, wahai Rabb kami, adalah Yang Maha Mengetahui, tanpa proses belajar atau diajari, terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi, serta mengetahui perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh semua makhluk-Mu. … Al-‘Aliim dalam ayat ini maksudnya adalah: Yang mengetahui tanpa diajari, karena selain Allah tidak mengetahui apa pun kecuali melalui proses belajar atau pemberitahuan dari selainnya.” [4] Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala, {ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ ‌الْعَلِيمِ} beliau mengatakan, أَيِ: الْعَزِيزُ الَّذِي قَدْ عَزَّ كُلَّ شَيْءٍ فَغَلَبَهُ وَقَهَرَهُ، ‌الْعَلِيمُ بِجَمِيعِ حَرَكَاتِ الْمَخْلُوقَاتِ وَسَكَنَاتِهِمْ “Maksudnya adalah: Dialah Yang Maha Perkasa, yang segala sesuatu tunduk dan kalah di hadapan-Nya, dan Yang Maha Mengetahui seluruh gerakan dan diamnya makhluk.” [5] Asy-Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna nama Al-’Aliim ini, الذي أحاط علمه بالظواهر والبواطن والإسرار والإعلان، وبالعالم العلوي والسفلي، بالماضي والحاضر والمستقبل، فلا يخفى عليه شيء من الأشياء، علم ما كان وما سيكون، وما لم يكن أن لو كان كيف يكون، أحاط بكل شيء علما، وأحصى كل شيء عددًا “Allah adalah Dzat yang ilmu-Nya mencakup segala yang tampak maupun tersembunyi, perkara rahasia maupun terang-terangan, alam atas dan alam bawah, masa lalu, sekarang, dan masa depan. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dia mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi seandainya terjadi. Dia pun mengetahui bagaimana bentuk terjadinya. Ilmu-Nya mencakup segala sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan bilangan yang pasti.” [6] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” Konsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hamba Penetapan nama “Al-’Aliim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama Allah Nama ini menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat ilmu. Seorang hamba wajib meyakini bahwa ilmu Allah sempurna, menyeluruh, dan hanya dimiliki oleh-Nya semata, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang menyamai Allah dalam kesempurnaan ilmu-Nya. Allah telah menetapkan ilmu yang sempurna dan menyeluruh bagi diri-Nya dalam banyak ayat, di antaranya, إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.” (QS. Thaha: 98) أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Allah telah meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.” (QS. Ath-Thalaq: 12) Kesempurnaan ilmu Allah mencakup: apa yang telah terjadi (masa lalu), apa yang sedang terjadi (masa kini), apa yang akan terjadi (masa depan), bahkan apa yang tidak terjadi, seandainya terjadi, Allah tahu bagaimana bentuk kejadiannya. Ini adalah bentuk kesempurnaan ilmu Allah terhadap hal-hal gaib dan akibat dari segala perkara, dan merupakan akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak. [7] Takut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murka Apabila seorang hamba menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segalanya, maka ia akan takut dan merasa diawasi, sehingga tidak akan berkata atau berbuat sesuatu yang membuat Allah murka. Firman Allah, قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Katakanlah: Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam dada kalian atau menampakkannya, Allah pasti mengetahuinya. Dan Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran: 30) Syekh Abdurrahman bin Sa‘di rahimahullah berkata, ففيه ‌إرشاد ‌إلى ‌تطهير القلوب واستحضار علم الله كل وقت فيستحي العبد من ربه أن يرى قلبه محلا لكل فكر رديء، بل يشغل أفكاره فيما يقرب إلى الله من تدبر آية من كتاب، أو سنة من أحاديث رسول الله، أو تصور وبحث في علم ينفعه، أو تفكر في مخلوقات الله ونعمه، أو نصح لعباد الله “Ayat ini merupakan bimbingan untuk membersihkan hati dan menghadirkan pengawasan ilmu Allah setiap saat. Seorang hamba akan malu kepada Rabb-nya jika hatinya dipenuhi dengan lintasan yang buruk. Maka hendaknya ia mengisi pikirannya dengan hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah: merenungi ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi ﷺ, memikirkan ilmu yang bermanfaat, ciptaan Allah dan nikmat-nikmat-Nya, serta memberikan nasihat kepada sesama hamba Allah.” [8] Seorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Nama Al-‘Aliim sering kali datang dalam Al-Qur’an dalam konteks amal perbuatan dan balasan, sebagai bentuk peringatan dan dorongan agar seorang hamba membenahi niat dan amalnya, sadar bahwa semua amal tidak lepas dari pengawasan Allah, dan termotivasi untuk memperbaiki diri karena Allah Maha Mengetahui. Hal ini bertujuan membangkitkan hati dan mengingatkan hamba akan pentingnya menyempurnakan dan memperbaiki amal-amalnya, serta menumbuhkan harapan dan rasa takut kepada Allah. [9] Dan Allah-lah satu-satunya yang memberikan taufik. Tidak ada Rabb selain-Nya, dan tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Hadi” *** Tulang Bawang – Lampung, 4 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi Utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Al-Nahj Al-Asma, hal. 213-214; Lihat juga Fiqh Al-Asma, hal. 157. [2] Maqāyīs al-Lughah, 4: 110. [3] Al-Mishbāh Al-Munīr, 2: 427. [4] Tafsir At-Thabari, 1: 528. [5] Tafsir Ibnu Katsir, 7: 167. [6] Fiqh Al-Asma’, hal. 157. [7] Disarikan dari Al-Nahj Al-Asma, hal. 216-219. [8] Tafsir As-Sa‘di, hal. 128. Lihat juga pembahasan yang lebih luas tentang hal ini di kitab Fiqh Al-Asma’, hal. 159-160. [9] Fiqh Al-Asma’, hal. 160.

Mengenal Nama Allah “Al-‘Aliim”

Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Al-‘Aliim”Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim”Makna bahasa dari “Al-’Aliim”Makna “Al-’Aliim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hambaMengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama AllahTakut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murkaSeorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memiliki nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling tinggi. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang pembawa petunjuk, serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang setia. Mengenal Allah melalui nama-nama-Nya yang mulia merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung dan merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah Al-‘Aliim, Yang Maha Mengetahui. Nama ini menunjukkan keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu: yang tampak maupun tersembunyi, masa lalu, sekarang, hingga apa yang belum terjadi. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Dalil nama Allah “Al-‘Aliim” Nama “Al-‘Aliim” disebutkan dalam seratus lima puluh tujuh tempat dalam Al-Qur’an. Di antaranya: Firman Allah Ta‘ala, قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ “Mereka berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki ilmu kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32) Firman-Nya, واللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ “Dan Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada.” (QS. Ali ‘Imran: 154) Firman-Nya, وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ma’idah: 97) Firman-Nya, وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ “Matahari berjalan pada tempat peredarannya. Itu adalah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38) [1] Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim” Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-’Aliim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Al-’Aliim” Kata Al-‘Aliim ( الْعَلِيمُ )  berbentuk fa‘iil, yang merupakan salah satu pola isim mubalaghah (bentuk penekanan atau intensif), dari kata ‘alima ya’lamu ‘ilman ( عَلِمَ يَعْلَمُ علما ). Sedangkan kata Al-’Ilm ( العلم ) bermakna lawan dari kebodohan. Ibnu Fāris rahimahullah (w. 395 H) mengatakan, وَالْعِلْمُ: نَقِيضُ الْجَهْلِ “Ilmu adalah lawan dari kebodohan.” [2] Ilmu juga bermakna keyakinan, ma’rifah (pengenalan), dan kadang bermakna merasakan. [3] Makna “Al-’Aliim” dalam konteks Allah Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan terkait firman Allah, {إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (البقرة: 32)} وتأويلُ ذلك: إنك أنت يا ربَّنا العليمُ -مِن غيرِ تَعْليمٍ- بجميعِ ما قد كان، وما هو كائنٌ، والعالمُ للغُيوبِ دون جميعِ خلقِك {الْعَلِيمُ}. يَعْنون بذلك العالمَ مِن غيرِ تعليمٍ، إذ كان مَن سواك لا يَعْلَمُ شيئًا إلا بتعليمِ غيرِه إياه “Makna dari ayat ini adalah: Sesungguhnya Engkau, wahai Rabb kami, adalah Yang Maha Mengetahui, tanpa proses belajar atau diajari, terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi, serta mengetahui perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh semua makhluk-Mu. … Al-‘Aliim dalam ayat ini maksudnya adalah: Yang mengetahui tanpa diajari, karena selain Allah tidak mengetahui apa pun kecuali melalui proses belajar atau pemberitahuan dari selainnya.” [4] Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala, {ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ ‌الْعَلِيمِ} beliau mengatakan, أَيِ: الْعَزِيزُ الَّذِي قَدْ عَزَّ كُلَّ شَيْءٍ فَغَلَبَهُ وَقَهَرَهُ، ‌الْعَلِيمُ بِجَمِيعِ حَرَكَاتِ الْمَخْلُوقَاتِ وَسَكَنَاتِهِمْ “Maksudnya adalah: Dialah Yang Maha Perkasa, yang segala sesuatu tunduk dan kalah di hadapan-Nya, dan Yang Maha Mengetahui seluruh gerakan dan diamnya makhluk.” [5] Asy-Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna nama Al-’Aliim ini, الذي أحاط علمه بالظواهر والبواطن والإسرار والإعلان، وبالعالم العلوي والسفلي، بالماضي والحاضر والمستقبل، فلا يخفى عليه شيء من الأشياء، علم ما كان وما سيكون، وما لم يكن أن لو كان كيف يكون، أحاط بكل شيء علما، وأحصى كل شيء عددًا “Allah adalah Dzat yang ilmu-Nya mencakup segala yang tampak maupun tersembunyi, perkara rahasia maupun terang-terangan, alam atas dan alam bawah, masa lalu, sekarang, dan masa depan. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dia mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi seandainya terjadi. Dia pun mengetahui bagaimana bentuk terjadinya. Ilmu-Nya mencakup segala sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan bilangan yang pasti.” [6] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” Konsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hamba Penetapan nama “Al-’Aliim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama Allah Nama ini menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat ilmu. Seorang hamba wajib meyakini bahwa ilmu Allah sempurna, menyeluruh, dan hanya dimiliki oleh-Nya semata, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang menyamai Allah dalam kesempurnaan ilmu-Nya. Allah telah menetapkan ilmu yang sempurna dan menyeluruh bagi diri-Nya dalam banyak ayat, di antaranya, إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.” (QS. Thaha: 98) أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Allah telah meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.” (QS. Ath-Thalaq: 12) Kesempurnaan ilmu Allah mencakup: apa yang telah terjadi (masa lalu), apa yang sedang terjadi (masa kini), apa yang akan terjadi (masa depan), bahkan apa yang tidak terjadi, seandainya terjadi, Allah tahu bagaimana bentuk kejadiannya. Ini adalah bentuk kesempurnaan ilmu Allah terhadap hal-hal gaib dan akibat dari segala perkara, dan merupakan akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak. [7] Takut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murka Apabila seorang hamba menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segalanya, maka ia akan takut dan merasa diawasi, sehingga tidak akan berkata atau berbuat sesuatu yang membuat Allah murka. Firman Allah, قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Katakanlah: Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam dada kalian atau menampakkannya, Allah pasti mengetahuinya. Dan Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran: 30) Syekh Abdurrahman bin Sa‘di rahimahullah berkata, ففيه ‌إرشاد ‌إلى ‌تطهير القلوب واستحضار علم الله كل وقت فيستحي العبد من ربه أن يرى قلبه محلا لكل فكر رديء، بل يشغل أفكاره فيما يقرب إلى الله من تدبر آية من كتاب، أو سنة من أحاديث رسول الله، أو تصور وبحث في علم ينفعه، أو تفكر في مخلوقات الله ونعمه، أو نصح لعباد الله “Ayat ini merupakan bimbingan untuk membersihkan hati dan menghadirkan pengawasan ilmu Allah setiap saat. Seorang hamba akan malu kepada Rabb-nya jika hatinya dipenuhi dengan lintasan yang buruk. Maka hendaknya ia mengisi pikirannya dengan hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah: merenungi ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi ﷺ, memikirkan ilmu yang bermanfaat, ciptaan Allah dan nikmat-nikmat-Nya, serta memberikan nasihat kepada sesama hamba Allah.” [8] Seorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Nama Al-‘Aliim sering kali datang dalam Al-Qur’an dalam konteks amal perbuatan dan balasan, sebagai bentuk peringatan dan dorongan agar seorang hamba membenahi niat dan amalnya, sadar bahwa semua amal tidak lepas dari pengawasan Allah, dan termotivasi untuk memperbaiki diri karena Allah Maha Mengetahui. Hal ini bertujuan membangkitkan hati dan mengingatkan hamba akan pentingnya menyempurnakan dan memperbaiki amal-amalnya, serta menumbuhkan harapan dan rasa takut kepada Allah. [9] Dan Allah-lah satu-satunya yang memberikan taufik. Tidak ada Rabb selain-Nya, dan tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Hadi” *** Tulang Bawang – Lampung, 4 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi Utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Al-Nahj Al-Asma, hal. 213-214; Lihat juga Fiqh Al-Asma, hal. 157. [2] Maqāyīs al-Lughah, 4: 110. [3] Al-Mishbāh Al-Munīr, 2: 427. [4] Tafsir At-Thabari, 1: 528. [5] Tafsir Ibnu Katsir, 7: 167. [6] Fiqh Al-Asma’, hal. 157. [7] Disarikan dari Al-Nahj Al-Asma, hal. 216-219. [8] Tafsir As-Sa‘di, hal. 128. Lihat juga pembahasan yang lebih luas tentang hal ini di kitab Fiqh Al-Asma’, hal. 159-160. [9] Fiqh Al-Asma’, hal. 160.
Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Al-‘Aliim”Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim”Makna bahasa dari “Al-’Aliim”Makna “Al-’Aliim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hambaMengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama AllahTakut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murkaSeorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memiliki nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling tinggi. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang pembawa petunjuk, serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang setia. Mengenal Allah melalui nama-nama-Nya yang mulia merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung dan merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah Al-‘Aliim, Yang Maha Mengetahui. Nama ini menunjukkan keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu: yang tampak maupun tersembunyi, masa lalu, sekarang, hingga apa yang belum terjadi. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Dalil nama Allah “Al-‘Aliim” Nama “Al-‘Aliim” disebutkan dalam seratus lima puluh tujuh tempat dalam Al-Qur’an. Di antaranya: Firman Allah Ta‘ala, قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ “Mereka berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki ilmu kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32) Firman-Nya, واللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ “Dan Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada.” (QS. Ali ‘Imran: 154) Firman-Nya, وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ma’idah: 97) Firman-Nya, وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ “Matahari berjalan pada tempat peredarannya. Itu adalah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38) [1] Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim” Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-’Aliim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Al-’Aliim” Kata Al-‘Aliim ( الْعَلِيمُ )  berbentuk fa‘iil, yang merupakan salah satu pola isim mubalaghah (bentuk penekanan atau intensif), dari kata ‘alima ya’lamu ‘ilman ( عَلِمَ يَعْلَمُ علما ). Sedangkan kata Al-’Ilm ( العلم ) bermakna lawan dari kebodohan. Ibnu Fāris rahimahullah (w. 395 H) mengatakan, وَالْعِلْمُ: نَقِيضُ الْجَهْلِ “Ilmu adalah lawan dari kebodohan.” [2] Ilmu juga bermakna keyakinan, ma’rifah (pengenalan), dan kadang bermakna merasakan. [3] Makna “Al-’Aliim” dalam konteks Allah Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan terkait firman Allah, {إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (البقرة: 32)} وتأويلُ ذلك: إنك أنت يا ربَّنا العليمُ -مِن غيرِ تَعْليمٍ- بجميعِ ما قد كان، وما هو كائنٌ، والعالمُ للغُيوبِ دون جميعِ خلقِك {الْعَلِيمُ}. يَعْنون بذلك العالمَ مِن غيرِ تعليمٍ، إذ كان مَن سواك لا يَعْلَمُ شيئًا إلا بتعليمِ غيرِه إياه “Makna dari ayat ini adalah: Sesungguhnya Engkau, wahai Rabb kami, adalah Yang Maha Mengetahui, tanpa proses belajar atau diajari, terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi, serta mengetahui perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh semua makhluk-Mu. … Al-‘Aliim dalam ayat ini maksudnya adalah: Yang mengetahui tanpa diajari, karena selain Allah tidak mengetahui apa pun kecuali melalui proses belajar atau pemberitahuan dari selainnya.” [4] Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala, {ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ ‌الْعَلِيمِ} beliau mengatakan, أَيِ: الْعَزِيزُ الَّذِي قَدْ عَزَّ كُلَّ شَيْءٍ فَغَلَبَهُ وَقَهَرَهُ، ‌الْعَلِيمُ بِجَمِيعِ حَرَكَاتِ الْمَخْلُوقَاتِ وَسَكَنَاتِهِمْ “Maksudnya adalah: Dialah Yang Maha Perkasa, yang segala sesuatu tunduk dan kalah di hadapan-Nya, dan Yang Maha Mengetahui seluruh gerakan dan diamnya makhluk.” [5] Asy-Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna nama Al-’Aliim ini, الذي أحاط علمه بالظواهر والبواطن والإسرار والإعلان، وبالعالم العلوي والسفلي، بالماضي والحاضر والمستقبل، فلا يخفى عليه شيء من الأشياء، علم ما كان وما سيكون، وما لم يكن أن لو كان كيف يكون، أحاط بكل شيء علما، وأحصى كل شيء عددًا “Allah adalah Dzat yang ilmu-Nya mencakup segala yang tampak maupun tersembunyi, perkara rahasia maupun terang-terangan, alam atas dan alam bawah, masa lalu, sekarang, dan masa depan. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dia mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi seandainya terjadi. Dia pun mengetahui bagaimana bentuk terjadinya. Ilmu-Nya mencakup segala sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan bilangan yang pasti.” [6] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” Konsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hamba Penetapan nama “Al-’Aliim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama Allah Nama ini menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat ilmu. Seorang hamba wajib meyakini bahwa ilmu Allah sempurna, menyeluruh, dan hanya dimiliki oleh-Nya semata, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang menyamai Allah dalam kesempurnaan ilmu-Nya. Allah telah menetapkan ilmu yang sempurna dan menyeluruh bagi diri-Nya dalam banyak ayat, di antaranya, إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.” (QS. Thaha: 98) أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Allah telah meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.” (QS. Ath-Thalaq: 12) Kesempurnaan ilmu Allah mencakup: apa yang telah terjadi (masa lalu), apa yang sedang terjadi (masa kini), apa yang akan terjadi (masa depan), bahkan apa yang tidak terjadi, seandainya terjadi, Allah tahu bagaimana bentuk kejadiannya. Ini adalah bentuk kesempurnaan ilmu Allah terhadap hal-hal gaib dan akibat dari segala perkara, dan merupakan akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak. [7] Takut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murka Apabila seorang hamba menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segalanya, maka ia akan takut dan merasa diawasi, sehingga tidak akan berkata atau berbuat sesuatu yang membuat Allah murka. Firman Allah, قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Katakanlah: Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam dada kalian atau menampakkannya, Allah pasti mengetahuinya. Dan Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran: 30) Syekh Abdurrahman bin Sa‘di rahimahullah berkata, ففيه ‌إرشاد ‌إلى ‌تطهير القلوب واستحضار علم الله كل وقت فيستحي العبد من ربه أن يرى قلبه محلا لكل فكر رديء، بل يشغل أفكاره فيما يقرب إلى الله من تدبر آية من كتاب، أو سنة من أحاديث رسول الله، أو تصور وبحث في علم ينفعه، أو تفكر في مخلوقات الله ونعمه، أو نصح لعباد الله “Ayat ini merupakan bimbingan untuk membersihkan hati dan menghadirkan pengawasan ilmu Allah setiap saat. Seorang hamba akan malu kepada Rabb-nya jika hatinya dipenuhi dengan lintasan yang buruk. Maka hendaknya ia mengisi pikirannya dengan hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah: merenungi ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi ﷺ, memikirkan ilmu yang bermanfaat, ciptaan Allah dan nikmat-nikmat-Nya, serta memberikan nasihat kepada sesama hamba Allah.” [8] Seorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Nama Al-‘Aliim sering kali datang dalam Al-Qur’an dalam konteks amal perbuatan dan balasan, sebagai bentuk peringatan dan dorongan agar seorang hamba membenahi niat dan amalnya, sadar bahwa semua amal tidak lepas dari pengawasan Allah, dan termotivasi untuk memperbaiki diri karena Allah Maha Mengetahui. Hal ini bertujuan membangkitkan hati dan mengingatkan hamba akan pentingnya menyempurnakan dan memperbaiki amal-amalnya, serta menumbuhkan harapan dan rasa takut kepada Allah. [9] Dan Allah-lah satu-satunya yang memberikan taufik. Tidak ada Rabb selain-Nya, dan tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Hadi” *** Tulang Bawang – Lampung, 4 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi Utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Al-Nahj Al-Asma, hal. 213-214; Lihat juga Fiqh Al-Asma, hal. 157. [2] Maqāyīs al-Lughah, 4: 110. [3] Al-Mishbāh Al-Munīr, 2: 427. [4] Tafsir At-Thabari, 1: 528. [5] Tafsir Ibnu Katsir, 7: 167. [6] Fiqh Al-Asma’, hal. 157. [7] Disarikan dari Al-Nahj Al-Asma, hal. 216-219. [8] Tafsir As-Sa‘di, hal. 128. Lihat juga pembahasan yang lebih luas tentang hal ini di kitab Fiqh Al-Asma’, hal. 159-160. [9] Fiqh Al-Asma’, hal. 160.


Daftar Isi Toggle Dalil nama Allah “Al-‘Aliim”Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim”Makna bahasa dari “Al-’Aliim”Makna “Al-’Aliim” dalam konteks AllahKonsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hambaMengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama AllahTakut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murkaSeorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memiliki nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling tinggi. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang pembawa petunjuk, serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang setia. Mengenal Allah melalui nama-nama-Nya yang mulia merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung dan merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah Al-‘Aliim, Yang Maha Mengetahui. Nama ini menunjukkan keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu: yang tampak maupun tersembunyi, masa lalu, sekarang, hingga apa yang belum terjadi. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba. Dalil nama Allah “Al-‘Aliim” Nama “Al-‘Aliim” disebutkan dalam seratus lima puluh tujuh tempat dalam Al-Qur’an. Di antaranya: Firman Allah Ta‘ala, قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ “Mereka berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki ilmu kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32) Firman-Nya, واللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ “Dan Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada.” (QS. Ali ‘Imran: 154) Firman-Nya, وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ma’idah: 97) Firman-Nya, وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ “Matahari berjalan pada tempat peredarannya. Itu adalah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38) [1] Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim” Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-’Aliim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala. Makna bahasa dari “Al-’Aliim” Kata Al-‘Aliim ( الْعَلِيمُ )  berbentuk fa‘iil, yang merupakan salah satu pola isim mubalaghah (bentuk penekanan atau intensif), dari kata ‘alima ya’lamu ‘ilman ( عَلِمَ يَعْلَمُ علما ). Sedangkan kata Al-’Ilm ( العلم ) bermakna lawan dari kebodohan. Ibnu Fāris rahimahullah (w. 395 H) mengatakan, وَالْعِلْمُ: نَقِيضُ الْجَهْلِ “Ilmu adalah lawan dari kebodohan.” [2] Ilmu juga bermakna keyakinan, ma’rifah (pengenalan), dan kadang bermakna merasakan. [3] Makna “Al-’Aliim” dalam konteks Allah Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan terkait firman Allah, {إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (البقرة: 32)} وتأويلُ ذلك: إنك أنت يا ربَّنا العليمُ -مِن غيرِ تَعْليمٍ- بجميعِ ما قد كان، وما هو كائنٌ، والعالمُ للغُيوبِ دون جميعِ خلقِك {الْعَلِيمُ}. يَعْنون بذلك العالمَ مِن غيرِ تعليمٍ، إذ كان مَن سواك لا يَعْلَمُ شيئًا إلا بتعليمِ غيرِه إياه “Makna dari ayat ini adalah: Sesungguhnya Engkau, wahai Rabb kami, adalah Yang Maha Mengetahui, tanpa proses belajar atau diajari, terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi, serta mengetahui perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh semua makhluk-Mu. … Al-‘Aliim dalam ayat ini maksudnya adalah: Yang mengetahui tanpa diajari, karena selain Allah tidak mengetahui apa pun kecuali melalui proses belajar atau pemberitahuan dari selainnya.” [4] Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala, {ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ ‌الْعَلِيمِ} beliau mengatakan, أَيِ: الْعَزِيزُ الَّذِي قَدْ عَزَّ كُلَّ شَيْءٍ فَغَلَبَهُ وَقَهَرَهُ، ‌الْعَلِيمُ بِجَمِيعِ حَرَكَاتِ الْمَخْلُوقَاتِ وَسَكَنَاتِهِمْ “Maksudnya adalah: Dialah Yang Maha Perkasa, yang segala sesuatu tunduk dan kalah di hadapan-Nya, dan Yang Maha Mengetahui seluruh gerakan dan diamnya makhluk.” [5] Asy-Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna nama Al-’Aliim ini, الذي أحاط علمه بالظواهر والبواطن والإسرار والإعلان، وبالعالم العلوي والسفلي، بالماضي والحاضر والمستقبل، فلا يخفى عليه شيء من الأشياء، علم ما كان وما سيكون، وما لم يكن أن لو كان كيف يكون، أحاط بكل شيء علما، وأحصى كل شيء عددًا “Allah adalah Dzat yang ilmu-Nya mencakup segala yang tampak maupun tersembunyi, perkara rahasia maupun terang-terangan, alam atas dan alam bawah, masa lalu, sekarang, dan masa depan. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dia mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi seandainya terjadi. Dia pun mengetahui bagaimana bentuk terjadinya. Ilmu-Nya mencakup segala sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan bilangan yang pasti.” [6] Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Kabiir” Konsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hamba Penetapan nama “Al-’Aliim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba: Mengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama Allah Nama ini menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat ilmu. Seorang hamba wajib meyakini bahwa ilmu Allah sempurna, menyeluruh, dan hanya dimiliki oleh-Nya semata, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang menyamai Allah dalam kesempurnaan ilmu-Nya. Allah telah menetapkan ilmu yang sempurna dan menyeluruh bagi diri-Nya dalam banyak ayat, di antaranya, إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.” (QS. Thaha: 98) أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً “Sesungguhnya Allah telah meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.” (QS. Ath-Thalaq: 12) Kesempurnaan ilmu Allah mencakup: apa yang telah terjadi (masa lalu), apa yang sedang terjadi (masa kini), apa yang akan terjadi (masa depan), bahkan apa yang tidak terjadi, seandainya terjadi, Allah tahu bagaimana bentuk kejadiannya. Ini adalah bentuk kesempurnaan ilmu Allah terhadap hal-hal gaib dan akibat dari segala perkara, dan merupakan akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak. [7] Takut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murka Apabila seorang hamba menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segalanya, maka ia akan takut dan merasa diawasi, sehingga tidak akan berkata atau berbuat sesuatu yang membuat Allah murka. Firman Allah, قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Katakanlah: Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam dada kalian atau menampakkannya, Allah pasti mengetahuinya. Dan Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran: 30) Syekh Abdurrahman bin Sa‘di rahimahullah berkata, ففيه ‌إرشاد ‌إلى ‌تطهير القلوب واستحضار علم الله كل وقت فيستحي العبد من ربه أن يرى قلبه محلا لكل فكر رديء، بل يشغل أفكاره فيما يقرب إلى الله من تدبر آية من كتاب، أو سنة من أحاديث رسول الله، أو تصور وبحث في علم ينفعه، أو تفكر في مخلوقات الله ونعمه، أو نصح لعباد الله “Ayat ini merupakan bimbingan untuk membersihkan hati dan menghadirkan pengawasan ilmu Allah setiap saat. Seorang hamba akan malu kepada Rabb-nya jika hatinya dipenuhi dengan lintasan yang buruk. Maka hendaknya ia mengisi pikirannya dengan hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah: merenungi ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi ﷺ, memikirkan ilmu yang bermanfaat, ciptaan Allah dan nikmat-nikmat-Nya, serta memberikan nasihat kepada sesama hamba Allah.” [8] Seorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut Nama Al-‘Aliim sering kali datang dalam Al-Qur’an dalam konteks amal perbuatan dan balasan, sebagai bentuk peringatan dan dorongan agar seorang hamba membenahi niat dan amalnya, sadar bahwa semua amal tidak lepas dari pengawasan Allah, dan termotivasi untuk memperbaiki diri karena Allah Maha Mengetahui. Hal ini bertujuan membangkitkan hati dan mengingatkan hamba akan pentingnya menyempurnakan dan memperbaiki amal-amalnya, serta menumbuhkan harapan dan rasa takut kepada Allah. [9] Dan Allah-lah satu-satunya yang memberikan taufik. Tidak ada Rabb selain-Nya, dan tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia. Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Hadi” *** Tulang Bawang – Lampung, 4 Syawal 1446 Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel Muslim.or.id   Referensi Utama: Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah. An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.   Catatan kaki: [1] Al-Nahj Al-Asma, hal. 213-214; Lihat juga Fiqh Al-Asma, hal. 157. [2] Maqāyīs al-Lughah, 4: 110. [3] Al-Mishbāh Al-Munīr, 2: 427. [4] Tafsir At-Thabari, 1: 528. [5] Tafsir Ibnu Katsir, 7: 167. [6] Fiqh Al-Asma’, hal. 157. [7] Disarikan dari Al-Nahj Al-Asma, hal. 216-219. [8] Tafsir As-Sa‘di, hal. 128. Lihat juga pembahasan yang lebih luas tentang hal ini di kitab Fiqh Al-Asma’, hal. 159-160. [9] Fiqh Al-Asma’, hal. 160.

Perbedaan Cara Shalat Wanita dan Pria: Penjelasan Lengkap Menurut Fikih

Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya. Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata, الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ: وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ. وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ. Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut. Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria. Catatan: Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat. Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram. Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat. Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh. Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal. Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal. Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita. Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki. ____ Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan Perempuan Perempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat: Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud. Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud. Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar. Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan.   Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-laki Disunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu. Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya.   Sujud: Posisi Laki-laki dan Perempuan Disunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.” Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.” Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.” Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup.   Hukum Mengeraskan Suara Bacaan Telah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar. Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara. Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal.   Jika Terjadi Gangguan dalam Shalat Jika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain.   Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam Shalat Tasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah. Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah.   Cara Menepuk Tangan bagi Perempuan Terdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam Shalat Aurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad: غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ “Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.” Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i. Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala, وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak.   Aurat Budak Perempuan Adapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat: Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia: budak murni (qinnah), budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya), budak mukatabah (yang menebus dirinya), atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya). Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki. Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu: kepala, leher, lengan bawah, dan sebagian betis, karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj. Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār. ________ Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam

Perbedaan Cara Shalat Wanita dan Pria: Penjelasan Lengkap Menurut Fikih

Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya. Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata, الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ: وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ. وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ. Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut. Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria. Catatan: Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat. Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram. Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat. Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh. Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal. Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal. Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita. Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki. ____ Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan Perempuan Perempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat: Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud. Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud. Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar. Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan.   Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-laki Disunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu. Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya.   Sujud: Posisi Laki-laki dan Perempuan Disunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.” Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.” Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.” Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup.   Hukum Mengeraskan Suara Bacaan Telah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar. Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara. Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal.   Jika Terjadi Gangguan dalam Shalat Jika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain.   Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam Shalat Tasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah. Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah.   Cara Menepuk Tangan bagi Perempuan Terdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam Shalat Aurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad: غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ “Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.” Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i. Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala, وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak.   Aurat Budak Perempuan Adapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat: Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia: budak murni (qinnah), budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya), budak mukatabah (yang menebus dirinya), atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya). Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki. Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu: kepala, leher, lengan bawah, dan sebagian betis, karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj. Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār. ________ Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam
Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya. Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata, الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ: وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ. وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ. Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut. Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria. Catatan: Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat. Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram. Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat. Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh. Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal. Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal. Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita. Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki. ____ Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan Perempuan Perempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat: Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud. Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud. Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar. Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan.   Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-laki Disunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu. Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya.   Sujud: Posisi Laki-laki dan Perempuan Disunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.” Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.” Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.” Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup.   Hukum Mengeraskan Suara Bacaan Telah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar. Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara. Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal.   Jika Terjadi Gangguan dalam Shalat Jika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain.   Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam Shalat Tasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah. Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah.   Cara Menepuk Tangan bagi Perempuan Terdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam Shalat Aurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad: غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ “Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.” Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i. Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala, وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak.   Aurat Budak Perempuan Adapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat: Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia: budak murni (qinnah), budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya), budak mukatabah (yang menebus dirinya), atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya). Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki. Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu: kepala, leher, lengan bawah, dan sebagian betis, karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj. Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār. ________ Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam


Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan khusus bagi pria dan wanita, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan cara shalat antara pria dan wanita berdasarkan pandangan fiqih yang terpercaya. Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata, الأُمُورُ الَّتِي تُخَالِفُ فِيهَا الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ: وَالْمَرْأَةُ تُخَالِفُ الرَّجُلَ فِي خَمْسَةِ أَشْيَاءَ: فَالرَّجُلُ يُجَافِي مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ وَيُقِلُّ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَيَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الْجَهْرِ، وَإِذَا نَابَهُ شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ سَبَّحَ، وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ. وَالْمَرْأَةُ تَضُمُّ بَعْضَهَا إِلَى بَعْضٍ، وَتُخْفِضُ صَوْتَهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ، وَإِذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي الصَّلَاةِ صَفَّقَتْ، وَجَمِيعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا، وَالْأَمَةُ كَالرَّجُلِ. Terdapat lima hal yang membedakan cara shalat wanita dengan pria. Pertama, pria menjauhkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya dan menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya saat rukuk dan sujud. Kedua, pria mengeraskan bacaan di tempat-tempat yang disunnahkan untuk dikeraskan. Ketiga, jika terjadi sesuatu dalam shalat, pria memberi tanda dengan mengucapkan subhanallah. Keempat, aurat pria adalah bagian tubuh antara pusar hingga lutut. Sebaliknya, wanita merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain saat rukuk dan sujud. Selain itu, wanita merendahkan suaranya apabila ada laki-laki asing (bukan mahram) di sekitarnya. Jika terjadi sesuatu dalam shalat, wanita memberi tanda dengan menepukkan tangan. Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, sedangkan wanita budak dalam hal ini sama seperti pria. Catatan: Laki-laki boleh merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain jika bertujuan untuk menutup aurat. Seorang laki-laki disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr) dalam shalat Subuh, Maghrib, Isyak, dan seluruh shalat yang dikerjakan di waktu malam, baik dilakukan secara berjamaah maupun sendirian. Mengeraskan bacaan dalam shalat-shalat tersebut termasuk amalan yang dianjurkan. Adapun bagi perempuan, ia dianjurkan untuk memelankan suara ketika shalat, khususnya jika di sekitarnya terdapat laki-laki non-mahram. Suara wanita yang tidak mendayu-dayu atau menggoda tidak termasuk aurat. Wanita tetap menjaharkan bacaannya ketika yang mendengar suaranya adalah mahram. Namun, jika yang mendengar adalah yang bukan mahram dan wanita tersebut sedang shalat, maka menjaharkan bacaan dihukumi makruh. Jika ucapan “Subhanallah” diucapkan bukan untuk mengingatkan imam, bukan untuk memberi tahu imam, dan bukan sebagai dzikir, maka shalat menjadi batal. Jika makmum mengatakan kepada imam, “Engkau sekarang berada di rakaat kelima” atau mengucapkan kalimat yang bukan bagian dari Al-Qur’an, dzikir, atau doa, maka shalat makmum tersebut batal. Tidak ada pensyariatan azan maupun iqamah untuk wanita. Laki-laki boleh menjadi imam bagi wanita, tetapi wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki. ____ Perbedaan Gerakan Shalat antara Laki-laki dan Perempuan Perempuan berbeda dengan laki-laki dalam empat hal dalam shalat: Laki-laki merenggangkan (menjauhkan) kedua siku dari sisi tubuhnya saat rukuk dan sujud. Ia mengangkat perutnya dari pahanya dalam rukuk dan sujud. Ia mengeraskan suara dalam bacaan yang disyariatkan berjahar. Jika terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka laki-laki bertasbih, sementara perempuan menepuk tangan.   Anjuran dalam Gerakan Shalat Laki-laki Disunnahkan bagi yang rukuk untuk meluruskan punggung dan lehernya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meluruskan punggung dan lehernya sampai-sampai jika dituang air di atas punggung beliau, air itu tidak akan mengalir ke mana-mana. Imam Asy-Syafi‘i menyebutkan bahwa kepala dan leher harus sejajar dengan punggung, dalam posisi membungkuk. Disunnahkan juga menegakkan kedua kakinya dalam rukuk. Dimakruhkan menundukkan kepala secara berlebihan, karena menyerupai tunduknya keledai, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang melarang hal itu. Disunnahkan pula merenggangkan kedua siku dari sisi tubuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Adapun perempuan, maka disunnahkan merapatkan anggota tubuhnya satu sama lain, karena hal itu lebih menutupi aurat dan menjaga kehormatan dirinya.   Sujud: Posisi Laki-laki dan Perempuan Disunnahkan bagi laki-laki dalam sujud untuk merenggangkan kedua sikunya dari sisi tubuhnya. Dalam Shahihain disebutkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.” Juga disunnahkan mengangkat perut dari paha, sebagaimana diriwayatkan: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau merenggangkan tubuhnya.” Dan dalam riwayat lain: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, seandainya ada kambing kecil yang lewat, niscaya bisa lewat di bawah tubuh beliau.” Adapun perempuan, maka ia tetap merapatkan tubuhnya saat sujud, karena itu lebih menjaga kehormatan dan lebih tertutup.   Hukum Mengeraskan Suara Bacaan Telah dibahas bahwa laki-laki mengeraskan suara pada tempat-tempat yang disyariatkan berjahar. Adapun perempuan yang menjadi imam untuk sesama perempuan atau shalat sendiri, boleh berjahar jika tidak ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya. Namun tingkatan jahar-nya lebih pelan dari laki-laki. Jika di dekatnya ada laki-laki bukan mahram, maka ia memelankan suara. Qadhi Husain berkata: Sunnahnya, perempuan memelankan suara, baik kita katakan bahwa suaranya adalah aurat ataupun tidak. Namun, jika ia mengeraskan suara dan kita mengatakan suaranya adalah aurat, maka shalatnya menjadi batal.   Jika Terjadi Gangguan dalam Shalat Jika ada sesuatu yang perlu disampaikan atau peringatan kepada imam, atau ada bahaya datang (seperti orang buta yang hampir menabrak, orang lalai, orang zalim yang datang, atau binatang buas yang menyerang), maka: Laki-laki disunnahkan bertasbih, yaitu dengan mengucap “Subḥānallāh”. Perempuan menepuk tangan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaklah ia bertasbih. Karena jika ia bertasbih, orang lain akan menoleh. Adapun menepuk tangan adalah untuk perempuan.” Dalam riwayat lain: “Barang siapa yang mengalami gangguan dalam shalatnya, maka ucapkanlah: Subḥānallāh.” Jika seseorang bertasbih, maka hendaknya ia berniat berdzikir dan memberi isyarat atau pemberitahuan kepada orang lain.   Faedah: Hukum Tasbih dan Tepukan dalam Shalat Tasbih dan tepukan mengikuti hukum dari hal yang ingin diberi peringatan. Jika peringatannya adalah suatu ibadah, maka tasbih dan tepukan pun menjadi ibadah. Jika peringatannya mubah (dibolehkan), maka tasbih dan tepukannya juga menjadi mubah. Apabila laki-laki menepuk tangan dan perempuan bertasbih, maka hal tersebut tidak membatalkan shalat, meskipun itu menyelisihi sunnah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tepukan tangan oleh laki-laki bisa membatalkan shalat. Jika perempuan menepuk tangan berkali-kali, maka tidak membatalkan shalatnya, dan hal ini disepakati oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar-Rif‘ah.   Cara Menepuk Tangan bagi Perempuan Terdapat beberapa pendapat tentang cara menepuk tangan bagi perempuan. Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): Perempuan menepukkan telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri. Jika ia menepukkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan cara yang menyerupai permainan, dan ia tahu bahwa hal itu dilarang, maka shalatnya batal, meskipun hanya sedikit tepukan. Ini dinyatakan oleh Ar-Rafi‘i, dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Syarḥ al-Muhadzdzab, serta Ibnu Ar-Rif‘ah dalam Al-Maṭlab. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Aurat Laki-laki dan Perempuan dalam Shalat Aurat laki-laki (baik merdeka maupun budak, Muslim maupun non-Muslim dzimmi) adalah: antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jarhad: غَطِّ فَخِذَكَ، فَإِنَّ الفَخِذَ عَوْرَةٌ “Tutupilah pahamu, karena paha itu aurat.” Dari pernyataan “antara pusar dan lutut”, dipahami bahwa pusar dan lutut bukan bagian dari aurat, dan itu adalah pendapat ash-shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi‘i. Adapun perempuan merdeka, maka auratnya dalam shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian atas maupun bawah sampai pergelangan tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala, وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (QS. An-Nūr: 31). Para ahli tafsir, termasuk Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallāhu ‘anhumā menjelaskan: Yang dimaksud “yang tampak” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Karena jika wajah dan tangan adalah aurat, tentu tidak akan dibiarkan terbuka dalam keadaan ihram. Menurut Imam Al-Muzani: Kedua kaki bukan termasuk aurat secara mutlak.   Aurat Budak Perempuan Adapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat: Pendapat paling kuat (aṣ-ṣaḥīḥ): Auratnya seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, baik ia: budak murni (qinnah), budak mustauladah (yang melahirkan anak dari tuannya), budak mukatabah (yang menebus dirinya), atau budak mudabbirah (yang dijanjikan bebas setelah wafat tuannya). Karena kepala budak perempuan bukan aurat menurut ijmak, sebagaimana disebutkan dalam kisah Umar radhiyallāhu ‘anhu yang memukul budak perempuan dari keluarga Anas karena menutupi kepalanya. Lalu beliau berkata: “Apakah kamu ingin menyerupai perempuan merdeka?” Maka, siapa yang kepalanya bukan aurat, maka auratnya adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana laki-laki. Pendapat lain menyatakan: Yang boleh tampak dari budak perempuan saat bekerja (seperti melayani) bukan aurat, yaitu: kepala, leher, lengan bawah, dan sebagian betis, karena ia membutuhkan kelonggaran itu dan sulit bagi mereka untuk menutup semuanya secara sempurna. Adapun selain bagian-bagian itu, tetap dihukumi sebagai aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj. Al-Kāmil Ḥāmid, H. (2011). Al-Imtā‘ bi Syarḥ Matn Abī Syuja‘ fī al-Fiqh asy-Syāfi‘ī. Cairo: Dār al-Manār. ________ Ditulis pada Kamis siang, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsaturan shalat wanita aurat pria aurat wanita cara shalat cara shalat pria cara shalat wanita fiqih shalat hukum fiqih shalat hukum shalat wanita matan taqrib matan taqrib kitab shalat panduan shalat perbedaan shalat shalat berjamaah shalat dan aurat shalat pria shalat wanita wanita sebagai imam

Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Hukum dan Batasannya

Dalam Islam, menjaga pandangan bukan hanya perkara adab, tetapi bagian dari ketakwaan. Namun ada kondisi tertentu yang membolehkan laki-laki melihat perempuan dengan batasan dan syarat. Berikut penjelasan tujuh jenis pandangan laki-laki kepada perempuan menurut para ulama.   Daftar Isi tutup 1. Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah 2. Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? 2.1. Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil 2.2. Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan 2.3. Apa hukum memandang anak perempuan kecil? 2.4. Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? 3. Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan 4. Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah 4.1. Hukum laki-laki memandang laki-laki lain 4.2. Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) 4.3. Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim 4.4. Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah 4.5. Hukum menyentuh vs memandang 4.6. Hukum tidur satu kasur 5. Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan 6. Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan 7. Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya   Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah berkata dalam Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib, وَنَظَرَ الرَّجُلِ إِلَى الْمَرْأَةِ عَلَى سَبْعَةِ أَضْرُبٍ: أَحَدُهَا نَظْرَةٌ إِلَى أَجْنَبِيَّةٍ لِغَيْرِ حَاجَةٍ فَغَيْرُ جَائِزٍ، وَالثَّانِي نَظْرَتُهُ إِلَى زَوْجَتِهِ أَوْ أَمَتِهِ فَيَجُوزُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا عَدَا الْفَرْجِ مِنْهُمَا، وَالثَّالِثُ نَظْرَتُهُ إِلَى ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ أَوْ أَمَتِهِ الْمُزَوَّجَةِ فَيَجُوزُ فِيمَا عَدَا مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَالرَّابِعُ النَّظَرُ لِأَجْلِ النِّكَاحِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، وَالْخَامِسُ النَّظَرُ لِلْمُدَاوَاةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَيْهَا، وَالسَّادِسُ النَّظَرُ لِلشَّهَادَةِ أَوْ لِلْمُعَامَلَةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ خَاصَّةً، وَالسَّابِعُ النَّظَرُ إِلَى الْأَمَةِ عِنْدَ ابْتِيَاعِهَا فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَى تَقْلِيبِهَا. Pandangan Seorang Laki-laki kepada Perempuan Terbagi Menjadi Tujuh Keadaan: 1. Pandangan kepada perempuan asing (ajnabiyyah) tanpa adanya kebutuhan: Ini tidak diperbolehkan. 2. Pandangan kepada istri atau budaknya (amat) sendiri: Maka boleh memandang seluruh bagian tubuh selain kemaluan dari keduanya. 3. Pandangan kepada perempuan mahramnya atau budak perempuan yang telah menikah: Maka boleh memandang selain bagian antara pusar dan lutut. 4. Pandangan dengan tujuan melamar (untuk pernikahan): Maka boleh memandang wajah dan telapak tangan saja. 5. Pandangan untuk keperluan pengobatan: Maka boleh memandang bagian tubuh yang dibutuhkan untuk proses pengobatan tersebut. 6. Pandangan untuk keperluan menjadi saksi atau dalam muamalah: Maka boleh memandang wajah saja. 7. Pandangan kepada budak perempuan saat hendak membelinya: Maka boleh memandang bagian tubuh yang diperlukan untuk diperiksa (dalam proses jual beli budak).   Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah Pandangan laki-laki kepada perempuan terbagi menjadi tujuh macam: Pertama, seorang laki-laki, walaupun sudah tua renta dan tidak mampu berhubungan intim, tidak boleh memandang wanita asing (yang bukan mahram) tanpa adanya kebutuhan. Jika ada kebutuhan seperti menjadi saksi dalam suatu perkara, maka dibolehkan. قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang beriman: “Hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.” Yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” (QS. An-Nūr: 30) Kedua, pandangan laki-laki kepada istri atau budaknya: boleh baginya memandang seluruh tubuh mereka selain kemaluan. Namun, menurut pendapat yang lemah, melihat kemaluan itu haram. Sedangkan menurut pendapat yang lebih kuat, boleh melihatnya tetapi makruh. Menurut Syaikh Musthafa Al-Bugha, ia berkata, “Adapun melihat kemaluan wanita tanpa kebutuhan hukumnya makruh, karena bertentangan dengan adab.” Diriwayatkan dari ‘Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat (kemaluan) Rasulullah ﷺ dan beliau pun tidak pernah melihat milikku.” (Faidh Al-Qadir, 2:224, no. 1716) Ketiga, pandangan kepada perempuan mahram (karena nasab, sepersusuan, atau karena hubungan pernikahan), termasuk juga kepada budak perempuan yang telah menikah: boleh melihat seluruh tubuh mereka selain bagian antara pusar dan lutut, karena bagian itu termasuk aurat dan haram dilihat. Dalil adalah firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah mertua mereka, anak-anak mereka, anak-anak suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, anak-anak saudara laki-laki mereka, atau anak-anak saudara perempuan mereka.” (QS. An-Nūr: 31). Perhiasan (zīnah) dalam ayat ini ditafsirkan bagian atas pusar dan bawah lutut—selain bagian yang dilarang dilihat. Diriwayatkan oleh Abu Daud (no. 4113) dari ‘Amr bin Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya raḍiyallāhu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: إِذَا زَوَّجَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَمَتَهُ، فَلَا يَنْظُرْ إِلَى عَوْرَتِهَا “Apabila salah seorang dari kalian menikahkan budaknya dengan budak perempuan, maka janganlah ia melihat auratnya.” Dalam riwayat lain: فَلَا يَنْظُرْ إِلَى مَا دُونَ السُّرَّةِ وَفَوْقَ الرُّكْبَةِ “Jangan melihat bagian antara pusar dan lutut.” Antara pusar dan lutut diharamkan dilihat selain suami dan istri karena termasuk aurat. Keempat, pandangan karena keperluan menikah: laki-laki yang hendak melamar seorang wanita boleh melihat wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian luar maupun dalam, walaupun tanpa izin si wanita. Dan menurut pendapat yang kuat dari Imam Nawawi, hal yang sama berlaku saat hendak melamar budak perempuan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 4833) dan Muslim (no. 1425), dari Sahal bin Sa‘d raḍiyallāhu ‘anhu: Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghadiahkan diriku kepadamu.” Maka Rasulullah ﷺ menatapnya dari atas sampai ke bawah dan menundukkan kepala beliau. Keterangan: “Menghadiahkan diri” maksudnya menawarkan diri untuk dinikahi Rasulullah ﷺ tanpa mahar, atau agar dinikahkan oleh beliau kepada orang yang dianggap layak. “Menatap dari atas ke bawah” artinya beliau ﷺ memperhatikan secara keseluruhan. “Menundukkan kepala” artinya beliau menolak tawaran tersebut dengan sopan. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1424), dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku berada di sisi Nabi ﷺ ketika seorang laki-laki datang dan memberitahu bahwa ia telah menikahi seorang wanita Anshar. Maka Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Apakah engkau telah melihatnya?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Belum.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Pergilah dan lihatlah dia, karena pada mata kaum Anshar ada sesuatu (yang bisa jadi tidak cocok denganmu).'” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 1187) dan beliau menyatakannya hasan, dari Al-Mughīrah bin Syu‘bah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi ﷺ bersabda: ‘Lihatlah dia, karena itu lebih layak untuk menumbuhkan kecocokan di antara kalian.'” Keterangan: “Lebih layak” maksudnya lebih besar kemungkinan untuk terjalin kasih sayang dan kesepakatan. “Kecocokan” berasal dari kata ‘al-idām’, yang berarti lauk atau sesuatu yang dimakan bersama roti, yakni sebagai pelengkap agar lebih nikmat. Hadits-hadits ini dipahami bahwa yang boleh dilihat hanya wajah dan kedua telapak tangan, karena tidak ada keperluan untuk melihat bagian lain. Kelima, pandangan karena keperluan pengobatan: dokter boleh melihat bagian tubuh wanita bukan mahram yang diperlukan untuk keperluan medis, termasuk area kemaluan, namun harus dengan syarat: di hadiri mahram, suami, atau tuannya, serta tidak ada dokter wanita yang bisa menangani. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2206) dari Jabir raḍiyallāhu ‘anhu: Ummu Salamah raḍiyallāhu ‘anhā pernah meminta izin kepada Nabi ﷺ untuk melakukan hijamah (terapi bekam), maka beliau memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Catatan penting: Harus disertai dengan kehadiran mahram atau suami, serta tidak ada perempuan lain yang bisa mengobatinya. Jika ada dokter muslim, maka tidak boleh beralih kepada non-muslim. Keenam, pandangan karena keperluan persaksian: seorang saksi boleh melihat kemaluan wanita dalam kasus seperti persaksian atas perzinaan atau persalinan. Namun, jika ia melihat tanpa keperluan tersebut, maka ia berdosa dan kesaksiannya ditolak. Termasuk juga pandangan dalam urusan muamalah seperti jual beli: dibolehkan hanya melihat wajah saja, baik dalam konteks kesaksian maupun transaksi. Ketujuh, pandangan kepada budak perempuan saat hendak membeli: diperbolehkan melihat bagian tubuh yang biasanya diperiksa saat pembelian, seperti tangan dan rambutnya, tetapi tidak termasuk aurat.   Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? Dalam Islam, pandangan seorang laki-laki kepada perempuan terbagi dalam beberapa kondisi. Di antara yang paling penting adalah larangan melihat perempuan asing (bukan mahram) tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan syariat. Ini termasuk hukum yang ditegaskan para ulama. Yang dimaksud “laki-laki” di sini adalah laki-laki baligh, begitu pula “perempuan” adalah perempuan yang sudah baligh, kecuali jika dalam konteks tertentu kata “laki-laki” atau “perempuan” mencakup semua jenis kelamin tanpa memandang usia (karena penggunaan kata dengan alif lam pengenal). Nah, pandangan itu sendiri kadang tidak dibutuhkan, dan kadang memang ada kondisi yang membolehkannya karena kebutuhan, seperti pengobatan atau persaksian. Jenis yang pertama: jika tidak ada kebutuhan (yang dibenarkan), maka saat itu haram hukumnya laki-laki memandang aurat perempuan asing secara mutlak. Begitu pula haram hukumnya memandang wajah dan telapak tangan perempuan apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah (godaan syahwat). Namun jika tidak ada rasa takut akan muncul fitnah, para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang paling kuat menyatakan tetap haram, sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ishṭikhrī, Abu ‘Alī Aṭ-Ṭabarī, dan dikuatkan oleh Asy-Syaikh Abū Muḥammad, serta ditegaskan pula oleh Abū Isḥāq Asy-Syīrāzī dan Ar-Ruyānī. Imam Al-Ḥaramain juga menyetujuinya. Alasan mereka kuat: umat Islam telah sepakat bahwa perempuan dilarang keluar rumah dalam keadaan terbuka aurat dan tanpa penutup, karena pandangan itu bisa menjadi sebab munculnya fitnah, membangkitkan syahwat, dan menimbulkan kerusakan. Maka, jalan terbaik menurut syariat adalah menutup semua pintu menuju fitnah, sebagaimana larangan berduaan dengan perempuan asing, tanpa perlu merinci setiap kondisi. Dalil umum yang dijadikan dasar adalah firman Allah Ta‘ala, قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman: “Tundukkanlah pandanganmu dan jagalah kemaluanmu.” (QS. An-Nūr: 30)   Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil Adapun hukum bagi remaja laki-laki yang belum baligh (muraahiq), terdapat dua pendapat. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa pandangannya dihukumi sebagaimana pandangan orang dewasa (baligh), karena pada umumnya mereka telah bisa melihat aurat perempuan. Oleh karena itu, perempuan tetap wajib menutup aurat dari mereka, sebagaimana juga wajib menutup aurat dari orang gila, tanpa ragu. Dan wali (orang tua) wajib mencegahnya dari memandang (yang haram), sebagaimana ia juga wajib mencegah anak dari perzinaan dan seluruh perkara haram lainnya.   Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan Adapun mengenai hukum al-mamsūḥ (orang yang tidak memiliki hasrat seksual, seperti kasim, laki-laki yang telah dikebiri), maka mayoritas ulama berpendapat: hukum pandangannya kepada perempuan bukan mahram seperti pandangan laki-laki kepada mahramnya. Dalam hal ini, firman Allah Ta‘ala dapat dipahami sebagai berikut: أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ …atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan)… (QS. An-Nūr: 31) Jenis yang kedua, yaitu bahwa lelaki tersebut (yang disebut ghayru ʾulī al-irbah) dihukumi seperti lelaki normal (fahl, yaitu laki-laki yang punya hasrat seksual) terhadap perempuan asing. Karena pada dasarnya ia tetap halal menikah dengannya. Imam Nawawi menjelaskan bahwa pendapat yang kuat dalam tafsir ayat ghayru ʾulī al-irbah adalah: yang dimaksud adalah orang yang lemah akalnya, sehingga tidak peduli terhadap perempuan, atau ia tidak memiliki syahwat kepada mereka. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan selain beliau radhiyallāhu ‘anhum. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Perlu diketahui, bahwa: Orang yang hanya terpotong zakarnya saja, atau yang hanya diangkat dua buah zakarnya saja, atau yang disebut ‘anin (lelaki yang impoten sejak awal pernikahan), atau orang tua yang sangat renta, — semua ini hukumnya tetap seperti laki-laki normal (fahl) dalam hal interaksi dengan perempuan bukan mahram. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.   Apa hukum memandang anak perempuan kecil? Imam Ar-Rafi‘i menyebutkan dalam pembahasan hukum melihat anak kecil perempuan bahwa terdapat dua pendapat. Dan menurutnya, pendapat yang lebih kuat (al-aṣaḥ) adalah boleh melihatnya, tanpa ada perbedaan antara aurat dan selain auratnya, selama tidak melihat kemaluannya (farj). Imam An-Nawawi menegaskan bahwa Ar-Rafi‘i memutuskan haram melihat kemaluan anak perempuan kecil. Bahkan, penulis kitab Al-‘Uddah menyebutkan bahwa hal ini disepakati oleh para ulama. Namun, kenyataannya tidak demikian. Karena Qadhi Husain justru secara tegas membolehkan melihat kemaluan anak perempuan kecil yang belum memiliki syahwat, demikian juga anak laki-laki kecil. Pendapat ini juga dipastikan oleh Al-Marwazi terkait anak laki-laki kecil. Imam Al-Mutawalli menyebutkan ada dua pendapat dalam masalah ini, dan pendapat yang lebih benar adalah boleh melihatnya, karena manusia pada zaman dahulu maupun sekarang bersikap toleran terhadap hal ini, dan tidak menganggapnya sebagai pelanggaran. Kebolehan ini tetap berlaku sampai anak tersebut mencapai usia tamyiz (dapat membedakan dan mulai sadar akan aurat), yaitu ketika ia sudah mampu menutupi auratnya dari pandangan orang lain. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat (awjuh). Pendapat yang paling kuat menurut Ar-Rafi‘i adalah: Perempuan boleh memandang seluruh tubuh laki-laki asing kecuali antara pusar dan lutut, karena bagian itu adalah aurat laki-laki secara syar‘i. Pendapat kedua: Perempuan tidak boleh melihat dari laki-laki kecuali bagian yang boleh dilihat darinya juga, yakni wajah dan telapak tangan. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa pendapat kedua inilah yang lebih kuat menurut sekelompok ulama. Pendapat ini juga ditegaskan (dipastikan) oleh penulis Al-Muhadzdzab dan yang lainnya. Alasannya adalah berdasarkan firman Allah Ta‘ala: وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـٰرِهِنَّ “Katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menahan pandangan mereka.” (QS. An-Nūr: 31) Juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ: أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا؟ أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ؟ “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian melihat dia?” (Dikatakan Nabi kepada dua perempuan yang duduk bersama laki-laki buta, yang semestinya tetap menjaga pandangan meski laki-laki itu tak bisa melihat mereka.) Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan Seorang laki-laki boleh memandang seluruh tubuh istrinya, karena ia diizinkan menikmati seluruh bagian tubuhnya. Namun, terdapat perbedaan pendapat tentang memandang kemaluan istri. Sebagian ulama berpendapat, haram memandang kemaluan istri berdasarkan sabda Nabi ﷺ: النَّظَرُ إِلَى الْفَرْجِ يُورِثُ الطَّمْسَ “Memandang kemaluan dapat menyebabkan kebutaan.” Dalam penjelasan Al-‘Uddah disebutkan: hal itu bisa menyebabkan anak yang dilahirkan terlahir buta. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa maksudnya adalah kebutaan bisa menimpa orang yang memandang. Tentang status hadis ini, Ibnu Shalah menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik. Namun, pendapat yang lebih shahih menyatakan: tidak haram memandang kemaluan istri, karena boleh menikmati bagian itu secara langsung. Bahkan, kemaluan adalah tempat kenikmatan yang paling besar, maka memandangnya pun lebih layak dibolehkan. Jika hadis tersebut sahih, maka dipahami dalam konteks makruh, bukan haram. Dan memandang bagian dalam kemaluan lebih makruh lagi. Oleh sebab itu, dimakruhkan bagi seseorang memandang kemaluannya sendiri tanpa ada keperluan. Adapun memandang budak perempuan yang boleh dinikmati, maka hukumnya seperti suami memandang istrinya—baik ia budak murni (qinnah), budak yang sedang dalam masa mudabbirah (dijanjikan merdeka setelah wafat tuannya), budak mustauladah (yang telah melahirkan anak dari tuannya), atau budak yang tertahan sementara karena suatu hal yang akan segera hilang seperti haid atau karena digadaikan. Namun, jika budak perempuan tersebut sedang berstatus: istri orang lain (muzawwijah), dalam perjanjian kemerdekaan (mukatabah), dimiliki bersama orang lain (musytarakah), beragama Majusi, penyembah berhala, atau murtad, maka haram bagi tuannya memandang bagian antara pusar dan lutut. Adapun bagian tubuh lainnya, menurut pendapat yang lebih shahih, tidak haram untuk dilihat. Perlu diketahui: Pandangan istri kepada suaminya sama hukumnya dengan suami memandang istrinya. Bahkan, sebagian ulama menegaskan bahwa boleh secara mutlak bagi istri memandang kemaluan suaminya. Begitu juga pandangan budak perempuan kepada tuannya, sama seperti pandangan tuan kepada budaknya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah Laki-laki boleh memandang mahramnya (perempuan yang haram dinikahi karena hubungan nasab, persusuan, atau pernikahan), selama bukan bagian antara pusar dan lutut, karena bagian tersebut merupakan aurat secara mutlak. Adapun bagian tubuh selain itu, menurut mazhab Syafi‘i, boleh dipandang. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka…” (QS. An-Nūr: 31) Juga karena hubungan mahram menciptakan larangan menikah, sehingga keduanya dalam hal ini dianggap seperti dua orang laki-laki (yang tidak berlaku hukum aurat di antara mereka secara penuh). Bukankah kamu lihat, bahwa menyentuh mahram tidak membatalkan wudhu menurut pendapat yang lebih kuat? Hukum ini berlaku sama, baik mahram karena nasab, pernikahan (mushāharah), maupun persusuan (raḍā‘ah), menurut pendapat yang lebih shahih. Ada juga pendapat lain yang menyatakan: tidak boleh melihat dari mahram kecuali bagian yang biasa tampak ketika sedang bekerja (seperti membantu di dapur, mencuci, dll). Kemudian, apakah bagian payudara termasuk yang biasa tampak saat bekerja? Dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama. Sebagaimana bolehnya memandang mahram, maka boleh pula berkhalwat (berduaan) dan bepergian bersama mahram, tanpa ada larangan. Adapun hukum budak perempuan telah dijelaskan sebelumnya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum laki-laki memandang laki-laki lain Laki-laki boleh memandang seluruh tubuh laki-laki lain, kecuali bagian antara pusar dan lutut, selama aman dari fitnah (godaan syahwat). Jika khawatir terjadi fitnah, maka haram hukumnya. Demikian pula, haram memandang mahram (perempuan yang haram dinikahi) dengan syahwat — tanpa ada perbedaan pendapat.   Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) Juga haram memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) dengan syahwat — tanpa khilaf, bahkan lebih utama untuk diharamkan daripada memandang wanita. Jika tidak ada syahwat dan tidak pula dikhawatirkan fitnah, maka menurut Ar-Rafi‘i tidak haram. Namun, jika tidak ada syahwat namun tetap dikhawatirkan timbul fitnah, maka haram menurut pendapat yang lebih shahih dan ini juga pendapat mayoritas ulama. Imam Nawawi menegaskan dalam banyak tempat di Syarh al-Muhadzdzab bahwa: yang shahih adalah haram memandang laki-laki amrad secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat. Imam Asy-Syafi‘i juga menegaskan hal ini. Ya, dalam kitab Ar-Riyadh, disebutkan syarat bahwa laki-laki itu harus tampan. Saya katakan: Ketampanan itu bersifat relatif, berbeda-beda sesuai selera manusia. Namun, tidak diragukan bahwa laki-laki amrad memang merupakan sumber fitnah, sebagaimana halnya perempuan. Dan karena hikmah larangan ini tidak bisa dibatasi secara pasti, maka kaidahnya: hikmah semacam ini tidak bisa dijadikan patokan hukum, dan hukum harus dikaitkan dengan perkara yang jelas dan terukur. Contohnya: Masyaqqah (kesulitan) dalam safar adalah hikmah kebolehan qashar salat. Namun, karena kesulitan itu tidak bisa ditentukan secara pasti, maka yang dijadikan patokan hukum adalah safarnya itu sendiri, bukan masyaqqah-nya. Maka, dalam hal ini pun demikian — hukum memandang amrad tetap harus dilarang secara mutlak. Dan ini juga ditegaskan oleh banyak ulama Syafi‘iyyah, bahkan Imam Asy-Syafi‘i secara tegas menyatakan larangan mutlaknya. Dan Allah Maha Mengetahui.   Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim Hukum perempuan memandang perempuan lain seperti halnya laki-laki memandang laki-laki lain. Ini berlaku untuk sesama muslimah. Adapun perempuan non-muslim (dzimmiyah) yang memandang muslimah, terdapat perbedaan pendapat: Al-Ghazali: yang lebih kuat (aṣaḥ) adalah, dzimmiyah sama hukumnya seperti muslimah. Al-Baghawi: yang shahih adalah tidak boleh. Berdasarkan ini, dzimmiyah tidak boleh mandi bersama muslimah di pemandian umum. Apa saja yang boleh dilihat dari tubuh muslimah oleh sesama perempuan? Ada yang mengatakan: seperti pandangan laki-laki kepada laki-laki (yakni, boleh selain pusar sampai lutut). Ada yang mengatakan: hanya bagian yang terbuka ketika bekerja. Ar-Rafi‘i berkata: Pendapat kedua lebih mendekati kebenaran. An-Nawawi menyatakan: Yang shahih adalah pendapat Al-Baghawi. Perempuan kafir selain dzimmiyah (seperti penyembah berhala, murtad, dll), hukum pandangannya terhadap muslimah juga seperti dzimmiyah, sebagaimana disebutkan oleh Al-‘Imrani. Saya katakan: Al-Baghawi berdalil dengan firman Allah: أَوْ نِسَائِهِنَّ (“…atau kepada sesama perempuan mereka.”) Yang dimaksud dengan “nisā’ihinna” adalah perempuan-perempuan beriman, bukan perempuan kafir. Bahkan, Al-‘Izz bin Abdus Salam berkata: perempuan fasik pun hukumnya seperti dzimmiyah. Maka, pemerintah wajib melarang perempuan kafir dan perempuan fasik masuk ke pemandian bersama perempuan-perempuan muslimah yang terjaga. Jika pemerintah abai terhadap hal ini, maka perempuan muslimah yang merdeka wajib menjaga diri dari perempuan kafir dan fasik.   Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah Segala sesuatu yang haram dilihat saat masih menempel pada tubuh — seperti kemaluan, lengan bawah perempuan, rambut kepala, potongan kuku, rambut kemaluan laki-laki, dan semisalnya — maka haram juga dilihat setelah terpisah dari tubuh, menurut pendapat yang shahih. Maka, sebaiknya laki-laki yang mencukur bulu kemaluannya, atau perempuan yang menyisir rambutnya, menyembunyikan bagian tubuh yang terlepas itu dari pandangan orang lain.   Hukum menyentuh vs memandang Ketahuilah, bahwa jika memandang itu haram, maka menyentuh lebih utama untuk diharamkan, karena menyentuh itu lebih kuat membangkitkan syahwat. Maka, haram bagi laki-laki menyentuh paha laki-laki lain tanpa penghalang. Jika menyentuh dari atas kain dan dikhawatirkan timbul fitnah, maka tetap haram. Bahkan, menyentuh bisa haram meskipun memandang tidak haram. Termasuk: haram bagi seseorang menyentuh perut ibunya, punggungnya, kakinya, atau betisnya, walaupun ia anaknya sendiri. Juga haram menciumnya — sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qaffal. Tidak boleh juga seorang ayah menyuruh anak perempuannya atau saudarinya untuk memijat kakinya. Karena itu, Qadhi Husain menyatakan: perempuan-perempuan tua yang menghias laki-laki dengan celak pada Hari ‘Asyura termasuk pelaku maksiat.   Hukum tidur satu kasur Haram bagi laki-laki tidur bersebelahan dengan laki-laki lain dalam satu kasur. Demikian pula, haram bagi perempuan tidur bersama perempuan lain dalam satu ranjang — walaupun mereka tidur di sisi yang berbeda dari kasur tersebut. Ini adalah pendapat yang ditegaskan oleh Ar-Rafi‘i dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudhah. Namun, An-Nawawi dalam Syarh Muslim membatasi keharaman ini jika keduanya dalam keadaan telanjang. Batasan ini juga disebutkan oleh Qadhi Husain, Al-Harawi, dan lainnya, dan ada riwayat yang mendukungnya. Jika anak laki-laki atau perempuan telah berusia sepuluh tahun, maka wajib dipisahkan tempat tidurnya dari ibu, ayah, dan saudara kandungnya, berdasarkan nash-nash syar‘i yang jelas. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan Sebelumnya telah dijelaskan bahwa memandang kadang tidak dibutuhkan, dan kadang diperlukan karena kebutuhan. Bagian pertama adalah saat tidak ada kebutuhan. Adapun bagian kedua adalah ketika memandang itu diperlukan, seperti untuk tujuan pernikahan. Jika seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan dan tertarik untuk meminangnya, maka tidak diragukan lagi boleh baginya untuk melihat calon istrinya. Apakah disunnahkan (dianjurkan) untuk melihatnya, agar tidak menyesal kemudian hari? Karena pernikahan adalah ikatan yang dimaksudkan untuk jangka panjang? Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): ya, disunnahkan, berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Al-Mughīrah bin Syu‘bah: انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا “Lihatlah ia, karena itu lebih memungkinkan terjalin kecocokan di antara kalian berdua.” Demikian pula riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan hal yang sama. Boleh mengulangi pandangan jika masih belum jelas bagi laki-laki tersebut. Baik ia melihat dengan izin perempuan itu maupun tanpa izin—keduanya dibolehkan. Jika tidak memungkinkan untuk melihat secara langsung, maka ia boleh mengutus perempuan lain untuk mengamati dan menggambarkan calon istri itu kepadanya. Ini berdasar pada kisah ketika Nabi ﷺ mengutus Ummu Sulaim kepada seorang wanita dan beliau berkata: انْظُرِي إِلَى عُرْقُوبِهَا وَاشُمِّي مَعَاطِفَهَا “Perhatikan tumitnya dan cium (rambut) bagian lehernya.” Perempuan pun, jika ia tertarik kepada seorang laki-laki untuk dinikahi, boleh memandangnya, karena biasanya perempuan tertarik kepada hal-hal yang sama sebagaimana laki-laki tertarik kepada perempuan. Hal ini dikatakan oleh Umar radhiyallāhu ‘anhu. Adapun bagian yang boleh dipandang dalam konteks ini adalah wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian luar maupun dalam. Tidak boleh melihat bagian tubuh lainnya. Ada juga pendapat bahwa pandangan ini diperbolehkan sebagaimana laki-laki memandang laki-laki lain, dan pandangan ini tetap dibolehkan walaupun dikhawatirkan timbul fitnah, selama tujuannya adalah untuk pernikahan. Waktu yang tepat untuk melihat: setelah muncul niat serius untuk menikah, sebelum melakukan khitbah (melamar secara resmi). Tujuannya, agar tidak menyakiti hati pihak perempuan jika ternyata laki-laki itu memutuskan mundur setelah melihatnya. Inilah pendapat yang paling shahih. Ada juga pendapat lain yang mengatakan: baru boleh melihat setelah diizinkan untuk akad nikah. Ada pula yang mengatakan: boleh melihat saat kedua belah pihak sudah mulai tertarik satu sama lain. Jika setelah melihat ternyata ia tidak menyukai calon tersebut, maka hendaknya ia diam dan tidak mengungkapkan ketidaktertarikannya. Jangan sampai ia berkata, “Aku tidak menginginkannya,” karena hal itu bisa menyakiti perempuan tersebut. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan Di antara bentuk kebutuhan yang dibenarkan syariat adalah memandang perempuan asing karena keperluan pengobatan, seperti untuk bekam, operasi, atau perawatan penyakit tertentu. Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallāhu ‘anhā meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk menjalani bekam, lalu beliau ﷺ memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Namun, hal itu harus dilakukan di hadapan mahram atau suami, guna menghindari khalwat (berduaan). Syaratnya: tidak ada perempuan lain yang bisa melakukan pengobatan tersebut. Begitu pula sebaliknya: perempuan boleh mengobati laki-laki, asalkan tidak ada laki-laki lain yang mampu mengobatinya. Ini adalah pendapat Az-Zubayri dan Ar-Ruyani. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa ini adalah pendapat yang paling shahih, dan ditegaskan pula oleh Qadhi Husain dan Imam Al-Mutawalli. Keduanya juga mengatakan: lebih utama jika yang mengobati adalah seorang Muslim, dan sebaiknya tidak dilakukan oleh non-Muslim (dzimmiy) jika masih ada Muslim yang mampu melakukannya. Ketahuilah bahwa: Kebutuhan umum (asal ada keperluan) sudah mencukupi untuk membolehkan memandang wajah dan tangan. Untuk anggota tubuh lainnya, maka harus ada kebutuhan yang lebih mendesak dan meyakinkan. Sedangkan untuk melihat aurat besar (kemaluan dan dubur), maka dibutuhkan kebutuhan yang sangat kuat dan lebih mendesak lagi. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ukuran kebutuhan yang sah adalah: ketika kondisi tersebut tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan diri (muru’ah) dan sudah menjadi hal yang sulit untuk dihindari secara umum dalam kebiasaan manusia. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui. Hukum Memandang untuk Keperluan Persaksian dan Transaksi Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibenarkan adalah memandang wajah seseorang untuk keperluan persaksian atau urusan transaksi. Maka, boleh bagi seseorang memandang wajah orang lain yang bukan mahram dalam konteks ini, karena kebutuhan itu mengharuskannya. Di antara contoh kebutuhan lain yang lebih spesifik: Boleh memandang payudara perempuan yang menyusui jika itu diperlukan untuk menjadi saksi dalam kasus persusuan. Boleh memandang kemaluan seorang perempuan dalam kasus persaksian terhadap kelahiran. Boleh memandang kemaluan dua orang pezina, dalam rangka memberikan kesaksian atas tindakan zina yang mereka lakukan. Semua ini dibolehkan karena kebutuhan syar‘i yang mendesak. Namun, ada pendapat lain yang menyatakan: semua itu tidak boleh, karena: Zina disyariatkan untuk ditutupi (dianjurkan untuk tidak diumbar). Dan untuk kasus kelahiran serta persusuan, kesaksian perempuan saja sudah dianggap sah menurut syariat. Akan tetapi, pendapat yang lebih shahih adalah pendapat pertama: boleh memandang untuk kepentingan persaksian, karena zina merupakan pelanggaran serius terhadap kehormatan syariat, maka boleh pula kehormatannya dibuka untuk menegakkan hukum. Adapun untuk persaksian tentang persusuan dan kelahiran, maka jawabannya masih ditangguhkan (ada keraguan dalam memutuskannya), karena ada sisi pertimbangan yang kompleks. Sebagaimana dibolehkan memandang untuk keperluan tersebut, demikian pula boleh memandang dalam konteks transaksi dan akad, karena terkadang ada kebutuhan untuk itu. Namun, pembatasan oleh sebagian ulama bahwa yang boleh dilihat hanya wajah saja, didasarkan pada pertimbangan bahwa kebutuhan sudah bisa terpenuhi hanya dengan melihat wajah. Maka, bagian tubuh lainnya tetap dilarang dan kembali pada hukum asal: haram memandang aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibolehkan adalah memandang budak perempuan saat hendak membelinya. Dalam hal ini, boleh bagi pembeli untuk melihat bagian tubuh budak yang memang diperlukan dalam proses pemeriksaan dan penilaian, sebagaimana lazim dilakukan saat membeli barang dagangan. Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Bugha, M. (2019). At-Tadzhiib fī Adillah Matn al-Ghāyah wa at-Taqrīb. Damaskus: Dār al-‘Ālamiyyah. Al-Ghazzi, M. b. Q. (2023). Fatḥ al-Qarīb al-Mujīb fī Syarḥ Alfāẓ at-Taqrīb. Kairo: Dār Ḍiyā’. Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.   ________ Ditulis pada Kamis, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsmatan taqrib matan taqrib kitab nikah memandang lawan jenis

Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Hukum dan Batasannya

Dalam Islam, menjaga pandangan bukan hanya perkara adab, tetapi bagian dari ketakwaan. Namun ada kondisi tertentu yang membolehkan laki-laki melihat perempuan dengan batasan dan syarat. Berikut penjelasan tujuh jenis pandangan laki-laki kepada perempuan menurut para ulama.   Daftar Isi tutup 1. Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah 2. Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? 2.1. Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil 2.2. Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan 2.3. Apa hukum memandang anak perempuan kecil? 2.4. Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? 3. Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan 4. Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah 4.1. Hukum laki-laki memandang laki-laki lain 4.2. Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) 4.3. Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim 4.4. Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah 4.5. Hukum menyentuh vs memandang 4.6. Hukum tidur satu kasur 5. Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan 6. Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan 7. Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya   Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah berkata dalam Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib, وَنَظَرَ الرَّجُلِ إِلَى الْمَرْأَةِ عَلَى سَبْعَةِ أَضْرُبٍ: أَحَدُهَا نَظْرَةٌ إِلَى أَجْنَبِيَّةٍ لِغَيْرِ حَاجَةٍ فَغَيْرُ جَائِزٍ، وَالثَّانِي نَظْرَتُهُ إِلَى زَوْجَتِهِ أَوْ أَمَتِهِ فَيَجُوزُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا عَدَا الْفَرْجِ مِنْهُمَا، وَالثَّالِثُ نَظْرَتُهُ إِلَى ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ أَوْ أَمَتِهِ الْمُزَوَّجَةِ فَيَجُوزُ فِيمَا عَدَا مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَالرَّابِعُ النَّظَرُ لِأَجْلِ النِّكَاحِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، وَالْخَامِسُ النَّظَرُ لِلْمُدَاوَاةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَيْهَا، وَالسَّادِسُ النَّظَرُ لِلشَّهَادَةِ أَوْ لِلْمُعَامَلَةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ خَاصَّةً، وَالسَّابِعُ النَّظَرُ إِلَى الْأَمَةِ عِنْدَ ابْتِيَاعِهَا فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَى تَقْلِيبِهَا. Pandangan Seorang Laki-laki kepada Perempuan Terbagi Menjadi Tujuh Keadaan: 1. Pandangan kepada perempuan asing (ajnabiyyah) tanpa adanya kebutuhan: Ini tidak diperbolehkan. 2. Pandangan kepada istri atau budaknya (amat) sendiri: Maka boleh memandang seluruh bagian tubuh selain kemaluan dari keduanya. 3. Pandangan kepada perempuan mahramnya atau budak perempuan yang telah menikah: Maka boleh memandang selain bagian antara pusar dan lutut. 4. Pandangan dengan tujuan melamar (untuk pernikahan): Maka boleh memandang wajah dan telapak tangan saja. 5. Pandangan untuk keperluan pengobatan: Maka boleh memandang bagian tubuh yang dibutuhkan untuk proses pengobatan tersebut. 6. Pandangan untuk keperluan menjadi saksi atau dalam muamalah: Maka boleh memandang wajah saja. 7. Pandangan kepada budak perempuan saat hendak membelinya: Maka boleh memandang bagian tubuh yang diperlukan untuk diperiksa (dalam proses jual beli budak).   Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah Pandangan laki-laki kepada perempuan terbagi menjadi tujuh macam: Pertama, seorang laki-laki, walaupun sudah tua renta dan tidak mampu berhubungan intim, tidak boleh memandang wanita asing (yang bukan mahram) tanpa adanya kebutuhan. Jika ada kebutuhan seperti menjadi saksi dalam suatu perkara, maka dibolehkan. قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang beriman: “Hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.” Yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” (QS. An-Nūr: 30) Kedua, pandangan laki-laki kepada istri atau budaknya: boleh baginya memandang seluruh tubuh mereka selain kemaluan. Namun, menurut pendapat yang lemah, melihat kemaluan itu haram. Sedangkan menurut pendapat yang lebih kuat, boleh melihatnya tetapi makruh. Menurut Syaikh Musthafa Al-Bugha, ia berkata, “Adapun melihat kemaluan wanita tanpa kebutuhan hukumnya makruh, karena bertentangan dengan adab.” Diriwayatkan dari ‘Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat (kemaluan) Rasulullah ﷺ dan beliau pun tidak pernah melihat milikku.” (Faidh Al-Qadir, 2:224, no. 1716) Ketiga, pandangan kepada perempuan mahram (karena nasab, sepersusuan, atau karena hubungan pernikahan), termasuk juga kepada budak perempuan yang telah menikah: boleh melihat seluruh tubuh mereka selain bagian antara pusar dan lutut, karena bagian itu termasuk aurat dan haram dilihat. Dalil adalah firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah mertua mereka, anak-anak mereka, anak-anak suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, anak-anak saudara laki-laki mereka, atau anak-anak saudara perempuan mereka.” (QS. An-Nūr: 31). Perhiasan (zīnah) dalam ayat ini ditafsirkan bagian atas pusar dan bawah lutut—selain bagian yang dilarang dilihat. Diriwayatkan oleh Abu Daud (no. 4113) dari ‘Amr bin Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya raḍiyallāhu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: إِذَا زَوَّجَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَمَتَهُ، فَلَا يَنْظُرْ إِلَى عَوْرَتِهَا “Apabila salah seorang dari kalian menikahkan budaknya dengan budak perempuan, maka janganlah ia melihat auratnya.” Dalam riwayat lain: فَلَا يَنْظُرْ إِلَى مَا دُونَ السُّرَّةِ وَفَوْقَ الرُّكْبَةِ “Jangan melihat bagian antara pusar dan lutut.” Antara pusar dan lutut diharamkan dilihat selain suami dan istri karena termasuk aurat. Keempat, pandangan karena keperluan menikah: laki-laki yang hendak melamar seorang wanita boleh melihat wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian luar maupun dalam, walaupun tanpa izin si wanita. Dan menurut pendapat yang kuat dari Imam Nawawi, hal yang sama berlaku saat hendak melamar budak perempuan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 4833) dan Muslim (no. 1425), dari Sahal bin Sa‘d raḍiyallāhu ‘anhu: Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghadiahkan diriku kepadamu.” Maka Rasulullah ﷺ menatapnya dari atas sampai ke bawah dan menundukkan kepala beliau. Keterangan: “Menghadiahkan diri” maksudnya menawarkan diri untuk dinikahi Rasulullah ﷺ tanpa mahar, atau agar dinikahkan oleh beliau kepada orang yang dianggap layak. “Menatap dari atas ke bawah” artinya beliau ﷺ memperhatikan secara keseluruhan. “Menundukkan kepala” artinya beliau menolak tawaran tersebut dengan sopan. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1424), dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku berada di sisi Nabi ﷺ ketika seorang laki-laki datang dan memberitahu bahwa ia telah menikahi seorang wanita Anshar. Maka Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Apakah engkau telah melihatnya?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Belum.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Pergilah dan lihatlah dia, karena pada mata kaum Anshar ada sesuatu (yang bisa jadi tidak cocok denganmu).'” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 1187) dan beliau menyatakannya hasan, dari Al-Mughīrah bin Syu‘bah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi ﷺ bersabda: ‘Lihatlah dia, karena itu lebih layak untuk menumbuhkan kecocokan di antara kalian.'” Keterangan: “Lebih layak” maksudnya lebih besar kemungkinan untuk terjalin kasih sayang dan kesepakatan. “Kecocokan” berasal dari kata ‘al-idām’, yang berarti lauk atau sesuatu yang dimakan bersama roti, yakni sebagai pelengkap agar lebih nikmat. Hadits-hadits ini dipahami bahwa yang boleh dilihat hanya wajah dan kedua telapak tangan, karena tidak ada keperluan untuk melihat bagian lain. Kelima, pandangan karena keperluan pengobatan: dokter boleh melihat bagian tubuh wanita bukan mahram yang diperlukan untuk keperluan medis, termasuk area kemaluan, namun harus dengan syarat: di hadiri mahram, suami, atau tuannya, serta tidak ada dokter wanita yang bisa menangani. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2206) dari Jabir raḍiyallāhu ‘anhu: Ummu Salamah raḍiyallāhu ‘anhā pernah meminta izin kepada Nabi ﷺ untuk melakukan hijamah (terapi bekam), maka beliau memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Catatan penting: Harus disertai dengan kehadiran mahram atau suami, serta tidak ada perempuan lain yang bisa mengobatinya. Jika ada dokter muslim, maka tidak boleh beralih kepada non-muslim. Keenam, pandangan karena keperluan persaksian: seorang saksi boleh melihat kemaluan wanita dalam kasus seperti persaksian atas perzinaan atau persalinan. Namun, jika ia melihat tanpa keperluan tersebut, maka ia berdosa dan kesaksiannya ditolak. Termasuk juga pandangan dalam urusan muamalah seperti jual beli: dibolehkan hanya melihat wajah saja, baik dalam konteks kesaksian maupun transaksi. Ketujuh, pandangan kepada budak perempuan saat hendak membeli: diperbolehkan melihat bagian tubuh yang biasanya diperiksa saat pembelian, seperti tangan dan rambutnya, tetapi tidak termasuk aurat.   Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? Dalam Islam, pandangan seorang laki-laki kepada perempuan terbagi dalam beberapa kondisi. Di antara yang paling penting adalah larangan melihat perempuan asing (bukan mahram) tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan syariat. Ini termasuk hukum yang ditegaskan para ulama. Yang dimaksud “laki-laki” di sini adalah laki-laki baligh, begitu pula “perempuan” adalah perempuan yang sudah baligh, kecuali jika dalam konteks tertentu kata “laki-laki” atau “perempuan” mencakup semua jenis kelamin tanpa memandang usia (karena penggunaan kata dengan alif lam pengenal). Nah, pandangan itu sendiri kadang tidak dibutuhkan, dan kadang memang ada kondisi yang membolehkannya karena kebutuhan, seperti pengobatan atau persaksian. Jenis yang pertama: jika tidak ada kebutuhan (yang dibenarkan), maka saat itu haram hukumnya laki-laki memandang aurat perempuan asing secara mutlak. Begitu pula haram hukumnya memandang wajah dan telapak tangan perempuan apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah (godaan syahwat). Namun jika tidak ada rasa takut akan muncul fitnah, para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang paling kuat menyatakan tetap haram, sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ishṭikhrī, Abu ‘Alī Aṭ-Ṭabarī, dan dikuatkan oleh Asy-Syaikh Abū Muḥammad, serta ditegaskan pula oleh Abū Isḥāq Asy-Syīrāzī dan Ar-Ruyānī. Imam Al-Ḥaramain juga menyetujuinya. Alasan mereka kuat: umat Islam telah sepakat bahwa perempuan dilarang keluar rumah dalam keadaan terbuka aurat dan tanpa penutup, karena pandangan itu bisa menjadi sebab munculnya fitnah, membangkitkan syahwat, dan menimbulkan kerusakan. Maka, jalan terbaik menurut syariat adalah menutup semua pintu menuju fitnah, sebagaimana larangan berduaan dengan perempuan asing, tanpa perlu merinci setiap kondisi. Dalil umum yang dijadikan dasar adalah firman Allah Ta‘ala, قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman: “Tundukkanlah pandanganmu dan jagalah kemaluanmu.” (QS. An-Nūr: 30)   Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil Adapun hukum bagi remaja laki-laki yang belum baligh (muraahiq), terdapat dua pendapat. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa pandangannya dihukumi sebagaimana pandangan orang dewasa (baligh), karena pada umumnya mereka telah bisa melihat aurat perempuan. Oleh karena itu, perempuan tetap wajib menutup aurat dari mereka, sebagaimana juga wajib menutup aurat dari orang gila, tanpa ragu. Dan wali (orang tua) wajib mencegahnya dari memandang (yang haram), sebagaimana ia juga wajib mencegah anak dari perzinaan dan seluruh perkara haram lainnya.   Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan Adapun mengenai hukum al-mamsūḥ (orang yang tidak memiliki hasrat seksual, seperti kasim, laki-laki yang telah dikebiri), maka mayoritas ulama berpendapat: hukum pandangannya kepada perempuan bukan mahram seperti pandangan laki-laki kepada mahramnya. Dalam hal ini, firman Allah Ta‘ala dapat dipahami sebagai berikut: أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ …atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan)… (QS. An-Nūr: 31) Jenis yang kedua, yaitu bahwa lelaki tersebut (yang disebut ghayru ʾulī al-irbah) dihukumi seperti lelaki normal (fahl, yaitu laki-laki yang punya hasrat seksual) terhadap perempuan asing. Karena pada dasarnya ia tetap halal menikah dengannya. Imam Nawawi menjelaskan bahwa pendapat yang kuat dalam tafsir ayat ghayru ʾulī al-irbah adalah: yang dimaksud adalah orang yang lemah akalnya, sehingga tidak peduli terhadap perempuan, atau ia tidak memiliki syahwat kepada mereka. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan selain beliau radhiyallāhu ‘anhum. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Perlu diketahui, bahwa: Orang yang hanya terpotong zakarnya saja, atau yang hanya diangkat dua buah zakarnya saja, atau yang disebut ‘anin (lelaki yang impoten sejak awal pernikahan), atau orang tua yang sangat renta, — semua ini hukumnya tetap seperti laki-laki normal (fahl) dalam hal interaksi dengan perempuan bukan mahram. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.   Apa hukum memandang anak perempuan kecil? Imam Ar-Rafi‘i menyebutkan dalam pembahasan hukum melihat anak kecil perempuan bahwa terdapat dua pendapat. Dan menurutnya, pendapat yang lebih kuat (al-aṣaḥ) adalah boleh melihatnya, tanpa ada perbedaan antara aurat dan selain auratnya, selama tidak melihat kemaluannya (farj). Imam An-Nawawi menegaskan bahwa Ar-Rafi‘i memutuskan haram melihat kemaluan anak perempuan kecil. Bahkan, penulis kitab Al-‘Uddah menyebutkan bahwa hal ini disepakati oleh para ulama. Namun, kenyataannya tidak demikian. Karena Qadhi Husain justru secara tegas membolehkan melihat kemaluan anak perempuan kecil yang belum memiliki syahwat, demikian juga anak laki-laki kecil. Pendapat ini juga dipastikan oleh Al-Marwazi terkait anak laki-laki kecil. Imam Al-Mutawalli menyebutkan ada dua pendapat dalam masalah ini, dan pendapat yang lebih benar adalah boleh melihatnya, karena manusia pada zaman dahulu maupun sekarang bersikap toleran terhadap hal ini, dan tidak menganggapnya sebagai pelanggaran. Kebolehan ini tetap berlaku sampai anak tersebut mencapai usia tamyiz (dapat membedakan dan mulai sadar akan aurat), yaitu ketika ia sudah mampu menutupi auratnya dari pandangan orang lain. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat (awjuh). Pendapat yang paling kuat menurut Ar-Rafi‘i adalah: Perempuan boleh memandang seluruh tubuh laki-laki asing kecuali antara pusar dan lutut, karena bagian itu adalah aurat laki-laki secara syar‘i. Pendapat kedua: Perempuan tidak boleh melihat dari laki-laki kecuali bagian yang boleh dilihat darinya juga, yakni wajah dan telapak tangan. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa pendapat kedua inilah yang lebih kuat menurut sekelompok ulama. Pendapat ini juga ditegaskan (dipastikan) oleh penulis Al-Muhadzdzab dan yang lainnya. Alasannya adalah berdasarkan firman Allah Ta‘ala: وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـٰرِهِنَّ “Katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menahan pandangan mereka.” (QS. An-Nūr: 31) Juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ: أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا؟ أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ؟ “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian melihat dia?” (Dikatakan Nabi kepada dua perempuan yang duduk bersama laki-laki buta, yang semestinya tetap menjaga pandangan meski laki-laki itu tak bisa melihat mereka.) Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan Seorang laki-laki boleh memandang seluruh tubuh istrinya, karena ia diizinkan menikmati seluruh bagian tubuhnya. Namun, terdapat perbedaan pendapat tentang memandang kemaluan istri. Sebagian ulama berpendapat, haram memandang kemaluan istri berdasarkan sabda Nabi ﷺ: النَّظَرُ إِلَى الْفَرْجِ يُورِثُ الطَّمْسَ “Memandang kemaluan dapat menyebabkan kebutaan.” Dalam penjelasan Al-‘Uddah disebutkan: hal itu bisa menyebabkan anak yang dilahirkan terlahir buta. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa maksudnya adalah kebutaan bisa menimpa orang yang memandang. Tentang status hadis ini, Ibnu Shalah menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik. Namun, pendapat yang lebih shahih menyatakan: tidak haram memandang kemaluan istri, karena boleh menikmati bagian itu secara langsung. Bahkan, kemaluan adalah tempat kenikmatan yang paling besar, maka memandangnya pun lebih layak dibolehkan. Jika hadis tersebut sahih, maka dipahami dalam konteks makruh, bukan haram. Dan memandang bagian dalam kemaluan lebih makruh lagi. Oleh sebab itu, dimakruhkan bagi seseorang memandang kemaluannya sendiri tanpa ada keperluan. Adapun memandang budak perempuan yang boleh dinikmati, maka hukumnya seperti suami memandang istrinya—baik ia budak murni (qinnah), budak yang sedang dalam masa mudabbirah (dijanjikan merdeka setelah wafat tuannya), budak mustauladah (yang telah melahirkan anak dari tuannya), atau budak yang tertahan sementara karena suatu hal yang akan segera hilang seperti haid atau karena digadaikan. Namun, jika budak perempuan tersebut sedang berstatus: istri orang lain (muzawwijah), dalam perjanjian kemerdekaan (mukatabah), dimiliki bersama orang lain (musytarakah), beragama Majusi, penyembah berhala, atau murtad, maka haram bagi tuannya memandang bagian antara pusar dan lutut. Adapun bagian tubuh lainnya, menurut pendapat yang lebih shahih, tidak haram untuk dilihat. Perlu diketahui: Pandangan istri kepada suaminya sama hukumnya dengan suami memandang istrinya. Bahkan, sebagian ulama menegaskan bahwa boleh secara mutlak bagi istri memandang kemaluan suaminya. Begitu juga pandangan budak perempuan kepada tuannya, sama seperti pandangan tuan kepada budaknya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah Laki-laki boleh memandang mahramnya (perempuan yang haram dinikahi karena hubungan nasab, persusuan, atau pernikahan), selama bukan bagian antara pusar dan lutut, karena bagian tersebut merupakan aurat secara mutlak. Adapun bagian tubuh selain itu, menurut mazhab Syafi‘i, boleh dipandang. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka…” (QS. An-Nūr: 31) Juga karena hubungan mahram menciptakan larangan menikah, sehingga keduanya dalam hal ini dianggap seperti dua orang laki-laki (yang tidak berlaku hukum aurat di antara mereka secara penuh). Bukankah kamu lihat, bahwa menyentuh mahram tidak membatalkan wudhu menurut pendapat yang lebih kuat? Hukum ini berlaku sama, baik mahram karena nasab, pernikahan (mushāharah), maupun persusuan (raḍā‘ah), menurut pendapat yang lebih shahih. Ada juga pendapat lain yang menyatakan: tidak boleh melihat dari mahram kecuali bagian yang biasa tampak ketika sedang bekerja (seperti membantu di dapur, mencuci, dll). Kemudian, apakah bagian payudara termasuk yang biasa tampak saat bekerja? Dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama. Sebagaimana bolehnya memandang mahram, maka boleh pula berkhalwat (berduaan) dan bepergian bersama mahram, tanpa ada larangan. Adapun hukum budak perempuan telah dijelaskan sebelumnya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum laki-laki memandang laki-laki lain Laki-laki boleh memandang seluruh tubuh laki-laki lain, kecuali bagian antara pusar dan lutut, selama aman dari fitnah (godaan syahwat). Jika khawatir terjadi fitnah, maka haram hukumnya. Demikian pula, haram memandang mahram (perempuan yang haram dinikahi) dengan syahwat — tanpa ada perbedaan pendapat.   Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) Juga haram memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) dengan syahwat — tanpa khilaf, bahkan lebih utama untuk diharamkan daripada memandang wanita. Jika tidak ada syahwat dan tidak pula dikhawatirkan fitnah, maka menurut Ar-Rafi‘i tidak haram. Namun, jika tidak ada syahwat namun tetap dikhawatirkan timbul fitnah, maka haram menurut pendapat yang lebih shahih dan ini juga pendapat mayoritas ulama. Imam Nawawi menegaskan dalam banyak tempat di Syarh al-Muhadzdzab bahwa: yang shahih adalah haram memandang laki-laki amrad secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat. Imam Asy-Syafi‘i juga menegaskan hal ini. Ya, dalam kitab Ar-Riyadh, disebutkan syarat bahwa laki-laki itu harus tampan. Saya katakan: Ketampanan itu bersifat relatif, berbeda-beda sesuai selera manusia. Namun, tidak diragukan bahwa laki-laki amrad memang merupakan sumber fitnah, sebagaimana halnya perempuan. Dan karena hikmah larangan ini tidak bisa dibatasi secara pasti, maka kaidahnya: hikmah semacam ini tidak bisa dijadikan patokan hukum, dan hukum harus dikaitkan dengan perkara yang jelas dan terukur. Contohnya: Masyaqqah (kesulitan) dalam safar adalah hikmah kebolehan qashar salat. Namun, karena kesulitan itu tidak bisa ditentukan secara pasti, maka yang dijadikan patokan hukum adalah safarnya itu sendiri, bukan masyaqqah-nya. Maka, dalam hal ini pun demikian — hukum memandang amrad tetap harus dilarang secara mutlak. Dan ini juga ditegaskan oleh banyak ulama Syafi‘iyyah, bahkan Imam Asy-Syafi‘i secara tegas menyatakan larangan mutlaknya. Dan Allah Maha Mengetahui.   Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim Hukum perempuan memandang perempuan lain seperti halnya laki-laki memandang laki-laki lain. Ini berlaku untuk sesama muslimah. Adapun perempuan non-muslim (dzimmiyah) yang memandang muslimah, terdapat perbedaan pendapat: Al-Ghazali: yang lebih kuat (aṣaḥ) adalah, dzimmiyah sama hukumnya seperti muslimah. Al-Baghawi: yang shahih adalah tidak boleh. Berdasarkan ini, dzimmiyah tidak boleh mandi bersama muslimah di pemandian umum. Apa saja yang boleh dilihat dari tubuh muslimah oleh sesama perempuan? Ada yang mengatakan: seperti pandangan laki-laki kepada laki-laki (yakni, boleh selain pusar sampai lutut). Ada yang mengatakan: hanya bagian yang terbuka ketika bekerja. Ar-Rafi‘i berkata: Pendapat kedua lebih mendekati kebenaran. An-Nawawi menyatakan: Yang shahih adalah pendapat Al-Baghawi. Perempuan kafir selain dzimmiyah (seperti penyembah berhala, murtad, dll), hukum pandangannya terhadap muslimah juga seperti dzimmiyah, sebagaimana disebutkan oleh Al-‘Imrani. Saya katakan: Al-Baghawi berdalil dengan firman Allah: أَوْ نِسَائِهِنَّ (“…atau kepada sesama perempuan mereka.”) Yang dimaksud dengan “nisā’ihinna” adalah perempuan-perempuan beriman, bukan perempuan kafir. Bahkan, Al-‘Izz bin Abdus Salam berkata: perempuan fasik pun hukumnya seperti dzimmiyah. Maka, pemerintah wajib melarang perempuan kafir dan perempuan fasik masuk ke pemandian bersama perempuan-perempuan muslimah yang terjaga. Jika pemerintah abai terhadap hal ini, maka perempuan muslimah yang merdeka wajib menjaga diri dari perempuan kafir dan fasik.   Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah Segala sesuatu yang haram dilihat saat masih menempel pada tubuh — seperti kemaluan, lengan bawah perempuan, rambut kepala, potongan kuku, rambut kemaluan laki-laki, dan semisalnya — maka haram juga dilihat setelah terpisah dari tubuh, menurut pendapat yang shahih. Maka, sebaiknya laki-laki yang mencukur bulu kemaluannya, atau perempuan yang menyisir rambutnya, menyembunyikan bagian tubuh yang terlepas itu dari pandangan orang lain.   Hukum menyentuh vs memandang Ketahuilah, bahwa jika memandang itu haram, maka menyentuh lebih utama untuk diharamkan, karena menyentuh itu lebih kuat membangkitkan syahwat. Maka, haram bagi laki-laki menyentuh paha laki-laki lain tanpa penghalang. Jika menyentuh dari atas kain dan dikhawatirkan timbul fitnah, maka tetap haram. Bahkan, menyentuh bisa haram meskipun memandang tidak haram. Termasuk: haram bagi seseorang menyentuh perut ibunya, punggungnya, kakinya, atau betisnya, walaupun ia anaknya sendiri. Juga haram menciumnya — sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qaffal. Tidak boleh juga seorang ayah menyuruh anak perempuannya atau saudarinya untuk memijat kakinya. Karena itu, Qadhi Husain menyatakan: perempuan-perempuan tua yang menghias laki-laki dengan celak pada Hari ‘Asyura termasuk pelaku maksiat.   Hukum tidur satu kasur Haram bagi laki-laki tidur bersebelahan dengan laki-laki lain dalam satu kasur. Demikian pula, haram bagi perempuan tidur bersama perempuan lain dalam satu ranjang — walaupun mereka tidur di sisi yang berbeda dari kasur tersebut. Ini adalah pendapat yang ditegaskan oleh Ar-Rafi‘i dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudhah. Namun, An-Nawawi dalam Syarh Muslim membatasi keharaman ini jika keduanya dalam keadaan telanjang. Batasan ini juga disebutkan oleh Qadhi Husain, Al-Harawi, dan lainnya, dan ada riwayat yang mendukungnya. Jika anak laki-laki atau perempuan telah berusia sepuluh tahun, maka wajib dipisahkan tempat tidurnya dari ibu, ayah, dan saudara kandungnya, berdasarkan nash-nash syar‘i yang jelas. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan Sebelumnya telah dijelaskan bahwa memandang kadang tidak dibutuhkan, dan kadang diperlukan karena kebutuhan. Bagian pertama adalah saat tidak ada kebutuhan. Adapun bagian kedua adalah ketika memandang itu diperlukan, seperti untuk tujuan pernikahan. Jika seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan dan tertarik untuk meminangnya, maka tidak diragukan lagi boleh baginya untuk melihat calon istrinya. Apakah disunnahkan (dianjurkan) untuk melihatnya, agar tidak menyesal kemudian hari? Karena pernikahan adalah ikatan yang dimaksudkan untuk jangka panjang? Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): ya, disunnahkan, berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Al-Mughīrah bin Syu‘bah: انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا “Lihatlah ia, karena itu lebih memungkinkan terjalin kecocokan di antara kalian berdua.” Demikian pula riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan hal yang sama. Boleh mengulangi pandangan jika masih belum jelas bagi laki-laki tersebut. Baik ia melihat dengan izin perempuan itu maupun tanpa izin—keduanya dibolehkan. Jika tidak memungkinkan untuk melihat secara langsung, maka ia boleh mengutus perempuan lain untuk mengamati dan menggambarkan calon istri itu kepadanya. Ini berdasar pada kisah ketika Nabi ﷺ mengutus Ummu Sulaim kepada seorang wanita dan beliau berkata: انْظُرِي إِلَى عُرْقُوبِهَا وَاشُمِّي مَعَاطِفَهَا “Perhatikan tumitnya dan cium (rambut) bagian lehernya.” Perempuan pun, jika ia tertarik kepada seorang laki-laki untuk dinikahi, boleh memandangnya, karena biasanya perempuan tertarik kepada hal-hal yang sama sebagaimana laki-laki tertarik kepada perempuan. Hal ini dikatakan oleh Umar radhiyallāhu ‘anhu. Adapun bagian yang boleh dipandang dalam konteks ini adalah wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian luar maupun dalam. Tidak boleh melihat bagian tubuh lainnya. Ada juga pendapat bahwa pandangan ini diperbolehkan sebagaimana laki-laki memandang laki-laki lain, dan pandangan ini tetap dibolehkan walaupun dikhawatirkan timbul fitnah, selama tujuannya adalah untuk pernikahan. Waktu yang tepat untuk melihat: setelah muncul niat serius untuk menikah, sebelum melakukan khitbah (melamar secara resmi). Tujuannya, agar tidak menyakiti hati pihak perempuan jika ternyata laki-laki itu memutuskan mundur setelah melihatnya. Inilah pendapat yang paling shahih. Ada juga pendapat lain yang mengatakan: baru boleh melihat setelah diizinkan untuk akad nikah. Ada pula yang mengatakan: boleh melihat saat kedua belah pihak sudah mulai tertarik satu sama lain. Jika setelah melihat ternyata ia tidak menyukai calon tersebut, maka hendaknya ia diam dan tidak mengungkapkan ketidaktertarikannya. Jangan sampai ia berkata, “Aku tidak menginginkannya,” karena hal itu bisa menyakiti perempuan tersebut. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan Di antara bentuk kebutuhan yang dibenarkan syariat adalah memandang perempuan asing karena keperluan pengobatan, seperti untuk bekam, operasi, atau perawatan penyakit tertentu. Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallāhu ‘anhā meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk menjalani bekam, lalu beliau ﷺ memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Namun, hal itu harus dilakukan di hadapan mahram atau suami, guna menghindari khalwat (berduaan). Syaratnya: tidak ada perempuan lain yang bisa melakukan pengobatan tersebut. Begitu pula sebaliknya: perempuan boleh mengobati laki-laki, asalkan tidak ada laki-laki lain yang mampu mengobatinya. Ini adalah pendapat Az-Zubayri dan Ar-Ruyani. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa ini adalah pendapat yang paling shahih, dan ditegaskan pula oleh Qadhi Husain dan Imam Al-Mutawalli. Keduanya juga mengatakan: lebih utama jika yang mengobati adalah seorang Muslim, dan sebaiknya tidak dilakukan oleh non-Muslim (dzimmiy) jika masih ada Muslim yang mampu melakukannya. Ketahuilah bahwa: Kebutuhan umum (asal ada keperluan) sudah mencukupi untuk membolehkan memandang wajah dan tangan. Untuk anggota tubuh lainnya, maka harus ada kebutuhan yang lebih mendesak dan meyakinkan. Sedangkan untuk melihat aurat besar (kemaluan dan dubur), maka dibutuhkan kebutuhan yang sangat kuat dan lebih mendesak lagi. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ukuran kebutuhan yang sah adalah: ketika kondisi tersebut tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan diri (muru’ah) dan sudah menjadi hal yang sulit untuk dihindari secara umum dalam kebiasaan manusia. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui. Hukum Memandang untuk Keperluan Persaksian dan Transaksi Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibenarkan adalah memandang wajah seseorang untuk keperluan persaksian atau urusan transaksi. Maka, boleh bagi seseorang memandang wajah orang lain yang bukan mahram dalam konteks ini, karena kebutuhan itu mengharuskannya. Di antara contoh kebutuhan lain yang lebih spesifik: Boleh memandang payudara perempuan yang menyusui jika itu diperlukan untuk menjadi saksi dalam kasus persusuan. Boleh memandang kemaluan seorang perempuan dalam kasus persaksian terhadap kelahiran. Boleh memandang kemaluan dua orang pezina, dalam rangka memberikan kesaksian atas tindakan zina yang mereka lakukan. Semua ini dibolehkan karena kebutuhan syar‘i yang mendesak. Namun, ada pendapat lain yang menyatakan: semua itu tidak boleh, karena: Zina disyariatkan untuk ditutupi (dianjurkan untuk tidak diumbar). Dan untuk kasus kelahiran serta persusuan, kesaksian perempuan saja sudah dianggap sah menurut syariat. Akan tetapi, pendapat yang lebih shahih adalah pendapat pertama: boleh memandang untuk kepentingan persaksian, karena zina merupakan pelanggaran serius terhadap kehormatan syariat, maka boleh pula kehormatannya dibuka untuk menegakkan hukum. Adapun untuk persaksian tentang persusuan dan kelahiran, maka jawabannya masih ditangguhkan (ada keraguan dalam memutuskannya), karena ada sisi pertimbangan yang kompleks. Sebagaimana dibolehkan memandang untuk keperluan tersebut, demikian pula boleh memandang dalam konteks transaksi dan akad, karena terkadang ada kebutuhan untuk itu. Namun, pembatasan oleh sebagian ulama bahwa yang boleh dilihat hanya wajah saja, didasarkan pada pertimbangan bahwa kebutuhan sudah bisa terpenuhi hanya dengan melihat wajah. Maka, bagian tubuh lainnya tetap dilarang dan kembali pada hukum asal: haram memandang aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibolehkan adalah memandang budak perempuan saat hendak membelinya. Dalam hal ini, boleh bagi pembeli untuk melihat bagian tubuh budak yang memang diperlukan dalam proses pemeriksaan dan penilaian, sebagaimana lazim dilakukan saat membeli barang dagangan. Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Bugha, M. (2019). At-Tadzhiib fī Adillah Matn al-Ghāyah wa at-Taqrīb. Damaskus: Dār al-‘Ālamiyyah. Al-Ghazzi, M. b. Q. (2023). Fatḥ al-Qarīb al-Mujīb fī Syarḥ Alfāẓ at-Taqrīb. Kairo: Dār Ḍiyā’. Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.   ________ Ditulis pada Kamis, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsmatan taqrib matan taqrib kitab nikah memandang lawan jenis
Dalam Islam, menjaga pandangan bukan hanya perkara adab, tetapi bagian dari ketakwaan. Namun ada kondisi tertentu yang membolehkan laki-laki melihat perempuan dengan batasan dan syarat. Berikut penjelasan tujuh jenis pandangan laki-laki kepada perempuan menurut para ulama.   Daftar Isi tutup 1. Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah 2. Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? 2.1. Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil 2.2. Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan 2.3. Apa hukum memandang anak perempuan kecil? 2.4. Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? 3. Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan 4. Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah 4.1. Hukum laki-laki memandang laki-laki lain 4.2. Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) 4.3. Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim 4.4. Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah 4.5. Hukum menyentuh vs memandang 4.6. Hukum tidur satu kasur 5. Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan 6. Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan 7. Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya   Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah berkata dalam Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib, وَنَظَرَ الرَّجُلِ إِلَى الْمَرْأَةِ عَلَى سَبْعَةِ أَضْرُبٍ: أَحَدُهَا نَظْرَةٌ إِلَى أَجْنَبِيَّةٍ لِغَيْرِ حَاجَةٍ فَغَيْرُ جَائِزٍ، وَالثَّانِي نَظْرَتُهُ إِلَى زَوْجَتِهِ أَوْ أَمَتِهِ فَيَجُوزُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا عَدَا الْفَرْجِ مِنْهُمَا، وَالثَّالِثُ نَظْرَتُهُ إِلَى ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ أَوْ أَمَتِهِ الْمُزَوَّجَةِ فَيَجُوزُ فِيمَا عَدَا مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَالرَّابِعُ النَّظَرُ لِأَجْلِ النِّكَاحِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، وَالْخَامِسُ النَّظَرُ لِلْمُدَاوَاةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَيْهَا، وَالسَّادِسُ النَّظَرُ لِلشَّهَادَةِ أَوْ لِلْمُعَامَلَةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ خَاصَّةً، وَالسَّابِعُ النَّظَرُ إِلَى الْأَمَةِ عِنْدَ ابْتِيَاعِهَا فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَى تَقْلِيبِهَا. Pandangan Seorang Laki-laki kepada Perempuan Terbagi Menjadi Tujuh Keadaan: 1. Pandangan kepada perempuan asing (ajnabiyyah) tanpa adanya kebutuhan: Ini tidak diperbolehkan. 2. Pandangan kepada istri atau budaknya (amat) sendiri: Maka boleh memandang seluruh bagian tubuh selain kemaluan dari keduanya. 3. Pandangan kepada perempuan mahramnya atau budak perempuan yang telah menikah: Maka boleh memandang selain bagian antara pusar dan lutut. 4. Pandangan dengan tujuan melamar (untuk pernikahan): Maka boleh memandang wajah dan telapak tangan saja. 5. Pandangan untuk keperluan pengobatan: Maka boleh memandang bagian tubuh yang dibutuhkan untuk proses pengobatan tersebut. 6. Pandangan untuk keperluan menjadi saksi atau dalam muamalah: Maka boleh memandang wajah saja. 7. Pandangan kepada budak perempuan saat hendak membelinya: Maka boleh memandang bagian tubuh yang diperlukan untuk diperiksa (dalam proses jual beli budak).   Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah Pandangan laki-laki kepada perempuan terbagi menjadi tujuh macam: Pertama, seorang laki-laki, walaupun sudah tua renta dan tidak mampu berhubungan intim, tidak boleh memandang wanita asing (yang bukan mahram) tanpa adanya kebutuhan. Jika ada kebutuhan seperti menjadi saksi dalam suatu perkara, maka dibolehkan. قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang beriman: “Hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.” Yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” (QS. An-Nūr: 30) Kedua, pandangan laki-laki kepada istri atau budaknya: boleh baginya memandang seluruh tubuh mereka selain kemaluan. Namun, menurut pendapat yang lemah, melihat kemaluan itu haram. Sedangkan menurut pendapat yang lebih kuat, boleh melihatnya tetapi makruh. Menurut Syaikh Musthafa Al-Bugha, ia berkata, “Adapun melihat kemaluan wanita tanpa kebutuhan hukumnya makruh, karena bertentangan dengan adab.” Diriwayatkan dari ‘Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat (kemaluan) Rasulullah ﷺ dan beliau pun tidak pernah melihat milikku.” (Faidh Al-Qadir, 2:224, no. 1716) Ketiga, pandangan kepada perempuan mahram (karena nasab, sepersusuan, atau karena hubungan pernikahan), termasuk juga kepada budak perempuan yang telah menikah: boleh melihat seluruh tubuh mereka selain bagian antara pusar dan lutut, karena bagian itu termasuk aurat dan haram dilihat. Dalil adalah firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah mertua mereka, anak-anak mereka, anak-anak suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, anak-anak saudara laki-laki mereka, atau anak-anak saudara perempuan mereka.” (QS. An-Nūr: 31). Perhiasan (zīnah) dalam ayat ini ditafsirkan bagian atas pusar dan bawah lutut—selain bagian yang dilarang dilihat. Diriwayatkan oleh Abu Daud (no. 4113) dari ‘Amr bin Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya raḍiyallāhu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: إِذَا زَوَّجَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَمَتَهُ، فَلَا يَنْظُرْ إِلَى عَوْرَتِهَا “Apabila salah seorang dari kalian menikahkan budaknya dengan budak perempuan, maka janganlah ia melihat auratnya.” Dalam riwayat lain: فَلَا يَنْظُرْ إِلَى مَا دُونَ السُّرَّةِ وَفَوْقَ الرُّكْبَةِ “Jangan melihat bagian antara pusar dan lutut.” Antara pusar dan lutut diharamkan dilihat selain suami dan istri karena termasuk aurat. Keempat, pandangan karena keperluan menikah: laki-laki yang hendak melamar seorang wanita boleh melihat wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian luar maupun dalam, walaupun tanpa izin si wanita. Dan menurut pendapat yang kuat dari Imam Nawawi, hal yang sama berlaku saat hendak melamar budak perempuan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 4833) dan Muslim (no. 1425), dari Sahal bin Sa‘d raḍiyallāhu ‘anhu: Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghadiahkan diriku kepadamu.” Maka Rasulullah ﷺ menatapnya dari atas sampai ke bawah dan menundukkan kepala beliau. Keterangan: “Menghadiahkan diri” maksudnya menawarkan diri untuk dinikahi Rasulullah ﷺ tanpa mahar, atau agar dinikahkan oleh beliau kepada orang yang dianggap layak. “Menatap dari atas ke bawah” artinya beliau ﷺ memperhatikan secara keseluruhan. “Menundukkan kepala” artinya beliau menolak tawaran tersebut dengan sopan. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1424), dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku berada di sisi Nabi ﷺ ketika seorang laki-laki datang dan memberitahu bahwa ia telah menikahi seorang wanita Anshar. Maka Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Apakah engkau telah melihatnya?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Belum.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Pergilah dan lihatlah dia, karena pada mata kaum Anshar ada sesuatu (yang bisa jadi tidak cocok denganmu).'” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 1187) dan beliau menyatakannya hasan, dari Al-Mughīrah bin Syu‘bah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi ﷺ bersabda: ‘Lihatlah dia, karena itu lebih layak untuk menumbuhkan kecocokan di antara kalian.'” Keterangan: “Lebih layak” maksudnya lebih besar kemungkinan untuk terjalin kasih sayang dan kesepakatan. “Kecocokan” berasal dari kata ‘al-idām’, yang berarti lauk atau sesuatu yang dimakan bersama roti, yakni sebagai pelengkap agar lebih nikmat. Hadits-hadits ini dipahami bahwa yang boleh dilihat hanya wajah dan kedua telapak tangan, karena tidak ada keperluan untuk melihat bagian lain. Kelima, pandangan karena keperluan pengobatan: dokter boleh melihat bagian tubuh wanita bukan mahram yang diperlukan untuk keperluan medis, termasuk area kemaluan, namun harus dengan syarat: di hadiri mahram, suami, atau tuannya, serta tidak ada dokter wanita yang bisa menangani. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2206) dari Jabir raḍiyallāhu ‘anhu: Ummu Salamah raḍiyallāhu ‘anhā pernah meminta izin kepada Nabi ﷺ untuk melakukan hijamah (terapi bekam), maka beliau memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Catatan penting: Harus disertai dengan kehadiran mahram atau suami, serta tidak ada perempuan lain yang bisa mengobatinya. Jika ada dokter muslim, maka tidak boleh beralih kepada non-muslim. Keenam, pandangan karena keperluan persaksian: seorang saksi boleh melihat kemaluan wanita dalam kasus seperti persaksian atas perzinaan atau persalinan. Namun, jika ia melihat tanpa keperluan tersebut, maka ia berdosa dan kesaksiannya ditolak. Termasuk juga pandangan dalam urusan muamalah seperti jual beli: dibolehkan hanya melihat wajah saja, baik dalam konteks kesaksian maupun transaksi. Ketujuh, pandangan kepada budak perempuan saat hendak membeli: diperbolehkan melihat bagian tubuh yang biasanya diperiksa saat pembelian, seperti tangan dan rambutnya, tetapi tidak termasuk aurat.   Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? Dalam Islam, pandangan seorang laki-laki kepada perempuan terbagi dalam beberapa kondisi. Di antara yang paling penting adalah larangan melihat perempuan asing (bukan mahram) tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan syariat. Ini termasuk hukum yang ditegaskan para ulama. Yang dimaksud “laki-laki” di sini adalah laki-laki baligh, begitu pula “perempuan” adalah perempuan yang sudah baligh, kecuali jika dalam konteks tertentu kata “laki-laki” atau “perempuan” mencakup semua jenis kelamin tanpa memandang usia (karena penggunaan kata dengan alif lam pengenal). Nah, pandangan itu sendiri kadang tidak dibutuhkan, dan kadang memang ada kondisi yang membolehkannya karena kebutuhan, seperti pengobatan atau persaksian. Jenis yang pertama: jika tidak ada kebutuhan (yang dibenarkan), maka saat itu haram hukumnya laki-laki memandang aurat perempuan asing secara mutlak. Begitu pula haram hukumnya memandang wajah dan telapak tangan perempuan apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah (godaan syahwat). Namun jika tidak ada rasa takut akan muncul fitnah, para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang paling kuat menyatakan tetap haram, sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ishṭikhrī, Abu ‘Alī Aṭ-Ṭabarī, dan dikuatkan oleh Asy-Syaikh Abū Muḥammad, serta ditegaskan pula oleh Abū Isḥāq Asy-Syīrāzī dan Ar-Ruyānī. Imam Al-Ḥaramain juga menyetujuinya. Alasan mereka kuat: umat Islam telah sepakat bahwa perempuan dilarang keluar rumah dalam keadaan terbuka aurat dan tanpa penutup, karena pandangan itu bisa menjadi sebab munculnya fitnah, membangkitkan syahwat, dan menimbulkan kerusakan. Maka, jalan terbaik menurut syariat adalah menutup semua pintu menuju fitnah, sebagaimana larangan berduaan dengan perempuan asing, tanpa perlu merinci setiap kondisi. Dalil umum yang dijadikan dasar adalah firman Allah Ta‘ala, قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman: “Tundukkanlah pandanganmu dan jagalah kemaluanmu.” (QS. An-Nūr: 30)   Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil Adapun hukum bagi remaja laki-laki yang belum baligh (muraahiq), terdapat dua pendapat. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa pandangannya dihukumi sebagaimana pandangan orang dewasa (baligh), karena pada umumnya mereka telah bisa melihat aurat perempuan. Oleh karena itu, perempuan tetap wajib menutup aurat dari mereka, sebagaimana juga wajib menutup aurat dari orang gila, tanpa ragu. Dan wali (orang tua) wajib mencegahnya dari memandang (yang haram), sebagaimana ia juga wajib mencegah anak dari perzinaan dan seluruh perkara haram lainnya.   Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan Adapun mengenai hukum al-mamsūḥ (orang yang tidak memiliki hasrat seksual, seperti kasim, laki-laki yang telah dikebiri), maka mayoritas ulama berpendapat: hukum pandangannya kepada perempuan bukan mahram seperti pandangan laki-laki kepada mahramnya. Dalam hal ini, firman Allah Ta‘ala dapat dipahami sebagai berikut: أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ …atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan)… (QS. An-Nūr: 31) Jenis yang kedua, yaitu bahwa lelaki tersebut (yang disebut ghayru ʾulī al-irbah) dihukumi seperti lelaki normal (fahl, yaitu laki-laki yang punya hasrat seksual) terhadap perempuan asing. Karena pada dasarnya ia tetap halal menikah dengannya. Imam Nawawi menjelaskan bahwa pendapat yang kuat dalam tafsir ayat ghayru ʾulī al-irbah adalah: yang dimaksud adalah orang yang lemah akalnya, sehingga tidak peduli terhadap perempuan, atau ia tidak memiliki syahwat kepada mereka. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan selain beliau radhiyallāhu ‘anhum. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Perlu diketahui, bahwa: Orang yang hanya terpotong zakarnya saja, atau yang hanya diangkat dua buah zakarnya saja, atau yang disebut ‘anin (lelaki yang impoten sejak awal pernikahan), atau orang tua yang sangat renta, — semua ini hukumnya tetap seperti laki-laki normal (fahl) dalam hal interaksi dengan perempuan bukan mahram. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.   Apa hukum memandang anak perempuan kecil? Imam Ar-Rafi‘i menyebutkan dalam pembahasan hukum melihat anak kecil perempuan bahwa terdapat dua pendapat. Dan menurutnya, pendapat yang lebih kuat (al-aṣaḥ) adalah boleh melihatnya, tanpa ada perbedaan antara aurat dan selain auratnya, selama tidak melihat kemaluannya (farj). Imam An-Nawawi menegaskan bahwa Ar-Rafi‘i memutuskan haram melihat kemaluan anak perempuan kecil. Bahkan, penulis kitab Al-‘Uddah menyebutkan bahwa hal ini disepakati oleh para ulama. Namun, kenyataannya tidak demikian. Karena Qadhi Husain justru secara tegas membolehkan melihat kemaluan anak perempuan kecil yang belum memiliki syahwat, demikian juga anak laki-laki kecil. Pendapat ini juga dipastikan oleh Al-Marwazi terkait anak laki-laki kecil. Imam Al-Mutawalli menyebutkan ada dua pendapat dalam masalah ini, dan pendapat yang lebih benar adalah boleh melihatnya, karena manusia pada zaman dahulu maupun sekarang bersikap toleran terhadap hal ini, dan tidak menganggapnya sebagai pelanggaran. Kebolehan ini tetap berlaku sampai anak tersebut mencapai usia tamyiz (dapat membedakan dan mulai sadar akan aurat), yaitu ketika ia sudah mampu menutupi auratnya dari pandangan orang lain. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat (awjuh). Pendapat yang paling kuat menurut Ar-Rafi‘i adalah: Perempuan boleh memandang seluruh tubuh laki-laki asing kecuali antara pusar dan lutut, karena bagian itu adalah aurat laki-laki secara syar‘i. Pendapat kedua: Perempuan tidak boleh melihat dari laki-laki kecuali bagian yang boleh dilihat darinya juga, yakni wajah dan telapak tangan. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa pendapat kedua inilah yang lebih kuat menurut sekelompok ulama. Pendapat ini juga ditegaskan (dipastikan) oleh penulis Al-Muhadzdzab dan yang lainnya. Alasannya adalah berdasarkan firman Allah Ta‘ala: وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـٰرِهِنَّ “Katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menahan pandangan mereka.” (QS. An-Nūr: 31) Juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ: أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا؟ أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ؟ “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian melihat dia?” (Dikatakan Nabi kepada dua perempuan yang duduk bersama laki-laki buta, yang semestinya tetap menjaga pandangan meski laki-laki itu tak bisa melihat mereka.) Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan Seorang laki-laki boleh memandang seluruh tubuh istrinya, karena ia diizinkan menikmati seluruh bagian tubuhnya. Namun, terdapat perbedaan pendapat tentang memandang kemaluan istri. Sebagian ulama berpendapat, haram memandang kemaluan istri berdasarkan sabda Nabi ﷺ: النَّظَرُ إِلَى الْفَرْجِ يُورِثُ الطَّمْسَ “Memandang kemaluan dapat menyebabkan kebutaan.” Dalam penjelasan Al-‘Uddah disebutkan: hal itu bisa menyebabkan anak yang dilahirkan terlahir buta. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa maksudnya adalah kebutaan bisa menimpa orang yang memandang. Tentang status hadis ini, Ibnu Shalah menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik. Namun, pendapat yang lebih shahih menyatakan: tidak haram memandang kemaluan istri, karena boleh menikmati bagian itu secara langsung. Bahkan, kemaluan adalah tempat kenikmatan yang paling besar, maka memandangnya pun lebih layak dibolehkan. Jika hadis tersebut sahih, maka dipahami dalam konteks makruh, bukan haram. Dan memandang bagian dalam kemaluan lebih makruh lagi. Oleh sebab itu, dimakruhkan bagi seseorang memandang kemaluannya sendiri tanpa ada keperluan. Adapun memandang budak perempuan yang boleh dinikmati, maka hukumnya seperti suami memandang istrinya—baik ia budak murni (qinnah), budak yang sedang dalam masa mudabbirah (dijanjikan merdeka setelah wafat tuannya), budak mustauladah (yang telah melahirkan anak dari tuannya), atau budak yang tertahan sementara karena suatu hal yang akan segera hilang seperti haid atau karena digadaikan. Namun, jika budak perempuan tersebut sedang berstatus: istri orang lain (muzawwijah), dalam perjanjian kemerdekaan (mukatabah), dimiliki bersama orang lain (musytarakah), beragama Majusi, penyembah berhala, atau murtad, maka haram bagi tuannya memandang bagian antara pusar dan lutut. Adapun bagian tubuh lainnya, menurut pendapat yang lebih shahih, tidak haram untuk dilihat. Perlu diketahui: Pandangan istri kepada suaminya sama hukumnya dengan suami memandang istrinya. Bahkan, sebagian ulama menegaskan bahwa boleh secara mutlak bagi istri memandang kemaluan suaminya. Begitu juga pandangan budak perempuan kepada tuannya, sama seperti pandangan tuan kepada budaknya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah Laki-laki boleh memandang mahramnya (perempuan yang haram dinikahi karena hubungan nasab, persusuan, atau pernikahan), selama bukan bagian antara pusar dan lutut, karena bagian tersebut merupakan aurat secara mutlak. Adapun bagian tubuh selain itu, menurut mazhab Syafi‘i, boleh dipandang. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka…” (QS. An-Nūr: 31) Juga karena hubungan mahram menciptakan larangan menikah, sehingga keduanya dalam hal ini dianggap seperti dua orang laki-laki (yang tidak berlaku hukum aurat di antara mereka secara penuh). Bukankah kamu lihat, bahwa menyentuh mahram tidak membatalkan wudhu menurut pendapat yang lebih kuat? Hukum ini berlaku sama, baik mahram karena nasab, pernikahan (mushāharah), maupun persusuan (raḍā‘ah), menurut pendapat yang lebih shahih. Ada juga pendapat lain yang menyatakan: tidak boleh melihat dari mahram kecuali bagian yang biasa tampak ketika sedang bekerja (seperti membantu di dapur, mencuci, dll). Kemudian, apakah bagian payudara termasuk yang biasa tampak saat bekerja? Dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama. Sebagaimana bolehnya memandang mahram, maka boleh pula berkhalwat (berduaan) dan bepergian bersama mahram, tanpa ada larangan. Adapun hukum budak perempuan telah dijelaskan sebelumnya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum laki-laki memandang laki-laki lain Laki-laki boleh memandang seluruh tubuh laki-laki lain, kecuali bagian antara pusar dan lutut, selama aman dari fitnah (godaan syahwat). Jika khawatir terjadi fitnah, maka haram hukumnya. Demikian pula, haram memandang mahram (perempuan yang haram dinikahi) dengan syahwat — tanpa ada perbedaan pendapat.   Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) Juga haram memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) dengan syahwat — tanpa khilaf, bahkan lebih utama untuk diharamkan daripada memandang wanita. Jika tidak ada syahwat dan tidak pula dikhawatirkan fitnah, maka menurut Ar-Rafi‘i tidak haram. Namun, jika tidak ada syahwat namun tetap dikhawatirkan timbul fitnah, maka haram menurut pendapat yang lebih shahih dan ini juga pendapat mayoritas ulama. Imam Nawawi menegaskan dalam banyak tempat di Syarh al-Muhadzdzab bahwa: yang shahih adalah haram memandang laki-laki amrad secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat. Imam Asy-Syafi‘i juga menegaskan hal ini. Ya, dalam kitab Ar-Riyadh, disebutkan syarat bahwa laki-laki itu harus tampan. Saya katakan: Ketampanan itu bersifat relatif, berbeda-beda sesuai selera manusia. Namun, tidak diragukan bahwa laki-laki amrad memang merupakan sumber fitnah, sebagaimana halnya perempuan. Dan karena hikmah larangan ini tidak bisa dibatasi secara pasti, maka kaidahnya: hikmah semacam ini tidak bisa dijadikan patokan hukum, dan hukum harus dikaitkan dengan perkara yang jelas dan terukur. Contohnya: Masyaqqah (kesulitan) dalam safar adalah hikmah kebolehan qashar salat. Namun, karena kesulitan itu tidak bisa ditentukan secara pasti, maka yang dijadikan patokan hukum adalah safarnya itu sendiri, bukan masyaqqah-nya. Maka, dalam hal ini pun demikian — hukum memandang amrad tetap harus dilarang secara mutlak. Dan ini juga ditegaskan oleh banyak ulama Syafi‘iyyah, bahkan Imam Asy-Syafi‘i secara tegas menyatakan larangan mutlaknya. Dan Allah Maha Mengetahui.   Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim Hukum perempuan memandang perempuan lain seperti halnya laki-laki memandang laki-laki lain. Ini berlaku untuk sesama muslimah. Adapun perempuan non-muslim (dzimmiyah) yang memandang muslimah, terdapat perbedaan pendapat: Al-Ghazali: yang lebih kuat (aṣaḥ) adalah, dzimmiyah sama hukumnya seperti muslimah. Al-Baghawi: yang shahih adalah tidak boleh. Berdasarkan ini, dzimmiyah tidak boleh mandi bersama muslimah di pemandian umum. Apa saja yang boleh dilihat dari tubuh muslimah oleh sesama perempuan? Ada yang mengatakan: seperti pandangan laki-laki kepada laki-laki (yakni, boleh selain pusar sampai lutut). Ada yang mengatakan: hanya bagian yang terbuka ketika bekerja. Ar-Rafi‘i berkata: Pendapat kedua lebih mendekati kebenaran. An-Nawawi menyatakan: Yang shahih adalah pendapat Al-Baghawi. Perempuan kafir selain dzimmiyah (seperti penyembah berhala, murtad, dll), hukum pandangannya terhadap muslimah juga seperti dzimmiyah, sebagaimana disebutkan oleh Al-‘Imrani. Saya katakan: Al-Baghawi berdalil dengan firman Allah: أَوْ نِسَائِهِنَّ (“…atau kepada sesama perempuan mereka.”) Yang dimaksud dengan “nisā’ihinna” adalah perempuan-perempuan beriman, bukan perempuan kafir. Bahkan, Al-‘Izz bin Abdus Salam berkata: perempuan fasik pun hukumnya seperti dzimmiyah. Maka, pemerintah wajib melarang perempuan kafir dan perempuan fasik masuk ke pemandian bersama perempuan-perempuan muslimah yang terjaga. Jika pemerintah abai terhadap hal ini, maka perempuan muslimah yang merdeka wajib menjaga diri dari perempuan kafir dan fasik.   Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah Segala sesuatu yang haram dilihat saat masih menempel pada tubuh — seperti kemaluan, lengan bawah perempuan, rambut kepala, potongan kuku, rambut kemaluan laki-laki, dan semisalnya — maka haram juga dilihat setelah terpisah dari tubuh, menurut pendapat yang shahih. Maka, sebaiknya laki-laki yang mencukur bulu kemaluannya, atau perempuan yang menyisir rambutnya, menyembunyikan bagian tubuh yang terlepas itu dari pandangan orang lain.   Hukum menyentuh vs memandang Ketahuilah, bahwa jika memandang itu haram, maka menyentuh lebih utama untuk diharamkan, karena menyentuh itu lebih kuat membangkitkan syahwat. Maka, haram bagi laki-laki menyentuh paha laki-laki lain tanpa penghalang. Jika menyentuh dari atas kain dan dikhawatirkan timbul fitnah, maka tetap haram. Bahkan, menyentuh bisa haram meskipun memandang tidak haram. Termasuk: haram bagi seseorang menyentuh perut ibunya, punggungnya, kakinya, atau betisnya, walaupun ia anaknya sendiri. Juga haram menciumnya — sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qaffal. Tidak boleh juga seorang ayah menyuruh anak perempuannya atau saudarinya untuk memijat kakinya. Karena itu, Qadhi Husain menyatakan: perempuan-perempuan tua yang menghias laki-laki dengan celak pada Hari ‘Asyura termasuk pelaku maksiat.   Hukum tidur satu kasur Haram bagi laki-laki tidur bersebelahan dengan laki-laki lain dalam satu kasur. Demikian pula, haram bagi perempuan tidur bersama perempuan lain dalam satu ranjang — walaupun mereka tidur di sisi yang berbeda dari kasur tersebut. Ini adalah pendapat yang ditegaskan oleh Ar-Rafi‘i dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudhah. Namun, An-Nawawi dalam Syarh Muslim membatasi keharaman ini jika keduanya dalam keadaan telanjang. Batasan ini juga disebutkan oleh Qadhi Husain, Al-Harawi, dan lainnya, dan ada riwayat yang mendukungnya. Jika anak laki-laki atau perempuan telah berusia sepuluh tahun, maka wajib dipisahkan tempat tidurnya dari ibu, ayah, dan saudara kandungnya, berdasarkan nash-nash syar‘i yang jelas. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan Sebelumnya telah dijelaskan bahwa memandang kadang tidak dibutuhkan, dan kadang diperlukan karena kebutuhan. Bagian pertama adalah saat tidak ada kebutuhan. Adapun bagian kedua adalah ketika memandang itu diperlukan, seperti untuk tujuan pernikahan. Jika seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan dan tertarik untuk meminangnya, maka tidak diragukan lagi boleh baginya untuk melihat calon istrinya. Apakah disunnahkan (dianjurkan) untuk melihatnya, agar tidak menyesal kemudian hari? Karena pernikahan adalah ikatan yang dimaksudkan untuk jangka panjang? Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): ya, disunnahkan, berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Al-Mughīrah bin Syu‘bah: انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا “Lihatlah ia, karena itu lebih memungkinkan terjalin kecocokan di antara kalian berdua.” Demikian pula riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan hal yang sama. Boleh mengulangi pandangan jika masih belum jelas bagi laki-laki tersebut. Baik ia melihat dengan izin perempuan itu maupun tanpa izin—keduanya dibolehkan. Jika tidak memungkinkan untuk melihat secara langsung, maka ia boleh mengutus perempuan lain untuk mengamati dan menggambarkan calon istri itu kepadanya. Ini berdasar pada kisah ketika Nabi ﷺ mengutus Ummu Sulaim kepada seorang wanita dan beliau berkata: انْظُرِي إِلَى عُرْقُوبِهَا وَاشُمِّي مَعَاطِفَهَا “Perhatikan tumitnya dan cium (rambut) bagian lehernya.” Perempuan pun, jika ia tertarik kepada seorang laki-laki untuk dinikahi, boleh memandangnya, karena biasanya perempuan tertarik kepada hal-hal yang sama sebagaimana laki-laki tertarik kepada perempuan. Hal ini dikatakan oleh Umar radhiyallāhu ‘anhu. Adapun bagian yang boleh dipandang dalam konteks ini adalah wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian luar maupun dalam. Tidak boleh melihat bagian tubuh lainnya. Ada juga pendapat bahwa pandangan ini diperbolehkan sebagaimana laki-laki memandang laki-laki lain, dan pandangan ini tetap dibolehkan walaupun dikhawatirkan timbul fitnah, selama tujuannya adalah untuk pernikahan. Waktu yang tepat untuk melihat: setelah muncul niat serius untuk menikah, sebelum melakukan khitbah (melamar secara resmi). Tujuannya, agar tidak menyakiti hati pihak perempuan jika ternyata laki-laki itu memutuskan mundur setelah melihatnya. Inilah pendapat yang paling shahih. Ada juga pendapat lain yang mengatakan: baru boleh melihat setelah diizinkan untuk akad nikah. Ada pula yang mengatakan: boleh melihat saat kedua belah pihak sudah mulai tertarik satu sama lain. Jika setelah melihat ternyata ia tidak menyukai calon tersebut, maka hendaknya ia diam dan tidak mengungkapkan ketidaktertarikannya. Jangan sampai ia berkata, “Aku tidak menginginkannya,” karena hal itu bisa menyakiti perempuan tersebut. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan Di antara bentuk kebutuhan yang dibenarkan syariat adalah memandang perempuan asing karena keperluan pengobatan, seperti untuk bekam, operasi, atau perawatan penyakit tertentu. Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallāhu ‘anhā meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk menjalani bekam, lalu beliau ﷺ memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Namun, hal itu harus dilakukan di hadapan mahram atau suami, guna menghindari khalwat (berduaan). Syaratnya: tidak ada perempuan lain yang bisa melakukan pengobatan tersebut. Begitu pula sebaliknya: perempuan boleh mengobati laki-laki, asalkan tidak ada laki-laki lain yang mampu mengobatinya. Ini adalah pendapat Az-Zubayri dan Ar-Ruyani. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa ini adalah pendapat yang paling shahih, dan ditegaskan pula oleh Qadhi Husain dan Imam Al-Mutawalli. Keduanya juga mengatakan: lebih utama jika yang mengobati adalah seorang Muslim, dan sebaiknya tidak dilakukan oleh non-Muslim (dzimmiy) jika masih ada Muslim yang mampu melakukannya. Ketahuilah bahwa: Kebutuhan umum (asal ada keperluan) sudah mencukupi untuk membolehkan memandang wajah dan tangan. Untuk anggota tubuh lainnya, maka harus ada kebutuhan yang lebih mendesak dan meyakinkan. Sedangkan untuk melihat aurat besar (kemaluan dan dubur), maka dibutuhkan kebutuhan yang sangat kuat dan lebih mendesak lagi. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ukuran kebutuhan yang sah adalah: ketika kondisi tersebut tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan diri (muru’ah) dan sudah menjadi hal yang sulit untuk dihindari secara umum dalam kebiasaan manusia. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui. Hukum Memandang untuk Keperluan Persaksian dan Transaksi Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibenarkan adalah memandang wajah seseorang untuk keperluan persaksian atau urusan transaksi. Maka, boleh bagi seseorang memandang wajah orang lain yang bukan mahram dalam konteks ini, karena kebutuhan itu mengharuskannya. Di antara contoh kebutuhan lain yang lebih spesifik: Boleh memandang payudara perempuan yang menyusui jika itu diperlukan untuk menjadi saksi dalam kasus persusuan. Boleh memandang kemaluan seorang perempuan dalam kasus persaksian terhadap kelahiran. Boleh memandang kemaluan dua orang pezina, dalam rangka memberikan kesaksian atas tindakan zina yang mereka lakukan. Semua ini dibolehkan karena kebutuhan syar‘i yang mendesak. Namun, ada pendapat lain yang menyatakan: semua itu tidak boleh, karena: Zina disyariatkan untuk ditutupi (dianjurkan untuk tidak diumbar). Dan untuk kasus kelahiran serta persusuan, kesaksian perempuan saja sudah dianggap sah menurut syariat. Akan tetapi, pendapat yang lebih shahih adalah pendapat pertama: boleh memandang untuk kepentingan persaksian, karena zina merupakan pelanggaran serius terhadap kehormatan syariat, maka boleh pula kehormatannya dibuka untuk menegakkan hukum. Adapun untuk persaksian tentang persusuan dan kelahiran, maka jawabannya masih ditangguhkan (ada keraguan dalam memutuskannya), karena ada sisi pertimbangan yang kompleks. Sebagaimana dibolehkan memandang untuk keperluan tersebut, demikian pula boleh memandang dalam konteks transaksi dan akad, karena terkadang ada kebutuhan untuk itu. Namun, pembatasan oleh sebagian ulama bahwa yang boleh dilihat hanya wajah saja, didasarkan pada pertimbangan bahwa kebutuhan sudah bisa terpenuhi hanya dengan melihat wajah. Maka, bagian tubuh lainnya tetap dilarang dan kembali pada hukum asal: haram memandang aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibolehkan adalah memandang budak perempuan saat hendak membelinya. Dalam hal ini, boleh bagi pembeli untuk melihat bagian tubuh budak yang memang diperlukan dalam proses pemeriksaan dan penilaian, sebagaimana lazim dilakukan saat membeli barang dagangan. Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Bugha, M. (2019). At-Tadzhiib fī Adillah Matn al-Ghāyah wa at-Taqrīb. Damaskus: Dār al-‘Ālamiyyah. Al-Ghazzi, M. b. Q. (2023). Fatḥ al-Qarīb al-Mujīb fī Syarḥ Alfāẓ at-Taqrīb. Kairo: Dār Ḍiyā’. Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.   ________ Ditulis pada Kamis, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsmatan taqrib matan taqrib kitab nikah memandang lawan jenis


Dalam Islam, menjaga pandangan bukan hanya perkara adab, tetapi bagian dari ketakwaan. Namun ada kondisi tertentu yang membolehkan laki-laki melihat perempuan dengan batasan dan syarat. Berikut penjelasan tujuh jenis pandangan laki-laki kepada perempuan menurut para ulama.   Daftar Isi tutup 1. Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah 2. Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? 2.1. Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil 2.2. Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan 2.3. Apa hukum memandang anak perempuan kecil? 2.4. Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? 3. Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan 4. Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah 4.1. Hukum laki-laki memandang laki-laki lain 4.2. Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) 4.3. Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim 4.4. Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah 4.5. Hukum menyentuh vs memandang 4.6. Hukum tidur satu kasur 5. Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan 6. Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan 7. Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya   Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah berkata dalam Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib, وَنَظَرَ الرَّجُلِ إِلَى الْمَرْأَةِ عَلَى سَبْعَةِ أَضْرُبٍ: أَحَدُهَا نَظْرَةٌ إِلَى أَجْنَبِيَّةٍ لِغَيْرِ حَاجَةٍ فَغَيْرُ جَائِزٍ، وَالثَّانِي نَظْرَتُهُ إِلَى زَوْجَتِهِ أَوْ أَمَتِهِ فَيَجُوزُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا عَدَا الْفَرْجِ مِنْهُمَا، وَالثَّالِثُ نَظْرَتُهُ إِلَى ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ أَوْ أَمَتِهِ الْمُزَوَّجَةِ فَيَجُوزُ فِيمَا عَدَا مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَالرَّابِعُ النَّظَرُ لِأَجْلِ النِّكَاحِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، وَالْخَامِسُ النَّظَرُ لِلْمُدَاوَاةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَيْهَا، وَالسَّادِسُ النَّظَرُ لِلشَّهَادَةِ أَوْ لِلْمُعَامَلَةِ فَيَجُوزُ إِلَى الْوَجْهِ خَاصَّةً، وَالسَّابِعُ النَّظَرُ إِلَى الْأَمَةِ عِنْدَ ابْتِيَاعِهَا فَيَجُوزُ إِلَى الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُحْتَاجُ إِلَى تَقْلِيبِهَا. Pandangan Seorang Laki-laki kepada Perempuan Terbagi Menjadi Tujuh Keadaan: 1. Pandangan kepada perempuan asing (ajnabiyyah) tanpa adanya kebutuhan: Ini tidak diperbolehkan. 2. Pandangan kepada istri atau budaknya (amat) sendiri: Maka boleh memandang seluruh bagian tubuh selain kemaluan dari keduanya. 3. Pandangan kepada perempuan mahramnya atau budak perempuan yang telah menikah: Maka boleh memandang selain bagian antara pusar dan lutut. 4. Pandangan dengan tujuan melamar (untuk pernikahan): Maka boleh memandang wajah dan telapak tangan saja. 5. Pandangan untuk keperluan pengobatan: Maka boleh memandang bagian tubuh yang dibutuhkan untuk proses pengobatan tersebut. 6. Pandangan untuk keperluan menjadi saksi atau dalam muamalah: Maka boleh memandang wajah saja. 7. Pandangan kepada budak perempuan saat hendak membelinya: Maka boleh memandang bagian tubuh yang diperlukan untuk diperiksa (dalam proses jual beli budak).   Penjelasan Para Ulama Syafiiyyah Pandangan laki-laki kepada perempuan terbagi menjadi tujuh macam: Pertama, seorang laki-laki, walaupun sudah tua renta dan tidak mampu berhubungan intim, tidak boleh memandang wanita asing (yang bukan mahram) tanpa adanya kebutuhan. Jika ada kebutuhan seperti menjadi saksi dalam suatu perkara, maka dibolehkan. قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang beriman: “Hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.” Yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” (QS. An-Nūr: 30) Kedua, pandangan laki-laki kepada istri atau budaknya: boleh baginya memandang seluruh tubuh mereka selain kemaluan. Namun, menurut pendapat yang lemah, melihat kemaluan itu haram. Sedangkan menurut pendapat yang lebih kuat, boleh melihatnya tetapi makruh. Menurut Syaikh Musthafa Al-Bugha, ia berkata, “Adapun melihat kemaluan wanita tanpa kebutuhan hukumnya makruh, karena bertentangan dengan adab.” Diriwayatkan dari ‘Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat (kemaluan) Rasulullah ﷺ dan beliau pun tidak pernah melihat milikku.” (Faidh Al-Qadir, 2:224, no. 1716) Ketiga, pandangan kepada perempuan mahram (karena nasab, sepersusuan, atau karena hubungan pernikahan), termasuk juga kepada budak perempuan yang telah menikah: boleh melihat seluruh tubuh mereka selain bagian antara pusar dan lutut, karena bagian itu termasuk aurat dan haram dilihat. Dalil adalah firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah mertua mereka, anak-anak mereka, anak-anak suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, anak-anak saudara laki-laki mereka, atau anak-anak saudara perempuan mereka.” (QS. An-Nūr: 31). Perhiasan (zīnah) dalam ayat ini ditafsirkan bagian atas pusar dan bawah lutut—selain bagian yang dilarang dilihat. Diriwayatkan oleh Abu Daud (no. 4113) dari ‘Amr bin Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya raḍiyallāhu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: إِذَا زَوَّجَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَمَتَهُ، فَلَا يَنْظُرْ إِلَى عَوْرَتِهَا “Apabila salah seorang dari kalian menikahkan budaknya dengan budak perempuan, maka janganlah ia melihat auratnya.” Dalam riwayat lain: فَلَا يَنْظُرْ إِلَى مَا دُونَ السُّرَّةِ وَفَوْقَ الرُّكْبَةِ “Jangan melihat bagian antara pusar dan lutut.” Antara pusar dan lutut diharamkan dilihat selain suami dan istri karena termasuk aurat. Keempat, pandangan karena keperluan menikah: laki-laki yang hendak melamar seorang wanita boleh melihat wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian luar maupun dalam, walaupun tanpa izin si wanita. Dan menurut pendapat yang kuat dari Imam Nawawi, hal yang sama berlaku saat hendak melamar budak perempuan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 4833) dan Muslim (no. 1425), dari Sahal bin Sa‘d raḍiyallāhu ‘anhu: Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghadiahkan diriku kepadamu.” Maka Rasulullah ﷺ menatapnya dari atas sampai ke bawah dan menundukkan kepala beliau. Keterangan: “Menghadiahkan diri” maksudnya menawarkan diri untuk dinikahi Rasulullah ﷺ tanpa mahar, atau agar dinikahkan oleh beliau kepada orang yang dianggap layak. “Menatap dari atas ke bawah” artinya beliau ﷺ memperhatikan secara keseluruhan. “Menundukkan kepala” artinya beliau menolak tawaran tersebut dengan sopan. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1424), dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku berada di sisi Nabi ﷺ ketika seorang laki-laki datang dan memberitahu bahwa ia telah menikahi seorang wanita Anshar. Maka Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Apakah engkau telah melihatnya?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Belum.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Pergilah dan lihatlah dia, karena pada mata kaum Anshar ada sesuatu (yang bisa jadi tidak cocok denganmu).'” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 1187) dan beliau menyatakannya hasan, dari Al-Mughīrah bin Syu‘bah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi ﷺ bersabda: ‘Lihatlah dia, karena itu lebih layak untuk menumbuhkan kecocokan di antara kalian.'” Keterangan: “Lebih layak” maksudnya lebih besar kemungkinan untuk terjalin kasih sayang dan kesepakatan. “Kecocokan” berasal dari kata ‘al-idām’, yang berarti lauk atau sesuatu yang dimakan bersama roti, yakni sebagai pelengkap agar lebih nikmat. Hadits-hadits ini dipahami bahwa yang boleh dilihat hanya wajah dan kedua telapak tangan, karena tidak ada keperluan untuk melihat bagian lain. Kelima, pandangan karena keperluan pengobatan: dokter boleh melihat bagian tubuh wanita bukan mahram yang diperlukan untuk keperluan medis, termasuk area kemaluan, namun harus dengan syarat: di hadiri mahram, suami, atau tuannya, serta tidak ada dokter wanita yang bisa menangani. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2206) dari Jabir raḍiyallāhu ‘anhu: Ummu Salamah raḍiyallāhu ‘anhā pernah meminta izin kepada Nabi ﷺ untuk melakukan hijamah (terapi bekam), maka beliau memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Catatan penting: Harus disertai dengan kehadiran mahram atau suami, serta tidak ada perempuan lain yang bisa mengobatinya. Jika ada dokter muslim, maka tidak boleh beralih kepada non-muslim. Keenam, pandangan karena keperluan persaksian: seorang saksi boleh melihat kemaluan wanita dalam kasus seperti persaksian atas perzinaan atau persalinan. Namun, jika ia melihat tanpa keperluan tersebut, maka ia berdosa dan kesaksiannya ditolak. Termasuk juga pandangan dalam urusan muamalah seperti jual beli: dibolehkan hanya melihat wajah saja, baik dalam konteks kesaksian maupun transaksi. Ketujuh, pandangan kepada budak perempuan saat hendak membeli: diperbolehkan melihat bagian tubuh yang biasanya diperiksa saat pembelian, seperti tangan dan rambutnya, tetapi tidak termasuk aurat.   Pandangan Laki-Laki kepada Perempuan: Kapan Diharamkan? Dalam Islam, pandangan seorang laki-laki kepada perempuan terbagi dalam beberapa kondisi. Di antara yang paling penting adalah larangan melihat perempuan asing (bukan mahram) tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan syariat. Ini termasuk hukum yang ditegaskan para ulama. Yang dimaksud “laki-laki” di sini adalah laki-laki baligh, begitu pula “perempuan” adalah perempuan yang sudah baligh, kecuali jika dalam konteks tertentu kata “laki-laki” atau “perempuan” mencakup semua jenis kelamin tanpa memandang usia (karena penggunaan kata dengan alif lam pengenal). Nah, pandangan itu sendiri kadang tidak dibutuhkan, dan kadang memang ada kondisi yang membolehkannya karena kebutuhan, seperti pengobatan atau persaksian. Jenis yang pertama: jika tidak ada kebutuhan (yang dibenarkan), maka saat itu haram hukumnya laki-laki memandang aurat perempuan asing secara mutlak. Begitu pula haram hukumnya memandang wajah dan telapak tangan perempuan apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah (godaan syahwat). Namun jika tidak ada rasa takut akan muncul fitnah, para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang paling kuat menyatakan tetap haram, sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ishṭikhrī, Abu ‘Alī Aṭ-Ṭabarī, dan dikuatkan oleh Asy-Syaikh Abū Muḥammad, serta ditegaskan pula oleh Abū Isḥāq Asy-Syīrāzī dan Ar-Ruyānī. Imam Al-Ḥaramain juga menyetujuinya. Alasan mereka kuat: umat Islam telah sepakat bahwa perempuan dilarang keluar rumah dalam keadaan terbuka aurat dan tanpa penutup, karena pandangan itu bisa menjadi sebab munculnya fitnah, membangkitkan syahwat, dan menimbulkan kerusakan. Maka, jalan terbaik menurut syariat adalah menutup semua pintu menuju fitnah, sebagaimana larangan berduaan dengan perempuan asing, tanpa perlu merinci setiap kondisi. Dalil umum yang dijadikan dasar adalah firman Allah Ta‘ala, قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman: “Tundukkanlah pandanganmu dan jagalah kemaluanmu.” (QS. An-Nūr: 30)   Hukum wanita menutup aurat dari anak kecil Adapun hukum bagi remaja laki-laki yang belum baligh (muraahiq), terdapat dua pendapat. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa pandangannya dihukumi sebagaimana pandangan orang dewasa (baligh), karena pada umumnya mereka telah bisa melihat aurat perempuan. Oleh karena itu, perempuan tetap wajib menutup aurat dari mereka, sebagaimana juga wajib menutup aurat dari orang gila, tanpa ragu. Dan wali (orang tua) wajib mencegahnya dari memandang (yang haram), sebagaimana ia juga wajib mencegah anak dari perzinaan dan seluruh perkara haram lainnya.   Hukum orang yang tidak punya hasrat seksual memandang perempuan Adapun mengenai hukum al-mamsūḥ (orang yang tidak memiliki hasrat seksual, seperti kasim, laki-laki yang telah dikebiri), maka mayoritas ulama berpendapat: hukum pandangannya kepada perempuan bukan mahram seperti pandangan laki-laki kepada mahramnya. Dalam hal ini, firman Allah Ta‘ala dapat dipahami sebagai berikut: أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ …atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan)… (QS. An-Nūr: 31) Jenis yang kedua, yaitu bahwa lelaki tersebut (yang disebut ghayru ʾulī al-irbah) dihukumi seperti lelaki normal (fahl, yaitu laki-laki yang punya hasrat seksual) terhadap perempuan asing. Karena pada dasarnya ia tetap halal menikah dengannya. Imam Nawawi menjelaskan bahwa pendapat yang kuat dalam tafsir ayat ghayru ʾulī al-irbah adalah: yang dimaksud adalah orang yang lemah akalnya, sehingga tidak peduli terhadap perempuan, atau ia tidak memiliki syahwat kepada mereka. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas dan selain beliau radhiyallāhu ‘anhum. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Perlu diketahui, bahwa: Orang yang hanya terpotong zakarnya saja, atau yang hanya diangkat dua buah zakarnya saja, atau yang disebut ‘anin (lelaki yang impoten sejak awal pernikahan), atau orang tua yang sangat renta, — semua ini hukumnya tetap seperti laki-laki normal (fahl) dalam hal interaksi dengan perempuan bukan mahram. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.   Apa hukum memandang anak perempuan kecil? Imam Ar-Rafi‘i menyebutkan dalam pembahasan hukum melihat anak kecil perempuan bahwa terdapat dua pendapat. Dan menurutnya, pendapat yang lebih kuat (al-aṣaḥ) adalah boleh melihatnya, tanpa ada perbedaan antara aurat dan selain auratnya, selama tidak melihat kemaluannya (farj). Imam An-Nawawi menegaskan bahwa Ar-Rafi‘i memutuskan haram melihat kemaluan anak perempuan kecil. Bahkan, penulis kitab Al-‘Uddah menyebutkan bahwa hal ini disepakati oleh para ulama. Namun, kenyataannya tidak demikian. Karena Qadhi Husain justru secara tegas membolehkan melihat kemaluan anak perempuan kecil yang belum memiliki syahwat, demikian juga anak laki-laki kecil. Pendapat ini juga dipastikan oleh Al-Marwazi terkait anak laki-laki kecil. Imam Al-Mutawalli menyebutkan ada dua pendapat dalam masalah ini, dan pendapat yang lebih benar adalah boleh melihatnya, karena manusia pada zaman dahulu maupun sekarang bersikap toleran terhadap hal ini, dan tidak menganggapnya sebagai pelanggaran. Kebolehan ini tetap berlaku sampai anak tersebut mencapai usia tamyiz (dapat membedakan dan mulai sadar akan aurat), yaitu ketika ia sudah mampu menutupi auratnya dari pandangan orang lain. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Apa hukum perempuan memandang laki-laki asing (bukan mahram)? Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat (awjuh). Pendapat yang paling kuat menurut Ar-Rafi‘i adalah: Perempuan boleh memandang seluruh tubuh laki-laki asing kecuali antara pusar dan lutut, karena bagian itu adalah aurat laki-laki secara syar‘i. Pendapat kedua: Perempuan tidak boleh melihat dari laki-laki kecuali bagian yang boleh dilihat darinya juga, yakni wajah dan telapak tangan. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa pendapat kedua inilah yang lebih kuat menurut sekelompok ulama. Pendapat ini juga ditegaskan (dipastikan) oleh penulis Al-Muhadzdzab dan yang lainnya. Alasannya adalah berdasarkan firman Allah Ta‘ala: وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـٰرِهِنَّ “Katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menahan pandangan mereka.” (QS. An-Nūr: 31) Juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ: أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا؟ أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ؟ “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian melihat dia?” (Dikatakan Nabi kepada dua perempuan yang duduk bersama laki-laki buta, yang semestinya tetap menjaga pandangan meski laki-laki itu tak bisa melihat mereka.) Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan kepada Istri dan Budak Perempuan Seorang laki-laki boleh memandang seluruh tubuh istrinya, karena ia diizinkan menikmati seluruh bagian tubuhnya. Namun, terdapat perbedaan pendapat tentang memandang kemaluan istri. Sebagian ulama berpendapat, haram memandang kemaluan istri berdasarkan sabda Nabi ﷺ: النَّظَرُ إِلَى الْفَرْجِ يُورِثُ الطَّمْسَ “Memandang kemaluan dapat menyebabkan kebutaan.” Dalam penjelasan Al-‘Uddah disebutkan: hal itu bisa menyebabkan anak yang dilahirkan terlahir buta. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa maksudnya adalah kebutaan bisa menimpa orang yang memandang. Tentang status hadis ini, Ibnu Shalah menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik. Namun, pendapat yang lebih shahih menyatakan: tidak haram memandang kemaluan istri, karena boleh menikmati bagian itu secara langsung. Bahkan, kemaluan adalah tempat kenikmatan yang paling besar, maka memandangnya pun lebih layak dibolehkan. Jika hadis tersebut sahih, maka dipahami dalam konteks makruh, bukan haram. Dan memandang bagian dalam kemaluan lebih makruh lagi. Oleh sebab itu, dimakruhkan bagi seseorang memandang kemaluannya sendiri tanpa ada keperluan. Adapun memandang budak perempuan yang boleh dinikmati, maka hukumnya seperti suami memandang istrinya—baik ia budak murni (qinnah), budak yang sedang dalam masa mudabbirah (dijanjikan merdeka setelah wafat tuannya), budak mustauladah (yang telah melahirkan anak dari tuannya), atau budak yang tertahan sementara karena suatu hal yang akan segera hilang seperti haid atau karena digadaikan. Namun, jika budak perempuan tersebut sedang berstatus: istri orang lain (muzawwijah), dalam perjanjian kemerdekaan (mukatabah), dimiliki bersama orang lain (musytarakah), beragama Majusi, penyembah berhala, atau murtad, maka haram bagi tuannya memandang bagian antara pusar dan lutut. Adapun bagian tubuh lainnya, menurut pendapat yang lebih shahih, tidak haram untuk dilihat. Perlu diketahui: Pandangan istri kepada suaminya sama hukumnya dengan suami memandang istrinya. Bahkan, sebagian ulama menegaskan bahwa boleh secara mutlak bagi istri memandang kemaluan suaminya. Begitu juga pandangan budak perempuan kepada tuannya, sama seperti pandangan tuan kepada budaknya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Pandangan Laki-laki kepada Mahramnya dan Budak Perempuannya yang Sudah Menikah Laki-laki boleh memandang mahramnya (perempuan yang haram dinikahi karena hubungan nasab, persusuan, atau pernikahan), selama bukan bagian antara pusar dan lutut, karena bagian tersebut merupakan aurat secara mutlak. Adapun bagian tubuh selain itu, menurut mazhab Syafi‘i, boleh dipandang. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta‘ala: وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka…” (QS. An-Nūr: 31) Juga karena hubungan mahram menciptakan larangan menikah, sehingga keduanya dalam hal ini dianggap seperti dua orang laki-laki (yang tidak berlaku hukum aurat di antara mereka secara penuh). Bukankah kamu lihat, bahwa menyentuh mahram tidak membatalkan wudhu menurut pendapat yang lebih kuat? Hukum ini berlaku sama, baik mahram karena nasab, pernikahan (mushāharah), maupun persusuan (raḍā‘ah), menurut pendapat yang lebih shahih. Ada juga pendapat lain yang menyatakan: tidak boleh melihat dari mahram kecuali bagian yang biasa tampak ketika sedang bekerja (seperti membantu di dapur, mencuci, dll). Kemudian, apakah bagian payudara termasuk yang biasa tampak saat bekerja? Dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama. Sebagaimana bolehnya memandang mahram, maka boleh pula berkhalwat (berduaan) dan bepergian bersama mahram, tanpa ada larangan. Adapun hukum budak perempuan telah dijelaskan sebelumnya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum laki-laki memandang laki-laki lain Laki-laki boleh memandang seluruh tubuh laki-laki lain, kecuali bagian antara pusar dan lutut, selama aman dari fitnah (godaan syahwat). Jika khawatir terjadi fitnah, maka haram hukumnya. Demikian pula, haram memandang mahram (perempuan yang haram dinikahi) dengan syahwat — tanpa ada perbedaan pendapat.   Hukum memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) Juga haram memandang laki-laki amrad (berwajah tampan dan belum tumbuh janggut) dengan syahwat — tanpa khilaf, bahkan lebih utama untuk diharamkan daripada memandang wanita. Jika tidak ada syahwat dan tidak pula dikhawatirkan fitnah, maka menurut Ar-Rafi‘i tidak haram. Namun, jika tidak ada syahwat namun tetap dikhawatirkan timbul fitnah, maka haram menurut pendapat yang lebih shahih dan ini juga pendapat mayoritas ulama. Imam Nawawi menegaskan dalam banyak tempat di Syarh al-Muhadzdzab bahwa: yang shahih adalah haram memandang laki-laki amrad secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat. Imam Asy-Syafi‘i juga menegaskan hal ini. Ya, dalam kitab Ar-Riyadh, disebutkan syarat bahwa laki-laki itu harus tampan. Saya katakan: Ketampanan itu bersifat relatif, berbeda-beda sesuai selera manusia. Namun, tidak diragukan bahwa laki-laki amrad memang merupakan sumber fitnah, sebagaimana halnya perempuan. Dan karena hikmah larangan ini tidak bisa dibatasi secara pasti, maka kaidahnya: hikmah semacam ini tidak bisa dijadikan patokan hukum, dan hukum harus dikaitkan dengan perkara yang jelas dan terukur. Contohnya: Masyaqqah (kesulitan) dalam safar adalah hikmah kebolehan qashar salat. Namun, karena kesulitan itu tidak bisa ditentukan secara pasti, maka yang dijadikan patokan hukum adalah safarnya itu sendiri, bukan masyaqqah-nya. Maka, dalam hal ini pun demikian — hukum memandang amrad tetap harus dilarang secara mutlak. Dan ini juga ditegaskan oleh banyak ulama Syafi‘iyyah, bahkan Imam Asy-Syafi‘i secara tegas menyatakan larangan mutlaknya. Dan Allah Maha Mengetahui.   Hukum perempuan memandang perempuan muslim dan non-muslim Hukum perempuan memandang perempuan lain seperti halnya laki-laki memandang laki-laki lain. Ini berlaku untuk sesama muslimah. Adapun perempuan non-muslim (dzimmiyah) yang memandang muslimah, terdapat perbedaan pendapat: Al-Ghazali: yang lebih kuat (aṣaḥ) adalah, dzimmiyah sama hukumnya seperti muslimah. Al-Baghawi: yang shahih adalah tidak boleh. Berdasarkan ini, dzimmiyah tidak boleh mandi bersama muslimah di pemandian umum. Apa saja yang boleh dilihat dari tubuh muslimah oleh sesama perempuan? Ada yang mengatakan: seperti pandangan laki-laki kepada laki-laki (yakni, boleh selain pusar sampai lutut). Ada yang mengatakan: hanya bagian yang terbuka ketika bekerja. Ar-Rafi‘i berkata: Pendapat kedua lebih mendekati kebenaran. An-Nawawi menyatakan: Yang shahih adalah pendapat Al-Baghawi. Perempuan kafir selain dzimmiyah (seperti penyembah berhala, murtad, dll), hukum pandangannya terhadap muslimah juga seperti dzimmiyah, sebagaimana disebutkan oleh Al-‘Imrani. Saya katakan: Al-Baghawi berdalil dengan firman Allah: أَوْ نِسَائِهِنَّ (“…atau kepada sesama perempuan mereka.”) Yang dimaksud dengan “nisā’ihinna” adalah perempuan-perempuan beriman, bukan perempuan kafir. Bahkan, Al-‘Izz bin Abdus Salam berkata: perempuan fasik pun hukumnya seperti dzimmiyah. Maka, pemerintah wajib melarang perempuan kafir dan perempuan fasik masuk ke pemandian bersama perempuan-perempuan muslimah yang terjaga. Jika pemerintah abai terhadap hal ini, maka perempuan muslimah yang merdeka wajib menjaga diri dari perempuan kafir dan fasik.   Hukum melihat bagian tubuh setelah terpisah Segala sesuatu yang haram dilihat saat masih menempel pada tubuh — seperti kemaluan, lengan bawah perempuan, rambut kepala, potongan kuku, rambut kemaluan laki-laki, dan semisalnya — maka haram juga dilihat setelah terpisah dari tubuh, menurut pendapat yang shahih. Maka, sebaiknya laki-laki yang mencukur bulu kemaluannya, atau perempuan yang menyisir rambutnya, menyembunyikan bagian tubuh yang terlepas itu dari pandangan orang lain.   Hukum menyentuh vs memandang Ketahuilah, bahwa jika memandang itu haram, maka menyentuh lebih utama untuk diharamkan, karena menyentuh itu lebih kuat membangkitkan syahwat. Maka, haram bagi laki-laki menyentuh paha laki-laki lain tanpa penghalang. Jika menyentuh dari atas kain dan dikhawatirkan timbul fitnah, maka tetap haram. Bahkan, menyentuh bisa haram meskipun memandang tidak haram. Termasuk: haram bagi seseorang menyentuh perut ibunya, punggungnya, kakinya, atau betisnya, walaupun ia anaknya sendiri. Juga haram menciumnya — sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qaffal. Tidak boleh juga seorang ayah menyuruh anak perempuannya atau saudarinya untuk memijat kakinya. Karena itu, Qadhi Husain menyatakan: perempuan-perempuan tua yang menghias laki-laki dengan celak pada Hari ‘Asyura termasuk pelaku maksiat.   Hukum tidur satu kasur Haram bagi laki-laki tidur bersebelahan dengan laki-laki lain dalam satu kasur. Demikian pula, haram bagi perempuan tidur bersama perempuan lain dalam satu ranjang — walaupun mereka tidur di sisi yang berbeda dari kasur tersebut. Ini adalah pendapat yang ditegaskan oleh Ar-Rafi‘i dan diikuti oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudhah. Namun, An-Nawawi dalam Syarh Muslim membatasi keharaman ini jika keduanya dalam keadaan telanjang. Batasan ini juga disebutkan oleh Qadhi Husain, Al-Harawi, dan lainnya, dan ada riwayat yang mendukungnya. Jika anak laki-laki atau perempuan telah berusia sepuluh tahun, maka wajib dipisahkan tempat tidurnya dari ibu, ayah, dan saudara kandungnya, berdasarkan nash-nash syar‘i yang jelas. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Wanita untuk Tujuan Pernikahan Sebelumnya telah dijelaskan bahwa memandang kadang tidak dibutuhkan, dan kadang diperlukan karena kebutuhan. Bagian pertama adalah saat tidak ada kebutuhan. Adapun bagian kedua adalah ketika memandang itu diperlukan, seperti untuk tujuan pernikahan. Jika seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan dan tertarik untuk meminangnya, maka tidak diragukan lagi boleh baginya untuk melihat calon istrinya. Apakah disunnahkan (dianjurkan) untuk melihatnya, agar tidak menyesal kemudian hari? Karena pernikahan adalah ikatan yang dimaksudkan untuk jangka panjang? Pendapat yang paling kuat (ash-shahih): ya, disunnahkan, berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Al-Mughīrah bin Syu‘bah: انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا “Lihatlah ia, karena itu lebih memungkinkan terjalin kecocokan di antara kalian berdua.” Demikian pula riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan hal yang sama. Boleh mengulangi pandangan jika masih belum jelas bagi laki-laki tersebut. Baik ia melihat dengan izin perempuan itu maupun tanpa izin—keduanya dibolehkan. Jika tidak memungkinkan untuk melihat secara langsung, maka ia boleh mengutus perempuan lain untuk mengamati dan menggambarkan calon istri itu kepadanya. Ini berdasar pada kisah ketika Nabi ﷺ mengutus Ummu Sulaim kepada seorang wanita dan beliau berkata: انْظُرِي إِلَى عُرْقُوبِهَا وَاشُمِّي مَعَاطِفَهَا “Perhatikan tumitnya dan cium (rambut) bagian lehernya.” Perempuan pun, jika ia tertarik kepada seorang laki-laki untuk dinikahi, boleh memandangnya, karena biasanya perempuan tertarik kepada hal-hal yang sama sebagaimana laki-laki tertarik kepada perempuan. Hal ini dikatakan oleh Umar radhiyallāhu ‘anhu. Adapun bagian yang boleh dipandang dalam konteks ini adalah wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian luar maupun dalam. Tidak boleh melihat bagian tubuh lainnya. Ada juga pendapat bahwa pandangan ini diperbolehkan sebagaimana laki-laki memandang laki-laki lain, dan pandangan ini tetap dibolehkan walaupun dikhawatirkan timbul fitnah, selama tujuannya adalah untuk pernikahan. Waktu yang tepat untuk melihat: setelah muncul niat serius untuk menikah, sebelum melakukan khitbah (melamar secara resmi). Tujuannya, agar tidak menyakiti hati pihak perempuan jika ternyata laki-laki itu memutuskan mundur setelah melihatnya. Inilah pendapat yang paling shahih. Ada juga pendapat lain yang mengatakan: baru boleh melihat setelah diizinkan untuk akad nikah. Ada pula yang mengatakan: boleh melihat saat kedua belah pihak sudah mulai tertarik satu sama lain. Jika setelah melihat ternyata ia tidak menyukai calon tersebut, maka hendaknya ia diam dan tidak mengungkapkan ketidaktertarikannya. Jangan sampai ia berkata, “Aku tidak menginginkannya,” karena hal itu bisa menyakiti perempuan tersebut. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang untuk Keperluan Pengobatan Di antara bentuk kebutuhan yang dibenarkan syariat adalah memandang perempuan asing karena keperluan pengobatan, seperti untuk bekam, operasi, atau perawatan penyakit tertentu. Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallāhu ‘anhā meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk menjalani bekam, lalu beliau ﷺ memerintahkan Abu Thayyibah untuk membekamnya. Namun, hal itu harus dilakukan di hadapan mahram atau suami, guna menghindari khalwat (berduaan). Syaratnya: tidak ada perempuan lain yang bisa melakukan pengobatan tersebut. Begitu pula sebaliknya: perempuan boleh mengobati laki-laki, asalkan tidak ada laki-laki lain yang mampu mengobatinya. Ini adalah pendapat Az-Zubayri dan Ar-Ruyani. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa ini adalah pendapat yang paling shahih, dan ditegaskan pula oleh Qadhi Husain dan Imam Al-Mutawalli. Keduanya juga mengatakan: lebih utama jika yang mengobati adalah seorang Muslim, dan sebaiknya tidak dilakukan oleh non-Muslim (dzimmiy) jika masih ada Muslim yang mampu melakukannya. Ketahuilah bahwa: Kebutuhan umum (asal ada keperluan) sudah mencukupi untuk membolehkan memandang wajah dan tangan. Untuk anggota tubuh lainnya, maka harus ada kebutuhan yang lebih mendesak dan meyakinkan. Sedangkan untuk melihat aurat besar (kemaluan dan dubur), maka dibutuhkan kebutuhan yang sangat kuat dan lebih mendesak lagi. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ukuran kebutuhan yang sah adalah: ketika kondisi tersebut tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan diri (muru’ah) dan sudah menjadi hal yang sulit untuk dihindari secara umum dalam kebiasaan manusia. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui. Hukum Memandang untuk Keperluan Persaksian dan Transaksi Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibenarkan adalah memandang wajah seseorang untuk keperluan persaksian atau urusan transaksi. Maka, boleh bagi seseorang memandang wajah orang lain yang bukan mahram dalam konteks ini, karena kebutuhan itu mengharuskannya. Di antara contoh kebutuhan lain yang lebih spesifik: Boleh memandang payudara perempuan yang menyusui jika itu diperlukan untuk menjadi saksi dalam kasus persusuan. Boleh memandang kemaluan seorang perempuan dalam kasus persaksian terhadap kelahiran. Boleh memandang kemaluan dua orang pezina, dalam rangka memberikan kesaksian atas tindakan zina yang mereka lakukan. Semua ini dibolehkan karena kebutuhan syar‘i yang mendesak. Namun, ada pendapat lain yang menyatakan: semua itu tidak boleh, karena: Zina disyariatkan untuk ditutupi (dianjurkan untuk tidak diumbar). Dan untuk kasus kelahiran serta persusuan, kesaksian perempuan saja sudah dianggap sah menurut syariat. Akan tetapi, pendapat yang lebih shahih adalah pendapat pertama: boleh memandang untuk kepentingan persaksian, karena zina merupakan pelanggaran serius terhadap kehormatan syariat, maka boleh pula kehormatannya dibuka untuk menegakkan hukum. Adapun untuk persaksian tentang persusuan dan kelahiran, maka jawabannya masih ditangguhkan (ada keraguan dalam memutuskannya), karena ada sisi pertimbangan yang kompleks. Sebagaimana dibolehkan memandang untuk keperluan tersebut, demikian pula boleh memandang dalam konteks transaksi dan akad, karena terkadang ada kebutuhan untuk itu. Namun, pembatasan oleh sebagian ulama bahwa yang boleh dilihat hanya wajah saja, didasarkan pada pertimbangan bahwa kebutuhan sudah bisa terpenuhi hanya dengan melihat wajah. Maka, bagian tubuh lainnya tetap dilarang dan kembali pada hukum asal: haram memandang aurat. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Hukum Memandang Budak Perempuan Saat Hendak Membelinya Termasuk dalam kategori kebutuhan yang dibolehkan adalah memandang budak perempuan saat hendak membelinya. Dalam hal ini, boleh bagi pembeli untuk melihat bagian tubuh budak yang memang diperlukan dalam proses pemeriksaan dan penilaian, sebagaimana lazim dilakukan saat membeli barang dagangan. Allah-lah Yang Maha Mengetahui.   Referensi: Al-Bugha, M. (2019). At-Tadzhiib fī Adillah Matn al-Ghāyah wa at-Taqrīb. Damaskus: Dār al-‘Ālamiyyah. Al-Ghazzi, M. b. Q. (2023). Fatḥ al-Qarīb al-Mujīb fī Syarḥ Alfāẓ at-Taqrīb. Kairo: Dār Ḍiyā’. Al-Ḥiṣnī, M. b. ‘A. M. (2007). Kifāyah al-Akhyār fī Ḥall Ghāyah al-Ikhtiṣār. Jeddah: Dār al-Minhāj.   ________ Ditulis pada Kamis, 18 Syawal 1446 H, 17 April 2025 di Darush Sholihin Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Rumaysho.Com Tagsmatan taqrib matan taqrib kitab nikah memandang lawan jenis

Fatwa Ulama: Hukum Memberikan Makanan kepada Orang Kafir di Siang Hari Bulan Ramadan

Daftar Isi Toggle Fatwa Syekh Muhammad Ali FarkusPertanyaan:Jawaban: Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apa hukum memberikan makanan kepada orang-orang kafir di bulan Ramadan? Wajazakumullah khairan. Jawaban: Pada dasarnya, orang-orang kafir juga terkena kewajiban untuk beriman berdasarkan kesepakatan ulama, dan menurut pendapat yang lebih sahih, mereka juga terkena kewajiban cabang-cabang syariat [1]. Di antara cabang syariat adalah puasa, dan hukumnya adalah: puasa itu wajib bagi orang kafir setelah terpenuhinya syarat iman. Artinya, orang kafir dituntut untuk berpuasa sebagai bagian dari cabang syariat, tetapi dengan syarat terpenuhinya iman. Oleh karena itu, sebagaimana tidak boleh membantu orang muslim yang bermaksiat tanpa alasan yang dibenarkan, begitu pula dengan orang kafir, karena mereka juga terkena kewajiban untuk beriman dan berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.’ (QS. Al-Maidah: 2) [2] Dan ilmu (yang sebenarnya) hanya ada di sisi Allah Ta’ala. Penutup doa kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga hari Kiamat. Baca juga: Hukum Makanan Khusus pada Hari Raya Bid‘ah *** Sumber: https://www.ferkous.app/home/index.php?q=fatwa-605 Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat fatwa nomor: (1099) yang berjudul, ‘Tentang Mengajak Orang Kafir kepada Cabang-Cabang Syariat’ di situs resmi [2] Lihat fatwa nomor: (738) yang berjudul, ‘Hukum Menjual Makanan di Negeri Kafir pada Siang Hari Ramadan’ di situs resmi.

Fatwa Ulama: Hukum Memberikan Makanan kepada Orang Kafir di Siang Hari Bulan Ramadan

Daftar Isi Toggle Fatwa Syekh Muhammad Ali FarkusPertanyaan:Jawaban: Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apa hukum memberikan makanan kepada orang-orang kafir di bulan Ramadan? Wajazakumullah khairan. Jawaban: Pada dasarnya, orang-orang kafir juga terkena kewajiban untuk beriman berdasarkan kesepakatan ulama, dan menurut pendapat yang lebih sahih, mereka juga terkena kewajiban cabang-cabang syariat [1]. Di antara cabang syariat adalah puasa, dan hukumnya adalah: puasa itu wajib bagi orang kafir setelah terpenuhinya syarat iman. Artinya, orang kafir dituntut untuk berpuasa sebagai bagian dari cabang syariat, tetapi dengan syarat terpenuhinya iman. Oleh karena itu, sebagaimana tidak boleh membantu orang muslim yang bermaksiat tanpa alasan yang dibenarkan, begitu pula dengan orang kafir, karena mereka juga terkena kewajiban untuk beriman dan berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.’ (QS. Al-Maidah: 2) [2] Dan ilmu (yang sebenarnya) hanya ada di sisi Allah Ta’ala. Penutup doa kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga hari Kiamat. Baca juga: Hukum Makanan Khusus pada Hari Raya Bid‘ah *** Sumber: https://www.ferkous.app/home/index.php?q=fatwa-605 Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat fatwa nomor: (1099) yang berjudul, ‘Tentang Mengajak Orang Kafir kepada Cabang-Cabang Syariat’ di situs resmi [2] Lihat fatwa nomor: (738) yang berjudul, ‘Hukum Menjual Makanan di Negeri Kafir pada Siang Hari Ramadan’ di situs resmi.
Daftar Isi Toggle Fatwa Syekh Muhammad Ali FarkusPertanyaan:Jawaban: Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apa hukum memberikan makanan kepada orang-orang kafir di bulan Ramadan? Wajazakumullah khairan. Jawaban: Pada dasarnya, orang-orang kafir juga terkena kewajiban untuk beriman berdasarkan kesepakatan ulama, dan menurut pendapat yang lebih sahih, mereka juga terkena kewajiban cabang-cabang syariat [1]. Di antara cabang syariat adalah puasa, dan hukumnya adalah: puasa itu wajib bagi orang kafir setelah terpenuhinya syarat iman. Artinya, orang kafir dituntut untuk berpuasa sebagai bagian dari cabang syariat, tetapi dengan syarat terpenuhinya iman. Oleh karena itu, sebagaimana tidak boleh membantu orang muslim yang bermaksiat tanpa alasan yang dibenarkan, begitu pula dengan orang kafir, karena mereka juga terkena kewajiban untuk beriman dan berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.’ (QS. Al-Maidah: 2) [2] Dan ilmu (yang sebenarnya) hanya ada di sisi Allah Ta’ala. Penutup doa kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga hari Kiamat. Baca juga: Hukum Makanan Khusus pada Hari Raya Bid‘ah *** Sumber: https://www.ferkous.app/home/index.php?q=fatwa-605 Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat fatwa nomor: (1099) yang berjudul, ‘Tentang Mengajak Orang Kafir kepada Cabang-Cabang Syariat’ di situs resmi [2] Lihat fatwa nomor: (738) yang berjudul, ‘Hukum Menjual Makanan di Negeri Kafir pada Siang Hari Ramadan’ di situs resmi.


Daftar Isi Toggle Fatwa Syekh Muhammad Ali FarkusPertanyaan:Jawaban: Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus   Pertanyaan: Apa hukum memberikan makanan kepada orang-orang kafir di bulan Ramadan? Wajazakumullah khairan. Jawaban: Pada dasarnya, orang-orang kafir juga terkena kewajiban untuk beriman berdasarkan kesepakatan ulama, dan menurut pendapat yang lebih sahih, mereka juga terkena kewajiban cabang-cabang syariat [1]. Di antara cabang syariat adalah puasa, dan hukumnya adalah: puasa itu wajib bagi orang kafir setelah terpenuhinya syarat iman. Artinya, orang kafir dituntut untuk berpuasa sebagai bagian dari cabang syariat, tetapi dengan syarat terpenuhinya iman. Oleh karena itu, sebagaimana tidak boleh membantu orang muslim yang bermaksiat tanpa alasan yang dibenarkan, begitu pula dengan orang kafir, karena mereka juga terkena kewajiban untuk beriman dan berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.’ (QS. Al-Maidah: 2) [2] Dan ilmu (yang sebenarnya) hanya ada di sisi Allah Ta’ala. Penutup doa kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga hari Kiamat. Baca juga: Hukum Makanan Khusus pada Hari Raya Bid‘ah *** Sumber: https://www.ferkous.app/home/index.php?q=fatwa-605 Penerjemah: Fauzan Hidayat Artikel Muslim.or.id   Catatan kaki: [1] Lihat fatwa nomor: (1099) yang berjudul, ‘Tentang Mengajak Orang Kafir kepada Cabang-Cabang Syariat’ di situs resmi [2] Lihat fatwa nomor: (738) yang berjudul, ‘Hukum Menjual Makanan di Negeri Kafir pada Siang Hari Ramadan’ di situs resmi.
Prev     Next