Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 186BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan dalam segala hal. Termasuk dalam sikap orang tua terhadap putra-putrinya. Orang tua harus berlaku adil kepada anak-anaknya. Baik dalam pemberian materi, maupun dalam ekspresi kasih sayang. Jika tidak, pasti akan timbul banyak akibat buruk. An-Nu’mân bin Basyîr radhiyallahu ‘anhuma bercerita, سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِي مِنْ مَالِهِ، ثُمَّ بَدَا لَهُ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخَذَ بِيَدِي وَأَنَا غُلَامٌ، فَأَتَى بِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنَّ أُمَّهُ بِنْتَ رَوَاحَةَ سَأَلَتْنِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِهَذَا، قَالَ: «أَلَكَ وَلَدٌ سِوَاهُ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأُرَاهُ، قَالَ: «‌لَا ‌تُشْهِدْنِي ‌عَلَى ‌جَوْرٍ» Suatu hari ibuku meminta dari ayahku agar memberiku sebagian dari hartanya. Beliaupun mengabulkan permintaan tersebut. Ternyata ibuku berkata, “Aku tidak rela, hingga engkau menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai saksi atas pemberian ini”. Maka ayahku menggandeng tanganku—saat itu aku masih kecil—hingga datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayahku berkata, “Putri Rawahah; ibu anak ini meminta padaku agar memberi anaknya pemberian”. Beliau bersabda, “Apakah engkau memiliki anak selain dia?”. Ayahku menjawab, “Ya”. Maka beliaupun bersabda, “Jangan engkau menjadikanku saksi atas kezaliman”. HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan, «‌أَعْطَيْتَ ‌سَائِرَ ‌وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا؟»، قَالَ: لَا، قَالَ: «فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ»، قَالَ: فَرَجَعَ فَرَدَّ عَطِيَّتَهُ “Apakah engkau memberi semua anakmu seperti ini?”. Ayahku menjawab, “Tidak”. Beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah. Berbuat adillah kepada anak-anakmu”. Maka kemudian pemberian tersebut dikembalikan”. HR. Bukhari. Dalam riwayat lain termaktub, «‌أَيَسُرُّكَ ‌أَنْ ‌يَكُونُوا ‌إِلَيْكَ فِي الْبِرِّ سَوَاءً؟» قَالَ: بَلَى، قَالَ: «فَلَا إِذًا» “Apakah engkau suka bila semua anakmu sama dalam berbakti kepadamu?”. Ayahku menjawab, “Tentu”. Beliau bersabda, “Jika demikian, jangan engkau memberi sebagian anakmu dan tidak memberi sebagian yang lain”. HR. Muslim. Hadits-hadits di atas menunjukkan wajibnya bersikap adil dalam hal pemberian materi. Tidak boleh memberi sebagian anak dan tidak memberi sebagian yang lain. Adapun mengenai kadar atau nominal yang diberikan, maka itu berdasarkan kebutuhan masing-masing anak. Selain wajib berlaku adil dalam pemberian materi, orang tua juga harus bersikap adil dalam mengekspresikan kasih sayangnya. Al-Hasan al-Bashriy rahimahullah bercerita, بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ أَصْحَابَهُ إِذْ جَاءَ صَبِيٌّ حَتَّى انْتَهَى إِلَى أَبِيهِ فِي نَاحِيَةِ الْقَوْمِ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَأَقْعَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى قَالَ: فَلَبِثَ قَلِيلًا فَجَاءَتِ ابْنَةٌ لَهُ حَتَّى انْتَهَتْ إِلَيْهِ فَمَسَحَ رَأْسَهَا وَأَقْعَدَهَا فِي الْأَرْضِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌فَهَلَّا ‌عَلَى ‌فَخِذِكَ ‌الْأُخْرَى» فَحَمَلَهَا عَلَى فَخِذِهِ الْأُخْرَى فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْآنَ عَدَلْتَ» Konon diriwayatkan bahwa saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berbincang dengan para sahabatnya, datang seorang bayi laki-laki hingga tiba di tempat duduk ayahnya. Maka si ayah mengusap kepala bayinya dan memangkunya di paha kanan. Tidak lama kemudian datang anak perempuannya. Si ayah mengusap kepala putrinya, lalu mendudukkannya di lantai. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mengapa engkau tidak memangkunya di pahamu yang lain?”. Akhirnya si ayah memangku putrinya di paha kirinya. Saat itu beliau bersabda, “Sekarang engkau baru berlaku adil”. HR. Ibn Abi Dun-ya dalam kitab an-Nafaqah ‘ala al-‘Iyâl. Hadits ini mursal. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 12 Jumada Tsaniyah 1445 / 25 Desember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 186BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan dalam segala hal. Termasuk dalam sikap orang tua terhadap putra-putrinya. Orang tua harus berlaku adil kepada anak-anaknya. Baik dalam pemberian materi, maupun dalam ekspresi kasih sayang. Jika tidak, pasti akan timbul banyak akibat buruk. An-Nu’mân bin Basyîr radhiyallahu ‘anhuma bercerita, سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِي مِنْ مَالِهِ، ثُمَّ بَدَا لَهُ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخَذَ بِيَدِي وَأَنَا غُلَامٌ، فَأَتَى بِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنَّ أُمَّهُ بِنْتَ رَوَاحَةَ سَأَلَتْنِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِهَذَا، قَالَ: «أَلَكَ وَلَدٌ سِوَاهُ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأُرَاهُ، قَالَ: «‌لَا ‌تُشْهِدْنِي ‌عَلَى ‌جَوْرٍ» Suatu hari ibuku meminta dari ayahku agar memberiku sebagian dari hartanya. Beliaupun mengabulkan permintaan tersebut. Ternyata ibuku berkata, “Aku tidak rela, hingga engkau menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai saksi atas pemberian ini”. Maka ayahku menggandeng tanganku—saat itu aku masih kecil—hingga datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayahku berkata, “Putri Rawahah; ibu anak ini meminta padaku agar memberi anaknya pemberian”. Beliau bersabda, “Apakah engkau memiliki anak selain dia?”. Ayahku menjawab, “Ya”. Maka beliaupun bersabda, “Jangan engkau menjadikanku saksi atas kezaliman”. HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan, «‌أَعْطَيْتَ ‌سَائِرَ ‌وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا؟»، قَالَ: لَا، قَالَ: «فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ»، قَالَ: فَرَجَعَ فَرَدَّ عَطِيَّتَهُ “Apakah engkau memberi semua anakmu seperti ini?”. Ayahku menjawab, “Tidak”. Beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah. Berbuat adillah kepada anak-anakmu”. Maka kemudian pemberian tersebut dikembalikan”. HR. Bukhari. Dalam riwayat lain termaktub, «‌أَيَسُرُّكَ ‌أَنْ ‌يَكُونُوا ‌إِلَيْكَ فِي الْبِرِّ سَوَاءً؟» قَالَ: بَلَى، قَالَ: «فَلَا إِذًا» “Apakah engkau suka bila semua anakmu sama dalam berbakti kepadamu?”. Ayahku menjawab, “Tentu”. Beliau bersabda, “Jika demikian, jangan engkau memberi sebagian anakmu dan tidak memberi sebagian yang lain”. HR. Muslim. Hadits-hadits di atas menunjukkan wajibnya bersikap adil dalam hal pemberian materi. Tidak boleh memberi sebagian anak dan tidak memberi sebagian yang lain. Adapun mengenai kadar atau nominal yang diberikan, maka itu berdasarkan kebutuhan masing-masing anak. Selain wajib berlaku adil dalam pemberian materi, orang tua juga harus bersikap adil dalam mengekspresikan kasih sayangnya. Al-Hasan al-Bashriy rahimahullah bercerita, بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ أَصْحَابَهُ إِذْ جَاءَ صَبِيٌّ حَتَّى انْتَهَى إِلَى أَبِيهِ فِي نَاحِيَةِ الْقَوْمِ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَأَقْعَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى قَالَ: فَلَبِثَ قَلِيلًا فَجَاءَتِ ابْنَةٌ لَهُ حَتَّى انْتَهَتْ إِلَيْهِ فَمَسَحَ رَأْسَهَا وَأَقْعَدَهَا فِي الْأَرْضِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌فَهَلَّا ‌عَلَى ‌فَخِذِكَ ‌الْأُخْرَى» فَحَمَلَهَا عَلَى فَخِذِهِ الْأُخْرَى فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْآنَ عَدَلْتَ» Konon diriwayatkan bahwa saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berbincang dengan para sahabatnya, datang seorang bayi laki-laki hingga tiba di tempat duduk ayahnya. Maka si ayah mengusap kepala bayinya dan memangkunya di paha kanan. Tidak lama kemudian datang anak perempuannya. Si ayah mengusap kepala putrinya, lalu mendudukkannya di lantai. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mengapa engkau tidak memangkunya di pahamu yang lain?”. Akhirnya si ayah memangku putrinya di paha kirinya. Saat itu beliau bersabda, “Sekarang engkau baru berlaku adil”. HR. Ibn Abi Dun-ya dalam kitab an-Nafaqah ‘ala al-‘Iyâl. Hadits ini mursal. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 12 Jumada Tsaniyah 1445 / 25 Desember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 186BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan dalam segala hal. Termasuk dalam sikap orang tua terhadap putra-putrinya. Orang tua harus berlaku adil kepada anak-anaknya. Baik dalam pemberian materi, maupun dalam ekspresi kasih sayang. Jika tidak, pasti akan timbul banyak akibat buruk. An-Nu’mân bin Basyîr radhiyallahu ‘anhuma bercerita, سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِي مِنْ مَالِهِ، ثُمَّ بَدَا لَهُ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخَذَ بِيَدِي وَأَنَا غُلَامٌ، فَأَتَى بِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنَّ أُمَّهُ بِنْتَ رَوَاحَةَ سَأَلَتْنِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِهَذَا، قَالَ: «أَلَكَ وَلَدٌ سِوَاهُ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأُرَاهُ، قَالَ: «‌لَا ‌تُشْهِدْنِي ‌عَلَى ‌جَوْرٍ» Suatu hari ibuku meminta dari ayahku agar memberiku sebagian dari hartanya. Beliaupun mengabulkan permintaan tersebut. Ternyata ibuku berkata, “Aku tidak rela, hingga engkau menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai saksi atas pemberian ini”. Maka ayahku menggandeng tanganku—saat itu aku masih kecil—hingga datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayahku berkata, “Putri Rawahah; ibu anak ini meminta padaku agar memberi anaknya pemberian”. Beliau bersabda, “Apakah engkau memiliki anak selain dia?”. Ayahku menjawab, “Ya”. Maka beliaupun bersabda, “Jangan engkau menjadikanku saksi atas kezaliman”. HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan, «‌أَعْطَيْتَ ‌سَائِرَ ‌وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا؟»، قَالَ: لَا، قَالَ: «فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ»، قَالَ: فَرَجَعَ فَرَدَّ عَطِيَّتَهُ “Apakah engkau memberi semua anakmu seperti ini?”. Ayahku menjawab, “Tidak”. Beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah. Berbuat adillah kepada anak-anakmu”. Maka kemudian pemberian tersebut dikembalikan”. HR. Bukhari. Dalam riwayat lain termaktub, «‌أَيَسُرُّكَ ‌أَنْ ‌يَكُونُوا ‌إِلَيْكَ فِي الْبِرِّ سَوَاءً؟» قَالَ: بَلَى، قَالَ: «فَلَا إِذًا» “Apakah engkau suka bila semua anakmu sama dalam berbakti kepadamu?”. Ayahku menjawab, “Tentu”. Beliau bersabda, “Jika demikian, jangan engkau memberi sebagian anakmu dan tidak memberi sebagian yang lain”. HR. Muslim. Hadits-hadits di atas menunjukkan wajibnya bersikap adil dalam hal pemberian materi. Tidak boleh memberi sebagian anak dan tidak memberi sebagian yang lain. Adapun mengenai kadar atau nominal yang diberikan, maka itu berdasarkan kebutuhan masing-masing anak. Selain wajib berlaku adil dalam pemberian materi, orang tua juga harus bersikap adil dalam mengekspresikan kasih sayangnya. Al-Hasan al-Bashriy rahimahullah bercerita, بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ أَصْحَابَهُ إِذْ جَاءَ صَبِيٌّ حَتَّى انْتَهَى إِلَى أَبِيهِ فِي نَاحِيَةِ الْقَوْمِ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَأَقْعَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى قَالَ: فَلَبِثَ قَلِيلًا فَجَاءَتِ ابْنَةٌ لَهُ حَتَّى انْتَهَتْ إِلَيْهِ فَمَسَحَ رَأْسَهَا وَأَقْعَدَهَا فِي الْأَرْضِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌فَهَلَّا ‌عَلَى ‌فَخِذِكَ ‌الْأُخْرَى» فَحَمَلَهَا عَلَى فَخِذِهِ الْأُخْرَى فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْآنَ عَدَلْتَ» Konon diriwayatkan bahwa saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berbincang dengan para sahabatnya, datang seorang bayi laki-laki hingga tiba di tempat duduk ayahnya. Maka si ayah mengusap kepala bayinya dan memangkunya di paha kanan. Tidak lama kemudian datang anak perempuannya. Si ayah mengusap kepala putrinya, lalu mendudukkannya di lantai. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mengapa engkau tidak memangkunya di pahamu yang lain?”. Akhirnya si ayah memangku putrinya di paha kirinya. Saat itu beliau bersabda, “Sekarang engkau baru berlaku adil”. HR. Ibn Abi Dun-ya dalam kitab an-Nafaqah ‘ala al-‘Iyâl. Hadits ini mursal. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 12 Jumada Tsaniyah 1445 / 25 Desember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 186BERLAKU ADIL KEPADA ANAK Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan dalam segala hal. Termasuk dalam sikap orang tua terhadap putra-putrinya. Orang tua harus berlaku adil kepada anak-anaknya. Baik dalam pemberian materi, maupun dalam ekspresi kasih sayang. Jika tidak, pasti akan timbul banyak akibat buruk. An-Nu’mân bin Basyîr radhiyallahu ‘anhuma bercerita, سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِي مِنْ مَالِهِ، ثُمَّ بَدَا لَهُ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخَذَ بِيَدِي وَأَنَا غُلَامٌ، فَأَتَى بِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنَّ أُمَّهُ بِنْتَ رَوَاحَةَ سَأَلَتْنِي بَعْضَ المَوْهِبَةِ لِهَذَا، قَالَ: «أَلَكَ وَلَدٌ سِوَاهُ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأُرَاهُ، قَالَ: «‌لَا ‌تُشْهِدْنِي ‌عَلَى ‌جَوْرٍ» Suatu hari ibuku meminta dari ayahku agar memberiku sebagian dari hartanya. Beliaupun mengabulkan permintaan tersebut. Ternyata ibuku berkata, “Aku tidak rela, hingga engkau menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai saksi atas pemberian ini”. Maka ayahku menggandeng tanganku—saat itu aku masih kecil—hingga datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayahku berkata, “Putri Rawahah; ibu anak ini meminta padaku agar memberi anaknya pemberian”. Beliau bersabda, “Apakah engkau memiliki anak selain dia?”. Ayahku menjawab, “Ya”. Maka beliaupun bersabda, “Jangan engkau menjadikanku saksi atas kezaliman”. HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan, «‌أَعْطَيْتَ ‌سَائِرَ ‌وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا؟»، قَالَ: لَا، قَالَ: «فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ»، قَالَ: فَرَجَعَ فَرَدَّ عَطِيَّتَهُ “Apakah engkau memberi semua anakmu seperti ini?”. Ayahku menjawab, “Tidak”. Beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah. Berbuat adillah kepada anak-anakmu”. Maka kemudian pemberian tersebut dikembalikan”. HR. Bukhari. Dalam riwayat lain termaktub, «‌أَيَسُرُّكَ ‌أَنْ ‌يَكُونُوا ‌إِلَيْكَ فِي الْبِرِّ سَوَاءً؟» قَالَ: بَلَى، قَالَ: «فَلَا إِذًا» “Apakah engkau suka bila semua anakmu sama dalam berbakti kepadamu?”. Ayahku menjawab, “Tentu”. Beliau bersabda, “Jika demikian, jangan engkau memberi sebagian anakmu dan tidak memberi sebagian yang lain”. HR. Muslim. Hadits-hadits di atas menunjukkan wajibnya bersikap adil dalam hal pemberian materi. Tidak boleh memberi sebagian anak dan tidak memberi sebagian yang lain. Adapun mengenai kadar atau nominal yang diberikan, maka itu berdasarkan kebutuhan masing-masing anak. Selain wajib berlaku adil dalam pemberian materi, orang tua juga harus bersikap adil dalam mengekspresikan kasih sayangnya. Al-Hasan al-Bashriy rahimahullah bercerita, بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ أَصْحَابَهُ إِذْ جَاءَ صَبِيٌّ حَتَّى انْتَهَى إِلَى أَبِيهِ فِي نَاحِيَةِ الْقَوْمِ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَأَقْعَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى قَالَ: فَلَبِثَ قَلِيلًا فَجَاءَتِ ابْنَةٌ لَهُ حَتَّى انْتَهَتْ إِلَيْهِ فَمَسَحَ رَأْسَهَا وَأَقْعَدَهَا فِي الْأَرْضِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌فَهَلَّا ‌عَلَى ‌فَخِذِكَ ‌الْأُخْرَى» فَحَمَلَهَا عَلَى فَخِذِهِ الْأُخْرَى فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْآنَ عَدَلْتَ» Konon diriwayatkan bahwa saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berbincang dengan para sahabatnya, datang seorang bayi laki-laki hingga tiba di tempat duduk ayahnya. Maka si ayah mengusap kepala bayinya dan memangkunya di paha kanan. Tidak lama kemudian datang anak perempuannya. Si ayah mengusap kepala putrinya, lalu mendudukkannya di lantai. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mengapa engkau tidak memangkunya di pahamu yang lain?”. Akhirnya si ayah memangku putrinya di paha kirinya. Saat itu beliau bersabda, “Sekarang engkau baru berlaku adil”. HR. Ibn Abi Dun-ya dalam kitab an-Nafaqah ‘ala al-‘Iyâl. Hadits ini mursal. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 12 Jumada Tsaniyah 1445 / 25 Desember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 187MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Pertikaian bahkan perkelahian fisik antar kakak-adik kerap terjadi. Akibatnya ada sebagian orang tua yang menganggapnya biasa, sehingga merasa tidak perlu melerai. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat menghadapi kasus serupa, tidak membiarkannya. Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Dua bocah berkelahi. Bocah pertama dari golongan Muhajirin, dan yang kedua dari golongan Anshar. Akhirnya bocah pertama berteriak, “Wahai orang-orang Muhajirin!”. Bocah kedua berteriak, “Wahai orang-orang Anshar!”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun keluar dan berkata, “Apa-apaan ini! Mengapa slogan jahiliyah kembali diteriakkan?”. Para sahabat menjelaskan, “Tidak wahai Rasulullah. Ini ada dua bocah berkelahi. Salah satunya memukul pantat temannya”. Beliau bersabda, “Baiklah. Seorang muslim harus membantu saudaranya yang berbuat zalim atau yang terzalimi. Bila ia berbuat zalim, maka bantulah ia dengan mencegahnya dari kezaliman itu. Namun bila terzalimi, maka bantulah ia dengan cara menolongnya”. HR. Muslim (no. 2584). Langkah-langkah Praktis Melerai Berikut beberapa langkah praktis melerai pertikaian yang terjadi di antara anak-anak: Pertama: Emosi orang tua jangan terpancing Sebab ayah atau ibu harus berperan sebagai juru damai. Bila histeris atau panik; maka ia akan menjadi bagian dari masalah, bukan solusi masalah. Jika emosi akan terpancing, bacalah ta’awudz dan lakukanlah relaksasi pernapasan. Dengan cara menarik napas dalam-dalam dan tahan di dalam paru dengan hitungan 1-4. Lalu keluarkan udara secara perlahan-lahan. Hingga tubuh menjadi kendur dan terasa rileks. Kedua: Jangan berpihak sebelum memahami duduk permasalahan Tidak sedikit orang tua yang terburu-buru menyimpulkan bahwa yang salah adalah kakak dan yang benar adalah adik. Padahal belum tentu kenyataannya demikian. Bila sikap ini terjadi berulang kali, bisa mengakibatkan munculnya perasaan dendam di hati anak yang terzalimi. Padahal pertikaian itu terjadi karena ada sebabnya. Bisa jadi kakak yang benar dan adik yang salah, atau sebaliknya, atau dua-duanya salah, atau dua-duanya benar, namun akibat salah paham, terjadilah pertengkaran. Maka berilah kesempatan yang sama kepada keduanya untuk bercerita. Biasanya masing-masing anak akan membela diri dan menyalahkan lawannya. Namun bila mendengarkannya secara seksama dan dengan kepala dingin, insyaAllah akan bisa disimpulkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ketiga: Redakan dengan pengalihan Salah satu cara bagus untuk meredakan amarah adalah metode pengalihan. Yakni dengan melakukan kegiatan lain. Misalnya orang tua bercerita tema berbeda, atau mengajak mereka jalan-jalan keluar rumah, atau membeli jajan, atau bermain bersama. Sehingga fokus mereka tidak lagi kepada pertengkaran. Justru perhatian mereka teralihkan terhadap aktivitas baru yang tidak ada hubungannya dengan pertikaian. Ini sangat manjur untuk meredakan tensi pertengkaran. Keempat: Nasehati saat suasana kondusif Agar nasehat efektif dan bisa diterima, perlu pemilihan waktu yang pas. Biasanya, nasehat kurang mendapatkan respon yang baik, bila orang yang dinasehati sedang tidak mood. Maka, bila pertengkaran antar anak sudah mereda dan suasana mulai mencair; nasehatilah mereka. Ajak mereka untuk berpikir betapa buruknya pertengkaran antar saudara, terlebih sesama muslim, yang justru seharusnya selalu akur ibarat satu tubuh. Tanamkan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan bahwa yang tua harus menyayangi yang muda, dan yang muda harus menghormati yang tua: »لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ ‌يَرْحَمْ ‌صَغِيرَنَا ‌وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا« “Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”. HR. Tirmidziy (no. 1919) dan dinilai sahih oleh al-Albaniy. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 3 Rajab 1445 / 15 Januari 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 188 – MENGGALI POTENSI ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 187MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Pertikaian bahkan perkelahian fisik antar kakak-adik kerap terjadi. Akibatnya ada sebagian orang tua yang menganggapnya biasa, sehingga merasa tidak perlu melerai. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat menghadapi kasus serupa, tidak membiarkannya. Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Dua bocah berkelahi. Bocah pertama dari golongan Muhajirin, dan yang kedua dari golongan Anshar. Akhirnya bocah pertama berteriak, “Wahai orang-orang Muhajirin!”. Bocah kedua berteriak, “Wahai orang-orang Anshar!”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun keluar dan berkata, “Apa-apaan ini! Mengapa slogan jahiliyah kembali diteriakkan?”. Para sahabat menjelaskan, “Tidak wahai Rasulullah. Ini ada dua bocah berkelahi. Salah satunya memukul pantat temannya”. Beliau bersabda, “Baiklah. Seorang muslim harus membantu saudaranya yang berbuat zalim atau yang terzalimi. Bila ia berbuat zalim, maka bantulah ia dengan mencegahnya dari kezaliman itu. Namun bila terzalimi, maka bantulah ia dengan cara menolongnya”. HR. Muslim (no. 2584). Langkah-langkah Praktis Melerai Berikut beberapa langkah praktis melerai pertikaian yang terjadi di antara anak-anak: Pertama: Emosi orang tua jangan terpancing Sebab ayah atau ibu harus berperan sebagai juru damai. Bila histeris atau panik; maka ia akan menjadi bagian dari masalah, bukan solusi masalah. Jika emosi akan terpancing, bacalah ta’awudz dan lakukanlah relaksasi pernapasan. Dengan cara menarik napas dalam-dalam dan tahan di dalam paru dengan hitungan 1-4. Lalu keluarkan udara secara perlahan-lahan. Hingga tubuh menjadi kendur dan terasa rileks. Kedua: Jangan berpihak sebelum memahami duduk permasalahan Tidak sedikit orang tua yang terburu-buru menyimpulkan bahwa yang salah adalah kakak dan yang benar adalah adik. Padahal belum tentu kenyataannya demikian. Bila sikap ini terjadi berulang kali, bisa mengakibatkan munculnya perasaan dendam di hati anak yang terzalimi. Padahal pertikaian itu terjadi karena ada sebabnya. Bisa jadi kakak yang benar dan adik yang salah, atau sebaliknya, atau dua-duanya salah, atau dua-duanya benar, namun akibat salah paham, terjadilah pertengkaran. Maka berilah kesempatan yang sama kepada keduanya untuk bercerita. Biasanya masing-masing anak akan membela diri dan menyalahkan lawannya. Namun bila mendengarkannya secara seksama dan dengan kepala dingin, insyaAllah akan bisa disimpulkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ketiga: Redakan dengan pengalihan Salah satu cara bagus untuk meredakan amarah adalah metode pengalihan. Yakni dengan melakukan kegiatan lain. Misalnya orang tua bercerita tema berbeda, atau mengajak mereka jalan-jalan keluar rumah, atau membeli jajan, atau bermain bersama. Sehingga fokus mereka tidak lagi kepada pertengkaran. Justru perhatian mereka teralihkan terhadap aktivitas baru yang tidak ada hubungannya dengan pertikaian. Ini sangat manjur untuk meredakan tensi pertengkaran. Keempat: Nasehati saat suasana kondusif Agar nasehat efektif dan bisa diterima, perlu pemilihan waktu yang pas. Biasanya, nasehat kurang mendapatkan respon yang baik, bila orang yang dinasehati sedang tidak mood. Maka, bila pertengkaran antar anak sudah mereda dan suasana mulai mencair; nasehatilah mereka. Ajak mereka untuk berpikir betapa buruknya pertengkaran antar saudara, terlebih sesama muslim, yang justru seharusnya selalu akur ibarat satu tubuh. Tanamkan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan bahwa yang tua harus menyayangi yang muda, dan yang muda harus menghormati yang tua: »لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ ‌يَرْحَمْ ‌صَغِيرَنَا ‌وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا« “Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”. HR. Tirmidziy (no. 1919) dan dinilai sahih oleh al-Albaniy. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 3 Rajab 1445 / 15 Januari 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 188 – MENGGALI POTENSI ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 187MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Pertikaian bahkan perkelahian fisik antar kakak-adik kerap terjadi. Akibatnya ada sebagian orang tua yang menganggapnya biasa, sehingga merasa tidak perlu melerai. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat menghadapi kasus serupa, tidak membiarkannya. Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Dua bocah berkelahi. Bocah pertama dari golongan Muhajirin, dan yang kedua dari golongan Anshar. Akhirnya bocah pertama berteriak, “Wahai orang-orang Muhajirin!”. Bocah kedua berteriak, “Wahai orang-orang Anshar!”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun keluar dan berkata, “Apa-apaan ini! Mengapa slogan jahiliyah kembali diteriakkan?”. Para sahabat menjelaskan, “Tidak wahai Rasulullah. Ini ada dua bocah berkelahi. Salah satunya memukul pantat temannya”. Beliau bersabda, “Baiklah. Seorang muslim harus membantu saudaranya yang berbuat zalim atau yang terzalimi. Bila ia berbuat zalim, maka bantulah ia dengan mencegahnya dari kezaliman itu. Namun bila terzalimi, maka bantulah ia dengan cara menolongnya”. HR. Muslim (no. 2584). Langkah-langkah Praktis Melerai Berikut beberapa langkah praktis melerai pertikaian yang terjadi di antara anak-anak: Pertama: Emosi orang tua jangan terpancing Sebab ayah atau ibu harus berperan sebagai juru damai. Bila histeris atau panik; maka ia akan menjadi bagian dari masalah, bukan solusi masalah. Jika emosi akan terpancing, bacalah ta’awudz dan lakukanlah relaksasi pernapasan. Dengan cara menarik napas dalam-dalam dan tahan di dalam paru dengan hitungan 1-4. Lalu keluarkan udara secara perlahan-lahan. Hingga tubuh menjadi kendur dan terasa rileks. Kedua: Jangan berpihak sebelum memahami duduk permasalahan Tidak sedikit orang tua yang terburu-buru menyimpulkan bahwa yang salah adalah kakak dan yang benar adalah adik. Padahal belum tentu kenyataannya demikian. Bila sikap ini terjadi berulang kali, bisa mengakibatkan munculnya perasaan dendam di hati anak yang terzalimi. Padahal pertikaian itu terjadi karena ada sebabnya. Bisa jadi kakak yang benar dan adik yang salah, atau sebaliknya, atau dua-duanya salah, atau dua-duanya benar, namun akibat salah paham, terjadilah pertengkaran. Maka berilah kesempatan yang sama kepada keduanya untuk bercerita. Biasanya masing-masing anak akan membela diri dan menyalahkan lawannya. Namun bila mendengarkannya secara seksama dan dengan kepala dingin, insyaAllah akan bisa disimpulkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ketiga: Redakan dengan pengalihan Salah satu cara bagus untuk meredakan amarah adalah metode pengalihan. Yakni dengan melakukan kegiatan lain. Misalnya orang tua bercerita tema berbeda, atau mengajak mereka jalan-jalan keluar rumah, atau membeli jajan, atau bermain bersama. Sehingga fokus mereka tidak lagi kepada pertengkaran. Justru perhatian mereka teralihkan terhadap aktivitas baru yang tidak ada hubungannya dengan pertikaian. Ini sangat manjur untuk meredakan tensi pertengkaran. Keempat: Nasehati saat suasana kondusif Agar nasehat efektif dan bisa diterima, perlu pemilihan waktu yang pas. Biasanya, nasehat kurang mendapatkan respon yang baik, bila orang yang dinasehati sedang tidak mood. Maka, bila pertengkaran antar anak sudah mereda dan suasana mulai mencair; nasehatilah mereka. Ajak mereka untuk berpikir betapa buruknya pertengkaran antar saudara, terlebih sesama muslim, yang justru seharusnya selalu akur ibarat satu tubuh. Tanamkan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan bahwa yang tua harus menyayangi yang muda, dan yang muda harus menghormati yang tua: »لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ ‌يَرْحَمْ ‌صَغِيرَنَا ‌وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا« “Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”. HR. Tirmidziy (no. 1919) dan dinilai sahih oleh al-Albaniy. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 3 Rajab 1445 / 15 Januari 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 188 – MENGGALI POTENSI ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 187 – MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Posted on October 20, 2024October 20, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 187MELERAI PERTIKAIAN ANTAR ANAK Pertikaian bahkan perkelahian fisik antar kakak-adik kerap terjadi. Akibatnya ada sebagian orang tua yang menganggapnya biasa, sehingga merasa tidak perlu melerai. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat menghadapi kasus serupa, tidak membiarkannya. Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Dua bocah berkelahi. Bocah pertama dari golongan Muhajirin, dan yang kedua dari golongan Anshar. Akhirnya bocah pertama berteriak, “Wahai orang-orang Muhajirin!”. Bocah kedua berteriak, “Wahai orang-orang Anshar!”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun keluar dan berkata, “Apa-apaan ini! Mengapa slogan jahiliyah kembali diteriakkan?”. Para sahabat menjelaskan, “Tidak wahai Rasulullah. Ini ada dua bocah berkelahi. Salah satunya memukul pantat temannya”. Beliau bersabda, “Baiklah. Seorang muslim harus membantu saudaranya yang berbuat zalim atau yang terzalimi. Bila ia berbuat zalim, maka bantulah ia dengan mencegahnya dari kezaliman itu. Namun bila terzalimi, maka bantulah ia dengan cara menolongnya”. HR. Muslim (no. 2584). Langkah-langkah Praktis Melerai Berikut beberapa langkah praktis melerai pertikaian yang terjadi di antara anak-anak: Pertama: Emosi orang tua jangan terpancing Sebab ayah atau ibu harus berperan sebagai juru damai. Bila histeris atau panik; maka ia akan menjadi bagian dari masalah, bukan solusi masalah. Jika emosi akan terpancing, bacalah ta’awudz dan lakukanlah relaksasi pernapasan. Dengan cara menarik napas dalam-dalam dan tahan di dalam paru dengan hitungan 1-4. Lalu keluarkan udara secara perlahan-lahan. Hingga tubuh menjadi kendur dan terasa rileks. Kedua: Jangan berpihak sebelum memahami duduk permasalahan Tidak sedikit orang tua yang terburu-buru menyimpulkan bahwa yang salah adalah kakak dan yang benar adalah adik. Padahal belum tentu kenyataannya demikian. Bila sikap ini terjadi berulang kali, bisa mengakibatkan munculnya perasaan dendam di hati anak yang terzalimi. Padahal pertikaian itu terjadi karena ada sebabnya. Bisa jadi kakak yang benar dan adik yang salah, atau sebaliknya, atau dua-duanya salah, atau dua-duanya benar, namun akibat salah paham, terjadilah pertengkaran. Maka berilah kesempatan yang sama kepada keduanya untuk bercerita. Biasanya masing-masing anak akan membela diri dan menyalahkan lawannya. Namun bila mendengarkannya secara seksama dan dengan kepala dingin, insyaAllah akan bisa disimpulkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ketiga: Redakan dengan pengalihan Salah satu cara bagus untuk meredakan amarah adalah metode pengalihan. Yakni dengan melakukan kegiatan lain. Misalnya orang tua bercerita tema berbeda, atau mengajak mereka jalan-jalan keluar rumah, atau membeli jajan, atau bermain bersama. Sehingga fokus mereka tidak lagi kepada pertengkaran. Justru perhatian mereka teralihkan terhadap aktivitas baru yang tidak ada hubungannya dengan pertikaian. Ini sangat manjur untuk meredakan tensi pertengkaran. Keempat: Nasehati saat suasana kondusif Agar nasehat efektif dan bisa diterima, perlu pemilihan waktu yang pas. Biasanya, nasehat kurang mendapatkan respon yang baik, bila orang yang dinasehati sedang tidak mood. Maka, bila pertengkaran antar anak sudah mereda dan suasana mulai mencair; nasehatilah mereka. Ajak mereka untuk berpikir betapa buruknya pertengkaran antar saudara, terlebih sesama muslim, yang justru seharusnya selalu akur ibarat satu tubuh. Tanamkan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan bahwa yang tua harus menyayangi yang muda, dan yang muda harus menghormati yang tua: »لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ ‌يَرْحَمْ ‌صَغِيرَنَا ‌وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا« “Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”. HR. Tirmidziy (no. 1919) dan dinilai sahih oleh al-Albaniy. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 3 Rajab 1445 / 15 Januari 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 188 – MENGGALI POTENSI ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Adakah Wali dalam Agama Lain?

Pertanyaan: Ada yang mengatakan bahwa dalam agama-agama lain pun terdapat wali-wali yang memiliki keajaiban-keajaiban sehingga membuktikan bahwa agama lain pun benar. Karena Tuhan juga mengirimkan wali-wali yang menolong agama tersebut. Bagaimana membantah syubhat ini?  Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasulillaah, wa ‘ala alihi wa man waalaah, ammaa ba’du, Benar bahwa dalam agama-agama lain didapati ada istilah santo, bhagawan, atau semisalnya yang diklaim sebagai orang suci dan memiliki keajaiban-keajaiban.  Apakah mereka wali? Apakah ini bukti bahwa agama lain juga benar karena ada wali di antara mereka?  Telah jelas bagi kita, definisi wali dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman: مَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ “Dan mereka (kaum Musyrikin) bukanlah wali-wali Allah. Wali-wali Allah hanyalah orang-orang yang bertakwa. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (QS. Al-Anfal: 34). Ath-Thabari rahimahullah menuturkan: يعني: الذين يتقون الله بأداء فرائضه, واجتناب معاصيه “Wali Allah adalah yang bertakwa kepada Allah, menjalankan semua kewajiban dari Allah, dan meninggalkan semua larangan Allah” (Tafsir Ath-Thabari). Allah ta’ala berfirman: أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa” (QS. Yunus: 62-63). Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitab Taisir Karimirrahman menjelaskan: وهم الذين آمنوا بالله ورسوله، وأفردوا الله بالتوحيد والعبادة، وأخلصوا له الدين “Wali Allah adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah dan mengikhlaskan amalan hanya kepada Allah” (Taisir Karimirrahman). Sehingga orang yang melakukan kesyirikan, melakukan penyembahan kepada selain Allah, sama sekali bukanlah wali Allah.  Dan sekedar melakukan keajaiban-keajaiban, tidak serta-merta disebut wali Allah. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang fenomena adanya “orang-orang suci” dan “wali” dalam kepercayaan kaum Musyrikin.  Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sebagian orang ada yang menganggap bahwa semua yang memiliki keajaiban-keajaiban, dia adalah wali Allah. Ini semua adalah kekeliruan… oleh karena itu Anda dapati mereka menyebutkan bahwa di kalangan kaum musyrikin dan Ahlul Kitab pun terdapat “wali” yang membantu mereka memerangi kaum muslimin. Dan mereka diklaim sebagai wali Allah. Dan di antara mereka juga berdusta bahwa ada orang-orang yang ajaib di tengah mereka. Pendapat yang benar adalah pendapat ketiga, bahwa memang di tengah mereka ada “wali” dari kalangan mereka (kaum musyrikin) yang menolong mereka, namun bukan wali Allah ‘azza wa jalla“. (Dinukil dari Syarah Kasyfusy Syubuhat Syaikh Ibnu Al–Utsaimin, hal. 108). Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan: إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة “Kalau engkau melihat orang yang bisa berjalan di atas air atau terbang di udara, maka jangan tertipu olehnya sampai ditimbang perkaranya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah” (Adabusy Syafi’i wa Manaqibuhu hal. 184). Maka bisa jadi di tengah kaum musyrikin dan penganut agama-agama lain memang ada orang-orang yang sakti nan ajaib yang membantu mereka melakukan kesyirikan, menyembah selain Allah atau untuk memerangi kaum muslimin. Namun itu bukanlah wali Allah namun wali setan. Dan ini sama sekali tidak membuktikan kebenaran agama mereka sama sekali. Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 579 times, 1 visit(s) today Post Views: 762 QRIS donasi Yufid

Adakah Wali dalam Agama Lain?

Pertanyaan: Ada yang mengatakan bahwa dalam agama-agama lain pun terdapat wali-wali yang memiliki keajaiban-keajaiban sehingga membuktikan bahwa agama lain pun benar. Karena Tuhan juga mengirimkan wali-wali yang menolong agama tersebut. Bagaimana membantah syubhat ini?  Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasulillaah, wa ‘ala alihi wa man waalaah, ammaa ba’du, Benar bahwa dalam agama-agama lain didapati ada istilah santo, bhagawan, atau semisalnya yang diklaim sebagai orang suci dan memiliki keajaiban-keajaiban.  Apakah mereka wali? Apakah ini bukti bahwa agama lain juga benar karena ada wali di antara mereka?  Telah jelas bagi kita, definisi wali dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman: مَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ “Dan mereka (kaum Musyrikin) bukanlah wali-wali Allah. Wali-wali Allah hanyalah orang-orang yang bertakwa. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (QS. Al-Anfal: 34). Ath-Thabari rahimahullah menuturkan: يعني: الذين يتقون الله بأداء فرائضه, واجتناب معاصيه “Wali Allah adalah yang bertakwa kepada Allah, menjalankan semua kewajiban dari Allah, dan meninggalkan semua larangan Allah” (Tafsir Ath-Thabari). Allah ta’ala berfirman: أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa” (QS. Yunus: 62-63). Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitab Taisir Karimirrahman menjelaskan: وهم الذين آمنوا بالله ورسوله، وأفردوا الله بالتوحيد والعبادة، وأخلصوا له الدين “Wali Allah adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah dan mengikhlaskan amalan hanya kepada Allah” (Taisir Karimirrahman). Sehingga orang yang melakukan kesyirikan, melakukan penyembahan kepada selain Allah, sama sekali bukanlah wali Allah.  Dan sekedar melakukan keajaiban-keajaiban, tidak serta-merta disebut wali Allah. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang fenomena adanya “orang-orang suci” dan “wali” dalam kepercayaan kaum Musyrikin.  Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sebagian orang ada yang menganggap bahwa semua yang memiliki keajaiban-keajaiban, dia adalah wali Allah. Ini semua adalah kekeliruan… oleh karena itu Anda dapati mereka menyebutkan bahwa di kalangan kaum musyrikin dan Ahlul Kitab pun terdapat “wali” yang membantu mereka memerangi kaum muslimin. Dan mereka diklaim sebagai wali Allah. Dan di antara mereka juga berdusta bahwa ada orang-orang yang ajaib di tengah mereka. Pendapat yang benar adalah pendapat ketiga, bahwa memang di tengah mereka ada “wali” dari kalangan mereka (kaum musyrikin) yang menolong mereka, namun bukan wali Allah ‘azza wa jalla“. (Dinukil dari Syarah Kasyfusy Syubuhat Syaikh Ibnu Al–Utsaimin, hal. 108). Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan: إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة “Kalau engkau melihat orang yang bisa berjalan di atas air atau terbang di udara, maka jangan tertipu olehnya sampai ditimbang perkaranya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah” (Adabusy Syafi’i wa Manaqibuhu hal. 184). Maka bisa jadi di tengah kaum musyrikin dan penganut agama-agama lain memang ada orang-orang yang sakti nan ajaib yang membantu mereka melakukan kesyirikan, menyembah selain Allah atau untuk memerangi kaum muslimin. Namun itu bukanlah wali Allah namun wali setan. Dan ini sama sekali tidak membuktikan kebenaran agama mereka sama sekali. Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 579 times, 1 visit(s) today Post Views: 762 QRIS donasi Yufid
Pertanyaan: Ada yang mengatakan bahwa dalam agama-agama lain pun terdapat wali-wali yang memiliki keajaiban-keajaiban sehingga membuktikan bahwa agama lain pun benar. Karena Tuhan juga mengirimkan wali-wali yang menolong agama tersebut. Bagaimana membantah syubhat ini?  Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasulillaah, wa ‘ala alihi wa man waalaah, ammaa ba’du, Benar bahwa dalam agama-agama lain didapati ada istilah santo, bhagawan, atau semisalnya yang diklaim sebagai orang suci dan memiliki keajaiban-keajaiban.  Apakah mereka wali? Apakah ini bukti bahwa agama lain juga benar karena ada wali di antara mereka?  Telah jelas bagi kita, definisi wali dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman: مَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ “Dan mereka (kaum Musyrikin) bukanlah wali-wali Allah. Wali-wali Allah hanyalah orang-orang yang bertakwa. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (QS. Al-Anfal: 34). Ath-Thabari rahimahullah menuturkan: يعني: الذين يتقون الله بأداء فرائضه, واجتناب معاصيه “Wali Allah adalah yang bertakwa kepada Allah, menjalankan semua kewajiban dari Allah, dan meninggalkan semua larangan Allah” (Tafsir Ath-Thabari). Allah ta’ala berfirman: أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa” (QS. Yunus: 62-63). Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitab Taisir Karimirrahman menjelaskan: وهم الذين آمنوا بالله ورسوله، وأفردوا الله بالتوحيد والعبادة، وأخلصوا له الدين “Wali Allah adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah dan mengikhlaskan amalan hanya kepada Allah” (Taisir Karimirrahman). Sehingga orang yang melakukan kesyirikan, melakukan penyembahan kepada selain Allah, sama sekali bukanlah wali Allah.  Dan sekedar melakukan keajaiban-keajaiban, tidak serta-merta disebut wali Allah. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang fenomena adanya “orang-orang suci” dan “wali” dalam kepercayaan kaum Musyrikin.  Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sebagian orang ada yang menganggap bahwa semua yang memiliki keajaiban-keajaiban, dia adalah wali Allah. Ini semua adalah kekeliruan… oleh karena itu Anda dapati mereka menyebutkan bahwa di kalangan kaum musyrikin dan Ahlul Kitab pun terdapat “wali” yang membantu mereka memerangi kaum muslimin. Dan mereka diklaim sebagai wali Allah. Dan di antara mereka juga berdusta bahwa ada orang-orang yang ajaib di tengah mereka. Pendapat yang benar adalah pendapat ketiga, bahwa memang di tengah mereka ada “wali” dari kalangan mereka (kaum musyrikin) yang menolong mereka, namun bukan wali Allah ‘azza wa jalla“. (Dinukil dari Syarah Kasyfusy Syubuhat Syaikh Ibnu Al–Utsaimin, hal. 108). Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan: إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة “Kalau engkau melihat orang yang bisa berjalan di atas air atau terbang di udara, maka jangan tertipu olehnya sampai ditimbang perkaranya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah” (Adabusy Syafi’i wa Manaqibuhu hal. 184). Maka bisa jadi di tengah kaum musyrikin dan penganut agama-agama lain memang ada orang-orang yang sakti nan ajaib yang membantu mereka melakukan kesyirikan, menyembah selain Allah atau untuk memerangi kaum muslimin. Namun itu bukanlah wali Allah namun wali setan. Dan ini sama sekali tidak membuktikan kebenaran agama mereka sama sekali. Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 579 times, 1 visit(s) today Post Views: 762 QRIS donasi Yufid


Pertanyaan: Ada yang mengatakan bahwa dalam agama-agama lain pun terdapat wali-wali yang memiliki keajaiban-keajaiban sehingga membuktikan bahwa agama lain pun benar. Karena Tuhan juga mengirimkan wali-wali yang menolong agama tersebut. Bagaimana membantah syubhat ini?  Jawaban: Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasulillaah, wa ‘ala alihi wa man waalaah, ammaa ba’du, Benar bahwa dalam agama-agama lain didapati ada istilah santo, bhagawan, atau semisalnya yang diklaim sebagai orang suci dan memiliki keajaiban-keajaiban.  Apakah mereka wali? Apakah ini bukti bahwa agama lain juga benar karena ada wali di antara mereka?  Telah jelas bagi kita, definisi wali dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman: مَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ “Dan mereka (kaum Musyrikin) bukanlah wali-wali Allah. Wali-wali Allah hanyalah orang-orang yang bertakwa. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (QS. Al-Anfal: 34). Ath-Thabari rahimahullah menuturkan: يعني: الذين يتقون الله بأداء فرائضه, واجتناب معاصيه “Wali Allah adalah yang bertakwa kepada Allah, menjalankan semua kewajiban dari Allah, dan meninggalkan semua larangan Allah” (Tafsir Ath-Thabari). Allah ta’ala berfirman: أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa” (QS. Yunus: 62-63). Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitab Taisir Karimirrahman menjelaskan: وهم الذين آمنوا بالله ورسوله، وأفردوا الله بالتوحيد والعبادة، وأخلصوا له الدين “Wali Allah adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah dan mengikhlaskan amalan hanya kepada Allah” (Taisir Karimirrahman). Sehingga orang yang melakukan kesyirikan, melakukan penyembahan kepada selain Allah, sama sekali bukanlah wali Allah.  Dan sekedar melakukan keajaiban-keajaiban, tidak serta-merta disebut wali Allah. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang fenomena adanya “orang-orang suci” dan “wali” dalam kepercayaan kaum Musyrikin.  Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sebagian orang ada yang menganggap bahwa semua yang memiliki keajaiban-keajaiban, dia adalah wali Allah. Ini semua adalah kekeliruan… oleh karena itu Anda dapati mereka menyebutkan bahwa di kalangan kaum musyrikin dan Ahlul Kitab pun terdapat “wali” yang membantu mereka memerangi kaum muslimin. Dan mereka diklaim sebagai wali Allah. Dan di antara mereka juga berdusta bahwa ada orang-orang yang ajaib di tengah mereka. Pendapat yang benar adalah pendapat ketiga, bahwa memang di tengah mereka ada “wali” dari kalangan mereka (kaum musyrikin) yang menolong mereka, namun bukan wali Allah ‘azza wa jalla“. (Dinukil dari Syarah Kasyfusy Syubuhat Syaikh Ibnu Al–Utsaimin, hal. 108). Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan: إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة “Kalau engkau melihat orang yang bisa berjalan di atas air atau terbang di udara, maka jangan tertipu olehnya sampai ditimbang perkaranya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah” (Adabusy Syafi’i wa Manaqibuhu hal. 184). Maka bisa jadi di tengah kaum musyrikin dan penganut agama-agama lain memang ada orang-orang yang sakti nan ajaib yang membantu mereka melakukan kesyirikan, menyembah selain Allah atau untuk memerangi kaum muslimin. Namun itu bukanlah wali Allah namun wali setan. Dan ini sama sekali tidak membuktikan kebenaran agama mereka sama sekali. Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.  *** URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur. Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke: BANK SYARIAH INDONESIA 7086882242a.n. YAYASAN YUFID NETWORKKode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi) PayPal: [email protected] Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini: إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ Artinya:  “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah? 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 579 times, 1 visit(s) today Post Views: 762 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Apa Kitab Terbaik Untuk Menenangkan Hati? – Syaikh Shalih al-Ushaimi #NasehatUlama

Penanya berkata, “Bisakah Anda tunjukkan kepada kami beberapa judul buku tentang pemahaman hati?”Ya, al-Quran al-Karim. Al-Quran al-Karim adalah kitab paling agung dalam pemahaman hati. Maka perbanyaklah membaca al-Quran al-Karim, karena al-Quran al-Karim dapat melapangkan dada dan menenangkan hati.Juga akan dibukakan pintu pemahaman hati bagi orang yang senantiasa membaca al-Quran, yang tidak mungkin didapatkan dari selainnya.Lalu jika kamu hendak minta ditunjukkan buku-buku yang bersumber dari al-Quran al-Karim, maka di antara buku yang paling bermanfaat yang ditulis para Ulama Ahlussunnah adalah yang ditulis oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah dalam kitab “at-Tuhfah al-Iraqiyah” dan kitab lainnya. Serta kitab yang ditulis muridnya, Ibnu al-Qayyim dalam kitab “al-Jawab al-Kafi” dan “Ighatsah al-Lahfan”. Dua kitab ini adalah kitab Ibnu al-Qayyim yang terbaik dalam bidang ini.Kitab-kitab ini termasuk buku ajar di negara kita (Saudi Arabia), terlebih lagi kitab yang pertama tadi. Kitab “al-Jawab al-Kafi” dulu ditetapkan untuk dibaca di masjid-masjid di negara ini.Dulu para imam masjid diperintahkan membacakan kitab “al-Jawab al-Kafi” kepada para jamaah, karena di dalamnya terdapat banyak kandungan-kandungan penting yang berkaitan dengan pemahaman hati dan psikologi jiwa.Demikian juga ucapan Abu al-Faraj Ibnu Rajab (bagus dalam pemahaman hati). Ucapan beliau sangat bermanfaat dalam bidang ini, seperti yang ada dalam kitab “Istinsyaq Nasim al-Uns” dan lainnya. ==== يَقُوْلُ هَلْ تَدُلُّنَا عَلَى بَعْضِ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ؟ نَعَمْ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ هُوَ أَعْظَمُ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ فَاسْتَكْثِرْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ تَنْشَرِحُ بِهِ الصُّدُوْرُ وَتَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ وَيُفْتَحُ لِلْإِنْسَانِ مَعَ تِكْرَارِ النَّظَرِ فِيهِ مِنْ فِقْهِ الْقُلُوبِ مَا لَا يَكُونُ فِي غَيْرِهِ وَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَسْتَرْشِدَ بِكُتُبٍ اسْتَمَدَّتْ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ مِنْ أَنْفَعِ مَا كَتَبَهُ عُلَمَاءُ أَهْلِ السُّنَّةِ مَا كَتَبَهُ أَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي التُّحْفَةِ الْعِرَاقِيَّةِ وَغَيْرِهَا وَمَا كَتَبَهُ تِلْمِيذُهُ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي الْجَوَابِ الْكَافِي وَإِغَاثَةِ اللَّهْفَانِ وَهَذَانِ الْكِتَابَانِ هُمَا مِنْ أَعْظَمِ كُتُبِ ابْنِ الْقَيِّمِ فِي هَذَا الْبَابِ وَكَانَ مِنْ كُتُبِ التَّعْلِيمِ فِي قُطْرِنَا وَلَا سِيَّمَا الْكِتَابُ الْأَوَّلُ فَإِنَّ كِتَابَ الْجَوَابِ الْكَافِي كَانَ مُقَرَّرًا قِرَاءَتُهُ فِي الْمَسَاجِدِ فِي هَذِهِ الْبِلَادِ فَكَانَ الْأَئِمَّةُ يُؤْمَرُوْنَ بِقِرَاءَةِ كِتَابِ الْجَوَابِ الْكَافِي عَلَى النَّاسِ لِمَا فِيهِ مِنْ مَعَانٍ عَظِيمَةٍ تَتَعَلَّقُ بِفِقْهِ الْقُلُوبِ وَأَحْوَالِ النَّفْسِ وَكَذَلِكَ كَلَامُ أَبِي الْفَرَجِ ابْنِ رَجَبٍ فَإِنَّ كَلَامَهُ نَافِعٌ جِدًّا فِي هَذَا الْمَقَامِ كَكِتَابِ اسْتِنْشَاقِ نَسِيمِ الْأُنْسِ أَوْ غَيْرِهِ

Apa Kitab Terbaik Untuk Menenangkan Hati? – Syaikh Shalih al-Ushaimi #NasehatUlama

Penanya berkata, “Bisakah Anda tunjukkan kepada kami beberapa judul buku tentang pemahaman hati?”Ya, al-Quran al-Karim. Al-Quran al-Karim adalah kitab paling agung dalam pemahaman hati. Maka perbanyaklah membaca al-Quran al-Karim, karena al-Quran al-Karim dapat melapangkan dada dan menenangkan hati.Juga akan dibukakan pintu pemahaman hati bagi orang yang senantiasa membaca al-Quran, yang tidak mungkin didapatkan dari selainnya.Lalu jika kamu hendak minta ditunjukkan buku-buku yang bersumber dari al-Quran al-Karim, maka di antara buku yang paling bermanfaat yang ditulis para Ulama Ahlussunnah adalah yang ditulis oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah dalam kitab “at-Tuhfah al-Iraqiyah” dan kitab lainnya. Serta kitab yang ditulis muridnya, Ibnu al-Qayyim dalam kitab “al-Jawab al-Kafi” dan “Ighatsah al-Lahfan”. Dua kitab ini adalah kitab Ibnu al-Qayyim yang terbaik dalam bidang ini.Kitab-kitab ini termasuk buku ajar di negara kita (Saudi Arabia), terlebih lagi kitab yang pertama tadi. Kitab “al-Jawab al-Kafi” dulu ditetapkan untuk dibaca di masjid-masjid di negara ini.Dulu para imam masjid diperintahkan membacakan kitab “al-Jawab al-Kafi” kepada para jamaah, karena di dalamnya terdapat banyak kandungan-kandungan penting yang berkaitan dengan pemahaman hati dan psikologi jiwa.Demikian juga ucapan Abu al-Faraj Ibnu Rajab (bagus dalam pemahaman hati). Ucapan beliau sangat bermanfaat dalam bidang ini, seperti yang ada dalam kitab “Istinsyaq Nasim al-Uns” dan lainnya. ==== يَقُوْلُ هَلْ تَدُلُّنَا عَلَى بَعْضِ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ؟ نَعَمْ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ هُوَ أَعْظَمُ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ فَاسْتَكْثِرْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ تَنْشَرِحُ بِهِ الصُّدُوْرُ وَتَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ وَيُفْتَحُ لِلْإِنْسَانِ مَعَ تِكْرَارِ النَّظَرِ فِيهِ مِنْ فِقْهِ الْقُلُوبِ مَا لَا يَكُونُ فِي غَيْرِهِ وَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَسْتَرْشِدَ بِكُتُبٍ اسْتَمَدَّتْ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ مِنْ أَنْفَعِ مَا كَتَبَهُ عُلَمَاءُ أَهْلِ السُّنَّةِ مَا كَتَبَهُ أَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي التُّحْفَةِ الْعِرَاقِيَّةِ وَغَيْرِهَا وَمَا كَتَبَهُ تِلْمِيذُهُ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي الْجَوَابِ الْكَافِي وَإِغَاثَةِ اللَّهْفَانِ وَهَذَانِ الْكِتَابَانِ هُمَا مِنْ أَعْظَمِ كُتُبِ ابْنِ الْقَيِّمِ فِي هَذَا الْبَابِ وَكَانَ مِنْ كُتُبِ التَّعْلِيمِ فِي قُطْرِنَا وَلَا سِيَّمَا الْكِتَابُ الْأَوَّلُ فَإِنَّ كِتَابَ الْجَوَابِ الْكَافِي كَانَ مُقَرَّرًا قِرَاءَتُهُ فِي الْمَسَاجِدِ فِي هَذِهِ الْبِلَادِ فَكَانَ الْأَئِمَّةُ يُؤْمَرُوْنَ بِقِرَاءَةِ كِتَابِ الْجَوَابِ الْكَافِي عَلَى النَّاسِ لِمَا فِيهِ مِنْ مَعَانٍ عَظِيمَةٍ تَتَعَلَّقُ بِفِقْهِ الْقُلُوبِ وَأَحْوَالِ النَّفْسِ وَكَذَلِكَ كَلَامُ أَبِي الْفَرَجِ ابْنِ رَجَبٍ فَإِنَّ كَلَامَهُ نَافِعٌ جِدًّا فِي هَذَا الْمَقَامِ كَكِتَابِ اسْتِنْشَاقِ نَسِيمِ الْأُنْسِ أَوْ غَيْرِهِ
Penanya berkata, “Bisakah Anda tunjukkan kepada kami beberapa judul buku tentang pemahaman hati?”Ya, al-Quran al-Karim. Al-Quran al-Karim adalah kitab paling agung dalam pemahaman hati. Maka perbanyaklah membaca al-Quran al-Karim, karena al-Quran al-Karim dapat melapangkan dada dan menenangkan hati.Juga akan dibukakan pintu pemahaman hati bagi orang yang senantiasa membaca al-Quran, yang tidak mungkin didapatkan dari selainnya.Lalu jika kamu hendak minta ditunjukkan buku-buku yang bersumber dari al-Quran al-Karim, maka di antara buku yang paling bermanfaat yang ditulis para Ulama Ahlussunnah adalah yang ditulis oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah dalam kitab “at-Tuhfah al-Iraqiyah” dan kitab lainnya. Serta kitab yang ditulis muridnya, Ibnu al-Qayyim dalam kitab “al-Jawab al-Kafi” dan “Ighatsah al-Lahfan”. Dua kitab ini adalah kitab Ibnu al-Qayyim yang terbaik dalam bidang ini.Kitab-kitab ini termasuk buku ajar di negara kita (Saudi Arabia), terlebih lagi kitab yang pertama tadi. Kitab “al-Jawab al-Kafi” dulu ditetapkan untuk dibaca di masjid-masjid di negara ini.Dulu para imam masjid diperintahkan membacakan kitab “al-Jawab al-Kafi” kepada para jamaah, karena di dalamnya terdapat banyak kandungan-kandungan penting yang berkaitan dengan pemahaman hati dan psikologi jiwa.Demikian juga ucapan Abu al-Faraj Ibnu Rajab (bagus dalam pemahaman hati). Ucapan beliau sangat bermanfaat dalam bidang ini, seperti yang ada dalam kitab “Istinsyaq Nasim al-Uns” dan lainnya. ==== يَقُوْلُ هَلْ تَدُلُّنَا عَلَى بَعْضِ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ؟ نَعَمْ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ هُوَ أَعْظَمُ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ فَاسْتَكْثِرْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ تَنْشَرِحُ بِهِ الصُّدُوْرُ وَتَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ وَيُفْتَحُ لِلْإِنْسَانِ مَعَ تِكْرَارِ النَّظَرِ فِيهِ مِنْ فِقْهِ الْقُلُوبِ مَا لَا يَكُونُ فِي غَيْرِهِ وَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَسْتَرْشِدَ بِكُتُبٍ اسْتَمَدَّتْ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ مِنْ أَنْفَعِ مَا كَتَبَهُ عُلَمَاءُ أَهْلِ السُّنَّةِ مَا كَتَبَهُ أَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي التُّحْفَةِ الْعِرَاقِيَّةِ وَغَيْرِهَا وَمَا كَتَبَهُ تِلْمِيذُهُ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي الْجَوَابِ الْكَافِي وَإِغَاثَةِ اللَّهْفَانِ وَهَذَانِ الْكِتَابَانِ هُمَا مِنْ أَعْظَمِ كُتُبِ ابْنِ الْقَيِّمِ فِي هَذَا الْبَابِ وَكَانَ مِنْ كُتُبِ التَّعْلِيمِ فِي قُطْرِنَا وَلَا سِيَّمَا الْكِتَابُ الْأَوَّلُ فَإِنَّ كِتَابَ الْجَوَابِ الْكَافِي كَانَ مُقَرَّرًا قِرَاءَتُهُ فِي الْمَسَاجِدِ فِي هَذِهِ الْبِلَادِ فَكَانَ الْأَئِمَّةُ يُؤْمَرُوْنَ بِقِرَاءَةِ كِتَابِ الْجَوَابِ الْكَافِي عَلَى النَّاسِ لِمَا فِيهِ مِنْ مَعَانٍ عَظِيمَةٍ تَتَعَلَّقُ بِفِقْهِ الْقُلُوبِ وَأَحْوَالِ النَّفْسِ وَكَذَلِكَ كَلَامُ أَبِي الْفَرَجِ ابْنِ رَجَبٍ فَإِنَّ كَلَامَهُ نَافِعٌ جِدًّا فِي هَذَا الْمَقَامِ كَكِتَابِ اسْتِنْشَاقِ نَسِيمِ الْأُنْسِ أَوْ غَيْرِهِ


Penanya berkata, “Bisakah Anda tunjukkan kepada kami beberapa judul buku tentang pemahaman hati?”Ya, al-Quran al-Karim. Al-Quran al-Karim adalah kitab paling agung dalam pemahaman hati. Maka perbanyaklah membaca al-Quran al-Karim, karena al-Quran al-Karim dapat melapangkan dada dan menenangkan hati.Juga akan dibukakan pintu pemahaman hati bagi orang yang senantiasa membaca al-Quran, yang tidak mungkin didapatkan dari selainnya.Lalu jika kamu hendak minta ditunjukkan buku-buku yang bersumber dari al-Quran al-Karim, maka di antara buku yang paling bermanfaat yang ditulis para Ulama Ahlussunnah adalah yang ditulis oleh Abu al-Abbas Ibnu Taimiyah dalam kitab “at-Tuhfah al-Iraqiyah” dan kitab lainnya. Serta kitab yang ditulis muridnya, Ibnu al-Qayyim dalam kitab “al-Jawab al-Kafi” dan “Ighatsah al-Lahfan”. Dua kitab ini adalah kitab Ibnu al-Qayyim yang terbaik dalam bidang ini.Kitab-kitab ini termasuk buku ajar di negara kita (Saudi Arabia), terlebih lagi kitab yang pertama tadi. Kitab “al-Jawab al-Kafi” dulu ditetapkan untuk dibaca di masjid-masjid di negara ini.Dulu para imam masjid diperintahkan membacakan kitab “al-Jawab al-Kafi” kepada para jamaah, karena di dalamnya terdapat banyak kandungan-kandungan penting yang berkaitan dengan pemahaman hati dan psikologi jiwa.Demikian juga ucapan Abu al-Faraj Ibnu Rajab (bagus dalam pemahaman hati). Ucapan beliau sangat bermanfaat dalam bidang ini, seperti yang ada dalam kitab “Istinsyaq Nasim al-Uns” dan lainnya. ==== يَقُوْلُ هَلْ تَدُلُّنَا عَلَى بَعْضِ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ؟ نَعَمْ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ الْقُرْآنُ الْكَرِيمُ هُوَ أَعْظَمُ كُتُبِ فِقْهِ الْقُلُوبِ فَاسْتَكْثِرْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ تَنْشَرِحُ بِهِ الصُّدُوْرُ وَتَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ وَيُفْتَحُ لِلْإِنْسَانِ مَعَ تِكْرَارِ النَّظَرِ فِيهِ مِنْ فِقْهِ الْقُلُوبِ مَا لَا يَكُونُ فِي غَيْرِهِ وَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَسْتَرْشِدَ بِكُتُبٍ اسْتَمَدَّتْ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ مِنْ أَنْفَعِ مَا كَتَبَهُ عُلَمَاءُ أَهْلِ السُّنَّةِ مَا كَتَبَهُ أَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي التُّحْفَةِ الْعِرَاقِيَّةِ وَغَيْرِهَا وَمَا كَتَبَهُ تِلْمِيذُهُ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي الْجَوَابِ الْكَافِي وَإِغَاثَةِ اللَّهْفَانِ وَهَذَانِ الْكِتَابَانِ هُمَا مِنْ أَعْظَمِ كُتُبِ ابْنِ الْقَيِّمِ فِي هَذَا الْبَابِ وَكَانَ مِنْ كُتُبِ التَّعْلِيمِ فِي قُطْرِنَا وَلَا سِيَّمَا الْكِتَابُ الْأَوَّلُ فَإِنَّ كِتَابَ الْجَوَابِ الْكَافِي كَانَ مُقَرَّرًا قِرَاءَتُهُ فِي الْمَسَاجِدِ فِي هَذِهِ الْبِلَادِ فَكَانَ الْأَئِمَّةُ يُؤْمَرُوْنَ بِقِرَاءَةِ كِتَابِ الْجَوَابِ الْكَافِي عَلَى النَّاسِ لِمَا فِيهِ مِنْ مَعَانٍ عَظِيمَةٍ تَتَعَلَّقُ بِفِقْهِ الْقُلُوبِ وَأَحْوَالِ النَّفْسِ وَكَذَلِكَ كَلَامُ أَبِي الْفَرَجِ ابْنِ رَجَبٍ فَإِنَّ كَلَامَهُ نَافِعٌ جِدًّا فِي هَذَا الْمَقَامِ كَكِتَابِ اسْتِنْشَاقِ نَسِيمِ الْأُنْسِ أَوْ غَيْرِهِ

Bagaimana Keadaan Hatimu dengan Allah? (Bagian 2)

كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان كيف حالك مع التوبة والاستغفار؟ قال سبحانه: ﴿ فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ﴾ [نوح: 10 – 12]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((من قال: أستغفر اللهَ الذي لا إله إلا هو الحيُّ القيومُ وأتوب إليه، غُفِرَ له وإن كان قد فر من الزحف))؛ صحيح: أبو داود. Bagaimana Keadaanmu dengan Tobat dan Istighfar Allah Ta’ala berfirman: فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu – sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun – niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ “Barang siapa yang membaca: ASTAGHFIRULLAAH ALLADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QOYYUUMU WA ATUUBU ILAHI (Saya memohon ampun kepada Allah Yang Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri; dan aku bertobat kepada-Nya); maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun ia pernah lari dari medan perang.” (Hadis ini sahih; diriwayatkan oleh Abu Daud). وكلُّ ابنِ آدم خطَّاء، وخيرُ الخطَّائين التوابون، فهل تُبْنَا إلى الله – سبحانه – من الكذب والغيبة والنميمة، والعجب والكبر، والنظر المحرم والبهتان، والعدوان والأذى والإساءة، وأكل الحرام والبذاءة والإهمال، والتفرق والتكلف والجبن، والجفاء والجهل، والحسد والحقد، والخبث والخداع والخيانة، والدياثة والربا والرشوة، والسفاهة وسوء الخُلق وسوء الظن، وسوء المعاملة والضَّلال والطمع، والطيش والظلم والعتو، والعقوق والغدر والغفلة، والفحش والفساد والقذف، والقسوة واللَّغو، واللؤم والمكْر، والمَنِّ والنفاق ونقض العهد؟ نحتاج إلى محاسبة فورية للنفس قبلَ أنْ نُطالِب بمحاسبة الغير! قال ابن عباس – رضي الله عنهما -: “إنَّ للحسنة لنورًا في القلب، وضياءً في الوجه، وقوةً في البدن، وسعةً في الرزق، ومحبةً في قلوب الخلق، وإنَّ للسيئة لظلمةً في القلب، وسوادًا في الوجه، ووهنًا في البدن، وضيقًا في الرِّزق، وبغضةً في قلوب الخلق”؛ “الزهد والورع والعبادة”؛ لابن القيم. Seluruh manusia pasti pernah bersalah, tapi sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang senantiasa bertobat. Lalu apakah kita sudah bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dosa dusta, gibah, namimah, ujub, sombong, melihat hal yang haram, tuduhan, kezaliman, mengganggu orang lain, berlaku buruk terhadap orang lain, memakan harta haram, ucapan kotor, lalai, berpecah belah, sikap berlebih lebihan, kepengecutan, ketidakpedulian, kejahilan, iri, dengki, kebencian, penipuan, pengkhianatan, pelacuran, riba, suap, tindakan bodoh, akhlak tercela, prasangka buruk, perilaku yang buruk, kesesatan, ketamakan, menuduh orang lain berbuat keji, sikap kasar, omong kosong, pelit, tipu daya, mengungkit pemberian, kemunafikan, dan menyelisihi perjanjian? Kita harus segera mengintrospeksi diri sebelum kita mencari-cari kesalahan orang lain! Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Sesungguhnya amal kebaikan dapat mendatangkan cahaya dalam hati, kecerahan di wajah, kekuatan di badan, kelapangan dalam rezeki, dan kecintaan dalam hati para makhluk. Sedangkan amal keburukan dapat mendatangkan kegelapan dalam hati, kesuraman di wajah, kelemahan di badan, kesempitan dalam rezeki, dan kebencian dalam hati para makhluk.” (Kitab: “az-Zuhd wa al-Wara’ wa al-Ibadah” karya Ibnu al-Qayyim). هل تُبنا من استعظامِ النِّعمة والرُّكونِ إليها مع نسيان إضافتها إلى المنعم؟ الأمر جدٌّ ليس بالهين، قال – سبحانه -: ﴿ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴾ [التكاثر : 8]، قال زيد بن أسلم – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في هذه الآية: ((يعني: شِبَعَ البطون، وباردَ الشَّراب، وظلالَ المساكن، واعتدالَ الخلق، ولذةَ النوم))؛ رواه ابن أبي حاتم (“تفسير ابن كثير”). Apakah Kita Sudah Bertobat dari Mengingkari Kenikmatan, dan Terbuai dalam Kenikmatan Disertai Kelalaian dalam Mensyukuri Sang Pemberi Nikmat? Ini merupakan perkara serius, bukan perkara remeh. Allah Ta’ala berfirman: ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ “Kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian nikmati di dunia).” (QS. At-Takatsur: 8). Zaid bin Aslam radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang maksud ayat ini, “Yaitu kenikmatan pada kenyangnya perut, minuman yang segar, naungan tempat tinggal, badan yang sempurna (tanpa cacat), dan nyenyaknya tidur.” (HR. Ibnu Abi Hatim). (Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir). الواحد منَّا إذا قام بركعتين، أو صام يومًا، أو تصدق بصدقةٍ، أو عمل عملاً صالحًا، أو دعا النَّاس إلى خير – ركن إلى عمله وإلى نفسِه، ونسي منَّةَ الله عليه؛ أنه – سبحانه – هو الذي أعانه ووفَّقه لهذا العمل؛ عن سلمةَ بنِ الأكوع – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لا يزال الرَّجلُ يذهب بنفسِه حتَّى يكتب في الجبَّارين، فيصيبه ما أصابهم))؛ حسن: الترمذي Salah seorang dari kita apabila selesai melaksanakan shalat dua rakaat, puasa satu hari, bersedekah, melakukan suatu amal saleh, atau mengajak orang lain menuju kebaikan; dia condong kepada amalan dan dirinya, lalu melupakan kenikmatan dari Allah; padahal Dialah yang menolong dan memberinya kemudahan untuk menjalankan amalan tersebut.  Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَذْهَبُ بِنَفْسِهِ حَتَّى يُكْتَبَ فِي الْجَبَّارِينَ فَيُصِيبُهُ مَا أَصَابَهُمْ “Tidaklah seseorang senantiasa menyombongkan dirinya hingga dia dituliskan termasuk dalam golongan orang-orang yang berlaku semena-mena, sehingga dia akan tertimpa apa yang telah menimpa mereka.” (Hadis dengan derajat hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi). فالمسألة ليست مسألة كفٍّ عن الذنب والمعصية فحسْب، لا؛ بل ربما يكفُّ المرء عن المعصية الظاهرة فتعجبه نفسه، فيقع فيما هو أشد من الذَّنب؛ عن أنس – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لو لم تذنبوا، لخشيتُ عليكم ما هو أكبر منه؛ العجب))؛ قال المنذري في الترغيب والترهيب: رواه البزار بإسناد جي Perkara ini bukan hanya perkara menahan diri dari dosa dan kemaksiatan semata; tidak! Karena bisa jadi seseorang menahan diri dari kemaksiatan yang terang-terangan, sehingga dirinya merasa ujub (membangga-banggakan diri sendiri), sehingga dia terjerumus ke dalam hal yang lebih besar dari dosa itu sendiri.  Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَخَشِيتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْهُ العُجْبُ “Seandainya kalian tidak berbuat dosa, aku pasti khawatir kalian akan melakukan dosa yang lebih besar daripada itu, yaitu ujub.” (al-Mundziri mengatakan dalam kitab “at-Targhib wa at-Tarhib”, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang baik). وقال مالك بن دينار – رحمه الله -: “رحم اللهُ عبدًا قال لنفسِه: ألستِ صاحبة كذا؟ ألست صاحبة كذا؟ ثمَّ ذمَّها، ثمَّ خطمها، ثمَّ ألزمها كتابَ الله – عزَّ وجلَّ – فكان لها قائدًا”؛ (“محاسبة النفس”؛ لابن أبي الدنيا)، فكفى بالمرء علمًا أنْ يخشى اللَّهَ، وكفى بالمرء جهلاً أن يُعجَب بعلمِه؛ عن مسروق: “الإحياء”. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berkata kepada dirinya sendiri, ‘Bukankah kamu pelaku dosa ini?! Bukankah kamu pelaku dosa itu?!’ Dia mencela dirinya, membungkamnya, dan menjadikannya berpegang pada Kitab Allah ‘Azza wa Jalla; sehingga dia telah menjadi pengarah bagi dirinya sendiri.” (Kitab “Muhasabah an-Nafs” karya Ibnu Abi ad-Dunya). Cukuplah seseorang dianggap berilmu jika dia takut kepada Allah; dan cukuplah seseorang dianggap bodoh jika dia bangga dengan amalannya. (Diriwayatkan dari Masruq dalam kitab “al-Ihya’”). كيف حالك مع القرآن والذكر؟ قال عثمان – رضي الله عنه -: “لو طَهُرَتْ قلوبُكم، ما شبعتم من كلامِ ربكم”، وقال ابن مسعود – رضي الله عنه -: “من أحبَّ القرآنَ أحب اللهَ ورسولَه”؛ “جامع العلوم والحكم”، وقال الحسن: “رحم اللهُ عبدًا عرض نفسَه وعمله على كتاب الله، فإن وافق كتابَ الله، حمد الله وسأله الزيادة، وإن خالف كتاب الله، أعتب نفسَه ورجع من قريب”؛ “أخلاق أهل القرآن”؛ للآجري. Bagaimana Keadaanmu dengan Al-Quran dan Zikir? Utsman radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seandainya hati kalian bersih, niscaya kalian tidak akan kenyang dengan firman Tuhan kalian!” Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa yang mencintai al-Quran, maka dia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (Kitab: “Jami al-Ulum wa al-Hikmah”). Al-Hasan berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menimbang dirinya dan amalannya dengan Kitab Allah; apabila sesuai dengan Kitab Allah, maka dia bertahmid memuji Allah dan memohon peningkatan kepada-Nya; tapi jika menyelisihi Kitab Allah, maka dia menasihati dirinya dan segera bertobat.” (Kitab: “Akhlaq Ahl al-Quran” karya al-Ajurri). والذِّكر مبذولٌ لكل الناس، لا يحتاج إلى كثير كُلفة، ومع ذلك فأمةٌ منا لا يُستهان بها تفشل حتى في هذا المشعر السهل الهيِّن، قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ما تستقل الشمس فيبقى شيءٌ من خلقِ الله إلا سبَّح الله بحمده، إلا ما كان من الشياطين، وأغبياء بني آدم))؛ أخرجه أبو نعيم في الحلية. وعن أبي هريرة – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: أنَّه قال: ((من قعد مقعدًا لم يذكرِ اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ، ومن اضطجع مضجعًا لا يذكر اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ))، أي: تبعة ونقص وحسرة؛ حسن: أبو داود. وكلُّ امريءٍ حجيجُ نفسِه، فكفانا غفلة، وهلمَّ إلى يقظة عاجلة، فربَّ شروقٍ لا غروبَ له، وربَّ ليل لا نهار له، وكم من رجلٍ أصبح من أهل الدنيا وأمسى من أهل الآخرة! Zikir dapat dilakukan oleh setiap orang, tidak memerlukan usaha besar. Kendati demikian, banyak sekali dari kita yang gagal bahkan dalam ibadah yang sangat mudah ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَا تَسْتَقِلُّ الشَّمْسُ فَيَبْقَى شَيْءٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ إِلَّا سَبَّحَ اللهَ بِحَمْدِهِ، إِلَّا مَا كَانَ مِنَ الشَّيَاطِيْنِ، وَأَغْبِيَاءِ بَنِي آدَمَ “Tidaklah matahari itu terbit lalu ada satu makhluk Allah kecuali dia bertasbih memuji kepada Allah, kecuali makhluk dari golongan setan dan orang-orang bodoh dari Bani Adam.” (Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitab “al-Hilyah”). Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: مَنْ قعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ الله تَعَالَى فِيهِ كَانَت عَلَيْهِ مِنَ اللهِ ترَة، وَمَن اضطجَعَ مُضْطَجَعًا لا يَذْكرُ الله تَعَالَى فِيهِ كَاَنتْ عَليْه مِنَ اللهِ تِرَةٌ “Barang siapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu di sisi Allah akan menjadi kerugian baginya. Dan barang siapa berbaring lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu akan menjadi kerugian baginya di sisi Allah.” (Hadis ini derajatnya hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud).  Yakni menjadi penuntut, kekurangan, dan kerugian. Setiap orang yang menjadi penuntut bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, cukuplah kita dari kelalaian, dan mari kita segera sadar; karena bisa jadi matahari yang terbit ini tidak lagi tenggelam, dan malam tidak lagi disongsong siang. Betapa banyak orang yang pada pagi hari masih menjadi penghuni dunia, lalu pada sore harinya dia telah menjadi penghuni akhirat! *) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟/#_ftnref1 PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 624 times, 1 visit(s) today Post Views: 665 QRIS donasi Yufid

Bagaimana Keadaan Hatimu dengan Allah? (Bagian 2)

كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان كيف حالك مع التوبة والاستغفار؟ قال سبحانه: ﴿ فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ﴾ [نوح: 10 – 12]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((من قال: أستغفر اللهَ الذي لا إله إلا هو الحيُّ القيومُ وأتوب إليه، غُفِرَ له وإن كان قد فر من الزحف))؛ صحيح: أبو داود. Bagaimana Keadaanmu dengan Tobat dan Istighfar Allah Ta’ala berfirman: فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu – sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun – niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ “Barang siapa yang membaca: ASTAGHFIRULLAAH ALLADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QOYYUUMU WA ATUUBU ILAHI (Saya memohon ampun kepada Allah Yang Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri; dan aku bertobat kepada-Nya); maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun ia pernah lari dari medan perang.” (Hadis ini sahih; diriwayatkan oleh Abu Daud). وكلُّ ابنِ آدم خطَّاء، وخيرُ الخطَّائين التوابون، فهل تُبْنَا إلى الله – سبحانه – من الكذب والغيبة والنميمة، والعجب والكبر، والنظر المحرم والبهتان، والعدوان والأذى والإساءة، وأكل الحرام والبذاءة والإهمال، والتفرق والتكلف والجبن، والجفاء والجهل، والحسد والحقد، والخبث والخداع والخيانة، والدياثة والربا والرشوة، والسفاهة وسوء الخُلق وسوء الظن، وسوء المعاملة والضَّلال والطمع، والطيش والظلم والعتو، والعقوق والغدر والغفلة، والفحش والفساد والقذف، والقسوة واللَّغو، واللؤم والمكْر، والمَنِّ والنفاق ونقض العهد؟ نحتاج إلى محاسبة فورية للنفس قبلَ أنْ نُطالِب بمحاسبة الغير! قال ابن عباس – رضي الله عنهما -: “إنَّ للحسنة لنورًا في القلب، وضياءً في الوجه، وقوةً في البدن، وسعةً في الرزق، ومحبةً في قلوب الخلق، وإنَّ للسيئة لظلمةً في القلب، وسوادًا في الوجه، ووهنًا في البدن، وضيقًا في الرِّزق، وبغضةً في قلوب الخلق”؛ “الزهد والورع والعبادة”؛ لابن القيم. Seluruh manusia pasti pernah bersalah, tapi sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang senantiasa bertobat. Lalu apakah kita sudah bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dosa dusta, gibah, namimah, ujub, sombong, melihat hal yang haram, tuduhan, kezaliman, mengganggu orang lain, berlaku buruk terhadap orang lain, memakan harta haram, ucapan kotor, lalai, berpecah belah, sikap berlebih lebihan, kepengecutan, ketidakpedulian, kejahilan, iri, dengki, kebencian, penipuan, pengkhianatan, pelacuran, riba, suap, tindakan bodoh, akhlak tercela, prasangka buruk, perilaku yang buruk, kesesatan, ketamakan, menuduh orang lain berbuat keji, sikap kasar, omong kosong, pelit, tipu daya, mengungkit pemberian, kemunafikan, dan menyelisihi perjanjian? Kita harus segera mengintrospeksi diri sebelum kita mencari-cari kesalahan orang lain! Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Sesungguhnya amal kebaikan dapat mendatangkan cahaya dalam hati, kecerahan di wajah, kekuatan di badan, kelapangan dalam rezeki, dan kecintaan dalam hati para makhluk. Sedangkan amal keburukan dapat mendatangkan kegelapan dalam hati, kesuraman di wajah, kelemahan di badan, kesempitan dalam rezeki, dan kebencian dalam hati para makhluk.” (Kitab: “az-Zuhd wa al-Wara’ wa al-Ibadah” karya Ibnu al-Qayyim). هل تُبنا من استعظامِ النِّعمة والرُّكونِ إليها مع نسيان إضافتها إلى المنعم؟ الأمر جدٌّ ليس بالهين، قال – سبحانه -: ﴿ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴾ [التكاثر : 8]، قال زيد بن أسلم – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في هذه الآية: ((يعني: شِبَعَ البطون، وباردَ الشَّراب، وظلالَ المساكن، واعتدالَ الخلق، ولذةَ النوم))؛ رواه ابن أبي حاتم (“تفسير ابن كثير”). Apakah Kita Sudah Bertobat dari Mengingkari Kenikmatan, dan Terbuai dalam Kenikmatan Disertai Kelalaian dalam Mensyukuri Sang Pemberi Nikmat? Ini merupakan perkara serius, bukan perkara remeh. Allah Ta’ala berfirman: ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ “Kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian nikmati di dunia).” (QS. At-Takatsur: 8). Zaid bin Aslam radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang maksud ayat ini, “Yaitu kenikmatan pada kenyangnya perut, minuman yang segar, naungan tempat tinggal, badan yang sempurna (tanpa cacat), dan nyenyaknya tidur.” (HR. Ibnu Abi Hatim). (Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir). الواحد منَّا إذا قام بركعتين، أو صام يومًا، أو تصدق بصدقةٍ، أو عمل عملاً صالحًا، أو دعا النَّاس إلى خير – ركن إلى عمله وإلى نفسِه، ونسي منَّةَ الله عليه؛ أنه – سبحانه – هو الذي أعانه ووفَّقه لهذا العمل؛ عن سلمةَ بنِ الأكوع – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لا يزال الرَّجلُ يذهب بنفسِه حتَّى يكتب في الجبَّارين، فيصيبه ما أصابهم))؛ حسن: الترمذي Salah seorang dari kita apabila selesai melaksanakan shalat dua rakaat, puasa satu hari, bersedekah, melakukan suatu amal saleh, atau mengajak orang lain menuju kebaikan; dia condong kepada amalan dan dirinya, lalu melupakan kenikmatan dari Allah; padahal Dialah yang menolong dan memberinya kemudahan untuk menjalankan amalan tersebut.  Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَذْهَبُ بِنَفْسِهِ حَتَّى يُكْتَبَ فِي الْجَبَّارِينَ فَيُصِيبُهُ مَا أَصَابَهُمْ “Tidaklah seseorang senantiasa menyombongkan dirinya hingga dia dituliskan termasuk dalam golongan orang-orang yang berlaku semena-mena, sehingga dia akan tertimpa apa yang telah menimpa mereka.” (Hadis dengan derajat hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi). فالمسألة ليست مسألة كفٍّ عن الذنب والمعصية فحسْب، لا؛ بل ربما يكفُّ المرء عن المعصية الظاهرة فتعجبه نفسه، فيقع فيما هو أشد من الذَّنب؛ عن أنس – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لو لم تذنبوا، لخشيتُ عليكم ما هو أكبر منه؛ العجب))؛ قال المنذري في الترغيب والترهيب: رواه البزار بإسناد جي Perkara ini bukan hanya perkara menahan diri dari dosa dan kemaksiatan semata; tidak! Karena bisa jadi seseorang menahan diri dari kemaksiatan yang terang-terangan, sehingga dirinya merasa ujub (membangga-banggakan diri sendiri), sehingga dia terjerumus ke dalam hal yang lebih besar dari dosa itu sendiri.  Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَخَشِيتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْهُ العُجْبُ “Seandainya kalian tidak berbuat dosa, aku pasti khawatir kalian akan melakukan dosa yang lebih besar daripada itu, yaitu ujub.” (al-Mundziri mengatakan dalam kitab “at-Targhib wa at-Tarhib”, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang baik). وقال مالك بن دينار – رحمه الله -: “رحم اللهُ عبدًا قال لنفسِه: ألستِ صاحبة كذا؟ ألست صاحبة كذا؟ ثمَّ ذمَّها، ثمَّ خطمها، ثمَّ ألزمها كتابَ الله – عزَّ وجلَّ – فكان لها قائدًا”؛ (“محاسبة النفس”؛ لابن أبي الدنيا)، فكفى بالمرء علمًا أنْ يخشى اللَّهَ، وكفى بالمرء جهلاً أن يُعجَب بعلمِه؛ عن مسروق: “الإحياء”. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berkata kepada dirinya sendiri, ‘Bukankah kamu pelaku dosa ini?! Bukankah kamu pelaku dosa itu?!’ Dia mencela dirinya, membungkamnya, dan menjadikannya berpegang pada Kitab Allah ‘Azza wa Jalla; sehingga dia telah menjadi pengarah bagi dirinya sendiri.” (Kitab “Muhasabah an-Nafs” karya Ibnu Abi ad-Dunya). Cukuplah seseorang dianggap berilmu jika dia takut kepada Allah; dan cukuplah seseorang dianggap bodoh jika dia bangga dengan amalannya. (Diriwayatkan dari Masruq dalam kitab “al-Ihya’”). كيف حالك مع القرآن والذكر؟ قال عثمان – رضي الله عنه -: “لو طَهُرَتْ قلوبُكم، ما شبعتم من كلامِ ربكم”، وقال ابن مسعود – رضي الله عنه -: “من أحبَّ القرآنَ أحب اللهَ ورسولَه”؛ “جامع العلوم والحكم”، وقال الحسن: “رحم اللهُ عبدًا عرض نفسَه وعمله على كتاب الله، فإن وافق كتابَ الله، حمد الله وسأله الزيادة، وإن خالف كتاب الله، أعتب نفسَه ورجع من قريب”؛ “أخلاق أهل القرآن”؛ للآجري. Bagaimana Keadaanmu dengan Al-Quran dan Zikir? Utsman radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seandainya hati kalian bersih, niscaya kalian tidak akan kenyang dengan firman Tuhan kalian!” Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa yang mencintai al-Quran, maka dia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (Kitab: “Jami al-Ulum wa al-Hikmah”). Al-Hasan berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menimbang dirinya dan amalannya dengan Kitab Allah; apabila sesuai dengan Kitab Allah, maka dia bertahmid memuji Allah dan memohon peningkatan kepada-Nya; tapi jika menyelisihi Kitab Allah, maka dia menasihati dirinya dan segera bertobat.” (Kitab: “Akhlaq Ahl al-Quran” karya al-Ajurri). والذِّكر مبذولٌ لكل الناس، لا يحتاج إلى كثير كُلفة، ومع ذلك فأمةٌ منا لا يُستهان بها تفشل حتى في هذا المشعر السهل الهيِّن، قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ما تستقل الشمس فيبقى شيءٌ من خلقِ الله إلا سبَّح الله بحمده، إلا ما كان من الشياطين، وأغبياء بني آدم))؛ أخرجه أبو نعيم في الحلية. وعن أبي هريرة – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: أنَّه قال: ((من قعد مقعدًا لم يذكرِ اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ، ومن اضطجع مضجعًا لا يذكر اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ))، أي: تبعة ونقص وحسرة؛ حسن: أبو داود. وكلُّ امريءٍ حجيجُ نفسِه، فكفانا غفلة، وهلمَّ إلى يقظة عاجلة، فربَّ شروقٍ لا غروبَ له، وربَّ ليل لا نهار له، وكم من رجلٍ أصبح من أهل الدنيا وأمسى من أهل الآخرة! Zikir dapat dilakukan oleh setiap orang, tidak memerlukan usaha besar. Kendati demikian, banyak sekali dari kita yang gagal bahkan dalam ibadah yang sangat mudah ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَا تَسْتَقِلُّ الشَّمْسُ فَيَبْقَى شَيْءٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ إِلَّا سَبَّحَ اللهَ بِحَمْدِهِ، إِلَّا مَا كَانَ مِنَ الشَّيَاطِيْنِ، وَأَغْبِيَاءِ بَنِي آدَمَ “Tidaklah matahari itu terbit lalu ada satu makhluk Allah kecuali dia bertasbih memuji kepada Allah, kecuali makhluk dari golongan setan dan orang-orang bodoh dari Bani Adam.” (Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitab “al-Hilyah”). Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: مَنْ قعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ الله تَعَالَى فِيهِ كَانَت عَلَيْهِ مِنَ اللهِ ترَة، وَمَن اضطجَعَ مُضْطَجَعًا لا يَذْكرُ الله تَعَالَى فِيهِ كَاَنتْ عَليْه مِنَ اللهِ تِرَةٌ “Barang siapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu di sisi Allah akan menjadi kerugian baginya. Dan barang siapa berbaring lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu akan menjadi kerugian baginya di sisi Allah.” (Hadis ini derajatnya hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud).  Yakni menjadi penuntut, kekurangan, dan kerugian. Setiap orang yang menjadi penuntut bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, cukuplah kita dari kelalaian, dan mari kita segera sadar; karena bisa jadi matahari yang terbit ini tidak lagi tenggelam, dan malam tidak lagi disongsong siang. Betapa banyak orang yang pada pagi hari masih menjadi penghuni dunia, lalu pada sore harinya dia telah menjadi penghuni akhirat! *) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟/#_ftnref1 PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 624 times, 1 visit(s) today Post Views: 665 QRIS donasi Yufid
كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان كيف حالك مع التوبة والاستغفار؟ قال سبحانه: ﴿ فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ﴾ [نوح: 10 – 12]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((من قال: أستغفر اللهَ الذي لا إله إلا هو الحيُّ القيومُ وأتوب إليه، غُفِرَ له وإن كان قد فر من الزحف))؛ صحيح: أبو داود. Bagaimana Keadaanmu dengan Tobat dan Istighfar Allah Ta’ala berfirman: فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu – sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun – niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ “Barang siapa yang membaca: ASTAGHFIRULLAAH ALLADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QOYYUUMU WA ATUUBU ILAHI (Saya memohon ampun kepada Allah Yang Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri; dan aku bertobat kepada-Nya); maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun ia pernah lari dari medan perang.” (Hadis ini sahih; diriwayatkan oleh Abu Daud). وكلُّ ابنِ آدم خطَّاء، وخيرُ الخطَّائين التوابون، فهل تُبْنَا إلى الله – سبحانه – من الكذب والغيبة والنميمة، والعجب والكبر، والنظر المحرم والبهتان، والعدوان والأذى والإساءة، وأكل الحرام والبذاءة والإهمال، والتفرق والتكلف والجبن، والجفاء والجهل، والحسد والحقد، والخبث والخداع والخيانة، والدياثة والربا والرشوة، والسفاهة وسوء الخُلق وسوء الظن، وسوء المعاملة والضَّلال والطمع، والطيش والظلم والعتو، والعقوق والغدر والغفلة، والفحش والفساد والقذف، والقسوة واللَّغو، واللؤم والمكْر، والمَنِّ والنفاق ونقض العهد؟ نحتاج إلى محاسبة فورية للنفس قبلَ أنْ نُطالِب بمحاسبة الغير! قال ابن عباس – رضي الله عنهما -: “إنَّ للحسنة لنورًا في القلب، وضياءً في الوجه، وقوةً في البدن، وسعةً في الرزق، ومحبةً في قلوب الخلق، وإنَّ للسيئة لظلمةً في القلب، وسوادًا في الوجه، ووهنًا في البدن، وضيقًا في الرِّزق، وبغضةً في قلوب الخلق”؛ “الزهد والورع والعبادة”؛ لابن القيم. Seluruh manusia pasti pernah bersalah, tapi sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang senantiasa bertobat. Lalu apakah kita sudah bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dosa dusta, gibah, namimah, ujub, sombong, melihat hal yang haram, tuduhan, kezaliman, mengganggu orang lain, berlaku buruk terhadap orang lain, memakan harta haram, ucapan kotor, lalai, berpecah belah, sikap berlebih lebihan, kepengecutan, ketidakpedulian, kejahilan, iri, dengki, kebencian, penipuan, pengkhianatan, pelacuran, riba, suap, tindakan bodoh, akhlak tercela, prasangka buruk, perilaku yang buruk, kesesatan, ketamakan, menuduh orang lain berbuat keji, sikap kasar, omong kosong, pelit, tipu daya, mengungkit pemberian, kemunafikan, dan menyelisihi perjanjian? Kita harus segera mengintrospeksi diri sebelum kita mencari-cari kesalahan orang lain! Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Sesungguhnya amal kebaikan dapat mendatangkan cahaya dalam hati, kecerahan di wajah, kekuatan di badan, kelapangan dalam rezeki, dan kecintaan dalam hati para makhluk. Sedangkan amal keburukan dapat mendatangkan kegelapan dalam hati, kesuraman di wajah, kelemahan di badan, kesempitan dalam rezeki, dan kebencian dalam hati para makhluk.” (Kitab: “az-Zuhd wa al-Wara’ wa al-Ibadah” karya Ibnu al-Qayyim). هل تُبنا من استعظامِ النِّعمة والرُّكونِ إليها مع نسيان إضافتها إلى المنعم؟ الأمر جدٌّ ليس بالهين، قال – سبحانه -: ﴿ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴾ [التكاثر : 8]، قال زيد بن أسلم – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في هذه الآية: ((يعني: شِبَعَ البطون، وباردَ الشَّراب، وظلالَ المساكن، واعتدالَ الخلق، ولذةَ النوم))؛ رواه ابن أبي حاتم (“تفسير ابن كثير”). Apakah Kita Sudah Bertobat dari Mengingkari Kenikmatan, dan Terbuai dalam Kenikmatan Disertai Kelalaian dalam Mensyukuri Sang Pemberi Nikmat? Ini merupakan perkara serius, bukan perkara remeh. Allah Ta’ala berfirman: ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ “Kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian nikmati di dunia).” (QS. At-Takatsur: 8). Zaid bin Aslam radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang maksud ayat ini, “Yaitu kenikmatan pada kenyangnya perut, minuman yang segar, naungan tempat tinggal, badan yang sempurna (tanpa cacat), dan nyenyaknya tidur.” (HR. Ibnu Abi Hatim). (Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir). الواحد منَّا إذا قام بركعتين، أو صام يومًا، أو تصدق بصدقةٍ، أو عمل عملاً صالحًا، أو دعا النَّاس إلى خير – ركن إلى عمله وإلى نفسِه، ونسي منَّةَ الله عليه؛ أنه – سبحانه – هو الذي أعانه ووفَّقه لهذا العمل؛ عن سلمةَ بنِ الأكوع – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لا يزال الرَّجلُ يذهب بنفسِه حتَّى يكتب في الجبَّارين، فيصيبه ما أصابهم))؛ حسن: الترمذي Salah seorang dari kita apabila selesai melaksanakan shalat dua rakaat, puasa satu hari, bersedekah, melakukan suatu amal saleh, atau mengajak orang lain menuju kebaikan; dia condong kepada amalan dan dirinya, lalu melupakan kenikmatan dari Allah; padahal Dialah yang menolong dan memberinya kemudahan untuk menjalankan amalan tersebut.  Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَذْهَبُ بِنَفْسِهِ حَتَّى يُكْتَبَ فِي الْجَبَّارِينَ فَيُصِيبُهُ مَا أَصَابَهُمْ “Tidaklah seseorang senantiasa menyombongkan dirinya hingga dia dituliskan termasuk dalam golongan orang-orang yang berlaku semena-mena, sehingga dia akan tertimpa apa yang telah menimpa mereka.” (Hadis dengan derajat hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi). فالمسألة ليست مسألة كفٍّ عن الذنب والمعصية فحسْب، لا؛ بل ربما يكفُّ المرء عن المعصية الظاهرة فتعجبه نفسه، فيقع فيما هو أشد من الذَّنب؛ عن أنس – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لو لم تذنبوا، لخشيتُ عليكم ما هو أكبر منه؛ العجب))؛ قال المنذري في الترغيب والترهيب: رواه البزار بإسناد جي Perkara ini bukan hanya perkara menahan diri dari dosa dan kemaksiatan semata; tidak! Karena bisa jadi seseorang menahan diri dari kemaksiatan yang terang-terangan, sehingga dirinya merasa ujub (membangga-banggakan diri sendiri), sehingga dia terjerumus ke dalam hal yang lebih besar dari dosa itu sendiri.  Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَخَشِيتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْهُ العُجْبُ “Seandainya kalian tidak berbuat dosa, aku pasti khawatir kalian akan melakukan dosa yang lebih besar daripada itu, yaitu ujub.” (al-Mundziri mengatakan dalam kitab “at-Targhib wa at-Tarhib”, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang baik). وقال مالك بن دينار – رحمه الله -: “رحم اللهُ عبدًا قال لنفسِه: ألستِ صاحبة كذا؟ ألست صاحبة كذا؟ ثمَّ ذمَّها، ثمَّ خطمها، ثمَّ ألزمها كتابَ الله – عزَّ وجلَّ – فكان لها قائدًا”؛ (“محاسبة النفس”؛ لابن أبي الدنيا)، فكفى بالمرء علمًا أنْ يخشى اللَّهَ، وكفى بالمرء جهلاً أن يُعجَب بعلمِه؛ عن مسروق: “الإحياء”. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berkata kepada dirinya sendiri, ‘Bukankah kamu pelaku dosa ini?! Bukankah kamu pelaku dosa itu?!’ Dia mencela dirinya, membungkamnya, dan menjadikannya berpegang pada Kitab Allah ‘Azza wa Jalla; sehingga dia telah menjadi pengarah bagi dirinya sendiri.” (Kitab “Muhasabah an-Nafs” karya Ibnu Abi ad-Dunya). Cukuplah seseorang dianggap berilmu jika dia takut kepada Allah; dan cukuplah seseorang dianggap bodoh jika dia bangga dengan amalannya. (Diriwayatkan dari Masruq dalam kitab “al-Ihya’”). كيف حالك مع القرآن والذكر؟ قال عثمان – رضي الله عنه -: “لو طَهُرَتْ قلوبُكم، ما شبعتم من كلامِ ربكم”، وقال ابن مسعود – رضي الله عنه -: “من أحبَّ القرآنَ أحب اللهَ ورسولَه”؛ “جامع العلوم والحكم”، وقال الحسن: “رحم اللهُ عبدًا عرض نفسَه وعمله على كتاب الله، فإن وافق كتابَ الله، حمد الله وسأله الزيادة، وإن خالف كتاب الله، أعتب نفسَه ورجع من قريب”؛ “أخلاق أهل القرآن”؛ للآجري. Bagaimana Keadaanmu dengan Al-Quran dan Zikir? Utsman radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seandainya hati kalian bersih, niscaya kalian tidak akan kenyang dengan firman Tuhan kalian!” Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa yang mencintai al-Quran, maka dia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (Kitab: “Jami al-Ulum wa al-Hikmah”). Al-Hasan berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menimbang dirinya dan amalannya dengan Kitab Allah; apabila sesuai dengan Kitab Allah, maka dia bertahmid memuji Allah dan memohon peningkatan kepada-Nya; tapi jika menyelisihi Kitab Allah, maka dia menasihati dirinya dan segera bertobat.” (Kitab: “Akhlaq Ahl al-Quran” karya al-Ajurri). والذِّكر مبذولٌ لكل الناس، لا يحتاج إلى كثير كُلفة، ومع ذلك فأمةٌ منا لا يُستهان بها تفشل حتى في هذا المشعر السهل الهيِّن، قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ما تستقل الشمس فيبقى شيءٌ من خلقِ الله إلا سبَّح الله بحمده، إلا ما كان من الشياطين، وأغبياء بني آدم))؛ أخرجه أبو نعيم في الحلية. وعن أبي هريرة – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: أنَّه قال: ((من قعد مقعدًا لم يذكرِ اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ، ومن اضطجع مضجعًا لا يذكر اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ))، أي: تبعة ونقص وحسرة؛ حسن: أبو داود. وكلُّ امريءٍ حجيجُ نفسِه، فكفانا غفلة، وهلمَّ إلى يقظة عاجلة، فربَّ شروقٍ لا غروبَ له، وربَّ ليل لا نهار له، وكم من رجلٍ أصبح من أهل الدنيا وأمسى من أهل الآخرة! Zikir dapat dilakukan oleh setiap orang, tidak memerlukan usaha besar. Kendati demikian, banyak sekali dari kita yang gagal bahkan dalam ibadah yang sangat mudah ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَا تَسْتَقِلُّ الشَّمْسُ فَيَبْقَى شَيْءٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ إِلَّا سَبَّحَ اللهَ بِحَمْدِهِ، إِلَّا مَا كَانَ مِنَ الشَّيَاطِيْنِ، وَأَغْبِيَاءِ بَنِي آدَمَ “Tidaklah matahari itu terbit lalu ada satu makhluk Allah kecuali dia bertasbih memuji kepada Allah, kecuali makhluk dari golongan setan dan orang-orang bodoh dari Bani Adam.” (Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitab “al-Hilyah”). Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: مَنْ قعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ الله تَعَالَى فِيهِ كَانَت عَلَيْهِ مِنَ اللهِ ترَة، وَمَن اضطجَعَ مُضْطَجَعًا لا يَذْكرُ الله تَعَالَى فِيهِ كَاَنتْ عَليْه مِنَ اللهِ تِرَةٌ “Barang siapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu di sisi Allah akan menjadi kerugian baginya. Dan barang siapa berbaring lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu akan menjadi kerugian baginya di sisi Allah.” (Hadis ini derajatnya hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud).  Yakni menjadi penuntut, kekurangan, dan kerugian. Setiap orang yang menjadi penuntut bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, cukuplah kita dari kelalaian, dan mari kita segera sadar; karena bisa jadi matahari yang terbit ini tidak lagi tenggelam, dan malam tidak lagi disongsong siang. Betapa banyak orang yang pada pagi hari masih menjadi penghuni dunia, lalu pada sore harinya dia telah menjadi penghuni akhirat! *) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟/#_ftnref1 PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 624 times, 1 visit(s) today Post Views: 665 QRIS donasi Yufid


كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان كيف حالك مع التوبة والاستغفار؟ قال سبحانه: ﴿ فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا ﴾ [نوح: 10 – 12]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((من قال: أستغفر اللهَ الذي لا إله إلا هو الحيُّ القيومُ وأتوب إليه، غُفِرَ له وإن كان قد فر من الزحف))؛ صحيح: أبو داود. Bagaimana Keadaanmu dengan Tobat dan Istighfar Allah Ta’ala berfirman: فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu – sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun – niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ قَدْ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ “Barang siapa yang membaca: ASTAGHFIRULLAAH ALLADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QOYYUUMU WA ATUUBU ILAHI (Saya memohon ampun kepada Allah Yang Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri; dan aku bertobat kepada-Nya); maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun ia pernah lari dari medan perang.” (Hadis ini sahih; diriwayatkan oleh Abu Daud). وكلُّ ابنِ آدم خطَّاء، وخيرُ الخطَّائين التوابون، فهل تُبْنَا إلى الله – سبحانه – من الكذب والغيبة والنميمة، والعجب والكبر، والنظر المحرم والبهتان، والعدوان والأذى والإساءة، وأكل الحرام والبذاءة والإهمال، والتفرق والتكلف والجبن، والجفاء والجهل، والحسد والحقد، والخبث والخداع والخيانة، والدياثة والربا والرشوة، والسفاهة وسوء الخُلق وسوء الظن، وسوء المعاملة والضَّلال والطمع، والطيش والظلم والعتو، والعقوق والغدر والغفلة، والفحش والفساد والقذف، والقسوة واللَّغو، واللؤم والمكْر، والمَنِّ والنفاق ونقض العهد؟ نحتاج إلى محاسبة فورية للنفس قبلَ أنْ نُطالِب بمحاسبة الغير! قال ابن عباس – رضي الله عنهما -: “إنَّ للحسنة لنورًا في القلب، وضياءً في الوجه، وقوةً في البدن، وسعةً في الرزق، ومحبةً في قلوب الخلق، وإنَّ للسيئة لظلمةً في القلب، وسوادًا في الوجه، ووهنًا في البدن، وضيقًا في الرِّزق، وبغضةً في قلوب الخلق”؛ “الزهد والورع والعبادة”؛ لابن القيم. Seluruh manusia pasti pernah bersalah, tapi sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang senantiasa bertobat. Lalu apakah kita sudah bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dosa dusta, gibah, namimah, ujub, sombong, melihat hal yang haram, tuduhan, kezaliman, mengganggu orang lain, berlaku buruk terhadap orang lain, memakan harta haram, ucapan kotor, lalai, berpecah belah, sikap berlebih lebihan, kepengecutan, ketidakpedulian, kejahilan, iri, dengki, kebencian, penipuan, pengkhianatan, pelacuran, riba, suap, tindakan bodoh, akhlak tercela, prasangka buruk, perilaku yang buruk, kesesatan, ketamakan, menuduh orang lain berbuat keji, sikap kasar, omong kosong, pelit, tipu daya, mengungkit pemberian, kemunafikan, dan menyelisihi perjanjian? Kita harus segera mengintrospeksi diri sebelum kita mencari-cari kesalahan orang lain! Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Sesungguhnya amal kebaikan dapat mendatangkan cahaya dalam hati, kecerahan di wajah, kekuatan di badan, kelapangan dalam rezeki, dan kecintaan dalam hati para makhluk. Sedangkan amal keburukan dapat mendatangkan kegelapan dalam hati, kesuraman di wajah, kelemahan di badan, kesempitan dalam rezeki, dan kebencian dalam hati para makhluk.” (Kitab: “az-Zuhd wa al-Wara’ wa al-Ibadah” karya Ibnu al-Qayyim). هل تُبنا من استعظامِ النِّعمة والرُّكونِ إليها مع نسيان إضافتها إلى المنعم؟ الأمر جدٌّ ليس بالهين، قال – سبحانه -: ﴿ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ﴾ [التكاثر : 8]، قال زيد بن أسلم – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في هذه الآية: ((يعني: شِبَعَ البطون، وباردَ الشَّراب، وظلالَ المساكن، واعتدالَ الخلق، ولذةَ النوم))؛ رواه ابن أبي حاتم (“تفسير ابن كثير”). Apakah Kita Sudah Bertobat dari Mengingkari Kenikmatan, dan Terbuai dalam Kenikmatan Disertai Kelalaian dalam Mensyukuri Sang Pemberi Nikmat? Ini merupakan perkara serius, bukan perkara remeh. Allah Ta’ala berfirman: ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ “Kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian nikmati di dunia).” (QS. At-Takatsur: 8). Zaid bin Aslam radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang maksud ayat ini, “Yaitu kenikmatan pada kenyangnya perut, minuman yang segar, naungan tempat tinggal, badan yang sempurna (tanpa cacat), dan nyenyaknya tidur.” (HR. Ibnu Abi Hatim). (Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir). الواحد منَّا إذا قام بركعتين، أو صام يومًا، أو تصدق بصدقةٍ، أو عمل عملاً صالحًا، أو دعا النَّاس إلى خير – ركن إلى عمله وإلى نفسِه، ونسي منَّةَ الله عليه؛ أنه – سبحانه – هو الذي أعانه ووفَّقه لهذا العمل؛ عن سلمةَ بنِ الأكوع – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لا يزال الرَّجلُ يذهب بنفسِه حتَّى يكتب في الجبَّارين، فيصيبه ما أصابهم))؛ حسن: الترمذي Salah seorang dari kita apabila selesai melaksanakan shalat dua rakaat, puasa satu hari, bersedekah, melakukan suatu amal saleh, atau mengajak orang lain menuju kebaikan; dia condong kepada amalan dan dirinya, lalu melupakan kenikmatan dari Allah; padahal Dialah yang menolong dan memberinya kemudahan untuk menjalankan amalan tersebut.  Diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَذْهَبُ بِنَفْسِهِ حَتَّى يُكْتَبَ فِي الْجَبَّارِينَ فَيُصِيبُهُ مَا أَصَابَهُمْ “Tidaklah seseorang senantiasa menyombongkan dirinya hingga dia dituliskan termasuk dalam golongan orang-orang yang berlaku semena-mena, sehingga dia akan tertimpa apa yang telah menimpa mereka.” (Hadis dengan derajat hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi). فالمسألة ليست مسألة كفٍّ عن الذنب والمعصية فحسْب، لا؛ بل ربما يكفُّ المرء عن المعصية الظاهرة فتعجبه نفسه، فيقع فيما هو أشد من الذَّنب؛ عن أنس – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((لو لم تذنبوا، لخشيتُ عليكم ما هو أكبر منه؛ العجب))؛ قال المنذري في الترغيب والترهيب: رواه البزار بإسناد جي Perkara ini bukan hanya perkara menahan diri dari dosa dan kemaksiatan semata; tidak! Karena bisa jadi seseorang menahan diri dari kemaksiatan yang terang-terangan, sehingga dirinya merasa ujub (membangga-banggakan diri sendiri), sehingga dia terjerumus ke dalam hal yang lebih besar dari dosa itu sendiri.  Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَخَشِيتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْهُ العُجْبُ “Seandainya kalian tidak berbuat dosa, aku pasti khawatir kalian akan melakukan dosa yang lebih besar daripada itu, yaitu ujub.” (al-Mundziri mengatakan dalam kitab “at-Targhib wa at-Tarhib”, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang baik). وقال مالك بن دينار – رحمه الله -: “رحم اللهُ عبدًا قال لنفسِه: ألستِ صاحبة كذا؟ ألست صاحبة كذا؟ ثمَّ ذمَّها، ثمَّ خطمها، ثمَّ ألزمها كتابَ الله – عزَّ وجلَّ – فكان لها قائدًا”؛ (“محاسبة النفس”؛ لابن أبي الدنيا)، فكفى بالمرء علمًا أنْ يخشى اللَّهَ، وكفى بالمرء جهلاً أن يُعجَب بعلمِه؛ عن مسروق: “الإحياء”. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berkata kepada dirinya sendiri, ‘Bukankah kamu pelaku dosa ini?! Bukankah kamu pelaku dosa itu?!’ Dia mencela dirinya, membungkamnya, dan menjadikannya berpegang pada Kitab Allah ‘Azza wa Jalla; sehingga dia telah menjadi pengarah bagi dirinya sendiri.” (Kitab “Muhasabah an-Nafs” karya Ibnu Abi ad-Dunya). Cukuplah seseorang dianggap berilmu jika dia takut kepada Allah; dan cukuplah seseorang dianggap bodoh jika dia bangga dengan amalannya. (Diriwayatkan dari Masruq dalam kitab “al-Ihya’”). كيف حالك مع القرآن والذكر؟ قال عثمان – رضي الله عنه -: “لو طَهُرَتْ قلوبُكم، ما شبعتم من كلامِ ربكم”، وقال ابن مسعود – رضي الله عنه -: “من أحبَّ القرآنَ أحب اللهَ ورسولَه”؛ “جامع العلوم والحكم”، وقال الحسن: “رحم اللهُ عبدًا عرض نفسَه وعمله على كتاب الله، فإن وافق كتابَ الله، حمد الله وسأله الزيادة، وإن خالف كتاب الله، أعتب نفسَه ورجع من قريب”؛ “أخلاق أهل القرآن”؛ للآجري. Bagaimana Keadaanmu dengan Al-Quran dan Zikir? Utsman radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seandainya hati kalian bersih, niscaya kalian tidak akan kenyang dengan firman Tuhan kalian!” Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa yang mencintai al-Quran, maka dia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (Kitab: “Jami al-Ulum wa al-Hikmah”). Al-Hasan berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menimbang dirinya dan amalannya dengan Kitab Allah; apabila sesuai dengan Kitab Allah, maka dia bertahmid memuji Allah dan memohon peningkatan kepada-Nya; tapi jika menyelisihi Kitab Allah, maka dia menasihati dirinya dan segera bertobat.” (Kitab: “Akhlaq Ahl al-Quran” karya al-Ajurri). والذِّكر مبذولٌ لكل الناس، لا يحتاج إلى كثير كُلفة، ومع ذلك فأمةٌ منا لا يُستهان بها تفشل حتى في هذا المشعر السهل الهيِّن، قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ما تستقل الشمس فيبقى شيءٌ من خلقِ الله إلا سبَّح الله بحمده، إلا ما كان من الشياطين، وأغبياء بني آدم))؛ أخرجه أبو نعيم في الحلية. وعن أبي هريرة – رضي الله عنه -: عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: أنَّه قال: ((من قعد مقعدًا لم يذكرِ اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ، ومن اضطجع مضجعًا لا يذكر اللَّهَ فيه، كانت عليه من اللَّه تِرَةٌ))، أي: تبعة ونقص وحسرة؛ حسن: أبو داود. وكلُّ امريءٍ حجيجُ نفسِه، فكفانا غفلة، وهلمَّ إلى يقظة عاجلة، فربَّ شروقٍ لا غروبَ له، وربَّ ليل لا نهار له، وكم من رجلٍ أصبح من أهل الدنيا وأمسى من أهل الآخرة! Zikir dapat dilakukan oleh setiap orang, tidak memerlukan usaha besar. Kendati demikian, banyak sekali dari kita yang gagal bahkan dalam ibadah yang sangat mudah ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَا تَسْتَقِلُّ الشَّمْسُ فَيَبْقَى شَيْءٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ إِلَّا سَبَّحَ اللهَ بِحَمْدِهِ، إِلَّا مَا كَانَ مِنَ الشَّيَاطِيْنِ، وَأَغْبِيَاءِ بَنِي آدَمَ “Tidaklah matahari itu terbit lalu ada satu makhluk Allah kecuali dia bertasbih memuji kepada Allah, kecuali makhluk dari golongan setan dan orang-orang bodoh dari Bani Adam.” (Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitab “al-Hilyah”). Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: مَنْ قعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ الله تَعَالَى فِيهِ كَانَت عَلَيْهِ مِنَ اللهِ ترَة، وَمَن اضطجَعَ مُضْطَجَعًا لا يَذْكرُ الله تَعَالَى فِيهِ كَاَنتْ عَليْه مِنَ اللهِ تِرَةٌ “Barang siapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu di sisi Allah akan menjadi kerugian baginya. Dan barang siapa berbaring lalu tidak menyebut nama Allah (berzikir) di sana, maka itu akan menjadi kerugian baginya di sisi Allah.” (Hadis ini derajatnya hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud).  Yakni menjadi penuntut, kekurangan, dan kerugian. Setiap orang yang menjadi penuntut bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, cukuplah kita dari kelalaian, dan mari kita segera sadar; karena bisa jadi matahari yang terbit ini tidak lagi tenggelam, dan malam tidak lagi disongsong siang. Betapa banyak orang yang pada pagi hari masih menjadi penghuni dunia, lalu pada sore harinya dia telah menjadi penghuni akhirat! *) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟/#_ftnref1 PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 624 times, 1 visit(s) today Post Views: 665 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 185MAKAN BERSAMA ANAK Salah satu aktivitas yang banyak manfaatnya, namun sayang belakangan ini kerap ditinggalkan, adalah makan bersama anak. Jikapun ada keluarga yang masih mempraktekkannya, kerap momen istimewa ini terganggu dengan hadirnya benda asing di tangan masing-masing. Yakni HP! Maka alangkah baiknya, kebiasaan makan bersama keluarga, kita hidupkan kembali. Sebab hal ini sangat penting dan banyak manfaatnya. Antara lain: Pertama: Mengakrabkan hubungan Kebersamaan anggota keluarga dalam sebuah aktivitas, mutlak diperlukan; guna membangun keakraban hubungan antar mereka. Apalagi di zaman ini, di mana masing-masing anggota keluarga seringkali terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang menguras tenaga, pikiran dan waktu. Akibatnya terjadilah kerenggangan hubungan di antara anggota keluarga. Nah, momen makan bersama keluarga, menjadi salah satu solusi untuk merajut keharmonisan dan kedekatan antara orang tua dengan putra-putrinya. Sebab di situ akan terjadi obrolan ringan dan interaksi antar mereka. Kedua: Momen Memberikan Nasehat Salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan saat akan menyampaikan nasehat, adalah mencari momen yang pas. Agar nasehat itu lebih mudah untuk diterima. Suasana akrab makan bersama, menjadi salah satu alternatif waktu terbaik dalam memberikan nasehat. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun juga memanfaatkan momen tersebut. Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ» فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ” Dahulu saat kecil, aku dirawat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika makan bersama, tanganku bergerak kesana kemari di nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Nak, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat denganmu”. Umar berkata, “Semenjak mendapatkan nasehat tersebut, aku selalu menerapkan adab-adab tersebut setiap kali makan”. HR. Bukhari (No. 5376) dan Muslim (No. 2022). Kandungan hadits ini pernah kita kupas di Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 177. Ketiga: Meraih Keberkahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menganjurkan makan bersama; agar mendapatkan keberkahan dari Allah ta’ala. Dalam sebuah hadits disebutkan: إِنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلَا نَشْبَعُ، قَالَ: «‌فَلَعَلَّكُمْ ‌تَفْتَرِقُونَ؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: «فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ» Bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melapor, “Wahai Rasulullah, mengapa kami sudah makan, namun tidak kenyang?”. Beliau pun bertanya, “Apakah kalian makan sendiri-sendiri?”. Mereka menjawab, “Ya”. Beliau bersabda, “Makanlah bersama-sama, dan bacalah basmalah; niscaya makanan kalian akan diberkahi”. HR. Abu Dawud (no. 3764) dan dinilai hasan oleh al-Albaniy. Keempat: Menjaga Pola Makan Tetap Baik Salah satu pemicu munculnya gangguan pencernaan, adalah tidak idealnya pola makan. Yakni sering telat makan, dan cenderung lebih suka jajan di luar. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua bisa mengajak anak untuk mulai menata pola makannya dengan tepat. Caranya adalah dengan mengajak makan bersama. Setidaknya, jika anak lebih sering makan di rumah, maka waktu makannya akan lebih teratur, dan kebutuhan nutrisinya lebih terpantau dan tercukupi insyaAllah. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 13 Jumadal Ula 1445 / 27 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAKBEBAS MEMILIH PINTU SURGA* SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 185MAKAN BERSAMA ANAK Salah satu aktivitas yang banyak manfaatnya, namun sayang belakangan ini kerap ditinggalkan, adalah makan bersama anak. Jikapun ada keluarga yang masih mempraktekkannya, kerap momen istimewa ini terganggu dengan hadirnya benda asing di tangan masing-masing. Yakni HP! Maka alangkah baiknya, kebiasaan makan bersama keluarga, kita hidupkan kembali. Sebab hal ini sangat penting dan banyak manfaatnya. Antara lain: Pertama: Mengakrabkan hubungan Kebersamaan anggota keluarga dalam sebuah aktivitas, mutlak diperlukan; guna membangun keakraban hubungan antar mereka. Apalagi di zaman ini, di mana masing-masing anggota keluarga seringkali terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang menguras tenaga, pikiran dan waktu. Akibatnya terjadilah kerenggangan hubungan di antara anggota keluarga. Nah, momen makan bersama keluarga, menjadi salah satu solusi untuk merajut keharmonisan dan kedekatan antara orang tua dengan putra-putrinya. Sebab di situ akan terjadi obrolan ringan dan interaksi antar mereka. Kedua: Momen Memberikan Nasehat Salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan saat akan menyampaikan nasehat, adalah mencari momen yang pas. Agar nasehat itu lebih mudah untuk diterima. Suasana akrab makan bersama, menjadi salah satu alternatif waktu terbaik dalam memberikan nasehat. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun juga memanfaatkan momen tersebut. Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ» فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ” Dahulu saat kecil, aku dirawat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika makan bersama, tanganku bergerak kesana kemari di nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Nak, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat denganmu”. Umar berkata, “Semenjak mendapatkan nasehat tersebut, aku selalu menerapkan adab-adab tersebut setiap kali makan”. HR. Bukhari (No. 5376) dan Muslim (No. 2022). Kandungan hadits ini pernah kita kupas di Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 177. Ketiga: Meraih Keberkahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menganjurkan makan bersama; agar mendapatkan keberkahan dari Allah ta’ala. Dalam sebuah hadits disebutkan: إِنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلَا نَشْبَعُ، قَالَ: «‌فَلَعَلَّكُمْ ‌تَفْتَرِقُونَ؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: «فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ» Bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melapor, “Wahai Rasulullah, mengapa kami sudah makan, namun tidak kenyang?”. Beliau pun bertanya, “Apakah kalian makan sendiri-sendiri?”. Mereka menjawab, “Ya”. Beliau bersabda, “Makanlah bersama-sama, dan bacalah basmalah; niscaya makanan kalian akan diberkahi”. HR. Abu Dawud (no. 3764) dan dinilai hasan oleh al-Albaniy. Keempat: Menjaga Pola Makan Tetap Baik Salah satu pemicu munculnya gangguan pencernaan, adalah tidak idealnya pola makan. Yakni sering telat makan, dan cenderung lebih suka jajan di luar. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua bisa mengajak anak untuk mulai menata pola makannya dengan tepat. Caranya adalah dengan mengajak makan bersama. Setidaknya, jika anak lebih sering makan di rumah, maka waktu makannya akan lebih teratur, dan kebutuhan nutrisinya lebih terpantau dan tercukupi insyaAllah. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 13 Jumadal Ula 1445 / 27 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAKBEBAS MEMILIH PINTU SURGA* SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 185MAKAN BERSAMA ANAK Salah satu aktivitas yang banyak manfaatnya, namun sayang belakangan ini kerap ditinggalkan, adalah makan bersama anak. Jikapun ada keluarga yang masih mempraktekkannya, kerap momen istimewa ini terganggu dengan hadirnya benda asing di tangan masing-masing. Yakni HP! Maka alangkah baiknya, kebiasaan makan bersama keluarga, kita hidupkan kembali. Sebab hal ini sangat penting dan banyak manfaatnya. Antara lain: Pertama: Mengakrabkan hubungan Kebersamaan anggota keluarga dalam sebuah aktivitas, mutlak diperlukan; guna membangun keakraban hubungan antar mereka. Apalagi di zaman ini, di mana masing-masing anggota keluarga seringkali terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang menguras tenaga, pikiran dan waktu. Akibatnya terjadilah kerenggangan hubungan di antara anggota keluarga. Nah, momen makan bersama keluarga, menjadi salah satu solusi untuk merajut keharmonisan dan kedekatan antara orang tua dengan putra-putrinya. Sebab di situ akan terjadi obrolan ringan dan interaksi antar mereka. Kedua: Momen Memberikan Nasehat Salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan saat akan menyampaikan nasehat, adalah mencari momen yang pas. Agar nasehat itu lebih mudah untuk diterima. Suasana akrab makan bersama, menjadi salah satu alternatif waktu terbaik dalam memberikan nasehat. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun juga memanfaatkan momen tersebut. Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ» فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ” Dahulu saat kecil, aku dirawat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika makan bersama, tanganku bergerak kesana kemari di nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Nak, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat denganmu”. Umar berkata, “Semenjak mendapatkan nasehat tersebut, aku selalu menerapkan adab-adab tersebut setiap kali makan”. HR. Bukhari (No. 5376) dan Muslim (No. 2022). Kandungan hadits ini pernah kita kupas di Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 177. Ketiga: Meraih Keberkahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menganjurkan makan bersama; agar mendapatkan keberkahan dari Allah ta’ala. Dalam sebuah hadits disebutkan: إِنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلَا نَشْبَعُ، قَالَ: «‌فَلَعَلَّكُمْ ‌تَفْتَرِقُونَ؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: «فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ» Bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melapor, “Wahai Rasulullah, mengapa kami sudah makan, namun tidak kenyang?”. Beliau pun bertanya, “Apakah kalian makan sendiri-sendiri?”. Mereka menjawab, “Ya”. Beliau bersabda, “Makanlah bersama-sama, dan bacalah basmalah; niscaya makanan kalian akan diberkahi”. HR. Abu Dawud (no. 3764) dan dinilai hasan oleh al-Albaniy. Keempat: Menjaga Pola Makan Tetap Baik Salah satu pemicu munculnya gangguan pencernaan, adalah tidak idealnya pola makan. Yakni sering telat makan, dan cenderung lebih suka jajan di luar. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua bisa mengajak anak untuk mulai menata pola makannya dengan tepat. Caranya adalah dengan mengajak makan bersama. Setidaknya, jika anak lebih sering makan di rumah, maka waktu makannya akan lebih teratur, dan kebutuhan nutrisinya lebih terpantau dan tercukupi insyaAllah. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 13 Jumadal Ula 1445 / 27 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAKBEBAS MEMILIH PINTU SURGA* SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 185MAKAN BERSAMA ANAK Salah satu aktivitas yang banyak manfaatnya, namun sayang belakangan ini kerap ditinggalkan, adalah makan bersama anak. Jikapun ada keluarga yang masih mempraktekkannya, kerap momen istimewa ini terganggu dengan hadirnya benda asing di tangan masing-masing. Yakni HP! Maka alangkah baiknya, kebiasaan makan bersama keluarga, kita hidupkan kembali. Sebab hal ini sangat penting dan banyak manfaatnya. Antara lain: Pertama: Mengakrabkan hubungan Kebersamaan anggota keluarga dalam sebuah aktivitas, mutlak diperlukan; guna membangun keakraban hubungan antar mereka. Apalagi di zaman ini, di mana masing-masing anggota keluarga seringkali terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang menguras tenaga, pikiran dan waktu. Akibatnya terjadilah kerenggangan hubungan di antara anggota keluarga. Nah, momen makan bersama keluarga, menjadi salah satu solusi untuk merajut keharmonisan dan kedekatan antara orang tua dengan putra-putrinya. Sebab di situ akan terjadi obrolan ringan dan interaksi antar mereka. Kedua: Momen Memberikan Nasehat Salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan saat akan menyampaikan nasehat, adalah mencari momen yang pas. Agar nasehat itu lebih mudah untuk diterima. Suasana akrab makan bersama, menjadi salah satu alternatif waktu terbaik dalam memberikan nasehat. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun juga memanfaatkan momen tersebut. Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ» فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ” Dahulu saat kecil, aku dirawat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika makan bersama, tanganku bergerak kesana kemari di nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Nak, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat denganmu”. Umar berkata, “Semenjak mendapatkan nasehat tersebut, aku selalu menerapkan adab-adab tersebut setiap kali makan”. HR. Bukhari (No. 5376) dan Muslim (No. 2022). Kandungan hadits ini pernah kita kupas di Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 177. Ketiga: Meraih Keberkahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menganjurkan makan bersama; agar mendapatkan keberkahan dari Allah ta’ala. Dalam sebuah hadits disebutkan: إِنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلَا نَشْبَعُ، قَالَ: «‌فَلَعَلَّكُمْ ‌تَفْتَرِقُونَ؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: «فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ» Bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melapor, “Wahai Rasulullah, mengapa kami sudah makan, namun tidak kenyang?”. Beliau pun bertanya, “Apakah kalian makan sendiri-sendiri?”. Mereka menjawab, “Ya”. Beliau bersabda, “Makanlah bersama-sama, dan bacalah basmalah; niscaya makanan kalian akan diberkahi”. HR. Abu Dawud (no. 3764) dan dinilai hasan oleh al-Albaniy. Keempat: Menjaga Pola Makan Tetap Baik Salah satu pemicu munculnya gangguan pencernaan, adalah tidak idealnya pola makan. Yakni sering telat makan, dan cenderung lebih suka jajan di luar. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua bisa mengajak anak untuk mulai menata pola makannya dengan tepat. Caranya adalah dengan mengajak makan bersama. Setidaknya, jika anak lebih sering makan di rumah, maka waktu makannya akan lebih teratur, dan kebutuhan nutrisinya lebih terpantau dan tercukupi insyaAllah. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 13 Jumadal Ula 1445 / 27 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAKBEBAS MEMILIH PINTU SURGA* SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 Posted on October 18, 2024October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204DOA MASUK RUMAH Bag-1 Berkesempatan untuk tinggal di rumah adalah karunia Allah yang harus disyukuri. Betapa banyak orang yang menggelandang di kolong jembatan atau di emperan toko. Salah satu wujud syukurnya adalah dengan rutin membaca doa yang diajarkan Islam saat masuk rumah. Di antara redaksi doa tersebut adalah: «بِسْمِ اللهِ» “Bismillah”. Dalil Landasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: “لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ”، وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ” وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ» “Bila seseorang memasuki rumahnya dan berdzikir kepada Allah (dengan membaca basmalah) saat masuk dan makan; maka setan akan berkata, “Kalian tidak mendapatkan tempat menginap dan makanan (di rumah ini). Namun jika ia masuk lalu tidak membaca basmalah, setan akan berkata, “Kalian menemukan tempat menginap”. Bila ia tidak membaca basmalah sebelum makan; niscaya setan akan berkata, “Kalian mendapatkan tempat menginap dan makanan”. HR. Muslim (no. 5230) dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Renungan Kandungan Hadits di atas menjelaskan manfaat membaca basmalah saat masuk rumah serta sebelum makan dan minum. Yaitu mendapat perlindungan Allah dari kejahatan setan. Sebab setan selalu menguntit manusia dalam setiap aktivitasnya. Bila ia berdzikir mengingat Allah, maka setan akan mundur dan menjauhinya. Sehingga manusia terjaga dari makar setan dan tipudayanya. Setan itu memiliki siasat untuk maju dan mundur. Dia akan maju manakala kita lalai dari berdzikir. Sebaliknya dia bakal mundur, manakala kita menyerangnya dengan dzikrullah. Jika kita menginginkan agar setan selalu mundur, maka kita pun harus senantiasa memukulnya terus dengan dzikir. “Dzikir merupakan cemeti untuk mencambuk setan. Sebagaimana para penjahat dibuat jera dengan pukulan cemeti, kayu atau besi. Dzikrullah akan memukul dan menyakiti setan, persis seperti cemeti akan menyakiti orang yang disabet dengannya. Karena itulah setannya orang yang beriman berbadan kurus, lemah dan ceking. Sebab selalu disiksa dengan dzikir dan ketaatan pada Allah … Kebalikannya, setan yang bersama orang fasik, hidup dalam keenakan, sehingga dia kuat dan sombong. Barang siapa yang tidak pernah menyiksa setannya di dunia ini dengan dzikrullah, tauhid, istighfar dan ketaatan pada Allah, ia bakal ‘disiksa’ oleh setannya di neraka. Hanya ada dua pilihan: manusia menyiksa setannya, atau ia disiksa oleh setannya”. Allah ta’ala berfirman, “‌وَمَنْ ‌يَعْشُ ‌عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ” Artinya: “Barang siapa yang enggan mengingat Allah; niscaya Kami akan membiarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya”. QS. Az-Zukhruf (43): 36. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 25 Shafar 1445 / 11 September 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 Posted on October 18, 2024October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204DOA MASUK RUMAH Bag-1 Berkesempatan untuk tinggal di rumah adalah karunia Allah yang harus disyukuri. Betapa banyak orang yang menggelandang di kolong jembatan atau di emperan toko. Salah satu wujud syukurnya adalah dengan rutin membaca doa yang diajarkan Islam saat masuk rumah. Di antara redaksi doa tersebut adalah: «بِسْمِ اللهِ» “Bismillah”. Dalil Landasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: “لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ”، وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ” وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ» “Bila seseorang memasuki rumahnya dan berdzikir kepada Allah (dengan membaca basmalah) saat masuk dan makan; maka setan akan berkata, “Kalian tidak mendapatkan tempat menginap dan makanan (di rumah ini). Namun jika ia masuk lalu tidak membaca basmalah, setan akan berkata, “Kalian menemukan tempat menginap”. Bila ia tidak membaca basmalah sebelum makan; niscaya setan akan berkata, “Kalian mendapatkan tempat menginap dan makanan”. HR. Muslim (no. 5230) dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Renungan Kandungan Hadits di atas menjelaskan manfaat membaca basmalah saat masuk rumah serta sebelum makan dan minum. Yaitu mendapat perlindungan Allah dari kejahatan setan. Sebab setan selalu menguntit manusia dalam setiap aktivitasnya. Bila ia berdzikir mengingat Allah, maka setan akan mundur dan menjauhinya. Sehingga manusia terjaga dari makar setan dan tipudayanya. Setan itu memiliki siasat untuk maju dan mundur. Dia akan maju manakala kita lalai dari berdzikir. Sebaliknya dia bakal mundur, manakala kita menyerangnya dengan dzikrullah. Jika kita menginginkan agar setan selalu mundur, maka kita pun harus senantiasa memukulnya terus dengan dzikir. “Dzikir merupakan cemeti untuk mencambuk setan. Sebagaimana para penjahat dibuat jera dengan pukulan cemeti, kayu atau besi. Dzikrullah akan memukul dan menyakiti setan, persis seperti cemeti akan menyakiti orang yang disabet dengannya. Karena itulah setannya orang yang beriman berbadan kurus, lemah dan ceking. Sebab selalu disiksa dengan dzikir dan ketaatan pada Allah … Kebalikannya, setan yang bersama orang fasik, hidup dalam keenakan, sehingga dia kuat dan sombong. Barang siapa yang tidak pernah menyiksa setannya di dunia ini dengan dzikrullah, tauhid, istighfar dan ketaatan pada Allah, ia bakal ‘disiksa’ oleh setannya di neraka. Hanya ada dua pilihan: manusia menyiksa setannya, atau ia disiksa oleh setannya”. Allah ta’ala berfirman, “‌وَمَنْ ‌يَعْشُ ‌عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ” Artinya: “Barang siapa yang enggan mengingat Allah; niscaya Kami akan membiarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya”. QS. Az-Zukhruf (43): 36. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 25 Shafar 1445 / 11 September 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 Posted on October 18, 2024October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204DOA MASUK RUMAH Bag-1 Berkesempatan untuk tinggal di rumah adalah karunia Allah yang harus disyukuri. Betapa banyak orang yang menggelandang di kolong jembatan atau di emperan toko. Salah satu wujud syukurnya adalah dengan rutin membaca doa yang diajarkan Islam saat masuk rumah. Di antara redaksi doa tersebut adalah: «بِسْمِ اللهِ» “Bismillah”. Dalil Landasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: “لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ”، وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ” وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ» “Bila seseorang memasuki rumahnya dan berdzikir kepada Allah (dengan membaca basmalah) saat masuk dan makan; maka setan akan berkata, “Kalian tidak mendapatkan tempat menginap dan makanan (di rumah ini). Namun jika ia masuk lalu tidak membaca basmalah, setan akan berkata, “Kalian menemukan tempat menginap”. Bila ia tidak membaca basmalah sebelum makan; niscaya setan akan berkata, “Kalian mendapatkan tempat menginap dan makanan”. HR. Muslim (no. 5230) dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Renungan Kandungan Hadits di atas menjelaskan manfaat membaca basmalah saat masuk rumah serta sebelum makan dan minum. Yaitu mendapat perlindungan Allah dari kejahatan setan. Sebab setan selalu menguntit manusia dalam setiap aktivitasnya. Bila ia berdzikir mengingat Allah, maka setan akan mundur dan menjauhinya. Sehingga manusia terjaga dari makar setan dan tipudayanya. Setan itu memiliki siasat untuk maju dan mundur. Dia akan maju manakala kita lalai dari berdzikir. Sebaliknya dia bakal mundur, manakala kita menyerangnya dengan dzikrullah. Jika kita menginginkan agar setan selalu mundur, maka kita pun harus senantiasa memukulnya terus dengan dzikir. “Dzikir merupakan cemeti untuk mencambuk setan. Sebagaimana para penjahat dibuat jera dengan pukulan cemeti, kayu atau besi. Dzikrullah akan memukul dan menyakiti setan, persis seperti cemeti akan menyakiti orang yang disabet dengannya. Karena itulah setannya orang yang beriman berbadan kurus, lemah dan ceking. Sebab selalu disiksa dengan dzikir dan ketaatan pada Allah … Kebalikannya, setan yang bersama orang fasik, hidup dalam keenakan, sehingga dia kuat dan sombong. Barang siapa yang tidak pernah menyiksa setannya di dunia ini dengan dzikrullah, tauhid, istighfar dan ketaatan pada Allah, ia bakal ‘disiksa’ oleh setannya di neraka. Hanya ada dua pilihan: manusia menyiksa setannya, atau ia disiksa oleh setannya”. Allah ta’ala berfirman, “‌وَمَنْ ‌يَعْشُ ‌عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ” Artinya: “Barang siapa yang enggan mengingat Allah; niscaya Kami akan membiarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya”. QS. Az-Zukhruf (43): 36. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 25 Shafar 1445 / 11 September 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 Posted on October 18, 2024October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204DOA MASUK RUMAH Bag-1 Berkesempatan untuk tinggal di rumah adalah karunia Allah yang harus disyukuri. Betapa banyak orang yang menggelandang di kolong jembatan atau di emperan toko. Salah satu wujud syukurnya adalah dengan rutin membaca doa yang diajarkan Islam saat masuk rumah. Di antara redaksi doa tersebut adalah: «بِسْمِ اللهِ» “Bismillah”. Dalil Landasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: “لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ”، وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ” وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: “أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ» “Bila seseorang memasuki rumahnya dan berdzikir kepada Allah (dengan membaca basmalah) saat masuk dan makan; maka setan akan berkata, “Kalian tidak mendapatkan tempat menginap dan makanan (di rumah ini). Namun jika ia masuk lalu tidak membaca basmalah, setan akan berkata, “Kalian menemukan tempat menginap”. Bila ia tidak membaca basmalah sebelum makan; niscaya setan akan berkata, “Kalian mendapatkan tempat menginap dan makanan”. HR. Muslim (no. 5230) dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Renungan Kandungan Hadits di atas menjelaskan manfaat membaca basmalah saat masuk rumah serta sebelum makan dan minum. Yaitu mendapat perlindungan Allah dari kejahatan setan. Sebab setan selalu menguntit manusia dalam setiap aktivitasnya. Bila ia berdzikir mengingat Allah, maka setan akan mundur dan menjauhinya. Sehingga manusia terjaga dari makar setan dan tipudayanya. Setan itu memiliki siasat untuk maju dan mundur. Dia akan maju manakala kita lalai dari berdzikir. Sebaliknya dia bakal mundur, manakala kita menyerangnya dengan dzikrullah. Jika kita menginginkan agar setan selalu mundur, maka kita pun harus senantiasa memukulnya terus dengan dzikir. “Dzikir merupakan cemeti untuk mencambuk setan. Sebagaimana para penjahat dibuat jera dengan pukulan cemeti, kayu atau besi. Dzikrullah akan memukul dan menyakiti setan, persis seperti cemeti akan menyakiti orang yang disabet dengannya. Karena itulah setannya orang yang beriman berbadan kurus, lemah dan ceking. Sebab selalu disiksa dengan dzikir dan ketaatan pada Allah … Kebalikannya, setan yang bersama orang fasik, hidup dalam keenakan, sehingga dia kuat dan sombong. Barang siapa yang tidak pernah menyiksa setannya di dunia ini dengan dzikrullah, tauhid, istighfar dan ketaatan pada Allah, ia bakal ‘disiksa’ oleh setannya di neraka. Hanya ada dua pilihan: manusia menyiksa setannya, atau ia disiksa oleh setannya”. Allah ta’ala berfirman, “‌وَمَنْ ‌يَعْشُ ‌عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ” Artinya: “Barang siapa yang enggan mengingat Allah; niscaya Kami akan membiarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya”. QS. Az-Zukhruf (43): 36. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 25 Shafar 1445 / 11 September 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 186 – BERLAKU ADIL KEPADA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

BEBAS MEMILIH PINTU SURGA*

BEBAS MEMILIH PINTU SURGA* Posted on October 18, 2024by Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA Bisa masuk surga adalah sebuah karunia yang sangat besar dari Allah. Apalagi jika masuk surganya bebas melalui pintu manapun. Tentu tidak sembarang orang bisa mendapatkan keistimewaan itu. Sebab ia harus menjadi sosok yang ideal dalam banyak sisi. Berikut hal-hal yang harus dipenuhi seseorang bila ingin bebas memilih pintu surga: Pertama: Berakidah Benar Akidah adalah pondasi dalam beragama. Sehingga keabsahan akidah sangat berpengaruh pada kebenaran dalam beragama. Maka hal pertama yang harus diprioritaskan dalam kehidupan manusia adalah mempelajari akidah yang benar, lalu mengimaninya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan prinsip-prinsip akidah yang benar dalam sabdanya, «مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ‌وَأَنَّ ‌عِيسَى ‌عَبْدُ اللهِ وَابْنُ أَمَتِهِ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ» “Siapapun yang mengucapkan: aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah satu-satu-Nya, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan sungguh Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Serta sesungguhnya Isa adalah hamba Allah dan putra dari hamba perempuan-Nya, kalimat-Nya disampaikan kepada Maryam dan ruh berasal dari-Nya. Serta meyakini bahwa surga benar-benar ada dan neraka juga benar-benar ada; niscaya Allah akan memasukkannya melalui delapan pintu surga manapun yang diinginkannya”. HR. Bukhari (no. 3435) dan Muslim (no. 46) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Ini redaksi Muslim. Kedua: Tekun Beribadah Bila akidah diibaratkan akar pohon, maka ibadah bagaikan batangnya. Akar yang sehat dan kokoh akan menumbuhkan batang yang kuat. Sebaliknya akar yang lemah dan sakit-sakitan bakal menumbuhkan batang yang ringkih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «مَنْ عَبَدَ اللهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَأَطَاعَ؛ فَإِنَّ اللهَ يُدْخِلُهُ ‌مِنْ ‌أَيِّ ‌أَبْوَابِ ‌الْجَنَّةِ ‌شَاءَ، وَلَهَا ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ» “Barang siapa yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, lalu menegakkan shalat, membayarkan zakat, mendengar dan taat (kepada pemerintah dalam kebaikan); sungguh Allah akan memasukkannya melalui pintu surga manapun yang diinginkannya. Surga memiliki delapan pintu”. HR. Ahmad (no. 22768) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Isnadnya dinilai hasan oleh al-Arna’uth. Ketiga: Berakhlak Mulia Manusia adalah makhluk sosial. Mau tidak mau dia harus berinteraksi dengan sesama. Maka selain bermodalkan akidah yang benar dan ibadah yang tekun, dia harus berakhlak mulia. Terlebih kepada orang-orang terdekatnya. Yakni: ayah, ibu, suami, istri dan anak. Dalam sebuah hadits dijelaskan, «‌إِذَا ‌صَلَّتِ ‌الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ» “Bila seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: masuklah ke surga melalui pintu manapun yang kau inginkan”. HR. Ahmad (no. 1661) dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban. Menurut al-Albaniy dan al-Arna’uth hadits ini hasan lighairihi. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 15 Rabi’uts Tsani 1446 / 18 Oktober 2024 AGEN KEBAIKANREG:NAMA#JENIS KELAMIN#KOTA = 081128087654 Facebookwww.facebook.com/UstadzAbdullahZaen/ Telegramhttps://t.me/ustadzabdullahzaen Soundcloudhttps://soundcloud.com/ustadzabdullahzaen Instagramhttps://www.instagram.com/abdullahzaenofficial/ Youtubehttps://www.youtube.com/c/ustadzabdullahzaenma No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAKSerial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

BEBAS MEMILIH PINTU SURGA*

BEBAS MEMILIH PINTU SURGA* Posted on October 18, 2024by Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA Bisa masuk surga adalah sebuah karunia yang sangat besar dari Allah. Apalagi jika masuk surganya bebas melalui pintu manapun. Tentu tidak sembarang orang bisa mendapatkan keistimewaan itu. Sebab ia harus menjadi sosok yang ideal dalam banyak sisi. Berikut hal-hal yang harus dipenuhi seseorang bila ingin bebas memilih pintu surga: Pertama: Berakidah Benar Akidah adalah pondasi dalam beragama. Sehingga keabsahan akidah sangat berpengaruh pada kebenaran dalam beragama. Maka hal pertama yang harus diprioritaskan dalam kehidupan manusia adalah mempelajari akidah yang benar, lalu mengimaninya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan prinsip-prinsip akidah yang benar dalam sabdanya, «مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ‌وَأَنَّ ‌عِيسَى ‌عَبْدُ اللهِ وَابْنُ أَمَتِهِ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ» “Siapapun yang mengucapkan: aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah satu-satu-Nya, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan sungguh Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Serta sesungguhnya Isa adalah hamba Allah dan putra dari hamba perempuan-Nya, kalimat-Nya disampaikan kepada Maryam dan ruh berasal dari-Nya. Serta meyakini bahwa surga benar-benar ada dan neraka juga benar-benar ada; niscaya Allah akan memasukkannya melalui delapan pintu surga manapun yang diinginkannya”. HR. Bukhari (no. 3435) dan Muslim (no. 46) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Ini redaksi Muslim. Kedua: Tekun Beribadah Bila akidah diibaratkan akar pohon, maka ibadah bagaikan batangnya. Akar yang sehat dan kokoh akan menumbuhkan batang yang kuat. Sebaliknya akar yang lemah dan sakit-sakitan bakal menumbuhkan batang yang ringkih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «مَنْ عَبَدَ اللهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَأَطَاعَ؛ فَإِنَّ اللهَ يُدْخِلُهُ ‌مِنْ ‌أَيِّ ‌أَبْوَابِ ‌الْجَنَّةِ ‌شَاءَ، وَلَهَا ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ» “Barang siapa yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, lalu menegakkan shalat, membayarkan zakat, mendengar dan taat (kepada pemerintah dalam kebaikan); sungguh Allah akan memasukkannya melalui pintu surga manapun yang diinginkannya. Surga memiliki delapan pintu”. HR. Ahmad (no. 22768) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Isnadnya dinilai hasan oleh al-Arna’uth. Ketiga: Berakhlak Mulia Manusia adalah makhluk sosial. Mau tidak mau dia harus berinteraksi dengan sesama. Maka selain bermodalkan akidah yang benar dan ibadah yang tekun, dia harus berakhlak mulia. Terlebih kepada orang-orang terdekatnya. Yakni: ayah, ibu, suami, istri dan anak. Dalam sebuah hadits dijelaskan, «‌إِذَا ‌صَلَّتِ ‌الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ» “Bila seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: masuklah ke surga melalui pintu manapun yang kau inginkan”. HR. Ahmad (no. 1661) dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban. Menurut al-Albaniy dan al-Arna’uth hadits ini hasan lighairihi. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 15 Rabi’uts Tsani 1446 / 18 Oktober 2024 AGEN KEBAIKANREG:NAMA#JENIS KELAMIN#KOTA = 081128087654 Facebookwww.facebook.com/UstadzAbdullahZaen/ Telegramhttps://t.me/ustadzabdullahzaen Soundcloudhttps://soundcloud.com/ustadzabdullahzaen Instagramhttps://www.instagram.com/abdullahzaenofficial/ Youtubehttps://www.youtube.com/c/ustadzabdullahzaenma No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAKSerial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
BEBAS MEMILIH PINTU SURGA* Posted on October 18, 2024by Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA Bisa masuk surga adalah sebuah karunia yang sangat besar dari Allah. Apalagi jika masuk surganya bebas melalui pintu manapun. Tentu tidak sembarang orang bisa mendapatkan keistimewaan itu. Sebab ia harus menjadi sosok yang ideal dalam banyak sisi. Berikut hal-hal yang harus dipenuhi seseorang bila ingin bebas memilih pintu surga: Pertama: Berakidah Benar Akidah adalah pondasi dalam beragama. Sehingga keabsahan akidah sangat berpengaruh pada kebenaran dalam beragama. Maka hal pertama yang harus diprioritaskan dalam kehidupan manusia adalah mempelajari akidah yang benar, lalu mengimaninya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan prinsip-prinsip akidah yang benar dalam sabdanya, «مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ‌وَأَنَّ ‌عِيسَى ‌عَبْدُ اللهِ وَابْنُ أَمَتِهِ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ» “Siapapun yang mengucapkan: aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah satu-satu-Nya, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan sungguh Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Serta sesungguhnya Isa adalah hamba Allah dan putra dari hamba perempuan-Nya, kalimat-Nya disampaikan kepada Maryam dan ruh berasal dari-Nya. Serta meyakini bahwa surga benar-benar ada dan neraka juga benar-benar ada; niscaya Allah akan memasukkannya melalui delapan pintu surga manapun yang diinginkannya”. HR. Bukhari (no. 3435) dan Muslim (no. 46) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Ini redaksi Muslim. Kedua: Tekun Beribadah Bila akidah diibaratkan akar pohon, maka ibadah bagaikan batangnya. Akar yang sehat dan kokoh akan menumbuhkan batang yang kuat. Sebaliknya akar yang lemah dan sakit-sakitan bakal menumbuhkan batang yang ringkih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «مَنْ عَبَدَ اللهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَأَطَاعَ؛ فَإِنَّ اللهَ يُدْخِلُهُ ‌مِنْ ‌أَيِّ ‌أَبْوَابِ ‌الْجَنَّةِ ‌شَاءَ، وَلَهَا ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ» “Barang siapa yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, lalu menegakkan shalat, membayarkan zakat, mendengar dan taat (kepada pemerintah dalam kebaikan); sungguh Allah akan memasukkannya melalui pintu surga manapun yang diinginkannya. Surga memiliki delapan pintu”. HR. Ahmad (no. 22768) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Isnadnya dinilai hasan oleh al-Arna’uth. Ketiga: Berakhlak Mulia Manusia adalah makhluk sosial. Mau tidak mau dia harus berinteraksi dengan sesama. Maka selain bermodalkan akidah yang benar dan ibadah yang tekun, dia harus berakhlak mulia. Terlebih kepada orang-orang terdekatnya. Yakni: ayah, ibu, suami, istri dan anak. Dalam sebuah hadits dijelaskan, «‌إِذَا ‌صَلَّتِ ‌الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ» “Bila seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: masuklah ke surga melalui pintu manapun yang kau inginkan”. HR. Ahmad (no. 1661) dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban. Menurut al-Albaniy dan al-Arna’uth hadits ini hasan lighairihi. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 15 Rabi’uts Tsani 1446 / 18 Oktober 2024 AGEN KEBAIKANREG:NAMA#JENIS KELAMIN#KOTA = 081128087654 Facebookwww.facebook.com/UstadzAbdullahZaen/ Telegramhttps://t.me/ustadzabdullahzaen Soundcloudhttps://soundcloud.com/ustadzabdullahzaen Instagramhttps://www.instagram.com/abdullahzaenofficial/ Youtubehttps://www.youtube.com/c/ustadzabdullahzaenma No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAKSerial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


BEBAS MEMILIH PINTU SURGA* Posted on October 18, 2024by Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA Bisa masuk surga adalah sebuah karunia yang sangat besar dari Allah. Apalagi jika masuk surganya bebas melalui pintu manapun. Tentu tidak sembarang orang bisa mendapatkan keistimewaan itu. Sebab ia harus menjadi sosok yang ideal dalam banyak sisi. Berikut hal-hal yang harus dipenuhi seseorang bila ingin bebas memilih pintu surga: Pertama: Berakidah Benar Akidah adalah pondasi dalam beragama. Sehingga keabsahan akidah sangat berpengaruh pada kebenaran dalam beragama. Maka hal pertama yang harus diprioritaskan dalam kehidupan manusia adalah mempelajari akidah yang benar, lalu mengimaninya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan prinsip-prinsip akidah yang benar dalam sabdanya, «مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ‌وَأَنَّ ‌عِيسَى ‌عَبْدُ اللهِ وَابْنُ أَمَتِهِ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ شَاءَ» “Siapapun yang mengucapkan: aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah satu-satu-Nya, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan sungguh Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Serta sesungguhnya Isa adalah hamba Allah dan putra dari hamba perempuan-Nya, kalimat-Nya disampaikan kepada Maryam dan ruh berasal dari-Nya. Serta meyakini bahwa surga benar-benar ada dan neraka juga benar-benar ada; niscaya Allah akan memasukkannya melalui delapan pintu surga manapun yang diinginkannya”. HR. Bukhari (no. 3435) dan Muslim (no. 46) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Ini redaksi Muslim. Kedua: Tekun Beribadah Bila akidah diibaratkan akar pohon, maka ibadah bagaikan batangnya. Akar yang sehat dan kokoh akan menumbuhkan batang yang kuat. Sebaliknya akar yang lemah dan sakit-sakitan bakal menumbuhkan batang yang ringkih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, «مَنْ عَبَدَ اللهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَسَمِعَ وَأَطَاعَ؛ فَإِنَّ اللهَ يُدْخِلُهُ ‌مِنْ ‌أَيِّ ‌أَبْوَابِ ‌الْجَنَّةِ ‌شَاءَ، وَلَهَا ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ» “Barang siapa yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, lalu menegakkan shalat, membayarkan zakat, mendengar dan taat (kepada pemerintah dalam kebaikan); sungguh Allah akan memasukkannya melalui pintu surga manapun yang diinginkannya. Surga memiliki delapan pintu”. HR. Ahmad (no. 22768) dari ‘Ubâdah bin Shâmit radhiyallahu ‘anhu. Isnadnya dinilai hasan oleh al-Arna’uth. Ketiga: Berakhlak Mulia Manusia adalah makhluk sosial. Mau tidak mau dia harus berinteraksi dengan sesama. Maka selain bermodalkan akidah yang benar dan ibadah yang tekun, dia harus berakhlak mulia. Terlebih kepada orang-orang terdekatnya. Yakni: ayah, ibu, suami, istri dan anak. Dalam sebuah hadits dijelaskan, «‌إِذَا ‌صَلَّتِ ‌الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ» “Bila seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: masuklah ke surga melalui pintu manapun yang kau inginkan”. HR. Ahmad (no. 1661) dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban. Menurut al-Albaniy dan al-Arna’uth hadits ini hasan lighairihi. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 15 Rabi’uts Tsani 1446 / 18 Oktober 2024 AGEN KEBAIKANREG:NAMA#JENIS KELAMIN#KOTA = 081128087654 Facebookwww.facebook.com/UstadzAbdullahZaen/ Telegramhttps://t.me/ustadzabdullahzaen Soundcloudhttps://soundcloud.com/ustadzabdullahzaen Instagramhttps://www.instagram.com/abdullahzaenofficial/ Youtubehttps://www.youtube.com/c/ustadzabdullahzaenma No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAKSerial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Salah satu momen yang selalu dialami oleh setiap manusia adalah: keluar rumah untuk melakukan berbagai urusan, duniawi maupun ukhrawi. Karena itulah aktivitas ini mendapatkan perhatian dalam agama kita. Islam mengajarkan berbagai adab yang semestinya diperhatikan. Salah satunya adalah membaca doa keluar rumah. Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas salah satu redaksi doa tersebut. Berikut redaksi yang lainnya: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya”. Dalil Landasan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menuturkan, مَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْتِي قَطُّ إِلَّا رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Setiap kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah, pasti beliau selalu mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa, “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya (Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu agar (1) Tidak tersesat atau disesatkan orang lain, (2) Agar tidak tergelincir atau digelincirkan orang lain, (3) Agar tidak berbuat zalim atau dizalimi orang lain, serta (4) Agar tidak berbuat bodoh atau dibodohi orang lain)”. HR. Abu Dawud (no. 5094) dan dinilai hasan oleh Ibn Hajar al-‘Asqalâniy dalam Natâ’ij al-Afkâr (1/156). Renungan Kandungan Saat keluar rumah, mau tidak mau kita akan berinteraksi dengan orang lain. Padahal mereka amat beragam, ada yang baik dan ada yang jahat. Maka agar tidak terjerumus kepada hal-hal negatif, kita sangat membutuhkan perlindungan Allah ta’ala. Karena itulah di dalam hadits di atas, kita diajari untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari empat macam keburukan. Entah itu sebagai pelaku atau sebagai korban: Pertama: Kesesatan Di setiap helaan nafas, kita selalu membutuhkan hidayah dan petunjuk dari Allah. Karena itulah kita memohon perlindungan kepada-Nya dari kesesatan, atau menyesatkan orang lain, atau disesatkan orang lain. Sangat mungkin seseorang keluar rumah tanpa ada niat melakukan keburukan, namun ternyata ia bertemu orang lain yang berupaya untuk menyesatkannya. Sehingga kita sangat perlu membaca doa ini. Kedua: Ketergelinciran Keburukan jenis ini identik dengan ketidaksengajaan. Baik menjadi pelaku keburukan tanpa disadari, maupun menjadi korban keburukan tanpa disengaja. Itu bisa saja terjadi, karena minimnya ilmu. Seperti orang yang terjerumus kepada syirik atau riba, akibat dia tidak tahu bahwa itu adalah syirik atau riba. Ketiga: Kezaliman Kezaliman ini bisa menyasar tubuh seseorang, harga dirinya, hartanya, keluarganya, atau hal lainnya. Lantaran adanya potensi tersebut, maka kita pun meminta perlindungan kepada Allah agar tidak menjadi pelaku kezaliman atau menjadi korbannya. Keempat: Kebodohan Kebodohan bisa bermakna perilaku bodoh atau ketidaktahuan. Contoh perilaku bodoh adalah melakukan tindak memalukan yang tidak pantas di depan umum. Sedangkan ketidaktahuan itu semisal tidak mengetahui hal-hal yang seharusnya diketahui, serta tidak ada yang mengajari. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 11 Shafar 1445 / 28 Agustus 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation BEBAS MEMILIH PINTU SURGA*Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2

Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Salah satu momen yang selalu dialami oleh setiap manusia adalah: keluar rumah untuk melakukan berbagai urusan, duniawi maupun ukhrawi. Karena itulah aktivitas ini mendapatkan perhatian dalam agama kita. Islam mengajarkan berbagai adab yang semestinya diperhatikan. Salah satunya adalah membaca doa keluar rumah. Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas salah satu redaksi doa tersebut. Berikut redaksi yang lainnya: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya”. Dalil Landasan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menuturkan, مَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْتِي قَطُّ إِلَّا رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Setiap kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah, pasti beliau selalu mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa, “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya (Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu agar (1) Tidak tersesat atau disesatkan orang lain, (2) Agar tidak tergelincir atau digelincirkan orang lain, (3) Agar tidak berbuat zalim atau dizalimi orang lain, serta (4) Agar tidak berbuat bodoh atau dibodohi orang lain)”. HR. Abu Dawud (no. 5094) dan dinilai hasan oleh Ibn Hajar al-‘Asqalâniy dalam Natâ’ij al-Afkâr (1/156). Renungan Kandungan Saat keluar rumah, mau tidak mau kita akan berinteraksi dengan orang lain. Padahal mereka amat beragam, ada yang baik dan ada yang jahat. Maka agar tidak terjerumus kepada hal-hal negatif, kita sangat membutuhkan perlindungan Allah ta’ala. Karena itulah di dalam hadits di atas, kita diajari untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari empat macam keburukan. Entah itu sebagai pelaku atau sebagai korban: Pertama: Kesesatan Di setiap helaan nafas, kita selalu membutuhkan hidayah dan petunjuk dari Allah. Karena itulah kita memohon perlindungan kepada-Nya dari kesesatan, atau menyesatkan orang lain, atau disesatkan orang lain. Sangat mungkin seseorang keluar rumah tanpa ada niat melakukan keburukan, namun ternyata ia bertemu orang lain yang berupaya untuk menyesatkannya. Sehingga kita sangat perlu membaca doa ini. Kedua: Ketergelinciran Keburukan jenis ini identik dengan ketidaksengajaan. Baik menjadi pelaku keburukan tanpa disadari, maupun menjadi korban keburukan tanpa disengaja. Itu bisa saja terjadi, karena minimnya ilmu. Seperti orang yang terjerumus kepada syirik atau riba, akibat dia tidak tahu bahwa itu adalah syirik atau riba. Ketiga: Kezaliman Kezaliman ini bisa menyasar tubuh seseorang, harga dirinya, hartanya, keluarganya, atau hal lainnya. Lantaran adanya potensi tersebut, maka kita pun meminta perlindungan kepada Allah agar tidak menjadi pelaku kezaliman atau menjadi korbannya. Keempat: Kebodohan Kebodohan bisa bermakna perilaku bodoh atau ketidaktahuan. Contoh perilaku bodoh adalah melakukan tindak memalukan yang tidak pantas di depan umum. Sedangkan ketidaktahuan itu semisal tidak mengetahui hal-hal yang seharusnya diketahui, serta tidak ada yang mengajari. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 11 Shafar 1445 / 28 Agustus 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation BEBAS MEMILIH PINTU SURGA*Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Salah satu momen yang selalu dialami oleh setiap manusia adalah: keluar rumah untuk melakukan berbagai urusan, duniawi maupun ukhrawi. Karena itulah aktivitas ini mendapatkan perhatian dalam agama kita. Islam mengajarkan berbagai adab yang semestinya diperhatikan. Salah satunya adalah membaca doa keluar rumah. Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas salah satu redaksi doa tersebut. Berikut redaksi yang lainnya: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya”. Dalil Landasan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menuturkan, مَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْتِي قَطُّ إِلَّا رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Setiap kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah, pasti beliau selalu mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa, “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya (Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu agar (1) Tidak tersesat atau disesatkan orang lain, (2) Agar tidak tergelincir atau digelincirkan orang lain, (3) Agar tidak berbuat zalim atau dizalimi orang lain, serta (4) Agar tidak berbuat bodoh atau dibodohi orang lain)”. HR. Abu Dawud (no. 5094) dan dinilai hasan oleh Ibn Hajar al-‘Asqalâniy dalam Natâ’ij al-Afkâr (1/156). Renungan Kandungan Saat keluar rumah, mau tidak mau kita akan berinteraksi dengan orang lain. Padahal mereka amat beragam, ada yang baik dan ada yang jahat. Maka agar tidak terjerumus kepada hal-hal negatif, kita sangat membutuhkan perlindungan Allah ta’ala. Karena itulah di dalam hadits di atas, kita diajari untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari empat macam keburukan. Entah itu sebagai pelaku atau sebagai korban: Pertama: Kesesatan Di setiap helaan nafas, kita selalu membutuhkan hidayah dan petunjuk dari Allah. Karena itulah kita memohon perlindungan kepada-Nya dari kesesatan, atau menyesatkan orang lain, atau disesatkan orang lain. Sangat mungkin seseorang keluar rumah tanpa ada niat melakukan keburukan, namun ternyata ia bertemu orang lain yang berupaya untuk menyesatkannya. Sehingga kita sangat perlu membaca doa ini. Kedua: Ketergelinciran Keburukan jenis ini identik dengan ketidaksengajaan. Baik menjadi pelaku keburukan tanpa disadari, maupun menjadi korban keburukan tanpa disengaja. Itu bisa saja terjadi, karena minimnya ilmu. Seperti orang yang terjerumus kepada syirik atau riba, akibat dia tidak tahu bahwa itu adalah syirik atau riba. Ketiga: Kezaliman Kezaliman ini bisa menyasar tubuh seseorang, harga dirinya, hartanya, keluarganya, atau hal lainnya. Lantaran adanya potensi tersebut, maka kita pun meminta perlindungan kepada Allah agar tidak menjadi pelaku kezaliman atau menjadi korbannya. Keempat: Kebodohan Kebodohan bisa bermakna perilaku bodoh atau ketidaktahuan. Contoh perilaku bodoh adalah melakukan tindak memalukan yang tidak pantas di depan umum. Sedangkan ketidaktahuan itu semisal tidak mengetahui hal-hal yang seharusnya diketahui, serta tidak ada yang mengajari. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 11 Shafar 1445 / 28 Agustus 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation BEBAS MEMILIH PINTU SURGA*Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203 – DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Posted on October 18, 2024by Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 203DOA KELUAR RUMAH Bag-2 Salah satu momen yang selalu dialami oleh setiap manusia adalah: keluar rumah untuk melakukan berbagai urusan, duniawi maupun ukhrawi. Karena itulah aktivitas ini mendapatkan perhatian dalam agama kita. Islam mengajarkan berbagai adab yang semestinya diperhatikan. Salah satunya adalah membaca doa keluar rumah. Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas salah satu redaksi doa tersebut. Berikut redaksi yang lainnya: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya”. Dalil Landasan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menuturkan, مَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْتِي قَطُّ إِلَّا رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: «اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ» “Setiap kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah, pasti beliau selalu mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa, “Allôhumma a’ûdzubika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au adzlima au udzlama, au ajhala au yujhala ‘alayya (Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu agar (1) Tidak tersesat atau disesatkan orang lain, (2) Agar tidak tergelincir atau digelincirkan orang lain, (3) Agar tidak berbuat zalim atau dizalimi orang lain, serta (4) Agar tidak berbuat bodoh atau dibodohi orang lain)”. HR. Abu Dawud (no. 5094) dan dinilai hasan oleh Ibn Hajar al-‘Asqalâniy dalam Natâ’ij al-Afkâr (1/156). Renungan Kandungan Saat keluar rumah, mau tidak mau kita akan berinteraksi dengan orang lain. Padahal mereka amat beragam, ada yang baik dan ada yang jahat. Maka agar tidak terjerumus kepada hal-hal negatif, kita sangat membutuhkan perlindungan Allah ta’ala. Karena itulah di dalam hadits di atas, kita diajari untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari empat macam keburukan. Entah itu sebagai pelaku atau sebagai korban: Pertama: Kesesatan Di setiap helaan nafas, kita selalu membutuhkan hidayah dan petunjuk dari Allah. Karena itulah kita memohon perlindungan kepada-Nya dari kesesatan, atau menyesatkan orang lain, atau disesatkan orang lain. Sangat mungkin seseorang keluar rumah tanpa ada niat melakukan keburukan, namun ternyata ia bertemu orang lain yang berupaya untuk menyesatkannya. Sehingga kita sangat perlu membaca doa ini. Kedua: Ketergelinciran Keburukan jenis ini identik dengan ketidaksengajaan. Baik menjadi pelaku keburukan tanpa disadari, maupun menjadi korban keburukan tanpa disengaja. Itu bisa saja terjadi, karena minimnya ilmu. Seperti orang yang terjerumus kepada syirik atau riba, akibat dia tidak tahu bahwa itu adalah syirik atau riba. Ketiga: Kezaliman Kezaliman ini bisa menyasar tubuh seseorang, harga dirinya, hartanya, keluarganya, atau hal lainnya. Lantaran adanya potensi tersebut, maka kita pun meminta perlindungan kepada Allah agar tidak menjadi pelaku kezaliman atau menjadi korbannya. Keempat: Kebodohan Kebodohan bisa bermakna perilaku bodoh atau ketidaktahuan. Contoh perilaku bodoh adalah melakukan tindak memalukan yang tidak pantas di depan umum. Sedangkan ketidaktahuan itu semisal tidak mengetahui hal-hal yang seharusnya diketahui, serta tidak ada yang mengajari. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 11 Shafar 1445 / 28 Agustus 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation BEBAS MEMILIH PINTU SURGA*Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 204 – DOA MASUK RUMAH Bag-1 SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Bagaimana Cara Menasihati Orang Tua yang Melanggar Syariat? Syaikh Sa’ad asy-Syatstri #NasehatUlama

Syaikh kami, mohon arahan cara berinteraksi dengan kedua orang tua dalam menasihati mereka, jika sang anak melihat beberapa hal yang menyelisihi syariat dari kedua orang tuanya? Kedua orang tua memiliki hak yang besar atas anak mereka. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah telah menetapkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan berlaku baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. al-Isra: 23). Dengan demikian, seseorang sebaiknya memilih metode dalam menasihati orang tua yang tidak mempengaruhi psikologis mereka, dan tidak membuat mereka justru berpaling dari kebenaran dan para pengusung kebenaran. Baik itu dengan mengerjakan hal yang disunahkan di depan mereka, agar mereka melihatnya, sehingga mereka dapat mencontohnya. Atau dengan memperdengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh para ulama tentang berbagai perkara yang menyangkut banyak orang. Terlebih lagi, yang berkaitan dengan adat kebiasaan orang-orang yang biasa mereka lakukan, yang mereka pandang sebagai sunah, dan mereka kira sebagai hal yang disyariatkan; sedangkan yang bertentangan dengan itu tidak mungkin mereka terima. Dengan demikian, alangkah baiknya melarang mereka secara bertahap, sedikit demi sedikit, sebelum melarang mereka sepenuhnya. Agar hal ini lebih mudah untuk diterima oleh kedua orang tua. ==== شَيْخَنَا هَلْ مِنْ تَوْجِيهٍ شَيْخَنَا فِي التَّعَامُلِ مَعَ الْوَالِدَيْنِ مِنْ جِهَةِ النُّصْحِ إِذَا رَأَى عَلَيْهِمْ بَعْضَ الْمُخَالَفَاتِ؟ لِلْوَالِدَيْنِ حَقٌّ كَبِيرٌ عَلَى وَلَدِهِمَا فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلِذَلِكَ يَحْسُنُ بِالْإِنْسَانِ أَنْ يَخْتَارَ طَرِيقَةَ وَعْظِهِمَا بِمَا لَا يُؤَثِّرُ عَلَى نَفْسِيَّتِهِمَا وَيَجْعَلُهُمَا يَنْفِرَانِ مِنَ الْحَقِّ وَأَهْلِ الْحَقِّ إِمَّا بِأَنْ يَفْعَلَ السُّنَّةَ أَمَامَهُمَا لِيَرَيَانِهِ فَبِالتَّالِي يَقْتَدِيَانِ بِهِ وَإِمَّا أَنْ يُسْمِعَهُمَا مِنَ الْمَوَاعِظِ الَّتِي يَذْكُرُهَا عُلَمَاءُ الشَّرِيعَةِ حَوْلَ مَسَائِلِ النَّاسِ خُصُوصًا فِيمَا يَتَعَلَّقُ عَادَةُ الْآخَرِينَ بِهِ بِحَيْثُ يَأْلَفُونَ ذَلِكَ الْعَمَلَ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ السُّنَّةُ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ هُوَ الْمَشْرُوعُ وَأَنَّ مُقَابِلَهُ لَا يُمْكِنُ أَنْ يَقْبَلُوهُ وَبِالتَّالِي يَحْسُنُ التَّدَرُّجُ بِنَهْيِهِمْ عَنْ أَجْزَاءٍ مِنْهُ قَبْلَ أَنْ يُنْهَوْا عَنْهُ بِالْكُلِّيَّةِ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ هَذَا أَدْعَى لِقَبُولِ الْوَالِدَيْنِ لَهُ

Bagaimana Cara Menasihati Orang Tua yang Melanggar Syariat? Syaikh Sa’ad asy-Syatstri #NasehatUlama

Syaikh kami, mohon arahan cara berinteraksi dengan kedua orang tua dalam menasihati mereka, jika sang anak melihat beberapa hal yang menyelisihi syariat dari kedua orang tuanya? Kedua orang tua memiliki hak yang besar atas anak mereka. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah telah menetapkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan berlaku baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. al-Isra: 23). Dengan demikian, seseorang sebaiknya memilih metode dalam menasihati orang tua yang tidak mempengaruhi psikologis mereka, dan tidak membuat mereka justru berpaling dari kebenaran dan para pengusung kebenaran. Baik itu dengan mengerjakan hal yang disunahkan di depan mereka, agar mereka melihatnya, sehingga mereka dapat mencontohnya. Atau dengan memperdengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh para ulama tentang berbagai perkara yang menyangkut banyak orang. Terlebih lagi, yang berkaitan dengan adat kebiasaan orang-orang yang biasa mereka lakukan, yang mereka pandang sebagai sunah, dan mereka kira sebagai hal yang disyariatkan; sedangkan yang bertentangan dengan itu tidak mungkin mereka terima. Dengan demikian, alangkah baiknya melarang mereka secara bertahap, sedikit demi sedikit, sebelum melarang mereka sepenuhnya. Agar hal ini lebih mudah untuk diterima oleh kedua orang tua. ==== شَيْخَنَا هَلْ مِنْ تَوْجِيهٍ شَيْخَنَا فِي التَّعَامُلِ مَعَ الْوَالِدَيْنِ مِنْ جِهَةِ النُّصْحِ إِذَا رَأَى عَلَيْهِمْ بَعْضَ الْمُخَالَفَاتِ؟ لِلْوَالِدَيْنِ حَقٌّ كَبِيرٌ عَلَى وَلَدِهِمَا فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلِذَلِكَ يَحْسُنُ بِالْإِنْسَانِ أَنْ يَخْتَارَ طَرِيقَةَ وَعْظِهِمَا بِمَا لَا يُؤَثِّرُ عَلَى نَفْسِيَّتِهِمَا وَيَجْعَلُهُمَا يَنْفِرَانِ مِنَ الْحَقِّ وَأَهْلِ الْحَقِّ إِمَّا بِأَنْ يَفْعَلَ السُّنَّةَ أَمَامَهُمَا لِيَرَيَانِهِ فَبِالتَّالِي يَقْتَدِيَانِ بِهِ وَإِمَّا أَنْ يُسْمِعَهُمَا مِنَ الْمَوَاعِظِ الَّتِي يَذْكُرُهَا عُلَمَاءُ الشَّرِيعَةِ حَوْلَ مَسَائِلِ النَّاسِ خُصُوصًا فِيمَا يَتَعَلَّقُ عَادَةُ الْآخَرِينَ بِهِ بِحَيْثُ يَأْلَفُونَ ذَلِكَ الْعَمَلَ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ السُّنَّةُ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ هُوَ الْمَشْرُوعُ وَأَنَّ مُقَابِلَهُ لَا يُمْكِنُ أَنْ يَقْبَلُوهُ وَبِالتَّالِي يَحْسُنُ التَّدَرُّجُ بِنَهْيِهِمْ عَنْ أَجْزَاءٍ مِنْهُ قَبْلَ أَنْ يُنْهَوْا عَنْهُ بِالْكُلِّيَّةِ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ هَذَا أَدْعَى لِقَبُولِ الْوَالِدَيْنِ لَهُ
Syaikh kami, mohon arahan cara berinteraksi dengan kedua orang tua dalam menasihati mereka, jika sang anak melihat beberapa hal yang menyelisihi syariat dari kedua orang tuanya? Kedua orang tua memiliki hak yang besar atas anak mereka. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah telah menetapkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan berlaku baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. al-Isra: 23). Dengan demikian, seseorang sebaiknya memilih metode dalam menasihati orang tua yang tidak mempengaruhi psikologis mereka, dan tidak membuat mereka justru berpaling dari kebenaran dan para pengusung kebenaran. Baik itu dengan mengerjakan hal yang disunahkan di depan mereka, agar mereka melihatnya, sehingga mereka dapat mencontohnya. Atau dengan memperdengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh para ulama tentang berbagai perkara yang menyangkut banyak orang. Terlebih lagi, yang berkaitan dengan adat kebiasaan orang-orang yang biasa mereka lakukan, yang mereka pandang sebagai sunah, dan mereka kira sebagai hal yang disyariatkan; sedangkan yang bertentangan dengan itu tidak mungkin mereka terima. Dengan demikian, alangkah baiknya melarang mereka secara bertahap, sedikit demi sedikit, sebelum melarang mereka sepenuhnya. Agar hal ini lebih mudah untuk diterima oleh kedua orang tua. ==== شَيْخَنَا هَلْ مِنْ تَوْجِيهٍ شَيْخَنَا فِي التَّعَامُلِ مَعَ الْوَالِدَيْنِ مِنْ جِهَةِ النُّصْحِ إِذَا رَأَى عَلَيْهِمْ بَعْضَ الْمُخَالَفَاتِ؟ لِلْوَالِدَيْنِ حَقٌّ كَبِيرٌ عَلَى وَلَدِهِمَا فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلِذَلِكَ يَحْسُنُ بِالْإِنْسَانِ أَنْ يَخْتَارَ طَرِيقَةَ وَعْظِهِمَا بِمَا لَا يُؤَثِّرُ عَلَى نَفْسِيَّتِهِمَا وَيَجْعَلُهُمَا يَنْفِرَانِ مِنَ الْحَقِّ وَأَهْلِ الْحَقِّ إِمَّا بِأَنْ يَفْعَلَ السُّنَّةَ أَمَامَهُمَا لِيَرَيَانِهِ فَبِالتَّالِي يَقْتَدِيَانِ بِهِ وَإِمَّا أَنْ يُسْمِعَهُمَا مِنَ الْمَوَاعِظِ الَّتِي يَذْكُرُهَا عُلَمَاءُ الشَّرِيعَةِ حَوْلَ مَسَائِلِ النَّاسِ خُصُوصًا فِيمَا يَتَعَلَّقُ عَادَةُ الْآخَرِينَ بِهِ بِحَيْثُ يَأْلَفُونَ ذَلِكَ الْعَمَلَ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ السُّنَّةُ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ هُوَ الْمَشْرُوعُ وَأَنَّ مُقَابِلَهُ لَا يُمْكِنُ أَنْ يَقْبَلُوهُ وَبِالتَّالِي يَحْسُنُ التَّدَرُّجُ بِنَهْيِهِمْ عَنْ أَجْزَاءٍ مِنْهُ قَبْلَ أَنْ يُنْهَوْا عَنْهُ بِالْكُلِّيَّةِ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ هَذَا أَدْعَى لِقَبُولِ الْوَالِدَيْنِ لَهُ


Syaikh kami, mohon arahan cara berinteraksi dengan kedua orang tua dalam menasihati mereka, jika sang anak melihat beberapa hal yang menyelisihi syariat dari kedua orang tuanya? Kedua orang tua memiliki hak yang besar atas anak mereka. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah telah menetapkan bahwa janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan berlaku baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. al-Isra: 23). Dengan demikian, seseorang sebaiknya memilih metode dalam menasihati orang tua yang tidak mempengaruhi psikologis mereka, dan tidak membuat mereka justru berpaling dari kebenaran dan para pengusung kebenaran. Baik itu dengan mengerjakan hal yang disunahkan di depan mereka, agar mereka melihatnya, sehingga mereka dapat mencontohnya. Atau dengan memperdengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh para ulama tentang berbagai perkara yang menyangkut banyak orang. Terlebih lagi, yang berkaitan dengan adat kebiasaan orang-orang yang biasa mereka lakukan, yang mereka pandang sebagai sunah, dan mereka kira sebagai hal yang disyariatkan; sedangkan yang bertentangan dengan itu tidak mungkin mereka terima. Dengan demikian, alangkah baiknya melarang mereka secara bertahap, sedikit demi sedikit, sebelum melarang mereka sepenuhnya. Agar hal ini lebih mudah untuk diterima oleh kedua orang tua. ==== شَيْخَنَا هَلْ مِنْ تَوْجِيهٍ شَيْخَنَا فِي التَّعَامُلِ مَعَ الْوَالِدَيْنِ مِنْ جِهَةِ النُّصْحِ إِذَا رَأَى عَلَيْهِمْ بَعْضَ الْمُخَالَفَاتِ؟ لِلْوَالِدَيْنِ حَقٌّ كَبِيرٌ عَلَى وَلَدِهِمَا فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلِذَلِكَ يَحْسُنُ بِالْإِنْسَانِ أَنْ يَخْتَارَ طَرِيقَةَ وَعْظِهِمَا بِمَا لَا يُؤَثِّرُ عَلَى نَفْسِيَّتِهِمَا وَيَجْعَلُهُمَا يَنْفِرَانِ مِنَ الْحَقِّ وَأَهْلِ الْحَقِّ إِمَّا بِأَنْ يَفْعَلَ السُّنَّةَ أَمَامَهُمَا لِيَرَيَانِهِ فَبِالتَّالِي يَقْتَدِيَانِ بِهِ وَإِمَّا أَنْ يُسْمِعَهُمَا مِنَ الْمَوَاعِظِ الَّتِي يَذْكُرُهَا عُلَمَاءُ الشَّرِيعَةِ حَوْلَ مَسَائِلِ النَّاسِ خُصُوصًا فِيمَا يَتَعَلَّقُ عَادَةُ الْآخَرِينَ بِهِ بِحَيْثُ يَأْلَفُونَ ذَلِكَ الْعَمَلَ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ السُّنَّةُ وَيَرَوْنَ أَنَّهُ هُوَ الْمَشْرُوعُ وَأَنَّ مُقَابِلَهُ لَا يُمْكِنُ أَنْ يَقْبَلُوهُ وَبِالتَّالِي يَحْسُنُ التَّدَرُّجُ بِنَهْيِهِمْ عَنْ أَجْزَاءٍ مِنْهُ قَبْلَ أَنْ يُنْهَوْا عَنْهُ بِالْكُلِّيَّةِ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَكُونَ هَذَا أَدْعَى لِقَبُولِ الْوَالِدَيْنِ لَهُ

Apakah Jodoh Sudah Ditakdirkan Sebelum Kita Lahir? – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Pertanyaan: Pertanyaannya yang kedua: “Apakah jodoh sudah ditakdirkan bagi seseorang sejak ia belum diciptakan?” Jawaban: Ya. Jodoh termasuk bagian dari rezeki. Sedangkan rezeki telah ditetapkan bagi seseorang sejak dia masih dalam perut ibunya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk air mani, lalu segumpal darah selama itu juga, lalu segumpal daging selama itu juga, lalu malaikat akan datang kepadanya, dan diperintahkan untuk meniupkan nyawa kepadanya, lalu diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu menuliskan rezekinya…” Perhatikanlah, beliau menyebutkan rezeki di urutan pertama! “menuliskan rezekinya, ajalnya, amalannya, dan akan menjadi orang sengsara atau bahagia.” Sedangkan jodoh termasuk bagian dari rezeki, sehingga jodoh telah ditetapkan bagi seseorang saat masih berada di perut ibunya. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari riwayat Abdullah bin Amr dalam Shahih Muslim. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menulis takdir segala sesuatu 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” Segala hal telah tertulis; tidak hanya jodoh. Segala yang Allah takdirkan bagi hamba-Nya telah tertulis. Oleh sebab itu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Untuk apa beramal? Apakah untuk hal yang telah ditetapkan, atau yang baru akan ditetapkan?” Beliau menjawab, “Untuk hal yang telah tertulis dan ditetapkan.” Mereka bertanya, “Kalau begitu, untuk apa beramal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Beramallah, karena semua dimudahkan menuju kodrat penciptaannya.” Yakni kamu tidak tahu apa yang ditakdirkan bagimu; maka beramallah, karena semua orang dimudahkan menuju kodrat penciptaannya. Takdir adalah rahasia Allah Ta’ala terhadap makhluk-Nya. Oleh sebab itu, para Salaf melarang terlalu mendalam memikirkan qadha dan qadar. Mengapa? Karena ia di luar jangkauan akal manusia. Akal manusia sangat terbatas. Tidak mungkin dapat memahami seluruh detail masalah takdir. Namun, kita mengimaninya sebagaimana yang disebutkan dalam nash yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berdasarkan pemahaman para Sahabat dan Tabi’in. Itulah batas pengetahuan kita tentang qadha dan qadar. Ada banyak hal yang berada di luar jangkauan akal kita. ==== سُؤَالُهَا الثَّانِي الزَّوَاجُ هَلْ هُوَ مُقَدَّرٌ عَلَى الْإِنْسَانِ قَبْلَ خَلْقِهِ؟ نَعَمْ الزَّوَاجُ وَهُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ وَالرِّزْقُ يُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ عَلَاقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَأْتِيهِ الْمَلَكُ وَيُؤْمَرُ بِنَفْخِ الرُّوحِ فِيهِ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ لَاحِظْ أَنَّهُ ذَكَرَهَا الْأُولَى بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ وَالزَّوَاجُ هُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ فَيُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ الزَّوَاجُ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ بَلْ إِنَّ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَقُولُ كَمَا فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ فَكُلُّ شَيْءٍ مَكْتُوبٌ لَيْسَ فَقَطْ الزَّوَاجُ كُلُّ مَا قَدَّرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الْعَبْدِ فَهُوَ مَكْتُوبٌ وَلِهَذَا لَمَّا سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَ الْعَمَلُ؟ أَفِيْ أَمْرٍ قَدْ فُرِغَ وَقُضِيَ مِنْهُ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ؟ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِيمَا قَدْ كُتِبَ وَفُرِغَ مِنْهُ قَالُوا فِيمَ الْعَمَلُ إِذَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ يَعْنِي أَنْتَ لَا تَدْرِي مَا الَّذِي كُتِبَ لَكَ فَاعْمَلْ أَنْتَ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقْتَ لَهُ وَالْقَدَرُ هُوَ سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ وَلِذَلِكَ نَهَى السَّلَفُ عَنِ التَّعَمُّقِ فِي مَسَائِلِ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ لِمَاذَا؟ لِأَنَّهَا فَوْقَ مُسْتَوَى عَقْلِ الْإِنْسَانِ يَعْنِي عَقْلُ الْإِنْسَانِ الْبَشَرِيِّ الْمَحْدُودُ لَا يَسْتَطِيعُ الْإِحَاطَةَ بِتَفَاصِيْلِ مَسَائِلِ الْقَدَرِ لَكِنْ نَحْنُ نُؤْمِنُ بِهَا عَلَى مَا وَرَدَ فِي النُّصُوصِ مَا وَرَدَ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى ضَوْءِ فَهْمِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ هَذَا هُوَ حُدُودُ مَعْرِفَتِنَا بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ هُنَاكَ أُمُورٌ خَارِجَةٌ عَنْ مُسْتَوَى يَعْنِي عَقْلِنَا

Apakah Jodoh Sudah Ditakdirkan Sebelum Kita Lahir? – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Pertanyaan: Pertanyaannya yang kedua: “Apakah jodoh sudah ditakdirkan bagi seseorang sejak ia belum diciptakan?” Jawaban: Ya. Jodoh termasuk bagian dari rezeki. Sedangkan rezeki telah ditetapkan bagi seseorang sejak dia masih dalam perut ibunya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk air mani, lalu segumpal darah selama itu juga, lalu segumpal daging selama itu juga, lalu malaikat akan datang kepadanya, dan diperintahkan untuk meniupkan nyawa kepadanya, lalu diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu menuliskan rezekinya…” Perhatikanlah, beliau menyebutkan rezeki di urutan pertama! “menuliskan rezekinya, ajalnya, amalannya, dan akan menjadi orang sengsara atau bahagia.” Sedangkan jodoh termasuk bagian dari rezeki, sehingga jodoh telah ditetapkan bagi seseorang saat masih berada di perut ibunya. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari riwayat Abdullah bin Amr dalam Shahih Muslim. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menulis takdir segala sesuatu 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” Segala hal telah tertulis; tidak hanya jodoh. Segala yang Allah takdirkan bagi hamba-Nya telah tertulis. Oleh sebab itu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Untuk apa beramal? Apakah untuk hal yang telah ditetapkan, atau yang baru akan ditetapkan?” Beliau menjawab, “Untuk hal yang telah tertulis dan ditetapkan.” Mereka bertanya, “Kalau begitu, untuk apa beramal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Beramallah, karena semua dimudahkan menuju kodrat penciptaannya.” Yakni kamu tidak tahu apa yang ditakdirkan bagimu; maka beramallah, karena semua orang dimudahkan menuju kodrat penciptaannya. Takdir adalah rahasia Allah Ta’ala terhadap makhluk-Nya. Oleh sebab itu, para Salaf melarang terlalu mendalam memikirkan qadha dan qadar. Mengapa? Karena ia di luar jangkauan akal manusia. Akal manusia sangat terbatas. Tidak mungkin dapat memahami seluruh detail masalah takdir. Namun, kita mengimaninya sebagaimana yang disebutkan dalam nash yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berdasarkan pemahaman para Sahabat dan Tabi’in. Itulah batas pengetahuan kita tentang qadha dan qadar. Ada banyak hal yang berada di luar jangkauan akal kita. ==== سُؤَالُهَا الثَّانِي الزَّوَاجُ هَلْ هُوَ مُقَدَّرٌ عَلَى الْإِنْسَانِ قَبْلَ خَلْقِهِ؟ نَعَمْ الزَّوَاجُ وَهُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ وَالرِّزْقُ يُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ عَلَاقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَأْتِيهِ الْمَلَكُ وَيُؤْمَرُ بِنَفْخِ الرُّوحِ فِيهِ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ لَاحِظْ أَنَّهُ ذَكَرَهَا الْأُولَى بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ وَالزَّوَاجُ هُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ فَيُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ الزَّوَاجُ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ بَلْ إِنَّ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَقُولُ كَمَا فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ فَكُلُّ شَيْءٍ مَكْتُوبٌ لَيْسَ فَقَطْ الزَّوَاجُ كُلُّ مَا قَدَّرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الْعَبْدِ فَهُوَ مَكْتُوبٌ وَلِهَذَا لَمَّا سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَ الْعَمَلُ؟ أَفِيْ أَمْرٍ قَدْ فُرِغَ وَقُضِيَ مِنْهُ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ؟ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِيمَا قَدْ كُتِبَ وَفُرِغَ مِنْهُ قَالُوا فِيمَ الْعَمَلُ إِذَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ يَعْنِي أَنْتَ لَا تَدْرِي مَا الَّذِي كُتِبَ لَكَ فَاعْمَلْ أَنْتَ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقْتَ لَهُ وَالْقَدَرُ هُوَ سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ وَلِذَلِكَ نَهَى السَّلَفُ عَنِ التَّعَمُّقِ فِي مَسَائِلِ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ لِمَاذَا؟ لِأَنَّهَا فَوْقَ مُسْتَوَى عَقْلِ الْإِنْسَانِ يَعْنِي عَقْلُ الْإِنْسَانِ الْبَشَرِيِّ الْمَحْدُودُ لَا يَسْتَطِيعُ الْإِحَاطَةَ بِتَفَاصِيْلِ مَسَائِلِ الْقَدَرِ لَكِنْ نَحْنُ نُؤْمِنُ بِهَا عَلَى مَا وَرَدَ فِي النُّصُوصِ مَا وَرَدَ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى ضَوْءِ فَهْمِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ هَذَا هُوَ حُدُودُ مَعْرِفَتِنَا بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ هُنَاكَ أُمُورٌ خَارِجَةٌ عَنْ مُسْتَوَى يَعْنِي عَقْلِنَا
Pertanyaan: Pertanyaannya yang kedua: “Apakah jodoh sudah ditakdirkan bagi seseorang sejak ia belum diciptakan?” Jawaban: Ya. Jodoh termasuk bagian dari rezeki. Sedangkan rezeki telah ditetapkan bagi seseorang sejak dia masih dalam perut ibunya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk air mani, lalu segumpal darah selama itu juga, lalu segumpal daging selama itu juga, lalu malaikat akan datang kepadanya, dan diperintahkan untuk meniupkan nyawa kepadanya, lalu diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu menuliskan rezekinya…” Perhatikanlah, beliau menyebutkan rezeki di urutan pertama! “menuliskan rezekinya, ajalnya, amalannya, dan akan menjadi orang sengsara atau bahagia.” Sedangkan jodoh termasuk bagian dari rezeki, sehingga jodoh telah ditetapkan bagi seseorang saat masih berada di perut ibunya. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari riwayat Abdullah bin Amr dalam Shahih Muslim. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menulis takdir segala sesuatu 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” Segala hal telah tertulis; tidak hanya jodoh. Segala yang Allah takdirkan bagi hamba-Nya telah tertulis. Oleh sebab itu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Untuk apa beramal? Apakah untuk hal yang telah ditetapkan, atau yang baru akan ditetapkan?” Beliau menjawab, “Untuk hal yang telah tertulis dan ditetapkan.” Mereka bertanya, “Kalau begitu, untuk apa beramal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Beramallah, karena semua dimudahkan menuju kodrat penciptaannya.” Yakni kamu tidak tahu apa yang ditakdirkan bagimu; maka beramallah, karena semua orang dimudahkan menuju kodrat penciptaannya. Takdir adalah rahasia Allah Ta’ala terhadap makhluk-Nya. Oleh sebab itu, para Salaf melarang terlalu mendalam memikirkan qadha dan qadar. Mengapa? Karena ia di luar jangkauan akal manusia. Akal manusia sangat terbatas. Tidak mungkin dapat memahami seluruh detail masalah takdir. Namun, kita mengimaninya sebagaimana yang disebutkan dalam nash yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berdasarkan pemahaman para Sahabat dan Tabi’in. Itulah batas pengetahuan kita tentang qadha dan qadar. Ada banyak hal yang berada di luar jangkauan akal kita. ==== سُؤَالُهَا الثَّانِي الزَّوَاجُ هَلْ هُوَ مُقَدَّرٌ عَلَى الْإِنْسَانِ قَبْلَ خَلْقِهِ؟ نَعَمْ الزَّوَاجُ وَهُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ وَالرِّزْقُ يُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ عَلَاقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَأْتِيهِ الْمَلَكُ وَيُؤْمَرُ بِنَفْخِ الرُّوحِ فِيهِ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ لَاحِظْ أَنَّهُ ذَكَرَهَا الْأُولَى بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ وَالزَّوَاجُ هُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ فَيُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ الزَّوَاجُ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ بَلْ إِنَّ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَقُولُ كَمَا فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ فَكُلُّ شَيْءٍ مَكْتُوبٌ لَيْسَ فَقَطْ الزَّوَاجُ كُلُّ مَا قَدَّرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الْعَبْدِ فَهُوَ مَكْتُوبٌ وَلِهَذَا لَمَّا سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَ الْعَمَلُ؟ أَفِيْ أَمْرٍ قَدْ فُرِغَ وَقُضِيَ مِنْهُ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ؟ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِيمَا قَدْ كُتِبَ وَفُرِغَ مِنْهُ قَالُوا فِيمَ الْعَمَلُ إِذَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ يَعْنِي أَنْتَ لَا تَدْرِي مَا الَّذِي كُتِبَ لَكَ فَاعْمَلْ أَنْتَ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقْتَ لَهُ وَالْقَدَرُ هُوَ سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ وَلِذَلِكَ نَهَى السَّلَفُ عَنِ التَّعَمُّقِ فِي مَسَائِلِ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ لِمَاذَا؟ لِأَنَّهَا فَوْقَ مُسْتَوَى عَقْلِ الْإِنْسَانِ يَعْنِي عَقْلُ الْإِنْسَانِ الْبَشَرِيِّ الْمَحْدُودُ لَا يَسْتَطِيعُ الْإِحَاطَةَ بِتَفَاصِيْلِ مَسَائِلِ الْقَدَرِ لَكِنْ نَحْنُ نُؤْمِنُ بِهَا عَلَى مَا وَرَدَ فِي النُّصُوصِ مَا وَرَدَ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى ضَوْءِ فَهْمِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ هَذَا هُوَ حُدُودُ مَعْرِفَتِنَا بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ هُنَاكَ أُمُورٌ خَارِجَةٌ عَنْ مُسْتَوَى يَعْنِي عَقْلِنَا


Pertanyaan: Pertanyaannya yang kedua: “Apakah jodoh sudah ditakdirkan bagi seseorang sejak ia belum diciptakan?” Jawaban: Ya. Jodoh termasuk bagian dari rezeki. Sedangkan rezeki telah ditetapkan bagi seseorang sejak dia masih dalam perut ibunya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk air mani, lalu segumpal darah selama itu juga, lalu segumpal daging selama itu juga, lalu malaikat akan datang kepadanya, dan diperintahkan untuk meniupkan nyawa kepadanya, lalu diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu menuliskan rezekinya…” Perhatikanlah, beliau menyebutkan rezeki di urutan pertama! “menuliskan rezekinya, ajalnya, amalannya, dan akan menjadi orang sengsara atau bahagia.” Sedangkan jodoh termasuk bagian dari rezeki, sehingga jodoh telah ditetapkan bagi seseorang saat masih berada di perut ibunya. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari riwayat Abdullah bin Amr dalam Shahih Muslim. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menulis takdir segala sesuatu 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” Segala hal telah tertulis; tidak hanya jodoh. Segala yang Allah takdirkan bagi hamba-Nya telah tertulis. Oleh sebab itu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Untuk apa beramal? Apakah untuk hal yang telah ditetapkan, atau yang baru akan ditetapkan?” Beliau menjawab, “Untuk hal yang telah tertulis dan ditetapkan.” Mereka bertanya, “Kalau begitu, untuk apa beramal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Beramallah, karena semua dimudahkan menuju kodrat penciptaannya.” Yakni kamu tidak tahu apa yang ditakdirkan bagimu; maka beramallah, karena semua orang dimudahkan menuju kodrat penciptaannya. Takdir adalah rahasia Allah Ta’ala terhadap makhluk-Nya. Oleh sebab itu, para Salaf melarang terlalu mendalam memikirkan qadha dan qadar. Mengapa? Karena ia di luar jangkauan akal manusia. Akal manusia sangat terbatas. Tidak mungkin dapat memahami seluruh detail masalah takdir. Namun, kita mengimaninya sebagaimana yang disebutkan dalam nash yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berdasarkan pemahaman para Sahabat dan Tabi’in. Itulah batas pengetahuan kita tentang qadha dan qadar. Ada banyak hal yang berada di luar jangkauan akal kita. ==== سُؤَالُهَا الثَّانِي الزَّوَاجُ هَلْ هُوَ مُقَدَّرٌ عَلَى الْإِنْسَانِ قَبْلَ خَلْقِهِ؟ نَعَمْ الزَّوَاجُ وَهُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ وَالرِّزْقُ يُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ عَلَاقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَأْتِيهِ الْمَلَكُ وَيُؤْمَرُ بِنَفْخِ الرُّوحِ فِيهِ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ لَاحِظْ أَنَّهُ ذَكَرَهَا الْأُولَى بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ وَالزَّوَاجُ هُوَ مِنْ جُمْلَةِ الرِّزْقِ فَيُكْتَبُ لِلْإِنْسَانِ الزَّوَاجُ وَهُوَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ بَلْ إِنَّ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَقُولُ كَمَا فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ فَكُلُّ شَيْءٍ مَكْتُوبٌ لَيْسَ فَقَطْ الزَّوَاجُ كُلُّ مَا قَدَّرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الْعَبْدِ فَهُوَ مَكْتُوبٌ وَلِهَذَا لَمَّا سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَ الْعَمَلُ؟ أَفِيْ أَمْرٍ قَدْ فُرِغَ وَقُضِيَ مِنْهُ أَوْ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ؟ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِيمَا قَدْ كُتِبَ وَفُرِغَ مِنْهُ قَالُوا فِيمَ الْعَمَلُ إِذَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ يَعْنِي أَنْتَ لَا تَدْرِي مَا الَّذِي كُتِبَ لَكَ فَاعْمَلْ أَنْتَ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقْتَ لَهُ وَالْقَدَرُ هُوَ سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ وَلِذَلِكَ نَهَى السَّلَفُ عَنِ التَّعَمُّقِ فِي مَسَائِلِ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ لِمَاذَا؟ لِأَنَّهَا فَوْقَ مُسْتَوَى عَقْلِ الْإِنْسَانِ يَعْنِي عَقْلُ الْإِنْسَانِ الْبَشَرِيِّ الْمَحْدُودُ لَا يَسْتَطِيعُ الْإِحَاطَةَ بِتَفَاصِيْلِ مَسَائِلِ الْقَدَرِ لَكِنْ نَحْنُ نُؤْمِنُ بِهَا عَلَى مَا وَرَدَ فِي النُّصُوصِ مَا وَرَدَ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى ضَوْءِ فَهْمِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ هَذَا هُوَ حُدُودُ مَعْرِفَتِنَا بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ هُنَاكَ أُمُورٌ خَارِجَةٌ عَنْ مُسْتَوَى يَعْنِي عَقْلِنَا

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Posted on October 16, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 184MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Menaruh kepercayaan pada anak maupun remaja masih sulit dilakukan sebagian orang dewasa. Padahal, hal yang dipandang kecil ini ternyata merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian, kesehatan dan kesuksesan anak. Kepercayaan orangtua bukan hanya sekadar memberi izin atau tidak melarang anak melakukan sesuatu. Tetapi juga memberi dukungan, dorongan dan penghargaan atas hal positif yang dilakukan anak. Di antara praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam memberikan kepercayaan kepada anak adalah: mempercayainya untuk menyimpan rahasia. Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memboncengkanku di belakangnya. Lalu beliau membisikkan padaku suatu pembicaraan, dan aku tidak akan menceritakannya kepada orang lain”. HR. Muslim (no. 342). Tentunya dalam memberikan kepercayaan kepada anak ada tahapannya. Berdasarkan usia anak, juga level tugas yang dipercayakan kepadanya. Berikut beberapa alasan betapa pentingnya orang tua memberikan kepercayaan pada anak: Kepercayaan membuat anak lebih sehat secara mental Anak yang merasa dipercaya oleh orangtuanya akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi; karena mereka merasa dihargai dan diakui kemampuannya. Mereka juga akan lebih bahagia, optimis dan termotivasi; sebab mereka merasa didukung dan diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri. Selain itu, anak yang dipercaya akan lebih mampu mengatasi stres, kesulitan dan masalah; karena mereka memiliki keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan. Kepercayaan mengasah keterampilan sosial anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain secara lebih baik, menghormati perbedaan dan bekerja sama. Mereka juga akan lebih mudah bersahabat, berbagi, dan menolong; karena mereka merasa nyaman dan percaya dengan orang lain. Kepercayaan mempererat hubungan orangtua dan anak Kepercayaan orangtua tidak hanya bermanfaat bagi anak, tetapi juga bagi orangtua itu sendiri. Kepercayaan orangtua dapat mempererat hubungannya dengan anak; karena membuat mereka lebih dekat, lebih terhubung, dan lebih saling mencintai. Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mudah berkomunikasi, bercerita dan meminta bantuan; sebab mereka merasa dimengerti dan dihormati. Mereka juga akan lebih menghargai, menghormati dan mendengarkan orangtuanya; karena mereka merasa diperlakukan sebagai mitra dan teman. Kepercayaan mendorong pertumbuhan dan pembelajaran anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih berani mencoba hal-hal baru, mengambil risiko terukur dan belajar dari kesalahan. Mereka juga akan lebih kreatif, inovatif dan penasaran; karena mereka merasa diberi peluang dan didorong untuk mengeksplorasi hal-hal baru yang baik. Kepercayaan orangtua dapat meningkatkan potensi dan bakat anak, serta membuka peluang dan kesempatan bagi mereka. Kepercayaan membantu anak menjadi mandiri dan bertanggung jawab Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mampu mengurus diri sendiri, mengatur waktu, dan menyelesaikan tugas. Mereka juga akan lebih sadar akan konsekuensi, batasan dan aturan; karena mereka telah belajar dari pengalaman dan kesalahan. Mereka juga akan lebih bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan mereka; sebab mereka merasa diandalkan dan diharapkan. Kepercayaan orangtua dapat mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 29 R. Tsani 1445 / 13 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 183 – MENUNAIKAN HAK ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Posted on October 16, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 184MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Menaruh kepercayaan pada anak maupun remaja masih sulit dilakukan sebagian orang dewasa. Padahal, hal yang dipandang kecil ini ternyata merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian, kesehatan dan kesuksesan anak. Kepercayaan orangtua bukan hanya sekadar memberi izin atau tidak melarang anak melakukan sesuatu. Tetapi juga memberi dukungan, dorongan dan penghargaan atas hal positif yang dilakukan anak. Di antara praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam memberikan kepercayaan kepada anak adalah: mempercayainya untuk menyimpan rahasia. Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memboncengkanku di belakangnya. Lalu beliau membisikkan padaku suatu pembicaraan, dan aku tidak akan menceritakannya kepada orang lain”. HR. Muslim (no. 342). Tentunya dalam memberikan kepercayaan kepada anak ada tahapannya. Berdasarkan usia anak, juga level tugas yang dipercayakan kepadanya. Berikut beberapa alasan betapa pentingnya orang tua memberikan kepercayaan pada anak: Kepercayaan membuat anak lebih sehat secara mental Anak yang merasa dipercaya oleh orangtuanya akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi; karena mereka merasa dihargai dan diakui kemampuannya. Mereka juga akan lebih bahagia, optimis dan termotivasi; sebab mereka merasa didukung dan diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri. Selain itu, anak yang dipercaya akan lebih mampu mengatasi stres, kesulitan dan masalah; karena mereka memiliki keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan. Kepercayaan mengasah keterampilan sosial anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain secara lebih baik, menghormati perbedaan dan bekerja sama. Mereka juga akan lebih mudah bersahabat, berbagi, dan menolong; karena mereka merasa nyaman dan percaya dengan orang lain. Kepercayaan mempererat hubungan orangtua dan anak Kepercayaan orangtua tidak hanya bermanfaat bagi anak, tetapi juga bagi orangtua itu sendiri. Kepercayaan orangtua dapat mempererat hubungannya dengan anak; karena membuat mereka lebih dekat, lebih terhubung, dan lebih saling mencintai. Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mudah berkomunikasi, bercerita dan meminta bantuan; sebab mereka merasa dimengerti dan dihormati. Mereka juga akan lebih menghargai, menghormati dan mendengarkan orangtuanya; karena mereka merasa diperlakukan sebagai mitra dan teman. Kepercayaan mendorong pertumbuhan dan pembelajaran anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih berani mencoba hal-hal baru, mengambil risiko terukur dan belajar dari kesalahan. Mereka juga akan lebih kreatif, inovatif dan penasaran; karena mereka merasa diberi peluang dan didorong untuk mengeksplorasi hal-hal baru yang baik. Kepercayaan orangtua dapat meningkatkan potensi dan bakat anak, serta membuka peluang dan kesempatan bagi mereka. Kepercayaan membantu anak menjadi mandiri dan bertanggung jawab Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mampu mengurus diri sendiri, mengatur waktu, dan menyelesaikan tugas. Mereka juga akan lebih sadar akan konsekuensi, batasan dan aturan; karena mereka telah belajar dari pengalaman dan kesalahan. Mereka juga akan lebih bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan mereka; sebab mereka merasa diandalkan dan diharapkan. Kepercayaan orangtua dapat mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 29 R. Tsani 1445 / 13 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 183 – MENUNAIKAN HAK ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Posted on October 16, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 184MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Menaruh kepercayaan pada anak maupun remaja masih sulit dilakukan sebagian orang dewasa. Padahal, hal yang dipandang kecil ini ternyata merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian, kesehatan dan kesuksesan anak. Kepercayaan orangtua bukan hanya sekadar memberi izin atau tidak melarang anak melakukan sesuatu. Tetapi juga memberi dukungan, dorongan dan penghargaan atas hal positif yang dilakukan anak. Di antara praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam memberikan kepercayaan kepada anak adalah: mempercayainya untuk menyimpan rahasia. Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memboncengkanku di belakangnya. Lalu beliau membisikkan padaku suatu pembicaraan, dan aku tidak akan menceritakannya kepada orang lain”. HR. Muslim (no. 342). Tentunya dalam memberikan kepercayaan kepada anak ada tahapannya. Berdasarkan usia anak, juga level tugas yang dipercayakan kepadanya. Berikut beberapa alasan betapa pentingnya orang tua memberikan kepercayaan pada anak: Kepercayaan membuat anak lebih sehat secara mental Anak yang merasa dipercaya oleh orangtuanya akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi; karena mereka merasa dihargai dan diakui kemampuannya. Mereka juga akan lebih bahagia, optimis dan termotivasi; sebab mereka merasa didukung dan diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri. Selain itu, anak yang dipercaya akan lebih mampu mengatasi stres, kesulitan dan masalah; karena mereka memiliki keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan. Kepercayaan mengasah keterampilan sosial anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain secara lebih baik, menghormati perbedaan dan bekerja sama. Mereka juga akan lebih mudah bersahabat, berbagi, dan menolong; karena mereka merasa nyaman dan percaya dengan orang lain. Kepercayaan mempererat hubungan orangtua dan anak Kepercayaan orangtua tidak hanya bermanfaat bagi anak, tetapi juga bagi orangtua itu sendiri. Kepercayaan orangtua dapat mempererat hubungannya dengan anak; karena membuat mereka lebih dekat, lebih terhubung, dan lebih saling mencintai. Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mudah berkomunikasi, bercerita dan meminta bantuan; sebab mereka merasa dimengerti dan dihormati. Mereka juga akan lebih menghargai, menghormati dan mendengarkan orangtuanya; karena mereka merasa diperlakukan sebagai mitra dan teman. Kepercayaan mendorong pertumbuhan dan pembelajaran anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih berani mencoba hal-hal baru, mengambil risiko terukur dan belajar dari kesalahan. Mereka juga akan lebih kreatif, inovatif dan penasaran; karena mereka merasa diberi peluang dan didorong untuk mengeksplorasi hal-hal baru yang baik. Kepercayaan orangtua dapat meningkatkan potensi dan bakat anak, serta membuka peluang dan kesempatan bagi mereka. Kepercayaan membantu anak menjadi mandiri dan bertanggung jawab Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mampu mengurus diri sendiri, mengatur waktu, dan menyelesaikan tugas. Mereka juga akan lebih sadar akan konsekuensi, batasan dan aturan; karena mereka telah belajar dari pengalaman dan kesalahan. Mereka juga akan lebih bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan mereka; sebab mereka merasa diandalkan dan diharapkan. Kepercayaan orangtua dapat mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 29 R. Tsani 1445 / 13 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 183 – MENUNAIKAN HAK ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 184 – MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Posted on October 16, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 184MEMBERIKAN KEPERCAYAAN PADA ANAK Menaruh kepercayaan pada anak maupun remaja masih sulit dilakukan sebagian orang dewasa. Padahal, hal yang dipandang kecil ini ternyata merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian, kesehatan dan kesuksesan anak. Kepercayaan orangtua bukan hanya sekadar memberi izin atau tidak melarang anak melakukan sesuatu. Tetapi juga memberi dukungan, dorongan dan penghargaan atas hal positif yang dilakukan anak. Di antara praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam memberikan kepercayaan kepada anak adalah: mempercayainya untuk menyimpan rahasia. Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memboncengkanku di belakangnya. Lalu beliau membisikkan padaku suatu pembicaraan, dan aku tidak akan menceritakannya kepada orang lain”. HR. Muslim (no. 342). Tentunya dalam memberikan kepercayaan kepada anak ada tahapannya. Berdasarkan usia anak, juga level tugas yang dipercayakan kepadanya. Berikut beberapa alasan betapa pentingnya orang tua memberikan kepercayaan pada anak: Kepercayaan membuat anak lebih sehat secara mental Anak yang merasa dipercaya oleh orangtuanya akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi; karena mereka merasa dihargai dan diakui kemampuannya. Mereka juga akan lebih bahagia, optimis dan termotivasi; sebab mereka merasa didukung dan diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri. Selain itu, anak yang dipercaya akan lebih mampu mengatasi stres, kesulitan dan masalah; karena mereka memiliki keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan. Kepercayaan mengasah keterampilan sosial anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain secara lebih baik, menghormati perbedaan dan bekerja sama. Mereka juga akan lebih mudah bersahabat, berbagi, dan menolong; karena mereka merasa nyaman dan percaya dengan orang lain. Kepercayaan mempererat hubungan orangtua dan anak Kepercayaan orangtua tidak hanya bermanfaat bagi anak, tetapi juga bagi orangtua itu sendiri. Kepercayaan orangtua dapat mempererat hubungannya dengan anak; karena membuat mereka lebih dekat, lebih terhubung, dan lebih saling mencintai. Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mudah berkomunikasi, bercerita dan meminta bantuan; sebab mereka merasa dimengerti dan dihormati. Mereka juga akan lebih menghargai, menghormati dan mendengarkan orangtuanya; karena mereka merasa diperlakukan sebagai mitra dan teman. Kepercayaan mendorong pertumbuhan dan pembelajaran anak Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih berani mencoba hal-hal baru, mengambil risiko terukur dan belajar dari kesalahan. Mereka juga akan lebih kreatif, inovatif dan penasaran; karena mereka merasa diberi peluang dan didorong untuk mengeksplorasi hal-hal baru yang baik. Kepercayaan orangtua dapat meningkatkan potensi dan bakat anak, serta membuka peluang dan kesempatan bagi mereka. Kepercayaan membantu anak menjadi mandiri dan bertanggung jawab Anak yang dipercaya oleh orangtuanya akan lebih mampu mengurus diri sendiri, mengatur waktu, dan menyelesaikan tugas. Mereka juga akan lebih sadar akan konsekuensi, batasan dan aturan; karena mereka telah belajar dari pengalaman dan kesalahan. Mereka juga akan lebih bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan mereka; sebab mereka merasa diandalkan dan diharapkan. Kepercayaan orangtua dapat mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 29 R. Tsani 1445 / 13 Nopember 2023 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 183 – MENUNAIKAN HAK ANAKSerial Fiqih Pendidikan Anak No: 185 – MAKAN BERSAMA ANAK SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Bagaimana Keadaan Hatimu dengan Allah? (Bagian 1)

كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان سؤالٌ أسأله لك في ظلِّ هذه الأيام، التي لا يكاد المرء يسمع فيها مثلَ هذا السؤال: كيف حال قلبك مع الله؟! في ظلِّ انشغال الناس بالأوضاع السياسية في البلاد الإسلامية كلِّها، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل هذه الأيام التي نسمع فيها عن المليارات والملايين المنهوبة التي لم تكن تخطر لأحدٍ ببال، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل الحملة الإعلامية المسعورة على الإسلاميين. هذا القلبُ مَلِكُ الأعضاء، الذي إذا صلَح صلح سائرُ الجسد، وإذا فسد فسَد سائر الجسد، والقلوب إما سليمة ناجية، وإما سقيمة هالكة. Satu pertanyaan yang hendak Saya ajukan kepadamu dalam lingkup hari-hari ini, yang seseorang hampir tidak akan mendengar pertanyaan seperti ini:  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup kesibukan orang-orang dengan keadaan politik di seluruh penjuru negeri Islam.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup hari-hari yang selalu terdengar berita tentang miliaran atau jutaan uang yang dikorupsi yang tidak pernah terlintas dalam pikiran siapapun.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup gerakan media-media yang telah dibeli untuk menyerang orang-orang Islam.  Hati merupakan raja bagi anggota badan lain; apabila hati itu baik, maka anggota badan lain juga akan baik; dan jika ia rusak, maka rusaklah pula anggota badan lainnya. Hati hanya terbagi menjadi dua; hati yang bersih dan selamat, serta hati yang sakit dan mati. ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – يشير إلى صدره ويقول: ((التقوى ها هنا))؟! ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – إذا حَزَبَهُ أمرٌ فزع إلى الصلاة؟! ألم يقل النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((العِبَادَةُ فِي الهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ))؛ رواه مسلم؟! فكيف ندَّعي انتسابَنا إلى هدي النبي – صلى الله عليه وسلم – ونحن لا نسلك مَسْلَكَه. تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا ♦♦♦ إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menunjuk ke dada beliau seraya bersabda, “Ketakwaan itu di sini!”?  Bukankah apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam tertimpa perkara yang berat, beliau bergegas mendirikan shalat?  Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Beribadah pada zaman penuh fitnah bagaikan berhijrah kepadaku” (HR. Muslim)?  Lalu bagaimana kita mengaku mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kita tidak menempuh jejak beliau? تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا   إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Kamu berharap keselamatan, tapi tidak menempuh jalan keselamatan? Sesungguhnya perahu tidak berlayar di daratan! إننا في غفلةٍ عظيمة عبادَ الله؛ عن عبدِالله بنِ عمرو بنِ العاص – رضي الله عنهما – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((من قام بعشر آيات لم يُكْتَبْ من الغافلين))؛ صحيح: أبو داود، مفهوم الحديث أنَّ من لم يقم بهن فهو من الغافلين. وعن أسامةَ بنِ زيد – رضي الله عنهما – قال: قلت: يا رسول الله، لم أرك تصوم شهرًا من الشهور ما تصوم من شعبان؟ قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ذلك شهرٌ يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهرٌ ترفع فيه الأعمال إلى ربِّ العالمين؛ فأُحبُّ أن يرفع عملي وأنا صائمٌ))؛ حسن: أحمد والنسائي. لقد كانت الغفلةُ – كما تلحظ في هذا الحديث الشريف – حالةً طارئة، وسحابة عابرة، سرعان ما تنقشع لتشرقَ على إثر ذلك شمسُ اليقظة، إلا أنها غدتْ في زماننا أصلاً أصيلاً، ووباءً قد استشرى، ومصيبةً عمَّت بها البلوى، وداءً قلَّمَا ينجو منه أحدٌ؛ (“حتى متى الغفلة؟”؛ لسعيد صابر). Wahai para hamba Allah! Sungguh kita sedang berada dalam kelalaian besar. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam dengan membaca sepuluh ayat, maka dia tidak tercatat sebagai orang-orang lalai.” (Hadis shahih yang diriwayatkan Abu Daud).  Dari hadis ini dapat kita pahami bahwa orang yang tidak mendirikan Shalat Malam dengan membaca (minimal) sepuluh ayat, maka dia termasuk orang-orang yang lalai. Diriwayatkan juga dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia berkata, “Aku pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada bulan apa pun seperti puasa yang engkau lakukan pada bulan Sya’ban!’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda: ذَلكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ “Itu adalah bulan yang dilalaikan orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan dinaikkannya amalan menuju Tuhan semesta alam, sehingga aku suka amalanku diangkat ketika sedang berpuasa.” (Hadis hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i). Dulu sikap lalai – sebagaimana yang dapat dicermati dalam hadis yang mulia ini – adalah keadaan sementara dan bagaikan awan yang berlalu saja, yang cepat tersingkap lalu, setelahnya terbit mentari kesadaran kembali. Hanya saja, sikap lalai pada zaman kita ini mulai menjadi asas kokoh, wabah yang telah menyebar, dan musibah yang telah mencakup kalangan luas, serta penyakit yang hampir tidak ada orang yang selamat darinya. (Kitab: “Hatta Mata al-Ghaflah?” karya Said Shabir). وقدْ أصبحنا نحيا حياةَ الغفلة، فبين كل غفلة وغفلةٍ غفلةٌ، وعامة الناس في عامة أمورِهم التي تتعلق بمستقبلهم الحقيقي الأخروي السرمدي لا تلفَيَنَّهم إلا غافلين، يقول الله تعالى: ﴿ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ * يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ ﴾ [الروم : 6 ، 7]. النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ ♦♦♦ ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Sekarang kita hidup dengan penuh kelalaian; waktu senggang antara satu kelalaian dengan kelalaian lainnya juga diisi dengan kelalaian. Kamu pasti dapati mayoritas orang dalam mayoritas urusan mereka yang berkaitan dengan masa depan hakiki mereka di akhirat yang kekal adalah orang-orang yang lalai. Allah Ta’ala berfirman: وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “…tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Rum: 6-7). Dalam Syair disebutkan: النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ   ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Manusia dalam kelalaian mereka,  sedangkan gilingan kematian terus berputar وعلى قدر غفلةِ العبد يكون بعدُه عن الله. ولله دَرُّ القائل: “النَّاس نيامٌ، فإذا ماتوا انتبهوا”؛ عن أبي سعيد – رضي الله عنه – قال: قال رسول اللّه – صلى الله عليه وسلم -: ((يُجاء بالموت يومَ القيامة كأنَّه كبش أملح، فيوقَفُ بين الجنَّة والنَّار فيُقال: يا أهلَ الجنَّة، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، ويقال: يا أهل النَّار، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، فيؤمر به فيُذبح، ثمَّ يُقال: يا أهل الجنَّة، خلودٌ فلا موت، ويا أهل النَّار، خلود فلا موت))، ثمَّ قرأ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ﴿ وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ﴾ [مريم : 39] وأشار بيده إلى الدنيا؛ متفق عليه. Sesuai dengan kadar kelalaian seorang hambalah tingkat kejauhannya dari Allah. Sungguh bagus ungkapan yang menyebutkan, “Manusia itu dalam keadaan tidur, lalu ketika mereka meninggal dunia, mereka terbangun!” Diriwayatkan dari Abu Said radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ فَيُوقَفُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ وَيُقَالُ يَا أَهْلَ النَّارِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا قَالَ فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ فَيُؤْمَرُ بِهِ فَيُذْبَحُ قَالَ ثُمَّ يُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ} وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الدُّنْيَا “Kematian akan didatangkan pada hari kiamat seperti domba putih bercorak hitam. Lalu diberhentikan di antara surga dan neraka, kemudian dikatakan, ‘Wahai para penghuni surga! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian’. Lalu dikatakan lagi, ‘Wahai para penghuni neraka! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian.’ Kemudian diperintahkan agar kematian itu disembelih. Lalu dikatakan kepada para penghuni surga, ‘Wahai para penduduk surga, kekal tanpa ada kematian! Dan wahai para penghuni neraka, kekal tanpa ada kematian!'” Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat: ‘Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sedangkan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.’ (QS. Maryam: 39) beliau menunjuk dengan tangan beliau ke dunia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). كيف حالك مع صلاة الفجر؟ إنَّها مصنعُ الرجال، ولا جدالَ في ذلك، قال سبحانه: ﴿ أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا ﴾ [الإسراء : 78]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((ولو يعلمون ما في العَتمة – العشاء – والصبح، لأَتَوْهما ولو حبْوًا))؛ البخاري، وعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – عَنِ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قال: ((عجب ربُّنا – عز وجل – من رجلين: رجلٍ ثار عن وطائه ولحافه، من بين أهله وحيّه إلى صلاته، فيقول ربّنا: أيا ملائكتي، انظروا إلى عبدي، ثار من فراشه ووطائه، ومن بين حيّه وأهله إلى صلاته، رغبةً فيما عندي، وشفقةً مما عندي))؛ حسن: أحمد، فكيف يكون حالك إذا فاتتك صلاةُ الفجر، إذا فاتتك ذمةُ الله سبحانه وضمانُه وأمانُه؟ ألا تخشى على نفسك ذلك اليوم؟! قال – صلى الله عليه وسلم -: ((من صلى صلاة الصبح، فهو في ذمَّة الله، فلا تخفروا ذمةَ الله، ومن خفر ذمة الله كبَّه في النار))؛ مسلم. Bagaimana Keadaanmu dengan Shalat Subuh? Shalat Subuh merupakan pabrik para lelaki sejati, tanpa perlu diperdebatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula Shalat Subuh. Sesungguhnya Shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra: 78). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا “Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada dalam Shalat Isya dan Shalat Subuh, niscaya mereka akan menghadirinya meski dengan merangkak.” (HR. al-Bukhari). Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: عَجِبَ ربُّنا – عَزَّ وَجَلَّ – مِنْ رَجُلَيْنِ: رَجُلٍ ثَارَ عَنْ وِطَائِهِ وَلِحَافِهِ، مِنْ بَيْنِ أَهْلِهِ وَحَيِّهِ إِلَى صَلَاتِهِ، فَيَقُوْلُ رَبُّنَا: أَيَا مَلَائِكَتِي، انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي، ثَارَ مِن فِرَاشِهِ وَوِطَائِهِ، وَمِنْ بَيْنِ حيِّهِ وَأهْلِهِ إِلَى صَلَاتِهِ، رَغبَةً فِيْمَا عِنْدِي، وَشَفَقَةً مِمَّا عِنْدِي “Tuhan kita ‘Azza wa Jalla takjub terhadap dua orang; yaitu orang yang meninggalkan tempat tidur dan selimutnya, serta keberadaannya di antara keluarga dan kaumnya untuk menunaikan shalatnya. Tuhan kita berfirman, ‘Wahai para malaikat-Ku! Lihatlah kepada hamba-Ku ini! Dia lebih memilih meninggalkan tempat tidurnya dan keberadaannya di antara kaum dan keluarganya untuk menunaikan shalatnya, karena mengharap pahala yang ada di sisi-Ku dan takut dari siksa yang ada di sisi-Ku.’” (Hadis hasan; diriwayatkan oleh Imam Ahmad). Bagaimana keadaanmu jika kamu tertinggal Shalat Subuh, jika kamu terlewat dari mendapat perlindungan dan penjagaan dari Allah? Tidakkah kamu khawatir terhadap dirimu sendiri pada hari itu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ، فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللهِ، فَلَا تَخْفِرُوا ذمةَ اللهِ، وَمَنْ خَفَرَ ذِمَّةَ اللهِ كَبَّهُ فِي النَّارِ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan dan jaminan Allah; maka janganlah kalian membatalkan perjanjian dengan Allah; barang siapa yang menyelisihi perjanjian dengan Allah, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim). ولابن عمر – رضي الله عنه – عند الطبراني في الكبير والأوسط بسند فيه لين: أنَّ الحجاج أمرَ سالمَ بنَ عبدالله بقتل رجلٍ، فقال له سالم: أصليت الصبح؟ فقال الرجل: نعم، فقال: انطلق، فقال له الحجاج: ما منعك من قتله؟ فقال سالم: حدَّثني أبي أنه سمع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: ((من صلى الصبح، كان في جوارِ الله يومَه))، فكرهتُ أن أقتلَ رجلاً قد أجاره اللهُ، فقال الحجاج لابنِ عمرَ – رضي الله عنه -: أنت سمعتَ هذا من رسول الله – صلى الله عليه وسلم؟ فقال ابنُ عمرَ: نعم؛ “مجمع الزوائد ومنبع الفوائد”، فكان الحجاج مع شدِّة فجوره إذا أُتي له بأحد يسأله: هل صليت الصبح؟ فإن قال: نعم، ترك التعرُّض له بسوء، خوفًا من هذا الوجه؛ “دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين”. Dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan oleh ath-Thabrani dalam kitab “al-Kabir” dan “al-Awsath” – dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan – disebutkan bahwa al-Hajjaj memerintahkan Salim bin Abdillah untuk membunuh seseorang. Lalu Salim bertanya kepada orang itu, “Apakah kamu telah menunaikan Shalat Subuh?” Orang itu menjawab, “Ya.” Salim pun menanggapi, “(Kalau begitu) pergilah!” al-Hajjaj lalu bertanya kepada Salim, “Apa yang menghalangimu untuk membunuhnya?” Salim menjawab, “Ayahku meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan Allah pada hari itu.’ Oleh sebab itulah aku tidak ingin membunuh seseorang yang telah dilindungi oleh Allah.” Kemudian al-Hajjaj bertanya kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, “Apakah kamu pernah mendengar hal ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ibnu Umar menjawab, “Ya!” (Kitab: “Majma az-Zawaid wa Manba al-Fawaid”).  Meskipun al-Hajjaj adalah orang yang sangat kejam, tapi jika ada seseorang yang dihadapkan kepadanya, dia akan menanyainya, “Apakah kamu telah mendirikan Shalat Subuh?” Lalu jika orang itu menjawab, “Ya” maka dia tidak akan menyakiti orang itu karena takut dari hal tersebut. (Kitab: “Dalil al-Falihin li-Thuruq Riyadh ash-Shalihin”). تحتاج المسألة إلى مراجعةِ نفسٍ ومحاسبتِها في نتيجة هذا الاختبار[1] وحقيقة الاختبار بالنسبة للرجال تكون بالمواظبة على صلاة الفجر في جماعة في المسجد، أما بالنسبة للنساء، فتكون بالصلاة على أول وقتها في البيت؛ “كيف تحافظ على صلاة الفجر”؛ راغب السرجاني. لا سيما ونحن نتحدث بحماسة شديدةٍ عن أحلامنا بتمكين دين الله في الأرض، وعن أمانينا في أنْ نرى شرعَ الله – عز وجل – يسود العالمين. Permasalahan ini membutuhkan introspeksi diri untuk mendapatkan nilai yang baik dalam ujian ini (Dan hakikat ujian bagi kaum laki-laki adalah berkonsisten dalam menunaikan Shalat Subuh secara berjamaah di Masjid; sedangkan bagi kaum perempuan, maka dengan mendirikannya pada awal waktunya di rumah). (Kitab: “Kaifa Tuhafizh ‘ala Shalah al-Fajr” karya Raghib as-Sirjani) Terlebih lagi kita sering kali berbicara dengan penuh semangat tentang mimpi untuk memenangkan agama Allah di muka bumi dan tentang harapan kita untuk melihat Syariat Allah ‘Azza wa Jalla dapat diterapkan di alam semesta. * ) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber:  https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟ PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 1,476 times, 2 visit(s) today Post Views: 661 QRIS donasi Yufid

Bagaimana Keadaan Hatimu dengan Allah? (Bagian 1)

كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان سؤالٌ أسأله لك في ظلِّ هذه الأيام، التي لا يكاد المرء يسمع فيها مثلَ هذا السؤال: كيف حال قلبك مع الله؟! في ظلِّ انشغال الناس بالأوضاع السياسية في البلاد الإسلامية كلِّها، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل هذه الأيام التي نسمع فيها عن المليارات والملايين المنهوبة التي لم تكن تخطر لأحدٍ ببال، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل الحملة الإعلامية المسعورة على الإسلاميين. هذا القلبُ مَلِكُ الأعضاء، الذي إذا صلَح صلح سائرُ الجسد، وإذا فسد فسَد سائر الجسد، والقلوب إما سليمة ناجية، وإما سقيمة هالكة. Satu pertanyaan yang hendak Saya ajukan kepadamu dalam lingkup hari-hari ini, yang seseorang hampir tidak akan mendengar pertanyaan seperti ini:  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup kesibukan orang-orang dengan keadaan politik di seluruh penjuru negeri Islam.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup hari-hari yang selalu terdengar berita tentang miliaran atau jutaan uang yang dikorupsi yang tidak pernah terlintas dalam pikiran siapapun.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup gerakan media-media yang telah dibeli untuk menyerang orang-orang Islam.  Hati merupakan raja bagi anggota badan lain; apabila hati itu baik, maka anggota badan lain juga akan baik; dan jika ia rusak, maka rusaklah pula anggota badan lainnya. Hati hanya terbagi menjadi dua; hati yang bersih dan selamat, serta hati yang sakit dan mati. ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – يشير إلى صدره ويقول: ((التقوى ها هنا))؟! ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – إذا حَزَبَهُ أمرٌ فزع إلى الصلاة؟! ألم يقل النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((العِبَادَةُ فِي الهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ))؛ رواه مسلم؟! فكيف ندَّعي انتسابَنا إلى هدي النبي – صلى الله عليه وسلم – ونحن لا نسلك مَسْلَكَه. تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا ♦♦♦ إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menunjuk ke dada beliau seraya bersabda, “Ketakwaan itu di sini!”?  Bukankah apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam tertimpa perkara yang berat, beliau bergegas mendirikan shalat?  Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Beribadah pada zaman penuh fitnah bagaikan berhijrah kepadaku” (HR. Muslim)?  Lalu bagaimana kita mengaku mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kita tidak menempuh jejak beliau? تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا   إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Kamu berharap keselamatan, tapi tidak menempuh jalan keselamatan? Sesungguhnya perahu tidak berlayar di daratan! إننا في غفلةٍ عظيمة عبادَ الله؛ عن عبدِالله بنِ عمرو بنِ العاص – رضي الله عنهما – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((من قام بعشر آيات لم يُكْتَبْ من الغافلين))؛ صحيح: أبو داود، مفهوم الحديث أنَّ من لم يقم بهن فهو من الغافلين. وعن أسامةَ بنِ زيد – رضي الله عنهما – قال: قلت: يا رسول الله، لم أرك تصوم شهرًا من الشهور ما تصوم من شعبان؟ قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ذلك شهرٌ يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهرٌ ترفع فيه الأعمال إلى ربِّ العالمين؛ فأُحبُّ أن يرفع عملي وأنا صائمٌ))؛ حسن: أحمد والنسائي. لقد كانت الغفلةُ – كما تلحظ في هذا الحديث الشريف – حالةً طارئة، وسحابة عابرة، سرعان ما تنقشع لتشرقَ على إثر ذلك شمسُ اليقظة، إلا أنها غدتْ في زماننا أصلاً أصيلاً، ووباءً قد استشرى، ومصيبةً عمَّت بها البلوى، وداءً قلَّمَا ينجو منه أحدٌ؛ (“حتى متى الغفلة؟”؛ لسعيد صابر). Wahai para hamba Allah! Sungguh kita sedang berada dalam kelalaian besar. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam dengan membaca sepuluh ayat, maka dia tidak tercatat sebagai orang-orang lalai.” (Hadis shahih yang diriwayatkan Abu Daud).  Dari hadis ini dapat kita pahami bahwa orang yang tidak mendirikan Shalat Malam dengan membaca (minimal) sepuluh ayat, maka dia termasuk orang-orang yang lalai. Diriwayatkan juga dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia berkata, “Aku pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada bulan apa pun seperti puasa yang engkau lakukan pada bulan Sya’ban!’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda: ذَلكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ “Itu adalah bulan yang dilalaikan orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan dinaikkannya amalan menuju Tuhan semesta alam, sehingga aku suka amalanku diangkat ketika sedang berpuasa.” (Hadis hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i). Dulu sikap lalai – sebagaimana yang dapat dicermati dalam hadis yang mulia ini – adalah keadaan sementara dan bagaikan awan yang berlalu saja, yang cepat tersingkap lalu, setelahnya terbit mentari kesadaran kembali. Hanya saja, sikap lalai pada zaman kita ini mulai menjadi asas kokoh, wabah yang telah menyebar, dan musibah yang telah mencakup kalangan luas, serta penyakit yang hampir tidak ada orang yang selamat darinya. (Kitab: “Hatta Mata al-Ghaflah?” karya Said Shabir). وقدْ أصبحنا نحيا حياةَ الغفلة، فبين كل غفلة وغفلةٍ غفلةٌ، وعامة الناس في عامة أمورِهم التي تتعلق بمستقبلهم الحقيقي الأخروي السرمدي لا تلفَيَنَّهم إلا غافلين، يقول الله تعالى: ﴿ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ * يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ ﴾ [الروم : 6 ، 7]. النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ ♦♦♦ ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Sekarang kita hidup dengan penuh kelalaian; waktu senggang antara satu kelalaian dengan kelalaian lainnya juga diisi dengan kelalaian. Kamu pasti dapati mayoritas orang dalam mayoritas urusan mereka yang berkaitan dengan masa depan hakiki mereka di akhirat yang kekal adalah orang-orang yang lalai. Allah Ta’ala berfirman: وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “…tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Rum: 6-7). Dalam Syair disebutkan: النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ   ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Manusia dalam kelalaian mereka,  sedangkan gilingan kematian terus berputar وعلى قدر غفلةِ العبد يكون بعدُه عن الله. ولله دَرُّ القائل: “النَّاس نيامٌ، فإذا ماتوا انتبهوا”؛ عن أبي سعيد – رضي الله عنه – قال: قال رسول اللّه – صلى الله عليه وسلم -: ((يُجاء بالموت يومَ القيامة كأنَّه كبش أملح، فيوقَفُ بين الجنَّة والنَّار فيُقال: يا أهلَ الجنَّة، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، ويقال: يا أهل النَّار، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، فيؤمر به فيُذبح، ثمَّ يُقال: يا أهل الجنَّة، خلودٌ فلا موت، ويا أهل النَّار، خلود فلا موت))، ثمَّ قرأ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ﴿ وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ﴾ [مريم : 39] وأشار بيده إلى الدنيا؛ متفق عليه. Sesuai dengan kadar kelalaian seorang hambalah tingkat kejauhannya dari Allah. Sungguh bagus ungkapan yang menyebutkan, “Manusia itu dalam keadaan tidur, lalu ketika mereka meninggal dunia, mereka terbangun!” Diriwayatkan dari Abu Said radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ فَيُوقَفُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ وَيُقَالُ يَا أَهْلَ النَّارِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا قَالَ فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ فَيُؤْمَرُ بِهِ فَيُذْبَحُ قَالَ ثُمَّ يُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ} وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الدُّنْيَا “Kematian akan didatangkan pada hari kiamat seperti domba putih bercorak hitam. Lalu diberhentikan di antara surga dan neraka, kemudian dikatakan, ‘Wahai para penghuni surga! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian’. Lalu dikatakan lagi, ‘Wahai para penghuni neraka! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian.’ Kemudian diperintahkan agar kematian itu disembelih. Lalu dikatakan kepada para penghuni surga, ‘Wahai para penduduk surga, kekal tanpa ada kematian! Dan wahai para penghuni neraka, kekal tanpa ada kematian!'” Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat: ‘Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sedangkan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.’ (QS. Maryam: 39) beliau menunjuk dengan tangan beliau ke dunia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). كيف حالك مع صلاة الفجر؟ إنَّها مصنعُ الرجال، ولا جدالَ في ذلك، قال سبحانه: ﴿ أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا ﴾ [الإسراء : 78]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((ولو يعلمون ما في العَتمة – العشاء – والصبح، لأَتَوْهما ولو حبْوًا))؛ البخاري، وعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – عَنِ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قال: ((عجب ربُّنا – عز وجل – من رجلين: رجلٍ ثار عن وطائه ولحافه، من بين أهله وحيّه إلى صلاته، فيقول ربّنا: أيا ملائكتي، انظروا إلى عبدي، ثار من فراشه ووطائه، ومن بين حيّه وأهله إلى صلاته، رغبةً فيما عندي، وشفقةً مما عندي))؛ حسن: أحمد، فكيف يكون حالك إذا فاتتك صلاةُ الفجر، إذا فاتتك ذمةُ الله سبحانه وضمانُه وأمانُه؟ ألا تخشى على نفسك ذلك اليوم؟! قال – صلى الله عليه وسلم -: ((من صلى صلاة الصبح، فهو في ذمَّة الله، فلا تخفروا ذمةَ الله، ومن خفر ذمة الله كبَّه في النار))؛ مسلم. Bagaimana Keadaanmu dengan Shalat Subuh? Shalat Subuh merupakan pabrik para lelaki sejati, tanpa perlu diperdebatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula Shalat Subuh. Sesungguhnya Shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra: 78). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا “Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada dalam Shalat Isya dan Shalat Subuh, niscaya mereka akan menghadirinya meski dengan merangkak.” (HR. al-Bukhari). Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: عَجِبَ ربُّنا – عَزَّ وَجَلَّ – مِنْ رَجُلَيْنِ: رَجُلٍ ثَارَ عَنْ وِطَائِهِ وَلِحَافِهِ، مِنْ بَيْنِ أَهْلِهِ وَحَيِّهِ إِلَى صَلَاتِهِ، فَيَقُوْلُ رَبُّنَا: أَيَا مَلَائِكَتِي، انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي، ثَارَ مِن فِرَاشِهِ وَوِطَائِهِ، وَمِنْ بَيْنِ حيِّهِ وَأهْلِهِ إِلَى صَلَاتِهِ، رَغبَةً فِيْمَا عِنْدِي، وَشَفَقَةً مِمَّا عِنْدِي “Tuhan kita ‘Azza wa Jalla takjub terhadap dua orang; yaitu orang yang meninggalkan tempat tidur dan selimutnya, serta keberadaannya di antara keluarga dan kaumnya untuk menunaikan shalatnya. Tuhan kita berfirman, ‘Wahai para malaikat-Ku! Lihatlah kepada hamba-Ku ini! Dia lebih memilih meninggalkan tempat tidurnya dan keberadaannya di antara kaum dan keluarganya untuk menunaikan shalatnya, karena mengharap pahala yang ada di sisi-Ku dan takut dari siksa yang ada di sisi-Ku.’” (Hadis hasan; diriwayatkan oleh Imam Ahmad). Bagaimana keadaanmu jika kamu tertinggal Shalat Subuh, jika kamu terlewat dari mendapat perlindungan dan penjagaan dari Allah? Tidakkah kamu khawatir terhadap dirimu sendiri pada hari itu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ، فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللهِ، فَلَا تَخْفِرُوا ذمةَ اللهِ، وَمَنْ خَفَرَ ذِمَّةَ اللهِ كَبَّهُ فِي النَّارِ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan dan jaminan Allah; maka janganlah kalian membatalkan perjanjian dengan Allah; barang siapa yang menyelisihi perjanjian dengan Allah, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim). ولابن عمر – رضي الله عنه – عند الطبراني في الكبير والأوسط بسند فيه لين: أنَّ الحجاج أمرَ سالمَ بنَ عبدالله بقتل رجلٍ، فقال له سالم: أصليت الصبح؟ فقال الرجل: نعم، فقال: انطلق، فقال له الحجاج: ما منعك من قتله؟ فقال سالم: حدَّثني أبي أنه سمع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: ((من صلى الصبح، كان في جوارِ الله يومَه))، فكرهتُ أن أقتلَ رجلاً قد أجاره اللهُ، فقال الحجاج لابنِ عمرَ – رضي الله عنه -: أنت سمعتَ هذا من رسول الله – صلى الله عليه وسلم؟ فقال ابنُ عمرَ: نعم؛ “مجمع الزوائد ومنبع الفوائد”، فكان الحجاج مع شدِّة فجوره إذا أُتي له بأحد يسأله: هل صليت الصبح؟ فإن قال: نعم، ترك التعرُّض له بسوء، خوفًا من هذا الوجه؛ “دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين”. Dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan oleh ath-Thabrani dalam kitab “al-Kabir” dan “al-Awsath” – dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan – disebutkan bahwa al-Hajjaj memerintahkan Salim bin Abdillah untuk membunuh seseorang. Lalu Salim bertanya kepada orang itu, “Apakah kamu telah menunaikan Shalat Subuh?” Orang itu menjawab, “Ya.” Salim pun menanggapi, “(Kalau begitu) pergilah!” al-Hajjaj lalu bertanya kepada Salim, “Apa yang menghalangimu untuk membunuhnya?” Salim menjawab, “Ayahku meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan Allah pada hari itu.’ Oleh sebab itulah aku tidak ingin membunuh seseorang yang telah dilindungi oleh Allah.” Kemudian al-Hajjaj bertanya kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, “Apakah kamu pernah mendengar hal ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ibnu Umar menjawab, “Ya!” (Kitab: “Majma az-Zawaid wa Manba al-Fawaid”).  Meskipun al-Hajjaj adalah orang yang sangat kejam, tapi jika ada seseorang yang dihadapkan kepadanya, dia akan menanyainya, “Apakah kamu telah mendirikan Shalat Subuh?” Lalu jika orang itu menjawab, “Ya” maka dia tidak akan menyakiti orang itu karena takut dari hal tersebut. (Kitab: “Dalil al-Falihin li-Thuruq Riyadh ash-Shalihin”). تحتاج المسألة إلى مراجعةِ نفسٍ ومحاسبتِها في نتيجة هذا الاختبار[1] وحقيقة الاختبار بالنسبة للرجال تكون بالمواظبة على صلاة الفجر في جماعة في المسجد، أما بالنسبة للنساء، فتكون بالصلاة على أول وقتها في البيت؛ “كيف تحافظ على صلاة الفجر”؛ راغب السرجاني. لا سيما ونحن نتحدث بحماسة شديدةٍ عن أحلامنا بتمكين دين الله في الأرض، وعن أمانينا في أنْ نرى شرعَ الله – عز وجل – يسود العالمين. Permasalahan ini membutuhkan introspeksi diri untuk mendapatkan nilai yang baik dalam ujian ini (Dan hakikat ujian bagi kaum laki-laki adalah berkonsisten dalam menunaikan Shalat Subuh secara berjamaah di Masjid; sedangkan bagi kaum perempuan, maka dengan mendirikannya pada awal waktunya di rumah). (Kitab: “Kaifa Tuhafizh ‘ala Shalah al-Fajr” karya Raghib as-Sirjani) Terlebih lagi kita sering kali berbicara dengan penuh semangat tentang mimpi untuk memenangkan agama Allah di muka bumi dan tentang harapan kita untuk melihat Syariat Allah ‘Azza wa Jalla dapat diterapkan di alam semesta. * ) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber:  https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟ PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 1,476 times, 2 visit(s) today Post Views: 661 QRIS donasi Yufid
كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان سؤالٌ أسأله لك في ظلِّ هذه الأيام، التي لا يكاد المرء يسمع فيها مثلَ هذا السؤال: كيف حال قلبك مع الله؟! في ظلِّ انشغال الناس بالأوضاع السياسية في البلاد الإسلامية كلِّها، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل هذه الأيام التي نسمع فيها عن المليارات والملايين المنهوبة التي لم تكن تخطر لأحدٍ ببال، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل الحملة الإعلامية المسعورة على الإسلاميين. هذا القلبُ مَلِكُ الأعضاء، الذي إذا صلَح صلح سائرُ الجسد، وإذا فسد فسَد سائر الجسد، والقلوب إما سليمة ناجية، وإما سقيمة هالكة. Satu pertanyaan yang hendak Saya ajukan kepadamu dalam lingkup hari-hari ini, yang seseorang hampir tidak akan mendengar pertanyaan seperti ini:  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup kesibukan orang-orang dengan keadaan politik di seluruh penjuru negeri Islam.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup hari-hari yang selalu terdengar berita tentang miliaran atau jutaan uang yang dikorupsi yang tidak pernah terlintas dalam pikiran siapapun.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup gerakan media-media yang telah dibeli untuk menyerang orang-orang Islam.  Hati merupakan raja bagi anggota badan lain; apabila hati itu baik, maka anggota badan lain juga akan baik; dan jika ia rusak, maka rusaklah pula anggota badan lainnya. Hati hanya terbagi menjadi dua; hati yang bersih dan selamat, serta hati yang sakit dan mati. ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – يشير إلى صدره ويقول: ((التقوى ها هنا))؟! ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – إذا حَزَبَهُ أمرٌ فزع إلى الصلاة؟! ألم يقل النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((العِبَادَةُ فِي الهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ))؛ رواه مسلم؟! فكيف ندَّعي انتسابَنا إلى هدي النبي – صلى الله عليه وسلم – ونحن لا نسلك مَسْلَكَه. تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا ♦♦♦ إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menunjuk ke dada beliau seraya bersabda, “Ketakwaan itu di sini!”?  Bukankah apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam tertimpa perkara yang berat, beliau bergegas mendirikan shalat?  Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Beribadah pada zaman penuh fitnah bagaikan berhijrah kepadaku” (HR. Muslim)?  Lalu bagaimana kita mengaku mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kita tidak menempuh jejak beliau? تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا   إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Kamu berharap keselamatan, tapi tidak menempuh jalan keselamatan? Sesungguhnya perahu tidak berlayar di daratan! إننا في غفلةٍ عظيمة عبادَ الله؛ عن عبدِالله بنِ عمرو بنِ العاص – رضي الله عنهما – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((من قام بعشر آيات لم يُكْتَبْ من الغافلين))؛ صحيح: أبو داود، مفهوم الحديث أنَّ من لم يقم بهن فهو من الغافلين. وعن أسامةَ بنِ زيد – رضي الله عنهما – قال: قلت: يا رسول الله، لم أرك تصوم شهرًا من الشهور ما تصوم من شعبان؟ قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ذلك شهرٌ يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهرٌ ترفع فيه الأعمال إلى ربِّ العالمين؛ فأُحبُّ أن يرفع عملي وأنا صائمٌ))؛ حسن: أحمد والنسائي. لقد كانت الغفلةُ – كما تلحظ في هذا الحديث الشريف – حالةً طارئة، وسحابة عابرة، سرعان ما تنقشع لتشرقَ على إثر ذلك شمسُ اليقظة، إلا أنها غدتْ في زماننا أصلاً أصيلاً، ووباءً قد استشرى، ومصيبةً عمَّت بها البلوى، وداءً قلَّمَا ينجو منه أحدٌ؛ (“حتى متى الغفلة؟”؛ لسعيد صابر). Wahai para hamba Allah! Sungguh kita sedang berada dalam kelalaian besar. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam dengan membaca sepuluh ayat, maka dia tidak tercatat sebagai orang-orang lalai.” (Hadis shahih yang diriwayatkan Abu Daud).  Dari hadis ini dapat kita pahami bahwa orang yang tidak mendirikan Shalat Malam dengan membaca (minimal) sepuluh ayat, maka dia termasuk orang-orang yang lalai. Diriwayatkan juga dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia berkata, “Aku pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada bulan apa pun seperti puasa yang engkau lakukan pada bulan Sya’ban!’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda: ذَلكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ “Itu adalah bulan yang dilalaikan orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan dinaikkannya amalan menuju Tuhan semesta alam, sehingga aku suka amalanku diangkat ketika sedang berpuasa.” (Hadis hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i). Dulu sikap lalai – sebagaimana yang dapat dicermati dalam hadis yang mulia ini – adalah keadaan sementara dan bagaikan awan yang berlalu saja, yang cepat tersingkap lalu, setelahnya terbit mentari kesadaran kembali. Hanya saja, sikap lalai pada zaman kita ini mulai menjadi asas kokoh, wabah yang telah menyebar, dan musibah yang telah mencakup kalangan luas, serta penyakit yang hampir tidak ada orang yang selamat darinya. (Kitab: “Hatta Mata al-Ghaflah?” karya Said Shabir). وقدْ أصبحنا نحيا حياةَ الغفلة، فبين كل غفلة وغفلةٍ غفلةٌ، وعامة الناس في عامة أمورِهم التي تتعلق بمستقبلهم الحقيقي الأخروي السرمدي لا تلفَيَنَّهم إلا غافلين، يقول الله تعالى: ﴿ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ * يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ ﴾ [الروم : 6 ، 7]. النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ ♦♦♦ ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Sekarang kita hidup dengan penuh kelalaian; waktu senggang antara satu kelalaian dengan kelalaian lainnya juga diisi dengan kelalaian. Kamu pasti dapati mayoritas orang dalam mayoritas urusan mereka yang berkaitan dengan masa depan hakiki mereka di akhirat yang kekal adalah orang-orang yang lalai. Allah Ta’ala berfirman: وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “…tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Rum: 6-7). Dalam Syair disebutkan: النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ   ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Manusia dalam kelalaian mereka,  sedangkan gilingan kematian terus berputar وعلى قدر غفلةِ العبد يكون بعدُه عن الله. ولله دَرُّ القائل: “النَّاس نيامٌ، فإذا ماتوا انتبهوا”؛ عن أبي سعيد – رضي الله عنه – قال: قال رسول اللّه – صلى الله عليه وسلم -: ((يُجاء بالموت يومَ القيامة كأنَّه كبش أملح، فيوقَفُ بين الجنَّة والنَّار فيُقال: يا أهلَ الجنَّة، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، ويقال: يا أهل النَّار، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، فيؤمر به فيُذبح، ثمَّ يُقال: يا أهل الجنَّة، خلودٌ فلا موت، ويا أهل النَّار، خلود فلا موت))، ثمَّ قرأ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ﴿ وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ﴾ [مريم : 39] وأشار بيده إلى الدنيا؛ متفق عليه. Sesuai dengan kadar kelalaian seorang hambalah tingkat kejauhannya dari Allah. Sungguh bagus ungkapan yang menyebutkan, “Manusia itu dalam keadaan tidur, lalu ketika mereka meninggal dunia, mereka terbangun!” Diriwayatkan dari Abu Said radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ فَيُوقَفُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ وَيُقَالُ يَا أَهْلَ النَّارِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا قَالَ فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ فَيُؤْمَرُ بِهِ فَيُذْبَحُ قَالَ ثُمَّ يُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ} وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الدُّنْيَا “Kematian akan didatangkan pada hari kiamat seperti domba putih bercorak hitam. Lalu diberhentikan di antara surga dan neraka, kemudian dikatakan, ‘Wahai para penghuni surga! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian’. Lalu dikatakan lagi, ‘Wahai para penghuni neraka! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian.’ Kemudian diperintahkan agar kematian itu disembelih. Lalu dikatakan kepada para penghuni surga, ‘Wahai para penduduk surga, kekal tanpa ada kematian! Dan wahai para penghuni neraka, kekal tanpa ada kematian!'” Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat: ‘Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sedangkan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.’ (QS. Maryam: 39) beliau menunjuk dengan tangan beliau ke dunia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). كيف حالك مع صلاة الفجر؟ إنَّها مصنعُ الرجال، ولا جدالَ في ذلك، قال سبحانه: ﴿ أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا ﴾ [الإسراء : 78]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((ولو يعلمون ما في العَتمة – العشاء – والصبح، لأَتَوْهما ولو حبْوًا))؛ البخاري، وعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – عَنِ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قال: ((عجب ربُّنا – عز وجل – من رجلين: رجلٍ ثار عن وطائه ولحافه، من بين أهله وحيّه إلى صلاته، فيقول ربّنا: أيا ملائكتي، انظروا إلى عبدي، ثار من فراشه ووطائه، ومن بين حيّه وأهله إلى صلاته، رغبةً فيما عندي، وشفقةً مما عندي))؛ حسن: أحمد، فكيف يكون حالك إذا فاتتك صلاةُ الفجر، إذا فاتتك ذمةُ الله سبحانه وضمانُه وأمانُه؟ ألا تخشى على نفسك ذلك اليوم؟! قال – صلى الله عليه وسلم -: ((من صلى صلاة الصبح، فهو في ذمَّة الله، فلا تخفروا ذمةَ الله، ومن خفر ذمة الله كبَّه في النار))؛ مسلم. Bagaimana Keadaanmu dengan Shalat Subuh? Shalat Subuh merupakan pabrik para lelaki sejati, tanpa perlu diperdebatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula Shalat Subuh. Sesungguhnya Shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra: 78). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا “Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada dalam Shalat Isya dan Shalat Subuh, niscaya mereka akan menghadirinya meski dengan merangkak.” (HR. al-Bukhari). Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: عَجِبَ ربُّنا – عَزَّ وَجَلَّ – مِنْ رَجُلَيْنِ: رَجُلٍ ثَارَ عَنْ وِطَائِهِ وَلِحَافِهِ، مِنْ بَيْنِ أَهْلِهِ وَحَيِّهِ إِلَى صَلَاتِهِ، فَيَقُوْلُ رَبُّنَا: أَيَا مَلَائِكَتِي، انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي، ثَارَ مِن فِرَاشِهِ وَوِطَائِهِ، وَمِنْ بَيْنِ حيِّهِ وَأهْلِهِ إِلَى صَلَاتِهِ، رَغبَةً فِيْمَا عِنْدِي، وَشَفَقَةً مِمَّا عِنْدِي “Tuhan kita ‘Azza wa Jalla takjub terhadap dua orang; yaitu orang yang meninggalkan tempat tidur dan selimutnya, serta keberadaannya di antara keluarga dan kaumnya untuk menunaikan shalatnya. Tuhan kita berfirman, ‘Wahai para malaikat-Ku! Lihatlah kepada hamba-Ku ini! Dia lebih memilih meninggalkan tempat tidurnya dan keberadaannya di antara kaum dan keluarganya untuk menunaikan shalatnya, karena mengharap pahala yang ada di sisi-Ku dan takut dari siksa yang ada di sisi-Ku.’” (Hadis hasan; diriwayatkan oleh Imam Ahmad). Bagaimana keadaanmu jika kamu tertinggal Shalat Subuh, jika kamu terlewat dari mendapat perlindungan dan penjagaan dari Allah? Tidakkah kamu khawatir terhadap dirimu sendiri pada hari itu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ، فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللهِ، فَلَا تَخْفِرُوا ذمةَ اللهِ، وَمَنْ خَفَرَ ذِمَّةَ اللهِ كَبَّهُ فِي النَّارِ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan dan jaminan Allah; maka janganlah kalian membatalkan perjanjian dengan Allah; barang siapa yang menyelisihi perjanjian dengan Allah, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim). ولابن عمر – رضي الله عنه – عند الطبراني في الكبير والأوسط بسند فيه لين: أنَّ الحجاج أمرَ سالمَ بنَ عبدالله بقتل رجلٍ، فقال له سالم: أصليت الصبح؟ فقال الرجل: نعم، فقال: انطلق، فقال له الحجاج: ما منعك من قتله؟ فقال سالم: حدَّثني أبي أنه سمع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: ((من صلى الصبح، كان في جوارِ الله يومَه))، فكرهتُ أن أقتلَ رجلاً قد أجاره اللهُ، فقال الحجاج لابنِ عمرَ – رضي الله عنه -: أنت سمعتَ هذا من رسول الله – صلى الله عليه وسلم؟ فقال ابنُ عمرَ: نعم؛ “مجمع الزوائد ومنبع الفوائد”، فكان الحجاج مع شدِّة فجوره إذا أُتي له بأحد يسأله: هل صليت الصبح؟ فإن قال: نعم، ترك التعرُّض له بسوء، خوفًا من هذا الوجه؛ “دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين”. Dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan oleh ath-Thabrani dalam kitab “al-Kabir” dan “al-Awsath” – dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan – disebutkan bahwa al-Hajjaj memerintahkan Salim bin Abdillah untuk membunuh seseorang. Lalu Salim bertanya kepada orang itu, “Apakah kamu telah menunaikan Shalat Subuh?” Orang itu menjawab, “Ya.” Salim pun menanggapi, “(Kalau begitu) pergilah!” al-Hajjaj lalu bertanya kepada Salim, “Apa yang menghalangimu untuk membunuhnya?” Salim menjawab, “Ayahku meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan Allah pada hari itu.’ Oleh sebab itulah aku tidak ingin membunuh seseorang yang telah dilindungi oleh Allah.” Kemudian al-Hajjaj bertanya kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, “Apakah kamu pernah mendengar hal ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ibnu Umar menjawab, “Ya!” (Kitab: “Majma az-Zawaid wa Manba al-Fawaid”).  Meskipun al-Hajjaj adalah orang yang sangat kejam, tapi jika ada seseorang yang dihadapkan kepadanya, dia akan menanyainya, “Apakah kamu telah mendirikan Shalat Subuh?” Lalu jika orang itu menjawab, “Ya” maka dia tidak akan menyakiti orang itu karena takut dari hal tersebut. (Kitab: “Dalil al-Falihin li-Thuruq Riyadh ash-Shalihin”). تحتاج المسألة إلى مراجعةِ نفسٍ ومحاسبتِها في نتيجة هذا الاختبار[1] وحقيقة الاختبار بالنسبة للرجال تكون بالمواظبة على صلاة الفجر في جماعة في المسجد، أما بالنسبة للنساء، فتكون بالصلاة على أول وقتها في البيت؛ “كيف تحافظ على صلاة الفجر”؛ راغب السرجاني. لا سيما ونحن نتحدث بحماسة شديدةٍ عن أحلامنا بتمكين دين الله في الأرض، وعن أمانينا في أنْ نرى شرعَ الله – عز وجل – يسود العالمين. Permasalahan ini membutuhkan introspeksi diri untuk mendapatkan nilai yang baik dalam ujian ini (Dan hakikat ujian bagi kaum laki-laki adalah berkonsisten dalam menunaikan Shalat Subuh secara berjamaah di Masjid; sedangkan bagi kaum perempuan, maka dengan mendirikannya pada awal waktunya di rumah). (Kitab: “Kaifa Tuhafizh ‘ala Shalah al-Fajr” karya Raghib as-Sirjani) Terlebih lagi kita sering kali berbicara dengan penuh semangat tentang mimpi untuk memenangkan agama Allah di muka bumi dan tentang harapan kita untuk melihat Syariat Allah ‘Azza wa Jalla dapat diterapkan di alam semesta. * ) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber:  https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟ PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 1,476 times, 2 visit(s) today Post Views: 661 QRIS donasi Yufid


كيف حال قلبك مع الله؟ Oleh: Musthofa Ibrahim Ruslan مصطفى إبراهيم رسلان سؤالٌ أسأله لك في ظلِّ هذه الأيام، التي لا يكاد المرء يسمع فيها مثلَ هذا السؤال: كيف حال قلبك مع الله؟! في ظلِّ انشغال الناس بالأوضاع السياسية في البلاد الإسلامية كلِّها، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل هذه الأيام التي نسمع فيها عن المليارات والملايين المنهوبة التي لم تكن تخطر لأحدٍ ببال، كيف حال قلبك مع الله؟! في ظل الحملة الإعلامية المسعورة على الإسلاميين. هذا القلبُ مَلِكُ الأعضاء، الذي إذا صلَح صلح سائرُ الجسد، وإذا فسد فسَد سائر الجسد، والقلوب إما سليمة ناجية، وإما سقيمة هالكة. Satu pertanyaan yang hendak Saya ajukan kepadamu dalam lingkup hari-hari ini, yang seseorang hampir tidak akan mendengar pertanyaan seperti ini:  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup kesibukan orang-orang dengan keadaan politik di seluruh penjuru negeri Islam.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup hari-hari yang selalu terdengar berita tentang miliaran atau jutaan uang yang dikorupsi yang tidak pernah terlintas dalam pikiran siapapun.  “Bagaimana keadaan hatimu dengan Allah?” di bawah lingkup gerakan media-media yang telah dibeli untuk menyerang orang-orang Islam.  Hati merupakan raja bagi anggota badan lain; apabila hati itu baik, maka anggota badan lain juga akan baik; dan jika ia rusak, maka rusaklah pula anggota badan lainnya. Hati hanya terbagi menjadi dua; hati yang bersih dan selamat, serta hati yang sakit dan mati. ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – يشير إلى صدره ويقول: ((التقوى ها هنا))؟! ألم يكن النبي – صلى الله عليه وسلم – إذا حَزَبَهُ أمرٌ فزع إلى الصلاة؟! ألم يقل النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((العِبَادَةُ فِي الهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ))؛ رواه مسلم؟! فكيف ندَّعي انتسابَنا إلى هدي النبي – صلى الله عليه وسلم – ونحن لا نسلك مَسْلَكَه. تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا ♦♦♦ إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menunjuk ke dada beliau seraya bersabda, “Ketakwaan itu di sini!”?  Bukankah apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam tertimpa perkara yang berat, beliau bergegas mendirikan shalat?  Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Beribadah pada zaman penuh fitnah bagaikan berhijrah kepadaku” (HR. Muslim)?  Lalu bagaimana kita mengaku mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kita tidak menempuh jejak beliau? تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسْالِكَهَا   إِنَّ السَّفِينَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى اليَبَسِ Kamu berharap keselamatan, tapi tidak menempuh jalan keselamatan? Sesungguhnya perahu tidak berlayar di daratan! إننا في غفلةٍ عظيمة عبادَ الله؛ عن عبدِالله بنِ عمرو بنِ العاص – رضي الله عنهما – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((من قام بعشر آيات لم يُكْتَبْ من الغافلين))؛ صحيح: أبو داود، مفهوم الحديث أنَّ من لم يقم بهن فهو من الغافلين. وعن أسامةَ بنِ زيد – رضي الله عنهما – قال: قلت: يا رسول الله، لم أرك تصوم شهرًا من الشهور ما تصوم من شعبان؟ قال – صلى الله عليه وسلم -: ((ذلك شهرٌ يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهرٌ ترفع فيه الأعمال إلى ربِّ العالمين؛ فأُحبُّ أن يرفع عملي وأنا صائمٌ))؛ حسن: أحمد والنسائي. لقد كانت الغفلةُ – كما تلحظ في هذا الحديث الشريف – حالةً طارئة، وسحابة عابرة، سرعان ما تنقشع لتشرقَ على إثر ذلك شمسُ اليقظة، إلا أنها غدتْ في زماننا أصلاً أصيلاً، ووباءً قد استشرى، ومصيبةً عمَّت بها البلوى، وداءً قلَّمَا ينجو منه أحدٌ؛ (“حتى متى الغفلة؟”؛ لسعيد صابر). Wahai para hamba Allah! Sungguh kita sedang berada dalam kelalaian besar. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Malam dengan membaca sepuluh ayat, maka dia tidak tercatat sebagai orang-orang lalai.” (Hadis shahih yang diriwayatkan Abu Daud).  Dari hadis ini dapat kita pahami bahwa orang yang tidak mendirikan Shalat Malam dengan membaca (minimal) sepuluh ayat, maka dia termasuk orang-orang yang lalai. Diriwayatkan juga dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia berkata, “Aku pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada bulan apa pun seperti puasa yang engkau lakukan pada bulan Sya’ban!’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda: ذَلكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ “Itu adalah bulan yang dilalaikan orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan dinaikkannya amalan menuju Tuhan semesta alam, sehingga aku suka amalanku diangkat ketika sedang berpuasa.” (Hadis hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i). Dulu sikap lalai – sebagaimana yang dapat dicermati dalam hadis yang mulia ini – adalah keadaan sementara dan bagaikan awan yang berlalu saja, yang cepat tersingkap lalu, setelahnya terbit mentari kesadaran kembali. Hanya saja, sikap lalai pada zaman kita ini mulai menjadi asas kokoh, wabah yang telah menyebar, dan musibah yang telah mencakup kalangan luas, serta penyakit yang hampir tidak ada orang yang selamat darinya. (Kitab: “Hatta Mata al-Ghaflah?” karya Said Shabir). وقدْ أصبحنا نحيا حياةَ الغفلة، فبين كل غفلة وغفلةٍ غفلةٌ، وعامة الناس في عامة أمورِهم التي تتعلق بمستقبلهم الحقيقي الأخروي السرمدي لا تلفَيَنَّهم إلا غافلين، يقول الله تعالى: ﴿ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ * يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ ﴾ [الروم : 6 ، 7]. النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ ♦♦♦ ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Sekarang kita hidup dengan penuh kelalaian; waktu senggang antara satu kelalaian dengan kelalaian lainnya juga diisi dengan kelalaian. Kamu pasti dapati mayoritas orang dalam mayoritas urusan mereka yang berkaitan dengan masa depan hakiki mereka di akhirat yang kekal adalah orang-orang yang lalai. Allah Ta’ala berfirman: وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “…tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Rum: 6-7). Dalam Syair disebutkan: النَّاسُ فِي غَفَلاَتِهِمْ   ورَحَى الْمَنِيَّةِ تَطْحَنُ Manusia dalam kelalaian mereka,  sedangkan gilingan kematian terus berputar وعلى قدر غفلةِ العبد يكون بعدُه عن الله. ولله دَرُّ القائل: “النَّاس نيامٌ، فإذا ماتوا انتبهوا”؛ عن أبي سعيد – رضي الله عنه – قال: قال رسول اللّه – صلى الله عليه وسلم -: ((يُجاء بالموت يومَ القيامة كأنَّه كبش أملح، فيوقَفُ بين الجنَّة والنَّار فيُقال: يا أهلَ الجنَّة، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، ويقال: يا أهل النَّار، هل تعرفون هذا؟ فيشرئبُّون وينظرون ويقولون: نعم، هذا الموت، فيؤمر به فيُذبح، ثمَّ يُقال: يا أهل الجنَّة، خلودٌ فلا موت، ويا أهل النَّار، خلود فلا موت))، ثمَّ قرأ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ﴿ وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ﴾ [مريم : 39] وأشار بيده إلى الدنيا؛ متفق عليه. Sesuai dengan kadar kelalaian seorang hambalah tingkat kejauhannya dari Allah. Sungguh bagus ungkapan yang menyebutkan, “Manusia itu dalam keadaan tidur, lalu ketika mereka meninggal dunia, mereka terbangun!” Diriwayatkan dari Abu Said radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ فَيُوقَفُ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ وَيُقَالُ يَا أَهْلَ النَّارِ هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا قَالَ فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ وَيَقُولُونَ نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ قَالَ فَيُؤْمَرُ بِهِ فَيُذْبَحُ قَالَ ثُمَّ يُقَالُ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ} وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الدُّنْيَا “Kematian akan didatangkan pada hari kiamat seperti domba putih bercorak hitam. Lalu diberhentikan di antara surga dan neraka, kemudian dikatakan, ‘Wahai para penghuni surga! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian’. Lalu dikatakan lagi, ‘Wahai para penghuni neraka! Apakah kalian mengetahui ini?’ Mereka lalu melihat dengan mendongak, dan menjawab, ‘Ya, itu adalah kematian.’ Kemudian diperintahkan agar kematian itu disembelih. Lalu dikatakan kepada para penghuni surga, ‘Wahai para penduduk surga, kekal tanpa ada kematian! Dan wahai para penghuni neraka, kekal tanpa ada kematian!'” Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat: ‘Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sedangkan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.’ (QS. Maryam: 39) beliau menunjuk dengan tangan beliau ke dunia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). كيف حالك مع صلاة الفجر؟ إنَّها مصنعُ الرجال، ولا جدالَ في ذلك، قال سبحانه: ﴿ أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا ﴾ [الإسراء : 78]، وقال – صلى الله عليه وسلم -: ((ولو يعلمون ما في العَتمة – العشاء – والصبح، لأَتَوْهما ولو حبْوًا))؛ البخاري، وعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – عَنِ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قال: ((عجب ربُّنا – عز وجل – من رجلين: رجلٍ ثار عن وطائه ولحافه، من بين أهله وحيّه إلى صلاته، فيقول ربّنا: أيا ملائكتي، انظروا إلى عبدي، ثار من فراشه ووطائه، ومن بين حيّه وأهله إلى صلاته، رغبةً فيما عندي، وشفقةً مما عندي))؛ حسن: أحمد، فكيف يكون حالك إذا فاتتك صلاةُ الفجر، إذا فاتتك ذمةُ الله سبحانه وضمانُه وأمانُه؟ ألا تخشى على نفسك ذلك اليوم؟! قال – صلى الله عليه وسلم -: ((من صلى صلاة الصبح، فهو في ذمَّة الله، فلا تخفروا ذمةَ الله، ومن خفر ذمة الله كبَّه في النار))؛ مسلم. Bagaimana Keadaanmu dengan Shalat Subuh? Shalat Subuh merupakan pabrik para lelaki sejati, tanpa perlu diperdebatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula Shalat Subuh. Sesungguhnya Shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra: 78). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا “Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada dalam Shalat Isya dan Shalat Subuh, niscaya mereka akan menghadirinya meski dengan merangkak.” (HR. al-Bukhari). Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: عَجِبَ ربُّنا – عَزَّ وَجَلَّ – مِنْ رَجُلَيْنِ: رَجُلٍ ثَارَ عَنْ وِطَائِهِ وَلِحَافِهِ، مِنْ بَيْنِ أَهْلِهِ وَحَيِّهِ إِلَى صَلَاتِهِ، فَيَقُوْلُ رَبُّنَا: أَيَا مَلَائِكَتِي، انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي، ثَارَ مِن فِرَاشِهِ وَوِطَائِهِ، وَمِنْ بَيْنِ حيِّهِ وَأهْلِهِ إِلَى صَلَاتِهِ، رَغبَةً فِيْمَا عِنْدِي، وَشَفَقَةً مِمَّا عِنْدِي “Tuhan kita ‘Azza wa Jalla takjub terhadap dua orang; yaitu orang yang meninggalkan tempat tidur dan selimutnya, serta keberadaannya di antara keluarga dan kaumnya untuk menunaikan shalatnya. Tuhan kita berfirman, ‘Wahai para malaikat-Ku! Lihatlah kepada hamba-Ku ini! Dia lebih memilih meninggalkan tempat tidurnya dan keberadaannya di antara kaum dan keluarganya untuk menunaikan shalatnya, karena mengharap pahala yang ada di sisi-Ku dan takut dari siksa yang ada di sisi-Ku.’” (Hadis hasan; diriwayatkan oleh Imam Ahmad). Bagaimana keadaanmu jika kamu tertinggal Shalat Subuh, jika kamu terlewat dari mendapat perlindungan dan penjagaan dari Allah? Tidakkah kamu khawatir terhadap dirimu sendiri pada hari itu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ، فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللهِ، فَلَا تَخْفِرُوا ذمةَ اللهِ، وَمَنْ خَفَرَ ذِمَّةَ اللهِ كَبَّهُ فِي النَّارِ “Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan dan jaminan Allah; maka janganlah kalian membatalkan perjanjian dengan Allah; barang siapa yang menyelisihi perjanjian dengan Allah, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim). ولابن عمر – رضي الله عنه – عند الطبراني في الكبير والأوسط بسند فيه لين: أنَّ الحجاج أمرَ سالمَ بنَ عبدالله بقتل رجلٍ، فقال له سالم: أصليت الصبح؟ فقال الرجل: نعم، فقال: انطلق، فقال له الحجاج: ما منعك من قتله؟ فقال سالم: حدَّثني أبي أنه سمع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: ((من صلى الصبح، كان في جوارِ الله يومَه))، فكرهتُ أن أقتلَ رجلاً قد أجاره اللهُ، فقال الحجاج لابنِ عمرَ – رضي الله عنه -: أنت سمعتَ هذا من رسول الله – صلى الله عليه وسلم؟ فقال ابنُ عمرَ: نعم؛ “مجمع الزوائد ومنبع الفوائد”، فكان الحجاج مع شدِّة فجوره إذا أُتي له بأحد يسأله: هل صليت الصبح؟ فإن قال: نعم، ترك التعرُّض له بسوء، خوفًا من هذا الوجه؛ “دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين”. Dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan oleh ath-Thabrani dalam kitab “al-Kabir” dan “al-Awsath” – dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan – disebutkan bahwa al-Hajjaj memerintahkan Salim bin Abdillah untuk membunuh seseorang. Lalu Salim bertanya kepada orang itu, “Apakah kamu telah menunaikan Shalat Subuh?” Orang itu menjawab, “Ya.” Salim pun menanggapi, “(Kalau begitu) pergilah!” al-Hajjaj lalu bertanya kepada Salim, “Apa yang menghalangimu untuk membunuhnya?” Salim menjawab, “Ayahku meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang mendirikan Shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan Allah pada hari itu.’ Oleh sebab itulah aku tidak ingin membunuh seseorang yang telah dilindungi oleh Allah.” Kemudian al-Hajjaj bertanya kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, “Apakah kamu pernah mendengar hal ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ibnu Umar menjawab, “Ya!” (Kitab: “Majma az-Zawaid wa Manba al-Fawaid”).  Meskipun al-Hajjaj adalah orang yang sangat kejam, tapi jika ada seseorang yang dihadapkan kepadanya, dia akan menanyainya, “Apakah kamu telah mendirikan Shalat Subuh?” Lalu jika orang itu menjawab, “Ya” maka dia tidak akan menyakiti orang itu karena takut dari hal tersebut. (Kitab: “Dalil al-Falihin li-Thuruq Riyadh ash-Shalihin”). تحتاج المسألة إلى مراجعةِ نفسٍ ومحاسبتِها في نتيجة هذا الاختبار[1] وحقيقة الاختبار بالنسبة للرجال تكون بالمواظبة على صلاة الفجر في جماعة في المسجد، أما بالنسبة للنساء، فتكون بالصلاة على أول وقتها في البيت؛ “كيف تحافظ على صلاة الفجر”؛ راغب السرجاني. لا سيما ونحن نتحدث بحماسة شديدةٍ عن أحلامنا بتمكين دين الله في الأرض، وعن أمانينا في أنْ نرى شرعَ الله – عز وجل – يسود العالمين. Permasalahan ini membutuhkan introspeksi diri untuk mendapatkan nilai yang baik dalam ujian ini (Dan hakikat ujian bagi kaum laki-laki adalah berkonsisten dalam menunaikan Shalat Subuh secara berjamaah di Masjid; sedangkan bagi kaum perempuan, maka dengan mendirikannya pada awal waktunya di rumah). (Kitab: “Kaifa Tuhafizh ‘ala Shalah al-Fajr” karya Raghib as-Sirjani) Terlebih lagi kita sering kali berbicara dengan penuh semangat tentang mimpi untuk memenangkan agama Allah di muka bumi dan tentang harapan kita untuk melihat Syariat Allah ‘Azza wa Jalla dapat diterapkan di alam semesta. * ) Artikel ini diterjemahkan oleh tim Yufid Network. Sumber:  https://www.alukah.net/sharia/11875/30941/كيف-حال-قلبك-مع-الله؟ PDF Sumber Artikel. 🔍 Ilmu Hikmah Karomah, Shalat Sunnah Malam Pertama, Kumpulan Doa Mimpi Basah, Cara Qodho Sholat Maghrib, Bacaan Shalat Maghrib Visited 1,476 times, 2 visit(s) today Post Views: 661 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Tips Islam untuk Mengatasi Burnout dan Menyeimbangkan Keluarga serta Karir

Dalam kehidupan modern, banyak individu menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Islam mengajarkan pentingnya membagi waktu dengan bijak, sehingga tanggung jawab sebagai pekerja tidak mengabaikan peran dalam rumah tangga. Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang, di mana kolaborasi dan komunikasi yang baik dapat memperkuat keharmonisan keluarga. Dengan mengikuti contoh Rasulullah ﷺ yang senantiasa memperhatikan keluarganya di tengah kesibukannya, kita dapat belajar bahwa keseimbangan ini adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.   Daftar Isi tutup 1. Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.1. Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern 1.2. Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.2.1. Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.3. Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga 1.4. Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga 1.4.1. Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga 1.4.2. Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga 1.4.2.1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri 1.4.2.2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya 1.4.2.3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri 1.4.2.4. Aisyah membutuhkan hiburan 1.4.2.5. Aisyah masih suka dengan mainan 1.4.2.6. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah 2. Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga 2.1. Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga 2.1.1. Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah 2.1.2. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga 2.2. Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan 2.2.1. Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga 2.2.2. Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga 2.3. Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga 2.3.1. Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri 2.3.2. Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga 2.3.2.1. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan 2.3.2.2. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan 2.3.2.3. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi 3. Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga 4. Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 5. 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: 6. Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga 6.1. A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout 6.2. B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja 6.3. C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja 7. Kesimpulan Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Di era modern ini, tekanan dan tuntutan pekerjaan semakin meningkat, sehingga banyak individu yang menghadapi kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Ketidakseimbangan ini berdampak negatif, terutama pada kesehatan mental dan kualitas hubungan dalam keluarga. Ketika seseorang terlalu fokus pada pekerjaan, perhatian terhadap keluarga sering kali terabaikan, yang bisa memicu stres, kelelahan, dan bahkan burnout. Dampak jangka panjangnya dapat mengakibatkan ketidakharmonisan keluarga dan masalah emosional yang serius, baik bagi individu maupun keluarganya. Dalam Islam, menjaga keseimbangan antara tanggung jawab duniawi dan keluarga merupakan hal yang sangat dianjurkan. Allah mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki hak, termasuk pekerjaan dan keluarga. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an: Dalil dari Al-Qur’an وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77) Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim seharusnya mencari keseimbangan dalam hidupnya. Meskipun mereka mengejar kesuksesan di dunia, mereka juga harus memprioritaskan tanggung jawabnya kepada keluarga sebagai bentuk kebaikan dan kepedulian terhadap kehidupan dunia yang Allah anugerahkan. Yang dimaksud ayat, وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Jangan melupakan nasibmu di dunia”. Imam Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau- menyebutkan dalam kitab tafsirnya, { وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا } أي: مما أباح الله فيها من المآكل والمشارب والملابس والمساكن والمناكح، فإن لربك عليك حقًّا، ولنفسك عليك حقًّا، ولأهلك عليك حقًّا، ولزورك عليك حقا، فآت كل ذي حق حقه. “Janganlah engkau melupakan nasibmu dari kehidupan dunia yaitu dari yang Allah bolehkan berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan menikah. Rabbmu masih memiliki hak darimu. Dirimu juga memiliki hak. Keluargamu juga memiliki hak. Istrimu pun memiliki hak. Maka tunaikanlah hak-hak setiap yang memiliki hak.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6:37). Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 405) disebutkan maksud dari ayat tersebut, { وَلاَ تَنسَ } تترك { نَصِيبَكَ مِنَ الدنيا } أي أن تعمل فيها للآخرة “Janganlah engkau tinggalkan nasibmu di dunia yaitu hendaklah di dunia ini engkau beramal untuk akhiratmu.” Sangat jelas apa yang dimaksudkan dalam Tafsir Al-Jalalain bahwa yang dimaksud ayat di atas bukan berarti kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Namun, tetap ketika di dunia, setiap aktivitas kita ditujukan untuk kehidupan selanjutnya di akhirat. Jadikan belajar kita di bangku kuliah sebagai cara untuk membahagiakan orang banyak. Jadikan usaha atau bisnis kita bisa bermanfaat bagi kaum muslimin. Karena semakin banyak yang mengambil manfaat dari usaha dan kerja keras kita di dunia, maka semakin banyak pahala yang mengalir untuk kita. Karena sebaik-baik manusia, merekalah yang ‘anfa’uhum linnaas’, yang paling banyak memberi manfaat untuk orang banyak. Syaikh ‘Abdurrahman  bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman (hal. 623), “Engkau telah menggenggam berbagai cara untuk menggapai kebahagiaan akhirat dengan harta, yang harta tersebut tidaklah dimiliki selainmu. Haraplah dengan harta tersebut untuk menggapai ridho Allah. Janganlah nikmat dunia digunakan untuk memenuhi syahwat dan kelezatan semata. Jangan pula sampai lupa nasibmu di dunia, yaitu Allah tidak memerintahkan supaya manusia menginfakkan seluruh hartanya, sehingga lalai dari menafkahi yang wajib. Namun infaklah dengan niatan untuk akhiratmu. Bersenang-senanglah pula dengan duniamu namun jangan sampai melalaikan agama dan membahayakan kehidupan akhiratmu kelak.” Dalil dari Hadits Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ سَلْمَانُ » “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.” Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali. Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no. 1968). Hadits ini menegaskan bahwa keluarga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim. Menjalankan kewajiban terhadap pekerjaan tidak boleh sampai mengabaikan kewajiban terhadap keluarga. Setiap hak harus dipenuhi sesuai porsinya agar tercipta keseimbangan.   Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern Dalam konteks kehidupan modern, di mana pekerjaan sering kali menuntut perhatian penuh, tantangan untuk mencapai work-life balance semakin tinggi. Namun, dengan mengikuti panduan Al-Qur’an dan hadits, seorang Muslim dapat memahami pentingnya membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Ini bukan hanya untuk menjaga kesehatan mental, tetapi juga untuk membina keluarga yang harmonis dan memberikan ketenangan dalam hidup. Menyeimbangkan pekerjaan dan rumah tangga berarti kita tidak hanya bekerja demi memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga meluangkan waktu untuk keluarga. Ini menciptakan keharmonisan dalam hubungan, yang pada akhirnya menjadi ladang pahala dan bentuk ibadah kepada Allah. Dengan melaksanakan kedua kewajiban ini secara seimbang, seorang Muslim dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang dan terarah, serta memperkuat hubungan dalam keluarganya.   Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Islam menekankan pentingnya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian waktu antara pekerjaan dan rumah tangga. Hal ini bertujuan agar seseorang tidak hanya berfokus pada pencapaian materi, tetapi juga memperhatikan keharmonisan keluarga. Dalam konsep Islam, seluruh aktivitas, baik di tempat kerja maupun di rumah, adalah bentuk ibadah jika diniatkan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman, هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ “Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15) Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan, أي: هو الذي سخر لكم الأرض وذللها، لتدركوا منها كل ما تعلقت به حاجتكم، من غرس وبناء وحرث، وطرق يتوصل بها إلى الأقطار النائية والبلدان الشاسعة، { فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا } أي: لطلب الرزق والمكاسب. { وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ } أي: بعد أن تنتقلوا من هذه الدار التي جعلها الله امتحانًا، وبلغة يتبلغ بها إلى الدار الآخرة، تبعثون بعد موتكم، وتحشرون إلى الله، ليجازيكم بأعمالكم الحسنة والسيئة. “Maksudnya, Dia-lah yang menundukkan bumi untuk kalian agar kalian bisa mendapatkan apa pun yang kalian perlukan, seperti bercocok tanam, mendirikan bangunan, membuat jalan yang menghubungkan ke tempat yang jauh dan berbagai negara. “Maka berjalanlah di segala penjurunya,” maksudnya, untuk mencari rezeki dan penghasilan, “dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Maksudnya, setelah kalian berpindah dari dunia ini yang dijadikan Allah sebagai tempat ujian dan penghantar menuju akhirat. Setelah kalian meninggal dunia, kalian akan dibangkitkan dan dikumpulkan menuju Allah untuk membalas amal perbuatan kalian, baik dan buruknya.” Ayat ini menggambarkan bahwa manusia diperintahkan untuk berusaha di bumi, mencari rezeki sebagai bagian dari tugasnya. Namun, pada saat yang sama, kita juga harus menyadari bahwa kehidupan di dunia ini sementara, sehingga perlu membagi waktu dan tenaga dengan bijak, khususnya untuk keluarga yang merupakan tanggung jawab besar.   Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga Islam melarang segala bentuk ekstremisme, termasuk dalam hal pekerjaan. Ketika seseorang terlalu fokus pada karir hingga mengorbankan keluarga, maka ia kehilangan hak-hak yang seharusnya dipenuhi terhadap istri, anak-anak, dan orang tuanya. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap bagian dari hidup kita memiliki haknya masing-masing. Mencari nafkah adalah kewajiban, tetapi menjaga keluarga dengan kasih sayang juga merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Hadits ini menekankan bahwa, meskipun seseorang berkewajiban bekerja, ia juga harus memperhatikan keluarganya dan memberikan waktu yang cukup bagi mereka. Menjadi pekerja keras tanpa meluangkan waktu untuk keluarga hanya akan merusak ikatan keluarga dalam jangka panjang.   Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga Ketika pekerjaan mengambil alih sebagian besar waktu seseorang, ia akan cenderung kehilangan momen berharga bersama keluarga. Kelelahan fisik dan mental akibat pekerjaan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi mudah marah, kurang sabar, dan emosional di rumah, yang dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Ketiadaan waktu berkualitas dengan pasangan atau anak-anak bisa menyebabkan perasaan terabaikan dan memburuknya komunikasi dalam keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa ketidakharmonisan dalam rumah tangga kerap berawal dari kurangnya waktu bersama, yang kemudian berdampak pada kualitas hubungan. Dalam Islam, menjaga hubungan keluarga sangat dianjurkan, bahkan dinyatakan sebagai salah satu cara mencapai ridha Allah.   Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga Studi kasus dari sejarah Islam dapat menunjukkan bagaimana para sahabat dan ulama membagi waktu antara tanggung jawab di luar rumah dan perhatian kepada keluarga. Misalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang sebagai pemimpin umat dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetap meluangkan waktu untuk keluarganya. Beliau sering membantu pekerjaan rumah, bercengkerama dengan istrinya, dan meluangkan waktu untuk anak-anak serta cucu-cucunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْنَعُ فِى أَهْلِهِ قَالَتْ كَانَ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ ( قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلِمُسْلِمٍ : { وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ } . Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya.” (Muttafaqun ‘alaih. Dalam riwayat Muslim, “Sedang beliau mengimami orang-orang di masjid.”) [HR. Bukhari, no. 516 dan Muslim, no. 543] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita panjang pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut. عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَلَسَ إِحْدَى عَشْرَةَ امْرَأَةً فَتَعَاهَدْنَ وَتَعَاقَدْنَ أَنْ لاَ يَكْتُمْنَ مِنْ أَخْبَارِ أَزْوَاجِهِنَّ شَيْئًا Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikit pun cerita tentang suami mereka. Dikisah istri yang kesebelas, yaitu Ummu Zar’, setelah itu Aisyah mengatakan, قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’. Dalam riwayat lain Aisyah berkata يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ “Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar’” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5: 358, no. 9139) Aisyah membutuhkan hiburan Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah memainkan tombak di masjid. Beliau menutupiku dengan pakaian beliau agar aku melihat permainan mereka. Kemudian, beliau menghampiriku untuk memberikan perhatian kepadaku sampai aku sendiri yang bergegas pergi. Oleh karena itu, hargailah keperluan gadis belia yang masih suka bermain dan menghibur diri.” Dalam lafazh Ma’mar dan Az-Zuhri, “Aku terus memandangi sampai aku sendiri yang bergegas pergi, maka hargailah keperluan gadis belia yang masih suka mendengarkan hiburan.” Lafaz Al-Auzai dari Az-Zuhri dalam hadits ini bahwa Aisyah mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupiku dengan pakaian beliau, sementara aku memperhatikan orang-orang Habasyah yang sedang bermain di masjid sampai aku sendiri yang merasa jenuh. Maka, hargailah keperluan anak gadis belia yang masih menyukai permainan yang menghibur.” (HR. Bukhari, no. 5236 dan Muslim, no. 892) Aisyah masih suka dengan mainan Layaknya anak-anak, Aisyah ketika kecilnya sangat suka dengan mainan. Karena usianya yang sangat muda, tidak heran setelah menikah dengan Rasulullah kita mendapati riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa Aisyah masih suka bermain-main layaknya anak kecil . Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ « مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ». قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ « مَا هَذَا الَّذِى أَرَى وَسْطَهُنَّ ». قَالَتْ فَرَسٌ. قَالَ « وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ ». قَالَتْ جَنَاحَانِ. قَالَ « فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ ». قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari perang Tabuk atau Khaibar, sementara tempatnya ditutupi tirai. Begitu ada angin berhembus, tersingkaplah tirai itu hingga boneka-boneka mainan Aisyah terlihat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, ‘Apa ini wahai Aisyah?’ Aisyah menjawab, ‘Boneka-bonekaku.’ Beliau melihat di antara mainan itu ada kuda yang mempunyai dua sayap yang berupa robekan kain yang ditempelkan. ‘Apa yang aku lihat di tengahnya ini?’ tanya beliau. ‘Kuda,’ jawab Aisyah. ‘Apa yang ada di atasnya?’ tanya beliau. ‘Kedua sayapnya’, jawab Aisyah. ‘Apa benar kuda punya sepasang sayap?’ tanya beliau. Aisyah pun mengatakan, ‘Bukankah engkau sudah mendengar bahwa kuda Sulaiman itu mempunya sayap?’” Aisyah lantas berkata, “Beliau tertawa hingga aku bisa melihat gigi-gigi beliau.” (HR. Abu Daud, no. 4932) Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَكَانَ لِى صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِى ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِى “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Bukhari, no. 6130). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَأَنَا جَارِيَةٌ لَمْ أَحْمِلْ اللَّحْمَ وَلَمْ أَبْدُنْ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ فَسَكَتَ عَنِّي حَتَّى إِذَا حَمَلْتُ اللَّحْمَ وَبَدُنْتُ وَنَسِيتُ خَرَجْتُ مَعَهُ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي فَجَعَلَ يَضْحَكُ وَهُوَ يَقُولُ هَذِهِ بِتِلْكَ “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sebagian safarnya, di mana saat itu aku masih muda, belum banyak daging di badanku, dan belum gemuk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada orang-orang, “Ayo maju!” Kemudian mereka maju. Kemudian beliau mengatakan, “Hai Aisyah, kemarilah. Mari kita berlomba.” Aku pun berlomba lari melawan beliau, lantas aku berhasil mendahului beliau. Beliau kemudian mendiamkanku hingga berat badanku mulai bertambah dan mulai gemuk. Aku sudah melupakan perlombaan yang dulu. Aku keluar bersama beliau dalam perjalanan beliau. Beliau mengatakan kepada orang-orang, “Majulah kalian.” Setelah mereka maju, beliau mengatakan kepadaku, “Kemarilah, aku mengajakmu berlomba.” Setelah dapat mendahului beliau, ternyata beliau berhasil mendahuluiku. Beliau tertawa dan mengatakan, “Yang ini impas dengan yang itu.” (HR. Ahmad, 6:39; Abu Daud, no. 2578; Ibnu Majah, no. 1979. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). Dalam riwayat lain disebutkan, هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ “Yang itu adalah balasan untuk yang sebelumnya.” Pelajaran pentingnya adalah: – Suami sebaiknya memberikan waktu spesial pada istri. – Istri juga butuh hiburan.   Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah Dalam Islam, suami memiliki tanggung jawab utama sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini dijelaskan dalam Surah An-Nisa’ ayat 34, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’: 34) Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan yang dimaksudkan qowwamuna ‘ala an-nisaa’ adalah, هُوَ رَئِيْسُهَا وَكَبِيْرُهَا وَالحَاكِمُ عَلَيْهَا وَمُؤَدِّبُهَا إِذَا اِعْوَجَتْ “Suami itu adalah pemimpin istri, seniornya, menjadi pemberi keputusan untuknya, dan menjadi pendidik yang mengingatkan tatkala istri keliru.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:94) Ayat ini menekankan tanggung jawab suami dalam memberikan nafkah dan mendukung kebutuhan finansial keluarga. Namun, tanggung jawab ini tidak berarti suami hanya bekerja tanpa mempertimbangkan perannya sebagai kepala keluarga yang harus menjaga keharmonisan rumah tangga. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga Suami perlu mengatur waktu kerja dan istirahatnya sehingga tetap memiliki waktu yang cukup untuk keluarga. Ini bisa dilakukan dengan: Menetapkan batasan waktu kerja: Hindari membawa pekerjaan ke rumah atau bekerja hingga larut malam, sehingga tetap tersedia waktu untuk berinteraksi dengan keluarga. Memprioritaskan Kegiatan Keluarga: Menciptakan kebiasaan rutin seperti makan malam bersama atau akhir pekan tanpa pekerjaan untuk mempererat hubungan. Mengambil Liburan Bersama: Meluangkan waktu khusus untuk berlibur bersama keluarga agar dapat melepaskan diri dari tekanan kerja dan memperkuat ikatan keluarga.   Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga Seorang istri membantu suaminya dalam kehidupannya. Hal ini telah dicontohkan oleh istri-istri shalihah dari kalangan shahabiyah seperti yang dilakukan Asma` bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada suaminya, Az-Zubair ibnul ‘Awwam radhiyallahu ‘anhu. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh (sekitar 3,5 km).” (HR. Bukhari, no. 5224 dan Muslim, no. 2182) Demikian pula khidmat Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. (HR. Bukhari no. 5361 dan Muslim no. 2182) Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, menikahi seorang janda agar bisa berkhidmat padanya dengan mengurusi 7 atau 9 saudara perempuannya yang masih belia. Kata Jabir kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ayahku, Abdullah, telah wafat dan ia meninggalkan banyak anak perempuan. Aku tidak suka mendatangkan di tengah-tengah mereka wanita yang sama dengan mereka. Maka aku pun menikahi seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Jabir, فَباَرَكَ اللهُ لَكَ – أَوْ: خَيْرًا – “Semoga Allah memberkahimu.” Atau beliau berkata, “Semoga kebaikan untukmu.” (HR. Muslim no. 715)   Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga Jika istri memilih untuk bekerja, ia perlu mengatur waktunya agar tetap bisa memberikan perhatian pada keluarga. Beberapa tips praktis yang dapat diterapkan antara lain: Mengatur Jadwal yang Fleksibel: Jika memungkinkan, pilih pekerjaan dengan jadwal yang fleksibel atau opsi bekerja dari rumah untuk mempermudah pengelolaan waktu. Menyusun Prioritas Harian: Fokuskan waktu pada tugas-tugas rumah tangga di pagi atau sore hari agar pekerjaan tidak mengganggu perannya sebagai ibu dan istri. Mengkomunikasikan Kebutuhan dengan Suami: Istri bisa mengkomunikasikan jadwal dan peran yang bisa saling membantu, sehingga suami memahami dan mendukung perannya sebagai wanita yang bekerja. Catatan: Syarat Wanita Bekerja Pekerjaan yang Halal: Wanita harus memastikan bahwa pekerjaan yang diambil bukanlah pekerjaan haram, seperti bekerja sebagai pelayan di bar yang menyajikan minuman keras atau melakukan perjalanan jauh tanpa mahram, sehingga ia terpaksa tinggal sendirian di tempat asing yang berpotensi membahayakan dirinya. Memperhatikan Adab: Sebagai seorang muslimah, penting untuk memperhatikan adab dalam berpakaian, berjalan, dan berbicara. Beberapa ayat Al-Qur’an mengingatkan tentang adab ini: Tentang berpakaian, Allah Ta’ala berfirman,  وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berjalan, Allah Ta’ala berfirman,  وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berbicara, Allah Ta’ala berfirman,  يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32) 3. Memenuhi Kewajiban Utama: Pekerjaan wanita tidak boleh mengabaikan kewajiban utamanya dalam mengurus suami dan anak-anak. 4. Meminta Izin: Jika belum menikah, wanita harus meminta izin dari ayahnya, dan jika sudah menikah, izin dari suami. Tanpa izin, wanita harus tetap taat, karena nafkahnya masih menjadi tanggung jawab ayah atau suaminya. Oleh karena itu, penting untuk ada komunikasi antara suami dan istri saat akad nikah mengenai apakah istri diperbolehkan melanjutkan pekerjaan setelah menikah, selama memenuhi syarat yang telah disebutkan. Jika telah disepakati bahwa istri boleh bekerja, suami wajib menghormati kesepakatan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوجَ “Syarat-syarat yang paling berhak kalian penuhi adalah syarat yang menghalalkan kemaluan wanita bagi kalian.” (HR. Bukhari, no. 2721 dan Muslim, no. 1418). Apabila suami melarang istri untuk bekerja, istri memiliki hak untuk mengajukan faskh (perpisahan). 5. Lingkungan Pekerjaan: Wanita sebaiknya bekerja di lingkungan yang hanya melibatkan wanita, seperti mengajar murid perempuan atau merawat pasien wanita, untuk menghindari interaksi langsung dengan pria.   Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri Islam sangat menganjurkan musyawarah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian tugas di rumah. Ketika suami dan istri mendiskusikan dan menyepakati tanggung jawab masing-masing, hal ini tidak hanya meringankan beban tetapi juga meningkatkan saling pengertian dan kerjasama. Allah berfirman dalam Surah Asy-Syura ayat 38: وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ… “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38) Ayat ini menunjukkan pentingnya berunding dan mencapai kesepakatan dalam pembagian peran. Dengan cara ini, suami dan istri dapat menentukan tanggung jawab yang adil dan sesuai kemampuan masing-masing.   Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga Dalam kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada contoh bagaimana beliau membantu istri-istrinya dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ “Beliau (Nabi Muhammad ﷺ) biasa membantu keluarganya, dan jika waktu shalat tiba, beliau pun pergi untuk shalat.” (HR. Bukhari) Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah ﷺ adalah pemimpin umat, beliau tetap membantu keluarganya dalam pekerjaan rumah. Dengan demikian, suami bisa mencontoh akhlak Rasulullah ﷺ dalam berperan serta dalam tugas rumah tangga, baik dengan membantu memasak, membersihkan, atau menjaga anak-anak. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan Misalnya, suami bisa membantu mencuci piring setelah makan malam, sementara istri membersihkan atau mengatur keperluan anak-anak. Dengan begitu, tanggung jawab tidak hanya dibebankan kepada satu pihak, tetapi dikerjakan bersama sesuai kesepakatan. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan Akhir pekan bisa digunakan untuk pekerjaan rumah yang lebih besar seperti berbelanja atau membersihkan rumah. Suami dan istri bisa menjadikannya momen kebersamaan dengan anak-anak, sehingga kegiatan tersebut juga menjadi waktu yang menyenangkan bagi keluarga. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi Dalam Islam, suami dan istri bukan hanya sekadar pasangan hidup tetapi juga mitra yang saling mendukung dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Ketika keduanya berbagi tanggung jawab secara adil dan proporsional, hal ini menciptakan suasana harmonis yang berdampak positif bagi semua anggota keluarga. Kolaborasi dalam mengelola rumah tangga mencerminkan kasih sayang dan rasa hormat yang kuat, yang merupakan fondasi penting dalam rumah tangga Islami.   Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga Mengatur Jadwal yang Efektif untuk Keluarga dan Pekerjaan: Pentingnya merencanakan jadwal harian agar waktu untuk pekerjaan dan keluarga seimbang. Tips praktis manajemen waktu sesuai dengan rutinitas Islam. Memaksimalkan Waktu Bersama Keluarga di Tengah Kesibukan Kerja: Kiat-kiat memperbaiki kualitas waktu yang singkat bersama keluarga. Pentingnya meluangkan waktu untuk keluarga sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang. Mengatasi Gangguan (Distractions) dalam Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi: Mengidentifikasi dan mengurangi gangguan yang menghambat keseimbangan waktu. Menggunakan teknologi untuk membantu manajemen waktu, seperti aplikasi pengingat atau jadwal.    Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: Membuat rutinitas harian yang mencakup aktivitas bersama keluarga dan pekerjaan. Pentingnya rutinitas ibadah bersama sebagai pengikat keluarga. 2. Mengembangkan Kebiasaan Komunikasi yang Baik antara Suami dan Istri: Teknik komunikasi untuk mengatasi konflik dan memahami kebutuhan satu sama lain. Manfaat musyawarah dalam mengatur keseimbangan peran di rumah tangga. 3. Menyeimbangkan Karir dan Kehidupan Rumah Tangga di Era Modern: Strategi adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang mempengaruhi work-life balance. Menggunakan fleksibilitas kerja dan waktu untuk mendukung keharmonisan keluarga.   Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang terjadi akibat stres berlebihan yang berkepanjangan di tempat kerja. Ketika seseorang mengalami burnout, mereka mungkin merasa kewalahan, kehilangan motivasi, dan kurang memiliki semangat dalam menjalani tugas-tugas yang biasa dilakukan. Burnout tidak hanya berdampak pada performa kerja, tetapi juga bisa menimbulkan masalah dalam kehidupan pribadi, terutama dalam hubungan rumah tangga. Burnout yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan dalam hidupnya, sehingga waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk keluarga menjadi terabaikan. Akibatnya, keharmonisan rumah tangga terganggu, dan stres di tempat kerja akhirnya berdampak pada hubungan dengan pasangan dan anak-anak.   A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout Penyebab Burnout Jam Kerja yang Berlebihan: Ketika seseorang bekerja terlalu lama tanpa jeda, tubuh dan pikiran menjadi sangat lelah. Waktu istirahat yang kurang bisa memperparah situasi ini, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan rumah tangga. Tuntutan Kerja yang Terus Menerus: Pekerjaan yang menuntut produktivitas tinggi dengan deadline ketat membuat seseorang selalu berada di bawah tekanan. Tekanan yang berlebihan ini menyebabkan stres yang berkepanjangan, yang dapat mengarah pada burnout. Kurangnya Dukungan dalam Pekerjaan: Lingkungan kerja yang tidak mendukung atau kurangnya penghargaan terhadap pencapaian dapat memicu perasaan tidak berharga, sehingga seseorang kehilangan motivasi untuk bekerja. Selain itu, beban kerja yang terlalu besar dan kurangnya bantuan dari rekan kerja juga berkontribusi pada terjadinya burnout. Tanda-Tanda Burnout Kelelahan Fisik dan Mental yang Berkepanjangan: Merasa lelah sepanjang waktu meskipun sudah beristirahat, kesulitan untuk berkonsentrasi, dan mengalami sakit kepala atau gangguan tidur. Perasaan Sinis atau Jarak Emosional terhadap Pekerjaan: Kehilangan rasa antusias atau semangat, merasakan ketidakpedulian, dan merasa terpisah secara emosional dari pekerjaan. Menurunnya Produktivitas dan Kualitas Pekerjaan: Kesulitan dalam menyelesaikan tugas, penurunan kinerja, dan kurangnya motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dampak Burnout terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Ketika seseorang mengalami burnout, mereka sering kali tidak memiliki energi atau waktu untuk keluarga. Ini bisa mengakibatkan komunikasi yang buruk, ketidakmampuan untuk menunjukkan perhatian kepada pasangan atau anak-anak, dan konflik yang lebih sering muncul karena kelelahan dan ketidakstabilan emosional. Akibatnya, keharmonisan keluarga terganggu, dan hubungan antara suami, istri, dan anak-anak menjadi lebih renggang.   B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja Konsep Istirahat dan Rehat sesuai Syariat Islam mengajarkan bahwa manusia membutuhkan istirahat untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 286: لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا… “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286) Ayat ini mengingatkan kita bahwa tubuh memiliki batasan, sehingga penting untuk beristirahat dan tidak membebani diri secara berlebihan. Dengan mengatur waktu istirahat yang cukup, seseorang dapat menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan. Manfaat Dzikir, Doa, dan Ibadah dalam Menjaga Keseimbangan Mental Dzikir, doa, dan ibadah merupakan cara yang diajarkan Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ketenangan batin. Rasulullah ﷺ bersabda: أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28) Ketika seseorang menghadapi tekanan atau stres, memperbanyak dzikir dan doa dapat membantu meredakan ketegangan dan memberikan ketenangan dalam hati. Meluangkan waktu untuk shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, atau bahkan mendengarkan ceramah keagamaan juga bisa menjadi bentuk istirahat spiritual yang membantu mengatasi burnout.   C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja Komunikasi dengan Pasangan dan Keluarga Keterbukaan dalam komunikasi dengan pasangan dan keluarga adalah kunci untuk mengatasi burnout. Dengan bercerita tentang tekanan di tempat kerja, pasangan dan anggota keluarga bisa lebih memahami situasi dan memberikan dukungan. Rasulullah ﷺ sendiri dikenal sebagai orang yang sangat memperhatikan komunikasi dengan keluarganya. Beliau sering berbicara dan mendengarkan keluh kesah para istri serta memberikan perhatian kepada kebutuhan emosional mereka. Selain itu, pasangan yang memahami kondisi satu sama lain akan lebih bisa memberi dukungan dengan cara yang tepat. Misalnya, jika suami sedang mengalami burnout, istri dapat membantu dengan mengambil alih beberapa tugas di rumah sementara suami beristirahat. Sebaliknya, suami yang mengetahui istri sedang mengalami stres dapat memberikan perhatian lebih atau mengajaknya beristirahat bersama. Dukungan Keluarga dalam Mengatasi Burnout dan Menjaga Kesehatan Mental Dukungan dari keluarga, baik dalam bentuk perhatian, bantuan, atau bahkan sekadar menemani, sangat penting untuk mengurangi beban yang dirasakan saat menghadapi burnout. Rasulullah ﷺbersabda: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.” (HR. Tirmidzi) Hadits ini menunjukkan pentingnya keluarga dalam kehidupan kita. Melibatkan keluarga dalam proses pemulihan dari burnout tidak hanya memperkuat ikatan, tetapi juga mempercepat proses pemulihan. Kegiatan sederhana seperti makan malam bersama, jalan-jalan singkat di sekitar rumah, atau sekadar berbicara santai dapat membantu meredakan stres yang dialami.   Kesimpulan Keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangat penting untuk kesehatan mental dan kualitas hubungan. Islam mengajarkan bahwa segala aspek kehidupan, termasuk pekerjaan dan keluarga, memiliki hak yang harus dipenuhi. Dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits menekankan bahwa seseorang sebaiknya menjalankan tugas duniawi tanpa melupakan tanggung jawab kepada keluarga, karena menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga adalah bentuk ibadah yang membawa keberkahan. Dalam menghadapi tekanan pekerjaan di era modern, Muslim dianjurkan untuk mengikuti konsep istirahat dan rehat yang sesuai syariat. Mengatasi burnout dan stres bisa dilakukan dengan memperbanyak dzikir, doa, serta memanfaatkan waktu bersama keluarga sebagai bentuk healing. Melibatkan keluarga dalam pemulihan burnout, melalui komunikasi yang terbuka dan saling mendukung, dapat memperkuat ikatan serta memberikan ketenangan dan keseimbangan hidup. Suami dan istri memiliki peran yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Dengan kolaborasi dan musyawarah, mereka dapat berbagi tanggung jawab sesuai kemampuan masing-masing. Kegiatan bersama seperti akhir pekan tanpa pekerjaan dan liburan keluarga dapat membantu mempererat hubungan dan memberikan waktu berkualitas, sehingga keluarga menjadi sumber dukungan dan kebahagiaan di tengah kesibukan dunia kerja. —   Ditulis pada 10 Rabiuts Tsani 1446 H, 13 Oktober 2024 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagskeluarga keluarga sakinah manajemen waktu pekerjaan yang paling baik

Tips Islam untuk Mengatasi Burnout dan Menyeimbangkan Keluarga serta Karir

Dalam kehidupan modern, banyak individu menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Islam mengajarkan pentingnya membagi waktu dengan bijak, sehingga tanggung jawab sebagai pekerja tidak mengabaikan peran dalam rumah tangga. Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang, di mana kolaborasi dan komunikasi yang baik dapat memperkuat keharmonisan keluarga. Dengan mengikuti contoh Rasulullah ﷺ yang senantiasa memperhatikan keluarganya di tengah kesibukannya, kita dapat belajar bahwa keseimbangan ini adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.   Daftar Isi tutup 1. Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.1. Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern 1.2. Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.2.1. Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.3. Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga 1.4. Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga 1.4.1. Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga 1.4.2. Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga 1.4.2.1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri 1.4.2.2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya 1.4.2.3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri 1.4.2.4. Aisyah membutuhkan hiburan 1.4.2.5. Aisyah masih suka dengan mainan 1.4.2.6. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah 2. Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga 2.1. Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga 2.1.1. Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah 2.1.2. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga 2.2. Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan 2.2.1. Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga 2.2.2. Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga 2.3. Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga 2.3.1. Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri 2.3.2. Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga 2.3.2.1. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan 2.3.2.2. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan 2.3.2.3. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi 3. Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga 4. Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 5. 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: 6. Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga 6.1. A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout 6.2. B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja 6.3. C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja 7. Kesimpulan Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Di era modern ini, tekanan dan tuntutan pekerjaan semakin meningkat, sehingga banyak individu yang menghadapi kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Ketidakseimbangan ini berdampak negatif, terutama pada kesehatan mental dan kualitas hubungan dalam keluarga. Ketika seseorang terlalu fokus pada pekerjaan, perhatian terhadap keluarga sering kali terabaikan, yang bisa memicu stres, kelelahan, dan bahkan burnout. Dampak jangka panjangnya dapat mengakibatkan ketidakharmonisan keluarga dan masalah emosional yang serius, baik bagi individu maupun keluarganya. Dalam Islam, menjaga keseimbangan antara tanggung jawab duniawi dan keluarga merupakan hal yang sangat dianjurkan. Allah mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki hak, termasuk pekerjaan dan keluarga. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an: Dalil dari Al-Qur’an وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77) Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim seharusnya mencari keseimbangan dalam hidupnya. Meskipun mereka mengejar kesuksesan di dunia, mereka juga harus memprioritaskan tanggung jawabnya kepada keluarga sebagai bentuk kebaikan dan kepedulian terhadap kehidupan dunia yang Allah anugerahkan. Yang dimaksud ayat, وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Jangan melupakan nasibmu di dunia”. Imam Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau- menyebutkan dalam kitab tafsirnya, { وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا } أي: مما أباح الله فيها من المآكل والمشارب والملابس والمساكن والمناكح، فإن لربك عليك حقًّا، ولنفسك عليك حقًّا، ولأهلك عليك حقًّا، ولزورك عليك حقا، فآت كل ذي حق حقه. “Janganlah engkau melupakan nasibmu dari kehidupan dunia yaitu dari yang Allah bolehkan berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan menikah. Rabbmu masih memiliki hak darimu. Dirimu juga memiliki hak. Keluargamu juga memiliki hak. Istrimu pun memiliki hak. Maka tunaikanlah hak-hak setiap yang memiliki hak.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6:37). Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 405) disebutkan maksud dari ayat tersebut, { وَلاَ تَنسَ } تترك { نَصِيبَكَ مِنَ الدنيا } أي أن تعمل فيها للآخرة “Janganlah engkau tinggalkan nasibmu di dunia yaitu hendaklah di dunia ini engkau beramal untuk akhiratmu.” Sangat jelas apa yang dimaksudkan dalam Tafsir Al-Jalalain bahwa yang dimaksud ayat di atas bukan berarti kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Namun, tetap ketika di dunia, setiap aktivitas kita ditujukan untuk kehidupan selanjutnya di akhirat. Jadikan belajar kita di bangku kuliah sebagai cara untuk membahagiakan orang banyak. Jadikan usaha atau bisnis kita bisa bermanfaat bagi kaum muslimin. Karena semakin banyak yang mengambil manfaat dari usaha dan kerja keras kita di dunia, maka semakin banyak pahala yang mengalir untuk kita. Karena sebaik-baik manusia, merekalah yang ‘anfa’uhum linnaas’, yang paling banyak memberi manfaat untuk orang banyak. Syaikh ‘Abdurrahman  bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman (hal. 623), “Engkau telah menggenggam berbagai cara untuk menggapai kebahagiaan akhirat dengan harta, yang harta tersebut tidaklah dimiliki selainmu. Haraplah dengan harta tersebut untuk menggapai ridho Allah. Janganlah nikmat dunia digunakan untuk memenuhi syahwat dan kelezatan semata. Jangan pula sampai lupa nasibmu di dunia, yaitu Allah tidak memerintahkan supaya manusia menginfakkan seluruh hartanya, sehingga lalai dari menafkahi yang wajib. Namun infaklah dengan niatan untuk akhiratmu. Bersenang-senanglah pula dengan duniamu namun jangan sampai melalaikan agama dan membahayakan kehidupan akhiratmu kelak.” Dalil dari Hadits Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ سَلْمَانُ » “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.” Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali. Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no. 1968). Hadits ini menegaskan bahwa keluarga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim. Menjalankan kewajiban terhadap pekerjaan tidak boleh sampai mengabaikan kewajiban terhadap keluarga. Setiap hak harus dipenuhi sesuai porsinya agar tercipta keseimbangan.   Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern Dalam konteks kehidupan modern, di mana pekerjaan sering kali menuntut perhatian penuh, tantangan untuk mencapai work-life balance semakin tinggi. Namun, dengan mengikuti panduan Al-Qur’an dan hadits, seorang Muslim dapat memahami pentingnya membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Ini bukan hanya untuk menjaga kesehatan mental, tetapi juga untuk membina keluarga yang harmonis dan memberikan ketenangan dalam hidup. Menyeimbangkan pekerjaan dan rumah tangga berarti kita tidak hanya bekerja demi memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga meluangkan waktu untuk keluarga. Ini menciptakan keharmonisan dalam hubungan, yang pada akhirnya menjadi ladang pahala dan bentuk ibadah kepada Allah. Dengan melaksanakan kedua kewajiban ini secara seimbang, seorang Muslim dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang dan terarah, serta memperkuat hubungan dalam keluarganya.   Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Islam menekankan pentingnya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian waktu antara pekerjaan dan rumah tangga. Hal ini bertujuan agar seseorang tidak hanya berfokus pada pencapaian materi, tetapi juga memperhatikan keharmonisan keluarga. Dalam konsep Islam, seluruh aktivitas, baik di tempat kerja maupun di rumah, adalah bentuk ibadah jika diniatkan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman, هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ “Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15) Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan, أي: هو الذي سخر لكم الأرض وذللها، لتدركوا منها كل ما تعلقت به حاجتكم، من غرس وبناء وحرث، وطرق يتوصل بها إلى الأقطار النائية والبلدان الشاسعة، { فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا } أي: لطلب الرزق والمكاسب. { وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ } أي: بعد أن تنتقلوا من هذه الدار التي جعلها الله امتحانًا، وبلغة يتبلغ بها إلى الدار الآخرة، تبعثون بعد موتكم، وتحشرون إلى الله، ليجازيكم بأعمالكم الحسنة والسيئة. “Maksudnya, Dia-lah yang menundukkan bumi untuk kalian agar kalian bisa mendapatkan apa pun yang kalian perlukan, seperti bercocok tanam, mendirikan bangunan, membuat jalan yang menghubungkan ke tempat yang jauh dan berbagai negara. “Maka berjalanlah di segala penjurunya,” maksudnya, untuk mencari rezeki dan penghasilan, “dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Maksudnya, setelah kalian berpindah dari dunia ini yang dijadikan Allah sebagai tempat ujian dan penghantar menuju akhirat. Setelah kalian meninggal dunia, kalian akan dibangkitkan dan dikumpulkan menuju Allah untuk membalas amal perbuatan kalian, baik dan buruknya.” Ayat ini menggambarkan bahwa manusia diperintahkan untuk berusaha di bumi, mencari rezeki sebagai bagian dari tugasnya. Namun, pada saat yang sama, kita juga harus menyadari bahwa kehidupan di dunia ini sementara, sehingga perlu membagi waktu dan tenaga dengan bijak, khususnya untuk keluarga yang merupakan tanggung jawab besar.   Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga Islam melarang segala bentuk ekstremisme, termasuk dalam hal pekerjaan. Ketika seseorang terlalu fokus pada karir hingga mengorbankan keluarga, maka ia kehilangan hak-hak yang seharusnya dipenuhi terhadap istri, anak-anak, dan orang tuanya. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap bagian dari hidup kita memiliki haknya masing-masing. Mencari nafkah adalah kewajiban, tetapi menjaga keluarga dengan kasih sayang juga merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Hadits ini menekankan bahwa, meskipun seseorang berkewajiban bekerja, ia juga harus memperhatikan keluarganya dan memberikan waktu yang cukup bagi mereka. Menjadi pekerja keras tanpa meluangkan waktu untuk keluarga hanya akan merusak ikatan keluarga dalam jangka panjang.   Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga Ketika pekerjaan mengambil alih sebagian besar waktu seseorang, ia akan cenderung kehilangan momen berharga bersama keluarga. Kelelahan fisik dan mental akibat pekerjaan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi mudah marah, kurang sabar, dan emosional di rumah, yang dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Ketiadaan waktu berkualitas dengan pasangan atau anak-anak bisa menyebabkan perasaan terabaikan dan memburuknya komunikasi dalam keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa ketidakharmonisan dalam rumah tangga kerap berawal dari kurangnya waktu bersama, yang kemudian berdampak pada kualitas hubungan. Dalam Islam, menjaga hubungan keluarga sangat dianjurkan, bahkan dinyatakan sebagai salah satu cara mencapai ridha Allah.   Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga Studi kasus dari sejarah Islam dapat menunjukkan bagaimana para sahabat dan ulama membagi waktu antara tanggung jawab di luar rumah dan perhatian kepada keluarga. Misalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang sebagai pemimpin umat dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetap meluangkan waktu untuk keluarganya. Beliau sering membantu pekerjaan rumah, bercengkerama dengan istrinya, dan meluangkan waktu untuk anak-anak serta cucu-cucunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْنَعُ فِى أَهْلِهِ قَالَتْ كَانَ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ ( قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلِمُسْلِمٍ : { وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ } . Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya.” (Muttafaqun ‘alaih. Dalam riwayat Muslim, “Sedang beliau mengimami orang-orang di masjid.”) [HR. Bukhari, no. 516 dan Muslim, no. 543] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita panjang pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut. عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَلَسَ إِحْدَى عَشْرَةَ امْرَأَةً فَتَعَاهَدْنَ وَتَعَاقَدْنَ أَنْ لاَ يَكْتُمْنَ مِنْ أَخْبَارِ أَزْوَاجِهِنَّ شَيْئًا Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikit pun cerita tentang suami mereka. Dikisah istri yang kesebelas, yaitu Ummu Zar’, setelah itu Aisyah mengatakan, قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’. Dalam riwayat lain Aisyah berkata يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ “Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar’” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5: 358, no. 9139) Aisyah membutuhkan hiburan Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah memainkan tombak di masjid. Beliau menutupiku dengan pakaian beliau agar aku melihat permainan mereka. Kemudian, beliau menghampiriku untuk memberikan perhatian kepadaku sampai aku sendiri yang bergegas pergi. Oleh karena itu, hargailah keperluan gadis belia yang masih suka bermain dan menghibur diri.” Dalam lafazh Ma’mar dan Az-Zuhri, “Aku terus memandangi sampai aku sendiri yang bergegas pergi, maka hargailah keperluan gadis belia yang masih suka mendengarkan hiburan.” Lafaz Al-Auzai dari Az-Zuhri dalam hadits ini bahwa Aisyah mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupiku dengan pakaian beliau, sementara aku memperhatikan orang-orang Habasyah yang sedang bermain di masjid sampai aku sendiri yang merasa jenuh. Maka, hargailah keperluan anak gadis belia yang masih menyukai permainan yang menghibur.” (HR. Bukhari, no. 5236 dan Muslim, no. 892) Aisyah masih suka dengan mainan Layaknya anak-anak, Aisyah ketika kecilnya sangat suka dengan mainan. Karena usianya yang sangat muda, tidak heran setelah menikah dengan Rasulullah kita mendapati riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa Aisyah masih suka bermain-main layaknya anak kecil . Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ « مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ». قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ « مَا هَذَا الَّذِى أَرَى وَسْطَهُنَّ ». قَالَتْ فَرَسٌ. قَالَ « وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ ». قَالَتْ جَنَاحَانِ. قَالَ « فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ ». قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari perang Tabuk atau Khaibar, sementara tempatnya ditutupi tirai. Begitu ada angin berhembus, tersingkaplah tirai itu hingga boneka-boneka mainan Aisyah terlihat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, ‘Apa ini wahai Aisyah?’ Aisyah menjawab, ‘Boneka-bonekaku.’ Beliau melihat di antara mainan itu ada kuda yang mempunyai dua sayap yang berupa robekan kain yang ditempelkan. ‘Apa yang aku lihat di tengahnya ini?’ tanya beliau. ‘Kuda,’ jawab Aisyah. ‘Apa yang ada di atasnya?’ tanya beliau. ‘Kedua sayapnya’, jawab Aisyah. ‘Apa benar kuda punya sepasang sayap?’ tanya beliau. Aisyah pun mengatakan, ‘Bukankah engkau sudah mendengar bahwa kuda Sulaiman itu mempunya sayap?’” Aisyah lantas berkata, “Beliau tertawa hingga aku bisa melihat gigi-gigi beliau.” (HR. Abu Daud, no. 4932) Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَكَانَ لِى صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِى ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِى “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Bukhari, no. 6130). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَأَنَا جَارِيَةٌ لَمْ أَحْمِلْ اللَّحْمَ وَلَمْ أَبْدُنْ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ فَسَكَتَ عَنِّي حَتَّى إِذَا حَمَلْتُ اللَّحْمَ وَبَدُنْتُ وَنَسِيتُ خَرَجْتُ مَعَهُ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي فَجَعَلَ يَضْحَكُ وَهُوَ يَقُولُ هَذِهِ بِتِلْكَ “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sebagian safarnya, di mana saat itu aku masih muda, belum banyak daging di badanku, dan belum gemuk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada orang-orang, “Ayo maju!” Kemudian mereka maju. Kemudian beliau mengatakan, “Hai Aisyah, kemarilah. Mari kita berlomba.” Aku pun berlomba lari melawan beliau, lantas aku berhasil mendahului beliau. Beliau kemudian mendiamkanku hingga berat badanku mulai bertambah dan mulai gemuk. Aku sudah melupakan perlombaan yang dulu. Aku keluar bersama beliau dalam perjalanan beliau. Beliau mengatakan kepada orang-orang, “Majulah kalian.” Setelah mereka maju, beliau mengatakan kepadaku, “Kemarilah, aku mengajakmu berlomba.” Setelah dapat mendahului beliau, ternyata beliau berhasil mendahuluiku. Beliau tertawa dan mengatakan, “Yang ini impas dengan yang itu.” (HR. Ahmad, 6:39; Abu Daud, no. 2578; Ibnu Majah, no. 1979. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). Dalam riwayat lain disebutkan, هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ “Yang itu adalah balasan untuk yang sebelumnya.” Pelajaran pentingnya adalah: – Suami sebaiknya memberikan waktu spesial pada istri. – Istri juga butuh hiburan.   Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah Dalam Islam, suami memiliki tanggung jawab utama sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini dijelaskan dalam Surah An-Nisa’ ayat 34, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’: 34) Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan yang dimaksudkan qowwamuna ‘ala an-nisaa’ adalah, هُوَ رَئِيْسُهَا وَكَبِيْرُهَا وَالحَاكِمُ عَلَيْهَا وَمُؤَدِّبُهَا إِذَا اِعْوَجَتْ “Suami itu adalah pemimpin istri, seniornya, menjadi pemberi keputusan untuknya, dan menjadi pendidik yang mengingatkan tatkala istri keliru.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:94) Ayat ini menekankan tanggung jawab suami dalam memberikan nafkah dan mendukung kebutuhan finansial keluarga. Namun, tanggung jawab ini tidak berarti suami hanya bekerja tanpa mempertimbangkan perannya sebagai kepala keluarga yang harus menjaga keharmonisan rumah tangga. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga Suami perlu mengatur waktu kerja dan istirahatnya sehingga tetap memiliki waktu yang cukup untuk keluarga. Ini bisa dilakukan dengan: Menetapkan batasan waktu kerja: Hindari membawa pekerjaan ke rumah atau bekerja hingga larut malam, sehingga tetap tersedia waktu untuk berinteraksi dengan keluarga. Memprioritaskan Kegiatan Keluarga: Menciptakan kebiasaan rutin seperti makan malam bersama atau akhir pekan tanpa pekerjaan untuk mempererat hubungan. Mengambil Liburan Bersama: Meluangkan waktu khusus untuk berlibur bersama keluarga agar dapat melepaskan diri dari tekanan kerja dan memperkuat ikatan keluarga.   Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga Seorang istri membantu suaminya dalam kehidupannya. Hal ini telah dicontohkan oleh istri-istri shalihah dari kalangan shahabiyah seperti yang dilakukan Asma` bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada suaminya, Az-Zubair ibnul ‘Awwam radhiyallahu ‘anhu. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh (sekitar 3,5 km).” (HR. Bukhari, no. 5224 dan Muslim, no. 2182) Demikian pula khidmat Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. (HR. Bukhari no. 5361 dan Muslim no. 2182) Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, menikahi seorang janda agar bisa berkhidmat padanya dengan mengurusi 7 atau 9 saudara perempuannya yang masih belia. Kata Jabir kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ayahku, Abdullah, telah wafat dan ia meninggalkan banyak anak perempuan. Aku tidak suka mendatangkan di tengah-tengah mereka wanita yang sama dengan mereka. Maka aku pun menikahi seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Jabir, فَباَرَكَ اللهُ لَكَ – أَوْ: خَيْرًا – “Semoga Allah memberkahimu.” Atau beliau berkata, “Semoga kebaikan untukmu.” (HR. Muslim no. 715)   Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga Jika istri memilih untuk bekerja, ia perlu mengatur waktunya agar tetap bisa memberikan perhatian pada keluarga. Beberapa tips praktis yang dapat diterapkan antara lain: Mengatur Jadwal yang Fleksibel: Jika memungkinkan, pilih pekerjaan dengan jadwal yang fleksibel atau opsi bekerja dari rumah untuk mempermudah pengelolaan waktu. Menyusun Prioritas Harian: Fokuskan waktu pada tugas-tugas rumah tangga di pagi atau sore hari agar pekerjaan tidak mengganggu perannya sebagai ibu dan istri. Mengkomunikasikan Kebutuhan dengan Suami: Istri bisa mengkomunikasikan jadwal dan peran yang bisa saling membantu, sehingga suami memahami dan mendukung perannya sebagai wanita yang bekerja. Catatan: Syarat Wanita Bekerja Pekerjaan yang Halal: Wanita harus memastikan bahwa pekerjaan yang diambil bukanlah pekerjaan haram, seperti bekerja sebagai pelayan di bar yang menyajikan minuman keras atau melakukan perjalanan jauh tanpa mahram, sehingga ia terpaksa tinggal sendirian di tempat asing yang berpotensi membahayakan dirinya. Memperhatikan Adab: Sebagai seorang muslimah, penting untuk memperhatikan adab dalam berpakaian, berjalan, dan berbicara. Beberapa ayat Al-Qur’an mengingatkan tentang adab ini: Tentang berpakaian, Allah Ta’ala berfirman,  وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berjalan, Allah Ta’ala berfirman,  وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berbicara, Allah Ta’ala berfirman,  يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32) 3. Memenuhi Kewajiban Utama: Pekerjaan wanita tidak boleh mengabaikan kewajiban utamanya dalam mengurus suami dan anak-anak. 4. Meminta Izin: Jika belum menikah, wanita harus meminta izin dari ayahnya, dan jika sudah menikah, izin dari suami. Tanpa izin, wanita harus tetap taat, karena nafkahnya masih menjadi tanggung jawab ayah atau suaminya. Oleh karena itu, penting untuk ada komunikasi antara suami dan istri saat akad nikah mengenai apakah istri diperbolehkan melanjutkan pekerjaan setelah menikah, selama memenuhi syarat yang telah disebutkan. Jika telah disepakati bahwa istri boleh bekerja, suami wajib menghormati kesepakatan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوجَ “Syarat-syarat yang paling berhak kalian penuhi adalah syarat yang menghalalkan kemaluan wanita bagi kalian.” (HR. Bukhari, no. 2721 dan Muslim, no. 1418). Apabila suami melarang istri untuk bekerja, istri memiliki hak untuk mengajukan faskh (perpisahan). 5. Lingkungan Pekerjaan: Wanita sebaiknya bekerja di lingkungan yang hanya melibatkan wanita, seperti mengajar murid perempuan atau merawat pasien wanita, untuk menghindari interaksi langsung dengan pria.   Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri Islam sangat menganjurkan musyawarah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian tugas di rumah. Ketika suami dan istri mendiskusikan dan menyepakati tanggung jawab masing-masing, hal ini tidak hanya meringankan beban tetapi juga meningkatkan saling pengertian dan kerjasama. Allah berfirman dalam Surah Asy-Syura ayat 38: وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ… “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38) Ayat ini menunjukkan pentingnya berunding dan mencapai kesepakatan dalam pembagian peran. Dengan cara ini, suami dan istri dapat menentukan tanggung jawab yang adil dan sesuai kemampuan masing-masing.   Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga Dalam kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada contoh bagaimana beliau membantu istri-istrinya dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ “Beliau (Nabi Muhammad ﷺ) biasa membantu keluarganya, dan jika waktu shalat tiba, beliau pun pergi untuk shalat.” (HR. Bukhari) Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah ﷺ adalah pemimpin umat, beliau tetap membantu keluarganya dalam pekerjaan rumah. Dengan demikian, suami bisa mencontoh akhlak Rasulullah ﷺ dalam berperan serta dalam tugas rumah tangga, baik dengan membantu memasak, membersihkan, atau menjaga anak-anak. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan Misalnya, suami bisa membantu mencuci piring setelah makan malam, sementara istri membersihkan atau mengatur keperluan anak-anak. Dengan begitu, tanggung jawab tidak hanya dibebankan kepada satu pihak, tetapi dikerjakan bersama sesuai kesepakatan. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan Akhir pekan bisa digunakan untuk pekerjaan rumah yang lebih besar seperti berbelanja atau membersihkan rumah. Suami dan istri bisa menjadikannya momen kebersamaan dengan anak-anak, sehingga kegiatan tersebut juga menjadi waktu yang menyenangkan bagi keluarga. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi Dalam Islam, suami dan istri bukan hanya sekadar pasangan hidup tetapi juga mitra yang saling mendukung dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Ketika keduanya berbagi tanggung jawab secara adil dan proporsional, hal ini menciptakan suasana harmonis yang berdampak positif bagi semua anggota keluarga. Kolaborasi dalam mengelola rumah tangga mencerminkan kasih sayang dan rasa hormat yang kuat, yang merupakan fondasi penting dalam rumah tangga Islami.   Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga Mengatur Jadwal yang Efektif untuk Keluarga dan Pekerjaan: Pentingnya merencanakan jadwal harian agar waktu untuk pekerjaan dan keluarga seimbang. Tips praktis manajemen waktu sesuai dengan rutinitas Islam. Memaksimalkan Waktu Bersama Keluarga di Tengah Kesibukan Kerja: Kiat-kiat memperbaiki kualitas waktu yang singkat bersama keluarga. Pentingnya meluangkan waktu untuk keluarga sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang. Mengatasi Gangguan (Distractions) dalam Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi: Mengidentifikasi dan mengurangi gangguan yang menghambat keseimbangan waktu. Menggunakan teknologi untuk membantu manajemen waktu, seperti aplikasi pengingat atau jadwal.    Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: Membuat rutinitas harian yang mencakup aktivitas bersama keluarga dan pekerjaan. Pentingnya rutinitas ibadah bersama sebagai pengikat keluarga. 2. Mengembangkan Kebiasaan Komunikasi yang Baik antara Suami dan Istri: Teknik komunikasi untuk mengatasi konflik dan memahami kebutuhan satu sama lain. Manfaat musyawarah dalam mengatur keseimbangan peran di rumah tangga. 3. Menyeimbangkan Karir dan Kehidupan Rumah Tangga di Era Modern: Strategi adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang mempengaruhi work-life balance. Menggunakan fleksibilitas kerja dan waktu untuk mendukung keharmonisan keluarga.   Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang terjadi akibat stres berlebihan yang berkepanjangan di tempat kerja. Ketika seseorang mengalami burnout, mereka mungkin merasa kewalahan, kehilangan motivasi, dan kurang memiliki semangat dalam menjalani tugas-tugas yang biasa dilakukan. Burnout tidak hanya berdampak pada performa kerja, tetapi juga bisa menimbulkan masalah dalam kehidupan pribadi, terutama dalam hubungan rumah tangga. Burnout yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan dalam hidupnya, sehingga waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk keluarga menjadi terabaikan. Akibatnya, keharmonisan rumah tangga terganggu, dan stres di tempat kerja akhirnya berdampak pada hubungan dengan pasangan dan anak-anak.   A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout Penyebab Burnout Jam Kerja yang Berlebihan: Ketika seseorang bekerja terlalu lama tanpa jeda, tubuh dan pikiran menjadi sangat lelah. Waktu istirahat yang kurang bisa memperparah situasi ini, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan rumah tangga. Tuntutan Kerja yang Terus Menerus: Pekerjaan yang menuntut produktivitas tinggi dengan deadline ketat membuat seseorang selalu berada di bawah tekanan. Tekanan yang berlebihan ini menyebabkan stres yang berkepanjangan, yang dapat mengarah pada burnout. Kurangnya Dukungan dalam Pekerjaan: Lingkungan kerja yang tidak mendukung atau kurangnya penghargaan terhadap pencapaian dapat memicu perasaan tidak berharga, sehingga seseorang kehilangan motivasi untuk bekerja. Selain itu, beban kerja yang terlalu besar dan kurangnya bantuan dari rekan kerja juga berkontribusi pada terjadinya burnout. Tanda-Tanda Burnout Kelelahan Fisik dan Mental yang Berkepanjangan: Merasa lelah sepanjang waktu meskipun sudah beristirahat, kesulitan untuk berkonsentrasi, dan mengalami sakit kepala atau gangguan tidur. Perasaan Sinis atau Jarak Emosional terhadap Pekerjaan: Kehilangan rasa antusias atau semangat, merasakan ketidakpedulian, dan merasa terpisah secara emosional dari pekerjaan. Menurunnya Produktivitas dan Kualitas Pekerjaan: Kesulitan dalam menyelesaikan tugas, penurunan kinerja, dan kurangnya motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dampak Burnout terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Ketika seseorang mengalami burnout, mereka sering kali tidak memiliki energi atau waktu untuk keluarga. Ini bisa mengakibatkan komunikasi yang buruk, ketidakmampuan untuk menunjukkan perhatian kepada pasangan atau anak-anak, dan konflik yang lebih sering muncul karena kelelahan dan ketidakstabilan emosional. Akibatnya, keharmonisan keluarga terganggu, dan hubungan antara suami, istri, dan anak-anak menjadi lebih renggang.   B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja Konsep Istirahat dan Rehat sesuai Syariat Islam mengajarkan bahwa manusia membutuhkan istirahat untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 286: لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا… “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286) Ayat ini mengingatkan kita bahwa tubuh memiliki batasan, sehingga penting untuk beristirahat dan tidak membebani diri secara berlebihan. Dengan mengatur waktu istirahat yang cukup, seseorang dapat menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan. Manfaat Dzikir, Doa, dan Ibadah dalam Menjaga Keseimbangan Mental Dzikir, doa, dan ibadah merupakan cara yang diajarkan Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ketenangan batin. Rasulullah ﷺ bersabda: أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28) Ketika seseorang menghadapi tekanan atau stres, memperbanyak dzikir dan doa dapat membantu meredakan ketegangan dan memberikan ketenangan dalam hati. Meluangkan waktu untuk shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, atau bahkan mendengarkan ceramah keagamaan juga bisa menjadi bentuk istirahat spiritual yang membantu mengatasi burnout.   C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja Komunikasi dengan Pasangan dan Keluarga Keterbukaan dalam komunikasi dengan pasangan dan keluarga adalah kunci untuk mengatasi burnout. Dengan bercerita tentang tekanan di tempat kerja, pasangan dan anggota keluarga bisa lebih memahami situasi dan memberikan dukungan. Rasulullah ﷺ sendiri dikenal sebagai orang yang sangat memperhatikan komunikasi dengan keluarganya. Beliau sering berbicara dan mendengarkan keluh kesah para istri serta memberikan perhatian kepada kebutuhan emosional mereka. Selain itu, pasangan yang memahami kondisi satu sama lain akan lebih bisa memberi dukungan dengan cara yang tepat. Misalnya, jika suami sedang mengalami burnout, istri dapat membantu dengan mengambil alih beberapa tugas di rumah sementara suami beristirahat. Sebaliknya, suami yang mengetahui istri sedang mengalami stres dapat memberikan perhatian lebih atau mengajaknya beristirahat bersama. Dukungan Keluarga dalam Mengatasi Burnout dan Menjaga Kesehatan Mental Dukungan dari keluarga, baik dalam bentuk perhatian, bantuan, atau bahkan sekadar menemani, sangat penting untuk mengurangi beban yang dirasakan saat menghadapi burnout. Rasulullah ﷺbersabda: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.” (HR. Tirmidzi) Hadits ini menunjukkan pentingnya keluarga dalam kehidupan kita. Melibatkan keluarga dalam proses pemulihan dari burnout tidak hanya memperkuat ikatan, tetapi juga mempercepat proses pemulihan. Kegiatan sederhana seperti makan malam bersama, jalan-jalan singkat di sekitar rumah, atau sekadar berbicara santai dapat membantu meredakan stres yang dialami.   Kesimpulan Keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangat penting untuk kesehatan mental dan kualitas hubungan. Islam mengajarkan bahwa segala aspek kehidupan, termasuk pekerjaan dan keluarga, memiliki hak yang harus dipenuhi. Dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits menekankan bahwa seseorang sebaiknya menjalankan tugas duniawi tanpa melupakan tanggung jawab kepada keluarga, karena menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga adalah bentuk ibadah yang membawa keberkahan. Dalam menghadapi tekanan pekerjaan di era modern, Muslim dianjurkan untuk mengikuti konsep istirahat dan rehat yang sesuai syariat. Mengatasi burnout dan stres bisa dilakukan dengan memperbanyak dzikir, doa, serta memanfaatkan waktu bersama keluarga sebagai bentuk healing. Melibatkan keluarga dalam pemulihan burnout, melalui komunikasi yang terbuka dan saling mendukung, dapat memperkuat ikatan serta memberikan ketenangan dan keseimbangan hidup. Suami dan istri memiliki peran yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Dengan kolaborasi dan musyawarah, mereka dapat berbagi tanggung jawab sesuai kemampuan masing-masing. Kegiatan bersama seperti akhir pekan tanpa pekerjaan dan liburan keluarga dapat membantu mempererat hubungan dan memberikan waktu berkualitas, sehingga keluarga menjadi sumber dukungan dan kebahagiaan di tengah kesibukan dunia kerja. —   Ditulis pada 10 Rabiuts Tsani 1446 H, 13 Oktober 2024 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagskeluarga keluarga sakinah manajemen waktu pekerjaan yang paling baik
Dalam kehidupan modern, banyak individu menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Islam mengajarkan pentingnya membagi waktu dengan bijak, sehingga tanggung jawab sebagai pekerja tidak mengabaikan peran dalam rumah tangga. Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang, di mana kolaborasi dan komunikasi yang baik dapat memperkuat keharmonisan keluarga. Dengan mengikuti contoh Rasulullah ﷺ yang senantiasa memperhatikan keluarganya di tengah kesibukannya, kita dapat belajar bahwa keseimbangan ini adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.   Daftar Isi tutup 1. Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.1. Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern 1.2. Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.2.1. Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.3. Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga 1.4. Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga 1.4.1. Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga 1.4.2. Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga 1.4.2.1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri 1.4.2.2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya 1.4.2.3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri 1.4.2.4. Aisyah membutuhkan hiburan 1.4.2.5. Aisyah masih suka dengan mainan 1.4.2.6. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah 2. Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga 2.1. Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga 2.1.1. Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah 2.1.2. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga 2.2. Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan 2.2.1. Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga 2.2.2. Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga 2.3. Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga 2.3.1. Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri 2.3.2. Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga 2.3.2.1. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan 2.3.2.2. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan 2.3.2.3. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi 3. Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga 4. Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 5. 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: 6. Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga 6.1. A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout 6.2. B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja 6.3. C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja 7. Kesimpulan Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Di era modern ini, tekanan dan tuntutan pekerjaan semakin meningkat, sehingga banyak individu yang menghadapi kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Ketidakseimbangan ini berdampak negatif, terutama pada kesehatan mental dan kualitas hubungan dalam keluarga. Ketika seseorang terlalu fokus pada pekerjaan, perhatian terhadap keluarga sering kali terabaikan, yang bisa memicu stres, kelelahan, dan bahkan burnout. Dampak jangka panjangnya dapat mengakibatkan ketidakharmonisan keluarga dan masalah emosional yang serius, baik bagi individu maupun keluarganya. Dalam Islam, menjaga keseimbangan antara tanggung jawab duniawi dan keluarga merupakan hal yang sangat dianjurkan. Allah mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki hak, termasuk pekerjaan dan keluarga. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an: Dalil dari Al-Qur’an وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77) Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim seharusnya mencari keseimbangan dalam hidupnya. Meskipun mereka mengejar kesuksesan di dunia, mereka juga harus memprioritaskan tanggung jawabnya kepada keluarga sebagai bentuk kebaikan dan kepedulian terhadap kehidupan dunia yang Allah anugerahkan. Yang dimaksud ayat, وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Jangan melupakan nasibmu di dunia”. Imam Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau- menyebutkan dalam kitab tafsirnya, { وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا } أي: مما أباح الله فيها من المآكل والمشارب والملابس والمساكن والمناكح، فإن لربك عليك حقًّا، ولنفسك عليك حقًّا، ولأهلك عليك حقًّا، ولزورك عليك حقا، فآت كل ذي حق حقه. “Janganlah engkau melupakan nasibmu dari kehidupan dunia yaitu dari yang Allah bolehkan berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan menikah. Rabbmu masih memiliki hak darimu. Dirimu juga memiliki hak. Keluargamu juga memiliki hak. Istrimu pun memiliki hak. Maka tunaikanlah hak-hak setiap yang memiliki hak.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6:37). Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 405) disebutkan maksud dari ayat tersebut, { وَلاَ تَنسَ } تترك { نَصِيبَكَ مِنَ الدنيا } أي أن تعمل فيها للآخرة “Janganlah engkau tinggalkan nasibmu di dunia yaitu hendaklah di dunia ini engkau beramal untuk akhiratmu.” Sangat jelas apa yang dimaksudkan dalam Tafsir Al-Jalalain bahwa yang dimaksud ayat di atas bukan berarti kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Namun, tetap ketika di dunia, setiap aktivitas kita ditujukan untuk kehidupan selanjutnya di akhirat. Jadikan belajar kita di bangku kuliah sebagai cara untuk membahagiakan orang banyak. Jadikan usaha atau bisnis kita bisa bermanfaat bagi kaum muslimin. Karena semakin banyak yang mengambil manfaat dari usaha dan kerja keras kita di dunia, maka semakin banyak pahala yang mengalir untuk kita. Karena sebaik-baik manusia, merekalah yang ‘anfa’uhum linnaas’, yang paling banyak memberi manfaat untuk orang banyak. Syaikh ‘Abdurrahman  bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman (hal. 623), “Engkau telah menggenggam berbagai cara untuk menggapai kebahagiaan akhirat dengan harta, yang harta tersebut tidaklah dimiliki selainmu. Haraplah dengan harta tersebut untuk menggapai ridho Allah. Janganlah nikmat dunia digunakan untuk memenuhi syahwat dan kelezatan semata. Jangan pula sampai lupa nasibmu di dunia, yaitu Allah tidak memerintahkan supaya manusia menginfakkan seluruh hartanya, sehingga lalai dari menafkahi yang wajib. Namun infaklah dengan niatan untuk akhiratmu. Bersenang-senanglah pula dengan duniamu namun jangan sampai melalaikan agama dan membahayakan kehidupan akhiratmu kelak.” Dalil dari Hadits Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ سَلْمَانُ » “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.” Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali. Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no. 1968). Hadits ini menegaskan bahwa keluarga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim. Menjalankan kewajiban terhadap pekerjaan tidak boleh sampai mengabaikan kewajiban terhadap keluarga. Setiap hak harus dipenuhi sesuai porsinya agar tercipta keseimbangan.   Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern Dalam konteks kehidupan modern, di mana pekerjaan sering kali menuntut perhatian penuh, tantangan untuk mencapai work-life balance semakin tinggi. Namun, dengan mengikuti panduan Al-Qur’an dan hadits, seorang Muslim dapat memahami pentingnya membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Ini bukan hanya untuk menjaga kesehatan mental, tetapi juga untuk membina keluarga yang harmonis dan memberikan ketenangan dalam hidup. Menyeimbangkan pekerjaan dan rumah tangga berarti kita tidak hanya bekerja demi memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga meluangkan waktu untuk keluarga. Ini menciptakan keharmonisan dalam hubungan, yang pada akhirnya menjadi ladang pahala dan bentuk ibadah kepada Allah. Dengan melaksanakan kedua kewajiban ini secara seimbang, seorang Muslim dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang dan terarah, serta memperkuat hubungan dalam keluarganya.   Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Islam menekankan pentingnya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian waktu antara pekerjaan dan rumah tangga. Hal ini bertujuan agar seseorang tidak hanya berfokus pada pencapaian materi, tetapi juga memperhatikan keharmonisan keluarga. Dalam konsep Islam, seluruh aktivitas, baik di tempat kerja maupun di rumah, adalah bentuk ibadah jika diniatkan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman, هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ “Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15) Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan, أي: هو الذي سخر لكم الأرض وذللها، لتدركوا منها كل ما تعلقت به حاجتكم، من غرس وبناء وحرث، وطرق يتوصل بها إلى الأقطار النائية والبلدان الشاسعة، { فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا } أي: لطلب الرزق والمكاسب. { وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ } أي: بعد أن تنتقلوا من هذه الدار التي جعلها الله امتحانًا، وبلغة يتبلغ بها إلى الدار الآخرة، تبعثون بعد موتكم، وتحشرون إلى الله، ليجازيكم بأعمالكم الحسنة والسيئة. “Maksudnya, Dia-lah yang menundukkan bumi untuk kalian agar kalian bisa mendapatkan apa pun yang kalian perlukan, seperti bercocok tanam, mendirikan bangunan, membuat jalan yang menghubungkan ke tempat yang jauh dan berbagai negara. “Maka berjalanlah di segala penjurunya,” maksudnya, untuk mencari rezeki dan penghasilan, “dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Maksudnya, setelah kalian berpindah dari dunia ini yang dijadikan Allah sebagai tempat ujian dan penghantar menuju akhirat. Setelah kalian meninggal dunia, kalian akan dibangkitkan dan dikumpulkan menuju Allah untuk membalas amal perbuatan kalian, baik dan buruknya.” Ayat ini menggambarkan bahwa manusia diperintahkan untuk berusaha di bumi, mencari rezeki sebagai bagian dari tugasnya. Namun, pada saat yang sama, kita juga harus menyadari bahwa kehidupan di dunia ini sementara, sehingga perlu membagi waktu dan tenaga dengan bijak, khususnya untuk keluarga yang merupakan tanggung jawab besar.   Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga Islam melarang segala bentuk ekstremisme, termasuk dalam hal pekerjaan. Ketika seseorang terlalu fokus pada karir hingga mengorbankan keluarga, maka ia kehilangan hak-hak yang seharusnya dipenuhi terhadap istri, anak-anak, dan orang tuanya. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap bagian dari hidup kita memiliki haknya masing-masing. Mencari nafkah adalah kewajiban, tetapi menjaga keluarga dengan kasih sayang juga merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Hadits ini menekankan bahwa, meskipun seseorang berkewajiban bekerja, ia juga harus memperhatikan keluarganya dan memberikan waktu yang cukup bagi mereka. Menjadi pekerja keras tanpa meluangkan waktu untuk keluarga hanya akan merusak ikatan keluarga dalam jangka panjang.   Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga Ketika pekerjaan mengambil alih sebagian besar waktu seseorang, ia akan cenderung kehilangan momen berharga bersama keluarga. Kelelahan fisik dan mental akibat pekerjaan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi mudah marah, kurang sabar, dan emosional di rumah, yang dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Ketiadaan waktu berkualitas dengan pasangan atau anak-anak bisa menyebabkan perasaan terabaikan dan memburuknya komunikasi dalam keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa ketidakharmonisan dalam rumah tangga kerap berawal dari kurangnya waktu bersama, yang kemudian berdampak pada kualitas hubungan. Dalam Islam, menjaga hubungan keluarga sangat dianjurkan, bahkan dinyatakan sebagai salah satu cara mencapai ridha Allah.   Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga Studi kasus dari sejarah Islam dapat menunjukkan bagaimana para sahabat dan ulama membagi waktu antara tanggung jawab di luar rumah dan perhatian kepada keluarga. Misalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang sebagai pemimpin umat dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetap meluangkan waktu untuk keluarganya. Beliau sering membantu pekerjaan rumah, bercengkerama dengan istrinya, dan meluangkan waktu untuk anak-anak serta cucu-cucunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْنَعُ فِى أَهْلِهِ قَالَتْ كَانَ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ ( قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلِمُسْلِمٍ : { وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ } . Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya.” (Muttafaqun ‘alaih. Dalam riwayat Muslim, “Sedang beliau mengimami orang-orang di masjid.”) [HR. Bukhari, no. 516 dan Muslim, no. 543] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita panjang pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut. عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَلَسَ إِحْدَى عَشْرَةَ امْرَأَةً فَتَعَاهَدْنَ وَتَعَاقَدْنَ أَنْ لاَ يَكْتُمْنَ مِنْ أَخْبَارِ أَزْوَاجِهِنَّ شَيْئًا Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikit pun cerita tentang suami mereka. Dikisah istri yang kesebelas, yaitu Ummu Zar’, setelah itu Aisyah mengatakan, قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’. Dalam riwayat lain Aisyah berkata يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ “Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar’” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5: 358, no. 9139) Aisyah membutuhkan hiburan Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah memainkan tombak di masjid. Beliau menutupiku dengan pakaian beliau agar aku melihat permainan mereka. Kemudian, beliau menghampiriku untuk memberikan perhatian kepadaku sampai aku sendiri yang bergegas pergi. Oleh karena itu, hargailah keperluan gadis belia yang masih suka bermain dan menghibur diri.” Dalam lafazh Ma’mar dan Az-Zuhri, “Aku terus memandangi sampai aku sendiri yang bergegas pergi, maka hargailah keperluan gadis belia yang masih suka mendengarkan hiburan.” Lafaz Al-Auzai dari Az-Zuhri dalam hadits ini bahwa Aisyah mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupiku dengan pakaian beliau, sementara aku memperhatikan orang-orang Habasyah yang sedang bermain di masjid sampai aku sendiri yang merasa jenuh. Maka, hargailah keperluan anak gadis belia yang masih menyukai permainan yang menghibur.” (HR. Bukhari, no. 5236 dan Muslim, no. 892) Aisyah masih suka dengan mainan Layaknya anak-anak, Aisyah ketika kecilnya sangat suka dengan mainan. Karena usianya yang sangat muda, tidak heran setelah menikah dengan Rasulullah kita mendapati riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa Aisyah masih suka bermain-main layaknya anak kecil . Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ « مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ». قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ « مَا هَذَا الَّذِى أَرَى وَسْطَهُنَّ ». قَالَتْ فَرَسٌ. قَالَ « وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ ». قَالَتْ جَنَاحَانِ. قَالَ « فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ ». قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari perang Tabuk atau Khaibar, sementara tempatnya ditutupi tirai. Begitu ada angin berhembus, tersingkaplah tirai itu hingga boneka-boneka mainan Aisyah terlihat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, ‘Apa ini wahai Aisyah?’ Aisyah menjawab, ‘Boneka-bonekaku.’ Beliau melihat di antara mainan itu ada kuda yang mempunyai dua sayap yang berupa robekan kain yang ditempelkan. ‘Apa yang aku lihat di tengahnya ini?’ tanya beliau. ‘Kuda,’ jawab Aisyah. ‘Apa yang ada di atasnya?’ tanya beliau. ‘Kedua sayapnya’, jawab Aisyah. ‘Apa benar kuda punya sepasang sayap?’ tanya beliau. Aisyah pun mengatakan, ‘Bukankah engkau sudah mendengar bahwa kuda Sulaiman itu mempunya sayap?’” Aisyah lantas berkata, “Beliau tertawa hingga aku bisa melihat gigi-gigi beliau.” (HR. Abu Daud, no. 4932) Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَكَانَ لِى صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِى ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِى “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Bukhari, no. 6130). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَأَنَا جَارِيَةٌ لَمْ أَحْمِلْ اللَّحْمَ وَلَمْ أَبْدُنْ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ فَسَكَتَ عَنِّي حَتَّى إِذَا حَمَلْتُ اللَّحْمَ وَبَدُنْتُ وَنَسِيتُ خَرَجْتُ مَعَهُ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي فَجَعَلَ يَضْحَكُ وَهُوَ يَقُولُ هَذِهِ بِتِلْكَ “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sebagian safarnya, di mana saat itu aku masih muda, belum banyak daging di badanku, dan belum gemuk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada orang-orang, “Ayo maju!” Kemudian mereka maju. Kemudian beliau mengatakan, “Hai Aisyah, kemarilah. Mari kita berlomba.” Aku pun berlomba lari melawan beliau, lantas aku berhasil mendahului beliau. Beliau kemudian mendiamkanku hingga berat badanku mulai bertambah dan mulai gemuk. Aku sudah melupakan perlombaan yang dulu. Aku keluar bersama beliau dalam perjalanan beliau. Beliau mengatakan kepada orang-orang, “Majulah kalian.” Setelah mereka maju, beliau mengatakan kepadaku, “Kemarilah, aku mengajakmu berlomba.” Setelah dapat mendahului beliau, ternyata beliau berhasil mendahuluiku. Beliau tertawa dan mengatakan, “Yang ini impas dengan yang itu.” (HR. Ahmad, 6:39; Abu Daud, no. 2578; Ibnu Majah, no. 1979. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). Dalam riwayat lain disebutkan, هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ “Yang itu adalah balasan untuk yang sebelumnya.” Pelajaran pentingnya adalah: – Suami sebaiknya memberikan waktu spesial pada istri. – Istri juga butuh hiburan.   Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah Dalam Islam, suami memiliki tanggung jawab utama sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini dijelaskan dalam Surah An-Nisa’ ayat 34, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’: 34) Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan yang dimaksudkan qowwamuna ‘ala an-nisaa’ adalah, هُوَ رَئِيْسُهَا وَكَبِيْرُهَا وَالحَاكِمُ عَلَيْهَا وَمُؤَدِّبُهَا إِذَا اِعْوَجَتْ “Suami itu adalah pemimpin istri, seniornya, menjadi pemberi keputusan untuknya, dan menjadi pendidik yang mengingatkan tatkala istri keliru.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:94) Ayat ini menekankan tanggung jawab suami dalam memberikan nafkah dan mendukung kebutuhan finansial keluarga. Namun, tanggung jawab ini tidak berarti suami hanya bekerja tanpa mempertimbangkan perannya sebagai kepala keluarga yang harus menjaga keharmonisan rumah tangga. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga Suami perlu mengatur waktu kerja dan istirahatnya sehingga tetap memiliki waktu yang cukup untuk keluarga. Ini bisa dilakukan dengan: Menetapkan batasan waktu kerja: Hindari membawa pekerjaan ke rumah atau bekerja hingga larut malam, sehingga tetap tersedia waktu untuk berinteraksi dengan keluarga. Memprioritaskan Kegiatan Keluarga: Menciptakan kebiasaan rutin seperti makan malam bersama atau akhir pekan tanpa pekerjaan untuk mempererat hubungan. Mengambil Liburan Bersama: Meluangkan waktu khusus untuk berlibur bersama keluarga agar dapat melepaskan diri dari tekanan kerja dan memperkuat ikatan keluarga.   Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga Seorang istri membantu suaminya dalam kehidupannya. Hal ini telah dicontohkan oleh istri-istri shalihah dari kalangan shahabiyah seperti yang dilakukan Asma` bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada suaminya, Az-Zubair ibnul ‘Awwam radhiyallahu ‘anhu. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh (sekitar 3,5 km).” (HR. Bukhari, no. 5224 dan Muslim, no. 2182) Demikian pula khidmat Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. (HR. Bukhari no. 5361 dan Muslim no. 2182) Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, menikahi seorang janda agar bisa berkhidmat padanya dengan mengurusi 7 atau 9 saudara perempuannya yang masih belia. Kata Jabir kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ayahku, Abdullah, telah wafat dan ia meninggalkan banyak anak perempuan. Aku tidak suka mendatangkan di tengah-tengah mereka wanita yang sama dengan mereka. Maka aku pun menikahi seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Jabir, فَباَرَكَ اللهُ لَكَ – أَوْ: خَيْرًا – “Semoga Allah memberkahimu.” Atau beliau berkata, “Semoga kebaikan untukmu.” (HR. Muslim no. 715)   Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga Jika istri memilih untuk bekerja, ia perlu mengatur waktunya agar tetap bisa memberikan perhatian pada keluarga. Beberapa tips praktis yang dapat diterapkan antara lain: Mengatur Jadwal yang Fleksibel: Jika memungkinkan, pilih pekerjaan dengan jadwal yang fleksibel atau opsi bekerja dari rumah untuk mempermudah pengelolaan waktu. Menyusun Prioritas Harian: Fokuskan waktu pada tugas-tugas rumah tangga di pagi atau sore hari agar pekerjaan tidak mengganggu perannya sebagai ibu dan istri. Mengkomunikasikan Kebutuhan dengan Suami: Istri bisa mengkomunikasikan jadwal dan peran yang bisa saling membantu, sehingga suami memahami dan mendukung perannya sebagai wanita yang bekerja. Catatan: Syarat Wanita Bekerja Pekerjaan yang Halal: Wanita harus memastikan bahwa pekerjaan yang diambil bukanlah pekerjaan haram, seperti bekerja sebagai pelayan di bar yang menyajikan minuman keras atau melakukan perjalanan jauh tanpa mahram, sehingga ia terpaksa tinggal sendirian di tempat asing yang berpotensi membahayakan dirinya. Memperhatikan Adab: Sebagai seorang muslimah, penting untuk memperhatikan adab dalam berpakaian, berjalan, dan berbicara. Beberapa ayat Al-Qur’an mengingatkan tentang adab ini: Tentang berpakaian, Allah Ta’ala berfirman,  وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berjalan, Allah Ta’ala berfirman,  وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berbicara, Allah Ta’ala berfirman,  يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32) 3. Memenuhi Kewajiban Utama: Pekerjaan wanita tidak boleh mengabaikan kewajiban utamanya dalam mengurus suami dan anak-anak. 4. Meminta Izin: Jika belum menikah, wanita harus meminta izin dari ayahnya, dan jika sudah menikah, izin dari suami. Tanpa izin, wanita harus tetap taat, karena nafkahnya masih menjadi tanggung jawab ayah atau suaminya. Oleh karena itu, penting untuk ada komunikasi antara suami dan istri saat akad nikah mengenai apakah istri diperbolehkan melanjutkan pekerjaan setelah menikah, selama memenuhi syarat yang telah disebutkan. Jika telah disepakati bahwa istri boleh bekerja, suami wajib menghormati kesepakatan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوجَ “Syarat-syarat yang paling berhak kalian penuhi adalah syarat yang menghalalkan kemaluan wanita bagi kalian.” (HR. Bukhari, no. 2721 dan Muslim, no. 1418). Apabila suami melarang istri untuk bekerja, istri memiliki hak untuk mengajukan faskh (perpisahan). 5. Lingkungan Pekerjaan: Wanita sebaiknya bekerja di lingkungan yang hanya melibatkan wanita, seperti mengajar murid perempuan atau merawat pasien wanita, untuk menghindari interaksi langsung dengan pria.   Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri Islam sangat menganjurkan musyawarah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian tugas di rumah. Ketika suami dan istri mendiskusikan dan menyepakati tanggung jawab masing-masing, hal ini tidak hanya meringankan beban tetapi juga meningkatkan saling pengertian dan kerjasama. Allah berfirman dalam Surah Asy-Syura ayat 38: وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ… “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38) Ayat ini menunjukkan pentingnya berunding dan mencapai kesepakatan dalam pembagian peran. Dengan cara ini, suami dan istri dapat menentukan tanggung jawab yang adil dan sesuai kemampuan masing-masing.   Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga Dalam kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada contoh bagaimana beliau membantu istri-istrinya dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ “Beliau (Nabi Muhammad ﷺ) biasa membantu keluarganya, dan jika waktu shalat tiba, beliau pun pergi untuk shalat.” (HR. Bukhari) Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah ﷺ adalah pemimpin umat, beliau tetap membantu keluarganya dalam pekerjaan rumah. Dengan demikian, suami bisa mencontoh akhlak Rasulullah ﷺ dalam berperan serta dalam tugas rumah tangga, baik dengan membantu memasak, membersihkan, atau menjaga anak-anak. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan Misalnya, suami bisa membantu mencuci piring setelah makan malam, sementara istri membersihkan atau mengatur keperluan anak-anak. Dengan begitu, tanggung jawab tidak hanya dibebankan kepada satu pihak, tetapi dikerjakan bersama sesuai kesepakatan. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan Akhir pekan bisa digunakan untuk pekerjaan rumah yang lebih besar seperti berbelanja atau membersihkan rumah. Suami dan istri bisa menjadikannya momen kebersamaan dengan anak-anak, sehingga kegiatan tersebut juga menjadi waktu yang menyenangkan bagi keluarga. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi Dalam Islam, suami dan istri bukan hanya sekadar pasangan hidup tetapi juga mitra yang saling mendukung dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Ketika keduanya berbagi tanggung jawab secara adil dan proporsional, hal ini menciptakan suasana harmonis yang berdampak positif bagi semua anggota keluarga. Kolaborasi dalam mengelola rumah tangga mencerminkan kasih sayang dan rasa hormat yang kuat, yang merupakan fondasi penting dalam rumah tangga Islami.   Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga Mengatur Jadwal yang Efektif untuk Keluarga dan Pekerjaan: Pentingnya merencanakan jadwal harian agar waktu untuk pekerjaan dan keluarga seimbang. Tips praktis manajemen waktu sesuai dengan rutinitas Islam. Memaksimalkan Waktu Bersama Keluarga di Tengah Kesibukan Kerja: Kiat-kiat memperbaiki kualitas waktu yang singkat bersama keluarga. Pentingnya meluangkan waktu untuk keluarga sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang. Mengatasi Gangguan (Distractions) dalam Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi: Mengidentifikasi dan mengurangi gangguan yang menghambat keseimbangan waktu. Menggunakan teknologi untuk membantu manajemen waktu, seperti aplikasi pengingat atau jadwal.    Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: Membuat rutinitas harian yang mencakup aktivitas bersama keluarga dan pekerjaan. Pentingnya rutinitas ibadah bersama sebagai pengikat keluarga. 2. Mengembangkan Kebiasaan Komunikasi yang Baik antara Suami dan Istri: Teknik komunikasi untuk mengatasi konflik dan memahami kebutuhan satu sama lain. Manfaat musyawarah dalam mengatur keseimbangan peran di rumah tangga. 3. Menyeimbangkan Karir dan Kehidupan Rumah Tangga di Era Modern: Strategi adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang mempengaruhi work-life balance. Menggunakan fleksibilitas kerja dan waktu untuk mendukung keharmonisan keluarga.   Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang terjadi akibat stres berlebihan yang berkepanjangan di tempat kerja. Ketika seseorang mengalami burnout, mereka mungkin merasa kewalahan, kehilangan motivasi, dan kurang memiliki semangat dalam menjalani tugas-tugas yang biasa dilakukan. Burnout tidak hanya berdampak pada performa kerja, tetapi juga bisa menimbulkan masalah dalam kehidupan pribadi, terutama dalam hubungan rumah tangga. Burnout yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan dalam hidupnya, sehingga waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk keluarga menjadi terabaikan. Akibatnya, keharmonisan rumah tangga terganggu, dan stres di tempat kerja akhirnya berdampak pada hubungan dengan pasangan dan anak-anak.   A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout Penyebab Burnout Jam Kerja yang Berlebihan: Ketika seseorang bekerja terlalu lama tanpa jeda, tubuh dan pikiran menjadi sangat lelah. Waktu istirahat yang kurang bisa memperparah situasi ini, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan rumah tangga. Tuntutan Kerja yang Terus Menerus: Pekerjaan yang menuntut produktivitas tinggi dengan deadline ketat membuat seseorang selalu berada di bawah tekanan. Tekanan yang berlebihan ini menyebabkan stres yang berkepanjangan, yang dapat mengarah pada burnout. Kurangnya Dukungan dalam Pekerjaan: Lingkungan kerja yang tidak mendukung atau kurangnya penghargaan terhadap pencapaian dapat memicu perasaan tidak berharga, sehingga seseorang kehilangan motivasi untuk bekerja. Selain itu, beban kerja yang terlalu besar dan kurangnya bantuan dari rekan kerja juga berkontribusi pada terjadinya burnout. Tanda-Tanda Burnout Kelelahan Fisik dan Mental yang Berkepanjangan: Merasa lelah sepanjang waktu meskipun sudah beristirahat, kesulitan untuk berkonsentrasi, dan mengalami sakit kepala atau gangguan tidur. Perasaan Sinis atau Jarak Emosional terhadap Pekerjaan: Kehilangan rasa antusias atau semangat, merasakan ketidakpedulian, dan merasa terpisah secara emosional dari pekerjaan. Menurunnya Produktivitas dan Kualitas Pekerjaan: Kesulitan dalam menyelesaikan tugas, penurunan kinerja, dan kurangnya motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dampak Burnout terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Ketika seseorang mengalami burnout, mereka sering kali tidak memiliki energi atau waktu untuk keluarga. Ini bisa mengakibatkan komunikasi yang buruk, ketidakmampuan untuk menunjukkan perhatian kepada pasangan atau anak-anak, dan konflik yang lebih sering muncul karena kelelahan dan ketidakstabilan emosional. Akibatnya, keharmonisan keluarga terganggu, dan hubungan antara suami, istri, dan anak-anak menjadi lebih renggang.   B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja Konsep Istirahat dan Rehat sesuai Syariat Islam mengajarkan bahwa manusia membutuhkan istirahat untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 286: لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا… “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286) Ayat ini mengingatkan kita bahwa tubuh memiliki batasan, sehingga penting untuk beristirahat dan tidak membebani diri secara berlebihan. Dengan mengatur waktu istirahat yang cukup, seseorang dapat menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan. Manfaat Dzikir, Doa, dan Ibadah dalam Menjaga Keseimbangan Mental Dzikir, doa, dan ibadah merupakan cara yang diajarkan Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ketenangan batin. Rasulullah ﷺ bersabda: أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28) Ketika seseorang menghadapi tekanan atau stres, memperbanyak dzikir dan doa dapat membantu meredakan ketegangan dan memberikan ketenangan dalam hati. Meluangkan waktu untuk shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, atau bahkan mendengarkan ceramah keagamaan juga bisa menjadi bentuk istirahat spiritual yang membantu mengatasi burnout.   C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja Komunikasi dengan Pasangan dan Keluarga Keterbukaan dalam komunikasi dengan pasangan dan keluarga adalah kunci untuk mengatasi burnout. Dengan bercerita tentang tekanan di tempat kerja, pasangan dan anggota keluarga bisa lebih memahami situasi dan memberikan dukungan. Rasulullah ﷺ sendiri dikenal sebagai orang yang sangat memperhatikan komunikasi dengan keluarganya. Beliau sering berbicara dan mendengarkan keluh kesah para istri serta memberikan perhatian kepada kebutuhan emosional mereka. Selain itu, pasangan yang memahami kondisi satu sama lain akan lebih bisa memberi dukungan dengan cara yang tepat. Misalnya, jika suami sedang mengalami burnout, istri dapat membantu dengan mengambil alih beberapa tugas di rumah sementara suami beristirahat. Sebaliknya, suami yang mengetahui istri sedang mengalami stres dapat memberikan perhatian lebih atau mengajaknya beristirahat bersama. Dukungan Keluarga dalam Mengatasi Burnout dan Menjaga Kesehatan Mental Dukungan dari keluarga, baik dalam bentuk perhatian, bantuan, atau bahkan sekadar menemani, sangat penting untuk mengurangi beban yang dirasakan saat menghadapi burnout. Rasulullah ﷺbersabda: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.” (HR. Tirmidzi) Hadits ini menunjukkan pentingnya keluarga dalam kehidupan kita. Melibatkan keluarga dalam proses pemulihan dari burnout tidak hanya memperkuat ikatan, tetapi juga mempercepat proses pemulihan. Kegiatan sederhana seperti makan malam bersama, jalan-jalan singkat di sekitar rumah, atau sekadar berbicara santai dapat membantu meredakan stres yang dialami.   Kesimpulan Keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangat penting untuk kesehatan mental dan kualitas hubungan. Islam mengajarkan bahwa segala aspek kehidupan, termasuk pekerjaan dan keluarga, memiliki hak yang harus dipenuhi. Dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits menekankan bahwa seseorang sebaiknya menjalankan tugas duniawi tanpa melupakan tanggung jawab kepada keluarga, karena menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga adalah bentuk ibadah yang membawa keberkahan. Dalam menghadapi tekanan pekerjaan di era modern, Muslim dianjurkan untuk mengikuti konsep istirahat dan rehat yang sesuai syariat. Mengatasi burnout dan stres bisa dilakukan dengan memperbanyak dzikir, doa, serta memanfaatkan waktu bersama keluarga sebagai bentuk healing. Melibatkan keluarga dalam pemulihan burnout, melalui komunikasi yang terbuka dan saling mendukung, dapat memperkuat ikatan serta memberikan ketenangan dan keseimbangan hidup. Suami dan istri memiliki peran yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Dengan kolaborasi dan musyawarah, mereka dapat berbagi tanggung jawab sesuai kemampuan masing-masing. Kegiatan bersama seperti akhir pekan tanpa pekerjaan dan liburan keluarga dapat membantu mempererat hubungan dan memberikan waktu berkualitas, sehingga keluarga menjadi sumber dukungan dan kebahagiaan di tengah kesibukan dunia kerja. —   Ditulis pada 10 Rabiuts Tsani 1446 H, 13 Oktober 2024 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagskeluarga keluarga sakinah manajemen waktu pekerjaan yang paling baik


Dalam kehidupan modern, banyak individu menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Islam mengajarkan pentingnya membagi waktu dengan bijak, sehingga tanggung jawab sebagai pekerja tidak mengabaikan peran dalam rumah tangga. Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang, di mana kolaborasi dan komunikasi yang baik dapat memperkuat keharmonisan keluarga. Dengan mengikuti contoh Rasulullah ﷺ yang senantiasa memperhatikan keluarganya di tengah kesibukannya, kita dapat belajar bahwa keseimbangan ini adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.   Daftar Isi tutup 1. Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.1. Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern 1.2. Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.2.1. Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga 1.3. Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga 1.4. Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga 1.4.1. Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga 1.4.2. Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga 1.4.2.1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri 1.4.2.2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya 1.4.2.3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri 1.4.2.4. Aisyah membutuhkan hiburan 1.4.2.5. Aisyah masih suka dengan mainan 1.4.2.6. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah 2. Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga 2.1. Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga 2.1.1. Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah 2.1.2. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga 2.2. Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan 2.2.1. Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga 2.2.2. Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga 2.3. Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga 2.3.1. Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri 2.3.2. Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga 2.3.2.1. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan 2.3.2.2. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan 2.3.2.3. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi 3. Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga 4. Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 5. 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: 6. Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga 6.1. A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout 6.2. B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja 6.3. C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja 7. Kesimpulan Pentingnya Keseimbangan antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Di era modern ini, tekanan dan tuntutan pekerjaan semakin meningkat, sehingga banyak individu yang menghadapi kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Ketidakseimbangan ini berdampak negatif, terutama pada kesehatan mental dan kualitas hubungan dalam keluarga. Ketika seseorang terlalu fokus pada pekerjaan, perhatian terhadap keluarga sering kali terabaikan, yang bisa memicu stres, kelelahan, dan bahkan burnout. Dampak jangka panjangnya dapat mengakibatkan ketidakharmonisan keluarga dan masalah emosional yang serius, baik bagi individu maupun keluarganya. Dalam Islam, menjaga keseimbangan antara tanggung jawab duniawi dan keluarga merupakan hal yang sangat dianjurkan. Allah mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki hak, termasuk pekerjaan dan keluarga. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an: Dalil dari Al-Qur’an وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77) Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim seharusnya mencari keseimbangan dalam hidupnya. Meskipun mereka mengejar kesuksesan di dunia, mereka juga harus memprioritaskan tanggung jawabnya kepada keluarga sebagai bentuk kebaikan dan kepedulian terhadap kehidupan dunia yang Allah anugerahkan. Yang dimaksud ayat, وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Jangan melupakan nasibmu di dunia”. Imam Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau- menyebutkan dalam kitab tafsirnya, { وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا } أي: مما أباح الله فيها من المآكل والمشارب والملابس والمساكن والمناكح، فإن لربك عليك حقًّا، ولنفسك عليك حقًّا، ولأهلك عليك حقًّا، ولزورك عليك حقا، فآت كل ذي حق حقه. “Janganlah engkau melupakan nasibmu dari kehidupan dunia yaitu dari yang Allah bolehkan berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan menikah. Rabbmu masih memiliki hak darimu. Dirimu juga memiliki hak. Keluargamu juga memiliki hak. Istrimu pun memiliki hak. Maka tunaikanlah hak-hak setiap yang memiliki hak.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6:37). Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 405) disebutkan maksud dari ayat tersebut, { وَلاَ تَنسَ } تترك { نَصِيبَكَ مِنَ الدنيا } أي أن تعمل فيها للآخرة “Janganlah engkau tinggalkan nasibmu di dunia yaitu hendaklah di dunia ini engkau beramal untuk akhiratmu.” Sangat jelas apa yang dimaksudkan dalam Tafsir Al-Jalalain bahwa yang dimaksud ayat di atas bukan berarti kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Namun, tetap ketika di dunia, setiap aktivitas kita ditujukan untuk kehidupan selanjutnya di akhirat. Jadikan belajar kita di bangku kuliah sebagai cara untuk membahagiakan orang banyak. Jadikan usaha atau bisnis kita bisa bermanfaat bagi kaum muslimin. Karena semakin banyak yang mengambil manfaat dari usaha dan kerja keras kita di dunia, maka semakin banyak pahala yang mengalir untuk kita. Karena sebaik-baik manusia, merekalah yang ‘anfa’uhum linnaas’, yang paling banyak memberi manfaat untuk orang banyak. Syaikh ‘Abdurrahman  bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman (hal. 623), “Engkau telah menggenggam berbagai cara untuk menggapai kebahagiaan akhirat dengan harta, yang harta tersebut tidaklah dimiliki selainmu. Haraplah dengan harta tersebut untuk menggapai ridho Allah. Janganlah nikmat dunia digunakan untuk memenuhi syahwat dan kelezatan semata. Jangan pula sampai lupa nasibmu di dunia, yaitu Allah tidak memerintahkan supaya manusia menginfakkan seluruh hartanya, sehingga lalai dari menafkahi yang wajib. Namun infaklah dengan niatan untuk akhiratmu. Bersenang-senanglah pula dengan duniamu namun jangan sampai melalaikan agama dan membahayakan kehidupan akhiratmu kelak.” Dalil dari Hadits Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ سَلْمَانُ » “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.” Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali. Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no. 1968). Hadits ini menegaskan bahwa keluarga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim. Menjalankan kewajiban terhadap pekerjaan tidak boleh sampai mengabaikan kewajiban terhadap keluarga. Setiap hak harus dipenuhi sesuai porsinya agar tercipta keseimbangan.   Pentingnya Keseimbangan dalam Kehidupan Modern Dalam konteks kehidupan modern, di mana pekerjaan sering kali menuntut perhatian penuh, tantangan untuk mencapai work-life balance semakin tinggi. Namun, dengan mengikuti panduan Al-Qur’an dan hadits, seorang Muslim dapat memahami pentingnya membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Ini bukan hanya untuk menjaga kesehatan mental, tetapi juga untuk membina keluarga yang harmonis dan memberikan ketenangan dalam hidup. Menyeimbangkan pekerjaan dan rumah tangga berarti kita tidak hanya bekerja demi memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga meluangkan waktu untuk keluarga. Ini menciptakan keharmonisan dalam hubungan, yang pada akhirnya menjadi ladang pahala dan bentuk ibadah kepada Allah. Dengan melaksanakan kedua kewajiban ini secara seimbang, seorang Muslim dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang dan terarah, serta memperkuat hubungan dalam keluarganya.   Pandangan Syariat terhadap Keseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga Prinsip Syariat dalam Pembagian Waktu antara Pekerjaan dan Rumah Tangga Islam menekankan pentingnya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian waktu antara pekerjaan dan rumah tangga. Hal ini bertujuan agar seseorang tidak hanya berfokus pada pencapaian materi, tetapi juga memperhatikan keharmonisan keluarga. Dalam konsep Islam, seluruh aktivitas, baik di tempat kerja maupun di rumah, adalah bentuk ibadah jika diniatkan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman, هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ “Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15) Syaikh As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan, أي: هو الذي سخر لكم الأرض وذللها، لتدركوا منها كل ما تعلقت به حاجتكم، من غرس وبناء وحرث، وطرق يتوصل بها إلى الأقطار النائية والبلدان الشاسعة، { فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا } أي: لطلب الرزق والمكاسب. { وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ } أي: بعد أن تنتقلوا من هذه الدار التي جعلها الله امتحانًا، وبلغة يتبلغ بها إلى الدار الآخرة، تبعثون بعد موتكم، وتحشرون إلى الله، ليجازيكم بأعمالكم الحسنة والسيئة. “Maksudnya, Dia-lah yang menundukkan bumi untuk kalian agar kalian bisa mendapatkan apa pun yang kalian perlukan, seperti bercocok tanam, mendirikan bangunan, membuat jalan yang menghubungkan ke tempat yang jauh dan berbagai negara. “Maka berjalanlah di segala penjurunya,” maksudnya, untuk mencari rezeki dan penghasilan, “dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Maksudnya, setelah kalian berpindah dari dunia ini yang dijadikan Allah sebagai tempat ujian dan penghantar menuju akhirat. Setelah kalian meninggal dunia, kalian akan dibangkitkan dan dikumpulkan menuju Allah untuk membalas amal perbuatan kalian, baik dan buruknya.” Ayat ini menggambarkan bahwa manusia diperintahkan untuk berusaha di bumi, mencari rezeki sebagai bagian dari tugasnya. Namun, pada saat yang sama, kita juga harus menyadari bahwa kehidupan di dunia ini sementara, sehingga perlu membagi waktu dan tenaga dengan bijak, khususnya untuk keluarga yang merupakan tanggung jawab besar.   Menghindari Sifat Ekstrem dalam Fokus pada Pekerjaan hingga Mengorbankan Keluarga Islam melarang segala bentuk ekstremisme, termasuk dalam hal pekerjaan. Ketika seseorang terlalu fokus pada karir hingga mengorbankan keluarga, maka ia kehilangan hak-hak yang seharusnya dipenuhi terhadap istri, anak-anak, dan orang tuanya. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap bagian dari hidup kita memiliki haknya masing-masing. Mencari nafkah adalah kewajiban, tetapi menjaga keluarga dengan kasih sayang juga merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Hadits ini menekankan bahwa, meskipun seseorang berkewajiban bekerja, ia juga harus memperhatikan keluarganya dan memberikan waktu yang cukup bagi mereka. Menjadi pekerja keras tanpa meluangkan waktu untuk keluarga hanya akan merusak ikatan keluarga dalam jangka panjang.   Peran Keseimbangan dalam Mencapai Keharmonisan Keluarga Bagaimana Ketidakseimbangan Pekerjaan dan Rumah Tangga dapat Mempengaruhi Ikatan Keluarga Ketika pekerjaan mengambil alih sebagian besar waktu seseorang, ia akan cenderung kehilangan momen berharga bersama keluarga. Kelelahan fisik dan mental akibat pekerjaan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi mudah marah, kurang sabar, dan emosional di rumah, yang dapat mengganggu keharmonisan keluarga. Ketiadaan waktu berkualitas dengan pasangan atau anak-anak bisa menyebabkan perasaan terabaikan dan memburuknya komunikasi dalam keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa ketidakharmonisan dalam rumah tangga kerap berawal dari kurangnya waktu bersama, yang kemudian berdampak pada kualitas hubungan. Dalam Islam, menjaga hubungan keluarga sangat dianjurkan, bahkan dinyatakan sebagai salah satu cara mencapai ridha Allah.   Studi Kasus dari Perspektif Islam Mengenai Pengaruh Pekerjaan terhadap Rumah Tangga Studi kasus dari sejarah Islam dapat menunjukkan bagaimana para sahabat dan ulama membagi waktu antara tanggung jawab di luar rumah dan perhatian kepada keluarga. Misalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang sebagai pemimpin umat dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetap meluangkan waktu untuk keluarganya. Beliau sering membantu pekerjaan rumah, bercengkerama dengan istrinya, dan meluangkan waktu untuk anak-anak serta cucu-cucunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istri عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْنَعُ فِى أَهْلِهِ قَالَتْ كَانَ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan cucunya وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ ( قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلِمُسْلِمٍ : { وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ } . Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya.” (Muttafaqun ‘alaih. Dalam riwayat Muslim, “Sedang beliau mengimami orang-orang di masjid.”) [HR. Bukhari, no. 516 dan Muslim, no. 543] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercengkerama dengan istri Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita panjang pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut. عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَلَسَ إِحْدَى عَشْرَةَ امْرَأَةً فَتَعَاهَدْنَ وَتَعَاقَدْنَ أَنْ لاَ يَكْتُمْنَ مِنْ أَخْبَارِ أَزْوَاجِهِنَّ شَيْئًا Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikit pun cerita tentang suami mereka. Dikisah istri yang kesebelas, yaitu Ummu Zar’, setelah itu Aisyah mengatakan, قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’. Dalam riwayat lain Aisyah berkata يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ “Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar’” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5: 358, no. 9139) Aisyah membutuhkan hiburan Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah memainkan tombak di masjid. Beliau menutupiku dengan pakaian beliau agar aku melihat permainan mereka. Kemudian, beliau menghampiriku untuk memberikan perhatian kepadaku sampai aku sendiri yang bergegas pergi. Oleh karena itu, hargailah keperluan gadis belia yang masih suka bermain dan menghibur diri.” Dalam lafazh Ma’mar dan Az-Zuhri, “Aku terus memandangi sampai aku sendiri yang bergegas pergi, maka hargailah keperluan gadis belia yang masih suka mendengarkan hiburan.” Lafaz Al-Auzai dari Az-Zuhri dalam hadits ini bahwa Aisyah mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupiku dengan pakaian beliau, sementara aku memperhatikan orang-orang Habasyah yang sedang bermain di masjid sampai aku sendiri yang merasa jenuh. Maka, hargailah keperluan anak gadis belia yang masih menyukai permainan yang menghibur.” (HR. Bukhari, no. 5236 dan Muslim, no. 892) Aisyah masih suka dengan mainan Layaknya anak-anak, Aisyah ketika kecilnya sangat suka dengan mainan. Karena usianya yang sangat muda, tidak heran setelah menikah dengan Rasulullah kita mendapati riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa Aisyah masih suka bermain-main layaknya anak kecil . Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ « مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ». قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ « مَا هَذَا الَّذِى أَرَى وَسْطَهُنَّ ». قَالَتْ فَرَسٌ. قَالَ « وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ ». قَالَتْ جَنَاحَانِ. قَالَ « فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ ». قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari perang Tabuk atau Khaibar, sementara tempatnya ditutupi tirai. Begitu ada angin berhembus, tersingkaplah tirai itu hingga boneka-boneka mainan Aisyah terlihat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, ‘Apa ini wahai Aisyah?’ Aisyah menjawab, ‘Boneka-bonekaku.’ Beliau melihat di antara mainan itu ada kuda yang mempunyai dua sayap yang berupa robekan kain yang ditempelkan. ‘Apa yang aku lihat di tengahnya ini?’ tanya beliau. ‘Kuda,’ jawab Aisyah. ‘Apa yang ada di atasnya?’ tanya beliau. ‘Kedua sayapnya’, jawab Aisyah. ‘Apa benar kuda punya sepasang sayap?’ tanya beliau. Aisyah pun mengatakan, ‘Bukankah engkau sudah mendengar bahwa kuda Sulaiman itu mempunya sayap?’” Aisyah lantas berkata, “Beliau tertawa hingga aku bisa melihat gigi-gigi beliau.” (HR. Abu Daud, no. 4932) Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَكَانَ لِى صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِى ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِى “Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau. Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain bersamaku.” (HR. Bukhari, no. 6130). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlomba lari dengan Aisyah Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَأَنَا جَارِيَةٌ لَمْ أَحْمِلْ اللَّحْمَ وَلَمْ أَبْدُنْ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ فَسَكَتَ عَنِّي حَتَّى إِذَا حَمَلْتُ اللَّحْمَ وَبَدُنْتُ وَنَسِيتُ خَرَجْتُ مَعَهُ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ فَقَالَ لِلنَّاسِ تَقَدَّمُوا فَتَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي فَجَعَلَ يَضْحَكُ وَهُوَ يَقُولُ هَذِهِ بِتِلْكَ “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sebagian safarnya, di mana saat itu aku masih muda, belum banyak daging di badanku, dan belum gemuk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada orang-orang, “Ayo maju!” Kemudian mereka maju. Kemudian beliau mengatakan, “Hai Aisyah, kemarilah. Mari kita berlomba.” Aku pun berlomba lari melawan beliau, lantas aku berhasil mendahului beliau. Beliau kemudian mendiamkanku hingga berat badanku mulai bertambah dan mulai gemuk. Aku sudah melupakan perlombaan yang dulu. Aku keluar bersama beliau dalam perjalanan beliau. Beliau mengatakan kepada orang-orang, “Majulah kalian.” Setelah mereka maju, beliau mengatakan kepadaku, “Kemarilah, aku mengajakmu berlomba.” Setelah dapat mendahului beliau, ternyata beliau berhasil mendahuluiku. Beliau tertawa dan mengatakan, “Yang ini impas dengan yang itu.” (HR. Ahmad, 6:39; Abu Daud, no. 2578; Ibnu Majah, no. 1979. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). Dalam riwayat lain disebutkan, هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ “Yang itu adalah balasan untuk yang sebelumnya.” Pelajaran pentingnya adalah: – Suami sebaiknya memberikan waktu spesial pada istri. – Istri juga butuh hiburan.   Keseimbangan Peran Suami dan Istri dalam Pekerjaan dan Rumah Tangga Peran Suami dalam Menyelaraskan Pekerjaan dan Keluarga Tanggung Jawab Utama Suami sebagai Pencari Nafkah Dalam Islam, suami memiliki tanggung jawab utama sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini dijelaskan dalam Surah An-Nisa’ ayat 34, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’: 34) Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan yang dimaksudkan qowwamuna ‘ala an-nisaa’ adalah, هُوَ رَئِيْسُهَا وَكَبِيْرُهَا وَالحَاكِمُ عَلَيْهَا وَمُؤَدِّبُهَا إِذَا اِعْوَجَتْ “Suami itu adalah pemimpin istri, seniornya, menjadi pemberi keputusan untuknya, dan menjadi pendidik yang mengingatkan tatkala istri keliru.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:94) Ayat ini menekankan tanggung jawab suami dalam memberikan nafkah dan mendukung kebutuhan finansial keluarga. Namun, tanggung jawab ini tidak berarti suami hanya bekerja tanpa mempertimbangkan perannya sebagai kepala keluarga yang harus menjaga keharmonisan rumah tangga. Strategi Mengelola Pekerjaan agar Tidak Mengganggu Peran dalam Keluarga Suami perlu mengatur waktu kerja dan istirahatnya sehingga tetap memiliki waktu yang cukup untuk keluarga. Ini bisa dilakukan dengan: Menetapkan batasan waktu kerja: Hindari membawa pekerjaan ke rumah atau bekerja hingga larut malam, sehingga tetap tersedia waktu untuk berinteraksi dengan keluarga. Memprioritaskan Kegiatan Keluarga: Menciptakan kebiasaan rutin seperti makan malam bersama atau akhir pekan tanpa pekerjaan untuk mempererat hubungan. Mengambil Liburan Bersama: Meluangkan waktu khusus untuk berlibur bersama keluarga agar dapat melepaskan diri dari tekanan kerja dan memperkuat ikatan keluarga.   Peran Istri dalam Rumah Tangga dan Pekerjaan Tanggung Jawab Utama Istri dalam Mendukung Suami dan Membina Keluarga Seorang istri membantu suaminya dalam kehidupannya. Hal ini telah dicontohkan oleh istri-istri shalihah dari kalangan shahabiyah seperti yang dilakukan Asma` bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada suaminya, Az-Zubair ibnul ‘Awwam radhiyallahu ‘anhu. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh (sekitar 3,5 km).” (HR. Bukhari, no. 5224 dan Muslim, no. 2182) Demikian pula khidmat Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. (HR. Bukhari no. 5361 dan Muslim no. 2182) Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, menikahi seorang janda agar bisa berkhidmat padanya dengan mengurusi 7 atau 9 saudara perempuannya yang masih belia. Kata Jabir kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ayahku, Abdullah, telah wafat dan ia meninggalkan banyak anak perempuan. Aku tidak suka mendatangkan di tengah-tengah mereka wanita yang sama dengan mereka. Maka aku pun menikahi seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Jabir, فَباَرَكَ اللهُ لَكَ – أَوْ: خَيْرًا – “Semoga Allah memberkahimu.” Atau beliau berkata, “Semoga kebaikan untukmu.” (HR. Muslim no. 715)   Memanfaatkan Waktu dengan Bijak agar Pekerjaan tidak Mengurangi Peran Penting dalam Rumah Tangga Jika istri memilih untuk bekerja, ia perlu mengatur waktunya agar tetap bisa memberikan perhatian pada keluarga. Beberapa tips praktis yang dapat diterapkan antara lain: Mengatur Jadwal yang Fleksibel: Jika memungkinkan, pilih pekerjaan dengan jadwal yang fleksibel atau opsi bekerja dari rumah untuk mempermudah pengelolaan waktu. Menyusun Prioritas Harian: Fokuskan waktu pada tugas-tugas rumah tangga di pagi atau sore hari agar pekerjaan tidak mengganggu perannya sebagai ibu dan istri. Mengkomunikasikan Kebutuhan dengan Suami: Istri bisa mengkomunikasikan jadwal dan peran yang bisa saling membantu, sehingga suami memahami dan mendukung perannya sebagai wanita yang bekerja. Catatan: Syarat Wanita Bekerja Pekerjaan yang Halal: Wanita harus memastikan bahwa pekerjaan yang diambil bukanlah pekerjaan haram, seperti bekerja sebagai pelayan di bar yang menyajikan minuman keras atau melakukan perjalanan jauh tanpa mahram, sehingga ia terpaksa tinggal sendirian di tempat asing yang berpotensi membahayakan dirinya. Memperhatikan Adab: Sebagai seorang muslimah, penting untuk memperhatikan adab dalam berpakaian, berjalan, dan berbicara. Beberapa ayat Al-Qur’an mengingatkan tentang adab ini: Tentang berpakaian, Allah Ta’ala berfirman,  وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berjalan, Allah Ta’ala berfirman,  وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nuur: 31) Tentang cara berbicara, Allah Ta’ala berfirman,  يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32) 3. Memenuhi Kewajiban Utama: Pekerjaan wanita tidak boleh mengabaikan kewajiban utamanya dalam mengurus suami dan anak-anak. 4. Meminta Izin: Jika belum menikah, wanita harus meminta izin dari ayahnya, dan jika sudah menikah, izin dari suami. Tanpa izin, wanita harus tetap taat, karena nafkahnya masih menjadi tanggung jawab ayah atau suaminya. Oleh karena itu, penting untuk ada komunikasi antara suami dan istri saat akad nikah mengenai apakah istri diperbolehkan melanjutkan pekerjaan setelah menikah, selama memenuhi syarat yang telah disebutkan. Jika telah disepakati bahwa istri boleh bekerja, suami wajib menghormati kesepakatan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوجَ “Syarat-syarat yang paling berhak kalian penuhi adalah syarat yang menghalalkan kemaluan wanita bagi kalian.” (HR. Bukhari, no. 2721 dan Muslim, no. 1418). Apabila suami melarang istri untuk bekerja, istri memiliki hak untuk mengajukan faskh (perpisahan). 5. Lingkungan Pekerjaan: Wanita sebaiknya bekerja di lingkungan yang hanya melibatkan wanita, seperti mengajar murid perempuan atau merawat pasien wanita, untuk menghindari interaksi langsung dengan pria.   Kolaborasi dalam Pembagian Tugas Rumah Tangga Prinsip Musyawarah dalam Pembagian Tugas antara Suami dan Istri Islam sangat menganjurkan musyawarah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pembagian tugas di rumah. Ketika suami dan istri mendiskusikan dan menyepakati tanggung jawab masing-masing, hal ini tidak hanya meringankan beban tetapi juga meningkatkan saling pengertian dan kerjasama. Allah berfirman dalam Surah Asy-Syura ayat 38: وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ… “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38) Ayat ini menunjukkan pentingnya berunding dan mencapai kesepakatan dalam pembagian peran. Dengan cara ini, suami dan istri dapat menentukan tanggung jawab yang adil dan sesuai kemampuan masing-masing.   Contoh-Contoh Praktis bagaimana Suami dan Istri dapat Saling Membantu dalam Mengurus Rumah Tangga Dalam kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada contoh bagaimana beliau membantu istri-istrinya dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ “Beliau (Nabi Muhammad ﷺ) biasa membantu keluarganya, dan jika waktu shalat tiba, beliau pun pergi untuk shalat.” (HR. Bukhari) Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah ﷺ adalah pemimpin umat, beliau tetap membantu keluarganya dalam pekerjaan rumah. Dengan demikian, suami bisa mencontoh akhlak Rasulullah ﷺ dalam berperan serta dalam tugas rumah tangga, baik dengan membantu memasak, membersihkan, atau menjaga anak-anak. Pembagian Tugas Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan Misalnya, suami bisa membantu mencuci piring setelah makan malam, sementara istri membersihkan atau mengatur keperluan anak-anak. Dengan begitu, tanggung jawab tidak hanya dibebankan kepada satu pihak, tetapi dikerjakan bersama sesuai kesepakatan. Bekerjasama dalam Mengatasi Tugas di Akhir Pekan Akhir pekan bisa digunakan untuk pekerjaan rumah yang lebih besar seperti berbelanja atau membersihkan rumah. Suami dan istri bisa menjadikannya momen kebersamaan dengan anak-anak, sehingga kegiatan tersebut juga menjadi waktu yang menyenangkan bagi keluarga. Menjaga Keharmonisan melalui Kolaborasi Dalam Islam, suami dan istri bukan hanya sekadar pasangan hidup tetapi juga mitra yang saling mendukung dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Ketika keduanya berbagi tanggung jawab secara adil dan proporsional, hal ini menciptakan suasana harmonis yang berdampak positif bagi semua anggota keluarga. Kolaborasi dalam mengelola rumah tangga mencerminkan kasih sayang dan rasa hormat yang kuat, yang merupakan fondasi penting dalam rumah tangga Islami.   Manajemen Waktu bagi Muslim dalam Menyeimbangkan Pekerjaan dan Rumah Tangga Mengatur Jadwal yang Efektif untuk Keluarga dan Pekerjaan: Pentingnya merencanakan jadwal harian agar waktu untuk pekerjaan dan keluarga seimbang. Tips praktis manajemen waktu sesuai dengan rutinitas Islam. Memaksimalkan Waktu Bersama Keluarga di Tengah Kesibukan Kerja: Kiat-kiat memperbaiki kualitas waktu yang singkat bersama keluarga. Pentingnya meluangkan waktu untuk keluarga sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang. Mengatasi Gangguan (Distractions) dalam Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi: Mengidentifikasi dan mengurangi gangguan yang menghambat keseimbangan waktu. Menggunakan teknologi untuk membantu manajemen waktu, seperti aplikasi pengingat atau jadwal.    Tips Praktis untuk Menjaga Work-Life Balance dalam Keluarga Muslim 1. Membangun Rutinitas Keluarga yang Seimbang: Membuat rutinitas harian yang mencakup aktivitas bersama keluarga dan pekerjaan. Pentingnya rutinitas ibadah bersama sebagai pengikat keluarga. 2. Mengembangkan Kebiasaan Komunikasi yang Baik antara Suami dan Istri: Teknik komunikasi untuk mengatasi konflik dan memahami kebutuhan satu sama lain. Manfaat musyawarah dalam mengatur keseimbangan peran di rumah tangga. 3. Menyeimbangkan Karir dan Kehidupan Rumah Tangga di Era Modern: Strategi adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang mempengaruhi work-life balance. Menggunakan fleksibilitas kerja dan waktu untuk mendukung keharmonisan keluarga.   Mengatasi Burnout dalam Pekerjaan dan Dampaknya terhadap Rumah Tangga Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang terjadi akibat stres berlebihan yang berkepanjangan di tempat kerja. Ketika seseorang mengalami burnout, mereka mungkin merasa kewalahan, kehilangan motivasi, dan kurang memiliki semangat dalam menjalani tugas-tugas yang biasa dilakukan. Burnout tidak hanya berdampak pada performa kerja, tetapi juga bisa menimbulkan masalah dalam kehidupan pribadi, terutama dalam hubungan rumah tangga. Burnout yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan dalam hidupnya, sehingga waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk keluarga menjadi terabaikan. Akibatnya, keharmonisan rumah tangga terganggu, dan stres di tempat kerja akhirnya berdampak pada hubungan dengan pasangan dan anak-anak.   A. Penyebab dan Tanda-Tanda Burnout Penyebab Burnout Jam Kerja yang Berlebihan: Ketika seseorang bekerja terlalu lama tanpa jeda, tubuh dan pikiran menjadi sangat lelah. Waktu istirahat yang kurang bisa memperparah situasi ini, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan rumah tangga. Tuntutan Kerja yang Terus Menerus: Pekerjaan yang menuntut produktivitas tinggi dengan deadline ketat membuat seseorang selalu berada di bawah tekanan. Tekanan yang berlebihan ini menyebabkan stres yang berkepanjangan, yang dapat mengarah pada burnout. Kurangnya Dukungan dalam Pekerjaan: Lingkungan kerja yang tidak mendukung atau kurangnya penghargaan terhadap pencapaian dapat memicu perasaan tidak berharga, sehingga seseorang kehilangan motivasi untuk bekerja. Selain itu, beban kerja yang terlalu besar dan kurangnya bantuan dari rekan kerja juga berkontribusi pada terjadinya burnout. Tanda-Tanda Burnout Kelelahan Fisik dan Mental yang Berkepanjangan: Merasa lelah sepanjang waktu meskipun sudah beristirahat, kesulitan untuk berkonsentrasi, dan mengalami sakit kepala atau gangguan tidur. Perasaan Sinis atau Jarak Emosional terhadap Pekerjaan: Kehilangan rasa antusias atau semangat, merasakan ketidakpedulian, dan merasa terpisah secara emosional dari pekerjaan. Menurunnya Produktivitas dan Kualitas Pekerjaan: Kesulitan dalam menyelesaikan tugas, penurunan kinerja, dan kurangnya motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dampak Burnout terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Ketika seseorang mengalami burnout, mereka sering kali tidak memiliki energi atau waktu untuk keluarga. Ini bisa mengakibatkan komunikasi yang buruk, ketidakmampuan untuk menunjukkan perhatian kepada pasangan atau anak-anak, dan konflik yang lebih sering muncul karena kelelahan dan ketidakstabilan emosional. Akibatnya, keharmonisan keluarga terganggu, dan hubungan antara suami, istri, dan anak-anak menjadi lebih renggang.   B. Solusi Islam dalam Mengatasi Keletihan dan Stres Kerja Konsep Istirahat dan Rehat sesuai Syariat Islam mengajarkan bahwa manusia membutuhkan istirahat untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 286: لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا… “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286) Ayat ini mengingatkan kita bahwa tubuh memiliki batasan, sehingga penting untuk beristirahat dan tidak membebani diri secara berlebihan. Dengan mengatur waktu istirahat yang cukup, seseorang dapat menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan. Manfaat Dzikir, Doa, dan Ibadah dalam Menjaga Keseimbangan Mental Dzikir, doa, dan ibadah merupakan cara yang diajarkan Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ketenangan batin. Rasulullah ﷺ bersabda: أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ “Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28) Ketika seseorang menghadapi tekanan atau stres, memperbanyak dzikir dan doa dapat membantu meredakan ketegangan dan memberikan ketenangan dalam hati. Meluangkan waktu untuk shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, atau bahkan mendengarkan ceramah keagamaan juga bisa menjadi bentuk istirahat spiritual yang membantu mengatasi burnout.   C. Pentingnya Melibatkan Keluarga dalam Menghadapi Keletihan Kerja Komunikasi dengan Pasangan dan Keluarga Keterbukaan dalam komunikasi dengan pasangan dan keluarga adalah kunci untuk mengatasi burnout. Dengan bercerita tentang tekanan di tempat kerja, pasangan dan anggota keluarga bisa lebih memahami situasi dan memberikan dukungan. Rasulullah ﷺ sendiri dikenal sebagai orang yang sangat memperhatikan komunikasi dengan keluarganya. Beliau sering berbicara dan mendengarkan keluh kesah para istri serta memberikan perhatian kepada kebutuhan emosional mereka. Selain itu, pasangan yang memahami kondisi satu sama lain akan lebih bisa memberi dukungan dengan cara yang tepat. Misalnya, jika suami sedang mengalami burnout, istri dapat membantu dengan mengambil alih beberapa tugas di rumah sementara suami beristirahat. Sebaliknya, suami yang mengetahui istri sedang mengalami stres dapat memberikan perhatian lebih atau mengajaknya beristirahat bersama. Dukungan Keluarga dalam Mengatasi Burnout dan Menjaga Kesehatan Mental Dukungan dari keluarga, baik dalam bentuk perhatian, bantuan, atau bahkan sekadar menemani, sangat penting untuk mengurangi beban yang dirasakan saat menghadapi burnout. Rasulullah ﷺbersabda: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.” (HR. Tirmidzi) Hadits ini menunjukkan pentingnya keluarga dalam kehidupan kita. Melibatkan keluarga dalam proses pemulihan dari burnout tidak hanya memperkuat ikatan, tetapi juga mempercepat proses pemulihan. Kegiatan sederhana seperti makan malam bersama, jalan-jalan singkat di sekitar rumah, atau sekadar berbicara santai dapat membantu meredakan stres yang dialami.   Kesimpulan Keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangat penting untuk kesehatan mental dan kualitas hubungan. Islam mengajarkan bahwa segala aspek kehidupan, termasuk pekerjaan dan keluarga, memiliki hak yang harus dipenuhi. Dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits menekankan bahwa seseorang sebaiknya menjalankan tugas duniawi tanpa melupakan tanggung jawab kepada keluarga, karena menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga adalah bentuk ibadah yang membawa keberkahan. Dalam menghadapi tekanan pekerjaan di era modern, Muslim dianjurkan untuk mengikuti konsep istirahat dan rehat yang sesuai syariat. Mengatasi burnout dan stres bisa dilakukan dengan memperbanyak dzikir, doa, serta memanfaatkan waktu bersama keluarga sebagai bentuk healing. Melibatkan keluarga dalam pemulihan burnout, melalui komunikasi yang terbuka dan saling mendukung, dapat memperkuat ikatan serta memberikan ketenangan dan keseimbangan hidup. Suami dan istri memiliki peran yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Dengan kolaborasi dan musyawarah, mereka dapat berbagi tanggung jawab sesuai kemampuan masing-masing. Kegiatan bersama seperti akhir pekan tanpa pekerjaan dan liburan keluarga dapat membantu mempererat hubungan dan memberikan waktu berkualitas, sehingga keluarga menjadi sumber dukungan dan kebahagiaan di tengah kesibukan dunia kerja. —   Ditulis pada 10 Rabiuts Tsani 1446 H, 13 Oktober 2024 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagskeluarga keluarga sakinah manajemen waktu pekerjaan yang paling baik
Prev     Next