Fikih Salat Sunah setelah Wudu

Daftar Isi Toggle Keutamaan salat dua rakaat setelah wuduPengampunan dosa yang telah laluDijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk)Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surgaTata cara pelaksanaannyaSegera setelah selesai berwuduKhusyuk dalam salatMelaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkanKesimpulan Salat merupakan ibadah yang sangat utama dalam Islam, dan salat sunah memiliki kedudukan istimewa di antara amalan-amalan tambahan (nawafil) lainnya. Salat sunah dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala dan mendatangkan berbagai keutamaan berdasarkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi, وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah, hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari no. 6502) Di antara salat-salat sunah adalah salat sunah wudu. Dianjurkan untuk melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu sebagaimana yang dinyatakan oleh mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali. Pendapat ini juga dipegang oleh Qadhi Iyadh dari mazhab Maliki, serta oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah. [1] Dalam artikel ini, kita akan mengulas keutamaan-keutamaan salat sunah setelah wudu beserta tata caranya berdasarkan dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur’an dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga pembahasan ini bermanfaat dalam meningkatkan kecintaan kita terhadap amalan sunah dan mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala. Keutamaan salat dua rakaat setelah wudu Sebagai bagian dari salat sunah, salat ini memiliki keutamaan sebagaimana salat-salat sunah lainnya, seperti ketinggian derajat dan penghapusan dosa. Secara khusus, salat ini memiliki keutamaan-keutamaan tersendiri, di antaranya: Pengampunan dosa yang telah lalu Dari ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, terkait dengan tata cara wudu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَن توضَّأ نحوَ وُضوئِي هذا، ثم قام فرَكَع رَكعتينِ لا يُحدِّثُ فيهما نفْسَه، غُفِرَ له ما تَقدَّم من ذنبِه “Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku ini, lalu melaksanakan salat dua rakaat tanpa berbicara kepada dirinya sendiri (khusyuk), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 226) Dijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk) Dari ‘Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من أحدٍ يتوضَّأُ فيُحسنُ الوضوءَ، ويُصلِّي رَكعتينِ، يُقبِلُ بقلبِه ووجهِه عليهما، إلَّا وجبتْ له الجَنَّةُ “Tidaklah seorang yang berwudu dan menyempurnakan wudunya, lalu salat dua rakaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya, melainkan wajib baginya surga.” (HR. Muslim no. 234) Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surga Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Bilal pada waktu salat Subuh, يا بلالُ، حدِّثْني بأرْجَى عملٍ عَمِلتَه في الإسلامِ؛ فإنِّي سمِعتُ دَفَّ نَعْلَيك بين يَديَّ في الجَنَّة؟ “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang paling engkau harapkan dalam Islam, karena aku mendengar suara langkah-langkah sandalmu di hadapanku di surga.” Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ما عملتُ عملًا أرْجَى عندي: أَنِّي لم أتطهَّرْ طُهورًا، في ساعةِ ليلٍ أو نَهار، إلَّا صليتُ بذلك الطُّهورِ ما كُتِبَ لي أنْ أُصلِّي “Amalan yang paling aku harapkan adalah bahwa aku tidak berwudu, baik di waktu malam atau siang, kecuali aku melaksanakan salat dengan wudu tersebut sebanyak yang ditetapkan bagiku untuk melakukannya.” (HR. Bukhari no. 1149 dan Muslim no. 2458) [2] Baca juga: Fikih Salat Sunah Qabliyah Jumat Tata cara pelaksanaannya Segera setelah selesai berwudu Waktu terbaik untuk melaksanakan salat ini adalah segera setelah selesai berwudu, sehingga tidak ada jeda panjang antara wudu dan salat, karena salat ini berkaitan dengan wudu. Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengutip perkataan Ibnu Al-Jauzi, فيه الحث على الصلاة عقب الوضوء لئلا يبقى الوضوء خاليًا عن مقصوده “Di dalamnya terdapat anjuran untuk melaksanakan salat segera setelah wudu, agar wudu tidak terlewatkan dari tujuan utamanya.” [3] Ada perbedaan pendapat tentang batas waktu pelaksanaan salat ini. Sebagian mengatakan bahwa salat ini terlewat jika seseorang mengabaikannya, sebagian lainnya menyebutkan bahwa salat ini terlewat jika jedanya terlalu lama, dan ada juga yang berpendapat bahwa salat ini hanya terlewat jika terjadi hadas. [4] Khusyuk dalam salat Ketika melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu, hendaknya memperhatikan bahwa keutamaan salat ini disyaratkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, يقبل عليهما بقلبه ووجهه “Ia menghadap dengan hati dan wajahnya,” serta sabda beliau, لا يحدث فيهما نفسه “Tidak membicarakan hal-hal lain di dalamnya.” Terdapat pula riwayat yang menyatakan, لا تغتروا “janganlah kalian tertipu.” [5] Melaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkan Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa orang yang berwudu disunahkan untuk melaksanakan salat sunah wudu di luar waktu-waktu yang dimakruhkan untuk salat. Waktu-waktu yang dimakruhkan ini adalah lima waktu yang dilarang untuk melaksanakan salat. Hal ini karena meninggalkan yang makruh lebih utama daripada melakukan amalan sunah. [6] Kesimpulan Disunahkan untuk melaksanakan salat dua rakaat setelah wudu dengan niat sebagai salat sunah wudu dan dilakukan dengan khusyuk, sebagaimana terdapat anjuran dan dorongan dalam syariat. Sebaiknya, salat ini dilaksanakan segera setelah wudu agar tidak ada jeda yang panjang, dan dilakukan di luar waktu-waktu yang dilarang untuk salat, demi menghindari perbedaan pendapat. Demikian, semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa menjaga dan mengamalkan sunah-sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta menjadikannya sebagai pemberat amal kebaikan di akhirat kelak. Baca juga: Fikih Salat Sunah Mutlak *** Rumdin PPIA Sragen, 1 Jumadilawal 1446 H Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, th. 2006. Tim Ulama Kuwait. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah. Mesir: Dar Shofwah, cetakan ke-1, th. 1421 (Maktabah Syamilah).   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1274 [2] Ibid [3] Fathul Bari, 3: 34. [4] Lihat: https://www.dar-alifta.org/ar/fatawa/18428/حكم صلاة-ركعتين-سنة-الوضوء-بعده [5] Bughyat Al-Mutathawwi’ fi Shalat At-Tatawwu’, hal. 89. [6] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 43: 379.

Fikih Salat Sunah setelah Wudu

Daftar Isi Toggle Keutamaan salat dua rakaat setelah wuduPengampunan dosa yang telah laluDijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk)Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surgaTata cara pelaksanaannyaSegera setelah selesai berwuduKhusyuk dalam salatMelaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkanKesimpulan Salat merupakan ibadah yang sangat utama dalam Islam, dan salat sunah memiliki kedudukan istimewa di antara amalan-amalan tambahan (nawafil) lainnya. Salat sunah dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala dan mendatangkan berbagai keutamaan berdasarkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi, وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah, hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari no. 6502) Di antara salat-salat sunah adalah salat sunah wudu. Dianjurkan untuk melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu sebagaimana yang dinyatakan oleh mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali. Pendapat ini juga dipegang oleh Qadhi Iyadh dari mazhab Maliki, serta oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah. [1] Dalam artikel ini, kita akan mengulas keutamaan-keutamaan salat sunah setelah wudu beserta tata caranya berdasarkan dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur’an dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga pembahasan ini bermanfaat dalam meningkatkan kecintaan kita terhadap amalan sunah dan mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala. Keutamaan salat dua rakaat setelah wudu Sebagai bagian dari salat sunah, salat ini memiliki keutamaan sebagaimana salat-salat sunah lainnya, seperti ketinggian derajat dan penghapusan dosa. Secara khusus, salat ini memiliki keutamaan-keutamaan tersendiri, di antaranya: Pengampunan dosa yang telah lalu Dari ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, terkait dengan tata cara wudu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَن توضَّأ نحوَ وُضوئِي هذا، ثم قام فرَكَع رَكعتينِ لا يُحدِّثُ فيهما نفْسَه، غُفِرَ له ما تَقدَّم من ذنبِه “Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku ini, lalu melaksanakan salat dua rakaat tanpa berbicara kepada dirinya sendiri (khusyuk), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 226) Dijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk) Dari ‘Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من أحدٍ يتوضَّأُ فيُحسنُ الوضوءَ، ويُصلِّي رَكعتينِ، يُقبِلُ بقلبِه ووجهِه عليهما، إلَّا وجبتْ له الجَنَّةُ “Tidaklah seorang yang berwudu dan menyempurnakan wudunya, lalu salat dua rakaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya, melainkan wajib baginya surga.” (HR. Muslim no. 234) Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surga Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Bilal pada waktu salat Subuh, يا بلالُ، حدِّثْني بأرْجَى عملٍ عَمِلتَه في الإسلامِ؛ فإنِّي سمِعتُ دَفَّ نَعْلَيك بين يَديَّ في الجَنَّة؟ “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang paling engkau harapkan dalam Islam, karena aku mendengar suara langkah-langkah sandalmu di hadapanku di surga.” Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ما عملتُ عملًا أرْجَى عندي: أَنِّي لم أتطهَّرْ طُهورًا، في ساعةِ ليلٍ أو نَهار، إلَّا صليتُ بذلك الطُّهورِ ما كُتِبَ لي أنْ أُصلِّي “Amalan yang paling aku harapkan adalah bahwa aku tidak berwudu, baik di waktu malam atau siang, kecuali aku melaksanakan salat dengan wudu tersebut sebanyak yang ditetapkan bagiku untuk melakukannya.” (HR. Bukhari no. 1149 dan Muslim no. 2458) [2] Baca juga: Fikih Salat Sunah Qabliyah Jumat Tata cara pelaksanaannya Segera setelah selesai berwudu Waktu terbaik untuk melaksanakan salat ini adalah segera setelah selesai berwudu, sehingga tidak ada jeda panjang antara wudu dan salat, karena salat ini berkaitan dengan wudu. Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengutip perkataan Ibnu Al-Jauzi, فيه الحث على الصلاة عقب الوضوء لئلا يبقى الوضوء خاليًا عن مقصوده “Di dalamnya terdapat anjuran untuk melaksanakan salat segera setelah wudu, agar wudu tidak terlewatkan dari tujuan utamanya.” [3] Ada perbedaan pendapat tentang batas waktu pelaksanaan salat ini. Sebagian mengatakan bahwa salat ini terlewat jika seseorang mengabaikannya, sebagian lainnya menyebutkan bahwa salat ini terlewat jika jedanya terlalu lama, dan ada juga yang berpendapat bahwa salat ini hanya terlewat jika terjadi hadas. [4] Khusyuk dalam salat Ketika melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu, hendaknya memperhatikan bahwa keutamaan salat ini disyaratkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, يقبل عليهما بقلبه ووجهه “Ia menghadap dengan hati dan wajahnya,” serta sabda beliau, لا يحدث فيهما نفسه “Tidak membicarakan hal-hal lain di dalamnya.” Terdapat pula riwayat yang menyatakan, لا تغتروا “janganlah kalian tertipu.” [5] Melaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkan Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa orang yang berwudu disunahkan untuk melaksanakan salat sunah wudu di luar waktu-waktu yang dimakruhkan untuk salat. Waktu-waktu yang dimakruhkan ini adalah lima waktu yang dilarang untuk melaksanakan salat. Hal ini karena meninggalkan yang makruh lebih utama daripada melakukan amalan sunah. [6] Kesimpulan Disunahkan untuk melaksanakan salat dua rakaat setelah wudu dengan niat sebagai salat sunah wudu dan dilakukan dengan khusyuk, sebagaimana terdapat anjuran dan dorongan dalam syariat. Sebaiknya, salat ini dilaksanakan segera setelah wudu agar tidak ada jeda yang panjang, dan dilakukan di luar waktu-waktu yang dilarang untuk salat, demi menghindari perbedaan pendapat. Demikian, semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa menjaga dan mengamalkan sunah-sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta menjadikannya sebagai pemberat amal kebaikan di akhirat kelak. Baca juga: Fikih Salat Sunah Mutlak *** Rumdin PPIA Sragen, 1 Jumadilawal 1446 H Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, th. 2006. Tim Ulama Kuwait. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah. Mesir: Dar Shofwah, cetakan ke-1, th. 1421 (Maktabah Syamilah).   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1274 [2] Ibid [3] Fathul Bari, 3: 34. [4] Lihat: https://www.dar-alifta.org/ar/fatawa/18428/حكم صلاة-ركعتين-سنة-الوضوء-بعده [5] Bughyat Al-Mutathawwi’ fi Shalat At-Tatawwu’, hal. 89. [6] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 43: 379.
Daftar Isi Toggle Keutamaan salat dua rakaat setelah wuduPengampunan dosa yang telah laluDijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk)Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surgaTata cara pelaksanaannyaSegera setelah selesai berwuduKhusyuk dalam salatMelaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkanKesimpulan Salat merupakan ibadah yang sangat utama dalam Islam, dan salat sunah memiliki kedudukan istimewa di antara amalan-amalan tambahan (nawafil) lainnya. Salat sunah dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala dan mendatangkan berbagai keutamaan berdasarkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi, وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah, hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari no. 6502) Di antara salat-salat sunah adalah salat sunah wudu. Dianjurkan untuk melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu sebagaimana yang dinyatakan oleh mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali. Pendapat ini juga dipegang oleh Qadhi Iyadh dari mazhab Maliki, serta oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah. [1] Dalam artikel ini, kita akan mengulas keutamaan-keutamaan salat sunah setelah wudu beserta tata caranya berdasarkan dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur’an dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga pembahasan ini bermanfaat dalam meningkatkan kecintaan kita terhadap amalan sunah dan mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala. Keutamaan salat dua rakaat setelah wudu Sebagai bagian dari salat sunah, salat ini memiliki keutamaan sebagaimana salat-salat sunah lainnya, seperti ketinggian derajat dan penghapusan dosa. Secara khusus, salat ini memiliki keutamaan-keutamaan tersendiri, di antaranya: Pengampunan dosa yang telah lalu Dari ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, terkait dengan tata cara wudu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَن توضَّأ نحوَ وُضوئِي هذا، ثم قام فرَكَع رَكعتينِ لا يُحدِّثُ فيهما نفْسَه، غُفِرَ له ما تَقدَّم من ذنبِه “Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku ini, lalu melaksanakan salat dua rakaat tanpa berbicara kepada dirinya sendiri (khusyuk), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 226) Dijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk) Dari ‘Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من أحدٍ يتوضَّأُ فيُحسنُ الوضوءَ، ويُصلِّي رَكعتينِ، يُقبِلُ بقلبِه ووجهِه عليهما، إلَّا وجبتْ له الجَنَّةُ “Tidaklah seorang yang berwudu dan menyempurnakan wudunya, lalu salat dua rakaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya, melainkan wajib baginya surga.” (HR. Muslim no. 234) Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surga Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Bilal pada waktu salat Subuh, يا بلالُ، حدِّثْني بأرْجَى عملٍ عَمِلتَه في الإسلامِ؛ فإنِّي سمِعتُ دَفَّ نَعْلَيك بين يَديَّ في الجَنَّة؟ “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang paling engkau harapkan dalam Islam, karena aku mendengar suara langkah-langkah sandalmu di hadapanku di surga.” Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ما عملتُ عملًا أرْجَى عندي: أَنِّي لم أتطهَّرْ طُهورًا، في ساعةِ ليلٍ أو نَهار، إلَّا صليتُ بذلك الطُّهورِ ما كُتِبَ لي أنْ أُصلِّي “Amalan yang paling aku harapkan adalah bahwa aku tidak berwudu, baik di waktu malam atau siang, kecuali aku melaksanakan salat dengan wudu tersebut sebanyak yang ditetapkan bagiku untuk melakukannya.” (HR. Bukhari no. 1149 dan Muslim no. 2458) [2] Baca juga: Fikih Salat Sunah Qabliyah Jumat Tata cara pelaksanaannya Segera setelah selesai berwudu Waktu terbaik untuk melaksanakan salat ini adalah segera setelah selesai berwudu, sehingga tidak ada jeda panjang antara wudu dan salat, karena salat ini berkaitan dengan wudu. Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengutip perkataan Ibnu Al-Jauzi, فيه الحث على الصلاة عقب الوضوء لئلا يبقى الوضوء خاليًا عن مقصوده “Di dalamnya terdapat anjuran untuk melaksanakan salat segera setelah wudu, agar wudu tidak terlewatkan dari tujuan utamanya.” [3] Ada perbedaan pendapat tentang batas waktu pelaksanaan salat ini. Sebagian mengatakan bahwa salat ini terlewat jika seseorang mengabaikannya, sebagian lainnya menyebutkan bahwa salat ini terlewat jika jedanya terlalu lama, dan ada juga yang berpendapat bahwa salat ini hanya terlewat jika terjadi hadas. [4] Khusyuk dalam salat Ketika melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu, hendaknya memperhatikan bahwa keutamaan salat ini disyaratkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, يقبل عليهما بقلبه ووجهه “Ia menghadap dengan hati dan wajahnya,” serta sabda beliau, لا يحدث فيهما نفسه “Tidak membicarakan hal-hal lain di dalamnya.” Terdapat pula riwayat yang menyatakan, لا تغتروا “janganlah kalian tertipu.” [5] Melaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkan Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa orang yang berwudu disunahkan untuk melaksanakan salat sunah wudu di luar waktu-waktu yang dimakruhkan untuk salat. Waktu-waktu yang dimakruhkan ini adalah lima waktu yang dilarang untuk melaksanakan salat. Hal ini karena meninggalkan yang makruh lebih utama daripada melakukan amalan sunah. [6] Kesimpulan Disunahkan untuk melaksanakan salat dua rakaat setelah wudu dengan niat sebagai salat sunah wudu dan dilakukan dengan khusyuk, sebagaimana terdapat anjuran dan dorongan dalam syariat. Sebaiknya, salat ini dilaksanakan segera setelah wudu agar tidak ada jeda yang panjang, dan dilakukan di luar waktu-waktu yang dilarang untuk salat, demi menghindari perbedaan pendapat. Demikian, semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa menjaga dan mengamalkan sunah-sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta menjadikannya sebagai pemberat amal kebaikan di akhirat kelak. Baca juga: Fikih Salat Sunah Mutlak *** Rumdin PPIA Sragen, 1 Jumadilawal 1446 H Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, th. 2006. Tim Ulama Kuwait. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah. Mesir: Dar Shofwah, cetakan ke-1, th. 1421 (Maktabah Syamilah).   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1274 [2] Ibid [3] Fathul Bari, 3: 34. [4] Lihat: https://www.dar-alifta.org/ar/fatawa/18428/حكم صلاة-ركعتين-سنة-الوضوء-بعده [5] Bughyat Al-Mutathawwi’ fi Shalat At-Tatawwu’, hal. 89. [6] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 43: 379.


Daftar Isi Toggle Keutamaan salat dua rakaat setelah wuduPengampunan dosa yang telah laluDijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk)Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surgaTata cara pelaksanaannyaSegera setelah selesai berwuduKhusyuk dalam salatMelaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkanKesimpulan Salat merupakan ibadah yang sangat utama dalam Islam, dan salat sunah memiliki kedudukan istimewa di antara amalan-amalan tambahan (nawafil) lainnya. Salat sunah dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala dan mendatangkan berbagai keutamaan berdasarkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi, وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah, hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari no. 6502) Di antara salat-salat sunah adalah salat sunah wudu. Dianjurkan untuk melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu sebagaimana yang dinyatakan oleh mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali. Pendapat ini juga dipegang oleh Qadhi Iyadh dari mazhab Maliki, serta oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah. [1] Dalam artikel ini, kita akan mengulas keutamaan-keutamaan salat sunah setelah wudu beserta tata caranya berdasarkan dalil-dalil yang sahih dari Al-Qur’an dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga pembahasan ini bermanfaat dalam meningkatkan kecintaan kita terhadap amalan sunah dan mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala. Keutamaan salat dua rakaat setelah wudu Sebagai bagian dari salat sunah, salat ini memiliki keutamaan sebagaimana salat-salat sunah lainnya, seperti ketinggian derajat dan penghapusan dosa. Secara khusus, salat ini memiliki keutamaan-keutamaan tersendiri, di antaranya: Pengampunan dosa yang telah lalu Dari ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, terkait dengan tata cara wudu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, مَن توضَّأ نحوَ وُضوئِي هذا، ثم قام فرَكَع رَكعتينِ لا يُحدِّثُ فيهما نفْسَه، غُفِرَ له ما تَقدَّم من ذنبِه “Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku ini, lalu melaksanakan salat dua rakaat tanpa berbicara kepada dirinya sendiri (khusyuk), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 226) Dijanjikan masuk surga (bagi yang khusyuk) Dari ‘Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ما من أحدٍ يتوضَّأُ فيُحسنُ الوضوءَ، ويُصلِّي رَكعتينِ، يُقبِلُ بقلبِه ووجهِه عليهما، إلَّا وجبتْ له الجَنَّةُ “Tidaklah seorang yang berwudu dan menyempurnakan wudunya, lalu salat dua rakaat dengan menghadapkan hati dan wajahnya, melainkan wajib baginya surga.” (HR. Muslim no. 234) Mengantarkan ke surga hingga Nabi mendengar suara langkahnya di surga Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Bilal pada waktu salat Subuh, يا بلالُ، حدِّثْني بأرْجَى عملٍ عَمِلتَه في الإسلامِ؛ فإنِّي سمِعتُ دَفَّ نَعْلَيك بين يَديَّ في الجَنَّة؟ “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang paling engkau harapkan dalam Islam, karena aku mendengar suara langkah-langkah sandalmu di hadapanku di surga.” Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ما عملتُ عملًا أرْجَى عندي: أَنِّي لم أتطهَّرْ طُهورًا، في ساعةِ ليلٍ أو نَهار، إلَّا صليتُ بذلك الطُّهورِ ما كُتِبَ لي أنْ أُصلِّي “Amalan yang paling aku harapkan adalah bahwa aku tidak berwudu, baik di waktu malam atau siang, kecuali aku melaksanakan salat dengan wudu tersebut sebanyak yang ditetapkan bagiku untuk melakukannya.” (HR. Bukhari no. 1149 dan Muslim no. 2458) [2] Baca juga: Fikih Salat Sunah Qabliyah Jumat Tata cara pelaksanaannya Segera setelah selesai berwudu Waktu terbaik untuk melaksanakan salat ini adalah segera setelah selesai berwudu, sehingga tidak ada jeda panjang antara wudu dan salat, karena salat ini berkaitan dengan wudu. Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengutip perkataan Ibnu Al-Jauzi, فيه الحث على الصلاة عقب الوضوء لئلا يبقى الوضوء خاليًا عن مقصوده “Di dalamnya terdapat anjuran untuk melaksanakan salat segera setelah wudu, agar wudu tidak terlewatkan dari tujuan utamanya.” [3] Ada perbedaan pendapat tentang batas waktu pelaksanaan salat ini. Sebagian mengatakan bahwa salat ini terlewat jika seseorang mengabaikannya, sebagian lainnya menyebutkan bahwa salat ini terlewat jika jedanya terlalu lama, dan ada juga yang berpendapat bahwa salat ini hanya terlewat jika terjadi hadas. [4] Khusyuk dalam salat Ketika melaksanakan dua rakaat salat setelah wudu, hendaknya memperhatikan bahwa keutamaan salat ini disyaratkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, يقبل عليهما بقلبه ووجهه “Ia menghadap dengan hati dan wajahnya,” serta sabda beliau, لا يحدث فيهما نفسه “Tidak membicarakan hal-hal lain di dalamnya.” Terdapat pula riwayat yang menyatakan, لا تغتروا “janganlah kalian tertipu.” [5] Melaksanakannya di luar waktu yang dimakruhkan Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa orang yang berwudu disunahkan untuk melaksanakan salat sunah wudu di luar waktu-waktu yang dimakruhkan untuk salat. Waktu-waktu yang dimakruhkan ini adalah lima waktu yang dilarang untuk melaksanakan salat. Hal ini karena meninggalkan yang makruh lebih utama daripada melakukan amalan sunah. [6] Kesimpulan Disunahkan untuk melaksanakan salat dua rakaat setelah wudu dengan niat sebagai salat sunah wudu dan dilakukan dengan khusyuk, sebagaimana terdapat anjuran dan dorongan dalam syariat. Sebaiknya, salat ini dilaksanakan segera setelah wudu agar tidak ada jeda yang panjang, dan dilakukan di luar waktu-waktu yang dilarang untuk salat, demi menghindari perbedaan pendapat. Demikian, semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk senantiasa menjaga dan mengamalkan sunah-sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, serta menjadikannya sebagai pemberat amal kebaikan di akhirat kelak. Baca juga: Fikih Salat Sunah Mutlak *** Rumdin PPIA Sragen, 1 Jumadilawal 1446 H Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab Artikel: Muslim.or.id   Referensi utama: Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, th. 2006. Tim Ulama Kuwait. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah. Mesir: Dar Shofwah, cetakan ke-1, th. 1421 (Maktabah Syamilah).   Catatan kaki: [1] Lihat: https://dorar.net/feqhia/1274 [2] Ibid [3] Fathul Bari, 3: 34. [4] Lihat: https://www.dar-alifta.org/ar/fatawa/18428/حكم صلاة-ركعتين-سنة-الوضوء-بعده [5] Bughyat Al-Mutathawwi’ fi Shalat At-Tatawwu’, hal. 89. [6] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 43: 379.

Inilah 2 Orang: Satu Paling Dibenci & Satunya Paling Dicintai Allah – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Laki-laki yang paling dibenci Allah adalah al-Aladd al-Khoshim.” Makna al-Aladd adalah orang yang sangat keras dalam bermusuhan dan sering berdebat. Sedangkan makna al-Khoshim adalah orang yang selalu berselisih dan sering terlibat dalam pertengkaran dengan orang lain. Sifat ini dapat kita temui pada beberapa orang. Ada beberapa orang yang punya sikap keras dalam bermusuhan dan suka sekali bertengkar. Dia banyak sekali berselisih dengan orang lain. Dia punya banyak masalah dan perselisihan dengan orang lain. Dan juga, ketika dia sedang berselisih dengan seseorang, dia sangat keras dalam perselisihan. Dia sangat suka berdebat, keras kepala, dan sangat keras dalam berselisih. Serta banyak punya masalah dan banyak berseteru. Orang dengan sifat seperti ini adalah orang yang paling dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh sebab itu, dalam hadits yang shahih ini, Nabi ‘alaihis shalatu wassalam bersabda, “Laki-laki yang paling dibenci…” Ini dalam konteks mayoritasnya, karena ini juga mencakup kaum wanita. “al-Aladd al-Khoshim” adalah orang yang banyak dan sangat keras dalam berselisih. Lalu di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, ketika beliau ditanya, “Siapa manusia yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang jujur lisannya dan jernih hatinya.” Para sahabat menanggapi, “Wahai Rasulullah, kami paham maksud orang yang jujur lisannya, tapi apa maksud orang yang jernih hatinya?” Beliau menjawab, “Dia adalah orang yang bertakwa dan bersih hatinya tidak menyimpan dosa, tidak ada kezaliman, tidak ada dendam, dan tidak ada kedengkian (dalam hatinya).” Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih. Inilah makna orang yang jernih hatinya, yakni yang bertakwa dan bersih hatinya. Yang tidak menyimpan dosa dan kezaliman. Tidak bersikap zalim terhadap orang lain. Tidak punya kebencian dan hasad, hatinya bersih. Jauh dari dendam dan hasad. Dia menyukai untuk saudara-saudara muslimnya apa yang dia sukai untuk dirinya sendiri. Dia membenci untuk mereka apa yang dia benci untuk dirinya sendiri. Inilah orang yang paling baik. ==== جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ وَمَعْنَى الْأَلَدِّ أَيْ شَدِيدُ الْخُصُومَةِ كَثِيرُ الْجَدَلِ وَالْخَصِمُ دَائِمُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ خُصُومَةٍ وَهَذَا نَجِدُهُ مِنْ بَعْضِ النَّاسِ تَجِدُ بَعْضَ النَّاسِ عِنْدَهُ شِدَّةُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ الْخُصُومَاتِ كَثِيرُ الْخُصُومَاتِ مَعَ النَّاسِ يَعْنِي عِنْدَهُ كَثْرَةُ مَشَاكِلَ وَخُصُومَاتٍ مَعَ النَّاسِ وَأَيْضًا إِذَا خَاصَمَ أَحَدًا يَكُونُ شَدِيدَ الْخُصُومَةِ مَعَهُمْ يَكُونُ جَدَلِيًّا مُعَانِدًا شَدِيدَ الْخُصُومَةِ كَثِيرَ الْمَشَاكِلِ كَثِيرَ الْخُصُومَاتِ هَذَا الصِّنْفُ مِنَ النَّاسِ هُوَ أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِهَذَا فِي هَذَا الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ يَقُولُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَبْغَضُ الرِّجَالِ وَهَذَا مِنْ بَابِ التَّغْلِيبِ وَإِلَّا فَإِنَّهُ يَشْمَلُ النِّسَاءَ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ كَثِيرُ الْخُصُومَةِ وَشَدِيدُ الْخُصُومَةِ وَفِي الْمُقَابِلِ يُخْبِرُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا سُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ صَدُوقُ اللِّسَانِ مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ هَذَا هُوَ مَخْمُومُ الْقَلْبِ التَّقِيُّ النَّقِيُّ الَّذِي لَا إِثْمَ عِنْدَهُ وَلَا بَغْيَ لَا يَعْتَدِي عَلَى الْآخَرِينَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ سَلِيمُ الصَّدْرِ بَعِيدٌ عَنِ الأَحْقَادِ وَبَعِيدٌ عَنِ الْحَسَدِ يُحِبُّ لِإِخْوَانِهِ الْمُسْلِمِينَ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ وَيَكْرَهُ لَهُمْ مَا يَكْرَهُ لِنَفْسِهِ هَذَا هُوَ أَفْضَلُ النَّاسِ

Inilah 2 Orang: Satu Paling Dibenci & Satunya Paling Dicintai Allah – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Laki-laki yang paling dibenci Allah adalah al-Aladd al-Khoshim.” Makna al-Aladd adalah orang yang sangat keras dalam bermusuhan dan sering berdebat. Sedangkan makna al-Khoshim adalah orang yang selalu berselisih dan sering terlibat dalam pertengkaran dengan orang lain. Sifat ini dapat kita temui pada beberapa orang. Ada beberapa orang yang punya sikap keras dalam bermusuhan dan suka sekali bertengkar. Dia banyak sekali berselisih dengan orang lain. Dia punya banyak masalah dan perselisihan dengan orang lain. Dan juga, ketika dia sedang berselisih dengan seseorang, dia sangat keras dalam perselisihan. Dia sangat suka berdebat, keras kepala, dan sangat keras dalam berselisih. Serta banyak punya masalah dan banyak berseteru. Orang dengan sifat seperti ini adalah orang yang paling dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh sebab itu, dalam hadits yang shahih ini, Nabi ‘alaihis shalatu wassalam bersabda, “Laki-laki yang paling dibenci…” Ini dalam konteks mayoritasnya, karena ini juga mencakup kaum wanita. “al-Aladd al-Khoshim” adalah orang yang banyak dan sangat keras dalam berselisih. Lalu di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, ketika beliau ditanya, “Siapa manusia yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang jujur lisannya dan jernih hatinya.” Para sahabat menanggapi, “Wahai Rasulullah, kami paham maksud orang yang jujur lisannya, tapi apa maksud orang yang jernih hatinya?” Beliau menjawab, “Dia adalah orang yang bertakwa dan bersih hatinya tidak menyimpan dosa, tidak ada kezaliman, tidak ada dendam, dan tidak ada kedengkian (dalam hatinya).” Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih. Inilah makna orang yang jernih hatinya, yakni yang bertakwa dan bersih hatinya. Yang tidak menyimpan dosa dan kezaliman. Tidak bersikap zalim terhadap orang lain. Tidak punya kebencian dan hasad, hatinya bersih. Jauh dari dendam dan hasad. Dia menyukai untuk saudara-saudara muslimnya apa yang dia sukai untuk dirinya sendiri. Dia membenci untuk mereka apa yang dia benci untuk dirinya sendiri. Inilah orang yang paling baik. ==== جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ وَمَعْنَى الْأَلَدِّ أَيْ شَدِيدُ الْخُصُومَةِ كَثِيرُ الْجَدَلِ وَالْخَصِمُ دَائِمُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ خُصُومَةٍ وَهَذَا نَجِدُهُ مِنْ بَعْضِ النَّاسِ تَجِدُ بَعْضَ النَّاسِ عِنْدَهُ شِدَّةُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ الْخُصُومَاتِ كَثِيرُ الْخُصُومَاتِ مَعَ النَّاسِ يَعْنِي عِنْدَهُ كَثْرَةُ مَشَاكِلَ وَخُصُومَاتٍ مَعَ النَّاسِ وَأَيْضًا إِذَا خَاصَمَ أَحَدًا يَكُونُ شَدِيدَ الْخُصُومَةِ مَعَهُمْ يَكُونُ جَدَلِيًّا مُعَانِدًا شَدِيدَ الْخُصُومَةِ كَثِيرَ الْمَشَاكِلِ كَثِيرَ الْخُصُومَاتِ هَذَا الصِّنْفُ مِنَ النَّاسِ هُوَ أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِهَذَا فِي هَذَا الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ يَقُولُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَبْغَضُ الرِّجَالِ وَهَذَا مِنْ بَابِ التَّغْلِيبِ وَإِلَّا فَإِنَّهُ يَشْمَلُ النِّسَاءَ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ كَثِيرُ الْخُصُومَةِ وَشَدِيدُ الْخُصُومَةِ وَفِي الْمُقَابِلِ يُخْبِرُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا سُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ صَدُوقُ اللِّسَانِ مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ هَذَا هُوَ مَخْمُومُ الْقَلْبِ التَّقِيُّ النَّقِيُّ الَّذِي لَا إِثْمَ عِنْدَهُ وَلَا بَغْيَ لَا يَعْتَدِي عَلَى الْآخَرِينَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ سَلِيمُ الصَّدْرِ بَعِيدٌ عَنِ الأَحْقَادِ وَبَعِيدٌ عَنِ الْحَسَدِ يُحِبُّ لِإِخْوَانِهِ الْمُسْلِمِينَ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ وَيَكْرَهُ لَهُمْ مَا يَكْرَهُ لِنَفْسِهِ هَذَا هُوَ أَفْضَلُ النَّاسِ
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Laki-laki yang paling dibenci Allah adalah al-Aladd al-Khoshim.” Makna al-Aladd adalah orang yang sangat keras dalam bermusuhan dan sering berdebat. Sedangkan makna al-Khoshim adalah orang yang selalu berselisih dan sering terlibat dalam pertengkaran dengan orang lain. Sifat ini dapat kita temui pada beberapa orang. Ada beberapa orang yang punya sikap keras dalam bermusuhan dan suka sekali bertengkar. Dia banyak sekali berselisih dengan orang lain. Dia punya banyak masalah dan perselisihan dengan orang lain. Dan juga, ketika dia sedang berselisih dengan seseorang, dia sangat keras dalam perselisihan. Dia sangat suka berdebat, keras kepala, dan sangat keras dalam berselisih. Serta banyak punya masalah dan banyak berseteru. Orang dengan sifat seperti ini adalah orang yang paling dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh sebab itu, dalam hadits yang shahih ini, Nabi ‘alaihis shalatu wassalam bersabda, “Laki-laki yang paling dibenci…” Ini dalam konteks mayoritasnya, karena ini juga mencakup kaum wanita. “al-Aladd al-Khoshim” adalah orang yang banyak dan sangat keras dalam berselisih. Lalu di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, ketika beliau ditanya, “Siapa manusia yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang jujur lisannya dan jernih hatinya.” Para sahabat menanggapi, “Wahai Rasulullah, kami paham maksud orang yang jujur lisannya, tapi apa maksud orang yang jernih hatinya?” Beliau menjawab, “Dia adalah orang yang bertakwa dan bersih hatinya tidak menyimpan dosa, tidak ada kezaliman, tidak ada dendam, dan tidak ada kedengkian (dalam hatinya).” Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih. Inilah makna orang yang jernih hatinya, yakni yang bertakwa dan bersih hatinya. Yang tidak menyimpan dosa dan kezaliman. Tidak bersikap zalim terhadap orang lain. Tidak punya kebencian dan hasad, hatinya bersih. Jauh dari dendam dan hasad. Dia menyukai untuk saudara-saudara muslimnya apa yang dia sukai untuk dirinya sendiri. Dia membenci untuk mereka apa yang dia benci untuk dirinya sendiri. Inilah orang yang paling baik. ==== جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ وَمَعْنَى الْأَلَدِّ أَيْ شَدِيدُ الْخُصُومَةِ كَثِيرُ الْجَدَلِ وَالْخَصِمُ دَائِمُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ خُصُومَةٍ وَهَذَا نَجِدُهُ مِنْ بَعْضِ النَّاسِ تَجِدُ بَعْضَ النَّاسِ عِنْدَهُ شِدَّةُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ الْخُصُومَاتِ كَثِيرُ الْخُصُومَاتِ مَعَ النَّاسِ يَعْنِي عِنْدَهُ كَثْرَةُ مَشَاكِلَ وَخُصُومَاتٍ مَعَ النَّاسِ وَأَيْضًا إِذَا خَاصَمَ أَحَدًا يَكُونُ شَدِيدَ الْخُصُومَةِ مَعَهُمْ يَكُونُ جَدَلِيًّا مُعَانِدًا شَدِيدَ الْخُصُومَةِ كَثِيرَ الْمَشَاكِلِ كَثِيرَ الْخُصُومَاتِ هَذَا الصِّنْفُ مِنَ النَّاسِ هُوَ أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِهَذَا فِي هَذَا الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ يَقُولُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَبْغَضُ الرِّجَالِ وَهَذَا مِنْ بَابِ التَّغْلِيبِ وَإِلَّا فَإِنَّهُ يَشْمَلُ النِّسَاءَ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ كَثِيرُ الْخُصُومَةِ وَشَدِيدُ الْخُصُومَةِ وَفِي الْمُقَابِلِ يُخْبِرُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا سُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ صَدُوقُ اللِّسَانِ مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ هَذَا هُوَ مَخْمُومُ الْقَلْبِ التَّقِيُّ النَّقِيُّ الَّذِي لَا إِثْمَ عِنْدَهُ وَلَا بَغْيَ لَا يَعْتَدِي عَلَى الْآخَرِينَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ سَلِيمُ الصَّدْرِ بَعِيدٌ عَنِ الأَحْقَادِ وَبَعِيدٌ عَنِ الْحَسَدِ يُحِبُّ لِإِخْوَانِهِ الْمُسْلِمِينَ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ وَيَكْرَهُ لَهُمْ مَا يَكْرَهُ لِنَفْسِهِ هَذَا هُوَ أَفْضَلُ النَّاسِ


Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Laki-laki yang paling dibenci Allah adalah al-Aladd al-Khoshim.” Makna al-Aladd adalah orang yang sangat keras dalam bermusuhan dan sering berdebat. Sedangkan makna al-Khoshim adalah orang yang selalu berselisih dan sering terlibat dalam pertengkaran dengan orang lain. Sifat ini dapat kita temui pada beberapa orang. Ada beberapa orang yang punya sikap keras dalam bermusuhan dan suka sekali bertengkar. Dia banyak sekali berselisih dengan orang lain. Dia punya banyak masalah dan perselisihan dengan orang lain. Dan juga, ketika dia sedang berselisih dengan seseorang, dia sangat keras dalam perselisihan. Dia sangat suka berdebat, keras kepala, dan sangat keras dalam berselisih. Serta banyak punya masalah dan banyak berseteru. Orang dengan sifat seperti ini adalah orang yang paling dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh sebab itu, dalam hadits yang shahih ini, Nabi ‘alaihis shalatu wassalam bersabda, “Laki-laki yang paling dibenci…” Ini dalam konteks mayoritasnya, karena ini juga mencakup kaum wanita. “al-Aladd al-Khoshim” adalah orang yang banyak dan sangat keras dalam berselisih. Lalu di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, ketika beliau ditanya, “Siapa manusia yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang jujur lisannya dan jernih hatinya.” Para sahabat menanggapi, “Wahai Rasulullah, kami paham maksud orang yang jujur lisannya, tapi apa maksud orang yang jernih hatinya?” Beliau menjawab, “Dia adalah orang yang bertakwa dan bersih hatinya tidak menyimpan dosa, tidak ada kezaliman, tidak ada dendam, dan tidak ada kedengkian (dalam hatinya).” Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih. Inilah makna orang yang jernih hatinya, yakni yang bertakwa dan bersih hatinya. Yang tidak menyimpan dosa dan kezaliman. Tidak bersikap zalim terhadap orang lain. Tidak punya kebencian dan hasad, hatinya bersih. Jauh dari dendam dan hasad. Dia menyukai untuk saudara-saudara muslimnya apa yang dia sukai untuk dirinya sendiri. Dia membenci untuk mereka apa yang dia benci untuk dirinya sendiri. Inilah orang yang paling baik. ==== جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ وَمَعْنَى الْأَلَدِّ أَيْ شَدِيدُ الْخُصُومَةِ كَثِيرُ الْجَدَلِ وَالْخَصِمُ دَائِمُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ خُصُومَةٍ وَهَذَا نَجِدُهُ مِنْ بَعْضِ النَّاسِ تَجِدُ بَعْضَ النَّاسِ عِنْدَهُ شِدَّةُ خُصُومَةٍ وَكَثِيرُ الْخُصُومَاتِ كَثِيرُ الْخُصُومَاتِ مَعَ النَّاسِ يَعْنِي عِنْدَهُ كَثْرَةُ مَشَاكِلَ وَخُصُومَاتٍ مَعَ النَّاسِ وَأَيْضًا إِذَا خَاصَمَ أَحَدًا يَكُونُ شَدِيدَ الْخُصُومَةِ مَعَهُمْ يَكُونُ جَدَلِيًّا مُعَانِدًا شَدِيدَ الْخُصُومَةِ كَثِيرَ الْمَشَاكِلِ كَثِيرَ الْخُصُومَاتِ هَذَا الصِّنْفُ مِنَ النَّاسِ هُوَ أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِهَذَا فِي هَذَا الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ يَقُولُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَبْغَضُ الرِّجَالِ وَهَذَا مِنْ بَابِ التَّغْلِيبِ وَإِلَّا فَإِنَّهُ يَشْمَلُ النِّسَاءَ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ كَثِيرُ الْخُصُومَةِ وَشَدِيدُ الْخُصُومَةِ وَفِي الْمُقَابِلِ يُخْبِرُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا سُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ صَدُوقُ اللِّسَانِ مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ هَذَا هُوَ مَخْمُومُ الْقَلْبِ التَّقِيُّ النَّقِيُّ الَّذِي لَا إِثْمَ عِنْدَهُ وَلَا بَغْيَ لَا يَعْتَدِي عَلَى الْآخَرِينَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ سَلِيمُ الصَّدْرِ بَعِيدٌ عَنِ الأَحْقَادِ وَبَعِيدٌ عَنِ الْحَسَدِ يُحِبُّ لِإِخْوَانِهِ الْمُسْلِمِينَ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ وَيَكْرَهُ لَهُمْ مَا يَكْرَهُ لِنَفْسِهِ هَذَا هُوَ أَفْضَلُ النَّاسِ

Tiga Keadaan Hati Manusia

Daftar Isi Toggle Qalbun salimHati yang mati (Qalbun mayyit)Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati bagaikan raja bagi seluruh anggota badan. Sebagaimana raja mengatur dan memerintah para rakyat dan pasukannya, maka demikianlah hati, segala amalan lahiriah diatur dan diperintah oleh hati. Hati adalah raja, karena seluruh amalan lahiriah akan terlahir ketika ada niatan atau kehendak dalam hati. Hatilah yang memerintah anggota badan, dan anggota badan melaksanakan perintah hati. Maka, baik buruk lahiriah manusia sangat dipengaruhi oleh baik buruknya hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ “Ketahuilah, bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad pun menjadi baik. Dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah qalbu (hati).” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599) Seorang hamba yang ingin menyucikan jiwanya, dia harus memberikan perhatian yang besar terhadap hatinya. Dan tentunya dia harus mengetahui bagaimana keadaan-keadaan hati manusia, agar dia mengetahui hati seperti apa yang seharusnya dia miliki agar mendapatkan kebaikan. Para ulama telah menjelaskan bahwa hati manusia bisa hidup dan bisa mati, sebagaimana jasad manusia. Maka, sebagaimana jasad manusia ada yang hidup dengan sehat dan ada yang sakit, demikian pula halnya dengan hati. Sehingga, keadaan hati manusia bisa dibagi menjadi tiga macam sesuai dengan sifat kehidupan yang ada padanya: hati yang hidup dengan sehat, hati yang hidup dengan penyakit, dan hati yang mati. Berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang tiga macam keadaan hati manusia tersebut. Qalbun salim Qalbun salim adalah keadaan hati yang paling baik. Hati ini akan menyebabkan pemiliknya mendapatkan keselamatan di hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman, يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89) Qalbun salim adalah hati yang senantiasa memiliki sifat keselamatan. Dialah hati yang sehat dan tidak sakit. Tentang definisinya, maka para ulama telah mengungkapkannya dengan berbagai macam ungkapan yang berbeda-beda. Dan penjelasan yang mencakup semua ungkapan itu adalah bahwa qalbun salim adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang menyelisihi perintah dan larangan Allah, dan selamat dari setiap syubhat yang bertentangan dengan kabar berita dari-Nya. Maka, hati ini selamat dari penghambaan kepada selain Allah dan selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Maka, hati ini selamat dari kesyirikan kepada Allah dengan berbagai bentuknya. Hati ini secara murni hanya menghamba kepada Allah saja; baik dalam kehendak, kecintaan, tawakal (penyandaran hati), inabah (sikap senantiasa kembali), ketundukan, kekhusyukan, dan harapan. Dan amal perbuatan yang muncul dari hati ini pun murni hanya untuk Allah saja. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena Allah. Jika membenci, maka dia membenci karena Allah. Jika memberi, maka memberi karena Allah. Dan jika tidak mau memberi, maka juga karena Allah. Di samping itu, hati ini juga selamat dari ketaatan kepada selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Hati ini memiliki ikatan yang kuat untuk hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja. Dia hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkataan dan amalan, baik perkataan hati dan lisan, maupun amalan hati dan anggota badan. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi hakim atasnya pada keyakinan, perkataan, dan amal perbuatannya. Dia tidak mendahulukan sesuatu pun atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal itu semua, sebagaimana Allah telah berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya.” (QS. Al-Hujurat: 1) Inilah hakikat qalbun salim yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan bagi pemiliknya. Baca juga: Tiga Keadaan Orang Beriman Ketika Masuk Surga Hati yang mati (Qalbun mayyit) Adalah hati yang tidak memiliki kehidupan. Hati ini tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah kepada-Nya dengan apa yang dicintai dan diridai oleh-Nya. Akan tetapi, hati ini hanya mengikuti syahwat dan kesenangan nafsunya, meskipun menyebabkan kemurkaan dan kemarahan Rabbnya. Jika dia bisa meraih syahwat dan keinginannya, maka dia tidak peduli apakah Allah rida atau murka. Hati ini menghamba kepada selain Allah, dengan kecintaan, rasa takut, harapan, keridaan, kemurkaan, pengagungan, dan perendahan dirinya. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena hawa nafusnya. Jika membenci, dia membenci karena hawa nafsunya. Jika memberi, maka karena hawa nafsunya. Dan jika mencegah pemberian, juga karena hawa nafsunya. Maka, hawa nafsunya lebih dia utamakan dan lebih dia cintai daripada keridaan Allah. Hawa nafsu telah menjadi imamnya, syahwat menjadi penuntunnya, kebodohan menjadi pengendalinya, dan kelalaian telah menjadi kendaraannya. Pikirannya dipenuhi dengan usaha meraih tujuan-tujuan dunia. Kecintaan terhadap dunia telah menutupi hatinya. Apabila dia diseru dan dinasihati untuk kembali kepada Allah dan untuk menggapai negeri akhirat, dia tidak menyambut seruan orang yang menasihatinya. Bahkan, dia malah mengikuti setan yang durhaka. Kemurkaan dan keridaannya tergantung kepada dunia. Dan hawa nafsu telah menjadikannya buta dan tuli dari kebenaran. Berteman, bergaul, dan duduk bersama dengan pemilik hati yang mati adalah penyakit, racun, dan kebinasaan. Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati ini masih memiliki kehidupan. Namun, hati ini memiliki penyakit. Dalam hati ini terdapat dua unsur yang saling tarik menarik: unsur kehidupan dan unsur penyakit. Maka, hati ini akan dikuasai oleh unsur yang dominan dari keduanya. Maka, dalam hati ini, terdapat kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakal kepada Allah yang merupakan unsur kehidupannya. Akan tetapi, dalam hati ini juga terdapat unsur-unsur yang membawanya kepada kebinasaan. Seperti: kecintaan kepada syahwat (kesenangan jiwa), keinginan untuk meraih dan mendahulukan syahwatnya, sifat hasad, kesombongan, ujub (bangga diri), kecintaan terhadap kepemimpinan yang bisa menyebabkan keangkuhan dan kerusakan di muka bumi, dan lain sebagainya. Maka, hati ini diuji oleh dua dorongan: dorongan yang menyerunya menuju Allah, Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan negeri akhirat, dan dorongan yang menyerunya menuju kesenangan dunia yang sementara. Dan mana saja yang paling dekat dengan hati dari dua dorongan tersebut, itulah yang akan disambut seruannya. Baca juga: Tolok Ukur Kesuksesan Manusia *** Penulis: Abu Ubaidillah Apri Hernowo Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Disarikan dari Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatil Lahafan fii Mashayidisy Syaithan, hal. 30-37.

Tiga Keadaan Hati Manusia

Daftar Isi Toggle Qalbun salimHati yang mati (Qalbun mayyit)Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati bagaikan raja bagi seluruh anggota badan. Sebagaimana raja mengatur dan memerintah para rakyat dan pasukannya, maka demikianlah hati, segala amalan lahiriah diatur dan diperintah oleh hati. Hati adalah raja, karena seluruh amalan lahiriah akan terlahir ketika ada niatan atau kehendak dalam hati. Hatilah yang memerintah anggota badan, dan anggota badan melaksanakan perintah hati. Maka, baik buruk lahiriah manusia sangat dipengaruhi oleh baik buruknya hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ “Ketahuilah, bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad pun menjadi baik. Dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah qalbu (hati).” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599) Seorang hamba yang ingin menyucikan jiwanya, dia harus memberikan perhatian yang besar terhadap hatinya. Dan tentunya dia harus mengetahui bagaimana keadaan-keadaan hati manusia, agar dia mengetahui hati seperti apa yang seharusnya dia miliki agar mendapatkan kebaikan. Para ulama telah menjelaskan bahwa hati manusia bisa hidup dan bisa mati, sebagaimana jasad manusia. Maka, sebagaimana jasad manusia ada yang hidup dengan sehat dan ada yang sakit, demikian pula halnya dengan hati. Sehingga, keadaan hati manusia bisa dibagi menjadi tiga macam sesuai dengan sifat kehidupan yang ada padanya: hati yang hidup dengan sehat, hati yang hidup dengan penyakit, dan hati yang mati. Berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang tiga macam keadaan hati manusia tersebut. Qalbun salim Qalbun salim adalah keadaan hati yang paling baik. Hati ini akan menyebabkan pemiliknya mendapatkan keselamatan di hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman, يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89) Qalbun salim adalah hati yang senantiasa memiliki sifat keselamatan. Dialah hati yang sehat dan tidak sakit. Tentang definisinya, maka para ulama telah mengungkapkannya dengan berbagai macam ungkapan yang berbeda-beda. Dan penjelasan yang mencakup semua ungkapan itu adalah bahwa qalbun salim adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang menyelisihi perintah dan larangan Allah, dan selamat dari setiap syubhat yang bertentangan dengan kabar berita dari-Nya. Maka, hati ini selamat dari penghambaan kepada selain Allah dan selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Maka, hati ini selamat dari kesyirikan kepada Allah dengan berbagai bentuknya. Hati ini secara murni hanya menghamba kepada Allah saja; baik dalam kehendak, kecintaan, tawakal (penyandaran hati), inabah (sikap senantiasa kembali), ketundukan, kekhusyukan, dan harapan. Dan amal perbuatan yang muncul dari hati ini pun murni hanya untuk Allah saja. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena Allah. Jika membenci, maka dia membenci karena Allah. Jika memberi, maka memberi karena Allah. Dan jika tidak mau memberi, maka juga karena Allah. Di samping itu, hati ini juga selamat dari ketaatan kepada selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Hati ini memiliki ikatan yang kuat untuk hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja. Dia hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkataan dan amalan, baik perkataan hati dan lisan, maupun amalan hati dan anggota badan. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi hakim atasnya pada keyakinan, perkataan, dan amal perbuatannya. Dia tidak mendahulukan sesuatu pun atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal itu semua, sebagaimana Allah telah berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya.” (QS. Al-Hujurat: 1) Inilah hakikat qalbun salim yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan bagi pemiliknya. Baca juga: Tiga Keadaan Orang Beriman Ketika Masuk Surga Hati yang mati (Qalbun mayyit) Adalah hati yang tidak memiliki kehidupan. Hati ini tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah kepada-Nya dengan apa yang dicintai dan diridai oleh-Nya. Akan tetapi, hati ini hanya mengikuti syahwat dan kesenangan nafsunya, meskipun menyebabkan kemurkaan dan kemarahan Rabbnya. Jika dia bisa meraih syahwat dan keinginannya, maka dia tidak peduli apakah Allah rida atau murka. Hati ini menghamba kepada selain Allah, dengan kecintaan, rasa takut, harapan, keridaan, kemurkaan, pengagungan, dan perendahan dirinya. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena hawa nafusnya. Jika membenci, dia membenci karena hawa nafsunya. Jika memberi, maka karena hawa nafsunya. Dan jika mencegah pemberian, juga karena hawa nafsunya. Maka, hawa nafsunya lebih dia utamakan dan lebih dia cintai daripada keridaan Allah. Hawa nafsu telah menjadi imamnya, syahwat menjadi penuntunnya, kebodohan menjadi pengendalinya, dan kelalaian telah menjadi kendaraannya. Pikirannya dipenuhi dengan usaha meraih tujuan-tujuan dunia. Kecintaan terhadap dunia telah menutupi hatinya. Apabila dia diseru dan dinasihati untuk kembali kepada Allah dan untuk menggapai negeri akhirat, dia tidak menyambut seruan orang yang menasihatinya. Bahkan, dia malah mengikuti setan yang durhaka. Kemurkaan dan keridaannya tergantung kepada dunia. Dan hawa nafsu telah menjadikannya buta dan tuli dari kebenaran. Berteman, bergaul, dan duduk bersama dengan pemilik hati yang mati adalah penyakit, racun, dan kebinasaan. Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati ini masih memiliki kehidupan. Namun, hati ini memiliki penyakit. Dalam hati ini terdapat dua unsur yang saling tarik menarik: unsur kehidupan dan unsur penyakit. Maka, hati ini akan dikuasai oleh unsur yang dominan dari keduanya. Maka, dalam hati ini, terdapat kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakal kepada Allah yang merupakan unsur kehidupannya. Akan tetapi, dalam hati ini juga terdapat unsur-unsur yang membawanya kepada kebinasaan. Seperti: kecintaan kepada syahwat (kesenangan jiwa), keinginan untuk meraih dan mendahulukan syahwatnya, sifat hasad, kesombongan, ujub (bangga diri), kecintaan terhadap kepemimpinan yang bisa menyebabkan keangkuhan dan kerusakan di muka bumi, dan lain sebagainya. Maka, hati ini diuji oleh dua dorongan: dorongan yang menyerunya menuju Allah, Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan negeri akhirat, dan dorongan yang menyerunya menuju kesenangan dunia yang sementara. Dan mana saja yang paling dekat dengan hati dari dua dorongan tersebut, itulah yang akan disambut seruannya. Baca juga: Tolok Ukur Kesuksesan Manusia *** Penulis: Abu Ubaidillah Apri Hernowo Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Disarikan dari Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatil Lahafan fii Mashayidisy Syaithan, hal. 30-37.
Daftar Isi Toggle Qalbun salimHati yang mati (Qalbun mayyit)Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati bagaikan raja bagi seluruh anggota badan. Sebagaimana raja mengatur dan memerintah para rakyat dan pasukannya, maka demikianlah hati, segala amalan lahiriah diatur dan diperintah oleh hati. Hati adalah raja, karena seluruh amalan lahiriah akan terlahir ketika ada niatan atau kehendak dalam hati. Hatilah yang memerintah anggota badan, dan anggota badan melaksanakan perintah hati. Maka, baik buruk lahiriah manusia sangat dipengaruhi oleh baik buruknya hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ “Ketahuilah, bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad pun menjadi baik. Dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah qalbu (hati).” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599) Seorang hamba yang ingin menyucikan jiwanya, dia harus memberikan perhatian yang besar terhadap hatinya. Dan tentunya dia harus mengetahui bagaimana keadaan-keadaan hati manusia, agar dia mengetahui hati seperti apa yang seharusnya dia miliki agar mendapatkan kebaikan. Para ulama telah menjelaskan bahwa hati manusia bisa hidup dan bisa mati, sebagaimana jasad manusia. Maka, sebagaimana jasad manusia ada yang hidup dengan sehat dan ada yang sakit, demikian pula halnya dengan hati. Sehingga, keadaan hati manusia bisa dibagi menjadi tiga macam sesuai dengan sifat kehidupan yang ada padanya: hati yang hidup dengan sehat, hati yang hidup dengan penyakit, dan hati yang mati. Berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang tiga macam keadaan hati manusia tersebut. Qalbun salim Qalbun salim adalah keadaan hati yang paling baik. Hati ini akan menyebabkan pemiliknya mendapatkan keselamatan di hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman, يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89) Qalbun salim adalah hati yang senantiasa memiliki sifat keselamatan. Dialah hati yang sehat dan tidak sakit. Tentang definisinya, maka para ulama telah mengungkapkannya dengan berbagai macam ungkapan yang berbeda-beda. Dan penjelasan yang mencakup semua ungkapan itu adalah bahwa qalbun salim adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang menyelisihi perintah dan larangan Allah, dan selamat dari setiap syubhat yang bertentangan dengan kabar berita dari-Nya. Maka, hati ini selamat dari penghambaan kepada selain Allah dan selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Maka, hati ini selamat dari kesyirikan kepada Allah dengan berbagai bentuknya. Hati ini secara murni hanya menghamba kepada Allah saja; baik dalam kehendak, kecintaan, tawakal (penyandaran hati), inabah (sikap senantiasa kembali), ketundukan, kekhusyukan, dan harapan. Dan amal perbuatan yang muncul dari hati ini pun murni hanya untuk Allah saja. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena Allah. Jika membenci, maka dia membenci karena Allah. Jika memberi, maka memberi karena Allah. Dan jika tidak mau memberi, maka juga karena Allah. Di samping itu, hati ini juga selamat dari ketaatan kepada selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Hati ini memiliki ikatan yang kuat untuk hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja. Dia hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkataan dan amalan, baik perkataan hati dan lisan, maupun amalan hati dan anggota badan. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi hakim atasnya pada keyakinan, perkataan, dan amal perbuatannya. Dia tidak mendahulukan sesuatu pun atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal itu semua, sebagaimana Allah telah berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya.” (QS. Al-Hujurat: 1) Inilah hakikat qalbun salim yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan bagi pemiliknya. Baca juga: Tiga Keadaan Orang Beriman Ketika Masuk Surga Hati yang mati (Qalbun mayyit) Adalah hati yang tidak memiliki kehidupan. Hati ini tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah kepada-Nya dengan apa yang dicintai dan diridai oleh-Nya. Akan tetapi, hati ini hanya mengikuti syahwat dan kesenangan nafsunya, meskipun menyebabkan kemurkaan dan kemarahan Rabbnya. Jika dia bisa meraih syahwat dan keinginannya, maka dia tidak peduli apakah Allah rida atau murka. Hati ini menghamba kepada selain Allah, dengan kecintaan, rasa takut, harapan, keridaan, kemurkaan, pengagungan, dan perendahan dirinya. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena hawa nafusnya. Jika membenci, dia membenci karena hawa nafsunya. Jika memberi, maka karena hawa nafsunya. Dan jika mencegah pemberian, juga karena hawa nafsunya. Maka, hawa nafsunya lebih dia utamakan dan lebih dia cintai daripada keridaan Allah. Hawa nafsu telah menjadi imamnya, syahwat menjadi penuntunnya, kebodohan menjadi pengendalinya, dan kelalaian telah menjadi kendaraannya. Pikirannya dipenuhi dengan usaha meraih tujuan-tujuan dunia. Kecintaan terhadap dunia telah menutupi hatinya. Apabila dia diseru dan dinasihati untuk kembali kepada Allah dan untuk menggapai negeri akhirat, dia tidak menyambut seruan orang yang menasihatinya. Bahkan, dia malah mengikuti setan yang durhaka. Kemurkaan dan keridaannya tergantung kepada dunia. Dan hawa nafsu telah menjadikannya buta dan tuli dari kebenaran. Berteman, bergaul, dan duduk bersama dengan pemilik hati yang mati adalah penyakit, racun, dan kebinasaan. Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati ini masih memiliki kehidupan. Namun, hati ini memiliki penyakit. Dalam hati ini terdapat dua unsur yang saling tarik menarik: unsur kehidupan dan unsur penyakit. Maka, hati ini akan dikuasai oleh unsur yang dominan dari keduanya. Maka, dalam hati ini, terdapat kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakal kepada Allah yang merupakan unsur kehidupannya. Akan tetapi, dalam hati ini juga terdapat unsur-unsur yang membawanya kepada kebinasaan. Seperti: kecintaan kepada syahwat (kesenangan jiwa), keinginan untuk meraih dan mendahulukan syahwatnya, sifat hasad, kesombongan, ujub (bangga diri), kecintaan terhadap kepemimpinan yang bisa menyebabkan keangkuhan dan kerusakan di muka bumi, dan lain sebagainya. Maka, hati ini diuji oleh dua dorongan: dorongan yang menyerunya menuju Allah, Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan negeri akhirat, dan dorongan yang menyerunya menuju kesenangan dunia yang sementara. Dan mana saja yang paling dekat dengan hati dari dua dorongan tersebut, itulah yang akan disambut seruannya. Baca juga: Tolok Ukur Kesuksesan Manusia *** Penulis: Abu Ubaidillah Apri Hernowo Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Disarikan dari Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatil Lahafan fii Mashayidisy Syaithan, hal. 30-37.


Daftar Isi Toggle Qalbun salimHati yang mati (Qalbun mayyit)Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati bagaikan raja bagi seluruh anggota badan. Sebagaimana raja mengatur dan memerintah para rakyat dan pasukannya, maka demikianlah hati, segala amalan lahiriah diatur dan diperintah oleh hati. Hati adalah raja, karena seluruh amalan lahiriah akan terlahir ketika ada niatan atau kehendak dalam hati. Hatilah yang memerintah anggota badan, dan anggota badan melaksanakan perintah hati. Maka, baik buruk lahiriah manusia sangat dipengaruhi oleh baik buruknya hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ “Ketahuilah, bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad pun menjadi baik. Dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, ia adalah qalbu (hati).” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599) Seorang hamba yang ingin menyucikan jiwanya, dia harus memberikan perhatian yang besar terhadap hatinya. Dan tentunya dia harus mengetahui bagaimana keadaan-keadaan hati manusia, agar dia mengetahui hati seperti apa yang seharusnya dia miliki agar mendapatkan kebaikan. Para ulama telah menjelaskan bahwa hati manusia bisa hidup dan bisa mati, sebagaimana jasad manusia. Maka, sebagaimana jasad manusia ada yang hidup dengan sehat dan ada yang sakit, demikian pula halnya dengan hati. Sehingga, keadaan hati manusia bisa dibagi menjadi tiga macam sesuai dengan sifat kehidupan yang ada padanya: hati yang hidup dengan sehat, hati yang hidup dengan penyakit, dan hati yang mati. Berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang tiga macam keadaan hati manusia tersebut. Qalbun salim Qalbun salim adalah keadaan hati yang paling baik. Hati ini akan menyebabkan pemiliknya mendapatkan keselamatan di hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman, يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89) Qalbun salim adalah hati yang senantiasa memiliki sifat keselamatan. Dialah hati yang sehat dan tidak sakit. Tentang definisinya, maka para ulama telah mengungkapkannya dengan berbagai macam ungkapan yang berbeda-beda. Dan penjelasan yang mencakup semua ungkapan itu adalah bahwa qalbun salim adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang menyelisihi perintah dan larangan Allah, dan selamat dari setiap syubhat yang bertentangan dengan kabar berita dari-Nya. Maka, hati ini selamat dari penghambaan kepada selain Allah dan selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Maka, hati ini selamat dari kesyirikan kepada Allah dengan berbagai bentuknya. Hati ini secara murni hanya menghamba kepada Allah saja; baik dalam kehendak, kecintaan, tawakal (penyandaran hati), inabah (sikap senantiasa kembali), ketundukan, kekhusyukan, dan harapan. Dan amal perbuatan yang muncul dari hati ini pun murni hanya untuk Allah saja. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena Allah. Jika membenci, maka dia membenci karena Allah. Jika memberi, maka memberi karena Allah. Dan jika tidak mau memberi, maka juga karena Allah. Di samping itu, hati ini juga selamat dari ketaatan kepada selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia selamat dari menjadikan selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hakim. Hati ini memiliki ikatan yang kuat untuk hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja. Dia hanya mengikuti dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkataan dan amalan, baik perkataan hati dan lisan, maupun amalan hati dan anggota badan. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi hakim atasnya pada keyakinan, perkataan, dan amal perbuatannya. Dia tidak mendahulukan sesuatu pun atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal itu semua, sebagaimana Allah telah berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya.” (QS. Al-Hujurat: 1) Inilah hakikat qalbun salim yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan bagi pemiliknya. Baca juga: Tiga Keadaan Orang Beriman Ketika Masuk Surga Hati yang mati (Qalbun mayyit) Adalah hati yang tidak memiliki kehidupan. Hati ini tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah kepada-Nya dengan apa yang dicintai dan diridai oleh-Nya. Akan tetapi, hati ini hanya mengikuti syahwat dan kesenangan nafsunya, meskipun menyebabkan kemurkaan dan kemarahan Rabbnya. Jika dia bisa meraih syahwat dan keinginannya, maka dia tidak peduli apakah Allah rida atau murka. Hati ini menghamba kepada selain Allah, dengan kecintaan, rasa takut, harapan, keridaan, kemurkaan, pengagungan, dan perendahan dirinya. Jika dia mencintai sesuatu, maka dia mencintai karena hawa nafusnya. Jika membenci, dia membenci karena hawa nafsunya. Jika memberi, maka karena hawa nafsunya. Dan jika mencegah pemberian, juga karena hawa nafsunya. Maka, hawa nafsunya lebih dia utamakan dan lebih dia cintai daripada keridaan Allah. Hawa nafsu telah menjadi imamnya, syahwat menjadi penuntunnya, kebodohan menjadi pengendalinya, dan kelalaian telah menjadi kendaraannya. Pikirannya dipenuhi dengan usaha meraih tujuan-tujuan dunia. Kecintaan terhadap dunia telah menutupi hatinya. Apabila dia diseru dan dinasihati untuk kembali kepada Allah dan untuk menggapai negeri akhirat, dia tidak menyambut seruan orang yang menasihatinya. Bahkan, dia malah mengikuti setan yang durhaka. Kemurkaan dan keridaannya tergantung kepada dunia. Dan hawa nafsu telah menjadikannya buta dan tuli dari kebenaran. Berteman, bergaul, dan duduk bersama dengan pemilik hati yang mati adalah penyakit, racun, dan kebinasaan. Hati yang sakit (Qalbun maridh) Hati ini masih memiliki kehidupan. Namun, hati ini memiliki penyakit. Dalam hati ini terdapat dua unsur yang saling tarik menarik: unsur kehidupan dan unsur penyakit. Maka, hati ini akan dikuasai oleh unsur yang dominan dari keduanya. Maka, dalam hati ini, terdapat kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakal kepada Allah yang merupakan unsur kehidupannya. Akan tetapi, dalam hati ini juga terdapat unsur-unsur yang membawanya kepada kebinasaan. Seperti: kecintaan kepada syahwat (kesenangan jiwa), keinginan untuk meraih dan mendahulukan syahwatnya, sifat hasad, kesombongan, ujub (bangga diri), kecintaan terhadap kepemimpinan yang bisa menyebabkan keangkuhan dan kerusakan di muka bumi, dan lain sebagainya. Maka, hati ini diuji oleh dua dorongan: dorongan yang menyerunya menuju Allah, Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan negeri akhirat, dan dorongan yang menyerunya menuju kesenangan dunia yang sementara. Dan mana saja yang paling dekat dengan hati dari dua dorongan tersebut, itulah yang akan disambut seruannya. Baca juga: Tolok Ukur Kesuksesan Manusia *** Penulis: Abu Ubaidillah Apri Hernowo Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Disarikan dari Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatil Lahafan fii Mashayidisy Syaithan, hal. 30-37.

Hukum Minum Khamr (Minuman Keras), Meskipun Tidak Mabuk

Daftar Isi Toggle Pengertian khamrHukum minum khamrHukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Permasalahan hukum minum khamr sebetulnya sudah jelas dipahami, bagi orang-orang awam sekalipun, terutama kaum muslimin yang masih memiliki semangat dan kecemburuan dalam agama. Akan tetapi, penulis merasa perlu untuk menuliskannya kembali, sebagai bentuk nasihat kepada penulis sendiri dan juga kaum muslimin, untuk menjauhi perbuatan ini dan tidak dekat-dekat dengannya. Hal ini karena tampaknya sebagian orang yang menganggap remeh, bahkan menganggap biasa-biasa saja perbuatan ini, atau bahkan menjadi kebiasaan pada momen atau waktu tertentu. Kita berlindung kepada Allah dari perkara ini. Pengertian khamr Secara bahasa, khamr berarti, التَّغطيةُ والسَّترُ “menutupi” atau “menyembunyikan”. Berdasarkan makna bahasa ini, kerudung wanita disebut khimar (خِمارُ), karena khimar tersebut menutupi kepala. (Lihat Ash-Sihah oleh Al-Jawhari, 2: 649; Maqayis al-Lughah oleh Ibnu Faris, 2: 215) Adapun secara istilah, khamr adalah, هي كُلُّ ما يُسكِرُ قَليلُه أو كثيرُه، سواءٌ اتُّخِذَ مِن العِنَبِ أو التَّمرِ، أو الحِنْطةِ أو الشَّعيرِ، أو غيرِها “Khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak, baik itu dibuat dari anggur, kurma, hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), atau bahan-bahan lainnya.” (Lihat Al-Furu’ oleh Ibnu Muflih, 10: 96; Al-Inshaf oleh Al-Mardawi, 10: 172; dan Al-Fawakih ad-Dawani oleh An-Nafrawi, 2: 288) Sehingga khamr itu dapat berasal dari bahan apa saja, asalkan memiliki efek memabukkan. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ “Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Dalam lafaz yang lain, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mendengar ayahnya, ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, berkhotbah di mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ “Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah menurunkan pengharaman khamr. Khamr itu berasal dari lima macam: anggur, kurma, madu lebah, hinthoh (gandum halus), dan sya’ir (gandum kasar). Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal.” (HR. Bukhari no. 5581 dan Muslim no. 3032) Perkataan beliau, “Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal”; menunjukkan bahwa khamr tidak terbatas hanya pada lima jenis yang beliau sebutkan sebelumnya, dan bahwa sebab disebut khamr adalah karena memiliki efek memabukkan dan dapat menutupi akal. Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai al-bit’i (arak yang biasa diminum penduduk Yaman). Beliau kemudian menjawab dengan memberikan kaidah dan definisi umum, كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ “Setiap minuman yang memabukkan, maka hukumnya haram.” (HR. Bukhari no. 5586 dan Muslim no. 2001) Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, فلفظ الخمر عام ففي كل مسكر فإخرج بعض الأشربة المسكرة عن شمول اسم الخمر لها تقصير به وهضم لعمومه بل الحق ما قاله صاحب الشرع كل مسكر خمر “Kata ‘khamr’ bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang memabukkan. Mengeluarkan beberapa jenis minuman yang memabukkan dari definisi ‘khamr’ berarti mengurangi dan mengingkari maknanya yang umum tersebut. Sesungguhnya, yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu bahwa setiap yang memabukkan adalah khamr.” (I’laamul Muwaqi’in, 1: 261) Seseorang yang minum, dia akan mabuk, yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kesadaran; dan juga merasa senang, nikmat, rileks, atau nge-fly. Hukum minum khamr Para ulama sepakat bahwa meminum khamr hukumnya haram. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun (kotor), termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90) Ketika menjelaskan ayat ini, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, يذم تعالى هذه الأشياء القبيحة، ويخبر أنها من عمل الشيطان، وأنها رجس. {فَاجْتَنِبُوهُ} أي: اتركوه {لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} فإن الفلاح لا يتم إلا بترك ما حرم الله، خصوصا هذه الفواحش المذكورة، وهي الخمر وهي: كل ما خامر العقل أي: غطاه بسكره “Allah Ta’ala mencela perkara-perkara yang buruk ini dan menjelaskan bahwa perkara-perkara tersebut adalah perbuatan setan dan merupakan kotoran (najis). Yang dimaksud dengan, فَاجْتَنِبُوهُ ‘jauhilah’ adalah ‘tinggalkanlah’. ‘Agar kalian mendapat keberuntungan’, karena keberuntungan (kesuksesan) tidak akan tercapai kecuali dengan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah, terutama keburukan-keburukan yang disebutkan (dalam ayat) ini, yaitu khamr. Khamr adalah segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal, yakni menutupinya dengan efek memabukkannya.” Beliau rahimahullah juga kemudian melanjutkan penjelasannya, فهذه الأربعة نهى الله عنها وزجر، وأخبر عن مفاسدها الداعية إلى تركها واجتنابها. فمنها: أنها رجس، أي: خبث، نجس معنى، وإن لم تكن نجسة حسا. “Maka keempat perkara ini dilarang oleh Allah Ta’ala dan diperingatkan dengan keras. Allah juga menjelaskan kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh perkara-perkara tersebut, yang mendorong kita untuk meninggalkan dan menjauhinya. Di antaranya adalah bahwa hal-hal ini merupakan rijs, yakni sesuatu yang kotor, najis secara maknawi, meskipun tidak najis secara dzatnya.” (Taisir Karimir Rahman, tafsir surah Al-Maidah ayat 90) An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menegaskan adanya ijmak kaum muslimin tentang haramnya minum khamr, وَأَمَّا الْخَمْر فَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَحْرِيم شُرْب الْخَمْر ، وَأَجْمَعُوا عَلَى وُجُوب الْحَدّ عَلَى شَارِبهَا ، سَوَاء شَرِبَ قَلِيلًا أَوْ كَثِيرًا  “Adapun khamr, kaum muslimin telah ijmak (sepakat) atas haramnya meminum khamr, dan juga ijmak wajibnya diberlakukan hukuman had atas peminumnya, baik meminumnya dalam jumlah sedikit maupun banyak.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 129) Dalam kitab Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah disebutkan, أما السنة فهي مملوءة بالأحاديث الدالة على تحريم شرب الخمر والتنفير من القرب منه وكفى فيه قوله صلى الله عليه و سلم : ” لا يزنى الزاني حين يزني وهومؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق وهومؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن ” وقد أجمع المسلمون وائمتهم على تحريم الخمر وأنها من أرذل الكبائر وأشد الجرائم “Adapun sunah, maka banyak hadis yang menunjukkan haramnya minum khamr dan peringatan untuk menjauhinya. Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ ”Seorang pezina tidaklah berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman; seorang pencuri tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman; dan seorang peminum khamr tidaklah minum khamr ketika ia meminumnya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari no. 6810 dan Muslim no. 57) Kaum muslimin dan para imam telah ijmak (sepakat) haramnya khamr dan bahwa khamr termasuk dari dosa-dosa besar yang paling tercela dan kejahatan yang paling berat.” (Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah, 2: 14) Baca juga: Hukum Menjual Khamr (Minuman Keras) dan Status Harta dari Hasil Penjualannya Hukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Lalu, bagaimana jika tidak sampai mabuk? Sebagian orang menyangka, tidak masalah minum khamr, asalkan tidak sampai mabuk. Hal ini adalah sebuah kekeliruan, karena minum khamr tetap haram, meskipun hanya dalam jumlah yang sedikit. Hal ini telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ “Apa saja yang dalam jumlah banyak itu memabukkan, maka hukumnya haram (meskipun) dalam jumlah yang sedikit.” (HR. Ahmad, 11: 119; dinilai sahih oleh Al-Arnauth) Ketika menjelaskan hadis ini, Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, معناه: أن الشيء إذا تناولتَ منه كثيراً حصل الإسكار، وإن تناولت يسيراً لم يحصل الإسكار، حَرُم حتى اليسير الذي ليس فيه إسكار سدَّاً للذريعة، وليس المعنى: ما كان فيه قليل من خمر فهو حرام، لا ليس هذا هو المعنى، فالشيء الذي فيه قليل من الخمر يُنظر إن ظهرت آثار الخمر فيه من طعم أو لون أو سَكَر فهو حرام، وإن لم يظهر فإنه ليس بحرام؛ لأنه اضمحلَّ وزال أثره. ولهذا لو أن الماء أصابته نجاسة يسيرة لم تؤثر عليه بقي على طهوريته، كذلك هذا الشراب لما صار فيه نقطة أو نقطتان من الخمر؛ لكن لم يؤثر فيه، فإنه باقٍ على حِلِّه. “Maknanya adalah bahwa suatu benda (bahan), jika Anda mengonsumsinya dalam jumlah banyak akan menyebabkan mabuk, dan jika dikonsumsi sedikit, tidak akan menyebabkan mabuk; maka hukumnya haram, bahkan dalam jumlah sedikit yang tidak memabukkan. Hal ini dalam rangka menutup jalan (perantara) menuju yang haram. Namun, yang dimaksud bukanlah “apa pun yang mengandung khamr dalam jumlah sedikit itu haram”, bukan begitu maknanya. Suatu benda yang mengandung sedikit khamr perlu dilihat, jika tanda-tanda (pengaruh) khamr seperti rasa, warna, atau efek memabukkan itu masih jelas (tampak), maka itu haram. Namun, jika tidak ada tanda-tanda tersebut, maka itu tidak haram, karena pengaruhnya telah hilang dan tidak ada lagi. Oleh karena itu, jika air terkena najis dalam jumlah sedikit yang tidak mempengaruhi sifatnya, ia tetap dalam keadaan suci. Begitu juga dengan minuman ini, jika hanya mengandung sedikit khamr, tetapi tidak berpengaruh terhadap efeknya, maka tetap halal.” (Jilsaat Ramadhaniyyah, 1: 107; Asy-Syamilah) Berdasarkan penjelasan di atas, maka apabila suatu minuman itu murni khamr, maka haram diminum, baik dalam jumlah sedikit (tidak sampai mabuk) ataupun banyak. Adapun jika khamr itu tercampur dengan bahan (minuman) lain yang halal, maka dirinci. Misalnya, ada air minum satu galon besar yang tidak sengaja kejatuhan satu atau dua tetes khamr. Apabila khamr tersebut tidak memiliki pengaruh, baik rasa, warna, atau efek khamr-nya hilang karena terencerkan, maka minuman yang tercampur tersebut tetap halal. Adapun jika pengaruh khamr tetap ada, baik terhadap rasa, warna, dan juga efek memabukkannya tidak hilang, maka campuran tersebut haram. Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Sifat-Sifat Khamr Surgawi *** @Fall, 11 Jumadil awal 1446/ 13 November 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel Muslim.or.id

Hukum Minum Khamr (Minuman Keras), Meskipun Tidak Mabuk

Daftar Isi Toggle Pengertian khamrHukum minum khamrHukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Permasalahan hukum minum khamr sebetulnya sudah jelas dipahami, bagi orang-orang awam sekalipun, terutama kaum muslimin yang masih memiliki semangat dan kecemburuan dalam agama. Akan tetapi, penulis merasa perlu untuk menuliskannya kembali, sebagai bentuk nasihat kepada penulis sendiri dan juga kaum muslimin, untuk menjauhi perbuatan ini dan tidak dekat-dekat dengannya. Hal ini karena tampaknya sebagian orang yang menganggap remeh, bahkan menganggap biasa-biasa saja perbuatan ini, atau bahkan menjadi kebiasaan pada momen atau waktu tertentu. Kita berlindung kepada Allah dari perkara ini. Pengertian khamr Secara bahasa, khamr berarti, التَّغطيةُ والسَّترُ “menutupi” atau “menyembunyikan”. Berdasarkan makna bahasa ini, kerudung wanita disebut khimar (خِمارُ), karena khimar tersebut menutupi kepala. (Lihat Ash-Sihah oleh Al-Jawhari, 2: 649; Maqayis al-Lughah oleh Ibnu Faris, 2: 215) Adapun secara istilah, khamr adalah, هي كُلُّ ما يُسكِرُ قَليلُه أو كثيرُه، سواءٌ اتُّخِذَ مِن العِنَبِ أو التَّمرِ، أو الحِنْطةِ أو الشَّعيرِ، أو غيرِها “Khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak, baik itu dibuat dari anggur, kurma, hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), atau bahan-bahan lainnya.” (Lihat Al-Furu’ oleh Ibnu Muflih, 10: 96; Al-Inshaf oleh Al-Mardawi, 10: 172; dan Al-Fawakih ad-Dawani oleh An-Nafrawi, 2: 288) Sehingga khamr itu dapat berasal dari bahan apa saja, asalkan memiliki efek memabukkan. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ “Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Dalam lafaz yang lain, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mendengar ayahnya, ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, berkhotbah di mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ “Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah menurunkan pengharaman khamr. Khamr itu berasal dari lima macam: anggur, kurma, madu lebah, hinthoh (gandum halus), dan sya’ir (gandum kasar). Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal.” (HR. Bukhari no. 5581 dan Muslim no. 3032) Perkataan beliau, “Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal”; menunjukkan bahwa khamr tidak terbatas hanya pada lima jenis yang beliau sebutkan sebelumnya, dan bahwa sebab disebut khamr adalah karena memiliki efek memabukkan dan dapat menutupi akal. Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai al-bit’i (arak yang biasa diminum penduduk Yaman). Beliau kemudian menjawab dengan memberikan kaidah dan definisi umum, كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ “Setiap minuman yang memabukkan, maka hukumnya haram.” (HR. Bukhari no. 5586 dan Muslim no. 2001) Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, فلفظ الخمر عام ففي كل مسكر فإخرج بعض الأشربة المسكرة عن شمول اسم الخمر لها تقصير به وهضم لعمومه بل الحق ما قاله صاحب الشرع كل مسكر خمر “Kata ‘khamr’ bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang memabukkan. Mengeluarkan beberapa jenis minuman yang memabukkan dari definisi ‘khamr’ berarti mengurangi dan mengingkari maknanya yang umum tersebut. Sesungguhnya, yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu bahwa setiap yang memabukkan adalah khamr.” (I’laamul Muwaqi’in, 1: 261) Seseorang yang minum, dia akan mabuk, yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kesadaran; dan juga merasa senang, nikmat, rileks, atau nge-fly. Hukum minum khamr Para ulama sepakat bahwa meminum khamr hukumnya haram. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun (kotor), termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90) Ketika menjelaskan ayat ini, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, يذم تعالى هذه الأشياء القبيحة، ويخبر أنها من عمل الشيطان، وأنها رجس. {فَاجْتَنِبُوهُ} أي: اتركوه {لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} فإن الفلاح لا يتم إلا بترك ما حرم الله، خصوصا هذه الفواحش المذكورة، وهي الخمر وهي: كل ما خامر العقل أي: غطاه بسكره “Allah Ta’ala mencela perkara-perkara yang buruk ini dan menjelaskan bahwa perkara-perkara tersebut adalah perbuatan setan dan merupakan kotoran (najis). Yang dimaksud dengan, فَاجْتَنِبُوهُ ‘jauhilah’ adalah ‘tinggalkanlah’. ‘Agar kalian mendapat keberuntungan’, karena keberuntungan (kesuksesan) tidak akan tercapai kecuali dengan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah, terutama keburukan-keburukan yang disebutkan (dalam ayat) ini, yaitu khamr. Khamr adalah segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal, yakni menutupinya dengan efek memabukkannya.” Beliau rahimahullah juga kemudian melanjutkan penjelasannya, فهذه الأربعة نهى الله عنها وزجر، وأخبر عن مفاسدها الداعية إلى تركها واجتنابها. فمنها: أنها رجس، أي: خبث، نجس معنى، وإن لم تكن نجسة حسا. “Maka keempat perkara ini dilarang oleh Allah Ta’ala dan diperingatkan dengan keras. Allah juga menjelaskan kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh perkara-perkara tersebut, yang mendorong kita untuk meninggalkan dan menjauhinya. Di antaranya adalah bahwa hal-hal ini merupakan rijs, yakni sesuatu yang kotor, najis secara maknawi, meskipun tidak najis secara dzatnya.” (Taisir Karimir Rahman, tafsir surah Al-Maidah ayat 90) An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menegaskan adanya ijmak kaum muslimin tentang haramnya minum khamr, وَأَمَّا الْخَمْر فَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَحْرِيم شُرْب الْخَمْر ، وَأَجْمَعُوا عَلَى وُجُوب الْحَدّ عَلَى شَارِبهَا ، سَوَاء شَرِبَ قَلِيلًا أَوْ كَثِيرًا  “Adapun khamr, kaum muslimin telah ijmak (sepakat) atas haramnya meminum khamr, dan juga ijmak wajibnya diberlakukan hukuman had atas peminumnya, baik meminumnya dalam jumlah sedikit maupun banyak.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 129) Dalam kitab Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah disebutkan, أما السنة فهي مملوءة بالأحاديث الدالة على تحريم شرب الخمر والتنفير من القرب منه وكفى فيه قوله صلى الله عليه و سلم : ” لا يزنى الزاني حين يزني وهومؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق وهومؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن ” وقد أجمع المسلمون وائمتهم على تحريم الخمر وأنها من أرذل الكبائر وأشد الجرائم “Adapun sunah, maka banyak hadis yang menunjukkan haramnya minum khamr dan peringatan untuk menjauhinya. Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ ”Seorang pezina tidaklah berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman; seorang pencuri tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman; dan seorang peminum khamr tidaklah minum khamr ketika ia meminumnya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari no. 6810 dan Muslim no. 57) Kaum muslimin dan para imam telah ijmak (sepakat) haramnya khamr dan bahwa khamr termasuk dari dosa-dosa besar yang paling tercela dan kejahatan yang paling berat.” (Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah, 2: 14) Baca juga: Hukum Menjual Khamr (Minuman Keras) dan Status Harta dari Hasil Penjualannya Hukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Lalu, bagaimana jika tidak sampai mabuk? Sebagian orang menyangka, tidak masalah minum khamr, asalkan tidak sampai mabuk. Hal ini adalah sebuah kekeliruan, karena minum khamr tetap haram, meskipun hanya dalam jumlah yang sedikit. Hal ini telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ “Apa saja yang dalam jumlah banyak itu memabukkan, maka hukumnya haram (meskipun) dalam jumlah yang sedikit.” (HR. Ahmad, 11: 119; dinilai sahih oleh Al-Arnauth) Ketika menjelaskan hadis ini, Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, معناه: أن الشيء إذا تناولتَ منه كثيراً حصل الإسكار، وإن تناولت يسيراً لم يحصل الإسكار، حَرُم حتى اليسير الذي ليس فيه إسكار سدَّاً للذريعة، وليس المعنى: ما كان فيه قليل من خمر فهو حرام، لا ليس هذا هو المعنى، فالشيء الذي فيه قليل من الخمر يُنظر إن ظهرت آثار الخمر فيه من طعم أو لون أو سَكَر فهو حرام، وإن لم يظهر فإنه ليس بحرام؛ لأنه اضمحلَّ وزال أثره. ولهذا لو أن الماء أصابته نجاسة يسيرة لم تؤثر عليه بقي على طهوريته، كذلك هذا الشراب لما صار فيه نقطة أو نقطتان من الخمر؛ لكن لم يؤثر فيه، فإنه باقٍ على حِلِّه. “Maknanya adalah bahwa suatu benda (bahan), jika Anda mengonsumsinya dalam jumlah banyak akan menyebabkan mabuk, dan jika dikonsumsi sedikit, tidak akan menyebabkan mabuk; maka hukumnya haram, bahkan dalam jumlah sedikit yang tidak memabukkan. Hal ini dalam rangka menutup jalan (perantara) menuju yang haram. Namun, yang dimaksud bukanlah “apa pun yang mengandung khamr dalam jumlah sedikit itu haram”, bukan begitu maknanya. Suatu benda yang mengandung sedikit khamr perlu dilihat, jika tanda-tanda (pengaruh) khamr seperti rasa, warna, atau efek memabukkan itu masih jelas (tampak), maka itu haram. Namun, jika tidak ada tanda-tanda tersebut, maka itu tidak haram, karena pengaruhnya telah hilang dan tidak ada lagi. Oleh karena itu, jika air terkena najis dalam jumlah sedikit yang tidak mempengaruhi sifatnya, ia tetap dalam keadaan suci. Begitu juga dengan minuman ini, jika hanya mengandung sedikit khamr, tetapi tidak berpengaruh terhadap efeknya, maka tetap halal.” (Jilsaat Ramadhaniyyah, 1: 107; Asy-Syamilah) Berdasarkan penjelasan di atas, maka apabila suatu minuman itu murni khamr, maka haram diminum, baik dalam jumlah sedikit (tidak sampai mabuk) ataupun banyak. Adapun jika khamr itu tercampur dengan bahan (minuman) lain yang halal, maka dirinci. Misalnya, ada air minum satu galon besar yang tidak sengaja kejatuhan satu atau dua tetes khamr. Apabila khamr tersebut tidak memiliki pengaruh, baik rasa, warna, atau efek khamr-nya hilang karena terencerkan, maka minuman yang tercampur tersebut tetap halal. Adapun jika pengaruh khamr tetap ada, baik terhadap rasa, warna, dan juga efek memabukkannya tidak hilang, maka campuran tersebut haram. Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Sifat-Sifat Khamr Surgawi *** @Fall, 11 Jumadil awal 1446/ 13 November 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel Muslim.or.id
Daftar Isi Toggle Pengertian khamrHukum minum khamrHukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Permasalahan hukum minum khamr sebetulnya sudah jelas dipahami, bagi orang-orang awam sekalipun, terutama kaum muslimin yang masih memiliki semangat dan kecemburuan dalam agama. Akan tetapi, penulis merasa perlu untuk menuliskannya kembali, sebagai bentuk nasihat kepada penulis sendiri dan juga kaum muslimin, untuk menjauhi perbuatan ini dan tidak dekat-dekat dengannya. Hal ini karena tampaknya sebagian orang yang menganggap remeh, bahkan menganggap biasa-biasa saja perbuatan ini, atau bahkan menjadi kebiasaan pada momen atau waktu tertentu. Kita berlindung kepada Allah dari perkara ini. Pengertian khamr Secara bahasa, khamr berarti, التَّغطيةُ والسَّترُ “menutupi” atau “menyembunyikan”. Berdasarkan makna bahasa ini, kerudung wanita disebut khimar (خِمارُ), karena khimar tersebut menutupi kepala. (Lihat Ash-Sihah oleh Al-Jawhari, 2: 649; Maqayis al-Lughah oleh Ibnu Faris, 2: 215) Adapun secara istilah, khamr adalah, هي كُلُّ ما يُسكِرُ قَليلُه أو كثيرُه، سواءٌ اتُّخِذَ مِن العِنَبِ أو التَّمرِ، أو الحِنْطةِ أو الشَّعيرِ، أو غيرِها “Khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak, baik itu dibuat dari anggur, kurma, hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), atau bahan-bahan lainnya.” (Lihat Al-Furu’ oleh Ibnu Muflih, 10: 96; Al-Inshaf oleh Al-Mardawi, 10: 172; dan Al-Fawakih ad-Dawani oleh An-Nafrawi, 2: 288) Sehingga khamr itu dapat berasal dari bahan apa saja, asalkan memiliki efek memabukkan. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ “Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Dalam lafaz yang lain, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mendengar ayahnya, ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, berkhotbah di mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ “Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah menurunkan pengharaman khamr. Khamr itu berasal dari lima macam: anggur, kurma, madu lebah, hinthoh (gandum halus), dan sya’ir (gandum kasar). Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal.” (HR. Bukhari no. 5581 dan Muslim no. 3032) Perkataan beliau, “Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal”; menunjukkan bahwa khamr tidak terbatas hanya pada lima jenis yang beliau sebutkan sebelumnya, dan bahwa sebab disebut khamr adalah karena memiliki efek memabukkan dan dapat menutupi akal. Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai al-bit’i (arak yang biasa diminum penduduk Yaman). Beliau kemudian menjawab dengan memberikan kaidah dan definisi umum, كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ “Setiap minuman yang memabukkan, maka hukumnya haram.” (HR. Bukhari no. 5586 dan Muslim no. 2001) Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, فلفظ الخمر عام ففي كل مسكر فإخرج بعض الأشربة المسكرة عن شمول اسم الخمر لها تقصير به وهضم لعمومه بل الحق ما قاله صاحب الشرع كل مسكر خمر “Kata ‘khamr’ bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang memabukkan. Mengeluarkan beberapa jenis minuman yang memabukkan dari definisi ‘khamr’ berarti mengurangi dan mengingkari maknanya yang umum tersebut. Sesungguhnya, yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu bahwa setiap yang memabukkan adalah khamr.” (I’laamul Muwaqi’in, 1: 261) Seseorang yang minum, dia akan mabuk, yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kesadaran; dan juga merasa senang, nikmat, rileks, atau nge-fly. Hukum minum khamr Para ulama sepakat bahwa meminum khamr hukumnya haram. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun (kotor), termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90) Ketika menjelaskan ayat ini, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, يذم تعالى هذه الأشياء القبيحة، ويخبر أنها من عمل الشيطان، وأنها رجس. {فَاجْتَنِبُوهُ} أي: اتركوه {لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} فإن الفلاح لا يتم إلا بترك ما حرم الله، خصوصا هذه الفواحش المذكورة، وهي الخمر وهي: كل ما خامر العقل أي: غطاه بسكره “Allah Ta’ala mencela perkara-perkara yang buruk ini dan menjelaskan bahwa perkara-perkara tersebut adalah perbuatan setan dan merupakan kotoran (najis). Yang dimaksud dengan, فَاجْتَنِبُوهُ ‘jauhilah’ adalah ‘tinggalkanlah’. ‘Agar kalian mendapat keberuntungan’, karena keberuntungan (kesuksesan) tidak akan tercapai kecuali dengan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah, terutama keburukan-keburukan yang disebutkan (dalam ayat) ini, yaitu khamr. Khamr adalah segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal, yakni menutupinya dengan efek memabukkannya.” Beliau rahimahullah juga kemudian melanjutkan penjelasannya, فهذه الأربعة نهى الله عنها وزجر، وأخبر عن مفاسدها الداعية إلى تركها واجتنابها. فمنها: أنها رجس، أي: خبث، نجس معنى، وإن لم تكن نجسة حسا. “Maka keempat perkara ini dilarang oleh Allah Ta’ala dan diperingatkan dengan keras. Allah juga menjelaskan kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh perkara-perkara tersebut, yang mendorong kita untuk meninggalkan dan menjauhinya. Di antaranya adalah bahwa hal-hal ini merupakan rijs, yakni sesuatu yang kotor, najis secara maknawi, meskipun tidak najis secara dzatnya.” (Taisir Karimir Rahman, tafsir surah Al-Maidah ayat 90) An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menegaskan adanya ijmak kaum muslimin tentang haramnya minum khamr, وَأَمَّا الْخَمْر فَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَحْرِيم شُرْب الْخَمْر ، وَأَجْمَعُوا عَلَى وُجُوب الْحَدّ عَلَى شَارِبهَا ، سَوَاء شَرِبَ قَلِيلًا أَوْ كَثِيرًا  “Adapun khamr, kaum muslimin telah ijmak (sepakat) atas haramnya meminum khamr, dan juga ijmak wajibnya diberlakukan hukuman had atas peminumnya, baik meminumnya dalam jumlah sedikit maupun banyak.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 129) Dalam kitab Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah disebutkan, أما السنة فهي مملوءة بالأحاديث الدالة على تحريم شرب الخمر والتنفير من القرب منه وكفى فيه قوله صلى الله عليه و سلم : ” لا يزنى الزاني حين يزني وهومؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق وهومؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن ” وقد أجمع المسلمون وائمتهم على تحريم الخمر وأنها من أرذل الكبائر وأشد الجرائم “Adapun sunah, maka banyak hadis yang menunjukkan haramnya minum khamr dan peringatan untuk menjauhinya. Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ ”Seorang pezina tidaklah berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman; seorang pencuri tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman; dan seorang peminum khamr tidaklah minum khamr ketika ia meminumnya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari no. 6810 dan Muslim no. 57) Kaum muslimin dan para imam telah ijmak (sepakat) haramnya khamr dan bahwa khamr termasuk dari dosa-dosa besar yang paling tercela dan kejahatan yang paling berat.” (Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah, 2: 14) Baca juga: Hukum Menjual Khamr (Minuman Keras) dan Status Harta dari Hasil Penjualannya Hukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Lalu, bagaimana jika tidak sampai mabuk? Sebagian orang menyangka, tidak masalah minum khamr, asalkan tidak sampai mabuk. Hal ini adalah sebuah kekeliruan, karena minum khamr tetap haram, meskipun hanya dalam jumlah yang sedikit. Hal ini telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ “Apa saja yang dalam jumlah banyak itu memabukkan, maka hukumnya haram (meskipun) dalam jumlah yang sedikit.” (HR. Ahmad, 11: 119; dinilai sahih oleh Al-Arnauth) Ketika menjelaskan hadis ini, Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, معناه: أن الشيء إذا تناولتَ منه كثيراً حصل الإسكار، وإن تناولت يسيراً لم يحصل الإسكار، حَرُم حتى اليسير الذي ليس فيه إسكار سدَّاً للذريعة، وليس المعنى: ما كان فيه قليل من خمر فهو حرام، لا ليس هذا هو المعنى، فالشيء الذي فيه قليل من الخمر يُنظر إن ظهرت آثار الخمر فيه من طعم أو لون أو سَكَر فهو حرام، وإن لم يظهر فإنه ليس بحرام؛ لأنه اضمحلَّ وزال أثره. ولهذا لو أن الماء أصابته نجاسة يسيرة لم تؤثر عليه بقي على طهوريته، كذلك هذا الشراب لما صار فيه نقطة أو نقطتان من الخمر؛ لكن لم يؤثر فيه، فإنه باقٍ على حِلِّه. “Maknanya adalah bahwa suatu benda (bahan), jika Anda mengonsumsinya dalam jumlah banyak akan menyebabkan mabuk, dan jika dikonsumsi sedikit, tidak akan menyebabkan mabuk; maka hukumnya haram, bahkan dalam jumlah sedikit yang tidak memabukkan. Hal ini dalam rangka menutup jalan (perantara) menuju yang haram. Namun, yang dimaksud bukanlah “apa pun yang mengandung khamr dalam jumlah sedikit itu haram”, bukan begitu maknanya. Suatu benda yang mengandung sedikit khamr perlu dilihat, jika tanda-tanda (pengaruh) khamr seperti rasa, warna, atau efek memabukkan itu masih jelas (tampak), maka itu haram. Namun, jika tidak ada tanda-tanda tersebut, maka itu tidak haram, karena pengaruhnya telah hilang dan tidak ada lagi. Oleh karena itu, jika air terkena najis dalam jumlah sedikit yang tidak mempengaruhi sifatnya, ia tetap dalam keadaan suci. Begitu juga dengan minuman ini, jika hanya mengandung sedikit khamr, tetapi tidak berpengaruh terhadap efeknya, maka tetap halal.” (Jilsaat Ramadhaniyyah, 1: 107; Asy-Syamilah) Berdasarkan penjelasan di atas, maka apabila suatu minuman itu murni khamr, maka haram diminum, baik dalam jumlah sedikit (tidak sampai mabuk) ataupun banyak. Adapun jika khamr itu tercampur dengan bahan (minuman) lain yang halal, maka dirinci. Misalnya, ada air minum satu galon besar yang tidak sengaja kejatuhan satu atau dua tetes khamr. Apabila khamr tersebut tidak memiliki pengaruh, baik rasa, warna, atau efek khamr-nya hilang karena terencerkan, maka minuman yang tercampur tersebut tetap halal. Adapun jika pengaruh khamr tetap ada, baik terhadap rasa, warna, dan juga efek memabukkannya tidak hilang, maka campuran tersebut haram. Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Sifat-Sifat Khamr Surgawi *** @Fall, 11 Jumadil awal 1446/ 13 November 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel Muslim.or.id


Daftar Isi Toggle Pengertian khamrHukum minum khamrHukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Permasalahan hukum minum khamr sebetulnya sudah jelas dipahami, bagi orang-orang awam sekalipun, terutama kaum muslimin yang masih memiliki semangat dan kecemburuan dalam agama. Akan tetapi, penulis merasa perlu untuk menuliskannya kembali, sebagai bentuk nasihat kepada penulis sendiri dan juga kaum muslimin, untuk menjauhi perbuatan ini dan tidak dekat-dekat dengannya. Hal ini karena tampaknya sebagian orang yang menganggap remeh, bahkan menganggap biasa-biasa saja perbuatan ini, atau bahkan menjadi kebiasaan pada momen atau waktu tertentu. Kita berlindung kepada Allah dari perkara ini. Pengertian khamr Secara bahasa, khamr berarti, التَّغطيةُ والسَّترُ “menutupi” atau “menyembunyikan”. Berdasarkan makna bahasa ini, kerudung wanita disebut khimar (خِمارُ), karena khimar tersebut menutupi kepala. (Lihat Ash-Sihah oleh Al-Jawhari, 2: 649; Maqayis al-Lughah oleh Ibnu Faris, 2: 215) Adapun secara istilah, khamr adalah, هي كُلُّ ما يُسكِرُ قَليلُه أو كثيرُه، سواءٌ اتُّخِذَ مِن العِنَبِ أو التَّمرِ، أو الحِنْطةِ أو الشَّعيرِ، أو غيرِها “Khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak, baik itu dibuat dari anggur, kurma, hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), atau bahan-bahan lainnya.” (Lihat Al-Furu’ oleh Ibnu Muflih, 10: 96; Al-Inshaf oleh Al-Mardawi, 10: 172; dan Al-Fawakih ad-Dawani oleh An-Nafrawi, 2: 288) Sehingga khamr itu dapat berasal dari bahan apa saja, asalkan memiliki efek memabukkan. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ “Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Dalam lafaz yang lain, كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr hukumnya haram.” (HR. Muslim no. 2003) Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mendengar ayahnya, ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, berkhotbah di mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ “Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah menurunkan pengharaman khamr. Khamr itu berasal dari lima macam: anggur, kurma, madu lebah, hinthoh (gandum halus), dan sya’ir (gandum kasar). Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal.” (HR. Bukhari no. 5581 dan Muslim no. 3032) Perkataan beliau, “Khamr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (menguasai) akal”; menunjukkan bahwa khamr tidak terbatas hanya pada lima jenis yang beliau sebutkan sebelumnya, dan bahwa sebab disebut khamr adalah karena memiliki efek memabukkan dan dapat menutupi akal. Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai al-bit’i (arak yang biasa diminum penduduk Yaman). Beliau kemudian menjawab dengan memberikan kaidah dan definisi umum, كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ “Setiap minuman yang memabukkan, maka hukumnya haram.” (HR. Bukhari no. 5586 dan Muslim no. 2001) Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, فلفظ الخمر عام ففي كل مسكر فإخرج بعض الأشربة المسكرة عن شمول اسم الخمر لها تقصير به وهضم لعمومه بل الحق ما قاله صاحب الشرع كل مسكر خمر “Kata ‘khamr’ bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang memabukkan. Mengeluarkan beberapa jenis minuman yang memabukkan dari definisi ‘khamr’ berarti mengurangi dan mengingkari maknanya yang umum tersebut. Sesungguhnya, yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu bahwa setiap yang memabukkan adalah khamr.” (I’laamul Muwaqi’in, 1: 261) Seseorang yang minum, dia akan mabuk, yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kesadaran; dan juga merasa senang, nikmat, rileks, atau nge-fly. Hukum minum khamr Para ulama sepakat bahwa meminum khamr hukumnya haram. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun (kotor), termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90) Ketika menjelaskan ayat ini, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, يذم تعالى هذه الأشياء القبيحة، ويخبر أنها من عمل الشيطان، وأنها رجس. {فَاجْتَنِبُوهُ} أي: اتركوه {لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} فإن الفلاح لا يتم إلا بترك ما حرم الله، خصوصا هذه الفواحش المذكورة، وهي الخمر وهي: كل ما خامر العقل أي: غطاه بسكره “Allah Ta’ala mencela perkara-perkara yang buruk ini dan menjelaskan bahwa perkara-perkara tersebut adalah perbuatan setan dan merupakan kotoran (najis). Yang dimaksud dengan, فَاجْتَنِبُوهُ ‘jauhilah’ adalah ‘tinggalkanlah’. ‘Agar kalian mendapat keberuntungan’, karena keberuntungan (kesuksesan) tidak akan tercapai kecuali dengan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah, terutama keburukan-keburukan yang disebutkan (dalam ayat) ini, yaitu khamr. Khamr adalah segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal, yakni menutupinya dengan efek memabukkannya.” Beliau rahimahullah juga kemudian melanjutkan penjelasannya, فهذه الأربعة نهى الله عنها وزجر، وأخبر عن مفاسدها الداعية إلى تركها واجتنابها. فمنها: أنها رجس، أي: خبث، نجس معنى، وإن لم تكن نجسة حسا. “Maka keempat perkara ini dilarang oleh Allah Ta’ala dan diperingatkan dengan keras. Allah juga menjelaskan kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh perkara-perkara tersebut, yang mendorong kita untuk meninggalkan dan menjauhinya. Di antaranya adalah bahwa hal-hal ini merupakan rijs, yakni sesuatu yang kotor, najis secara maknawi, meskipun tidak najis secara dzatnya.” (Taisir Karimir Rahman, tafsir surah Al-Maidah ayat 90) An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menegaskan adanya ijmak kaum muslimin tentang haramnya minum khamr, وَأَمَّا الْخَمْر فَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَحْرِيم شُرْب الْخَمْر ، وَأَجْمَعُوا عَلَى وُجُوب الْحَدّ عَلَى شَارِبهَا ، سَوَاء شَرِبَ قَلِيلًا أَوْ كَثِيرًا  “Adapun khamr, kaum muslimin telah ijmak (sepakat) atas haramnya meminum khamr, dan juga ijmak wajibnya diberlakukan hukuman had atas peminumnya, baik meminumnya dalam jumlah sedikit maupun banyak.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 129) Dalam kitab Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah disebutkan, أما السنة فهي مملوءة بالأحاديث الدالة على تحريم شرب الخمر والتنفير من القرب منه وكفى فيه قوله صلى الله عليه و سلم : ” لا يزنى الزاني حين يزني وهومؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق وهومؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن ” وقد أجمع المسلمون وائمتهم على تحريم الخمر وأنها من أرذل الكبائر وأشد الجرائم “Adapun sunah, maka banyak hadis yang menunjukkan haramnya minum khamr dan peringatan untuk menjauhinya. Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ ”Seorang pezina tidaklah berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman; seorang pencuri tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman; dan seorang peminum khamr tidaklah minum khamr ketika ia meminumnya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari no. 6810 dan Muslim no. 57) Kaum muslimin dan para imam telah ijmak (sepakat) haramnya khamr dan bahwa khamr termasuk dari dosa-dosa besar yang paling tercela dan kejahatan yang paling berat.” (Fiqh ‘ala ‘Al-Madzaahib Al-Arba’ah, 2: 14) Baca juga: Hukum Menjual Khamr (Minuman Keras) dan Status Harta dari Hasil Penjualannya Hukum minum khamr jika tidak sampai mabuk Lalu, bagaimana jika tidak sampai mabuk? Sebagian orang menyangka, tidak masalah minum khamr, asalkan tidak sampai mabuk. Hal ini adalah sebuah kekeliruan, karena minum khamr tetap haram, meskipun hanya dalam jumlah yang sedikit. Hal ini telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ “Apa saja yang dalam jumlah banyak itu memabukkan, maka hukumnya haram (meskipun) dalam jumlah yang sedikit.” (HR. Ahmad, 11: 119; dinilai sahih oleh Al-Arnauth) Ketika menjelaskan hadis ini, Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, معناه: أن الشيء إذا تناولتَ منه كثيراً حصل الإسكار، وإن تناولت يسيراً لم يحصل الإسكار، حَرُم حتى اليسير الذي ليس فيه إسكار سدَّاً للذريعة، وليس المعنى: ما كان فيه قليل من خمر فهو حرام، لا ليس هذا هو المعنى، فالشيء الذي فيه قليل من الخمر يُنظر إن ظهرت آثار الخمر فيه من طعم أو لون أو سَكَر فهو حرام، وإن لم يظهر فإنه ليس بحرام؛ لأنه اضمحلَّ وزال أثره. ولهذا لو أن الماء أصابته نجاسة يسيرة لم تؤثر عليه بقي على طهوريته، كذلك هذا الشراب لما صار فيه نقطة أو نقطتان من الخمر؛ لكن لم يؤثر فيه، فإنه باقٍ على حِلِّه. “Maknanya adalah bahwa suatu benda (bahan), jika Anda mengonsumsinya dalam jumlah banyak akan menyebabkan mabuk, dan jika dikonsumsi sedikit, tidak akan menyebabkan mabuk; maka hukumnya haram, bahkan dalam jumlah sedikit yang tidak memabukkan. Hal ini dalam rangka menutup jalan (perantara) menuju yang haram. Namun, yang dimaksud bukanlah “apa pun yang mengandung khamr dalam jumlah sedikit itu haram”, bukan begitu maknanya. Suatu benda yang mengandung sedikit khamr perlu dilihat, jika tanda-tanda (pengaruh) khamr seperti rasa, warna, atau efek memabukkan itu masih jelas (tampak), maka itu haram. Namun, jika tidak ada tanda-tanda tersebut, maka itu tidak haram, karena pengaruhnya telah hilang dan tidak ada lagi. Oleh karena itu, jika air terkena najis dalam jumlah sedikit yang tidak mempengaruhi sifatnya, ia tetap dalam keadaan suci. Begitu juga dengan minuman ini, jika hanya mengandung sedikit khamr, tetapi tidak berpengaruh terhadap efeknya, maka tetap halal.” (Jilsaat Ramadhaniyyah, 1: 107; Asy-Syamilah) Berdasarkan penjelasan di atas, maka apabila suatu minuman itu murni khamr, maka haram diminum, baik dalam jumlah sedikit (tidak sampai mabuk) ataupun banyak. Adapun jika khamr itu tercampur dengan bahan (minuman) lain yang halal, maka dirinci. Misalnya, ada air minum satu galon besar yang tidak sengaja kejatuhan satu atau dua tetes khamr. Apabila khamr tersebut tidak memiliki pengaruh, baik rasa, warna, atau efek khamr-nya hilang karena terencerkan, maka minuman yang tercampur tersebut tetap halal. Adapun jika pengaruh khamr tetap ada, baik terhadap rasa, warna, dan juga efek memabukkannya tidak hilang, maka campuran tersebut haram. Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin. Wallahu Ta’ala a’lam. Baca juga: Sifat-Sifat Khamr Surgawi *** @Fall, 11 Jumadil awal 1446/ 13 November 2024 Penulis: M. Saifudin Hakim Artikel Muslim.or.id

Surah-Surah yang Dibaca oleh Rasulullah ketika Salat

Daftar Isi Toggle Salat SubuhSalat ZuhurSalat AsarSalat MagribSalat Isya Sebagai pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sepatutnya kita meneladani beliau, terutama dalam masalah ibadah. Salah satu ibadah agung, yang tentunya kita harus bersemangat untuk mencontoh beliau shallallahu ’alaihi wasallam adalah ibadah salat. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي “Salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR. Bukhari) Di antara hal yang kita lakukan ketika salat adalah membaca surah dalam Al-Qur’an setelah membaca Al-Fatihah. Kira-kira surah apa saja yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat? Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ia berkata, ما رأيتُ رجلًا أشبهَ صلاةً من فلانٍ لإمامٍ كان بالمدينةِ . قال سليمانُ بنُ يَسارٍ فصليتُ خلفهُ فكان يطيلُ الأُوليَينِ من الظهرِ ويخففُ الأُخرَيينِ ، ويخففُ العصرَ ، ويقرأُ في الأولَيينِ من المغربِ بقصارِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الأُوليَينِ من العشاءِ من وسطِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الغداةِ بطوالِ المفصَّلِ “Tidaklah aku melihat seseorang yang salatnya lebih serupa (dengan Rasulullah) dari fulan, imam di Madinah. Sulaiman bin Yasar berkata, ‘Aku salat di belakangnya dan ia memanjangkan dua rakaat awal salat Zuhur dan meringankan dua rakaat akhirnya, meringankan salat Asar, membaca pada salat Magrib qishar mufashal, membaca pada dua rakaat awal salat Isya denga wasath (pertengahan) mufashal, dan membaca di waktu pagi (subuh) dengan thiwal mufashal.” (HR. Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang surah mufashal, والمفصل يبتدئ من سورة ق إلى آخر الناس، وطوال المفصل من ق إلى عم، وأوساطه من عم إلى الضحى وقصاره من الضحى إلى آخر سورة الناس. وسُمي مفصلا لكثرة فواصله؛ لأن سوره قصيرة. “Mufashal dimulai dari surah Qaf hinga akhir surah An-Nas. Thiwal mufashal dari surah Qaf hingga ‘Amma (An-Naba). Pertengahannya dari surah ‘Amma (An-Naba) hinga surah Ad-Duha. Dan qishar mufashal dari surah Ad-Duha hingga akhir surat An-Nas. Dinamakan mufashal dikarenakan banyaknya bagiannya dan surah-surahnya yang pendek.” Secara umum, itulah surah yang dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat. Lalu, secara khusus akan kita bahas satu per satu surah yang dibaca Rasulullah pada 5 waktu salat wajib. Salat Subuh Secara umum, ketika salat Subuh, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca surah-surah yang panjang ketika salat Subuh. Di antara hadis yang menunjukkan panjangnya bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ مَا بَيْنَ السَّيِّينَ إلى المائة آية “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Fajr (Subuh) antara 60 hingga 100 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim) Adapun surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, إنَّ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَقْرَأُ في الفَجْرِ بـ ق والْقُرْآنِ المَجِيدِ وكانَ صَلَاتُهُ بَعْدُ تَخْفِيفًا “Sesungguhnya Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Subuh surah Qaf dan salat beliau setelahnya ringan.” (HR. Muslim) Lalu, hadis lainnya yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, أَنَّهُ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَقَرَأَ الرُّومَ فَالْتَبَسَ “Sesungguhnya beliau shallallahu ’alaihi wasallam salat Subuh, lalu membaca surah Ar-Rum, lalu bercampur.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam di waktu Subuh adalah hadis yang disebutkan dalam riwayat Abu Dawud, أَنَّهُ سَمِعَ النبي : يقرأ في الصُّبْحُ إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا “Bahwasanya ia mendengar Nabi membaca pada salat Subuh surah Az-Zalzalah.” (HR. Abu Dawud) Walaupun secara umum, bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada salat Subuh itu panjang, bukan berarti tidak boleh membaca surah yang pendek. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ’anhu, أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ  ﷺ المُعَوَّذَتَيْنِ. قَالَ عُقْبَةُ:فَأَمَّنَا بِهِمَا رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ “Bahwasanya ia meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mu’awwidzatain (An-Nas dan Al-Falaq). Uqbah berkata, ‘Maka, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mengamini keduanya pada salat Fajr (Subuh).’ ” (HR. An-Nasa’i) Salat Zuhur Adapun ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur, disebutkan dalam beberapa hadis. Di antaranya hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ النَّبِيَّ  يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ بِاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ “Nabi membaca pada salat Zuhur surah Al-Lail, dan pada salat Asar semisal itu.” (HR. Muslim) Hadis lainnya adalah hadis dari Bara’ radhiyallahu ’anhu, كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ الظُّهْرَ فَنَسْمَعُ مِنْهُ الْآيَةَ بَعْدَ الْآيَاتِ مِنْ سُورَةِ لُقْمَانَ، وَالدَّارِيَاتِ “Kami pernah salat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu Zuhur. Kami mendengar dari beliau ayat-ayat dari surah Luqman dan surah Adz-Dzariyat.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Nabi ketika salat Zuhur adalah hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوحِ، وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ وَنَحْوِهِمَا “Beliau membaca pada salat Zuhur dan Asar dengan surah Al-Buruj dan surah At-Thariq dan semisal keduanya.” (HR. An-Nasa’i) Baca juga: Hukum Membaca Surah Al-Fatihah dan Surah Lain ketika Salat Jenazah Salat Asar Bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Asar semisal dengan bacaan beliau shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur sebagaimana hadis-hadis yang telah disebutkan sebelumnya. Salat Magrib Ketika salat Magrib, sebagaimana hadis yang disebutkan, bacaannya merupakan surah-surah pendek. Akan tetapi, banyak hadis lainnya juga yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Magrib. Di antaranya, hadis dari Marwan bin Al-Hakam, قال لي زيد بن ثابت مَا لَكَ نَقْرَأُ فِي المَغْرِبِ بِقِصَارِ – وفي رواية: بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ؟! وَقَدْ سَمِعْتُ  لنَّبِيَّ ﷺ يَقْرَأُ بِطُولَى الطُّولَتَيْنِ “Zaid bin Tsabit telah berkata padaku, ‘Mengapa engkau membaca pada salat Magrib dengan qishar?’ Pada riwayat lain, ‘… dengan qishar mufashal?’ Sungguh aku telah mendengar dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca dengan dua surah panjang (Al-An’am dan Al-A’raf).” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi di salat Magrib adalah hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَرَأَ فِي صَلَاةِ المَغْرِبِ بِسُورَةِ الْأَعْرَافِ فَرَّقَهَا فِي رَكْعَتَيْنِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Magrib dengan surah Al-A’raf dan membaginya menjadi dua rakaat.” (HR. An-Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang bacaan pada salat Magrib, فلا بأس أن يطيل الإنسان في المغرب أحيانًا، بل ينبغي له أن يقرأ بطوال المفصل في بعض الأحيان، كما ثبت عنه أنه قرأ في المغرب بالطور، وبالأعراف أيضًا فرّقها في ركعتين، فلا ينبغي أن يكون دائما في صلاة المغرب من قصار المفصل، بل من السنة أن تقرأ فيها بطوال المفصل في بعض الليالي “Maka, tidak mengapa orang-orang untuk memanjangkan bacaan pada salat Magrib sewaktu-waktu. Perlu baginya untuk membaca thiwal mufashal pada sebagian waktu, sebagaimana hadis yang menetapkan bahwa beliau (Rasulullah) membaca pada salat Magrib dengan surah At-Tur, dan juga surah Al-A’raf yang dibagi pada dua rakaat. Tidaklah sepatutnya untuk terus-menerus membaca qishar mufashal pada salat Magrib. Akan tetapi, termasuk bagian dari sunah adalah membaca thiwal mufashal pada sebagian malam.” Salat Isya Bacaan surah yang dibaca pada salat Isya di antaranya adalah beberapa hadis berikut. Hadis pertama merupakan hadis dari Jabir radhiyallahu ’anhu ketika ada seorang yang mengadukan Muadz bin Jabal ketika mengimami dan membaca surah yang panjang ketika salat Isya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Muadz, اقْرَأْ وَالشَّمْسِ وَضُحَهَا، وسَبحِ اسْمَ رَبِّكَ الأعلى وَنَحْوَهُمَا “Bacalah surah Asy-Syams dan Al-A’la, dan semisal keduanya.” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat Isya adalah hadis, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقْرأْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَأَشْبَاهِهَا مِنَ السُّوَرِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Isya yang terakhir dengan surah Asy-Syamsi dan yang semisalnya dari surah-surah lainnya.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya adalah hadis dari Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ’anhu, أَنَّ النَّبِيِّ كَانَ فِي سَفَرٍ فَقَرَأَ فِي العِشَاءِ فِي إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ : بِالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ “Sesungguhnya Nabi ketika safar, beliau membaca pada salat Isya pada salah satu rakaatnya dengan surah At-Tin.” (HR. Bukhari) Itulah gambaran umum mengenai surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melakukan salat wajib. Baca juga: Surah Al-Ikhlas Setara dengan Sepertiga Al-Qur’an? *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Mumammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.

Surah-Surah yang Dibaca oleh Rasulullah ketika Salat

Daftar Isi Toggle Salat SubuhSalat ZuhurSalat AsarSalat MagribSalat Isya Sebagai pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sepatutnya kita meneladani beliau, terutama dalam masalah ibadah. Salah satu ibadah agung, yang tentunya kita harus bersemangat untuk mencontoh beliau shallallahu ’alaihi wasallam adalah ibadah salat. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي “Salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR. Bukhari) Di antara hal yang kita lakukan ketika salat adalah membaca surah dalam Al-Qur’an setelah membaca Al-Fatihah. Kira-kira surah apa saja yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat? Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ia berkata, ما رأيتُ رجلًا أشبهَ صلاةً من فلانٍ لإمامٍ كان بالمدينةِ . قال سليمانُ بنُ يَسارٍ فصليتُ خلفهُ فكان يطيلُ الأُوليَينِ من الظهرِ ويخففُ الأُخرَيينِ ، ويخففُ العصرَ ، ويقرأُ في الأولَيينِ من المغربِ بقصارِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الأُوليَينِ من العشاءِ من وسطِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الغداةِ بطوالِ المفصَّلِ “Tidaklah aku melihat seseorang yang salatnya lebih serupa (dengan Rasulullah) dari fulan, imam di Madinah. Sulaiman bin Yasar berkata, ‘Aku salat di belakangnya dan ia memanjangkan dua rakaat awal salat Zuhur dan meringankan dua rakaat akhirnya, meringankan salat Asar, membaca pada salat Magrib qishar mufashal, membaca pada dua rakaat awal salat Isya denga wasath (pertengahan) mufashal, dan membaca di waktu pagi (subuh) dengan thiwal mufashal.” (HR. Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang surah mufashal, والمفصل يبتدئ من سورة ق إلى آخر الناس، وطوال المفصل من ق إلى عم، وأوساطه من عم إلى الضحى وقصاره من الضحى إلى آخر سورة الناس. وسُمي مفصلا لكثرة فواصله؛ لأن سوره قصيرة. “Mufashal dimulai dari surah Qaf hinga akhir surah An-Nas. Thiwal mufashal dari surah Qaf hingga ‘Amma (An-Naba). Pertengahannya dari surah ‘Amma (An-Naba) hinga surah Ad-Duha. Dan qishar mufashal dari surah Ad-Duha hingga akhir surat An-Nas. Dinamakan mufashal dikarenakan banyaknya bagiannya dan surah-surahnya yang pendek.” Secara umum, itulah surah yang dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat. Lalu, secara khusus akan kita bahas satu per satu surah yang dibaca Rasulullah pada 5 waktu salat wajib. Salat Subuh Secara umum, ketika salat Subuh, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca surah-surah yang panjang ketika salat Subuh. Di antara hadis yang menunjukkan panjangnya bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ مَا بَيْنَ السَّيِّينَ إلى المائة آية “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Fajr (Subuh) antara 60 hingga 100 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim) Adapun surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, إنَّ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَقْرَأُ في الفَجْرِ بـ ق والْقُرْآنِ المَجِيدِ وكانَ صَلَاتُهُ بَعْدُ تَخْفِيفًا “Sesungguhnya Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Subuh surah Qaf dan salat beliau setelahnya ringan.” (HR. Muslim) Lalu, hadis lainnya yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, أَنَّهُ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَقَرَأَ الرُّومَ فَالْتَبَسَ “Sesungguhnya beliau shallallahu ’alaihi wasallam salat Subuh, lalu membaca surah Ar-Rum, lalu bercampur.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam di waktu Subuh adalah hadis yang disebutkan dalam riwayat Abu Dawud, أَنَّهُ سَمِعَ النبي : يقرأ في الصُّبْحُ إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا “Bahwasanya ia mendengar Nabi membaca pada salat Subuh surah Az-Zalzalah.” (HR. Abu Dawud) Walaupun secara umum, bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada salat Subuh itu panjang, bukan berarti tidak boleh membaca surah yang pendek. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ’anhu, أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ  ﷺ المُعَوَّذَتَيْنِ. قَالَ عُقْبَةُ:فَأَمَّنَا بِهِمَا رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ “Bahwasanya ia meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mu’awwidzatain (An-Nas dan Al-Falaq). Uqbah berkata, ‘Maka, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mengamini keduanya pada salat Fajr (Subuh).’ ” (HR. An-Nasa’i) Salat Zuhur Adapun ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur, disebutkan dalam beberapa hadis. Di antaranya hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ النَّبِيَّ  يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ بِاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ “Nabi membaca pada salat Zuhur surah Al-Lail, dan pada salat Asar semisal itu.” (HR. Muslim) Hadis lainnya adalah hadis dari Bara’ radhiyallahu ’anhu, كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ الظُّهْرَ فَنَسْمَعُ مِنْهُ الْآيَةَ بَعْدَ الْآيَاتِ مِنْ سُورَةِ لُقْمَانَ، وَالدَّارِيَاتِ “Kami pernah salat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu Zuhur. Kami mendengar dari beliau ayat-ayat dari surah Luqman dan surah Adz-Dzariyat.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Nabi ketika salat Zuhur adalah hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوحِ، وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ وَنَحْوِهِمَا “Beliau membaca pada salat Zuhur dan Asar dengan surah Al-Buruj dan surah At-Thariq dan semisal keduanya.” (HR. An-Nasa’i) Baca juga: Hukum Membaca Surah Al-Fatihah dan Surah Lain ketika Salat Jenazah Salat Asar Bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Asar semisal dengan bacaan beliau shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur sebagaimana hadis-hadis yang telah disebutkan sebelumnya. Salat Magrib Ketika salat Magrib, sebagaimana hadis yang disebutkan, bacaannya merupakan surah-surah pendek. Akan tetapi, banyak hadis lainnya juga yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Magrib. Di antaranya, hadis dari Marwan bin Al-Hakam, قال لي زيد بن ثابت مَا لَكَ نَقْرَأُ فِي المَغْرِبِ بِقِصَارِ – وفي رواية: بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ؟! وَقَدْ سَمِعْتُ  لنَّبِيَّ ﷺ يَقْرَأُ بِطُولَى الطُّولَتَيْنِ “Zaid bin Tsabit telah berkata padaku, ‘Mengapa engkau membaca pada salat Magrib dengan qishar?’ Pada riwayat lain, ‘… dengan qishar mufashal?’ Sungguh aku telah mendengar dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca dengan dua surah panjang (Al-An’am dan Al-A’raf).” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi di salat Magrib adalah hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَرَأَ فِي صَلَاةِ المَغْرِبِ بِسُورَةِ الْأَعْرَافِ فَرَّقَهَا فِي رَكْعَتَيْنِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Magrib dengan surah Al-A’raf dan membaginya menjadi dua rakaat.” (HR. An-Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang bacaan pada salat Magrib, فلا بأس أن يطيل الإنسان في المغرب أحيانًا، بل ينبغي له أن يقرأ بطوال المفصل في بعض الأحيان، كما ثبت عنه أنه قرأ في المغرب بالطور، وبالأعراف أيضًا فرّقها في ركعتين، فلا ينبغي أن يكون دائما في صلاة المغرب من قصار المفصل، بل من السنة أن تقرأ فيها بطوال المفصل في بعض الليالي “Maka, tidak mengapa orang-orang untuk memanjangkan bacaan pada salat Magrib sewaktu-waktu. Perlu baginya untuk membaca thiwal mufashal pada sebagian waktu, sebagaimana hadis yang menetapkan bahwa beliau (Rasulullah) membaca pada salat Magrib dengan surah At-Tur, dan juga surah Al-A’raf yang dibagi pada dua rakaat. Tidaklah sepatutnya untuk terus-menerus membaca qishar mufashal pada salat Magrib. Akan tetapi, termasuk bagian dari sunah adalah membaca thiwal mufashal pada sebagian malam.” Salat Isya Bacaan surah yang dibaca pada salat Isya di antaranya adalah beberapa hadis berikut. Hadis pertama merupakan hadis dari Jabir radhiyallahu ’anhu ketika ada seorang yang mengadukan Muadz bin Jabal ketika mengimami dan membaca surah yang panjang ketika salat Isya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Muadz, اقْرَأْ وَالشَّمْسِ وَضُحَهَا، وسَبحِ اسْمَ رَبِّكَ الأعلى وَنَحْوَهُمَا “Bacalah surah Asy-Syams dan Al-A’la, dan semisal keduanya.” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat Isya adalah hadis, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقْرأْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَأَشْبَاهِهَا مِنَ السُّوَرِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Isya yang terakhir dengan surah Asy-Syamsi dan yang semisalnya dari surah-surah lainnya.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya adalah hadis dari Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ’anhu, أَنَّ النَّبِيِّ كَانَ فِي سَفَرٍ فَقَرَأَ فِي العِشَاءِ فِي إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ : بِالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ “Sesungguhnya Nabi ketika safar, beliau membaca pada salat Isya pada salah satu rakaatnya dengan surah At-Tin.” (HR. Bukhari) Itulah gambaran umum mengenai surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melakukan salat wajib. Baca juga: Surah Al-Ikhlas Setara dengan Sepertiga Al-Qur’an? *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Mumammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
Daftar Isi Toggle Salat SubuhSalat ZuhurSalat AsarSalat MagribSalat Isya Sebagai pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sepatutnya kita meneladani beliau, terutama dalam masalah ibadah. Salah satu ibadah agung, yang tentunya kita harus bersemangat untuk mencontoh beliau shallallahu ’alaihi wasallam adalah ibadah salat. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي “Salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR. Bukhari) Di antara hal yang kita lakukan ketika salat adalah membaca surah dalam Al-Qur’an setelah membaca Al-Fatihah. Kira-kira surah apa saja yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat? Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ia berkata, ما رأيتُ رجلًا أشبهَ صلاةً من فلانٍ لإمامٍ كان بالمدينةِ . قال سليمانُ بنُ يَسارٍ فصليتُ خلفهُ فكان يطيلُ الأُوليَينِ من الظهرِ ويخففُ الأُخرَيينِ ، ويخففُ العصرَ ، ويقرأُ في الأولَيينِ من المغربِ بقصارِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الأُوليَينِ من العشاءِ من وسطِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الغداةِ بطوالِ المفصَّلِ “Tidaklah aku melihat seseorang yang salatnya lebih serupa (dengan Rasulullah) dari fulan, imam di Madinah. Sulaiman bin Yasar berkata, ‘Aku salat di belakangnya dan ia memanjangkan dua rakaat awal salat Zuhur dan meringankan dua rakaat akhirnya, meringankan salat Asar, membaca pada salat Magrib qishar mufashal, membaca pada dua rakaat awal salat Isya denga wasath (pertengahan) mufashal, dan membaca di waktu pagi (subuh) dengan thiwal mufashal.” (HR. Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang surah mufashal, والمفصل يبتدئ من سورة ق إلى آخر الناس، وطوال المفصل من ق إلى عم، وأوساطه من عم إلى الضحى وقصاره من الضحى إلى آخر سورة الناس. وسُمي مفصلا لكثرة فواصله؛ لأن سوره قصيرة. “Mufashal dimulai dari surah Qaf hinga akhir surah An-Nas. Thiwal mufashal dari surah Qaf hingga ‘Amma (An-Naba). Pertengahannya dari surah ‘Amma (An-Naba) hinga surah Ad-Duha. Dan qishar mufashal dari surah Ad-Duha hingga akhir surat An-Nas. Dinamakan mufashal dikarenakan banyaknya bagiannya dan surah-surahnya yang pendek.” Secara umum, itulah surah yang dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat. Lalu, secara khusus akan kita bahas satu per satu surah yang dibaca Rasulullah pada 5 waktu salat wajib. Salat Subuh Secara umum, ketika salat Subuh, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca surah-surah yang panjang ketika salat Subuh. Di antara hadis yang menunjukkan panjangnya bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ مَا بَيْنَ السَّيِّينَ إلى المائة آية “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Fajr (Subuh) antara 60 hingga 100 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim) Adapun surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, إنَّ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَقْرَأُ في الفَجْرِ بـ ق والْقُرْآنِ المَجِيدِ وكانَ صَلَاتُهُ بَعْدُ تَخْفِيفًا “Sesungguhnya Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Subuh surah Qaf dan salat beliau setelahnya ringan.” (HR. Muslim) Lalu, hadis lainnya yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, أَنَّهُ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَقَرَأَ الرُّومَ فَالْتَبَسَ “Sesungguhnya beliau shallallahu ’alaihi wasallam salat Subuh, lalu membaca surah Ar-Rum, lalu bercampur.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam di waktu Subuh adalah hadis yang disebutkan dalam riwayat Abu Dawud, أَنَّهُ سَمِعَ النبي : يقرأ في الصُّبْحُ إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا “Bahwasanya ia mendengar Nabi membaca pada salat Subuh surah Az-Zalzalah.” (HR. Abu Dawud) Walaupun secara umum, bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada salat Subuh itu panjang, bukan berarti tidak boleh membaca surah yang pendek. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ’anhu, أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ  ﷺ المُعَوَّذَتَيْنِ. قَالَ عُقْبَةُ:فَأَمَّنَا بِهِمَا رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ “Bahwasanya ia meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mu’awwidzatain (An-Nas dan Al-Falaq). Uqbah berkata, ‘Maka, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mengamini keduanya pada salat Fajr (Subuh).’ ” (HR. An-Nasa’i) Salat Zuhur Adapun ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur, disebutkan dalam beberapa hadis. Di antaranya hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ النَّبِيَّ  يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ بِاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ “Nabi membaca pada salat Zuhur surah Al-Lail, dan pada salat Asar semisal itu.” (HR. Muslim) Hadis lainnya adalah hadis dari Bara’ radhiyallahu ’anhu, كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ الظُّهْرَ فَنَسْمَعُ مِنْهُ الْآيَةَ بَعْدَ الْآيَاتِ مِنْ سُورَةِ لُقْمَانَ، وَالدَّارِيَاتِ “Kami pernah salat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu Zuhur. Kami mendengar dari beliau ayat-ayat dari surah Luqman dan surah Adz-Dzariyat.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Nabi ketika salat Zuhur adalah hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوحِ، وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ وَنَحْوِهِمَا “Beliau membaca pada salat Zuhur dan Asar dengan surah Al-Buruj dan surah At-Thariq dan semisal keduanya.” (HR. An-Nasa’i) Baca juga: Hukum Membaca Surah Al-Fatihah dan Surah Lain ketika Salat Jenazah Salat Asar Bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Asar semisal dengan bacaan beliau shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur sebagaimana hadis-hadis yang telah disebutkan sebelumnya. Salat Magrib Ketika salat Magrib, sebagaimana hadis yang disebutkan, bacaannya merupakan surah-surah pendek. Akan tetapi, banyak hadis lainnya juga yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Magrib. Di antaranya, hadis dari Marwan bin Al-Hakam, قال لي زيد بن ثابت مَا لَكَ نَقْرَأُ فِي المَغْرِبِ بِقِصَارِ – وفي رواية: بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ؟! وَقَدْ سَمِعْتُ  لنَّبِيَّ ﷺ يَقْرَأُ بِطُولَى الطُّولَتَيْنِ “Zaid bin Tsabit telah berkata padaku, ‘Mengapa engkau membaca pada salat Magrib dengan qishar?’ Pada riwayat lain, ‘… dengan qishar mufashal?’ Sungguh aku telah mendengar dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca dengan dua surah panjang (Al-An’am dan Al-A’raf).” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi di salat Magrib adalah hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَرَأَ فِي صَلَاةِ المَغْرِبِ بِسُورَةِ الْأَعْرَافِ فَرَّقَهَا فِي رَكْعَتَيْنِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Magrib dengan surah Al-A’raf dan membaginya menjadi dua rakaat.” (HR. An-Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang bacaan pada salat Magrib, فلا بأس أن يطيل الإنسان في المغرب أحيانًا، بل ينبغي له أن يقرأ بطوال المفصل في بعض الأحيان، كما ثبت عنه أنه قرأ في المغرب بالطور، وبالأعراف أيضًا فرّقها في ركعتين، فلا ينبغي أن يكون دائما في صلاة المغرب من قصار المفصل، بل من السنة أن تقرأ فيها بطوال المفصل في بعض الليالي “Maka, tidak mengapa orang-orang untuk memanjangkan bacaan pada salat Magrib sewaktu-waktu. Perlu baginya untuk membaca thiwal mufashal pada sebagian waktu, sebagaimana hadis yang menetapkan bahwa beliau (Rasulullah) membaca pada salat Magrib dengan surah At-Tur, dan juga surah Al-A’raf yang dibagi pada dua rakaat. Tidaklah sepatutnya untuk terus-menerus membaca qishar mufashal pada salat Magrib. Akan tetapi, termasuk bagian dari sunah adalah membaca thiwal mufashal pada sebagian malam.” Salat Isya Bacaan surah yang dibaca pada salat Isya di antaranya adalah beberapa hadis berikut. Hadis pertama merupakan hadis dari Jabir radhiyallahu ’anhu ketika ada seorang yang mengadukan Muadz bin Jabal ketika mengimami dan membaca surah yang panjang ketika salat Isya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Muadz, اقْرَأْ وَالشَّمْسِ وَضُحَهَا، وسَبحِ اسْمَ رَبِّكَ الأعلى وَنَحْوَهُمَا “Bacalah surah Asy-Syams dan Al-A’la, dan semisal keduanya.” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat Isya adalah hadis, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقْرأْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَأَشْبَاهِهَا مِنَ السُّوَرِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Isya yang terakhir dengan surah Asy-Syamsi dan yang semisalnya dari surah-surah lainnya.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya adalah hadis dari Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ’anhu, أَنَّ النَّبِيِّ كَانَ فِي سَفَرٍ فَقَرَأَ فِي العِشَاءِ فِي إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ : بِالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ “Sesungguhnya Nabi ketika safar, beliau membaca pada salat Isya pada salah satu rakaatnya dengan surah At-Tin.” (HR. Bukhari) Itulah gambaran umum mengenai surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melakukan salat wajib. Baca juga: Surah Al-Ikhlas Setara dengan Sepertiga Al-Qur’an? *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Mumammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.


Daftar Isi Toggle Salat SubuhSalat ZuhurSalat AsarSalat MagribSalat Isya Sebagai pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sepatutnya kita meneladani beliau, terutama dalam masalah ibadah. Salah satu ibadah agung, yang tentunya kita harus bersemangat untuk mencontoh beliau shallallahu ’alaihi wasallam adalah ibadah salat. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي “Salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR. Bukhari) Di antara hal yang kita lakukan ketika salat adalah membaca surah dalam Al-Qur’an setelah membaca Al-Fatihah. Kira-kira surah apa saja yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat? Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ia berkata, ما رأيتُ رجلًا أشبهَ صلاةً من فلانٍ لإمامٍ كان بالمدينةِ . قال سليمانُ بنُ يَسارٍ فصليتُ خلفهُ فكان يطيلُ الأُوليَينِ من الظهرِ ويخففُ الأُخرَيينِ ، ويخففُ العصرَ ، ويقرأُ في الأولَيينِ من المغربِ بقصارِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الأُوليَينِ من العشاءِ من وسطِ المفصَّلِ ، ويقرأُ في الغداةِ بطوالِ المفصَّلِ “Tidaklah aku melihat seseorang yang salatnya lebih serupa (dengan Rasulullah) dari fulan, imam di Madinah. Sulaiman bin Yasar berkata, ‘Aku salat di belakangnya dan ia memanjangkan dua rakaat awal salat Zuhur dan meringankan dua rakaat akhirnya, meringankan salat Asar, membaca pada salat Magrib qishar mufashal, membaca pada dua rakaat awal salat Isya denga wasath (pertengahan) mufashal, dan membaca di waktu pagi (subuh) dengan thiwal mufashal.” (HR. Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang surah mufashal, والمفصل يبتدئ من سورة ق إلى آخر الناس، وطوال المفصل من ق إلى عم، وأوساطه من عم إلى الضحى وقصاره من الضحى إلى آخر سورة الناس. وسُمي مفصلا لكثرة فواصله؛ لأن سوره قصيرة. “Mufashal dimulai dari surah Qaf hinga akhir surah An-Nas. Thiwal mufashal dari surah Qaf hingga ‘Amma (An-Naba). Pertengahannya dari surah ‘Amma (An-Naba) hinga surah Ad-Duha. Dan qishar mufashal dari surah Ad-Duha hingga akhir surat An-Nas. Dinamakan mufashal dikarenakan banyaknya bagiannya dan surah-surahnya yang pendek.” Secara umum, itulah surah yang dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat. Lalu, secara khusus akan kita bahas satu per satu surah yang dibaca Rasulullah pada 5 waktu salat wajib. Salat Subuh Secara umum, ketika salat Subuh, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca surah-surah yang panjang ketika salat Subuh. Di antara hadis yang menunjukkan panjangnya bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ مَا بَيْنَ السَّيِّينَ إلى المائة آية “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Fajr (Subuh) antara 60 hingga 100 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim) Adapun surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, إنَّ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَقْرَأُ في الفَجْرِ بـ ق والْقُرْآنِ المَجِيدِ وكانَ صَلَاتُهُ بَعْدُ تَخْفِيفًا “Sesungguhnya Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Subuh surah Qaf dan salat beliau setelahnya ringan.” (HR. Muslim) Lalu, hadis lainnya yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, أَنَّهُ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَقَرَأَ الرُّومَ فَالْتَبَسَ “Sesungguhnya beliau shallallahu ’alaihi wasallam salat Subuh, lalu membaca surah Ar-Rum, lalu bercampur.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam di waktu Subuh adalah hadis yang disebutkan dalam riwayat Abu Dawud, أَنَّهُ سَمِعَ النبي : يقرأ في الصُّبْحُ إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا “Bahwasanya ia mendengar Nabi membaca pada salat Subuh surah Az-Zalzalah.” (HR. Abu Dawud) Walaupun secara umum, bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pada salat Subuh itu panjang, bukan berarti tidak boleh membaca surah yang pendek. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ’anhu, أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ  ﷺ المُعَوَّذَتَيْنِ. قَالَ عُقْبَةُ:فَأَمَّنَا بِهِمَا رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ “Bahwasanya ia meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mu’awwidzatain (An-Nas dan Al-Falaq). Uqbah berkata, ‘Maka, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mengamini keduanya pada salat Fajr (Subuh).’ ” (HR. An-Nasa’i) Salat Zuhur Adapun ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur, disebutkan dalam beberapa hadis. Di antaranya hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ النَّبِيَّ  يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ بِاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ “Nabi membaca pada salat Zuhur surah Al-Lail, dan pada salat Asar semisal itu.” (HR. Muslim) Hadis lainnya adalah hadis dari Bara’ radhiyallahu ’anhu, كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ الظُّهْرَ فَنَسْمَعُ مِنْهُ الْآيَةَ بَعْدَ الْآيَاتِ مِنْ سُورَةِ لُقْمَانَ، وَالدَّارِيَاتِ “Kami pernah salat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu Zuhur. Kami mendengar dari beliau ayat-ayat dari surah Luqman dan surah Adz-Dzariyat.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan Nabi ketika salat Zuhur adalah hadis dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ’anhu, كَانَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوحِ، وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ وَنَحْوِهِمَا “Beliau membaca pada salat Zuhur dan Asar dengan surah Al-Buruj dan surah At-Thariq dan semisal keduanya.” (HR. An-Nasa’i) Baca juga: Hukum Membaca Surah Al-Fatihah dan Surah Lain ketika Salat Jenazah Salat Asar Bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Asar semisal dengan bacaan beliau shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Zuhur sebagaimana hadis-hadis yang telah disebutkan sebelumnya. Salat Magrib Ketika salat Magrib, sebagaimana hadis yang disebutkan, bacaannya merupakan surah-surah pendek. Akan tetapi, banyak hadis lainnya juga yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ketika salat Magrib. Di antaranya, hadis dari Marwan bin Al-Hakam, قال لي زيد بن ثابت مَا لَكَ نَقْرَأُ فِي المَغْرِبِ بِقِصَارِ – وفي رواية: بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ؟! وَقَدْ سَمِعْتُ  لنَّبِيَّ ﷺ يَقْرَأُ بِطُولَى الطُّولَتَيْنِ “Zaid bin Tsabit telah berkata padaku, ‘Mengapa engkau membaca pada salat Magrib dengan qishar?’ Pada riwayat lain, ‘… dengan qishar mufashal?’ Sungguh aku telah mendengar dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam membaca dengan dua surah panjang (Al-An’am dan Al-A’raf).” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan panjangnya bacaan Nabi di salat Magrib adalah hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَرَأَ فِي صَلَاةِ المَغْرِبِ بِسُورَةِ الْأَعْرَافِ فَرَّقَهَا فِي رَكْعَتَيْنِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Magrib dengan surah Al-A’raf dan membaginya menjadi dua rakaat.” (HR. An-Nasa’i) Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang bacaan pada salat Magrib, فلا بأس أن يطيل الإنسان في المغرب أحيانًا، بل ينبغي له أن يقرأ بطوال المفصل في بعض الأحيان، كما ثبت عنه أنه قرأ في المغرب بالطور، وبالأعراف أيضًا فرّقها في ركعتين، فلا ينبغي أن يكون دائما في صلاة المغرب من قصار المفصل، بل من السنة أن تقرأ فيها بطوال المفصل في بعض الليالي “Maka, tidak mengapa orang-orang untuk memanjangkan bacaan pada salat Magrib sewaktu-waktu. Perlu baginya untuk membaca thiwal mufashal pada sebagian waktu, sebagaimana hadis yang menetapkan bahwa beliau (Rasulullah) membaca pada salat Magrib dengan surah At-Tur, dan juga surah Al-A’raf yang dibagi pada dua rakaat. Tidaklah sepatutnya untuk terus-menerus membaca qishar mufashal pada salat Magrib. Akan tetapi, termasuk bagian dari sunah adalah membaca thiwal mufashal pada sebagian malam.” Salat Isya Bacaan surah yang dibaca pada salat Isya di antaranya adalah beberapa hadis berikut. Hadis pertama merupakan hadis dari Jabir radhiyallahu ’anhu ketika ada seorang yang mengadukan Muadz bin Jabal ketika mengimami dan membaca surah yang panjang ketika salat Isya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Muadz, اقْرَأْ وَالشَّمْسِ وَضُحَهَا، وسَبحِ اسْمَ رَبِّكَ الأعلى وَنَحْوَهُمَا “Bacalah surah Asy-Syams dan Al-A’la, dan semisal keduanya.” (HR. Bukhari) Hadis lainnya yang menunjukkan bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ketika salat Isya adalah hadis, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقْرأْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَأَشْبَاهِهَا مِنَ السُّوَرِ “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membaca pada salat Isya yang terakhir dengan surah Asy-Syamsi dan yang semisalnya dari surah-surah lainnya.” (HR. An-Nasa’i) Hadis lainnya adalah hadis dari Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ’anhu, أَنَّ النَّبِيِّ كَانَ فِي سَفَرٍ فَقَرَأَ فِي العِشَاءِ فِي إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ : بِالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ “Sesungguhnya Nabi ketika safar, beliau membaca pada salat Isya pada salah satu rakaatnya dengan surah At-Tin.” (HR. Bukhari) Itulah gambaran umum mengenai surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melakukan salat wajib. Baca juga: Surah Al-Ikhlas Setara dengan Sepertiga Al-Qur’an? *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Mumammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.

Bagaimana Cara Menyucikan Hati dari Noda? – Syaikh Sa’ad asy-Syatsri #NasehatUlama

Pertanyaan: Ahsanallahu ilaikum, wahai Syaikh kami. Bagaimana seseorang bisa menyucikan hatinya dan menghilangkan noda dosa yang menutup hatinya? Jawaban: Penyuciannya dengan dua cara: Pertama, dengan menjauhkan unsur-unsur buruk yang dapat merusak hati. Apa saja unsur-unsur ini? Di antaranya adalah dosa-dosa dan kemaksiatan. Terkhusus makan harta haram dan mendengar berita dusta. Mendengar berita dusta. Hal-hal ini dapat memengaruhi dan mencederai hati. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala, “Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka kamu tidak akan mampu menolak apa pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong dan banyak memakan harta yang haram…” (QS. al-Maidah: 41 – 42). Jadi, seorang insan harus menjauhi harta haram dan tidak mendengar berita bohong Serta menjauhi seluruh dosa dan kemaksiatan lainnya. Inilah cara pertama. Adapun cara kedua adalah cara pendesakan. Yaitu dengan mendesak penutup hati itu dengan hal-hal yang bertolak belakang dengannya. Pertama-tama, dengan taubat yang tulus yang dapat menghilangkan noda itu. Lalu dengan mendengar ucapan-ucapan yang baik, baik itu dengan mendengar ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta petuah-petuah dan nasihat atau dengan menjadikan hati ini tidak mengonsumsi kecuali dengan harta halal yang diperoleh dari sumber-sumber penghasilan yang terbaik. ==== أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ شَيْخَنَا كَيْفَ يُطَهِّرُ الْإِنْسَانُ قَلْبَهُ وَكَيْفَ يُزِيْلُ الرَّانَ الَّذِي أَصَابَ قَلْبَهُ التَّطْهِيْرُ بِأَمْرَيْنِ الْأَوَّلُ بِإِبْعَادِ الْمَوَادِّ الْمُفْسِدَةِ الَّتِي تُفْسِدُ الْقَلْبَ مَا هِيَ هَذِهِ الْمَوَادُّ؟ مِنْهَا الذُّنُوبُ وَالْمَعَاصِي وَخُصُوصًا أَكْلُ الْمَالِ الْحَرَامِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ فَهَذِهِ أُمُورٌ تُؤَثِّرُ عَلَى الْقَلْبِ وَتَجْرَحُهُ وَانْظُرْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَمَن يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَيَجْتَنِبُ الْإِنْسَانُ الْمَالَ الْحَرَامَ وَيَجْتَنِبُ سَمَاعَ الْكَذِبِ وَيَجْتَنِبُ سَائِرَ الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي هَذَا الطَرِيقُ الطَّرِيقُ الثَّانِي طَرِيقُ الْإِمْدَادِ فَيُمِدُّهَا بِمَا يُقَابِلُ ذَلِكَ أَوَّلُهَا بِالتَّوْبَةِ الصَّادِقَةِ الَّتِي تُزِيلُ الْأَثَرَ السَّابِقَ ثُمَّ بِسَمَاعِ الْحَدِيثِ الطَّيِّبِ سَوَاءً بِسَمَاعِ آيَاتِ الْقُرْآنِ وَأَحَادِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمَوَاعِظِ وَالتَّذْكِيِر أَوْ بِجَعْلِ هَذَا الْقَلْبِ لَا يَتَغَذَّى إِلَّا بِالْمَالِ الْحَلَالِ الَّذِي يَكْسِبُهُ الْإِنْسَانُ مِنْ أَطْيَبِ الْمَكَاسِبِ

Bagaimana Cara Menyucikan Hati dari Noda? – Syaikh Sa’ad asy-Syatsri #NasehatUlama

Pertanyaan: Ahsanallahu ilaikum, wahai Syaikh kami. Bagaimana seseorang bisa menyucikan hatinya dan menghilangkan noda dosa yang menutup hatinya? Jawaban: Penyuciannya dengan dua cara: Pertama, dengan menjauhkan unsur-unsur buruk yang dapat merusak hati. Apa saja unsur-unsur ini? Di antaranya adalah dosa-dosa dan kemaksiatan. Terkhusus makan harta haram dan mendengar berita dusta. Mendengar berita dusta. Hal-hal ini dapat memengaruhi dan mencederai hati. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala, “Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka kamu tidak akan mampu menolak apa pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong dan banyak memakan harta yang haram…” (QS. al-Maidah: 41 – 42). Jadi, seorang insan harus menjauhi harta haram dan tidak mendengar berita bohong Serta menjauhi seluruh dosa dan kemaksiatan lainnya. Inilah cara pertama. Adapun cara kedua adalah cara pendesakan. Yaitu dengan mendesak penutup hati itu dengan hal-hal yang bertolak belakang dengannya. Pertama-tama, dengan taubat yang tulus yang dapat menghilangkan noda itu. Lalu dengan mendengar ucapan-ucapan yang baik, baik itu dengan mendengar ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta petuah-petuah dan nasihat atau dengan menjadikan hati ini tidak mengonsumsi kecuali dengan harta halal yang diperoleh dari sumber-sumber penghasilan yang terbaik. ==== أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ شَيْخَنَا كَيْفَ يُطَهِّرُ الْإِنْسَانُ قَلْبَهُ وَكَيْفَ يُزِيْلُ الرَّانَ الَّذِي أَصَابَ قَلْبَهُ التَّطْهِيْرُ بِأَمْرَيْنِ الْأَوَّلُ بِإِبْعَادِ الْمَوَادِّ الْمُفْسِدَةِ الَّتِي تُفْسِدُ الْقَلْبَ مَا هِيَ هَذِهِ الْمَوَادُّ؟ مِنْهَا الذُّنُوبُ وَالْمَعَاصِي وَخُصُوصًا أَكْلُ الْمَالِ الْحَرَامِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ فَهَذِهِ أُمُورٌ تُؤَثِّرُ عَلَى الْقَلْبِ وَتَجْرَحُهُ وَانْظُرْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَمَن يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَيَجْتَنِبُ الْإِنْسَانُ الْمَالَ الْحَرَامَ وَيَجْتَنِبُ سَمَاعَ الْكَذِبِ وَيَجْتَنِبُ سَائِرَ الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي هَذَا الطَرِيقُ الطَّرِيقُ الثَّانِي طَرِيقُ الْإِمْدَادِ فَيُمِدُّهَا بِمَا يُقَابِلُ ذَلِكَ أَوَّلُهَا بِالتَّوْبَةِ الصَّادِقَةِ الَّتِي تُزِيلُ الْأَثَرَ السَّابِقَ ثُمَّ بِسَمَاعِ الْحَدِيثِ الطَّيِّبِ سَوَاءً بِسَمَاعِ آيَاتِ الْقُرْآنِ وَأَحَادِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمَوَاعِظِ وَالتَّذْكِيِر أَوْ بِجَعْلِ هَذَا الْقَلْبِ لَا يَتَغَذَّى إِلَّا بِالْمَالِ الْحَلَالِ الَّذِي يَكْسِبُهُ الْإِنْسَانُ مِنْ أَطْيَبِ الْمَكَاسِبِ
Pertanyaan: Ahsanallahu ilaikum, wahai Syaikh kami. Bagaimana seseorang bisa menyucikan hatinya dan menghilangkan noda dosa yang menutup hatinya? Jawaban: Penyuciannya dengan dua cara: Pertama, dengan menjauhkan unsur-unsur buruk yang dapat merusak hati. Apa saja unsur-unsur ini? Di antaranya adalah dosa-dosa dan kemaksiatan. Terkhusus makan harta haram dan mendengar berita dusta. Mendengar berita dusta. Hal-hal ini dapat memengaruhi dan mencederai hati. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala, “Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka kamu tidak akan mampu menolak apa pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong dan banyak memakan harta yang haram…” (QS. al-Maidah: 41 – 42). Jadi, seorang insan harus menjauhi harta haram dan tidak mendengar berita bohong Serta menjauhi seluruh dosa dan kemaksiatan lainnya. Inilah cara pertama. Adapun cara kedua adalah cara pendesakan. Yaitu dengan mendesak penutup hati itu dengan hal-hal yang bertolak belakang dengannya. Pertama-tama, dengan taubat yang tulus yang dapat menghilangkan noda itu. Lalu dengan mendengar ucapan-ucapan yang baik, baik itu dengan mendengar ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta petuah-petuah dan nasihat atau dengan menjadikan hati ini tidak mengonsumsi kecuali dengan harta halal yang diperoleh dari sumber-sumber penghasilan yang terbaik. ==== أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ شَيْخَنَا كَيْفَ يُطَهِّرُ الْإِنْسَانُ قَلْبَهُ وَكَيْفَ يُزِيْلُ الرَّانَ الَّذِي أَصَابَ قَلْبَهُ التَّطْهِيْرُ بِأَمْرَيْنِ الْأَوَّلُ بِإِبْعَادِ الْمَوَادِّ الْمُفْسِدَةِ الَّتِي تُفْسِدُ الْقَلْبَ مَا هِيَ هَذِهِ الْمَوَادُّ؟ مِنْهَا الذُّنُوبُ وَالْمَعَاصِي وَخُصُوصًا أَكْلُ الْمَالِ الْحَرَامِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ فَهَذِهِ أُمُورٌ تُؤَثِّرُ عَلَى الْقَلْبِ وَتَجْرَحُهُ وَانْظُرْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَمَن يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَيَجْتَنِبُ الْإِنْسَانُ الْمَالَ الْحَرَامَ وَيَجْتَنِبُ سَمَاعَ الْكَذِبِ وَيَجْتَنِبُ سَائِرَ الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي هَذَا الطَرِيقُ الطَّرِيقُ الثَّانِي طَرِيقُ الْإِمْدَادِ فَيُمِدُّهَا بِمَا يُقَابِلُ ذَلِكَ أَوَّلُهَا بِالتَّوْبَةِ الصَّادِقَةِ الَّتِي تُزِيلُ الْأَثَرَ السَّابِقَ ثُمَّ بِسَمَاعِ الْحَدِيثِ الطَّيِّبِ سَوَاءً بِسَمَاعِ آيَاتِ الْقُرْآنِ وَأَحَادِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمَوَاعِظِ وَالتَّذْكِيِر أَوْ بِجَعْلِ هَذَا الْقَلْبِ لَا يَتَغَذَّى إِلَّا بِالْمَالِ الْحَلَالِ الَّذِي يَكْسِبُهُ الْإِنْسَانُ مِنْ أَطْيَبِ الْمَكَاسِبِ


Pertanyaan: Ahsanallahu ilaikum, wahai Syaikh kami. Bagaimana seseorang bisa menyucikan hatinya dan menghilangkan noda dosa yang menutup hatinya? Jawaban: Penyuciannya dengan dua cara: Pertama, dengan menjauhkan unsur-unsur buruk yang dapat merusak hati. Apa saja unsur-unsur ini? Di antaranya adalah dosa-dosa dan kemaksiatan. Terkhusus makan harta haram dan mendengar berita dusta. Mendengar berita dusta. Hal-hal ini dapat memengaruhi dan mencederai hati. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala, “Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka kamu tidak akan mampu menolak apa pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong dan banyak memakan harta yang haram…” (QS. al-Maidah: 41 – 42). Jadi, seorang insan harus menjauhi harta haram dan tidak mendengar berita bohong Serta menjauhi seluruh dosa dan kemaksiatan lainnya. Inilah cara pertama. Adapun cara kedua adalah cara pendesakan. Yaitu dengan mendesak penutup hati itu dengan hal-hal yang bertolak belakang dengannya. Pertama-tama, dengan taubat yang tulus yang dapat menghilangkan noda itu. Lalu dengan mendengar ucapan-ucapan yang baik, baik itu dengan mendengar ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta petuah-petuah dan nasihat atau dengan menjadikan hati ini tidak mengonsumsi kecuali dengan harta halal yang diperoleh dari sumber-sumber penghasilan yang terbaik. ==== أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ شَيْخَنَا كَيْفَ يُطَهِّرُ الْإِنْسَانُ قَلْبَهُ وَكَيْفَ يُزِيْلُ الرَّانَ الَّذِي أَصَابَ قَلْبَهُ التَّطْهِيْرُ بِأَمْرَيْنِ الْأَوَّلُ بِإِبْعَادِ الْمَوَادِّ الْمُفْسِدَةِ الَّتِي تُفْسِدُ الْقَلْبَ مَا هِيَ هَذِهِ الْمَوَادُّ؟ مِنْهَا الذُّنُوبُ وَالْمَعَاصِي وَخُصُوصًا أَكْلُ الْمَالِ الْحَرَامِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ وَسَمَاعُ الْحَدِيثِ الْكَاذِبِ فَهَذِهِ أُمُورٌ تُؤَثِّرُ عَلَى الْقَلْبِ وَتَجْرَحُهُ وَانْظُرْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَمَن يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَن تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَيَجْتَنِبُ الْإِنْسَانُ الْمَالَ الْحَرَامَ وَيَجْتَنِبُ سَمَاعَ الْكَذِبِ وَيَجْتَنِبُ سَائِرَ الذُّنُوبِ وَالْمَعَاصِي هَذَا الطَرِيقُ الطَّرِيقُ الثَّانِي طَرِيقُ الْإِمْدَادِ فَيُمِدُّهَا بِمَا يُقَابِلُ ذَلِكَ أَوَّلُهَا بِالتَّوْبَةِ الصَّادِقَةِ الَّتِي تُزِيلُ الْأَثَرَ السَّابِقَ ثُمَّ بِسَمَاعِ الْحَدِيثِ الطَّيِّبِ سَوَاءً بِسَمَاعِ آيَاتِ الْقُرْآنِ وَأَحَادِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمَوَاعِظِ وَالتَّذْكِيِر أَوْ بِجَعْلِ هَذَا الْقَلْبِ لَا يَتَغَذَّى إِلَّا بِالْمَالِ الْحَلَالِ الَّذِي يَكْسِبُهُ الْإِنْسَانُ مِنْ أَطْيَبِ الْمَكَاسِبِ

KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU

KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU Posted on November 13, 2024November 14, 2024by Purbalingga, 12 November 2024 – Dalam suasana khidmat pasca sholat Dzuhur, Kapolres Purbalingga, AKBP Rosyid Hartanto, S.H., S.I., menyambangi Pondok Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga, tepatnya di Masjid Manarul Ilmi. Kunjungan istimewa ini disambut hangat oleh pengasuh pondok, Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A. Sosialisasi yang diadakan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para santri, khususnya mereka yang tergabung dalam PKBM Griya Quran Tunas Ilmu, tentang pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dalam kesempatan tersebut, Kapolres memberikan pesan khusus kepada generasi muda. “Saya berharap para santri terus semangat dalam menuntut ilmu agama. Ilmu agama akan menjadi benteng yang kuat bagi kalian dalam menghadapi berbagai godaan zaman sekarang,” ujar Kapolres. Lebih lanjut, Kapolres juga menyoroti berbagai permasalahan yang kerap dihadapi oleh remaja saat ini, seperti pergaulan bebas, tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga dampak negatif dari game online. Beliau mengingatkan bahaya dari tindakan-tindakan tersebut dan mengajak para santri untuk menjauhinya. Kehadiran Kapolres di tengah-tengah santri bukan hanya sekadar memberikan ceramah, namun juga sebagai bentuk sinergi antara pihak kepolisian dengan pondok pesantren. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan para santri dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya, ikut serta dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Acara sosialisasi ini juga dihadiri oleh Wakapolres Kompol Donni Krestanto, Kapolsek Kalimanah AKP Mubarok, dan Kepala Desa Kedungwuluh Bapak Kamda. Kehadiran mereka semakin memperkuat komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Selain memberikan pesan moral, Kapolres Purbalingga juga memberikan tips praktis mengenai cara menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masjid dan pondok pesantren. “Salah satu cara efektif adalah dengan membentuk komunitas pengajian,” ujar Kapolres. “Dengan aktif dalam kegiatan keagamaan, para santri akan terhindar dari pengaruh negatif pergaulan bebas.” Kapolres menekankan pentingnya sinergi antara pihak kepolisian dan pihak pondok pesantren dalam menjaga kamtibmas. “Ini bukan hanya tugas polisi semata, tetapi juga tanggung jawab bersama,” tegas Kapolres. Para pengasuh, guru, dan asatidz memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada santri tentang pentingnya menjaga ketertiban. “Para asatidz harus sering memberikan pengajaran tentang kamtibmas dari sudut pandang agama,” imbuhnya. Dalam kesempatan tersebut, Kapolres Purbalingga juga menyoroti tantangan yang semakin kompleks dalam menjaga Kamtibmas, khususnya di kalangan generasi muda. Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya penggunaan media sosial. “Media sosial memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan kita. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, media sosial justru dapat menjadi sumber masalah,” ungkap Kapolres. Beliau mencontohkan kasus-kasus seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, hingga tindak pidana yang berawal dari interaksi di dunia maya. Selain itu, Kapolres juga menyoroti masalah sosial lainnya yang menjadi perhatian, seperti tingginya angka anak yang lahir tanpa ayah dan kasus pernikahan dini. “Ini semua merupakan dampak dari penggunaan media sosial yang tidak sehat,” tegas Kapolres. Kapolres juga memberikan perhatian terhadap beberapa kasus aktual yang sering terjadi di kalangan remaja, seperti tawuran antar pelajar dan peredaran narkoba di kalangan anak di bawah umur. “Permasalahan ini sangat memprihatinkan. Kita harus bertindak cepat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuhnya. Kapolres berharap agar masjid dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat yang positif dan kondusif. “Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan sosial. Dengan demikian, masjid dapat menjadi benteng bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan zaman,” ujarnya. Dedi Purwanto, penyiar radio Insani 88.8 FM yang juga hadir dalam acara tersebut, turut memberikan tanggapannya. “Luar biasa, memberikan vibes positif tatkala datang ke masjid. Tentunya kunjungan ini bagi saya suatu kehormatan untuk warga Pondok Pesantren Tunas Ilmu,” ungkapnya. Pesan yang paling berkesan dari sosialisasi yang disampaikan Kapolres, menurut Dedi, adalah pentingnya ilmu agama. “Ilmu agama sangat penting untuk kita pelajari agar bisa menghindari pergaulan bebas yang sangat masif sekarang ini,” tegasnya. Sebagai bentuk apresiasi atas peran masjid dalam menjaga kamtibmas, Kapolres menyerahkan seperangkat alat sholat dan al-Qur’an kepada Masjid Manarul Ilmi. “Semoga alat sholat ini dapat bermanfaat bagi jamaah,” ucap Kapolres. Selain itu, Polres Purbalingga juga memberikan bantuan berupa beras kepada Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban pondok pesantren dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan MencontohiMemupuk Jiwa Sosial Santri SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU

KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU Posted on November 13, 2024November 14, 2024by Purbalingga, 12 November 2024 – Dalam suasana khidmat pasca sholat Dzuhur, Kapolres Purbalingga, AKBP Rosyid Hartanto, S.H., S.I., menyambangi Pondok Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga, tepatnya di Masjid Manarul Ilmi. Kunjungan istimewa ini disambut hangat oleh pengasuh pondok, Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A. Sosialisasi yang diadakan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para santri, khususnya mereka yang tergabung dalam PKBM Griya Quran Tunas Ilmu, tentang pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dalam kesempatan tersebut, Kapolres memberikan pesan khusus kepada generasi muda. “Saya berharap para santri terus semangat dalam menuntut ilmu agama. Ilmu agama akan menjadi benteng yang kuat bagi kalian dalam menghadapi berbagai godaan zaman sekarang,” ujar Kapolres. Lebih lanjut, Kapolres juga menyoroti berbagai permasalahan yang kerap dihadapi oleh remaja saat ini, seperti pergaulan bebas, tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga dampak negatif dari game online. Beliau mengingatkan bahaya dari tindakan-tindakan tersebut dan mengajak para santri untuk menjauhinya. Kehadiran Kapolres di tengah-tengah santri bukan hanya sekadar memberikan ceramah, namun juga sebagai bentuk sinergi antara pihak kepolisian dengan pondok pesantren. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan para santri dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya, ikut serta dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Acara sosialisasi ini juga dihadiri oleh Wakapolres Kompol Donni Krestanto, Kapolsek Kalimanah AKP Mubarok, dan Kepala Desa Kedungwuluh Bapak Kamda. Kehadiran mereka semakin memperkuat komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Selain memberikan pesan moral, Kapolres Purbalingga juga memberikan tips praktis mengenai cara menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masjid dan pondok pesantren. “Salah satu cara efektif adalah dengan membentuk komunitas pengajian,” ujar Kapolres. “Dengan aktif dalam kegiatan keagamaan, para santri akan terhindar dari pengaruh negatif pergaulan bebas.” Kapolres menekankan pentingnya sinergi antara pihak kepolisian dan pihak pondok pesantren dalam menjaga kamtibmas. “Ini bukan hanya tugas polisi semata, tetapi juga tanggung jawab bersama,” tegas Kapolres. Para pengasuh, guru, dan asatidz memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada santri tentang pentingnya menjaga ketertiban. “Para asatidz harus sering memberikan pengajaran tentang kamtibmas dari sudut pandang agama,” imbuhnya. Dalam kesempatan tersebut, Kapolres Purbalingga juga menyoroti tantangan yang semakin kompleks dalam menjaga Kamtibmas, khususnya di kalangan generasi muda. Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya penggunaan media sosial. “Media sosial memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan kita. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, media sosial justru dapat menjadi sumber masalah,” ungkap Kapolres. Beliau mencontohkan kasus-kasus seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, hingga tindak pidana yang berawal dari interaksi di dunia maya. Selain itu, Kapolres juga menyoroti masalah sosial lainnya yang menjadi perhatian, seperti tingginya angka anak yang lahir tanpa ayah dan kasus pernikahan dini. “Ini semua merupakan dampak dari penggunaan media sosial yang tidak sehat,” tegas Kapolres. Kapolres juga memberikan perhatian terhadap beberapa kasus aktual yang sering terjadi di kalangan remaja, seperti tawuran antar pelajar dan peredaran narkoba di kalangan anak di bawah umur. “Permasalahan ini sangat memprihatinkan. Kita harus bertindak cepat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuhnya. Kapolres berharap agar masjid dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat yang positif dan kondusif. “Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan sosial. Dengan demikian, masjid dapat menjadi benteng bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan zaman,” ujarnya. Dedi Purwanto, penyiar radio Insani 88.8 FM yang juga hadir dalam acara tersebut, turut memberikan tanggapannya. “Luar biasa, memberikan vibes positif tatkala datang ke masjid. Tentunya kunjungan ini bagi saya suatu kehormatan untuk warga Pondok Pesantren Tunas Ilmu,” ungkapnya. Pesan yang paling berkesan dari sosialisasi yang disampaikan Kapolres, menurut Dedi, adalah pentingnya ilmu agama. “Ilmu agama sangat penting untuk kita pelajari agar bisa menghindari pergaulan bebas yang sangat masif sekarang ini,” tegasnya. Sebagai bentuk apresiasi atas peran masjid dalam menjaga kamtibmas, Kapolres menyerahkan seperangkat alat sholat dan al-Qur’an kepada Masjid Manarul Ilmi. “Semoga alat sholat ini dapat bermanfaat bagi jamaah,” ucap Kapolres. Selain itu, Polres Purbalingga juga memberikan bantuan berupa beras kepada Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban pondok pesantren dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan MencontohiMemupuk Jiwa Sosial Santri SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU Posted on November 13, 2024November 14, 2024by Purbalingga, 12 November 2024 – Dalam suasana khidmat pasca sholat Dzuhur, Kapolres Purbalingga, AKBP Rosyid Hartanto, S.H., S.I., menyambangi Pondok Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga, tepatnya di Masjid Manarul Ilmi. Kunjungan istimewa ini disambut hangat oleh pengasuh pondok, Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A. Sosialisasi yang diadakan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para santri, khususnya mereka yang tergabung dalam PKBM Griya Quran Tunas Ilmu, tentang pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dalam kesempatan tersebut, Kapolres memberikan pesan khusus kepada generasi muda. “Saya berharap para santri terus semangat dalam menuntut ilmu agama. Ilmu agama akan menjadi benteng yang kuat bagi kalian dalam menghadapi berbagai godaan zaman sekarang,” ujar Kapolres. Lebih lanjut, Kapolres juga menyoroti berbagai permasalahan yang kerap dihadapi oleh remaja saat ini, seperti pergaulan bebas, tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga dampak negatif dari game online. Beliau mengingatkan bahaya dari tindakan-tindakan tersebut dan mengajak para santri untuk menjauhinya. Kehadiran Kapolres di tengah-tengah santri bukan hanya sekadar memberikan ceramah, namun juga sebagai bentuk sinergi antara pihak kepolisian dengan pondok pesantren. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan para santri dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya, ikut serta dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Acara sosialisasi ini juga dihadiri oleh Wakapolres Kompol Donni Krestanto, Kapolsek Kalimanah AKP Mubarok, dan Kepala Desa Kedungwuluh Bapak Kamda. Kehadiran mereka semakin memperkuat komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Selain memberikan pesan moral, Kapolres Purbalingga juga memberikan tips praktis mengenai cara menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masjid dan pondok pesantren. “Salah satu cara efektif adalah dengan membentuk komunitas pengajian,” ujar Kapolres. “Dengan aktif dalam kegiatan keagamaan, para santri akan terhindar dari pengaruh negatif pergaulan bebas.” Kapolres menekankan pentingnya sinergi antara pihak kepolisian dan pihak pondok pesantren dalam menjaga kamtibmas. “Ini bukan hanya tugas polisi semata, tetapi juga tanggung jawab bersama,” tegas Kapolres. Para pengasuh, guru, dan asatidz memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada santri tentang pentingnya menjaga ketertiban. “Para asatidz harus sering memberikan pengajaran tentang kamtibmas dari sudut pandang agama,” imbuhnya. Dalam kesempatan tersebut, Kapolres Purbalingga juga menyoroti tantangan yang semakin kompleks dalam menjaga Kamtibmas, khususnya di kalangan generasi muda. Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya penggunaan media sosial. “Media sosial memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan kita. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, media sosial justru dapat menjadi sumber masalah,” ungkap Kapolres. Beliau mencontohkan kasus-kasus seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, hingga tindak pidana yang berawal dari interaksi di dunia maya. Selain itu, Kapolres juga menyoroti masalah sosial lainnya yang menjadi perhatian, seperti tingginya angka anak yang lahir tanpa ayah dan kasus pernikahan dini. “Ini semua merupakan dampak dari penggunaan media sosial yang tidak sehat,” tegas Kapolres. Kapolres juga memberikan perhatian terhadap beberapa kasus aktual yang sering terjadi di kalangan remaja, seperti tawuran antar pelajar dan peredaran narkoba di kalangan anak di bawah umur. “Permasalahan ini sangat memprihatinkan. Kita harus bertindak cepat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuhnya. Kapolres berharap agar masjid dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat yang positif dan kondusif. “Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan sosial. Dengan demikian, masjid dapat menjadi benteng bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan zaman,” ujarnya. Dedi Purwanto, penyiar radio Insani 88.8 FM yang juga hadir dalam acara tersebut, turut memberikan tanggapannya. “Luar biasa, memberikan vibes positif tatkala datang ke masjid. Tentunya kunjungan ini bagi saya suatu kehormatan untuk warga Pondok Pesantren Tunas Ilmu,” ungkapnya. Pesan yang paling berkesan dari sosialisasi yang disampaikan Kapolres, menurut Dedi, adalah pentingnya ilmu agama. “Ilmu agama sangat penting untuk kita pelajari agar bisa menghindari pergaulan bebas yang sangat masif sekarang ini,” tegasnya. Sebagai bentuk apresiasi atas peran masjid dalam menjaga kamtibmas, Kapolres menyerahkan seperangkat alat sholat dan al-Qur’an kepada Masjid Manarul Ilmi. “Semoga alat sholat ini dapat bermanfaat bagi jamaah,” ucap Kapolres. Selain itu, Polres Purbalingga juga memberikan bantuan berupa beras kepada Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban pondok pesantren dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan MencontohiMemupuk Jiwa Sosial Santri SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU Posted on November 13, 2024November 14, 2024by Purbalingga, 12 November 2024 – Dalam suasana khidmat pasca sholat Dzuhur, Kapolres Purbalingga, AKBP Rosyid Hartanto, S.H., S.I., menyambangi Pondok Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga, tepatnya di Masjid Manarul Ilmi. Kunjungan istimewa ini disambut hangat oleh pengasuh pondok, Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A. Sosialisasi yang diadakan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para santri, khususnya mereka yang tergabung dalam PKBM Griya Quran Tunas Ilmu, tentang pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dalam kesempatan tersebut, Kapolres memberikan pesan khusus kepada generasi muda. “Saya berharap para santri terus semangat dalam menuntut ilmu agama. Ilmu agama akan menjadi benteng yang kuat bagi kalian dalam menghadapi berbagai godaan zaman sekarang,” ujar Kapolres. Lebih lanjut, Kapolres juga menyoroti berbagai permasalahan yang kerap dihadapi oleh remaja saat ini, seperti pergaulan bebas, tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga dampak negatif dari game online. Beliau mengingatkan bahaya dari tindakan-tindakan tersebut dan mengajak para santri untuk menjauhinya. Kehadiran Kapolres di tengah-tengah santri bukan hanya sekadar memberikan ceramah, namun juga sebagai bentuk sinergi antara pihak kepolisian dengan pondok pesantren. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan para santri dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya, ikut serta dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Acara sosialisasi ini juga dihadiri oleh Wakapolres Kompol Donni Krestanto, Kapolsek Kalimanah AKP Mubarok, dan Kepala Desa Kedungwuluh Bapak Kamda. Kehadiran mereka semakin memperkuat komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Selain memberikan pesan moral, Kapolres Purbalingga juga memberikan tips praktis mengenai cara menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masjid dan pondok pesantren. “Salah satu cara efektif adalah dengan membentuk komunitas pengajian,” ujar Kapolres. “Dengan aktif dalam kegiatan keagamaan, para santri akan terhindar dari pengaruh negatif pergaulan bebas.” Kapolres menekankan pentingnya sinergi antara pihak kepolisian dan pihak pondok pesantren dalam menjaga kamtibmas. “Ini bukan hanya tugas polisi semata, tetapi juga tanggung jawab bersama,” tegas Kapolres. Para pengasuh, guru, dan asatidz memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada santri tentang pentingnya menjaga ketertiban. “Para asatidz harus sering memberikan pengajaran tentang kamtibmas dari sudut pandang agama,” imbuhnya. Dalam kesempatan tersebut, Kapolres Purbalingga juga menyoroti tantangan yang semakin kompleks dalam menjaga Kamtibmas, khususnya di kalangan generasi muda. Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya penggunaan media sosial. “Media sosial memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan kita. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, media sosial justru dapat menjadi sumber masalah,” ungkap Kapolres. Beliau mencontohkan kasus-kasus seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, hingga tindak pidana yang berawal dari interaksi di dunia maya. Selain itu, Kapolres juga menyoroti masalah sosial lainnya yang menjadi perhatian, seperti tingginya angka anak yang lahir tanpa ayah dan kasus pernikahan dini. “Ini semua merupakan dampak dari penggunaan media sosial yang tidak sehat,” tegas Kapolres. Kapolres juga memberikan perhatian terhadap beberapa kasus aktual yang sering terjadi di kalangan remaja, seperti tawuran antar pelajar dan peredaran narkoba di kalangan anak di bawah umur. “Permasalahan ini sangat memprihatinkan. Kita harus bertindak cepat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuhnya. Kapolres berharap agar masjid dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat yang positif dan kondusif. “Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan sosial. Dengan demikian, masjid dapat menjadi benteng bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan zaman,” ujarnya. Dedi Purwanto, penyiar radio Insani 88.8 FM yang juga hadir dalam acara tersebut, turut memberikan tanggapannya. “Luar biasa, memberikan vibes positif tatkala datang ke masjid. Tentunya kunjungan ini bagi saya suatu kehormatan untuk warga Pondok Pesantren Tunas Ilmu,” ungkapnya. Pesan yang paling berkesan dari sosialisasi yang disampaikan Kapolres, menurut Dedi, adalah pentingnya ilmu agama. “Ilmu agama sangat penting untuk kita pelajari agar bisa menghindari pergaulan bebas yang sangat masif sekarang ini,” tegasnya. Sebagai bentuk apresiasi atas peran masjid dalam menjaga kamtibmas, Kapolres menyerahkan seperangkat alat sholat dan al-Qur’an kepada Masjid Manarul Ilmi. “Semoga alat sholat ini dapat bermanfaat bagi jamaah,” ucap Kapolres. Selain itu, Polres Purbalingga juga memberikan bantuan berupa beras kepada Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban pondok pesantren dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan MencontohiMemupuk Jiwa Sosial Santri SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Memupuk Jiwa Sosial Santri

Memupuk Jiwa Sosial Santri Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga – Kamis, 07 November 2024, menjadi hari yang istimewa bagi seluruh santri Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Dengan semangat juang yang tinggi, mereka bahu-membahu dalam kegiatan kerja bakti untuk memperindah saung baru Pesantren. Kegiatan ini tidak hanya sekadar gotong royong membersihkan lingkungan, tetapi juga menjadi ajang untuk mendalami nilai-nilai keagamaan dan membangun karakter generasi muda. Kerja bakti ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk menumbuhkan semangat gotong royong dan kepedulian sosial di kalangan santri. Dalam Islam, bekerja sama dalam kebaikan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Dengan ikut serta dalam kegiatan ini, para santri tidak hanya belajar tentang kebersihan lingkungan, tetapi juga memperdalam nilai-nilai keagamaan seperti disiplin, tanggung jawab dan kerja sama. “Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kami. Selain bisa menjaga kebersihan lingkungan Pesantren, kami juga belajar tentang pentingnya gotong royong dan kerja sama,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, Ketua SANTUN (Santri Tunas Ilmu). Selama pelaksanaan kerja bakti, para santri menghadapi beberapa kendala, seperti kurangnya peralatan, terutama cangkul. Hal ini menyebabkan proses penggalian tanah untuk kolam menjadi lebih lama. Selain itu, transportasi untuk mengangkut material juga menjadi tantangan tersendiri. Terdapat tiga titik utama dalam kegiatan kerja bakti kali ini. Sepuluh santri tangguh berjibaku menggali tanah untuk perataan tanah area kolam di depan saung baru. Sementara itu, 38 santri lainnya sibuk memindahkan daun-daun kering di pot-pot tanaman masjid. Sisanya, sebanyak 4 santri, bertugas menggali limbah biopori yang tertampung di ratusan lubang biopori masjid dan pondok. “Nantinya, depan saung baru ini akan dibuat kolam ikan,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, ketua SANTUN. “Posisi tanah depan saung levelnya masih lebih tinggi dibanding saluran irigasi. Maka dari itu, kita akan melakukan penggalian supaya airnya mudah mengalir. Hukum gravitasi!” tambahnya dengan semangat. Meskipun belum bisa dipastikan kapan waktu penyelesaian 100% kegiatan kerja bakti ini, terutama untuk bagian penggalian kolam yang membutuhkan beberapa kali repetisi, Pengasuh memberikan durasi kegiatan akan selesai sekitar pukul 11.00 siang. “Untuk awal mungkin kendalanya di peralatan yang kurang lengkap, khususnya cangkul,” ungkap Sukma Purnama, koordinator sub bagian penggalian kolam. “Seandainya kegiatan penggalian ini rutin, maka pihak Pondok diharapkan bisa menyiapkan cangkul lebih memadai lagi. Kemudian juga mengatasi kekurangan sarana transportasi, karena material yang akan diangkut cukup banyak.” Dengan semangat yang membara, para santri Tunas Ilmu membuktikan bahwa mereka tidak hanya pandai mengaji, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Semoga semangat gotong royong ini terus berkobar dan menginspirasi banyak orang. Untuk melibatkan seluruh santri dalam kegiatan ini, SANTUN telah melakukan berbagai upaya. Selain membagi tugas secara merata, SANTUN juga menciptakan suasana yang menyenangkan dan penuh semangat. Dengan demikian, para santri merasa senang dan antusias dalam mengikuti kegiatan kerja bakti. Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A., selaku Pengasuh Pondok Pesantren, mengungkapkan bahwa kegiatan kerja bakti ini memiliki beberapa tujuan penting. “Pertama, kami ingin membiasakan santri untuk bekerja keras dan bertanggung jawab. Kedua, kami ingin menanamkan rasa kepedulian terhadap lingkungan. Ketiga, kami ingin membangun semangat gotong royong dan kepedulian terhadap Pondok,” ujar beliau. Beliau juga berharap agar kegiatan ini dapat membentuk karakter santri yang tangguh dan peduli terhadap lingkungan. “Semoga semangat gotong royong ini terus terjaga, bahkan setelah mereka lulus dari Pondok”, harapnya. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi para santri. “Kegiatan yang dibebankan oleh Ustadz Abdullah Zaen benar-benar memberi pengaruh, terutama bagi para pemuda untuk kembali ke back to nature. Jadi kita bisa mengenal alam dengan lebih dalam,” ungkap salah satu santri. Kegiatan kerja bakti ini diharapkan dapat memberikan dampak jangka panjang yang positif, baik bagi santri maupun Pesantren secara keseluruhan. Beberapa dampak yang diharapkan antara lain: • Peningkatan Keterampilan dan Pengetahuan Praktis Santri: Melalui kegiatan kerja bakti, santri dapat belajar berbagai keterampilan praktis seperti meratakan lahan, memperbaiki kesuburan tanah, memanfaatkan sampah organik dan memelihara lingkungan. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi mereka di masa depan. • Pengembangan Nilai Kewirausahaan: Kolam baru yang telah dibuat dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan atau tanaman air. Hal ini dapat membuka peluang bagi santri untuk mengembangkan jiwa kewirausahaannya. • Meningkatkan Ketahanan Pangan: Dengan adanya kolam ikan dan tanaman yang subur, Pondok Pesantren dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan. • Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Pondok: Hasil dari budidaya ikan atau tanaman air dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi Pondok. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMUPuskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Memupuk Jiwa Sosial Santri

Memupuk Jiwa Sosial Santri Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga – Kamis, 07 November 2024, menjadi hari yang istimewa bagi seluruh santri Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Dengan semangat juang yang tinggi, mereka bahu-membahu dalam kegiatan kerja bakti untuk memperindah saung baru Pesantren. Kegiatan ini tidak hanya sekadar gotong royong membersihkan lingkungan, tetapi juga menjadi ajang untuk mendalami nilai-nilai keagamaan dan membangun karakter generasi muda. Kerja bakti ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk menumbuhkan semangat gotong royong dan kepedulian sosial di kalangan santri. Dalam Islam, bekerja sama dalam kebaikan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Dengan ikut serta dalam kegiatan ini, para santri tidak hanya belajar tentang kebersihan lingkungan, tetapi juga memperdalam nilai-nilai keagamaan seperti disiplin, tanggung jawab dan kerja sama. “Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kami. Selain bisa menjaga kebersihan lingkungan Pesantren, kami juga belajar tentang pentingnya gotong royong dan kerja sama,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, Ketua SANTUN (Santri Tunas Ilmu). Selama pelaksanaan kerja bakti, para santri menghadapi beberapa kendala, seperti kurangnya peralatan, terutama cangkul. Hal ini menyebabkan proses penggalian tanah untuk kolam menjadi lebih lama. Selain itu, transportasi untuk mengangkut material juga menjadi tantangan tersendiri. Terdapat tiga titik utama dalam kegiatan kerja bakti kali ini. Sepuluh santri tangguh berjibaku menggali tanah untuk perataan tanah area kolam di depan saung baru. Sementara itu, 38 santri lainnya sibuk memindahkan daun-daun kering di pot-pot tanaman masjid. Sisanya, sebanyak 4 santri, bertugas menggali limbah biopori yang tertampung di ratusan lubang biopori masjid dan pondok. “Nantinya, depan saung baru ini akan dibuat kolam ikan,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, ketua SANTUN. “Posisi tanah depan saung levelnya masih lebih tinggi dibanding saluran irigasi. Maka dari itu, kita akan melakukan penggalian supaya airnya mudah mengalir. Hukum gravitasi!” tambahnya dengan semangat. Meskipun belum bisa dipastikan kapan waktu penyelesaian 100% kegiatan kerja bakti ini, terutama untuk bagian penggalian kolam yang membutuhkan beberapa kali repetisi, Pengasuh memberikan durasi kegiatan akan selesai sekitar pukul 11.00 siang. “Untuk awal mungkin kendalanya di peralatan yang kurang lengkap, khususnya cangkul,” ungkap Sukma Purnama, koordinator sub bagian penggalian kolam. “Seandainya kegiatan penggalian ini rutin, maka pihak Pondok diharapkan bisa menyiapkan cangkul lebih memadai lagi. Kemudian juga mengatasi kekurangan sarana transportasi, karena material yang akan diangkut cukup banyak.” Dengan semangat yang membara, para santri Tunas Ilmu membuktikan bahwa mereka tidak hanya pandai mengaji, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Semoga semangat gotong royong ini terus berkobar dan menginspirasi banyak orang. Untuk melibatkan seluruh santri dalam kegiatan ini, SANTUN telah melakukan berbagai upaya. Selain membagi tugas secara merata, SANTUN juga menciptakan suasana yang menyenangkan dan penuh semangat. Dengan demikian, para santri merasa senang dan antusias dalam mengikuti kegiatan kerja bakti. Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A., selaku Pengasuh Pondok Pesantren, mengungkapkan bahwa kegiatan kerja bakti ini memiliki beberapa tujuan penting. “Pertama, kami ingin membiasakan santri untuk bekerja keras dan bertanggung jawab. Kedua, kami ingin menanamkan rasa kepedulian terhadap lingkungan. Ketiga, kami ingin membangun semangat gotong royong dan kepedulian terhadap Pondok,” ujar beliau. Beliau juga berharap agar kegiatan ini dapat membentuk karakter santri yang tangguh dan peduli terhadap lingkungan. “Semoga semangat gotong royong ini terus terjaga, bahkan setelah mereka lulus dari Pondok”, harapnya. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi para santri. “Kegiatan yang dibebankan oleh Ustadz Abdullah Zaen benar-benar memberi pengaruh, terutama bagi para pemuda untuk kembali ke back to nature. Jadi kita bisa mengenal alam dengan lebih dalam,” ungkap salah satu santri. Kegiatan kerja bakti ini diharapkan dapat memberikan dampak jangka panjang yang positif, baik bagi santri maupun Pesantren secara keseluruhan. Beberapa dampak yang diharapkan antara lain: • Peningkatan Keterampilan dan Pengetahuan Praktis Santri: Melalui kegiatan kerja bakti, santri dapat belajar berbagai keterampilan praktis seperti meratakan lahan, memperbaiki kesuburan tanah, memanfaatkan sampah organik dan memelihara lingkungan. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi mereka di masa depan. • Pengembangan Nilai Kewirausahaan: Kolam baru yang telah dibuat dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan atau tanaman air. Hal ini dapat membuka peluang bagi santri untuk mengembangkan jiwa kewirausahaannya. • Meningkatkan Ketahanan Pangan: Dengan adanya kolam ikan dan tanaman yang subur, Pondok Pesantren dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan. • Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Pondok: Hasil dari budidaya ikan atau tanaman air dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi Pondok. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMUPuskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Memupuk Jiwa Sosial Santri Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga – Kamis, 07 November 2024, menjadi hari yang istimewa bagi seluruh santri Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Dengan semangat juang yang tinggi, mereka bahu-membahu dalam kegiatan kerja bakti untuk memperindah saung baru Pesantren. Kegiatan ini tidak hanya sekadar gotong royong membersihkan lingkungan, tetapi juga menjadi ajang untuk mendalami nilai-nilai keagamaan dan membangun karakter generasi muda. Kerja bakti ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk menumbuhkan semangat gotong royong dan kepedulian sosial di kalangan santri. Dalam Islam, bekerja sama dalam kebaikan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Dengan ikut serta dalam kegiatan ini, para santri tidak hanya belajar tentang kebersihan lingkungan, tetapi juga memperdalam nilai-nilai keagamaan seperti disiplin, tanggung jawab dan kerja sama. “Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kami. Selain bisa menjaga kebersihan lingkungan Pesantren, kami juga belajar tentang pentingnya gotong royong dan kerja sama,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, Ketua SANTUN (Santri Tunas Ilmu). Selama pelaksanaan kerja bakti, para santri menghadapi beberapa kendala, seperti kurangnya peralatan, terutama cangkul. Hal ini menyebabkan proses penggalian tanah untuk kolam menjadi lebih lama. Selain itu, transportasi untuk mengangkut material juga menjadi tantangan tersendiri. Terdapat tiga titik utama dalam kegiatan kerja bakti kali ini. Sepuluh santri tangguh berjibaku menggali tanah untuk perataan tanah area kolam di depan saung baru. Sementara itu, 38 santri lainnya sibuk memindahkan daun-daun kering di pot-pot tanaman masjid. Sisanya, sebanyak 4 santri, bertugas menggali limbah biopori yang tertampung di ratusan lubang biopori masjid dan pondok. “Nantinya, depan saung baru ini akan dibuat kolam ikan,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, ketua SANTUN. “Posisi tanah depan saung levelnya masih lebih tinggi dibanding saluran irigasi. Maka dari itu, kita akan melakukan penggalian supaya airnya mudah mengalir. Hukum gravitasi!” tambahnya dengan semangat. Meskipun belum bisa dipastikan kapan waktu penyelesaian 100% kegiatan kerja bakti ini, terutama untuk bagian penggalian kolam yang membutuhkan beberapa kali repetisi, Pengasuh memberikan durasi kegiatan akan selesai sekitar pukul 11.00 siang. “Untuk awal mungkin kendalanya di peralatan yang kurang lengkap, khususnya cangkul,” ungkap Sukma Purnama, koordinator sub bagian penggalian kolam. “Seandainya kegiatan penggalian ini rutin, maka pihak Pondok diharapkan bisa menyiapkan cangkul lebih memadai lagi. Kemudian juga mengatasi kekurangan sarana transportasi, karena material yang akan diangkut cukup banyak.” Dengan semangat yang membara, para santri Tunas Ilmu membuktikan bahwa mereka tidak hanya pandai mengaji, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Semoga semangat gotong royong ini terus berkobar dan menginspirasi banyak orang. Untuk melibatkan seluruh santri dalam kegiatan ini, SANTUN telah melakukan berbagai upaya. Selain membagi tugas secara merata, SANTUN juga menciptakan suasana yang menyenangkan dan penuh semangat. Dengan demikian, para santri merasa senang dan antusias dalam mengikuti kegiatan kerja bakti. Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A., selaku Pengasuh Pondok Pesantren, mengungkapkan bahwa kegiatan kerja bakti ini memiliki beberapa tujuan penting. “Pertama, kami ingin membiasakan santri untuk bekerja keras dan bertanggung jawab. Kedua, kami ingin menanamkan rasa kepedulian terhadap lingkungan. Ketiga, kami ingin membangun semangat gotong royong dan kepedulian terhadap Pondok,” ujar beliau. Beliau juga berharap agar kegiatan ini dapat membentuk karakter santri yang tangguh dan peduli terhadap lingkungan. “Semoga semangat gotong royong ini terus terjaga, bahkan setelah mereka lulus dari Pondok”, harapnya. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi para santri. “Kegiatan yang dibebankan oleh Ustadz Abdullah Zaen benar-benar memberi pengaruh, terutama bagi para pemuda untuk kembali ke back to nature. Jadi kita bisa mengenal alam dengan lebih dalam,” ungkap salah satu santri. Kegiatan kerja bakti ini diharapkan dapat memberikan dampak jangka panjang yang positif, baik bagi santri maupun Pesantren secara keseluruhan. Beberapa dampak yang diharapkan antara lain: • Peningkatan Keterampilan dan Pengetahuan Praktis Santri: Melalui kegiatan kerja bakti, santri dapat belajar berbagai keterampilan praktis seperti meratakan lahan, memperbaiki kesuburan tanah, memanfaatkan sampah organik dan memelihara lingkungan. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi mereka di masa depan. • Pengembangan Nilai Kewirausahaan: Kolam baru yang telah dibuat dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan atau tanaman air. Hal ini dapat membuka peluang bagi santri untuk mengembangkan jiwa kewirausahaannya. • Meningkatkan Ketahanan Pangan: Dengan adanya kolam ikan dan tanaman yang subur, Pondok Pesantren dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan. • Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Pondok: Hasil dari budidaya ikan atau tanaman air dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi Pondok. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMUPuskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Memupuk Jiwa Sosial Santri Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga – Kamis, 07 November 2024, menjadi hari yang istimewa bagi seluruh santri Pondok Pesantren Tunas Ilmu. Dengan semangat juang yang tinggi, mereka bahu-membahu dalam kegiatan kerja bakti untuk memperindah saung baru Pesantren. Kegiatan ini tidak hanya sekadar gotong royong membersihkan lingkungan, tetapi juga menjadi ajang untuk mendalami nilai-nilai keagamaan dan membangun karakter generasi muda. Kerja bakti ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk menumbuhkan semangat gotong royong dan kepedulian sosial di kalangan santri. Dalam Islam, bekerja sama dalam kebaikan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Dengan ikut serta dalam kegiatan ini, para santri tidak hanya belajar tentang kebersihan lingkungan, tetapi juga memperdalam nilai-nilai keagamaan seperti disiplin, tanggung jawab dan kerja sama. “Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kami. Selain bisa menjaga kebersihan lingkungan Pesantren, kami juga belajar tentang pentingnya gotong royong dan kerja sama,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, Ketua SANTUN (Santri Tunas Ilmu). Selama pelaksanaan kerja bakti, para santri menghadapi beberapa kendala, seperti kurangnya peralatan, terutama cangkul. Hal ini menyebabkan proses penggalian tanah untuk kolam menjadi lebih lama. Selain itu, transportasi untuk mengangkut material juga menjadi tantangan tersendiri. Terdapat tiga titik utama dalam kegiatan kerja bakti kali ini. Sepuluh santri tangguh berjibaku menggali tanah untuk perataan tanah area kolam di depan saung baru. Sementara itu, 38 santri lainnya sibuk memindahkan daun-daun kering di pot-pot tanaman masjid. Sisanya, sebanyak 4 santri, bertugas menggali limbah biopori yang tertampung di ratusan lubang biopori masjid dan pondok. “Nantinya, depan saung baru ini akan dibuat kolam ikan,” ungkap Kholil Abdul Hafidz, ketua SANTUN. “Posisi tanah depan saung levelnya masih lebih tinggi dibanding saluran irigasi. Maka dari itu, kita akan melakukan penggalian supaya airnya mudah mengalir. Hukum gravitasi!” tambahnya dengan semangat. Meskipun belum bisa dipastikan kapan waktu penyelesaian 100% kegiatan kerja bakti ini, terutama untuk bagian penggalian kolam yang membutuhkan beberapa kali repetisi, Pengasuh memberikan durasi kegiatan akan selesai sekitar pukul 11.00 siang. “Untuk awal mungkin kendalanya di peralatan yang kurang lengkap, khususnya cangkul,” ungkap Sukma Purnama, koordinator sub bagian penggalian kolam. “Seandainya kegiatan penggalian ini rutin, maka pihak Pondok diharapkan bisa menyiapkan cangkul lebih memadai lagi. Kemudian juga mengatasi kekurangan sarana transportasi, karena material yang akan diangkut cukup banyak.” Dengan semangat yang membara, para santri Tunas Ilmu membuktikan bahwa mereka tidak hanya pandai mengaji, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Semoga semangat gotong royong ini terus berkobar dan menginspirasi banyak orang. Untuk melibatkan seluruh santri dalam kegiatan ini, SANTUN telah melakukan berbagai upaya. Selain membagi tugas secara merata, SANTUN juga menciptakan suasana yang menyenangkan dan penuh semangat. Dengan demikian, para santri merasa senang dan antusias dalam mengikuti kegiatan kerja bakti. Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A., selaku Pengasuh Pondok Pesantren, mengungkapkan bahwa kegiatan kerja bakti ini memiliki beberapa tujuan penting. “Pertama, kami ingin membiasakan santri untuk bekerja keras dan bertanggung jawab. Kedua, kami ingin menanamkan rasa kepedulian terhadap lingkungan. Ketiga, kami ingin membangun semangat gotong royong dan kepedulian terhadap Pondok,” ujar beliau. Beliau juga berharap agar kegiatan ini dapat membentuk karakter santri yang tangguh dan peduli terhadap lingkungan. “Semoga semangat gotong royong ini terus terjaga, bahkan setelah mereka lulus dari Pondok”, harapnya. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi para santri. “Kegiatan yang dibebankan oleh Ustadz Abdullah Zaen benar-benar memberi pengaruh, terutama bagi para pemuda untuk kembali ke back to nature. Jadi kita bisa mengenal alam dengan lebih dalam,” ungkap salah satu santri. Kegiatan kerja bakti ini diharapkan dapat memberikan dampak jangka panjang yang positif, baik bagi santri maupun Pesantren secara keseluruhan. Beberapa dampak yang diharapkan antara lain: • Peningkatan Keterampilan dan Pengetahuan Praktis Santri: Melalui kegiatan kerja bakti, santri dapat belajar berbagai keterampilan praktis seperti meratakan lahan, memperbaiki kesuburan tanah, memanfaatkan sampah organik dan memelihara lingkungan. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi mereka di masa depan. • Pengembangan Nilai Kewirausahaan: Kolam baru yang telah dibuat dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan atau tanaman air. Hal ini dapat membuka peluang bagi santri untuk mengembangkan jiwa kewirausahaannya. • Meningkatkan Ketahanan Pangan: Dengan adanya kolam ikan dan tanaman yang subur, Pondok Pesantren dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan. • Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Pondok: Hasil dari budidaya ikan atau tanaman air dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi Pondok. Reporter: Septian Dwi Cahyo No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation KAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMUPuskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Puskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu

Puskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga, 08 November 2024 – Upaya meningkatkan deteksi dini Tuberkulosis (TBC) terus dilakukan. Salah satunya melalui kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan dahak yang diselenggarakan oleh UPTD Puskesmas Kalimanah di Pondok Pesantren Tunas Ilmu, Jumat (08/11). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang TBC di kalangan santri serta memperkuat peran pesantren dalam mendukung kesehatan masyarakat. Pemilihan Pondok Pesantren Tunas Ilmu sebagai lokasi penyuluhan bukan tanpa alasan. Menurut Prabat Rahardian, A.Md., Kep, sub bidang UGD di UPTD Puskesmas Kalimanah, “Penyuluhan TBC bersifat wajib untuk warga Kecamatan Kalimanah, terutama lembaga yang banyak berkumpul orang seperti pondok pesantren. Dengan demikian, kita ingin meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap TBC di kalangan santri dan masyarakat pesantren.” Sri Pamuji Rahayu, AMK, sub bagian program TB dan Kusta UPTD Puskesmas Kalimanah menjelaskan bahwa pondok pesantren baru menjadi sasaran skrining TBC pada tahun ini. “Walaupun sebelumnya pernah dilakukan, namun kegiatan serupa sudah lama tidak dilaksanakan,” ujarnya. Meskipun penting, pelaksanaan penyuluhan TBC di lingkungan pondok pesantren tidak selalu mudah. Prabat Rahardian mengungkapkan, “Salah satu tantangan terbesar adalah koordinasi dengan pihak pondok pesantren. Ada kalanya mereka ragu untuk melakukan skrining karena khawatir akan masalah privasi jika ada santri yang terdiagnosis positif TBC.” Untuk mengatasi hal ini, UPTD Puskesmas Kalimanah berupaya menjaga kerahasiaan data peserta. “Kami selalu memastikan bahwa data-data peserta tetap aman dan tidak disebarluaskan,” tegas Prabat. Penyuluhan yang dilaksanakan di gedung olahraga lantai 3 Pondok Pesantren Tunas Ilmu berlangsung dengan antusiasme yang cukup tinggi dari para santri. Materi yang disampaikan mencakup berbagai aspek penting terkait TBC, antara lain: Pengertian TBC, Penularan TBC, Gejala TBC, Pemeriksaan TBC, Pengobatan TBC, serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Sebagai bagian dari upaya deteksi dini TBC, dilakukan pemeriksaan sampel dahak kepada 52 santri dan beberapa musyrif pengabdian. Menurut Sri Pamuji Rahayu, “Pemeriksaan sampel dahak secara massal merupakan langkah strategis dalam penanggulangan TBC. Tujuannya tidak hanya untuk mendeteksi kasus TBC secara dini, tetapi juga untuk mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memastikan pengobatan yang efektif bagi mereka yang terinfeksi.” Proses pemeriksaan sampel dahak dilakukan dengan prosedur yang tepat. “Sampel dahak akan kami kirim ke laboratorium untuk diperiksa menggunakan teknik mikroskopis atau kultur bakteri,” jelas Sri Pamuji. Hasil pemeriksaan akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya. Prabat Rahardian, mengungkapkan harapannya setelah pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini. “Tentunya, kegiatan ini adalah bagian dari upaya kami untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Kecamatan Kalimanah, agar mereka lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain,” ujarnya. Terkait rencana tindak lanjut, Prabat menjelaskan bahwa puskesmas akan terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat. “Kami akan melakukan tindak lanjut, seperti pemeriksaan berkala dan program kesehatan lainnya, untuk memastikan masyarakat tetap aware dengan kondisi kesehatan mereka,” tambahnya. Lebih lanjut, Sri Pamuji Rahayu, menjelaskan beberapa upaya yang akan dilakukan puskesmas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan santri, tentang pentingnya deteksi dini TBC. “Kami akan terus melakukan edukasi dan penyuluhan secara langsung, memperkuat program pemeriksaan dan skrining, serta meningkatkan akses masyarakat ke layanan kesehatan,” ujarnya. Fauzan Rifai, seorang santri kelas 2, mengungkapkan bahwa sebelum mengikuti penyuluhan, ia sudah memiliki sedikit pengetahuan tentang TBC. “Saya pernah mendengar tentang TBC karena ada tetangga saya yang juga terkena penyakit itu,” ujarnya. Salah seorang santri kelas satu, saat ditanya dalam bahasa Arab, apakah penyuluhan ini membuatnya lebih peduli dengan kesehatan diri sendiri dan teman-teman, menjawab dengan tegas, “Tentu saja!” Kerja sama antara pondok pesantren dan puskesmas memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga kesehatan santri. Septian Dwi Cahyo, perwakilan dari Pondok Pesantren Tunas Ilmu, mengungkapkan, “Kerja sama ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan kesehatan santri, baik dari segi fisik maupun mental. Dengan adanya kolaborasi yang erat, kami dapat memastikan bahwa santri mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai, serta mendapat pendidikan dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan.” Reporter: Septian Dwi Cahyo Post navigation Memupuk Jiwa Sosial SantriPenerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Puskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu

Puskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga, 08 November 2024 – Upaya meningkatkan deteksi dini Tuberkulosis (TBC) terus dilakukan. Salah satunya melalui kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan dahak yang diselenggarakan oleh UPTD Puskesmas Kalimanah di Pondok Pesantren Tunas Ilmu, Jumat (08/11). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang TBC di kalangan santri serta memperkuat peran pesantren dalam mendukung kesehatan masyarakat. Pemilihan Pondok Pesantren Tunas Ilmu sebagai lokasi penyuluhan bukan tanpa alasan. Menurut Prabat Rahardian, A.Md., Kep, sub bidang UGD di UPTD Puskesmas Kalimanah, “Penyuluhan TBC bersifat wajib untuk warga Kecamatan Kalimanah, terutama lembaga yang banyak berkumpul orang seperti pondok pesantren. Dengan demikian, kita ingin meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap TBC di kalangan santri dan masyarakat pesantren.” Sri Pamuji Rahayu, AMK, sub bagian program TB dan Kusta UPTD Puskesmas Kalimanah menjelaskan bahwa pondok pesantren baru menjadi sasaran skrining TBC pada tahun ini. “Walaupun sebelumnya pernah dilakukan, namun kegiatan serupa sudah lama tidak dilaksanakan,” ujarnya. Meskipun penting, pelaksanaan penyuluhan TBC di lingkungan pondok pesantren tidak selalu mudah. Prabat Rahardian mengungkapkan, “Salah satu tantangan terbesar adalah koordinasi dengan pihak pondok pesantren. Ada kalanya mereka ragu untuk melakukan skrining karena khawatir akan masalah privasi jika ada santri yang terdiagnosis positif TBC.” Untuk mengatasi hal ini, UPTD Puskesmas Kalimanah berupaya menjaga kerahasiaan data peserta. “Kami selalu memastikan bahwa data-data peserta tetap aman dan tidak disebarluaskan,” tegas Prabat. Penyuluhan yang dilaksanakan di gedung olahraga lantai 3 Pondok Pesantren Tunas Ilmu berlangsung dengan antusiasme yang cukup tinggi dari para santri. Materi yang disampaikan mencakup berbagai aspek penting terkait TBC, antara lain: Pengertian TBC, Penularan TBC, Gejala TBC, Pemeriksaan TBC, Pengobatan TBC, serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Sebagai bagian dari upaya deteksi dini TBC, dilakukan pemeriksaan sampel dahak kepada 52 santri dan beberapa musyrif pengabdian. Menurut Sri Pamuji Rahayu, “Pemeriksaan sampel dahak secara massal merupakan langkah strategis dalam penanggulangan TBC. Tujuannya tidak hanya untuk mendeteksi kasus TBC secara dini, tetapi juga untuk mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memastikan pengobatan yang efektif bagi mereka yang terinfeksi.” Proses pemeriksaan sampel dahak dilakukan dengan prosedur yang tepat. “Sampel dahak akan kami kirim ke laboratorium untuk diperiksa menggunakan teknik mikroskopis atau kultur bakteri,” jelas Sri Pamuji. Hasil pemeriksaan akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya. Prabat Rahardian, mengungkapkan harapannya setelah pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini. “Tentunya, kegiatan ini adalah bagian dari upaya kami untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Kecamatan Kalimanah, agar mereka lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain,” ujarnya. Terkait rencana tindak lanjut, Prabat menjelaskan bahwa puskesmas akan terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat. “Kami akan melakukan tindak lanjut, seperti pemeriksaan berkala dan program kesehatan lainnya, untuk memastikan masyarakat tetap aware dengan kondisi kesehatan mereka,” tambahnya. Lebih lanjut, Sri Pamuji Rahayu, menjelaskan beberapa upaya yang akan dilakukan puskesmas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan santri, tentang pentingnya deteksi dini TBC. “Kami akan terus melakukan edukasi dan penyuluhan secara langsung, memperkuat program pemeriksaan dan skrining, serta meningkatkan akses masyarakat ke layanan kesehatan,” ujarnya. Fauzan Rifai, seorang santri kelas 2, mengungkapkan bahwa sebelum mengikuti penyuluhan, ia sudah memiliki sedikit pengetahuan tentang TBC. “Saya pernah mendengar tentang TBC karena ada tetangga saya yang juga terkena penyakit itu,” ujarnya. Salah seorang santri kelas satu, saat ditanya dalam bahasa Arab, apakah penyuluhan ini membuatnya lebih peduli dengan kesehatan diri sendiri dan teman-teman, menjawab dengan tegas, “Tentu saja!” Kerja sama antara pondok pesantren dan puskesmas memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga kesehatan santri. Septian Dwi Cahyo, perwakilan dari Pondok Pesantren Tunas Ilmu, mengungkapkan, “Kerja sama ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan kesehatan santri, baik dari segi fisik maupun mental. Dengan adanya kolaborasi yang erat, kami dapat memastikan bahwa santri mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai, serta mendapat pendidikan dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan.” Reporter: Septian Dwi Cahyo Post navigation Memupuk Jiwa Sosial SantriPenerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Puskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga, 08 November 2024 – Upaya meningkatkan deteksi dini Tuberkulosis (TBC) terus dilakukan. Salah satunya melalui kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan dahak yang diselenggarakan oleh UPTD Puskesmas Kalimanah di Pondok Pesantren Tunas Ilmu, Jumat (08/11). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang TBC di kalangan santri serta memperkuat peran pesantren dalam mendukung kesehatan masyarakat. Pemilihan Pondok Pesantren Tunas Ilmu sebagai lokasi penyuluhan bukan tanpa alasan. Menurut Prabat Rahardian, A.Md., Kep, sub bidang UGD di UPTD Puskesmas Kalimanah, “Penyuluhan TBC bersifat wajib untuk warga Kecamatan Kalimanah, terutama lembaga yang banyak berkumpul orang seperti pondok pesantren. Dengan demikian, kita ingin meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap TBC di kalangan santri dan masyarakat pesantren.” Sri Pamuji Rahayu, AMK, sub bagian program TB dan Kusta UPTD Puskesmas Kalimanah menjelaskan bahwa pondok pesantren baru menjadi sasaran skrining TBC pada tahun ini. “Walaupun sebelumnya pernah dilakukan, namun kegiatan serupa sudah lama tidak dilaksanakan,” ujarnya. Meskipun penting, pelaksanaan penyuluhan TBC di lingkungan pondok pesantren tidak selalu mudah. Prabat Rahardian mengungkapkan, “Salah satu tantangan terbesar adalah koordinasi dengan pihak pondok pesantren. Ada kalanya mereka ragu untuk melakukan skrining karena khawatir akan masalah privasi jika ada santri yang terdiagnosis positif TBC.” Untuk mengatasi hal ini, UPTD Puskesmas Kalimanah berupaya menjaga kerahasiaan data peserta. “Kami selalu memastikan bahwa data-data peserta tetap aman dan tidak disebarluaskan,” tegas Prabat. Penyuluhan yang dilaksanakan di gedung olahraga lantai 3 Pondok Pesantren Tunas Ilmu berlangsung dengan antusiasme yang cukup tinggi dari para santri. Materi yang disampaikan mencakup berbagai aspek penting terkait TBC, antara lain: Pengertian TBC, Penularan TBC, Gejala TBC, Pemeriksaan TBC, Pengobatan TBC, serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Sebagai bagian dari upaya deteksi dini TBC, dilakukan pemeriksaan sampel dahak kepada 52 santri dan beberapa musyrif pengabdian. Menurut Sri Pamuji Rahayu, “Pemeriksaan sampel dahak secara massal merupakan langkah strategis dalam penanggulangan TBC. Tujuannya tidak hanya untuk mendeteksi kasus TBC secara dini, tetapi juga untuk mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memastikan pengobatan yang efektif bagi mereka yang terinfeksi.” Proses pemeriksaan sampel dahak dilakukan dengan prosedur yang tepat. “Sampel dahak akan kami kirim ke laboratorium untuk diperiksa menggunakan teknik mikroskopis atau kultur bakteri,” jelas Sri Pamuji. Hasil pemeriksaan akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya. Prabat Rahardian, mengungkapkan harapannya setelah pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini. “Tentunya, kegiatan ini adalah bagian dari upaya kami untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Kecamatan Kalimanah, agar mereka lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain,” ujarnya. Terkait rencana tindak lanjut, Prabat menjelaskan bahwa puskesmas akan terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat. “Kami akan melakukan tindak lanjut, seperti pemeriksaan berkala dan program kesehatan lainnya, untuk memastikan masyarakat tetap aware dengan kondisi kesehatan mereka,” tambahnya. Lebih lanjut, Sri Pamuji Rahayu, menjelaskan beberapa upaya yang akan dilakukan puskesmas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan santri, tentang pentingnya deteksi dini TBC. “Kami akan terus melakukan edukasi dan penyuluhan secara langsung, memperkuat program pemeriksaan dan skrining, serta meningkatkan akses masyarakat ke layanan kesehatan,” ujarnya. Fauzan Rifai, seorang santri kelas 2, mengungkapkan bahwa sebelum mengikuti penyuluhan, ia sudah memiliki sedikit pengetahuan tentang TBC. “Saya pernah mendengar tentang TBC karena ada tetangga saya yang juga terkena penyakit itu,” ujarnya. Salah seorang santri kelas satu, saat ditanya dalam bahasa Arab, apakah penyuluhan ini membuatnya lebih peduli dengan kesehatan diri sendiri dan teman-teman, menjawab dengan tegas, “Tentu saja!” Kerja sama antara pondok pesantren dan puskesmas memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga kesehatan santri. Septian Dwi Cahyo, perwakilan dari Pondok Pesantren Tunas Ilmu, mengungkapkan, “Kerja sama ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan kesehatan santri, baik dari segi fisik maupun mental. Dengan adanya kolaborasi yang erat, kami dapat memastikan bahwa santri mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai, serta mendapat pendidikan dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan.” Reporter: Septian Dwi Cahyo Post navigation Memupuk Jiwa Sosial SantriPenerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Puskesmas Kalimanah Gelar Penyuluhan TBC Di Ponpes Tunas Ilmu Posted on November 13, 2024December 30, 2024by Purbalingga, 08 November 2024 – Upaya meningkatkan deteksi dini Tuberkulosis (TBC) terus dilakukan. Salah satunya melalui kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan dahak yang diselenggarakan oleh UPTD Puskesmas Kalimanah di Pondok Pesantren Tunas Ilmu, Jumat (08/11). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang TBC di kalangan santri serta memperkuat peran pesantren dalam mendukung kesehatan masyarakat. Pemilihan Pondok Pesantren Tunas Ilmu sebagai lokasi penyuluhan bukan tanpa alasan. Menurut Prabat Rahardian, A.Md., Kep, sub bidang UGD di UPTD Puskesmas Kalimanah, “Penyuluhan TBC bersifat wajib untuk warga Kecamatan Kalimanah, terutama lembaga yang banyak berkumpul orang seperti pondok pesantren. Dengan demikian, kita ingin meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap TBC di kalangan santri dan masyarakat pesantren.” Sri Pamuji Rahayu, AMK, sub bagian program TB dan Kusta UPTD Puskesmas Kalimanah menjelaskan bahwa pondok pesantren baru menjadi sasaran skrining TBC pada tahun ini. “Walaupun sebelumnya pernah dilakukan, namun kegiatan serupa sudah lama tidak dilaksanakan,” ujarnya. Meskipun penting, pelaksanaan penyuluhan TBC di lingkungan pondok pesantren tidak selalu mudah. Prabat Rahardian mengungkapkan, “Salah satu tantangan terbesar adalah koordinasi dengan pihak pondok pesantren. Ada kalanya mereka ragu untuk melakukan skrining karena khawatir akan masalah privasi jika ada santri yang terdiagnosis positif TBC.” Untuk mengatasi hal ini, UPTD Puskesmas Kalimanah berupaya menjaga kerahasiaan data peserta. “Kami selalu memastikan bahwa data-data peserta tetap aman dan tidak disebarluaskan,” tegas Prabat. Penyuluhan yang dilaksanakan di gedung olahraga lantai 3 Pondok Pesantren Tunas Ilmu berlangsung dengan antusiasme yang cukup tinggi dari para santri. Materi yang disampaikan mencakup berbagai aspek penting terkait TBC, antara lain: Pengertian TBC, Penularan TBC, Gejala TBC, Pemeriksaan TBC, Pengobatan TBC, serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Sebagai bagian dari upaya deteksi dini TBC, dilakukan pemeriksaan sampel dahak kepada 52 santri dan beberapa musyrif pengabdian. Menurut Sri Pamuji Rahayu, “Pemeriksaan sampel dahak secara massal merupakan langkah strategis dalam penanggulangan TBC. Tujuannya tidak hanya untuk mendeteksi kasus TBC secara dini, tetapi juga untuk mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memastikan pengobatan yang efektif bagi mereka yang terinfeksi.” Proses pemeriksaan sampel dahak dilakukan dengan prosedur yang tepat. “Sampel dahak akan kami kirim ke laboratorium untuk diperiksa menggunakan teknik mikroskopis atau kultur bakteri,” jelas Sri Pamuji. Hasil pemeriksaan akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya. Prabat Rahardian, mengungkapkan harapannya setelah pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini. “Tentunya, kegiatan ini adalah bagian dari upaya kami untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Kecamatan Kalimanah, agar mereka lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain,” ujarnya. Terkait rencana tindak lanjut, Prabat menjelaskan bahwa puskesmas akan terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat. “Kami akan melakukan tindak lanjut, seperti pemeriksaan berkala dan program kesehatan lainnya, untuk memastikan masyarakat tetap aware dengan kondisi kesehatan mereka,” tambahnya. Lebih lanjut, Sri Pamuji Rahayu, menjelaskan beberapa upaya yang akan dilakukan puskesmas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan santri, tentang pentingnya deteksi dini TBC. “Kami akan terus melakukan edukasi dan penyuluhan secara langsung, memperkuat program pemeriksaan dan skrining, serta meningkatkan akses masyarakat ke layanan kesehatan,” ujarnya. Fauzan Rifai, seorang santri kelas 2, mengungkapkan bahwa sebelum mengikuti penyuluhan, ia sudah memiliki sedikit pengetahuan tentang TBC. “Saya pernah mendengar tentang TBC karena ada tetangga saya yang juga terkena penyakit itu,” ujarnya. Salah seorang santri kelas satu, saat ditanya dalam bahasa Arab, apakah penyuluhan ini membuatnya lebih peduli dengan kesehatan diri sendiri dan teman-teman, menjawab dengan tegas, “Tentu saja!” Kerja sama antara pondok pesantren dan puskesmas memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga kesehatan santri. Septian Dwi Cahyo, perwakilan dari Pondok Pesantren Tunas Ilmu, mengungkapkan, “Kerja sama ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan kesehatan santri, baik dari segi fisik maupun mental. Dengan adanya kolaborasi yang erat, kami dapat memastikan bahwa santri mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai, serta mendapat pendidikan dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan.” Reporter: Septian Dwi Cahyo Post navigation Memupuk Jiwa Sosial SantriPenerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Berapa Jumlah Malaikat yang Membersamai Manusia? – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Di antara rahmat Allah Ta’ala bagi manusia adalah dengan menugaskan para malaikat untuknya. Para malaikat yang menjaga manusia dengan perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Ta’ala menugaskan untuk setiap manusia dua malaikat yang menjaganya dari hal yang buruk, dengan izin Allah Subhanah. Satu di depannya dan satu di belakangnya. Sebagaimana firman Allah Subhanah, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka…” Yakni di depannya dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. ar-Ra’d: 11). Yakni dengan perintah Allah. Sebagaimana yang dikatakan Ali radhiyallahu ‘anhu, “Allah menugaskan dua malaikat untuk menjaga manusia atas perintah Allah lalu jika takdir telah datang, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya.” Jika takdir yang ditetapkan Allah kepada manusia, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya. Namun pada asalnya, dua malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Dua malaikat itu selalu menyertainya. Selain itu, Allah juga menugaskan bagi setiap manusia dua malaikat yang mencatat amalannya. Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya; yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 17 – 18). Jadi di kanan dan kiri manusia ada dua malaikat. Salah satunya mencatat amal kebaikan, dan yang lain mencatat amal keburukan. Mereka itulah empat malaikat Dua malaikat menjaga manusia atas perintah Allah, dan dua malaikat lainnya mencatat amalan dan ucapannya atas izin Allah ‘Azza wa Jalla. Jadi, totalnya ada empat malaikat. Lalu empat malaikat ini bergantian dengan empat malaikat lainnya. Mereka berkumpul (untuk berganti tugas) pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Ini maknanya bahwa empat malaikat tersebut bertugas dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar. Lalu datang empat malaikat lain untuk mengganti mereka dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. Dan begitu seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saling silih berganti pada kalian para malaikat di malam hari dan para malaikat di siang hari lalu mereka berkumpul pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka – meskipun Dia lebih mengetahui daripada mereka – ‘Bagaimana kalian mendapati para hamba-Ku?’ Para malaikat itu menjawab, ‘Kami mendatangi mereka saat mereka sedang shalat, dan kami tinggalkan mereka saat mereka sedang shalat juga.’” Ini maknanya, selama sehari semalam ada delapan malaikat yang ditugaskan membersamai manusia. Delapan malaikat yang menyertai setiap manusia. Ini menunjukkan perhatian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap manusia. Bagaimana Allah menugaskan delapan malaikat baginya. Empat malaikat sebagai penjaga, dan empat malaikat lainnya sebagai pencatat amalan. Namun, mereka saling bergantian; empat malaikat dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar, dan empat malaikat dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. ==== مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى بِالْإِنْسَانِ أَنْ وَكَّلَ بِهِ مَلَائِكَةً مَلَائِكَةٌ يَحْفَظُونَهُ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِهِ مِنَ الْمَكْرُوهِ بِإِذْنِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ أَمَامَهُ وَخَلْفَهُ كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ يَعْنِي أَمَامَهُ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ أَيْ بِأَمْرِ اللَّهِ وَكَمَا قَالَ عَلِيٌّ رِضَى اللَّهِ عَنْهُ قَالَ وَكَّلَ اللَّهُ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ فَإِذَا جَاءَ الْقَدَرُ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ إِذَا جَاءَ الْقَدَرُ الَّذِي قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَى الْإِنْسَانِ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ وَإِلَّا فَالْأَصْلُ أَنَّ هَذَيْنِ الْمَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهُمَا مُلَازِمَانِ لَهُ وَكَذَلِكَ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ كَمَا قَالَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ فَعَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ مَلَكَانِ أَحَدُهُمَا يَكْتُبُ الْحَسَنَاتِ وَالْآخَرُ يَكْتُبُ السَّيِّئَاتِ فَهَؤُلَاءِ أَرْبَعَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ اثْنَانِ يَحْفَظَانِهِ بِأَمْرِ اللَّهِ وَاثْنَانِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ وَأَقْوَالَهُ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَأَصْبَحَ الْمَجْمُوعُ أَرْبَعَةً وَهَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةُ يَتَعَاقَبُونَ مَعَ أَرْبَعَةٍ آخَرِيْنَ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَمَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ هَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةَ يَكُونُونَ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَأْتِي أَرْبَعَةُ مَلَائِكَةٍ آخَرُونَ يَعْقُبُونَهُمْ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهَكَذَا كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ فَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ وَجَدْتُمْ عِبَادِيْ؟ فَيَقُولُونَ أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ مَعْنَى هَذَا أَنَّ كُلَّ إِنْسَانٍ وُكِّلَ بِهِ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مَعَ كُلِّ الْإِنْسَانِ مِنْ بَنِي آدَمَ هَذَا يَدُلُّ عَلَى عِنَايَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِهَذَا الإِنْسَانِ كَيْفَ أَنَّ اللَّهَ وَكَّلَ بِهِ ثَمَانِيَةً مِنَ الْمَلَائِكَةِ أَرْبَعَةً حَافِظِيْنَ وَأَرْبَعَةً كَاتِبِيْنَ لَكِنَّهُمْ يَتَعَاقَبُونَ أَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ وَأَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ

Berapa Jumlah Malaikat yang Membersamai Manusia? – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Di antara rahmat Allah Ta’ala bagi manusia adalah dengan menugaskan para malaikat untuknya. Para malaikat yang menjaga manusia dengan perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Ta’ala menugaskan untuk setiap manusia dua malaikat yang menjaganya dari hal yang buruk, dengan izin Allah Subhanah. Satu di depannya dan satu di belakangnya. Sebagaimana firman Allah Subhanah, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka…” Yakni di depannya dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. ar-Ra’d: 11). Yakni dengan perintah Allah. Sebagaimana yang dikatakan Ali radhiyallahu ‘anhu, “Allah menugaskan dua malaikat untuk menjaga manusia atas perintah Allah lalu jika takdir telah datang, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya.” Jika takdir yang ditetapkan Allah kepada manusia, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya. Namun pada asalnya, dua malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Dua malaikat itu selalu menyertainya. Selain itu, Allah juga menugaskan bagi setiap manusia dua malaikat yang mencatat amalannya. Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya; yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 17 – 18). Jadi di kanan dan kiri manusia ada dua malaikat. Salah satunya mencatat amal kebaikan, dan yang lain mencatat amal keburukan. Mereka itulah empat malaikat Dua malaikat menjaga manusia atas perintah Allah, dan dua malaikat lainnya mencatat amalan dan ucapannya atas izin Allah ‘Azza wa Jalla. Jadi, totalnya ada empat malaikat. Lalu empat malaikat ini bergantian dengan empat malaikat lainnya. Mereka berkumpul (untuk berganti tugas) pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Ini maknanya bahwa empat malaikat tersebut bertugas dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar. Lalu datang empat malaikat lain untuk mengganti mereka dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. Dan begitu seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saling silih berganti pada kalian para malaikat di malam hari dan para malaikat di siang hari lalu mereka berkumpul pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka – meskipun Dia lebih mengetahui daripada mereka – ‘Bagaimana kalian mendapati para hamba-Ku?’ Para malaikat itu menjawab, ‘Kami mendatangi mereka saat mereka sedang shalat, dan kami tinggalkan mereka saat mereka sedang shalat juga.’” Ini maknanya, selama sehari semalam ada delapan malaikat yang ditugaskan membersamai manusia. Delapan malaikat yang menyertai setiap manusia. Ini menunjukkan perhatian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap manusia. Bagaimana Allah menugaskan delapan malaikat baginya. Empat malaikat sebagai penjaga, dan empat malaikat lainnya sebagai pencatat amalan. Namun, mereka saling bergantian; empat malaikat dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar, dan empat malaikat dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. ==== مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى بِالْإِنْسَانِ أَنْ وَكَّلَ بِهِ مَلَائِكَةً مَلَائِكَةٌ يَحْفَظُونَهُ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِهِ مِنَ الْمَكْرُوهِ بِإِذْنِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ أَمَامَهُ وَخَلْفَهُ كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ يَعْنِي أَمَامَهُ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ أَيْ بِأَمْرِ اللَّهِ وَكَمَا قَالَ عَلِيٌّ رِضَى اللَّهِ عَنْهُ قَالَ وَكَّلَ اللَّهُ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ فَإِذَا جَاءَ الْقَدَرُ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ إِذَا جَاءَ الْقَدَرُ الَّذِي قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَى الْإِنْسَانِ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ وَإِلَّا فَالْأَصْلُ أَنَّ هَذَيْنِ الْمَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهُمَا مُلَازِمَانِ لَهُ وَكَذَلِكَ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ كَمَا قَالَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ فَعَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ مَلَكَانِ أَحَدُهُمَا يَكْتُبُ الْحَسَنَاتِ وَالْآخَرُ يَكْتُبُ السَّيِّئَاتِ فَهَؤُلَاءِ أَرْبَعَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ اثْنَانِ يَحْفَظَانِهِ بِأَمْرِ اللَّهِ وَاثْنَانِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ وَأَقْوَالَهُ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَأَصْبَحَ الْمَجْمُوعُ أَرْبَعَةً وَهَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةُ يَتَعَاقَبُونَ مَعَ أَرْبَعَةٍ آخَرِيْنَ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَمَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ هَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةَ يَكُونُونَ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَأْتِي أَرْبَعَةُ مَلَائِكَةٍ آخَرُونَ يَعْقُبُونَهُمْ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهَكَذَا كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ فَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ وَجَدْتُمْ عِبَادِيْ؟ فَيَقُولُونَ أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ مَعْنَى هَذَا أَنَّ كُلَّ إِنْسَانٍ وُكِّلَ بِهِ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مَعَ كُلِّ الْإِنْسَانِ مِنْ بَنِي آدَمَ هَذَا يَدُلُّ عَلَى عِنَايَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِهَذَا الإِنْسَانِ كَيْفَ أَنَّ اللَّهَ وَكَّلَ بِهِ ثَمَانِيَةً مِنَ الْمَلَائِكَةِ أَرْبَعَةً حَافِظِيْنَ وَأَرْبَعَةً كَاتِبِيْنَ لَكِنَّهُمْ يَتَعَاقَبُونَ أَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ وَأَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ
Di antara rahmat Allah Ta’ala bagi manusia adalah dengan menugaskan para malaikat untuknya. Para malaikat yang menjaga manusia dengan perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Ta’ala menugaskan untuk setiap manusia dua malaikat yang menjaganya dari hal yang buruk, dengan izin Allah Subhanah. Satu di depannya dan satu di belakangnya. Sebagaimana firman Allah Subhanah, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka…” Yakni di depannya dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. ar-Ra’d: 11). Yakni dengan perintah Allah. Sebagaimana yang dikatakan Ali radhiyallahu ‘anhu, “Allah menugaskan dua malaikat untuk menjaga manusia atas perintah Allah lalu jika takdir telah datang, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya.” Jika takdir yang ditetapkan Allah kepada manusia, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya. Namun pada asalnya, dua malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Dua malaikat itu selalu menyertainya. Selain itu, Allah juga menugaskan bagi setiap manusia dua malaikat yang mencatat amalannya. Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya; yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 17 – 18). Jadi di kanan dan kiri manusia ada dua malaikat. Salah satunya mencatat amal kebaikan, dan yang lain mencatat amal keburukan. Mereka itulah empat malaikat Dua malaikat menjaga manusia atas perintah Allah, dan dua malaikat lainnya mencatat amalan dan ucapannya atas izin Allah ‘Azza wa Jalla. Jadi, totalnya ada empat malaikat. Lalu empat malaikat ini bergantian dengan empat malaikat lainnya. Mereka berkumpul (untuk berganti tugas) pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Ini maknanya bahwa empat malaikat tersebut bertugas dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar. Lalu datang empat malaikat lain untuk mengganti mereka dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. Dan begitu seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saling silih berganti pada kalian para malaikat di malam hari dan para malaikat di siang hari lalu mereka berkumpul pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka – meskipun Dia lebih mengetahui daripada mereka – ‘Bagaimana kalian mendapati para hamba-Ku?’ Para malaikat itu menjawab, ‘Kami mendatangi mereka saat mereka sedang shalat, dan kami tinggalkan mereka saat mereka sedang shalat juga.’” Ini maknanya, selama sehari semalam ada delapan malaikat yang ditugaskan membersamai manusia. Delapan malaikat yang menyertai setiap manusia. Ini menunjukkan perhatian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap manusia. Bagaimana Allah menugaskan delapan malaikat baginya. Empat malaikat sebagai penjaga, dan empat malaikat lainnya sebagai pencatat amalan. Namun, mereka saling bergantian; empat malaikat dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar, dan empat malaikat dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. ==== مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى بِالْإِنْسَانِ أَنْ وَكَّلَ بِهِ مَلَائِكَةً مَلَائِكَةٌ يَحْفَظُونَهُ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِهِ مِنَ الْمَكْرُوهِ بِإِذْنِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ أَمَامَهُ وَخَلْفَهُ كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ يَعْنِي أَمَامَهُ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ أَيْ بِأَمْرِ اللَّهِ وَكَمَا قَالَ عَلِيٌّ رِضَى اللَّهِ عَنْهُ قَالَ وَكَّلَ اللَّهُ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ فَإِذَا جَاءَ الْقَدَرُ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ إِذَا جَاءَ الْقَدَرُ الَّذِي قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَى الْإِنْسَانِ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ وَإِلَّا فَالْأَصْلُ أَنَّ هَذَيْنِ الْمَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهُمَا مُلَازِمَانِ لَهُ وَكَذَلِكَ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ كَمَا قَالَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ فَعَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ مَلَكَانِ أَحَدُهُمَا يَكْتُبُ الْحَسَنَاتِ وَالْآخَرُ يَكْتُبُ السَّيِّئَاتِ فَهَؤُلَاءِ أَرْبَعَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ اثْنَانِ يَحْفَظَانِهِ بِأَمْرِ اللَّهِ وَاثْنَانِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ وَأَقْوَالَهُ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَأَصْبَحَ الْمَجْمُوعُ أَرْبَعَةً وَهَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةُ يَتَعَاقَبُونَ مَعَ أَرْبَعَةٍ آخَرِيْنَ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَمَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ هَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةَ يَكُونُونَ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَأْتِي أَرْبَعَةُ مَلَائِكَةٍ آخَرُونَ يَعْقُبُونَهُمْ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهَكَذَا كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ فَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ وَجَدْتُمْ عِبَادِيْ؟ فَيَقُولُونَ أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ مَعْنَى هَذَا أَنَّ كُلَّ إِنْسَانٍ وُكِّلَ بِهِ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مَعَ كُلِّ الْإِنْسَانِ مِنْ بَنِي آدَمَ هَذَا يَدُلُّ عَلَى عِنَايَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِهَذَا الإِنْسَانِ كَيْفَ أَنَّ اللَّهَ وَكَّلَ بِهِ ثَمَانِيَةً مِنَ الْمَلَائِكَةِ أَرْبَعَةً حَافِظِيْنَ وَأَرْبَعَةً كَاتِبِيْنَ لَكِنَّهُمْ يَتَعَاقَبُونَ أَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ وَأَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ


Di antara rahmat Allah Ta’ala bagi manusia adalah dengan menugaskan para malaikat untuknya. Para malaikat yang menjaga manusia dengan perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Ta’ala menugaskan untuk setiap manusia dua malaikat yang menjaganya dari hal yang buruk, dengan izin Allah Subhanah. Satu di depannya dan satu di belakangnya. Sebagaimana firman Allah Subhanah, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka…” Yakni di depannya dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. ar-Ra’d: 11). Yakni dengan perintah Allah. Sebagaimana yang dikatakan Ali radhiyallahu ‘anhu, “Allah menugaskan dua malaikat untuk menjaga manusia atas perintah Allah lalu jika takdir telah datang, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya.” Jika takdir yang ditetapkan Allah kepada manusia, dua malaikat itu akan membiarkannya menimpanya. Namun pada asalnya, dua malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Dua malaikat itu selalu menyertainya. Selain itu, Allah juga menugaskan bagi setiap manusia dua malaikat yang mencatat amalannya. Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya; yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 17 – 18). Jadi di kanan dan kiri manusia ada dua malaikat. Salah satunya mencatat amal kebaikan, dan yang lain mencatat amal keburukan. Mereka itulah empat malaikat Dua malaikat menjaga manusia atas perintah Allah, dan dua malaikat lainnya mencatat amalan dan ucapannya atas izin Allah ‘Azza wa Jalla. Jadi, totalnya ada empat malaikat. Lalu empat malaikat ini bergantian dengan empat malaikat lainnya. Mereka berkumpul (untuk berganti tugas) pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Ini maknanya bahwa empat malaikat tersebut bertugas dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar. Lalu datang empat malaikat lain untuk mengganti mereka dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. Dan begitu seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saling silih berganti pada kalian para malaikat di malam hari dan para malaikat di siang hari lalu mereka berkumpul pada Shalat Subuh dan Shalat Ashar. Lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka – meskipun Dia lebih mengetahui daripada mereka – ‘Bagaimana kalian mendapati para hamba-Ku?’ Para malaikat itu menjawab, ‘Kami mendatangi mereka saat mereka sedang shalat, dan kami tinggalkan mereka saat mereka sedang shalat juga.’” Ini maknanya, selama sehari semalam ada delapan malaikat yang ditugaskan membersamai manusia. Delapan malaikat yang menyertai setiap manusia. Ini menunjukkan perhatian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap manusia. Bagaimana Allah menugaskan delapan malaikat baginya. Empat malaikat sebagai penjaga, dan empat malaikat lainnya sebagai pencatat amalan. Namun, mereka saling bergantian; empat malaikat dari Shalat Subuh hingga Shalat Ashar, dan empat malaikat dari Shalat Ashar hingga Shalat Subuh. ==== مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى بِالْإِنْسَانِ أَنْ وَكَّلَ بِهِ مَلَائِكَةً مَلَائِكَةٌ يَحْفَظُونَهُ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِهِ مِنَ الْمَكْرُوهِ بِإِذْنِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ أَمَامَهُ وَخَلْفَهُ كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ يَعْنِي أَمَامَهُ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ أَيْ بِأَمْرِ اللَّهِ وَكَمَا قَالَ عَلِيٌّ رِضَى اللَّهِ عَنْهُ قَالَ وَكَّلَ اللَّهُ مَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ فَإِذَا جَاءَ الْقَدَرُ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ إِذَا جَاءَ الْقَدَرُ الَّذِي قَدَّرَهُ اللَّهُ عَلَى الْإِنْسَانِ خَلَّيَا بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ وَإِلَّا فَالْأَصْلُ أَنَّ هَذَيْنِ الْمَلَكَيْنِ يَحْفَظَانِ الْإِنْسَانَ بِأَمْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهُمَا مُلَازِمَانِ لَهُ وَكَذَلِكَ وَكَّلَ اللَّهُ تَعَالَى بِكُلِّ إِنْسَانٍ مَلَكَيْنِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ كَمَا قَالَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ فَعَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ مَلَكَانِ أَحَدُهُمَا يَكْتُبُ الْحَسَنَاتِ وَالْآخَرُ يَكْتُبُ السَّيِّئَاتِ فَهَؤُلَاءِ أَرْبَعَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ اثْنَانِ يَحْفَظَانِهِ بِأَمْرِ اللَّهِ وَاثْنَانِ يَكْتُبَانِ أَعْمَالَهُ وَأَقْوَالَهُ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَأَصْبَحَ الْمَجْمُوعُ أَرْبَعَةً وَهَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةُ يَتَعَاقَبُونَ مَعَ أَرْبَعَةٍ آخَرِيْنَ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَمَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ هَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةَ يَكُونُونَ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَأْتِي أَرْبَعَةُ مَلَائِكَةٍ آخَرُونَ يَعْقُبُونَهُمْ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهَكَذَا كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ فَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ وَجَدْتُمْ عِبَادِيْ؟ فَيَقُولُونَ أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ مَعْنَى هَذَا أَنَّ كُلَّ إِنْسَانٍ وُكِّلَ بِهِ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ ثَمَانِيَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مَعَ كُلِّ الْإِنْسَانِ مِنْ بَنِي آدَمَ هَذَا يَدُلُّ عَلَى عِنَايَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِهَذَا الإِنْسَانِ كَيْفَ أَنَّ اللَّهَ وَكَّلَ بِهِ ثَمَانِيَةً مِنَ الْمَلَائِكَةِ أَرْبَعَةً حَافِظِيْنَ وَأَرْبَعَةً كَاتِبِيْنَ لَكِنَّهُمْ يَتَعَاقَبُونَ أَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ وَأَرْبَعَةٌ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ

Kesalahan-Kesalahan yang Sering Dijumpai ketika Salat

Daftar Isi Toggle Tidak tumakninahMemandang langitMemejamkan mataTidak salat dengan tenangTidak sujud dengan sempurnaMengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Salat merupakan rukun Islam kedua dan merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Salat juga merupakan tiang dari agama, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, رَأْسُ الْأَمْرِ الإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ “Pokok dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR. Tirmidzi) Ketika salat, juga terdapat gerakan yang merupakan posisi terdekat seorang hamba dengan Rabbnya, yaitu ketika sujud. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ “Posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, perlu bagi kita untuk memperhatikan kualitas salat kita. Jangan sampai ibadah salat kita yang berharga ini malah dipenuhi oleh kesalahan-kesalahan sehingga mengurangi kualitas salat kita. Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan ketika salat di antaranya adalah: Tidak tumakninah Kesalahan pertama yang adalah tidak tumakninah. Apa itu tumakninah? Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan, و هي سكون و إن قل “Tumakninah adalah diam walau hanya sebentar.” Tidak tumakninah merupakan kesalahan yang fatal dan bisa membuat salat seseorang tidak sah. Hal tersebut dikarenakan tumakninah adalah salah satu dari rukun salat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan seseorang yang salat tanpa tumakninah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا “Jika kamu mendirikan salat, maka bertakbirlah. Lalu, membaca yang ringan bagi kalian dari Al-Qur’an. Lalu, rukuklah hingga rukuk dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga berdiri tegak. Lalu, sujud hingga sujud dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga duduk dengan tumakninah. Lalu, kerjakan hal tersebut di seluruh salatmu.” (HR. Bukhari) Walaupun demikian, masih sering kita jumpai orang-orang yang melaksanakan salat tanpa tumakninah karena terburu-buru atau juga ketika salat dengan rakaat yang banyak seperti pada salat Tarawih. Memandang langit Kesalahan selanjutnya yang sering terjadi adalah memandang langit atau memandang ke atas. Terkadang kita jumpai orang yang mengerjakan salat dalam keadaan memandang ke arah langit, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ “Mengapa orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke langit ketika mereka sedang salat?” Suara beliau semakin tinggi hingga beliau bersabda, “Hendaklah mereka menghentikannya atau Allah benar-benar akan menyambar penglihatan mereka.” (HR. Bukhari) Memejamkan mata Kesalahan ketika salat lainnya masih berkaitan dengan pandangan ketika salat, yaitu memejamkan mata. Terkadang seseorang melaksanakan salat dengan memejamkan mata dengan tujuan agar khusyuk, akan tetapi para ulama menyatakan makruhnya hal tersebut. Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan tentang hukum menutup mata ketika salat, ويكره في الصلاة تغميض عينيه لغير حاجة؛ لأن ذلك من فعل اليهود، وإن كان التغميض لحاجة، كأن يكون أمامه ما يهوش عليه صلاته ؛ كالزخارف والتزويق فلا يكره إغماض عينيه عنه “Dimakruhkan dalam salat untuk menutup kedua mata tanpa keperluan. Hal tersebut dikarenakan merupakan perbuatan Yahudi. Akan tetapi, jika menutup mata karena kebutuhan, seperti adanya hal yang bisa merusak salatnya di hadapannya, seperti ornamen dan perhiasan, maka tidaklah dimakruhkan untuk menutup kedua matanya.” Maka dari itu, sebaiknya kita tidak memejamkan mata ketika salat, kecuali adanya kebutuhan, seperti adanya pandangan yang membuat kita tidak khusyuk ketika mengerjakan salat. Lalu, kemanakah seharusnya pandangan kita ketika sedang salat? Jawabannya adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu ’anha, دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم الكعبة ما خلف بصره موضع سجوده حتى خرج منها “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam masuk ke dalam Ka’bah. Beliau tidak memalingkan pandangannya dari tempat sujudnya hingga ia keluar darinya.” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim) Hadits lainnya yang menunjukkan arah pandangan ketika salat adalah hadis dari Abdullah bin Zubair radhiyallahu ’anhu, كان إذا قعد في التشهد وضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى وأشار بالسبابة لا يجاوز بصره إشارته “Ketika beliau (Rasulullah) duduk pada tasyahud, beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya. Pandanyan beliau tidak berpaling dari isyaratnya.” (HR. Abu Daud) Dari kedua hadis di atas, bisa disimpulkan bahwa pandangan ketika salat secara umum adalah ke tempat sujudnya dan bisa ke arah isyarat jari telunjuk ketika sedang melakukan tasyahud. Baca juga: 5 Kesalahan ketika Berpuasa yang Sering Dilakukan Tidak salat dengan tenang Kesalahan yang sering dilakukan lainnya adalah salat dalam keadaan tidak tenang. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang mengejar untuk bisa salat dengan jemaah, tetapi berakhir dengan tidak tenang ketika salat. Di antara kesalahan tersebut bisa berupa berlari menuju ke masjid, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, إذا سمعتم الإقامة فامشوا وعليكم السكينة، فما أدركتم فصلوا، وما فاتكم فأتموا “Jika kalian mendengar ikamah, maka jalanlah (menuju salat) dengan tenang. Maka, (kondisi) apa yang kalian dapatkan, maka salatlah. Dan apa yang kalian lewatkan, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari) Keadaan yang membuat seseorang tidak tenang ketika salat lainnya adalah salat dalam keadaan menahan buang hajat. Selain itu juga, dimakruhkan salat ketka dalam keadaan lapar, padahal makanan sudah dihidangkan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, لا صلاة بحضرة طعام ولا هو يدافعه الأخبثان “Tidak ada salat apabila makanan telah dihidangkan dan juga ketika dia menahan buang air besar atau kecil.” (HR. Bukhari) Selain itu, semua kondisi yang memungkinkan kita untuk tidak tenang dan tidak khusyuk sebaiknya ditinggalkan. Alasan dari hal tersebut dijelaskan oleh Syekh Shalih Al-Fauzan, کله رعاية لحق الله تعالى ليدخل العبد في العبادة بقلب حاضر مقبل على ربه “Semua hal tersebut merupakan penjagaan untuk hak Allah Ta’ala agar seorang hamba melaksanakan ibadah dengan hati yang hadir menghadap kepada Rabbnya.” Tidak sujud dengan sempurna Kesalahan ketika salat yang sering dijumpai lainnya adalah tidak melakukan gerakan sujud dengan sempurna. Perlu diketahui bahwa ketika kita sujud ada tujuh bagian tubuh kita yang harus menyentuh ke lantai. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang (anggota sujud): kening (lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung jari dari kedua kaki, dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian.” (HR. Bukhari) Dari hadis di atas bisa disimpulkan bahwa cara sujud yang benar haruslah meletakkan tujuh anggota sujud tersebut: kening yang termasuk juga hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung jari dari kedua kaki. Akan tetapi, terkadang kita jumpai banyak orang yang salat ketika sujud tidak menyentuh seluruh anggota sujud tersebut terutama bagian hidung. Di mana ketika sujud hanya keningnya saja yang menempel ke lantai, akan tetapi hidungnya terangkat. Juga terkadang kita jumpai orang sujud dengan mengangkat kakinya sehingga ujung jari kakinya tidak menyentuh lantai. Mengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Kesalahan ketika salat lainnya adalah ketika seorang makmum mengikuti bacaan surah dalam Al-Qur’an ketika salat. Terkadang ketika salat berjemaah, kita menjumpai ada makmum yang mengikuti bacaan imam ketika salat, padahal hal tersebut telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Beliau bersabda, هَلْ تَقْرَؤُونَ إِذَا جَهَرْتُ بِالْقِرَاءَةِ؟ فَقَالَ بَعْضُنَا: إِنَّا نَصْنَعُ ذَلِكَ، قَالَ:فَلَا، وَأَنَا أَقُولُ مَا لِي يُنَازِعُنِي الْقُرْآنُ، فَلَا تَقْرَءُوا بِشَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ إِذَا جَهَرْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ “Apakah kalian membaca (Al-Qur’an) ketika aku men-jahr-kan (mengeraskan) bacaan (ketika salat)?” Maka, sebagian dari kami berkata, “Sesungguhnya kami melakukannya.”  Beliau bersabda, “Oleh karenanya, aku berkata, ‘Mengapa ada yang membaca bersamaku dan mendahuluiku dalam membaca Al-Qur’an?’ Janganlah kalian membaca sesuatu pun dari Al-Qur’an ketika aku mengeraskan bacaan, kecuali bacaan surah Al-Fatihah.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, ketika kita menjadi makmum hendaknya cukup mendengarkan bacaan imam saja, kecuali ketika membaca surah Al-Fatihah. Itulah beberapa kesalahan yang sering kita jumpai dalam salat. Masih banyak kesalahan dalam salat yang belum disebutkan dalam artikel ini karena keterbatasan. Hendaknya bagi kita semua untuk terus mempelajari tata cara salat yang benar agar salat kita lebih sempurna. Baca juga: Kesalahan dalam Membaca Al-Fatihah yang Menyebabkan Salat Tidak Sah *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Mulakhas Fiqhy, karya Syekh Shalih Al-Fauzan. Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.

Kesalahan-Kesalahan yang Sering Dijumpai ketika Salat

Daftar Isi Toggle Tidak tumakninahMemandang langitMemejamkan mataTidak salat dengan tenangTidak sujud dengan sempurnaMengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Salat merupakan rukun Islam kedua dan merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Salat juga merupakan tiang dari agama, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, رَأْسُ الْأَمْرِ الإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ “Pokok dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR. Tirmidzi) Ketika salat, juga terdapat gerakan yang merupakan posisi terdekat seorang hamba dengan Rabbnya, yaitu ketika sujud. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ “Posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, perlu bagi kita untuk memperhatikan kualitas salat kita. Jangan sampai ibadah salat kita yang berharga ini malah dipenuhi oleh kesalahan-kesalahan sehingga mengurangi kualitas salat kita. Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan ketika salat di antaranya adalah: Tidak tumakninah Kesalahan pertama yang adalah tidak tumakninah. Apa itu tumakninah? Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan, و هي سكون و إن قل “Tumakninah adalah diam walau hanya sebentar.” Tidak tumakninah merupakan kesalahan yang fatal dan bisa membuat salat seseorang tidak sah. Hal tersebut dikarenakan tumakninah adalah salah satu dari rukun salat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan seseorang yang salat tanpa tumakninah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا “Jika kamu mendirikan salat, maka bertakbirlah. Lalu, membaca yang ringan bagi kalian dari Al-Qur’an. Lalu, rukuklah hingga rukuk dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga berdiri tegak. Lalu, sujud hingga sujud dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga duduk dengan tumakninah. Lalu, kerjakan hal tersebut di seluruh salatmu.” (HR. Bukhari) Walaupun demikian, masih sering kita jumpai orang-orang yang melaksanakan salat tanpa tumakninah karena terburu-buru atau juga ketika salat dengan rakaat yang banyak seperti pada salat Tarawih. Memandang langit Kesalahan selanjutnya yang sering terjadi adalah memandang langit atau memandang ke atas. Terkadang kita jumpai orang yang mengerjakan salat dalam keadaan memandang ke arah langit, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ “Mengapa orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke langit ketika mereka sedang salat?” Suara beliau semakin tinggi hingga beliau bersabda, “Hendaklah mereka menghentikannya atau Allah benar-benar akan menyambar penglihatan mereka.” (HR. Bukhari) Memejamkan mata Kesalahan ketika salat lainnya masih berkaitan dengan pandangan ketika salat, yaitu memejamkan mata. Terkadang seseorang melaksanakan salat dengan memejamkan mata dengan tujuan agar khusyuk, akan tetapi para ulama menyatakan makruhnya hal tersebut. Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan tentang hukum menutup mata ketika salat, ويكره في الصلاة تغميض عينيه لغير حاجة؛ لأن ذلك من فعل اليهود، وإن كان التغميض لحاجة، كأن يكون أمامه ما يهوش عليه صلاته ؛ كالزخارف والتزويق فلا يكره إغماض عينيه عنه “Dimakruhkan dalam salat untuk menutup kedua mata tanpa keperluan. Hal tersebut dikarenakan merupakan perbuatan Yahudi. Akan tetapi, jika menutup mata karena kebutuhan, seperti adanya hal yang bisa merusak salatnya di hadapannya, seperti ornamen dan perhiasan, maka tidaklah dimakruhkan untuk menutup kedua matanya.” Maka dari itu, sebaiknya kita tidak memejamkan mata ketika salat, kecuali adanya kebutuhan, seperti adanya pandangan yang membuat kita tidak khusyuk ketika mengerjakan salat. Lalu, kemanakah seharusnya pandangan kita ketika sedang salat? Jawabannya adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu ’anha, دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم الكعبة ما خلف بصره موضع سجوده حتى خرج منها “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam masuk ke dalam Ka’bah. Beliau tidak memalingkan pandangannya dari tempat sujudnya hingga ia keluar darinya.” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim) Hadits lainnya yang menunjukkan arah pandangan ketika salat adalah hadis dari Abdullah bin Zubair radhiyallahu ’anhu, كان إذا قعد في التشهد وضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى وأشار بالسبابة لا يجاوز بصره إشارته “Ketika beliau (Rasulullah) duduk pada tasyahud, beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya. Pandanyan beliau tidak berpaling dari isyaratnya.” (HR. Abu Daud) Dari kedua hadis di atas, bisa disimpulkan bahwa pandangan ketika salat secara umum adalah ke tempat sujudnya dan bisa ke arah isyarat jari telunjuk ketika sedang melakukan tasyahud. Baca juga: 5 Kesalahan ketika Berpuasa yang Sering Dilakukan Tidak salat dengan tenang Kesalahan yang sering dilakukan lainnya adalah salat dalam keadaan tidak tenang. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang mengejar untuk bisa salat dengan jemaah, tetapi berakhir dengan tidak tenang ketika salat. Di antara kesalahan tersebut bisa berupa berlari menuju ke masjid, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, إذا سمعتم الإقامة فامشوا وعليكم السكينة، فما أدركتم فصلوا، وما فاتكم فأتموا “Jika kalian mendengar ikamah, maka jalanlah (menuju salat) dengan tenang. Maka, (kondisi) apa yang kalian dapatkan, maka salatlah. Dan apa yang kalian lewatkan, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari) Keadaan yang membuat seseorang tidak tenang ketika salat lainnya adalah salat dalam keadaan menahan buang hajat. Selain itu juga, dimakruhkan salat ketka dalam keadaan lapar, padahal makanan sudah dihidangkan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, لا صلاة بحضرة طعام ولا هو يدافعه الأخبثان “Tidak ada salat apabila makanan telah dihidangkan dan juga ketika dia menahan buang air besar atau kecil.” (HR. Bukhari) Selain itu, semua kondisi yang memungkinkan kita untuk tidak tenang dan tidak khusyuk sebaiknya ditinggalkan. Alasan dari hal tersebut dijelaskan oleh Syekh Shalih Al-Fauzan, کله رعاية لحق الله تعالى ليدخل العبد في العبادة بقلب حاضر مقبل على ربه “Semua hal tersebut merupakan penjagaan untuk hak Allah Ta’ala agar seorang hamba melaksanakan ibadah dengan hati yang hadir menghadap kepada Rabbnya.” Tidak sujud dengan sempurna Kesalahan ketika salat yang sering dijumpai lainnya adalah tidak melakukan gerakan sujud dengan sempurna. Perlu diketahui bahwa ketika kita sujud ada tujuh bagian tubuh kita yang harus menyentuh ke lantai. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang (anggota sujud): kening (lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung jari dari kedua kaki, dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian.” (HR. Bukhari) Dari hadis di atas bisa disimpulkan bahwa cara sujud yang benar haruslah meletakkan tujuh anggota sujud tersebut: kening yang termasuk juga hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung jari dari kedua kaki. Akan tetapi, terkadang kita jumpai banyak orang yang salat ketika sujud tidak menyentuh seluruh anggota sujud tersebut terutama bagian hidung. Di mana ketika sujud hanya keningnya saja yang menempel ke lantai, akan tetapi hidungnya terangkat. Juga terkadang kita jumpai orang sujud dengan mengangkat kakinya sehingga ujung jari kakinya tidak menyentuh lantai. Mengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Kesalahan ketika salat lainnya adalah ketika seorang makmum mengikuti bacaan surah dalam Al-Qur’an ketika salat. Terkadang ketika salat berjemaah, kita menjumpai ada makmum yang mengikuti bacaan imam ketika salat, padahal hal tersebut telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Beliau bersabda, هَلْ تَقْرَؤُونَ إِذَا جَهَرْتُ بِالْقِرَاءَةِ؟ فَقَالَ بَعْضُنَا: إِنَّا نَصْنَعُ ذَلِكَ، قَالَ:فَلَا، وَأَنَا أَقُولُ مَا لِي يُنَازِعُنِي الْقُرْآنُ، فَلَا تَقْرَءُوا بِشَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ إِذَا جَهَرْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ “Apakah kalian membaca (Al-Qur’an) ketika aku men-jahr-kan (mengeraskan) bacaan (ketika salat)?” Maka, sebagian dari kami berkata, “Sesungguhnya kami melakukannya.”  Beliau bersabda, “Oleh karenanya, aku berkata, ‘Mengapa ada yang membaca bersamaku dan mendahuluiku dalam membaca Al-Qur’an?’ Janganlah kalian membaca sesuatu pun dari Al-Qur’an ketika aku mengeraskan bacaan, kecuali bacaan surah Al-Fatihah.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, ketika kita menjadi makmum hendaknya cukup mendengarkan bacaan imam saja, kecuali ketika membaca surah Al-Fatihah. Itulah beberapa kesalahan yang sering kita jumpai dalam salat. Masih banyak kesalahan dalam salat yang belum disebutkan dalam artikel ini karena keterbatasan. Hendaknya bagi kita semua untuk terus mempelajari tata cara salat yang benar agar salat kita lebih sempurna. Baca juga: Kesalahan dalam Membaca Al-Fatihah yang Menyebabkan Salat Tidak Sah *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Mulakhas Fiqhy, karya Syekh Shalih Al-Fauzan. Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
Daftar Isi Toggle Tidak tumakninahMemandang langitMemejamkan mataTidak salat dengan tenangTidak sujud dengan sempurnaMengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Salat merupakan rukun Islam kedua dan merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Salat juga merupakan tiang dari agama, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, رَأْسُ الْأَمْرِ الإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ “Pokok dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR. Tirmidzi) Ketika salat, juga terdapat gerakan yang merupakan posisi terdekat seorang hamba dengan Rabbnya, yaitu ketika sujud. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ “Posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, perlu bagi kita untuk memperhatikan kualitas salat kita. Jangan sampai ibadah salat kita yang berharga ini malah dipenuhi oleh kesalahan-kesalahan sehingga mengurangi kualitas salat kita. Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan ketika salat di antaranya adalah: Tidak tumakninah Kesalahan pertama yang adalah tidak tumakninah. Apa itu tumakninah? Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan, و هي سكون و إن قل “Tumakninah adalah diam walau hanya sebentar.” Tidak tumakninah merupakan kesalahan yang fatal dan bisa membuat salat seseorang tidak sah. Hal tersebut dikarenakan tumakninah adalah salah satu dari rukun salat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan seseorang yang salat tanpa tumakninah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا “Jika kamu mendirikan salat, maka bertakbirlah. Lalu, membaca yang ringan bagi kalian dari Al-Qur’an. Lalu, rukuklah hingga rukuk dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga berdiri tegak. Lalu, sujud hingga sujud dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga duduk dengan tumakninah. Lalu, kerjakan hal tersebut di seluruh salatmu.” (HR. Bukhari) Walaupun demikian, masih sering kita jumpai orang-orang yang melaksanakan salat tanpa tumakninah karena terburu-buru atau juga ketika salat dengan rakaat yang banyak seperti pada salat Tarawih. Memandang langit Kesalahan selanjutnya yang sering terjadi adalah memandang langit atau memandang ke atas. Terkadang kita jumpai orang yang mengerjakan salat dalam keadaan memandang ke arah langit, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ “Mengapa orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke langit ketika mereka sedang salat?” Suara beliau semakin tinggi hingga beliau bersabda, “Hendaklah mereka menghentikannya atau Allah benar-benar akan menyambar penglihatan mereka.” (HR. Bukhari) Memejamkan mata Kesalahan ketika salat lainnya masih berkaitan dengan pandangan ketika salat, yaitu memejamkan mata. Terkadang seseorang melaksanakan salat dengan memejamkan mata dengan tujuan agar khusyuk, akan tetapi para ulama menyatakan makruhnya hal tersebut. Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan tentang hukum menutup mata ketika salat, ويكره في الصلاة تغميض عينيه لغير حاجة؛ لأن ذلك من فعل اليهود، وإن كان التغميض لحاجة، كأن يكون أمامه ما يهوش عليه صلاته ؛ كالزخارف والتزويق فلا يكره إغماض عينيه عنه “Dimakruhkan dalam salat untuk menutup kedua mata tanpa keperluan. Hal tersebut dikarenakan merupakan perbuatan Yahudi. Akan tetapi, jika menutup mata karena kebutuhan, seperti adanya hal yang bisa merusak salatnya di hadapannya, seperti ornamen dan perhiasan, maka tidaklah dimakruhkan untuk menutup kedua matanya.” Maka dari itu, sebaiknya kita tidak memejamkan mata ketika salat, kecuali adanya kebutuhan, seperti adanya pandangan yang membuat kita tidak khusyuk ketika mengerjakan salat. Lalu, kemanakah seharusnya pandangan kita ketika sedang salat? Jawabannya adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu ’anha, دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم الكعبة ما خلف بصره موضع سجوده حتى خرج منها “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam masuk ke dalam Ka’bah. Beliau tidak memalingkan pandangannya dari tempat sujudnya hingga ia keluar darinya.” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim) Hadits lainnya yang menunjukkan arah pandangan ketika salat adalah hadis dari Abdullah bin Zubair radhiyallahu ’anhu, كان إذا قعد في التشهد وضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى وأشار بالسبابة لا يجاوز بصره إشارته “Ketika beliau (Rasulullah) duduk pada tasyahud, beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya. Pandanyan beliau tidak berpaling dari isyaratnya.” (HR. Abu Daud) Dari kedua hadis di atas, bisa disimpulkan bahwa pandangan ketika salat secara umum adalah ke tempat sujudnya dan bisa ke arah isyarat jari telunjuk ketika sedang melakukan tasyahud. Baca juga: 5 Kesalahan ketika Berpuasa yang Sering Dilakukan Tidak salat dengan tenang Kesalahan yang sering dilakukan lainnya adalah salat dalam keadaan tidak tenang. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang mengejar untuk bisa salat dengan jemaah, tetapi berakhir dengan tidak tenang ketika salat. Di antara kesalahan tersebut bisa berupa berlari menuju ke masjid, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, إذا سمعتم الإقامة فامشوا وعليكم السكينة، فما أدركتم فصلوا، وما فاتكم فأتموا “Jika kalian mendengar ikamah, maka jalanlah (menuju salat) dengan tenang. Maka, (kondisi) apa yang kalian dapatkan, maka salatlah. Dan apa yang kalian lewatkan, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari) Keadaan yang membuat seseorang tidak tenang ketika salat lainnya adalah salat dalam keadaan menahan buang hajat. Selain itu juga, dimakruhkan salat ketka dalam keadaan lapar, padahal makanan sudah dihidangkan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, لا صلاة بحضرة طعام ولا هو يدافعه الأخبثان “Tidak ada salat apabila makanan telah dihidangkan dan juga ketika dia menahan buang air besar atau kecil.” (HR. Bukhari) Selain itu, semua kondisi yang memungkinkan kita untuk tidak tenang dan tidak khusyuk sebaiknya ditinggalkan. Alasan dari hal tersebut dijelaskan oleh Syekh Shalih Al-Fauzan, کله رعاية لحق الله تعالى ليدخل العبد في العبادة بقلب حاضر مقبل على ربه “Semua hal tersebut merupakan penjagaan untuk hak Allah Ta’ala agar seorang hamba melaksanakan ibadah dengan hati yang hadir menghadap kepada Rabbnya.” Tidak sujud dengan sempurna Kesalahan ketika salat yang sering dijumpai lainnya adalah tidak melakukan gerakan sujud dengan sempurna. Perlu diketahui bahwa ketika kita sujud ada tujuh bagian tubuh kita yang harus menyentuh ke lantai. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang (anggota sujud): kening (lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung jari dari kedua kaki, dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian.” (HR. Bukhari) Dari hadis di atas bisa disimpulkan bahwa cara sujud yang benar haruslah meletakkan tujuh anggota sujud tersebut: kening yang termasuk juga hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung jari dari kedua kaki. Akan tetapi, terkadang kita jumpai banyak orang yang salat ketika sujud tidak menyentuh seluruh anggota sujud tersebut terutama bagian hidung. Di mana ketika sujud hanya keningnya saja yang menempel ke lantai, akan tetapi hidungnya terangkat. Juga terkadang kita jumpai orang sujud dengan mengangkat kakinya sehingga ujung jari kakinya tidak menyentuh lantai. Mengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Kesalahan ketika salat lainnya adalah ketika seorang makmum mengikuti bacaan surah dalam Al-Qur’an ketika salat. Terkadang ketika salat berjemaah, kita menjumpai ada makmum yang mengikuti bacaan imam ketika salat, padahal hal tersebut telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Beliau bersabda, هَلْ تَقْرَؤُونَ إِذَا جَهَرْتُ بِالْقِرَاءَةِ؟ فَقَالَ بَعْضُنَا: إِنَّا نَصْنَعُ ذَلِكَ، قَالَ:فَلَا، وَأَنَا أَقُولُ مَا لِي يُنَازِعُنِي الْقُرْآنُ، فَلَا تَقْرَءُوا بِشَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ إِذَا جَهَرْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ “Apakah kalian membaca (Al-Qur’an) ketika aku men-jahr-kan (mengeraskan) bacaan (ketika salat)?” Maka, sebagian dari kami berkata, “Sesungguhnya kami melakukannya.”  Beliau bersabda, “Oleh karenanya, aku berkata, ‘Mengapa ada yang membaca bersamaku dan mendahuluiku dalam membaca Al-Qur’an?’ Janganlah kalian membaca sesuatu pun dari Al-Qur’an ketika aku mengeraskan bacaan, kecuali bacaan surah Al-Fatihah.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, ketika kita menjadi makmum hendaknya cukup mendengarkan bacaan imam saja, kecuali ketika membaca surah Al-Fatihah. Itulah beberapa kesalahan yang sering kita jumpai dalam salat. Masih banyak kesalahan dalam salat yang belum disebutkan dalam artikel ini karena keterbatasan. Hendaknya bagi kita semua untuk terus mempelajari tata cara salat yang benar agar salat kita lebih sempurna. Baca juga: Kesalahan dalam Membaca Al-Fatihah yang Menyebabkan Salat Tidak Sah *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Mulakhas Fiqhy, karya Syekh Shalih Al-Fauzan. Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.


Daftar Isi Toggle Tidak tumakninahMemandang langitMemejamkan mataTidak salat dengan tenangTidak sujud dengan sempurnaMengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Salat merupakan rukun Islam kedua dan merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Salat juga merupakan tiang dari agama, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, رَأْسُ الْأَمْرِ الإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ “Pokok dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR. Tirmidzi) Ketika salat, juga terdapat gerakan yang merupakan posisi terdekat seorang hamba dengan Rabbnya, yaitu ketika sujud. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ “Posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, perlu bagi kita untuk memperhatikan kualitas salat kita. Jangan sampai ibadah salat kita yang berharga ini malah dipenuhi oleh kesalahan-kesalahan sehingga mengurangi kualitas salat kita. Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan ketika salat di antaranya adalah: Tidak tumakninah Kesalahan pertama yang adalah tidak tumakninah. Apa itu tumakninah? Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan, و هي سكون و إن قل “Tumakninah adalah diam walau hanya sebentar.” Tidak tumakninah merupakan kesalahan yang fatal dan bisa membuat salat seseorang tidak sah. Hal tersebut dikarenakan tumakninah adalah salah satu dari rukun salat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan seseorang yang salat tanpa tumakninah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا “Jika kamu mendirikan salat, maka bertakbirlah. Lalu, membaca yang ringan bagi kalian dari Al-Qur’an. Lalu, rukuklah hingga rukuk dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga berdiri tegak. Lalu, sujud hingga sujud dengan tumakninah. Lalu, bangkit hingga duduk dengan tumakninah. Lalu, kerjakan hal tersebut di seluruh salatmu.” (HR. Bukhari) Walaupun demikian, masih sering kita jumpai orang-orang yang melaksanakan salat tanpa tumakninah karena terburu-buru atau juga ketika salat dengan rakaat yang banyak seperti pada salat Tarawih. Memandang langit Kesalahan selanjutnya yang sering terjadi adalah memandang langit atau memandang ke atas. Terkadang kita jumpai orang yang mengerjakan salat dalam keadaan memandang ke arah langit, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ “Mengapa orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke langit ketika mereka sedang salat?” Suara beliau semakin tinggi hingga beliau bersabda, “Hendaklah mereka menghentikannya atau Allah benar-benar akan menyambar penglihatan mereka.” (HR. Bukhari) Memejamkan mata Kesalahan ketika salat lainnya masih berkaitan dengan pandangan ketika salat, yaitu memejamkan mata. Terkadang seseorang melaksanakan salat dengan memejamkan mata dengan tujuan agar khusyuk, akan tetapi para ulama menyatakan makruhnya hal tersebut. Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan tentang hukum menutup mata ketika salat, ويكره في الصلاة تغميض عينيه لغير حاجة؛ لأن ذلك من فعل اليهود، وإن كان التغميض لحاجة، كأن يكون أمامه ما يهوش عليه صلاته ؛ كالزخارف والتزويق فلا يكره إغماض عينيه عنه “Dimakruhkan dalam salat untuk menutup kedua mata tanpa keperluan. Hal tersebut dikarenakan merupakan perbuatan Yahudi. Akan tetapi, jika menutup mata karena kebutuhan, seperti adanya hal yang bisa merusak salatnya di hadapannya, seperti ornamen dan perhiasan, maka tidaklah dimakruhkan untuk menutup kedua matanya.” Maka dari itu, sebaiknya kita tidak memejamkan mata ketika salat, kecuali adanya kebutuhan, seperti adanya pandangan yang membuat kita tidak khusyuk ketika mengerjakan salat. Lalu, kemanakah seharusnya pandangan kita ketika sedang salat? Jawabannya adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu ’anha, دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم الكعبة ما خلف بصره موضع سجوده حتى خرج منها “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam masuk ke dalam Ka’bah. Beliau tidak memalingkan pandangannya dari tempat sujudnya hingga ia keluar darinya.” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim) Hadits lainnya yang menunjukkan arah pandangan ketika salat adalah hadis dari Abdullah bin Zubair radhiyallahu ’anhu, كان إذا قعد في التشهد وضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى وأشار بالسبابة لا يجاوز بصره إشارته “Ketika beliau (Rasulullah) duduk pada tasyahud, beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya. Pandanyan beliau tidak berpaling dari isyaratnya.” (HR. Abu Daud) Dari kedua hadis di atas, bisa disimpulkan bahwa pandangan ketika salat secara umum adalah ke tempat sujudnya dan bisa ke arah isyarat jari telunjuk ketika sedang melakukan tasyahud. Baca juga: 5 Kesalahan ketika Berpuasa yang Sering Dilakukan Tidak salat dengan tenang Kesalahan yang sering dilakukan lainnya adalah salat dalam keadaan tidak tenang. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang mengejar untuk bisa salat dengan jemaah, tetapi berakhir dengan tidak tenang ketika salat. Di antara kesalahan tersebut bisa berupa berlari menuju ke masjid, padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, إذا سمعتم الإقامة فامشوا وعليكم السكينة، فما أدركتم فصلوا، وما فاتكم فأتموا “Jika kalian mendengar ikamah, maka jalanlah (menuju salat) dengan tenang. Maka, (kondisi) apa yang kalian dapatkan, maka salatlah. Dan apa yang kalian lewatkan, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari) Keadaan yang membuat seseorang tidak tenang ketika salat lainnya adalah salat dalam keadaan menahan buang hajat. Selain itu juga, dimakruhkan salat ketka dalam keadaan lapar, padahal makanan sudah dihidangkan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, لا صلاة بحضرة طعام ولا هو يدافعه الأخبثان “Tidak ada salat apabila makanan telah dihidangkan dan juga ketika dia menahan buang air besar atau kecil.” (HR. Bukhari) Selain itu, semua kondisi yang memungkinkan kita untuk tidak tenang dan tidak khusyuk sebaiknya ditinggalkan. Alasan dari hal tersebut dijelaskan oleh Syekh Shalih Al-Fauzan, کله رعاية لحق الله تعالى ليدخل العبد في العبادة بقلب حاضر مقبل على ربه “Semua hal tersebut merupakan penjagaan untuk hak Allah Ta’ala agar seorang hamba melaksanakan ibadah dengan hati yang hadir menghadap kepada Rabbnya.” Tidak sujud dengan sempurna Kesalahan ketika salat yang sering dijumpai lainnya adalah tidak melakukan gerakan sujud dengan sempurna. Perlu diketahui bahwa ketika kita sujud ada tujuh bagian tubuh kita yang harus menyentuh ke lantai. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan tujuh tulang (anggota sujud): kening (lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung jari dari kedua kaki, dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian.” (HR. Bukhari) Dari hadis di atas bisa disimpulkan bahwa cara sujud yang benar haruslah meletakkan tujuh anggota sujud tersebut: kening yang termasuk juga hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung jari dari kedua kaki. Akan tetapi, terkadang kita jumpai banyak orang yang salat ketika sujud tidak menyentuh seluruh anggota sujud tersebut terutama bagian hidung. Di mana ketika sujud hanya keningnya saja yang menempel ke lantai, akan tetapi hidungnya terangkat. Juga terkadang kita jumpai orang sujud dengan mengangkat kakinya sehingga ujung jari kakinya tidak menyentuh lantai. Mengikuti bacaan Imam ketika membaca surah dalam Al-Qur’an Kesalahan ketika salat lainnya adalah ketika seorang makmum mengikuti bacaan surah dalam Al-Qur’an ketika salat. Terkadang ketika salat berjemaah, kita menjumpai ada makmum yang mengikuti bacaan imam ketika salat, padahal hal tersebut telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Beliau bersabda, هَلْ تَقْرَؤُونَ إِذَا جَهَرْتُ بِالْقِرَاءَةِ؟ فَقَالَ بَعْضُنَا: إِنَّا نَصْنَعُ ذَلِكَ، قَالَ:فَلَا، وَأَنَا أَقُولُ مَا لِي يُنَازِعُنِي الْقُرْآنُ، فَلَا تَقْرَءُوا بِشَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ إِذَا جَهَرْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ “Apakah kalian membaca (Al-Qur’an) ketika aku men-jahr-kan (mengeraskan) bacaan (ketika salat)?” Maka, sebagian dari kami berkata, “Sesungguhnya kami melakukannya.”  Beliau bersabda, “Oleh karenanya, aku berkata, ‘Mengapa ada yang membaca bersamaku dan mendahuluiku dalam membaca Al-Qur’an?’ Janganlah kalian membaca sesuatu pun dari Al-Qur’an ketika aku mengeraskan bacaan, kecuali bacaan surah Al-Fatihah.” (HR. Abu Daud) Maka dari itu, ketika kita menjadi makmum hendaknya cukup mendengarkan bacaan imam saja, kecuali ketika membaca surah Al-Fatihah. Itulah beberapa kesalahan yang sering kita jumpai dalam salat. Masih banyak kesalahan dalam salat yang belum disebutkan dalam artikel ini karena keterbatasan. Hendaknya bagi kita semua untuk terus mempelajari tata cara salat yang benar agar salat kita lebih sempurna. Baca juga: Kesalahan dalam Membaca Al-Fatihah yang Menyebabkan Salat Tidak Sah *** Penulis: Firdian Ikhwansyah Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Kitab Mulakhas Fiqhy, karya Syekh Shalih Al-Fauzan. Kitab Shifat Shalat, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.

7 Ayat Ruqyah untuk Obat Orang yang Terkena Sihir – Syaikh Abdullah al-Ma’yuf #NasehatUlama

Diriwayatkan dari beberapa ulama salaf ruqyah menggunakan hal-hal tertentu. Diriwayatkan dari al-Laits bin Abi Sulaim, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim rahimahullah, bahwa ia berkata, “Ada kabar yang sampai kepadaku bahwa tujuh ayat berikut ini merupakan sebab penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Dibacakan pada air, yakni pada wadah yang berisi air. Lalu disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. Jumlahnya ada tujuh ayat. Satu ayat dalam surah Thaha, yaitu firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka) Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaha: 69). Dan dua ayat dalam surah Yunus “Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: ‘Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya. Sungguh Allah tidak akan membiarkan pekerjaan orang yang membuat kerusakan.’ Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” (QS. Yunus: 81 – 82). Dan empat ayat dalam surah al-A’raf “Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf: 118). “Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: ‘Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun.’” (QS. al-A’raf: 120 – 122). Tujuh ayat ini, al-Laits bin Abi Sulaim rahimahullah berkata tentangnya bahwa ada riwayat yang sampai kepadanya bahwa tujuh ayat itu adalah penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Tempatkan air dalam wadah, lalu bacakan ayat-ayat ini padanya. Kemudian air tersebut disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. ==== قَدْ وَرَدَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ الرُّقْيَةُ بِأَشْيَاءَ فَعَنْ اللَّيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ كَمَا رَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنَّهُ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ تُقْرَأُ فِي مَاءٍ فِي إِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُورِ وَهِيَ سَبْعُ آيَاتٍ آيَةٌ وَاحِدَةٌ فِي طَهَ وَهِيَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى وَآيَتَانِ فِي يُونُسَ فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَىٰ مَا جِئْتُم بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ وَأَرْبَعُ آيَاتٍ فِي الْأَعْرَافِ فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ رَبِّ مُوسَىٰ وَهَارُونَ هَذِهِ الْآيَاتُ السَّبْعُ يَقُولُ اللَّيْثُ بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ بَلَغَهُ أَنَّهَا شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُوْضَعُ مَاءٌ فِي إِنَاءٍ وَيَنْفُثُ فِيهِ هَذِهِ الْآيَاتِ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُوْرِ

7 Ayat Ruqyah untuk Obat Orang yang Terkena Sihir – Syaikh Abdullah al-Ma’yuf #NasehatUlama

Diriwayatkan dari beberapa ulama salaf ruqyah menggunakan hal-hal tertentu. Diriwayatkan dari al-Laits bin Abi Sulaim, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim rahimahullah, bahwa ia berkata, “Ada kabar yang sampai kepadaku bahwa tujuh ayat berikut ini merupakan sebab penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Dibacakan pada air, yakni pada wadah yang berisi air. Lalu disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. Jumlahnya ada tujuh ayat. Satu ayat dalam surah Thaha, yaitu firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka) Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaha: 69). Dan dua ayat dalam surah Yunus “Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: ‘Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya. Sungguh Allah tidak akan membiarkan pekerjaan orang yang membuat kerusakan.’ Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” (QS. Yunus: 81 – 82). Dan empat ayat dalam surah al-A’raf “Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf: 118). “Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: ‘Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun.’” (QS. al-A’raf: 120 – 122). Tujuh ayat ini, al-Laits bin Abi Sulaim rahimahullah berkata tentangnya bahwa ada riwayat yang sampai kepadanya bahwa tujuh ayat itu adalah penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Tempatkan air dalam wadah, lalu bacakan ayat-ayat ini padanya. Kemudian air tersebut disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. ==== قَدْ وَرَدَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ الرُّقْيَةُ بِأَشْيَاءَ فَعَنْ اللَّيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ كَمَا رَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنَّهُ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ تُقْرَأُ فِي مَاءٍ فِي إِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُورِ وَهِيَ سَبْعُ آيَاتٍ آيَةٌ وَاحِدَةٌ فِي طَهَ وَهِيَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى وَآيَتَانِ فِي يُونُسَ فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَىٰ مَا جِئْتُم بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ وَأَرْبَعُ آيَاتٍ فِي الْأَعْرَافِ فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ رَبِّ مُوسَىٰ وَهَارُونَ هَذِهِ الْآيَاتُ السَّبْعُ يَقُولُ اللَّيْثُ بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ بَلَغَهُ أَنَّهَا شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُوْضَعُ مَاءٌ فِي إِنَاءٍ وَيَنْفُثُ فِيهِ هَذِهِ الْآيَاتِ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُوْرِ
Diriwayatkan dari beberapa ulama salaf ruqyah menggunakan hal-hal tertentu. Diriwayatkan dari al-Laits bin Abi Sulaim, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim rahimahullah, bahwa ia berkata, “Ada kabar yang sampai kepadaku bahwa tujuh ayat berikut ini merupakan sebab penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Dibacakan pada air, yakni pada wadah yang berisi air. Lalu disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. Jumlahnya ada tujuh ayat. Satu ayat dalam surah Thaha, yaitu firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka) Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaha: 69). Dan dua ayat dalam surah Yunus “Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: ‘Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya. Sungguh Allah tidak akan membiarkan pekerjaan orang yang membuat kerusakan.’ Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” (QS. Yunus: 81 – 82). Dan empat ayat dalam surah al-A’raf “Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf: 118). “Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: ‘Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun.’” (QS. al-A’raf: 120 – 122). Tujuh ayat ini, al-Laits bin Abi Sulaim rahimahullah berkata tentangnya bahwa ada riwayat yang sampai kepadanya bahwa tujuh ayat itu adalah penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Tempatkan air dalam wadah, lalu bacakan ayat-ayat ini padanya. Kemudian air tersebut disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. ==== قَدْ وَرَدَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ الرُّقْيَةُ بِأَشْيَاءَ فَعَنْ اللَّيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ كَمَا رَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنَّهُ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ تُقْرَأُ فِي مَاءٍ فِي إِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُورِ وَهِيَ سَبْعُ آيَاتٍ آيَةٌ وَاحِدَةٌ فِي طَهَ وَهِيَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى وَآيَتَانِ فِي يُونُسَ فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَىٰ مَا جِئْتُم بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ وَأَرْبَعُ آيَاتٍ فِي الْأَعْرَافِ فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ رَبِّ مُوسَىٰ وَهَارُونَ هَذِهِ الْآيَاتُ السَّبْعُ يَقُولُ اللَّيْثُ بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ بَلَغَهُ أَنَّهَا شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُوْضَعُ مَاءٌ فِي إِنَاءٍ وَيَنْفُثُ فِيهِ هَذِهِ الْآيَاتِ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُوْرِ


Diriwayatkan dari beberapa ulama salaf ruqyah menggunakan hal-hal tertentu. Diriwayatkan dari al-Laits bin Abi Sulaim, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim rahimahullah, bahwa ia berkata, “Ada kabar yang sampai kepadaku bahwa tujuh ayat berikut ini merupakan sebab penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Dibacakan pada air, yakni pada wadah yang berisi air. Lalu disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. Jumlahnya ada tujuh ayat. Satu ayat dalam surah Thaha, yaitu firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka) Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” (QS. Thaha: 69). Dan dua ayat dalam surah Yunus “Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: ‘Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya. Sungguh Allah tidak akan membiarkan pekerjaan orang yang membuat kerusakan.’ Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” (QS. Yunus: 81 – 82). Dan empat ayat dalam surah al-A’raf “Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf: 118). “Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: ‘Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun.’” (QS. al-A’raf: 120 – 122). Tujuh ayat ini, al-Laits bin Abi Sulaim rahimahullah berkata tentangnya bahwa ada riwayat yang sampai kepadanya bahwa tujuh ayat itu adalah penyembuh dari sihir, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Tempatkan air dalam wadah, lalu bacakan ayat-ayat ini padanya. Kemudian air tersebut disiramkan ke kepala orang yang terkena sihir. ==== قَدْ وَرَدَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ الرُّقْيَةُ بِأَشْيَاءَ فَعَنْ اللَّيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ كَمَا رَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنَّهُ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ تُقْرَأُ فِي مَاءٍ فِي إِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُورِ وَهِيَ سَبْعُ آيَاتٍ آيَةٌ وَاحِدَةٌ فِي طَهَ وَهِيَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى وَآيَتَانِ فِي يُونُسَ فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَىٰ مَا جِئْتُم بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ وَأَرْبَعُ آيَاتٍ فِي الْأَعْرَافِ فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ رَبِّ مُوسَىٰ وَهَارُونَ هَذِهِ الْآيَاتُ السَّبْعُ يَقُولُ اللَّيْثُ بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ رَحِمَهُ اللَّهُ بَلَغَهُ أَنَّهَا شِفَاءٌ مِنَ السِّحْرِ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُوْضَعُ مَاءٌ فِي إِنَاءٍ وَيَنْفُثُ فِيهِ هَذِهِ الْآيَاتِ ثُمَّ يُصَبُّ عَلَى رَأْسِ الْمَسْحُوْرِ

Biografi Sufyan Ats-Tsauriy

Daftar Isi Toggle Nama dan nasabnyaKelahiran dan pertumbuhannyaSifat-sifatZuhudSuka menyendiri dan menjauhi ketenaranGuru-guru dan murid-muridnyaPenyakit dan wafatnya Nama dan nasabnya Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats-Tsauriy, nasab ini dinisbahkan ke salah satu kakeknya, yaitu Tsaur bin Abdu Mannah bin Addi bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Ilyas bin Mudhar. Sedangkan Sufyan Ats-Tsauriy memiliki kunyah Abu Abdilah. Kelahiran dan pertumbuhannya Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah lahir di Kufah tahun 97 H. Sufyan Ats-Tsauriy tumbuh besar di Kufah dan tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ilmu. Pada saat itu, Kufah merupakan salah satu pusat ilmu dan sunah. Sehingga, Kufah merupakan tujuan rihlah bagi para penuntut ilmu. Pada saat itu, Kufah dipenuhi dengan ulama-ulama yang terkenal termasuk ahli hadis, ahli fikih, hakim, ahli bahasa, dan lainnya. Kondisi inilah yang menjadi salah satu sebab utama yang mendorong kecenderungan ilmiah Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang turut memengaruhi perjalanan ilmunya. Pertama, perhatian kedua orang tuanya terhadap pendidikannya. Ayahnya, Sa’id bin Masruq, adalah seorang ahli hadis Kufah yang terpercaya dan termasuk dalam kalangan tabiin muda. Riwayatnya tercantum dalam kitab-kitab sahih, sunan, dan musnad. Ia meninggal pada tahun 126 H. Sedangkan ibunya adalah seorang wanita yang salehah dan mulia. Ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, carilah ilmu, dan aku akan mencukupimu dengan hasil dari tenunanku.” Ia selalu mendukung dan menasihati putranya dalam menuntut ilmu. Waki’ berkata, “Ibu Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata kepada Sufyan, ‘Wahai anakku, jika engkau telah menulis sepuluh huruf, maka lihatlah apakah ada peningkatan dalam ketakwaan, kelembutan, dan kehormatanmu. Jika tidak, ketahuilah bahwa ilmu tersebut hanya akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu.’” Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahinya kecerdasan dan daya ingat yang kuat. Hal ini membuat namanya dikenal sejak kecil. Kabar tentang dirinya mulai tersebar saat ia masih muda. Abu Al-Matsanna menceritakan, “Aku mendengar mereka di Maru berkata, ‘Ats-Tsauri telah datang.’ Lalu, aku keluar untuk melihatnya, ternyata ia seorang pemuda yang wajahnya sudah mulai ditumbuhi jenggot.” Abdurrahman bin Mahdi berkata bahwa ketika Abu Ishaq As-Sabi’i melihat Sufyan Ats-Tsauri datang, ia berkata, “Dan Kami telah memberikan kepadanya hikmah sejak masih kanak-kanak” [1]. Sufyan Ats-Tsauri pernah mengatakan tentang daya ingatnya, “Aku melewati seorang penenun, lalu aku menutup telingaku karena khawatir akan mengingat apa yang ia katakan.” Oleh sebab itu, ia berkata, “Apa pun yang aku simpan dalam hatiku, tidak pernah berkhianat kepadaku.” Baca juga: Biografi Az-Zubair bin Al-‘Awwam Sifat-sifat Zuhud Sufyan adalah seorang imam dalam hal zuhud, ketakwaan, dan rasa takut kepada Allah. Namun, ia memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. Banyak orang yang menjalani zuhud, mencapai tingkat kehidupan yang sangat sederhana, penuh dengan kelaparan, keras terhadap diri sendiri, dan meninggalkan usaha untuk mencari nafkah, hingga menyebabkan beberapa dari mereka menderita penyakit, rasa sakit, dan ketergantungan pada orang lain. Namun, Sufyan sangat sadar akan akibat dari hal tersebut, terutama di masa saat kondisi semakin memburuk dan dunia semakin keras. Dia pernah berkata, “Harta dulu tidak disukai, tetapi hari ini ia menjadi perisai bagi seorang mukmin.” Pandangan Sufyan mengenai zuhud diringkas dalam satu kalimat yang bijak, dia berkata, “Zuhud bukanlah dengan makan yang kasar dan mengenakan pakaian yang kasar, namun dengan memendekkan angan-angan dan selalu mengingat kematian.” Sufyan juga berkata, “Zuhud itu ada dua jenis: zuhud wajib dan zuhud sunah. Zuhud wajib adalah meninggalkan kesombongan, keangkuhan, keinginan untuk unggul, riya, ketenaran, dan berhias untuk manusia. Adapun zuhud sunah adalah meninggalkan apa yang Allah berikan dari yang halal. Jika kamu meninggalkan sesuatu dari itu, maka menjadi kewajiban bagimu untuk tidak meninggalkannya, kecuali karena Allah.” Suka menyendiri dan menjauhi ketenaran Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Sufyan berkata kepadaku, “Jauhilah ketenaran, karena aku tidak mendatangi siapa pun, kecuali aku melarangnya dari ketenaran.” Dia juga berkata, “Terlalu banyak teman adalah tanda dangkalnya agama.” Sufyan juga mengatakan, “Kurangi mengenal orang lain, niscaya akan sedikit pula orang yang membicarakanmu.” Dan dia berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah zuhud terhadap manusia, dan awal dari itu adalah zuhudmu terhadap dirimu sendiri.” Dia berkata, “Aku menemukan hatiku tenang di antara Makkah dan Madinah, bersama sekelompok orang asing yang memakai kain wol dan jubah kasar.” Guru-guru dan murid-muridnya Sufyan Ats-Tsauri bertemu dengan banyak sekali dari kalangan tabiin dan meriwayatkan dari mereka. Dalam biografinya, disebutkan bahwa ia memiliki sekitar tiga ratus guru, termasuk dari kalangan tabiin dan murid-murid tabiin. Di antara gurunya yang terkenal adalah Habib bin Abi Tsabit, Salamah bin Kuhail, Ziyad bin ‘Alaqah, Amr bin Murrah, Muhammad bin Al-Munkadir, dan lain-lain. Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa jumlah gurunya mencapai enam ratus orang. Di antara guru-guru besarnya ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, Jarir bin Abdullah, Ibnu Abbas, dan lainnya. Sufyan juga membaca seluruh Al-Qur’an sebanyak empat kali secara langsung kepada Hamzah Az-Zayyat. Banyak orang yang menimba ilmu darinya, termasuk beberapa tokoh besar yang meninggal sebelum dirinya, seperti Al-A’masy, Abu Hanifah, Al-Auza’i, Mas’ar, Syu’bah, dan lainnya. Abu Al-Faraj Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa jumlah murid yang meriwayatkan darinya lebih dari dua puluh ribu orang. Namun, Imam Adz-Dzahabi membantah hal ini, dengan mengatakan bahwa jumlah tersebut berlebihan. Menurutnya, jika mencapai seribu saja, itu sudah sangat banyak. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan hafiz (penghafal hadis) yang memiliki jumlah perawi lebih banyak dari Malik, yang mencapai seribu empat ratus orang, termasuk perawi yang tidak dikenal dan para pendusta. Penyakit dan wafatnya Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Sufyan menderita sakit perut, dan pada malam itu, ia berwudu sebanyak enam puluh kali. Ketika ia menyadari akhir hidupnya telah dekat, ia turun dari tempat tidurnya, meletakkan pipinya di tanah, dan berkata, ‘Wahai Abdurrahman! Betapa beratnya kematian ini.’ Ketika ia wafat, aku yang menutup matanya, dan para penduduk datang di tengah malam, setelah mereka mengetahui hal itu.” Abdurrahman berkata, “Sufyan sering berharap untuk meninggal agar ia selamat dari gangguan para penguasa (maksudnya adalah para pemimpin saat itu). Namun, ketika ia sakit, ia justru merasa takut. Ia berkata kepadaku, ‘Bacakan surat Yasin, karena dikatakan bahwa bacaan tersebut meringankan penderitaan orang yang sakit.’ Aku pun membacakan, dan sebelum selesai, ia telah wafat.” Dikatakan bahwa jenazahnya dibawa keluar di tengah-tengah masyarakat Basrah secara tiba-tiba, dan banyak orang yang menghadirinya. Salat jenazahnya diimami oleh Abdurrahman bin Abdul Malik bin Abjar Al-Kufi, atas wasiat dari Sufyan, karena kesalehannya. Ibnu Al-Madini mengatakan bahwa Sufyan hidup dalam persembunyiannya selama sekitar satu tahun. Ia wafat pada bulan Sya’ban tahun 161 Hijriyah. Sebagai penutup, disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, “Aku mendengar Sufyan sering kali berdoa dengan kata-kata yang tak terhitung banyaknya, ‘Ya Allah, selamatkan kami, selamatkan kami. Ya Allah, berikan kami keselamatan dan kesehatan di dunia dan akhirat.'” Baca juga: Biografi Jabir bin Abdillah *** Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Diterjemahkan dan diringkas oleh penulis dari web: https://www.islamancient.com/الإمام-سفيان-الثوري/   Catatan kaki: [1] QS. Maryam: 12

Biografi Sufyan Ats-Tsauriy

Daftar Isi Toggle Nama dan nasabnyaKelahiran dan pertumbuhannyaSifat-sifatZuhudSuka menyendiri dan menjauhi ketenaranGuru-guru dan murid-muridnyaPenyakit dan wafatnya Nama dan nasabnya Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats-Tsauriy, nasab ini dinisbahkan ke salah satu kakeknya, yaitu Tsaur bin Abdu Mannah bin Addi bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Ilyas bin Mudhar. Sedangkan Sufyan Ats-Tsauriy memiliki kunyah Abu Abdilah. Kelahiran dan pertumbuhannya Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah lahir di Kufah tahun 97 H. Sufyan Ats-Tsauriy tumbuh besar di Kufah dan tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ilmu. Pada saat itu, Kufah merupakan salah satu pusat ilmu dan sunah. Sehingga, Kufah merupakan tujuan rihlah bagi para penuntut ilmu. Pada saat itu, Kufah dipenuhi dengan ulama-ulama yang terkenal termasuk ahli hadis, ahli fikih, hakim, ahli bahasa, dan lainnya. Kondisi inilah yang menjadi salah satu sebab utama yang mendorong kecenderungan ilmiah Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang turut memengaruhi perjalanan ilmunya. Pertama, perhatian kedua orang tuanya terhadap pendidikannya. Ayahnya, Sa’id bin Masruq, adalah seorang ahli hadis Kufah yang terpercaya dan termasuk dalam kalangan tabiin muda. Riwayatnya tercantum dalam kitab-kitab sahih, sunan, dan musnad. Ia meninggal pada tahun 126 H. Sedangkan ibunya adalah seorang wanita yang salehah dan mulia. Ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, carilah ilmu, dan aku akan mencukupimu dengan hasil dari tenunanku.” Ia selalu mendukung dan menasihati putranya dalam menuntut ilmu. Waki’ berkata, “Ibu Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata kepada Sufyan, ‘Wahai anakku, jika engkau telah menulis sepuluh huruf, maka lihatlah apakah ada peningkatan dalam ketakwaan, kelembutan, dan kehormatanmu. Jika tidak, ketahuilah bahwa ilmu tersebut hanya akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu.’” Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahinya kecerdasan dan daya ingat yang kuat. Hal ini membuat namanya dikenal sejak kecil. Kabar tentang dirinya mulai tersebar saat ia masih muda. Abu Al-Matsanna menceritakan, “Aku mendengar mereka di Maru berkata, ‘Ats-Tsauri telah datang.’ Lalu, aku keluar untuk melihatnya, ternyata ia seorang pemuda yang wajahnya sudah mulai ditumbuhi jenggot.” Abdurrahman bin Mahdi berkata bahwa ketika Abu Ishaq As-Sabi’i melihat Sufyan Ats-Tsauri datang, ia berkata, “Dan Kami telah memberikan kepadanya hikmah sejak masih kanak-kanak” [1]. Sufyan Ats-Tsauri pernah mengatakan tentang daya ingatnya, “Aku melewati seorang penenun, lalu aku menutup telingaku karena khawatir akan mengingat apa yang ia katakan.” Oleh sebab itu, ia berkata, “Apa pun yang aku simpan dalam hatiku, tidak pernah berkhianat kepadaku.” Baca juga: Biografi Az-Zubair bin Al-‘Awwam Sifat-sifat Zuhud Sufyan adalah seorang imam dalam hal zuhud, ketakwaan, dan rasa takut kepada Allah. Namun, ia memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. Banyak orang yang menjalani zuhud, mencapai tingkat kehidupan yang sangat sederhana, penuh dengan kelaparan, keras terhadap diri sendiri, dan meninggalkan usaha untuk mencari nafkah, hingga menyebabkan beberapa dari mereka menderita penyakit, rasa sakit, dan ketergantungan pada orang lain. Namun, Sufyan sangat sadar akan akibat dari hal tersebut, terutama di masa saat kondisi semakin memburuk dan dunia semakin keras. Dia pernah berkata, “Harta dulu tidak disukai, tetapi hari ini ia menjadi perisai bagi seorang mukmin.” Pandangan Sufyan mengenai zuhud diringkas dalam satu kalimat yang bijak, dia berkata, “Zuhud bukanlah dengan makan yang kasar dan mengenakan pakaian yang kasar, namun dengan memendekkan angan-angan dan selalu mengingat kematian.” Sufyan juga berkata, “Zuhud itu ada dua jenis: zuhud wajib dan zuhud sunah. Zuhud wajib adalah meninggalkan kesombongan, keangkuhan, keinginan untuk unggul, riya, ketenaran, dan berhias untuk manusia. Adapun zuhud sunah adalah meninggalkan apa yang Allah berikan dari yang halal. Jika kamu meninggalkan sesuatu dari itu, maka menjadi kewajiban bagimu untuk tidak meninggalkannya, kecuali karena Allah.” Suka menyendiri dan menjauhi ketenaran Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Sufyan berkata kepadaku, “Jauhilah ketenaran, karena aku tidak mendatangi siapa pun, kecuali aku melarangnya dari ketenaran.” Dia juga berkata, “Terlalu banyak teman adalah tanda dangkalnya agama.” Sufyan juga mengatakan, “Kurangi mengenal orang lain, niscaya akan sedikit pula orang yang membicarakanmu.” Dan dia berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah zuhud terhadap manusia, dan awal dari itu adalah zuhudmu terhadap dirimu sendiri.” Dia berkata, “Aku menemukan hatiku tenang di antara Makkah dan Madinah, bersama sekelompok orang asing yang memakai kain wol dan jubah kasar.” Guru-guru dan murid-muridnya Sufyan Ats-Tsauri bertemu dengan banyak sekali dari kalangan tabiin dan meriwayatkan dari mereka. Dalam biografinya, disebutkan bahwa ia memiliki sekitar tiga ratus guru, termasuk dari kalangan tabiin dan murid-murid tabiin. Di antara gurunya yang terkenal adalah Habib bin Abi Tsabit, Salamah bin Kuhail, Ziyad bin ‘Alaqah, Amr bin Murrah, Muhammad bin Al-Munkadir, dan lain-lain. Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa jumlah gurunya mencapai enam ratus orang. Di antara guru-guru besarnya ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, Jarir bin Abdullah, Ibnu Abbas, dan lainnya. Sufyan juga membaca seluruh Al-Qur’an sebanyak empat kali secara langsung kepada Hamzah Az-Zayyat. Banyak orang yang menimba ilmu darinya, termasuk beberapa tokoh besar yang meninggal sebelum dirinya, seperti Al-A’masy, Abu Hanifah, Al-Auza’i, Mas’ar, Syu’bah, dan lainnya. Abu Al-Faraj Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa jumlah murid yang meriwayatkan darinya lebih dari dua puluh ribu orang. Namun, Imam Adz-Dzahabi membantah hal ini, dengan mengatakan bahwa jumlah tersebut berlebihan. Menurutnya, jika mencapai seribu saja, itu sudah sangat banyak. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan hafiz (penghafal hadis) yang memiliki jumlah perawi lebih banyak dari Malik, yang mencapai seribu empat ratus orang, termasuk perawi yang tidak dikenal dan para pendusta. Penyakit dan wafatnya Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Sufyan menderita sakit perut, dan pada malam itu, ia berwudu sebanyak enam puluh kali. Ketika ia menyadari akhir hidupnya telah dekat, ia turun dari tempat tidurnya, meletakkan pipinya di tanah, dan berkata, ‘Wahai Abdurrahman! Betapa beratnya kematian ini.’ Ketika ia wafat, aku yang menutup matanya, dan para penduduk datang di tengah malam, setelah mereka mengetahui hal itu.” Abdurrahman berkata, “Sufyan sering berharap untuk meninggal agar ia selamat dari gangguan para penguasa (maksudnya adalah para pemimpin saat itu). Namun, ketika ia sakit, ia justru merasa takut. Ia berkata kepadaku, ‘Bacakan surat Yasin, karena dikatakan bahwa bacaan tersebut meringankan penderitaan orang yang sakit.’ Aku pun membacakan, dan sebelum selesai, ia telah wafat.” Dikatakan bahwa jenazahnya dibawa keluar di tengah-tengah masyarakat Basrah secara tiba-tiba, dan banyak orang yang menghadirinya. Salat jenazahnya diimami oleh Abdurrahman bin Abdul Malik bin Abjar Al-Kufi, atas wasiat dari Sufyan, karena kesalehannya. Ibnu Al-Madini mengatakan bahwa Sufyan hidup dalam persembunyiannya selama sekitar satu tahun. Ia wafat pada bulan Sya’ban tahun 161 Hijriyah. Sebagai penutup, disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, “Aku mendengar Sufyan sering kali berdoa dengan kata-kata yang tak terhitung banyaknya, ‘Ya Allah, selamatkan kami, selamatkan kami. Ya Allah, berikan kami keselamatan dan kesehatan di dunia dan akhirat.'” Baca juga: Biografi Jabir bin Abdillah *** Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Diterjemahkan dan diringkas oleh penulis dari web: https://www.islamancient.com/الإمام-سفيان-الثوري/   Catatan kaki: [1] QS. Maryam: 12
Daftar Isi Toggle Nama dan nasabnyaKelahiran dan pertumbuhannyaSifat-sifatZuhudSuka menyendiri dan menjauhi ketenaranGuru-guru dan murid-muridnyaPenyakit dan wafatnya Nama dan nasabnya Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats-Tsauriy, nasab ini dinisbahkan ke salah satu kakeknya, yaitu Tsaur bin Abdu Mannah bin Addi bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Ilyas bin Mudhar. Sedangkan Sufyan Ats-Tsauriy memiliki kunyah Abu Abdilah. Kelahiran dan pertumbuhannya Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah lahir di Kufah tahun 97 H. Sufyan Ats-Tsauriy tumbuh besar di Kufah dan tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ilmu. Pada saat itu, Kufah merupakan salah satu pusat ilmu dan sunah. Sehingga, Kufah merupakan tujuan rihlah bagi para penuntut ilmu. Pada saat itu, Kufah dipenuhi dengan ulama-ulama yang terkenal termasuk ahli hadis, ahli fikih, hakim, ahli bahasa, dan lainnya. Kondisi inilah yang menjadi salah satu sebab utama yang mendorong kecenderungan ilmiah Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang turut memengaruhi perjalanan ilmunya. Pertama, perhatian kedua orang tuanya terhadap pendidikannya. Ayahnya, Sa’id bin Masruq, adalah seorang ahli hadis Kufah yang terpercaya dan termasuk dalam kalangan tabiin muda. Riwayatnya tercantum dalam kitab-kitab sahih, sunan, dan musnad. Ia meninggal pada tahun 126 H. Sedangkan ibunya adalah seorang wanita yang salehah dan mulia. Ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, carilah ilmu, dan aku akan mencukupimu dengan hasil dari tenunanku.” Ia selalu mendukung dan menasihati putranya dalam menuntut ilmu. Waki’ berkata, “Ibu Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata kepada Sufyan, ‘Wahai anakku, jika engkau telah menulis sepuluh huruf, maka lihatlah apakah ada peningkatan dalam ketakwaan, kelembutan, dan kehormatanmu. Jika tidak, ketahuilah bahwa ilmu tersebut hanya akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu.’” Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahinya kecerdasan dan daya ingat yang kuat. Hal ini membuat namanya dikenal sejak kecil. Kabar tentang dirinya mulai tersebar saat ia masih muda. Abu Al-Matsanna menceritakan, “Aku mendengar mereka di Maru berkata, ‘Ats-Tsauri telah datang.’ Lalu, aku keluar untuk melihatnya, ternyata ia seorang pemuda yang wajahnya sudah mulai ditumbuhi jenggot.” Abdurrahman bin Mahdi berkata bahwa ketika Abu Ishaq As-Sabi’i melihat Sufyan Ats-Tsauri datang, ia berkata, “Dan Kami telah memberikan kepadanya hikmah sejak masih kanak-kanak” [1]. Sufyan Ats-Tsauri pernah mengatakan tentang daya ingatnya, “Aku melewati seorang penenun, lalu aku menutup telingaku karena khawatir akan mengingat apa yang ia katakan.” Oleh sebab itu, ia berkata, “Apa pun yang aku simpan dalam hatiku, tidak pernah berkhianat kepadaku.” Baca juga: Biografi Az-Zubair bin Al-‘Awwam Sifat-sifat Zuhud Sufyan adalah seorang imam dalam hal zuhud, ketakwaan, dan rasa takut kepada Allah. Namun, ia memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. Banyak orang yang menjalani zuhud, mencapai tingkat kehidupan yang sangat sederhana, penuh dengan kelaparan, keras terhadap diri sendiri, dan meninggalkan usaha untuk mencari nafkah, hingga menyebabkan beberapa dari mereka menderita penyakit, rasa sakit, dan ketergantungan pada orang lain. Namun, Sufyan sangat sadar akan akibat dari hal tersebut, terutama di masa saat kondisi semakin memburuk dan dunia semakin keras. Dia pernah berkata, “Harta dulu tidak disukai, tetapi hari ini ia menjadi perisai bagi seorang mukmin.” Pandangan Sufyan mengenai zuhud diringkas dalam satu kalimat yang bijak, dia berkata, “Zuhud bukanlah dengan makan yang kasar dan mengenakan pakaian yang kasar, namun dengan memendekkan angan-angan dan selalu mengingat kematian.” Sufyan juga berkata, “Zuhud itu ada dua jenis: zuhud wajib dan zuhud sunah. Zuhud wajib adalah meninggalkan kesombongan, keangkuhan, keinginan untuk unggul, riya, ketenaran, dan berhias untuk manusia. Adapun zuhud sunah adalah meninggalkan apa yang Allah berikan dari yang halal. Jika kamu meninggalkan sesuatu dari itu, maka menjadi kewajiban bagimu untuk tidak meninggalkannya, kecuali karena Allah.” Suka menyendiri dan menjauhi ketenaran Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Sufyan berkata kepadaku, “Jauhilah ketenaran, karena aku tidak mendatangi siapa pun, kecuali aku melarangnya dari ketenaran.” Dia juga berkata, “Terlalu banyak teman adalah tanda dangkalnya agama.” Sufyan juga mengatakan, “Kurangi mengenal orang lain, niscaya akan sedikit pula orang yang membicarakanmu.” Dan dia berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah zuhud terhadap manusia, dan awal dari itu adalah zuhudmu terhadap dirimu sendiri.” Dia berkata, “Aku menemukan hatiku tenang di antara Makkah dan Madinah, bersama sekelompok orang asing yang memakai kain wol dan jubah kasar.” Guru-guru dan murid-muridnya Sufyan Ats-Tsauri bertemu dengan banyak sekali dari kalangan tabiin dan meriwayatkan dari mereka. Dalam biografinya, disebutkan bahwa ia memiliki sekitar tiga ratus guru, termasuk dari kalangan tabiin dan murid-murid tabiin. Di antara gurunya yang terkenal adalah Habib bin Abi Tsabit, Salamah bin Kuhail, Ziyad bin ‘Alaqah, Amr bin Murrah, Muhammad bin Al-Munkadir, dan lain-lain. Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa jumlah gurunya mencapai enam ratus orang. Di antara guru-guru besarnya ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, Jarir bin Abdullah, Ibnu Abbas, dan lainnya. Sufyan juga membaca seluruh Al-Qur’an sebanyak empat kali secara langsung kepada Hamzah Az-Zayyat. Banyak orang yang menimba ilmu darinya, termasuk beberapa tokoh besar yang meninggal sebelum dirinya, seperti Al-A’masy, Abu Hanifah, Al-Auza’i, Mas’ar, Syu’bah, dan lainnya. Abu Al-Faraj Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa jumlah murid yang meriwayatkan darinya lebih dari dua puluh ribu orang. Namun, Imam Adz-Dzahabi membantah hal ini, dengan mengatakan bahwa jumlah tersebut berlebihan. Menurutnya, jika mencapai seribu saja, itu sudah sangat banyak. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan hafiz (penghafal hadis) yang memiliki jumlah perawi lebih banyak dari Malik, yang mencapai seribu empat ratus orang, termasuk perawi yang tidak dikenal dan para pendusta. Penyakit dan wafatnya Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Sufyan menderita sakit perut, dan pada malam itu, ia berwudu sebanyak enam puluh kali. Ketika ia menyadari akhir hidupnya telah dekat, ia turun dari tempat tidurnya, meletakkan pipinya di tanah, dan berkata, ‘Wahai Abdurrahman! Betapa beratnya kematian ini.’ Ketika ia wafat, aku yang menutup matanya, dan para penduduk datang di tengah malam, setelah mereka mengetahui hal itu.” Abdurrahman berkata, “Sufyan sering berharap untuk meninggal agar ia selamat dari gangguan para penguasa (maksudnya adalah para pemimpin saat itu). Namun, ketika ia sakit, ia justru merasa takut. Ia berkata kepadaku, ‘Bacakan surat Yasin, karena dikatakan bahwa bacaan tersebut meringankan penderitaan orang yang sakit.’ Aku pun membacakan, dan sebelum selesai, ia telah wafat.” Dikatakan bahwa jenazahnya dibawa keluar di tengah-tengah masyarakat Basrah secara tiba-tiba, dan banyak orang yang menghadirinya. Salat jenazahnya diimami oleh Abdurrahman bin Abdul Malik bin Abjar Al-Kufi, atas wasiat dari Sufyan, karena kesalehannya. Ibnu Al-Madini mengatakan bahwa Sufyan hidup dalam persembunyiannya selama sekitar satu tahun. Ia wafat pada bulan Sya’ban tahun 161 Hijriyah. Sebagai penutup, disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, “Aku mendengar Sufyan sering kali berdoa dengan kata-kata yang tak terhitung banyaknya, ‘Ya Allah, selamatkan kami, selamatkan kami. Ya Allah, berikan kami keselamatan dan kesehatan di dunia dan akhirat.'” Baca juga: Biografi Jabir bin Abdillah *** Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Diterjemahkan dan diringkas oleh penulis dari web: https://www.islamancient.com/الإمام-سفيان-الثوري/   Catatan kaki: [1] QS. Maryam: 12


Daftar Isi Toggle Nama dan nasabnyaKelahiran dan pertumbuhannyaSifat-sifatZuhudSuka menyendiri dan menjauhi ketenaranGuru-guru dan murid-muridnyaPenyakit dan wafatnya Nama dan nasabnya Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats-Tsauriy, nasab ini dinisbahkan ke salah satu kakeknya, yaitu Tsaur bin Abdu Mannah bin Addi bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Ilyas bin Mudhar. Sedangkan Sufyan Ats-Tsauriy memiliki kunyah Abu Abdilah. Kelahiran dan pertumbuhannya Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah lahir di Kufah tahun 97 H. Sufyan Ats-Tsauriy tumbuh besar di Kufah dan tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ilmu. Pada saat itu, Kufah merupakan salah satu pusat ilmu dan sunah. Sehingga, Kufah merupakan tujuan rihlah bagi para penuntut ilmu. Pada saat itu, Kufah dipenuhi dengan ulama-ulama yang terkenal termasuk ahli hadis, ahli fikih, hakim, ahli bahasa, dan lainnya. Kondisi inilah yang menjadi salah satu sebab utama yang mendorong kecenderungan ilmiah Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang turut memengaruhi perjalanan ilmunya. Pertama, perhatian kedua orang tuanya terhadap pendidikannya. Ayahnya, Sa’id bin Masruq, adalah seorang ahli hadis Kufah yang terpercaya dan termasuk dalam kalangan tabiin muda. Riwayatnya tercantum dalam kitab-kitab sahih, sunan, dan musnad. Ia meninggal pada tahun 126 H. Sedangkan ibunya adalah seorang wanita yang salehah dan mulia. Ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, carilah ilmu, dan aku akan mencukupimu dengan hasil dari tenunanku.” Ia selalu mendukung dan menasihati putranya dalam menuntut ilmu. Waki’ berkata, “Ibu Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata kepada Sufyan, ‘Wahai anakku, jika engkau telah menulis sepuluh huruf, maka lihatlah apakah ada peningkatan dalam ketakwaan, kelembutan, dan kehormatanmu. Jika tidak, ketahuilah bahwa ilmu tersebut hanya akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu.’” Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahinya kecerdasan dan daya ingat yang kuat. Hal ini membuat namanya dikenal sejak kecil. Kabar tentang dirinya mulai tersebar saat ia masih muda. Abu Al-Matsanna menceritakan, “Aku mendengar mereka di Maru berkata, ‘Ats-Tsauri telah datang.’ Lalu, aku keluar untuk melihatnya, ternyata ia seorang pemuda yang wajahnya sudah mulai ditumbuhi jenggot.” Abdurrahman bin Mahdi berkata bahwa ketika Abu Ishaq As-Sabi’i melihat Sufyan Ats-Tsauri datang, ia berkata, “Dan Kami telah memberikan kepadanya hikmah sejak masih kanak-kanak” [1]. Sufyan Ats-Tsauri pernah mengatakan tentang daya ingatnya, “Aku melewati seorang penenun, lalu aku menutup telingaku karena khawatir akan mengingat apa yang ia katakan.” Oleh sebab itu, ia berkata, “Apa pun yang aku simpan dalam hatiku, tidak pernah berkhianat kepadaku.” Baca juga: Biografi Az-Zubair bin Al-‘Awwam Sifat-sifat Zuhud Sufyan adalah seorang imam dalam hal zuhud, ketakwaan, dan rasa takut kepada Allah. Namun, ia memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. Banyak orang yang menjalani zuhud, mencapai tingkat kehidupan yang sangat sederhana, penuh dengan kelaparan, keras terhadap diri sendiri, dan meninggalkan usaha untuk mencari nafkah, hingga menyebabkan beberapa dari mereka menderita penyakit, rasa sakit, dan ketergantungan pada orang lain. Namun, Sufyan sangat sadar akan akibat dari hal tersebut, terutama di masa saat kondisi semakin memburuk dan dunia semakin keras. Dia pernah berkata, “Harta dulu tidak disukai, tetapi hari ini ia menjadi perisai bagi seorang mukmin.” Pandangan Sufyan mengenai zuhud diringkas dalam satu kalimat yang bijak, dia berkata, “Zuhud bukanlah dengan makan yang kasar dan mengenakan pakaian yang kasar, namun dengan memendekkan angan-angan dan selalu mengingat kematian.” Sufyan juga berkata, “Zuhud itu ada dua jenis: zuhud wajib dan zuhud sunah. Zuhud wajib adalah meninggalkan kesombongan, keangkuhan, keinginan untuk unggul, riya, ketenaran, dan berhias untuk manusia. Adapun zuhud sunah adalah meninggalkan apa yang Allah berikan dari yang halal. Jika kamu meninggalkan sesuatu dari itu, maka menjadi kewajiban bagimu untuk tidak meninggalkannya, kecuali karena Allah.” Suka menyendiri dan menjauhi ketenaran Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Sufyan berkata kepadaku, “Jauhilah ketenaran, karena aku tidak mendatangi siapa pun, kecuali aku melarangnya dari ketenaran.” Dia juga berkata, “Terlalu banyak teman adalah tanda dangkalnya agama.” Sufyan juga mengatakan, “Kurangi mengenal orang lain, niscaya akan sedikit pula orang yang membicarakanmu.” Dan dia berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah zuhud terhadap manusia, dan awal dari itu adalah zuhudmu terhadap dirimu sendiri.” Dia berkata, “Aku menemukan hatiku tenang di antara Makkah dan Madinah, bersama sekelompok orang asing yang memakai kain wol dan jubah kasar.” Guru-guru dan murid-muridnya Sufyan Ats-Tsauri bertemu dengan banyak sekali dari kalangan tabiin dan meriwayatkan dari mereka. Dalam biografinya, disebutkan bahwa ia memiliki sekitar tiga ratus guru, termasuk dari kalangan tabiin dan murid-murid tabiin. Di antara gurunya yang terkenal adalah Habib bin Abi Tsabit, Salamah bin Kuhail, Ziyad bin ‘Alaqah, Amr bin Murrah, Muhammad bin Al-Munkadir, dan lain-lain. Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa jumlah gurunya mencapai enam ratus orang. Di antara guru-guru besarnya ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, Jarir bin Abdullah, Ibnu Abbas, dan lainnya. Sufyan juga membaca seluruh Al-Qur’an sebanyak empat kali secara langsung kepada Hamzah Az-Zayyat. Banyak orang yang menimba ilmu darinya, termasuk beberapa tokoh besar yang meninggal sebelum dirinya, seperti Al-A’masy, Abu Hanifah, Al-Auza’i, Mas’ar, Syu’bah, dan lainnya. Abu Al-Faraj Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa jumlah murid yang meriwayatkan darinya lebih dari dua puluh ribu orang. Namun, Imam Adz-Dzahabi membantah hal ini, dengan mengatakan bahwa jumlah tersebut berlebihan. Menurutnya, jika mencapai seribu saja, itu sudah sangat banyak. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan hafiz (penghafal hadis) yang memiliki jumlah perawi lebih banyak dari Malik, yang mencapai seribu empat ratus orang, termasuk perawi yang tidak dikenal dan para pendusta. Penyakit dan wafatnya Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Sufyan menderita sakit perut, dan pada malam itu, ia berwudu sebanyak enam puluh kali. Ketika ia menyadari akhir hidupnya telah dekat, ia turun dari tempat tidurnya, meletakkan pipinya di tanah, dan berkata, ‘Wahai Abdurrahman! Betapa beratnya kematian ini.’ Ketika ia wafat, aku yang menutup matanya, dan para penduduk datang di tengah malam, setelah mereka mengetahui hal itu.” Abdurrahman berkata, “Sufyan sering berharap untuk meninggal agar ia selamat dari gangguan para penguasa (maksudnya adalah para pemimpin saat itu). Namun, ketika ia sakit, ia justru merasa takut. Ia berkata kepadaku, ‘Bacakan surat Yasin, karena dikatakan bahwa bacaan tersebut meringankan penderitaan orang yang sakit.’ Aku pun membacakan, dan sebelum selesai, ia telah wafat.” Dikatakan bahwa jenazahnya dibawa keluar di tengah-tengah masyarakat Basrah secara tiba-tiba, dan banyak orang yang menghadirinya. Salat jenazahnya diimami oleh Abdurrahman bin Abdul Malik bin Abjar Al-Kufi, atas wasiat dari Sufyan, karena kesalehannya. Ibnu Al-Madini mengatakan bahwa Sufyan hidup dalam persembunyiannya selama sekitar satu tahun. Ia wafat pada bulan Sya’ban tahun 161 Hijriyah. Sebagai penutup, disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, “Aku mendengar Sufyan sering kali berdoa dengan kata-kata yang tak terhitung banyaknya, ‘Ya Allah, selamatkan kami, selamatkan kami. Ya Allah, berikan kami keselamatan dan kesehatan di dunia dan akhirat.'” Baca juga: Biografi Jabir bin Abdillah *** Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan Artikel: Muslim.or.id   Referensi: Diterjemahkan dan diringkas oleh penulis dari web: https://www.islamancient.com/الإمام-سفيان-الثوري/   Catatan kaki: [1] QS. Maryam: 12

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan Mencontohi

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan Mencontohi Posted on November 12, 2024December 30, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 201MENGAJARI DENGAN MENCONTOHI Salah satu tugas orang tua adalah mengajari anaknya. Mengetahui kapan anak perlu dicontohkan langsung dan kapan cukup diberi instruksi adalah keterampilan penting dalam mendidik anak. Keputusan ini bergantung pada usia, tingkat perkembangan, kompleksitas tugas dan pengalaman anak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan anak dalam pendekatan mendidik. Simaklah hadits Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu berikut: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِغُلَامٍ يَسْلُخُ شَاةً، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌تَنَحَّ، ‌حَتَّى أُرِيَكَ» فَأَدْخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ بَيْنَ الْجِلْدِ وَاللَّحْمِ، فَدَحَسَ بِهَا، حَتَّى تَوَارَتْ إِلَى الْإِبِطِ وَقَالَ: «يَا غُلَامُ هَكَذَا فَاسْلُخْ» ثُمَّ مَضَى وَصَلَّى لِلنَّاسِ، وَلَمْ يَتَوَضَّأْ. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang anak muda yang sedang menguliti kambing. Beliau berkata kepadanya, “Bergeserlah. Kutunjukkan caranya”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasukkan tangannya di antara kulit dan daging, lalu menggerakkannya hingga tangan beliau sampai ke bawah lengan kambing. Lalu beliau bersabda, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Kemudian beliau berlalu dan mengimami orang banyak, tanpa berwudhu lagi”. HR. Ibn Majah (no. 3179) dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban serta al-Albaniy. Berikut beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari hadits di atas: 1. Mengajarkan dengan Tindakan, Bukan Hanya Kata-kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya menyuruh anak itu memperbaiki caranya, tetapi memberikan contoh langsung. Hal ini membantu anak untuk melihat detail dan langkah-langkah yang mungkin sulit dimengerti dengan instruksi verbal. Suatu tugas atau keterampilan baru kerap membutuhkan tahapan yang jelas. Seperti cara bersikap dalam situasi tertentu atau keterampilan teknis seperti menulis, memasak atau cara beribadah. Dalam hal-hal itu, memberikan contoh akan memperlihatkan detail dan urutan yang benar. 2. Membimbing dengan Kasih Sayang dan Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lembut meminta anak itu untuk memperhatikan, tanpa kritik kasar atau nada merendahkan. Beliau bahkan berkata, “Kutunjukkan caranya”. Ketika seorang anak merasa didukung; dia akan lebih percaya diri dan terdorong untuk mencoba kembali tanpa takut salah. Kesabaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik bisa disimpulkan dari perhatian yang diberikannya saat itu. Di mana beliau sebenarnya sedang dalam perjalanan menuju ke masjid untuk mengimami jama’ah. Yang tentunya beliau sudah mengenakan pakaian terbaik. Pun demikian beliau tetap meluangkan waktu untuk mengajari dan membimbing anak itu. 3. Memberi Kesempatan untuk Melakukan Sendiri dengan Bimbingan Setelah menunjukkan caranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempersilakan anak itu untuk mencoba sendiri dengan berkata, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Ini memberikan ruang bagi anak untuk belajar mandiri, tetapi tetap dengan arahan yang jelas. Mengajari dengan memberi contoh sambil membiarkan anak melakukan sendiri; memungkinkan mereka untuk mempraktikkan keterampilan tersebut dan membangun rasa percaya diri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat anak itu merasa dilibatkan dan dihargai. Ini merupakan kunci penting dalam pembelajaran efektif. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Senin, 9 Jumadal Ula 1446 / 11 Nopember 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 200 – Bijak Meluruskan Kekeliruan AnakKAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan Mencontohi

Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan Mencontohi Posted on November 12, 2024December 30, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 201MENGAJARI DENGAN MENCONTOHI Salah satu tugas orang tua adalah mengajari anaknya. Mengetahui kapan anak perlu dicontohkan langsung dan kapan cukup diberi instruksi adalah keterampilan penting dalam mendidik anak. Keputusan ini bergantung pada usia, tingkat perkembangan, kompleksitas tugas dan pengalaman anak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan anak dalam pendekatan mendidik. Simaklah hadits Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu berikut: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِغُلَامٍ يَسْلُخُ شَاةً، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌تَنَحَّ، ‌حَتَّى أُرِيَكَ» فَأَدْخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ بَيْنَ الْجِلْدِ وَاللَّحْمِ، فَدَحَسَ بِهَا، حَتَّى تَوَارَتْ إِلَى الْإِبِطِ وَقَالَ: «يَا غُلَامُ هَكَذَا فَاسْلُخْ» ثُمَّ مَضَى وَصَلَّى لِلنَّاسِ، وَلَمْ يَتَوَضَّأْ. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang anak muda yang sedang menguliti kambing. Beliau berkata kepadanya, “Bergeserlah. Kutunjukkan caranya”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasukkan tangannya di antara kulit dan daging, lalu menggerakkannya hingga tangan beliau sampai ke bawah lengan kambing. Lalu beliau bersabda, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Kemudian beliau berlalu dan mengimami orang banyak, tanpa berwudhu lagi”. HR. Ibn Majah (no. 3179) dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban serta al-Albaniy. Berikut beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari hadits di atas: 1. Mengajarkan dengan Tindakan, Bukan Hanya Kata-kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya menyuruh anak itu memperbaiki caranya, tetapi memberikan contoh langsung. Hal ini membantu anak untuk melihat detail dan langkah-langkah yang mungkin sulit dimengerti dengan instruksi verbal. Suatu tugas atau keterampilan baru kerap membutuhkan tahapan yang jelas. Seperti cara bersikap dalam situasi tertentu atau keterampilan teknis seperti menulis, memasak atau cara beribadah. Dalam hal-hal itu, memberikan contoh akan memperlihatkan detail dan urutan yang benar. 2. Membimbing dengan Kasih Sayang dan Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lembut meminta anak itu untuk memperhatikan, tanpa kritik kasar atau nada merendahkan. Beliau bahkan berkata, “Kutunjukkan caranya”. Ketika seorang anak merasa didukung; dia akan lebih percaya diri dan terdorong untuk mencoba kembali tanpa takut salah. Kesabaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik bisa disimpulkan dari perhatian yang diberikannya saat itu. Di mana beliau sebenarnya sedang dalam perjalanan menuju ke masjid untuk mengimami jama’ah. Yang tentunya beliau sudah mengenakan pakaian terbaik. Pun demikian beliau tetap meluangkan waktu untuk mengajari dan membimbing anak itu. 3. Memberi Kesempatan untuk Melakukan Sendiri dengan Bimbingan Setelah menunjukkan caranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempersilakan anak itu untuk mencoba sendiri dengan berkata, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Ini memberikan ruang bagi anak untuk belajar mandiri, tetapi tetap dengan arahan yang jelas. Mengajari dengan memberi contoh sambil membiarkan anak melakukan sendiri; memungkinkan mereka untuk mempraktikkan keterampilan tersebut dan membangun rasa percaya diri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat anak itu merasa dilibatkan dan dihargai. Ini merupakan kunci penting dalam pembelajaran efektif. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Senin, 9 Jumadal Ula 1446 / 11 Nopember 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 200 – Bijak Meluruskan Kekeliruan AnakKAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan Mencontohi Posted on November 12, 2024December 30, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 201MENGAJARI DENGAN MENCONTOHI Salah satu tugas orang tua adalah mengajari anaknya. Mengetahui kapan anak perlu dicontohkan langsung dan kapan cukup diberi instruksi adalah keterampilan penting dalam mendidik anak. Keputusan ini bergantung pada usia, tingkat perkembangan, kompleksitas tugas dan pengalaman anak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan anak dalam pendekatan mendidik. Simaklah hadits Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu berikut: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِغُلَامٍ يَسْلُخُ شَاةً، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌تَنَحَّ، ‌حَتَّى أُرِيَكَ» فَأَدْخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ بَيْنَ الْجِلْدِ وَاللَّحْمِ، فَدَحَسَ بِهَا، حَتَّى تَوَارَتْ إِلَى الْإِبِطِ وَقَالَ: «يَا غُلَامُ هَكَذَا فَاسْلُخْ» ثُمَّ مَضَى وَصَلَّى لِلنَّاسِ، وَلَمْ يَتَوَضَّأْ. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang anak muda yang sedang menguliti kambing. Beliau berkata kepadanya, “Bergeserlah. Kutunjukkan caranya”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasukkan tangannya di antara kulit dan daging, lalu menggerakkannya hingga tangan beliau sampai ke bawah lengan kambing. Lalu beliau bersabda, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Kemudian beliau berlalu dan mengimami orang banyak, tanpa berwudhu lagi”. HR. Ibn Majah (no. 3179) dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban serta al-Albaniy. Berikut beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari hadits di atas: 1. Mengajarkan dengan Tindakan, Bukan Hanya Kata-kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya menyuruh anak itu memperbaiki caranya, tetapi memberikan contoh langsung. Hal ini membantu anak untuk melihat detail dan langkah-langkah yang mungkin sulit dimengerti dengan instruksi verbal. Suatu tugas atau keterampilan baru kerap membutuhkan tahapan yang jelas. Seperti cara bersikap dalam situasi tertentu atau keterampilan teknis seperti menulis, memasak atau cara beribadah. Dalam hal-hal itu, memberikan contoh akan memperlihatkan detail dan urutan yang benar. 2. Membimbing dengan Kasih Sayang dan Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lembut meminta anak itu untuk memperhatikan, tanpa kritik kasar atau nada merendahkan. Beliau bahkan berkata, “Kutunjukkan caranya”. Ketika seorang anak merasa didukung; dia akan lebih percaya diri dan terdorong untuk mencoba kembali tanpa takut salah. Kesabaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik bisa disimpulkan dari perhatian yang diberikannya saat itu. Di mana beliau sebenarnya sedang dalam perjalanan menuju ke masjid untuk mengimami jama’ah. Yang tentunya beliau sudah mengenakan pakaian terbaik. Pun demikian beliau tetap meluangkan waktu untuk mengajari dan membimbing anak itu. 3. Memberi Kesempatan untuk Melakukan Sendiri dengan Bimbingan Setelah menunjukkan caranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempersilakan anak itu untuk mencoba sendiri dengan berkata, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Ini memberikan ruang bagi anak untuk belajar mandiri, tetapi tetap dengan arahan yang jelas. Mengajari dengan memberi contoh sambil membiarkan anak melakukan sendiri; memungkinkan mereka untuk mempraktikkan keterampilan tersebut dan membangun rasa percaya diri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat anak itu merasa dilibatkan dan dihargai. Ini merupakan kunci penting dalam pembelajaran efektif. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Senin, 9 Jumadal Ula 1446 / 11 Nopember 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 200 – Bijak Meluruskan Kekeliruan AnakKAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories


Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 201 – Mengajari Dengan Mencontohi Posted on November 12, 2024December 30, 2024by Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 201MENGAJARI DENGAN MENCONTOHI Salah satu tugas orang tua adalah mengajari anaknya. Mengetahui kapan anak perlu dicontohkan langsung dan kapan cukup diberi instruksi adalah keterampilan penting dalam mendidik anak. Keputusan ini bergantung pada usia, tingkat perkembangan, kompleksitas tugas dan pengalaman anak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan anak dalam pendekatan mendidik. Simaklah hadits Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu berikut: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِغُلَامٍ يَسْلُخُ شَاةً، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌تَنَحَّ، ‌حَتَّى أُرِيَكَ» فَأَدْخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ بَيْنَ الْجِلْدِ وَاللَّحْمِ، فَدَحَسَ بِهَا، حَتَّى تَوَارَتْ إِلَى الْإِبِطِ وَقَالَ: «يَا غُلَامُ هَكَذَا فَاسْلُخْ» ثُمَّ مَضَى وَصَلَّى لِلنَّاسِ، وَلَمْ يَتَوَضَّأْ. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang anak muda yang sedang menguliti kambing. Beliau berkata kepadanya, “Bergeserlah. Kutunjukkan caranya”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasukkan tangannya di antara kulit dan daging, lalu menggerakkannya hingga tangan beliau sampai ke bawah lengan kambing. Lalu beliau bersabda, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Kemudian beliau berlalu dan mengimami orang banyak, tanpa berwudhu lagi”. HR. Ibn Majah (no. 3179) dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban serta al-Albaniy. Berikut beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari hadits di atas: 1. Mengajarkan dengan Tindakan, Bukan Hanya Kata-kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya menyuruh anak itu memperbaiki caranya, tetapi memberikan contoh langsung. Hal ini membantu anak untuk melihat detail dan langkah-langkah yang mungkin sulit dimengerti dengan instruksi verbal. Suatu tugas atau keterampilan baru kerap membutuhkan tahapan yang jelas. Seperti cara bersikap dalam situasi tertentu atau keterampilan teknis seperti menulis, memasak atau cara beribadah. Dalam hal-hal itu, memberikan contoh akan memperlihatkan detail dan urutan yang benar. 2. Membimbing dengan Kasih Sayang dan Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lembut meminta anak itu untuk memperhatikan, tanpa kritik kasar atau nada merendahkan. Beliau bahkan berkata, “Kutunjukkan caranya”. Ketika seorang anak merasa didukung; dia akan lebih percaya diri dan terdorong untuk mencoba kembali tanpa takut salah. Kesabaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik bisa disimpulkan dari perhatian yang diberikannya saat itu. Di mana beliau sebenarnya sedang dalam perjalanan menuju ke masjid untuk mengimami jama’ah. Yang tentunya beliau sudah mengenakan pakaian terbaik. Pun demikian beliau tetap meluangkan waktu untuk mengajari dan membimbing anak itu. 3. Memberi Kesempatan untuk Melakukan Sendiri dengan Bimbingan Setelah menunjukkan caranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempersilakan anak itu untuk mencoba sendiri dengan berkata, “Begitulah caranya Nak. Sekarang lakukanlah”. Ini memberikan ruang bagi anak untuk belajar mandiri, tetapi tetap dengan arahan yang jelas. Mengajari dengan memberi contoh sambil membiarkan anak melakukan sendiri; memungkinkan mereka untuk mempraktikkan keterampilan tersebut dan membangun rasa percaya diri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat anak itu merasa dilibatkan dan dihargai. Ini merupakan kunci penting dalam pembelajaran efektif. Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Senin, 9 Jumadal Ula 1446 / 11 Nopember 2024 No comments yet Leave a Reply Cancel reply Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. Post navigation Serial Fiqih Pendidikan Anak No: 200 – Bijak Meluruskan Kekeliruan AnakKAPOLRES PURBALINGGA SOSIALISASIKAN KAMTIBMAS DI TUNAS ILMU SearchSearchRecent PostsKhutbah Jum’at: PUASA HP Penerimaan Santri Baru Angkatan Kelima Belas Program Pengkaderan Da’I Dan Tahfidz Plus “Bersanad” Tahun Akademik: 1447 H / 2025-2026 M – Gelombang 2 Pengumuman Kelulusan Calon Santri Baru – Angkatan 15 Gel. 1 Buku 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah Serial Fiqih Doa dan Dzikir No: 216 – Doa Masuk Masjid Bagian-1 Recent CommentsNo comments to show.Archives March 2025 January 2025 December 2024 November 2024 October 2024 September 2024 March 2024 January 2024 November 2022 October 2022 August 2022 July 2022 June 2022 May 2022 April 2022 March 2022 February 2022 January 2022 December 2021 July 2021 June 2021 April 2021 March 2021 December 2020 October 2020 August 2020 June 2020 May 2020 April 2020 March 2020 January 2020 December 2019 November 2019 October 2019 September 2019 August 2019 July 2019 June 2019 May 2019 April 2019 March 2019 February 2019 January 2019 December 2018 November 2018 October 2018 September 2018 August 2018 May 2018 April 2018 March 2018 February 2018 January 2018 December 2017 November 2017 October 2017 September 2017 August 2017 June 2017 November 2016 September 2016 July 2016 April 2016 January 2016 December 2015 October 2015 August 2015 July 2015 June 2015 May 2015 April 2015 March 2015 February 2015 January 2015 December 2014 November 2014 October 2014 December 2013 November 2013 September 2013 August 2013 July 2013 June 2013 May 2013 April 2013 March 2013 February 2013 January 2013 August 2012 July 2012 June 2011 CategoriesNo categories
Prev     Next