Fikih Penyembelihan Hewan (Bag. 3)

Daftar Isi ToggleHukum impor daging dari negara non-MuslimJika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli KitabBagaimana jika ragu?Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseDefinisi animal abuseJawaban syariat IslamPenutup umumKebutuhan masyarakat Muslim terhadap daging semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tidak hanya mendorong peningkatan produksi lokal, tetapi juga membuka pintu bagi impor daging dari berbagai negara, termasuk negara-negara non-Muslim. Di sisi lain, suara kritis dari para aktivis hewan semakin nyaring, menyoroti metode penyembelihan dalam Islam yang mereka nilai sebagai tindakan penyiksaan (animal abuse).Pada artikel ketiga ini, kita akan membahas kedua permasalahan tersebut: (1) hukum fikih terkait daging impor dari negara non-Muslim, dan (2) klarifikasi terhadap tuduhan bahwa penyembelihan Islami menyiksa hewan.Hukum impor daging dari negara non-MuslimBeberapa negara Islam mengimpor berbagai jenis daging (hewan sembelihan) dari negara-negara non-Islam, seperti domba, sapi, dan lainnya. Dalam hal ini terdapat dua keadaan:Jika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara Ahli Kitab, maka hukumnya halal bagi kaum Muslimin berdasarkan nash (dalil tegas) dari Al-Qur’an, selama tidak diketahui bahwa penyembelihannya dilakukan dengan cara yang tidak sesuai syariat.Allah Ta’ala berfirman,الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ“Pada hari ini dihalalkan bagi kalian segala yang baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Kitab (Ahli Kitab) itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal (pula) bagi mereka.” (QS. Al-Maidah: 5)Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,اللحوم التي تباع في أسواق دول غير إسلامية، إن علم أنها من ذبائح أهل الكتاب فهي حل للمسلمين، إذا لم يعلم أنها ذبحت على غير الوجه الشرعي، إذ الأصل حلها بالنص القرآني فلا يعدل عن ذلك إلا بأمر محقق يقتضي تحريمها.“Daging yang dijual di pasar negara non-Islam, jika diketahui berasal dari sembelihan Ahli Kitab, maka halal bagi kaum Muslimin. Hal ini selama tidak diketahui bahwa ia disembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat. Hukum asalnya adalah halal berdasarkan nash Al-Qur’an, dan tidak boleh berpindah dari hukum asal ini kecuali dengan bukti nyata yang mengharamkannya.”Jika berasal dari negara selain Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli Kitab, maka tidak boleh memakannya. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,أجمع علماء الإِسلام على تحريم ذبائح المشركين من عباد الأوثان ومنكري الأديان ونحوهم من جميع أصناف الكفار غير اليهود والنصارى“Para ulama Islam sepakat atas haramnya sembelihan orang-orang musyrik, penyembah berhala, pengingkar agama, dan yang semisalnya dari seluruh golongan orang kafir selain Yahudi dan Nasrani.” [1]Bagaimana jika ragu?Sebagaian kaum muslimin, khususnya dari kalangan penuntut ilmu, kadang merasa ragu dalam hal ini, dengan dasar pemahaman dari hadis,إنَّ الحلالَ بيِّنٌ وإنَّ الحرامَ بيِّنٌ وبينهما أمورٌ مُشتبِهاتٌ لا يعلمهنَّ كثيرٌ من الناس فمنِ اتَّقى الشُّبُهاتِ استبرأ لدِينِه وعِرضِه …“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya…” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599, dan lafaz ini milik Muslim)Para ulama dari Lajnah Daimah pernah ditanya, “Apa hukum daging kalengan impor dari luar negeri? Dan bagaimana cara mengompromikan antara hadis, “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, sungguh ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjatuh dalam perkara samar, ia terjatuh ke dalam yang haram” (HR. Bukhari, Kitab al-Iman no. 52; Muslim, Kitab al-Musaqat no. 1599)dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan dinyatakan hasan dalam Jami‘ at-Tirmidzi, dari Simak bin Harb, ia berkata, “Aku mendengar Qabishah bin Hulb menceritakan dari ayahnya, ia berkata,سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن طعام النصارى فقال: لا يتخلجن في صدرك طعام ضارعت فيه النصرانية“Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makanan orang-orang Nasrani. Beliau pun bersabda, ‘Janganlah ada keraguan di hatimu terhadap makanan yang diolah oleh orang Nasrani.’” (Sunan at-Tirmidzi, Kitab as-Siyar no. 1565; Sunan Abu Dawud, Kitab al-At‘imah no. 3784; Musnad Ahmad bin Hanbal, 5: 226)Lajnah Daimah menjawab,“Tidak ada pertentangan antara kedua hadis tersebut. Makanan Ahli Kitab terbagi menjadi tiga keadaan:1) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama Allah atas sembelihan mereka, maka hukumnya halal, termasuk dalam bagian pertama dari hadis: “Yang halal itu jelas.”2) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama selain Allah, maka hukumnya haram, termasuk dalam bagian kedua dari hadis: “Yang haram itu jelas.”3) Jika kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya, maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halal sembelihan mereka.Adapun makanan yang tidak memerlukan proses penyembelihan atau penyembelihan hewan, seperti roti, maka tidak ada masalah dalam memakannya.” [2]Oleh karena itu, jika impor berasal dari negeri Ahli Kitab, dan kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya; maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halalnya sembelihan mereka. Wallahu Ta’ala a’lam.Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseSejumlah komunitas aktivis pembela hak hewan khususnya di wilayah Barat, seringkali beropini bahwa penyembelihan hewan-hewan kurban itu bertentangan dengan hak-hak kebinatangan, dengan dalih metode penyembelihannya masuk dalam kategori animal abuse. [3]Untuk menjawab isu tersebut, kita perlu ketahui terlebih dahulu tentang animal abuse, kemudian jawaban syariat Islam atas tuduhan tersebut. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.Definisi animal abuseAnimal abuse didefinisikan sebagai tindakan yang sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan, tidak memberi makanan atau minuman, dan tindakan kekerasan yang hingga kini masih seringkali tidak diperhatikan, misalnya seperti memotong kuping dan ekor anjing yang ditujukan untuk sekedar keindahan, melakukan eksploitasi terhadap hewan untuk kepentingan sirkus, mengebiri, dan menggunakan hewan sebagai uji coba keperluan medis atau kedokteran (vivisectie) dengan di luar batas dan kelaziman. [4]Jawaban syariat IslamSyariat Islam sangat menjunjung kasih sayang antar sesama makhluk hidup, termasuk hewan. Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kasih sayang terhadap hewan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إنَّ الله كتَبَ الإحسانَ على كُلِّ شيءٍ، فإذَا قَتَلْتُم فَأحْسِنُوا القِتْلَة، وإذا ذَبَحْتُم فَأحْسِنُوا الذِّبْحَةَ، وليُحِدَّ أحدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وليُرِحْ ذَبِيحَتَهُ“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan (baik) pada segala sesuatu. Jika kalian membunuh (hewan), maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih (hewan), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim no. 1955)Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan,فلهذا أمر النبيُّ صلى الله عليه وسلم بإحسانِ القتلِ والذبح، وأمر أن تُحَدَّ الشفرةُ، وأن تُراح الذبيحة، يشير إلى أن الذبح بالآلة الحادة يُرِيحُ الذبيحة بتعجيل زهوق نفسها.“Maka dari itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berbuat baik ketika membunuh (hewan yang boleh dibunuh) dan ketika menyembelih, serta memerintahkan agar pisau diasah tajam dan hewan disembelih dengan cara yang membuatnya nyaman. Ini menunjukkan bahwa penyembelihan dengan alat yang tajam akan membuat hewan lebih tenang karena mempercepat keluarnya nyawa.”Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menajamkan pisau dan agar disembunyikan dari hewan, serta bersabda,إذا ذَبَحَ أحدُكُم، فليُجْهِزْ“Apabila salah seorang dari kalian menyembelih, hendaklah ia menyempurnakan (penyembelihan),” maksudnya: hendaklah ia mempercepat proses penyembelihan. [5]Maka, penyembelihan dalam Islam bukanlah bentuk kekerasan, tetapi justru cara paling cepat memutus nyawa hewan dengan meminimalisir rasa sakit.Bahkan, secara umum, Islam memerintahkan untuk menyayangi seluruh makhluk hidup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,الرَّاحِمونَ يرحَمُهم الرَّحمنُ تبارَك وتعالى؛ ارحَموا مَن في الأرضِ يرحَمْكم مَن في السَّماءِ.“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahmān Tabāraka wa Ta‘ālā. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya Dzat yang di langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4941 dan selainnya, disahihkan oleh Al-Albani)Dengan demikian, tuduhan penyiksaan atau kekerasan terhadap hewan (animal abuse) terhadap proses penyembelihan yang sesuai dengan syariat Islam, merupakan tuduhan yang tidak benar. Islam justru mengajarkan cara penyembelihan yang paling baik bagi hewan, dan memerintahkan untuk menyayangi seluruh hewan secara umum. Wallahu Ta’ala a’lam.Penutup umumRangkaian tiga artikel Fikih Penyembelihan Hewan ini telah membahas secara berurutan:Bagian pertama: landasan fikih klasik, mulai dari definisi, hukum, syarat, waktu, adab, dan larangan penyembelihan.Bagian kedua: permasalahan kontemporer seperti penyembelihan mekanis, hukum menyebut nama Allah, dan pembiusan sebelum penyembelihan.Bagian ketiga: hukum impor daging dari negara non-Muslim serta klarifikasi terhadap tuduhan penyiksaan hewan.Keseluruhan pembahasan ini menunjukkan betapa syariat Islam mengatur penyembelihan dengan prinsip kehalalan dan kasih sayang terhadap hewan, serta tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman.Semoga pembahasan ini menjadi bekal ilmu yang bermanfaat, menumbuhkan keyakinan akan kesempurnaan syariat Allah, dan memandu kita dalam mengamalkannya dengan benar di setiap keadaan.[Selesai]Kembali ke bagian 2***Rumdin PPIA Sragen, 15 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Al-Hambali, Abdurrahman Ibnu Rajab. Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam. Saudi Arabia: Dar Ibnul Jauzi, 1431.Al-Muthlaq, Abdullah bin Muhammad. Al-Fiqh al-Muyassar: Qism al-‘Ibadat. Edisi keempat. Riyadh: Madarul Wathan, 1439 H/2018 M. Catatan kaki:[1] Al-Fiqh al-Muyassar, 7: 24; dengan sedikit penyesuaian. Lihat juga fatwa no. 949 dari Lajnah Daimah di Saudi Arabia yang membahas hukum daging impor dan sejalan dengan penjelasan ini.[2] Fatwa Lajnah Daimah – Jilid Pertama, 22: 402; Fatwa no. 4159.[3] Ibadah Kurban Bukan Bagian dari Animal Abuse![4] Adhaini, Soraya Noer, dan Untung Sumarwan. “Motif Pelaku Kekerasan terhadap Perlindungan dan Penegakan Hukum pada Hewan Peliharaan dalam Perspektif Kontrol Sosial.” Jurnal Anomie, vol. 5, no. 2, Agustus 2023, hal. 101–122. Program Studi Kriminologi, Universitas Budi Luhur, Jakarta.[5] Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, hal. 287.

Fikih Penyembelihan Hewan (Bag. 3)

Daftar Isi ToggleHukum impor daging dari negara non-MuslimJika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli KitabBagaimana jika ragu?Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseDefinisi animal abuseJawaban syariat IslamPenutup umumKebutuhan masyarakat Muslim terhadap daging semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tidak hanya mendorong peningkatan produksi lokal, tetapi juga membuka pintu bagi impor daging dari berbagai negara, termasuk negara-negara non-Muslim. Di sisi lain, suara kritis dari para aktivis hewan semakin nyaring, menyoroti metode penyembelihan dalam Islam yang mereka nilai sebagai tindakan penyiksaan (animal abuse).Pada artikel ketiga ini, kita akan membahas kedua permasalahan tersebut: (1) hukum fikih terkait daging impor dari negara non-Muslim, dan (2) klarifikasi terhadap tuduhan bahwa penyembelihan Islami menyiksa hewan.Hukum impor daging dari negara non-MuslimBeberapa negara Islam mengimpor berbagai jenis daging (hewan sembelihan) dari negara-negara non-Islam, seperti domba, sapi, dan lainnya. Dalam hal ini terdapat dua keadaan:Jika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara Ahli Kitab, maka hukumnya halal bagi kaum Muslimin berdasarkan nash (dalil tegas) dari Al-Qur’an, selama tidak diketahui bahwa penyembelihannya dilakukan dengan cara yang tidak sesuai syariat.Allah Ta’ala berfirman,الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ“Pada hari ini dihalalkan bagi kalian segala yang baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Kitab (Ahli Kitab) itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal (pula) bagi mereka.” (QS. Al-Maidah: 5)Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,اللحوم التي تباع في أسواق دول غير إسلامية، إن علم أنها من ذبائح أهل الكتاب فهي حل للمسلمين، إذا لم يعلم أنها ذبحت على غير الوجه الشرعي، إذ الأصل حلها بالنص القرآني فلا يعدل عن ذلك إلا بأمر محقق يقتضي تحريمها.“Daging yang dijual di pasar negara non-Islam, jika diketahui berasal dari sembelihan Ahli Kitab, maka halal bagi kaum Muslimin. Hal ini selama tidak diketahui bahwa ia disembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat. Hukum asalnya adalah halal berdasarkan nash Al-Qur’an, dan tidak boleh berpindah dari hukum asal ini kecuali dengan bukti nyata yang mengharamkannya.”Jika berasal dari negara selain Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli Kitab, maka tidak boleh memakannya. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,أجمع علماء الإِسلام على تحريم ذبائح المشركين من عباد الأوثان ومنكري الأديان ونحوهم من جميع أصناف الكفار غير اليهود والنصارى“Para ulama Islam sepakat atas haramnya sembelihan orang-orang musyrik, penyembah berhala, pengingkar agama, dan yang semisalnya dari seluruh golongan orang kafir selain Yahudi dan Nasrani.” [1]Bagaimana jika ragu?Sebagaian kaum muslimin, khususnya dari kalangan penuntut ilmu, kadang merasa ragu dalam hal ini, dengan dasar pemahaman dari hadis,إنَّ الحلالَ بيِّنٌ وإنَّ الحرامَ بيِّنٌ وبينهما أمورٌ مُشتبِهاتٌ لا يعلمهنَّ كثيرٌ من الناس فمنِ اتَّقى الشُّبُهاتِ استبرأ لدِينِه وعِرضِه …“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya…” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599, dan lafaz ini milik Muslim)Para ulama dari Lajnah Daimah pernah ditanya, “Apa hukum daging kalengan impor dari luar negeri? Dan bagaimana cara mengompromikan antara hadis, “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, sungguh ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjatuh dalam perkara samar, ia terjatuh ke dalam yang haram” (HR. Bukhari, Kitab al-Iman no. 52; Muslim, Kitab al-Musaqat no. 1599)dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan dinyatakan hasan dalam Jami‘ at-Tirmidzi, dari Simak bin Harb, ia berkata, “Aku mendengar Qabishah bin Hulb menceritakan dari ayahnya, ia berkata,سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن طعام النصارى فقال: لا يتخلجن في صدرك طعام ضارعت فيه النصرانية“Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makanan orang-orang Nasrani. Beliau pun bersabda, ‘Janganlah ada keraguan di hatimu terhadap makanan yang diolah oleh orang Nasrani.’” (Sunan at-Tirmidzi, Kitab as-Siyar no. 1565; Sunan Abu Dawud, Kitab al-At‘imah no. 3784; Musnad Ahmad bin Hanbal, 5: 226)Lajnah Daimah menjawab,“Tidak ada pertentangan antara kedua hadis tersebut. Makanan Ahli Kitab terbagi menjadi tiga keadaan:1) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama Allah atas sembelihan mereka, maka hukumnya halal, termasuk dalam bagian pertama dari hadis: “Yang halal itu jelas.”2) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama selain Allah, maka hukumnya haram, termasuk dalam bagian kedua dari hadis: “Yang haram itu jelas.”3) Jika kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya, maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halal sembelihan mereka.Adapun makanan yang tidak memerlukan proses penyembelihan atau penyembelihan hewan, seperti roti, maka tidak ada masalah dalam memakannya.” [2]Oleh karena itu, jika impor berasal dari negeri Ahli Kitab, dan kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya; maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halalnya sembelihan mereka. Wallahu Ta’ala a’lam.Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseSejumlah komunitas aktivis pembela hak hewan khususnya di wilayah Barat, seringkali beropini bahwa penyembelihan hewan-hewan kurban itu bertentangan dengan hak-hak kebinatangan, dengan dalih metode penyembelihannya masuk dalam kategori animal abuse. [3]Untuk menjawab isu tersebut, kita perlu ketahui terlebih dahulu tentang animal abuse, kemudian jawaban syariat Islam atas tuduhan tersebut. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.Definisi animal abuseAnimal abuse didefinisikan sebagai tindakan yang sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan, tidak memberi makanan atau minuman, dan tindakan kekerasan yang hingga kini masih seringkali tidak diperhatikan, misalnya seperti memotong kuping dan ekor anjing yang ditujukan untuk sekedar keindahan, melakukan eksploitasi terhadap hewan untuk kepentingan sirkus, mengebiri, dan menggunakan hewan sebagai uji coba keperluan medis atau kedokteran (vivisectie) dengan di luar batas dan kelaziman. [4]Jawaban syariat IslamSyariat Islam sangat menjunjung kasih sayang antar sesama makhluk hidup, termasuk hewan. Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kasih sayang terhadap hewan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إنَّ الله كتَبَ الإحسانَ على كُلِّ شيءٍ، فإذَا قَتَلْتُم فَأحْسِنُوا القِتْلَة، وإذا ذَبَحْتُم فَأحْسِنُوا الذِّبْحَةَ، وليُحِدَّ أحدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وليُرِحْ ذَبِيحَتَهُ“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan (baik) pada segala sesuatu. Jika kalian membunuh (hewan), maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih (hewan), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim no. 1955)Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan,فلهذا أمر النبيُّ صلى الله عليه وسلم بإحسانِ القتلِ والذبح، وأمر أن تُحَدَّ الشفرةُ، وأن تُراح الذبيحة، يشير إلى أن الذبح بالآلة الحادة يُرِيحُ الذبيحة بتعجيل زهوق نفسها.“Maka dari itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berbuat baik ketika membunuh (hewan yang boleh dibunuh) dan ketika menyembelih, serta memerintahkan agar pisau diasah tajam dan hewan disembelih dengan cara yang membuatnya nyaman. Ini menunjukkan bahwa penyembelihan dengan alat yang tajam akan membuat hewan lebih tenang karena mempercepat keluarnya nyawa.”Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menajamkan pisau dan agar disembunyikan dari hewan, serta bersabda,إذا ذَبَحَ أحدُكُم، فليُجْهِزْ“Apabila salah seorang dari kalian menyembelih, hendaklah ia menyempurnakan (penyembelihan),” maksudnya: hendaklah ia mempercepat proses penyembelihan. [5]Maka, penyembelihan dalam Islam bukanlah bentuk kekerasan, tetapi justru cara paling cepat memutus nyawa hewan dengan meminimalisir rasa sakit.Bahkan, secara umum, Islam memerintahkan untuk menyayangi seluruh makhluk hidup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,الرَّاحِمونَ يرحَمُهم الرَّحمنُ تبارَك وتعالى؛ ارحَموا مَن في الأرضِ يرحَمْكم مَن في السَّماءِ.“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahmān Tabāraka wa Ta‘ālā. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya Dzat yang di langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4941 dan selainnya, disahihkan oleh Al-Albani)Dengan demikian, tuduhan penyiksaan atau kekerasan terhadap hewan (animal abuse) terhadap proses penyembelihan yang sesuai dengan syariat Islam, merupakan tuduhan yang tidak benar. Islam justru mengajarkan cara penyembelihan yang paling baik bagi hewan, dan memerintahkan untuk menyayangi seluruh hewan secara umum. Wallahu Ta’ala a’lam.Penutup umumRangkaian tiga artikel Fikih Penyembelihan Hewan ini telah membahas secara berurutan:Bagian pertama: landasan fikih klasik, mulai dari definisi, hukum, syarat, waktu, adab, dan larangan penyembelihan.Bagian kedua: permasalahan kontemporer seperti penyembelihan mekanis, hukum menyebut nama Allah, dan pembiusan sebelum penyembelihan.Bagian ketiga: hukum impor daging dari negara non-Muslim serta klarifikasi terhadap tuduhan penyiksaan hewan.Keseluruhan pembahasan ini menunjukkan betapa syariat Islam mengatur penyembelihan dengan prinsip kehalalan dan kasih sayang terhadap hewan, serta tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman.Semoga pembahasan ini menjadi bekal ilmu yang bermanfaat, menumbuhkan keyakinan akan kesempurnaan syariat Allah, dan memandu kita dalam mengamalkannya dengan benar di setiap keadaan.[Selesai]Kembali ke bagian 2***Rumdin PPIA Sragen, 15 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Al-Hambali, Abdurrahman Ibnu Rajab. Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam. Saudi Arabia: Dar Ibnul Jauzi, 1431.Al-Muthlaq, Abdullah bin Muhammad. Al-Fiqh al-Muyassar: Qism al-‘Ibadat. Edisi keempat. Riyadh: Madarul Wathan, 1439 H/2018 M. Catatan kaki:[1] Al-Fiqh al-Muyassar, 7: 24; dengan sedikit penyesuaian. Lihat juga fatwa no. 949 dari Lajnah Daimah di Saudi Arabia yang membahas hukum daging impor dan sejalan dengan penjelasan ini.[2] Fatwa Lajnah Daimah – Jilid Pertama, 22: 402; Fatwa no. 4159.[3] Ibadah Kurban Bukan Bagian dari Animal Abuse![4] Adhaini, Soraya Noer, dan Untung Sumarwan. “Motif Pelaku Kekerasan terhadap Perlindungan dan Penegakan Hukum pada Hewan Peliharaan dalam Perspektif Kontrol Sosial.” Jurnal Anomie, vol. 5, no. 2, Agustus 2023, hal. 101–122. Program Studi Kriminologi, Universitas Budi Luhur, Jakarta.[5] Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, hal. 287.
Daftar Isi ToggleHukum impor daging dari negara non-MuslimJika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli KitabBagaimana jika ragu?Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseDefinisi animal abuseJawaban syariat IslamPenutup umumKebutuhan masyarakat Muslim terhadap daging semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tidak hanya mendorong peningkatan produksi lokal, tetapi juga membuka pintu bagi impor daging dari berbagai negara, termasuk negara-negara non-Muslim. Di sisi lain, suara kritis dari para aktivis hewan semakin nyaring, menyoroti metode penyembelihan dalam Islam yang mereka nilai sebagai tindakan penyiksaan (animal abuse).Pada artikel ketiga ini, kita akan membahas kedua permasalahan tersebut: (1) hukum fikih terkait daging impor dari negara non-Muslim, dan (2) klarifikasi terhadap tuduhan bahwa penyembelihan Islami menyiksa hewan.Hukum impor daging dari negara non-MuslimBeberapa negara Islam mengimpor berbagai jenis daging (hewan sembelihan) dari negara-negara non-Islam, seperti domba, sapi, dan lainnya. Dalam hal ini terdapat dua keadaan:Jika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara Ahli Kitab, maka hukumnya halal bagi kaum Muslimin berdasarkan nash (dalil tegas) dari Al-Qur’an, selama tidak diketahui bahwa penyembelihannya dilakukan dengan cara yang tidak sesuai syariat.Allah Ta’ala berfirman,الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ“Pada hari ini dihalalkan bagi kalian segala yang baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Kitab (Ahli Kitab) itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal (pula) bagi mereka.” (QS. Al-Maidah: 5)Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,اللحوم التي تباع في أسواق دول غير إسلامية، إن علم أنها من ذبائح أهل الكتاب فهي حل للمسلمين، إذا لم يعلم أنها ذبحت على غير الوجه الشرعي، إذ الأصل حلها بالنص القرآني فلا يعدل عن ذلك إلا بأمر محقق يقتضي تحريمها.“Daging yang dijual di pasar negara non-Islam, jika diketahui berasal dari sembelihan Ahli Kitab, maka halal bagi kaum Muslimin. Hal ini selama tidak diketahui bahwa ia disembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat. Hukum asalnya adalah halal berdasarkan nash Al-Qur’an, dan tidak boleh berpindah dari hukum asal ini kecuali dengan bukti nyata yang mengharamkannya.”Jika berasal dari negara selain Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli Kitab, maka tidak boleh memakannya. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,أجمع علماء الإِسلام على تحريم ذبائح المشركين من عباد الأوثان ومنكري الأديان ونحوهم من جميع أصناف الكفار غير اليهود والنصارى“Para ulama Islam sepakat atas haramnya sembelihan orang-orang musyrik, penyembah berhala, pengingkar agama, dan yang semisalnya dari seluruh golongan orang kafir selain Yahudi dan Nasrani.” [1]Bagaimana jika ragu?Sebagaian kaum muslimin, khususnya dari kalangan penuntut ilmu, kadang merasa ragu dalam hal ini, dengan dasar pemahaman dari hadis,إنَّ الحلالَ بيِّنٌ وإنَّ الحرامَ بيِّنٌ وبينهما أمورٌ مُشتبِهاتٌ لا يعلمهنَّ كثيرٌ من الناس فمنِ اتَّقى الشُّبُهاتِ استبرأ لدِينِه وعِرضِه …“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya…” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599, dan lafaz ini milik Muslim)Para ulama dari Lajnah Daimah pernah ditanya, “Apa hukum daging kalengan impor dari luar negeri? Dan bagaimana cara mengompromikan antara hadis, “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, sungguh ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjatuh dalam perkara samar, ia terjatuh ke dalam yang haram” (HR. Bukhari, Kitab al-Iman no. 52; Muslim, Kitab al-Musaqat no. 1599)dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan dinyatakan hasan dalam Jami‘ at-Tirmidzi, dari Simak bin Harb, ia berkata, “Aku mendengar Qabishah bin Hulb menceritakan dari ayahnya, ia berkata,سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن طعام النصارى فقال: لا يتخلجن في صدرك طعام ضارعت فيه النصرانية“Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makanan orang-orang Nasrani. Beliau pun bersabda, ‘Janganlah ada keraguan di hatimu terhadap makanan yang diolah oleh orang Nasrani.’” (Sunan at-Tirmidzi, Kitab as-Siyar no. 1565; Sunan Abu Dawud, Kitab al-At‘imah no. 3784; Musnad Ahmad bin Hanbal, 5: 226)Lajnah Daimah menjawab,“Tidak ada pertentangan antara kedua hadis tersebut. Makanan Ahli Kitab terbagi menjadi tiga keadaan:1) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama Allah atas sembelihan mereka, maka hukumnya halal, termasuk dalam bagian pertama dari hadis: “Yang halal itu jelas.”2) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama selain Allah, maka hukumnya haram, termasuk dalam bagian kedua dari hadis: “Yang haram itu jelas.”3) Jika kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya, maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halal sembelihan mereka.Adapun makanan yang tidak memerlukan proses penyembelihan atau penyembelihan hewan, seperti roti, maka tidak ada masalah dalam memakannya.” [2]Oleh karena itu, jika impor berasal dari negeri Ahli Kitab, dan kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya; maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halalnya sembelihan mereka. Wallahu Ta’ala a’lam.Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseSejumlah komunitas aktivis pembela hak hewan khususnya di wilayah Barat, seringkali beropini bahwa penyembelihan hewan-hewan kurban itu bertentangan dengan hak-hak kebinatangan, dengan dalih metode penyembelihannya masuk dalam kategori animal abuse. [3]Untuk menjawab isu tersebut, kita perlu ketahui terlebih dahulu tentang animal abuse, kemudian jawaban syariat Islam atas tuduhan tersebut. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.Definisi animal abuseAnimal abuse didefinisikan sebagai tindakan yang sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan, tidak memberi makanan atau minuman, dan tindakan kekerasan yang hingga kini masih seringkali tidak diperhatikan, misalnya seperti memotong kuping dan ekor anjing yang ditujukan untuk sekedar keindahan, melakukan eksploitasi terhadap hewan untuk kepentingan sirkus, mengebiri, dan menggunakan hewan sebagai uji coba keperluan medis atau kedokteran (vivisectie) dengan di luar batas dan kelaziman. [4]Jawaban syariat IslamSyariat Islam sangat menjunjung kasih sayang antar sesama makhluk hidup, termasuk hewan. Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kasih sayang terhadap hewan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إنَّ الله كتَبَ الإحسانَ على كُلِّ شيءٍ، فإذَا قَتَلْتُم فَأحْسِنُوا القِتْلَة، وإذا ذَبَحْتُم فَأحْسِنُوا الذِّبْحَةَ، وليُحِدَّ أحدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وليُرِحْ ذَبِيحَتَهُ“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan (baik) pada segala sesuatu. Jika kalian membunuh (hewan), maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih (hewan), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim no. 1955)Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan,فلهذا أمر النبيُّ صلى الله عليه وسلم بإحسانِ القتلِ والذبح، وأمر أن تُحَدَّ الشفرةُ، وأن تُراح الذبيحة، يشير إلى أن الذبح بالآلة الحادة يُرِيحُ الذبيحة بتعجيل زهوق نفسها.“Maka dari itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berbuat baik ketika membunuh (hewan yang boleh dibunuh) dan ketika menyembelih, serta memerintahkan agar pisau diasah tajam dan hewan disembelih dengan cara yang membuatnya nyaman. Ini menunjukkan bahwa penyembelihan dengan alat yang tajam akan membuat hewan lebih tenang karena mempercepat keluarnya nyawa.”Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menajamkan pisau dan agar disembunyikan dari hewan, serta bersabda,إذا ذَبَحَ أحدُكُم، فليُجْهِزْ“Apabila salah seorang dari kalian menyembelih, hendaklah ia menyempurnakan (penyembelihan),” maksudnya: hendaklah ia mempercepat proses penyembelihan. [5]Maka, penyembelihan dalam Islam bukanlah bentuk kekerasan, tetapi justru cara paling cepat memutus nyawa hewan dengan meminimalisir rasa sakit.Bahkan, secara umum, Islam memerintahkan untuk menyayangi seluruh makhluk hidup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,الرَّاحِمونَ يرحَمُهم الرَّحمنُ تبارَك وتعالى؛ ارحَموا مَن في الأرضِ يرحَمْكم مَن في السَّماءِ.“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahmān Tabāraka wa Ta‘ālā. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya Dzat yang di langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4941 dan selainnya, disahihkan oleh Al-Albani)Dengan demikian, tuduhan penyiksaan atau kekerasan terhadap hewan (animal abuse) terhadap proses penyembelihan yang sesuai dengan syariat Islam, merupakan tuduhan yang tidak benar. Islam justru mengajarkan cara penyembelihan yang paling baik bagi hewan, dan memerintahkan untuk menyayangi seluruh hewan secara umum. Wallahu Ta’ala a’lam.Penutup umumRangkaian tiga artikel Fikih Penyembelihan Hewan ini telah membahas secara berurutan:Bagian pertama: landasan fikih klasik, mulai dari definisi, hukum, syarat, waktu, adab, dan larangan penyembelihan.Bagian kedua: permasalahan kontemporer seperti penyembelihan mekanis, hukum menyebut nama Allah, dan pembiusan sebelum penyembelihan.Bagian ketiga: hukum impor daging dari negara non-Muslim serta klarifikasi terhadap tuduhan penyiksaan hewan.Keseluruhan pembahasan ini menunjukkan betapa syariat Islam mengatur penyembelihan dengan prinsip kehalalan dan kasih sayang terhadap hewan, serta tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman.Semoga pembahasan ini menjadi bekal ilmu yang bermanfaat, menumbuhkan keyakinan akan kesempurnaan syariat Allah, dan memandu kita dalam mengamalkannya dengan benar di setiap keadaan.[Selesai]Kembali ke bagian 2***Rumdin PPIA Sragen, 15 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Al-Hambali, Abdurrahman Ibnu Rajab. Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam. Saudi Arabia: Dar Ibnul Jauzi, 1431.Al-Muthlaq, Abdullah bin Muhammad. Al-Fiqh al-Muyassar: Qism al-‘Ibadat. Edisi keempat. Riyadh: Madarul Wathan, 1439 H/2018 M. Catatan kaki:[1] Al-Fiqh al-Muyassar, 7: 24; dengan sedikit penyesuaian. Lihat juga fatwa no. 949 dari Lajnah Daimah di Saudi Arabia yang membahas hukum daging impor dan sejalan dengan penjelasan ini.[2] Fatwa Lajnah Daimah – Jilid Pertama, 22: 402; Fatwa no. 4159.[3] Ibadah Kurban Bukan Bagian dari Animal Abuse![4] Adhaini, Soraya Noer, dan Untung Sumarwan. “Motif Pelaku Kekerasan terhadap Perlindungan dan Penegakan Hukum pada Hewan Peliharaan dalam Perspektif Kontrol Sosial.” Jurnal Anomie, vol. 5, no. 2, Agustus 2023, hal. 101–122. Program Studi Kriminologi, Universitas Budi Luhur, Jakarta.[5] Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, hal. 287.


Daftar Isi ToggleHukum impor daging dari negara non-MuslimJika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli KitabBagaimana jika ragu?Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseDefinisi animal abuseJawaban syariat IslamPenutup umumKebutuhan masyarakat Muslim terhadap daging semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tidak hanya mendorong peningkatan produksi lokal, tetapi juga membuka pintu bagi impor daging dari berbagai negara, termasuk negara-negara non-Muslim. Di sisi lain, suara kritis dari para aktivis hewan semakin nyaring, menyoroti metode penyembelihan dalam Islam yang mereka nilai sebagai tindakan penyiksaan (animal abuse).Pada artikel ketiga ini, kita akan membahas kedua permasalahan tersebut: (1) hukum fikih terkait daging impor dari negara non-Muslim, dan (2) klarifikasi terhadap tuduhan bahwa penyembelihan Islami menyiksa hewan.Hukum impor daging dari negara non-MuslimBeberapa negara Islam mengimpor berbagai jenis daging (hewan sembelihan) dari negara-negara non-Islam, seperti domba, sapi, dan lainnya. Dalam hal ini terdapat dua keadaan:Jika berasal dari negara Ahli KitabJika berasal dari negara Ahli Kitab, maka hukumnya halal bagi kaum Muslimin berdasarkan nash (dalil tegas) dari Al-Qur’an, selama tidak diketahui bahwa penyembelihannya dilakukan dengan cara yang tidak sesuai syariat.Allah Ta’ala berfirman,الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ“Pada hari ini dihalalkan bagi kalian segala yang baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Kitab (Ahli Kitab) itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal (pula) bagi mereka.” (QS. Al-Maidah: 5)Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,اللحوم التي تباع في أسواق دول غير إسلامية، إن علم أنها من ذبائح أهل الكتاب فهي حل للمسلمين، إذا لم يعلم أنها ذبحت على غير الوجه الشرعي، إذ الأصل حلها بالنص القرآني فلا يعدل عن ذلك إلا بأمر محقق يقتضي تحريمها.“Daging yang dijual di pasar negara non-Islam, jika diketahui berasal dari sembelihan Ahli Kitab, maka halal bagi kaum Muslimin. Hal ini selama tidak diketahui bahwa ia disembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat. Hukum asalnya adalah halal berdasarkan nash Al-Qur’an, dan tidak boleh berpindah dari hukum asal ini kecuali dengan bukti nyata yang mengharamkannya.”Jika berasal dari negara selain Ahli KitabJika berasal dari negara selain Ahli Kitab, maka tidak boleh memakannya. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,أجمع علماء الإِسلام على تحريم ذبائح المشركين من عباد الأوثان ومنكري الأديان ونحوهم من جميع أصناف الكفار غير اليهود والنصارى“Para ulama Islam sepakat atas haramnya sembelihan orang-orang musyrik, penyembah berhala, pengingkar agama, dan yang semisalnya dari seluruh golongan orang kafir selain Yahudi dan Nasrani.” [1]Bagaimana jika ragu?Sebagaian kaum muslimin, khususnya dari kalangan penuntut ilmu, kadang merasa ragu dalam hal ini, dengan dasar pemahaman dari hadis,إنَّ الحلالَ بيِّنٌ وإنَّ الحرامَ بيِّنٌ وبينهما أمورٌ مُشتبِهاتٌ لا يعلمهنَّ كثيرٌ من الناس فمنِ اتَّقى الشُّبُهاتِ استبرأ لدِينِه وعِرضِه …“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya…” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599, dan lafaz ini milik Muslim)Para ulama dari Lajnah Daimah pernah ditanya, “Apa hukum daging kalengan impor dari luar negeri? Dan bagaimana cara mengompromikan antara hadis, “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara samar yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang samar, sungguh ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjatuh dalam perkara samar, ia terjatuh ke dalam yang haram” (HR. Bukhari, Kitab al-Iman no. 52; Muslim, Kitab al-Musaqat no. 1599)dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan dinyatakan hasan dalam Jami‘ at-Tirmidzi, dari Simak bin Harb, ia berkata, “Aku mendengar Qabishah bin Hulb menceritakan dari ayahnya, ia berkata,سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن طعام النصارى فقال: لا يتخلجن في صدرك طعام ضارعت فيه النصرانية“Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makanan orang-orang Nasrani. Beliau pun bersabda, ‘Janganlah ada keraguan di hatimu terhadap makanan yang diolah oleh orang Nasrani.’” (Sunan at-Tirmidzi, Kitab as-Siyar no. 1565; Sunan Abu Dawud, Kitab al-At‘imah no. 3784; Musnad Ahmad bin Hanbal, 5: 226)Lajnah Daimah menjawab,“Tidak ada pertentangan antara kedua hadis tersebut. Makanan Ahli Kitab terbagi menjadi tiga keadaan:1) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama Allah atas sembelihan mereka, maka hukumnya halal, termasuk dalam bagian pertama dari hadis: “Yang halal itu jelas.”2) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama selain Allah, maka hukumnya haram, termasuk dalam bagian kedua dari hadis: “Yang haram itu jelas.”3) Jika kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya, maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halal sembelihan mereka.Adapun makanan yang tidak memerlukan proses penyembelihan atau penyembelihan hewan, seperti roti, maka tidak ada masalah dalam memakannya.” [2]Oleh karena itu, jika impor berasal dari negeri Ahli Kitab, dan kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya; maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halalnya sembelihan mereka. Wallahu Ta’ala a’lam.Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksaIsu animal abuseSejumlah komunitas aktivis pembela hak hewan khususnya di wilayah Barat, seringkali beropini bahwa penyembelihan hewan-hewan kurban itu bertentangan dengan hak-hak kebinatangan, dengan dalih metode penyembelihannya masuk dalam kategori animal abuse. [3]Untuk menjawab isu tersebut, kita perlu ketahui terlebih dahulu tentang animal abuse, kemudian jawaban syariat Islam atas tuduhan tersebut. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.Definisi animal abuseAnimal abuse didefinisikan sebagai tindakan yang sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan, tidak memberi makanan atau minuman, dan tindakan kekerasan yang hingga kini masih seringkali tidak diperhatikan, misalnya seperti memotong kuping dan ekor anjing yang ditujukan untuk sekedar keindahan, melakukan eksploitasi terhadap hewan untuk kepentingan sirkus, mengebiri, dan menggunakan hewan sebagai uji coba keperluan medis atau kedokteran (vivisectie) dengan di luar batas dan kelaziman. [4]Jawaban syariat IslamSyariat Islam sangat menjunjung kasih sayang antar sesama makhluk hidup, termasuk hewan. Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kasih sayang terhadap hewan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إنَّ الله كتَبَ الإحسانَ على كُلِّ شيءٍ، فإذَا قَتَلْتُم فَأحْسِنُوا القِتْلَة، وإذا ذَبَحْتُم فَأحْسِنُوا الذِّبْحَةَ، وليُحِدَّ أحدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وليُرِحْ ذَبِيحَتَهُ“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan (baik) pada segala sesuatu. Jika kalian membunuh (hewan), maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih (hewan), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim no. 1955)Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan,فلهذا أمر النبيُّ صلى الله عليه وسلم بإحسانِ القتلِ والذبح، وأمر أن تُحَدَّ الشفرةُ، وأن تُراح الذبيحة، يشير إلى أن الذبح بالآلة الحادة يُرِيحُ الذبيحة بتعجيل زهوق نفسها.“Maka dari itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berbuat baik ketika membunuh (hewan yang boleh dibunuh) dan ketika menyembelih, serta memerintahkan agar pisau diasah tajam dan hewan disembelih dengan cara yang membuatnya nyaman. Ini menunjukkan bahwa penyembelihan dengan alat yang tajam akan membuat hewan lebih tenang karena mempercepat keluarnya nyawa.”Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menajamkan pisau dan agar disembunyikan dari hewan, serta bersabda,إذا ذَبَحَ أحدُكُم، فليُجْهِزْ“Apabila salah seorang dari kalian menyembelih, hendaklah ia menyempurnakan (penyembelihan),” maksudnya: hendaklah ia mempercepat proses penyembelihan. [5]Maka, penyembelihan dalam Islam bukanlah bentuk kekerasan, tetapi justru cara paling cepat memutus nyawa hewan dengan meminimalisir rasa sakit.Bahkan, secara umum, Islam memerintahkan untuk menyayangi seluruh makhluk hidup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,الرَّاحِمونَ يرحَمُهم الرَّحمنُ تبارَك وتعالى؛ ارحَموا مَن في الأرضِ يرحَمْكم مَن في السَّماءِ.“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahmān Tabāraka wa Ta‘ālā. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya Dzat yang di langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4941 dan selainnya, disahihkan oleh Al-Albani)Dengan demikian, tuduhan penyiksaan atau kekerasan terhadap hewan (animal abuse) terhadap proses penyembelihan yang sesuai dengan syariat Islam, merupakan tuduhan yang tidak benar. Islam justru mengajarkan cara penyembelihan yang paling baik bagi hewan, dan memerintahkan untuk menyayangi seluruh hewan secara umum. Wallahu Ta’ala a’lam.Penutup umumRangkaian tiga artikel Fikih Penyembelihan Hewan ini telah membahas secara berurutan:Bagian pertama: landasan fikih klasik, mulai dari definisi, hukum, syarat, waktu, adab, dan larangan penyembelihan.Bagian kedua: permasalahan kontemporer seperti penyembelihan mekanis, hukum menyebut nama Allah, dan pembiusan sebelum penyembelihan.Bagian ketiga: hukum impor daging dari negara non-Muslim serta klarifikasi terhadap tuduhan penyiksaan hewan.Keseluruhan pembahasan ini menunjukkan betapa syariat Islam mengatur penyembelihan dengan prinsip kehalalan dan kasih sayang terhadap hewan, serta tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman.Semoga pembahasan ini menjadi bekal ilmu yang bermanfaat, menumbuhkan keyakinan akan kesempurnaan syariat Allah, dan memandu kita dalam mengamalkannya dengan benar di setiap keadaan.[Selesai]Kembali ke bagian 2***Rumdin PPIA Sragen, 15 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Al-Hambali, Abdurrahman Ibnu Rajab. Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam. Saudi Arabia: Dar Ibnul Jauzi, 1431.Al-Muthlaq, Abdullah bin Muhammad. Al-Fiqh al-Muyassar: Qism al-‘Ibadat. Edisi keempat. Riyadh: Madarul Wathan, 1439 H/2018 M. Catatan kaki:[1] Al-Fiqh al-Muyassar, 7: 24; dengan sedikit penyesuaian. Lihat juga fatwa no. 949 dari Lajnah Daimah di Saudi Arabia yang membahas hukum daging impor dan sejalan dengan penjelasan ini.[2] Fatwa Lajnah Daimah – Jilid Pertama, 22: 402; Fatwa no. 4159.[3] Ibadah Kurban Bukan Bagian dari Animal Abuse![4] Adhaini, Soraya Noer, dan Untung Sumarwan. “Motif Pelaku Kekerasan terhadap Perlindungan dan Penegakan Hukum pada Hewan Peliharaan dalam Perspektif Kontrol Sosial.” Jurnal Anomie, vol. 5, no. 2, Agustus 2023, hal. 101–122. Program Studi Kriminologi, Universitas Budi Luhur, Jakarta.[5] Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, hal. 287.

Rahasia di Balik “Allahu Akbar” yang Jarang Disadari Umat Islam – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ar

Ucapan seseorang: Allahu Akbar, adalah kalimat yang agung. Diriwayatkan bahwa ‘Adiy bin Hatim Ath-Tha’i radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai ‘Adiy, tahukah engkau makna Allahu Akbar?” ‘Adiy menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Maknanya adalah Allah lebih besar daripada segala sesuatu.” Orang yang memahami kalimat ini dan menghayati maknanya dengan sebenar-benarnya, demi Allah, dia akan benar-benar mengagungkannya, dan niscaya segala makhluk akan terlihat kecil di matanya. Aku bersumpah dengan sebenar-benarnya, Allah lebih besar daripada segala sesuatu. Sebesar apa pun engkau mengagungkan seseorang, dan mengira dia mampu melakukan sesuatu, lalu engkau mengucapkan Allahu Akbar, maka engkau akan sadar dalam hatimu bahwa Allah lebih agung dan lebih besar daripada orang itu. Sebesar apa pun anggapanmu bahwa ada orang yang mampu memberi manfaat atau menimpakan mudarat kepadamu, ingatlah bahwa Allah lebih besar, sehingga orang itu menjadi kecil di matamu. Dengan begitu, engkau tidak akan terjerumus ke dalam syirik besar maupun syirik kecil. Bahkan hal itu menjadi bukti imanmu, sehingga engkau bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal. Ini adalah derajat tertinggi dalam keimanan. Karena iman adalah ucapan dan perbuatan; bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Maka kedudukan Allahu Akbar dan penghayatan terhadap kalimat agung ini adalah perkara yang agung dan mulia bagi seorang mukmin sejati. Ketika kita berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan lisan, dan zikir lisan kita itu menyertai zikir hati kita. Yang dimaksud zikir hati adalah menghayati makna-makna dari zikir tersebut. Mungkin engkau takjub ketika melihat sebagian orang saleh berzikir kepada Allah hingga meneteskan air mata. Air matanya itu bukan hanya karena gerakan lisannya semata, tetapi karena ia menghayati makna-makna tersebut. Ada yang menangis karena pengagungannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ada pula yang menangis karena menyesali kelalaiannya terhadap dirinya sendiri. Ketika ia mengucapkan: Laa ilaaha illallaah. Allahu Akbar. Labbaika laa syariika laka, ia teringat segala kelalaian yang pernah ia lakukan. Sehingga matanya menangis karena dosa yang telah ia perbuat. Ia menangis karena mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Perkasa. ===== قَوْلُ الْمَرْءِ اللَّهُ أَكْبَرُ كَلِمَةٌ عَظِيمَةٌ جَاءَ أَنَّ عَدِيَّ بْنَ حَاتِمٍ الطَّائِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَدِيُّ أَتَدْرِي مَا مَعْنَى اللَّهُ أَكْبَرُ؟ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ مَعْنَاهَا أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ الَّذِي يَعْرِفُ هَذِه الْكَلِمَةَ وَيَتَأَمَّلُ فِي مَعْنَاهَا حَقَّ التَّأَمُّلِ وَاللَّهِ لَيُعَظِّمَنَّهَا تَعْظِيمًا وَلَيَصْغُرُ فِي عَيْنِهِ كُلُّ مَخْلُوقٍ وَأَحْلِفُ بِاللَّهِ غَيْرَ حَالِفٍ إِذِ اللَّهُ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَهْمَا عَظَّمْتَ شَخْصًا فَظَنَنْتَ أَنَّهُ قَادِرٌ عَلَى أَمْرٍ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ اللَّهُ أَكْبَرُ عَلِمْتَ أَنَّ اللَّهَ أَعْظَمُ وَأَكْبَرُ فِي نَفْسِكَ مِنْهُ مَهْمَا ظَنَنْتَ أَنَّ شَخْصًا قَادِرٌ عَلَى نَفْعِكَ بِنَفْعٍ أَوْ ضَرِّكَ بِضُرٍّ تَتَذَكَّرُ أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ فَيَصْغُرُ ذَلِكَ الشَّخْصُ فِي عَيْنِكَ فَحِينَئِذٍ لَا تَقَعُ فِي الشِّرْكِ الْأَكْبَرِ وَلَا فِي الشِّرْكِ الْأَصْغَرِ بَلْ قَدْ يَكُونُ إِيْمَانُكَ فَتَتَوَكَّلُ عَلَى اللَّهِ حَقَّ التَّوَكُّلِ وَهَذِهِ الْمَرْتَبَةُ الْعُلْيَا فِي الْإِيْمَانِ إِذِ الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ إِذًا قَضِيَّةُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَالتَّفَكُّرُ فِي هَذِهِ الْكَلِمَةِ الْعَظِيمَةِأَمْرُهَا عَظِيمٌ وَجَلِيلٌ عِنْدَ الْمُؤْمِنِ الْحَقِّ وَنَحْنُ عِنْدَمَا نَذْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ نَذْكُرُهُ بِلِسَانِنَا وَيُوَاطِئُ ذِكْرُ لِسَانِنَا ذِكْرَ قَلْبِنَا وَمَعْنَى ذِكْرِ الْقَلْبِ هُوَ التَّفَكُّرُ فِي الْمَعَانِي فِي مَعَانِي الْأَذْكَارِ إِنَّكَ تَعْجَبُ حِينَمَا تَرَى بَعْضَ الصَّالِحِينَ يَذْكُرُ اللَّهَ وَعَيْنُهُ تَفِيضُ سَبَبُ فَيْضِ عَيْنِهِ لَيْسَ مُجَرَّدَ لَهْجِ لِسَانِهِ فَحَسْبُ وَإِنَّمَا تَأَمُّلُهُ فِي هَذِهِ الْمَعَانِي يَبْكِي الْمَرْءُ تَعْظِيمًا لِلَّهِ وَجَلَّ يَبْكِي الْمَرْءُ نَدَمًا عَلَى مَا قَصَّرَ فِي حَقِّ نَفْسِهِ عِنْدَمَا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عِنْدَمَا يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ تَذَكَّرَ قُصُورًا مِنْهُ حَدَثَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّهُ تَبْكِي عَيْنُهُ عَلَى ذَنْبٍ قَدِ اقْتَرَفَهُ تَبْكِي عَيْنُهُ تَعْظِيمًا لِلْجَبَّارِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Rahasia di Balik “Allahu Akbar” yang Jarang Disadari Umat Islam – Syaikh Abdussalam asy-Syuwai’ar

Ucapan seseorang: Allahu Akbar, adalah kalimat yang agung. Diriwayatkan bahwa ‘Adiy bin Hatim Ath-Tha’i radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai ‘Adiy, tahukah engkau makna Allahu Akbar?” ‘Adiy menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Maknanya adalah Allah lebih besar daripada segala sesuatu.” Orang yang memahami kalimat ini dan menghayati maknanya dengan sebenar-benarnya, demi Allah, dia akan benar-benar mengagungkannya, dan niscaya segala makhluk akan terlihat kecil di matanya. Aku bersumpah dengan sebenar-benarnya, Allah lebih besar daripada segala sesuatu. Sebesar apa pun engkau mengagungkan seseorang, dan mengira dia mampu melakukan sesuatu, lalu engkau mengucapkan Allahu Akbar, maka engkau akan sadar dalam hatimu bahwa Allah lebih agung dan lebih besar daripada orang itu. Sebesar apa pun anggapanmu bahwa ada orang yang mampu memberi manfaat atau menimpakan mudarat kepadamu, ingatlah bahwa Allah lebih besar, sehingga orang itu menjadi kecil di matamu. Dengan begitu, engkau tidak akan terjerumus ke dalam syirik besar maupun syirik kecil. Bahkan hal itu menjadi bukti imanmu, sehingga engkau bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal. Ini adalah derajat tertinggi dalam keimanan. Karena iman adalah ucapan dan perbuatan; bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Maka kedudukan Allahu Akbar dan penghayatan terhadap kalimat agung ini adalah perkara yang agung dan mulia bagi seorang mukmin sejati. Ketika kita berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan lisan, dan zikir lisan kita itu menyertai zikir hati kita. Yang dimaksud zikir hati adalah menghayati makna-makna dari zikir tersebut. Mungkin engkau takjub ketika melihat sebagian orang saleh berzikir kepada Allah hingga meneteskan air mata. Air matanya itu bukan hanya karena gerakan lisannya semata, tetapi karena ia menghayati makna-makna tersebut. Ada yang menangis karena pengagungannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ada pula yang menangis karena menyesali kelalaiannya terhadap dirinya sendiri. Ketika ia mengucapkan: Laa ilaaha illallaah. Allahu Akbar. Labbaika laa syariika laka, ia teringat segala kelalaian yang pernah ia lakukan. Sehingga matanya menangis karena dosa yang telah ia perbuat. Ia menangis karena mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Perkasa. ===== قَوْلُ الْمَرْءِ اللَّهُ أَكْبَرُ كَلِمَةٌ عَظِيمَةٌ جَاءَ أَنَّ عَدِيَّ بْنَ حَاتِمٍ الطَّائِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَدِيُّ أَتَدْرِي مَا مَعْنَى اللَّهُ أَكْبَرُ؟ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ مَعْنَاهَا أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ الَّذِي يَعْرِفُ هَذِه الْكَلِمَةَ وَيَتَأَمَّلُ فِي مَعْنَاهَا حَقَّ التَّأَمُّلِ وَاللَّهِ لَيُعَظِّمَنَّهَا تَعْظِيمًا وَلَيَصْغُرُ فِي عَيْنِهِ كُلُّ مَخْلُوقٍ وَأَحْلِفُ بِاللَّهِ غَيْرَ حَالِفٍ إِذِ اللَّهُ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَهْمَا عَظَّمْتَ شَخْصًا فَظَنَنْتَ أَنَّهُ قَادِرٌ عَلَى أَمْرٍ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ اللَّهُ أَكْبَرُ عَلِمْتَ أَنَّ اللَّهَ أَعْظَمُ وَأَكْبَرُ فِي نَفْسِكَ مِنْهُ مَهْمَا ظَنَنْتَ أَنَّ شَخْصًا قَادِرٌ عَلَى نَفْعِكَ بِنَفْعٍ أَوْ ضَرِّكَ بِضُرٍّ تَتَذَكَّرُ أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ فَيَصْغُرُ ذَلِكَ الشَّخْصُ فِي عَيْنِكَ فَحِينَئِذٍ لَا تَقَعُ فِي الشِّرْكِ الْأَكْبَرِ وَلَا فِي الشِّرْكِ الْأَصْغَرِ بَلْ قَدْ يَكُونُ إِيْمَانُكَ فَتَتَوَكَّلُ عَلَى اللَّهِ حَقَّ التَّوَكُّلِ وَهَذِهِ الْمَرْتَبَةُ الْعُلْيَا فِي الْإِيْمَانِ إِذِ الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ إِذًا قَضِيَّةُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَالتَّفَكُّرُ فِي هَذِهِ الْكَلِمَةِ الْعَظِيمَةِأَمْرُهَا عَظِيمٌ وَجَلِيلٌ عِنْدَ الْمُؤْمِنِ الْحَقِّ وَنَحْنُ عِنْدَمَا نَذْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ نَذْكُرُهُ بِلِسَانِنَا وَيُوَاطِئُ ذِكْرُ لِسَانِنَا ذِكْرَ قَلْبِنَا وَمَعْنَى ذِكْرِ الْقَلْبِ هُوَ التَّفَكُّرُ فِي الْمَعَانِي فِي مَعَانِي الْأَذْكَارِ إِنَّكَ تَعْجَبُ حِينَمَا تَرَى بَعْضَ الصَّالِحِينَ يَذْكُرُ اللَّهَ وَعَيْنُهُ تَفِيضُ سَبَبُ فَيْضِ عَيْنِهِ لَيْسَ مُجَرَّدَ لَهْجِ لِسَانِهِ فَحَسْبُ وَإِنَّمَا تَأَمُّلُهُ فِي هَذِهِ الْمَعَانِي يَبْكِي الْمَرْءُ تَعْظِيمًا لِلَّهِ وَجَلَّ يَبْكِي الْمَرْءُ نَدَمًا عَلَى مَا قَصَّرَ فِي حَقِّ نَفْسِهِ عِنْدَمَا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عِنْدَمَا يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ تَذَكَّرَ قُصُورًا مِنْهُ حَدَثَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّهُ تَبْكِي عَيْنُهُ عَلَى ذَنْبٍ قَدِ اقْتَرَفَهُ تَبْكِي عَيْنُهُ تَعْظِيمًا لِلْجَبَّارِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
Ucapan seseorang: Allahu Akbar, adalah kalimat yang agung. Diriwayatkan bahwa ‘Adiy bin Hatim Ath-Tha’i radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai ‘Adiy, tahukah engkau makna Allahu Akbar?” ‘Adiy menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Maknanya adalah Allah lebih besar daripada segala sesuatu.” Orang yang memahami kalimat ini dan menghayati maknanya dengan sebenar-benarnya, demi Allah, dia akan benar-benar mengagungkannya, dan niscaya segala makhluk akan terlihat kecil di matanya. Aku bersumpah dengan sebenar-benarnya, Allah lebih besar daripada segala sesuatu. Sebesar apa pun engkau mengagungkan seseorang, dan mengira dia mampu melakukan sesuatu, lalu engkau mengucapkan Allahu Akbar, maka engkau akan sadar dalam hatimu bahwa Allah lebih agung dan lebih besar daripada orang itu. Sebesar apa pun anggapanmu bahwa ada orang yang mampu memberi manfaat atau menimpakan mudarat kepadamu, ingatlah bahwa Allah lebih besar, sehingga orang itu menjadi kecil di matamu. Dengan begitu, engkau tidak akan terjerumus ke dalam syirik besar maupun syirik kecil. Bahkan hal itu menjadi bukti imanmu, sehingga engkau bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal. Ini adalah derajat tertinggi dalam keimanan. Karena iman adalah ucapan dan perbuatan; bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Maka kedudukan Allahu Akbar dan penghayatan terhadap kalimat agung ini adalah perkara yang agung dan mulia bagi seorang mukmin sejati. Ketika kita berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan lisan, dan zikir lisan kita itu menyertai zikir hati kita. Yang dimaksud zikir hati adalah menghayati makna-makna dari zikir tersebut. Mungkin engkau takjub ketika melihat sebagian orang saleh berzikir kepada Allah hingga meneteskan air mata. Air matanya itu bukan hanya karena gerakan lisannya semata, tetapi karena ia menghayati makna-makna tersebut. Ada yang menangis karena pengagungannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ada pula yang menangis karena menyesali kelalaiannya terhadap dirinya sendiri. Ketika ia mengucapkan: Laa ilaaha illallaah. Allahu Akbar. Labbaika laa syariika laka, ia teringat segala kelalaian yang pernah ia lakukan. Sehingga matanya menangis karena dosa yang telah ia perbuat. Ia menangis karena mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Perkasa. ===== قَوْلُ الْمَرْءِ اللَّهُ أَكْبَرُ كَلِمَةٌ عَظِيمَةٌ جَاءَ أَنَّ عَدِيَّ بْنَ حَاتِمٍ الطَّائِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَدِيُّ أَتَدْرِي مَا مَعْنَى اللَّهُ أَكْبَرُ؟ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ مَعْنَاهَا أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ الَّذِي يَعْرِفُ هَذِه الْكَلِمَةَ وَيَتَأَمَّلُ فِي مَعْنَاهَا حَقَّ التَّأَمُّلِ وَاللَّهِ لَيُعَظِّمَنَّهَا تَعْظِيمًا وَلَيَصْغُرُ فِي عَيْنِهِ كُلُّ مَخْلُوقٍ وَأَحْلِفُ بِاللَّهِ غَيْرَ حَالِفٍ إِذِ اللَّهُ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَهْمَا عَظَّمْتَ شَخْصًا فَظَنَنْتَ أَنَّهُ قَادِرٌ عَلَى أَمْرٍ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ اللَّهُ أَكْبَرُ عَلِمْتَ أَنَّ اللَّهَ أَعْظَمُ وَأَكْبَرُ فِي نَفْسِكَ مِنْهُ مَهْمَا ظَنَنْتَ أَنَّ شَخْصًا قَادِرٌ عَلَى نَفْعِكَ بِنَفْعٍ أَوْ ضَرِّكَ بِضُرٍّ تَتَذَكَّرُ أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ فَيَصْغُرُ ذَلِكَ الشَّخْصُ فِي عَيْنِكَ فَحِينَئِذٍ لَا تَقَعُ فِي الشِّرْكِ الْأَكْبَرِ وَلَا فِي الشِّرْكِ الْأَصْغَرِ بَلْ قَدْ يَكُونُ إِيْمَانُكَ فَتَتَوَكَّلُ عَلَى اللَّهِ حَقَّ التَّوَكُّلِ وَهَذِهِ الْمَرْتَبَةُ الْعُلْيَا فِي الْإِيْمَانِ إِذِ الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ إِذًا قَضِيَّةُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَالتَّفَكُّرُ فِي هَذِهِ الْكَلِمَةِ الْعَظِيمَةِأَمْرُهَا عَظِيمٌ وَجَلِيلٌ عِنْدَ الْمُؤْمِنِ الْحَقِّ وَنَحْنُ عِنْدَمَا نَذْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ نَذْكُرُهُ بِلِسَانِنَا وَيُوَاطِئُ ذِكْرُ لِسَانِنَا ذِكْرَ قَلْبِنَا وَمَعْنَى ذِكْرِ الْقَلْبِ هُوَ التَّفَكُّرُ فِي الْمَعَانِي فِي مَعَانِي الْأَذْكَارِ إِنَّكَ تَعْجَبُ حِينَمَا تَرَى بَعْضَ الصَّالِحِينَ يَذْكُرُ اللَّهَ وَعَيْنُهُ تَفِيضُ سَبَبُ فَيْضِ عَيْنِهِ لَيْسَ مُجَرَّدَ لَهْجِ لِسَانِهِ فَحَسْبُ وَإِنَّمَا تَأَمُّلُهُ فِي هَذِهِ الْمَعَانِي يَبْكِي الْمَرْءُ تَعْظِيمًا لِلَّهِ وَجَلَّ يَبْكِي الْمَرْءُ نَدَمًا عَلَى مَا قَصَّرَ فِي حَقِّ نَفْسِهِ عِنْدَمَا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عِنْدَمَا يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ تَذَكَّرَ قُصُورًا مِنْهُ حَدَثَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّهُ تَبْكِي عَيْنُهُ عَلَى ذَنْبٍ قَدِ اقْتَرَفَهُ تَبْكِي عَيْنُهُ تَعْظِيمًا لِلْجَبَّارِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى


Ucapan seseorang: Allahu Akbar, adalah kalimat yang agung. Diriwayatkan bahwa ‘Adiy bin Hatim Ath-Tha’i radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai ‘Adiy, tahukah engkau makna Allahu Akbar?” ‘Adiy menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Maknanya adalah Allah lebih besar daripada segala sesuatu.” Orang yang memahami kalimat ini dan menghayati maknanya dengan sebenar-benarnya, demi Allah, dia akan benar-benar mengagungkannya, dan niscaya segala makhluk akan terlihat kecil di matanya. Aku bersumpah dengan sebenar-benarnya, Allah lebih besar daripada segala sesuatu. Sebesar apa pun engkau mengagungkan seseorang, dan mengira dia mampu melakukan sesuatu, lalu engkau mengucapkan Allahu Akbar, maka engkau akan sadar dalam hatimu bahwa Allah lebih agung dan lebih besar daripada orang itu. Sebesar apa pun anggapanmu bahwa ada orang yang mampu memberi manfaat atau menimpakan mudarat kepadamu, ingatlah bahwa Allah lebih besar, sehingga orang itu menjadi kecil di matamu. Dengan begitu, engkau tidak akan terjerumus ke dalam syirik besar maupun syirik kecil. Bahkan hal itu menjadi bukti imanmu, sehingga engkau bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal. Ini adalah derajat tertinggi dalam keimanan. Karena iman adalah ucapan dan perbuatan; bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Maka kedudukan Allahu Akbar dan penghayatan terhadap kalimat agung ini adalah perkara yang agung dan mulia bagi seorang mukmin sejati. Ketika kita berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan lisan, dan zikir lisan kita itu menyertai zikir hati kita. Yang dimaksud zikir hati adalah menghayati makna-makna dari zikir tersebut. Mungkin engkau takjub ketika melihat sebagian orang saleh berzikir kepada Allah hingga meneteskan air mata. Air matanya itu bukan hanya karena gerakan lisannya semata, tetapi karena ia menghayati makna-makna tersebut. Ada yang menangis karena pengagungannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ada pula yang menangis karena menyesali kelalaiannya terhadap dirinya sendiri. Ketika ia mengucapkan: Laa ilaaha illallaah. Allahu Akbar. Labbaika laa syariika laka, ia teringat segala kelalaian yang pernah ia lakukan. Sehingga matanya menangis karena dosa yang telah ia perbuat. Ia menangis karena mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Perkasa. ===== قَوْلُ الْمَرْءِ اللَّهُ أَكْبَرُ كَلِمَةٌ عَظِيمَةٌ جَاءَ أَنَّ عَدِيَّ بْنَ حَاتِمٍ الطَّائِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَدِيُّ أَتَدْرِي مَا مَعْنَى اللَّهُ أَكْبَرُ؟ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ مَعْنَاهَا أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ الَّذِي يَعْرِفُ هَذِه الْكَلِمَةَ وَيَتَأَمَّلُ فِي مَعْنَاهَا حَقَّ التَّأَمُّلِ وَاللَّهِ لَيُعَظِّمَنَّهَا تَعْظِيمًا وَلَيَصْغُرُ فِي عَيْنِهِ كُلُّ مَخْلُوقٍ وَأَحْلِفُ بِاللَّهِ غَيْرَ حَالِفٍ إِذِ اللَّهُ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَهْمَا عَظَّمْتَ شَخْصًا فَظَنَنْتَ أَنَّهُ قَادِرٌ عَلَى أَمْرٍ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ اللَّهُ أَكْبَرُ عَلِمْتَ أَنَّ اللَّهَ أَعْظَمُ وَأَكْبَرُ فِي نَفْسِكَ مِنْهُ مَهْمَا ظَنَنْتَ أَنَّ شَخْصًا قَادِرٌ عَلَى نَفْعِكَ بِنَفْعٍ أَوْ ضَرِّكَ بِضُرٍّ تَتَذَكَّرُ أَنَّ اللَّهَ أَكْبَرُ فَيَصْغُرُ ذَلِكَ الشَّخْصُ فِي عَيْنِكَ فَحِينَئِذٍ لَا تَقَعُ فِي الشِّرْكِ الْأَكْبَرِ وَلَا فِي الشِّرْكِ الْأَصْغَرِ بَلْ قَدْ يَكُونُ إِيْمَانُكَ فَتَتَوَكَّلُ عَلَى اللَّهِ حَقَّ التَّوَكُّلِ وَهَذِهِ الْمَرْتَبَةُ الْعُلْيَا فِي الْإِيْمَانِ إِذِ الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ إِذًا قَضِيَّةُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَالتَّفَكُّرُ فِي هَذِهِ الْكَلِمَةِ الْعَظِيمَةِأَمْرُهَا عَظِيمٌ وَجَلِيلٌ عِنْدَ الْمُؤْمِنِ الْحَقِّ وَنَحْنُ عِنْدَمَا نَذْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ نَذْكُرُهُ بِلِسَانِنَا وَيُوَاطِئُ ذِكْرُ لِسَانِنَا ذِكْرَ قَلْبِنَا وَمَعْنَى ذِكْرِ الْقَلْبِ هُوَ التَّفَكُّرُ فِي الْمَعَانِي فِي مَعَانِي الْأَذْكَارِ إِنَّكَ تَعْجَبُ حِينَمَا تَرَى بَعْضَ الصَّالِحِينَ يَذْكُرُ اللَّهَ وَعَيْنُهُ تَفِيضُ سَبَبُ فَيْضِ عَيْنِهِ لَيْسَ مُجَرَّدَ لَهْجِ لِسَانِهِ فَحَسْبُ وَإِنَّمَا تَأَمُّلُهُ فِي هَذِهِ الْمَعَانِي يَبْكِي الْمَرْءُ تَعْظِيمًا لِلَّهِ وَجَلَّ يَبْكِي الْمَرْءُ نَدَمًا عَلَى مَا قَصَّرَ فِي حَقِّ نَفْسِهِ عِنْدَمَا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ عِنْدَمَا يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ تَذَكَّرَ قُصُورًا مِنْهُ حَدَثَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّهُ تَبْكِي عَيْنُهُ عَلَى ذَنْبٍ قَدِ اقْتَرَفَهُ تَبْكِي عَيْنُهُ تَعْظِيمًا لِلْجَبَّارِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Laporan Produksi Yufid Bulan Juli 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan Juli 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.307 video dengan total 6.797.549 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.045 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 919.105.221 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 19.324 video Total Subscribers: 4.172.236 subscribers Total Tayangan Video: 729.424.096 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juli 2025: 136 video Tayangan Video Juli 2025: 2.699.624 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 280.180 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +5.614 Selama bulan Juli 2025 tim Yufid menyiarkan 139 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 3.008 video Total Subscribers: 327.952 Total Tayangan Video: 22.400.001 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Juli 2025: 41 video Tayangan Video Juli 2025: 132.140 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 7.579 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +1.546 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 91 video Total Subscribers: 528.913 Total Tayangan Video: 163.432.397 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 1.884.984 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 98.619 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +4.987 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.990 Total Tayangan Video: 477.186 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juli 2025: 1.131 views Jam Tayang Video Juli 2025: 187 Jam Penambahan Subscribers Juli 2025: 6 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.000 Total Tayangan Video: 3.371.541 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 32.210 views Penambahan Subscribers Juli 2025: +400 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.564 Postingan Total Pengikut: 1.189.320 followers Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +8.889 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.476 Postingan Total Pengikut: 517.538 Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +4.006 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 26 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 5 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.113 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 7 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.134 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 669 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.298 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.500 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 33.021 file mp3 dengan total ukuran 463 Gb dan pada bulan Juli 2025 ini telah mempublikasikan 1.750 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juli 2025 ini saja telah didengarkan 18.188 kali dan telah di download sebanyak 352 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.378.101 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.391 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 61.944 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2645 artikel dengan total durasi audio 251 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 21 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juli 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 30 times, 1 visit(s) today Post Views: 325 QRIS donasi Yufid

Laporan Produksi Yufid Bulan Juli 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan Juli 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.307 video dengan total 6.797.549 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.045 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 919.105.221 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 19.324 video Total Subscribers: 4.172.236 subscribers Total Tayangan Video: 729.424.096 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juli 2025: 136 video Tayangan Video Juli 2025: 2.699.624 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 280.180 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +5.614 Selama bulan Juli 2025 tim Yufid menyiarkan 139 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 3.008 video Total Subscribers: 327.952 Total Tayangan Video: 22.400.001 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Juli 2025: 41 video Tayangan Video Juli 2025: 132.140 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 7.579 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +1.546 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 91 video Total Subscribers: 528.913 Total Tayangan Video: 163.432.397 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 1.884.984 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 98.619 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +4.987 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.990 Total Tayangan Video: 477.186 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juli 2025: 1.131 views Jam Tayang Video Juli 2025: 187 Jam Penambahan Subscribers Juli 2025: 6 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.000 Total Tayangan Video: 3.371.541 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 32.210 views Penambahan Subscribers Juli 2025: +400 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.564 Postingan Total Pengikut: 1.189.320 followers Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +8.889 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.476 Postingan Total Pengikut: 517.538 Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +4.006 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 26 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 5 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.113 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 7 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.134 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 669 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.298 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.500 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 33.021 file mp3 dengan total ukuran 463 Gb dan pada bulan Juli 2025 ini telah mempublikasikan 1.750 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juli 2025 ini saja telah didengarkan 18.188 kali dan telah di download sebanyak 352 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.378.101 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.391 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 61.944 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2645 artikel dengan total durasi audio 251 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 21 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juli 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 30 times, 1 visit(s) today Post Views: 325 QRIS donasi Yufid
Laporan Produksi Yufid Bulan Juli 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.307 video dengan total 6.797.549 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.045 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 919.105.221 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 19.324 video Total Subscribers: 4.172.236 subscribers Total Tayangan Video: 729.424.096 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juli 2025: 136 video Tayangan Video Juli 2025: 2.699.624 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 280.180 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +5.614 Selama bulan Juli 2025 tim Yufid menyiarkan 139 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 3.008 video Total Subscribers: 327.952 Total Tayangan Video: 22.400.001 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Juli 2025: 41 video Tayangan Video Juli 2025: 132.140 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 7.579 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +1.546 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 91 video Total Subscribers: 528.913 Total Tayangan Video: 163.432.397 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 1.884.984 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 98.619 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +4.987 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.990 Total Tayangan Video: 477.186 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juli 2025: 1.131 views Jam Tayang Video Juli 2025: 187 Jam Penambahan Subscribers Juli 2025: 6 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.000 Total Tayangan Video: 3.371.541 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 32.210 views Penambahan Subscribers Juli 2025: +400 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.564 Postingan Total Pengikut: 1.189.320 followers Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +8.889 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.476 Postingan Total Pengikut: 517.538 Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +4.006 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 26 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 5 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.113 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 7 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.134 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 669 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.298 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.500 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 33.021 file mp3 dengan total ukuran 463 Gb dan pada bulan Juli 2025 ini telah mempublikasikan 1.750 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juli 2025 ini saja telah didengarkan 18.188 kali dan telah di download sebanyak 352 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.378.101 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.391 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 61.944 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2645 artikel dengan total durasi audio 251 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 21 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juli 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 30 times, 1 visit(s) today Post Views: 325 QRIS donasi Yufid


Laporan Produksi Yufid Bulan Juli 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.307 video dengan total 6.797.549 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.045 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 919.105.221 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV <img decoding="async" src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXfreFWdIIPXjfjnGo7-j_eIyrDLAyYteV_J8uewB5cFlnvFHsPypvEkXWbvtFfNyk2MIzSgLQyMcKbh1TE-lZyp6_dlFOt0fWlKlWPJiRVVP_lhLiCdNURdA9PobYpNsD5whX1iiw?key=GFGmTh2sqt2UJn8u4DUgVQ" alt=""/> Total Video Yufid.TV: 19.324 video Total Subscribers: 4.172.236 subscribers Total Tayangan Video: 729.424.096 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video Juli 2025: 136 video Tayangan Video Juli 2025: 2.699.624 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 280.180 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +5.614 Selama bulan Juli 2025 tim Yufid menyiarkan 139 video live. Channel YouTube YUFID EDU <img decoding="async" src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXdlLsWMl0NBQqmH9Cu4YbNlZ_P7OvFlW3STy3LRtOVCHD_TEBaD9iqdAGPzflhWXbOKZjgiQNHj5ryQRiJmoe8oTNo3VYwcvLC221IbBjScI6CN0JMVbYtuFtu35bya8mGSTioQqA?key=GFGmTh2sqt2UJn8u4DUgVQ" alt=""/> Total Video Yufid Edu: 3.008 video Total Subscribers: 327.952 Total Tayangan Video: 22.400.001 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video Juli 2025: 41 video Tayangan Video Juli 2025: 132.140 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 7.579 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +1.546 Channel YouTube YUFID KIDS <img decoding="async" src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXc2d97_KtM9sNz7vhvJ87qXsMPEcVkvrPkoSyv1YNBkxYs3sE0bIWIU7S3XnHNtJ1KqUzk_EDaMhjWfJB4CVde0un8pAt3LIfP-FBhE8XZLocynUNyYopy4RWYtjNGJVwl6k2UV?key=GFGmTh2sqt2UJn8u4DUgVQ" alt=""/> Total Video Yufid Kids: 91 video Total Subscribers: 528.913 Total Tayangan Video: 163.432.397 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 1.884.984 views Waktu Tayang Video Juli 2025: 98.619 jam Penambahan Subscribers Juli 2025: +4.987 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 4.990 Total Tayangan Video: 477.186 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video Juli 2025: 1.131 views Jam Tayang Video Juli 2025: 187 Jam Penambahan Subscribers Juli 2025: 6 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.000 Total Tayangan Video: 3.371.541 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video Juli 2025: 0 video Tayangan Video Juli 2025: 32.210 views Penambahan Subscribers Juli 2025: +400 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network <img decoding="async" src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXcYm-IqccH7-mmoRGL6DdItOU8yddXyyljoZXAWLgoO6hYnVbjB-PLxJsGTwv4GyRMSLsF9-RUA_1w7IlEezNY_y3-pZcN5mVupXlqFbJheD626o-BOxIjijwkapddTQYCpnDo6?key=GFGmTh2sqt2UJn8u4DUgVQ" alt=""/> Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.564 Postingan Total Pengikut: 1.189.320 followers Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +8.889 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.476 Postingan Total Pengikut: 517.538 Konten Bulan Juli 2025: 60 Rata-Rata Produksi: 46 konten/bulan Penambahan Followers Juli 2025: +4.006 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. <img decoding="async" src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXeKb16DtTJrpy4yAM_N_B6fJo_jwZI69Q49K6bHzWEkQR1Mnwq3gkpXE-8Wco45mOmWwtWKWH9rmPe1tDmtFls61aqukFL2aFQRaFnZQX3MUImctxdvJ2KFHvw_XSJVeLIItPCNAQ?key=GFGmTh2sqt2UJn8u4DUgVQ" alt=""/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 26 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. <img decoding="async" src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXchaZP0ZKvD1RBKdl2_oD7AgtVGYUidPae8d66f_IzNbAuSYcdTF0wqOx6Ygm9yPjrDM2Mk_mEf2e7QBHrwAjTvO-GRFiRhPukD5maUorO1L2XHXx8yVTtPL0ule9Kril6Ov_PC?key=GFGmTh2sqt2UJn8u4DUgVQ" alt=""/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 5 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.113 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 7 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.134 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 669 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.298 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.500 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 0 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 33.021 file mp3 dengan total ukuran 463 Gb dan pada bulan Juli 2025 ini telah mempublikasikan 1.750 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan Juli 2025 ini saja telah didengarkan 18.188 kali dan telah di download sebanyak 352 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.378.101 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.391 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 61.944 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2645 artikel dengan total durasi audio 251 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan Juli 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 21 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan Juli 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 30 times, 1 visit(s) today Post Views: 325 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Jujur Mengakui Kesalahan: Jalan Memperbaiki Diri

Daftar Isi ToggleMengakui kesalahan lebih terhormatTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKisah kaum Nabi LuthBelajar mengakui kesalahan dari para NabiDalam kehidupan ini, tiada manusia yang tak luput dari kesalahan. Entah besar atau kecil, disengaja atau tidak, tiap dari kita pasti pernah tergelincir. Namun, yang membedakan adalah keberanian untuk mengakui kesalahan dan kejujuran dalam memperbaikinya.Allah Ta’ala berfirman,بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌۙ وَّلَوْ اَلْقٰى مَعَاذِيْرَهٗۗ“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah: 14-15)Ayat di atas merupakan modal yang penting untuk berinteraksi dengan diri sendiri, karena sebagaimana orang lain memiliki kekurangan, diri kita pun juga mempunyai kekurangan.Ayat di atas juga dapat mengingatkan kita bahwa tidak ada yang lebih tahu tentang diri kita, selain diri kita sendiri. Mungkin kita bisa berdalih di depan manusia, menyusun kata-kata yang terdengar masuk akal, atau membungkus kesalahan dengan seribu alasan. Tapi, bagaimana ketika di hadapan nurani kita sendiri? Kita tahu, kita sadar, kita paham, bahwa ada sesuatu yang keliru.Yang seharusnya kita lakukan adalah berani jujur, baik itu kepada diri sendiri, jujur kepada Allah, maupun jujur kepada orang lain. Orang yang mempunyai sifat jujur, mengakui, serta memperbaiki kesalahannya, maka akan membuat hidupnya beruntung dan selamat.Allah Ta’ala berfirman,قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan (memperbaiki) jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9)Mengakui kesalahan lebih terhormatMengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, justru itulah puncak kehormatan. Orang yang berani berkata “Aku salah” sedang menunjukkan kekuatan dan keberanian jiwanya. Ia tidak sedang merendahkan diri, tapi sedang mengangkat derajatnya di hadapan manusia dan terlebih lagi, di hadapan Allah Ta’ala.Karena yang benar-benar mulia bukanlah mereka yang tak pernah salah; tapi mereka yang ketika salah, mereka jujur mengakuinya dan tulus memperbaikinya.Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat.” (HR. Tirmidzi no. 2499, Shahih al-Targhib no. 3139)Dalam riwayat yang lain,عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan kepada kebaikan; dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan kepada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan; dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim)Baca juga: Penuntut Ilmu Harus Memiliki Sifat Jujur dan AmanahTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKetika Iblis melakukan kesalahan dengan menolak perintah Allah Ta’ala untuk bersujud kepada Adam, bukannya mengakui kesalahan, akan tetapi ia malah melawan dan menyangkal dengan berbagai alasan. Ini sebagaimana yang Allah kisahkan dalam firman-Nya,قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (75) قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ “Hai iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi? Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shaad: 75-76)Kisah kaum Nabi LuthAllah Ta’ala berfirman,وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (٨٠) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (٨١) وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian?’Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, ‘Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kota ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.’” (QS. Al-A’raaf: 80-82)Dari ayat di atas, ketika kaum Nabi Luth ditegur akan kesalahan yang mereka lakukan, mereka malah membalas dengan cara mengusir Nabi Luth beserta pengikutnya dan mengatakan kepada Nabi Luth bahwa ia adalah orang yang sok suci.Belajar mengakui kesalahan dari para NabiOrang yang mulia adalah ketika ia diberikan taufik untuk mengakui dosa dan kesalahannya. Sebagaimana pengakuan oleh kedua nenek moyang kita, Nabi Adam dan istrinya Hawa, ketika mereka memakan buah (khuldi: kekekalan),قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)Hal ini pula yang dilakukan Nabi Musa ketika tidak sengaja membunuh seorang laki-laki dari kaum Qibthi,قَالَ رَبِّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَٱغْفِرْ لِى فَغَفَرَ لَهُۥٓ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ“Musa berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri; karena itu, ampunilah aku.” Allah pun mengampuninya. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qashash: 16)Bayangkan jika di dunia ini setiap orang bisa berkata, “Maaf, aku salah.”Bayangkan betapa banyak luka yang akan sembuh, betapa banyak hubungan yang akan pulih, dan betapa damainya hati yang terbebas dari beban pura-pura benar.Marilah kita belajar untuk tidak terlalu cepat menunjuk jari, dan lebih sering mengarahkan telunjuk itu kepada diri sendiri. Karena sebagaimana orang lain punya kekurangan, kita pun juga demikian. Dan hanya orang yang jujur pada kekurangannya yang akan benar-benar tumbuh menjadi lebih baik.Semoga Allah membimbing kita untuk menjadi hamba yang rendah hati, jujur mengakui kesalahan, dan selalu siap memperbaiki diri. Aamiin.Baca juga: Sudah Jujurkah Kita?***Penulis: Arif Muhammad NurwijayaArtikel Muslim.or.id Referensi:Qawaa’id Qur’aaniyyah, karya Syekh Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil.

Jujur Mengakui Kesalahan: Jalan Memperbaiki Diri

Daftar Isi ToggleMengakui kesalahan lebih terhormatTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKisah kaum Nabi LuthBelajar mengakui kesalahan dari para NabiDalam kehidupan ini, tiada manusia yang tak luput dari kesalahan. Entah besar atau kecil, disengaja atau tidak, tiap dari kita pasti pernah tergelincir. Namun, yang membedakan adalah keberanian untuk mengakui kesalahan dan kejujuran dalam memperbaikinya.Allah Ta’ala berfirman,بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌۙ وَّلَوْ اَلْقٰى مَعَاذِيْرَهٗۗ“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah: 14-15)Ayat di atas merupakan modal yang penting untuk berinteraksi dengan diri sendiri, karena sebagaimana orang lain memiliki kekurangan, diri kita pun juga mempunyai kekurangan.Ayat di atas juga dapat mengingatkan kita bahwa tidak ada yang lebih tahu tentang diri kita, selain diri kita sendiri. Mungkin kita bisa berdalih di depan manusia, menyusun kata-kata yang terdengar masuk akal, atau membungkus kesalahan dengan seribu alasan. Tapi, bagaimana ketika di hadapan nurani kita sendiri? Kita tahu, kita sadar, kita paham, bahwa ada sesuatu yang keliru.Yang seharusnya kita lakukan adalah berani jujur, baik itu kepada diri sendiri, jujur kepada Allah, maupun jujur kepada orang lain. Orang yang mempunyai sifat jujur, mengakui, serta memperbaiki kesalahannya, maka akan membuat hidupnya beruntung dan selamat.Allah Ta’ala berfirman,قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan (memperbaiki) jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9)Mengakui kesalahan lebih terhormatMengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, justru itulah puncak kehormatan. Orang yang berani berkata “Aku salah” sedang menunjukkan kekuatan dan keberanian jiwanya. Ia tidak sedang merendahkan diri, tapi sedang mengangkat derajatnya di hadapan manusia dan terlebih lagi, di hadapan Allah Ta’ala.Karena yang benar-benar mulia bukanlah mereka yang tak pernah salah; tapi mereka yang ketika salah, mereka jujur mengakuinya dan tulus memperbaikinya.Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat.” (HR. Tirmidzi no. 2499, Shahih al-Targhib no. 3139)Dalam riwayat yang lain,عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan kepada kebaikan; dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan kepada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan; dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim)Baca juga: Penuntut Ilmu Harus Memiliki Sifat Jujur dan AmanahTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKetika Iblis melakukan kesalahan dengan menolak perintah Allah Ta’ala untuk bersujud kepada Adam, bukannya mengakui kesalahan, akan tetapi ia malah melawan dan menyangkal dengan berbagai alasan. Ini sebagaimana yang Allah kisahkan dalam firman-Nya,قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (75) قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ “Hai iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi? Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shaad: 75-76)Kisah kaum Nabi LuthAllah Ta’ala berfirman,وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (٨٠) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (٨١) وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian?’Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, ‘Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kota ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.’” (QS. Al-A’raaf: 80-82)Dari ayat di atas, ketika kaum Nabi Luth ditegur akan kesalahan yang mereka lakukan, mereka malah membalas dengan cara mengusir Nabi Luth beserta pengikutnya dan mengatakan kepada Nabi Luth bahwa ia adalah orang yang sok suci.Belajar mengakui kesalahan dari para NabiOrang yang mulia adalah ketika ia diberikan taufik untuk mengakui dosa dan kesalahannya. Sebagaimana pengakuan oleh kedua nenek moyang kita, Nabi Adam dan istrinya Hawa, ketika mereka memakan buah (khuldi: kekekalan),قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)Hal ini pula yang dilakukan Nabi Musa ketika tidak sengaja membunuh seorang laki-laki dari kaum Qibthi,قَالَ رَبِّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَٱغْفِرْ لِى فَغَفَرَ لَهُۥٓ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ“Musa berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri; karena itu, ampunilah aku.” Allah pun mengampuninya. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qashash: 16)Bayangkan jika di dunia ini setiap orang bisa berkata, “Maaf, aku salah.”Bayangkan betapa banyak luka yang akan sembuh, betapa banyak hubungan yang akan pulih, dan betapa damainya hati yang terbebas dari beban pura-pura benar.Marilah kita belajar untuk tidak terlalu cepat menunjuk jari, dan lebih sering mengarahkan telunjuk itu kepada diri sendiri. Karena sebagaimana orang lain punya kekurangan, kita pun juga demikian. Dan hanya orang yang jujur pada kekurangannya yang akan benar-benar tumbuh menjadi lebih baik.Semoga Allah membimbing kita untuk menjadi hamba yang rendah hati, jujur mengakui kesalahan, dan selalu siap memperbaiki diri. Aamiin.Baca juga: Sudah Jujurkah Kita?***Penulis: Arif Muhammad NurwijayaArtikel Muslim.or.id Referensi:Qawaa’id Qur’aaniyyah, karya Syekh Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil.
Daftar Isi ToggleMengakui kesalahan lebih terhormatTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKisah kaum Nabi LuthBelajar mengakui kesalahan dari para NabiDalam kehidupan ini, tiada manusia yang tak luput dari kesalahan. Entah besar atau kecil, disengaja atau tidak, tiap dari kita pasti pernah tergelincir. Namun, yang membedakan adalah keberanian untuk mengakui kesalahan dan kejujuran dalam memperbaikinya.Allah Ta’ala berfirman,بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌۙ وَّلَوْ اَلْقٰى مَعَاذِيْرَهٗۗ“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah: 14-15)Ayat di atas merupakan modal yang penting untuk berinteraksi dengan diri sendiri, karena sebagaimana orang lain memiliki kekurangan, diri kita pun juga mempunyai kekurangan.Ayat di atas juga dapat mengingatkan kita bahwa tidak ada yang lebih tahu tentang diri kita, selain diri kita sendiri. Mungkin kita bisa berdalih di depan manusia, menyusun kata-kata yang terdengar masuk akal, atau membungkus kesalahan dengan seribu alasan. Tapi, bagaimana ketika di hadapan nurani kita sendiri? Kita tahu, kita sadar, kita paham, bahwa ada sesuatu yang keliru.Yang seharusnya kita lakukan adalah berani jujur, baik itu kepada diri sendiri, jujur kepada Allah, maupun jujur kepada orang lain. Orang yang mempunyai sifat jujur, mengakui, serta memperbaiki kesalahannya, maka akan membuat hidupnya beruntung dan selamat.Allah Ta’ala berfirman,قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan (memperbaiki) jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9)Mengakui kesalahan lebih terhormatMengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, justru itulah puncak kehormatan. Orang yang berani berkata “Aku salah” sedang menunjukkan kekuatan dan keberanian jiwanya. Ia tidak sedang merendahkan diri, tapi sedang mengangkat derajatnya di hadapan manusia dan terlebih lagi, di hadapan Allah Ta’ala.Karena yang benar-benar mulia bukanlah mereka yang tak pernah salah; tapi mereka yang ketika salah, mereka jujur mengakuinya dan tulus memperbaikinya.Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat.” (HR. Tirmidzi no. 2499, Shahih al-Targhib no. 3139)Dalam riwayat yang lain,عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan kepada kebaikan; dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan kepada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan; dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim)Baca juga: Penuntut Ilmu Harus Memiliki Sifat Jujur dan AmanahTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKetika Iblis melakukan kesalahan dengan menolak perintah Allah Ta’ala untuk bersujud kepada Adam, bukannya mengakui kesalahan, akan tetapi ia malah melawan dan menyangkal dengan berbagai alasan. Ini sebagaimana yang Allah kisahkan dalam firman-Nya,قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (75) قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ “Hai iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi? Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shaad: 75-76)Kisah kaum Nabi LuthAllah Ta’ala berfirman,وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (٨٠) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (٨١) وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian?’Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, ‘Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kota ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.’” (QS. Al-A’raaf: 80-82)Dari ayat di atas, ketika kaum Nabi Luth ditegur akan kesalahan yang mereka lakukan, mereka malah membalas dengan cara mengusir Nabi Luth beserta pengikutnya dan mengatakan kepada Nabi Luth bahwa ia adalah orang yang sok suci.Belajar mengakui kesalahan dari para NabiOrang yang mulia adalah ketika ia diberikan taufik untuk mengakui dosa dan kesalahannya. Sebagaimana pengakuan oleh kedua nenek moyang kita, Nabi Adam dan istrinya Hawa, ketika mereka memakan buah (khuldi: kekekalan),قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)Hal ini pula yang dilakukan Nabi Musa ketika tidak sengaja membunuh seorang laki-laki dari kaum Qibthi,قَالَ رَبِّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَٱغْفِرْ لِى فَغَفَرَ لَهُۥٓ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ“Musa berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri; karena itu, ampunilah aku.” Allah pun mengampuninya. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qashash: 16)Bayangkan jika di dunia ini setiap orang bisa berkata, “Maaf, aku salah.”Bayangkan betapa banyak luka yang akan sembuh, betapa banyak hubungan yang akan pulih, dan betapa damainya hati yang terbebas dari beban pura-pura benar.Marilah kita belajar untuk tidak terlalu cepat menunjuk jari, dan lebih sering mengarahkan telunjuk itu kepada diri sendiri. Karena sebagaimana orang lain punya kekurangan, kita pun juga demikian. Dan hanya orang yang jujur pada kekurangannya yang akan benar-benar tumbuh menjadi lebih baik.Semoga Allah membimbing kita untuk menjadi hamba yang rendah hati, jujur mengakui kesalahan, dan selalu siap memperbaiki diri. Aamiin.Baca juga: Sudah Jujurkah Kita?***Penulis: Arif Muhammad NurwijayaArtikel Muslim.or.id Referensi:Qawaa’id Qur’aaniyyah, karya Syekh Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil.


Daftar Isi ToggleMengakui kesalahan lebih terhormatTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKisah kaum Nabi LuthBelajar mengakui kesalahan dari para NabiDalam kehidupan ini, tiada manusia yang tak luput dari kesalahan. Entah besar atau kecil, disengaja atau tidak, tiap dari kita pasti pernah tergelincir. Namun, yang membedakan adalah keberanian untuk mengakui kesalahan dan kejujuran dalam memperbaikinya.Allah Ta’ala berfirman,بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌۙ وَّلَوْ اَلْقٰى مَعَاذِيْرَهٗۗ“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah: 14-15)Ayat di atas merupakan modal yang penting untuk berinteraksi dengan diri sendiri, karena sebagaimana orang lain memiliki kekurangan, diri kita pun juga mempunyai kekurangan.Ayat di atas juga dapat mengingatkan kita bahwa tidak ada yang lebih tahu tentang diri kita, selain diri kita sendiri. Mungkin kita bisa berdalih di depan manusia, menyusun kata-kata yang terdengar masuk akal, atau membungkus kesalahan dengan seribu alasan. Tapi, bagaimana ketika di hadapan nurani kita sendiri? Kita tahu, kita sadar, kita paham, bahwa ada sesuatu yang keliru.Yang seharusnya kita lakukan adalah berani jujur, baik itu kepada diri sendiri, jujur kepada Allah, maupun jujur kepada orang lain. Orang yang mempunyai sifat jujur, mengakui, serta memperbaiki kesalahannya, maka akan membuat hidupnya beruntung dan selamat.Allah Ta’ala berfirman,قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan (memperbaiki) jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9)Mengakui kesalahan lebih terhormatMengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, justru itulah puncak kehormatan. Orang yang berani berkata “Aku salah” sedang menunjukkan kekuatan dan keberanian jiwanya. Ia tidak sedang merendahkan diri, tapi sedang mengangkat derajatnya di hadapan manusia dan terlebih lagi, di hadapan Allah Ta’ala.Karena yang benar-benar mulia bukanlah mereka yang tak pernah salah; tapi mereka yang ketika salah, mereka jujur mengakuinya dan tulus memperbaikinya.Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat.” (HR. Tirmidzi no. 2499, Shahih al-Targhib no. 3139)Dalam riwayat yang lain,عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan kepada kebaikan; dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan kepada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan; dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang suka berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim)Baca juga: Penuntut Ilmu Harus Memiliki Sifat Jujur dan AmanahTidak mengakui kesalahan adalah warisan buruk Iblis dan kaum LuthKisah IblisKetika Iblis melakukan kesalahan dengan menolak perintah Allah Ta’ala untuk bersujud kepada Adam, bukannya mengakui kesalahan, akan tetapi ia malah melawan dan menyangkal dengan berbagai alasan. Ini sebagaimana yang Allah kisahkan dalam firman-Nya,قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (75) قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ “Hai iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi? Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shaad: 75-76)Kisah kaum Nabi LuthAllah Ta’ala berfirman,وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (٨٠) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (٨١) وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian?’Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, ‘Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kota ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.’” (QS. Al-A’raaf: 80-82)Dari ayat di atas, ketika kaum Nabi Luth ditegur akan kesalahan yang mereka lakukan, mereka malah membalas dengan cara mengusir Nabi Luth beserta pengikutnya dan mengatakan kepada Nabi Luth bahwa ia adalah orang yang sok suci.Belajar mengakui kesalahan dari para NabiOrang yang mulia adalah ketika ia diberikan taufik untuk mengakui dosa dan kesalahannya. Sebagaimana pengakuan oleh kedua nenek moyang kita, Nabi Adam dan istrinya Hawa, ketika mereka memakan buah (khuldi: kekekalan),قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ“Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)Hal ini pula yang dilakukan Nabi Musa ketika tidak sengaja membunuh seorang laki-laki dari kaum Qibthi,قَالَ رَبِّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَٱغْفِرْ لِى فَغَفَرَ لَهُۥٓ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ“Musa berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri; karena itu, ampunilah aku.” Allah pun mengampuninya. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qashash: 16)Bayangkan jika di dunia ini setiap orang bisa berkata, “Maaf, aku salah.”Bayangkan betapa banyak luka yang akan sembuh, betapa banyak hubungan yang akan pulih, dan betapa damainya hati yang terbebas dari beban pura-pura benar.Marilah kita belajar untuk tidak terlalu cepat menunjuk jari, dan lebih sering mengarahkan telunjuk itu kepada diri sendiri. Karena sebagaimana orang lain punya kekurangan, kita pun juga demikian. Dan hanya orang yang jujur pada kekurangannya yang akan benar-benar tumbuh menjadi lebih baik.Semoga Allah membimbing kita untuk menjadi hamba yang rendah hati, jujur mengakui kesalahan, dan selalu siap memperbaiki diri. Aamiin.Baca juga: Sudah Jujurkah Kita?***Penulis: Arif Muhammad NurwijayaArtikel Muslim.or.id Referensi:Qawaa’id Qur’aaniyyah, karya Syekh Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil.

Amalkan Ayat Ini Meski Sekali Seumur Hidup – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Ketika turun firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS. Ali Imran: 92). Sejumlah Sahabat Nabi berlomba menginfakkan harta yang mereka cintai. Dahulu, jika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyukai sesuatu, beliau segera menginfakkannya. Beliau mengamalkan ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ketika ayat ini turun, Abu Thalhah datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha. Sedangkan Allah Ta‘ala berfirman: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’ Maka ambillah kebun itu, wahai Rasulullah, dan salurkanlah sesuai yang Allah tunjukkan kepada Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wah! Wah! Itu adalah harta yang menguntungkan, harta yang menguntungkan! Namun menurutku, sebaiknya engkau menyalurkannya kepada kerabatmu.” Maka Abu Thalhah membaginya untuk kerabat dan para sepupunya. Lihatlah, betapa sigap Sahabat Nabi yang mulia ini dalam mengamalkan ayat tersebut! Ketika turun ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ia menyadari bahwa harta yang paling ia cintai adalah kebun tersebut. Sehingga ia menyedekahkannya agar dapat meraih kebaikan yang disebutkan dalam ayat itu. Oleh sebab itu, hendaklah seorang muslim mengamalkan ayat ini meskipun hanya sekali seumur hidup. Jika ada harta yang engkau sukai, katakanlah, “Aku akan menyedekahkannya karena Allah…Semoga aku dapat meraih kebajikan yang disebutkan dalam ayat ini: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’” ===== لَمَّا نَزَلَ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ تَسَابَقَ عَدَدٌ مِنَ الصَّحَابَةِ فَأَنْفَقُوا مَا يُحِبُّونَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ إِذَا أَعْجَبَهُ شَيْءٌ أَنْفَقَهُ يَتَأَوَّلُ الْآيَةَ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ جَاءَ أَبُو طَلْحَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءُ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ فَخُذْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَضَعْهَا حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ بَخٍ بَخٍ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ وَإِنِّي لَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ فَجَعَلَهَا فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ فَانْظُرْ إِلَى مُسَارَعَةِ هَذَا الصَّحَابِيِّ الْجَلِيلِ لِتَطْبِيقِ الْآيَةِ لَمَّا نَزَلَتْ الْآيَةُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَجَدَ أَنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ هَذَا الْحَائِطُ هَذَا الْبُسْتَانُ فَتَصَدَّقَ بِهِ حَتَّى يَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي الْآيَةِ وَلِهَذَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يُطَبِّقَ هَذِهِ الْآيَةَ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِي حَيَاتِهِ إِذَا أَعْجَبَكَ شَيْءٌ مِنْ مَالِكَ قُلْ سَأَتَصَدَّقُ بِهِ لِلَّهِ لَعَلِّي أَنْ أَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

Amalkan Ayat Ini Meski Sekali Seumur Hidup – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Ketika turun firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS. Ali Imran: 92). Sejumlah Sahabat Nabi berlomba menginfakkan harta yang mereka cintai. Dahulu, jika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyukai sesuatu, beliau segera menginfakkannya. Beliau mengamalkan ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ketika ayat ini turun, Abu Thalhah datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha. Sedangkan Allah Ta‘ala berfirman: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’ Maka ambillah kebun itu, wahai Rasulullah, dan salurkanlah sesuai yang Allah tunjukkan kepada Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wah! Wah! Itu adalah harta yang menguntungkan, harta yang menguntungkan! Namun menurutku, sebaiknya engkau menyalurkannya kepada kerabatmu.” Maka Abu Thalhah membaginya untuk kerabat dan para sepupunya. Lihatlah, betapa sigap Sahabat Nabi yang mulia ini dalam mengamalkan ayat tersebut! Ketika turun ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ia menyadari bahwa harta yang paling ia cintai adalah kebun tersebut. Sehingga ia menyedekahkannya agar dapat meraih kebaikan yang disebutkan dalam ayat itu. Oleh sebab itu, hendaklah seorang muslim mengamalkan ayat ini meskipun hanya sekali seumur hidup. Jika ada harta yang engkau sukai, katakanlah, “Aku akan menyedekahkannya karena Allah…Semoga aku dapat meraih kebajikan yang disebutkan dalam ayat ini: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’” ===== لَمَّا نَزَلَ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ تَسَابَقَ عَدَدٌ مِنَ الصَّحَابَةِ فَأَنْفَقُوا مَا يُحِبُّونَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ إِذَا أَعْجَبَهُ شَيْءٌ أَنْفَقَهُ يَتَأَوَّلُ الْآيَةَ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ جَاءَ أَبُو طَلْحَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءُ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ فَخُذْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَضَعْهَا حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ بَخٍ بَخٍ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ وَإِنِّي لَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ فَجَعَلَهَا فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ فَانْظُرْ إِلَى مُسَارَعَةِ هَذَا الصَّحَابِيِّ الْجَلِيلِ لِتَطْبِيقِ الْآيَةِ لَمَّا نَزَلَتْ الْآيَةُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَجَدَ أَنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ هَذَا الْحَائِطُ هَذَا الْبُسْتَانُ فَتَصَدَّقَ بِهِ حَتَّى يَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي الْآيَةِ وَلِهَذَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يُطَبِّقَ هَذِهِ الْآيَةَ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِي حَيَاتِهِ إِذَا أَعْجَبَكَ شَيْءٌ مِنْ مَالِكَ قُلْ سَأَتَصَدَّقُ بِهِ لِلَّهِ لَعَلِّي أَنْ أَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Ketika turun firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS. Ali Imran: 92). Sejumlah Sahabat Nabi berlomba menginfakkan harta yang mereka cintai. Dahulu, jika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyukai sesuatu, beliau segera menginfakkannya. Beliau mengamalkan ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ketika ayat ini turun, Abu Thalhah datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha. Sedangkan Allah Ta‘ala berfirman: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’ Maka ambillah kebun itu, wahai Rasulullah, dan salurkanlah sesuai yang Allah tunjukkan kepada Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wah! Wah! Itu adalah harta yang menguntungkan, harta yang menguntungkan! Namun menurutku, sebaiknya engkau menyalurkannya kepada kerabatmu.” Maka Abu Thalhah membaginya untuk kerabat dan para sepupunya. Lihatlah, betapa sigap Sahabat Nabi yang mulia ini dalam mengamalkan ayat tersebut! Ketika turun ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ia menyadari bahwa harta yang paling ia cintai adalah kebun tersebut. Sehingga ia menyedekahkannya agar dapat meraih kebaikan yang disebutkan dalam ayat itu. Oleh sebab itu, hendaklah seorang muslim mengamalkan ayat ini meskipun hanya sekali seumur hidup. Jika ada harta yang engkau sukai, katakanlah, “Aku akan menyedekahkannya karena Allah…Semoga aku dapat meraih kebajikan yang disebutkan dalam ayat ini: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’” ===== لَمَّا نَزَلَ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ تَسَابَقَ عَدَدٌ مِنَ الصَّحَابَةِ فَأَنْفَقُوا مَا يُحِبُّونَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ إِذَا أَعْجَبَهُ شَيْءٌ أَنْفَقَهُ يَتَأَوَّلُ الْآيَةَ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ جَاءَ أَبُو طَلْحَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءُ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ فَخُذْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَضَعْهَا حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ بَخٍ بَخٍ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ وَإِنِّي لَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ فَجَعَلَهَا فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ فَانْظُرْ إِلَى مُسَارَعَةِ هَذَا الصَّحَابِيِّ الْجَلِيلِ لِتَطْبِيقِ الْآيَةِ لَمَّا نَزَلَتْ الْآيَةُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَجَدَ أَنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ هَذَا الْحَائِطُ هَذَا الْبُسْتَانُ فَتَصَدَّقَ بِهِ حَتَّى يَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي الْآيَةِ وَلِهَذَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يُطَبِّقَ هَذِهِ الْآيَةَ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِي حَيَاتِهِ إِذَا أَعْجَبَكَ شَيْءٌ مِنْ مَالِكَ قُلْ سَأَتَصَدَّقُ بِهِ لِلَّهِ لَعَلِّي أَنْ أَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ


Ketika turun firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS. Ali Imran: 92). Sejumlah Sahabat Nabi berlomba menginfakkan harta yang mereka cintai. Dahulu, jika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyukai sesuatu, beliau segera menginfakkannya. Beliau mengamalkan ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ketika ayat ini turun, Abu Thalhah datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha. Sedangkan Allah Ta‘ala berfirman: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’ Maka ambillah kebun itu, wahai Rasulullah, dan salurkanlah sesuai yang Allah tunjukkan kepada Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wah! Wah! Itu adalah harta yang menguntungkan, harta yang menguntungkan! Namun menurutku, sebaiknya engkau menyalurkannya kepada kerabatmu.” Maka Abu Thalhah membaginya untuk kerabat dan para sepupunya. Lihatlah, betapa sigap Sahabat Nabi yang mulia ini dalam mengamalkan ayat tersebut! Ketika turun ayat: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” Ia menyadari bahwa harta yang paling ia cintai adalah kebun tersebut. Sehingga ia menyedekahkannya agar dapat meraih kebaikan yang disebutkan dalam ayat itu. Oleh sebab itu, hendaklah seorang muslim mengamalkan ayat ini meskipun hanya sekali seumur hidup. Jika ada harta yang engkau sukai, katakanlah, “Aku akan menyedekahkannya karena Allah…Semoga aku dapat meraih kebajikan yang disebutkan dalam ayat ini: ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…’” ===== لَمَّا نَزَلَ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ تَسَابَقَ عَدَدٌ مِنَ الصَّحَابَةِ فَأَنْفَقُوا مَا يُحِبُّونَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ إِذَا أَعْجَبَهُ شَيْءٌ أَنْفَقَهُ يَتَأَوَّلُ الْآيَةَ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ جَاءَ أَبُو طَلْحَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءُ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ فَخُذْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَضَعْهَا حَيْثُ أَرَاكَ اللَّهُ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ بَخٍ بَخٍ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ وَإِنِّي لَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ فَجَعَلَهَا فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ فَانْظُرْ إِلَى مُسَارَعَةِ هَذَا الصَّحَابِيِّ الْجَلِيلِ لِتَطْبِيقِ الْآيَةِ لَمَّا نَزَلَتْ الْآيَةُ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَجَدَ أَنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ هَذَا الْحَائِطُ هَذَا الْبُسْتَانُ فَتَصَدَّقَ بِهِ حَتَّى يَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي الْآيَةِ وَلِهَذَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يُطَبِّقَ هَذِهِ الْآيَةَ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِي حَيَاتِهِ إِذَا أَعْجَبَكَ شَيْءٌ مِنْ مَالِكَ قُلْ سَأَتَصَدَّقُ بِهِ لِلَّهِ لَعَلِّي أَنْ أَنَالَ الْبِرَّ الْمَذْكُورَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

Kisah Jihad Syekhul Islam Ibnu Taimiyah (Bag. 1)

Daftar Isi TogglePerang melawan bangsa TartarPerang melawan kaum NasraniJihad melawan Rafidhah dan para penyerangUlama rabbani adalah hamba Allah Ta’ala dalam setiap waktu dan keadaan. Jika ia berada di masjid, maka ia adalah pengajar, pemberi nasihat, dan pembimbing. Jika ia berada di mimbar, maka ia adalah khatib yang fasih dan berpengaruh. Jika ia berada di jalan, maka ia selalu berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, atau memberikan nasihat. Dan jika panggilan jihad berkumandang, ia adalah yang pertama memenuhi seruan itu. Jika dua pasukan bertempur, ia adalah pejuang yang gagah berani, pembela yang berani dan tangguh. Jika ada tempat kosong di garis pertahanan, ia adalah yang pertama mengisinya karena ia mengetahui keutamaannya dan betapa pentingnya hal itu.Ulama juga masuk ke tengah barisan, menyemangati para prajurit, mengangkat semangat mereka, membacakan ayat-ayat tentang jihad, syahid, dan penjagaan perbatasan, serta menjanjikan kemenangan yang telah Allah janjikan kepada mereka. Inilah yang menjadi keadaan Ibnu Taimiyah.Keberaniannya di medan perang telah menjadi kisah yang dikenang banyak orang, baik dari mereka yang sezaman dengannya maupun yang menuliskan biografinya. Ia menghadapi kematian dengan gagah berani saat bertemu musuh, dan para pejuang tidak melihatnya kecuali setelah pertempuran usai. Namun, saat perang berlangsung, siapa pun yang melihatnya akan melihatnya seperti singa perkasa yang menyerang dengan gagah, bergerak lincah, bertempur melawan musuh dengan penuh keberanian, mengharapkan syahid.Jika ia melihat pasukan lemah, ragu, atau takut, ia menyemangati mereka, menguatkan hati mereka dengan membacakan ayat-ayat jihad. Mereka yang melihatnya berperang dan menunjukkan keberaniannya pun ikut bersemangat. Menelusuri semua pertempuran yang diikuti oleh Ibnu Taimiyah serta mencatat seluruh keberaniannya bukanlah tugas yang mudah. Bahkan jika bisa dihitung, mencatat dan merangkumnya akan membutuhkan tulisan yang panjang. Namun, kita dapat merujuk pada beberapa peristiwa yang menunjukkan keberanian dan ketegasannya terhadap berbagai musuh, yaitu sebagai berikut:1) Jihad dan pertempurannya melawan bangsa Tartar;2) Jihad dan pertempurannya melawan kaum Nasrani;3) Jihadnya melawan kaum Rafidhah dan para penyerang lainnya. [1]Perang melawan bangsa TartarSalah satu peristiwa penting adalah sikapnya terhadap Raja Tartar, Ghazan. Pada tahun 699 H, ia bersama delegasi dari tokoh-tokoh terkemuka Damaskus pergi menemui raja tersebut. Dalam pertemuan itu, Ibnu Taimiyah berbicara dengan tegas dan keras kepada Ghazan. Keberanian dan ketegasannya dalam menyampaikan kebenaran menjadi salah satu faktor yang membuat raja tersebut tidak menyerang Damaskus.Setelah pasukan Tartar pergi, masyarakat tetap merasa takut akan kemungkinan mereka kembali menyerang. Oleh karena itu, penduduk berkumpul di sekitar tembok kota untuk menjaga dan mempertahankan negeri mereka. Setiap malam, Ibnu Taimiyah berkeliling di antara mereka, menguatkan hati mereka, dan menanamkan keteguhan dalam diri mereka.Kemudian, pada tahun 700 H, tersebar kabar bahwa pasukan Tartar akan kembali menyerang Syam. Ketakutan pun melanda masyarakat. Banyak pejabat, bangsawan, serta ulama yang melarikan diri. Namun, Ibnu Taimiyah tetap teguh dan duduk di masjid besar (masjid Jami’), mengobarkan semangat jihad di tengah masyarakat, melarang mereka untuk lari, dan mendorong mereka agar berinfak di jalan Allah.Ketika tersebar kabar bahwa Sultan mundur dari peperangan, Ibnu Taimiyah segera melakukan perjalanan menemuinya. Ia pergi ke Mesir untuk mendorong Sultan agar tetap berjuang dan menguatkan hatinya, serta menjanjikannya kemenangan dari Allah ‘Azza wa Jalla.Dengan nada tegas, ia berkata kepada Sultan, “Jika kalian berpaling dari Syam dan tidak melindunginya, maka kami akan mengangkat seorang pemimpin yang akan menjaganya dan mengelolanya di masa damai.” [2]Keberanian Ibnu Taimiyah semakin bersinar dalam jihadnya pada perang Syakhab tahun 702 H. Ia mengobarkan semangat jihad, menguatkan hati Sultan, para panglima, serta para tentara, dan menjanjikan mereka kemenangan. Ia mendatangi Khalifah dan Sultan secara bergantian, menyemangati mereka, dan menguatkan mental mereka.Hingga akhirnya, Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum Muslimin. Setelah kemenangan itu, kedudukan Ibnu Taimiyah semakin tinggi di mata rakyat dan para pemimpin. Semua orang menyadari keutamaan dan perannya yang besar dalam meraih kemenangan tersebut.Perang melawan kaum NasraniAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani, hal ini diceritakan oleh murid sekaligus sahabatnya, Al-Hafizh Al-Bazzar, berdasarkan kesaksian orang-orang yang melihatnya langsung. Ia berkata,“Mereka menceritakan bahwa mereka melihat keberanian luar biasa yang sulit digambarkan dengan kata-kata di dalam diri Ibnu Taimiyah dalam penaklukan ‘Akka. Mereka berkata, ‘Bahkan, beliaulah yang menjadi penyebab utama keberhasilan kaum Muslimin dalam menaklukkan kota itu, berkat tindakan dan nasihatnya.’” [3]Kemudian, di antara perjuangan Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani adalah peristiwa ketika Sultan Ghazan menguasai kota Damaskus. Saat itu, Raja Karaj datang kepadanya dan menawarkan harta yang sangat banyak sebagai imbalan agar ia diberi kesempatan untuk membantai kaum Muslimin di Damaskus.Ketika berita ini sampai kepada Ibnu Taimiyah, ia segera bangkit tanpa ragu, menyemangati kaum Muslimin, mendorong mereka untuk meraih syahid, serta menjanjikan kemenangan, keamanan, dan hilangnya ketakutan. Maka, sejumlah tokoh dan pemuka dari Damaskus berangkat bersamanya menuju Sultan Ghazan.Ketika mereka tiba di hadapan Sultan, ia bertanya, “Siapa mereka ini?”Dijawab, “Mereka adalah para pemimpin Damaskus.”Maka Sultan pun mengizinkan mereka masuk.Ibnu Taimiyah maju terlebih dahulu, dan saat Sultan Ghazan melihatnya, Allah menanamkan rasa segan yang besar dalam hatinya. Sultan segera mendekatkannya dan mempersilakannya duduk. Kemudian, Ibnu Taimiyah mulai berbicara, menolak keputusan Sultan yang hendak memberikan kekuasaan kepada Raja Karaj untuk membantai kaum Muslimin. Ia juga menjamin akan mengumpulkan harta sebagai pengganti tawaran Raja Karaj, serta mengingatkan Sultan tentang keharaman menumpahkan darah kaum Muslimin.Dengan penuh hikmah, ia menasihati dan memberi peringatan kepada Sultan Ghazan. Akhirnya, Sultan menerima nasihatnya dengan sukarela dan membatalkan rencana tersebut. Dengan demikian, berkat perjuangan Ibnu Taimiyah, darah kaum Muslimin terselamatkan, anak-anak mereka terlindungi, dan kehormatan mereka tetap terjaga. [4]Dari kisah ini, jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani tidak hanya berupa pertempuran langsung dengan pedang, tetapi juga perjuangan melalui diplomasi, yaitu dengan menggagalkan rencana mereka untuk membantai kaum Muslimin melalui persekutuan dengan pasukan Tartar.Jihad melawan Rafidhah dan para penyerangAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Rafidhah dan para penyerang, salah satu peristiwanya terjadi pada tahun 704 H. Saat itu, beliau terus berjuang dengan penuh keteguhan melawan penduduk pegunungan Kisrawan. Beliau mengirim surat ke berbagai wilayah Syam, mendorong umat Islam untuk memerangi mereka, serta menegaskan bahwa perang ini adalah bagian dari jihad di jalan Allah.Kemudian, beliau sendiri memimpin pasukan untuk menyerang wilayah tersebut, bersama dengan pemimpin wilayah (wakil Sultan) dan pasukan yang menyertainya. Mereka terus mengepung penduduk Kisrawan hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada mereka. [5]Setelah Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin, penduduk Kisrawan diusir, fitnah mereka dipadamkan, dan mereka dipaksa untuk mengikuti syariat Islam dalam ucapan, perbuatan, dan keyakinan.[Bersambung]Lanjut ke bagian 2***Penulis: Gazzeta Raka Putra SetyawanArtikel Muslim.or.id Catatan kaki:[1] Ibnu Taimiyyah, karya Syaikh Muhammad Abu Zuhroh, hal. 36; dengan sedikit pengubahan oleh penulis.[2] Al-Bidayah wa An Nihayah, karya Ibnu Katsir, 14: 15.[3] Al-A’lam Al-‘Aliyyah, karya Al-Hafizh Al-Bazzar, hal. 30; dengan sedikit perubahan.[4] Ibid, hal. 63-64; dengan sedikit perubahan.[5] Al-‘Uqud Ad-Durriyyah, karya Ibnu Abdi Al-Hadi, hal. 148-149; dengan sedikit perubahan.

Kisah Jihad Syekhul Islam Ibnu Taimiyah (Bag. 1)

Daftar Isi TogglePerang melawan bangsa TartarPerang melawan kaum NasraniJihad melawan Rafidhah dan para penyerangUlama rabbani adalah hamba Allah Ta’ala dalam setiap waktu dan keadaan. Jika ia berada di masjid, maka ia adalah pengajar, pemberi nasihat, dan pembimbing. Jika ia berada di mimbar, maka ia adalah khatib yang fasih dan berpengaruh. Jika ia berada di jalan, maka ia selalu berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, atau memberikan nasihat. Dan jika panggilan jihad berkumandang, ia adalah yang pertama memenuhi seruan itu. Jika dua pasukan bertempur, ia adalah pejuang yang gagah berani, pembela yang berani dan tangguh. Jika ada tempat kosong di garis pertahanan, ia adalah yang pertama mengisinya karena ia mengetahui keutamaannya dan betapa pentingnya hal itu.Ulama juga masuk ke tengah barisan, menyemangati para prajurit, mengangkat semangat mereka, membacakan ayat-ayat tentang jihad, syahid, dan penjagaan perbatasan, serta menjanjikan kemenangan yang telah Allah janjikan kepada mereka. Inilah yang menjadi keadaan Ibnu Taimiyah.Keberaniannya di medan perang telah menjadi kisah yang dikenang banyak orang, baik dari mereka yang sezaman dengannya maupun yang menuliskan biografinya. Ia menghadapi kematian dengan gagah berani saat bertemu musuh, dan para pejuang tidak melihatnya kecuali setelah pertempuran usai. Namun, saat perang berlangsung, siapa pun yang melihatnya akan melihatnya seperti singa perkasa yang menyerang dengan gagah, bergerak lincah, bertempur melawan musuh dengan penuh keberanian, mengharapkan syahid.Jika ia melihat pasukan lemah, ragu, atau takut, ia menyemangati mereka, menguatkan hati mereka dengan membacakan ayat-ayat jihad. Mereka yang melihatnya berperang dan menunjukkan keberaniannya pun ikut bersemangat. Menelusuri semua pertempuran yang diikuti oleh Ibnu Taimiyah serta mencatat seluruh keberaniannya bukanlah tugas yang mudah. Bahkan jika bisa dihitung, mencatat dan merangkumnya akan membutuhkan tulisan yang panjang. Namun, kita dapat merujuk pada beberapa peristiwa yang menunjukkan keberanian dan ketegasannya terhadap berbagai musuh, yaitu sebagai berikut:1) Jihad dan pertempurannya melawan bangsa Tartar;2) Jihad dan pertempurannya melawan kaum Nasrani;3) Jihadnya melawan kaum Rafidhah dan para penyerang lainnya. [1]Perang melawan bangsa TartarSalah satu peristiwa penting adalah sikapnya terhadap Raja Tartar, Ghazan. Pada tahun 699 H, ia bersama delegasi dari tokoh-tokoh terkemuka Damaskus pergi menemui raja tersebut. Dalam pertemuan itu, Ibnu Taimiyah berbicara dengan tegas dan keras kepada Ghazan. Keberanian dan ketegasannya dalam menyampaikan kebenaran menjadi salah satu faktor yang membuat raja tersebut tidak menyerang Damaskus.Setelah pasukan Tartar pergi, masyarakat tetap merasa takut akan kemungkinan mereka kembali menyerang. Oleh karena itu, penduduk berkumpul di sekitar tembok kota untuk menjaga dan mempertahankan negeri mereka. Setiap malam, Ibnu Taimiyah berkeliling di antara mereka, menguatkan hati mereka, dan menanamkan keteguhan dalam diri mereka.Kemudian, pada tahun 700 H, tersebar kabar bahwa pasukan Tartar akan kembali menyerang Syam. Ketakutan pun melanda masyarakat. Banyak pejabat, bangsawan, serta ulama yang melarikan diri. Namun, Ibnu Taimiyah tetap teguh dan duduk di masjid besar (masjid Jami’), mengobarkan semangat jihad di tengah masyarakat, melarang mereka untuk lari, dan mendorong mereka agar berinfak di jalan Allah.Ketika tersebar kabar bahwa Sultan mundur dari peperangan, Ibnu Taimiyah segera melakukan perjalanan menemuinya. Ia pergi ke Mesir untuk mendorong Sultan agar tetap berjuang dan menguatkan hatinya, serta menjanjikannya kemenangan dari Allah ‘Azza wa Jalla.Dengan nada tegas, ia berkata kepada Sultan, “Jika kalian berpaling dari Syam dan tidak melindunginya, maka kami akan mengangkat seorang pemimpin yang akan menjaganya dan mengelolanya di masa damai.” [2]Keberanian Ibnu Taimiyah semakin bersinar dalam jihadnya pada perang Syakhab tahun 702 H. Ia mengobarkan semangat jihad, menguatkan hati Sultan, para panglima, serta para tentara, dan menjanjikan mereka kemenangan. Ia mendatangi Khalifah dan Sultan secara bergantian, menyemangati mereka, dan menguatkan mental mereka.Hingga akhirnya, Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum Muslimin. Setelah kemenangan itu, kedudukan Ibnu Taimiyah semakin tinggi di mata rakyat dan para pemimpin. Semua orang menyadari keutamaan dan perannya yang besar dalam meraih kemenangan tersebut.Perang melawan kaum NasraniAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani, hal ini diceritakan oleh murid sekaligus sahabatnya, Al-Hafizh Al-Bazzar, berdasarkan kesaksian orang-orang yang melihatnya langsung. Ia berkata,“Mereka menceritakan bahwa mereka melihat keberanian luar biasa yang sulit digambarkan dengan kata-kata di dalam diri Ibnu Taimiyah dalam penaklukan ‘Akka. Mereka berkata, ‘Bahkan, beliaulah yang menjadi penyebab utama keberhasilan kaum Muslimin dalam menaklukkan kota itu, berkat tindakan dan nasihatnya.’” [3]Kemudian, di antara perjuangan Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani adalah peristiwa ketika Sultan Ghazan menguasai kota Damaskus. Saat itu, Raja Karaj datang kepadanya dan menawarkan harta yang sangat banyak sebagai imbalan agar ia diberi kesempatan untuk membantai kaum Muslimin di Damaskus.Ketika berita ini sampai kepada Ibnu Taimiyah, ia segera bangkit tanpa ragu, menyemangati kaum Muslimin, mendorong mereka untuk meraih syahid, serta menjanjikan kemenangan, keamanan, dan hilangnya ketakutan. Maka, sejumlah tokoh dan pemuka dari Damaskus berangkat bersamanya menuju Sultan Ghazan.Ketika mereka tiba di hadapan Sultan, ia bertanya, “Siapa mereka ini?”Dijawab, “Mereka adalah para pemimpin Damaskus.”Maka Sultan pun mengizinkan mereka masuk.Ibnu Taimiyah maju terlebih dahulu, dan saat Sultan Ghazan melihatnya, Allah menanamkan rasa segan yang besar dalam hatinya. Sultan segera mendekatkannya dan mempersilakannya duduk. Kemudian, Ibnu Taimiyah mulai berbicara, menolak keputusan Sultan yang hendak memberikan kekuasaan kepada Raja Karaj untuk membantai kaum Muslimin. Ia juga menjamin akan mengumpulkan harta sebagai pengganti tawaran Raja Karaj, serta mengingatkan Sultan tentang keharaman menumpahkan darah kaum Muslimin.Dengan penuh hikmah, ia menasihati dan memberi peringatan kepada Sultan Ghazan. Akhirnya, Sultan menerima nasihatnya dengan sukarela dan membatalkan rencana tersebut. Dengan demikian, berkat perjuangan Ibnu Taimiyah, darah kaum Muslimin terselamatkan, anak-anak mereka terlindungi, dan kehormatan mereka tetap terjaga. [4]Dari kisah ini, jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani tidak hanya berupa pertempuran langsung dengan pedang, tetapi juga perjuangan melalui diplomasi, yaitu dengan menggagalkan rencana mereka untuk membantai kaum Muslimin melalui persekutuan dengan pasukan Tartar.Jihad melawan Rafidhah dan para penyerangAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Rafidhah dan para penyerang, salah satu peristiwanya terjadi pada tahun 704 H. Saat itu, beliau terus berjuang dengan penuh keteguhan melawan penduduk pegunungan Kisrawan. Beliau mengirim surat ke berbagai wilayah Syam, mendorong umat Islam untuk memerangi mereka, serta menegaskan bahwa perang ini adalah bagian dari jihad di jalan Allah.Kemudian, beliau sendiri memimpin pasukan untuk menyerang wilayah tersebut, bersama dengan pemimpin wilayah (wakil Sultan) dan pasukan yang menyertainya. Mereka terus mengepung penduduk Kisrawan hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada mereka. [5]Setelah Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin, penduduk Kisrawan diusir, fitnah mereka dipadamkan, dan mereka dipaksa untuk mengikuti syariat Islam dalam ucapan, perbuatan, dan keyakinan.[Bersambung]Lanjut ke bagian 2***Penulis: Gazzeta Raka Putra SetyawanArtikel Muslim.or.id Catatan kaki:[1] Ibnu Taimiyyah, karya Syaikh Muhammad Abu Zuhroh, hal. 36; dengan sedikit pengubahan oleh penulis.[2] Al-Bidayah wa An Nihayah, karya Ibnu Katsir, 14: 15.[3] Al-A’lam Al-‘Aliyyah, karya Al-Hafizh Al-Bazzar, hal. 30; dengan sedikit perubahan.[4] Ibid, hal. 63-64; dengan sedikit perubahan.[5] Al-‘Uqud Ad-Durriyyah, karya Ibnu Abdi Al-Hadi, hal. 148-149; dengan sedikit perubahan.
Daftar Isi TogglePerang melawan bangsa TartarPerang melawan kaum NasraniJihad melawan Rafidhah dan para penyerangUlama rabbani adalah hamba Allah Ta’ala dalam setiap waktu dan keadaan. Jika ia berada di masjid, maka ia adalah pengajar, pemberi nasihat, dan pembimbing. Jika ia berada di mimbar, maka ia adalah khatib yang fasih dan berpengaruh. Jika ia berada di jalan, maka ia selalu berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, atau memberikan nasihat. Dan jika panggilan jihad berkumandang, ia adalah yang pertama memenuhi seruan itu. Jika dua pasukan bertempur, ia adalah pejuang yang gagah berani, pembela yang berani dan tangguh. Jika ada tempat kosong di garis pertahanan, ia adalah yang pertama mengisinya karena ia mengetahui keutamaannya dan betapa pentingnya hal itu.Ulama juga masuk ke tengah barisan, menyemangati para prajurit, mengangkat semangat mereka, membacakan ayat-ayat tentang jihad, syahid, dan penjagaan perbatasan, serta menjanjikan kemenangan yang telah Allah janjikan kepada mereka. Inilah yang menjadi keadaan Ibnu Taimiyah.Keberaniannya di medan perang telah menjadi kisah yang dikenang banyak orang, baik dari mereka yang sezaman dengannya maupun yang menuliskan biografinya. Ia menghadapi kematian dengan gagah berani saat bertemu musuh, dan para pejuang tidak melihatnya kecuali setelah pertempuran usai. Namun, saat perang berlangsung, siapa pun yang melihatnya akan melihatnya seperti singa perkasa yang menyerang dengan gagah, bergerak lincah, bertempur melawan musuh dengan penuh keberanian, mengharapkan syahid.Jika ia melihat pasukan lemah, ragu, atau takut, ia menyemangati mereka, menguatkan hati mereka dengan membacakan ayat-ayat jihad. Mereka yang melihatnya berperang dan menunjukkan keberaniannya pun ikut bersemangat. Menelusuri semua pertempuran yang diikuti oleh Ibnu Taimiyah serta mencatat seluruh keberaniannya bukanlah tugas yang mudah. Bahkan jika bisa dihitung, mencatat dan merangkumnya akan membutuhkan tulisan yang panjang. Namun, kita dapat merujuk pada beberapa peristiwa yang menunjukkan keberanian dan ketegasannya terhadap berbagai musuh, yaitu sebagai berikut:1) Jihad dan pertempurannya melawan bangsa Tartar;2) Jihad dan pertempurannya melawan kaum Nasrani;3) Jihadnya melawan kaum Rafidhah dan para penyerang lainnya. [1]Perang melawan bangsa TartarSalah satu peristiwa penting adalah sikapnya terhadap Raja Tartar, Ghazan. Pada tahun 699 H, ia bersama delegasi dari tokoh-tokoh terkemuka Damaskus pergi menemui raja tersebut. Dalam pertemuan itu, Ibnu Taimiyah berbicara dengan tegas dan keras kepada Ghazan. Keberanian dan ketegasannya dalam menyampaikan kebenaran menjadi salah satu faktor yang membuat raja tersebut tidak menyerang Damaskus.Setelah pasukan Tartar pergi, masyarakat tetap merasa takut akan kemungkinan mereka kembali menyerang. Oleh karena itu, penduduk berkumpul di sekitar tembok kota untuk menjaga dan mempertahankan negeri mereka. Setiap malam, Ibnu Taimiyah berkeliling di antara mereka, menguatkan hati mereka, dan menanamkan keteguhan dalam diri mereka.Kemudian, pada tahun 700 H, tersebar kabar bahwa pasukan Tartar akan kembali menyerang Syam. Ketakutan pun melanda masyarakat. Banyak pejabat, bangsawan, serta ulama yang melarikan diri. Namun, Ibnu Taimiyah tetap teguh dan duduk di masjid besar (masjid Jami’), mengobarkan semangat jihad di tengah masyarakat, melarang mereka untuk lari, dan mendorong mereka agar berinfak di jalan Allah.Ketika tersebar kabar bahwa Sultan mundur dari peperangan, Ibnu Taimiyah segera melakukan perjalanan menemuinya. Ia pergi ke Mesir untuk mendorong Sultan agar tetap berjuang dan menguatkan hatinya, serta menjanjikannya kemenangan dari Allah ‘Azza wa Jalla.Dengan nada tegas, ia berkata kepada Sultan, “Jika kalian berpaling dari Syam dan tidak melindunginya, maka kami akan mengangkat seorang pemimpin yang akan menjaganya dan mengelolanya di masa damai.” [2]Keberanian Ibnu Taimiyah semakin bersinar dalam jihadnya pada perang Syakhab tahun 702 H. Ia mengobarkan semangat jihad, menguatkan hati Sultan, para panglima, serta para tentara, dan menjanjikan mereka kemenangan. Ia mendatangi Khalifah dan Sultan secara bergantian, menyemangati mereka, dan menguatkan mental mereka.Hingga akhirnya, Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum Muslimin. Setelah kemenangan itu, kedudukan Ibnu Taimiyah semakin tinggi di mata rakyat dan para pemimpin. Semua orang menyadari keutamaan dan perannya yang besar dalam meraih kemenangan tersebut.Perang melawan kaum NasraniAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani, hal ini diceritakan oleh murid sekaligus sahabatnya, Al-Hafizh Al-Bazzar, berdasarkan kesaksian orang-orang yang melihatnya langsung. Ia berkata,“Mereka menceritakan bahwa mereka melihat keberanian luar biasa yang sulit digambarkan dengan kata-kata di dalam diri Ibnu Taimiyah dalam penaklukan ‘Akka. Mereka berkata, ‘Bahkan, beliaulah yang menjadi penyebab utama keberhasilan kaum Muslimin dalam menaklukkan kota itu, berkat tindakan dan nasihatnya.’” [3]Kemudian, di antara perjuangan Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani adalah peristiwa ketika Sultan Ghazan menguasai kota Damaskus. Saat itu, Raja Karaj datang kepadanya dan menawarkan harta yang sangat banyak sebagai imbalan agar ia diberi kesempatan untuk membantai kaum Muslimin di Damaskus.Ketika berita ini sampai kepada Ibnu Taimiyah, ia segera bangkit tanpa ragu, menyemangati kaum Muslimin, mendorong mereka untuk meraih syahid, serta menjanjikan kemenangan, keamanan, dan hilangnya ketakutan. Maka, sejumlah tokoh dan pemuka dari Damaskus berangkat bersamanya menuju Sultan Ghazan.Ketika mereka tiba di hadapan Sultan, ia bertanya, “Siapa mereka ini?”Dijawab, “Mereka adalah para pemimpin Damaskus.”Maka Sultan pun mengizinkan mereka masuk.Ibnu Taimiyah maju terlebih dahulu, dan saat Sultan Ghazan melihatnya, Allah menanamkan rasa segan yang besar dalam hatinya. Sultan segera mendekatkannya dan mempersilakannya duduk. Kemudian, Ibnu Taimiyah mulai berbicara, menolak keputusan Sultan yang hendak memberikan kekuasaan kepada Raja Karaj untuk membantai kaum Muslimin. Ia juga menjamin akan mengumpulkan harta sebagai pengganti tawaran Raja Karaj, serta mengingatkan Sultan tentang keharaman menumpahkan darah kaum Muslimin.Dengan penuh hikmah, ia menasihati dan memberi peringatan kepada Sultan Ghazan. Akhirnya, Sultan menerima nasihatnya dengan sukarela dan membatalkan rencana tersebut. Dengan demikian, berkat perjuangan Ibnu Taimiyah, darah kaum Muslimin terselamatkan, anak-anak mereka terlindungi, dan kehormatan mereka tetap terjaga. [4]Dari kisah ini, jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani tidak hanya berupa pertempuran langsung dengan pedang, tetapi juga perjuangan melalui diplomasi, yaitu dengan menggagalkan rencana mereka untuk membantai kaum Muslimin melalui persekutuan dengan pasukan Tartar.Jihad melawan Rafidhah dan para penyerangAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Rafidhah dan para penyerang, salah satu peristiwanya terjadi pada tahun 704 H. Saat itu, beliau terus berjuang dengan penuh keteguhan melawan penduduk pegunungan Kisrawan. Beliau mengirim surat ke berbagai wilayah Syam, mendorong umat Islam untuk memerangi mereka, serta menegaskan bahwa perang ini adalah bagian dari jihad di jalan Allah.Kemudian, beliau sendiri memimpin pasukan untuk menyerang wilayah tersebut, bersama dengan pemimpin wilayah (wakil Sultan) dan pasukan yang menyertainya. Mereka terus mengepung penduduk Kisrawan hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada mereka. [5]Setelah Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin, penduduk Kisrawan diusir, fitnah mereka dipadamkan, dan mereka dipaksa untuk mengikuti syariat Islam dalam ucapan, perbuatan, dan keyakinan.[Bersambung]Lanjut ke bagian 2***Penulis: Gazzeta Raka Putra SetyawanArtikel Muslim.or.id Catatan kaki:[1] Ibnu Taimiyyah, karya Syaikh Muhammad Abu Zuhroh, hal. 36; dengan sedikit pengubahan oleh penulis.[2] Al-Bidayah wa An Nihayah, karya Ibnu Katsir, 14: 15.[3] Al-A’lam Al-‘Aliyyah, karya Al-Hafizh Al-Bazzar, hal. 30; dengan sedikit perubahan.[4] Ibid, hal. 63-64; dengan sedikit perubahan.[5] Al-‘Uqud Ad-Durriyyah, karya Ibnu Abdi Al-Hadi, hal. 148-149; dengan sedikit perubahan.


Daftar Isi TogglePerang melawan bangsa TartarPerang melawan kaum NasraniJihad melawan Rafidhah dan para penyerangUlama rabbani adalah hamba Allah Ta’ala dalam setiap waktu dan keadaan. Jika ia berada di masjid, maka ia adalah pengajar, pemberi nasihat, dan pembimbing. Jika ia berada di mimbar, maka ia adalah khatib yang fasih dan berpengaruh. Jika ia berada di jalan, maka ia selalu berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, atau memberikan nasihat. Dan jika panggilan jihad berkumandang, ia adalah yang pertama memenuhi seruan itu. Jika dua pasukan bertempur, ia adalah pejuang yang gagah berani, pembela yang berani dan tangguh. Jika ada tempat kosong di garis pertahanan, ia adalah yang pertama mengisinya karena ia mengetahui keutamaannya dan betapa pentingnya hal itu.Ulama juga masuk ke tengah barisan, menyemangati para prajurit, mengangkat semangat mereka, membacakan ayat-ayat tentang jihad, syahid, dan penjagaan perbatasan, serta menjanjikan kemenangan yang telah Allah janjikan kepada mereka. Inilah yang menjadi keadaan Ibnu Taimiyah.Keberaniannya di medan perang telah menjadi kisah yang dikenang banyak orang, baik dari mereka yang sezaman dengannya maupun yang menuliskan biografinya. Ia menghadapi kematian dengan gagah berani saat bertemu musuh, dan para pejuang tidak melihatnya kecuali setelah pertempuran usai. Namun, saat perang berlangsung, siapa pun yang melihatnya akan melihatnya seperti singa perkasa yang menyerang dengan gagah, bergerak lincah, bertempur melawan musuh dengan penuh keberanian, mengharapkan syahid.Jika ia melihat pasukan lemah, ragu, atau takut, ia menyemangati mereka, menguatkan hati mereka dengan membacakan ayat-ayat jihad. Mereka yang melihatnya berperang dan menunjukkan keberaniannya pun ikut bersemangat. Menelusuri semua pertempuran yang diikuti oleh Ibnu Taimiyah serta mencatat seluruh keberaniannya bukanlah tugas yang mudah. Bahkan jika bisa dihitung, mencatat dan merangkumnya akan membutuhkan tulisan yang panjang. Namun, kita dapat merujuk pada beberapa peristiwa yang menunjukkan keberanian dan ketegasannya terhadap berbagai musuh, yaitu sebagai berikut:1) Jihad dan pertempurannya melawan bangsa Tartar;2) Jihad dan pertempurannya melawan kaum Nasrani;3) Jihadnya melawan kaum Rafidhah dan para penyerang lainnya. [1]Perang melawan bangsa TartarSalah satu peristiwa penting adalah sikapnya terhadap Raja Tartar, Ghazan. Pada tahun 699 H, ia bersama delegasi dari tokoh-tokoh terkemuka Damaskus pergi menemui raja tersebut. Dalam pertemuan itu, Ibnu Taimiyah berbicara dengan tegas dan keras kepada Ghazan. Keberanian dan ketegasannya dalam menyampaikan kebenaran menjadi salah satu faktor yang membuat raja tersebut tidak menyerang Damaskus.Setelah pasukan Tartar pergi, masyarakat tetap merasa takut akan kemungkinan mereka kembali menyerang. Oleh karena itu, penduduk berkumpul di sekitar tembok kota untuk menjaga dan mempertahankan negeri mereka. Setiap malam, Ibnu Taimiyah berkeliling di antara mereka, menguatkan hati mereka, dan menanamkan keteguhan dalam diri mereka.Kemudian, pada tahun 700 H, tersebar kabar bahwa pasukan Tartar akan kembali menyerang Syam. Ketakutan pun melanda masyarakat. Banyak pejabat, bangsawan, serta ulama yang melarikan diri. Namun, Ibnu Taimiyah tetap teguh dan duduk di masjid besar (masjid Jami’), mengobarkan semangat jihad di tengah masyarakat, melarang mereka untuk lari, dan mendorong mereka agar berinfak di jalan Allah.Ketika tersebar kabar bahwa Sultan mundur dari peperangan, Ibnu Taimiyah segera melakukan perjalanan menemuinya. Ia pergi ke Mesir untuk mendorong Sultan agar tetap berjuang dan menguatkan hatinya, serta menjanjikannya kemenangan dari Allah ‘Azza wa Jalla.Dengan nada tegas, ia berkata kepada Sultan, “Jika kalian berpaling dari Syam dan tidak melindunginya, maka kami akan mengangkat seorang pemimpin yang akan menjaganya dan mengelolanya di masa damai.” [2]Keberanian Ibnu Taimiyah semakin bersinar dalam jihadnya pada perang Syakhab tahun 702 H. Ia mengobarkan semangat jihad, menguatkan hati Sultan, para panglima, serta para tentara, dan menjanjikan mereka kemenangan. Ia mendatangi Khalifah dan Sultan secara bergantian, menyemangati mereka, dan menguatkan mental mereka.Hingga akhirnya, Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum Muslimin. Setelah kemenangan itu, kedudukan Ibnu Taimiyah semakin tinggi di mata rakyat dan para pemimpin. Semua orang menyadari keutamaan dan perannya yang besar dalam meraih kemenangan tersebut.Perang melawan kaum NasraniAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani, hal ini diceritakan oleh murid sekaligus sahabatnya, Al-Hafizh Al-Bazzar, berdasarkan kesaksian orang-orang yang melihatnya langsung. Ia berkata,“Mereka menceritakan bahwa mereka melihat keberanian luar biasa yang sulit digambarkan dengan kata-kata di dalam diri Ibnu Taimiyah dalam penaklukan ‘Akka. Mereka berkata, ‘Bahkan, beliaulah yang menjadi penyebab utama keberhasilan kaum Muslimin dalam menaklukkan kota itu, berkat tindakan dan nasihatnya.’” [3]Kemudian, di antara perjuangan Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani adalah peristiwa ketika Sultan Ghazan menguasai kota Damaskus. Saat itu, Raja Karaj datang kepadanya dan menawarkan harta yang sangat banyak sebagai imbalan agar ia diberi kesempatan untuk membantai kaum Muslimin di Damaskus.Ketika berita ini sampai kepada Ibnu Taimiyah, ia segera bangkit tanpa ragu, menyemangati kaum Muslimin, mendorong mereka untuk meraih syahid, serta menjanjikan kemenangan, keamanan, dan hilangnya ketakutan. Maka, sejumlah tokoh dan pemuka dari Damaskus berangkat bersamanya menuju Sultan Ghazan.Ketika mereka tiba di hadapan Sultan, ia bertanya, “Siapa mereka ini?”Dijawab, “Mereka adalah para pemimpin Damaskus.”Maka Sultan pun mengizinkan mereka masuk.Ibnu Taimiyah maju terlebih dahulu, dan saat Sultan Ghazan melihatnya, Allah menanamkan rasa segan yang besar dalam hatinya. Sultan segera mendekatkannya dan mempersilakannya duduk. Kemudian, Ibnu Taimiyah mulai berbicara, menolak keputusan Sultan yang hendak memberikan kekuasaan kepada Raja Karaj untuk membantai kaum Muslimin. Ia juga menjamin akan mengumpulkan harta sebagai pengganti tawaran Raja Karaj, serta mengingatkan Sultan tentang keharaman menumpahkan darah kaum Muslimin.Dengan penuh hikmah, ia menasihati dan memberi peringatan kepada Sultan Ghazan. Akhirnya, Sultan menerima nasihatnya dengan sukarela dan membatalkan rencana tersebut. Dengan demikian, berkat perjuangan Ibnu Taimiyah, darah kaum Muslimin terselamatkan, anak-anak mereka terlindungi, dan kehormatan mereka tetap terjaga. [4]Dari kisah ini, jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Nasrani tidak hanya berupa pertempuran langsung dengan pedang, tetapi juga perjuangan melalui diplomasi, yaitu dengan menggagalkan rencana mereka untuk membantai kaum Muslimin melalui persekutuan dengan pasukan Tartar.Jihad melawan Rafidhah dan para penyerangAdapun jihad Ibnu Taimiyah melawan kaum Rafidhah dan para penyerang, salah satu peristiwanya terjadi pada tahun 704 H. Saat itu, beliau terus berjuang dengan penuh keteguhan melawan penduduk pegunungan Kisrawan. Beliau mengirim surat ke berbagai wilayah Syam, mendorong umat Islam untuk memerangi mereka, serta menegaskan bahwa perang ini adalah bagian dari jihad di jalan Allah.Kemudian, beliau sendiri memimpin pasukan untuk menyerang wilayah tersebut, bersama dengan pemimpin wilayah (wakil Sultan) dan pasukan yang menyertainya. Mereka terus mengepung penduduk Kisrawan hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada mereka. [5]Setelah Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin, penduduk Kisrawan diusir, fitnah mereka dipadamkan, dan mereka dipaksa untuk mengikuti syariat Islam dalam ucapan, perbuatan, dan keyakinan.[Bersambung]Lanjut ke bagian 2***Penulis: Gazzeta Raka Putra SetyawanArtikel Muslim.or.id Catatan kaki:[1] Ibnu Taimiyyah, karya Syaikh Muhammad Abu Zuhroh, hal. 36; dengan sedikit pengubahan oleh penulis.[2] Al-Bidayah wa An Nihayah, karya Ibnu Katsir, 14: 15.[3] Al-A’lam Al-‘Aliyyah, karya Al-Hafizh Al-Bazzar, hal. 30; dengan sedikit perubahan.[4] Ibid, hal. 63-64; dengan sedikit perubahan.[5] Al-‘Uqud Ad-Durriyyah, karya Ibnu Abdi Al-Hadi, hal. 148-149; dengan sedikit perubahan.

Godaan Iblis

غواية إبليس Oleh: Asy-Syaikh Abdul Aziz as-Salman الشيخ عبدالعزيز السلمان عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «قال إبليس: وعزتك لا أبرح أغوي عبادك ما دامت أرواحهم في أجسادهم، فقال: وعزتي وجلالي لا أزال أغفر لهم ما استغفروني»، وعن الزبير رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من أحب أن تَسُرَّه صحيفته، فليُكثر فيها من الاستغفار». Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda bahwa Iblis berkata kepada Allah, “Demi kemuliaan-Mu! Sungguh aku akan terus menggoda hamba-hamba-Mu selama nyawa mereka masih dalam jasad mereka!” Kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku! Sungguh Aku akan terus mengampuni mereka selama mereka memohon ampun kepada-Ku.” وعن أبي هريرة رضي الله عنه عن الرسول صلى الله عليه وسلم قال: «إن العبد إذا أخطأ خطيئةً نُكتت في قلبه نكتة، فإن هو نزع واستغَفر صَقُلت، فإن عاد زيدَ فيها حتى تعلو قلبه، فذلك الران الذي ذكر الله تعالى: ﴿ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴾ [المطففين: 14] ». وروي عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «إن للقلوب صدأً كصدأ النحاس، وجلاؤها الاستغفار». Diriwayatkan juga dari Zubair Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَنْ أَحَبَّ أَنْ تَسُرَّهُ صَحِيْفَتُهُ، فَلْيُكْثِرْ فِيْهَا مِنَ الاسْتِغْفَارِ “Barangsiapa yang ingin dibahagiakan oleh buku catatan amalnya, maka hendaklah ia memperbanyak istigfar di dalamnya.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةً، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صَقُلَتْ، فَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ تَعَالَى كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ “Sesungguhnya apabila seorang hamba berbuat satu dosa, akan diberi satu titik hitam dalam hatinya, lalu apabila ia bertobat dan memohon ampun, maka titik hitam itu akan terhapus. Namun, jika ia mengulangi dosanya, titik itu akan ditambah hingga menutup seluruh hatinya, itulah yang disebut dengan ‘Ran’ yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang selalu mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.’ (QS. Al-Muthaffifin: 14).” ورُوي عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في مسيرة فقال: «استغفروا الله» فاستغفرنا، فقال: «أتِمُّوها سبعين مرة»، فأتْمَمناها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما من عبدٍ ولا أَمَةٍ يستغفر الله في يوم سبعين مرة، إلا غفر الله له سبعمائة ذنبٍ، وقد خاب عبد أو أمةٌ عمِل في يوم وليلة أكثر من سبعمائة ذنب». وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيده، لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء بقوم يذنبون، فيستغفرون الله تعالى فيغفر لهم»؛ رواه مسلم. وفي حديث سلمان: «فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار». Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِنَّ لِلْقُلُوبِ صَدَأً كَصَدَإِ النُّحَاسِ، وَجَلَاؤُهَا الِاسْتِغْفَارُ “Sesungguhnya hati dapat berkarat seperti berkaratnya logam, dan cara membersihkannya adalah dengan beristighfar.”  Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Beristigfarlah!” Maka kami pun beristigfar. Kemudian beliau bersabda, “Genapilah lagi hingga 70 kali!” Maka Kami pun menggenapinya. Kemudian beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah ada seorang hamba laki-laki atau perempuan yang beristighfar kepada Allah sebanyak 70 kali dalam sehari, melainkan Allah akan mengampuni baginya 700 dosa. Dan sungguh merugilah seorang hamba laki-laki atau perempuan yang melakukan dosa lebih dari 700 kali dalam sehari semalam.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ “Demi Dzat Yang Jiwaku berada di tangan-Nya! Seandainya kalian tidak melakukan dosa sedikitpun, niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan mendatangkan kaum lain yang melakukan dosa lalu mereka memohon ampun kepada Allah, sehingga Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim). Dalam hadits Salman disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار “Perbanyaklah padanya (bulan Ramadhan) dua hal yang dengannya kalian meridhai kalian, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan beristigfar. Sedangkan dua hal lain yang sangat kalian butuhkan adalah kalian memohon surga kepada-Nya dan memohon perlindungan kepada-Nya dari neraka.” فهذه الخصال الأربع المذكورة في الحديث، كلٌّ منها سبب للمغفرة والعتق من النار، فأما كلمة الإخلاص، فإنها تهدم الذنوب وتمحوها محوًا، ولا تبقي ذنبًا، ولا يسبقها عمل، وهي تعدل عتق الرقاب الذي يوجب العتق من النار، ومن أتى بها حين يصبح وحين يمسي، أعتقه الله من النار، ومن قالها خالصًا من قلبه، حرَّمه الله على النار». Empat hal yang disebutkan dalam hadis di atas, semuanya adalah sebab untuk meraih ampunan dan terbebas dari neraka. Adapun kalimat ikhlas (laa ilaha illallah), maka ia dapat menghapus seluruh dosa, sehingga tidak ada lagi dosa yang tersisa, dan tidak ada amalan lain yang lebih unggul darinya, kalimat tersebut setara dengan memerdekakan budak yang balasannya adalah dibebaskan dari neraka. Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini setiap pagi dan sore, maka Allah akan membebaskannya dari neraka, dan barang siapa yang mengucapkannya dengan tulus dari hatinya, maka Allah mengharamkannya masuk neraka. وأما كلمة الاستغفار، فمن أعظم أسباب المغفرة، فإن الاستغفار دعاء بالمغفرة، ودعاء الصائم إذا اجتمعت له الشروط، وانتفت الموانع مستجاب حال صيامه وعند فطره، وفي حديث أبي هريرة: (ويغفر الله إلا لمن أبى، قالوا: يا أبا هريرة ومن يأبى؟ قال: يأبى أن يستغفر الله). Adapun kalimat istigfar, ia merupakan salah satu sebab terbesar ampunan, karena istigfar merupakan doa agar mendapat ampunan. Begitu juga dengan doa orang yang berpuasa, apabila syarat-syarat ampunan terpenuhi dan penghalang-penghalang ampunan tidak ada, maka doanya akan mudah dikabulkan pada masa puasanya dan ketika hendak berbuka. Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Dan Allah akan memberi ampunan kecuali bagi orang yang enggan.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Hurairah! Siapa yang dianggap enggan itu?” Ia menjawab, “Orang yang enggan untuk memohon ampun kepada Allah!” وقال لقمان لابنه: يا بُني، عوِّد لسانك الاستغفار، فإن لله ساعات لا يرد فيه سائلًا، وقد جمع الله بين التوحيد والاستغفار في قوله: ﴿ فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ ﴾ [محمد: 19]، وفي بعض الآثار: أن إبليس قال: أهلكت الناس بالذنوب وأهلكوني بالاستغفار، ولا إله إلا الله. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! Biasakan lisanmu untuk beristigfar, karena Allah punya waktu-waktu yang ketika itu Dia tidak akan menolak orang yang meminta kepada-Nya.” Allah Ta’ala menghimpun antara tauhid dan permohonan ampun dalam firman-Nya:  فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ “Ketahuilah (Nabi Muhammad) bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah serta mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Terdapat atsar yang menyebutkan bahwa Iblis berkata, “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa, tapi mereka membinasakanku dengan istigfar dan ‘Laa ilaaha illallaah’!” والاستغفار ختام الأعمال الصالحة كلها، فيختم به الصلاة، والحج، والقيام في الليل، ويختم به المجالس، فإن كانت ذكرًا كان كالطابع عليها وإن كانت لغوًا، كان كفارة لها، فكذلك ينبغي أن يختتم صيام رمضان بالاستغفار يرفع ما تَخرَّق من الصيام باللغو والرفث، (ويجتهد في الإكثار من الأعمال والتقلل من شواغل الدنيا، والإقبال على الآخرة ما دام في قيد الحياة). Istigfar merupakan penutup seluruh amal saleh, amalan-amalan seperti shalat, haji, dan shalat malam ditutup dengan istigfar. Begitu juga majelis-majelis ditutup dengan istigfar, apabila majelis itu berisi zikir, maka ia bagaikan stempel baginya, dan jika majelis itu berisi senda gurau, maka ia sebagai penggugur dosa di dalamnya. Demikian pula dengan puasa Ramadhan hendaknya ditutup dengan istigfar, sehingga dapat menutup kekurangan yang ada dalam puasanya. Hendaklah seseorang juga berusaha memperbanyak amal saleh dan mengurangi kesibukan duniawi serta bersemangat menyambut akhirat, selagi ia masih hidup. ومن عظة الحسن البصري لعمر بن عبد العزيز: أما بعد، فإن الدنيا دار ظعن ليست بدار إقامة، لها في كل حين قتيل تذل مَن أعزَّها، وتُفقر مَن جَمعها، هي كالسُّم يأكله من لا يعرفه وفيه حَتفُه، فكن فيها كالمداوي جراحه، يحتمي قليلًا مَخافةَ ما يكره طويلًا، ويصبر على شدة الدواء مخافة طول الداء، فاحذَر هذه الدنيا الخداعة الغدارة الختَّالة التي قد تزيَّنت بخُدَعها، وقتلت بغرورها، وتحلَّت بآمالها وسوَّفت بخطابها، فأصبحت كالعروس المجلية، العيون إليها ناظرة والقلوب عليها والهة، وهي لأزواجها كلهم قالية، فلا الباقي بالماضي معتبر، ولا الآخر بالأول مزدجِر، فعاشق لها قد ظفر منها بحاجته، فاغترَّ وطغى، ونَسِيَ المعاد، فشغل فيها لبَّه حتى زلت به قدمُه، فعظُمت ندامته وكثُرت حسرتُه، واجتمعت عليه سكرات الموت وتألُّمه، وحسرات الفوت بغُصته، وراغب فيها لم يدرك منها ما طلب، ولم يُرح نفسه من التعب، فخرج بغير زاد وقدِم على غير مهاد؛ فاحذرها يا أمير المؤمنين، وكن أسرَّ ما تكون فيها أحذرَ لها، فإن صاحب الدنيا كلما اطمأنَّ فيها إلى سرور أشخصتْه إلى مكروهٍ وضارٍّ، وقد وصل الرخاء منها بالبلاء، وجعل البقاء إلى فناء، فسرورُها مشوبٌ بالأحزان، أمانيها كاذبة وآمالها باطلة، وصفوها كدرٌ وعيشها نكدٌ، وابن آدم فيها على خطر؛ ا. هـ. Di antara nasihat Hasan Al-Bashri untuk Umar bin Abdul Aziz disebutkan: “Amma ba’du, dunia merupakan rumah sementara bukan rumah menetap selamanya. Setiap waktu, dunia punya korbannya. Dunia akan menghinakan siapa saja yang memuliakannya, memporak-porandakan siapa saja yang menghimpunnya. Ia bagaikan racun yang dimakan oleh orang yang tidak mengetahui hakikatnya, lalu menjadi sebab kebinasaannya. Oleh sebab itu, di dunia ini jadilah seperti orang yang mengobat lukanya, menahan diri sejenak karena takut dari hal yang dibenci akan berlangsung lama dan bersabar atas pahitnya obat karena takut penyakitnya tidak kunjung sembuh. Waspadalah terhadap dunia yang pendusta, penipu, dan pengkhianat ini, yang menghiasi dirinya dengan tipu daya, membinasakan dengan muslihatnya, dan memperindah diri dengan angan-angannya, dan melalaikan dengan janji-janji manisnya, sehingga ia menjadi seperti pengantin yang anggun, mata dan hati tertuju kepadanya, tapi ia tak peduli terhadap pasangannya. Orang yang masih hidup tidak mengambil pelajaran dari yang telah pergi, dan generasi penerus tidak merasa jera atas apa yang terjadi dengan generasi pendahulu. Orang yang mencintai dunia telah meraih apa yang mereka inginkan darinya, lalu dia merasa terbuai dan berbuat sewenang-wenang, sehingga dia lupa terhadap akhirat, dia menyibukkan pikirannya dengan dunia, hingga kakinya tergelincir dan jatuh, penyesalannya menjadi begitu besar dan kerugiannya begitu banyak. Lalu sakaratul maut dan rasa sakitnya datang mengepungnya, dan penyesalan atas yang luput datang mencekik lehernya. Orang yang cinta dunia tidak dapat meraih apa yang dia inginkan, dan tidak dapat mengistirahatkan dirinya dari keletihan, sehingga dia keluar dari dunia tanpa bekal, dan dia datang ke akhirat tanpa persiapan. Oleh sebab itu, waspadalah, wahai Amirul Mu’minin! Jadilah orang yang paling bahagia di dunia dan paling waspada terhadapnya, karena penghuni dunia itu, setiap kali dia merasa tenteram dengan kebahagiaan, dia akan terbelalak oleh musibah dan keburukan. Kesejahteraan di dunia akan mengantarkan pada kesulitan, kekekalannya akan membawa kepada kefanaan, kebahagiaannya disertai dengan kesedihan, angan-angannya dusta dan harapan-harapannya palsu, kedamaiannya tetap keruh, dan kehidupannya penuh kesusahan, dan manusia di dalamnya berada dalam mara bahaya.” شعرًا: فيا أيها الناسي ليوم رحيله أراك عن الموت المفرِّق لاهيَا  ألا تَعتبر بالراحلين إلى البِلى وتركهم الدنيا جميعًا كما هيَا  ولم يُخرجوا إلا بقطنٍ وخِرقةٍ وما عمَروا مِن منزلٍ ظلَّ خاليَا  وأنت غدًا أو بعده في جوارهم وحيدًا فريدًا في المقابر ثاويَا Dalam syair disebutkan: فَيَا أَيُّهَا النَّاسِي لِيَوْمِ رَحِيْلِهِ أَرَاكَ عَنِ الْمَوتِ الْمُفَرِّقِ لَاهِيَا Wahai orang yang lupa terhadap hari kepergiannya Aku melihatmu lalai terhadap kematian yang memisahkan أَلَا تَعْتَبِرُ بِالرَّاحِلِيْنَ إِلَى البِلَى وَتَرْكِهِمُ الدُّنْيَا جَمِيْعًا كَمَا هِيَا Tidakkah kamu mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah pergi menuju keusangan dan mereka semua meninggalkan dunia yang tetap berjalan seperti biasa وَلَمْ يَخْرُجُوا إِلَا بِقُطْنٍ وَخِرْقًةٍ وَمَا عَمَرُوا مِنْ مَنْزِلٍ ظَلَّ خَالِيَا Mereka tidak keluar dari dunia kecuali hanya membawa kapas dan kain kafan Dan mereka tidak mampu memakmurkan rumah mereka yang tetap kosong وَأَنْتَ غَدًا أَوْ بَعْدَهُ فِي جِوَارِهِمْ وَحِيْدًا فَرِيْدًا فِي الْمَقَابِرِ ثَاوِيَا Sedangkan kamu entah esok atau lusa akan berada di sisi mereka Tinggal sendiri tanpa teman di alam kubur اللهم يا مَن لا تُضره المعصية ولا تنفعه الطاعة، أيقِظنا من نوم الغفلة، ونبِّهنا لاغتنام أوقات المهلة، ووفِّقنا لمصالحنا، واعصِمنا من قبائحنا وذنوبنا، ولا تؤاخذنا بما انطوت عليه ضمائرنا، وأكنَّته سرائرنا من أنواع القبائح والمعايب التي تعلمها منا، وامنُن علينا يا مولانا بتوبة تَمحو بها عنا كلَّ ذنبٍ. Ya Allah! Wahai Dzat yang tidak mendapat mudarat dari kemaksiatan dan tidak mendapat manfaat dari ketaatan! Bangunkanlah kami dari lelap kelalaian! Sadarkanlah kami untuk memanfaatkan setiap waktu kesempatan! Berilah kami taufik untuk meraih kemaslahatan kami, lindungilah kami dari keburukan dan dosa-dosa kami! Janganlah Engkau siksa kami atas apa yang tersimpan dalam hati kami, dan dirahasiakan hati kami dari berbagai bentuk kejelekan dan keburukan yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami! Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami tobat yang dengannya Engkau hapus seluruh dosa kami! اللهم انظِمنا في سلك الفائزين برضوانك، واجعلنا من المتقين الذين أعددتَ لهم فسيح جنانك، وأدخلنا برحمتك في دار أمانك، وعافنا يا مولانا في الدنيا والآخرة من جميع البلايا. Ya Allah! Tetapkanlah kami di jalan orang-orang yang beruntung meraih keridhaan-Mu, jadikanlah kami termasuk orang-orang bertakwa yang Engkau siapkan bagi mereka luasnya surga-Mu, masukkanlah kami dengan rahmat-Mu ke dalam negeri yang Sentosa (surga), dan selamatkanlah kami di dunia dan akhirat dari segala musibah! وأجْزِل لنا من مواهب فضلك وهباتك، ومتِّعنا بالنظر إلى وجهك الكريم مع الذين أنعمت عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين، واغفر لنا ولوالدينا ولجميع المسلمين الأحياء منهم والميتين برحمتك يا أرحم الراحمين، وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Ya Allah! Agungkanlah untuk kami karunia dan pemberian-Mu, dan berikanlah kami nikmat melihat wajah-Mu Yang Mulia bersama orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan dari kalangan para Nabi, Shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh! Ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum Muslimin yang masih hidup dan yang telah wafat dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih! Semoga salawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad, dan kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/غواية إبليس Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 221 times, 1 visit(s) today Post Views: 245 QRIS donasi Yufid

Godaan Iblis

غواية إبليس Oleh: Asy-Syaikh Abdul Aziz as-Salman الشيخ عبدالعزيز السلمان عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «قال إبليس: وعزتك لا أبرح أغوي عبادك ما دامت أرواحهم في أجسادهم، فقال: وعزتي وجلالي لا أزال أغفر لهم ما استغفروني»، وعن الزبير رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من أحب أن تَسُرَّه صحيفته، فليُكثر فيها من الاستغفار». Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda bahwa Iblis berkata kepada Allah, “Demi kemuliaan-Mu! Sungguh aku akan terus menggoda hamba-hamba-Mu selama nyawa mereka masih dalam jasad mereka!” Kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku! Sungguh Aku akan terus mengampuni mereka selama mereka memohon ampun kepada-Ku.” وعن أبي هريرة رضي الله عنه عن الرسول صلى الله عليه وسلم قال: «إن العبد إذا أخطأ خطيئةً نُكتت في قلبه نكتة، فإن هو نزع واستغَفر صَقُلت، فإن عاد زيدَ فيها حتى تعلو قلبه، فذلك الران الذي ذكر الله تعالى: ﴿ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴾ [المطففين: 14] ». وروي عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «إن للقلوب صدأً كصدأ النحاس، وجلاؤها الاستغفار». Diriwayatkan juga dari Zubair Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَنْ أَحَبَّ أَنْ تَسُرَّهُ صَحِيْفَتُهُ، فَلْيُكْثِرْ فِيْهَا مِنَ الاسْتِغْفَارِ “Barangsiapa yang ingin dibahagiakan oleh buku catatan amalnya, maka hendaklah ia memperbanyak istigfar di dalamnya.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةً، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صَقُلَتْ، فَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ تَعَالَى كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ “Sesungguhnya apabila seorang hamba berbuat satu dosa, akan diberi satu titik hitam dalam hatinya, lalu apabila ia bertobat dan memohon ampun, maka titik hitam itu akan terhapus. Namun, jika ia mengulangi dosanya, titik itu akan ditambah hingga menutup seluruh hatinya, itulah yang disebut dengan ‘Ran’ yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang selalu mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.’ (QS. Al-Muthaffifin: 14).” ورُوي عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في مسيرة فقال: «استغفروا الله» فاستغفرنا، فقال: «أتِمُّوها سبعين مرة»، فأتْمَمناها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما من عبدٍ ولا أَمَةٍ يستغفر الله في يوم سبعين مرة، إلا غفر الله له سبعمائة ذنبٍ، وقد خاب عبد أو أمةٌ عمِل في يوم وليلة أكثر من سبعمائة ذنب». وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيده، لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء بقوم يذنبون، فيستغفرون الله تعالى فيغفر لهم»؛ رواه مسلم. وفي حديث سلمان: «فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار». Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِنَّ لِلْقُلُوبِ صَدَأً كَصَدَإِ النُّحَاسِ، وَجَلَاؤُهَا الِاسْتِغْفَارُ “Sesungguhnya hati dapat berkarat seperti berkaratnya logam, dan cara membersihkannya adalah dengan beristighfar.”  Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Beristigfarlah!” Maka kami pun beristigfar. Kemudian beliau bersabda, “Genapilah lagi hingga 70 kali!” Maka Kami pun menggenapinya. Kemudian beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah ada seorang hamba laki-laki atau perempuan yang beristighfar kepada Allah sebanyak 70 kali dalam sehari, melainkan Allah akan mengampuni baginya 700 dosa. Dan sungguh merugilah seorang hamba laki-laki atau perempuan yang melakukan dosa lebih dari 700 kali dalam sehari semalam.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ “Demi Dzat Yang Jiwaku berada di tangan-Nya! Seandainya kalian tidak melakukan dosa sedikitpun, niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan mendatangkan kaum lain yang melakukan dosa lalu mereka memohon ampun kepada Allah, sehingga Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim). Dalam hadits Salman disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار “Perbanyaklah padanya (bulan Ramadhan) dua hal yang dengannya kalian meridhai kalian, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan beristigfar. Sedangkan dua hal lain yang sangat kalian butuhkan adalah kalian memohon surga kepada-Nya dan memohon perlindungan kepada-Nya dari neraka.” فهذه الخصال الأربع المذكورة في الحديث، كلٌّ منها سبب للمغفرة والعتق من النار، فأما كلمة الإخلاص، فإنها تهدم الذنوب وتمحوها محوًا، ولا تبقي ذنبًا، ولا يسبقها عمل، وهي تعدل عتق الرقاب الذي يوجب العتق من النار، ومن أتى بها حين يصبح وحين يمسي، أعتقه الله من النار، ومن قالها خالصًا من قلبه، حرَّمه الله على النار». Empat hal yang disebutkan dalam hadis di atas, semuanya adalah sebab untuk meraih ampunan dan terbebas dari neraka. Adapun kalimat ikhlas (laa ilaha illallah), maka ia dapat menghapus seluruh dosa, sehingga tidak ada lagi dosa yang tersisa, dan tidak ada amalan lain yang lebih unggul darinya, kalimat tersebut setara dengan memerdekakan budak yang balasannya adalah dibebaskan dari neraka. Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini setiap pagi dan sore, maka Allah akan membebaskannya dari neraka, dan barang siapa yang mengucapkannya dengan tulus dari hatinya, maka Allah mengharamkannya masuk neraka. وأما كلمة الاستغفار، فمن أعظم أسباب المغفرة، فإن الاستغفار دعاء بالمغفرة، ودعاء الصائم إذا اجتمعت له الشروط، وانتفت الموانع مستجاب حال صيامه وعند فطره، وفي حديث أبي هريرة: (ويغفر الله إلا لمن أبى، قالوا: يا أبا هريرة ومن يأبى؟ قال: يأبى أن يستغفر الله). Adapun kalimat istigfar, ia merupakan salah satu sebab terbesar ampunan, karena istigfar merupakan doa agar mendapat ampunan. Begitu juga dengan doa orang yang berpuasa, apabila syarat-syarat ampunan terpenuhi dan penghalang-penghalang ampunan tidak ada, maka doanya akan mudah dikabulkan pada masa puasanya dan ketika hendak berbuka. Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Dan Allah akan memberi ampunan kecuali bagi orang yang enggan.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Hurairah! Siapa yang dianggap enggan itu?” Ia menjawab, “Orang yang enggan untuk memohon ampun kepada Allah!” وقال لقمان لابنه: يا بُني، عوِّد لسانك الاستغفار، فإن لله ساعات لا يرد فيه سائلًا، وقد جمع الله بين التوحيد والاستغفار في قوله: ﴿ فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ ﴾ [محمد: 19]، وفي بعض الآثار: أن إبليس قال: أهلكت الناس بالذنوب وأهلكوني بالاستغفار، ولا إله إلا الله. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! Biasakan lisanmu untuk beristigfar, karena Allah punya waktu-waktu yang ketika itu Dia tidak akan menolak orang yang meminta kepada-Nya.” Allah Ta’ala menghimpun antara tauhid dan permohonan ampun dalam firman-Nya:  فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ “Ketahuilah (Nabi Muhammad) bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah serta mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Terdapat atsar yang menyebutkan bahwa Iblis berkata, “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa, tapi mereka membinasakanku dengan istigfar dan ‘Laa ilaaha illallaah’!” والاستغفار ختام الأعمال الصالحة كلها، فيختم به الصلاة، والحج، والقيام في الليل، ويختم به المجالس، فإن كانت ذكرًا كان كالطابع عليها وإن كانت لغوًا، كان كفارة لها، فكذلك ينبغي أن يختتم صيام رمضان بالاستغفار يرفع ما تَخرَّق من الصيام باللغو والرفث، (ويجتهد في الإكثار من الأعمال والتقلل من شواغل الدنيا، والإقبال على الآخرة ما دام في قيد الحياة). Istigfar merupakan penutup seluruh amal saleh, amalan-amalan seperti shalat, haji, dan shalat malam ditutup dengan istigfar. Begitu juga majelis-majelis ditutup dengan istigfar, apabila majelis itu berisi zikir, maka ia bagaikan stempel baginya, dan jika majelis itu berisi senda gurau, maka ia sebagai penggugur dosa di dalamnya. Demikian pula dengan puasa Ramadhan hendaknya ditutup dengan istigfar, sehingga dapat menutup kekurangan yang ada dalam puasanya. Hendaklah seseorang juga berusaha memperbanyak amal saleh dan mengurangi kesibukan duniawi serta bersemangat menyambut akhirat, selagi ia masih hidup. ومن عظة الحسن البصري لعمر بن عبد العزيز: أما بعد، فإن الدنيا دار ظعن ليست بدار إقامة، لها في كل حين قتيل تذل مَن أعزَّها، وتُفقر مَن جَمعها، هي كالسُّم يأكله من لا يعرفه وفيه حَتفُه، فكن فيها كالمداوي جراحه، يحتمي قليلًا مَخافةَ ما يكره طويلًا، ويصبر على شدة الدواء مخافة طول الداء، فاحذَر هذه الدنيا الخداعة الغدارة الختَّالة التي قد تزيَّنت بخُدَعها، وقتلت بغرورها، وتحلَّت بآمالها وسوَّفت بخطابها، فأصبحت كالعروس المجلية، العيون إليها ناظرة والقلوب عليها والهة، وهي لأزواجها كلهم قالية، فلا الباقي بالماضي معتبر، ولا الآخر بالأول مزدجِر، فعاشق لها قد ظفر منها بحاجته، فاغترَّ وطغى، ونَسِيَ المعاد، فشغل فيها لبَّه حتى زلت به قدمُه، فعظُمت ندامته وكثُرت حسرتُه، واجتمعت عليه سكرات الموت وتألُّمه، وحسرات الفوت بغُصته، وراغب فيها لم يدرك منها ما طلب، ولم يُرح نفسه من التعب، فخرج بغير زاد وقدِم على غير مهاد؛ فاحذرها يا أمير المؤمنين، وكن أسرَّ ما تكون فيها أحذرَ لها، فإن صاحب الدنيا كلما اطمأنَّ فيها إلى سرور أشخصتْه إلى مكروهٍ وضارٍّ، وقد وصل الرخاء منها بالبلاء، وجعل البقاء إلى فناء، فسرورُها مشوبٌ بالأحزان، أمانيها كاذبة وآمالها باطلة، وصفوها كدرٌ وعيشها نكدٌ، وابن آدم فيها على خطر؛ ا. هـ. Di antara nasihat Hasan Al-Bashri untuk Umar bin Abdul Aziz disebutkan: “Amma ba’du, dunia merupakan rumah sementara bukan rumah menetap selamanya. Setiap waktu, dunia punya korbannya. Dunia akan menghinakan siapa saja yang memuliakannya, memporak-porandakan siapa saja yang menghimpunnya. Ia bagaikan racun yang dimakan oleh orang yang tidak mengetahui hakikatnya, lalu menjadi sebab kebinasaannya. Oleh sebab itu, di dunia ini jadilah seperti orang yang mengobat lukanya, menahan diri sejenak karena takut dari hal yang dibenci akan berlangsung lama dan bersabar atas pahitnya obat karena takut penyakitnya tidak kunjung sembuh. Waspadalah terhadap dunia yang pendusta, penipu, dan pengkhianat ini, yang menghiasi dirinya dengan tipu daya, membinasakan dengan muslihatnya, dan memperindah diri dengan angan-angannya, dan melalaikan dengan janji-janji manisnya, sehingga ia menjadi seperti pengantin yang anggun, mata dan hati tertuju kepadanya, tapi ia tak peduli terhadap pasangannya. Orang yang masih hidup tidak mengambil pelajaran dari yang telah pergi, dan generasi penerus tidak merasa jera atas apa yang terjadi dengan generasi pendahulu. Orang yang mencintai dunia telah meraih apa yang mereka inginkan darinya, lalu dia merasa terbuai dan berbuat sewenang-wenang, sehingga dia lupa terhadap akhirat, dia menyibukkan pikirannya dengan dunia, hingga kakinya tergelincir dan jatuh, penyesalannya menjadi begitu besar dan kerugiannya begitu banyak. Lalu sakaratul maut dan rasa sakitnya datang mengepungnya, dan penyesalan atas yang luput datang mencekik lehernya. Orang yang cinta dunia tidak dapat meraih apa yang dia inginkan, dan tidak dapat mengistirahatkan dirinya dari keletihan, sehingga dia keluar dari dunia tanpa bekal, dan dia datang ke akhirat tanpa persiapan. Oleh sebab itu, waspadalah, wahai Amirul Mu’minin! Jadilah orang yang paling bahagia di dunia dan paling waspada terhadapnya, karena penghuni dunia itu, setiap kali dia merasa tenteram dengan kebahagiaan, dia akan terbelalak oleh musibah dan keburukan. Kesejahteraan di dunia akan mengantarkan pada kesulitan, kekekalannya akan membawa kepada kefanaan, kebahagiaannya disertai dengan kesedihan, angan-angannya dusta dan harapan-harapannya palsu, kedamaiannya tetap keruh, dan kehidupannya penuh kesusahan, dan manusia di dalamnya berada dalam mara bahaya.” شعرًا: فيا أيها الناسي ليوم رحيله أراك عن الموت المفرِّق لاهيَا  ألا تَعتبر بالراحلين إلى البِلى وتركهم الدنيا جميعًا كما هيَا  ولم يُخرجوا إلا بقطنٍ وخِرقةٍ وما عمَروا مِن منزلٍ ظلَّ خاليَا  وأنت غدًا أو بعده في جوارهم وحيدًا فريدًا في المقابر ثاويَا Dalam syair disebutkan: فَيَا أَيُّهَا النَّاسِي لِيَوْمِ رَحِيْلِهِ أَرَاكَ عَنِ الْمَوتِ الْمُفَرِّقِ لَاهِيَا Wahai orang yang lupa terhadap hari kepergiannya Aku melihatmu lalai terhadap kematian yang memisahkan أَلَا تَعْتَبِرُ بِالرَّاحِلِيْنَ إِلَى البِلَى وَتَرْكِهِمُ الدُّنْيَا جَمِيْعًا كَمَا هِيَا Tidakkah kamu mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah pergi menuju keusangan dan mereka semua meninggalkan dunia yang tetap berjalan seperti biasa وَلَمْ يَخْرُجُوا إِلَا بِقُطْنٍ وَخِرْقًةٍ وَمَا عَمَرُوا مِنْ مَنْزِلٍ ظَلَّ خَالِيَا Mereka tidak keluar dari dunia kecuali hanya membawa kapas dan kain kafan Dan mereka tidak mampu memakmurkan rumah mereka yang tetap kosong وَأَنْتَ غَدًا أَوْ بَعْدَهُ فِي جِوَارِهِمْ وَحِيْدًا فَرِيْدًا فِي الْمَقَابِرِ ثَاوِيَا Sedangkan kamu entah esok atau lusa akan berada di sisi mereka Tinggal sendiri tanpa teman di alam kubur اللهم يا مَن لا تُضره المعصية ولا تنفعه الطاعة، أيقِظنا من نوم الغفلة، ونبِّهنا لاغتنام أوقات المهلة، ووفِّقنا لمصالحنا، واعصِمنا من قبائحنا وذنوبنا، ولا تؤاخذنا بما انطوت عليه ضمائرنا، وأكنَّته سرائرنا من أنواع القبائح والمعايب التي تعلمها منا، وامنُن علينا يا مولانا بتوبة تَمحو بها عنا كلَّ ذنبٍ. Ya Allah! Wahai Dzat yang tidak mendapat mudarat dari kemaksiatan dan tidak mendapat manfaat dari ketaatan! Bangunkanlah kami dari lelap kelalaian! Sadarkanlah kami untuk memanfaatkan setiap waktu kesempatan! Berilah kami taufik untuk meraih kemaslahatan kami, lindungilah kami dari keburukan dan dosa-dosa kami! Janganlah Engkau siksa kami atas apa yang tersimpan dalam hati kami, dan dirahasiakan hati kami dari berbagai bentuk kejelekan dan keburukan yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami! Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami tobat yang dengannya Engkau hapus seluruh dosa kami! اللهم انظِمنا في سلك الفائزين برضوانك، واجعلنا من المتقين الذين أعددتَ لهم فسيح جنانك، وأدخلنا برحمتك في دار أمانك، وعافنا يا مولانا في الدنيا والآخرة من جميع البلايا. Ya Allah! Tetapkanlah kami di jalan orang-orang yang beruntung meraih keridhaan-Mu, jadikanlah kami termasuk orang-orang bertakwa yang Engkau siapkan bagi mereka luasnya surga-Mu, masukkanlah kami dengan rahmat-Mu ke dalam negeri yang Sentosa (surga), dan selamatkanlah kami di dunia dan akhirat dari segala musibah! وأجْزِل لنا من مواهب فضلك وهباتك، ومتِّعنا بالنظر إلى وجهك الكريم مع الذين أنعمت عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين، واغفر لنا ولوالدينا ولجميع المسلمين الأحياء منهم والميتين برحمتك يا أرحم الراحمين، وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Ya Allah! Agungkanlah untuk kami karunia dan pemberian-Mu, dan berikanlah kami nikmat melihat wajah-Mu Yang Mulia bersama orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan dari kalangan para Nabi, Shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh! Ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum Muslimin yang masih hidup dan yang telah wafat dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih! Semoga salawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad, dan kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/غواية إبليس Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 221 times, 1 visit(s) today Post Views: 245 QRIS donasi Yufid
غواية إبليس Oleh: Asy-Syaikh Abdul Aziz as-Salman الشيخ عبدالعزيز السلمان عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «قال إبليس: وعزتك لا أبرح أغوي عبادك ما دامت أرواحهم في أجسادهم، فقال: وعزتي وجلالي لا أزال أغفر لهم ما استغفروني»، وعن الزبير رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من أحب أن تَسُرَّه صحيفته، فليُكثر فيها من الاستغفار». Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda bahwa Iblis berkata kepada Allah, “Demi kemuliaan-Mu! Sungguh aku akan terus menggoda hamba-hamba-Mu selama nyawa mereka masih dalam jasad mereka!” Kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku! Sungguh Aku akan terus mengampuni mereka selama mereka memohon ampun kepada-Ku.” وعن أبي هريرة رضي الله عنه عن الرسول صلى الله عليه وسلم قال: «إن العبد إذا أخطأ خطيئةً نُكتت في قلبه نكتة، فإن هو نزع واستغَفر صَقُلت، فإن عاد زيدَ فيها حتى تعلو قلبه، فذلك الران الذي ذكر الله تعالى: ﴿ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴾ [المطففين: 14] ». وروي عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «إن للقلوب صدأً كصدأ النحاس، وجلاؤها الاستغفار». Diriwayatkan juga dari Zubair Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَنْ أَحَبَّ أَنْ تَسُرَّهُ صَحِيْفَتُهُ، فَلْيُكْثِرْ فِيْهَا مِنَ الاسْتِغْفَارِ “Barangsiapa yang ingin dibahagiakan oleh buku catatan amalnya, maka hendaklah ia memperbanyak istigfar di dalamnya.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةً، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صَقُلَتْ، فَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ تَعَالَى كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ “Sesungguhnya apabila seorang hamba berbuat satu dosa, akan diberi satu titik hitam dalam hatinya, lalu apabila ia bertobat dan memohon ampun, maka titik hitam itu akan terhapus. Namun, jika ia mengulangi dosanya, titik itu akan ditambah hingga menutup seluruh hatinya, itulah yang disebut dengan ‘Ran’ yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang selalu mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.’ (QS. Al-Muthaffifin: 14).” ورُوي عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في مسيرة فقال: «استغفروا الله» فاستغفرنا، فقال: «أتِمُّوها سبعين مرة»، فأتْمَمناها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما من عبدٍ ولا أَمَةٍ يستغفر الله في يوم سبعين مرة، إلا غفر الله له سبعمائة ذنبٍ، وقد خاب عبد أو أمةٌ عمِل في يوم وليلة أكثر من سبعمائة ذنب». وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيده، لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء بقوم يذنبون، فيستغفرون الله تعالى فيغفر لهم»؛ رواه مسلم. وفي حديث سلمان: «فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار». Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِنَّ لِلْقُلُوبِ صَدَأً كَصَدَإِ النُّحَاسِ، وَجَلَاؤُهَا الِاسْتِغْفَارُ “Sesungguhnya hati dapat berkarat seperti berkaratnya logam, dan cara membersihkannya adalah dengan beristighfar.”  Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Beristigfarlah!” Maka kami pun beristigfar. Kemudian beliau bersabda, “Genapilah lagi hingga 70 kali!” Maka Kami pun menggenapinya. Kemudian beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah ada seorang hamba laki-laki atau perempuan yang beristighfar kepada Allah sebanyak 70 kali dalam sehari, melainkan Allah akan mengampuni baginya 700 dosa. Dan sungguh merugilah seorang hamba laki-laki atau perempuan yang melakukan dosa lebih dari 700 kali dalam sehari semalam.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ “Demi Dzat Yang Jiwaku berada di tangan-Nya! Seandainya kalian tidak melakukan dosa sedikitpun, niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan mendatangkan kaum lain yang melakukan dosa lalu mereka memohon ampun kepada Allah, sehingga Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim). Dalam hadits Salman disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار “Perbanyaklah padanya (bulan Ramadhan) dua hal yang dengannya kalian meridhai kalian, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan beristigfar. Sedangkan dua hal lain yang sangat kalian butuhkan adalah kalian memohon surga kepada-Nya dan memohon perlindungan kepada-Nya dari neraka.” فهذه الخصال الأربع المذكورة في الحديث، كلٌّ منها سبب للمغفرة والعتق من النار، فأما كلمة الإخلاص، فإنها تهدم الذنوب وتمحوها محوًا، ولا تبقي ذنبًا، ولا يسبقها عمل، وهي تعدل عتق الرقاب الذي يوجب العتق من النار، ومن أتى بها حين يصبح وحين يمسي، أعتقه الله من النار، ومن قالها خالصًا من قلبه، حرَّمه الله على النار». Empat hal yang disebutkan dalam hadis di atas, semuanya adalah sebab untuk meraih ampunan dan terbebas dari neraka. Adapun kalimat ikhlas (laa ilaha illallah), maka ia dapat menghapus seluruh dosa, sehingga tidak ada lagi dosa yang tersisa, dan tidak ada amalan lain yang lebih unggul darinya, kalimat tersebut setara dengan memerdekakan budak yang balasannya adalah dibebaskan dari neraka. Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini setiap pagi dan sore, maka Allah akan membebaskannya dari neraka, dan barang siapa yang mengucapkannya dengan tulus dari hatinya, maka Allah mengharamkannya masuk neraka. وأما كلمة الاستغفار، فمن أعظم أسباب المغفرة، فإن الاستغفار دعاء بالمغفرة، ودعاء الصائم إذا اجتمعت له الشروط، وانتفت الموانع مستجاب حال صيامه وعند فطره، وفي حديث أبي هريرة: (ويغفر الله إلا لمن أبى، قالوا: يا أبا هريرة ومن يأبى؟ قال: يأبى أن يستغفر الله). Adapun kalimat istigfar, ia merupakan salah satu sebab terbesar ampunan, karena istigfar merupakan doa agar mendapat ampunan. Begitu juga dengan doa orang yang berpuasa, apabila syarat-syarat ampunan terpenuhi dan penghalang-penghalang ampunan tidak ada, maka doanya akan mudah dikabulkan pada masa puasanya dan ketika hendak berbuka. Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Dan Allah akan memberi ampunan kecuali bagi orang yang enggan.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Hurairah! Siapa yang dianggap enggan itu?” Ia menjawab, “Orang yang enggan untuk memohon ampun kepada Allah!” وقال لقمان لابنه: يا بُني، عوِّد لسانك الاستغفار، فإن لله ساعات لا يرد فيه سائلًا، وقد جمع الله بين التوحيد والاستغفار في قوله: ﴿ فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ ﴾ [محمد: 19]، وفي بعض الآثار: أن إبليس قال: أهلكت الناس بالذنوب وأهلكوني بالاستغفار، ولا إله إلا الله. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! Biasakan lisanmu untuk beristigfar, karena Allah punya waktu-waktu yang ketika itu Dia tidak akan menolak orang yang meminta kepada-Nya.” Allah Ta’ala menghimpun antara tauhid dan permohonan ampun dalam firman-Nya:  فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ “Ketahuilah (Nabi Muhammad) bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah serta mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Terdapat atsar yang menyebutkan bahwa Iblis berkata, “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa, tapi mereka membinasakanku dengan istigfar dan ‘Laa ilaaha illallaah’!” والاستغفار ختام الأعمال الصالحة كلها، فيختم به الصلاة، والحج، والقيام في الليل، ويختم به المجالس، فإن كانت ذكرًا كان كالطابع عليها وإن كانت لغوًا، كان كفارة لها، فكذلك ينبغي أن يختتم صيام رمضان بالاستغفار يرفع ما تَخرَّق من الصيام باللغو والرفث، (ويجتهد في الإكثار من الأعمال والتقلل من شواغل الدنيا، والإقبال على الآخرة ما دام في قيد الحياة). Istigfar merupakan penutup seluruh amal saleh, amalan-amalan seperti shalat, haji, dan shalat malam ditutup dengan istigfar. Begitu juga majelis-majelis ditutup dengan istigfar, apabila majelis itu berisi zikir, maka ia bagaikan stempel baginya, dan jika majelis itu berisi senda gurau, maka ia sebagai penggugur dosa di dalamnya. Demikian pula dengan puasa Ramadhan hendaknya ditutup dengan istigfar, sehingga dapat menutup kekurangan yang ada dalam puasanya. Hendaklah seseorang juga berusaha memperbanyak amal saleh dan mengurangi kesibukan duniawi serta bersemangat menyambut akhirat, selagi ia masih hidup. ومن عظة الحسن البصري لعمر بن عبد العزيز: أما بعد، فإن الدنيا دار ظعن ليست بدار إقامة، لها في كل حين قتيل تذل مَن أعزَّها، وتُفقر مَن جَمعها، هي كالسُّم يأكله من لا يعرفه وفيه حَتفُه، فكن فيها كالمداوي جراحه، يحتمي قليلًا مَخافةَ ما يكره طويلًا، ويصبر على شدة الدواء مخافة طول الداء، فاحذَر هذه الدنيا الخداعة الغدارة الختَّالة التي قد تزيَّنت بخُدَعها، وقتلت بغرورها، وتحلَّت بآمالها وسوَّفت بخطابها، فأصبحت كالعروس المجلية، العيون إليها ناظرة والقلوب عليها والهة، وهي لأزواجها كلهم قالية، فلا الباقي بالماضي معتبر، ولا الآخر بالأول مزدجِر، فعاشق لها قد ظفر منها بحاجته، فاغترَّ وطغى، ونَسِيَ المعاد، فشغل فيها لبَّه حتى زلت به قدمُه، فعظُمت ندامته وكثُرت حسرتُه، واجتمعت عليه سكرات الموت وتألُّمه، وحسرات الفوت بغُصته، وراغب فيها لم يدرك منها ما طلب، ولم يُرح نفسه من التعب، فخرج بغير زاد وقدِم على غير مهاد؛ فاحذرها يا أمير المؤمنين، وكن أسرَّ ما تكون فيها أحذرَ لها، فإن صاحب الدنيا كلما اطمأنَّ فيها إلى سرور أشخصتْه إلى مكروهٍ وضارٍّ، وقد وصل الرخاء منها بالبلاء، وجعل البقاء إلى فناء، فسرورُها مشوبٌ بالأحزان، أمانيها كاذبة وآمالها باطلة، وصفوها كدرٌ وعيشها نكدٌ، وابن آدم فيها على خطر؛ ا. هـ. Di antara nasihat Hasan Al-Bashri untuk Umar bin Abdul Aziz disebutkan: “Amma ba’du, dunia merupakan rumah sementara bukan rumah menetap selamanya. Setiap waktu, dunia punya korbannya. Dunia akan menghinakan siapa saja yang memuliakannya, memporak-porandakan siapa saja yang menghimpunnya. Ia bagaikan racun yang dimakan oleh orang yang tidak mengetahui hakikatnya, lalu menjadi sebab kebinasaannya. Oleh sebab itu, di dunia ini jadilah seperti orang yang mengobat lukanya, menahan diri sejenak karena takut dari hal yang dibenci akan berlangsung lama dan bersabar atas pahitnya obat karena takut penyakitnya tidak kunjung sembuh. Waspadalah terhadap dunia yang pendusta, penipu, dan pengkhianat ini, yang menghiasi dirinya dengan tipu daya, membinasakan dengan muslihatnya, dan memperindah diri dengan angan-angannya, dan melalaikan dengan janji-janji manisnya, sehingga ia menjadi seperti pengantin yang anggun, mata dan hati tertuju kepadanya, tapi ia tak peduli terhadap pasangannya. Orang yang masih hidup tidak mengambil pelajaran dari yang telah pergi, dan generasi penerus tidak merasa jera atas apa yang terjadi dengan generasi pendahulu. Orang yang mencintai dunia telah meraih apa yang mereka inginkan darinya, lalu dia merasa terbuai dan berbuat sewenang-wenang, sehingga dia lupa terhadap akhirat, dia menyibukkan pikirannya dengan dunia, hingga kakinya tergelincir dan jatuh, penyesalannya menjadi begitu besar dan kerugiannya begitu banyak. Lalu sakaratul maut dan rasa sakitnya datang mengepungnya, dan penyesalan atas yang luput datang mencekik lehernya. Orang yang cinta dunia tidak dapat meraih apa yang dia inginkan, dan tidak dapat mengistirahatkan dirinya dari keletihan, sehingga dia keluar dari dunia tanpa bekal, dan dia datang ke akhirat tanpa persiapan. Oleh sebab itu, waspadalah, wahai Amirul Mu’minin! Jadilah orang yang paling bahagia di dunia dan paling waspada terhadapnya, karena penghuni dunia itu, setiap kali dia merasa tenteram dengan kebahagiaan, dia akan terbelalak oleh musibah dan keburukan. Kesejahteraan di dunia akan mengantarkan pada kesulitan, kekekalannya akan membawa kepada kefanaan, kebahagiaannya disertai dengan kesedihan, angan-angannya dusta dan harapan-harapannya palsu, kedamaiannya tetap keruh, dan kehidupannya penuh kesusahan, dan manusia di dalamnya berada dalam mara bahaya.” شعرًا: فيا أيها الناسي ليوم رحيله أراك عن الموت المفرِّق لاهيَا  ألا تَعتبر بالراحلين إلى البِلى وتركهم الدنيا جميعًا كما هيَا  ولم يُخرجوا إلا بقطنٍ وخِرقةٍ وما عمَروا مِن منزلٍ ظلَّ خاليَا  وأنت غدًا أو بعده في جوارهم وحيدًا فريدًا في المقابر ثاويَا Dalam syair disebutkan: فَيَا أَيُّهَا النَّاسِي لِيَوْمِ رَحِيْلِهِ أَرَاكَ عَنِ الْمَوتِ الْمُفَرِّقِ لَاهِيَا Wahai orang yang lupa terhadap hari kepergiannya Aku melihatmu lalai terhadap kematian yang memisahkan أَلَا تَعْتَبِرُ بِالرَّاحِلِيْنَ إِلَى البِلَى وَتَرْكِهِمُ الدُّنْيَا جَمِيْعًا كَمَا هِيَا Tidakkah kamu mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah pergi menuju keusangan dan mereka semua meninggalkan dunia yang tetap berjalan seperti biasa وَلَمْ يَخْرُجُوا إِلَا بِقُطْنٍ وَخِرْقًةٍ وَمَا عَمَرُوا مِنْ مَنْزِلٍ ظَلَّ خَالِيَا Mereka tidak keluar dari dunia kecuali hanya membawa kapas dan kain kafan Dan mereka tidak mampu memakmurkan rumah mereka yang tetap kosong وَأَنْتَ غَدًا أَوْ بَعْدَهُ فِي جِوَارِهِمْ وَحِيْدًا فَرِيْدًا فِي الْمَقَابِرِ ثَاوِيَا Sedangkan kamu entah esok atau lusa akan berada di sisi mereka Tinggal sendiri tanpa teman di alam kubur اللهم يا مَن لا تُضره المعصية ولا تنفعه الطاعة، أيقِظنا من نوم الغفلة، ونبِّهنا لاغتنام أوقات المهلة، ووفِّقنا لمصالحنا، واعصِمنا من قبائحنا وذنوبنا، ولا تؤاخذنا بما انطوت عليه ضمائرنا، وأكنَّته سرائرنا من أنواع القبائح والمعايب التي تعلمها منا، وامنُن علينا يا مولانا بتوبة تَمحو بها عنا كلَّ ذنبٍ. Ya Allah! Wahai Dzat yang tidak mendapat mudarat dari kemaksiatan dan tidak mendapat manfaat dari ketaatan! Bangunkanlah kami dari lelap kelalaian! Sadarkanlah kami untuk memanfaatkan setiap waktu kesempatan! Berilah kami taufik untuk meraih kemaslahatan kami, lindungilah kami dari keburukan dan dosa-dosa kami! Janganlah Engkau siksa kami atas apa yang tersimpan dalam hati kami, dan dirahasiakan hati kami dari berbagai bentuk kejelekan dan keburukan yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami! Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami tobat yang dengannya Engkau hapus seluruh dosa kami! اللهم انظِمنا في سلك الفائزين برضوانك، واجعلنا من المتقين الذين أعددتَ لهم فسيح جنانك، وأدخلنا برحمتك في دار أمانك، وعافنا يا مولانا في الدنيا والآخرة من جميع البلايا. Ya Allah! Tetapkanlah kami di jalan orang-orang yang beruntung meraih keridhaan-Mu, jadikanlah kami termasuk orang-orang bertakwa yang Engkau siapkan bagi mereka luasnya surga-Mu, masukkanlah kami dengan rahmat-Mu ke dalam negeri yang Sentosa (surga), dan selamatkanlah kami di dunia dan akhirat dari segala musibah! وأجْزِل لنا من مواهب فضلك وهباتك، ومتِّعنا بالنظر إلى وجهك الكريم مع الذين أنعمت عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين، واغفر لنا ولوالدينا ولجميع المسلمين الأحياء منهم والميتين برحمتك يا أرحم الراحمين، وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Ya Allah! Agungkanlah untuk kami karunia dan pemberian-Mu, dan berikanlah kami nikmat melihat wajah-Mu Yang Mulia bersama orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan dari kalangan para Nabi, Shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh! Ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum Muslimin yang masih hidup dan yang telah wafat dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih! Semoga salawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad, dan kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/غواية إبليس Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 221 times, 1 visit(s) today Post Views: 245 QRIS donasi Yufid


غواية إبليس Oleh: Asy-Syaikh Abdul Aziz as-Salman الشيخ عبدالعزيز السلمان عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «قال إبليس: وعزتك لا أبرح أغوي عبادك ما دامت أرواحهم في أجسادهم، فقال: وعزتي وجلالي لا أزال أغفر لهم ما استغفروني»، وعن الزبير رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من أحب أن تَسُرَّه صحيفته، فليُكثر فيها من الاستغفار». Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda bahwa Iblis berkata kepada Allah, “Demi kemuliaan-Mu! Sungguh aku akan terus menggoda hamba-hamba-Mu selama nyawa mereka masih dalam jasad mereka!” Kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku! Sungguh Aku akan terus mengampuni mereka selama mereka memohon ampun kepada-Ku.” وعن أبي هريرة رضي الله عنه عن الرسول صلى الله عليه وسلم قال: «إن العبد إذا أخطأ خطيئةً نُكتت في قلبه نكتة، فإن هو نزع واستغَفر صَقُلت، فإن عاد زيدَ فيها حتى تعلو قلبه، فذلك الران الذي ذكر الله تعالى: ﴿ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴾ [المطففين: 14] ». وروي عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «إن للقلوب صدأً كصدأ النحاس، وجلاؤها الاستغفار». Diriwayatkan juga dari Zubair Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَنْ أَحَبَّ أَنْ تَسُرَّهُ صَحِيْفَتُهُ، فَلْيُكْثِرْ فِيْهَا مِنَ الاسْتِغْفَارِ “Barangsiapa yang ingin dibahagiakan oleh buku catatan amalnya, maka hendaklah ia memperbanyak istigfar di dalamnya.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةً، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صَقُلَتْ، فَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ تَعَالَى كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ “Sesungguhnya apabila seorang hamba berbuat satu dosa, akan diberi satu titik hitam dalam hatinya, lalu apabila ia bertobat dan memohon ampun, maka titik hitam itu akan terhapus. Namun, jika ia mengulangi dosanya, titik itu akan ditambah hingga menutup seluruh hatinya, itulah yang disebut dengan ‘Ran’ yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang selalu mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.’ (QS. Al-Muthaffifin: 14).” ورُوي عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في مسيرة فقال: «استغفروا الله» فاستغفرنا، فقال: «أتِمُّوها سبعين مرة»، فأتْمَمناها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما من عبدٍ ولا أَمَةٍ يستغفر الله في يوم سبعين مرة، إلا غفر الله له سبعمائة ذنبٍ، وقد خاب عبد أو أمةٌ عمِل في يوم وليلة أكثر من سبعمائة ذنب». وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «والذي نفسي بيده، لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء بقوم يذنبون، فيستغفرون الله تعالى فيغفر لهم»؛ رواه مسلم. وفي حديث سلمان: «فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار». Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِنَّ لِلْقُلُوبِ صَدَأً كَصَدَإِ النُّحَاسِ، وَجَلَاؤُهَا الِاسْتِغْفَارُ “Sesungguhnya hati dapat berkarat seperti berkaratnya logam, dan cara membersihkannya adalah dengan beristighfar.”  Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Beristigfarlah!” Maka kami pun beristigfar. Kemudian beliau bersabda, “Genapilah lagi hingga 70 kali!” Maka Kami pun menggenapinya. Kemudian beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah ada seorang hamba laki-laki atau perempuan yang beristighfar kepada Allah sebanyak 70 kali dalam sehari, melainkan Allah akan mengampuni baginya 700 dosa. Dan sungguh merugilah seorang hamba laki-laki atau perempuan yang melakukan dosa lebih dari 700 kali dalam sehari semalam.”  Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ “Demi Dzat Yang Jiwaku berada di tangan-Nya! Seandainya kalian tidak melakukan dosa sedikitpun, niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan mendatangkan kaum lain yang melakukan dosa lalu mereka memohon ampun kepada Allah, sehingga Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim). Dalam hadits Salman disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: فاستكثِروا فيه من خصلتين ترضون بهما ربكم، فشهادة أن لا إله إلا الله، والاستغفار، وأما التي لا غنى بكم عنهما، فتسألونه الجنة، وتعوذون به من النار “Perbanyaklah padanya (bulan Ramadhan) dua hal yang dengannya kalian meridhai kalian, yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan beristigfar. Sedangkan dua hal lain yang sangat kalian butuhkan adalah kalian memohon surga kepada-Nya dan memohon perlindungan kepada-Nya dari neraka.” فهذه الخصال الأربع المذكورة في الحديث، كلٌّ منها سبب للمغفرة والعتق من النار، فأما كلمة الإخلاص، فإنها تهدم الذنوب وتمحوها محوًا، ولا تبقي ذنبًا، ولا يسبقها عمل، وهي تعدل عتق الرقاب الذي يوجب العتق من النار، ومن أتى بها حين يصبح وحين يمسي، أعتقه الله من النار، ومن قالها خالصًا من قلبه، حرَّمه الله على النار». Empat hal yang disebutkan dalam hadis di atas, semuanya adalah sebab untuk meraih ampunan dan terbebas dari neraka. Adapun kalimat ikhlas (laa ilaha illallah), maka ia dapat menghapus seluruh dosa, sehingga tidak ada lagi dosa yang tersisa, dan tidak ada amalan lain yang lebih unggul darinya, kalimat tersebut setara dengan memerdekakan budak yang balasannya adalah dibebaskan dari neraka. Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini setiap pagi dan sore, maka Allah akan membebaskannya dari neraka, dan barang siapa yang mengucapkannya dengan tulus dari hatinya, maka Allah mengharamkannya masuk neraka. وأما كلمة الاستغفار، فمن أعظم أسباب المغفرة، فإن الاستغفار دعاء بالمغفرة، ودعاء الصائم إذا اجتمعت له الشروط، وانتفت الموانع مستجاب حال صيامه وعند فطره، وفي حديث أبي هريرة: (ويغفر الله إلا لمن أبى، قالوا: يا أبا هريرة ومن يأبى؟ قال: يأبى أن يستغفر الله). Adapun kalimat istigfar, ia merupakan salah satu sebab terbesar ampunan, karena istigfar merupakan doa agar mendapat ampunan. Begitu juga dengan doa orang yang berpuasa, apabila syarat-syarat ampunan terpenuhi dan penghalang-penghalang ampunan tidak ada, maka doanya akan mudah dikabulkan pada masa puasanya dan ketika hendak berbuka. Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Dan Allah akan memberi ampunan kecuali bagi orang yang enggan.” Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Hurairah! Siapa yang dianggap enggan itu?” Ia menjawab, “Orang yang enggan untuk memohon ampun kepada Allah!” وقال لقمان لابنه: يا بُني، عوِّد لسانك الاستغفار، فإن لله ساعات لا يرد فيه سائلًا، وقد جمع الله بين التوحيد والاستغفار في قوله: ﴿ فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ ﴾ [محمد: 19]، وفي بعض الآثار: أن إبليس قال: أهلكت الناس بالذنوب وأهلكوني بالاستغفار، ولا إله إلا الله. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! Biasakan lisanmu untuk beristigfar, karena Allah punya waktu-waktu yang ketika itu Dia tidak akan menolak orang yang meminta kepada-Nya.” Allah Ta’ala menghimpun antara tauhid dan permohonan ampun dalam firman-Nya:  فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ “Ketahuilah (Nabi Muhammad) bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah serta mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Terdapat atsar yang menyebutkan bahwa Iblis berkata, “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa, tapi mereka membinasakanku dengan istigfar dan ‘Laa ilaaha illallaah’!” والاستغفار ختام الأعمال الصالحة كلها، فيختم به الصلاة، والحج، والقيام في الليل، ويختم به المجالس، فإن كانت ذكرًا كان كالطابع عليها وإن كانت لغوًا، كان كفارة لها، فكذلك ينبغي أن يختتم صيام رمضان بالاستغفار يرفع ما تَخرَّق من الصيام باللغو والرفث، (ويجتهد في الإكثار من الأعمال والتقلل من شواغل الدنيا، والإقبال على الآخرة ما دام في قيد الحياة). Istigfar merupakan penutup seluruh amal saleh, amalan-amalan seperti shalat, haji, dan shalat malam ditutup dengan istigfar. Begitu juga majelis-majelis ditutup dengan istigfar, apabila majelis itu berisi zikir, maka ia bagaikan stempel baginya, dan jika majelis itu berisi senda gurau, maka ia sebagai penggugur dosa di dalamnya. Demikian pula dengan puasa Ramadhan hendaknya ditutup dengan istigfar, sehingga dapat menutup kekurangan yang ada dalam puasanya. Hendaklah seseorang juga berusaha memperbanyak amal saleh dan mengurangi kesibukan duniawi serta bersemangat menyambut akhirat, selagi ia masih hidup. ومن عظة الحسن البصري لعمر بن عبد العزيز: أما بعد، فإن الدنيا دار ظعن ليست بدار إقامة، لها في كل حين قتيل تذل مَن أعزَّها، وتُفقر مَن جَمعها، هي كالسُّم يأكله من لا يعرفه وفيه حَتفُه، فكن فيها كالمداوي جراحه، يحتمي قليلًا مَخافةَ ما يكره طويلًا، ويصبر على شدة الدواء مخافة طول الداء، فاحذَر هذه الدنيا الخداعة الغدارة الختَّالة التي قد تزيَّنت بخُدَعها، وقتلت بغرورها، وتحلَّت بآمالها وسوَّفت بخطابها، فأصبحت كالعروس المجلية، العيون إليها ناظرة والقلوب عليها والهة، وهي لأزواجها كلهم قالية، فلا الباقي بالماضي معتبر، ولا الآخر بالأول مزدجِر، فعاشق لها قد ظفر منها بحاجته، فاغترَّ وطغى، ونَسِيَ المعاد، فشغل فيها لبَّه حتى زلت به قدمُه، فعظُمت ندامته وكثُرت حسرتُه، واجتمعت عليه سكرات الموت وتألُّمه، وحسرات الفوت بغُصته، وراغب فيها لم يدرك منها ما طلب، ولم يُرح نفسه من التعب، فخرج بغير زاد وقدِم على غير مهاد؛ فاحذرها يا أمير المؤمنين، وكن أسرَّ ما تكون فيها أحذرَ لها، فإن صاحب الدنيا كلما اطمأنَّ فيها إلى سرور أشخصتْه إلى مكروهٍ وضارٍّ، وقد وصل الرخاء منها بالبلاء، وجعل البقاء إلى فناء، فسرورُها مشوبٌ بالأحزان، أمانيها كاذبة وآمالها باطلة، وصفوها كدرٌ وعيشها نكدٌ، وابن آدم فيها على خطر؛ ا. هـ. Di antara nasihat Hasan Al-Bashri untuk Umar bin Abdul Aziz disebutkan: “Amma ba’du, dunia merupakan rumah sementara bukan rumah menetap selamanya. Setiap waktu, dunia punya korbannya. Dunia akan menghinakan siapa saja yang memuliakannya, memporak-porandakan siapa saja yang menghimpunnya. Ia bagaikan racun yang dimakan oleh orang yang tidak mengetahui hakikatnya, lalu menjadi sebab kebinasaannya. Oleh sebab itu, di dunia ini jadilah seperti orang yang mengobat lukanya, menahan diri sejenak karena takut dari hal yang dibenci akan berlangsung lama dan bersabar atas pahitnya obat karena takut penyakitnya tidak kunjung sembuh. Waspadalah terhadap dunia yang pendusta, penipu, dan pengkhianat ini, yang menghiasi dirinya dengan tipu daya, membinasakan dengan muslihatnya, dan memperindah diri dengan angan-angannya, dan melalaikan dengan janji-janji manisnya, sehingga ia menjadi seperti pengantin yang anggun, mata dan hati tertuju kepadanya, tapi ia tak peduli terhadap pasangannya. Orang yang masih hidup tidak mengambil pelajaran dari yang telah pergi, dan generasi penerus tidak merasa jera atas apa yang terjadi dengan generasi pendahulu. Orang yang mencintai dunia telah meraih apa yang mereka inginkan darinya, lalu dia merasa terbuai dan berbuat sewenang-wenang, sehingga dia lupa terhadap akhirat, dia menyibukkan pikirannya dengan dunia, hingga kakinya tergelincir dan jatuh, penyesalannya menjadi begitu besar dan kerugiannya begitu banyak. Lalu sakaratul maut dan rasa sakitnya datang mengepungnya, dan penyesalan atas yang luput datang mencekik lehernya. Orang yang cinta dunia tidak dapat meraih apa yang dia inginkan, dan tidak dapat mengistirahatkan dirinya dari keletihan, sehingga dia keluar dari dunia tanpa bekal, dan dia datang ke akhirat tanpa persiapan. Oleh sebab itu, waspadalah, wahai Amirul Mu’minin! Jadilah orang yang paling bahagia di dunia dan paling waspada terhadapnya, karena penghuni dunia itu, setiap kali dia merasa tenteram dengan kebahagiaan, dia akan terbelalak oleh musibah dan keburukan. Kesejahteraan di dunia akan mengantarkan pada kesulitan, kekekalannya akan membawa kepada kefanaan, kebahagiaannya disertai dengan kesedihan, angan-angannya dusta dan harapan-harapannya palsu, kedamaiannya tetap keruh, dan kehidupannya penuh kesusahan, dan manusia di dalamnya berada dalam mara bahaya.” شعرًا: فيا أيها الناسي ليوم رحيله أراك عن الموت المفرِّق لاهيَا  ألا تَعتبر بالراحلين إلى البِلى وتركهم الدنيا جميعًا كما هيَا  ولم يُخرجوا إلا بقطنٍ وخِرقةٍ وما عمَروا مِن منزلٍ ظلَّ خاليَا  وأنت غدًا أو بعده في جوارهم وحيدًا فريدًا في المقابر ثاويَا Dalam syair disebutkan: فَيَا أَيُّهَا النَّاسِي لِيَوْمِ رَحِيْلِهِ أَرَاكَ عَنِ الْمَوتِ الْمُفَرِّقِ لَاهِيَا Wahai orang yang lupa terhadap hari kepergiannya Aku melihatmu lalai terhadap kematian yang memisahkan أَلَا تَعْتَبِرُ بِالرَّاحِلِيْنَ إِلَى البِلَى وَتَرْكِهِمُ الدُّنْيَا جَمِيْعًا كَمَا هِيَا Tidakkah kamu mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah pergi menuju keusangan dan mereka semua meninggalkan dunia yang tetap berjalan seperti biasa وَلَمْ يَخْرُجُوا إِلَا بِقُطْنٍ وَخِرْقًةٍ وَمَا عَمَرُوا مِنْ مَنْزِلٍ ظَلَّ خَالِيَا Mereka tidak keluar dari dunia kecuali hanya membawa kapas dan kain kafan Dan mereka tidak mampu memakmurkan rumah mereka yang tetap kosong وَأَنْتَ غَدًا أَوْ بَعْدَهُ فِي جِوَارِهِمْ وَحِيْدًا فَرِيْدًا فِي الْمَقَابِرِ ثَاوِيَا Sedangkan kamu entah esok atau lusa akan berada di sisi mereka Tinggal sendiri tanpa teman di alam kubur اللهم يا مَن لا تُضره المعصية ولا تنفعه الطاعة، أيقِظنا من نوم الغفلة، ونبِّهنا لاغتنام أوقات المهلة، ووفِّقنا لمصالحنا، واعصِمنا من قبائحنا وذنوبنا، ولا تؤاخذنا بما انطوت عليه ضمائرنا، وأكنَّته سرائرنا من أنواع القبائح والمعايب التي تعلمها منا، وامنُن علينا يا مولانا بتوبة تَمحو بها عنا كلَّ ذنبٍ. Ya Allah! Wahai Dzat yang tidak mendapat mudarat dari kemaksiatan dan tidak mendapat manfaat dari ketaatan! Bangunkanlah kami dari lelap kelalaian! Sadarkanlah kami untuk memanfaatkan setiap waktu kesempatan! Berilah kami taufik untuk meraih kemaslahatan kami, lindungilah kami dari keburukan dan dosa-dosa kami! Janganlah Engkau siksa kami atas apa yang tersimpan dalam hati kami, dan dirahasiakan hati kami dari berbagai bentuk kejelekan dan keburukan yang Engkau lebih mengetahuinya daripada kami! Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami tobat yang dengannya Engkau hapus seluruh dosa kami! اللهم انظِمنا في سلك الفائزين برضوانك، واجعلنا من المتقين الذين أعددتَ لهم فسيح جنانك، وأدخلنا برحمتك في دار أمانك، وعافنا يا مولانا في الدنيا والآخرة من جميع البلايا. Ya Allah! Tetapkanlah kami di jalan orang-orang yang beruntung meraih keridhaan-Mu, jadikanlah kami termasuk orang-orang bertakwa yang Engkau siapkan bagi mereka luasnya surga-Mu, masukkanlah kami dengan rahmat-Mu ke dalam negeri yang Sentosa (surga), dan selamatkanlah kami di dunia dan akhirat dari segala musibah! وأجْزِل لنا من مواهب فضلك وهباتك، ومتِّعنا بالنظر إلى وجهك الكريم مع الذين أنعمت عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين، واغفر لنا ولوالدينا ولجميع المسلمين الأحياء منهم والميتين برحمتك يا أرحم الراحمين، وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Ya Allah! Agungkanlah untuk kami karunia dan pemberian-Mu, dan berikanlah kami nikmat melihat wajah-Mu Yang Mulia bersama orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan dari kalangan para Nabi, Shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh! Ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum Muslimin yang masih hidup dan yang telah wafat dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih! Semoga salawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad, dan kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/غواية إبليس Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 221 times, 1 visit(s) today Post Views: 245 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Ketika Kita Memilih Merdeka

Daftar Isi ToggleTanggung jawab kemerdekaanMasalah pertama pasca-merdekaMerdeka di balik jerujiTanggung jawab kemerdekaanAllah Ta’ala menciptakan manusia dalam keadaan merdeka. Ia memberi manusia kesempatan untuk berkehendak dan memilih, sehingga pada dasarnya kita tidak dipaksa dalam beramal. Salah satu bukti hal ini adalah sabda Rasulullah ﷺ,إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ“Sesungguhnya Allah memaafkan kesalahan dari umatku yang tidak disengaja, dikarenakan lupa, dan dipaksa.” [1]Kita tidak menerima konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan karena paksaan, yakni saat kita tidak merdeka dalam membuat keputusan. [2] Akan tetapi, sudah menjadi kesepakatan bahwa setiap kejadian itu memiliki sebab dan akibat. Tatkala kita diberi kebebasan untuk memilih dan berkehendak, suka tak suka kita juga harus siap untuk menanggung konsekuensi dari pilihan tersebut. Konsekuensi ini bukan hanya logis, namun juga ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala,مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ“Siapa saja yang mengerjakan kebaikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri; dan siapa saja yang berbuat jahat, maka (akibatnya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya).” (QS. Fusshilat: 46)Dengan demikian, sebenarnya kita hanya sekadar merdeka dalam memilih, dan tidak akan pernah merdeka (baca: terbebas) dari konsekuensi atas keputusan sendiri.Hal penting yang perlu kita sadari saat memilih untuk merdeka adalah bahwa setelahnya, bukan berarti masalah sudah selesai. Setumpuk masalah justru akan muncul pasca-kemerdekaan. Tidak sedikit bangsa yang sudah puluhan tahun merdeka, namun hari ini rakyatnya masih dijajah kebodohan, kemiskinan, bahkan kelaparan. Inti masalahnya satu, yaitu tidak bijak dalam menyikapi kemerdekaan. Hal ini sejatinya hanya menghasilkan perpindahan dari satu penjajahan, menuju bentuk penjajahan yang lain.Islam mengajarkan bahwa tidak ada kemerdekaan mutlak, melainkan hanya ada “kemerdekaan” sebagai hak yang tak akan pernah terlepas dari berbagai kewajiban sebagai konsekuensinya. [3] Oleh karena itu, mungkin sebaiknya makna kemerdekaan itu jangan kita batasi pada kebebasan saja, melainkan perlu dilengkapi menjadi kebebasan untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan, dan kebebasan untuk tidak melakukan hal yang semestinya dihindari. Standar mengenai apa saja hal yang seharusnya dikerjakan maupun ditinggalkan itu tentunya dikembalikan kepada Allah Ta’ala, Dzat yang atas berkat rahmat dan kuasa-Nya kita dapat merasakan nikmat kemerdekaan.Masalah pertama pasca-merdekaKetika kita memilih merdeka, masalah yang mungkin akan datang paling awal adalah rasa takut dalam mengambil keputusan, apakah pilihan yang kita ambil benar ataukah tidak. Bagi orang yang beriman, sebenarnya masalah ini sudah selesai sebelum kita memikirkannya. Bayangkan, apabila mendapat kemerdekaan dalam memilih saja sudah menjadi hal yang membahagiakan, bagaimana lagi jika kita senantiasa dibantu untuk mendapat hasil yang terbaik, pada saat kita tidak menyadari bahwa kehendak kita bukanlah pilihan yang tepat.Inilah keyakinan yang selalu dipegang oleh orang beriman, terutama saat keinginan mereka tak sesuai dengan kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).Rasulullah ﷺ juga bersabda,عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ“Benar-benar mengagumkan keadaan seorang mukmin. Semua urusannya itu baik. Ini tidaklah didapat kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” [4]Keyakinan ini akan menjadikan kita lebih mantap dengan melangkah, karena kita hanya tinggal memutuskan dan berusaha sesuai dengan apa yang kita ketahui. Adapun yang tidak diketahui, kita serahkan kepada Allah Ta’ala sebagai Dzat Yang Maha Bijaksana. Iman terhadap takdir akan memerdekakan kita bukan hanya secara zahir, namun juga secara batin: merdeka dari penyesalan nonproduktif atas masa lalu, serta merdeka dari kekhawatiran terhadap masa depan.Merdeka di balik jerujiKemerdekaan tidak hanya dapat ditinjau secara lahir saja, namun juga secara batin, dan keduanya tidak selalu berjalan beriringan. Sebagai contoh, banyak kita dengar hikayat raja-raja dunia yang secara lahir nampak merdeka lagi bebas berbuat aniaya. Namun di balik itu, hari-harinya diisi ketakutan akan runtuhnya kekuasaan mereka. Padahal, tanpa perlu takut pun, faktanya sudah terang: tak ada satu pun makhluk yang dapat berkuasa selamanya.Sebaliknya, adakalanya seseorang itu lahirnya terlihat tidak merdeka, namun berbeda dengan hatinya. Mari kita simak sejenak kisah Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Sejarah mencatat masa di mana beliau dipenjara oleh penguasa karena keteguhan beliau dalam mempertahankan kemurnian akidah, serta keberaniannya dalam mengkritik berbagai penyimpangan dalam praktik beragama. Sebagai ulama besar dengan banyak murid lagi memiliki pengaruh luas, bisa saja beliau menolak putusan tersebut dan menggalang perlawanan. Tetapi, beliau tidak mengambil opsi tersebut. Beliau lebih merasa nyaman saat kemerdekaannya direnggut dengan menghuni jeruji, daripada merenggut darah dan “kemerdekaan” kaum muslimin sebagai konsekuensi pemberontakan maupun perang saudara.Pilihan tersebut justru membuat beliau merasa lebih merdeka. Bahkan, dari balik jeruji inilah asal muasal perkataan beliau yang masih membekas hingga kini, “Apa yang dilakukan musuh-musuhku kepadaku? Sungguh, surgaku dan taman-tamannya ada di dalam dadaku, ia ada bersamaku dan tidak terpisahkan dariku. Jika mereka memenjarakanku, itu adalah khalwat (menyepi dengan Allah) bagiku. Jika mereka membunuhku, maka kematianku adalah syahid. Jika mereka mengusirku dari negeriku, maka itu adalah wisata.” Beliau juga berkata, “Orang yang dipenjara adalah orang yang hatinya terpenjara dari (mengenal) Rabb-Nya Ta’ala.” [5]Beliau tetap bertahan dalam pilihan tersebut hingga sebagian sumber menyebutkan bahwa beliau wafat di dalam penjara. Keputusan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah ini mungkin membuatnya tampak tidak merdeka secara lahir, namun kemerdekaan batinlah yang beliau dapatkan.Demikian, semoga kita dapat mengambil pelajaran agar bisa menjadi manusia yang merdeka seutuhnya. Wallahu waliyyut taufiq.Baca juga: Makna Kemerdekaan bagi Seorang Muslim***Penulis: Reza MahendraArtikel Muslim.or.id Referensi:[1] HR. Ibnu Majah no. 2043, dinilai hasan oleh An-Nawawi.[2] Khotbah Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid: https://almunajjid.com/speeches/lessons/128[3] Fatwa Islamweb: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/44340/[4] HR. Muslim no. 2999.[5] Al-Wabil Ash-Shayyib, hal. 48; Darul Hadits Kairo Cet. III via Syamilah, dikutip dari:https://muslimafiyah.com/mati-matian-mencari-yang-tidak-bisa-dibawa-mati-kebahagiaan-semu.html

Ketika Kita Memilih Merdeka

Daftar Isi ToggleTanggung jawab kemerdekaanMasalah pertama pasca-merdekaMerdeka di balik jerujiTanggung jawab kemerdekaanAllah Ta’ala menciptakan manusia dalam keadaan merdeka. Ia memberi manusia kesempatan untuk berkehendak dan memilih, sehingga pada dasarnya kita tidak dipaksa dalam beramal. Salah satu bukti hal ini adalah sabda Rasulullah ﷺ,إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ“Sesungguhnya Allah memaafkan kesalahan dari umatku yang tidak disengaja, dikarenakan lupa, dan dipaksa.” [1]Kita tidak menerima konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan karena paksaan, yakni saat kita tidak merdeka dalam membuat keputusan. [2] Akan tetapi, sudah menjadi kesepakatan bahwa setiap kejadian itu memiliki sebab dan akibat. Tatkala kita diberi kebebasan untuk memilih dan berkehendak, suka tak suka kita juga harus siap untuk menanggung konsekuensi dari pilihan tersebut. Konsekuensi ini bukan hanya logis, namun juga ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala,مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ“Siapa saja yang mengerjakan kebaikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri; dan siapa saja yang berbuat jahat, maka (akibatnya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya).” (QS. Fusshilat: 46)Dengan demikian, sebenarnya kita hanya sekadar merdeka dalam memilih, dan tidak akan pernah merdeka (baca: terbebas) dari konsekuensi atas keputusan sendiri.Hal penting yang perlu kita sadari saat memilih untuk merdeka adalah bahwa setelahnya, bukan berarti masalah sudah selesai. Setumpuk masalah justru akan muncul pasca-kemerdekaan. Tidak sedikit bangsa yang sudah puluhan tahun merdeka, namun hari ini rakyatnya masih dijajah kebodohan, kemiskinan, bahkan kelaparan. Inti masalahnya satu, yaitu tidak bijak dalam menyikapi kemerdekaan. Hal ini sejatinya hanya menghasilkan perpindahan dari satu penjajahan, menuju bentuk penjajahan yang lain.Islam mengajarkan bahwa tidak ada kemerdekaan mutlak, melainkan hanya ada “kemerdekaan” sebagai hak yang tak akan pernah terlepas dari berbagai kewajiban sebagai konsekuensinya. [3] Oleh karena itu, mungkin sebaiknya makna kemerdekaan itu jangan kita batasi pada kebebasan saja, melainkan perlu dilengkapi menjadi kebebasan untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan, dan kebebasan untuk tidak melakukan hal yang semestinya dihindari. Standar mengenai apa saja hal yang seharusnya dikerjakan maupun ditinggalkan itu tentunya dikembalikan kepada Allah Ta’ala, Dzat yang atas berkat rahmat dan kuasa-Nya kita dapat merasakan nikmat kemerdekaan.Masalah pertama pasca-merdekaKetika kita memilih merdeka, masalah yang mungkin akan datang paling awal adalah rasa takut dalam mengambil keputusan, apakah pilihan yang kita ambil benar ataukah tidak. Bagi orang yang beriman, sebenarnya masalah ini sudah selesai sebelum kita memikirkannya. Bayangkan, apabila mendapat kemerdekaan dalam memilih saja sudah menjadi hal yang membahagiakan, bagaimana lagi jika kita senantiasa dibantu untuk mendapat hasil yang terbaik, pada saat kita tidak menyadari bahwa kehendak kita bukanlah pilihan yang tepat.Inilah keyakinan yang selalu dipegang oleh orang beriman, terutama saat keinginan mereka tak sesuai dengan kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).Rasulullah ﷺ juga bersabda,عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ“Benar-benar mengagumkan keadaan seorang mukmin. Semua urusannya itu baik. Ini tidaklah didapat kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” [4]Keyakinan ini akan menjadikan kita lebih mantap dengan melangkah, karena kita hanya tinggal memutuskan dan berusaha sesuai dengan apa yang kita ketahui. Adapun yang tidak diketahui, kita serahkan kepada Allah Ta’ala sebagai Dzat Yang Maha Bijaksana. Iman terhadap takdir akan memerdekakan kita bukan hanya secara zahir, namun juga secara batin: merdeka dari penyesalan nonproduktif atas masa lalu, serta merdeka dari kekhawatiran terhadap masa depan.Merdeka di balik jerujiKemerdekaan tidak hanya dapat ditinjau secara lahir saja, namun juga secara batin, dan keduanya tidak selalu berjalan beriringan. Sebagai contoh, banyak kita dengar hikayat raja-raja dunia yang secara lahir nampak merdeka lagi bebas berbuat aniaya. Namun di balik itu, hari-harinya diisi ketakutan akan runtuhnya kekuasaan mereka. Padahal, tanpa perlu takut pun, faktanya sudah terang: tak ada satu pun makhluk yang dapat berkuasa selamanya.Sebaliknya, adakalanya seseorang itu lahirnya terlihat tidak merdeka, namun berbeda dengan hatinya. Mari kita simak sejenak kisah Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Sejarah mencatat masa di mana beliau dipenjara oleh penguasa karena keteguhan beliau dalam mempertahankan kemurnian akidah, serta keberaniannya dalam mengkritik berbagai penyimpangan dalam praktik beragama. Sebagai ulama besar dengan banyak murid lagi memiliki pengaruh luas, bisa saja beliau menolak putusan tersebut dan menggalang perlawanan. Tetapi, beliau tidak mengambil opsi tersebut. Beliau lebih merasa nyaman saat kemerdekaannya direnggut dengan menghuni jeruji, daripada merenggut darah dan “kemerdekaan” kaum muslimin sebagai konsekuensi pemberontakan maupun perang saudara.Pilihan tersebut justru membuat beliau merasa lebih merdeka. Bahkan, dari balik jeruji inilah asal muasal perkataan beliau yang masih membekas hingga kini, “Apa yang dilakukan musuh-musuhku kepadaku? Sungguh, surgaku dan taman-tamannya ada di dalam dadaku, ia ada bersamaku dan tidak terpisahkan dariku. Jika mereka memenjarakanku, itu adalah khalwat (menyepi dengan Allah) bagiku. Jika mereka membunuhku, maka kematianku adalah syahid. Jika mereka mengusirku dari negeriku, maka itu adalah wisata.” Beliau juga berkata, “Orang yang dipenjara adalah orang yang hatinya terpenjara dari (mengenal) Rabb-Nya Ta’ala.” [5]Beliau tetap bertahan dalam pilihan tersebut hingga sebagian sumber menyebutkan bahwa beliau wafat di dalam penjara. Keputusan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah ini mungkin membuatnya tampak tidak merdeka secara lahir, namun kemerdekaan batinlah yang beliau dapatkan.Demikian, semoga kita dapat mengambil pelajaran agar bisa menjadi manusia yang merdeka seutuhnya. Wallahu waliyyut taufiq.Baca juga: Makna Kemerdekaan bagi Seorang Muslim***Penulis: Reza MahendraArtikel Muslim.or.id Referensi:[1] HR. Ibnu Majah no. 2043, dinilai hasan oleh An-Nawawi.[2] Khotbah Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid: https://almunajjid.com/speeches/lessons/128[3] Fatwa Islamweb: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/44340/[4] HR. Muslim no. 2999.[5] Al-Wabil Ash-Shayyib, hal. 48; Darul Hadits Kairo Cet. III via Syamilah, dikutip dari:https://muslimafiyah.com/mati-matian-mencari-yang-tidak-bisa-dibawa-mati-kebahagiaan-semu.html
Daftar Isi ToggleTanggung jawab kemerdekaanMasalah pertama pasca-merdekaMerdeka di balik jerujiTanggung jawab kemerdekaanAllah Ta’ala menciptakan manusia dalam keadaan merdeka. Ia memberi manusia kesempatan untuk berkehendak dan memilih, sehingga pada dasarnya kita tidak dipaksa dalam beramal. Salah satu bukti hal ini adalah sabda Rasulullah ﷺ,إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ“Sesungguhnya Allah memaafkan kesalahan dari umatku yang tidak disengaja, dikarenakan lupa, dan dipaksa.” [1]Kita tidak menerima konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan karena paksaan, yakni saat kita tidak merdeka dalam membuat keputusan. [2] Akan tetapi, sudah menjadi kesepakatan bahwa setiap kejadian itu memiliki sebab dan akibat. Tatkala kita diberi kebebasan untuk memilih dan berkehendak, suka tak suka kita juga harus siap untuk menanggung konsekuensi dari pilihan tersebut. Konsekuensi ini bukan hanya logis, namun juga ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala,مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ“Siapa saja yang mengerjakan kebaikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri; dan siapa saja yang berbuat jahat, maka (akibatnya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya).” (QS. Fusshilat: 46)Dengan demikian, sebenarnya kita hanya sekadar merdeka dalam memilih, dan tidak akan pernah merdeka (baca: terbebas) dari konsekuensi atas keputusan sendiri.Hal penting yang perlu kita sadari saat memilih untuk merdeka adalah bahwa setelahnya, bukan berarti masalah sudah selesai. Setumpuk masalah justru akan muncul pasca-kemerdekaan. Tidak sedikit bangsa yang sudah puluhan tahun merdeka, namun hari ini rakyatnya masih dijajah kebodohan, kemiskinan, bahkan kelaparan. Inti masalahnya satu, yaitu tidak bijak dalam menyikapi kemerdekaan. Hal ini sejatinya hanya menghasilkan perpindahan dari satu penjajahan, menuju bentuk penjajahan yang lain.Islam mengajarkan bahwa tidak ada kemerdekaan mutlak, melainkan hanya ada “kemerdekaan” sebagai hak yang tak akan pernah terlepas dari berbagai kewajiban sebagai konsekuensinya. [3] Oleh karena itu, mungkin sebaiknya makna kemerdekaan itu jangan kita batasi pada kebebasan saja, melainkan perlu dilengkapi menjadi kebebasan untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan, dan kebebasan untuk tidak melakukan hal yang semestinya dihindari. Standar mengenai apa saja hal yang seharusnya dikerjakan maupun ditinggalkan itu tentunya dikembalikan kepada Allah Ta’ala, Dzat yang atas berkat rahmat dan kuasa-Nya kita dapat merasakan nikmat kemerdekaan.Masalah pertama pasca-merdekaKetika kita memilih merdeka, masalah yang mungkin akan datang paling awal adalah rasa takut dalam mengambil keputusan, apakah pilihan yang kita ambil benar ataukah tidak. Bagi orang yang beriman, sebenarnya masalah ini sudah selesai sebelum kita memikirkannya. Bayangkan, apabila mendapat kemerdekaan dalam memilih saja sudah menjadi hal yang membahagiakan, bagaimana lagi jika kita senantiasa dibantu untuk mendapat hasil yang terbaik, pada saat kita tidak menyadari bahwa kehendak kita bukanlah pilihan yang tepat.Inilah keyakinan yang selalu dipegang oleh orang beriman, terutama saat keinginan mereka tak sesuai dengan kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).Rasulullah ﷺ juga bersabda,عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ“Benar-benar mengagumkan keadaan seorang mukmin. Semua urusannya itu baik. Ini tidaklah didapat kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” [4]Keyakinan ini akan menjadikan kita lebih mantap dengan melangkah, karena kita hanya tinggal memutuskan dan berusaha sesuai dengan apa yang kita ketahui. Adapun yang tidak diketahui, kita serahkan kepada Allah Ta’ala sebagai Dzat Yang Maha Bijaksana. Iman terhadap takdir akan memerdekakan kita bukan hanya secara zahir, namun juga secara batin: merdeka dari penyesalan nonproduktif atas masa lalu, serta merdeka dari kekhawatiran terhadap masa depan.Merdeka di balik jerujiKemerdekaan tidak hanya dapat ditinjau secara lahir saja, namun juga secara batin, dan keduanya tidak selalu berjalan beriringan. Sebagai contoh, banyak kita dengar hikayat raja-raja dunia yang secara lahir nampak merdeka lagi bebas berbuat aniaya. Namun di balik itu, hari-harinya diisi ketakutan akan runtuhnya kekuasaan mereka. Padahal, tanpa perlu takut pun, faktanya sudah terang: tak ada satu pun makhluk yang dapat berkuasa selamanya.Sebaliknya, adakalanya seseorang itu lahirnya terlihat tidak merdeka, namun berbeda dengan hatinya. Mari kita simak sejenak kisah Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Sejarah mencatat masa di mana beliau dipenjara oleh penguasa karena keteguhan beliau dalam mempertahankan kemurnian akidah, serta keberaniannya dalam mengkritik berbagai penyimpangan dalam praktik beragama. Sebagai ulama besar dengan banyak murid lagi memiliki pengaruh luas, bisa saja beliau menolak putusan tersebut dan menggalang perlawanan. Tetapi, beliau tidak mengambil opsi tersebut. Beliau lebih merasa nyaman saat kemerdekaannya direnggut dengan menghuni jeruji, daripada merenggut darah dan “kemerdekaan” kaum muslimin sebagai konsekuensi pemberontakan maupun perang saudara.Pilihan tersebut justru membuat beliau merasa lebih merdeka. Bahkan, dari balik jeruji inilah asal muasal perkataan beliau yang masih membekas hingga kini, “Apa yang dilakukan musuh-musuhku kepadaku? Sungguh, surgaku dan taman-tamannya ada di dalam dadaku, ia ada bersamaku dan tidak terpisahkan dariku. Jika mereka memenjarakanku, itu adalah khalwat (menyepi dengan Allah) bagiku. Jika mereka membunuhku, maka kematianku adalah syahid. Jika mereka mengusirku dari negeriku, maka itu adalah wisata.” Beliau juga berkata, “Orang yang dipenjara adalah orang yang hatinya terpenjara dari (mengenal) Rabb-Nya Ta’ala.” [5]Beliau tetap bertahan dalam pilihan tersebut hingga sebagian sumber menyebutkan bahwa beliau wafat di dalam penjara. Keputusan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah ini mungkin membuatnya tampak tidak merdeka secara lahir, namun kemerdekaan batinlah yang beliau dapatkan.Demikian, semoga kita dapat mengambil pelajaran agar bisa menjadi manusia yang merdeka seutuhnya. Wallahu waliyyut taufiq.Baca juga: Makna Kemerdekaan bagi Seorang Muslim***Penulis: Reza MahendraArtikel Muslim.or.id Referensi:[1] HR. Ibnu Majah no. 2043, dinilai hasan oleh An-Nawawi.[2] Khotbah Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid: https://almunajjid.com/speeches/lessons/128[3] Fatwa Islamweb: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/44340/[4] HR. Muslim no. 2999.[5] Al-Wabil Ash-Shayyib, hal. 48; Darul Hadits Kairo Cet. III via Syamilah, dikutip dari:https://muslimafiyah.com/mati-matian-mencari-yang-tidak-bisa-dibawa-mati-kebahagiaan-semu.html


Daftar Isi ToggleTanggung jawab kemerdekaanMasalah pertama pasca-merdekaMerdeka di balik jerujiTanggung jawab kemerdekaanAllah Ta’ala menciptakan manusia dalam keadaan merdeka. Ia memberi manusia kesempatan untuk berkehendak dan memilih, sehingga pada dasarnya kita tidak dipaksa dalam beramal. Salah satu bukti hal ini adalah sabda Rasulullah ﷺ,إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ“Sesungguhnya Allah memaafkan kesalahan dari umatku yang tidak disengaja, dikarenakan lupa, dan dipaksa.” [1]Kita tidak menerima konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan karena paksaan, yakni saat kita tidak merdeka dalam membuat keputusan. [2] Akan tetapi, sudah menjadi kesepakatan bahwa setiap kejadian itu memiliki sebab dan akibat. Tatkala kita diberi kebebasan untuk memilih dan berkehendak, suka tak suka kita juga harus siap untuk menanggung konsekuensi dari pilihan tersebut. Konsekuensi ini bukan hanya logis, namun juga ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala,مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ“Siapa saja yang mengerjakan kebaikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri; dan siapa saja yang berbuat jahat, maka (akibatnya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya).” (QS. Fusshilat: 46)Dengan demikian, sebenarnya kita hanya sekadar merdeka dalam memilih, dan tidak akan pernah merdeka (baca: terbebas) dari konsekuensi atas keputusan sendiri.Hal penting yang perlu kita sadari saat memilih untuk merdeka adalah bahwa setelahnya, bukan berarti masalah sudah selesai. Setumpuk masalah justru akan muncul pasca-kemerdekaan. Tidak sedikit bangsa yang sudah puluhan tahun merdeka, namun hari ini rakyatnya masih dijajah kebodohan, kemiskinan, bahkan kelaparan. Inti masalahnya satu, yaitu tidak bijak dalam menyikapi kemerdekaan. Hal ini sejatinya hanya menghasilkan perpindahan dari satu penjajahan, menuju bentuk penjajahan yang lain.Islam mengajarkan bahwa tidak ada kemerdekaan mutlak, melainkan hanya ada “kemerdekaan” sebagai hak yang tak akan pernah terlepas dari berbagai kewajiban sebagai konsekuensinya. [3] Oleh karena itu, mungkin sebaiknya makna kemerdekaan itu jangan kita batasi pada kebebasan saja, melainkan perlu dilengkapi menjadi kebebasan untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan, dan kebebasan untuk tidak melakukan hal yang semestinya dihindari. Standar mengenai apa saja hal yang seharusnya dikerjakan maupun ditinggalkan itu tentunya dikembalikan kepada Allah Ta’ala, Dzat yang atas berkat rahmat dan kuasa-Nya kita dapat merasakan nikmat kemerdekaan.Masalah pertama pasca-merdekaKetika kita memilih merdeka, masalah yang mungkin akan datang paling awal adalah rasa takut dalam mengambil keputusan, apakah pilihan yang kita ambil benar ataukah tidak. Bagi orang yang beriman, sebenarnya masalah ini sudah selesai sebelum kita memikirkannya. Bayangkan, apabila mendapat kemerdekaan dalam memilih saja sudah menjadi hal yang membahagiakan, bagaimana lagi jika kita senantiasa dibantu untuk mendapat hasil yang terbaik, pada saat kita tidak menyadari bahwa kehendak kita bukanlah pilihan yang tepat.Inilah keyakinan yang selalu dipegang oleh orang beriman, terutama saat keinginan mereka tak sesuai dengan kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).Rasulullah ﷺ juga bersabda,عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ“Benar-benar mengagumkan keadaan seorang mukmin. Semua urusannya itu baik. Ini tidaklah didapat kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” [4]Keyakinan ini akan menjadikan kita lebih mantap dengan melangkah, karena kita hanya tinggal memutuskan dan berusaha sesuai dengan apa yang kita ketahui. Adapun yang tidak diketahui, kita serahkan kepada Allah Ta’ala sebagai Dzat Yang Maha Bijaksana. Iman terhadap takdir akan memerdekakan kita bukan hanya secara zahir, namun juga secara batin: merdeka dari penyesalan nonproduktif atas masa lalu, serta merdeka dari kekhawatiran terhadap masa depan.Merdeka di balik jerujiKemerdekaan tidak hanya dapat ditinjau secara lahir saja, namun juga secara batin, dan keduanya tidak selalu berjalan beriringan. Sebagai contoh, banyak kita dengar hikayat raja-raja dunia yang secara lahir nampak merdeka lagi bebas berbuat aniaya. Namun di balik itu, hari-harinya diisi ketakutan akan runtuhnya kekuasaan mereka. Padahal, tanpa perlu takut pun, faktanya sudah terang: tak ada satu pun makhluk yang dapat berkuasa selamanya.Sebaliknya, adakalanya seseorang itu lahirnya terlihat tidak merdeka, namun berbeda dengan hatinya. Mari kita simak sejenak kisah Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Sejarah mencatat masa di mana beliau dipenjara oleh penguasa karena keteguhan beliau dalam mempertahankan kemurnian akidah, serta keberaniannya dalam mengkritik berbagai penyimpangan dalam praktik beragama. Sebagai ulama besar dengan banyak murid lagi memiliki pengaruh luas, bisa saja beliau menolak putusan tersebut dan menggalang perlawanan. Tetapi, beliau tidak mengambil opsi tersebut. Beliau lebih merasa nyaman saat kemerdekaannya direnggut dengan menghuni jeruji, daripada merenggut darah dan “kemerdekaan” kaum muslimin sebagai konsekuensi pemberontakan maupun perang saudara.Pilihan tersebut justru membuat beliau merasa lebih merdeka. Bahkan, dari balik jeruji inilah asal muasal perkataan beliau yang masih membekas hingga kini, “Apa yang dilakukan musuh-musuhku kepadaku? Sungguh, surgaku dan taman-tamannya ada di dalam dadaku, ia ada bersamaku dan tidak terpisahkan dariku. Jika mereka memenjarakanku, itu adalah khalwat (menyepi dengan Allah) bagiku. Jika mereka membunuhku, maka kematianku adalah syahid. Jika mereka mengusirku dari negeriku, maka itu adalah wisata.” Beliau juga berkata, “Orang yang dipenjara adalah orang yang hatinya terpenjara dari (mengenal) Rabb-Nya Ta’ala.” [5]Beliau tetap bertahan dalam pilihan tersebut hingga sebagian sumber menyebutkan bahwa beliau wafat di dalam penjara. Keputusan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah ini mungkin membuatnya tampak tidak merdeka secara lahir, namun kemerdekaan batinlah yang beliau dapatkan.Demikian, semoga kita dapat mengambil pelajaran agar bisa menjadi manusia yang merdeka seutuhnya. Wallahu waliyyut taufiq.Baca juga: Makna Kemerdekaan bagi Seorang Muslim***Penulis: Reza MahendraArtikel Muslim.or.id Referensi:[1] HR. Ibnu Majah no. 2043, dinilai hasan oleh An-Nawawi.[2] Khotbah Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid: https://almunajjid.com/speeches/lessons/128[3] Fatwa Islamweb: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/44340/[4] HR. Muslim no. 2999.[5] Al-Wabil Ash-Shayyib, hal. 48; Darul Hadits Kairo Cet. III via Syamilah, dikutip dari:https://muslimafiyah.com/mati-matian-mencari-yang-tidak-bisa-dibawa-mati-kebahagiaan-semu.html

Kunci Keluar dari Masalah dan Kesusahan Hidup – Syaikh Abdullah al-Ma’yuf #NasehatUlama

Di antara faedah tasbih adalah menghilangkan penderitaan yang dialami manusia dari musibah dan ujian dunia. Sebab, di dunia ini manusia akan menghadapi berbagai masa sulit. Lalu hadirlah zikir, tasbih, istighfar, dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, Ibadah-ibadah ini hadir untuk menjadi sebab terbesar untuk keluar dari berbagai kesulitan itu. Ketika Nabi Yunus masuk ke laut lalu ditelan ikan paus, beliau berada dalam kegelapan berlapis-lapis: Gelapnya malam, gelapnya laut, dan gelapnya perut ikan. Allah menyelamatkannya dari kesempitan dan keadaan yang sulit ini, berkat tasbih, zikir, dan doanya kepada Allah Subḥanahu wa bihamdih. Allah Ta’ala berfirman, “Maka sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak bertasbih niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai Hari Kebangkitan.” (QS. Ash-Shaffat: 143–144) Beliau juga berdoa ketika berada di perut ikan paus, di tengah gelombang besar lautan: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN“Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87) Beliau memuji Tuhannya atas keesaan-Nya, dan bertawasul kepada Tuhannya dengan bertasbih kepada-Nya. Serta mengakui kezalimannya terhadap diri sendiri. Beliau bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan untaian kalimat yang agung ini. Hingga datanglah jalan keluar dari Allah ‘Azza wa Jalla, dan beliau dapat keluar dari kesulitan dan kesempitannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menolongnya dengan keberkahan zikir dan tasbihnya. ==== وَمِنْ فَوَائِدِ التَّسْبِيحِ زَوَالُ مَا يُعَانِيهِ الْإِنْسَانُ مِنْ مِحَنِ الدُّنْيَا وَكُرُبَاتِهَا فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَعْرِضُ لَهُ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا الْمَضَائِقُ فَيَأْتِي الذِّكْرُ وَالتَّسْبِيحُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ تَأْتِي هَذِهِ الْعِبَادَاتُ الْجَلِيلَةُ لِتَكُونَ أَعْظَمَ سَبَبٍ لِخُرُوجِهِ مِنْ هَذِهِ الْمَضَائِقِ وَلَمَّا وَقَعَ يُونُسُ فِي الْبَحْرِ وَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَصَارَ فِي الظُّلُمَاتِ ظُلُمَاتِ اللَّيْلِ وَالْبَحْرِ وَبَطْنِ الْحُوتِ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْ هَذَا الضِّيقِ وَمِنْ هَذَا الْمَضِيقِ لِتَسْبِيحِهِ وَذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ لِرَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَقَالَ تَعَالَى فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ وَكَانَ يَقُولُ وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ فِي لُجَجِ الْبِحَارِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ فَيُثْنِي عَلَى رَبِّهِ بِوَحْدَانِيِّتِهِ وَيَتَوَسَّلُ إِلَى رَبِّهِ بِتَسْبِيحِهِ وَيُقِرُّ عَلَى نَفْسِهِ بِظُلْمِهِ لَهَا يَتَوَسَّلُ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ الْعَظِيمَةِ فَيَأْتِي الْفَرَجُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَيَخْرُجُ مِنْ ضِيقِهِ وَمَضِيقِهِ وَيُنْقِذَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِبَرَكَةِ الذِّكْرِ وَالتَّسْبِيحِ

Kunci Keluar dari Masalah dan Kesusahan Hidup – Syaikh Abdullah al-Ma’yuf #NasehatUlama

Di antara faedah tasbih adalah menghilangkan penderitaan yang dialami manusia dari musibah dan ujian dunia. Sebab, di dunia ini manusia akan menghadapi berbagai masa sulit. Lalu hadirlah zikir, tasbih, istighfar, dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, Ibadah-ibadah ini hadir untuk menjadi sebab terbesar untuk keluar dari berbagai kesulitan itu. Ketika Nabi Yunus masuk ke laut lalu ditelan ikan paus, beliau berada dalam kegelapan berlapis-lapis: Gelapnya malam, gelapnya laut, dan gelapnya perut ikan. Allah menyelamatkannya dari kesempitan dan keadaan yang sulit ini, berkat tasbih, zikir, dan doanya kepada Allah Subḥanahu wa bihamdih. Allah Ta’ala berfirman, “Maka sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak bertasbih niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai Hari Kebangkitan.” (QS. Ash-Shaffat: 143–144) Beliau juga berdoa ketika berada di perut ikan paus, di tengah gelombang besar lautan: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN“Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87) Beliau memuji Tuhannya atas keesaan-Nya, dan bertawasul kepada Tuhannya dengan bertasbih kepada-Nya. Serta mengakui kezalimannya terhadap diri sendiri. Beliau bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan untaian kalimat yang agung ini. Hingga datanglah jalan keluar dari Allah ‘Azza wa Jalla, dan beliau dapat keluar dari kesulitan dan kesempitannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menolongnya dengan keberkahan zikir dan tasbihnya. ==== وَمِنْ فَوَائِدِ التَّسْبِيحِ زَوَالُ مَا يُعَانِيهِ الْإِنْسَانُ مِنْ مِحَنِ الدُّنْيَا وَكُرُبَاتِهَا فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَعْرِضُ لَهُ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا الْمَضَائِقُ فَيَأْتِي الذِّكْرُ وَالتَّسْبِيحُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ تَأْتِي هَذِهِ الْعِبَادَاتُ الْجَلِيلَةُ لِتَكُونَ أَعْظَمَ سَبَبٍ لِخُرُوجِهِ مِنْ هَذِهِ الْمَضَائِقِ وَلَمَّا وَقَعَ يُونُسُ فِي الْبَحْرِ وَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَصَارَ فِي الظُّلُمَاتِ ظُلُمَاتِ اللَّيْلِ وَالْبَحْرِ وَبَطْنِ الْحُوتِ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْ هَذَا الضِّيقِ وَمِنْ هَذَا الْمَضِيقِ لِتَسْبِيحِهِ وَذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ لِرَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَقَالَ تَعَالَى فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ وَكَانَ يَقُولُ وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ فِي لُجَجِ الْبِحَارِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ فَيُثْنِي عَلَى رَبِّهِ بِوَحْدَانِيِّتِهِ وَيَتَوَسَّلُ إِلَى رَبِّهِ بِتَسْبِيحِهِ وَيُقِرُّ عَلَى نَفْسِهِ بِظُلْمِهِ لَهَا يَتَوَسَّلُ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ الْعَظِيمَةِ فَيَأْتِي الْفَرَجُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَيَخْرُجُ مِنْ ضِيقِهِ وَمَضِيقِهِ وَيُنْقِذَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِبَرَكَةِ الذِّكْرِ وَالتَّسْبِيحِ
Di antara faedah tasbih adalah menghilangkan penderitaan yang dialami manusia dari musibah dan ujian dunia. Sebab, di dunia ini manusia akan menghadapi berbagai masa sulit. Lalu hadirlah zikir, tasbih, istighfar, dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, Ibadah-ibadah ini hadir untuk menjadi sebab terbesar untuk keluar dari berbagai kesulitan itu. Ketika Nabi Yunus masuk ke laut lalu ditelan ikan paus, beliau berada dalam kegelapan berlapis-lapis: Gelapnya malam, gelapnya laut, dan gelapnya perut ikan. Allah menyelamatkannya dari kesempitan dan keadaan yang sulit ini, berkat tasbih, zikir, dan doanya kepada Allah Subḥanahu wa bihamdih. Allah Ta’ala berfirman, “Maka sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak bertasbih niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai Hari Kebangkitan.” (QS. Ash-Shaffat: 143–144) Beliau juga berdoa ketika berada di perut ikan paus, di tengah gelombang besar lautan: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN“Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87) Beliau memuji Tuhannya atas keesaan-Nya, dan bertawasul kepada Tuhannya dengan bertasbih kepada-Nya. Serta mengakui kezalimannya terhadap diri sendiri. Beliau bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan untaian kalimat yang agung ini. Hingga datanglah jalan keluar dari Allah ‘Azza wa Jalla, dan beliau dapat keluar dari kesulitan dan kesempitannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menolongnya dengan keberkahan zikir dan tasbihnya. ==== وَمِنْ فَوَائِدِ التَّسْبِيحِ زَوَالُ مَا يُعَانِيهِ الْإِنْسَانُ مِنْ مِحَنِ الدُّنْيَا وَكُرُبَاتِهَا فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَعْرِضُ لَهُ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا الْمَضَائِقُ فَيَأْتِي الذِّكْرُ وَالتَّسْبِيحُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ تَأْتِي هَذِهِ الْعِبَادَاتُ الْجَلِيلَةُ لِتَكُونَ أَعْظَمَ سَبَبٍ لِخُرُوجِهِ مِنْ هَذِهِ الْمَضَائِقِ وَلَمَّا وَقَعَ يُونُسُ فِي الْبَحْرِ وَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَصَارَ فِي الظُّلُمَاتِ ظُلُمَاتِ اللَّيْلِ وَالْبَحْرِ وَبَطْنِ الْحُوتِ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْ هَذَا الضِّيقِ وَمِنْ هَذَا الْمَضِيقِ لِتَسْبِيحِهِ وَذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ لِرَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَقَالَ تَعَالَى فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ وَكَانَ يَقُولُ وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ فِي لُجَجِ الْبِحَارِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ فَيُثْنِي عَلَى رَبِّهِ بِوَحْدَانِيِّتِهِ وَيَتَوَسَّلُ إِلَى رَبِّهِ بِتَسْبِيحِهِ وَيُقِرُّ عَلَى نَفْسِهِ بِظُلْمِهِ لَهَا يَتَوَسَّلُ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ الْعَظِيمَةِ فَيَأْتِي الْفَرَجُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَيَخْرُجُ مِنْ ضِيقِهِ وَمَضِيقِهِ وَيُنْقِذَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِبَرَكَةِ الذِّكْرِ وَالتَّسْبِيحِ


Di antara faedah tasbih adalah menghilangkan penderitaan yang dialami manusia dari musibah dan ujian dunia. Sebab, di dunia ini manusia akan menghadapi berbagai masa sulit. Lalu hadirlah zikir, tasbih, istighfar, dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, Ibadah-ibadah ini hadir untuk menjadi sebab terbesar untuk keluar dari berbagai kesulitan itu. Ketika Nabi Yunus masuk ke laut lalu ditelan ikan paus, beliau berada dalam kegelapan berlapis-lapis: Gelapnya malam, gelapnya laut, dan gelapnya perut ikan. Allah menyelamatkannya dari kesempitan dan keadaan yang sulit ini, berkat tasbih, zikir, dan doanya kepada Allah Subḥanahu wa bihamdih. Allah Ta’ala berfirman, “Maka sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak bertasbih niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai Hari Kebangkitan.” (QS. Ash-Shaffat: 143–144) Beliau juga berdoa ketika berada di perut ikan paus, di tengah gelombang besar lautan: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN“Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87) Beliau memuji Tuhannya atas keesaan-Nya, dan bertawasul kepada Tuhannya dengan bertasbih kepada-Nya. Serta mengakui kezalimannya terhadap diri sendiri. Beliau bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan untaian kalimat yang agung ini. Hingga datanglah jalan keluar dari Allah ‘Azza wa Jalla, dan beliau dapat keluar dari kesulitan dan kesempitannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menolongnya dengan keberkahan zikir dan tasbihnya. ==== وَمِنْ فَوَائِدِ التَّسْبِيحِ زَوَالُ مَا يُعَانِيهِ الْإِنْسَانُ مِنْ مِحَنِ الدُّنْيَا وَكُرُبَاتِهَا فَإِنَّ الْإِنْسَانَ يَعْرِضُ لَهُ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا الْمَضَائِقُ فَيَأْتِي الذِّكْرُ وَالتَّسْبِيحُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ تَأْتِي هَذِهِ الْعِبَادَاتُ الْجَلِيلَةُ لِتَكُونَ أَعْظَمَ سَبَبٍ لِخُرُوجِهِ مِنْ هَذِهِ الْمَضَائِقِ وَلَمَّا وَقَعَ يُونُسُ فِي الْبَحْرِ وَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَصَارَ فِي الظُّلُمَاتِ ظُلُمَاتِ اللَّيْلِ وَالْبَحْرِ وَبَطْنِ الْحُوتِ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْ هَذَا الضِّيقِ وَمِنْ هَذَا الْمَضِيقِ لِتَسْبِيحِهِ وَذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ لِرَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ فَقَالَ تَعَالَى فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ وَكَانَ يَقُولُ وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ فِي لُجَجِ الْبِحَارِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ فَيُثْنِي عَلَى رَبِّهِ بِوَحْدَانِيِّتِهِ وَيَتَوَسَّلُ إِلَى رَبِّهِ بِتَسْبِيحِهِ وَيُقِرُّ عَلَى نَفْسِهِ بِظُلْمِهِ لَهَا يَتَوَسَّلُ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ الْعَظِيمَةِ فَيَأْتِي الْفَرَجُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَيَخْرُجُ مِنْ ضِيقِهِ وَمَضِيقِهِ وَيُنْقِذَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِبَرَكَةِ الذِّكْرِ وَالتَّسْبِيحِ

Biografi Ibnu Hazm Al-Andalusi

Daftar Isi ToggleNasab dan kelahiranPertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuGuru-gurunyaAkidah dan mazhabnyaKarya-karya yang terkenalKitab al-Mujallā dalam fikihKitab al-MuḥallāKitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsPujian para ulama terhadapnyaMurid-muridnyaWafatnyaDi antara ulama besar yang namanya harum dalam sejarah Islam adalah Ibnu Ḥazm al-Andalusi raḥimahullāh. Beliau dikenal dengan kecerdasan luar biasa, keluasan ilmu, dan keteguhan membela kebenaran berdasarkan dalil.Artikel ini akan mengupas biografi singkat beliau, mulai dari nasab dan kelahiran, petumbuhan dan perjalanan menuntut ilmu, akidah dan manhaj, hingga karya-karyanya. Semoga pembahasan ini menjadi pelajaran dan inspirasi bagi kita semua dalam meneladani perjalanan hidup beliau yang penuh hikmah.Nasab dan kelahiranNama lengkap beliau adalah Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm. Beliau berasal dari keturunan Persia, kemudian menetap di Andalusia, dari kota Qurtubah (Cordoba). Kunyah beliau adalah Abu Muhammad. [1]Beliau lahir di Qurtubah pada tahun 384 H. Al-Hafizh Abu al-Qasim Ibnu Basykuwal dalam ash-Shilah meriwayatkan dari Qadhi Sha‘id bin Ahmad bahwa Ibnu Hazm menulis dengan tangannya sendiri,ولدت بقرطبة … قبل طلوع الشمس آخر ليلة الأربعاء آخر يوم من رمضان سنة أربع وثمانين وثلاث مائة …“Aku dilahirkan di Qurtubah … , sebelum terbit matahari, pada akhir malam Rabu, hari terakhir bulan Ramadan tahun 384 H. … ” [2]Pertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuBeliau tumbuh dalam kemewahan dan kenyamanan. Allah menganugerahkan kepadanya kecerdasan luar biasa, daya ingat yang tajam, dan banyak koleksi kitab langka. Ayahnya adalah salah seorang tokoh besar di Qurtubah, yang pernah menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan ad-Daulah al-‘Āmiriyyah. [3]Abu Muhammad sendiri juga pernah menjabat sebagai menteri di masa mudanya. Pada awalnya, ia mendalami sastra, sejarah, puisi, logika (mantiq), dan bagian dari filsafat. Hal ini sempat mempengaruhinya, hingga ia menulis karya yang mengajak untuk mempelajari logika dan mendahulukannya atas ilmu-ilmu lain. Namun kemudian ia meninggalkan jalan tersebut dan memusatkan perhatiannya pada ilmu-ilmu syar‘i.Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad menceritakan,كان أبوه أبو عمر من وزراء المنصور محمد بن أبي عامر مدبر دولة المؤيد بالله بن المستنصر المرواني ثم وزر للمظفر ووزر أبو محمد للمستظهر عبد الرحمن بن هشام ثم نبذ هذه الطريقة وأقبل على العلوم الشرعية. …“Ayah Ibnu Hazm, Abu ‘Umar, adalah menteri al-Mansur Muhammad bin Abi ‘Amir dan pengatur pemerintahan al-Mu’ayyad Billah bin al-Mustansir al-Marwani. Setelah itu ia menjadi menteri al-Muzaffar, dan Ibnu Hazm sendiri pernah menjadi menteri al-Mustazhhir Abdurrahman bin Hisyam sebelum akhirnya meninggalkan jabatan tersebut untuk fokus pada ilmu agama. … ” [4]Tentang permulaan Ibnu Hazm rahimahullaah fokus belajar ilmu syar’i, khususnya fikih, Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Abu Bakr bin al-‘Arabi — berkata, “Abu Muhammad Ibnu Hazm menceritakan kepadaku bahwa sebab ia mempelajari fikih adalah karena suatu hari ia menghadiri salat jenazah. Ia masuk ke masjid dan duduk tanpa salat, lalu seseorang berkata kepadanya, ‘Berdirilah dan salatlah tahiyyatul masjid.’Saat itu usianya telah mencapai 26 tahun. Ia berkata, “Maka aku pun bangkit dan salat. Setelah kami kembali dari salat jenazah, aku masuk masjid, dan segera salat (tahiyyatul masjid). Lalu ada yang berkata kepadaku, ‘Duduklah, duduklah! Ini bukan waktu salat’ — saat itu setelah Asar. Maka aku pun pulang dengan perasaan sedih.Aku berkata kepada guru yang membesarkanku, ‘Tunjukkan aku rumahnya faqih Abu Abdullah bin Dahhun.’ Aku pun mendatanginya dan memberitahukan apa yang terjadi. Ia lalu menunjukkan kepadaku kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Aku memulai mempelajarinya darinya, lalu terus membaca kepadanya, dan kepada selainnya selama kurang lebih tiga tahun…” [5]Guru-gurunyaBeliau mulai mendengar (belajar hadis) pada tahun 400 H dan sesudahnya dari sejumlah ulama, di antaranya:Yahya bin Mas‘ud bin Wajh al-Jannah, murid Qasim bin Ashbagh, dan inilah guru tertingginya;Abu ‘Umar Ahmad bin Muhammad bin al-Jasur;Yunus bin Abdullah bin Mughits al-Qadhi;Hammam bin Ahmad al-Qadhi. [6]Selain itu, sebagaimana telah berlalu pembahasan tentang awal mula beliau fokus mempelajari ilmu syari’at, di mana beliau belajar kepada seorang ahli fikih bernama Abu Abdullah bin Dahhun rahimahumullahu.Akidah dan mazhabnyaBeliau rahimahullah adalah seorang ulama besar, hafizh hadis, pengagung sunnah, dan para pengikutnya, pencari dan penjaga sunnah, serta sangat bersemangat dalam mengikutinya. Namun, dalam hatinya masuk beberapa prinsip dari filsafat dan ahli bid‘ah, yang menyebabkan ia berpendapat dengan pandangan yang menyelisihi ahlul hadis dan ahlus sunnah dalam bab Asma’ dan Sifat secara khusus, dan juga dalam beberapa masalah lain di bidang ushul maupun furu‘.Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa beliau termasuk ahlus sunnah secara mutlak, khususnya dalam masalah sifat-sifat Allah. Akan tetapi, beliau juga tidak keluar sepenuhnya dari sunnah dan para pengikutnya, serta tidak termasuk golongan ahli bid‘ah, karena pengagungannya terhadap sunnah, jalannya yang mendorong untuk mengikutinya, dan meninggalkan segala yang bertentangan dengannya, meskipun beliau keliru dalam beberapa rincian. Wallahu a‘lam. [7]Para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan tentang beliau,من ‌العلماء ‌المبرزين ‌في ‌الأصول، والفروع، وفي علم الكتاب والسنة، إلا أنه خالف جمهور أهل العلم في مسائل كثيرة أخطأ فيها الصواب؛ لجموده على الظاهر، وعدم قوله بالقياس الجلي المستوفي للشروط المعتبرة، وخطأه في العقيدة بتأويل نصوص الأسماء والصفات أشد وأعظم.“Beliau termasuk ulama terkemuka dalam bidang ushul dan furu‘, serta dalam ilmu Al-Kitab dan As-Sunnah. Akan tetapi, beliau menyelisihi mayoritas ulama dalam banyak masalah di mana beliau keliru dalam mencapai kebenaran; sebab kekakuannya dalam berpegang pada zahir nash, dan penolakannya terhadap qiyas yang jelas dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kesalahannya dalam akidah, berupa penakwilan terhadap nash-nash tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, adalah lebih berat dan lebih besar.” [8]Tentang mazhabnya, Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya,الظاهري“Seorang yang bermazhab Zhahiri.” [9]Dikatakan bahwa pada awalnya beliau mempelajari fikih dalam mazhab Syafi‘i, kemudian ijtihadnya membawanya kepada pendapat menolak seluruh bentuk qiyas, baik yang jelas maupun yang tersembunyi. Beliau berpegang pada zahir nash dan keumuman Al-Qur’an serta hadis, mengamalkan prinsip bara’ah ashliyyah (asal bebas dari beban hukum) dan istishab al-hal (menetapkan hukum asal). Beliau menulis banyak buku dalam masalah ini, berdebat membelanya, dan menyebarkan pandangan ini dengan lisan dan tulisannya. [10]Baca juga: Biografi Ringkas Ibnu Hajar Al-AsqalaniKarya-karya yang terkenalIbnu Hazm memiliki karya-karya besar dan berharga, di antaranya:Kitab al-Mujallā dalam fikihKitab fikih yang memuat pendapat-pendapatnya berdasarkan mazhab Ẓāhiriyyah, berpegang pada zahir nash tanpa qiyas. Kitab ini ringkas, namun menjadi dasar bagi karyanya yang lebih besar, al-Muḥallā.Kitab al-MuḥallāSyarah (penjelasan) atas al-Mujallā yang dilengkapi dalil Al-Qur’an, hadis, dan atsar sahabat, beserta bantahan terhadap pendapat yang berbeda.Kitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab ushul fikih yang menjelaskan kaidah-kaidah istinbat (pengambilan kesimpulan) hukum menurut metode Ẓāhiriyyah.Kitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab akidah dan perbandingan agama, membahas berbagai aliran dan sekte dalam Islam maupun agama-agama lain. [11]Kitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsKarya dalam bidang akhlak dan tashfiyah an-nafs (penyucian jiwa), berisi nasihat moral, adab, dan panduan memperbaiki diri, ditulis dengan gaya renungan dan pengalaman pribadi beliau. [12]Pujian para ulama terhadapnyaIbnu Hazm Al-Andalusi mendapat pujian dari banyak ulama besar. Di antara pujian para ulama terhadap beliau:Imam adz-Dzahabi dalam as-Siyar berkata,الإمام الأوحد البحر ذو الفنون“Imam yang tunggal, lautan ilmu, pemilik berbagai bidang keahlian.” [13]Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata,“Ibnu Hazm adalah orang yang paling menguasai seluruh ilmu Islam di seluruh Andalusia dan yang paling luas pengetahuannya. Ia juga memiliki keluasan dalam ilmu bahasa, bagian besar dari balaghah dan syair, serta pengetahuan mendalam tentang sejarah dan berita. Putranya, al-Fadhl, mengabarkan kepadaku bahwa ia memiliki di sisinya tulisan tangan ayahnya, Abu Muhammad, dari karya-karyanya yang berjumlah empat ratus jilid, mencakup hampir delapan puluh ribu lembar.” [14]Abu ‘Abdillah al-Humaidi berkata,كان ابن حزم حافظًا للحديث وفقهه مستنبطًا للأحكام من الكتاب والسنة متفننًا في علوم جمة عاملًا بعلمه ما رأينا مثله فيما اجتمع له من الذكاء وسرعة الحفظ وكرم النفس والتدين وكان له في الأدب والشعر نفس واسع وباع طويل وما رأيت من يقول الشعر على البديه أسرع منه وشعره كثير جمعته على حروف المعجم.“Ibnu Hazm adalah seorang hafizh hadis dan memahami fikihnya, mampu menyimpulkan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah, menguasai banyak cabang ilmu, dan mengamalkan ilmunya. Kami tidak pernah melihat yang sepertinya dalam hal kecerdasan, kecepatan hafalan, keluhuran jiwa, dan ketakwaan. Dalam sastra dan syair ia memiliki keluasan bakat dan kemampuan yang tinggi. Aku tidak pernah melihat seseorang yang dapat membuat syair secara spontan lebih cepat darinya. Syairnya sangat banyak, dan aku telah mengumpulkannya berdasarkan urutan huruf hijaiyah.” [15]Murid-muridnyaIbnu Hazm memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah:Putranya, yaitu Abu Rafi‘ al-Fadhl.Abu ‘Abdillah al-Humaidi.Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Qadhi Abu Bakr bin al-‘Arabi.Abu al-Hasan Syuraih bin Muhammad, yang disebutkan sebagai orang terakhir yang meriwayatkan darinya melalui ijazah. [16]WafatnyaIbnu Hazm wafat pada bulan Sya‘ban tahun 456 H.Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata, “Aku menyalin dari tulisan tangan putranya, Abu Rafi‘, bahwa ayahnya wafat pada sore hari Ahad, dua hari tersisa dari bulan Sya‘ban tahun 456 H, dalam usia 71 tahun lebih beberapa bulan. Semoga Allah merahmatinya.” [17]Baca juga: Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah***Rumdin PPIA Sragen, 14 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyar A‘lam an-Nubala’. Takhrij hadis dan penyuntingan oleh Muhammad Ayman asy-Syabrawi. Kairo: Dar al-Hadits, 1427/ 2006. 18 jilid (16 jilid isi dan 2 jilid indeks). Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (15 Shafar 1446 H), sesuai nomor cetakan. Catatan kaki:[1] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[2] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 385.[3] Ibid, 13: 374.[4] Ibid, 13: 375.[5] Ibid, 13: 380.[6] Ibid, 13: 373-374.[7] https://islamqa.info/ar/answers/161540/[8] Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah – al-Majmu‘ah al-Ula, 12: 223.[9] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[10] Ibid, 13: 374.[11] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 378-379.[12] Kitab ini sudah tercetak, dan tersebar luas. Di antaranya adalah terbitan Dar Ibn Hazm, cetakan ketiga, tahun 2009.[13] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[14] Ibid, 13: 375.[15] Ibid, 13: 375.[16] Ibid, 13: 374.[17] Ibid, 13: 386.

Biografi Ibnu Hazm Al-Andalusi

Daftar Isi ToggleNasab dan kelahiranPertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuGuru-gurunyaAkidah dan mazhabnyaKarya-karya yang terkenalKitab al-Mujallā dalam fikihKitab al-MuḥallāKitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsPujian para ulama terhadapnyaMurid-muridnyaWafatnyaDi antara ulama besar yang namanya harum dalam sejarah Islam adalah Ibnu Ḥazm al-Andalusi raḥimahullāh. Beliau dikenal dengan kecerdasan luar biasa, keluasan ilmu, dan keteguhan membela kebenaran berdasarkan dalil.Artikel ini akan mengupas biografi singkat beliau, mulai dari nasab dan kelahiran, petumbuhan dan perjalanan menuntut ilmu, akidah dan manhaj, hingga karya-karyanya. Semoga pembahasan ini menjadi pelajaran dan inspirasi bagi kita semua dalam meneladani perjalanan hidup beliau yang penuh hikmah.Nasab dan kelahiranNama lengkap beliau adalah Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm. Beliau berasal dari keturunan Persia, kemudian menetap di Andalusia, dari kota Qurtubah (Cordoba). Kunyah beliau adalah Abu Muhammad. [1]Beliau lahir di Qurtubah pada tahun 384 H. Al-Hafizh Abu al-Qasim Ibnu Basykuwal dalam ash-Shilah meriwayatkan dari Qadhi Sha‘id bin Ahmad bahwa Ibnu Hazm menulis dengan tangannya sendiri,ولدت بقرطبة … قبل طلوع الشمس آخر ليلة الأربعاء آخر يوم من رمضان سنة أربع وثمانين وثلاث مائة …“Aku dilahirkan di Qurtubah … , sebelum terbit matahari, pada akhir malam Rabu, hari terakhir bulan Ramadan tahun 384 H. … ” [2]Pertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuBeliau tumbuh dalam kemewahan dan kenyamanan. Allah menganugerahkan kepadanya kecerdasan luar biasa, daya ingat yang tajam, dan banyak koleksi kitab langka. Ayahnya adalah salah seorang tokoh besar di Qurtubah, yang pernah menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan ad-Daulah al-‘Āmiriyyah. [3]Abu Muhammad sendiri juga pernah menjabat sebagai menteri di masa mudanya. Pada awalnya, ia mendalami sastra, sejarah, puisi, logika (mantiq), dan bagian dari filsafat. Hal ini sempat mempengaruhinya, hingga ia menulis karya yang mengajak untuk mempelajari logika dan mendahulukannya atas ilmu-ilmu lain. Namun kemudian ia meninggalkan jalan tersebut dan memusatkan perhatiannya pada ilmu-ilmu syar‘i.Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad menceritakan,كان أبوه أبو عمر من وزراء المنصور محمد بن أبي عامر مدبر دولة المؤيد بالله بن المستنصر المرواني ثم وزر للمظفر ووزر أبو محمد للمستظهر عبد الرحمن بن هشام ثم نبذ هذه الطريقة وأقبل على العلوم الشرعية. …“Ayah Ibnu Hazm, Abu ‘Umar, adalah menteri al-Mansur Muhammad bin Abi ‘Amir dan pengatur pemerintahan al-Mu’ayyad Billah bin al-Mustansir al-Marwani. Setelah itu ia menjadi menteri al-Muzaffar, dan Ibnu Hazm sendiri pernah menjadi menteri al-Mustazhhir Abdurrahman bin Hisyam sebelum akhirnya meninggalkan jabatan tersebut untuk fokus pada ilmu agama. … ” [4]Tentang permulaan Ibnu Hazm rahimahullaah fokus belajar ilmu syar’i, khususnya fikih, Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Abu Bakr bin al-‘Arabi — berkata, “Abu Muhammad Ibnu Hazm menceritakan kepadaku bahwa sebab ia mempelajari fikih adalah karena suatu hari ia menghadiri salat jenazah. Ia masuk ke masjid dan duduk tanpa salat, lalu seseorang berkata kepadanya, ‘Berdirilah dan salatlah tahiyyatul masjid.’Saat itu usianya telah mencapai 26 tahun. Ia berkata, “Maka aku pun bangkit dan salat. Setelah kami kembali dari salat jenazah, aku masuk masjid, dan segera salat (tahiyyatul masjid). Lalu ada yang berkata kepadaku, ‘Duduklah, duduklah! Ini bukan waktu salat’ — saat itu setelah Asar. Maka aku pun pulang dengan perasaan sedih.Aku berkata kepada guru yang membesarkanku, ‘Tunjukkan aku rumahnya faqih Abu Abdullah bin Dahhun.’ Aku pun mendatanginya dan memberitahukan apa yang terjadi. Ia lalu menunjukkan kepadaku kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Aku memulai mempelajarinya darinya, lalu terus membaca kepadanya, dan kepada selainnya selama kurang lebih tiga tahun…” [5]Guru-gurunyaBeliau mulai mendengar (belajar hadis) pada tahun 400 H dan sesudahnya dari sejumlah ulama, di antaranya:Yahya bin Mas‘ud bin Wajh al-Jannah, murid Qasim bin Ashbagh, dan inilah guru tertingginya;Abu ‘Umar Ahmad bin Muhammad bin al-Jasur;Yunus bin Abdullah bin Mughits al-Qadhi;Hammam bin Ahmad al-Qadhi. [6]Selain itu, sebagaimana telah berlalu pembahasan tentang awal mula beliau fokus mempelajari ilmu syari’at, di mana beliau belajar kepada seorang ahli fikih bernama Abu Abdullah bin Dahhun rahimahumullahu.Akidah dan mazhabnyaBeliau rahimahullah adalah seorang ulama besar, hafizh hadis, pengagung sunnah, dan para pengikutnya, pencari dan penjaga sunnah, serta sangat bersemangat dalam mengikutinya. Namun, dalam hatinya masuk beberapa prinsip dari filsafat dan ahli bid‘ah, yang menyebabkan ia berpendapat dengan pandangan yang menyelisihi ahlul hadis dan ahlus sunnah dalam bab Asma’ dan Sifat secara khusus, dan juga dalam beberapa masalah lain di bidang ushul maupun furu‘.Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa beliau termasuk ahlus sunnah secara mutlak, khususnya dalam masalah sifat-sifat Allah. Akan tetapi, beliau juga tidak keluar sepenuhnya dari sunnah dan para pengikutnya, serta tidak termasuk golongan ahli bid‘ah, karena pengagungannya terhadap sunnah, jalannya yang mendorong untuk mengikutinya, dan meninggalkan segala yang bertentangan dengannya, meskipun beliau keliru dalam beberapa rincian. Wallahu a‘lam. [7]Para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan tentang beliau,من ‌العلماء ‌المبرزين ‌في ‌الأصول، والفروع، وفي علم الكتاب والسنة، إلا أنه خالف جمهور أهل العلم في مسائل كثيرة أخطأ فيها الصواب؛ لجموده على الظاهر، وعدم قوله بالقياس الجلي المستوفي للشروط المعتبرة، وخطأه في العقيدة بتأويل نصوص الأسماء والصفات أشد وأعظم.“Beliau termasuk ulama terkemuka dalam bidang ushul dan furu‘, serta dalam ilmu Al-Kitab dan As-Sunnah. Akan tetapi, beliau menyelisihi mayoritas ulama dalam banyak masalah di mana beliau keliru dalam mencapai kebenaran; sebab kekakuannya dalam berpegang pada zahir nash, dan penolakannya terhadap qiyas yang jelas dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kesalahannya dalam akidah, berupa penakwilan terhadap nash-nash tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, adalah lebih berat dan lebih besar.” [8]Tentang mazhabnya, Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya,الظاهري“Seorang yang bermazhab Zhahiri.” [9]Dikatakan bahwa pada awalnya beliau mempelajari fikih dalam mazhab Syafi‘i, kemudian ijtihadnya membawanya kepada pendapat menolak seluruh bentuk qiyas, baik yang jelas maupun yang tersembunyi. Beliau berpegang pada zahir nash dan keumuman Al-Qur’an serta hadis, mengamalkan prinsip bara’ah ashliyyah (asal bebas dari beban hukum) dan istishab al-hal (menetapkan hukum asal). Beliau menulis banyak buku dalam masalah ini, berdebat membelanya, dan menyebarkan pandangan ini dengan lisan dan tulisannya. [10]Baca juga: Biografi Ringkas Ibnu Hajar Al-AsqalaniKarya-karya yang terkenalIbnu Hazm memiliki karya-karya besar dan berharga, di antaranya:Kitab al-Mujallā dalam fikihKitab fikih yang memuat pendapat-pendapatnya berdasarkan mazhab Ẓāhiriyyah, berpegang pada zahir nash tanpa qiyas. Kitab ini ringkas, namun menjadi dasar bagi karyanya yang lebih besar, al-Muḥallā.Kitab al-MuḥallāSyarah (penjelasan) atas al-Mujallā yang dilengkapi dalil Al-Qur’an, hadis, dan atsar sahabat, beserta bantahan terhadap pendapat yang berbeda.Kitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab ushul fikih yang menjelaskan kaidah-kaidah istinbat (pengambilan kesimpulan) hukum menurut metode Ẓāhiriyyah.Kitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab akidah dan perbandingan agama, membahas berbagai aliran dan sekte dalam Islam maupun agama-agama lain. [11]Kitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsKarya dalam bidang akhlak dan tashfiyah an-nafs (penyucian jiwa), berisi nasihat moral, adab, dan panduan memperbaiki diri, ditulis dengan gaya renungan dan pengalaman pribadi beliau. [12]Pujian para ulama terhadapnyaIbnu Hazm Al-Andalusi mendapat pujian dari banyak ulama besar. Di antara pujian para ulama terhadap beliau:Imam adz-Dzahabi dalam as-Siyar berkata,الإمام الأوحد البحر ذو الفنون“Imam yang tunggal, lautan ilmu, pemilik berbagai bidang keahlian.” [13]Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata,“Ibnu Hazm adalah orang yang paling menguasai seluruh ilmu Islam di seluruh Andalusia dan yang paling luas pengetahuannya. Ia juga memiliki keluasan dalam ilmu bahasa, bagian besar dari balaghah dan syair, serta pengetahuan mendalam tentang sejarah dan berita. Putranya, al-Fadhl, mengabarkan kepadaku bahwa ia memiliki di sisinya tulisan tangan ayahnya, Abu Muhammad, dari karya-karyanya yang berjumlah empat ratus jilid, mencakup hampir delapan puluh ribu lembar.” [14]Abu ‘Abdillah al-Humaidi berkata,كان ابن حزم حافظًا للحديث وفقهه مستنبطًا للأحكام من الكتاب والسنة متفننًا في علوم جمة عاملًا بعلمه ما رأينا مثله فيما اجتمع له من الذكاء وسرعة الحفظ وكرم النفس والتدين وكان له في الأدب والشعر نفس واسع وباع طويل وما رأيت من يقول الشعر على البديه أسرع منه وشعره كثير جمعته على حروف المعجم.“Ibnu Hazm adalah seorang hafizh hadis dan memahami fikihnya, mampu menyimpulkan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah, menguasai banyak cabang ilmu, dan mengamalkan ilmunya. Kami tidak pernah melihat yang sepertinya dalam hal kecerdasan, kecepatan hafalan, keluhuran jiwa, dan ketakwaan. Dalam sastra dan syair ia memiliki keluasan bakat dan kemampuan yang tinggi. Aku tidak pernah melihat seseorang yang dapat membuat syair secara spontan lebih cepat darinya. Syairnya sangat banyak, dan aku telah mengumpulkannya berdasarkan urutan huruf hijaiyah.” [15]Murid-muridnyaIbnu Hazm memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah:Putranya, yaitu Abu Rafi‘ al-Fadhl.Abu ‘Abdillah al-Humaidi.Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Qadhi Abu Bakr bin al-‘Arabi.Abu al-Hasan Syuraih bin Muhammad, yang disebutkan sebagai orang terakhir yang meriwayatkan darinya melalui ijazah. [16]WafatnyaIbnu Hazm wafat pada bulan Sya‘ban tahun 456 H.Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata, “Aku menyalin dari tulisan tangan putranya, Abu Rafi‘, bahwa ayahnya wafat pada sore hari Ahad, dua hari tersisa dari bulan Sya‘ban tahun 456 H, dalam usia 71 tahun lebih beberapa bulan. Semoga Allah merahmatinya.” [17]Baca juga: Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah***Rumdin PPIA Sragen, 14 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyar A‘lam an-Nubala’. Takhrij hadis dan penyuntingan oleh Muhammad Ayman asy-Syabrawi. Kairo: Dar al-Hadits, 1427/ 2006. 18 jilid (16 jilid isi dan 2 jilid indeks). Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (15 Shafar 1446 H), sesuai nomor cetakan. Catatan kaki:[1] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[2] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 385.[3] Ibid, 13: 374.[4] Ibid, 13: 375.[5] Ibid, 13: 380.[6] Ibid, 13: 373-374.[7] https://islamqa.info/ar/answers/161540/[8] Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah – al-Majmu‘ah al-Ula, 12: 223.[9] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[10] Ibid, 13: 374.[11] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 378-379.[12] Kitab ini sudah tercetak, dan tersebar luas. Di antaranya adalah terbitan Dar Ibn Hazm, cetakan ketiga, tahun 2009.[13] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[14] Ibid, 13: 375.[15] Ibid, 13: 375.[16] Ibid, 13: 374.[17] Ibid, 13: 386.
Daftar Isi ToggleNasab dan kelahiranPertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuGuru-gurunyaAkidah dan mazhabnyaKarya-karya yang terkenalKitab al-Mujallā dalam fikihKitab al-MuḥallāKitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsPujian para ulama terhadapnyaMurid-muridnyaWafatnyaDi antara ulama besar yang namanya harum dalam sejarah Islam adalah Ibnu Ḥazm al-Andalusi raḥimahullāh. Beliau dikenal dengan kecerdasan luar biasa, keluasan ilmu, dan keteguhan membela kebenaran berdasarkan dalil.Artikel ini akan mengupas biografi singkat beliau, mulai dari nasab dan kelahiran, petumbuhan dan perjalanan menuntut ilmu, akidah dan manhaj, hingga karya-karyanya. Semoga pembahasan ini menjadi pelajaran dan inspirasi bagi kita semua dalam meneladani perjalanan hidup beliau yang penuh hikmah.Nasab dan kelahiranNama lengkap beliau adalah Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm. Beliau berasal dari keturunan Persia, kemudian menetap di Andalusia, dari kota Qurtubah (Cordoba). Kunyah beliau adalah Abu Muhammad. [1]Beliau lahir di Qurtubah pada tahun 384 H. Al-Hafizh Abu al-Qasim Ibnu Basykuwal dalam ash-Shilah meriwayatkan dari Qadhi Sha‘id bin Ahmad bahwa Ibnu Hazm menulis dengan tangannya sendiri,ولدت بقرطبة … قبل طلوع الشمس آخر ليلة الأربعاء آخر يوم من رمضان سنة أربع وثمانين وثلاث مائة …“Aku dilahirkan di Qurtubah … , sebelum terbit matahari, pada akhir malam Rabu, hari terakhir bulan Ramadan tahun 384 H. … ” [2]Pertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuBeliau tumbuh dalam kemewahan dan kenyamanan. Allah menganugerahkan kepadanya kecerdasan luar biasa, daya ingat yang tajam, dan banyak koleksi kitab langka. Ayahnya adalah salah seorang tokoh besar di Qurtubah, yang pernah menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan ad-Daulah al-‘Āmiriyyah. [3]Abu Muhammad sendiri juga pernah menjabat sebagai menteri di masa mudanya. Pada awalnya, ia mendalami sastra, sejarah, puisi, logika (mantiq), dan bagian dari filsafat. Hal ini sempat mempengaruhinya, hingga ia menulis karya yang mengajak untuk mempelajari logika dan mendahulukannya atas ilmu-ilmu lain. Namun kemudian ia meninggalkan jalan tersebut dan memusatkan perhatiannya pada ilmu-ilmu syar‘i.Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad menceritakan,كان أبوه أبو عمر من وزراء المنصور محمد بن أبي عامر مدبر دولة المؤيد بالله بن المستنصر المرواني ثم وزر للمظفر ووزر أبو محمد للمستظهر عبد الرحمن بن هشام ثم نبذ هذه الطريقة وأقبل على العلوم الشرعية. …“Ayah Ibnu Hazm, Abu ‘Umar, adalah menteri al-Mansur Muhammad bin Abi ‘Amir dan pengatur pemerintahan al-Mu’ayyad Billah bin al-Mustansir al-Marwani. Setelah itu ia menjadi menteri al-Muzaffar, dan Ibnu Hazm sendiri pernah menjadi menteri al-Mustazhhir Abdurrahman bin Hisyam sebelum akhirnya meninggalkan jabatan tersebut untuk fokus pada ilmu agama. … ” [4]Tentang permulaan Ibnu Hazm rahimahullaah fokus belajar ilmu syar’i, khususnya fikih, Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Abu Bakr bin al-‘Arabi — berkata, “Abu Muhammad Ibnu Hazm menceritakan kepadaku bahwa sebab ia mempelajari fikih adalah karena suatu hari ia menghadiri salat jenazah. Ia masuk ke masjid dan duduk tanpa salat, lalu seseorang berkata kepadanya, ‘Berdirilah dan salatlah tahiyyatul masjid.’Saat itu usianya telah mencapai 26 tahun. Ia berkata, “Maka aku pun bangkit dan salat. Setelah kami kembali dari salat jenazah, aku masuk masjid, dan segera salat (tahiyyatul masjid). Lalu ada yang berkata kepadaku, ‘Duduklah, duduklah! Ini bukan waktu salat’ — saat itu setelah Asar. Maka aku pun pulang dengan perasaan sedih.Aku berkata kepada guru yang membesarkanku, ‘Tunjukkan aku rumahnya faqih Abu Abdullah bin Dahhun.’ Aku pun mendatanginya dan memberitahukan apa yang terjadi. Ia lalu menunjukkan kepadaku kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Aku memulai mempelajarinya darinya, lalu terus membaca kepadanya, dan kepada selainnya selama kurang lebih tiga tahun…” [5]Guru-gurunyaBeliau mulai mendengar (belajar hadis) pada tahun 400 H dan sesudahnya dari sejumlah ulama, di antaranya:Yahya bin Mas‘ud bin Wajh al-Jannah, murid Qasim bin Ashbagh, dan inilah guru tertingginya;Abu ‘Umar Ahmad bin Muhammad bin al-Jasur;Yunus bin Abdullah bin Mughits al-Qadhi;Hammam bin Ahmad al-Qadhi. [6]Selain itu, sebagaimana telah berlalu pembahasan tentang awal mula beliau fokus mempelajari ilmu syari’at, di mana beliau belajar kepada seorang ahli fikih bernama Abu Abdullah bin Dahhun rahimahumullahu.Akidah dan mazhabnyaBeliau rahimahullah adalah seorang ulama besar, hafizh hadis, pengagung sunnah, dan para pengikutnya, pencari dan penjaga sunnah, serta sangat bersemangat dalam mengikutinya. Namun, dalam hatinya masuk beberapa prinsip dari filsafat dan ahli bid‘ah, yang menyebabkan ia berpendapat dengan pandangan yang menyelisihi ahlul hadis dan ahlus sunnah dalam bab Asma’ dan Sifat secara khusus, dan juga dalam beberapa masalah lain di bidang ushul maupun furu‘.Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa beliau termasuk ahlus sunnah secara mutlak, khususnya dalam masalah sifat-sifat Allah. Akan tetapi, beliau juga tidak keluar sepenuhnya dari sunnah dan para pengikutnya, serta tidak termasuk golongan ahli bid‘ah, karena pengagungannya terhadap sunnah, jalannya yang mendorong untuk mengikutinya, dan meninggalkan segala yang bertentangan dengannya, meskipun beliau keliru dalam beberapa rincian. Wallahu a‘lam. [7]Para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan tentang beliau,من ‌العلماء ‌المبرزين ‌في ‌الأصول، والفروع، وفي علم الكتاب والسنة، إلا أنه خالف جمهور أهل العلم في مسائل كثيرة أخطأ فيها الصواب؛ لجموده على الظاهر، وعدم قوله بالقياس الجلي المستوفي للشروط المعتبرة، وخطأه في العقيدة بتأويل نصوص الأسماء والصفات أشد وأعظم.“Beliau termasuk ulama terkemuka dalam bidang ushul dan furu‘, serta dalam ilmu Al-Kitab dan As-Sunnah. Akan tetapi, beliau menyelisihi mayoritas ulama dalam banyak masalah di mana beliau keliru dalam mencapai kebenaran; sebab kekakuannya dalam berpegang pada zahir nash, dan penolakannya terhadap qiyas yang jelas dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kesalahannya dalam akidah, berupa penakwilan terhadap nash-nash tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, adalah lebih berat dan lebih besar.” [8]Tentang mazhabnya, Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya,الظاهري“Seorang yang bermazhab Zhahiri.” [9]Dikatakan bahwa pada awalnya beliau mempelajari fikih dalam mazhab Syafi‘i, kemudian ijtihadnya membawanya kepada pendapat menolak seluruh bentuk qiyas, baik yang jelas maupun yang tersembunyi. Beliau berpegang pada zahir nash dan keumuman Al-Qur’an serta hadis, mengamalkan prinsip bara’ah ashliyyah (asal bebas dari beban hukum) dan istishab al-hal (menetapkan hukum asal). Beliau menulis banyak buku dalam masalah ini, berdebat membelanya, dan menyebarkan pandangan ini dengan lisan dan tulisannya. [10]Baca juga: Biografi Ringkas Ibnu Hajar Al-AsqalaniKarya-karya yang terkenalIbnu Hazm memiliki karya-karya besar dan berharga, di antaranya:Kitab al-Mujallā dalam fikihKitab fikih yang memuat pendapat-pendapatnya berdasarkan mazhab Ẓāhiriyyah, berpegang pada zahir nash tanpa qiyas. Kitab ini ringkas, namun menjadi dasar bagi karyanya yang lebih besar, al-Muḥallā.Kitab al-MuḥallāSyarah (penjelasan) atas al-Mujallā yang dilengkapi dalil Al-Qur’an, hadis, dan atsar sahabat, beserta bantahan terhadap pendapat yang berbeda.Kitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab ushul fikih yang menjelaskan kaidah-kaidah istinbat (pengambilan kesimpulan) hukum menurut metode Ẓāhiriyyah.Kitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab akidah dan perbandingan agama, membahas berbagai aliran dan sekte dalam Islam maupun agama-agama lain. [11]Kitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsKarya dalam bidang akhlak dan tashfiyah an-nafs (penyucian jiwa), berisi nasihat moral, adab, dan panduan memperbaiki diri, ditulis dengan gaya renungan dan pengalaman pribadi beliau. [12]Pujian para ulama terhadapnyaIbnu Hazm Al-Andalusi mendapat pujian dari banyak ulama besar. Di antara pujian para ulama terhadap beliau:Imam adz-Dzahabi dalam as-Siyar berkata,الإمام الأوحد البحر ذو الفنون“Imam yang tunggal, lautan ilmu, pemilik berbagai bidang keahlian.” [13]Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata,“Ibnu Hazm adalah orang yang paling menguasai seluruh ilmu Islam di seluruh Andalusia dan yang paling luas pengetahuannya. Ia juga memiliki keluasan dalam ilmu bahasa, bagian besar dari balaghah dan syair, serta pengetahuan mendalam tentang sejarah dan berita. Putranya, al-Fadhl, mengabarkan kepadaku bahwa ia memiliki di sisinya tulisan tangan ayahnya, Abu Muhammad, dari karya-karyanya yang berjumlah empat ratus jilid, mencakup hampir delapan puluh ribu lembar.” [14]Abu ‘Abdillah al-Humaidi berkata,كان ابن حزم حافظًا للحديث وفقهه مستنبطًا للأحكام من الكتاب والسنة متفننًا في علوم جمة عاملًا بعلمه ما رأينا مثله فيما اجتمع له من الذكاء وسرعة الحفظ وكرم النفس والتدين وكان له في الأدب والشعر نفس واسع وباع طويل وما رأيت من يقول الشعر على البديه أسرع منه وشعره كثير جمعته على حروف المعجم.“Ibnu Hazm adalah seorang hafizh hadis dan memahami fikihnya, mampu menyimpulkan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah, menguasai banyak cabang ilmu, dan mengamalkan ilmunya. Kami tidak pernah melihat yang sepertinya dalam hal kecerdasan, kecepatan hafalan, keluhuran jiwa, dan ketakwaan. Dalam sastra dan syair ia memiliki keluasan bakat dan kemampuan yang tinggi. Aku tidak pernah melihat seseorang yang dapat membuat syair secara spontan lebih cepat darinya. Syairnya sangat banyak, dan aku telah mengumpulkannya berdasarkan urutan huruf hijaiyah.” [15]Murid-muridnyaIbnu Hazm memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah:Putranya, yaitu Abu Rafi‘ al-Fadhl.Abu ‘Abdillah al-Humaidi.Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Qadhi Abu Bakr bin al-‘Arabi.Abu al-Hasan Syuraih bin Muhammad, yang disebutkan sebagai orang terakhir yang meriwayatkan darinya melalui ijazah. [16]WafatnyaIbnu Hazm wafat pada bulan Sya‘ban tahun 456 H.Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata, “Aku menyalin dari tulisan tangan putranya, Abu Rafi‘, bahwa ayahnya wafat pada sore hari Ahad, dua hari tersisa dari bulan Sya‘ban tahun 456 H, dalam usia 71 tahun lebih beberapa bulan. Semoga Allah merahmatinya.” [17]Baca juga: Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah***Rumdin PPIA Sragen, 14 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyar A‘lam an-Nubala’. Takhrij hadis dan penyuntingan oleh Muhammad Ayman asy-Syabrawi. Kairo: Dar al-Hadits, 1427/ 2006. 18 jilid (16 jilid isi dan 2 jilid indeks). Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (15 Shafar 1446 H), sesuai nomor cetakan. Catatan kaki:[1] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[2] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 385.[3] Ibid, 13: 374.[4] Ibid, 13: 375.[5] Ibid, 13: 380.[6] Ibid, 13: 373-374.[7] https://islamqa.info/ar/answers/161540/[8] Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah – al-Majmu‘ah al-Ula, 12: 223.[9] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[10] Ibid, 13: 374.[11] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 378-379.[12] Kitab ini sudah tercetak, dan tersebar luas. Di antaranya adalah terbitan Dar Ibn Hazm, cetakan ketiga, tahun 2009.[13] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[14] Ibid, 13: 375.[15] Ibid, 13: 375.[16] Ibid, 13: 374.[17] Ibid, 13: 386.


Daftar Isi ToggleNasab dan kelahiranPertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuGuru-gurunyaAkidah dan mazhabnyaKarya-karya yang terkenalKitab al-Mujallā dalam fikihKitab al-MuḥallāKitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsPujian para ulama terhadapnyaMurid-muridnyaWafatnyaDi antara ulama besar yang namanya harum dalam sejarah Islam adalah Ibnu Ḥazm al-Andalusi raḥimahullāh. Beliau dikenal dengan kecerdasan luar biasa, keluasan ilmu, dan keteguhan membela kebenaran berdasarkan dalil.Artikel ini akan mengupas biografi singkat beliau, mulai dari nasab dan kelahiran, petumbuhan dan perjalanan menuntut ilmu, akidah dan manhaj, hingga karya-karyanya. Semoga pembahasan ini menjadi pelajaran dan inspirasi bagi kita semua dalam meneladani perjalanan hidup beliau yang penuh hikmah.Nasab dan kelahiranNama lengkap beliau adalah Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm. Beliau berasal dari keturunan Persia, kemudian menetap di Andalusia, dari kota Qurtubah (Cordoba). Kunyah beliau adalah Abu Muhammad. [1]Beliau lahir di Qurtubah pada tahun 384 H. Al-Hafizh Abu al-Qasim Ibnu Basykuwal dalam ash-Shilah meriwayatkan dari Qadhi Sha‘id bin Ahmad bahwa Ibnu Hazm menulis dengan tangannya sendiri,ولدت بقرطبة … قبل طلوع الشمس آخر ليلة الأربعاء آخر يوم من رمضان سنة أربع وثمانين وثلاث مائة …“Aku dilahirkan di Qurtubah … , sebelum terbit matahari, pada akhir malam Rabu, hari terakhir bulan Ramadan tahun 384 H. … ” [2]Pertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmuBeliau tumbuh dalam kemewahan dan kenyamanan. Allah menganugerahkan kepadanya kecerdasan luar biasa, daya ingat yang tajam, dan banyak koleksi kitab langka. Ayahnya adalah salah seorang tokoh besar di Qurtubah, yang pernah menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan ad-Daulah al-‘Āmiriyyah. [3]Abu Muhammad sendiri juga pernah menjabat sebagai menteri di masa mudanya. Pada awalnya, ia mendalami sastra, sejarah, puisi, logika (mantiq), dan bagian dari filsafat. Hal ini sempat mempengaruhinya, hingga ia menulis karya yang mengajak untuk mempelajari logika dan mendahulukannya atas ilmu-ilmu lain. Namun kemudian ia meninggalkan jalan tersebut dan memusatkan perhatiannya pada ilmu-ilmu syar‘i.Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad menceritakan,كان أبوه أبو عمر من وزراء المنصور محمد بن أبي عامر مدبر دولة المؤيد بالله بن المستنصر المرواني ثم وزر للمظفر ووزر أبو محمد للمستظهر عبد الرحمن بن هشام ثم نبذ هذه الطريقة وأقبل على العلوم الشرعية. …“Ayah Ibnu Hazm, Abu ‘Umar, adalah menteri al-Mansur Muhammad bin Abi ‘Amir dan pengatur pemerintahan al-Mu’ayyad Billah bin al-Mustansir al-Marwani. Setelah itu ia menjadi menteri al-Muzaffar, dan Ibnu Hazm sendiri pernah menjadi menteri al-Mustazhhir Abdurrahman bin Hisyam sebelum akhirnya meninggalkan jabatan tersebut untuk fokus pada ilmu agama. … ” [4]Tentang permulaan Ibnu Hazm rahimahullaah fokus belajar ilmu syar’i, khususnya fikih, Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Abu Bakr bin al-‘Arabi — berkata, “Abu Muhammad Ibnu Hazm menceritakan kepadaku bahwa sebab ia mempelajari fikih adalah karena suatu hari ia menghadiri salat jenazah. Ia masuk ke masjid dan duduk tanpa salat, lalu seseorang berkata kepadanya, ‘Berdirilah dan salatlah tahiyyatul masjid.’Saat itu usianya telah mencapai 26 tahun. Ia berkata, “Maka aku pun bangkit dan salat. Setelah kami kembali dari salat jenazah, aku masuk masjid, dan segera salat (tahiyyatul masjid). Lalu ada yang berkata kepadaku, ‘Duduklah, duduklah! Ini bukan waktu salat’ — saat itu setelah Asar. Maka aku pun pulang dengan perasaan sedih.Aku berkata kepada guru yang membesarkanku, ‘Tunjukkan aku rumahnya faqih Abu Abdullah bin Dahhun.’ Aku pun mendatanginya dan memberitahukan apa yang terjadi. Ia lalu menunjukkan kepadaku kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Aku memulai mempelajarinya darinya, lalu terus membaca kepadanya, dan kepada selainnya selama kurang lebih tiga tahun…” [5]Guru-gurunyaBeliau mulai mendengar (belajar hadis) pada tahun 400 H dan sesudahnya dari sejumlah ulama, di antaranya:Yahya bin Mas‘ud bin Wajh al-Jannah, murid Qasim bin Ashbagh, dan inilah guru tertingginya;Abu ‘Umar Ahmad bin Muhammad bin al-Jasur;Yunus bin Abdullah bin Mughits al-Qadhi;Hammam bin Ahmad al-Qadhi. [6]Selain itu, sebagaimana telah berlalu pembahasan tentang awal mula beliau fokus mempelajari ilmu syari’at, di mana beliau belajar kepada seorang ahli fikih bernama Abu Abdullah bin Dahhun rahimahumullahu.Akidah dan mazhabnyaBeliau rahimahullah adalah seorang ulama besar, hafizh hadis, pengagung sunnah, dan para pengikutnya, pencari dan penjaga sunnah, serta sangat bersemangat dalam mengikutinya. Namun, dalam hatinya masuk beberapa prinsip dari filsafat dan ahli bid‘ah, yang menyebabkan ia berpendapat dengan pandangan yang menyelisihi ahlul hadis dan ahlus sunnah dalam bab Asma’ dan Sifat secara khusus, dan juga dalam beberapa masalah lain di bidang ushul maupun furu‘.Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa beliau termasuk ahlus sunnah secara mutlak, khususnya dalam masalah sifat-sifat Allah. Akan tetapi, beliau juga tidak keluar sepenuhnya dari sunnah dan para pengikutnya, serta tidak termasuk golongan ahli bid‘ah, karena pengagungannya terhadap sunnah, jalannya yang mendorong untuk mengikutinya, dan meninggalkan segala yang bertentangan dengannya, meskipun beliau keliru dalam beberapa rincian. Wallahu a‘lam. [7]Para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan tentang beliau,من ‌العلماء ‌المبرزين ‌في ‌الأصول، والفروع، وفي علم الكتاب والسنة، إلا أنه خالف جمهور أهل العلم في مسائل كثيرة أخطأ فيها الصواب؛ لجموده على الظاهر، وعدم قوله بالقياس الجلي المستوفي للشروط المعتبرة، وخطأه في العقيدة بتأويل نصوص الأسماء والصفات أشد وأعظم.“Beliau termasuk ulama terkemuka dalam bidang ushul dan furu‘, serta dalam ilmu Al-Kitab dan As-Sunnah. Akan tetapi, beliau menyelisihi mayoritas ulama dalam banyak masalah di mana beliau keliru dalam mencapai kebenaran; sebab kekakuannya dalam berpegang pada zahir nash, dan penolakannya terhadap qiyas yang jelas dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kesalahannya dalam akidah, berupa penakwilan terhadap nash-nash tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, adalah lebih berat dan lebih besar.” [8]Tentang mazhabnya, Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya,الظاهري“Seorang yang bermazhab Zhahiri.” [9]Dikatakan bahwa pada awalnya beliau mempelajari fikih dalam mazhab Syafi‘i, kemudian ijtihadnya membawanya kepada pendapat menolak seluruh bentuk qiyas, baik yang jelas maupun yang tersembunyi. Beliau berpegang pada zahir nash dan keumuman Al-Qur’an serta hadis, mengamalkan prinsip bara’ah ashliyyah (asal bebas dari beban hukum) dan istishab al-hal (menetapkan hukum asal). Beliau menulis banyak buku dalam masalah ini, berdebat membelanya, dan menyebarkan pandangan ini dengan lisan dan tulisannya. [10]Baca juga: Biografi Ringkas Ibnu Hajar Al-AsqalaniKarya-karya yang terkenalIbnu Hazm memiliki karya-karya besar dan berharga, di antaranya:Kitab al-Mujallā dalam fikihKitab fikih yang memuat pendapat-pendapatnya berdasarkan mazhab Ẓāhiriyyah, berpegang pada zahir nash tanpa qiyas. Kitab ini ringkas, namun menjadi dasar bagi karyanya yang lebih besar, al-Muḥallā.Kitab al-MuḥallāSyarah (penjelasan) atas al-Mujallā yang dilengkapi dalil Al-Qur’an, hadis, dan atsar sahabat, beserta bantahan terhadap pendapat yang berbeda.Kitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-AḥkāmKitab ushul fikih yang menjelaskan kaidah-kaidah istinbat (pengambilan kesimpulan) hukum menurut metode Ẓāhiriyyah.Kitab al-Faṣl fī al-Milal wan-NiḥalKitab akidah dan perbandingan agama, membahas berbagai aliran dan sekte dalam Islam maupun agama-agama lain. [11]Kitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-NufūsKarya dalam bidang akhlak dan tashfiyah an-nafs (penyucian jiwa), berisi nasihat moral, adab, dan panduan memperbaiki diri, ditulis dengan gaya renungan dan pengalaman pribadi beliau. [12]Pujian para ulama terhadapnyaIbnu Hazm Al-Andalusi mendapat pujian dari banyak ulama besar. Di antara pujian para ulama terhadap beliau:Imam adz-Dzahabi dalam as-Siyar berkata,الإمام الأوحد البحر ذو الفنون“Imam yang tunggal, lautan ilmu, pemilik berbagai bidang keahlian.” [13]Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata,“Ibnu Hazm adalah orang yang paling menguasai seluruh ilmu Islam di seluruh Andalusia dan yang paling luas pengetahuannya. Ia juga memiliki keluasan dalam ilmu bahasa, bagian besar dari balaghah dan syair, serta pengetahuan mendalam tentang sejarah dan berita. Putranya, al-Fadhl, mengabarkan kepadaku bahwa ia memiliki di sisinya tulisan tangan ayahnya, Abu Muhammad, dari karya-karyanya yang berjumlah empat ratus jilid, mencakup hampir delapan puluh ribu lembar.” [14]Abu ‘Abdillah al-Humaidi berkata,كان ابن حزم حافظًا للحديث وفقهه مستنبطًا للأحكام من الكتاب والسنة متفننًا في علوم جمة عاملًا بعلمه ما رأينا مثله فيما اجتمع له من الذكاء وسرعة الحفظ وكرم النفس والتدين وكان له في الأدب والشعر نفس واسع وباع طويل وما رأيت من يقول الشعر على البديه أسرع منه وشعره كثير جمعته على حروف المعجم.“Ibnu Hazm adalah seorang hafizh hadis dan memahami fikihnya, mampu menyimpulkan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah, menguasai banyak cabang ilmu, dan mengamalkan ilmunya. Kami tidak pernah melihat yang sepertinya dalam hal kecerdasan, kecepatan hafalan, keluhuran jiwa, dan ketakwaan. Dalam sastra dan syair ia memiliki keluasan bakat dan kemampuan yang tinggi. Aku tidak pernah melihat seseorang yang dapat membuat syair secara spontan lebih cepat darinya. Syairnya sangat banyak, dan aku telah mengumpulkannya berdasarkan urutan huruf hijaiyah.” [15]Murid-muridnyaIbnu Hazm memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah:Putranya, yaitu Abu Rafi‘ al-Fadhl.Abu ‘Abdillah al-Humaidi.Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Qadhi Abu Bakr bin al-‘Arabi.Abu al-Hasan Syuraih bin Muhammad, yang disebutkan sebagai orang terakhir yang meriwayatkan darinya melalui ijazah. [16]WafatnyaIbnu Hazm wafat pada bulan Sya‘ban tahun 456 H.Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata, “Aku menyalin dari tulisan tangan putranya, Abu Rafi‘, bahwa ayahnya wafat pada sore hari Ahad, dua hari tersisa dari bulan Sya‘ban tahun 456 H, dalam usia 71 tahun lebih beberapa bulan. Semoga Allah merahmatinya.” [17]Baca juga: Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah***Rumdin PPIA Sragen, 14 Shafar 1447Penulis: Prasetyo Abu Ka’abArtikel Muslim.or.id Referensi utama:Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyar A‘lam an-Nubala’. Takhrij hadis dan penyuntingan oleh Muhammad Ayman asy-Syabrawi. Kairo: Dar al-Hadits, 1427/ 2006. 18 jilid (16 jilid isi dan 2 jilid indeks). Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (15 Shafar 1446 H), sesuai nomor cetakan. Catatan kaki:[1] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[2] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 385.[3] Ibid, 13: 374.[4] Ibid, 13: 375.[5] Ibid, 13: 380.[6] Ibid, 13: 373-374.[7] https://islamqa.info/ar/answers/161540/[8] Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah – al-Majmu‘ah al-Ula, 12: 223.[9] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[10] Ibid, 13: 374.[11] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 378-379.[12] Kitab ini sudah tercetak, dan tersebar luas. Di antaranya adalah terbitan Dar Ibn Hazm, cetakan ketiga, tahun 2009.[13] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.[14] Ibid, 13: 375.[15] Ibid, 13: 375.[16] Ibid, 13: 374.[17] Ibid, 13: 386.

Stop Overthinking! Inilah Resep Bahagia dari Nabi – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Kekhawatiran membuat seseorang gelisah dan menjauhkannya dari kebahagiaan. Bahkan dapat menjauhkan dirinya dari khusyuk dalam salat, dan menghalanginya dari kehadiran hati dalam ibadah-ibadah yang ia lakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memohon perlindungan kepada Allah dari kekhawatiran. Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata, “Aku biasa melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku sering mendengar beliau banyak berdoa: ALLAAHUMMA INNII A-’UUDZUBIKA MINAL HAMMI WAL HAZAN WA MINAL ‘AJZI WAL KASAL WAMINAL JUBNI WAL BUKHL WA MIN GHOLABATID DAINI WA QOHRIR RIJAAL ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan,dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang dan kezaliman orang lain.’” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa meminta perlindungan dari kekhawatiran. Namun jika kekhawatiran datang tanpa dikehendaki, maka hal itu menjadi sebab penghapus dosa dari Allah Ta’ala. Sebagaimana yang disabdakan Nabi ‘alaihis shalatu wassalam: “Tidaklah seorang Mukmin tertimpa rasa lelah, sakit, atau kekhawatiran, bahkan duri yang menusuknya pun, kecuali Allah menghapus dosa-dosanya karenanya.” Jika ada kekhawatiran yang menimpa seseorang maka Allah Ta’ala akan menghapus dosa-dosanya, karena hal itu menyusahkan dan mengguncang jiwanya. Namun, seorang Muslim harus menjauhi hal-hal yang memicu kekhawatiran dan senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala darinya. Jadi ia harus menjauhkan diri dari sebab-sebab kekhawatiran. Tidak perlu memikirkan, “Apa yang akan terjadi nanti? Apa yang akan terjadi esok hari?” dan menyibukkan pikirannya dengan itu. Cukup ia melakukan usaha yang terbaik, lalu menyerahkan urusannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana telah kita bahas pada faedah sebelumnya, ia harus menyabarkan dirinya dan meningkatkan kesabarannya. Sambil berkata, “Aku bersabar atas segala takdir yang Allah tetapkan.” Ini adalah beberapa hal yang dapat menghilangkan rasa khawatir. Demikian juga memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari rasa khawatir. Juga membaca doa yang dahulu sering dibaca oleh Nabi ‘alaihis shalatu wassalam ini: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang, dan dari kezaliman orang lain.” Demikian pula kesedihan, seseorang hendaknya menjauhinya. Perbedaan antara kekhawatiran dan kesedihan adalah: kekhawatiran berkaitan dengan masa depan, sedangkan kesedihan berkaitan dengan masa lalu. Itulah sebabnya, kata “kesedihan” dalam Al-Qur’an hanya muncul dalam bentuk larangan atau penafian. Allah Ta’ala sama sekali tidak pernah memerintahkan untuk bersedih. “Janganlah bersedih atas mereka.” (QS. An-Nahl: 127) “Janganlah kalian lemah dan bersedih.” (QS. Ali Imran: 139). “Tidak ada ketakutan dan kesedihan atas mereka.” (QS. Yunus: 62). Maka kata (حزن) tidak disebutkan dalam Al-Qur’an kecuali dalam bentuk larangan atau penafian, karena memang tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya menjauhi segala sesuatu yang tidak bermanfaat dan sebab-sebab yang menyertainya. Ia harus membiasakan diri untuk menghindari kekhawatiran dan kesedihan, serta menyabarkan diri dan terus meningkatkan kesabaran. Barang siapa menyabarkan diri, Allah ‘Azza wa Jalla akan menjadikannya sabar. Serta setiap hari memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari kekhawatiran dan kesedihan. === الْهَمُّ مُقْلِقٌ لِلْإِنْسَانِ وَيَجْعَلُ الْإِنْسَانَ بَعِيدًا عَنِ السَّعَادَةِ بَلْ يَجْعَلُهُ بَعِيدًا عَنِ الْخُشُوعِ فِي الصَّلَاةِ وَعَنْ حُضُورِ الْقَلْبِ فِي الْعِبَادَاتِ الَّتِي يُؤَدِّيْهَا وَالْهَمُّ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنْهُ كَمَا جَاءَ فِي الصَّحِيحِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أَخْدِمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ يُكْثِرُ مِنْ أَنْ يَقُولَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ فَكَانَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنَ الْهَمِّ وَلَكِنْ إِذَا أَتَى الْهَمُّ رَغْمًا عَنِ الْإِنْسَانِ فَإِنَّهُ مِمَّا يُكَفِّرُ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ سَيِّئَاتِهِ فَإِذَا وَقَعَ لِلْإِنْسَانِ الْهَمُّ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُكَفِّرُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ لِأَنَّهُ أَمْرٌ مُقْلِقٌ وَمُزْعِجٌ لِلنَّفْسِ لَكِنْ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهُمُومِ أَيْضًا فَيَبْتَعِدُ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ يَعْنِي لَا دَاعِيَ إِلَى أَنْ يُفَكِّرَ مَا الَّذِي سَيَكُونُ فِي الْمُسْتَقْبَلِ؟ مَا الَّذِي سَيَكُونُ غَدًا؟ وَيُشْغِلُ بَالَهُ بِذَلِكَ إِنَّمَا يَفْعَلُ الْأَسْبَابَ وَيُفَوِّضُ الْأَمْرَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَمَا مَرَّ مَعَنَا فِي فَائِدَةٍ سَابِقَةٍ يُصَبِّرُ نَفْسَهُ يَرْفَعُ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَيَقُولُ أَصْبِرُ لِمَا يُقَدِّرُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْأَقْدَارِ فَهَذَا مِمَّا يُزِيلُ الْهُمُومَ كَذَلِكَ أَيْضًا يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهَمِّ وَيَأْتِي بِهَذَا الدُّعَاءِ الَّذِي كَانَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يُكْثِرُ مِنْهُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ وَهَكَذَا أَيْضًا الْحَزَنُ يَنْبَغِي أَنْ يَبْتَعِدَ الْإِنْسَانُ عَنْهُ وَالْفَرْقُ بَيْنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ أَنَّ الْهَمَّ يَكُوْنُ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ وَالْحَزَنُ يَكُونُ عَمَّا مَضَى وَلِذَلِكَ لَمْ يَرِدْ الحَزَنُ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا مَنْهِيًّا عَنْهُ أَوْ مَنْفِيًّا وَلَمْ يُؤْمِرِ اللَّهُ تَعَالَى بِالْحُزْنِ أَبَدًا وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ فَهَذِهِ الْمَادَّةُ مَادَّةُ الْحَزَنِ لَمْ تَرِدْ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا عَلَى سَبِيْلِ النَّفْيِ أَوْ النَّهْيِ لِأَنَّهُ لَا فَائِدَةَ مِنْهُ لِهَذَا مَا كَانَ لَيْسَ فِيهِ فَائِدَةٌ يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْهُ وَأَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِهِ فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يُوَطِّنَ نَفْسَهُ عَلَى اجْتِنَابِ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَنْ يُصَبِّرَ نَفْسَهُ وَيَرْفَعَ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى كُلَّ يَوْمٍ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ

Stop Overthinking! Inilah Resep Bahagia dari Nabi – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Kekhawatiran membuat seseorang gelisah dan menjauhkannya dari kebahagiaan. Bahkan dapat menjauhkan dirinya dari khusyuk dalam salat, dan menghalanginya dari kehadiran hati dalam ibadah-ibadah yang ia lakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memohon perlindungan kepada Allah dari kekhawatiran. Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata, “Aku biasa melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku sering mendengar beliau banyak berdoa: ALLAAHUMMA INNII A-’UUDZUBIKA MINAL HAMMI WAL HAZAN WA MINAL ‘AJZI WAL KASAL WAMINAL JUBNI WAL BUKHL WA MIN GHOLABATID DAINI WA QOHRIR RIJAAL ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan,dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang dan kezaliman orang lain.’” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa meminta perlindungan dari kekhawatiran. Namun jika kekhawatiran datang tanpa dikehendaki, maka hal itu menjadi sebab penghapus dosa dari Allah Ta’ala. Sebagaimana yang disabdakan Nabi ‘alaihis shalatu wassalam: “Tidaklah seorang Mukmin tertimpa rasa lelah, sakit, atau kekhawatiran, bahkan duri yang menusuknya pun, kecuali Allah menghapus dosa-dosanya karenanya.” Jika ada kekhawatiran yang menimpa seseorang maka Allah Ta’ala akan menghapus dosa-dosanya, karena hal itu menyusahkan dan mengguncang jiwanya. Namun, seorang Muslim harus menjauhi hal-hal yang memicu kekhawatiran dan senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala darinya. Jadi ia harus menjauhkan diri dari sebab-sebab kekhawatiran. Tidak perlu memikirkan, “Apa yang akan terjadi nanti? Apa yang akan terjadi esok hari?” dan menyibukkan pikirannya dengan itu. Cukup ia melakukan usaha yang terbaik, lalu menyerahkan urusannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana telah kita bahas pada faedah sebelumnya, ia harus menyabarkan dirinya dan meningkatkan kesabarannya. Sambil berkata, “Aku bersabar atas segala takdir yang Allah tetapkan.” Ini adalah beberapa hal yang dapat menghilangkan rasa khawatir. Demikian juga memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari rasa khawatir. Juga membaca doa yang dahulu sering dibaca oleh Nabi ‘alaihis shalatu wassalam ini: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang, dan dari kezaliman orang lain.” Demikian pula kesedihan, seseorang hendaknya menjauhinya. Perbedaan antara kekhawatiran dan kesedihan adalah: kekhawatiran berkaitan dengan masa depan, sedangkan kesedihan berkaitan dengan masa lalu. Itulah sebabnya, kata “kesedihan” dalam Al-Qur’an hanya muncul dalam bentuk larangan atau penafian. Allah Ta’ala sama sekali tidak pernah memerintahkan untuk bersedih. “Janganlah bersedih atas mereka.” (QS. An-Nahl: 127) “Janganlah kalian lemah dan bersedih.” (QS. Ali Imran: 139). “Tidak ada ketakutan dan kesedihan atas mereka.” (QS. Yunus: 62). Maka kata (حزن) tidak disebutkan dalam Al-Qur’an kecuali dalam bentuk larangan atau penafian, karena memang tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya menjauhi segala sesuatu yang tidak bermanfaat dan sebab-sebab yang menyertainya. Ia harus membiasakan diri untuk menghindari kekhawatiran dan kesedihan, serta menyabarkan diri dan terus meningkatkan kesabaran. Barang siapa menyabarkan diri, Allah ‘Azza wa Jalla akan menjadikannya sabar. Serta setiap hari memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari kekhawatiran dan kesedihan. === الْهَمُّ مُقْلِقٌ لِلْإِنْسَانِ وَيَجْعَلُ الْإِنْسَانَ بَعِيدًا عَنِ السَّعَادَةِ بَلْ يَجْعَلُهُ بَعِيدًا عَنِ الْخُشُوعِ فِي الصَّلَاةِ وَعَنْ حُضُورِ الْقَلْبِ فِي الْعِبَادَاتِ الَّتِي يُؤَدِّيْهَا وَالْهَمُّ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنْهُ كَمَا جَاءَ فِي الصَّحِيحِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أَخْدِمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ يُكْثِرُ مِنْ أَنْ يَقُولَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ فَكَانَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنَ الْهَمِّ وَلَكِنْ إِذَا أَتَى الْهَمُّ رَغْمًا عَنِ الْإِنْسَانِ فَإِنَّهُ مِمَّا يُكَفِّرُ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ سَيِّئَاتِهِ فَإِذَا وَقَعَ لِلْإِنْسَانِ الْهَمُّ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُكَفِّرُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ لِأَنَّهُ أَمْرٌ مُقْلِقٌ وَمُزْعِجٌ لِلنَّفْسِ لَكِنْ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهُمُومِ أَيْضًا فَيَبْتَعِدُ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ يَعْنِي لَا دَاعِيَ إِلَى أَنْ يُفَكِّرَ مَا الَّذِي سَيَكُونُ فِي الْمُسْتَقْبَلِ؟ مَا الَّذِي سَيَكُونُ غَدًا؟ وَيُشْغِلُ بَالَهُ بِذَلِكَ إِنَّمَا يَفْعَلُ الْأَسْبَابَ وَيُفَوِّضُ الْأَمْرَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَمَا مَرَّ مَعَنَا فِي فَائِدَةٍ سَابِقَةٍ يُصَبِّرُ نَفْسَهُ يَرْفَعُ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَيَقُولُ أَصْبِرُ لِمَا يُقَدِّرُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْأَقْدَارِ فَهَذَا مِمَّا يُزِيلُ الْهُمُومَ كَذَلِكَ أَيْضًا يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهَمِّ وَيَأْتِي بِهَذَا الدُّعَاءِ الَّذِي كَانَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يُكْثِرُ مِنْهُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ وَهَكَذَا أَيْضًا الْحَزَنُ يَنْبَغِي أَنْ يَبْتَعِدَ الْإِنْسَانُ عَنْهُ وَالْفَرْقُ بَيْنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ أَنَّ الْهَمَّ يَكُوْنُ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ وَالْحَزَنُ يَكُونُ عَمَّا مَضَى وَلِذَلِكَ لَمْ يَرِدْ الحَزَنُ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا مَنْهِيًّا عَنْهُ أَوْ مَنْفِيًّا وَلَمْ يُؤْمِرِ اللَّهُ تَعَالَى بِالْحُزْنِ أَبَدًا وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ فَهَذِهِ الْمَادَّةُ مَادَّةُ الْحَزَنِ لَمْ تَرِدْ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا عَلَى سَبِيْلِ النَّفْيِ أَوْ النَّهْيِ لِأَنَّهُ لَا فَائِدَةَ مِنْهُ لِهَذَا مَا كَانَ لَيْسَ فِيهِ فَائِدَةٌ يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْهُ وَأَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِهِ فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يُوَطِّنَ نَفْسَهُ عَلَى اجْتِنَابِ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَنْ يُصَبِّرَ نَفْسَهُ وَيَرْفَعَ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى كُلَّ يَوْمٍ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ
Kekhawatiran membuat seseorang gelisah dan menjauhkannya dari kebahagiaan. Bahkan dapat menjauhkan dirinya dari khusyuk dalam salat, dan menghalanginya dari kehadiran hati dalam ibadah-ibadah yang ia lakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memohon perlindungan kepada Allah dari kekhawatiran. Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata, “Aku biasa melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku sering mendengar beliau banyak berdoa: ALLAAHUMMA INNII A-’UUDZUBIKA MINAL HAMMI WAL HAZAN WA MINAL ‘AJZI WAL KASAL WAMINAL JUBNI WAL BUKHL WA MIN GHOLABATID DAINI WA QOHRIR RIJAAL ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan,dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang dan kezaliman orang lain.’” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa meminta perlindungan dari kekhawatiran. Namun jika kekhawatiran datang tanpa dikehendaki, maka hal itu menjadi sebab penghapus dosa dari Allah Ta’ala. Sebagaimana yang disabdakan Nabi ‘alaihis shalatu wassalam: “Tidaklah seorang Mukmin tertimpa rasa lelah, sakit, atau kekhawatiran, bahkan duri yang menusuknya pun, kecuali Allah menghapus dosa-dosanya karenanya.” Jika ada kekhawatiran yang menimpa seseorang maka Allah Ta’ala akan menghapus dosa-dosanya, karena hal itu menyusahkan dan mengguncang jiwanya. Namun, seorang Muslim harus menjauhi hal-hal yang memicu kekhawatiran dan senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala darinya. Jadi ia harus menjauhkan diri dari sebab-sebab kekhawatiran. Tidak perlu memikirkan, “Apa yang akan terjadi nanti? Apa yang akan terjadi esok hari?” dan menyibukkan pikirannya dengan itu. Cukup ia melakukan usaha yang terbaik, lalu menyerahkan urusannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana telah kita bahas pada faedah sebelumnya, ia harus menyabarkan dirinya dan meningkatkan kesabarannya. Sambil berkata, “Aku bersabar atas segala takdir yang Allah tetapkan.” Ini adalah beberapa hal yang dapat menghilangkan rasa khawatir. Demikian juga memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari rasa khawatir. Juga membaca doa yang dahulu sering dibaca oleh Nabi ‘alaihis shalatu wassalam ini: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang, dan dari kezaliman orang lain.” Demikian pula kesedihan, seseorang hendaknya menjauhinya. Perbedaan antara kekhawatiran dan kesedihan adalah: kekhawatiran berkaitan dengan masa depan, sedangkan kesedihan berkaitan dengan masa lalu. Itulah sebabnya, kata “kesedihan” dalam Al-Qur’an hanya muncul dalam bentuk larangan atau penafian. Allah Ta’ala sama sekali tidak pernah memerintahkan untuk bersedih. “Janganlah bersedih atas mereka.” (QS. An-Nahl: 127) “Janganlah kalian lemah dan bersedih.” (QS. Ali Imran: 139). “Tidak ada ketakutan dan kesedihan atas mereka.” (QS. Yunus: 62). Maka kata (حزن) tidak disebutkan dalam Al-Qur’an kecuali dalam bentuk larangan atau penafian, karena memang tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya menjauhi segala sesuatu yang tidak bermanfaat dan sebab-sebab yang menyertainya. Ia harus membiasakan diri untuk menghindari kekhawatiran dan kesedihan, serta menyabarkan diri dan terus meningkatkan kesabaran. Barang siapa menyabarkan diri, Allah ‘Azza wa Jalla akan menjadikannya sabar. Serta setiap hari memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari kekhawatiran dan kesedihan. === الْهَمُّ مُقْلِقٌ لِلْإِنْسَانِ وَيَجْعَلُ الْإِنْسَانَ بَعِيدًا عَنِ السَّعَادَةِ بَلْ يَجْعَلُهُ بَعِيدًا عَنِ الْخُشُوعِ فِي الصَّلَاةِ وَعَنْ حُضُورِ الْقَلْبِ فِي الْعِبَادَاتِ الَّتِي يُؤَدِّيْهَا وَالْهَمُّ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنْهُ كَمَا جَاءَ فِي الصَّحِيحِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أَخْدِمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ يُكْثِرُ مِنْ أَنْ يَقُولَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ فَكَانَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنَ الْهَمِّ وَلَكِنْ إِذَا أَتَى الْهَمُّ رَغْمًا عَنِ الْإِنْسَانِ فَإِنَّهُ مِمَّا يُكَفِّرُ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ سَيِّئَاتِهِ فَإِذَا وَقَعَ لِلْإِنْسَانِ الْهَمُّ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُكَفِّرُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ لِأَنَّهُ أَمْرٌ مُقْلِقٌ وَمُزْعِجٌ لِلنَّفْسِ لَكِنْ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهُمُومِ أَيْضًا فَيَبْتَعِدُ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ يَعْنِي لَا دَاعِيَ إِلَى أَنْ يُفَكِّرَ مَا الَّذِي سَيَكُونُ فِي الْمُسْتَقْبَلِ؟ مَا الَّذِي سَيَكُونُ غَدًا؟ وَيُشْغِلُ بَالَهُ بِذَلِكَ إِنَّمَا يَفْعَلُ الْأَسْبَابَ وَيُفَوِّضُ الْأَمْرَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَمَا مَرَّ مَعَنَا فِي فَائِدَةٍ سَابِقَةٍ يُصَبِّرُ نَفْسَهُ يَرْفَعُ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَيَقُولُ أَصْبِرُ لِمَا يُقَدِّرُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْأَقْدَارِ فَهَذَا مِمَّا يُزِيلُ الْهُمُومَ كَذَلِكَ أَيْضًا يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهَمِّ وَيَأْتِي بِهَذَا الدُّعَاءِ الَّذِي كَانَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يُكْثِرُ مِنْهُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ وَهَكَذَا أَيْضًا الْحَزَنُ يَنْبَغِي أَنْ يَبْتَعِدَ الْإِنْسَانُ عَنْهُ وَالْفَرْقُ بَيْنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ أَنَّ الْهَمَّ يَكُوْنُ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ وَالْحَزَنُ يَكُونُ عَمَّا مَضَى وَلِذَلِكَ لَمْ يَرِدْ الحَزَنُ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا مَنْهِيًّا عَنْهُ أَوْ مَنْفِيًّا وَلَمْ يُؤْمِرِ اللَّهُ تَعَالَى بِالْحُزْنِ أَبَدًا وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ فَهَذِهِ الْمَادَّةُ مَادَّةُ الْحَزَنِ لَمْ تَرِدْ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا عَلَى سَبِيْلِ النَّفْيِ أَوْ النَّهْيِ لِأَنَّهُ لَا فَائِدَةَ مِنْهُ لِهَذَا مَا كَانَ لَيْسَ فِيهِ فَائِدَةٌ يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْهُ وَأَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِهِ فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يُوَطِّنَ نَفْسَهُ عَلَى اجْتِنَابِ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَنْ يُصَبِّرَ نَفْسَهُ وَيَرْفَعَ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى كُلَّ يَوْمٍ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ


Kekhawatiran membuat seseorang gelisah dan menjauhkannya dari kebahagiaan. Bahkan dapat menjauhkan dirinya dari khusyuk dalam salat, dan menghalanginya dari kehadiran hati dalam ibadah-ibadah yang ia lakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memohon perlindungan kepada Allah dari kekhawatiran. Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata, “Aku biasa melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku sering mendengar beliau banyak berdoa: ALLAAHUMMA INNII A-’UUDZUBIKA MINAL HAMMI WAL HAZAN WA MINAL ‘AJZI WAL KASAL WAMINAL JUBNI WAL BUKHL WA MIN GHOLABATID DAINI WA QOHRIR RIJAAL ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan,dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang dan kezaliman orang lain.’” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa meminta perlindungan dari kekhawatiran. Namun jika kekhawatiran datang tanpa dikehendaki, maka hal itu menjadi sebab penghapus dosa dari Allah Ta’ala. Sebagaimana yang disabdakan Nabi ‘alaihis shalatu wassalam: “Tidaklah seorang Mukmin tertimpa rasa lelah, sakit, atau kekhawatiran, bahkan duri yang menusuknya pun, kecuali Allah menghapus dosa-dosanya karenanya.” Jika ada kekhawatiran yang menimpa seseorang maka Allah Ta’ala akan menghapus dosa-dosanya, karena hal itu menyusahkan dan mengguncang jiwanya. Namun, seorang Muslim harus menjauhi hal-hal yang memicu kekhawatiran dan senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala darinya. Jadi ia harus menjauhkan diri dari sebab-sebab kekhawatiran. Tidak perlu memikirkan, “Apa yang akan terjadi nanti? Apa yang akan terjadi esok hari?” dan menyibukkan pikirannya dengan itu. Cukup ia melakukan usaha yang terbaik, lalu menyerahkan urusannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana telah kita bahas pada faedah sebelumnya, ia harus menyabarkan dirinya dan meningkatkan kesabarannya. Sambil berkata, “Aku bersabar atas segala takdir yang Allah tetapkan.” Ini adalah beberapa hal yang dapat menghilangkan rasa khawatir. Demikian juga memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari rasa khawatir. Juga membaca doa yang dahulu sering dibaca oleh Nabi ‘alaihis shalatu wassalam ini: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekhawatiran dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kebakhilan, dari lilitan utang, dan dari kezaliman orang lain.” Demikian pula kesedihan, seseorang hendaknya menjauhinya. Perbedaan antara kekhawatiran dan kesedihan adalah: kekhawatiran berkaitan dengan masa depan, sedangkan kesedihan berkaitan dengan masa lalu. Itulah sebabnya, kata “kesedihan” dalam Al-Qur’an hanya muncul dalam bentuk larangan atau penafian. Allah Ta’ala sama sekali tidak pernah memerintahkan untuk bersedih. “Janganlah bersedih atas mereka.” (QS. An-Nahl: 127) “Janganlah kalian lemah dan bersedih.” (QS. Ali Imran: 139). “Tidak ada ketakutan dan kesedihan atas mereka.” (QS. Yunus: 62). Maka kata (حزن) tidak disebutkan dalam Al-Qur’an kecuali dalam bentuk larangan atau penafian, karena memang tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya menjauhi segala sesuatu yang tidak bermanfaat dan sebab-sebab yang menyertainya. Ia harus membiasakan diri untuk menghindari kekhawatiran dan kesedihan, serta menyabarkan diri dan terus meningkatkan kesabaran. Barang siapa menyabarkan diri, Allah ‘Azza wa Jalla akan menjadikannya sabar. Serta setiap hari memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari kekhawatiran dan kesedihan. === الْهَمُّ مُقْلِقٌ لِلْإِنْسَانِ وَيَجْعَلُ الْإِنْسَانَ بَعِيدًا عَنِ السَّعَادَةِ بَلْ يَجْعَلُهُ بَعِيدًا عَنِ الْخُشُوعِ فِي الصَّلَاةِ وَعَنْ حُضُورِ الْقَلْبِ فِي الْعِبَادَاتِ الَّتِي يُؤَدِّيْهَا وَالْهَمُّ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنْهُ كَمَا جَاءَ فِي الصَّحِيحِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أَخْدِمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ يُكْثِرُ مِنْ أَنْ يَقُولَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ فَكَانَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ مِنَ الْهَمِّ وَلَكِنْ إِذَا أَتَى الْهَمُّ رَغْمًا عَنِ الْإِنْسَانِ فَإِنَّهُ مِمَّا يُكَفِّرُ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ سَيِّئَاتِهِ فَإِذَا وَقَعَ لِلْإِنْسَانِ الْهَمُّ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُكَفِّرُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ لِأَنَّهُ أَمْرٌ مُقْلِقٌ وَمُزْعِجٌ لِلنَّفْسِ لَكِنْ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهُمُومِ أَيْضًا فَيَبْتَعِدُ عَنْ أَسْبَابِ الْهُمُومِ يَعْنِي لَا دَاعِيَ إِلَى أَنْ يُفَكِّرَ مَا الَّذِي سَيَكُونُ فِي الْمُسْتَقْبَلِ؟ مَا الَّذِي سَيَكُونُ غَدًا؟ وَيُشْغِلُ بَالَهُ بِذَلِكَ إِنَّمَا يَفْعَلُ الْأَسْبَابَ وَيُفَوِّضُ الْأَمْرَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَمَا مَرَّ مَعَنَا فِي فَائِدَةٍ سَابِقَةٍ يُصَبِّرُ نَفْسَهُ يَرْفَعُ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَيَقُولُ أَصْبِرُ لِمَا يُقَدِّرُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْأَقْدَارِ فَهَذَا مِمَّا يُزِيلُ الْهُمُومَ كَذَلِكَ أَيْضًا يَسْتَعِيذُ بِاللَّهِ تَعَالَى مِنَ الْهَمِّ وَيَأْتِي بِهَذَا الدُّعَاءِ الَّذِي كَانَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يُكْثِرُ مِنْهُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَمِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ وَهَكَذَا أَيْضًا الْحَزَنُ يَنْبَغِي أَنْ يَبْتَعِدَ الْإِنْسَانُ عَنْهُ وَالْفَرْقُ بَيْنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ أَنَّ الْهَمَّ يَكُوْنُ فِيمَا يُسْتَقْبَلُ وَالْحَزَنُ يَكُونُ عَمَّا مَضَى وَلِذَلِكَ لَمْ يَرِدْ الحَزَنُ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا مَنْهِيًّا عَنْهُ أَوْ مَنْفِيًّا وَلَمْ يُؤْمِرِ اللَّهُ تَعَالَى بِالْحُزْنِ أَبَدًا وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ فَهَذِهِ الْمَادَّةُ مَادَّةُ الْحَزَنِ لَمْ تَرِدْ فِي الْقُرْآنِ إِلَّا عَلَى سَبِيْلِ النَّفْيِ أَوْ النَّهْيِ لِأَنَّهُ لَا فَائِدَةَ مِنْهُ لِهَذَا مَا كَانَ لَيْسَ فِيهِ فَائِدَةٌ يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَعِدَ عَنْهُ وَأَنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أَسْبَابِهِ فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يُوَطِّنَ نَفْسَهُ عَلَى اجْتِنَابِ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَنْ يُصَبِّرَ نَفْسَهُ وَيَرْفَعَ مُسْتَوَى الصَّبْرِ عِنْدَهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَأَنْ يَسْتَعِيذَ بِاللَّهِ تَعَالَى كُلَّ يَوْمٍ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ

Khutbah Jumat: Syukur atas Kemerdekaan dengan Ibadah, Taat, dan Persatuan

Kemerdekaan adalah nikmat besar dari Allah yang wajib disyukuri dengan tindakan nyata, bukan sekadar seremonial tahunan. Syukur atas nikmat ini ditunjukkan dengan bertakwa, meninggalkan maksiat, dan membangun kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Persatuan, akhlak, dan kepedulian sosial harus menjadi fondasi masyarakat merdeka. Inilah saatnya mengisi kemerdekaan dengan ilmu, karya, dan amal yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.  Daftar Isi tutup 1. KHUTBAH PERTAMA 2. 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan Ibadah 3. 2. Bertaubat dan Meninggalkan Maksiat 4. 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan Benar 5. 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang Makruf 6. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan Keadilan 7. 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum Merdeka 8. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan Karya 9. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah Bangsa 10. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan Bermasyarakat 11. 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas Bermanfaat 12. KHUTBAH KEDUA  KHUTBAH PERTAMAاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِسْلَامِ وَنِعْمَةِ الْأَمْنِ، وَفَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا. نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ ، فَصَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامُهُ عَلَي نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَاتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَرَاقِبُوهُ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah …Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan kepada kita nikmat besar berupa nikmat Islam, nikmat keamanan, dan nikmat kemerdekaan. Kita berada di bulan Safar, yang menjadi momen tepat untuk merenungi nikmat dan menata langkah ke depan dengan ketakwaan.Cara kita bersyukur kepada Allah bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan ketaatan yang nyata: menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta mengisi kemerdekaan ini dengan amal saleh, persatuan, ilmu, dan pengabdian yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sang pembawa petunjuk yang telah mengajarkan kepada kita jalan keselamatan, menunjukkan kita cara bersyukur, serta memperingatkan kita agar jangan lalai dalam kenikmatan dunia yang fana.Nikmat kemerdekaan adalah karunia besar dari Allah yang tidak boleh disia-siakan. Di tengah bangsa yang merdeka, kita bisa beribadah dengan leluasa, menuntut ilmu dengan tenang, dan membangun masa depan dengan penuh harapan. Namun, nikmat ini bisa menjadi azab jika tidak disyukuri. Berikut ini beberapa langkah nyata untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan menurut pandangan Islam: 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan IbadahKemerdekaan sejati adalah ketika hati terlepas dari penghambaan kepada selain Allah.وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” — (QS. Adz-Dzariyat: 56)Tujuan utama hidup manusia adalah beribadah kepada Allah. Maka, kemerdekaan hakiki bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tetapi bebas dari perbudakan hawa nafsu, dunia, dan sesembahan selain Allah.Bentuk syukur tertinggi atas kemerdekaan adalah menggunakan kebebasan ini untuk beribadah kepada Allah. Jangan sampai kita lalai dan justru menggunakan kemerdekaan untuk bermaksiat. Karena kemerdekaan sejatinya bukan hanya bebas dari penjajahan lahiriah, tetapi juga kesempatan untuk menunaikan ketaatan dengan lebih leluasa. Maka, nikmat ini semestinya mendorong kita untuk menjadi pribadi yang taat dan penuh rasa syukur, sebagaimana diilustrasikan dalam doa seorang mukmin yang telah mencapai usia kematangan:حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًۭا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa: ‘Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Al-Ahqaf: 15)Ayat tersebut menunjukkan bahwa syukur yang sejati bukan sekadar ungkapan lisan, melainkan dorongan kuat untuk beramal saleh yang diridhai Allah. Inilah bentuk syukur yang hidup—syukur yang menuntun pada ketaatan, dan bukan syukur yang berhenti pada retorika atau seremoni tahunan.Menariknya, semangat yang sama juga diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ kepada sahabat tercinta beliau, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Dalam sebuah hadits yang sangat menyentuh, Nabi ﷺ bersabda:يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ“Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya bersabda, “Aku memberikanmu nasihat, wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan saat di penghujung shalat bacaan doa:اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَALLOOHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepada-Mu).”Disebutkan di akhir hadits, “Mu’adz mewasiatkan seperti itu kepada Ash-Shunabihi. Lalu Ash-Shunabihi mewasiatkannya lagi kepada Abu ‘Abdirrahman.” (HR. Abu Daud, no. 1522; An-Nasa’i, no. 1304. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). 2. Bertaubat dan Meninggalkan MaksiatNikmat tak akan bertahan jika maksiat dibiarkan.Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,وَمِنْ عُقُوبَاتِ الذُّنُوبِ: أَنَّهَا تُزِيلُ النِّعَمَ، وَتُحِلُّ النِّقَمَ، “Salah satu hukuman dari dosa adalah hilangnya nikmat dan datangnya bencana.”Taubat adalah tanda kesadaran bahwa kita masih sering menyia-nyiakan nikmat Allah. Kemerdekaan harus menjadi momentum untuk membersihkan diri dan masyarakat dari dosa yang tersembunyi maupun terang-terangan.Allah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)Ulama besar seperti Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa taubat yang tulus itu mengandung empat unsur penting:Berhenti dari dosa seketika itu juga — tidak menundanya lagi.Menyesali dosa yang telah dilakukan, dengan penyesalan yang lahir dari kesadaran akan kesalahan.Berjanji kepada diri sendiri untuk tidak mengulanginya di masa depan.Dan jika dosa itu menyangkut hak orang lain, maka wajib diselesaikan atau dikembalikan haknya.Dengan kata lain, taubat yang sejati bukan hanya ucapan di lisan, tapi sikap total dalam hati, tindakan nyata dalam perbaikan diri, dan keberanian untuk bertanggung jawab.Dalam sebuah hadits dari Abu Musa radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar orang yang berbuat dosa di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat dosa di malam hari bertaubat, hingga matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim, no. 2759)Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, no. 3537) 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan BenarKemerdekaan memberi ruang bagi kita untuk hidup sesuai tuntunan agama. Di negeri ini, kita bebas untuk menegakkan salat, menutup aurat, mendidik anak dengan nilai Islam, dan berdakwah tanpa harus bersembunyi. Maka, tidak ada alasan untuk tidak menjalani hidup sebagai Muslim yang taat.Justru inilah saatnya menjadikan kemerdekaan sebagai peluang untuk menghidupkan syariat dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Inilah bentuk syukur yang konkret dan berkelanjutan. Karena iman bukan hanya di hati, tapi juga harus nampak dalam tindakan nyata.Namun kita juga tak menutup mata. Di tengah zaman yang penuh ujian iman, menjalani hidup sesuai syariat tidak selalu mudah. Godaan dunia, tekanan sosial, bahkan cibiran terhadap ajaran Islam bisa datang dari berbagai arah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang kondisi ini dalam sabdanya:يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).Bayangkan menggenggam bara api—perih, panas, dan menyakitkan. Tapi ia tetap menggenggam, karena ia tahu itulah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan dirinya.Di tengah zaman seperti inilah, umat Islam dituntut untuk tetap berpegang teguh pada petunjuk yang tak akan pernah menyesatkan, sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13). 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang MakrufTaat kepada pemimpin adalah bagian dari menjaga stabilitas negeri.Dalam Islam, ketaatan kepada pemimpin—selama tidak memerintahkan maksiat—adalah bagian dari menjaga keamanan dan kemaslahatan umat.Murid dari Imam Syafii, yaitu Imam Al-Muzani rahimahullah dalam kitab beliau “Syarhus Sunnah” berkata,وَالطَّاعَةُ لِأُوْلِي الأَمْرِ فِيْمَا كَانَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَرْضِيًّا وَاجْتِنَابِ مَا كَانَ عِنْدَ اللهِ مُسْخِطًاوَتَرْكُ الخُرُوْجِ عِنْدَ تَعَدِّيْهِمْ وَجَوْرِهِمْ وَالتَّوْبَةُ عِنْدَ اللهِ كَيْمَا يَعْطِفُ بِهِمْ عَلَى رَعِيَّتِهِمْ“Taatlah kepada para pemimpin dalam hal-hal yang diridai oleh Allah ‘azza wa jalla, dan tinggalkan ketaatan jika mereka memerintahkan sesuatu yang dimurkai oleh Allah.Jika para pemimpin berlaku zalim atau melampaui batas, janganlah memberontak. Sebaliknya, bertaubatlah kepada Allah dan perbaiki diri, agar Allah melembutkan hati para pemimpin dan menjadikan mereka lebih sayang kepada rakyatnya.”Dari Abu Umamah Shuday bin ‘Ajlan Al Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah saat haji wada’ dan mengucapkan,اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ“Bertakwalah pada Allah Rabb kalian, laksanakanlah shalat limat waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dari harta kalian, taatilah penguasa yang mengatur urusan kalian, maka kalian akan memasuki surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi no. 616 dan Ahmad 5: 262. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhu—sahabat mulia sekaligus khalifah keempat—pernah menyampaikan sebuah perkataan yang sangat dalam tentang pentingnya kehadiran seorang pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Beliau berkata:لَا يَصْلُحُ لِلنَّاسِ إِلَّا أَمِيرٌ عَادِلٌ أَوْ جَائِرٌ“Masyarakat tidak akan menjadi baik kecuali dengan adanya pemimpin—baik pemimpin yang adil maupun yang zalim.”Sebagian orang saat itu merasa keberatan dengan pernyataan beliau tentang “pemimpin yang zalim”. Namun Ali menjelaskan maksudnya:نَعَمْ، يُؤْمِنُ السَّبِيلَ، وَيُمَكِّنُ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَوَاتِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ“Benar. Karena bahkan dengan adanya pemimpin yang zalim, jalan-jalan bisa aman, masyarakat tetap bisa melaksanakan salat, dan pergi haji ke Baitullah dengan tenang.”Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya Mafātīḥ al-Ghayb (13:204), dan menjadi pelajaran besar bahwa keberadaan pemimpin, bagaimana pun keadaannya, jauh lebih baik daripada hidup tanpa pemerintahan yang sah. Sebab, kekacauan dan kerusuhan justru akan lebih merusak tatanan masyarakat.Imam Fakhruddin Ar-Razi juga menambahkan nasihat yang tak kalah penting: “Jika rakyat ingin terbebas dari penguasa yang zalim, maka hendaklah mereka terlebih dahulu meninggalkan kezaliman yang mereka lakukan sendiri.” (Tafsir At-Taḥrīr wa At-Tanwīr karya Ibnu ‘Āsyūr, 8:74)Pesan ini menyadarkan kita bahwa keadilan tidak hanya dituntut dari atas (pemimpin), tetapi juga harus dimulai dari bawah—dari masyarakat. Ketika rakyat meninggalkan kezaliman, Allah akan memperbaiki keadaan penguasanya. Tapi jika rakyat terus dalam maksiat dan kezaliman, jangan heran jika Allah memberi pemimpin yang menjadi cerminan mereka sendiri. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan KeadilanDoa adalah senjata orang beriman. Jangan biarkan pemimpin berjalan sendiri tanpa kita iringi dengan doa agar mereka mampu memimpin dengan amanah.Dari ‘Abdush Shomad bin Yazid Al Baghdadiy, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Fudhail bin ‘Iyadh berkata,لَوْ أَنَّ لِي دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً مَا صَيَّرْتُهَا إِلَّا فِي الْإِمَامِ “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku.”Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.” (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashfahaniy, 8: 77, Darul Ihya’ At Turots Al ‘Iroqiy)Baca juga: Kumpulan Doa untuk Pemimpin Negeri 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum MerdekaMensyukuri kemerdekaan bukan hanya dengan berpesta atau mengikuti upacara, tapi dengan menumbuhkan empati dan kepedulian terhadap mereka yang belum merasakan nikmat yang sama. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah salah seorang dari kalian benar-benar beriman, sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45)Kalau kita mencintai keamanan, kita harus ikut peduli pada mereka yang kehilangan rumah dan keluarga. Kalau kita mencintai ketenangan, kita tidak boleh tutup mata saat anak-anak Palestina kehilangan masa depannya. Inilah wujud iman yang hidup—iman yang tidak egois. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ“Barang siapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk surga, hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan hendaknya ia memperlakukan manusia sebagaimana ia senang diperlakukan oleh mereka.” (HR. Muslim, no. 1844)Membela Palestina adalah bentuk nyata dari ukhuwah Islamiyah, karena mereka adalah saudara seiman yang sedang tertindas. Di sana juga terdapat Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama dan salah satu dari tiga masjid suci yang dimuliakan dalam Islam. Membantu mereka berarti menjaga kehormatan simbol-simbol agama dan tanah suci umat Islam. Islam memerintahkan kita untuk membela kaum yang lemah dan terzalimi. Maka, membela Palestina adalah bagian dari iman, syukur atas kemerdekaan, dan tanggung jawab bersama umat Islam. Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kami di Palestina, jadilah penolong dan pelindung mereka. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan KaryaSyukur itu bukan hanya diam, tapi bergerak dan memberi manfaat.Kemerdekaan bukan hanya soal bebas bicara, tapi juga bebas berkarya. Jadikan setiap potensi yang Allah berikan sebagai kontribusi nyata untuk bangsa dan umat.خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ibn Hibban dalam al-Majruhin [2/1], al-Qudha‘i dalam Musnad al-Shihab no. 1234, dan al-Ṭabarani dalam al-Mu‘jam al-Awsaṭ no. 5787).Hadits ini sangat tepat untuk mendasari bahwa mengisi kemerdekaan dengan ilmu dan karya yang bermanfaat adalah bentuk amal terbaik dan bentuk syukur yang nyata. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah BangsaSetan senang melihat umat Islam terpecah.Salah satu nikmat besar pascakemerdekaan adalah persatuan. Jangan hancurkan dengan fanatisme golongan, politik, atau kepentingan pribadi.وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Ali Imran: 103)Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallāhu ‘anhu, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ“Karena siapa yang hidup sepeninggalku nanti, ia akan melihat banyak sekali perpecahan. Maka tetaplah berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khalifah sepeninggalku yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676; dinyatakan hasan sahih oleh Imam Tirmidzi, dan sanadnya sahih menurut Al-Hafizh Abu Thahir).Sebab, nikmat kemerdekaan bisa hilang jika umat terpecah oleh fanatisme golongan, kebencian, atau bid’ah yang mengaburkan jalan kebenaran. Maka, menjaga ukhuwah dan arah perjuangan umat adalah bagian penting dari rasa syukur yang sejati. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan BermasyarakatMembangun masyarakat yang beradab bukan cukup dengan merdeka secara politik, tetapi harus ditopang oleh akhlak yang kokoh. Karena hanya dengan akhlak, kemerdekaan akan membawa berkah—bukan kehancuran.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad no. 8729, dinilai sahih oleh Al-Albani) 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas BermanfaatJangan habiskan peringatan kemerdekaan hanya dengan lomba tanpa makna, apalagi lomba yang mengandung unsur perjudian.Allah Ta’ala mengingatkan,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (maysir), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)Dalam Islam, suatu aktivitas disebut judi (maysir) jika memenuhi empat syarat: (1) adanya dua pihak atau lebih yang saling bertaruh; (2) masing-masing mempertaruhkan harta atau barang bernilai; (3) terdapat pihak yang menang dan kalah di akhir permainan; (4) serta pihak yang kalah harus rela kehilangan hartanya tanpa ada timbal balik yang setara.Maka, jika perlombaan dalam rangka hari kemerdekaan melibatkan taruhan uang atau barang berharga dengan hasil menang-kalah yang menyebabkan salah satu pihak kehilangan miliknya, hal itu termasuk bentuk perjudian yang diharamkan. Sebaliknya, isi kemerdekaan dengan kegiatan yang menguatkan nilai kebersamaan, menambah ilmu, atau amal sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.Wahai kaum Muslimin, mari kita syukuri nikmat kemerdekaan ini dengan tauhid, taubat, amal saleh, menjaga syariat, taat dan mendoakan pemimpin, menjaga persatuan, akhlak, serta mengisi hari-hari dengan ilmu, karya, dan kepedulian sosial. Jangan lupa, doakan pemimpin kita agar diberi hidayah dan keadilan, serta doakan saudara-saudara kita di Palestina agar diberi kemenangan dan pertolongan.بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم KHUTBAH KEDUAالْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ، أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ،عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًااَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌاللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.اللَّهُمَّ كُنْ لِإِخْوَانِنَا فِي فِلَسْطِينَ عَوْنًا وَنَصِيرًا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَارْبِطْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، وَاشْفِ جَرْحَاهُمْ، وَارْحَمْ شُهَدَاءَهُمْ، وَارْفَعْ عَنْهُمُ الْبَلَاءَ، وَاجْعَلْ لَهُمْ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَاللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَىاللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَاللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَاللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ،اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَارَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًااللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِرَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْBaca Juga:Khutbah Jumat: Rahmat Allah untuk Negeri yang Kita CintaiBentuk Syukur kepada Allah– Naskah Khutbah Jumat Wage, 21 Safar 1447 H (15 Agustus 2025)@ Darush Sholihin Panggang GunungkidulDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel Rumaysho.Com Tagsibadah dan kemerdekaan kemerdekaan kemerdekaan dalam islam khutbah akhlak khutbah bermanfaat untuk umat khutbah doa untuk pemimpin khutbah islam khutbah jihad tanpa kekerasan khutbah jumat khutbah kemerdekaan khutbah membangun bangsa khutbah membela kaum tertindas khutbah nasionalisme islami khutbah palestina khutbah persatuan khutbah taat pemimpin khutbah tauhid khutbah ukhuwah islamiyah mensyukuri nikmat merdeka merdeka nikmat merdeka syukur kemerdekaan syukur nikmat

Khutbah Jumat: Syukur atas Kemerdekaan dengan Ibadah, Taat, dan Persatuan

Kemerdekaan adalah nikmat besar dari Allah yang wajib disyukuri dengan tindakan nyata, bukan sekadar seremonial tahunan. Syukur atas nikmat ini ditunjukkan dengan bertakwa, meninggalkan maksiat, dan membangun kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Persatuan, akhlak, dan kepedulian sosial harus menjadi fondasi masyarakat merdeka. Inilah saatnya mengisi kemerdekaan dengan ilmu, karya, dan amal yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.  Daftar Isi tutup 1. KHUTBAH PERTAMA 2. 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan Ibadah 3. 2. Bertaubat dan Meninggalkan Maksiat 4. 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan Benar 5. 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang Makruf 6. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan Keadilan 7. 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum Merdeka 8. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan Karya 9. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah Bangsa 10. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan Bermasyarakat 11. 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas Bermanfaat 12. KHUTBAH KEDUA  KHUTBAH PERTAMAاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِسْلَامِ وَنِعْمَةِ الْأَمْنِ، وَفَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا. نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ ، فَصَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامُهُ عَلَي نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَاتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَرَاقِبُوهُ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah …Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan kepada kita nikmat besar berupa nikmat Islam, nikmat keamanan, dan nikmat kemerdekaan. Kita berada di bulan Safar, yang menjadi momen tepat untuk merenungi nikmat dan menata langkah ke depan dengan ketakwaan.Cara kita bersyukur kepada Allah bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan ketaatan yang nyata: menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta mengisi kemerdekaan ini dengan amal saleh, persatuan, ilmu, dan pengabdian yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sang pembawa petunjuk yang telah mengajarkan kepada kita jalan keselamatan, menunjukkan kita cara bersyukur, serta memperingatkan kita agar jangan lalai dalam kenikmatan dunia yang fana.Nikmat kemerdekaan adalah karunia besar dari Allah yang tidak boleh disia-siakan. Di tengah bangsa yang merdeka, kita bisa beribadah dengan leluasa, menuntut ilmu dengan tenang, dan membangun masa depan dengan penuh harapan. Namun, nikmat ini bisa menjadi azab jika tidak disyukuri. Berikut ini beberapa langkah nyata untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan menurut pandangan Islam: 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan IbadahKemerdekaan sejati adalah ketika hati terlepas dari penghambaan kepada selain Allah.وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” — (QS. Adz-Dzariyat: 56)Tujuan utama hidup manusia adalah beribadah kepada Allah. Maka, kemerdekaan hakiki bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tetapi bebas dari perbudakan hawa nafsu, dunia, dan sesembahan selain Allah.Bentuk syukur tertinggi atas kemerdekaan adalah menggunakan kebebasan ini untuk beribadah kepada Allah. Jangan sampai kita lalai dan justru menggunakan kemerdekaan untuk bermaksiat. Karena kemerdekaan sejatinya bukan hanya bebas dari penjajahan lahiriah, tetapi juga kesempatan untuk menunaikan ketaatan dengan lebih leluasa. Maka, nikmat ini semestinya mendorong kita untuk menjadi pribadi yang taat dan penuh rasa syukur, sebagaimana diilustrasikan dalam doa seorang mukmin yang telah mencapai usia kematangan:حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًۭا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa: ‘Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Al-Ahqaf: 15)Ayat tersebut menunjukkan bahwa syukur yang sejati bukan sekadar ungkapan lisan, melainkan dorongan kuat untuk beramal saleh yang diridhai Allah. Inilah bentuk syukur yang hidup—syukur yang menuntun pada ketaatan, dan bukan syukur yang berhenti pada retorika atau seremoni tahunan.Menariknya, semangat yang sama juga diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ kepada sahabat tercinta beliau, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Dalam sebuah hadits yang sangat menyentuh, Nabi ﷺ bersabda:يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ“Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya bersabda, “Aku memberikanmu nasihat, wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan saat di penghujung shalat bacaan doa:اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَALLOOHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepada-Mu).”Disebutkan di akhir hadits, “Mu’adz mewasiatkan seperti itu kepada Ash-Shunabihi. Lalu Ash-Shunabihi mewasiatkannya lagi kepada Abu ‘Abdirrahman.” (HR. Abu Daud, no. 1522; An-Nasa’i, no. 1304. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). 2. Bertaubat dan Meninggalkan MaksiatNikmat tak akan bertahan jika maksiat dibiarkan.Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,وَمِنْ عُقُوبَاتِ الذُّنُوبِ: أَنَّهَا تُزِيلُ النِّعَمَ، وَتُحِلُّ النِّقَمَ، “Salah satu hukuman dari dosa adalah hilangnya nikmat dan datangnya bencana.”Taubat adalah tanda kesadaran bahwa kita masih sering menyia-nyiakan nikmat Allah. Kemerdekaan harus menjadi momentum untuk membersihkan diri dan masyarakat dari dosa yang tersembunyi maupun terang-terangan.Allah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)Ulama besar seperti Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa taubat yang tulus itu mengandung empat unsur penting:Berhenti dari dosa seketika itu juga — tidak menundanya lagi.Menyesali dosa yang telah dilakukan, dengan penyesalan yang lahir dari kesadaran akan kesalahan.Berjanji kepada diri sendiri untuk tidak mengulanginya di masa depan.Dan jika dosa itu menyangkut hak orang lain, maka wajib diselesaikan atau dikembalikan haknya.Dengan kata lain, taubat yang sejati bukan hanya ucapan di lisan, tapi sikap total dalam hati, tindakan nyata dalam perbaikan diri, dan keberanian untuk bertanggung jawab.Dalam sebuah hadits dari Abu Musa radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar orang yang berbuat dosa di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat dosa di malam hari bertaubat, hingga matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim, no. 2759)Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, no. 3537) 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan BenarKemerdekaan memberi ruang bagi kita untuk hidup sesuai tuntunan agama. Di negeri ini, kita bebas untuk menegakkan salat, menutup aurat, mendidik anak dengan nilai Islam, dan berdakwah tanpa harus bersembunyi. Maka, tidak ada alasan untuk tidak menjalani hidup sebagai Muslim yang taat.Justru inilah saatnya menjadikan kemerdekaan sebagai peluang untuk menghidupkan syariat dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Inilah bentuk syukur yang konkret dan berkelanjutan. Karena iman bukan hanya di hati, tapi juga harus nampak dalam tindakan nyata.Namun kita juga tak menutup mata. Di tengah zaman yang penuh ujian iman, menjalani hidup sesuai syariat tidak selalu mudah. Godaan dunia, tekanan sosial, bahkan cibiran terhadap ajaran Islam bisa datang dari berbagai arah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang kondisi ini dalam sabdanya:يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).Bayangkan menggenggam bara api—perih, panas, dan menyakitkan. Tapi ia tetap menggenggam, karena ia tahu itulah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan dirinya.Di tengah zaman seperti inilah, umat Islam dituntut untuk tetap berpegang teguh pada petunjuk yang tak akan pernah menyesatkan, sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13). 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang MakrufTaat kepada pemimpin adalah bagian dari menjaga stabilitas negeri.Dalam Islam, ketaatan kepada pemimpin—selama tidak memerintahkan maksiat—adalah bagian dari menjaga keamanan dan kemaslahatan umat.Murid dari Imam Syafii, yaitu Imam Al-Muzani rahimahullah dalam kitab beliau “Syarhus Sunnah” berkata,وَالطَّاعَةُ لِأُوْلِي الأَمْرِ فِيْمَا كَانَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَرْضِيًّا وَاجْتِنَابِ مَا كَانَ عِنْدَ اللهِ مُسْخِطًاوَتَرْكُ الخُرُوْجِ عِنْدَ تَعَدِّيْهِمْ وَجَوْرِهِمْ وَالتَّوْبَةُ عِنْدَ اللهِ كَيْمَا يَعْطِفُ بِهِمْ عَلَى رَعِيَّتِهِمْ“Taatlah kepada para pemimpin dalam hal-hal yang diridai oleh Allah ‘azza wa jalla, dan tinggalkan ketaatan jika mereka memerintahkan sesuatu yang dimurkai oleh Allah.Jika para pemimpin berlaku zalim atau melampaui batas, janganlah memberontak. Sebaliknya, bertaubatlah kepada Allah dan perbaiki diri, agar Allah melembutkan hati para pemimpin dan menjadikan mereka lebih sayang kepada rakyatnya.”Dari Abu Umamah Shuday bin ‘Ajlan Al Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah saat haji wada’ dan mengucapkan,اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ“Bertakwalah pada Allah Rabb kalian, laksanakanlah shalat limat waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dari harta kalian, taatilah penguasa yang mengatur urusan kalian, maka kalian akan memasuki surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi no. 616 dan Ahmad 5: 262. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhu—sahabat mulia sekaligus khalifah keempat—pernah menyampaikan sebuah perkataan yang sangat dalam tentang pentingnya kehadiran seorang pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Beliau berkata:لَا يَصْلُحُ لِلنَّاسِ إِلَّا أَمِيرٌ عَادِلٌ أَوْ جَائِرٌ“Masyarakat tidak akan menjadi baik kecuali dengan adanya pemimpin—baik pemimpin yang adil maupun yang zalim.”Sebagian orang saat itu merasa keberatan dengan pernyataan beliau tentang “pemimpin yang zalim”. Namun Ali menjelaskan maksudnya:نَعَمْ، يُؤْمِنُ السَّبِيلَ، وَيُمَكِّنُ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَوَاتِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ“Benar. Karena bahkan dengan adanya pemimpin yang zalim, jalan-jalan bisa aman, masyarakat tetap bisa melaksanakan salat, dan pergi haji ke Baitullah dengan tenang.”Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya Mafātīḥ al-Ghayb (13:204), dan menjadi pelajaran besar bahwa keberadaan pemimpin, bagaimana pun keadaannya, jauh lebih baik daripada hidup tanpa pemerintahan yang sah. Sebab, kekacauan dan kerusuhan justru akan lebih merusak tatanan masyarakat.Imam Fakhruddin Ar-Razi juga menambahkan nasihat yang tak kalah penting: “Jika rakyat ingin terbebas dari penguasa yang zalim, maka hendaklah mereka terlebih dahulu meninggalkan kezaliman yang mereka lakukan sendiri.” (Tafsir At-Taḥrīr wa At-Tanwīr karya Ibnu ‘Āsyūr, 8:74)Pesan ini menyadarkan kita bahwa keadilan tidak hanya dituntut dari atas (pemimpin), tetapi juga harus dimulai dari bawah—dari masyarakat. Ketika rakyat meninggalkan kezaliman, Allah akan memperbaiki keadaan penguasanya. Tapi jika rakyat terus dalam maksiat dan kezaliman, jangan heran jika Allah memberi pemimpin yang menjadi cerminan mereka sendiri. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan KeadilanDoa adalah senjata orang beriman. Jangan biarkan pemimpin berjalan sendiri tanpa kita iringi dengan doa agar mereka mampu memimpin dengan amanah.Dari ‘Abdush Shomad bin Yazid Al Baghdadiy, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Fudhail bin ‘Iyadh berkata,لَوْ أَنَّ لِي دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً مَا صَيَّرْتُهَا إِلَّا فِي الْإِمَامِ “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku.”Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.” (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashfahaniy, 8: 77, Darul Ihya’ At Turots Al ‘Iroqiy)Baca juga: Kumpulan Doa untuk Pemimpin Negeri 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum MerdekaMensyukuri kemerdekaan bukan hanya dengan berpesta atau mengikuti upacara, tapi dengan menumbuhkan empati dan kepedulian terhadap mereka yang belum merasakan nikmat yang sama. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah salah seorang dari kalian benar-benar beriman, sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45)Kalau kita mencintai keamanan, kita harus ikut peduli pada mereka yang kehilangan rumah dan keluarga. Kalau kita mencintai ketenangan, kita tidak boleh tutup mata saat anak-anak Palestina kehilangan masa depannya. Inilah wujud iman yang hidup—iman yang tidak egois. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ“Barang siapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk surga, hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan hendaknya ia memperlakukan manusia sebagaimana ia senang diperlakukan oleh mereka.” (HR. Muslim, no. 1844)Membela Palestina adalah bentuk nyata dari ukhuwah Islamiyah, karena mereka adalah saudara seiman yang sedang tertindas. Di sana juga terdapat Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama dan salah satu dari tiga masjid suci yang dimuliakan dalam Islam. Membantu mereka berarti menjaga kehormatan simbol-simbol agama dan tanah suci umat Islam. Islam memerintahkan kita untuk membela kaum yang lemah dan terzalimi. Maka, membela Palestina adalah bagian dari iman, syukur atas kemerdekaan, dan tanggung jawab bersama umat Islam. Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kami di Palestina, jadilah penolong dan pelindung mereka. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan KaryaSyukur itu bukan hanya diam, tapi bergerak dan memberi manfaat.Kemerdekaan bukan hanya soal bebas bicara, tapi juga bebas berkarya. Jadikan setiap potensi yang Allah berikan sebagai kontribusi nyata untuk bangsa dan umat.خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ibn Hibban dalam al-Majruhin [2/1], al-Qudha‘i dalam Musnad al-Shihab no. 1234, dan al-Ṭabarani dalam al-Mu‘jam al-Awsaṭ no. 5787).Hadits ini sangat tepat untuk mendasari bahwa mengisi kemerdekaan dengan ilmu dan karya yang bermanfaat adalah bentuk amal terbaik dan bentuk syukur yang nyata. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah BangsaSetan senang melihat umat Islam terpecah.Salah satu nikmat besar pascakemerdekaan adalah persatuan. Jangan hancurkan dengan fanatisme golongan, politik, atau kepentingan pribadi.وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Ali Imran: 103)Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallāhu ‘anhu, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ“Karena siapa yang hidup sepeninggalku nanti, ia akan melihat banyak sekali perpecahan. Maka tetaplah berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khalifah sepeninggalku yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676; dinyatakan hasan sahih oleh Imam Tirmidzi, dan sanadnya sahih menurut Al-Hafizh Abu Thahir).Sebab, nikmat kemerdekaan bisa hilang jika umat terpecah oleh fanatisme golongan, kebencian, atau bid’ah yang mengaburkan jalan kebenaran. Maka, menjaga ukhuwah dan arah perjuangan umat adalah bagian penting dari rasa syukur yang sejati. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan BermasyarakatMembangun masyarakat yang beradab bukan cukup dengan merdeka secara politik, tetapi harus ditopang oleh akhlak yang kokoh. Karena hanya dengan akhlak, kemerdekaan akan membawa berkah—bukan kehancuran.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad no. 8729, dinilai sahih oleh Al-Albani) 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas BermanfaatJangan habiskan peringatan kemerdekaan hanya dengan lomba tanpa makna, apalagi lomba yang mengandung unsur perjudian.Allah Ta’ala mengingatkan,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (maysir), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)Dalam Islam, suatu aktivitas disebut judi (maysir) jika memenuhi empat syarat: (1) adanya dua pihak atau lebih yang saling bertaruh; (2) masing-masing mempertaruhkan harta atau barang bernilai; (3) terdapat pihak yang menang dan kalah di akhir permainan; (4) serta pihak yang kalah harus rela kehilangan hartanya tanpa ada timbal balik yang setara.Maka, jika perlombaan dalam rangka hari kemerdekaan melibatkan taruhan uang atau barang berharga dengan hasil menang-kalah yang menyebabkan salah satu pihak kehilangan miliknya, hal itu termasuk bentuk perjudian yang diharamkan. Sebaliknya, isi kemerdekaan dengan kegiatan yang menguatkan nilai kebersamaan, menambah ilmu, atau amal sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.Wahai kaum Muslimin, mari kita syukuri nikmat kemerdekaan ini dengan tauhid, taubat, amal saleh, menjaga syariat, taat dan mendoakan pemimpin, menjaga persatuan, akhlak, serta mengisi hari-hari dengan ilmu, karya, dan kepedulian sosial. Jangan lupa, doakan pemimpin kita agar diberi hidayah dan keadilan, serta doakan saudara-saudara kita di Palestina agar diberi kemenangan dan pertolongan.بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم KHUTBAH KEDUAالْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ، أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ،عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًااَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌاللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.اللَّهُمَّ كُنْ لِإِخْوَانِنَا فِي فِلَسْطِينَ عَوْنًا وَنَصِيرًا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَارْبِطْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، وَاشْفِ جَرْحَاهُمْ، وَارْحَمْ شُهَدَاءَهُمْ، وَارْفَعْ عَنْهُمُ الْبَلَاءَ، وَاجْعَلْ لَهُمْ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَاللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَىاللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَاللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَاللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ،اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَارَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًااللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِرَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْBaca Juga:Khutbah Jumat: Rahmat Allah untuk Negeri yang Kita CintaiBentuk Syukur kepada Allah– Naskah Khutbah Jumat Wage, 21 Safar 1447 H (15 Agustus 2025)@ Darush Sholihin Panggang GunungkidulDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel Rumaysho.Com Tagsibadah dan kemerdekaan kemerdekaan kemerdekaan dalam islam khutbah akhlak khutbah bermanfaat untuk umat khutbah doa untuk pemimpin khutbah islam khutbah jihad tanpa kekerasan khutbah jumat khutbah kemerdekaan khutbah membangun bangsa khutbah membela kaum tertindas khutbah nasionalisme islami khutbah palestina khutbah persatuan khutbah taat pemimpin khutbah tauhid khutbah ukhuwah islamiyah mensyukuri nikmat merdeka merdeka nikmat merdeka syukur kemerdekaan syukur nikmat
Kemerdekaan adalah nikmat besar dari Allah yang wajib disyukuri dengan tindakan nyata, bukan sekadar seremonial tahunan. Syukur atas nikmat ini ditunjukkan dengan bertakwa, meninggalkan maksiat, dan membangun kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Persatuan, akhlak, dan kepedulian sosial harus menjadi fondasi masyarakat merdeka. Inilah saatnya mengisi kemerdekaan dengan ilmu, karya, dan amal yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.  Daftar Isi tutup 1. KHUTBAH PERTAMA 2. 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan Ibadah 3. 2. Bertaubat dan Meninggalkan Maksiat 4. 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan Benar 5. 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang Makruf 6. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan Keadilan 7. 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum Merdeka 8. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan Karya 9. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah Bangsa 10. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan Bermasyarakat 11. 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas Bermanfaat 12. KHUTBAH KEDUA  KHUTBAH PERTAMAاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِسْلَامِ وَنِعْمَةِ الْأَمْنِ، وَفَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا. نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ ، فَصَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامُهُ عَلَي نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَاتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَرَاقِبُوهُ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah …Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan kepada kita nikmat besar berupa nikmat Islam, nikmat keamanan, dan nikmat kemerdekaan. Kita berada di bulan Safar, yang menjadi momen tepat untuk merenungi nikmat dan menata langkah ke depan dengan ketakwaan.Cara kita bersyukur kepada Allah bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan ketaatan yang nyata: menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta mengisi kemerdekaan ini dengan amal saleh, persatuan, ilmu, dan pengabdian yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sang pembawa petunjuk yang telah mengajarkan kepada kita jalan keselamatan, menunjukkan kita cara bersyukur, serta memperingatkan kita agar jangan lalai dalam kenikmatan dunia yang fana.Nikmat kemerdekaan adalah karunia besar dari Allah yang tidak boleh disia-siakan. Di tengah bangsa yang merdeka, kita bisa beribadah dengan leluasa, menuntut ilmu dengan tenang, dan membangun masa depan dengan penuh harapan. Namun, nikmat ini bisa menjadi azab jika tidak disyukuri. Berikut ini beberapa langkah nyata untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan menurut pandangan Islam: 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan IbadahKemerdekaan sejati adalah ketika hati terlepas dari penghambaan kepada selain Allah.وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” — (QS. Adz-Dzariyat: 56)Tujuan utama hidup manusia adalah beribadah kepada Allah. Maka, kemerdekaan hakiki bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tetapi bebas dari perbudakan hawa nafsu, dunia, dan sesembahan selain Allah.Bentuk syukur tertinggi atas kemerdekaan adalah menggunakan kebebasan ini untuk beribadah kepada Allah. Jangan sampai kita lalai dan justru menggunakan kemerdekaan untuk bermaksiat. Karena kemerdekaan sejatinya bukan hanya bebas dari penjajahan lahiriah, tetapi juga kesempatan untuk menunaikan ketaatan dengan lebih leluasa. Maka, nikmat ini semestinya mendorong kita untuk menjadi pribadi yang taat dan penuh rasa syukur, sebagaimana diilustrasikan dalam doa seorang mukmin yang telah mencapai usia kematangan:حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًۭا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa: ‘Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Al-Ahqaf: 15)Ayat tersebut menunjukkan bahwa syukur yang sejati bukan sekadar ungkapan lisan, melainkan dorongan kuat untuk beramal saleh yang diridhai Allah. Inilah bentuk syukur yang hidup—syukur yang menuntun pada ketaatan, dan bukan syukur yang berhenti pada retorika atau seremoni tahunan.Menariknya, semangat yang sama juga diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ kepada sahabat tercinta beliau, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Dalam sebuah hadits yang sangat menyentuh, Nabi ﷺ bersabda:يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ“Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya bersabda, “Aku memberikanmu nasihat, wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan saat di penghujung shalat bacaan doa:اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَALLOOHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepada-Mu).”Disebutkan di akhir hadits, “Mu’adz mewasiatkan seperti itu kepada Ash-Shunabihi. Lalu Ash-Shunabihi mewasiatkannya lagi kepada Abu ‘Abdirrahman.” (HR. Abu Daud, no. 1522; An-Nasa’i, no. 1304. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). 2. Bertaubat dan Meninggalkan MaksiatNikmat tak akan bertahan jika maksiat dibiarkan.Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,وَمِنْ عُقُوبَاتِ الذُّنُوبِ: أَنَّهَا تُزِيلُ النِّعَمَ، وَتُحِلُّ النِّقَمَ، “Salah satu hukuman dari dosa adalah hilangnya nikmat dan datangnya bencana.”Taubat adalah tanda kesadaran bahwa kita masih sering menyia-nyiakan nikmat Allah. Kemerdekaan harus menjadi momentum untuk membersihkan diri dan masyarakat dari dosa yang tersembunyi maupun terang-terangan.Allah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)Ulama besar seperti Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa taubat yang tulus itu mengandung empat unsur penting:Berhenti dari dosa seketika itu juga — tidak menundanya lagi.Menyesali dosa yang telah dilakukan, dengan penyesalan yang lahir dari kesadaran akan kesalahan.Berjanji kepada diri sendiri untuk tidak mengulanginya di masa depan.Dan jika dosa itu menyangkut hak orang lain, maka wajib diselesaikan atau dikembalikan haknya.Dengan kata lain, taubat yang sejati bukan hanya ucapan di lisan, tapi sikap total dalam hati, tindakan nyata dalam perbaikan diri, dan keberanian untuk bertanggung jawab.Dalam sebuah hadits dari Abu Musa radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar orang yang berbuat dosa di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat dosa di malam hari bertaubat, hingga matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim, no. 2759)Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, no. 3537) 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan BenarKemerdekaan memberi ruang bagi kita untuk hidup sesuai tuntunan agama. Di negeri ini, kita bebas untuk menegakkan salat, menutup aurat, mendidik anak dengan nilai Islam, dan berdakwah tanpa harus bersembunyi. Maka, tidak ada alasan untuk tidak menjalani hidup sebagai Muslim yang taat.Justru inilah saatnya menjadikan kemerdekaan sebagai peluang untuk menghidupkan syariat dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Inilah bentuk syukur yang konkret dan berkelanjutan. Karena iman bukan hanya di hati, tapi juga harus nampak dalam tindakan nyata.Namun kita juga tak menutup mata. Di tengah zaman yang penuh ujian iman, menjalani hidup sesuai syariat tidak selalu mudah. Godaan dunia, tekanan sosial, bahkan cibiran terhadap ajaran Islam bisa datang dari berbagai arah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang kondisi ini dalam sabdanya:يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).Bayangkan menggenggam bara api—perih, panas, dan menyakitkan. Tapi ia tetap menggenggam, karena ia tahu itulah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan dirinya.Di tengah zaman seperti inilah, umat Islam dituntut untuk tetap berpegang teguh pada petunjuk yang tak akan pernah menyesatkan, sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13). 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang MakrufTaat kepada pemimpin adalah bagian dari menjaga stabilitas negeri.Dalam Islam, ketaatan kepada pemimpin—selama tidak memerintahkan maksiat—adalah bagian dari menjaga keamanan dan kemaslahatan umat.Murid dari Imam Syafii, yaitu Imam Al-Muzani rahimahullah dalam kitab beliau “Syarhus Sunnah” berkata,وَالطَّاعَةُ لِأُوْلِي الأَمْرِ فِيْمَا كَانَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَرْضِيًّا وَاجْتِنَابِ مَا كَانَ عِنْدَ اللهِ مُسْخِطًاوَتَرْكُ الخُرُوْجِ عِنْدَ تَعَدِّيْهِمْ وَجَوْرِهِمْ وَالتَّوْبَةُ عِنْدَ اللهِ كَيْمَا يَعْطِفُ بِهِمْ عَلَى رَعِيَّتِهِمْ“Taatlah kepada para pemimpin dalam hal-hal yang diridai oleh Allah ‘azza wa jalla, dan tinggalkan ketaatan jika mereka memerintahkan sesuatu yang dimurkai oleh Allah.Jika para pemimpin berlaku zalim atau melampaui batas, janganlah memberontak. Sebaliknya, bertaubatlah kepada Allah dan perbaiki diri, agar Allah melembutkan hati para pemimpin dan menjadikan mereka lebih sayang kepada rakyatnya.”Dari Abu Umamah Shuday bin ‘Ajlan Al Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah saat haji wada’ dan mengucapkan,اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ“Bertakwalah pada Allah Rabb kalian, laksanakanlah shalat limat waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dari harta kalian, taatilah penguasa yang mengatur urusan kalian, maka kalian akan memasuki surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi no. 616 dan Ahmad 5: 262. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhu—sahabat mulia sekaligus khalifah keempat—pernah menyampaikan sebuah perkataan yang sangat dalam tentang pentingnya kehadiran seorang pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Beliau berkata:لَا يَصْلُحُ لِلنَّاسِ إِلَّا أَمِيرٌ عَادِلٌ أَوْ جَائِرٌ“Masyarakat tidak akan menjadi baik kecuali dengan adanya pemimpin—baik pemimpin yang adil maupun yang zalim.”Sebagian orang saat itu merasa keberatan dengan pernyataan beliau tentang “pemimpin yang zalim”. Namun Ali menjelaskan maksudnya:نَعَمْ، يُؤْمِنُ السَّبِيلَ، وَيُمَكِّنُ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَوَاتِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ“Benar. Karena bahkan dengan adanya pemimpin yang zalim, jalan-jalan bisa aman, masyarakat tetap bisa melaksanakan salat, dan pergi haji ke Baitullah dengan tenang.”Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya Mafātīḥ al-Ghayb (13:204), dan menjadi pelajaran besar bahwa keberadaan pemimpin, bagaimana pun keadaannya, jauh lebih baik daripada hidup tanpa pemerintahan yang sah. Sebab, kekacauan dan kerusuhan justru akan lebih merusak tatanan masyarakat.Imam Fakhruddin Ar-Razi juga menambahkan nasihat yang tak kalah penting: “Jika rakyat ingin terbebas dari penguasa yang zalim, maka hendaklah mereka terlebih dahulu meninggalkan kezaliman yang mereka lakukan sendiri.” (Tafsir At-Taḥrīr wa At-Tanwīr karya Ibnu ‘Āsyūr, 8:74)Pesan ini menyadarkan kita bahwa keadilan tidak hanya dituntut dari atas (pemimpin), tetapi juga harus dimulai dari bawah—dari masyarakat. Ketika rakyat meninggalkan kezaliman, Allah akan memperbaiki keadaan penguasanya. Tapi jika rakyat terus dalam maksiat dan kezaliman, jangan heran jika Allah memberi pemimpin yang menjadi cerminan mereka sendiri. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan KeadilanDoa adalah senjata orang beriman. Jangan biarkan pemimpin berjalan sendiri tanpa kita iringi dengan doa agar mereka mampu memimpin dengan amanah.Dari ‘Abdush Shomad bin Yazid Al Baghdadiy, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Fudhail bin ‘Iyadh berkata,لَوْ أَنَّ لِي دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً مَا صَيَّرْتُهَا إِلَّا فِي الْإِمَامِ “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku.”Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.” (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashfahaniy, 8: 77, Darul Ihya’ At Turots Al ‘Iroqiy)Baca juga: Kumpulan Doa untuk Pemimpin Negeri 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum MerdekaMensyukuri kemerdekaan bukan hanya dengan berpesta atau mengikuti upacara, tapi dengan menumbuhkan empati dan kepedulian terhadap mereka yang belum merasakan nikmat yang sama. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah salah seorang dari kalian benar-benar beriman, sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45)Kalau kita mencintai keamanan, kita harus ikut peduli pada mereka yang kehilangan rumah dan keluarga. Kalau kita mencintai ketenangan, kita tidak boleh tutup mata saat anak-anak Palestina kehilangan masa depannya. Inilah wujud iman yang hidup—iman yang tidak egois. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ“Barang siapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk surga, hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan hendaknya ia memperlakukan manusia sebagaimana ia senang diperlakukan oleh mereka.” (HR. Muslim, no. 1844)Membela Palestina adalah bentuk nyata dari ukhuwah Islamiyah, karena mereka adalah saudara seiman yang sedang tertindas. Di sana juga terdapat Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama dan salah satu dari tiga masjid suci yang dimuliakan dalam Islam. Membantu mereka berarti menjaga kehormatan simbol-simbol agama dan tanah suci umat Islam. Islam memerintahkan kita untuk membela kaum yang lemah dan terzalimi. Maka, membela Palestina adalah bagian dari iman, syukur atas kemerdekaan, dan tanggung jawab bersama umat Islam. Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kami di Palestina, jadilah penolong dan pelindung mereka. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan KaryaSyukur itu bukan hanya diam, tapi bergerak dan memberi manfaat.Kemerdekaan bukan hanya soal bebas bicara, tapi juga bebas berkarya. Jadikan setiap potensi yang Allah berikan sebagai kontribusi nyata untuk bangsa dan umat.خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ibn Hibban dalam al-Majruhin [2/1], al-Qudha‘i dalam Musnad al-Shihab no. 1234, dan al-Ṭabarani dalam al-Mu‘jam al-Awsaṭ no. 5787).Hadits ini sangat tepat untuk mendasari bahwa mengisi kemerdekaan dengan ilmu dan karya yang bermanfaat adalah bentuk amal terbaik dan bentuk syukur yang nyata. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah BangsaSetan senang melihat umat Islam terpecah.Salah satu nikmat besar pascakemerdekaan adalah persatuan. Jangan hancurkan dengan fanatisme golongan, politik, atau kepentingan pribadi.وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Ali Imran: 103)Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallāhu ‘anhu, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ“Karena siapa yang hidup sepeninggalku nanti, ia akan melihat banyak sekali perpecahan. Maka tetaplah berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khalifah sepeninggalku yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676; dinyatakan hasan sahih oleh Imam Tirmidzi, dan sanadnya sahih menurut Al-Hafizh Abu Thahir).Sebab, nikmat kemerdekaan bisa hilang jika umat terpecah oleh fanatisme golongan, kebencian, atau bid’ah yang mengaburkan jalan kebenaran. Maka, menjaga ukhuwah dan arah perjuangan umat adalah bagian penting dari rasa syukur yang sejati. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan BermasyarakatMembangun masyarakat yang beradab bukan cukup dengan merdeka secara politik, tetapi harus ditopang oleh akhlak yang kokoh. Karena hanya dengan akhlak, kemerdekaan akan membawa berkah—bukan kehancuran.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad no. 8729, dinilai sahih oleh Al-Albani) 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas BermanfaatJangan habiskan peringatan kemerdekaan hanya dengan lomba tanpa makna, apalagi lomba yang mengandung unsur perjudian.Allah Ta’ala mengingatkan,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (maysir), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)Dalam Islam, suatu aktivitas disebut judi (maysir) jika memenuhi empat syarat: (1) adanya dua pihak atau lebih yang saling bertaruh; (2) masing-masing mempertaruhkan harta atau barang bernilai; (3) terdapat pihak yang menang dan kalah di akhir permainan; (4) serta pihak yang kalah harus rela kehilangan hartanya tanpa ada timbal balik yang setara.Maka, jika perlombaan dalam rangka hari kemerdekaan melibatkan taruhan uang atau barang berharga dengan hasil menang-kalah yang menyebabkan salah satu pihak kehilangan miliknya, hal itu termasuk bentuk perjudian yang diharamkan. Sebaliknya, isi kemerdekaan dengan kegiatan yang menguatkan nilai kebersamaan, menambah ilmu, atau amal sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.Wahai kaum Muslimin, mari kita syukuri nikmat kemerdekaan ini dengan tauhid, taubat, amal saleh, menjaga syariat, taat dan mendoakan pemimpin, menjaga persatuan, akhlak, serta mengisi hari-hari dengan ilmu, karya, dan kepedulian sosial. Jangan lupa, doakan pemimpin kita agar diberi hidayah dan keadilan, serta doakan saudara-saudara kita di Palestina agar diberi kemenangan dan pertolongan.بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم KHUTBAH KEDUAالْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ، أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ،عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًااَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌاللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.اللَّهُمَّ كُنْ لِإِخْوَانِنَا فِي فِلَسْطِينَ عَوْنًا وَنَصِيرًا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَارْبِطْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، وَاشْفِ جَرْحَاهُمْ، وَارْحَمْ شُهَدَاءَهُمْ، وَارْفَعْ عَنْهُمُ الْبَلَاءَ، وَاجْعَلْ لَهُمْ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَاللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَىاللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَاللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَاللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ،اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَارَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًااللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِرَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْBaca Juga:Khutbah Jumat: Rahmat Allah untuk Negeri yang Kita CintaiBentuk Syukur kepada Allah– Naskah Khutbah Jumat Wage, 21 Safar 1447 H (15 Agustus 2025)@ Darush Sholihin Panggang GunungkidulDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel Rumaysho.Com Tagsibadah dan kemerdekaan kemerdekaan kemerdekaan dalam islam khutbah akhlak khutbah bermanfaat untuk umat khutbah doa untuk pemimpin khutbah islam khutbah jihad tanpa kekerasan khutbah jumat khutbah kemerdekaan khutbah membangun bangsa khutbah membela kaum tertindas khutbah nasionalisme islami khutbah palestina khutbah persatuan khutbah taat pemimpin khutbah tauhid khutbah ukhuwah islamiyah mensyukuri nikmat merdeka merdeka nikmat merdeka syukur kemerdekaan syukur nikmat


Kemerdekaan adalah nikmat besar dari Allah yang wajib disyukuri dengan tindakan nyata, bukan sekadar seremonial tahunan. Syukur atas nikmat ini ditunjukkan dengan bertakwa, meninggalkan maksiat, dan membangun kehidupan yang sesuai dengan syariat Islam. Persatuan, akhlak, dan kepedulian sosial harus menjadi fondasi masyarakat merdeka. Inilah saatnya mengisi kemerdekaan dengan ilmu, karya, dan amal yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.  Daftar Isi tutup 1. KHUTBAH PERTAMA 2. 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan Ibadah 3. 2. Bertaubat dan Meninggalkan Maksiat 4. 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan Benar 5. 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang Makruf 6. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan Keadilan 7. 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum Merdeka 8. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan Karya 9. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah Bangsa 10. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan Bermasyarakat 11. 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas Bermanfaat 12. KHUTBAH KEDUA  KHUTBAH PERTAMAاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِسْلَامِ وَنِعْمَةِ الْأَمْنِ، وَفَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلًا. نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ ، فَصَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامُهُ عَلَي نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَاتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَرَاقِبُوهُ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah …Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang telah melimpahkan kepada kita nikmat besar berupa nikmat Islam, nikmat keamanan, dan nikmat kemerdekaan. Kita berada di bulan Safar, yang menjadi momen tepat untuk merenungi nikmat dan menata langkah ke depan dengan ketakwaan.Cara kita bersyukur kepada Allah bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan ketaatan yang nyata: menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta mengisi kemerdekaan ini dengan amal saleh, persatuan, ilmu, dan pengabdian yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sang pembawa petunjuk yang telah mengajarkan kepada kita jalan keselamatan, menunjukkan kita cara bersyukur, serta memperingatkan kita agar jangan lalai dalam kenikmatan dunia yang fana.Nikmat kemerdekaan adalah karunia besar dari Allah yang tidak boleh disia-siakan. Di tengah bangsa yang merdeka, kita bisa beribadah dengan leluasa, menuntut ilmu dengan tenang, dan membangun masa depan dengan penuh harapan. Namun, nikmat ini bisa menjadi azab jika tidak disyukuri. Berikut ini beberapa langkah nyata untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan menurut pandangan Islam: 1. Mensyukuri dengan Menegakkan Tauhid dan IbadahKemerdekaan sejati adalah ketika hati terlepas dari penghambaan kepada selain Allah.وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” — (QS. Adz-Dzariyat: 56)Tujuan utama hidup manusia adalah beribadah kepada Allah. Maka, kemerdekaan hakiki bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tetapi bebas dari perbudakan hawa nafsu, dunia, dan sesembahan selain Allah.Bentuk syukur tertinggi atas kemerdekaan adalah menggunakan kebebasan ini untuk beribadah kepada Allah. Jangan sampai kita lalai dan justru menggunakan kemerdekaan untuk bermaksiat. Karena kemerdekaan sejatinya bukan hanya bebas dari penjajahan lahiriah, tetapi juga kesempatan untuk menunaikan ketaatan dengan lebih leluasa. Maka, nikmat ini semestinya mendorong kita untuk menjadi pribadi yang taat dan penuh rasa syukur, sebagaimana diilustrasikan dalam doa seorang mukmin yang telah mencapai usia kematangan:حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًۭا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa: ‘Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Al-Ahqaf: 15)Ayat tersebut menunjukkan bahwa syukur yang sejati bukan sekadar ungkapan lisan, melainkan dorongan kuat untuk beramal saleh yang diridhai Allah. Inilah bentuk syukur yang hidup—syukur yang menuntun pada ketaatan, dan bukan syukur yang berhenti pada retorika atau seremoni tahunan.Menariknya, semangat yang sama juga diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ kepada sahabat tercinta beliau, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Dalam sebuah hadits yang sangat menyentuh, Nabi ﷺ bersabda:يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ“Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya bersabda, “Aku memberikanmu nasihat, wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan saat di penghujung shalat bacaan doa:اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَALLOOHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepada-Mu).”Disebutkan di akhir hadits, “Mu’adz mewasiatkan seperti itu kepada Ash-Shunabihi. Lalu Ash-Shunabihi mewasiatkannya lagi kepada Abu ‘Abdirrahman.” (HR. Abu Daud, no. 1522; An-Nasa’i, no. 1304. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih). 2. Bertaubat dan Meninggalkan MaksiatNikmat tak akan bertahan jika maksiat dibiarkan.Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,وَمِنْ عُقُوبَاتِ الذُّنُوبِ: أَنَّهَا تُزِيلُ النِّعَمَ، وَتُحِلُّ النِّقَمَ، “Salah satu hukuman dari dosa adalah hilangnya nikmat dan datangnya bencana.”Taubat adalah tanda kesadaran bahwa kita masih sering menyia-nyiakan nikmat Allah. Kemerdekaan harus menjadi momentum untuk membersihkan diri dan masyarakat dari dosa yang tersembunyi maupun terang-terangan.Allah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)Ulama besar seperti Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa taubat yang tulus itu mengandung empat unsur penting:Berhenti dari dosa seketika itu juga — tidak menundanya lagi.Menyesali dosa yang telah dilakukan, dengan penyesalan yang lahir dari kesadaran akan kesalahan.Berjanji kepada diri sendiri untuk tidak mengulanginya di masa depan.Dan jika dosa itu menyangkut hak orang lain, maka wajib diselesaikan atau dikembalikan haknya.Dengan kata lain, taubat yang sejati bukan hanya ucapan di lisan, tapi sikap total dalam hati, tindakan nyata dalam perbaikan diri, dan keberanian untuk bertanggung jawab.Dalam sebuah hadits dari Abu Musa radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar orang yang berbuat dosa di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat dosa di malam hari bertaubat, hingga matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim, no. 2759)Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, no. 3537) 3. Menjadi Muslim yang Menjalankan Syariat Islam dengan BenarKemerdekaan memberi ruang bagi kita untuk hidup sesuai tuntunan agama. Di negeri ini, kita bebas untuk menegakkan salat, menutup aurat, mendidik anak dengan nilai Islam, dan berdakwah tanpa harus bersembunyi. Maka, tidak ada alasan untuk tidak menjalani hidup sebagai Muslim yang taat.Justru inilah saatnya menjadikan kemerdekaan sebagai peluang untuk menghidupkan syariat dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Inilah bentuk syukur yang konkret dan berkelanjutan. Karena iman bukan hanya di hati, tapi juga harus nampak dalam tindakan nyata.Namun kita juga tak menutup mata. Di tengah zaman yang penuh ujian iman, menjalani hidup sesuai syariat tidak selalu mudah. Godaan dunia, tekanan sosial, bahkan cibiran terhadap ajaran Islam bisa datang dari berbagai arah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang kondisi ini dalam sabdanya:يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).Bayangkan menggenggam bara api—perih, panas, dan menyakitkan. Tapi ia tetap menggenggam, karena ia tahu itulah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan dirinya.Di tengah zaman seperti inilah, umat Islam dituntut untuk tetap berpegang teguh pada petunjuk yang tak akan pernah menyesatkan, sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13). 4. Taat kepada Pemimpin dalam Perkara yang MakrufTaat kepada pemimpin adalah bagian dari menjaga stabilitas negeri.Dalam Islam, ketaatan kepada pemimpin—selama tidak memerintahkan maksiat—adalah bagian dari menjaga keamanan dan kemaslahatan umat.Murid dari Imam Syafii, yaitu Imam Al-Muzani rahimahullah dalam kitab beliau “Syarhus Sunnah” berkata,وَالطَّاعَةُ لِأُوْلِي الأَمْرِ فِيْمَا كَانَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَرْضِيًّا وَاجْتِنَابِ مَا كَانَ عِنْدَ اللهِ مُسْخِطًاوَتَرْكُ الخُرُوْجِ عِنْدَ تَعَدِّيْهِمْ وَجَوْرِهِمْ وَالتَّوْبَةُ عِنْدَ اللهِ كَيْمَا يَعْطِفُ بِهِمْ عَلَى رَعِيَّتِهِمْ“Taatlah kepada para pemimpin dalam hal-hal yang diridai oleh Allah ‘azza wa jalla, dan tinggalkan ketaatan jika mereka memerintahkan sesuatu yang dimurkai oleh Allah.Jika para pemimpin berlaku zalim atau melampaui batas, janganlah memberontak. Sebaliknya, bertaubatlah kepada Allah dan perbaiki diri, agar Allah melembutkan hati para pemimpin dan menjadikan mereka lebih sayang kepada rakyatnya.”Dari Abu Umamah Shuday bin ‘Ajlan Al Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah saat haji wada’ dan mengucapkan,اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ“Bertakwalah pada Allah Rabb kalian, laksanakanlah shalat limat waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dari harta kalian, taatilah penguasa yang mengatur urusan kalian, maka kalian akan memasuki surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi no. 616 dan Ahmad 5: 262. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhu—sahabat mulia sekaligus khalifah keempat—pernah menyampaikan sebuah perkataan yang sangat dalam tentang pentingnya kehadiran seorang pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Beliau berkata:لَا يَصْلُحُ لِلنَّاسِ إِلَّا أَمِيرٌ عَادِلٌ أَوْ جَائِرٌ“Masyarakat tidak akan menjadi baik kecuali dengan adanya pemimpin—baik pemimpin yang adil maupun yang zalim.”Sebagian orang saat itu merasa keberatan dengan pernyataan beliau tentang “pemimpin yang zalim”. Namun Ali menjelaskan maksudnya:نَعَمْ، يُؤْمِنُ السَّبِيلَ، وَيُمَكِّنُ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَوَاتِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ“Benar. Karena bahkan dengan adanya pemimpin yang zalim, jalan-jalan bisa aman, masyarakat tetap bisa melaksanakan salat, dan pergi haji ke Baitullah dengan tenang.”Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya Mafātīḥ al-Ghayb (13:204), dan menjadi pelajaran besar bahwa keberadaan pemimpin, bagaimana pun keadaannya, jauh lebih baik daripada hidup tanpa pemerintahan yang sah. Sebab, kekacauan dan kerusuhan justru akan lebih merusak tatanan masyarakat.Imam Fakhruddin Ar-Razi juga menambahkan nasihat yang tak kalah penting: “Jika rakyat ingin terbebas dari penguasa yang zalim, maka hendaklah mereka terlebih dahulu meninggalkan kezaliman yang mereka lakukan sendiri.” (Tafsir At-Taḥrīr wa At-Tanwīr karya Ibnu ‘Āsyūr, 8:74)Pesan ini menyadarkan kita bahwa keadilan tidak hanya dituntut dari atas (pemimpin), tetapi juga harus dimulai dari bawah—dari masyarakat. Ketika rakyat meninggalkan kezaliman, Allah akan memperbaiki keadaan penguasanya. Tapi jika rakyat terus dalam maksiat dan kezaliman, jangan heran jika Allah memberi pemimpin yang menjadi cerminan mereka sendiri. 5. Mendoakan Pemimpin agar Diberi Hidayah dan KeadilanDoa adalah senjata orang beriman. Jangan biarkan pemimpin berjalan sendiri tanpa kita iringi dengan doa agar mereka mampu memimpin dengan amanah.Dari ‘Abdush Shomad bin Yazid Al Baghdadiy, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Fudhail bin ‘Iyadh berkata,لَوْ أَنَّ لِي دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً مَا صَيَّرْتُهَا إِلَّا فِي الْإِمَامِ “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku.”Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.” (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashfahaniy, 8: 77, Darul Ihya’ At Turots Al ‘Iroqiy)Baca juga: Kumpulan Doa untuk Pemimpin Negeri 6. Mendoakan Negeri-Negeri yang Belum MerdekaMensyukuri kemerdekaan bukan hanya dengan berpesta atau mengikuti upacara, tapi dengan menumbuhkan empati dan kepedulian terhadap mereka yang belum merasakan nikmat yang sama. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Tidaklah salah seorang dari kalian benar-benar beriman, sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45)Kalau kita mencintai keamanan, kita harus ikut peduli pada mereka yang kehilangan rumah dan keluarga. Kalau kita mencintai ketenangan, kita tidak boleh tutup mata saat anak-anak Palestina kehilangan masa depannya. Inilah wujud iman yang hidup—iman yang tidak egois. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ“Barang siapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk surga, hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan hendaknya ia memperlakukan manusia sebagaimana ia senang diperlakukan oleh mereka.” (HR. Muslim, no. 1844)Membela Palestina adalah bentuk nyata dari ukhuwah Islamiyah, karena mereka adalah saudara seiman yang sedang tertindas. Di sana juga terdapat Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama dan salah satu dari tiga masjid suci yang dimuliakan dalam Islam. Membantu mereka berarti menjaga kehormatan simbol-simbol agama dan tanah suci umat Islam. Islam memerintahkan kita untuk membela kaum yang lemah dan terzalimi. Maka, membela Palestina adalah bagian dari iman, syukur atas kemerdekaan, dan tanggung jawab bersama umat Islam. Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kami di Palestina, jadilah penolong dan pelindung mereka. 7. Mengisi Kemerdekaan dengan Ilmu dan KaryaSyukur itu bukan hanya diam, tapi bergerak dan memberi manfaat.Kemerdekaan bukan hanya soal bebas bicara, tapi juga bebas berkarya. Jadikan setiap potensi yang Allah berikan sebagai kontribusi nyata untuk bangsa dan umat.خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ibn Hibban dalam al-Majruhin [2/1], al-Qudha‘i dalam Musnad al-Shihab no. 1234, dan al-Ṭabarani dalam al-Mu‘jam al-Awsaṭ no. 5787).Hadits ini sangat tepat untuk mendasari bahwa mengisi kemerdekaan dengan ilmu dan karya yang bermanfaat adalah bentuk amal terbaik dan bentuk syukur yang nyata. 8. Menjaga Persatuan dan Tidak Memecah Belah BangsaSetan senang melihat umat Islam terpecah.Salah satu nikmat besar pascakemerdekaan adalah persatuan. Jangan hancurkan dengan fanatisme golongan, politik, atau kepentingan pribadi.وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Ali Imran: 103)Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallāhu ‘anhu, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ“Karena siapa yang hidup sepeninggalku nanti, ia akan melihat banyak sekali perpecahan. Maka tetaplah berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khalifah sepeninggalku yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676; dinyatakan hasan sahih oleh Imam Tirmidzi, dan sanadnya sahih menurut Al-Hafizh Abu Thahir).Sebab, nikmat kemerdekaan bisa hilang jika umat terpecah oleh fanatisme golongan, kebencian, atau bid’ah yang mengaburkan jalan kebenaran. Maka, menjaga ukhuwah dan arah perjuangan umat adalah bagian penting dari rasa syukur yang sejati. 9. Menjaga Akhlak dan Nilai-Nilai Moral dalam Kehidupan BermasyarakatMembangun masyarakat yang beradab bukan cukup dengan merdeka secara politik, tetapi harus ditopang oleh akhlak yang kokoh. Karena hanya dengan akhlak, kemerdekaan akan membawa berkah—bukan kehancuran.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad no. 8729, dinilai sahih oleh Al-Albani) 10. Mengisi Hari Kemerdekaan dengan Aktivitas BermanfaatJangan habiskan peringatan kemerdekaan hanya dengan lomba tanpa makna, apalagi lomba yang mengandung unsur perjudian.Allah Ta’ala mengingatkan,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (maysir), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)Dalam Islam, suatu aktivitas disebut judi (maysir) jika memenuhi empat syarat: (1) adanya dua pihak atau lebih yang saling bertaruh; (2) masing-masing mempertaruhkan harta atau barang bernilai; (3) terdapat pihak yang menang dan kalah di akhir permainan; (4) serta pihak yang kalah harus rela kehilangan hartanya tanpa ada timbal balik yang setara.Maka, jika perlombaan dalam rangka hari kemerdekaan melibatkan taruhan uang atau barang berharga dengan hasil menang-kalah yang menyebabkan salah satu pihak kehilangan miliknya, hal itu termasuk bentuk perjudian yang diharamkan. Sebaliknya, isi kemerdekaan dengan kegiatan yang menguatkan nilai kebersamaan, menambah ilmu, atau amal sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.Wahai kaum Muslimin, mari kita syukuri nikmat kemerdekaan ini dengan tauhid, taubat, amal saleh, menjaga syariat, taat dan mendoakan pemimpin, menjaga persatuan, akhlak, serta mengisi hari-hari dengan ilmu, karya, dan kepedulian sosial. Jangan lupa, doakan pemimpin kita agar diberi hidayah dan keadilan, serta doakan saudara-saudara kita di Palestina agar diberi kemenangan dan pertolongan.بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم KHUTBAH KEDUAالْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ، أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ،عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًااَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌاللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.اللَّهُمَّ كُنْ لِإِخْوَانِنَا فِي فِلَسْطِينَ عَوْنًا وَنَصِيرًا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَارْبِطْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، وَاشْفِ جَرْحَاهُمْ، وَارْحَمْ شُهَدَاءَهُمْ، وَارْفَعْ عَنْهُمُ الْبَلَاءَ، وَاجْعَلْ لَهُمْ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَاللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَىاللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَاللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَاللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ،اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَارَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًااللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِرَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْBaca Juga:Khutbah Jumat: Rahmat Allah untuk Negeri yang Kita CintaiBentuk Syukur kepada Allah– Naskah Khutbah Jumat Wage, 21 Safar 1447 H (15 Agustus 2025)@ Darush Sholihin Panggang GunungkidulDr. Muhammad Abduh TuasikalArtikel Rumaysho.Com Tagsibadah dan kemerdekaan kemerdekaan kemerdekaan dalam islam khutbah akhlak khutbah bermanfaat untuk umat khutbah doa untuk pemimpin khutbah islam khutbah jihad tanpa kekerasan khutbah jumat khutbah kemerdekaan khutbah membangun bangsa khutbah membela kaum tertindas khutbah nasionalisme islami khutbah palestina khutbah persatuan khutbah taat pemimpin khutbah tauhid khutbah ukhuwah islamiyah mensyukuri nikmat merdeka merdeka nikmat merdeka syukur kemerdekaan syukur nikmat

Adab-Adab Makan

آداب الطعام Oleh: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi د. أمين بن عبدالله الشقاوي الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدًا عبده ورسوله، وبعد: فإن من أسرار عظمة هذا الدين أنه ما ترك جانبًا من جوانب الحياة إلا وتناوله بالبيان والإيضاح، ومن هذه الجوانب التي تناولها هذا الدين آداب الطعام، ومن تلك الآداب: Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang tidak memiliki sekutu, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Amma ba’du: Salah satu rahasia keagungan agama ini adalah tidak menyisakan satupun aspek kehidupan melainkan datang dengan penjelasannya. Di antara aspek yang dijelaskan dalam agama ini adalah adab-adab makan, dan berikut adalah adab-adabnya: أولًا: التسمية قبل البدء بالطعام أو الشراب، روى البخاري ومسلم من حديث عمرو بن سلمة: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال له: “يا غلام، سم الله، وكل بيمينك، وكل مما يليك”[البخاري برقم (٥٣٧٦)، ومسلم برقم (٢٠٢٢)].وإذا نسي أن يسمي عند أول الطعام فليسم إذا ذكر، روى الترمذي في سننه من حديث عائشة – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم طعامًا فليقل: بسم الله، فإن نسي في أوله، فليقل: بسم الله في أوله و آخره”[برقم (١٨٥٨) وقال: حديث حسن صحيح]. Pertama: Membaca basmalah sebelum memulai makan atau minum  Diriwayatkan dari Al-Bukhari dan Muslim dari hadis Amru bin Salamah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadanya: يَا غُلَامُ! سَمِّ اَللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ “Wahai anak muda! Bacalah basmalah, lalu makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Apabila seseorang lupa membaca basmalah pada awal makan, maka hendaklah dia membacanya saat ingat. Diriwayatkan dari At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَاماً فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بسمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ “Apabila salah seorang dari kalian memakan makanan, maka hendaklah ia mengucapkan ‘Bismillah’. Namun, apabila ia lupa mengucapkannya pada awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Bismillah fi awwalihi wa aakhirihi’ (Dengan nama Allah di awal dan akhirnya).” (HR. At-Tirmidzi no. 1858; dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). ثانيًا: الأكل والشرب باليمين، فلا يجوز للمسلم أن يأكل أو يشرب بشماله، روى مسلم في صحيحه من حديث سلمة بن الأكوع، أن رجلًا أكل عند رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشماله فقال النبي – صلى الله عليه وسلم -: “كل بيمينك” قال: لاأستطيع. قال: “لا استطعت”، ما منعه إلا الكبر قال: فما رفعها إلى فيه”[برقم (٢٠٢١)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث ابن عمر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم فليأكل بيمينه و إذا شرب فليشرب بيمينه فإن الشيطان يأكل بشماله و يشرب بشماله”[برقم (٢٠٢٠)]. Kedua: Makan dan minum dengan tangan kanan Seorang muslim tidak boleh makan atau minum dengan tangan kiri. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Salamah bin al-Akwa’ bahwa pernah ada laki-laki yang memakan makanan di hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu menjawab, “Aku tidak bisa!” Maka Rasulullah bersabda, “Semoga kamu memang tidak bisa!” Tidak ada yang membuatnya enggan selain kesombongannya, sehingga ia benar-benar tidak mampu menyuapkan makanan ke mulutnya dengan tangannya setelah itu. (HR. Muslim no. 2021). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ اَلشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِ “Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya, dan apabila ia minum maka hendaklah ia minum dengan tangan kanannya, karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum juga dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim no. 2020). ثالثًا: الأكل بثلاثة أصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك أنه حدثهم: “أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يأكل بثلاث أصابع، فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. Ketiga: Makan dengan tiga jari Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik yang meriwayatkan bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). رابعًا: لعق الأصابع وصحفة الطعام، فإذا أكل الإنسان الطعام، وبقي شيء يسير منه، لا يضره تناوله، أو بقي أثر للطعام في الصحفة، فالسنة أن يلعقها، لأن الإنسان لا يدري أين البركة، وكذلك السنة لعق الأصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك قال: “كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يأكل بثلاث أصابع فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث جابر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر بلعق الأصابع والصحفة، وقال: “إنكم لا تدرون في أيه البركة؟”[برقم (٢٠٣٣)]. Keempat: Menjilat jari dan piring makan Apabila seseorang memakan makanan, dan tersisa sedikit darinya yang tidak berbahaya untuk dimakan atau tersisa bekas makanan di piring, maka sunnahnya adalah menjilatnya, karena ia tidak mengetahui di mana letak keberkahan makanannya. Sunnah juga untuk menjilat jari jemari. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadits Jabir bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menjilat jari-jemari dan piring. Beliau bersabda: إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ “Karena kalian tidak mengetahui di mana letak keberkahannya.” (HR. Muslim no. 2033). خامسًا: أكل ما تناثر من الطعام: روى مسلم في صحيحه من حديث جابر بن عبد الله – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا وقعت لقمة أحدكم فليأخذها، فليمط ما كان بها من أذى، وليأكلها ولا يدعها للشيطان، ولا يمسح يده بالمنديل حتى يلعق أصابعه فإنه لا يدري في أي طعامه البركة”[برقم (٢٠٣٣)]. Kelima: Memakan makanan yang tercecer Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي فِي أَىِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ  “Apabila terjatuh sesuap makanan salah satu dari kalian, maka hendaklah ia mengambilnya dan membersihkan kotoran yang menempel padanya, lalu memakannya, dan janganlah ia membiarkan makanan itu untuk setan. Jangan pula ia mengelap tangannya dengan lap sebelum ia menjilat jari-jemarinya, karena ia tidak mengetahui makanan bagian mana yang mengandung keberkahan.” (HR. Muslim no. 2033). سادسًا: الأكل مع الغير من زوجة، أو أولاد أو ضيف غيرهم: روى أبو داود في سننه من حديث وحشي بن حرب عن أبيه عن جده – رضي الله عنه -: أن أصحاب النبي – صلى الله عليه وسلم – قالوا: يا رسول الله إنا نأكل ولا نشبع، قال: فلعلكم تفترقون؟ قالوا: نعم، قال: فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه، يبارك لكم فيه”. Keenam: Makan dengan orang lain, baik itu istri, anak, tamu, atau lainnya Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu ‘anhu bahwa para Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata, “Wahai Rasulullah! Kami makan tapi tidak juga kenyang!” Beliau bersabda, “Mungkin kalian makan berpencar-pencar?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Berkumpullah saat makan, dan sebutlah nama Allah sebelumnya, niscaya kalian akan diberkahi dalam makanan itu.” (HR. Abu Dawud). سابعًا: النهي عن التنفس في الإناء: روى البخاري في صحيحه من حديث أبي قتادة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء”[برقم (١٥٣)]. ومثله النفخ في الطعام والشراب، روى أبو داود في سننه من حديث أبي سعيد الخدري قال: نهى النبي – صلى الله عليه وسلم – أن يتنفس في الإناء، أو ينفخ فيه[برقم (3728) وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود (2/710) برقم (3171)]. Ketujuh: Larangan bernafas di wadah Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ “Apabila salah seorang dari kalian minum, maka janganlah ia bernafas di wadahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 153). Dilarang juga meniup makanan atau minuman. Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang untuk bernafas di wadah dan meniupnya.” (HR. Abu Dawud no. 3728. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud jilid 2 hlm. 710 no. 3171). ثامنًا: النهي عن الأكل من أعلى الصحفة، أو أوسطها: وينقسم إلى قسمين: الأول: أن يكون الطعام واحد بمعنى أن الذي في الصحفة طعام من نوع واحد، فالسنة أن يأكل مما يليه، لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث السابق: “وكل مما يليك”[صحيح البخاري برقم (٥٣٧٦)، وصحيح مسلم برقم (٢٠٢٢)]، ولقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه الترمذي في سننه من حديث ابن عباس – رضي الله عنه -: “البركة تنزل وسط الطعام، فكلوا من حافتيه، ولا تأكلوا من وسطه”[برقم (١٨٠٥)، وقال: حديث حسن صحيح]. الثاني: أن يكون الطعام أنواعًا، فلا بأس بالأكل من أعلى الصحفة، وجوانبها، ويدل لذلك ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما من حديث أنس بن مالك قال: “رأيت النبي – صلى الله عليه وسلم – يتتبع الدباء من حوالي الصحفة”[البخاري برقم (٢٠٩٢)، ومسلم برقم (٢٠٤١)]. Kedelapan: Larangan memulai mengambil makanan dari atas atau tengah wadah Hal ini terbagi menjadi dua bagian: Apabila makanan yang ada di wadah hanya satu jenis, maka sunnahnya adalah makan yang terdekat dengannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang telah disebutkan di atas, “Dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu: الْبَرَكَة تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ “Keberkahan turun di tengah makanan, maka mulailah makan dari tepinya, jangan kalian memulai makan dari tengahnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1805, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Apabila di wadah terdapat berbagai macam makanan, maka tidak mengapa untuk memulai makan dari atas atau tepi wadah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih mereka dari hadis Anas bin Malik, ia berkata, “Aku pernah melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencari-cari dubba’ (daging yang dikeringkan) dari tepi-tepi wadah.” (HR. Al-Bukhari no. 2092 dan Muslim no. 2041). تاسعًا: النهي عن الشرب قائمًا: لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه مسلم في صحيحه من أبي هريرة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “لا يشربن أحد منكم قائمًا، فمن نسي فليستقئ”[برقم (٢٠٢٦)]. Kesembilan: Larangan minum sambil berdiri Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitabnya Ash-Shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ “Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, barang siapa yang lupa maka hendaklah ia memuntahkannya.” (HR. Muslim no. 2026). عاشرًا: الاقتصاد في أكل الطعام: روى الترمذي من حديث المقدام بن معدي كرب قال: سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: “ما ملأ آدمي وعاء شرًا من بطنه بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه فإن كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفَسِهِ”[برقم (٢٣٨٠)، وقال حديث حسن صحيح]. فائدة: روى مسلم في صحيحه من حديث أبي هريرة – رضي الله عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ضافه ضيف وهو كافر فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فحلبت، فشرب حلابها، ثم أخرى فشربه، ثم أخرى فشربه، حتى شرب حلاب سبع شياه، ثم إنه أصبح فأسلم فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فشرب حلابها ثم أمر بأخرى فلم يستتمها، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: “المؤمن يشرب في معي واحد، والكافر يشرب في سبعة أمعاء”[برقم (٢٠٦٣) ومختصرًا برقم (٢٠٦٢)]. والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Kesepuluh: Tidak berlebih-lebihan dalam makan At-Tirmidzi meriwayatkan dari hadis Al-Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ بِحَسْب ابن الآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ “Tidak ada wadah yang diisi oleh manusia yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suap untuk menegakkan punggungnya, tapi jika ia harus makan lebih dari itu, maka cukuplah sepertiga perutnya untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2380, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Tambahan: Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadts Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menjamu tamu yang kafir. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba dan diperah susunya. Kemudian tamu itu meminumnya, lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya. Lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya, hingga tamu itu meminum perahan susu dari tujuh domba. Pada pagi harinya, tamu itu masuk Islam. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba untuknya, kemudian tamu itu meminum perahan susunya. Lalu beliau memerintahkan untuk didatangkan domba lagi untuknya dan diperah susunya, tapi tamu itu tidak menghabiskannya. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءَ “Orang beriman akan minum dengan satu usus, sedangkan orang kafir minum dengan tujuh usus.” (HR. Muslim no. 2063, dan diriwayatkan secara ringkas dalam hadis no. 2062). Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/آداب الطعام Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 345 times, 5 visit(s) today Post Views: 339 QRIS donasi Yufid

Adab-Adab Makan

آداب الطعام Oleh: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi د. أمين بن عبدالله الشقاوي الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدًا عبده ورسوله، وبعد: فإن من أسرار عظمة هذا الدين أنه ما ترك جانبًا من جوانب الحياة إلا وتناوله بالبيان والإيضاح، ومن هذه الجوانب التي تناولها هذا الدين آداب الطعام، ومن تلك الآداب: Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang tidak memiliki sekutu, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Amma ba’du: Salah satu rahasia keagungan agama ini adalah tidak menyisakan satupun aspek kehidupan melainkan datang dengan penjelasannya. Di antara aspek yang dijelaskan dalam agama ini adalah adab-adab makan, dan berikut adalah adab-adabnya: أولًا: التسمية قبل البدء بالطعام أو الشراب، روى البخاري ومسلم من حديث عمرو بن سلمة: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال له: “يا غلام، سم الله، وكل بيمينك، وكل مما يليك”[البخاري برقم (٥٣٧٦)، ومسلم برقم (٢٠٢٢)].وإذا نسي أن يسمي عند أول الطعام فليسم إذا ذكر، روى الترمذي في سننه من حديث عائشة – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم طعامًا فليقل: بسم الله، فإن نسي في أوله، فليقل: بسم الله في أوله و آخره”[برقم (١٨٥٨) وقال: حديث حسن صحيح]. Pertama: Membaca basmalah sebelum memulai makan atau minum  Diriwayatkan dari Al-Bukhari dan Muslim dari hadis Amru bin Salamah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadanya: يَا غُلَامُ! سَمِّ اَللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ “Wahai anak muda! Bacalah basmalah, lalu makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Apabila seseorang lupa membaca basmalah pada awal makan, maka hendaklah dia membacanya saat ingat. Diriwayatkan dari At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَاماً فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بسمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ “Apabila salah seorang dari kalian memakan makanan, maka hendaklah ia mengucapkan ‘Bismillah’. Namun, apabila ia lupa mengucapkannya pada awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Bismillah fi awwalihi wa aakhirihi’ (Dengan nama Allah di awal dan akhirnya).” (HR. At-Tirmidzi no. 1858; dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). ثانيًا: الأكل والشرب باليمين، فلا يجوز للمسلم أن يأكل أو يشرب بشماله، روى مسلم في صحيحه من حديث سلمة بن الأكوع، أن رجلًا أكل عند رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشماله فقال النبي – صلى الله عليه وسلم -: “كل بيمينك” قال: لاأستطيع. قال: “لا استطعت”، ما منعه إلا الكبر قال: فما رفعها إلى فيه”[برقم (٢٠٢١)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث ابن عمر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم فليأكل بيمينه و إذا شرب فليشرب بيمينه فإن الشيطان يأكل بشماله و يشرب بشماله”[برقم (٢٠٢٠)]. Kedua: Makan dan minum dengan tangan kanan Seorang muslim tidak boleh makan atau minum dengan tangan kiri. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Salamah bin al-Akwa’ bahwa pernah ada laki-laki yang memakan makanan di hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu menjawab, “Aku tidak bisa!” Maka Rasulullah bersabda, “Semoga kamu memang tidak bisa!” Tidak ada yang membuatnya enggan selain kesombongannya, sehingga ia benar-benar tidak mampu menyuapkan makanan ke mulutnya dengan tangannya setelah itu. (HR. Muslim no. 2021). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ اَلشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِ “Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya, dan apabila ia minum maka hendaklah ia minum dengan tangan kanannya, karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum juga dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim no. 2020). ثالثًا: الأكل بثلاثة أصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك أنه حدثهم: “أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يأكل بثلاث أصابع، فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. Ketiga: Makan dengan tiga jari Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik yang meriwayatkan bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). رابعًا: لعق الأصابع وصحفة الطعام، فإذا أكل الإنسان الطعام، وبقي شيء يسير منه، لا يضره تناوله، أو بقي أثر للطعام في الصحفة، فالسنة أن يلعقها، لأن الإنسان لا يدري أين البركة، وكذلك السنة لعق الأصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك قال: “كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يأكل بثلاث أصابع فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث جابر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر بلعق الأصابع والصحفة، وقال: “إنكم لا تدرون في أيه البركة؟”[برقم (٢٠٣٣)]. Keempat: Menjilat jari dan piring makan Apabila seseorang memakan makanan, dan tersisa sedikit darinya yang tidak berbahaya untuk dimakan atau tersisa bekas makanan di piring, maka sunnahnya adalah menjilatnya, karena ia tidak mengetahui di mana letak keberkahan makanannya. Sunnah juga untuk menjilat jari jemari. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadits Jabir bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menjilat jari-jemari dan piring. Beliau bersabda: إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ “Karena kalian tidak mengetahui di mana letak keberkahannya.” (HR. Muslim no. 2033). خامسًا: أكل ما تناثر من الطعام: روى مسلم في صحيحه من حديث جابر بن عبد الله – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا وقعت لقمة أحدكم فليأخذها، فليمط ما كان بها من أذى، وليأكلها ولا يدعها للشيطان، ولا يمسح يده بالمنديل حتى يلعق أصابعه فإنه لا يدري في أي طعامه البركة”[برقم (٢٠٣٣)]. Kelima: Memakan makanan yang tercecer Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي فِي أَىِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ  “Apabila terjatuh sesuap makanan salah satu dari kalian, maka hendaklah ia mengambilnya dan membersihkan kotoran yang menempel padanya, lalu memakannya, dan janganlah ia membiarkan makanan itu untuk setan. Jangan pula ia mengelap tangannya dengan lap sebelum ia menjilat jari-jemarinya, karena ia tidak mengetahui makanan bagian mana yang mengandung keberkahan.” (HR. Muslim no. 2033). سادسًا: الأكل مع الغير من زوجة، أو أولاد أو ضيف غيرهم: روى أبو داود في سننه من حديث وحشي بن حرب عن أبيه عن جده – رضي الله عنه -: أن أصحاب النبي – صلى الله عليه وسلم – قالوا: يا رسول الله إنا نأكل ولا نشبع، قال: فلعلكم تفترقون؟ قالوا: نعم، قال: فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه، يبارك لكم فيه”. Keenam: Makan dengan orang lain, baik itu istri, anak, tamu, atau lainnya Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu ‘anhu bahwa para Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata, “Wahai Rasulullah! Kami makan tapi tidak juga kenyang!” Beliau bersabda, “Mungkin kalian makan berpencar-pencar?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Berkumpullah saat makan, dan sebutlah nama Allah sebelumnya, niscaya kalian akan diberkahi dalam makanan itu.” (HR. Abu Dawud). سابعًا: النهي عن التنفس في الإناء: روى البخاري في صحيحه من حديث أبي قتادة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء”[برقم (١٥٣)]. ومثله النفخ في الطعام والشراب، روى أبو داود في سننه من حديث أبي سعيد الخدري قال: نهى النبي – صلى الله عليه وسلم – أن يتنفس في الإناء، أو ينفخ فيه[برقم (3728) وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود (2/710) برقم (3171)]. Ketujuh: Larangan bernafas di wadah Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ “Apabila salah seorang dari kalian minum, maka janganlah ia bernafas di wadahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 153). Dilarang juga meniup makanan atau minuman. Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang untuk bernafas di wadah dan meniupnya.” (HR. Abu Dawud no. 3728. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud jilid 2 hlm. 710 no. 3171). ثامنًا: النهي عن الأكل من أعلى الصحفة، أو أوسطها: وينقسم إلى قسمين: الأول: أن يكون الطعام واحد بمعنى أن الذي في الصحفة طعام من نوع واحد، فالسنة أن يأكل مما يليه، لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث السابق: “وكل مما يليك”[صحيح البخاري برقم (٥٣٧٦)، وصحيح مسلم برقم (٢٠٢٢)]، ولقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه الترمذي في سننه من حديث ابن عباس – رضي الله عنه -: “البركة تنزل وسط الطعام، فكلوا من حافتيه، ولا تأكلوا من وسطه”[برقم (١٨٠٥)، وقال: حديث حسن صحيح]. الثاني: أن يكون الطعام أنواعًا، فلا بأس بالأكل من أعلى الصحفة، وجوانبها، ويدل لذلك ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما من حديث أنس بن مالك قال: “رأيت النبي – صلى الله عليه وسلم – يتتبع الدباء من حوالي الصحفة”[البخاري برقم (٢٠٩٢)، ومسلم برقم (٢٠٤١)]. Kedelapan: Larangan memulai mengambil makanan dari atas atau tengah wadah Hal ini terbagi menjadi dua bagian: Apabila makanan yang ada di wadah hanya satu jenis, maka sunnahnya adalah makan yang terdekat dengannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang telah disebutkan di atas, “Dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu: الْبَرَكَة تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ “Keberkahan turun di tengah makanan, maka mulailah makan dari tepinya, jangan kalian memulai makan dari tengahnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1805, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Apabila di wadah terdapat berbagai macam makanan, maka tidak mengapa untuk memulai makan dari atas atau tepi wadah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih mereka dari hadis Anas bin Malik, ia berkata, “Aku pernah melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencari-cari dubba’ (daging yang dikeringkan) dari tepi-tepi wadah.” (HR. Al-Bukhari no. 2092 dan Muslim no. 2041). تاسعًا: النهي عن الشرب قائمًا: لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه مسلم في صحيحه من أبي هريرة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “لا يشربن أحد منكم قائمًا، فمن نسي فليستقئ”[برقم (٢٠٢٦)]. Kesembilan: Larangan minum sambil berdiri Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitabnya Ash-Shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ “Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, barang siapa yang lupa maka hendaklah ia memuntahkannya.” (HR. Muslim no. 2026). عاشرًا: الاقتصاد في أكل الطعام: روى الترمذي من حديث المقدام بن معدي كرب قال: سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: “ما ملأ آدمي وعاء شرًا من بطنه بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه فإن كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفَسِهِ”[برقم (٢٣٨٠)، وقال حديث حسن صحيح]. فائدة: روى مسلم في صحيحه من حديث أبي هريرة – رضي الله عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ضافه ضيف وهو كافر فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فحلبت، فشرب حلابها، ثم أخرى فشربه، ثم أخرى فشربه، حتى شرب حلاب سبع شياه، ثم إنه أصبح فأسلم فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فشرب حلابها ثم أمر بأخرى فلم يستتمها، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: “المؤمن يشرب في معي واحد، والكافر يشرب في سبعة أمعاء”[برقم (٢٠٦٣) ومختصرًا برقم (٢٠٦٢)]. والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Kesepuluh: Tidak berlebih-lebihan dalam makan At-Tirmidzi meriwayatkan dari hadis Al-Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ بِحَسْب ابن الآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ “Tidak ada wadah yang diisi oleh manusia yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suap untuk menegakkan punggungnya, tapi jika ia harus makan lebih dari itu, maka cukuplah sepertiga perutnya untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2380, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Tambahan: Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadts Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menjamu tamu yang kafir. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba dan diperah susunya. Kemudian tamu itu meminumnya, lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya. Lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya, hingga tamu itu meminum perahan susu dari tujuh domba. Pada pagi harinya, tamu itu masuk Islam. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba untuknya, kemudian tamu itu meminum perahan susunya. Lalu beliau memerintahkan untuk didatangkan domba lagi untuknya dan diperah susunya, tapi tamu itu tidak menghabiskannya. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءَ “Orang beriman akan minum dengan satu usus, sedangkan orang kafir minum dengan tujuh usus.” (HR. Muslim no. 2063, dan diriwayatkan secara ringkas dalam hadis no. 2062). Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/آداب الطعام Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 345 times, 5 visit(s) today Post Views: 339 QRIS donasi Yufid
آداب الطعام Oleh: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi د. أمين بن عبدالله الشقاوي الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدًا عبده ورسوله، وبعد: فإن من أسرار عظمة هذا الدين أنه ما ترك جانبًا من جوانب الحياة إلا وتناوله بالبيان والإيضاح، ومن هذه الجوانب التي تناولها هذا الدين آداب الطعام، ومن تلك الآداب: Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang tidak memiliki sekutu, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Amma ba’du: Salah satu rahasia keagungan agama ini adalah tidak menyisakan satupun aspek kehidupan melainkan datang dengan penjelasannya. Di antara aspek yang dijelaskan dalam agama ini adalah adab-adab makan, dan berikut adalah adab-adabnya: أولًا: التسمية قبل البدء بالطعام أو الشراب، روى البخاري ومسلم من حديث عمرو بن سلمة: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال له: “يا غلام، سم الله، وكل بيمينك، وكل مما يليك”[البخاري برقم (٥٣٧٦)، ومسلم برقم (٢٠٢٢)].وإذا نسي أن يسمي عند أول الطعام فليسم إذا ذكر، روى الترمذي في سننه من حديث عائشة – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم طعامًا فليقل: بسم الله، فإن نسي في أوله، فليقل: بسم الله في أوله و آخره”[برقم (١٨٥٨) وقال: حديث حسن صحيح]. Pertama: Membaca basmalah sebelum memulai makan atau minum  Diriwayatkan dari Al-Bukhari dan Muslim dari hadis Amru bin Salamah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadanya: يَا غُلَامُ! سَمِّ اَللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ “Wahai anak muda! Bacalah basmalah, lalu makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Apabila seseorang lupa membaca basmalah pada awal makan, maka hendaklah dia membacanya saat ingat. Diriwayatkan dari At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَاماً فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بسمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ “Apabila salah seorang dari kalian memakan makanan, maka hendaklah ia mengucapkan ‘Bismillah’. Namun, apabila ia lupa mengucapkannya pada awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Bismillah fi awwalihi wa aakhirihi’ (Dengan nama Allah di awal dan akhirnya).” (HR. At-Tirmidzi no. 1858; dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). ثانيًا: الأكل والشرب باليمين، فلا يجوز للمسلم أن يأكل أو يشرب بشماله، روى مسلم في صحيحه من حديث سلمة بن الأكوع، أن رجلًا أكل عند رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشماله فقال النبي – صلى الله عليه وسلم -: “كل بيمينك” قال: لاأستطيع. قال: “لا استطعت”، ما منعه إلا الكبر قال: فما رفعها إلى فيه”[برقم (٢٠٢١)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث ابن عمر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم فليأكل بيمينه و إذا شرب فليشرب بيمينه فإن الشيطان يأكل بشماله و يشرب بشماله”[برقم (٢٠٢٠)]. Kedua: Makan dan minum dengan tangan kanan Seorang muslim tidak boleh makan atau minum dengan tangan kiri. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Salamah bin al-Akwa’ bahwa pernah ada laki-laki yang memakan makanan di hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu menjawab, “Aku tidak bisa!” Maka Rasulullah bersabda, “Semoga kamu memang tidak bisa!” Tidak ada yang membuatnya enggan selain kesombongannya, sehingga ia benar-benar tidak mampu menyuapkan makanan ke mulutnya dengan tangannya setelah itu. (HR. Muslim no. 2021). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ اَلشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِ “Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya, dan apabila ia minum maka hendaklah ia minum dengan tangan kanannya, karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum juga dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim no. 2020). ثالثًا: الأكل بثلاثة أصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك أنه حدثهم: “أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يأكل بثلاث أصابع، فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. Ketiga: Makan dengan tiga jari Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik yang meriwayatkan bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). رابعًا: لعق الأصابع وصحفة الطعام، فإذا أكل الإنسان الطعام، وبقي شيء يسير منه، لا يضره تناوله، أو بقي أثر للطعام في الصحفة، فالسنة أن يلعقها، لأن الإنسان لا يدري أين البركة، وكذلك السنة لعق الأصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك قال: “كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يأكل بثلاث أصابع فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث جابر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر بلعق الأصابع والصحفة، وقال: “إنكم لا تدرون في أيه البركة؟”[برقم (٢٠٣٣)]. Keempat: Menjilat jari dan piring makan Apabila seseorang memakan makanan, dan tersisa sedikit darinya yang tidak berbahaya untuk dimakan atau tersisa bekas makanan di piring, maka sunnahnya adalah menjilatnya, karena ia tidak mengetahui di mana letak keberkahan makanannya. Sunnah juga untuk menjilat jari jemari. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadits Jabir bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menjilat jari-jemari dan piring. Beliau bersabda: إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ “Karena kalian tidak mengetahui di mana letak keberkahannya.” (HR. Muslim no. 2033). خامسًا: أكل ما تناثر من الطعام: روى مسلم في صحيحه من حديث جابر بن عبد الله – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا وقعت لقمة أحدكم فليأخذها، فليمط ما كان بها من أذى، وليأكلها ولا يدعها للشيطان، ولا يمسح يده بالمنديل حتى يلعق أصابعه فإنه لا يدري في أي طعامه البركة”[برقم (٢٠٣٣)]. Kelima: Memakan makanan yang tercecer Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي فِي أَىِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ  “Apabila terjatuh sesuap makanan salah satu dari kalian, maka hendaklah ia mengambilnya dan membersihkan kotoran yang menempel padanya, lalu memakannya, dan janganlah ia membiarkan makanan itu untuk setan. Jangan pula ia mengelap tangannya dengan lap sebelum ia menjilat jari-jemarinya, karena ia tidak mengetahui makanan bagian mana yang mengandung keberkahan.” (HR. Muslim no. 2033). سادسًا: الأكل مع الغير من زوجة، أو أولاد أو ضيف غيرهم: روى أبو داود في سننه من حديث وحشي بن حرب عن أبيه عن جده – رضي الله عنه -: أن أصحاب النبي – صلى الله عليه وسلم – قالوا: يا رسول الله إنا نأكل ولا نشبع، قال: فلعلكم تفترقون؟ قالوا: نعم، قال: فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه، يبارك لكم فيه”. Keenam: Makan dengan orang lain, baik itu istri, anak, tamu, atau lainnya Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu ‘anhu bahwa para Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata, “Wahai Rasulullah! Kami makan tapi tidak juga kenyang!” Beliau bersabda, “Mungkin kalian makan berpencar-pencar?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Berkumpullah saat makan, dan sebutlah nama Allah sebelumnya, niscaya kalian akan diberkahi dalam makanan itu.” (HR. Abu Dawud). سابعًا: النهي عن التنفس في الإناء: روى البخاري في صحيحه من حديث أبي قتادة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء”[برقم (١٥٣)]. ومثله النفخ في الطعام والشراب، روى أبو داود في سننه من حديث أبي سعيد الخدري قال: نهى النبي – صلى الله عليه وسلم – أن يتنفس في الإناء، أو ينفخ فيه[برقم (3728) وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود (2/710) برقم (3171)]. Ketujuh: Larangan bernafas di wadah Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ “Apabila salah seorang dari kalian minum, maka janganlah ia bernafas di wadahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 153). Dilarang juga meniup makanan atau minuman. Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang untuk bernafas di wadah dan meniupnya.” (HR. Abu Dawud no. 3728. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud jilid 2 hlm. 710 no. 3171). ثامنًا: النهي عن الأكل من أعلى الصحفة، أو أوسطها: وينقسم إلى قسمين: الأول: أن يكون الطعام واحد بمعنى أن الذي في الصحفة طعام من نوع واحد، فالسنة أن يأكل مما يليه، لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث السابق: “وكل مما يليك”[صحيح البخاري برقم (٥٣٧٦)، وصحيح مسلم برقم (٢٠٢٢)]، ولقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه الترمذي في سننه من حديث ابن عباس – رضي الله عنه -: “البركة تنزل وسط الطعام، فكلوا من حافتيه، ولا تأكلوا من وسطه”[برقم (١٨٠٥)، وقال: حديث حسن صحيح]. الثاني: أن يكون الطعام أنواعًا، فلا بأس بالأكل من أعلى الصحفة، وجوانبها، ويدل لذلك ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما من حديث أنس بن مالك قال: “رأيت النبي – صلى الله عليه وسلم – يتتبع الدباء من حوالي الصحفة”[البخاري برقم (٢٠٩٢)، ومسلم برقم (٢٠٤١)]. Kedelapan: Larangan memulai mengambil makanan dari atas atau tengah wadah Hal ini terbagi menjadi dua bagian: Apabila makanan yang ada di wadah hanya satu jenis, maka sunnahnya adalah makan yang terdekat dengannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang telah disebutkan di atas, “Dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu: الْبَرَكَة تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ “Keberkahan turun di tengah makanan, maka mulailah makan dari tepinya, jangan kalian memulai makan dari tengahnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1805, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Apabila di wadah terdapat berbagai macam makanan, maka tidak mengapa untuk memulai makan dari atas atau tepi wadah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih mereka dari hadis Anas bin Malik, ia berkata, “Aku pernah melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencari-cari dubba’ (daging yang dikeringkan) dari tepi-tepi wadah.” (HR. Al-Bukhari no. 2092 dan Muslim no. 2041). تاسعًا: النهي عن الشرب قائمًا: لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه مسلم في صحيحه من أبي هريرة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “لا يشربن أحد منكم قائمًا، فمن نسي فليستقئ”[برقم (٢٠٢٦)]. Kesembilan: Larangan minum sambil berdiri Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitabnya Ash-Shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ “Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, barang siapa yang lupa maka hendaklah ia memuntahkannya.” (HR. Muslim no. 2026). عاشرًا: الاقتصاد في أكل الطعام: روى الترمذي من حديث المقدام بن معدي كرب قال: سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: “ما ملأ آدمي وعاء شرًا من بطنه بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه فإن كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفَسِهِ”[برقم (٢٣٨٠)، وقال حديث حسن صحيح]. فائدة: روى مسلم في صحيحه من حديث أبي هريرة – رضي الله عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ضافه ضيف وهو كافر فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فحلبت، فشرب حلابها، ثم أخرى فشربه، ثم أخرى فشربه، حتى شرب حلاب سبع شياه، ثم إنه أصبح فأسلم فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فشرب حلابها ثم أمر بأخرى فلم يستتمها، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: “المؤمن يشرب في معي واحد، والكافر يشرب في سبعة أمعاء”[برقم (٢٠٦٣) ومختصرًا برقم (٢٠٦٢)]. والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Kesepuluh: Tidak berlebih-lebihan dalam makan At-Tirmidzi meriwayatkan dari hadis Al-Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ بِحَسْب ابن الآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ “Tidak ada wadah yang diisi oleh manusia yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suap untuk menegakkan punggungnya, tapi jika ia harus makan lebih dari itu, maka cukuplah sepertiga perutnya untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2380, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Tambahan: Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadts Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menjamu tamu yang kafir. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba dan diperah susunya. Kemudian tamu itu meminumnya, lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya. Lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya, hingga tamu itu meminum perahan susu dari tujuh domba. Pada pagi harinya, tamu itu masuk Islam. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba untuknya, kemudian tamu itu meminum perahan susunya. Lalu beliau memerintahkan untuk didatangkan domba lagi untuknya dan diperah susunya, tapi tamu itu tidak menghabiskannya. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءَ “Orang beriman akan minum dengan satu usus, sedangkan orang kafir minum dengan tujuh usus.” (HR. Muslim no. 2063, dan diriwayatkan secara ringkas dalam hadis no. 2062). Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/آداب الطعام Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 345 times, 5 visit(s) today Post Views: 339 QRIS donasi Yufid


آداب الطعام Oleh: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi د. أمين بن عبدالله الشقاوي الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدًا عبده ورسوله، وبعد: فإن من أسرار عظمة هذا الدين أنه ما ترك جانبًا من جوانب الحياة إلا وتناوله بالبيان والإيضاح، ومن هذه الجوانب التي تناولها هذا الدين آداب الطعام، ومن تلك الآداب: Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang tidak memiliki sekutu, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Amma ba’du: Salah satu rahasia keagungan agama ini adalah tidak menyisakan satupun aspek kehidupan melainkan datang dengan penjelasannya. Di antara aspek yang dijelaskan dalam agama ini adalah adab-adab makan, dan berikut adalah adab-adabnya: أولًا: التسمية قبل البدء بالطعام أو الشراب، روى البخاري ومسلم من حديث عمرو بن سلمة: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال له: “يا غلام، سم الله، وكل بيمينك، وكل مما يليك”[البخاري برقم (٥٣٧٦)، ومسلم برقم (٢٠٢٢)].وإذا نسي أن يسمي عند أول الطعام فليسم إذا ذكر، روى الترمذي في سننه من حديث عائشة – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم طعامًا فليقل: بسم الله، فإن نسي في أوله، فليقل: بسم الله في أوله و آخره”[برقم (١٨٥٨) وقال: حديث حسن صحيح]. Pertama: Membaca basmalah sebelum memulai makan atau minum  Diriwayatkan dari Al-Bukhari dan Muslim dari hadis Amru bin Salamah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadanya: يَا غُلَامُ! سَمِّ اَللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ “Wahai anak muda! Bacalah basmalah, lalu makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Apabila seseorang lupa membaca basmalah pada awal makan, maka hendaklah dia membacanya saat ingat. Diriwayatkan dari At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَاماً فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بسمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ “Apabila salah seorang dari kalian memakan makanan, maka hendaklah ia mengucapkan ‘Bismillah’. Namun, apabila ia lupa mengucapkannya pada awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Bismillah fi awwalihi wa aakhirihi’ (Dengan nama Allah di awal dan akhirnya).” (HR. At-Tirmidzi no. 1858; dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). ثانيًا: الأكل والشرب باليمين، فلا يجوز للمسلم أن يأكل أو يشرب بشماله، روى مسلم في صحيحه من حديث سلمة بن الأكوع، أن رجلًا أكل عند رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشماله فقال النبي – صلى الله عليه وسلم -: “كل بيمينك” قال: لاأستطيع. قال: “لا استطعت”، ما منعه إلا الكبر قال: فما رفعها إلى فيه”[برقم (٢٠٢١)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث ابن عمر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا أكل أحدكم فليأكل بيمينه و إذا شرب فليشرب بيمينه فإن الشيطان يأكل بشماله و يشرب بشماله”[برقم (٢٠٢٠)]. Kedua: Makan dan minum dengan tangan kanan Seorang muslim tidak boleh makan atau minum dengan tangan kiri. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Salamah bin al-Akwa’ bahwa pernah ada laki-laki yang memakan makanan di hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu menjawab, “Aku tidak bisa!” Maka Rasulullah bersabda, “Semoga kamu memang tidak bisa!” Tidak ada yang membuatnya enggan selain kesombongannya, sehingga ia benar-benar tidak mampu menyuapkan makanan ke mulutnya dengan tangannya setelah itu. (HR. Muslim no. 2021). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ اَلشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِ “Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya, dan apabila ia minum maka hendaklah ia minum dengan tangan kanannya, karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum juga dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim no. 2020). ثالثًا: الأكل بثلاثة أصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك أنه حدثهم: “أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يأكل بثلاث أصابع، فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. Ketiga: Makan dengan tiga jari Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik yang meriwayatkan bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). رابعًا: لعق الأصابع وصحفة الطعام، فإذا أكل الإنسان الطعام، وبقي شيء يسير منه، لا يضره تناوله، أو بقي أثر للطعام في الصحفة، فالسنة أن يلعقها، لأن الإنسان لا يدري أين البركة، وكذلك السنة لعق الأصابع، روى مسلم في صحيحه من حديث كعب بن مالك قال: “كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يأكل بثلاث أصابع فإذا فرغ لعقها”[برقم (٢٠٣٢)]. وروى مسلم في صحيحه من حديث جابر: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر بلعق الأصابع والصحفة، وقال: “إنكم لا تدرون في أيه البركة؟”[برقم (٢٠٣٣)]. Keempat: Menjilat jari dan piring makan Apabila seseorang memakan makanan, dan tersisa sedikit darinya yang tidak berbahaya untuk dimakan atau tersisa bekas makanan di piring, maka sunnahnya adalah menjilatnya, karena ia tidak mengetahui di mana letak keberkahan makanannya. Sunnah juga untuk menjilat jari jemari. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Ka’ab bin Malik bahwa dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari, dan apabila selesai makan, beliau menjilat jari-jari itu. (HR. Muslim no. 2032). Imam Muslim juga meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadits Jabir bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menjilat jari-jemari dan piring. Beliau bersabda: إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ “Karena kalian tidak mengetahui di mana letak keberkahannya.” (HR. Muslim no. 2033). خامسًا: أكل ما تناثر من الطعام: روى مسلم في صحيحه من حديث جابر بن عبد الله – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا وقعت لقمة أحدكم فليأخذها، فليمط ما كان بها من أذى، وليأكلها ولا يدعها للشيطان، ولا يمسح يده بالمنديل حتى يلعق أصابعه فإنه لا يدري في أي طعامه البركة”[برقم (٢٠٣٣)]. Kelima: Memakan makanan yang tercecer Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي فِي أَىِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ  “Apabila terjatuh sesuap makanan salah satu dari kalian, maka hendaklah ia mengambilnya dan membersihkan kotoran yang menempel padanya, lalu memakannya, dan janganlah ia membiarkan makanan itu untuk setan. Jangan pula ia mengelap tangannya dengan lap sebelum ia menjilat jari-jemarinya, karena ia tidak mengetahui makanan bagian mana yang mengandung keberkahan.” (HR. Muslim no. 2033). سادسًا: الأكل مع الغير من زوجة، أو أولاد أو ضيف غيرهم: روى أبو داود في سننه من حديث وحشي بن حرب عن أبيه عن جده – رضي الله عنه -: أن أصحاب النبي – صلى الله عليه وسلم – قالوا: يا رسول الله إنا نأكل ولا نشبع، قال: فلعلكم تفترقون؟ قالوا: نعم، قال: فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه، يبارك لكم فيه”. Keenam: Makan dengan orang lain, baik itu istri, anak, tamu, atau lainnya Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya Radhiyallahu ‘anhu bahwa para Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata, “Wahai Rasulullah! Kami makan tapi tidak juga kenyang!” Beliau bersabda, “Mungkin kalian makan berpencar-pencar?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Berkumpullah saat makan, dan sebutlah nama Allah sebelumnya, niscaya kalian akan diberkahi dalam makanan itu.” (HR. Abu Dawud). سابعًا: النهي عن التنفس في الإناء: روى البخاري في صحيحه من حديث أبي قتادة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “إذا شرب أحدكم فلا يتنفس في الإناء”[برقم (١٥٣)]. ومثله النفخ في الطعام والشراب، روى أبو داود في سننه من حديث أبي سعيد الخدري قال: نهى النبي – صلى الله عليه وسلم – أن يتنفس في الإناء، أو ينفخ فيه[برقم (3728) وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود (2/710) برقم (3171)]. Ketujuh: Larangan bernafas di wadah Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadis Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ “Apabila salah seorang dari kalian minum, maka janganlah ia bernafas di wadahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 153). Dilarang juga meniup makanan atau minuman. Abu Dawud meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunan dari hadis Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang untuk bernafas di wadah dan meniupnya.” (HR. Abu Dawud no. 3728. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud jilid 2 hlm. 710 no. 3171). ثامنًا: النهي عن الأكل من أعلى الصحفة، أو أوسطها: وينقسم إلى قسمين: الأول: أن يكون الطعام واحد بمعنى أن الذي في الصحفة طعام من نوع واحد، فالسنة أن يأكل مما يليه، لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث السابق: “وكل مما يليك”[صحيح البخاري برقم (٥٣٧٦)، وصحيح مسلم برقم (٢٠٢٢)]، ولقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه الترمذي في سننه من حديث ابن عباس – رضي الله عنه -: “البركة تنزل وسط الطعام، فكلوا من حافتيه، ولا تأكلوا من وسطه”[برقم (١٨٠٥)، وقال: حديث حسن صحيح]. الثاني: أن يكون الطعام أنواعًا، فلا بأس بالأكل من أعلى الصحفة، وجوانبها، ويدل لذلك ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما من حديث أنس بن مالك قال: “رأيت النبي – صلى الله عليه وسلم – يتتبع الدباء من حوالي الصحفة”[البخاري برقم (٢٠٩٢)، ومسلم برقم (٢٠٤١)]. Kedelapan: Larangan memulai mengambil makanan dari atas atau tengah wadah Hal ini terbagi menjadi dua bagian: Apabila makanan yang ada di wadah hanya satu jenis, maka sunnahnya adalah makan yang terdekat dengannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang telah disebutkan di atas, “Dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dalam kitabnya As-Sunan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu: الْبَرَكَة تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ “Keberkahan turun di tengah makanan, maka mulailah makan dari tepinya, jangan kalian memulai makan dari tengahnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1805, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Apabila di wadah terdapat berbagai macam makanan, maka tidak mengapa untuk memulai makan dari atas atau tepi wadah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih mereka dari hadis Anas bin Malik, ia berkata, “Aku pernah melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencari-cari dubba’ (daging yang dikeringkan) dari tepi-tepi wadah.” (HR. Al-Bukhari no. 2092 dan Muslim no. 2041). تاسعًا: النهي عن الشرب قائمًا: لقول النبي – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الذي رواه مسلم في صحيحه من أبي هريرة – رضي الله عنه -: أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “لا يشربن أحد منكم قائمًا، فمن نسي فليستقئ”[برقم (٢٠٢٦)]. Kesembilan: Larangan minum sambil berdiri Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitabnya Ash-Shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ “Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, barang siapa yang lupa maka hendaklah ia memuntahkannya.” (HR. Muslim no. 2026). عاشرًا: الاقتصاد في أكل الطعام: روى الترمذي من حديث المقدام بن معدي كرب قال: سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: “ما ملأ آدمي وعاء شرًا من بطنه بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه فإن كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفَسِهِ”[برقم (٢٣٨٠)، وقال حديث حسن صحيح]. فائدة: روى مسلم في صحيحه من حديث أبي هريرة – رضي الله عنه – أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ضافه ضيف وهو كافر فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فحلبت، فشرب حلابها، ثم أخرى فشربه، ثم أخرى فشربه، حتى شرب حلاب سبع شياه، ثم إنه أصبح فأسلم فأمر له رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بشاة فشرب حلابها ثم أمر بأخرى فلم يستتمها، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: “المؤمن يشرب في معي واحد، والكافر يشرب في سبعة أمعاء”[برقم (٢٠٦٣) ومختصرًا برقم (٢٠٦٢)]. والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. Kesepuluh: Tidak berlebih-lebihan dalam makan At-Tirmidzi meriwayatkan dari hadis Al-Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ بِحَسْب ابن الآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ “Tidak ada wadah yang diisi oleh manusia yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suap untuk menegakkan punggungnya, tapi jika ia harus makan lebih dari itu, maka cukuplah sepertiga perutnya untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2380, dan beliau berkata, “Hadis ini hasan sahih”). Tambahan: Imam Muslim meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih dari hadts Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menjamu tamu yang kafir. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba dan diperah susunya. Kemudian tamu itu meminumnya, lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya. Lalu didatangkan domba lagi, dan tamu itu meminum susunya, hingga tamu itu meminum perahan susu dari tujuh domba. Pada pagi harinya, tamu itu masuk Islam. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk didatangkan domba untuknya, kemudian tamu itu meminum perahan susunya. Lalu beliau memerintahkan untuk didatangkan domba lagi untuknya dan diperah susunya, tapi tamu itu tidak menghabiskannya. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: الْمُؤْمِنُ يَشْرَبُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءَ “Orang beriman akan minum dengan satu usus, sedangkan orang kafir minum dengan tujuh usus.” (HR. Muslim no. 2063, dan diriwayatkan secara ringkas dalam hadis no. 2062). Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, dan kepada keluarga serta seluruh sahabat beliau. Sumber: https://www.alukah.net/آداب الطعام Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 345 times, 5 visit(s) today Post Views: 339 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Doa Nabi Yunus yang Luar Biasa

Oleh: Dr. Muhammad Ahmad Sabri an-Nabtiti لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.” كلماتٌ معدودات قالها يونس عليه الصلاة والسلام، حينما التقمه الحوتُ، فصار في ظلمات ثلاثٍ؛ ظلمة بطن الحوت، وظلمة أعماق البحار، وظلمة الليل، فما لبِث أن صار في الظلمات حتى نادى بها، وما أجملها من كلمات! توحيد وتنزيه واعتراف، أمور مُنجِّية يحبها الله: (لا إله إلا الله) كلمة التوحيد والإخلاص، لو قالها أحد مخلصًا الدين لله، نجَّاه الله ولو كان مشركًا والآيات القرآنية تشهد بذلك، والمتأمل لأدعية الكرب سيجد التوحيد مركزيًّا فيها، بأقسامه الثلاثة: الربوبية، والألوهية، والأسماء والصفات؛ تأمل معي: عن أسماء بنت عميس رضي الله عنها قالت: قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا))؛ [رواه أبو داود، وابن ماجه]. Ini merupakan kalimat singkat yang diucapkan Nabi Yunus ‘alaihissalam ketika ditelan ikan paus, sehingga beliau berada dalam tiga lapis kegelapan: kegelapan dalam perut ikan, kegelapan dalamnya lautan, dan kegelapan malam. Ketika beliau berada dalam gelap gulita ini, beliau berdoa dengannya, dan betapa indah kalimat ini! Di dalamnya terkandung pengesaan, penyucian, dan pengakuan, perkara-perkara yang mendatangkan keselamatan sekaligus dicintai Allah. “لَا إِلَهَ إِلَّا الله” (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah), merupakan kalimat ketauhidan dan keikhlasan. Seandainya seorang hamba mengucapkannya dengan penuh keikhlasan karena Allah, niscaya Dia akan menyelamatkannya (dari musibah) meskipun ia adalah orang yang musyrik. Ayat-ayat Al-Qur’an menjadi dalil atas hal ini.  Orang yang mencermati doa-doa tentang memohon pertolongan dari musibah, pasti akan mendapati bahwa ketauhidan menjadi fokus di dalamnya dengan tiga jenisnya: tauhid rububiyah (mengesakan Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta), tauhid uluhiyah (mengesakan Allah dalam peribadatan), dan tauhid asma’ wa sifat (dan mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya). Marilah kita perhatikan bersama: Diriwayatkan dari Asma binti Umais Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadaku: ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا ‘Maukah aku ajarkan kepadamu kalimat untuk kamu ucapkan ketika terjadi musibah atau ketika kamu dalam musibah? Yaitu: Allah! Allah! Tuhanku! Aku tidak menyekutukan-Nya dengan apapun!’” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). وفي الصحيحين من حديث ابن عباس: ((أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول عند الكرب: لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله ربُّ العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السماوات، ورب الأرض، ورب العرش الكريم)). Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dulu ketika tertimpa musibah senantiasa mengucapkan: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (Laa ilaaha illallahul ‘azhiimul haliim. Laa ilaaha illallaahu rabbul ‘arsyil ‘azhiim. Laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil kariim) “Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Penyantun. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhannya arsy yang agung. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan langit-langit, Tuhan bumi, dan Tuhan arsy yang agung lagi mulia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). وعند أحمد وغيره: ((ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن، فقال: اللهم إني عبدك، ابنُ عبدِك، ابن أَمَتِك، ناصيتي بيدك، ماضٍ فيَّ حكمُك، عدلٌ فيَّ قضاؤك، أسألك بكل اسم هو لك، سمَّيتَ به نفسك، أو علَّمته أحدًا من خلقك، أو أنزلته في كتابك، أو استأثرت به في علم الغيب عندك؛ أن تجعل القرآن ربيعَ قلبي، ونورَ صدري، وجِلاء حزني، وذَهاب همي؛ إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها)). Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad dan lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن فقال: اللّهُـمَّ إِنِّي عَبْـدُكَ ابْنُ عَبْـدِكَ ابْنُ أَمَتِـكَ نَاصِيَتِي بِيَـدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤكَ أَسْأَلُـكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّـيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْـتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِـكَ أِوْ أَنْزَلْتَـهُ فِي كِتَابِكَ أَوِ اسْتَـأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الغَيْـبِ عِنْـدَكَ أَنْ تَجْـعَلَ القُرْآنَ رَبِيـعَ قَلْبِـي وَنورَ صَـدْرِي وجَلَاءَ حُـزْنِي وذَهَابَ هَمِّـي إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها “Tidaklah ada seorang pun yang tertimpa kegalauan dan kesedihan, lalu ia mengucapkan: ALLAAHUMMA INNII ‘ABDUKA IBNU ‘ABDIKA IBNU AMATIKA, NAASIYATII BIYADIKA, MAADHIN FIYYA HUKMUKA, ‘ADLUN FIYYA QADHAA-UKA, AS-ALUKA BIKULLISMIN HUWA LAKA, SAMMAITA BIHI NAFSAKA, AU ‘ALLAMTAHU AHADAN MIN KHALQIKA, AU ANZALTAHU FII KITAABIKA, AWISTA’TSARTA BIHI FII ‘ILMIL GHAIBI ‘INDAKA AN TAJ’ALAL QUR’AANA RABII’A QALBII WA NUURA SHADRI WA JALAA-A HUZNII WA DZAHAABA HAMMII (Ya Allah, Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan hamba-Mu yang perempuan, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, ketetapan-Mu berlaku padaku, dan keputusan-Mu adil untukku. Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama-Mu, yang Engkau namakan sendiri diri-Mu dengannya, yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, yang Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau simpan sendiri dalam ilmu gaib-Mu, agar Engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai penghibur hatiku, cahaya sanubariku, penghilang kesedihanku, dan pengusir kegalauanku) Melainkan Allah akan menghilangkan kegalauan dan kesedihannya, dan Allah akan menggantinya dengan kebahagiaan.” Kemudian Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus mempelajarinya?” Beliau menjawab, “Ya, orang yang mendengarnya hendaklah mempelajarinya.” (HR. Ahmad dan lainnya). أما قوله: (سبحانك)، فهو تنزيه الله عز وجل عن كل نقص وعيب، فهي كلمة المتقين، يُكثِرون منها في يومهم وليلتهم، ويصحبونها بالتحميد أيضًا، فيُسبِّحون بحمد ربهم، فالتسبيح تنزيهٌ عن النقص، والتحميد إثبات الكمال المطلق لله، فهي دَيدنُ المؤمنين عند التعجب والتفكُّر في خلق السماوات والأرض، وكذلك عند البلاء، بل هي دعواهم في الجنة، وكأن يونسَ عليه السلام في ذلك الموقف ينزِّه ربه عن الظلم، قائلًا بلسان حاله أن: يا رب هذه المصيبة ليست ظلمًا منك لي، ولكن ما أوقعني فيها إلا تقصيري؛ لذا قال بعدها: ﴿ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ﴾ [الأنبياء: 87]، قالها اعترافًا منه بظلمه وتقصيره، وأيُّنا لا يظلم نفسه، حتى وإن كان نبيًّا Adapun ucapan Nabi Yunus dalam doa: “سُبْحَانَكَ” (Maha Suci Engkau), maka ini merupakan penafian bagi Allah ‘Azza wa Jalla dari segala kekurangan dan aib. Ini merupakan kalimat yang biasa dibaca oleh orang-orang yang bertakwa, mereka akan banyak mengucapkannya pada siang dan malam mereka, di samping tahmid (pujian) yang senantiasa mereka ucapkan juga. Mereka bertasbih menyucikan Allah dengan pujian kepada Tuhan mereka. Tasbih merupakan penyucian Allah dari segala kekurangan, sedangkan tahmid merupakan penetapan sifat kesempurnaan mutlak bagi Allah. Demikianlah kalimat yang senantiasa disenandungkan oleh orang-orang beriman ketika mereka merasa takjub, saat menghayati penciptaan langit dan bumi, dan ketika tertimpa musibah. Bahkan itu juga kalimat yang mereka serukan di dalam surga.  Seakan-akan dalam kondisi tersebut, Nabi Yunus ‘alaihissalam menafikan kezaliman dari Tuhannya, seakan-akan keadaan beliau mengungkapkan ucapan, “Ya Tuhanku, musibah ini bukanlah kezaliman dari Engkau kepadaku, tapi yang membuatku terjerumus ke dalamnya akibat kelalaianku sendiri.” Oleh sebab itulah, setelah itu beliau mengucapkan: “إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ” (Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim). Beliau mengucapkan itu sebagai pengakuan atas kezaliman dan kelalaian diri beliau sendiri, dan adakah dari kita yang tidak menzalimi diri sendiri, bahkan jika ia adalah seorang Nabi. اسمع ذلك الحوار العجيب بين أفضل البشر صلى الله عليه وسلم وبين أفضل الأُمَّةِ بعد نبيها أبي بكر رضي الله عنه؛ عن أبي بكر الصديق رضي الله عنه أنه قال لرسول الله صلى الله عليه وسلم: علِّمني دعاءً أدعو به في صلاتي، قال: ((قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم))؛ [متفق عليه]. علَّق على الحديث ابن حجر العسقلاني فقال في الفتح: “وفيه أن الإنسان لا يَعْرَى عن تقصير، ولو كان صِدِّيقًا”. Dengarkanlah perbincangan antara manusia terbaik, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan manusia terbaik umat ini setelah Nabi, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Ajarkanlah kepadaku doa yang dapat aku baca dalam shalatku!” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu bersabda: قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم “Katakanlah: ALLAAHUMMA INNII ZHALAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA, FAGHFIR LII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII, INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM. (Ya Allah, Sesungguhnya aku telah banyak menzalimi diriku, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sungguh Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar Al-Asqalani mengomentari hadits ini dalam kitab Fath Al-Bari dengan berkata, “Hadits ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq.” وعلَّق على تعليقه السندي في حاشيته على النسائي فقال: “في فتح الباري: فيه أن الإنسان لا يعرى عن تقصير ولو كان صِدِّيقًا، قلت: بل فيه أن الإنسان كثيرُ التقصير وإن كان صِدِّيقًا؛ لأن النِّعَمَ عليه غير متناهية، وقوته لا تُطيق بأداء أقل قليلٍ من شُكرِها، بل شكره من جملة النعم أيضًا، فيحتاج إلى شكرٍ هو أيضًا كذلك، فما بقِيَ له إلا العجز والاعتراف بالتقصير الكثير، كيف وقد جاء في جملة أدعيته صلى الله تعالى عليه وسلم: (ظلمت نفسي)؟ (من عندك‏) ‏أي: من محض فضلك، من غير سابقة استحقاق مني، أو مغفرة لائقة بعظيم كرمك، وبهذا ظهر الفائدة لهذا الوصف، وإلا فطلب المغفرة يُغني عن هذا الوصف ظاهرًا؛ فلْيُتأمَّل.” Kemudian As-Sandi mengomentari komentar tersebut dalam kitabnya Al-Hasyiyah ‘ala an-Nasa’i dengan berkata, “Dalam kitab Fath al-Bari disebutkan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, maka saya katakan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia banyak melakukan kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, karena kenikmatan yang telah diberikan kepada manusia tidak terbatas, sedangkan kekuatannya tidak mampu menunaikan —meski hanya— batas minimal rasa syukurnya, bahkan rasa syukur yang bisa ditunaikan juga merupakan kenikmatan itu sendiri, sehingga harus disyukuri juga, sehingga tidak tersisa dari manusia kecuali kelemahan dan pengakuan atas banyaknya kelalaian itu. Bagaimana tidak demikian, sedangkan di antara yang disebutkan dalam doa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Aku telah banyak menzalimi diriku sendiri.’ Dan disebutkan juga kalimat, ‘Ampunan dari sisi-Mu’ Yakni murni dari karunia-Mu, tanpa ada hal yang membuatku berhak mendapatkannya, atau ampunan yang sesuai dengan keagungan karunia-Mu. Dari makna inilah tampak fungsi dari penyebutan kalimat ‘Dari sisi-Mu’, karena memohon ampunan sebenarnya cukup tanpa disebutkan kalimat tersebut, maka cermatilah ini!” والذي نصح أبا بكر بذلك الدعاء هو النبي صلى الله عليه وسلم، أتظُنُّه ينصحه به، ولا يكون من أدعيته، صلوات ربي وسلامه عليه؟ بل تأمل دعاء سيد الاستغفار الذي زهِد فيه أكثر الناس؛ ففي صحيح البخاري، عن شداد بن أوس رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((سيد الاستغفار أن تقول: اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت، خلقتني وأنا عبدك، وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت، أعوذ بك من شرِّ ما صنعت، أَبُوءُ لك بنعمتك عليَّ، وأبوء لك بذنبي، فاغفر لي؛ فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، من قالها من النهار موقنًا بها فمات من يومه قبل أن يُمسِيَ، فهو من أهل الجنة، ومن قالها من الليل وهو مُوقِن بها فمات قبل أن يُصبِحَ، فهو من أهل الجنة)). Orang yang menyarankan doa ini kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu adalah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Lalu apakah kamu mengira bahwa beliau akan menyarankan doa ini kepadanya jika doa ini tidak menjadi doa yang senantiasa beliau baca juga? Perhatikanlah juga doa “Sayyidul Istighfar” yang sebagian besar manusia lalai terhadapnya. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari riwayat dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ “Sayyidul Istighfar adalah dengan kamu mengucapkan: ALLAAHUMMA ANTA RABBII LAA ILAAHA ILLAA ANTA, KHALAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALAA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU, A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU, ABUU-U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU-U LAKA BIDZANBII, FAGHFIR LII FAINNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA (Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas ketetapan dan janji-Mu, sesuai kadar kemampuanku. Aku memohon kepada Engkau keburukan yang telah aku perbuat. Aku mengakui kepada-Mu atas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku, dan aku mengakui kepada-Mu dosaku, maka ampunilah aku, karena sungguh tidak ada yang mampu mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau), barang siapa yang mengucapkannya pada siang hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia pada siang itu sebelum malam, maka ia termasuk penduduk surga, dan barang siapa yang mengucapkannya pada malam hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia sebelum waktu pagi, maka ia termasuk penduduk surga.” (HR. Al-Bukhari). إن الاعتراف بالذنب يحبُّه الربُّ، فيُنجِّي مَنِ اعترف، ويغفر ذنبه ويستره في الدنيا والآخرة؛ يقول ربه ساعتها: ((علِمَ عبدي أن له ربًّا يغفر الذنب ويأخذ به))، فلربما أوقع الله رجلًا في كَرْبٍ ليسمع مناجاته وأنينه، واعترافه بين يديه، فتكون تلك المناجاة واللذة المصاحبة لها وآثارها الإيمانية أفضلَ عند المكروب من إجابة الدعاء. Mengakui dosa merupakan sikap yang dicintai Allah, sehingga Dia akan memberi pertolongan orang yang mengakui dosanya, serta mengampuni dan menutup dosa itu di dunia dan akhirat. Ketika itu, Allah akan berfirman, “Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat memberi balasan atasnya.”  Bisa jadi Allah Ta’ala memasukkan seseorang ke dalam suatu kesulitan agar Dia mendengar munajat dan suara lirih doanya serta pengakuannya di hadapan-Nya, sehingga munajat, kenikmatan yang menyertainya, serta efek keimanan yang ditimbulkannya saat tertimpa musibah jauh lebih baik daripada pengabulan doanya. لولا أن تدارَكَ يونسَ رحمةٌ من ربه، لظلَّ في كربه وغمِّه، لكنَّ الربَّ رحيم، ألهمه ذكره في شدة الكرب، وسطَّر ذلك في كتابه؛ ليتعلمه الناس، فيقولوا مثلما قال يونس، فيُنجيهم الله كما نجاه: ﴿ وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ ﴾ [الأنبياء: 87، 88]. إذا ما وقعتَ في كَربٍ أو غمٍّ، وكثيرًا ما تقع، فكرِّر تلك الكلمات، وعِشْ معانيها، تَنْجُ نجاة عجيبة، وتَفُزْ فوزًا عظيمًا بإذن الله. Kalaulah Nabi Yunus tidak mendapat rahmat dari Tuhannya, niscaya ia akan tetap dalam kesulitan dan musibahnya, tapi Allah Maha Pengasih, sehingga Dia mengilhamkan kepadanya untuk mengingat-Nya saat berada dalam kesulitan. Hal ini Allah abadikan dalam Kitab-Nya sebagai pelajaran bagi manusia, agar mereka dapat mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh Nabi Yunus, sehingga Allah menyelamatkan mereka sebagaimana Dia menyelamatkan Nabi Yunus: وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ “(Ingatlah pula) Dzun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam kegelapan yang berlapis-lapis, ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.’ Kami lalu mengabulkan (doa)-nya dan Kami menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.” (QS. Al-Anbiya: 87-88). Apabila kamu terjerembab ke dalam musibah atau kesulitan, dan pasti kamu akan sering terjad, maka senantiasalah menggaungkan doa ini dan hayatilah makna-maknanya, niscaya kamu akan mendapat keselamatan yang menakjubkan dan meraih keberhasilan yang besar, dengan izin Allah. Sumber: https://www.alukah.net/دعاء يونس العجيب Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 411 times, 1 visit(s) today Post Views: 291 QRIS donasi Yufid

Doa Nabi Yunus yang Luar Biasa

Oleh: Dr. Muhammad Ahmad Sabri an-Nabtiti لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.” كلماتٌ معدودات قالها يونس عليه الصلاة والسلام، حينما التقمه الحوتُ، فصار في ظلمات ثلاثٍ؛ ظلمة بطن الحوت، وظلمة أعماق البحار، وظلمة الليل، فما لبِث أن صار في الظلمات حتى نادى بها، وما أجملها من كلمات! توحيد وتنزيه واعتراف، أمور مُنجِّية يحبها الله: (لا إله إلا الله) كلمة التوحيد والإخلاص، لو قالها أحد مخلصًا الدين لله، نجَّاه الله ولو كان مشركًا والآيات القرآنية تشهد بذلك، والمتأمل لأدعية الكرب سيجد التوحيد مركزيًّا فيها، بأقسامه الثلاثة: الربوبية، والألوهية، والأسماء والصفات؛ تأمل معي: عن أسماء بنت عميس رضي الله عنها قالت: قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا))؛ [رواه أبو داود، وابن ماجه]. Ini merupakan kalimat singkat yang diucapkan Nabi Yunus ‘alaihissalam ketika ditelan ikan paus, sehingga beliau berada dalam tiga lapis kegelapan: kegelapan dalam perut ikan, kegelapan dalamnya lautan, dan kegelapan malam. Ketika beliau berada dalam gelap gulita ini, beliau berdoa dengannya, dan betapa indah kalimat ini! Di dalamnya terkandung pengesaan, penyucian, dan pengakuan, perkara-perkara yang mendatangkan keselamatan sekaligus dicintai Allah. “لَا إِلَهَ إِلَّا الله” (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah), merupakan kalimat ketauhidan dan keikhlasan. Seandainya seorang hamba mengucapkannya dengan penuh keikhlasan karena Allah, niscaya Dia akan menyelamatkannya (dari musibah) meskipun ia adalah orang yang musyrik. Ayat-ayat Al-Qur’an menjadi dalil atas hal ini.  Orang yang mencermati doa-doa tentang memohon pertolongan dari musibah, pasti akan mendapati bahwa ketauhidan menjadi fokus di dalamnya dengan tiga jenisnya: tauhid rububiyah (mengesakan Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta), tauhid uluhiyah (mengesakan Allah dalam peribadatan), dan tauhid asma’ wa sifat (dan mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya). Marilah kita perhatikan bersama: Diriwayatkan dari Asma binti Umais Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadaku: ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا ‘Maukah aku ajarkan kepadamu kalimat untuk kamu ucapkan ketika terjadi musibah atau ketika kamu dalam musibah? Yaitu: Allah! Allah! Tuhanku! Aku tidak menyekutukan-Nya dengan apapun!’” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). وفي الصحيحين من حديث ابن عباس: ((أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول عند الكرب: لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله ربُّ العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السماوات، ورب الأرض، ورب العرش الكريم)). Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dulu ketika tertimpa musibah senantiasa mengucapkan: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (Laa ilaaha illallahul ‘azhiimul haliim. Laa ilaaha illallaahu rabbul ‘arsyil ‘azhiim. Laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil kariim) “Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Penyantun. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhannya arsy yang agung. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan langit-langit, Tuhan bumi, dan Tuhan arsy yang agung lagi mulia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). وعند أحمد وغيره: ((ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن، فقال: اللهم إني عبدك، ابنُ عبدِك، ابن أَمَتِك، ناصيتي بيدك، ماضٍ فيَّ حكمُك، عدلٌ فيَّ قضاؤك، أسألك بكل اسم هو لك، سمَّيتَ به نفسك، أو علَّمته أحدًا من خلقك، أو أنزلته في كتابك، أو استأثرت به في علم الغيب عندك؛ أن تجعل القرآن ربيعَ قلبي، ونورَ صدري، وجِلاء حزني، وذَهاب همي؛ إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها)). Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad dan lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن فقال: اللّهُـمَّ إِنِّي عَبْـدُكَ ابْنُ عَبْـدِكَ ابْنُ أَمَتِـكَ نَاصِيَتِي بِيَـدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤكَ أَسْأَلُـكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّـيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْـتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِـكَ أِوْ أَنْزَلْتَـهُ فِي كِتَابِكَ أَوِ اسْتَـأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الغَيْـبِ عِنْـدَكَ أَنْ تَجْـعَلَ القُرْآنَ رَبِيـعَ قَلْبِـي وَنورَ صَـدْرِي وجَلَاءَ حُـزْنِي وذَهَابَ هَمِّـي إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها “Tidaklah ada seorang pun yang tertimpa kegalauan dan kesedihan, lalu ia mengucapkan: ALLAAHUMMA INNII ‘ABDUKA IBNU ‘ABDIKA IBNU AMATIKA, NAASIYATII BIYADIKA, MAADHIN FIYYA HUKMUKA, ‘ADLUN FIYYA QADHAA-UKA, AS-ALUKA BIKULLISMIN HUWA LAKA, SAMMAITA BIHI NAFSAKA, AU ‘ALLAMTAHU AHADAN MIN KHALQIKA, AU ANZALTAHU FII KITAABIKA, AWISTA’TSARTA BIHI FII ‘ILMIL GHAIBI ‘INDAKA AN TAJ’ALAL QUR’AANA RABII’A QALBII WA NUURA SHADRI WA JALAA-A HUZNII WA DZAHAABA HAMMII (Ya Allah, Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan hamba-Mu yang perempuan, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, ketetapan-Mu berlaku padaku, dan keputusan-Mu adil untukku. Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama-Mu, yang Engkau namakan sendiri diri-Mu dengannya, yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, yang Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau simpan sendiri dalam ilmu gaib-Mu, agar Engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai penghibur hatiku, cahaya sanubariku, penghilang kesedihanku, dan pengusir kegalauanku) Melainkan Allah akan menghilangkan kegalauan dan kesedihannya, dan Allah akan menggantinya dengan kebahagiaan.” Kemudian Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus mempelajarinya?” Beliau menjawab, “Ya, orang yang mendengarnya hendaklah mempelajarinya.” (HR. Ahmad dan lainnya). أما قوله: (سبحانك)، فهو تنزيه الله عز وجل عن كل نقص وعيب، فهي كلمة المتقين، يُكثِرون منها في يومهم وليلتهم، ويصحبونها بالتحميد أيضًا، فيُسبِّحون بحمد ربهم، فالتسبيح تنزيهٌ عن النقص، والتحميد إثبات الكمال المطلق لله، فهي دَيدنُ المؤمنين عند التعجب والتفكُّر في خلق السماوات والأرض، وكذلك عند البلاء، بل هي دعواهم في الجنة، وكأن يونسَ عليه السلام في ذلك الموقف ينزِّه ربه عن الظلم، قائلًا بلسان حاله أن: يا رب هذه المصيبة ليست ظلمًا منك لي، ولكن ما أوقعني فيها إلا تقصيري؛ لذا قال بعدها: ﴿ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ﴾ [الأنبياء: 87]، قالها اعترافًا منه بظلمه وتقصيره، وأيُّنا لا يظلم نفسه، حتى وإن كان نبيًّا Adapun ucapan Nabi Yunus dalam doa: “سُبْحَانَكَ” (Maha Suci Engkau), maka ini merupakan penafian bagi Allah ‘Azza wa Jalla dari segala kekurangan dan aib. Ini merupakan kalimat yang biasa dibaca oleh orang-orang yang bertakwa, mereka akan banyak mengucapkannya pada siang dan malam mereka, di samping tahmid (pujian) yang senantiasa mereka ucapkan juga. Mereka bertasbih menyucikan Allah dengan pujian kepada Tuhan mereka. Tasbih merupakan penyucian Allah dari segala kekurangan, sedangkan tahmid merupakan penetapan sifat kesempurnaan mutlak bagi Allah. Demikianlah kalimat yang senantiasa disenandungkan oleh orang-orang beriman ketika mereka merasa takjub, saat menghayati penciptaan langit dan bumi, dan ketika tertimpa musibah. Bahkan itu juga kalimat yang mereka serukan di dalam surga.  Seakan-akan dalam kondisi tersebut, Nabi Yunus ‘alaihissalam menafikan kezaliman dari Tuhannya, seakan-akan keadaan beliau mengungkapkan ucapan, “Ya Tuhanku, musibah ini bukanlah kezaliman dari Engkau kepadaku, tapi yang membuatku terjerumus ke dalamnya akibat kelalaianku sendiri.” Oleh sebab itulah, setelah itu beliau mengucapkan: “إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ” (Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim). Beliau mengucapkan itu sebagai pengakuan atas kezaliman dan kelalaian diri beliau sendiri, dan adakah dari kita yang tidak menzalimi diri sendiri, bahkan jika ia adalah seorang Nabi. اسمع ذلك الحوار العجيب بين أفضل البشر صلى الله عليه وسلم وبين أفضل الأُمَّةِ بعد نبيها أبي بكر رضي الله عنه؛ عن أبي بكر الصديق رضي الله عنه أنه قال لرسول الله صلى الله عليه وسلم: علِّمني دعاءً أدعو به في صلاتي، قال: ((قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم))؛ [متفق عليه]. علَّق على الحديث ابن حجر العسقلاني فقال في الفتح: “وفيه أن الإنسان لا يَعْرَى عن تقصير، ولو كان صِدِّيقًا”. Dengarkanlah perbincangan antara manusia terbaik, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan manusia terbaik umat ini setelah Nabi, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Ajarkanlah kepadaku doa yang dapat aku baca dalam shalatku!” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu bersabda: قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم “Katakanlah: ALLAAHUMMA INNII ZHALAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA, FAGHFIR LII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII, INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM. (Ya Allah, Sesungguhnya aku telah banyak menzalimi diriku, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sungguh Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar Al-Asqalani mengomentari hadits ini dalam kitab Fath Al-Bari dengan berkata, “Hadits ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq.” وعلَّق على تعليقه السندي في حاشيته على النسائي فقال: “في فتح الباري: فيه أن الإنسان لا يعرى عن تقصير ولو كان صِدِّيقًا، قلت: بل فيه أن الإنسان كثيرُ التقصير وإن كان صِدِّيقًا؛ لأن النِّعَمَ عليه غير متناهية، وقوته لا تُطيق بأداء أقل قليلٍ من شُكرِها، بل شكره من جملة النعم أيضًا، فيحتاج إلى شكرٍ هو أيضًا كذلك، فما بقِيَ له إلا العجز والاعتراف بالتقصير الكثير، كيف وقد جاء في جملة أدعيته صلى الله تعالى عليه وسلم: (ظلمت نفسي)؟ (من عندك‏) ‏أي: من محض فضلك، من غير سابقة استحقاق مني، أو مغفرة لائقة بعظيم كرمك، وبهذا ظهر الفائدة لهذا الوصف، وإلا فطلب المغفرة يُغني عن هذا الوصف ظاهرًا؛ فلْيُتأمَّل.” Kemudian As-Sandi mengomentari komentar tersebut dalam kitabnya Al-Hasyiyah ‘ala an-Nasa’i dengan berkata, “Dalam kitab Fath al-Bari disebutkan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, maka saya katakan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia banyak melakukan kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, karena kenikmatan yang telah diberikan kepada manusia tidak terbatas, sedangkan kekuatannya tidak mampu menunaikan —meski hanya— batas minimal rasa syukurnya, bahkan rasa syukur yang bisa ditunaikan juga merupakan kenikmatan itu sendiri, sehingga harus disyukuri juga, sehingga tidak tersisa dari manusia kecuali kelemahan dan pengakuan atas banyaknya kelalaian itu. Bagaimana tidak demikian, sedangkan di antara yang disebutkan dalam doa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Aku telah banyak menzalimi diriku sendiri.’ Dan disebutkan juga kalimat, ‘Ampunan dari sisi-Mu’ Yakni murni dari karunia-Mu, tanpa ada hal yang membuatku berhak mendapatkannya, atau ampunan yang sesuai dengan keagungan karunia-Mu. Dari makna inilah tampak fungsi dari penyebutan kalimat ‘Dari sisi-Mu’, karena memohon ampunan sebenarnya cukup tanpa disebutkan kalimat tersebut, maka cermatilah ini!” والذي نصح أبا بكر بذلك الدعاء هو النبي صلى الله عليه وسلم، أتظُنُّه ينصحه به، ولا يكون من أدعيته، صلوات ربي وسلامه عليه؟ بل تأمل دعاء سيد الاستغفار الذي زهِد فيه أكثر الناس؛ ففي صحيح البخاري، عن شداد بن أوس رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((سيد الاستغفار أن تقول: اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت، خلقتني وأنا عبدك، وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت، أعوذ بك من شرِّ ما صنعت، أَبُوءُ لك بنعمتك عليَّ، وأبوء لك بذنبي، فاغفر لي؛ فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، من قالها من النهار موقنًا بها فمات من يومه قبل أن يُمسِيَ، فهو من أهل الجنة، ومن قالها من الليل وهو مُوقِن بها فمات قبل أن يُصبِحَ، فهو من أهل الجنة)). Orang yang menyarankan doa ini kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu adalah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Lalu apakah kamu mengira bahwa beliau akan menyarankan doa ini kepadanya jika doa ini tidak menjadi doa yang senantiasa beliau baca juga? Perhatikanlah juga doa “Sayyidul Istighfar” yang sebagian besar manusia lalai terhadapnya. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari riwayat dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ “Sayyidul Istighfar adalah dengan kamu mengucapkan: ALLAAHUMMA ANTA RABBII LAA ILAAHA ILLAA ANTA, KHALAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALAA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU, A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU, ABUU-U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU-U LAKA BIDZANBII, FAGHFIR LII FAINNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA (Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas ketetapan dan janji-Mu, sesuai kadar kemampuanku. Aku memohon kepada Engkau keburukan yang telah aku perbuat. Aku mengakui kepada-Mu atas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku, dan aku mengakui kepada-Mu dosaku, maka ampunilah aku, karena sungguh tidak ada yang mampu mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau), barang siapa yang mengucapkannya pada siang hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia pada siang itu sebelum malam, maka ia termasuk penduduk surga, dan barang siapa yang mengucapkannya pada malam hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia sebelum waktu pagi, maka ia termasuk penduduk surga.” (HR. Al-Bukhari). إن الاعتراف بالذنب يحبُّه الربُّ، فيُنجِّي مَنِ اعترف، ويغفر ذنبه ويستره في الدنيا والآخرة؛ يقول ربه ساعتها: ((علِمَ عبدي أن له ربًّا يغفر الذنب ويأخذ به))، فلربما أوقع الله رجلًا في كَرْبٍ ليسمع مناجاته وأنينه، واعترافه بين يديه، فتكون تلك المناجاة واللذة المصاحبة لها وآثارها الإيمانية أفضلَ عند المكروب من إجابة الدعاء. Mengakui dosa merupakan sikap yang dicintai Allah, sehingga Dia akan memberi pertolongan orang yang mengakui dosanya, serta mengampuni dan menutup dosa itu di dunia dan akhirat. Ketika itu, Allah akan berfirman, “Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat memberi balasan atasnya.”  Bisa jadi Allah Ta’ala memasukkan seseorang ke dalam suatu kesulitan agar Dia mendengar munajat dan suara lirih doanya serta pengakuannya di hadapan-Nya, sehingga munajat, kenikmatan yang menyertainya, serta efek keimanan yang ditimbulkannya saat tertimpa musibah jauh lebih baik daripada pengabulan doanya. لولا أن تدارَكَ يونسَ رحمةٌ من ربه، لظلَّ في كربه وغمِّه، لكنَّ الربَّ رحيم، ألهمه ذكره في شدة الكرب، وسطَّر ذلك في كتابه؛ ليتعلمه الناس، فيقولوا مثلما قال يونس، فيُنجيهم الله كما نجاه: ﴿ وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ ﴾ [الأنبياء: 87، 88]. إذا ما وقعتَ في كَربٍ أو غمٍّ، وكثيرًا ما تقع، فكرِّر تلك الكلمات، وعِشْ معانيها، تَنْجُ نجاة عجيبة، وتَفُزْ فوزًا عظيمًا بإذن الله. Kalaulah Nabi Yunus tidak mendapat rahmat dari Tuhannya, niscaya ia akan tetap dalam kesulitan dan musibahnya, tapi Allah Maha Pengasih, sehingga Dia mengilhamkan kepadanya untuk mengingat-Nya saat berada dalam kesulitan. Hal ini Allah abadikan dalam Kitab-Nya sebagai pelajaran bagi manusia, agar mereka dapat mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh Nabi Yunus, sehingga Allah menyelamatkan mereka sebagaimana Dia menyelamatkan Nabi Yunus: وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ “(Ingatlah pula) Dzun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam kegelapan yang berlapis-lapis, ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.’ Kami lalu mengabulkan (doa)-nya dan Kami menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.” (QS. Al-Anbiya: 87-88). Apabila kamu terjerembab ke dalam musibah atau kesulitan, dan pasti kamu akan sering terjad, maka senantiasalah menggaungkan doa ini dan hayatilah makna-maknanya, niscaya kamu akan mendapat keselamatan yang menakjubkan dan meraih keberhasilan yang besar, dengan izin Allah. Sumber: https://www.alukah.net/دعاء يونس العجيب Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 411 times, 1 visit(s) today Post Views: 291 QRIS donasi Yufid
Oleh: Dr. Muhammad Ahmad Sabri an-Nabtiti لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.” كلماتٌ معدودات قالها يونس عليه الصلاة والسلام، حينما التقمه الحوتُ، فصار في ظلمات ثلاثٍ؛ ظلمة بطن الحوت، وظلمة أعماق البحار، وظلمة الليل، فما لبِث أن صار في الظلمات حتى نادى بها، وما أجملها من كلمات! توحيد وتنزيه واعتراف، أمور مُنجِّية يحبها الله: (لا إله إلا الله) كلمة التوحيد والإخلاص، لو قالها أحد مخلصًا الدين لله، نجَّاه الله ولو كان مشركًا والآيات القرآنية تشهد بذلك، والمتأمل لأدعية الكرب سيجد التوحيد مركزيًّا فيها، بأقسامه الثلاثة: الربوبية، والألوهية، والأسماء والصفات؛ تأمل معي: عن أسماء بنت عميس رضي الله عنها قالت: قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا))؛ [رواه أبو داود، وابن ماجه]. Ini merupakan kalimat singkat yang diucapkan Nabi Yunus ‘alaihissalam ketika ditelan ikan paus, sehingga beliau berada dalam tiga lapis kegelapan: kegelapan dalam perut ikan, kegelapan dalamnya lautan, dan kegelapan malam. Ketika beliau berada dalam gelap gulita ini, beliau berdoa dengannya, dan betapa indah kalimat ini! Di dalamnya terkandung pengesaan, penyucian, dan pengakuan, perkara-perkara yang mendatangkan keselamatan sekaligus dicintai Allah. “لَا إِلَهَ إِلَّا الله” (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah), merupakan kalimat ketauhidan dan keikhlasan. Seandainya seorang hamba mengucapkannya dengan penuh keikhlasan karena Allah, niscaya Dia akan menyelamatkannya (dari musibah) meskipun ia adalah orang yang musyrik. Ayat-ayat Al-Qur’an menjadi dalil atas hal ini.  Orang yang mencermati doa-doa tentang memohon pertolongan dari musibah, pasti akan mendapati bahwa ketauhidan menjadi fokus di dalamnya dengan tiga jenisnya: tauhid rububiyah (mengesakan Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta), tauhid uluhiyah (mengesakan Allah dalam peribadatan), dan tauhid asma’ wa sifat (dan mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya). Marilah kita perhatikan bersama: Diriwayatkan dari Asma binti Umais Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadaku: ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا ‘Maukah aku ajarkan kepadamu kalimat untuk kamu ucapkan ketika terjadi musibah atau ketika kamu dalam musibah? Yaitu: Allah! Allah! Tuhanku! Aku tidak menyekutukan-Nya dengan apapun!’” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). وفي الصحيحين من حديث ابن عباس: ((أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول عند الكرب: لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله ربُّ العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السماوات، ورب الأرض، ورب العرش الكريم)). Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dulu ketika tertimpa musibah senantiasa mengucapkan: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (Laa ilaaha illallahul ‘azhiimul haliim. Laa ilaaha illallaahu rabbul ‘arsyil ‘azhiim. Laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil kariim) “Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Penyantun. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhannya arsy yang agung. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan langit-langit, Tuhan bumi, dan Tuhan arsy yang agung lagi mulia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). وعند أحمد وغيره: ((ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن، فقال: اللهم إني عبدك، ابنُ عبدِك، ابن أَمَتِك، ناصيتي بيدك، ماضٍ فيَّ حكمُك، عدلٌ فيَّ قضاؤك، أسألك بكل اسم هو لك، سمَّيتَ به نفسك، أو علَّمته أحدًا من خلقك، أو أنزلته في كتابك، أو استأثرت به في علم الغيب عندك؛ أن تجعل القرآن ربيعَ قلبي، ونورَ صدري، وجِلاء حزني، وذَهاب همي؛ إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها)). Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad dan lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن فقال: اللّهُـمَّ إِنِّي عَبْـدُكَ ابْنُ عَبْـدِكَ ابْنُ أَمَتِـكَ نَاصِيَتِي بِيَـدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤكَ أَسْأَلُـكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّـيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْـتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِـكَ أِوْ أَنْزَلْتَـهُ فِي كِتَابِكَ أَوِ اسْتَـأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الغَيْـبِ عِنْـدَكَ أَنْ تَجْـعَلَ القُرْآنَ رَبِيـعَ قَلْبِـي وَنورَ صَـدْرِي وجَلَاءَ حُـزْنِي وذَهَابَ هَمِّـي إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها “Tidaklah ada seorang pun yang tertimpa kegalauan dan kesedihan, lalu ia mengucapkan: ALLAAHUMMA INNII ‘ABDUKA IBNU ‘ABDIKA IBNU AMATIKA, NAASIYATII BIYADIKA, MAADHIN FIYYA HUKMUKA, ‘ADLUN FIYYA QADHAA-UKA, AS-ALUKA BIKULLISMIN HUWA LAKA, SAMMAITA BIHI NAFSAKA, AU ‘ALLAMTAHU AHADAN MIN KHALQIKA, AU ANZALTAHU FII KITAABIKA, AWISTA’TSARTA BIHI FII ‘ILMIL GHAIBI ‘INDAKA AN TAJ’ALAL QUR’AANA RABII’A QALBII WA NUURA SHADRI WA JALAA-A HUZNII WA DZAHAABA HAMMII (Ya Allah, Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan hamba-Mu yang perempuan, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, ketetapan-Mu berlaku padaku, dan keputusan-Mu adil untukku. Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama-Mu, yang Engkau namakan sendiri diri-Mu dengannya, yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, yang Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau simpan sendiri dalam ilmu gaib-Mu, agar Engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai penghibur hatiku, cahaya sanubariku, penghilang kesedihanku, dan pengusir kegalauanku) Melainkan Allah akan menghilangkan kegalauan dan kesedihannya, dan Allah akan menggantinya dengan kebahagiaan.” Kemudian Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus mempelajarinya?” Beliau menjawab, “Ya, orang yang mendengarnya hendaklah mempelajarinya.” (HR. Ahmad dan lainnya). أما قوله: (سبحانك)، فهو تنزيه الله عز وجل عن كل نقص وعيب، فهي كلمة المتقين، يُكثِرون منها في يومهم وليلتهم، ويصحبونها بالتحميد أيضًا، فيُسبِّحون بحمد ربهم، فالتسبيح تنزيهٌ عن النقص، والتحميد إثبات الكمال المطلق لله، فهي دَيدنُ المؤمنين عند التعجب والتفكُّر في خلق السماوات والأرض، وكذلك عند البلاء، بل هي دعواهم في الجنة، وكأن يونسَ عليه السلام في ذلك الموقف ينزِّه ربه عن الظلم، قائلًا بلسان حاله أن: يا رب هذه المصيبة ليست ظلمًا منك لي، ولكن ما أوقعني فيها إلا تقصيري؛ لذا قال بعدها: ﴿ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ﴾ [الأنبياء: 87]، قالها اعترافًا منه بظلمه وتقصيره، وأيُّنا لا يظلم نفسه، حتى وإن كان نبيًّا Adapun ucapan Nabi Yunus dalam doa: “سُبْحَانَكَ” (Maha Suci Engkau), maka ini merupakan penafian bagi Allah ‘Azza wa Jalla dari segala kekurangan dan aib. Ini merupakan kalimat yang biasa dibaca oleh orang-orang yang bertakwa, mereka akan banyak mengucapkannya pada siang dan malam mereka, di samping tahmid (pujian) yang senantiasa mereka ucapkan juga. Mereka bertasbih menyucikan Allah dengan pujian kepada Tuhan mereka. Tasbih merupakan penyucian Allah dari segala kekurangan, sedangkan tahmid merupakan penetapan sifat kesempurnaan mutlak bagi Allah. Demikianlah kalimat yang senantiasa disenandungkan oleh orang-orang beriman ketika mereka merasa takjub, saat menghayati penciptaan langit dan bumi, dan ketika tertimpa musibah. Bahkan itu juga kalimat yang mereka serukan di dalam surga.  Seakan-akan dalam kondisi tersebut, Nabi Yunus ‘alaihissalam menafikan kezaliman dari Tuhannya, seakan-akan keadaan beliau mengungkapkan ucapan, “Ya Tuhanku, musibah ini bukanlah kezaliman dari Engkau kepadaku, tapi yang membuatku terjerumus ke dalamnya akibat kelalaianku sendiri.” Oleh sebab itulah, setelah itu beliau mengucapkan: “إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ” (Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim). Beliau mengucapkan itu sebagai pengakuan atas kezaliman dan kelalaian diri beliau sendiri, dan adakah dari kita yang tidak menzalimi diri sendiri, bahkan jika ia adalah seorang Nabi. اسمع ذلك الحوار العجيب بين أفضل البشر صلى الله عليه وسلم وبين أفضل الأُمَّةِ بعد نبيها أبي بكر رضي الله عنه؛ عن أبي بكر الصديق رضي الله عنه أنه قال لرسول الله صلى الله عليه وسلم: علِّمني دعاءً أدعو به في صلاتي، قال: ((قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم))؛ [متفق عليه]. علَّق على الحديث ابن حجر العسقلاني فقال في الفتح: “وفيه أن الإنسان لا يَعْرَى عن تقصير، ولو كان صِدِّيقًا”. Dengarkanlah perbincangan antara manusia terbaik, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan manusia terbaik umat ini setelah Nabi, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Ajarkanlah kepadaku doa yang dapat aku baca dalam shalatku!” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu bersabda: قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم “Katakanlah: ALLAAHUMMA INNII ZHALAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA, FAGHFIR LII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII, INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM. (Ya Allah, Sesungguhnya aku telah banyak menzalimi diriku, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sungguh Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar Al-Asqalani mengomentari hadits ini dalam kitab Fath Al-Bari dengan berkata, “Hadits ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq.” وعلَّق على تعليقه السندي في حاشيته على النسائي فقال: “في فتح الباري: فيه أن الإنسان لا يعرى عن تقصير ولو كان صِدِّيقًا، قلت: بل فيه أن الإنسان كثيرُ التقصير وإن كان صِدِّيقًا؛ لأن النِّعَمَ عليه غير متناهية، وقوته لا تُطيق بأداء أقل قليلٍ من شُكرِها، بل شكره من جملة النعم أيضًا، فيحتاج إلى شكرٍ هو أيضًا كذلك، فما بقِيَ له إلا العجز والاعتراف بالتقصير الكثير، كيف وقد جاء في جملة أدعيته صلى الله تعالى عليه وسلم: (ظلمت نفسي)؟ (من عندك‏) ‏أي: من محض فضلك، من غير سابقة استحقاق مني، أو مغفرة لائقة بعظيم كرمك، وبهذا ظهر الفائدة لهذا الوصف، وإلا فطلب المغفرة يُغني عن هذا الوصف ظاهرًا؛ فلْيُتأمَّل.” Kemudian As-Sandi mengomentari komentar tersebut dalam kitabnya Al-Hasyiyah ‘ala an-Nasa’i dengan berkata, “Dalam kitab Fath al-Bari disebutkan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, maka saya katakan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia banyak melakukan kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, karena kenikmatan yang telah diberikan kepada manusia tidak terbatas, sedangkan kekuatannya tidak mampu menunaikan —meski hanya— batas minimal rasa syukurnya, bahkan rasa syukur yang bisa ditunaikan juga merupakan kenikmatan itu sendiri, sehingga harus disyukuri juga, sehingga tidak tersisa dari manusia kecuali kelemahan dan pengakuan atas banyaknya kelalaian itu. Bagaimana tidak demikian, sedangkan di antara yang disebutkan dalam doa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Aku telah banyak menzalimi diriku sendiri.’ Dan disebutkan juga kalimat, ‘Ampunan dari sisi-Mu’ Yakni murni dari karunia-Mu, tanpa ada hal yang membuatku berhak mendapatkannya, atau ampunan yang sesuai dengan keagungan karunia-Mu. Dari makna inilah tampak fungsi dari penyebutan kalimat ‘Dari sisi-Mu’, karena memohon ampunan sebenarnya cukup tanpa disebutkan kalimat tersebut, maka cermatilah ini!” والذي نصح أبا بكر بذلك الدعاء هو النبي صلى الله عليه وسلم، أتظُنُّه ينصحه به، ولا يكون من أدعيته، صلوات ربي وسلامه عليه؟ بل تأمل دعاء سيد الاستغفار الذي زهِد فيه أكثر الناس؛ ففي صحيح البخاري، عن شداد بن أوس رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((سيد الاستغفار أن تقول: اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت، خلقتني وأنا عبدك، وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت، أعوذ بك من شرِّ ما صنعت، أَبُوءُ لك بنعمتك عليَّ، وأبوء لك بذنبي، فاغفر لي؛ فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، من قالها من النهار موقنًا بها فمات من يومه قبل أن يُمسِيَ، فهو من أهل الجنة، ومن قالها من الليل وهو مُوقِن بها فمات قبل أن يُصبِحَ، فهو من أهل الجنة)). Orang yang menyarankan doa ini kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu adalah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Lalu apakah kamu mengira bahwa beliau akan menyarankan doa ini kepadanya jika doa ini tidak menjadi doa yang senantiasa beliau baca juga? Perhatikanlah juga doa “Sayyidul Istighfar” yang sebagian besar manusia lalai terhadapnya. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari riwayat dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ “Sayyidul Istighfar adalah dengan kamu mengucapkan: ALLAAHUMMA ANTA RABBII LAA ILAAHA ILLAA ANTA, KHALAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALAA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU, A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU, ABUU-U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU-U LAKA BIDZANBII, FAGHFIR LII FAINNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA (Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas ketetapan dan janji-Mu, sesuai kadar kemampuanku. Aku memohon kepada Engkau keburukan yang telah aku perbuat. Aku mengakui kepada-Mu atas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku, dan aku mengakui kepada-Mu dosaku, maka ampunilah aku, karena sungguh tidak ada yang mampu mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau), barang siapa yang mengucapkannya pada siang hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia pada siang itu sebelum malam, maka ia termasuk penduduk surga, dan barang siapa yang mengucapkannya pada malam hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia sebelum waktu pagi, maka ia termasuk penduduk surga.” (HR. Al-Bukhari). إن الاعتراف بالذنب يحبُّه الربُّ، فيُنجِّي مَنِ اعترف، ويغفر ذنبه ويستره في الدنيا والآخرة؛ يقول ربه ساعتها: ((علِمَ عبدي أن له ربًّا يغفر الذنب ويأخذ به))، فلربما أوقع الله رجلًا في كَرْبٍ ليسمع مناجاته وأنينه، واعترافه بين يديه، فتكون تلك المناجاة واللذة المصاحبة لها وآثارها الإيمانية أفضلَ عند المكروب من إجابة الدعاء. Mengakui dosa merupakan sikap yang dicintai Allah, sehingga Dia akan memberi pertolongan orang yang mengakui dosanya, serta mengampuni dan menutup dosa itu di dunia dan akhirat. Ketika itu, Allah akan berfirman, “Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat memberi balasan atasnya.”  Bisa jadi Allah Ta’ala memasukkan seseorang ke dalam suatu kesulitan agar Dia mendengar munajat dan suara lirih doanya serta pengakuannya di hadapan-Nya, sehingga munajat, kenikmatan yang menyertainya, serta efek keimanan yang ditimbulkannya saat tertimpa musibah jauh lebih baik daripada pengabulan doanya. لولا أن تدارَكَ يونسَ رحمةٌ من ربه، لظلَّ في كربه وغمِّه، لكنَّ الربَّ رحيم، ألهمه ذكره في شدة الكرب، وسطَّر ذلك في كتابه؛ ليتعلمه الناس، فيقولوا مثلما قال يونس، فيُنجيهم الله كما نجاه: ﴿ وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ ﴾ [الأنبياء: 87، 88]. إذا ما وقعتَ في كَربٍ أو غمٍّ، وكثيرًا ما تقع، فكرِّر تلك الكلمات، وعِشْ معانيها، تَنْجُ نجاة عجيبة، وتَفُزْ فوزًا عظيمًا بإذن الله. Kalaulah Nabi Yunus tidak mendapat rahmat dari Tuhannya, niscaya ia akan tetap dalam kesulitan dan musibahnya, tapi Allah Maha Pengasih, sehingga Dia mengilhamkan kepadanya untuk mengingat-Nya saat berada dalam kesulitan. Hal ini Allah abadikan dalam Kitab-Nya sebagai pelajaran bagi manusia, agar mereka dapat mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh Nabi Yunus, sehingga Allah menyelamatkan mereka sebagaimana Dia menyelamatkan Nabi Yunus: وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ “(Ingatlah pula) Dzun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam kegelapan yang berlapis-lapis, ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.’ Kami lalu mengabulkan (doa)-nya dan Kami menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.” (QS. Al-Anbiya: 87-88). Apabila kamu terjerembab ke dalam musibah atau kesulitan, dan pasti kamu akan sering terjad, maka senantiasalah menggaungkan doa ini dan hayatilah makna-maknanya, niscaya kamu akan mendapat keselamatan yang menakjubkan dan meraih keberhasilan yang besar, dengan izin Allah. Sumber: https://www.alukah.net/دعاء يونس العجيب Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 411 times, 1 visit(s) today Post Views: 291 QRIS donasi Yufid


Oleh: Dr. Muhammad Ahmad Sabri an-Nabtiti لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHOOLIMIIN “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.” كلماتٌ معدودات قالها يونس عليه الصلاة والسلام، حينما التقمه الحوتُ، فصار في ظلمات ثلاثٍ؛ ظلمة بطن الحوت، وظلمة أعماق البحار، وظلمة الليل، فما لبِث أن صار في الظلمات حتى نادى بها، وما أجملها من كلمات! توحيد وتنزيه واعتراف، أمور مُنجِّية يحبها الله: (لا إله إلا الله) كلمة التوحيد والإخلاص، لو قالها أحد مخلصًا الدين لله، نجَّاه الله ولو كان مشركًا والآيات القرآنية تشهد بذلك، والمتأمل لأدعية الكرب سيجد التوحيد مركزيًّا فيها، بأقسامه الثلاثة: الربوبية، والألوهية، والأسماء والصفات؛ تأمل معي: عن أسماء بنت عميس رضي الله عنها قالت: قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا))؛ [رواه أبو داود، وابن ماجه]. Ini merupakan kalimat singkat yang diucapkan Nabi Yunus ‘alaihissalam ketika ditelan ikan paus, sehingga beliau berada dalam tiga lapis kegelapan: kegelapan dalam perut ikan, kegelapan dalamnya lautan, dan kegelapan malam. Ketika beliau berada dalam gelap gulita ini, beliau berdoa dengannya, dan betapa indah kalimat ini! Di dalamnya terkandung pengesaan, penyucian, dan pengakuan, perkara-perkara yang mendatangkan keselamatan sekaligus dicintai Allah. “لَا إِلَهَ إِلَّا الله” (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah), merupakan kalimat ketauhidan dan keikhlasan. Seandainya seorang hamba mengucapkannya dengan penuh keikhlasan karena Allah, niscaya Dia akan menyelamatkannya (dari musibah) meskipun ia adalah orang yang musyrik. Ayat-ayat Al-Qur’an menjadi dalil atas hal ini.  Orang yang mencermati doa-doa tentang memohon pertolongan dari musibah, pasti akan mendapati bahwa ketauhidan menjadi fokus di dalamnya dengan tiga jenisnya: tauhid rububiyah (mengesakan Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta), tauhid uluhiyah (mengesakan Allah dalam peribadatan), dan tauhid asma’ wa sifat (dan mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya). Marilah kita perhatikan bersama: Diriwayatkan dari Asma binti Umais Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadaku: ألَا أُعلِّمكِ كلماتٍ تقولينهن عند الكرب، أو في الكرب؟ الله الله ربي، لا أشرك به شيئًا ‘Maukah aku ajarkan kepadamu kalimat untuk kamu ucapkan ketika terjadi musibah atau ketika kamu dalam musibah? Yaitu: Allah! Allah! Tuhanku! Aku tidak menyekutukan-Nya dengan apapun!’” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). وفي الصحيحين من حديث ابن عباس: ((أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول عند الكرب: لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله ربُّ العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السماوات، ورب الأرض، ورب العرش الكريم)). Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dulu ketika tertimpa musibah senantiasa mengucapkan: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ، وَرَبُّ الْأَرْضِ، وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (Laa ilaaha illallahul ‘azhiimul haliim. Laa ilaaha illallaahu rabbul ‘arsyil ‘azhiim. Laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil kariim) “Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Penyantun. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhannya arsy yang agung. Tidak ada Tuhan selain Allah, Tuhan langit-langit, Tuhan bumi, dan Tuhan arsy yang agung lagi mulia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). وعند أحمد وغيره: ((ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن، فقال: اللهم إني عبدك، ابنُ عبدِك، ابن أَمَتِك، ناصيتي بيدك، ماضٍ فيَّ حكمُك، عدلٌ فيَّ قضاؤك، أسألك بكل اسم هو لك، سمَّيتَ به نفسك، أو علَّمته أحدًا من خلقك، أو أنزلته في كتابك، أو استأثرت به في علم الغيب عندك؛ أن تجعل القرآن ربيعَ قلبي، ونورَ صدري، وجِلاء حزني، وذَهاب همي؛ إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها)). Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad dan lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: ما أصاب أحدًا قطُّ همٌّ ولا حزن فقال: اللّهُـمَّ إِنِّي عَبْـدُكَ ابْنُ عَبْـدِكَ ابْنُ أَمَتِـكَ نَاصِيَتِي بِيَـدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤكَ أَسْأَلُـكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّـيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْـتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِـكَ أِوْ أَنْزَلْتَـهُ فِي كِتَابِكَ أَوِ اسْتَـأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الغَيْـبِ عِنْـدَكَ أَنْ تَجْـعَلَ القُرْآنَ رَبِيـعَ قَلْبِـي وَنورَ صَـدْرِي وجَلَاءَ حُـزْنِي وذَهَابَ هَمِّـي إلا أذهب الله همَّه وحزنه، وأبدله مكانه فرحًا، قال: فقيل: يا رسول الله، ألَا نتعلمها؟ فقال: بلى، ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها “Tidaklah ada seorang pun yang tertimpa kegalauan dan kesedihan, lalu ia mengucapkan: ALLAAHUMMA INNII ‘ABDUKA IBNU ‘ABDIKA IBNU AMATIKA, NAASIYATII BIYADIKA, MAADHIN FIYYA HUKMUKA, ‘ADLUN FIYYA QADHAA-UKA, AS-ALUKA BIKULLISMIN HUWA LAKA, SAMMAITA BIHI NAFSAKA, AU ‘ALLAMTAHU AHADAN MIN KHALQIKA, AU ANZALTAHU FII KITAABIKA, AWISTA’TSARTA BIHI FII ‘ILMIL GHAIBI ‘INDAKA AN TAJ’ALAL QUR’AANA RABII’A QALBII WA NUURA SHADRI WA JALAA-A HUZNII WA DZAHAABA HAMMII (Ya Allah, Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan hamba-Mu yang perempuan, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, ketetapan-Mu berlaku padaku, dan keputusan-Mu adil untukku. Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama-Mu, yang Engkau namakan sendiri diri-Mu dengannya, yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, yang Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau simpan sendiri dalam ilmu gaib-Mu, agar Engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai penghibur hatiku, cahaya sanubariku, penghilang kesedihanku, dan pengusir kegalauanku) Melainkan Allah akan menghilangkan kegalauan dan kesedihannya, dan Allah akan menggantinya dengan kebahagiaan.” Kemudian Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus mempelajarinya?” Beliau menjawab, “Ya, orang yang mendengarnya hendaklah mempelajarinya.” (HR. Ahmad dan lainnya). أما قوله: (سبحانك)، فهو تنزيه الله عز وجل عن كل نقص وعيب، فهي كلمة المتقين، يُكثِرون منها في يومهم وليلتهم، ويصحبونها بالتحميد أيضًا، فيُسبِّحون بحمد ربهم، فالتسبيح تنزيهٌ عن النقص، والتحميد إثبات الكمال المطلق لله، فهي دَيدنُ المؤمنين عند التعجب والتفكُّر في خلق السماوات والأرض، وكذلك عند البلاء، بل هي دعواهم في الجنة، وكأن يونسَ عليه السلام في ذلك الموقف ينزِّه ربه عن الظلم، قائلًا بلسان حاله أن: يا رب هذه المصيبة ليست ظلمًا منك لي، ولكن ما أوقعني فيها إلا تقصيري؛ لذا قال بعدها: ﴿ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ﴾ [الأنبياء: 87]، قالها اعترافًا منه بظلمه وتقصيره، وأيُّنا لا يظلم نفسه، حتى وإن كان نبيًّا Adapun ucapan Nabi Yunus dalam doa: “سُبْحَانَكَ” (Maha Suci Engkau), maka ini merupakan penafian bagi Allah ‘Azza wa Jalla dari segala kekurangan dan aib. Ini merupakan kalimat yang biasa dibaca oleh orang-orang yang bertakwa, mereka akan banyak mengucapkannya pada siang dan malam mereka, di samping tahmid (pujian) yang senantiasa mereka ucapkan juga. Mereka bertasbih menyucikan Allah dengan pujian kepada Tuhan mereka. Tasbih merupakan penyucian Allah dari segala kekurangan, sedangkan tahmid merupakan penetapan sifat kesempurnaan mutlak bagi Allah. Demikianlah kalimat yang senantiasa disenandungkan oleh orang-orang beriman ketika mereka merasa takjub, saat menghayati penciptaan langit dan bumi, dan ketika tertimpa musibah. Bahkan itu juga kalimat yang mereka serukan di dalam surga.  Seakan-akan dalam kondisi tersebut, Nabi Yunus ‘alaihissalam menafikan kezaliman dari Tuhannya, seakan-akan keadaan beliau mengungkapkan ucapan, “Ya Tuhanku, musibah ini bukanlah kezaliman dari Engkau kepadaku, tapi yang membuatku terjerumus ke dalamnya akibat kelalaianku sendiri.” Oleh sebab itulah, setelah itu beliau mengucapkan: “إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ” (Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim). Beliau mengucapkan itu sebagai pengakuan atas kezaliman dan kelalaian diri beliau sendiri, dan adakah dari kita yang tidak menzalimi diri sendiri, bahkan jika ia adalah seorang Nabi. اسمع ذلك الحوار العجيب بين أفضل البشر صلى الله عليه وسلم وبين أفضل الأُمَّةِ بعد نبيها أبي بكر رضي الله عنه؛ عن أبي بكر الصديق رضي الله عنه أنه قال لرسول الله صلى الله عليه وسلم: علِّمني دعاءً أدعو به في صلاتي، قال: ((قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم))؛ [متفق عليه]. علَّق على الحديث ابن حجر العسقلاني فقال في الفتح: “وفيه أن الإنسان لا يَعْرَى عن تقصير، ولو كان صِدِّيقًا”. Dengarkanlah perbincangan antara manusia terbaik, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan manusia terbaik umat ini setelah Nabi, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Ajarkanlah kepadaku doa yang dapat aku baca dalam shalatku!” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu bersabda: قُل: اللهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا، ولا يغفر الذنوب إلا أنت، فاغفر لي مغفرةً من عندك، وارحمني، إنك أنت الغفور الرحيم “Katakanlah: ALLAAHUMMA INNII ZHALAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA, FAGHFIR LII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII, INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM. (Ya Allah, Sesungguhnya aku telah banyak menzalimi diriku, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sungguh Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar Al-Asqalani mengomentari hadits ini dalam kitab Fath Al-Bari dengan berkata, “Hadits ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq.” وعلَّق على تعليقه السندي في حاشيته على النسائي فقال: “في فتح الباري: فيه أن الإنسان لا يعرى عن تقصير ولو كان صِدِّيقًا، قلت: بل فيه أن الإنسان كثيرُ التقصير وإن كان صِدِّيقًا؛ لأن النِّعَمَ عليه غير متناهية، وقوته لا تُطيق بأداء أقل قليلٍ من شُكرِها، بل شكره من جملة النعم أيضًا، فيحتاج إلى شكرٍ هو أيضًا كذلك، فما بقِيَ له إلا العجز والاعتراف بالتقصير الكثير، كيف وقد جاء في جملة أدعيته صلى الله تعالى عليه وسلم: (ظلمت نفسي)؟ (من عندك‏) ‏أي: من محض فضلك، من غير سابقة استحقاق مني، أو مغفرة لائقة بعظيم كرمك، وبهذا ظهر الفائدة لهذا الوصف، وإلا فطلب المغفرة يُغني عن هذا الوصف ظاهرًا؛ فلْيُتأمَّل.” Kemudian As-Sandi mengomentari komentar tersebut dalam kitabnya Al-Hasyiyah ‘ala an-Nasa’i dengan berkata, “Dalam kitab Fath al-Bari disebutkan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia tidak akan dapat terlepas dari kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, maka saya katakan bahwa hadis ini mengandung faedah bahwa manusia banyak melakukan kelalaian, meskipun ia adalah seorang Ash-Shiddiq, karena kenikmatan yang telah diberikan kepada manusia tidak terbatas, sedangkan kekuatannya tidak mampu menunaikan —meski hanya— batas minimal rasa syukurnya, bahkan rasa syukur yang bisa ditunaikan juga merupakan kenikmatan itu sendiri, sehingga harus disyukuri juga, sehingga tidak tersisa dari manusia kecuali kelemahan dan pengakuan atas banyaknya kelalaian itu. Bagaimana tidak demikian, sedangkan di antara yang disebutkan dalam doa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Aku telah banyak menzalimi diriku sendiri.’ Dan disebutkan juga kalimat, ‘Ampunan dari sisi-Mu’ Yakni murni dari karunia-Mu, tanpa ada hal yang membuatku berhak mendapatkannya, atau ampunan yang sesuai dengan keagungan karunia-Mu. Dari makna inilah tampak fungsi dari penyebutan kalimat ‘Dari sisi-Mu’, karena memohon ampunan sebenarnya cukup tanpa disebutkan kalimat tersebut, maka cermatilah ini!” والذي نصح أبا بكر بذلك الدعاء هو النبي صلى الله عليه وسلم، أتظُنُّه ينصحه به، ولا يكون من أدعيته، صلوات ربي وسلامه عليه؟ بل تأمل دعاء سيد الاستغفار الذي زهِد فيه أكثر الناس؛ ففي صحيح البخاري، عن شداد بن أوس رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((سيد الاستغفار أن تقول: اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت، خلقتني وأنا عبدك، وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت، أعوذ بك من شرِّ ما صنعت، أَبُوءُ لك بنعمتك عليَّ، وأبوء لك بذنبي، فاغفر لي؛ فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، من قالها من النهار موقنًا بها فمات من يومه قبل أن يُمسِيَ، فهو من أهل الجنة، ومن قالها من الليل وهو مُوقِن بها فمات قبل أن يُصبِحَ، فهو من أهل الجنة)). Orang yang menyarankan doa ini kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu adalah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Lalu apakah kamu mengira bahwa beliau akan menyarankan doa ini kepadanya jika doa ini tidak menjadi doa yang senantiasa beliau baca juga? Perhatikanlah juga doa “Sayyidul Istighfar” yang sebagian besar manusia lalai terhadapnya. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari riwayat dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: سَيِّدُ الاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ “Sayyidul Istighfar adalah dengan kamu mengucapkan: ALLAAHUMMA ANTA RABBII LAA ILAAHA ILLAA ANTA, KHALAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALAA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU, A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU, ABUU-U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU-U LAKA BIDZANBII, FAGHFIR LII FAINNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA (Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di atas ketetapan dan janji-Mu, sesuai kadar kemampuanku. Aku memohon kepada Engkau keburukan yang telah aku perbuat. Aku mengakui kepada-Mu atas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku, dan aku mengakui kepada-Mu dosaku, maka ampunilah aku, karena sungguh tidak ada yang mampu mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau), barang siapa yang mengucapkannya pada siang hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia pada siang itu sebelum malam, maka ia termasuk penduduk surga, dan barang siapa yang mengucapkannya pada malam hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia sebelum waktu pagi, maka ia termasuk penduduk surga.” (HR. Al-Bukhari). إن الاعتراف بالذنب يحبُّه الربُّ، فيُنجِّي مَنِ اعترف، ويغفر ذنبه ويستره في الدنيا والآخرة؛ يقول ربه ساعتها: ((علِمَ عبدي أن له ربًّا يغفر الذنب ويأخذ به))، فلربما أوقع الله رجلًا في كَرْبٍ ليسمع مناجاته وأنينه، واعترافه بين يديه، فتكون تلك المناجاة واللذة المصاحبة لها وآثارها الإيمانية أفضلَ عند المكروب من إجابة الدعاء. Mengakui dosa merupakan sikap yang dicintai Allah, sehingga Dia akan memberi pertolongan orang yang mengakui dosanya, serta mengampuni dan menutup dosa itu di dunia dan akhirat. Ketika itu, Allah akan berfirman, “Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat memberi balasan atasnya.”  Bisa jadi Allah Ta’ala memasukkan seseorang ke dalam suatu kesulitan agar Dia mendengar munajat dan suara lirih doanya serta pengakuannya di hadapan-Nya, sehingga munajat, kenikmatan yang menyertainya, serta efek keimanan yang ditimbulkannya saat tertimpa musibah jauh lebih baik daripada pengabulan doanya. لولا أن تدارَكَ يونسَ رحمةٌ من ربه، لظلَّ في كربه وغمِّه، لكنَّ الربَّ رحيم، ألهمه ذكره في شدة الكرب، وسطَّر ذلك في كتابه؛ ليتعلمه الناس، فيقولوا مثلما قال يونس، فيُنجيهم الله كما نجاه: ﴿ وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ ﴾ [الأنبياء: 87، 88]. إذا ما وقعتَ في كَربٍ أو غمٍّ، وكثيرًا ما تقع، فكرِّر تلك الكلمات، وعِشْ معانيها، تَنْجُ نجاة عجيبة، وتَفُزْ فوزًا عظيمًا بإذن الله. Kalaulah Nabi Yunus tidak mendapat rahmat dari Tuhannya, niscaya ia akan tetap dalam kesulitan dan musibahnya, tapi Allah Maha Pengasih, sehingga Dia mengilhamkan kepadanya untuk mengingat-Nya saat berada dalam kesulitan. Hal ini Allah abadikan dalam Kitab-Nya sebagai pelajaran bagi manusia, agar mereka dapat mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh Nabi Yunus, sehingga Allah menyelamatkan mereka sebagaimana Dia menyelamatkan Nabi Yunus: وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ “(Ingatlah pula) Dzun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam kegelapan yang berlapis-lapis, ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.’ Kami lalu mengabulkan (doa)-nya dan Kami menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.” (QS. Al-Anbiya: 87-88). Apabila kamu terjerembab ke dalam musibah atau kesulitan, dan pasti kamu akan sering terjad, maka senantiasalah menggaungkan doa ini dan hayatilah makna-maknanya, niscaya kamu akan mendapat keselamatan yang menakjubkan dan meraih keberhasilan yang besar, dengan izin Allah. Sumber: https://www.alukah.net/دعاء يونس العجيب Sumber PDF 🔍 Kewajiban Menantu Perempuan Terhadap Mertua Dalam Islam, Nafkah Batin Istri Menurut Islam, Surat Waqiah Pembuka Rezeki, Hukum Tirakat Menurut Islam, Gambar Tulisan Alloh Visited 411 times, 1 visit(s) today Post Views: 291 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />
Prev     Next